LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA
LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM)
KHAIRUL ANAM P051090031/BTK
BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0
ISOLASI DNA GENOM TUJUAN Praktikum ini bertujuan untuk mengisolasi DNA genom bakteri dan menganalisa dengan 16s rRNA.
TINJAUAN PUSTAKA
Isolasi DNA genom sangat penting dalam rangka pengklonan DNA atau gen sasaran. Konstruksi pustaka genom dan pengklonan DNA membutuhkan DNA yang utuh agar fragmen DNA betul-betul berasal dari proses pemotongan enzimatik yang sangat spesifik. Bila terpotongnya DNA bukan karena reaksi enzimatik, maka fragmen DNA tersebut sulit disambungkan dengan DNA dari vektor pengklonan. Oleh sebab itu isolasi DNA genom yang utuh sangat diperlukan bila DNA tersebut akan diproses untuk pengklonan (Suharsono dan Widyastuti, 2006).
16S rRNA Berbagai metode analisis DNA yang cepat telah diperkenalkan, antara lain yang mentarget keseluruhan genom seperti AFLP, RAPD, ERIC, BOX, REP, dan PFGE. Analisis juga dapat mentarget hanya suatu klaster gen seperti ribotyping pada operon rrn, atau bahkan gen individual seperti ARDRA dan T-RFLP pada gen penyandi 16S rRNA, intergenic spacer regions/ISR, serta elemen genetik mobile. Di antara berbagai teknik yang digunakan, RNA ribosomal paling banyak digunakan sebagai penanda molekuler. Pada prokaryota terdapat tiga jenis RNA ribosomal, yaitu 5S, 16S, dan 23S rRNA. Di antara ketiganya, 16S rRNA yang paling sering digunakan. Molekul 5S rRNA memiliki urutan basa terlalu pendek, sehingga tidak ideal dari segi analisis statistika, sementara molekul 23S rRNA memiliki struktur sekunder dan tersier yang cukup panjang sehingga menyulitkan analisis. Analisis gen penyandi 16S rRNA telah menjadi prosedur baku untuk menentukan hubungan filogenetik dan menganalisis suatu ekosistem. 16S rRNA dapat digunakan sebagai penanda molekuler karena molekul ini bersifat ubikuitus dengan fungsi yang identik pada seluruh organisme. Molekul ini juga dapat berubah sesuai jarak evolusinya, sehingga dapat digunakan sebagai kronometer evolusi yang baik. 1
Molekul 16S rRNA memiliki beberapa daerah yang memiliki urutan basa yang relatif konservatif dan beberapa daerah urutan basanya variatif. Perbandingan urutan basa yang konservatif berguna untuk mengkonstruksi pohon filogenetik universal karena mengalami perubahan relatif lambat dan mencerminkan kronologi evolusi bumi. Sebaliknya, urutan basa yang bersifat variatif dapat digunakan untuk melacak keragaman dan menempatkan galur-galur dalam satu spesies. Jika urutan basa 16S rRNA menunjukkan derajat kesamaan yang rendah antara dua taksa, deskripsi suatu takson baru dapat dilakukan tanpa hibridisasi DNA-DNA (Biasanya jika derajat kesamaan urutan basa gen penyandi 16S rRNA kurang dari 97% dapat dianggap sebagai spesies baru. Analisis gen penyandi 16S rRNA praktis untuk definisi spesies, karena molekul ini bersifat ubikuitus, sehingga dapat dirancang suatu primer yang universal untuk seluruh kelompok. Penentuan spesies baru pun dapat dilakukan tanpa mengisolasi mikroorganisme yang bersangkutan. Taksa baru yang ditetapkan hanya berdasarkan data molekular oleh The International Committee on Systematic Bacteriology diberi status provisional candidatus (Pangastuti, 2006).
