HMIL DAN PEMBAHASAN lsolasi DNA genom jati Teknik isolasi dan karakterisasi mikrosatelit yang digunakan dalam pene'tian
ini
mengacu
pada
teknik
pengkayaan
(enrichment)
yang
dikembangkan oleh Edwards et a/. (1996). Untuk mendapatkan hasil yang baik pada isolasi marka mikrosatelit diperlukan DNA genom yang berkualis baik dengan kemurnian yang tinggi. Pada penelitian ini prosedur yang digunakan untuk isolasi DNA adalah prosedur
berdasarkan
cetyltrimethylammoniumbromide
(CTAB).
Hasil
elektroforesis pada agarose 1,2% memperlihatkan bahwa hasil isolasi DNA genom jati memiliki kemurnian yang cukup tinggi, karena tidak terlihat adanya "smeaf (Gambar 3).
Data tersebut diperkuat oleh hasil pengukuran secara
kualitatii dengan speldrofotometer yang menunjukkan nilai rasio mendekati rasio murni untuk sampel DNA yaitu 1,8 - 2,O (Aquadro et a1 1992). Konsentrasi DNA yang diperoleh bervariasi antara 14.0 - 292.5 pgml dengan rasio antara 1,625 1,992 (Absorban ?260/?280).
Gambar 3. Hasil isolasi DNA genom jati Metode ekstraksi DNA tersebut juga telah berhasil untuk mengisolasi DNA durian (Kristianti 2005) dengan rasio rata-rata 1,778 dan DNA mangga (Mulyani 2003) dengan rata-rata rasio 1,854 Pernolongan DNA genom jati Pemotongan DNA genom dilakukan dengan menggunakan enzim restriksi yang menghasilkan potongan DNA berujung tumpul (blunt end) sesuai metode Edwards et a1 (1996) yang dilakukan secara simultan, bertujuan untuk memudahkan penempelan adaptor IMlul. DNA genom jati dipotong dengan tiga enzim restriksi, mula-mula dipotong dengan enzim Alul, hasil pemotongan kemudian dipotong lagi dengan enzim Rsal dan terakhir hasil pemotongan Alul dan Rsal dipotong oleh Hindl.
Tujuan utama pemotongan DNA genom ini
adalah untuk menghasilkan fragmen-fragmen berukuran kecil 100-1500 pb.
Zane et al. (2002) menjelaskan pemotongan DNA genom dengan banyak enzim restriksi dapat meningkatkan peluang mendapatkan motif-motii mikrosatelit dan mengurangi fragrnen-fragmen sisipan yang sama. Hasil pemotongan ketiga enzim restriksi dapat diketahui melalui elektroforesis dalam 1,2% agarose gel.
DNA genom jati yang dipotong dengan tiga enzim restriksi blunt end menghasilkan pita smear, ha1 ini menunjukan adanya variasi fragmen DNA dengan ukuran c1.500 pb (Gambar 4).
Kondisi smear yang dihasilkan
merupakan kumpulan fragrnen-fragmen DNA dengan ukuran yang berbeda-beda hasil pemotongan tiga enzim restriksi tersebut ha1 ini disebabkan Multiple Cloning Site (titik pemotongan) tersebar pada genom DNA jati. Pemotongan genom
dengan
menggunakan tiga
enzim
restriksi
menghasilkan variasi fragmen berukuran lebih kecil 200-1500 pb (Sumur 2) dibandingkan yang dipotong dengan dua enzim restriksi 200-2.000 pb (Sumur 3) sehingga tidak dilakukan pernotongan fragmen DNA berukuran tertentu dari gel. Ukuran fragmen tersebut sudah cukup baik untuk proses skrining fragrnen DNA yang mengandung motif mikrosatelit. Menurut Liu & Wu (1998), Kijas et a1 (1994) dan lsagi & Suhandono (1997) fragmen DNA yang ideal untuk skrining mikrosatelit berukuran 200 - 1.500 pb.
