Ilmu Sosial
LAPORAN AKHIR HIBAH BERSAING
PENYUSUNAN INDIKATOR DAN PEMETAAN KANTONG KEMISKINAN DI KABUPATEN KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA JOGJAKARTA
Dr. Nano Prawoto, SE., M.Si. Agus Tri Basuki, SE.,MSi.
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA November, 2013 BAB I PENDAHULUAN 16
1.1.
LATAR BELAKANG MASALAH Kemiskinan pada dasarnya merupakan indikator klasik yang hingga saat ini menjadi momok bagi negara dunia ketiga. Millenium Development Goals (MDGs) yang dideklarasikan oleh PBB pada tahun 2000 mengharapkan seluruh negara yang menjadi anggota PBB dapat mengurangi jumlah penduduk miskin di masing-masing negara hingga mencapai 50 persen pada tahun 2015. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2010 sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah 32,53 juta (14,15 persen), berarti jumlah penduduk miskin berkurang 1,51 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun lebih besar daripada daerah perdesaan. Selama periode Maret 2009-Maret 2010, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,81 juta orang, sementara di daerah perdesaan berkurang 0,69 juta orang (Tabel 2). Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah dari Maret 2009 ke Maret 2010. Pada Maret 2009, sebagian besar (63,38 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan begitu juga pada Maret 2010, yaitu sebesar 64,23 persen. Rangkaian perubahan kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan politik di Indonesia telah membentuk kekhasan karakter kemiskinan di Indonesia. Oleh karena itu, sangatlah penting dipertimbangkan faktor-faktor penyebab kemiskinan sebagai landasan awal dalam penanganan permasalahan kemiskinan. Berdasarkan survei SMERU pada tahun 2004, yang digali menurut orang miskin itu sendiri, faktor-faktor penyebab kemiskinan antara lain : 1. Ketidakberdayaan yaitu kelompok faktor yang berada di luar kendali masyarakat miskin seperti ketersediaan lapangan kerja, tingkat harga, keamanan, peraturan pemerintah. 2. Keterkucilan yaitu berkaitan dengan hambatan fisik dan non fisik dalam mengakses kesempatan meningkatkan kesejahteraan seperti lokasi yang terpencil, buruknya prasarana transportasi, kurangnya akses terhadap pendidikan, kesehatan, irigasi, dan air bersih. 3. Kekurangan materi yaitu penyebab kemiskinan yang dominan, seperti tidak memiliki rumah, tanah, modal kerja, dan rendahnya tingkat upah atau panen yang rendah.
17
4. Kelemahan fisik yaitu kondisi kesehatan, kemampuan bekerja, kurang makan dan gizi, masalah sanitasi. 5. Kerentanan yaitu mencerminkan ketidakstabilan atau guncangan yang dapat menyebabkan turunnya tingkat kesejahteraan, sebagai contoh adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pekerjaan tidak tetap, bencana alam, dan berbagai musibah lainnya. 6. Sikap atau perilaku yaitu yang merupakan tanggung jawab orang miskin itu sendiri (namun tidak sepenuhnya), misalnya kurangnya upaya untuk bekerja, malas, tidak bisa mengatur uang, boros, berjudi, dan mabuk. Hingga sekarang persoalan kemiskinan menjadi isu yang tidak pernah habis, apalagi yang berkaitan dengan kesuksesan kepemimpinan sebuah pemerintah daerah, topik kemiskinan seakan tidak lekang ditelan masa. Kepemimpinan pemerintah daerah akan dinilai berhasil apabila dapat menurunkan angka kemiskinan dan mensejahterakan masyarakat banyak secara merata. Kemiskinan memberikan dampak negatif ke semua sektor, meningkatkan penganguran, kriminalitas, menjadi pemicu timbulnya bencana sosial, dan akan menghambat kemajuan suatu daerah. Oleh karena itu diperlukan suatu kajian yang mendalam yang dapat memberikan gambaran solusi yang aplikatif bagi penanganan atau pengentasannya. Kabupaten Kulon Progo sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Jogjakarta masih dihadapkan pada persoalan kemiskinan ini. Kajian yang paling mendesak agar program penanggulangan kemiskinan dapat berjalan efektif, maka diperlukan pemetaan tentang kemiskinan di berbagai kecamatan. Dengan diketahuinya kantong-kantong kemiskinan tersebut diharapkan dapat disusun kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang pro poor.
1.2.
TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan data dan informasi yang akurat dan menunjukkan fakta yang sebenarnya terjadi saat ini tentang kondisi warga miskin di Kabupaten Kulon Progo, yang diperoleh secara langsung dari sumber utamanya. 2. Mengidentifikasi kantong-kantong kemiskinan berbasis kecamatan di Kabupaten Kulon Progo. 18
3. Merumuskan strategi umum untuk menanggulangi kemiskinan berdasarkan pada tingkatan kemiskinan yang ada di kecamatan. 1.3.
URGENSI PENELITIAN Hampir semua pendekatan dalam mengkaji kemiskinan masih berporos pada paradigma modernisasi (the modernisation paradigm) yang kajiannya didasari oleh teoriteori pertumbuhan ekonomi, human capital, dan the production-centred model yang berporos pada pendekatan ekonomi neo-klasik ortodok (orthodox neoclassical economics) (Elson, 1997; Suharto, 2001; 2002a;2002b). Sejak ahli ekonomi “menemukan” pendapatan nasional (GNP) sebagai indikator dalam mengukur tingkat kemakmuran negara pada tahun 1950-an, hingga kini hampir semua ilmu sosial selalu merujuk pada pendekatan tersebut manakala berbicara masalah kemajuan suatu negara. Pengukuran kemiskinan yang berpijak pada perspektif “kemiskinan pendapatan” (income poverty) – yang menggunakan pendapatan sebagai satu-satunya indikator “garis kemiskinan” – juga merupakan bukti dari masih kuatnya dominasi model ekonomi neo-klasik di atas. Karena indikator GNP dan pendapatan memiliki kelemahan dalam memotret kondisi kemajuan dan kemiskinan suatu entitas sosial, sejak tahun 1970-an telah dikembangkan berbagai pendekatan alternatif. Dintaranya adalah kombinasi garis kemiskinan dan distribusi pendapatan yang dikembangkan Sen (1973); Social Accounting Matrix (SAM) oleh Pyatt dan Round (1977); Physical Quality of Life Index (PQLI) yang dikembangkan Morris (1977) (lihat Suharto, 1998). Pada tahun 1990-an, salah satu lembaga dunia, yakni UNDP, memperkenalkan pendekatan “pembangunan manusia” (human development) dalam mengukur kemajuan dan kemiskinan, seperti Human Development Index (HDI) dan Human Poverty Index (HPI). Pendekatan yang digunakan UNDP relatif lebih komprehensif dan mencakup faktor ekonomi, sosial dan budaya si miskin. Sebagaimana dikaji oleh Suharto (2002a:61-62), pendekatan yang digunakan UNDP berporos pada ide-ide heterodox dari paradigma popular development yang memadukan model kebutuhan dasar (basic needs model) yang dikembangkan oleh Paul Streeten dan konsep kapabilitas (capability) yang dikembangkan oleh Pemenang Nobel Ekonomi 1998, Amartya Sen. Namun demikian, bila dicermati, baik pendekatan modernisasi yang dipelopori oleh para pendahulunya, maupun pendekatan popular development yang digunakan UNDP 19
belakangan ini, keduanya masih melihat kemiskinan sebagai individual poverty dan bukan structural and social poverty. Sistem pengukuran serta indikator yang digunakannya terpusat untuk meneliti “kondisi” atau “keadaan” kemiskinan berdasarkan variabel-variabel sosial-ekonomi yang dominan. Kedua perspektif tersebut masih belum menjangkau variabel-variabel yang menunjukkan dinamika kemiskinan. Metodanya masih berfokus pada “outcomes” dan kurang memperhatikan aspek aktor atau pelaku kemiskinan serta sebab-sebab yang mempengaruhinya. Suharto (2002a) menunjukkan bahwa: Kini, setelah pendekatan-pendekatan di atas dianggap belum memenuhi harapan dalam mengkaji dan menangani kemiskinan, perspektif kemiskinan yang bersifat multidimensional dan dinamis muncul sebagai satu isu sentral dalam prioritas pembangunan. Munculnya isu ini tidak saja telah melahirkan perubahan pada fokus pengkajian kemiskinan,
terutama yang menyangkut kerangka konseptual dan
metodologi pengukuran kemiskinan, melainkan pula telah melahirkan tantangan bagi para
pembuat
kebijakan
untuk
merekonsktruksi
keefektifan
program-program
pengentasan kemiskinan. Kesadaran akan pentingnya penanganan kemiskinan lokal yang berkelanjutan yang menekankan pada penguatan solusi-solusi yang ditemukan oleh orang yang bersangkutan semakin mengemuka. Pendekatan ini lebih memfokuskan pada pengidentifikasian “apa yang dimiliki oleh orang miskin” ketimbang “apa yang tidak dimiliki orang miskin” yang menjadi sasaran pengkajian. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa orang miskin adalah manajer seperangkat asset yang ada diseputar diri dan lingkungannya. Sebagaimana ditunjukkan oleh studi Suharto (2002a:69): Keadaan di atas terutama terjadi pada orang miskin yang hidup di negara yang tidak menerapkan sistem negara kesejahteraan (welfare state) yang dapat melindungi dan menjamin kehidupan dasar warganya terhadap kondisi-kondisi yang memburuk yang tidak mampu ditangani oleh dirinya sendiri. Kelangsungan hidup individu dalam situasi ini seringkali tergantung pada keluarga yang secara bersama-sama dengan jaringan sosial membantu para anggotanya dengan pemberian bantuan keuangan, tempat tinggal dan bantuan-bantuan mendesak lainnya.
20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1. KONSEP KEMISKINAN Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Menurut Nasikun (1995), kondisi yang sesungguhnya harus dipahami mengenai kemiskinan : “Kemiskinan adalah sebuah fenomena multifaset, multidimensional, dan terpadu. Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi kekurangan sandang, pangan, dan papan. Hidup dalam kemiskinan seringkali juga berarti akses yang rendah terhadap berbagai ragam sumberdaya dan aset produktif yang sangat diperlukan untuk dapat memperoleh sarana pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup yang paling dasar tersebut, antara lain: informasi, ilmu pengetahuan, teknologi dan kapital. Lebih dari itu, hidup dalam kemiskinan sering kali juga berarti hidup dalam alienasi, akses yang rendah terhadap kekuasaan, dan oleh karena itu pilihan-pilihan hidup yang sempit dan pengap”. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Dalam masyarakat modern, kemisikinan biasanya disamakan dengan masalah kekurangan uang.
Kemiskinan juga dapat dibedakan menjadi tiga pengertian, yaitu :
1. Kemiskinan relative.
21
Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. 2. Kemiskinan cultural. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya. 3. Kemiskinan absolut. Kemiskinan Absolut adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumberdaya yang cukup untuk memenuhi kebutuha dasar. Mereka hidup dibawah tingkat pendapatan minimum atau dibawah garis kemiskinan internasional.
Menurut Ginanjar (1997), kemiskinan absolut : “Kondisi kemiskinan yang terburuk yang diukur dari tingkat kemampuan keluarga untuk membiayai kebutuhan yang paling minimal untuk dapat hidup sesuai dengan martabat hidup sesuai dengan martabat kemanusiaan”
Di dalam suatu negara, pastilah terdapat tantangan besar di dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu tantangan tersebut adalah kemiskinan. Di Indonesia sendiri, terdapat begitu banyak masyarakat yang terjerat dalam kemiskinan. Hal ini tentu saja tidak di inginkan oleh masyarakat Indonesia. Semua akibat tentunya terdapat sebabnya. Seperti kemiskinan ini, tidak terjadi begitu saja. Namun, hal ini terjadi mungkin dikarenakan faktor-faktor dalam masyarakat itu sendiri. Kemiskinan sendiri mempunyai arti suatu keadaan di mana seseorang itu kekurangan bahan-bahan keperluan hidup. Dari pengertian tersebut, dapat kita analisis sebab atau faktor-faktor yang menjadi penyebab kemiskinan tersebut. Faktor-faktor yang menjadi penyebab kemiskinan antara lain : a. Tingkat pendidikan masyarakat yang rata-rata rendah. b. Cara berpikir yang masih tradisional dan konservatif. c. Apatis dan anti hal-hal baru. d. Mentalitas dan etos kerja yang kurang baik. e. Keadaan alam yang kurang mendukung. f.
Keterisoliran secara geografis dari pusat.
g. Tiadanya potensi atau produk andalan. h. Rendahnya kinerja dan budaya korup aparatur pemerintah daerah. 22
Dan di bawah ini beberapa penyebab kemiskinan menurut pendapat Karimah Kuraiyyim. Yang antara lain adalah: a.
Merosotnya
standar
perkembangan
pendapatan
per-kapita
secara
global.
Yang penting digarisbawahi di sini adalah bahwa standar pendapatan per-kapita bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada pada suatu sistem. Jikalau produktivitas berangsur meningkat maka pendapatan per-kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya, seandainya produktivitas menyusut maka pendapatan per-kapita akan turun beriringan. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar perkembangan pendapatan per-kapita : a) Naiknya standar perkembangan suatu daerah. b) Politik ekonomi yang tidak sehat. c) Faktor-faktor luar neger, diantaranya: a) Rusaknya syarat-syarat perdagangan b) Beban hutang c) Kurangnya bantuan luar negeri, dan d) Perang d) Pembagian subsidi in come pemerintah yang kurang merata. Hal ini selain menyulitkan akan terpenuhinya kebutuhan pokok dan jaminan keamanan untuk para warga miskin, juga secara tidak langsung mematikan sumber pemasukan warga. Bahkan di sisi lain rakyat miskin masih terbebani oleh pajak negara.
Kemisikinan boleh berlaku atas kekurangan individu dan juga atas masalah sosio-ekonomi dalam sebuah masyarakat. Sehubungan dengan itu, sebab kemisikinan dapat dilihat dari dua dimensi yaitu : 1. Dimensi individu Kekurangan individu yang tertentu dapat mencetuskan kemiskinan. Kelemahan individu ini biasanya kelemahan yang setara dan dapat menyebabkan seseorang itu miskin, walaupun dia berada dalam suatu masyarakat yang penuh dengan peluang rezeki. Kelemahan individu ini adalah seperti berikut: a.
Tabiat Berjudi
23
Tabiat berjudi adalah satu amalan yang menyebabkan seseorang itu miskin. Mereka yang kecanduan untuk berjudi, akan banyak kehilangan harta dalam aktivitas berjudinya dan mereka seringnya hilang tumpuan dalam pekerjaan kerana kalah dalam perjudian. b.
Sakit Badan
c.
Masalah Personaliti Pada umumnya, personaliti bermasalah yang menyebabkan kemisikinan ialah sikap malas. Sikap malas itu dicerminkan dalam tingkah laku seperti suka berkhayal, suka beromong kosong, dan juga “elak kerja”. Orang yang malas adalah kekurangan produktivitasnya dan mereka akan hilang banyak peluang untuk mencari rezeki.