BAHAN DAN METODE KERJA
Isolasi DNA Genom Bakteri Bakteri yang digunakan dalam praktikum ini adalah Bacillus I3 Satu koloni bakteri E. coli ditumbuhkan dalam 50 ml media LB (bacto tryptone 10g/l, bacto-yeast extract 5g/l, NaCl 10 g/l) yang mengandung ampicillin lalu diinkubasi di atas shaker dengan kecepatan 250 rpm pada suhu 37°C selama semalam. Kemudian 1,5 ml kultur dipindahkan ke dalam tabung 1,5 ml lalu diendapkan dengan sentrifugasi 8.000 rpm (Tomy MRX-150) 4°C selama 3 menit, supernatan dibuang. Lalu endapan bakteri disuspensikan ke dalam 600 ul larutan CTAB lalu diresuspensi. Larutan diinkubasi pada suhu 65°Cselama 30-60 menit, lalu taruh di dalam es selama 5 menit. Tambahkan larutan CI (chloroform:isoamilalkohol, 4:1) lalu tabung dibolak-balik secara perlahan beberapa kali. Tabung disentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 14.000 rpm. Akan terbentuk dua fase pada larutan yang ada di dalam tabung yaitu fase air dan fase kloroform. Di ambil 500 ul fase air lalu dimasukkan ke dalam tabung baru yang kemudian ditambahkan dengan 500 ul PCI (phenol:chloroform:isoamilalkohol, 25:24:1). Bolak-balik tabung selama beberapa kali secara perlahan lalu disentrifugasi pada kecepatan 14.000 rpm selama 10 menit. Fase air yang terbentuk diambil dan dimasukkan ke dalam tabung baru lalu ditambahkan 0.1 volume sodium asetat 2M pH 5.2 dan 2 kali volume 2
etanol absolut, kemudian campur secara perlahan. Taruh ke dalam pendingin -20°C selama 30 menit. Larutan yang ada di dalam tabung disentrifugasi selama 15 menit pada kecepatan 14.000 rpm. Buang semua supernatant. Ke dalam tabung yang berisi pelet, ditambahkan 500 ul etanol 70% lalu disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatana 14.000 rpm. Setelah itu, buang supernatant secara hati-hati dan keringkan pelet dengan vakum. Pelet adalah DNA genom. Ke dalam tabung, ditambahkan 10 ul dH2O lalu ditambahkan 1 ul RNase dan di inkubasi pada suhu 37°C selama 1 jam hingga semalaman.
PCR 16S rRNA Dilakukan PCR dengan menggunakan Primer spesifik 16s rRNA, yaitu primer F
=
5’CAGGCCTAACACATGCAAGTC 3’ dan R = 5’GGGCGGWGTGTACAAGGC 3’ dimana W adalah mewakili A dan T, dengan kondisi PCR sebagai berikut, prePCR = 95°C; 5 menit; denaturasi = 84°C, 1 menit; annealing = 50°C; 30 detik, extension = 72°C; 30 detik, post PCR = 72°C; 5 menit; Penyimpanan = 15°C; 15 menit. Komposisi larutan PCR adalah DNA genom = 1 ul (100ng), F= 1 ul (0,5 uM), R=1 ul (0,5 uM), dNTP mix 2uM= 2 ul (200 uM), buffer taq 10x = 2 ul (1x). HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genom Dapat diketahui bahwa dalam proses mengisolasi plasmid dari suatu bakteri, ada tiga tahap penting yang perlu dilakukan, yaitu 1. Lisis membran sel bakteri, 2. Ektraksi DNA, 3. Pengendapan DNA. Proses lisis diawali dengan adanya pemberian CTAB dimana CTAB berperan untuk melisis membran sel bakteri untuk mengeluarkan DNA genom. Peran CTAB persis sama dengan SDS yang berfungsi sebagai detrjen untuk melisis dinding atau membran sel yang terdiri dari lipid (fosfolipid). Terjadinya proses lisis ditandai dengan terbentuknya lendir. Akan tetapi dalam praktikum kali ini tidak terbentuk lendir seperti biasanya. Tidak terbentuknya lendir dimungkinkan karena proses lisis tidak berjalan dengan baik. Tidak berjalan dengan baik bisa dikarenakan kurang kuatnya CTAB untuk melisis membran sel bakteri atau kurangnya perlakuan terhadap sel bakteri seperti dilakukannya vortex untuk membantu proses lisis. Akan tetapi proses ini sangat tidak dianjurkan karena tujuan dari isolasi genom adalah untuk 3
mendapatkan DNA yang utuh sehingga ditakutkan apabila divortex DNA keluar akan tetapi akan terpotong-potong.
Gambar 1. Lisis dinding dan membran sel bakteri
Proses tetap dilanjutkan dengan mengekstraksi larutan setalah lisis dengan CI. Setelah Pada larutan diekstraksi dengan CI dan diambil fase airnya yang terdapat DNA proses diteruskan dengan ekstraksi dengan penambahan PCI (Phenol-Chloroform-Isoamyl Alcohol) dengan tujuan untuk memisahkan antara DNA dan komponen lainnya dimana PhenolChloroform berfungsi sebagai pelarut dari senyawa organik dan komponen lipid. Dengan dilakukannya ekstraksi menggunakan PCI maka setelah disentrifugasi terbentuklah 3 fase dimana terdiri dari fase air yang ada di paling atas tempat DNA plasmid berada, protein yang terkoagulasi di fase yang ada di tengah dan fase Phenol-Chloroform yang ada di paling bawah karena sifat chloroform yang berat jenisnya besar. Proses ekstraksi dilakukan dua kali untuk pemisahan DNA dengan komponen lainnya menjadi lebih baik.