Keterangan: M. Marker DNA 100 ob 1. Genom d~potongbilui, Rsal dan HlnCli (JB)' 2. Genom diootono Alui. Rsal dan H1nC11IJL)' 3. Genom dkoton; ~ l u ldan ; Rsal (JB) 4. PCR hasil ligasi adaptor (JB) 5. PCR hasil ligasi adaptor (JL) 6. PCR hasil ligasi adaptor (JB) *) JB = Jati Biotropika *) JL = Jati Lokal Perhutani
Gambar 4. Pernotongan genorn dengan enzirn restriksi dan ligasi fragrnen DNA dengan adaptor Mlul
Dalam isolasi mikrosatelit apabila hasil pemotongan enzim restriksi masih menghasilkan fragmen-fragmen berukuran besar maka harus dilakukan isolasi frgamen ukuran kecil dari gel elektroforesis.
lsagi dan Suhandono (1997)
mengisolasi fragmen ukuran 400-600 pb, Kijas et al. (1994) 300-1500 pb dan Liu & Wu (1998) 200-500 pb.
Ligasi fragmen DNA dengan adaptor Produk PCR dari ligasi fragrnen DNA dengan adaptor Mlul pada elektroforesis 1,2% agarose gel ditampilkan dalam Gambar 4 (sumur 4-6). Fragrnen-fragmen DNA yang terligasi adaptor berada pada ukuran sekitar 2001.500 pb.
Hal ini menunjukan bahwa metode pengkayaan untuk isolasi
mikrosatelit lebih efisien karena fragrnen DNA target telah didapat.
Dalam
proses kloning, ukuran fragmen DNA yang akan disisipkan pada vektor plasmid sangat berpengaruh terhadap efisiensi kloning dan sekuensing. Hibridisasi Proses hibridisasi mengacu pada protokol Edwards et a1 (1996) dengan sedikit modifikasi yaitu dengan cara membagi keenambelas oligonukleotida ., bermotif mikrosatelit menjadi tiga kelompok membran berdasarkan kondisi T Hasil pengelompokan oligonukleotida tersebut disajikan dalam Tabel 8 berikut. Tabel 8. Pengelompokan oligonukleotida berdasarkan Melting Temperature
Selanjutnya dilakukan elusi dari hasil hibridisasi. Elusi DNA dari membran hibridisasi dimaksudkan untuk melepaskan fragmen-fragmen DNA yang terikat kuat ke membran. Proses elusi ini dilakukan dengan merendam membran hasil hibridisasi dalam air mendidih selama 10 menit.
Pada kondisi suhu tinggi
diharapkan DNA sample yang menernpel pada membran dapat lepas. Untuk kemudian dilakukan pengayaan DNA sampel yang dapat diduga sudah mengandung motif-motif mikrosatelit dengan cara amplifikasi PCR (Gambar 5).
Gambar 5. Pengayaan kandidat-kandidat fragmen DNA berrnotif Arnplifikasi ini dilakukan untuk rnemperbanyak kandidat-kandidat fragmen bermotif mikrosatelit hasil hibridisasi. Gambar 5 rnemperlihatkan bahwa proses hibridisasi telah berhasil mendapatkan panjang fragmen berkisar antara 2001.000an pb berasal dari ketiga kelompok rnembran (16 probe). Hal ini dapat rnenunjukan pada urutan genorn DNA jati terdapat motif-motif rnikrosatelit seperti yang terdapat dalam ketiga kelompok mernbran yang digunakan.
Ligasi dan Transformasi Produk PCR kemudian disisipkan ke vektor plasrnid pGEM-T Easy (produk Promega) untuk dijadikan pustaka rnikrosatelit (6 kelompok). Pustaka mikrosatelit tanarnan jati yang diperoleh dari penelitian ini adalah JB-I, JB-2, JB3, JL-1, JL-2, dan JL-3 (3 rnembran x 2 jenis jati). Reaksi ligasi DNA hasil PCR dilakukan rnengikuti petunjuk penggunaan Kit vektor GEM@ Prornega.
-
T Easy dari
Proses ligasi dilakukan pada suhu 4°C selama semalarn dengan
komposisi reaksi ligasi disajikan dalarn Tabel 6 (lihat bahan dan rnetode). Vektor yang telah membawa pustaka rnikrosatelit tanarnan jati (6 kelornpok) selanjutnya ditransforrnasi ke bakteri E. coli DH5a dalam media selektif rnengandung 100 pglrnl ampisilin, 100 p1 IPTG (100 mM lsopropythio-PD-galactoside) dan 20 p1 X-gal (50 mglml). Metode transforrnasi yang digunakan adalah metode kejut panas (heat shock) rnengikuti protokol lnoue et a/. (1990) yang telah rnengalami sedikit modifikasi (lihat bahan dan metode).