2. Dimensi masyarakat Dari dimensi ini, kemisikinan merupakan sesuatu yang terhasil dari masalah sosio-ekonomi. Wujudnya didalam suatu masyarakat dan bukan sesuatu yang diakibatkan oleh kelemahan individu itu sendiri. Sebab kemisikinan yang berhubung dengan masalah masyarakat adalah seperti berikut: a.
Konflik Konflik seperti peperangan, kerusuhan dan sebagainya akan menyebabkan kegiatan ekonomi terbunuh dan ia juga membinasakan infrastruktur yang penting untuk menjaga kekayaan. Semua ini akan menyebabkan kemisikinan yang berlarut-larut.
b.
Ketidakadilan Sosial Menurut teori Marxisme, dalam masyarakat yang mengamalkan ekonomi pasaran bebas, kemisikinan adalah : “Sesuatu yang tidak dapat dielakkan. Dalam masyarakat ini, harta cenderung untuk bertumpu kepada golongan yang terkaya, manakala orang yang miskin cenderung menjadi lebih miskin. Ini adalah karena dalam pasar bebas, komoditi itu dijualkan kepada mereka yang mampu menawarkan harga yang lebih tinggi. Prinsip ini menyebabkan faktor pengeluargan seperti tanah, cenderung dimiliki oleh golongan terkaya, kerana mereka mempunyai kekuasaan pembelian yang lebih tinggi. Pemilikikan faktor pengeluaran ini akan menyebabkan orang terkaya ini menjadi lebih kaya, dan mereka akan membeli lebih banyak faktor pengeluaran di pasa bebas. Proses ini akan berterusan, sehingga golongan terkaya ini memonopoli segala faktor pengeluaran, dan menyebabkan orang lain dalam masyarakat miskin tidak memiliki faktor pengeluaran.” Tetapi teori ekonomi marxisme sudah dibuktikan oleh salah seorang ahli ekonomi. 24
Semua negara yang telah mencoba mengikuti teori Karl Marx gagal mengurangi kemiskinan. Kini hampir semua ahli ekonomi dan ahli sejarah ekonomi menggunakan teori ekonomi bebas untuk mengurangi kemiskinan. 2.2. Ukuran Kemiskinan Ada dua macam ukuran kemiskinan yang umum dan dikenal antara lain : 1. Kemiskinan Absolut Konsep kemiskinan pada umumnya selalu dikaitkan dengan pendapatan dan kebutuhan, kebutuhan tersebut hanya terbatas pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar ( basic need ). Kemiskinan dapat digolongkan dua bagian yaitu : a. Kemiskinan untuk memenuhi bebutuhan dasar. b. Kemiskinan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.
2. Kemiskinan Relatif Menurut Kincaid ( 1975 ) semakin besar ketimpang antara tingkat hidup orang kaya dan miskin maka semakin besar jumlah penduduk yang selalu miskin.Sehingga Bank Dunia (world bank ) membagi aspek tersebut dalam tiga bagian antara lain : a. Jika 40 % jumlah penduduk berpendapat rendah menerima kurang dari 12 % pendapatan nasionalnya maka pembagian pembangunan sangat timpang. b. Apabila 40 % lapisan penduduk berpendapatan rendah menikmati antara 12 – 17 % pendapatan nasional dianggap sedang. c. Jika 40 % dari penduduk berpendapatan menengah menikmati lebih dari 17 % pendapatan nasional maka dianggap rendah. 2.3. Kebijakan Dalam Mengurangi Kemiskinan 1. Pembangunan Sektor Petanian Sektor pertanian memiliki peranan penting di dalam pembangunan karena sector tersebut memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pendapatan masayrakat di pedesaan berarti akan mengurangi jumlah masyarakat miskin. Terutama sekali teknologi disektor pertanian dan infrastruktur. 2. Pembangunan Sumberdaya Manusia 25
Sumberdaya manusia merupakan investasi insani yang memerlukan biaya yang cukup besar, diperlukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyrakat secara umum, maka dari itu peningkatan lembaga pendidikan, kesehatan dan gizi merupakan langka yang baik untuk diterapkan oleh pemerintah. 3. Peranan Lembaga Swadaya Masyarakat Mengingat LSM memiliki fleksibilitas yang baik dilingkungan masyarakat sehingga mampu memahami komunitas masyarakat dalam menerapkan rancangan dan program pengentasan kemiskinan.
2.4. Masalah Dualisme 2.4.1. Konsep Dualisme Konsep dualisme mempunyai 4 unsur pokok, yaitu : 1. Dua keadaan bersifat superior dan keadaan bersifat inferior yang bisa hidup berdampingan pada ruang dan waktu yang sama. 2. Kenyataan hidup berdampingannya dua keadaan yang berbeda bersifat kronis dan bukan tradisional. 3. Derajat superioritas dan inferioritas tidak menunjukkan kecenderungan yang menurut, bahkan terus meningkat. 2.4.2. Dualisme tersebut dapat dibedakan antara lain : 1. Dualisme sosial Penemuan seorang ekonom Belanda JH. Boeke, tentang sebab – sebab kegagalan dari kebijaksanaan dalam upaya memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat. 2. Dualisme Ekologis Clifford Geertz tahun 1963 mengenalkan konsep ini, menggambarkan pola – pola sosial dan ekonomi yang membentuk keseimbangan internal. 3. Dualisme Teknologi Benjamin Higgins ( 1956 ) mempertayakan kesahihan dan observasi yang lebih khusus kegunaan kerangka analisis ekonomi barat yang di kemukakan oleh Boeke. Sedangkan
26
Higgins menemukan bahwa asal mula dualisme adalah perbedaan teknologi antara sektor modern dan sector tradisional. 4. Dualisme Finansial Hla Myint ( 1967 ) meneruskan studi Higgins tentang peranan pasar modal dalam proses terjadinya dualisme. Pengertian dualisme financial menunjukkan bahwa pasar uang dapat dipisahkan ke dalam 2 kelompok yaitu pasar uang yang terorganisir dengan baik (organized money market) dan pasar uang yang tidak terorganisir ( unorganized money market ).
5. Dualisme Regional Dualisme Regional ada dua jenis yaitu : a. Dualisme antar daerah perkotaan dan pedesaan. b. Dualisme antar pusat negara, pusat industri dan perdangangan dengan daerahdaerah lainnya dalam negara tersebut. 2.4.3. Pengaruh Dualisme Terhadap Pembangunan. 1. Mekanisme pasar tidak berfungsi sebagaimana mestinya. 2. Sumberdaya yang tidak digunakan secara efesien. 3. Mempersulit proses perkembangan kesempatan kerja. 4. Menambah kerumitan masalah pengangguran. 2.4.4. Masalah Kependudukan dan Ketenega kerjaan Pertumbuhan Penduduk Masalah kependudukan dimaksud adalah masalah pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat tinggi dan biasanya menimbulkan masalah antara lain : a. Struktur usia muda. b. Jumlah pengangguran yang semakin serius. c. Urbanisasi.
Strutur Usia Muda dan Penyebaran Penduduk Ada 3 ciri pokok yang menandai perkembangan dan permasalahan kependudukan di Indonesia antara lain : a. Laju pertumbuhan penduduk yang masih perlu diturunkan. 27
b. Penyebaran penduduk antara daerah yang tidak seimbang. c. Kualitas kehidupan penduduk yang perlu ditingkatkan. A.3.5. Teori Perangkap Kemiskinan dari Malthus Ada tiga kritik utama terhadap teori Malthus dan Neo Malthusian, yaitu : 1. Teori itu tidak memperhitungkan peranan dan dampak dari kemajuan teknologi. 2. Teori itu didasarkan pada suatu hipotesa tentang hubungan secara makro antara pertumbuhan penduduk dan tingkat pendapatan perkapita. 3. Teori itu merupakan perhatian kepada variabel yang keliru yaitu pendapatan perkapita sebagai faktor penentu utama tingkat pertumbuhan penduduk 2.5. FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemiskinan baik secara langsung maupun tidak langsung : 1. Tingkat kemiskinan cukup banyak. 2. Mulai dari tingkat dan laju pertumbuhan output ( produktivitas tenaga kerja ). 3. Tingkat inflasi. 4. Tinggat Infestasi. 5. Alokasi serta kualitas sumber daya alam. 6. Tingkat dan jenis pendidikan. 7. Etos kerja dan motivasi pekerja. Sektor pertanian merupakan pusat kemiskinan di Indonesia ada tiga factor penyebab utama antara lain : 1. Tingkat produktivitas yang rendah disebabkan oleh jumlah pekerja disektor tersebut terlalu banyak, sedangkan tanah, kapital, dan teknologi terbatas serta tingkat pendidikan petani yang rata-ratanya sangat rendah. 2. Daya saing petani atau dasar tukar domistik ( term of trade ) komoditi pertanian terhadap out put industri semakin lemah. 3. Tingkat diversifikasi usaha disektor pertanian ke jenis-jenis komoditi nonfood yang memiliki prospek pasar ( terrutama ekspor ) dan harga yang lebih baik masih sangat terbatas. 2.6.
PERSOALAN KEMISKINAN 28
Langkah berikut adalah mencari solusi yang relevan untuk memecahkan problem itu (strategi mengentaskan kelompok miskin dari lembah kemiskinan ). 1. Konsep Kemiskinan Paling tidak ada tiga macam konsep kemiskinan antara lain : a. Kemiskinan absolut. b. Kemiskinan relatif. c. Kemiskinan subyektif. 2. Dimensi Kemiskinan Sedikitnya ada dua macam perspektif yang lazim dipergunakan untuk mendekati masalah kemiskinan antara lain : a. Perspektif kultural ( cultural perspective ). b. Perspektif struktural atau situasional ( situational perspective ). Perspektif kultural mendekati masalah kemiskinan pada tiga tingkat analisis : a. Individual. b. Keluarga. c. Masyarakat
29
BAB III METODE PENELITIAN Pelaksanaan pekerjaan menggunakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menjelaskan dan menyajikan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.menghimpun data dan menyajikannya. Pendekatan pelaksanaan pekerjaan menggunakan metodologi penelitian dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilaksanakan untuk merumuskan indikator rawan pangan yang relevan dengan wilayah yang dikaji. Pendekatan kualitatif digunakan sebagai pembanding dan memperjelas data kuantitatif yang ada dengan memakai strategi studi kasus. Strategi studi kasus dipilih karena kekhasan masalah, selain kemampuannya dalam menjelaskan fenomena sosial secara lebih mendalam (Cresswel, 1994; Babie 2004 dalam Sitorus,1999). 3.1.
Lokasi dan Waktu kegiatan Lokasi pelaksanaan pekerjaan adalah di seluruh kecamatan yang ada di
Kabupaten Ku;on Progo. Waktu pelaksanaan kegiatan dilaksanakan selama 2 tahun. 3.2.
Data Penunjang Dilihat dari sumbernya, data dasar yang digunakan dalam Studi ini ada dua jenis
yaitu data sekunder dan data primer. 1. Data Skunder Data ini merupakan data yang telah dikumpulkan dan sajikan oleh pihak lain. Adapun data sekunder yang akan digunakan dalam studi ini adalah data time series lima tahun terakhir. a.
Data sosial ekonomi penduduk menurut kecamatan di seluruh kabupaten: Jumlah penduduk/kepala keluarga miskin (keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I)
b. Data pendukung lainnya. Data-data sekunder yang disebutkan dimuka dikumpulkan dari berbagai sumber resmi, yaitu: 1) BPS, 2) Bappeda 30
3) Dinas Pertanian, 4) BKKBN 5) Dinas Kesehatan
2. Data Primer Data ini merupakan data yang diperoleh langsung dari obyek studi. Adapun data primer yang digunakan dalam studi ini diantaranya meliputi: kondisi visual lapangan, informasi masyarakat langsung, pendapat dan pandangan dari pemerintah daerah 3.3.
Indikakator Kemiskinan Untuk melakukan identifikasi kemiskinan di suatu daerah dilakukan dengan
menetapkani indikator kemiskinan terlebih dahulu. Pendekatan ini dimaksudkan untuk memudahkan penelompokan baik secara kuantitatif maupun kualitatif sesuai dengan kelengkapan data dan permasalahan yang ada agar apa yang menjadi maksud, tujuan serta sasaran penyusunan dokumen dan validasi data penduduk miskin dapat diwujudkan. Kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo terjadi disebabkan berbagai hal, terutama adanya ketimpangan atau kesalahan dalam tatanan sistem ekonomi-sosial sehingga masyarakat tidak dapat mengakses sumber–sumber pendapatan yang tersedia sehingga tidak dapat meningkatkan taraf kesejahteraan (man made poverty). Kemiskinan ini dapat terjadi karena kesalahan dalam kebijakan dan strategi pembangunan serta pilihan kebijakan makro yang tidak tepat. Kemiskinan seperti terjadi di Kabupaten Kulon Progo ini terjadi terutama disebabkan rendahnya kualitas SDM dan SDA sehingga masyarakat tidak dapat berproduksi dengan optimal. Pada kondisi ini unit-unit produksi tidak dapat berfungsi secara optimal sehingga tidak mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik dari aspek sosial ekonomi maupun aspek lingkungan. Kata kunci dari pola kemiskinan ini adlaah ketidakberdayaan masyarakat sbeagai subyk pembangunan. Pada gambar 1 berikut dijelaskan pola dua macam kemiskinan. 3.3.1.