Gambar 2. Ekstraksi DNA dengan PCI 4
Fase air yang diambil kemudian diendapkan menggunakan sodium acetat untuk menciptakan kondisi netral dan alkohol untuk mengikat air yang sebelumnya terikat pada DNA sehingga DNA mengendap. Penambahan RNase dapat diberikan untuk menghilangkan sisasisa fragmen RNA. Gambar 3. Pemurnian DNA dengan etanol
Analisis Kemurnian DNA dan Kuantifikasi DNA dengan Spektrofotometer Dari DNA plasmid yang diisolasi diperoleh dilakukan kuantifikasi dengan menggunakan metode spektrofotometri dengan menggunakan mesin nanodrops didapatkan hasil seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai absorbansi larutan DNA pada panjang gelombang 260 dan 280 nm Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Konsentrasi 171 779.3 256.6 94.3 158.2 110.6 479.9 391.5 259.3 631.2 128.8 187.2
Unit ng/µl ng/µl ng/µl ng/µl ng/µl ng/µl ng/µl ng/µl ng/µl ng/µl ng/µl ng/µl
A260 3.421 15.586 5.131 1.886 3.163 2.213 9.598 7.831 5.185 12.625 2.576 3.744
Dari hasil pengukuran secara spektrofotometri maka diperoleh konsentrasi sampel DNA genom yang diisolasi adalah 110.6 ng/ul 5
Analisis DNA dengan Elektroforesis Gel Agarosa Dengan diketahuinya konsentrasi DNA genom maka dapat dihitung berapa ul yang dibutuhkan untuk mendapatkan 100 ng DNA untuk proses elektroforesis, yaiu 0.9 ul larutan DNA yang kemudian ditambahkan loading dye sehingga diperoleh hasil elektroforesis sebagai berikut seperti yang terlihat pada Gambar 4. Dari Gambar 4 diketahui bahwa semua sampel tidak mengandung pita yang menandakan keberadaan genom. Hal ini bisa dikarenakan DNA genom tidak keluar selama proses lisis karena pada proses lisis tidak terbentu lendir yang menandakan adanya protein dan DNA yang keluar dari sel. Ataupun juga karena bobot genom yang besar mengakibatkan genom terperangkap di dalam sumur sehingga dibutuhkan waktu lama atau tegangan yang lebih tinggi.
Gambar 4. Hasil elektroforesis DNA genom
PCR 16S rRNA Pada praktikum kali ini dilakukan PCR 16s rRNA dengan hasil seperti yang terlihat pada Gambar 5. 16S rRNA ditujukan sebagai penanda molekuler karena molekul ini bersifat ubikuitus dengan fungsi yang identik pada seluruh organisme dimana untuk organism prokariot seperti Bacillus I3 dan I2 memiliki kesamaan pada gen penghasil 16S rRNA ini. Dengan dilakukannya PCR 16S rRNA ini maka dapat diketahui mana yang merupakan bakteri dan yang bukan bakteri seperti missal organism eukariot memiliki 18s rRNA maka apabila terdapat pita yang berada bukan pada 16s rRNA maka organism tersebut bukan bakteri dan atau PCR yang dilakukan kurang sempurna yang mengakibatkan hasil PCR tidak dapat digunakan sebagai acuan untuk dilakukannya sequencing untuk pembacaan urutan basa DNA genom. 6
Gambar 5. Hasil PCR 16s rRNA
Dari gambar 5 juga dapat diketahui bahwa tidak semua hasil isolasi DNA genom memiliki pita pada ukuran 1600 pasang basa. Hal ini mengindikasikan bahwa PCR yang dilakukan tidak berhasil, bisa dikarenakan kurang banyaknya DNA yang terbentuk akibat terlalu banyak penambahan bobot molekul dari DNA yang akan di PCR sehingga primer dan DNA Taq Polimerase tidak bekerja secara maksimal maka amplifikasi yang dilakukan tidak maksimal. SIMPULAN 1. Dari isolasi DNA plasmid, diperoleh DNA plasmid yang kurang murni dan diperoleh konsentrasi plasmid sebesar 110.6 ng/ul. 2. 16s rRNA digunakan sebagai penanda molekular untuk organism prokariot.
DAFTAR ACUAN Suharsono dan Widyastuti, U. 2006. Penuntun Praktikum Pelatihan Teknik Pengklonan Gen. Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi, IPB Pangastuti, A. 2006. Definisi Spesies Prokaryota Berdasarkan Urutan Basa Gen Penyandi 16s rRNA dan Gen Penyandi Protein. Biodiversitas, Volume 7, Nomor 3 : Halaman: 292-296 Bahan Kuliah dan Praktikum Rekayasa Genetika
7