Seleksi
transforman dilakukan dengan skrining biru-putih, koloni berwama putih menunjukan adanya insert
sedangkan koloni biru menunjukan bukan
rekombinan. Hasil transformasi terdiri dari ratusan koloni (Gambar 6). Hasil skrining biru-putih dan antibiotik disajikan dalarn Tabel 9 dan 10 dibawah ini.
Garnbar 6. Koloni biru-putih hasil transformasi
Tabel 10. Hasil skrining antibiotik Plate
K o h i Putih
Koloni Bim
Jumlah Total
JB1
200
-
200
150
-
150
JL3
lsolasi Plasmid Koloni putih tunggal dari kultur transforman diisolasi DNAnya.
lsolasi
plasmid dilakukan berdasarkan rnetode lisis alkali (Sambrook et a/., 1989) dengan sedikit modifikasi. Selanjutnya dilakukan purifikasilpemurnian plasmid untuk rnemproleh hasil yang baik (Gambar 7).
Dari Gambar 7 visualisasi
elektroforesis menjelaskan jenis topologi plasmid. Tiga bentuk topologi plasmid utuh berturut-turut adalah supercoil (CCC), linier dan open sirkuler (OC). Urutan kecepatan
migrasi
ketiga
CCC>linier>OC (Brown, 1991).
bentuk
topologi
plasmid
tersebut
adalah
Gambar 7. Hasil isolasi plasmid Untuk mengetahui kepastian bahwa fragmen
DNA insert hasil
transformasi telah tersisip dalam plasmid maka dilakukan verifikasi terhadap 30 koloni dengan melakukan pemotongan DNA rekombinan atau hasil transforman menggunakan enzim restriksi EcoRI. Hasil pemotongannya dapat dilihat pada Gambar 8. Pada koloni putih JBI-1 (Jati Biotropika) menghasilkan dua fragmen berukuran sekitar 3.015 pb (merupakan ukuran dari plasmid pGEM-T-Easy linier) dan 1.584 pb (fragmen insert), sedangkan pada kloni biru JB1 dihasilkan hanya satu ukuran pita berukuran sekitar 3.015 (Gambar 8A). Hasil pemotongan EcoRl pada sampel yang lain menghasilkan fragmen insert berukuran 1.200 pb (Gambar 86)
Gambar 8. Pemotongan DNA-Rekombinan dengan enzim restriksi EcoRl Verifikasi fragmen sisipan dapat juga dilakukan dengan amplifikasi PCR plasmid rekombinan atau kultur koloni tunggal menggunakan primer 21-mer sebanyak 35 siklus yaitu denaturasi 94°C selama 4 menit, annealing 50°C selama 1 menit dan elongasi 72°C selama 2 menit.
Pita dari produk PCR
menunjukan ada tidaknya sisipan yang kita harapkan karena primer 21-mer
spesfik rnengamplilikasi adaptor yang lelah terligasi pada fragrnen DNA sisipan tersebut. Hasil PCR dapat dilihat pada Gambar 9 dibawah ini. Produk PCR tersebut sebagian besar be~kuransekiar 200-300 pb yang mungkin berisi rnotiirnotii yang berbeda (Lampiran 3). Hal ini sesuai dengan penelitian Effendi (2000) yang rnendapatkan fragrnen sisipan berkisar antara 162-334 pb pada tanarnan jati, Mulyani (2003) pada tanarnan rnangga berkisar 163-373 pb dan Kristianti (2005) DNA pada durian berkisar 30
pb. Tahap
berikutnya adalah rnengetahui motif mikrosatelit yang terdapat dalam fragrnen DNA sisipan tersebut dengan analisis sekuensing.