Karakteristik Rumah Tangga Miskin Hasil pendataan BPS pada tahun 2010 menunjukkan sebagian besar dari
rumahtangga miskin mempunyai 4,9 anggota rumahtangga. Jumlah rata rata anggota rumahtangga ini lebih besar dibanding jumlah rata rata anggota rumahtangga tidak miskin. 31
Ini menunjukkan bahwa rumahtangga miskin harus menanggung beban yang lebih besar dibanding rumahtangga tidak miskin. Rumahtangga miskin di daerah perkotaan rata rata mempunyai 5,1 anggota rumahtangga, sedangkan rumahtangga miskin di daerah perdesaan rata rata mempunyai 4,8 anggota rumahtangga. Dari angka ini dapat diketahui bahwa beban rumahtangga miskin di daerah perkotaan dalam memenuhi kebutuhan hidup ternyata lebih besar daripada rumahtangga miskin di daerah perdesaan. Ciri lain yang melekat pada rumahtangga miskin adalah tingkat pendidikan kepala rumahtangga yang rendah. Data yang disajikan BPS memperlihatkan bahwa 72,01% dari rumahtangga miskin di perdesaan dipimpin oleh kepala rumahtangga yang tidak tamat SD, dan 24,32% dipimpin oleh kepala rumahtangga yang berpendidikan SD. Kecenderungan yang sama juga dijumpai pada rumahtangga miskin di perkotaan. Sekitar 57,02% rumahtangga miskin di perkotaan dipimpin oleh kepala rumahtangga yang tidak tamat SD, dan 31,38% dipimpin oleh kepala rumahtangga berpendidikan SD. Ciri ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan kepala rumahtangga miskin di perkotaan lebih tinggi dibanding kepala rumahtangga di perdesaan. Ciri rumah tangga miskin yang erat kaitannya dengan tingkat pendidikan dan sebaran lokasi rumahtangga adalah sumber penghasilan. Menurut data BPS, penghasilan utama dari 63,0% rumahtangga miskin bersumber dari kegiatan pertanian, 6,4% dari kegiatan industri, 27,7%
dari kegiatan jasa-jasa termasuk
perdagangan, bangunan dan pengangkutan, dan selebihnya merupakan penerima pendapatan. Pada tahun 1998 dan 1999 proporsi sumber penghasilan utama tidak mengalami pergeseran. Dengan membedakan menurut daerah dapat dicatat bahwa sebagian besar atau sekitar 75,7% rumahtangga miskin di perdesaan mengandalkan pada sumber penghasilan di sektor pertanian. Lebih dari 75% rumahtangga miskin di perkotaan memperoleh penghasilan utama dari kegiatan ekonomi di luar sektor pertanian dan hanya 24,0% rumahtangga miskin mengandalkan pada sektor pertanian. Ini konsisten dengan corak rumahtangga perdesaan yang sebagian besar adalah rumahtangga petani. Kegiatan ekono mi perkotaan yang lebih beragam memberikan sumber penghasilan yang beragam pula bagi rumahtangga miskin di perkotaan. Informasi tentang profil kemiskinan di perdesaan sangat diperlukan oleh pengambil kebijakan terutama untuk penanganan masalah kemiskinan. Keterangan mengenai jenis persoalan dan akar permasalahan yang dihadapi berbagai jenis segmen penduduk miskin dapat membantu perencana program dalam menentukan program-program yang tepat. 32
Dengan mengetahui profil kemiskinan di perdesaan, pengambil kebijakan bisa lebih memfokuskan pada program pengentasan kemiskinan di perdesaan sehingga dapat lebih sesuai dengan kebutuhan penduduk miskin tersebut. Berbagai program pengentasan kemiskinan yang didasari pemahaman menyeluruh mengenai karakteristik sosial demografi dan dimensi ekonomi penduduk miskin dapat membantu perencanaan, pelaksanaan, dan hasil target yang baik. Karena, salah satu prasyarat keberhasilan program program pembangunan sangat tergantung pada ketepatan pengidentifikasian target grup dan target area. Data-data tentang profil kemiskinan di Indonesia menurut provinsi dipaparkan pada tabel 1.
33
Tabel 1. Jumlah Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan Menurut Provinsi Jumlah Penduduk Miskin (000)
Persentase Penduduk Miskin (%)
Propinsi
Nangroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara
Garis Kemiskinan (Rp)
Kota
Desa
Kota+Desa
Kota
Desa
Kota+Desa
Kota
Desa
Kota+Desa
173.4 689.0 106.2 208.9 110.8 471.2 117.2 301.7 21.9 67.1 312.2 2350.5 2258.9 308.4 1873.5 318.3 83.6 552.6 107.4 83.4 33.2 65.8 79.2 76.4
688.5 801.9 323.8 291.3 130.8 654.5 207.7 1178.2 45.9 62.6 2423.2 3110.2 268.9 3655.8 439.9 91.3 456.7 906.7 345.3 131.0 116.2 163.8 130.3
861.9 1490.9 430.0 500.3 241.6 1125.7 324.9 1479.9 67.8 129.7 312.2 4773.7 5369.2 577.3 5529.3 758.2 174.9 1009.4 1014.1 428.8 164.2 182.0 243.0 206.7
14.65 11.34 6.84 7.17 11.80 16.73 18.75 14.30 4.39 7.87 3.48 9.43 14.33 13.98 10.58 4.99 4.04 28.16 13.57 6.31 4.03 4.54 4.02 7.75
23.54 11.29 10.88 10.15 6.67 14.67 18.05 20.65 8.45 8.24 13.88 18.66 21.95 19.74 10.44 6.02 16.78 25.10 10.06 8.19 5.69 13.66 10.14
20.98 11.31 9.50 8.65 8.34 15.47 18.30 18.94 6.51 8.05 3.48 11.27 16.56 16.83 15.26 7.16 4.88 21.55 23.03 9.02 6.77 5.21 7.66 9.10
308,306 247,547 262,173 276,627 262,826 258,304 255,762 236,098 289,644 321,668 331,169 212,210 205,606 240,282 213,383 220,771 222,868 223,784 241,807 207,884 220,658 230,712 307,479 202,469
266,285 201,810 214,458 235,267 193,834 198,572 209,616 189,954 283,302 265,258 185,335 179,982 195,406 185,879 188,741 188,071 176,283 160,743 182,293 212,790 196,753 248,583 188,096
278,389 222,898 230,823 256,112 216,187 221,687 225,857 202,414 286,334 295,095 331,169 201,138 192,435 224,258 199,327 208,023 208,152 196,185 175,308 189,407 215,466 210,850 285,218 194,334 34
Tabel 1. Jumlah Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan Menurut Provinsi Jumlah Penduduk Miskin (000)
Persentase Penduduk Miskin (%)
Propinsi Kota
Desa
Kota+Desa
Sulawesi Tengah 54.2 420.8 475.0 Sulawesi Selatan 119.2 794.2 913.4 Sulawesi Tenggara 22.2 378.5 400.7 Gorontalo 17.8 192.0 209.9 Sulawesi Barat 33.7 107.6 141.3 Maluku 36.3 342.3 378.6 Maluku Utara 7.6 83.4 91.1 Papua Barat 9.6 246.7 256.3 Papua 26.2 735.4 761.6 Indonesia 11097.8 19925.6 31023.4 Sumber: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, 2010
Garis Kemiskinan (Rp)
Kota
Desa
Kota+Desa
Kota
Desa
Kota+Desa
9.82 4.70 4.10 6.29 9.70 10.20 2.66 5.73 5.55 9.87
20.26 14.88 20.92 30.89 15.52 33.94 12.28 43.48 46.02 16.56
18.07 11.60 17.05 23.19 13.58 27.74 9.42 34.88 36.80 13.33
231,225 186,693 177,787 180,606 182,206 249,895 238,533 319,170 298,285 232,988
195,795 151,879 161,451 167,162 165,914 217,599 202,185 287,512 247,563 192,354
203,237 163,089 165,208 171,371 171,356 226,030 212,982 294,727 259,128 211,726
35
3.3.2. Pemetaan Keiskinan di Kabupaten Kulon Progo Sesuai dengan pendekatan pengukuran dan analisis penyebab kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo digambarkan pada Gambar 1. berikut.
Gambar 1. Berbagai Faktor Penyebab Kemiskinan
Dari bebragai faktor penyebab kemiskinan tersebut, kemudian dapat dilakukan penetapan indikator dan parameter pengukuran kemiskinan. Penentuan indikator dan parameter ini juga mengacu pada pendekatan yang dilakukan oleh Biiro Pusat Statistik, khususnya untuk tahun 2010. Adapun indikator yang dimaksud adalah seperti pada tabel 2. sebagai berikut.
Tabel 2. Ukuran Indikator Kemiskinan Aspek Penyebab Kemiskinan
Indikator kemiskinan Masyarakat
Parameter
Skor Maks (N)
Bobot (B)
Score Maks (NxB) 53
Aspek Penyebab Kemiskinan 1. Aspek Ekonomi (30%)
Indikator kemiskinan Masyarakat 1) Pendapatan tetap 2) Ketergantungan pada sektor pertanian 3) Kegiatan wirausaha /industri 4) Penganggguran
2. Aspek Geografi (20%)
3. Kesehatan (25%)
1) Kondisi topografi 2) Kondisi geografis 3) Ada sumber daya alam yang sduah terolah 4) Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi 1) Akses Kesehatan
2) Sikap hidup
3) Tempat Tinggal
4. Pendidikan dan Sosial (25%)
1) Pendidikan
Parameter
Skor Maks (N) 10
Bobot (B) 1
Score Maks (NxB) 10
7,5
1
7,5
7,5
1
7,5
Masyarakat memiliki penghasilan tetap Mendukung kegiatan ekonomi Mendukung kegiatan ekonomi Ada dan sudah terolah
5
1
5
5
1
5
5
1
5
5
1
5
Ada dan lancar
5
1
5
a. Tidak ada akses ke sarana kesehatan Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan a. Budaya hidup tidak sehat b. Adat yang tidak mendukung a. Rumah tidak kokoh/ permanen. b. Tidak memiliki MCK sendiri. c. Tidak menggunakan fasilitas energi. d. Kesulitan air bersih. a. Tidak tamat sekolah dasar 6 tahun. b. Tidak mampu membiayai anggota keluarga pendidikan 9 tahun c. Akses ke Sekolah Menengah Atas
10
0,6
6
0,4
4
0,2
3
0,3
4
0,2
2
0,2
2
0,2
2
0,2 0,5
2 9
0,25
3
0,25
3
Rata-rata penghasilan masyarakat minimal Rp. 259.128. Sumber pendapatan tidak tergantung dari sektor pertanian Ada kegiatan wirausaha /industri
7
8
15
54
Aspek Penyebab Kemiskinan
Indikator kemiskinan Masyarakat 2)Budaya
Parameter
d. Sikap mental dan perilaku positif e. Tanggungan keluarga lebih besar sama dengan 4 orang.
3)Jumlah Keluarga.
Skor Maks (N) 5
Bobot (B) 1
Score Maks (NxB) 5
5
1
5
Jumlah 100 100 Keterangan : Batasan masyarkat suatu kecamatan masuk kriteria miskin apabila memperoleh skor < 71 Dari hasil penentuan indicator dan penghitungan skor dapat kita buat peta wilayah kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo, dan dari hasil pemetaan kemiskinan dapat dijadikan dasar dalam penyusunan strategi dan kebijakan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo. Kemiskinan
Produktifitas menurun PDRB menurun Problem keamanan lingkungan
Penyusunan indicator dan pemetaan kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo propinsi DIY
KEBIJAKAN PENGURANGAN KEMISKINAN POLUSI UDARA
Gambar 2. Kerangka kerja penelitian
BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN KULON PROGO
4.1.
Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik Kabupaten Kulon Progo
4.1.1. Letak, Batas, dan Luas Wilayah 55
Kabupaten Kulon Progo secara geografis terletak antara 70 38'42" – 70 59'3" Lintang Selatan dan 1100 1'37" – 1100 16'26" Bujur Timur, merupakan bagian wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di bagian paling barat serta dibatasi oleh : Sebelah Barat : Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Sebelah Timur : Kabupaten Sleman dan Bantul, Prov. D.I. Yogyakarta Sebelah Utara : Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Sebelah Selatan : Samudera Hindia. Secara fisiografis, di sisi timur Kabupaten Kulon Progo dibatasi oleh Sungai Progo yang memisahkan kabupaten ini dengan Kabupaten Sleman dan Bantul. Sungai Progo merupakan sungai terbesar yang melintasi Provinsi DIY dengan hulu di Gunung Sumbing Kabupaten Wonosobo dan bermuara di Samudera Hindia. Sungai ini mempunyai pengaruh besar terhadap perekonomian penduduk di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, terutama di sekitar aliran sungai yang dimanfaatkan untuk budidaya sektor pertanian. Luas area kabupaten Kulon Progo adalah 58.628,311 Ha yang meliputi 12 kecamatan dengan 87 desa, 1 kelurahan dan 917 pedukuhan. Kecamatan terluas adalah Samigaluh dan Kokap, masing-masing yaitu 12% dari total wilayah Kabupaten, sedangkan wilayah terkecil adalah Kecamatan Wates. Dari luas total kabupaten, 24,89 % berada di wilayah Selatan yang meliputi Kecamatan Temon, Wates, Panjatan dan Galur, 38,16 % di wilayah tengah yang meliputi Kecamatan Lendah, Pengasih, Sentolo, Kokap, dan 36,97 % di wilayah utara yang meliputi Kecamatan Girimulyo, Nanggulan, Kalibawang dan Samigaluh. Tabel 2.1. berikut ini memberikan informasi luas wilayah tiap kecamatan di Kabupaten kulon Progo.
Tabel 4.1 Nama, Luas Wilayah Kecamatan dan Jumlah Desa/Kelurahan Kecamatan
Jumlah
Luas Kecamatan
Desa/Kelurahan
(Ha)
(%)
Temon
15
3,629,890
6.20
Wates
8
3,200,239
5.47
Panjatan
11
4,459,230
7.62
Galur
7
3,291,232
5.62
Lendah
6
3,559,129
6.08 56
Sentolo
8
5,265,340
9.00
Pengasih
7
6,166,468
10.54
Kokap
5
7,379,950
12.61
Girimulyo
4
5,390,424
9.21
Nanggulan
6
3,960,670
6.77
Kalibawang
4
5,296,368
9.05
Samigaluh
7
6,929,308
11.84
Total
88
58,528,248
100
Sumber : Kulon Progo Dalam Angka 2011
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
4.1.2. Kondisi umum iklim dan curah hujan
71
Iklim merupakan rata-rata kondisi cuaca dalam periode yang panjang. Suhu dan curah hujan merupakan dua unsur iklim yang sangat penting bagi kehidupan di bumi. Suhu rata-rata di Kabupaten Kulon Progo berkisar 25-29 0C. Berdasarkan analisis data curah hujan bulanan tahun 2006-2010, diketahui bahwa curah hujan tahunan di Kabupaten Kulon Progo mencapai di atas 1.907,4 mm pada tahun2007. Curah hujan tertinggi umumnya terjadi pada Bulan Desember, sedangkan terendah terjadi pada Bulan Agustus. Nilai ini mengikuti pola distribusi musim di Indonesia, yaitu bulan-bulan basah pada musim penghujan (November-April) dan bulan-bulan kering pada musim kemarau (Mei-Oktober). Curah hujan dan hari hujan dari tahun 2006-2010 menurut 5 stasiun hujan di Gejagan, ingkung, Gembongan, Beji, Brosot Kabupaten Kulon Progo adalah sebagai berikut: Tabel 4.2 Curah Hujan dan Hari Hujan Tahun 2005-2010 Menurut Stasiun Hujan di Kabupaten Kulon Progo
72
4.2. Demografi / Kependudukan Data jumlah penduduk kabupaten Kulon progo tahun 2009 -2010 merupakan hasil pendataan Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon progo, sedangkan data tahun 2011 diperoleh dari hasil Pendataan Keluarga Miskin Kabupaten Kulon progo yang dilaksanakan dengan mengacu Perbup No 39 tahun 2011, jumlah Penduduk Kabupaten Kulon Progo pada bulan Desember tahun 2011 sebanyak 473.397 jiwa. Adapun persebaran penduduk tiap kecamatan tahun 2009 -2011 seperti tecantum dalam tabel berikut: Tabel 4.3 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Bulan Desember 2009 – 2011
Dari data di atas tampak bahwa penyebaran penduduk Kulonprogo masih berkumpul di 3 Kecamatan, yaitu Pengasih sebesar 11,33 persen, kemudian diikuti oleh Kecamatan Wates sebesar 11,14 persen, dan Kecamatan Sentolo sebesar 10,70 persen. Kecamatan Pengasih, 73
Wates, dan Sentolo adalah 3 Kecamatan dengan urutan teratas yang memiliki jumlah penduduk terbanyak yang masing-masing berjumlah 53.632 orang, dan 52.717 orang, 50.669 orang. Sedangkan Kecamatan Girimulyo merupakan kecamatan yang paling sedikit penduduknya, yakni sebanyak 27.022 orang. Berdasarkan perbandingan jumlah total penduduk dengan luas wilayah kabupaten, rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kulonprogo adalah sebanyak 807 orang per kilo meter persegi atau 8,07 jiwa per hektar. Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Wates yakni sebanyak 1647 orang per kilo meter persegi atau 16.47 jiwa per hektar. Sedangkan yang paling rendah adalah Kecamatan Samigaluh yakni 455 orang perkilo meter persegi atau 4.55 jiwa per hektar. Sementara laju pertumbuhan penduduk Kulonprogo per tahun selama sepuluh tahun terakhir yakni dari tahun 2000-2010 sebesar 0.66 persen. Laju pertumbuhan penduduk tertinggi di Kulonprogo ada di tiga kecamatan yakni Kecamatan Temon, Wates, dan Pengasih yaitu 0.81 persen. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk yang terendah di Kecamatan Kokap sebesar 0,57 persen. Meskipun Kecamatan Sentolo menempati urutan kedua dari jumlah penduduk, namun dari sisi laju pertumbuhan penduduk menempati urutan keempat sebesar 0.77 persen. Sebaliknya, Kecamatan Temon yang jumlah penduduknya menempati urutan terendah ke-4 setelahda urutan tertinggi atau sama dengan Kecamatan Wates dan Kecamatan Pengasih. Untuk menghitung proyeksi jumlah penduduk untuk tahun berikutnya, digunakan angka kecendurungan (tren) dari rata-rata laju pertumbuhan jumlah penduduk tiap kecamatan beberapa tahun 2000- 2010 rumus: (N+1) = N x (100+r) : 100 Dimana : N+1 : Jumlah Penduduk proyeksi 1 tahun berikutnya N : jumlah penduduk tahun 2011 r : trend prosentase pertambahan penduduk tahun 2000-2010 Sedangkan proyeksi penduduk Kabupaten Kulon Progo Tahun 2011-2017 disajikan dalam tabel di bawah ini.
74
Tabel 4.4. Proyeksi Penduduk Tiap Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2011-2017
4.3. Keuangan dan Perekonomian Daerah Salah satu indikator ekonomi dalam pencapaian tingkat kesejahteraan adalah aktifitas perputaran uang di suatu wilayah. Berdasarkan Undang-Undang nomor 33 tahun 2004 Pasal 6 ayat(1), dijelaskan bahwa ada empat sumber Pendapatan Asli Daerah yang memegang peranan penting dalam pengelolaan keuangan daerah, yaitu (i) pajak daerah , (ii) retribusi daerah, (iii) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, (iv) serta lain–lain pendapatan asli daerah yang sah. Kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah di Kabupaten Kulon Progo mengalami peningkatan. Namun tingkat ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat (DAU) masih sangat besar. Dana Perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari APBN, yang terdiri dari Dana Bagi hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Serta Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Perimbangan ini merupakan transfer dana dari Pemerintah Pusat dan merupakan satu kesatuan yang utuh. Proporsi Dana Perimbangan yang sangat besar terhadap kontribusi APBD menunjukkan bahwa Kabupaten Kulon Progo masih sangat tergantung terhadap Pemerintah Pusat. Sedangkan lain-lain pendapatan daerah yang sah di APBD, terdiri dari pendapatan hibah, dana hasil bagi pajak dengan provinsi, dana penyesuaian dan otonomi khusus, Serta bantuan keuangan dari provinsi maupun pemda lainnya. Adapun gambaran mengenai APBD Kabupaten Kulon Progo 5 tahun terakhir adalah sebagai berikut:
75
Tabel 4.5. Ringkasan Realisasi APBD 5 Tahun terakhir
Tabel 4.6. Ringkasan anggaran Sanitasi dan Belanja Modal Sanitasi per Penduduk Tahun 2007-2011
4.4. Kebijakan Fiskal Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan danadana dan kebijaksanaan yang ditempuh untuk membelanjakan dana
76
tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain, kebijakan fiscal adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran Negara. Dari semua unsur APBN hanya pembelanjaan Negara atau pengeluaran Negara dan pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan kebijakan fiskal. Contoh kebijakan fiskal adalah apabila perekonomian nasional mengalami inflasi,pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan. Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran. Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerintah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah, sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja (N). Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54/PMK/2012 tanggal 16 April 2012, indeks fiskal daerah diatur oleh menteri keuangan dengan maksud untuk perencanaan lokasi dan alokasi Dana Urusan Bersama (DUB) serta penentuan besaran penyediaan Dana daerah untuk Urusan Bersama (DDUB), seperti pelaksanaan bantuan langsung masyarakat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan dan Perkotaan. Dalam perhitungan pemerintah menggunakan fiskal daerah (data kemampuan daerah, data transfer ke daerah, dan data belanja pegawai negeri sipil) serta non fiskal daerah seperti jumlah penduduk, persentasi jumlah penduduk miskin, indeks kemahalan konstruksi. Besaran Indeks fiskal dan kemskinan daerah terdiri dari Indeks Ruang Fiskal Daerah (IRFD) dan Indeks Persentasi Penduduk Miskin (IPPMD). Adapun besarnya Indeks Ruang Fiskal Daerah kabupaten Kulon Progo adalah sebagai berikut:
77
Tabel 4.7. Data Indeks Ruang Fiskal Kabupaten Kulon Progo 5 Tahun Terakhir
4.5. PDRB dan Struktur Perekonomian Salah satu indikator makro untuk melihat kinerja perekonomian secara riil di suatu daerah digambarkan oleh laju pertumbuhan ekonomi yang dihitung berdasarkan perubahan PDRB atas dasar harga konstan pada tahun yang bersangkutan terhadap tahun sebelumnya.Pada tahun 2010 nilai PDRB atas dasar harga berlaku sebesar 3.55 triliun rupiah atau meningkat sekitar 248,113 miliar rupiah dibandingkan dengan nilai pada tahun 2009. Sedangkan berdasarkan atas harga konstan, nilai PDRB Kabupaten Kulon Progo tahun 2010 naik 65,934 miliar rupiah dari tahun sebelumnya atau sebesar 1,728 triliun rupiah.
78
Gambar 4.1. Nilai PDRB Kabupaten Kulon Progo Tahun 2006-2010
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2010 digambarkan oleh laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan pada tahun 2010 dibandingkan dengan nilai PDRB atas dasar harga konstan pada tahun 2009. Pada tahun 2010 perekonomian Kabupaten Kulon Progo mengalami peningkatan sebesar 3,97 persen. Dibandingkan tahun 2009, laju pertumbuhan tahun 2010 melambat 0,74 poin. Melambatnya laju pertumbuhan ini disebabkan karena melambatnya pertumbuhan pada sektor pertanian dan sektor jasa-jasa yang mempunyai kontribusi yang dominan pada total pembentukan PDRB. Sehingga melambatnya kedua sektor tersebut berpengaruh pada pertumbuhan secara keseluruhan. Secara sektoral, sembilan sektor pembentukan PDRB mengalami pertumbuhan positif. Di tahun 2010 sektor pertambangan dan penggalian mengalami laju pertumbuhan paling tinggi sebesar 8,81 persen. Pada urutan kedua sektor keuangan persewaan, dan jasa perusahaan mengalami pertumbuhan sebesar 8,55 persen disusul oleh sektor listrik, gas, dan air bersih yang tumbuh mencapai 6,52 persen.
Gambar 4.2. Peranan Sektoral PDRB Kabupaten Kulon Progo Tahun 2010
Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku Kabupaten Kulon Progo tahun 2009 sebesar 3,286 triliun rupiah. Dengan jumlah penduduk sebesar 374.921 jiwa, PDRB per kapitanya mencapai Rp. 8.765.255. PDRB per kapita diperoleh dengan cara membagi nilai tambah (PDRB) atas dasar harga berlaku dengan jumlah penduduknya. PDRB per kapita merupakan salah satu indikator untuk menilai kemakmuran penduduk. Dilihat dari komposisi nilai PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2010, sektor dengan kontribusi 79
terbesar dalam pembentukan PDRB Kabupaten Kulon Progo adalah sektor pertanian sebesar 24,11 persen; diikuti sektor jasa-jasa sebesar 19,92 persen dan di posisi ketiga yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan kontribusi sebesar 16,40 persen. Sedangkan sektor dengan kontribusi terkecil adalah sektor listrik, gas dan air bersih dengan sumbangan kontribusinya sebesar 0,86 persen. Tabel 4.8. Data Perekonomian Umum Daerah Tahun 2007-2010
4.6. Sosial dan Budaya Kondisi dan perkembangan sosial dan budaya di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2011 dapat dipantau melalui indikator ketersediaan fasilitas pendidikan masyarakat. 4.6.1. Fasilitas Pendidikan a. Ketersediaan Sekolah Bagi Penduduk Usia Sekolah Rasio ketersediaan sekolah adalah jumlah sekolah tingkat pendidikan dasar per 10.000 jumlah penduduk usia pendidikan dasar. Rasio ini mengindikasikan kemampuan untuk menampung semua penduduk usia pendidikan dasar. Selama tahun 2006 hingga tahun 2010, rasio ketersediaan sekolah/penduduk usia sekolah pada tingkat pendidikan dasar mengalami peningkatan. Hal ini berarti, beban sebuah sekolah untuk menampung penduduk usia sekolah menjadi lebih ringan dan dapat mengindikasikan adanya perbaikan layanan pendidikan. Sedangkan
rasio
ketersediaan
sekolah/penduduk
usia
sekolah
SMA/MA/SMK
mengalami peningkatan, yang menunjukkan adanya perbaikan layanan pendidikan, di mana terdapat peningkatan jumlah sekolah yang ada untuk menampung penduduk usia sekolah.
80
Tabel 4.9. Rasio Ketersediaan Sekolah/Penduduk Usia SD dan SMP/MTs Tahun 2006-2010
b. Persentase Sekolah Pendidikan Dasar (SD/MI dan SMP/MTs) Kondisi Bangunan Baik Data menunjukkan adanya kerusakan baik ringan maupun berat pada bangunan sekolah SD/MI dan SMP/MTs di Kabupaten Kulon Progo pada Tahun 2010. Kecamatan Wates merupakan kecamatan dengan jumlah kerusakan bangunan SD/MI terbanyak, yaitu 23 rusak ringan dan 23 rusak berat, dan Nanggulan merupakan kecamatan dengan jumlah kerusakan ringan terbanyak pada bangunan SMP/MTs.
81
Tabel 4.10 Kondisi Bangunan Sekolah Dirinci Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010
c. Persentase Pendidikan Menengah (SMA/MA/SMK) Kondisi Bangunan Baik Data menunjukkan adanya kerusakan baik ringan maupun berat pada bangunan sekolah SMA/MA/SMK di Kabupaten Kulon Progo pada Tahun 2010. Kecamatan Wates merupakan kecamatan dengan jumlah kerusakan ringan dan berat terbanyak pada bangunan SMA/SMK/MA. Namun begitu secara keseluruhan, Bangunan SMA/MA/SMK di Kabupaten Kulon Progo tidak begitu banyak mengalami kerusakan berat. Tabel 4.11. Kondisi Bangunan SMA/MA/SMK Tahun 2010
82
4.6.2. Lingkungan Permukiman Kumuh Berdasarkan Laporan Evaluasi Kinerja Pelaksanaan Pemerintah Daerah Tahun 2009, luas kawasan permukiman kumuh di Kabupaten Kulon Progo hanya seluas 5 ha atau sekitar 0,01 % dari luas wilayah Kabupaten Kulon Progo. Berdasarkan Renstra Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009-2012, permukiman kumuh di Kabupaten Kulon Progo adalah adalah permukiman dengan karakteristik ruang di dalam rumah yang terbagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, seperti kondisi sarana prasarana lingkungan yang masih rendah baik kualitasnya maupun kuantitasnya dengan kondisi sosial ekonomi penduduk yang masih relatif rendah pula. Berdasarkan LPPD Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009, kinerja urusan lingkungan permukiman kumuh di Kabupaten Kulon Progo mencapai 0,01%. Angka tersebut dapat diartikan bahwa hampir tidak ada permukiman kumuh di Kabupaten Kulon Progo. Pada tabel berikut ini dapat dilihat kinerja capaian untuk urusan lingkungan permukiman kumuh Tabel 4.12. Kinerja Capaian Urusan Lingkungan Permukiman Kumuh Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009
BAB V HASIL ANALISIS KONDISI KEMISKINAN DI KABUPATEN KULON PROGO
5.1.
Posisi Perekonomian Kabupaten Kulon Progo Struktur ekonomi dan struktur sosial tiap kabupaten di DIY berbeda satu sama lain yang didasarkan pada Typology Klassen. Berdasarkan laju pertubuhan PDRB dan kontribusi dalam pembentukan PDRB kabupaten terhadap PDRB provinsi dapat dikelompokan menjdai beberapa kategori. Dalam analisis Typology Klassen dibagi menjadi 4 kategori : a. Daerah Maju Berkembang Cepat Daerah yang memiliki cirri Kontribusi PDRB Kab/kota/Rerata
Kontribusi PDRB
propinsi 1 dan Rerata Pertumbuhan PDRB (kab/Kota)/Rerata PDRB Propinsi 1 b. Daerar Berkembang Cepat
83
Daerah yang memiliki cirri Kontribusi PDRB Kab/kota/Rerata
Kontribusi PDRB
propinsi 1 dan Rerata Pertumbuhan PDRB (kab/Kota)/Rerata PDRB Propinsi 1 c. Daerah Potensial Daerah yang memiliki cirri Kontribusi PDRB Kab/kota/Rerata
Kontribusi PDRB
propinsi 1 dan Rerata Pertumbuhan PDRB (kab/Kota)/Rerata PDRB Propinsi 1 d. Daerah Relatif Tertinggal Daerah yang memiliki ciri Kontribusi PDRB Kab/kota/Rerata
Kontribusi PDRB
propinsi 1 dan Rerata Pertumbuhan PDRB (kab/Kota)/Rerata PDRB Propinsi 1.
Perkembangan Ekonomi Kabupaten/Kota Terhadap Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2007-2011 Proporsi Pertumbuhan
Rerata Pertumbuhan PDRB Kabupate/Rerata PDB Propinsi 1
Kontribusi PDRB Kabupaten/Rerata Kontribusi PDRB Propinsi 1 Daerah Maju Berkembang Cepat Kota Yogyakarta Daerah Potensial Kabupaten Sleman
Kontribusi PDRB Kabupaten/Rerata Kontribusi PDB Propinsi 1
Rerata Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Rerata PDB Propinsi 1 Sumber: DIY dalam angka 2007-2011 (diolah)
5.2.
Daerah Berkembang Cepat Kabupaten Bantul Daerah Relatif Tertinggal Kabupaten Gungung Kidul Kabupaten Kulon Progo
Perkembangan PDRB Kabupaten Kulon Progo Perkembangan PDRB Kabupaten Kulon Progo tahun 2007 sd 2011
Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan air Bersih Bangunan Perdagangan, hotel & Res-toran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, persewaan & jasa Perusahaan Jasa-jasa PDRB
2007 424,719 17,686 251,351 9,611 77,911 266,357 163,555
2008 454,656 17,027 255,420 10,333 82,096 281,420 171,336
2009 474,560 18,527 261,033 11,006 85,790 293,574 179,404
2010 467,714 12,664 271,689 11,586 91,657 307,245 184,299
2011 496,676 15,395 268,349 12,068 100,658 329,807 188,623
98,323 278,112 1,587,625
101,551 288,531 1,662,370
110,230 294,178 1,728,302
116,678 317,694 1,781,226
117,684 341,076 1,870,336 84
5.3.