Ketenngan : Sumur 1 =Marker I kb plus (invitrogen) Sumur 2 = Produk PCR rekombinan JB3-6 Sumur 3 = Pmduk PCR rekombinan JB3-9
Gambar 9. Verifikasi bagmen sisipan dengan PCR Analisis Sekuensing
Tahap berikutnya setelah verifikasi bagmen sisipan adalah rnengetahui motif mikrosateii yang terdapat dalam fragrnen DNA sisipan tersebut dengan analisis sekuensing. Data hasil sekuensing berupa grafik dengan puncak-puncak (peak) yang berbeda sesuai dengan simbol masing-masing basa nukleotida. Perbedaan basa ditunjukan oleh warna puncak (peak) yang berbeda yaRu Adenin (A) warna hijau, Timin (P)wama rnerah, Guanin (6) warna hiiarn, dan Sitosin (C) warna biru. Sirnbol huruf N rnenunjukan mesin sekuensing tidak bisa
menentukan dengan pasti jenis basa tertentu, biasanya disebabkan oleh sampel yang tidak mumi sehingga peak-peak yang dihasilkan menumpuk. Sekuen dilakukan terhadap empat plasmid rekombinan (JB, jati biotropika) yang krhasil diisolasi dengan baik dari sekiar 500 koloni transforman (0.8%). Dua sampel (JB36, JB39) berupa produk PCR dengan ukuran fragmen sisipan yang disekuen berkisar 200-an pasang basa dan dua sampel lain (JBI-1 dan JBSC) merupakan plasmid rekombinan hasil isolasi plasmid (Gambar 6 dan
7).
Untuk sampel JL (jati lokal perhutani) tidak ada yang disekuen, ha1 ini
disebabkan karena tidak berhasil mengisolasi plasmid rekombinan dengan baik. Dari keempat sampel yang disekuen, dari hasil pengurutan basa pada sampel JB36 dan JB39 terlihat bahwa pembacaan sekuen kurang baik sehingga banyak menghasilkan simbol (N). Elektroferogram pembacaan alat
menghasilkan
peak-peak
yang
menumpuk ha1 ini menunjukan bahwa template (PCR produk) tidak mumi atau tidak single koloni (Lampiran 3), dapat diduga ada dua buah produk PCR dengan perbedaan panjang kira-kira hanya 10 nukleotoda dan tentu saja ha1 ini tidak akan terlihat ketika produk PCR dielektroforesis.
Pada sampel JB5C.
pembacaan elektroferogram juga menghasilkan peak-peak menumpuk yang menunjukan plasmid rekombinan tidak mumi (Lampiran 4). Hanya sampel JBI-I yang menunjukan plasmid rekombinan cukup mumi, jadi dari keempat sampel yang disekuensing hanya sampel JBI-1 yang dapat dianalisis untuk perancangan primer (Lampiranl). Perancangan Primer Tujuan dari perancangan primer dalam peneliian ini adalah untuk menghasilkan suatu primer spesifik yang dapat digunakan untuk mengampliikasi fragmen unik bermotii mikrosatelit. Bagian yang menjadi kandidat situs primer adalah bagian yang mengapit suatu motii mikrosateli setelah situs penempelan adaptor. Sekuen primer dari daerah pengapit motii mikrosatelit dirancang untuk menghasilkan primer yang panjangnya 18-20 nukleotida, dengan kandungan GC mendekati 50% dan T,,,sekiiar 60°C. Posisi Adaptor Unrian sekuen DNA hasil sekuensing masih mengandung urutan adaptor 21-mer sebagai penanda ujung 5' dan 25-mer pada ujung 3'. Sekuen adaptor hams dihilangkan terlebih dahulu sebelum dianalisis dengan Primer3. Urutan
sekuen DNA sisipan berada diantara kedua adaptor tersebut (Gambar 10). Penentuan letak adaptor dapat dilakukan dengan kasat mata dengan melihat sekuen diposisi awal (5') dan akhir (3') dari sekuen sampel. Program ClustalW secara otomatis dapat dimanfaatkan untuk melihat posisi adaptor dengan cara melakukan penjajaran sekuen adaptor dengan sekuen sampel. Fragmen DNA sisipan yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 106-133 pb untuk produk PCR yang disekuen sedangkan dari plasmid rekombinan (isolasi plasmid) menghasilkan fragmen sisipan sebesar 686 pb. Kurangnya variasi fragmen sisipan disebabkan karena terlalu sedikinya jumlah plasmid rekombinan yang disekuen, hanya empai buah transforman yang dikategorikan baik untuk dianalisis (0.8%).