Analisis Location Quotienst (LQ) Location Quotient (LQ) merupakan alat analisis untuk mengetahui ada tidaknya
spesialisasi suatu wilayah untuk sektor (industri) tertentu. LQ = (Eij/Ej)/(Ein/En) dimana,
Eij
: Kesempatan kerja di sektor I di wilayah j
Ej
: Kesempatan kerja di wilayah j
Ein
: Kesempatan kerja di sektor I di negara n
Eij
: Kesempatan kerja di negara n
Interpretasi dari hasil perhitungan dengan formula tersebut adalah :
Jika nilai LQ > 1, maka wilayah j untuk sektor I ada spesialisasi (Tingkat spesialisasi wilayah > tingkat spesialisasi nasional)
Jika nilai LQ = 1, maka wilayah j untuk sektor I ada spesialisasi (Tingkat spesialisasi wilayah = tingkat spesialisasi nasional)
Jika nilai LQ < 1, maka wilayah j untuk sektor I ada spesialisasi (Tingkat spesialisasi wilayah < tingkat spesialisasi nasional)
Analisis LQ menunjukan bahwa seluruh kota/kabupaten baik yang berada dalam kawasan andalan maupun kawasan bukan andalan, memiliki LQ yang lebih besar dari satu pada beberapa subsektor lapangan usaha. Artinya, semua kabupaten/kota memiliki subsektor unggulan dan penetapan kawasan andalan berdasarkan persyaratan sektor unggulan dapat dipandang tepat. Perkembangan LQ Kabupaten Kulon Progo Tahun 2007 sd 2011
Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, gas dan Air bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, restoran dan hotel 7. Angkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa
2008 1.49 1.45 1.14 0.67 0.52 0.81 1.01
Nilai LQ 2009 2010 1.49 1.49 1.54 1.06 1.13 1.13 0.68 0.70 0.53 0.54 0.81 0.82 1.00 0.99
2011 1.62 1.15 1.04 0.12 0.56 0.83 0.94
Rerata LQ 1.52 1.30 1.11 0.54 0.54 0.82 0.98
0.67 1.03
0.69 1.02
0.65 1.07
0.68 1.04
0.70 1.06
Dari hasil perhitungan LQ dapat disimpulkan Kabupate Kulon Progo memiliki keunggulan di sektor Pertanian, pertambangan dan penggalian, serta industri pengolahan. 85
5.4.
Analisis Tipologi Klasen Dengan menggunakan penghitungan Tipology Klassen, terlihat sebaran masing-masing
sektor ditunjukan dalam tabel. Berdasarkan penghitungan Tipology Klassen dibagi menjadi : a. Sub sektor Maju Subsektor yang memiliki ciri kontribusi subsektor Kab/kota/Rerata kontribusi PDRB kab/kota 1 dan rerata pertumbuhan subsektor (kab/Kota)/Rerata PDRB kab / kota 1 b. Sub Sektor Berkembang Subsektor yang memiliki ciri kontribusi subsektor Kab/kota/rerata kontribusi PDRB kab/kota 1 dan rerata pertumbuhan subsektor (kab/Kota)/Rerata PDRB kab/ kota 1 c. Sub Sektor potensial Subsektor yang memiliki ciri kontribusi subsektor Kab/kota/Rerata Kontribusi PDRB kab/kota 1 dan rerata Pertumbuhan subsektor (kab/Kota)/Rerata PDRB kab / kota 1 d. Sub sektor terrbelakang Subsektor yang memiliki ciri Kontribusi subsektor Kab/kota/Rerata Kontribusi PDRB kab/kota 1 dan rerata pertumbuhan subsektor (kab/Kota)/Rerata PDRB kab / kota 1 Dari hasil perhitungan pada table di bawah ini terlihat bahwa sub-sektor maju terdiri dari sektor pertanian dan jasa-jasa. Sedangkan sub sektor berkembang adalah sektor listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran. Sektor Potensial adalah sektor pertambangan dan industri pengolahan. Sedangkan sub sektor terbelakang adalah sektor pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Klasen Typology Kabupaten Kulon Progo Tahun 2007-2011 Proporsi Pertumbuhan
Xi 1 X
Xi 1 X
Xi 1 X
Sub Sektor Maju Pertanian Jasa-jasa
Sub Sektor Berkembang Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan restoran
86
Sub sektor Potensial Pertambangan Industri Pengolahan
Xi 1 X Sumber: 5.5.
Sub Sektor Terbelakang Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
BPS Kabupaten Kulon Progo, 2008-2011 (diolah)
Analisis Shift-Share Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi tiap-tiap subsektor terhadap
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Analisis Shift-share dapat digunakan untuk mendeskripsikan trend agregat secara statistik, shift-share analisis mengklarifikasikan perubahan PDRB setiap saat dalam wilayah yang diperbandingkan dengan tiga kategori, komponen dalam membentuk shift-share diantaranya adalah PDRB di sektor tertentu (i) tingkat wilayah, laju pertumbuhan PDB tingkat nasional (rn), laju pertumbuhan PDB di sektor tertentu (i) di tingkat nasional (rin), dan laju pertumbuhan PDRB di sektor tertentu (i) tingkat wilayah (rij). Komponen perubahan secara nasional mempresentasekan komponen pembagian nasional untuk perhitungan dimana laju pertumbuhan regional yang telah mengalami perubahan diikuti perubahan secara tepat dalam tingkat nasional untuk semua sub sektor dalam tingkat nasional untuk semua sub sektor dalam periode penilaian. Jika pertumbuhan di tingkat regional berbeda dengan nasional (berupa positip atau negatif dalam pergeseran PDRB), secara total pergeseran terdiri dari pergeseran struktural juga pergeseran mengenai pembagian proporsional. Dampak perubahan PDRB dimana dalam perhitungan di tingkat regional berubah sesuai dengan tipe dari PDRB dalam sub sektor tertentu (termasuk cepat atu lambatnya laju pertumbuhan nasional). Pergeseran terdiri dari perbedaan dalam pergeseran juga pengetahuan tentang dampak regional dimana perhitungan PDRB regional berubah seiring dengan faktor lokasi di tiap regional.
87
Perkembangan shift Share Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009 sd 2011
Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Pertamb dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, gas dan Air bersih 5. Bangunan 6. Perdag, restoran dan hotel 7. Angkutan dan Komunikasi 8. Keua, Pesw dan Jasa Persh 9. Jasa-jasa PDRB
Nij 20,036 839 13,101 465 3,622 12,395 7,575 4,654 12,420 75,107
2009 Cij 739 -3,928 793 -222 -7,364 9,638 252 -204 238 4,238 284 19,321 873 47,867 4,767 146,808 -6,663 26,278 -6,081 249,797
Mij
Dij 16,847 1,410 15,375 513 8,099 32,000 56,315 156,229 32,036 318,823
Nij 21,189 574 12,309 525 4,152 13,920 8,350 5,286 14,393 80,697
2010 Mij Cij -27,937 16,153 -4,581 4,599 -1,218 3,515 86 -36 2,116 -2,304 388 5,782 -3,321 18,040 1,539 -62,540 11,003 -12,367 -21,925 -29,159
Dij 9,406 591 14,606 574 3,964 20,090 23,069 -55,715 13,029 29,613
Nij 24,927 773 13,468 606 5,052 16,552 9,466 5,906 17,118 93,867
2011 Cij 5,829 -18,987 2,547 -2,517 -16,767 17,132 -104 53 4,833 -4,332 7,667 -752 -5,041 22,762 -4,892 -42,343 7,985 -5,278 2,058 -34,262
Mij
Dij 11,768 803 13,833 555 5,553 23,467 27,188 -41,329 19,825 61,663
Sumber: BPS Kabupaten Kulon Progo (Data diolah) Keterangan : Nij : Pengaruh Pertumbuhan Provinsi Mij : Pengaruh Bauran Industri Cij : Pengaruh Keunggulan Kompetitif Dij : Analisis Shift-Share
88
Dari tabel hasil analisis diatas, terlihat pada tahun 2011 terjadi
pergeseran
pembangunan di Kabupaten Kulon Progo, artinya pergeseran pembangunan dapat dilihat dari laju pertumbuhan yang signifikan, sedangkan pengaruh keunggulan kompetitif mengalami penurunan terutama di sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (akibat krisis Eropa dan Amerika)
Dari hasil analisis shift-share pada tahun 2011 secara keseluruhan dengan
melihat analisis shift-share pada PDRB mengalami perbaikan dibandingkan dengan tahun 2010, tetapi secara keseluruhan semua sektor terjadi penurunan keunggulan kompetitif dibandingan tahun 2010 pada PDRB dalam wilayah Kabupaten Kulon Progo.
Perubahan Shift Share Kabupaten Kulon Progo 2009-2011
5.6.
Analisis Perubahan Struktur Proses transformasi (perubahan struktur ekonomi) dari suatu perekonomian diawali
dengan dominasi oleh sektor primer (pertanian dan pertambangan) menuju perekonomian yang didominasi sektor industri manufaktur (sekunder), disamping proses pertumbuhan ekonomi dan proses peningkatan pendapatan perkapita adalah bagian dari proses pembangunan ekonomi. Berdasarkan data pada tahun 2011 peran pertanian justru mengalami penurunan 0,07 persen, diikuti dengan peran sektor industri (sektor sekunder) yang menurun 0,26 persen. Dan peran sektor jasa mengalami perubahan dari tahun 2009 hingga tahun 2011, yaitu sebesar 89
51,93 persen (naik 0,35 point) dan dengan melihat data tersebut dapat disimpulkan Kabupaten Kulon Progo adalah daerah yang lebih mengandalkan sektor pertanian dan pertambangan, dengan ditopang sektor industri. Perkembangan Struktur Ekonomi Kabupaten Kulon Progo 2009-2012 Nilai (Juta Rupiah) 2009 2010 2011 441,746 493,087 480,378 424,719 474,560 467,714
Sektor Primer 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 17,027 Sekunder 347,849 3. Industri Pengolahan 255,420 4. Listrik, gas dan Air bersih 10,333 5. Bangunan 82,096 Tersier 842,838 6. Perdagangan, restoran dan hotel 281,420 7. Angkutan dan Komunikasi 171,336 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 101,551 9. Jasa-jasa 288,531 PDRB 1,728,302 Sumber : BPS Kabupaten Kulon Progo, diolah
Kontribusi (persen) 2009 2010 2011 27.06 28.53 26.97 24.57 26.64 25.01
18,527 357,829 261,033 11,006 85,790 877,386
12,664 374,932 271,689 11,586 91,657 925,916
0.99 21.31 14.78 0.60 4.75 51.63
1.04 20.70 14.65 0.62 4.82 50.77
0.68 21.05 14.53 0.62 4.90 51.98
293,574 179,404
307,245 184,299
16.28 9.91
16.48 10.07
16.43 9.85
110,230 294,178 1,781,226
116,678 317,694 1,870,336
5.88 16.69 100
6.19 16.52 100
6.24 16.99 100
90
Garis Kemiskinan, Jumlah Penduduk Miskin, dan Persentase Penduduk Miskin di Kabupaten Kulon ProgoTahun 2005-2012
No. 1
Tahun 2005
Garis Kemiskinan (Rp.)
Jumlah Penduduk Miskin (jiwa)
Nas Prop KP Nas (%) Prop (%) KP (%) Nas 129,108 148,476 144,076 35,100,000 15.97 625,800 18.95 104,300 26.80 2.78
2 2006 152,847 3 2007 166,697 4 2008 182,636 5 2009 200,262 6 2010 211,726 7 2011 231,007 8 2012* 247,329 Sumber : BPS diolah
170,720 184,965 202,362 220,830 234,282 253,282 270,332
162,158 173,738 197,507 205,985 225,059 240,770 256,775
39,300,000 37,170,000 34,960,000 32,530,000 31,023,400 30,723,600 29,497,800
17.75 16.58 15.42 14.15 13.33 12.49 12.00
648,700 633,500 608,930 574,920 540,400 538,084 518,858
Prop 4.03
KP 6.15
Indeks Keparahan Kemiskinan Nas Prop KP 0.76 1.17 1.92
4.12 3.80 3.46 3.35 2.37 2.43 2.11
5.29 4.66 6.67 4.00 3.91 3.81 3.43
1.00 0.84 0.76 0.68 0.58 0.58 0.52
Indeks Kedalaman Kemiskinan
19.15 106,120 28.39 3.43 18.99 103,820 28.61 2.99 18.02 97,920 26.85 2.77 16.86 89,910 24.65 2.50 15.63 90,000 23.15 2.21 16.08 86,075 23.29 2.19 15.13 82,474 22.39 2.03
1.11 1.12 0.92 1.04 0.57 0.65 0.55
91
1.34 1.20 1.97 0.98 1.08 0.96 0.84
JUMLAH KK DAN PENDUDUK MISKIN PER KECAMATAN DI KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2011 No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kecamatan
TEMON WATES PANJATAN GALUR LENDAH SENTOLO PENGASIH KOKAP GIRIMULYO NANGGULAN SAMIGALUH KALIBAWANG JUMLAH
JML KK Miskin
KK Miskin % dr % dr KK per Seluruh Kec KK
1,296 1,913 2,674 2,132 3,121 3,952 3,495 4,340 3,089 2,446 2,848 2,783 34,089
13.31 12.78 22.23 19.93 24.30 26.96 22.58 38.63 39.21 27.01 30.25 26.82 24.64
0.94 1.38 1.93 1.54 2.26 2.86 2.53 3.14 2.23 1.77 2.06 2.01 24.64
Jml KK % dr KK Miskin
3.80 5.61 7.84 6.25 9.16 11.59 10.25 12.73 9.06 7.18 8.35 8.16 100.00
Jml
9,734 14,964 12,027 10,695 12,842 14,658 15,477 11,235 7,878 9,056 9,415 10,376 138,357
4,168 6,303 8,733 6,307 9,469 13,133 11,474 14,853 10,243 8,239 9,612 9,222 111,756
Penduduk Miskin Jml Penduduk % dr % thd % thdp Penduduk Seluruh jml per Kec Penduduk Penduduk Miskin 12.73 0.88 3.73 32,741 12.03 1.34 5.64 52,408 20.97 1.85 7.81 41,648 18.26 1.34 5.64 34,547 22.86 2.01 8.47 41,430 26.11 2.79 11.75 50,296 21.52 2.44 10.27 53,309 37.84 3.15 13.29 39,254 38.14 2.17 9.17 26,857 25.72 1.75 7.37 32,031 30.59 2.04 8.60 31,419 26.27 1.96 8.25 35,100 23.73 23.73 100.00 471,040
Target Kemiskinan Kabupaten Kulon Progo Tahun 2013 -2016 Target KK Jiwa
2012 23.14 22.23
2013 21.64 20.73
2014 20.14 19.23
2015 18.64 17.73
2016 17.14 16.23
92
Kecamatan Temon Aspek Penyebab Kemiskinan
1. Aspek Ekonomi (30%)
Indikator kemiskinan Masyarakat
Parameter
1) Pendapatan tetap 2) Ketergantungan pada sektor pertanian 3) Kegiatan wirausaha /industri 4) Penganggguran 1) Kondisi topografi 2) Kondisi geografis 2. Aspek Geografi (20%)
3. Kesehatan (25%)
3) Ada sumber daya alam yang sudah terolah 4) Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi 1) Akses Kesehatan
2) Sikap hidup
Skor Maks (N)
Bobot (B)
Rata-rata penghasilan masyarakat minimal Rp. 259.128.
9
1
9
Sumber pendapatan tidak tergantung dari sektor pertanian
6
1
6
Ada kegiatan wirausaha /industri
3
1
3
4
1
4
5 5
1 1
5 5
Ada dan sudah terolah
5
1
5
Ada dan lancar
5
1
5
0.6
6
0.4
4
0.6 0.4
4.2 2.8
0.25
1.75
0.25
1.75
0.25
1.75
d. Kesulitan air bersih.
0.25
1.75
a. Tidak tamat sekolah dasar 6 tahun.
0.5
6.5
0.25
3.25
0.25
3.25
5
1
5
5
1
5
Masyarakat memiliki penghasilan tetap Mendukung kegiatan ekonomi Mendukung kegiatan ekonomi
a. Tidak ada akses ke sarana kesehatan b. Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan a. Budaya hidup tidak sehat b. Adat yang tidak mendukung a. Rumah tidak kokoh/ permanen.
10
7
b. Tidak memiliki MCK sendiri. 3) Tempat Tinggal
1) Pendidikan
b. Tidak mampu membiayai anggota keluarga pendidikan 9 tahun
2) Budaya
c. Akses ke Sekolah Menengah Atas d. Sikap mental dan perilaku positif e. Tanggungan keluarga lebih besar sama dengan 4 orang.
4. Pendidikan dan Sosial (25%)
3) Jumlah Keluarga. Jumlah
c. Tidak menggunakan fasilitas energi.
Score Maks
7
13
89
89
93
Kecamatan Wates Aspek Penyebab Kemiskinan
1. Aspek Ekonomi (30%)
2. Aspek Geografi (20%)
3. Kesehatan (25%)
Indikator kemiskinan Masyarakat
Parameter
Skor Maks (N)
Bobot (B)
1) Pendapatan tetap
Rata-rata penghasilan masyarakat minimal Rp. 259.128.
9
1
9
2) Ketergantungan pada sektor pertanian
Sumber pendapatan tidak tergantung dari sektor pertanian
6
1
6
3) Kegiatan wirausaha /industri
Ada kegiatan wirausaha /industri
7
1
7
4) Penganggguran
Masyarakat memiliki penghasilan tetap
4
1
4
1) Kondisi topografi
Mendukung kegiatan ekonomi
5
1
5
2) Kondisi geografis
Mendukung kegiatan ekonomi
5
1
5
3) Ada sumber daya alam yang sudah terolah
Ada dan sudah terolah
4
1
4
4) Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi
Ada dan lancar
5
1
5
0.6
6
0.4
4
0.6
4.2
0.4 0.25
2.8 1.75
0.25
1.75
c. Tidak menggunakan fasilitas energi.
0.25
1.75
d. Kesulitan air bersih.
0.25
1.75
a. Tidak tamat sekolah dasar 6 tahun.
0.5
7
0.25
3.5
1) Akses Kesehatan
2) Sikap hidup
a. Tidak ada akses ke sarana kesehatan
10
b. Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan a. Budaya hidup tidak sehat
7
b. Adat yang tidak mendukung a. Rumah tidak kokoh/ permanen. b. Tidak memiliki MCK sendiri. 3) Tempat Tinggal
4. Pendidikan dan Sosial (25%)
1) Pendidikan
b. Tidak mampu membiayai anggota keluarga pendidikan 9 tahun
Score Maks
7
14
94
Aspek Penyebab Kemiskinan
Indikator kemiskinan Masyarakat
Parameter
2) Budaya
c. Akses ke Sekolah Menengah Atas d. Sikap mental dan perilaku positif e. Tanggungan keluarga lebih besar sama dengan 4 orang.
3) Jumlah Keluarga.
Skor Maks (N)
Jumlah
Bobot (B)
Score Maks
0.25
3.5
5
1
5
5
1
5 93
89
Kecamatan Panjatan Aspek Penyebab Kemiskinan
1. Aspek Ekonomi (30%)
2. Aspek Geografi (20%)
3. Kesehatan (25%)
Indikator kemiskinan Masyarakat
Parameter
1) Pendapatan tetap
Rata-rata penghasilan masyarakat minimal Rp. 259.128.
2) Ketergantungan pada sektor pertanian
Sumber pendapatan tidak tergantung dari sektor pertanian
3) Kegiatan wirausaha /industri
Ada kegiatan wirausaha /industri
4) Penganggguran
Masyarakat memiliki penghasilan tetap
1) Kondisi topografi
Mendukung kegiatan ekonomi
2) Kondisi geografis
Mendukung kegiatan ekonomi
3) Ada sumber daya alam yang sudah terolah
Ada dan sudah terolah
4) Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi
Ada dan lancar
1) Akses Kesehatan
2) Sikap hidup
a. Tidak ada akses ke sarana kesehatan
Skor Maks (N)
Bobot (B)
8
1
8
5
1
5
6
1
6
4
1
4
4
1
4
4
1
4
4
1
4
5
1
5
10
0.6
6
0.4
4
7
0.6
4.2
7
0.4 0.25
2.8 1.75
0.25
1.75
b. Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan a. Budaya hidup tidak sehat b. Adat yang tidak mendukung a. Rumah tidak kokoh/ permanen.
3) Tempat Tinggal b. Tidak memiliki MCK sendiri.
Score Maks
95
Aspek Penyebab Kemiskinan
Indikator kemiskinan Masyarakat
Parameter
Skor Maks (N)
1.75
0.25
1.75
0.5
6.5
0.25
3.25
5
0.25 1
3.25 5
5
1
5
d. Kesulitan air bersih.
1) Pendidikan 4. Pendidikan dan Sosial (25%)
13
b. Tidak mampu membiayai anggota keluarga pendidikan 9 tahun c. Akses ke Sekolah Menengah Atas
2) Budaya
d. Sikap mental dan perilaku positif
3) Jumlah Keluarga.
e. Tanggungan keluarga lebih besar sama dengan 4 orang.
Jumlah
Score Maks
0.25
c. Tidak menggunakan fasilitas energi.
a. Tidak tamat sekolah dasar 6 tahun.
Bobot (B)
87
89
Kecamatan Galur Aspek Penyebab Kemiskinan
1. Aspek Ekonomi (30%)
2. Aspek Geografi (20%)
Indikator kemiskinan Masyarakat
Parameter
1) Pendapatan tetap
Rata-rata penghasilan masyarakat minimal Rp. 259.128.
2) Ketergantungan pada sektor pertanian
Sumber pendapatan tidak tergantung dari sektor pertanian
3) Kegiatan wirausaha /industri
Ada kegiatan wirausaha /industri
4) Penganggguran
Masyarakat memiliki penghasilan tetap
1) Kondisi topografi
Mendukung kegiatan ekonomi
2) Kondisi geografis
Mendukung kegiatan ekonomi
3) Ada sumber daya alam yang sudah terolah
Ada dan sudah terolah
4) Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi 3. Kesehatan (25%)
1) Akses Kesehatan
Skor Maks (N)
Bobot (B)
Score Maks
7
1
7
6
1
6
3
1
3
4
1
4
4
1
4
4
1
4
4
1
4
5
1
5
10
0.6
6
0.4
4
Ada dan lancar a. Tidak ada akses ke sarana kesehatan b. Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan
96
Aspek Penyebab Kemiskinan
Indikator kemiskinan Masyarakat
2) Sikap hidup
Parameter
a. Budaya hidup tidak sehat
Skor Maks (N)
Bobot (B)
7
0.6
4.2
7
0.4 0.25
2.8 1.75
0.25
1.75
0.25
1.75
0.25
1.75
0.5
6.5
0.25
3.25
5
0.25 1
3.25 5
5
1
5
b. Adat yang tidak mendukung a. Rumah tidak kokoh/ permanen. b. Tidak memiliki MCK sendiri. 3) Tempat Tinggal
c. Tidak menggunakan fasilitas energi. d. Kesulitan air bersih. a. Tidak tamat sekolah dasar 6 tahun.
1) Pendidikan 4. Pendidikan dan Sosial (25%)
13
b. Tidak mampu membiayai anggota keluarga pendidikan 9 tahun c. Akses ke Sekolah Menengah Atas
2) Budaya
d. Sikap mental dan perilaku positif
3) Jumlah Keluarga.
e. Tanggungan keluarga lebih besar sama dengan 4 orang.
Jumlah
Score Maks
84
89
Kecamatan Sentolo Aspek Penyebab Kemiskinan
1. Aspek Ekonomi (30%)
2. Aspek Geografi (20%)
Indikator kemiskinan Masyarakat
Parameter
1) Pendapatan tetap
Rata-rata penghasilan masyarakat minimal Rp. 259.128.
2) Ketergantungan pada sektor pertanian
Sumber pendapatan tidak tergantung dari sektor pertanian
3) Kegiatan wirausaha /industri
Ada kegiatan wirausaha /industri
4) Penganggguran
Masyarakat memiliki penghasilan tetap
1) Kondisi topografi
Mendukung kegiatan ekonomi
2) Kondisi geografis
Mendukung kegiatan ekonomi
3) Ada sumber daya alam yang sudah terolah
Ada dan sudah terolah
Skor Maks (N)
Bobot (B)
Score Maks
5
1
5
5
1
5
6
1
6
3
1
3
5
1
5
4
1
4
4
1
4
97
Aspek Penyebab Kemiskinan
3. Kesehatan (25%)
Indikator kemiskinan Masyarakat
Parameter
4) Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi
Ada dan lancar
1) Akses Kesehatan
2) Sikap hidup
a. Tidak ada akses ke sarana kesehatan
Skor Maks (N)
Bobot (B)
5
1
5
8
0.6
4.8
0.4
3.2
7
0.6
4.2
7
0.4 0.25
2.8 1.75
0.25
1.75
0.25
1.75
0.25
1.75
0.5
6
0.25
3
4
0.25 1
3 4
4
1
4
b. Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan a. Budaya hidup tidak sehat b. Adat yang tidak mendukung a. Rumah tidak kokoh/ permanen. b. Tidak memiliki MCK sendiri.
3) Tempat Tinggal c. Tidak menggunakan fasilitas energi. d. Kesulitan air bersih. a. Tidak tamat sekolah dasar 6 tahun. 1) Pendidikan 4. Pendidikan dan Sosial (25%)
12
b. Tidak mampu membiayai anggota keluarga pendidikan 9 tahun c. Akses ke Sekolah Menengah Atas
2) Budaya
d. Sikap mental dan perilaku positif
3) Jumlah Keluarga.
e. Tanggungan keluarga lebih besar sama dengan 4 orang.
Jumlah
Score Maks
79
89
Kecamatan Lendah Aspek Penyebab Kemiskinan
1. Aspek Ekonomi (30%)
Indikator kemiskinan Masyarakat
Parameter
1) Pendapatan tetap
Rata-rata penghasilan masyarakat minimal Rp. 259.128.
2) Ketergantungan pada sektor pertanian
Sumber pendapatan tidak tergantung dari sektor pertanian
3) Kegiatan wirausaha /industri
Ada kegiatan wirausaha /industri
4) Penganggguran
Masyarakat memiliki penghasilan tetap
Skor Maks (N)
Bobot (B)
Score Maks
7
1
7
6
1
6
3
1
3
4
1
4
98
Aspek Penyebab Kemiskinan
2. Aspek Geografi (20%)
Indikator kemiskinan Masyarakat
Parameter
1) Kondisi topografi
Mendukung kegiatan ekonomi
2) Kondisi geografis
Mendukung kegiatan ekonomi
3) Ada sumber daya alam yang sudah terolah
Ada dan sudah terolah
4) Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi 3. Kesehatan (25%)
1) Akses Kesehatan
2) Sikap hidup
Skor Maks (N)
Bobot (B)
4
1
4
4
1
4
4
1
4
5
1
5
10
0.6
6
0.4
4
7
0.6
4.2
7
0.4 0.25
2.8 1.75
0.25
1.75
0.25
1.75
0.25
1.75
0.5
6.5
0.25
3.25
5
0.25 1
3.25 5
5
1
5
Ada dan lancar a. Tidak ada akses ke sarana kesehatan b. Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan a. Budaya hidup tidak sehat b. Adat yang tidak mendukung a. Rumah tidak kokoh/ permanen. b. Tidak memiliki MCK sendiri.
3) Tempat Tinggal
c. Tidak menggunakan fasilitas energi. d. Kesulitan air bersih. 13
a. Tidak tamat sekolah dasar 6 tahun. 1) Pendidikan 4. Pendidikan dan Sosial (25%)
Score Maks
b. Tidak mampu membiayai anggota keluarga pendidikan 9 tahun c. Akses ke Sekolah Menengah Atas
2) Budaya
d. Sikap mental dan perilaku positif
3) Jumlah Keluarga.
e. Tanggungan keluarga lebih besar sama dengan 4 orang.
Jumlah
84
89
Kecamatan Pengasih Aspek Penyebab Kemiskinan
Indikator kemiskinan Masyarakat
Parameter
1. Aspek Ekonomi (30%)
1) Pendapatan tetap
Rata-rata penghasilan masyarakat minimal Rp. 259.128.
Skor Maks (N)
Bobot (B)
6
1
Score Maks 6
99
Aspek Penyebab Kemiskinan
2. Aspek Geografi (20%)
3. Kesehatan (25%)
Indikator kemiskinan Masyarakat
Parameter
2) Ketergantungan pada sektor pertanian
Sumber pendapatan tidak tergantung dari sektor pertanian
3) Kegiatan wirausaha /industri
Ada kegiatan wirausaha /industri
4) Penganggguran
Masyarakat memiliki penghasilan tetap
1) Kondisi topografi
Mendukung kegiatan ekonomi
2) Kondisi geografis
Mendukung kegiatan ekonomi
3) Ada sumber daya alam yang sudah terolah 4) Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi 1) Akses Kesehatan
2) Sikap hidup
Skor Maks (N)
Bobot (B)
5
1
5
4
1
4
3
1
3
5
1
5
5
1
5
4
1
4
4
1
4
10
0.6
6
0.4
4
6
0.6
3.6
7
0.4 0.25
2.4 1.75
0.25
1.75
0.25
1.75
0.25
1.75
0.5
6
0.25
3
5
0.25 1
3 5
3
1
3
Ada dan sudah terolah
Ada dan lancar a. Tidak ada akses ke sarana kesehatan b. Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan a. Budaya hidup tidak sehat b. Adat yang tidak mendukung a. Rumah tidak kokoh/ permanen. b. Tidak memiliki MCK sendiri.
3) Tempat Tinggal
c. Tidak menggunakan fasilitas energi. d. Kesulitan air bersih. a. Tidak tamat sekolah dasar 6 tahun.