Adaptor 25-rmer Gambar 10. Urutan sekuen DNA sisipan hasil sekuensing Mulyani (2003) dengan metode yang sama menghasilkan DNA sisipan dari tanaman mangga berkisar antara 163-373 pb dari 17 sampel yang disekuen dan Effendi (2000) pada tanaman jati berkisar 162-334 pb dari 19 sampel. Sedangkan Kristianti (2005) dari 30 sampel yang disekuen menemukan fragmen DNA sisipan pada tanaman durian berukuran antara 30
pb.
Motif Mikrosatel2 Dari sampel JB36 dan JB39
(produk PCR) yang disekuen belum
ditemukan adanya motii mikrosatelii. Hal ini sesuai dengan penjelasan Edwards eta/. (1996) bahwa pada rekombinan walaupun koloni putih belum pasti fragmen
sisipan mengandung motif mikrosatelit, peluangnya sekiiar 30-50%. Persentase tumbuh transforman yang tinggi akan menghasilkan banyak kandidat pustaka mikrosatelii.
Semakin banyak kandidat yang disekuen maka semakin tinggi
kernungkinan mendapatkan banyak variasi ukuran fragmen dan fragmen sisipan yang mengandung motii mikrosatelii.
Dan sample JBI-1
motii yang diproleh lebih didominasi oleh
mononukleotida dan dinukleotida, hanya saja mofil-mot5 tersebut cenderung memiliki ulangan yang pendek dan banyak tersebar didalam sekuen sisipan. Motii yang rnuncul dari sampel yang dianalisis adalah cenderung dinukleotida
a
dengan ulangan sebanyak 16 kali secara tidak berumtan.
AGCATAGATtG~CTGGGGTGcCtAATAAGTGAGCTAACTCACATTAATTGCGTTG
CGCTCACTGCCCGCTTTCCAG
CTGTCGTGCCAGCTGCATTAATGAATCCGC
CAACGCGCGGGGAGACGCGGTTTGCGTATTGGGCGCTCTKCGCTTCCKGCTCACTGAC TCGCTGCGCTCGGTCG~C~GCGCCGAGCGGTATCAGCTCAC~GGCGGTAATA CGGTTATCCRCRGAATCA-TAACGCA-CATGT-GCCCAGCAA ~~CCGnnGCGTn;GTTTTTCCATAGGCTCCGCCCCCCT
GACGAGCAT
TCGACGCTCAAGTCAGAGGTGG&AAACCCGACGGACTATAA
AGATACCAGGCGTTTCCCCC~TCCCTCGTGCGCTCTCCTGTTCCGACCCTGCCG
CTTRCCGGATACCTGTCCGCCTTTCTCCCTTCGGGAAGCGTGGCGCTTTCTCATAGCTCA CGCTGTAGG~TCTCAGTTCGGTGTAGGTCGTTCGCKCaAGCTGGGCTGn:TGCACGAA CCCCCCGtTTCAGcCCGAACCGCllGCGCCCTTATCCGGTARCTATCGTCTTGAGTCCAAA
CC&
GAACTTATCGCC
Gambar 11. Umtan nukleotida sample JBI-I Menurut klasifikasi Weber (1990) motif tersebut terrnasuk ke dalam kategori carnpuran tidak sempuma (imperfect wmpound). Sedikiinya pluang mendapatkan motii mikrosatelit sempuma (perfect or perfect compound), ha1 ini dapat diduga disebabkan karena terlalu sedikiinya jumlah sampel yang disekuen (0,8%) sangat mempengaruhi hasil penelitian. Semakin banyak variasi ukuran DNA sisipan, peluang untuk mendapatkan motif dan unit pengulangan yang besar semakin tinggi. Motii mikrosatelit jati yang diiemukan dalam peneltian ini dapat diduga merupakan motif dengan ulangan terpendek.
Secara pasti tidak dijelaskan
syarat minimal jumlah pengulangan suatu m d i mikrosateli yang dikategorikan sangat polimorfik. Treuren et a/. (1997) menemukan 6-8 kali unit pengulangan mononukleotida, 3 unit dinukleotida, 2-3 unit trinukleotida dan hanya 2 unit pengulangan pada tetra-, pent* dan heksanukleotida. Sedangkan Kristianti (2005) yang bekerja dengan genom durian juga menemukan jumlah unit pengulangan yang sangat minim, 6-8 untuk mononuklrotida, 3 ulangan untuk dinukleotida, 2-3 ulangan trinukleotida dan 2 ulangan untuk tetra-, penta-, dan heksanukleotida. Motiil mikrosatelit dengan jumlah ulangan yang minim juga
ditemukan pada DNA genom Oat (Li et a/. 2000) dan Pithecellobium elegans (Dayanandan ef a/. 1997). Edwards et a\. (1996) menjelaskan peiuang untuk mendapatkan koloni yang mengandung motif mikrosateli cukup tinggi berkisar antara 50-70% namun demikian ada kemungkinan 30-50% koloni sama sekali tidak rnengandung motif. Hal ini dibuktikan hasil peneliiian tahap I Effendi (2000) dengan menggunakan protokol Edwards et a/. (1996) pada tanaman jati, dari 16 sampel koloni (0.46%) yang disekuen sama sekali tidak diiemukan urutan yang mengandung mikrosateli. Fisher & Bachmann (1998) rnengatakan metode enrichment belum menemukan motif mikrosateli pada pustaka genomik Allium cepa. Desain Primer Sekuen sisipan hasil analisis sekuensing dari sampel dijadikan input data untuk program Primer3 setelah sekuen adaptor di ujung 5' dan 3' dihilangkan terlebih dahulu.
Program Primer3 secara otomatis akan menentukan dimana
posisi pasangan primer (forward dan reverse) terbaik untuk sekuen sample tersebut. Output Primer3 dari sample JBI-1 menghasilkan pasangan primer (leA & right) dengan ukuran 20 pasang basa, Tm cukup tinggi sebesar 60.29"C dan 60.55"C, nilai GIC rasio sebesar 60 dan 55. Ukuran produk yang dihasilkan dari kedua primer tersebut sekitar 234 pb (Tabel 9 dan Gambar 12). Tabel 11. Hasil analisis primer3 Oligo
Panjang
Sekuen
(pb)
Left Primer
5'-GCTTCCTCGCTCACTGACTC-3'
Right
5'-CCTCTGACTTGAGCGTCGAT-3'
20 20
Tm ("C)
60.29 60.55
GC (%)
60 55
Ukuran Produk (pb)
234
Primer 1 GCTTCCTCGCTCACTGACTCGCTGCGCTCGGTCGTTCGGCTGCGGCGAGCGGTATgGCT
.................... 61 ~CTCk4AGGCGGTAATACGGTTATCCACAGAAT~GGGGATARCGCAGGA&AGAACATG -
-
Gambar 12. Hasil analisis Primer3
-
Selain dengan Primer3 penentuan posisi primer dapat dilakukan secara kasat mata (manual). Hal penting yang hams diperhatikan dalam pemilihan suatu primer adalah melting temperature (Tm) dan GIC rasio, nilai kedua variable tersebut hams mendekati 60°C dan 50% (Old and Primrose 1994). Untuk rnenguji dan mernbuktikan pasangan primer yang telah didesain dapat digunakan untuk mengarnpliikasi suatu lokus mikrosatelii pada tanaman jati perlu dilakukan analisis PCR dengan rnenggunakan primer tersebut pada genorn tanarnan jati.
Hasil analisis PCR menggunakan sepasang primer
mikrosateiit yang diperoleh dalam penelitian ini, menunjukan bahawa primer tersebut dapat mengarnpliikasi daerah tertentu dalam suatu genom jati. Ukuran produk PCR sesuai dengan ukuran produk dari primer sekitar 234 pb (Gambar 13). Fragrnen tersebut didapat dari hasil amplifikasi 35 siklus yalu denaturasi 94°C selama 4 menit, annealing 59°C selarna 1 rnenit dan elongasi 72°C selama 2 menit.
Keterangan : Sumui 1 = 1 kb plus (invitmgen) Swnur2-5 = pmduk PCR prkner mikrosafelit ')Sampel: Genm JB (Jati B i i i a )
Keterangan : Sumur 1 = 1 kb plus (inviirogen) Sumur2-5 = pmduk PCR primer mikrosatelit ')Sampel: Genm JL (Jati Lokal Peihutani) Genm JF (Jab Fit&)
Gambar 13. Produk PCR primer mikrosatelit hasil desain