1) Pendidikan 4. Pendidikan dan Sosial (25%)
12
b. Tidak mampu membiayai anggota keluarga pendidikan 9 tahun c. Akses ke Sekolah Menengah Atas
2) Budaya
d. Sikap mental dan perilaku positif
3) Jumlah Keluarga.
e. Tanggungan keluarga lebih besar sama dengan 4 orang.
Jumlah
Score Maks
79
89
Kecamatan Kokap
100
Aspek Penyebab Kemiskinan
1. Aspek Ekonomi (30%)
2. Aspek Geografi (20%)
Indikator kemiskinan Masyarakat
Parameter
1) Pendapatan tetap
Rata-rata penghasilan masyarakat minimal Rp. 259.128.
2) Ketergantungan pada sektor pertanian
Sumber pendapatan tidak tergantung dari sektor pertanian
3) Kegiatan wirausaha /industri
Ada kegiatan wirausaha /industri
4) Penganggguran
Masyarakat memiliki penghasilan tetap
1) Kondisi topografi
Mendukung kegiatan ekonomi
2) Kondisi geografis
Mendukung kegiatan ekonomi
3) Ada sumber daya alam yang sudah terolah
Ada dan sudah terolah
4) Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi 3. Kesehatan (25%)
1) Akses Kesehatan
2) Sikap hidup
Skor Maks (N)
Bobot (B)
6
1
6
7
1
7
3
1
3
3
1
3
3
1
3
3
1
3
4
1
4
5
1
5
10
0.6
6
0.4
4
7
0.6
4.2
6
0.4 0.25
2.8 1.5
0.25
1.5
0.25
1.5
0.25
1.5
0.5
6
0.25
3
5
0.25 1
3 5
4
1
4
Ada dan lancar a. Tidak ada akses ke sarana kesehatan b. Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan a. Budaya hidup tidak sehat b. Adat yang tidak mendukung a. Rumah tidak kokoh/ permanen. b. Tidak memiliki MCK sendiri.
3) Tempat Tinggal
c. Tidak menggunakan fasilitas energi. d. Kesulitan air bersih. a. Tidak tamat sekolah dasar 6 tahun.
1) Pendidikan 4. Pendidikan dan Sosial (25%)
Score Maks
12
b. Tidak mampu membiayai anggota keluarga pendidikan 9 tahun c. Akses ke Sekolah Menengah Atas
2) Budaya
d. Sikap mental dan perilaku positif
3) Jumlah Keluarga.
e. Tanggungan keluarga lebih besar sama dengan 4 orang.
101
Aspek Penyebab Kemiskinan
Indikator kemiskinan Masyarakat
Parameter
Jumlah
Skor Maks (N)
Bobot (B)
Score Maks 78
89
Kecamatan Girimulyo Aspek Penyebab Kemiskinan
1. Aspek Ekonomi (30%)
2. Aspek Geografi (20%)
Indikator kemiskinan Masyarakat
Parameter
1) Pendapatan tetap
Rata-rata penghasilan masyarakat minimal Rp. 259.128.
2) Ketergantungan pada sektor pertanian
Sumber pendapatan tidak tergantung dari sektor pertanian
3) Kegiatan wirausaha /industri
Ada kegiatan wirausaha /industri
4) Penganggguran
Masyarakat memiliki penghasilan tetap
1) Kondisi topografi
Mendukung kegiatan ekonomi
2) Kondisi geografis
Mendukung kegiatan ekonomi
3) Ada sumber daya alam yang sudah terolah
Ada dan sudah terolah
4) Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi 3. Kesehatan (25%)
1) Akses Kesehatan
2) Sikap hidup
Skor Maks (N)
Bobot (B)
7
1
7
5
1
5
3
1
3
4
1
4
3
1
3
3
1
3
4
1
4
5
1
5
10
0.6
6
0.4
4
7
0.6
4.2
6
0.4 0.25
2.8 1.5
0.25
1.5
0.25
1.5
0.25
1.5
0.5
6
Ada dan lancar a. Tidak ada akses ke sarana kesehatan b. Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan a. Budaya hidup tidak sehat b. Adat yang tidak mendukung a. Rumah tidak kokoh/ permanen. b. Tidak memiliki MCK sendiri.
3) Tempat Tinggal
c. Tidak menggunakan fasilitas energi. d. Kesulitan air bersih.
4. Pendidikan dan Sosial (25%)
1) Pendidikan
Score Maks
a. Tidak tamat sekolah dasar 6 tahun.
12
102
Aspek Penyebab Kemiskinan
Indikator kemiskinan Masyarakat
Parameter
Skor Maks (N)
Bobot (B)
Score Maks
0.25
3
5
0.25 1
3 5
5
1
5
b. Tidak mampu membiayai anggota keluarga pendidikan 9 tahun c. Akses ke Sekolah Menengah Atas 2) Budaya
d. Sikap mental dan perilaku positif
3) Jumlah Keluarga.
e. Tanggungan keluarga lebih besar sama dengan 4 orang.
Jumlah
79
89
Kecamatan Nanggulang Aspek Penyebab Kemiskinan
1. Aspek Ekonomi (30%)
Indikator kemiskinan Masyarakat
Parameter
Skor Maks (N)
Bobot (B)
1) Pendapatan tetap
Rata-rata penghasilan masyarakat minimal Rp. 259.128.
9
1
9
2) Ketergantungan pada sektor pertanian
Sumber pendapatan tidak tergantung dari sektor pertanian
6
1
6
3) Kegiatan wirausaha /industri
Ada kegiatan wirausaha /industri
3
1
3
4
1
4
5 5
1 1
5 5
4) Penganggguran 1) Kondisi topografi 2) Kondisi geografis 2. Aspek Geografi (20%)
3. Kesehatan (25%)
Masyarakat memiliki penghasilan tetap Mendukung kegiatan ekonomi Mendukung kegiatan ekonomi
Score Maks
3) Ada sumber daya alam yang sudah terolah
Ada dan sudah terolah
5
1
5
4) Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi
Ada dan lancar
5
1
5
0.6
6
0.4
4
0.6 0.4
4.2 2.8
0.25
1.75
0.25
1.75
1) Akses Kesehatan
2) Sikap hidup
a. Tidak ada akses ke sarana kesehatan b. Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan a. Budaya hidup tidak sehat b. Adat yang tidak mendukung
10
7
a. Rumah tidak kokoh/ permanen. 3) Tempat Tinggal
7 b. Tidak memiliki MCK sendiri.
103
Aspek Penyebab Kemiskinan
Indikator kemiskinan Masyarakat
1) Pendidikan 4. Pendidikan dan Sosial (25%) 2) Budaya 3) Jumlah Keluarga.
Parameter
Skor Maks (N)
Bobot (B)
Score Maks
c. Tidak menggunakan fasilitas energi.
0.25
1.75
d. Kesulitan air bersih.
0.25
1.75
a. Tidak tamat sekolah dasar 6 tahun.
0.5
6.5
13
0.25
3.25
5
0.25 1
3.25 5
5
1
5
b. Tidak mampu membiayai anggota keluarga pendidikan 9 tahun c. Akses ke Sekolah Menengah Atas d. Sikap mental dan perilaku positif e. Tanggungan keluarga lebih besar sama dengan 4 orang.
Jumlah
89
89
Kecamatan Kalibawang Aspek Penyebab Kemiskinan
1. Aspek Ekonomi (30%)
2. Aspek Geografi (20%)
Indikator kemiskinan Masyarakat
Parameter
1) Pendapatan tetap
Rata-rata penghasilan masyarakat minimal Rp. 259.128.
2) Ketergantungan pada sektor pertanian
Sumber pendapatan tidak tergantung dari sektor pertanian
3) Kegiatan wirausaha /industri
Ada kegiatan wirausaha /industri
4) Penganggguran
Masyarakat memiliki penghasilan tetap
1) Kondisi topografi
Mendukung kegiatan ekonomi
2) Kondisi geografis
Mendukung kegiatan ekonomi
3) Ada sumber daya alam yang sudah terolah
Ada dan sudah terolah
4) Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi 3. Kesehatan (25%)
1) Akses Kesehatan
Skor Maks (N)
Bobot (B)
Score Maks
10
1
10
6
1
6
5
1
5
4
1
4
3
1
3
3
1
3
4
1
4
5
1
5
10
0.6
6
0.4
4
Ada dan lancar a. Tidak ada akses ke sarana kesehatan b. Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan
104
Aspek Penyebab Kemiskinan
Indikator kemiskinan Masyarakat
2) Sikap hidup
Parameter
a. Budaya hidup tidak sehat
Skor Maks (N)
Bobot (B)
7
0.6
4.2
5
0.4 0.25
2.8 1.25
0.25
1.25
0.25
1.25
0.25
1.25
0.5
6
0.25
3
5
0.25 1
3 5
4
1
4
b. Adat yang tidak mendukung a. Rumah tidak kokoh/ permanen. b. Tidak memiliki MCK sendiri. 3) Tempat Tinggal
c. Tidak menggunakan fasilitas energi. d. Kesulitan air bersih. a. Tidak tamat sekolah dasar 6 tahun.
1) Pendidikan 4. Pendidikan dan Sosial (25%)
12
b. Tidak mampu membiayai anggota keluarga pendidikan 9 tahun c. Akses ke Sekolah Menengah Atas
2) Budaya
d. Sikap mental dan perilaku positif
3) Jumlah Keluarga.
e. Tanggungan keluarga lebih besar sama dengan 4 orang.
Jumlah
Score Maks
83
89
Kecamatan Samigaluh Aspek Penyebab Kemiskinan
1. Aspek Ekonomi (30%)
2. Aspek Geografi (20%)
Indikator kemiskinan Masyarakat
Parameter
1) Pendapatan tetap
Rata-rata penghasilan masyarakat minimal Rp. 259.128.
2) Ketergantungan pada sektor pertanian
Sumber pendapatan tidak tergantung dari sektor pertanian
3) Kegiatan wirausaha /industri
Ada kegiatan wirausaha /industri
4) Penganggguran
Masyarakat memiliki penghasilan tetap
1) Kondisi topografi
Mendukung kegiatan ekonomi
2) Kondisi geografis
Mendukung kegiatan ekonomi
3) Ada sumber daya alam yang sudah terolah
Ada dan sudah terolah
Skor Maks (N)
Bobot (B)
8
1
8
6
1
6
3
1
3
4
1
4
3
1
3
3
1
3
4
1
4
105
Score Maks
Aspek Penyebab Kemiskinan
3. Kesehatan (25%)
Indikator kemiskinan Masyarakat
Parameter
4) Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi
Ada dan lancar
1) Akses Kesehatan
2) Sikap hidup
a. Tidak ada akses ke sarana kesehatan
Skor Maks (N)
Bobot (B)
5
1
5
10
0.6
6
0.4
4
7
0.6
4.2
5
0.4 0.25
2.8 1.25
0.25
1.25
0.25
1.25
0.25
1.25
0.5
6
0.25
3
5
0.25 1
3 5
4
1
4
b. Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan a. Budaya hidup tidak sehat b. Adat yang tidak mendukung a. Rumah tidak kokoh/ permanen. b. Tidak memiliki MCK sendiri.
3) Tempat Tinggal c. Tidak menggunakan fasilitas energi. d. Kesulitan air bersih. a. Tidak tamat sekolah dasar 6 tahun. 1) Pendidikan 4. Pendidikan dan Sosial (25%)
12
b. Tidak mampu membiayai anggota keluarga pendidikan 9 tahun c. Akses ke Sekolah Menengah Atas
2) Budaya
d. Sikap mental dan perilaku positif
3) Jumlah Keluarga.
e. Tanggungan keluarga lebih besar sama dengan 4 orang.
Jumlah
Score Maks
79
89
Dari hasil penilaian dengan pendekatan skor menurut berbagai faktor penyebab kemiskinan, maka dapat diklasifikasikan masing-masing distri menurut kedalaman tingkat kemiskinan. Klasifikasi ini terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu distrik yang masuk klasifikasi bukan kantong kemiskinan, distrik klasifikasi kantong kemiskinan sedang, dan distrik dengan klasifikasi kantong kemiskinan berat. Adapun secara rinci masing-masing distrik dapat dicermati pada tabel 4.8. berikut.
106
Tabel 5.8. Kriteria Kedalaman Kemiskinan Berdarkan Kecamatan No
Kecamatan
Skor total
Kriteria Sebagai Kantong Kemiskinan
1
Temon
88
Bukan sebagai kantong kemiskinan
2
Wates
93
Bukan sebagai kantong kemiskinan
3
Panjatan
87
Bukan sebagai kantong kemiskinan
4
Galur
84
Bukan sebagai kantong kemiskinan
5
Sentolo
79
Bukan sebagai kantong kemiskinan
6
Lendah
84
Bukan sebagai kantong kemiskinan
7
Pengasih
79
Bukan sebagai kantong kemiskinan
8
Kokap
78
Bukan sebagai kantong kemiskinan
9
Girimulyo
79
Bukan sebagai kantong kemiskinan
10
Nanggulang
84
Bukan sebagai kantong kemiskinan
11
Kalibawang
83
Bukan sebagai kantong kemiskinan
12
Samigaluh
79
Bukan sebagai kantong kemiskinan
Kriteria: Skor >70: Bukan sebagai kantong miskin Skor 51-70: Sebagai Kantong kemiskinan sedang Skor < 50 : Sebagai kantong kemiskinan berat
Walaupun seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Kulon Progo terbebas dari kantong kemiskinan, namun ada 4 kecamatan yang skornya dibawah 80 yaitu Kecamatan Sentolo, Pengasih, Kokap, Girimulyo dan Sanigaluh, artinya di kecamatan ini masih terdapat jumlah penduduk miskin diatas 8,5 persen. 5.8.
Pendekatan
Identifikasi
Kemiskinan
Untuk
Menyusun
Strategi
Penanggulangannya. Atas dasar hasil pemetaan kantong kemiskinan menurut kecamatandi Kabupaten Kulon Progo, maka dapat dibuat strategi penanggulangan kemiskinan. Dalam program pengentasan nasib orang miskin, keberhasilannya tergantung pada langkah awal dari formulasi kebijakan, yaitu mengidentifikasikan siapa sebenarnya “si miskin” tersebut dan di
107
mana si miskin itu berada. Kedua pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan melihat profil kemiskinan. Profil kemiskinan dapat dilihat dari karakteristik karakteristik ekonominya seperti sumber pendapatan, pola konsumsi/ pengeluaran, tingkat beban tanggungan dan lain lain. Juga perlu diperhatikan profil kemiskinan dari karakteristik sosial-budaya dan karakteristik demografinya seperti tingkat pendidikan, cara memperoleh fasilitas kesehatan, jumlah anggota keluarga, cara memperoleh air bersih dan sebagainya. Sebagai contoh, permasalahan yang dihadapi penduduk miskin dari segmen petani gurem bisa berakar dari asetnya yang justru terlalu kecil, atau dari persoalan alam dan infrastruktur dalam bentuk irigasi yang tidak mendukung, dan sebagainya. Akar permasalahan pengrajin kecil, pengangguran, buruh musiman, dan sebagainya bisa berbeda. Jika permasalahan yang membuat mereka sulit keluar dari kemiskinan itu dapat diidentifikasi dengan baik, maka program yang tepat akan dapat dirumuskan. Akar permasalahan seperti itu, entah itu berasal dari orangnya, masalah infrastruktur/struktural atau masalah ketrampilan, dan sebagainya, mestinya tersaji dalam profil kemiskinan di perdesaan. Namun demikian, dengan melihat perbedaan karakteristik-karakteristik rumahtangga miskin dan membandingkannya dengan rumahtangga tidak miskin, beberapa catatan mengenai persoalan kemiskinan dapat diungkap. Strategi besar pembangunan di masa lalu adalah mencapai pertumbuhan yang cepat dengan melakukan trade-off terhadap pemerataan. Dalam atmosfer strategi ini, memunculkan budaya konglomerasi yang diharapkan akan menghasilkan trickle down effect kepada lapisan ekonomi di bawahnya. Pendekatan ini memfokuskan diri pada pembagunan industri secara besar-besaran, dimana kedudukan pemerintah memainkan peran mendorong kekuatan entrepreneur. Permasalahan yang timbul adalah kemacetan mekanisme trickle down effects, dimana mekanisme tersebut sebenarnya sangat diyakini akan terbentuk sejalan dengan meningkatnya akumulasi kapital dan perkembangan institusi ekonomi yang mampu menyebarkan ksejahteraan yang merata. Dengan kata lain, di satu sisi penerapan pendekatan ini berhasil membangun akumulasi kapital yang cukup besar, namun di sisi lain juga telah menciptakan proses kesenjangan secara simultan, baik kesenjangan desa oleh kota, maupun kesenjangan antar kelompok dimasyarakat. Proses perkembangan ekonomi perdesaan di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh pendekatan tersebut, meskipun demikian terdapat elemen-elemen dasar yang
108
menjadi penentu ekonomi perdesaan dan sumberdaya alam sebagai primer-movernya dan menjadi pola dasar kehidupan masyarakat perdesaan. Kesenjangan tingkat kesejahteraan masyarakat pada dasarnya diakibatkan oleh faktor (1) sosialekonomi rumah-tangga atau masyarakat, (2) struktur kegiatan ekonomi sektoral yang menjadi dasar kegiatan produksi rumah-tangga atau masyarakat, (3) potensi regional (sumberdaya alam & lingkungan dan infrastruktur) yang mempengaruhi perkembangan struktur kegiatan produksi, dan (4) kondisi kelembagaan yang membentuk jaringan kerja produksi dan pemasaran pada skala lokal, regional dan global. Salah satu issu yang dihadapi dalam pembangunan perdesaan adalah penurunan kualitas hidup, ketersediaan sarana dan prasarana, ketidakmampuan institusi ekonomi menyediakan kesempatan usaha, lapangan kerja, serta pendapatan yang memadai, yang saling berkaitan dan sangat kompleks. Dengan demikian untuk mengatasi masalahmasalah tersebut, perlunya peningkatan produktivitas yang sesuai dengan karakteristik perdesaan. Sedangkan pertumbuhan dan perkembangan wilayah perdesaan berkaitan dengan bidang usaha pertanian yang mendominasi perdesaan. Dalam dua dekade terakhir ini terdapat perubahan struktur lapangan usaha di bidang pertanian, sehingga terjadi kecenderungan penurunan di sektor pertanian, terutama dari segi lapangan usaha penduduk dan ketanagakerjaan. Dari kondisi ini maka akan membawa perubahan struktur di bidang sosial-ekonomi dan kelembagaan masyarakat perdesaan. Hambatan dalam pengembangan ekonomi perdesaan tidak saja dihadapkan pada pergesaran dari pertanian ke non pertanian yang menjadi tulang punggung kehidupan masyarakat perdesaan, tetapi juga modernisasi pola usaha tani secara terpadu serta pengembangan institusi ekonomi perdesaan yang belum sepenuhnya dibangun secara konsisten. Persoalan institusi ekonomi perdesaan bukan menjadi faktor satu-satunya, faktor modal juga menjadi kendala dalam mendukung pengembangan investasi perdesaan. Masalah pokok yang dihadapi dalam pembangunan perdesaan adalah proses kemiskinan masyarakat perdesaan sebagai akibat kebijakan-kebijakan yang tidak mendukung. Beraneka ragam konsep telah berupaya mencari penjelasan mengapa terjadi proses pemiskinan. Secara garis besar, kemiskinan dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu kemiskinan struktural dan kemiskinan alamiah. Kemiskinan struktural sering disebut sebagai kemiskinan buatan (man made poverty). Baik langsung maupun tidak langsung
109
kemiskinan kategori ini umumnya disebabkan oleh tatanan kelembagaan yang mencakup tidak hanya tatanan organisasi tetapi juga mencakup masalah aturan permainan yang diterapkan. Sedangkan kemiskinan alamiah lebih banyak disebabkan oleh rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan sumberdaya alam. Pada kondisi sumberdaya manusia dan sumberdaya alam lemah/terbatas, peluang produksi relatif kecil atau tingkat efisiensi produksinya relatif rendah. Beranjak dari kedua tipe kemiskinan itu, berbagai teori telah dikembangkan dalam upaya untuk memahami aspek-aspek yang menentukan terjadinya kemiskinan secara lebih mendalam. Keanekaragaman teori yang telah dikembangkan itu menggambarkan adanya perbedaan sudut pandang diantara pemerhati masalah kemiskinan. Secara umum teori-teori yang menjelaskan mengapa terjadi kemiskinan, dapat dibedakan menjadi teori yang berbasis pada pendekatan ekonomi dan teori yang berbasis pada pendekatan sosio -antropologi, khususnya tentang budaya masyarakat. 5.9. Strategi Memperkecil Jumlah Penduduk Miskin Upaya pengarusutamaan penanggulangan kemiskinan Indonesia telah dilakukan dan menempatkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama kebijakan pembangunan nasional. Sebagai wujud gerakan bersama dalam mengatasi kemiskinan dan mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), pendekatan penanggulangan kemiskinan (Strategy for Poverty Reduction) perlu disusun melalui proses partisipatif dengan melibatkan seluruh stakeholders pembangunan di wilayah distrik. Strategi ini menggunakan pendekatan berbasis hak (right-based approach) sebagai pendekatan utama dengan menegaskan adanya pencapaian secara bertahap dan progresif (progressive realization) dalam penghormatan (respect), perlindungan (protect) dan pemenuhan (fulfill) hak dasar rakyat, memberikan perhatian terhadap perwujudan kesetaraan dan keadilan gender, serta percepatan pengembangan wilayah. Selain itu, perlu ada Komite Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD) dan menyusun Strategi Penanggulangan
Kemiskinan
Daerah
(SPKD)
sebagai
dasar
pengarusutamaan
penanggulangan kemiskinan di daerah dan mendorong gerakan sosial dalam mengatasi kemiskinan. Untuk perluasan kesempatan kerja dan berusaha dilakukan melalui: bantuan dana stimulan untuk modal usaha terutama melalui kemudahan dalam mengakses kredit mikro
110
dan UKM, pelatihan keterampilan kerja untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja, meningkatkan investasi dan revitalisasi industri termasuk industri padat tenaga kerja, pembangunan sarana dan prasarana berbasis masyarakat yang padat pekerja. Untuk pemenuhan hak dasar penduduk miskin secara langsung diberikan pelayanan antara lain pendidikan gratis bagi penuntasan wajib belajar 9 tahun termasuk bagi murid dari keluarga miskin dan penunjangnya; dan jaminan pemeliharaan kesehatan gratis bagi penduduk miskin di puskesmas dan rumah sakit kelas III. Untuk mencapai ketiga langkah prioritas tersebut di atas, akan dikembangkan dalam budaya pembangunan di Indonesia adalah pemberdayaan masyarakat dan pelibatan peran aktif masyarakat terutama masyarakat miskinnya mulai dari perencanaan program pembangunan baik penentuan kebijakan dan penganggarannya, maupun pelaksanaan program serta monitoring dan evaluasinya. 5.10. Program dalam Memperkecil Keluarga Miskin 1.
Menjaga Stabilitas Harga Bahan Kebutuhan Pokok Program ini bertujuan menjamin daya beli masyarakat miskin/keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok terutama beras dan kebutuhan pokok utama selain beras. Program ini meliputi kegiatan prioritas sebagai berikut: 1. Penyediaan cadangan beras dan barang kebutuhan pokok; 2. Stabilisasi / kepastian harga komoditas barang-barang kebutuhan primer. 3. Peningkatan keterlibatan sektor swasta dalam penyediaan barang kebutuhan primer 4. Peningkatan peran serta masyarakat dalam melakukan produksi untuk barang kebutuhan primer 5. Peningkatan akses modal bagi prosen untuk barang kebutuhan primer 6. Peningkatan kualitas distribusi barang kebutuhan primer
2.
Mendorong Pertumbuhan yang Berpihak Pada Rakyat Miskin Program ini bertujuan mendorong terciptanya dan terfasilitasinya kesempatan berusaha yang lebih luas dan berkualitas bagi masyarakat/keluarga miskin. Programini meliputi kegiatan prioritas sebagai berikut: 1. Penyediaan dana bergulir untuk kegiatan produktif skala usaha mikro;
111
2. Bimbingan teknis/pendampingan dan pelatihan pengelola UMKM; 3. Pelatihan budaya, motivasi usaha dan teknis manajeman UMKM; 4. Pembinaan sentra-sentra produksi di daerah terisolir dan tertinggal; 5. Fasilitasi sarana dan prasarana usaha mikro; 6. Pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir; 7. Pengembangan usaha perikanan tangkap skala kecil; 8. Peningkatan akses informasi dan pelayanan pendampingan pemberdayaan dan ketahanan keluarga; 9. Peningkatan koordinasi penanggulangan kemiskinan berbasis kesempatan berusaha bagi masyarakat miskin. 3.
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah secara berkelanjutan Program ini bertujuan untuk meningkatkan jaminan adanya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus pada wilayah-wilayah distrik yang memiliki kerentanan pada peningkatan jumlah amsyarakat miskin. Langkah ini dilakukan dengan berbagai kegiatan, yaitu: 1. Percepatan pertumbuhan ekonomi yang menyeluruh di semua distrik 2. Peningkatan akses sumber daya modal dan input lain untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi tingkat kemiskinan 3. Pengembangan
program-program
pembangunan
pemerintah
untuk
meningkatkan penggunaan tenaga kerja/padat karya. 4. Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sektor swasta. 5. Pertumbuhan ekonomi dan prasarana fisik dan non fisik. 4.
Memperluas Cakupan Program Pembangunan Berbasis Masyarakat Program ini bertujuan meningkatkan sinergi dan optimalisasi pemberdayaan masyarakat di kawasan perdesaan dan perkotaan serta memperkuat penyediaan dukungan pengembangan kesempatan berusaha bagi penduduk miskin. Langkah inimeliputi kegiatan prioritas sebagai berikut: 1. Program
Pemberdayaan
Masyarakat
di
daerah
perdesaan
(Program
Pengembangan Daerah Pedalaman);
112
2.
Program
Pemberdayaan
Masyarakat
di
Daerah
Perkotaan
(Program
Penanggulangan Kemiskinan di pusat Distrik); 3.
Program pengembangan infrastruktur sosial ekonomi wilayah;
4.
Program pembangunan wilayah distrik yang tertinggal dan khusus;
5.
Penyempurnaan
dan
pemantapan
program
pembangunan
berbasis
masyarakat. 5.
Meningkatkan Akses Masyarakat Miskin Kepada Pelayanan Dasar Program ini bertujuan meningkatkan akses penduduk miskin memenuhi kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan prasarana dasar. Langkah ini meliputi kegiatan prioritas sebagai berikut: 1. Penyediaan beasiswa bagi siswa miskin pada jenjang pendidikan dasar di sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs); 2. Beasiswa siswa miskin jenjang Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah (SMA/SMK/MA); 3. Beasiswa untuk mahasiswa miskin dan beasiswa berprestasi; 4. Pelayanan kesehatan rujukan bagi keluarga miskin secara cuma-cuma di kelas III rumah sakit; 5. Pelayanan kesehatan dasar bagi keluarga miskin secara cuma-cuma di Puskesmas; 6. Jaminan pelayanan KB berkualitas bagi rakyat miskin.
6.
Membangun dan
Menyempurnakan Sistem Perlindungan
Sosial
bagi
Masyarakat Miskin Program
ini
bertujuan
melindungi
penduduk
miskin
dari
kemungkinan
ketidakmampuan menghadapi guncangan sosial dan ekonomi. Hal ini meliputi kegiatan prioritas sebagai berikut: 1. Peningkatan kapasitas kelembagaan pengarusutamaan gender (PUG) dan anak (PUA); 2. Pemberdayaan sosial keluarga, fakir miskin, komunitas adat terpencil, dan penyandang masalah kesejahteraan sosial lainnya;
113
3. Bantuan sosial untuk masyarakat rentan, korban bencana alam, dan korban bencana sosial; 4. Penyediaan bantuan tunai bagi rumah tangga sangat miskin menjamin keberadaan anak usia sekolah di SD/MI dan SMP/MTs untuk bisa tetap sekolah; 5.
Peningkatan pelayanan sosial dasar bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial termasuk anak, lanjut usia dan penyandang cacat;
6. 7.
Penyaluran beras bersubsidi untuk keluarga miskin (raskin).
Upaya mengatasi kekurangan gizi parah Program ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi adanya gizi buruk bagi masyarakat miskin dalam jangka pendek. Program ini dapat dilakukan antara lain melalui:
8.
1.
Penanggulangan kekurangan sumber energi bagi penduduk miskin,
2.
Pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi,
3.
Pemberian subsidi pangan bagi penduduk miskin,
4.
Peningkatan partisipasi masyarakat melalui revitalisasi pelayanan kesehatan,
5.
pelayanan gizi bagi ibu hamil dan balita dari keluarga miskin.
Program peningkatan sarana dan prasarana wilayah Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualita sarana dan prasarana wilayah sehingga akan meningkatkan akses masyarakat miskin. Langkah prioritas ini dilakukan antara lain dengan: 1.
penyediaan sarana irigasi, air bersih dan sanitasi dasar terutama daerahdaerah langka sumber air bersih;
2.
pembangunan jalan, jembatan, dan dermaga terutama wilayah distrik yang terisolasi dan tertinggal;
3.
redistribusi sumber dana kepada distrik yang memiliki pendapatan rendah untuk pengembangan sumber daya manusia dan sumber daya alam.
4.
Pengembangan fasilitas-fasilitas pelabuhan dan nelayan untuk meningkatkan produksi perikanan
5.
Peningkatan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan sarana dan prasarana wilayah
114
9.
Peningkatan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik Program
ini
bertujuan
meningkatkan
efektivitas
pelaksanaan
program
penanggulangan kemiskinan. Hal ini dapat dilakukan dengan: 1. Peningkatan kapasitas tata kelola penganggulangan kemiskinan yang berfokus pada peningkatan kapasitas birokrasi 2. Peningkatan kualitas Good government governance (3G) untuk kelembagaan pemerintah daerah dan di distrik 3. Peningkatan kualitas Good corporate governance (GCG) untuk meningkatkan peran sektor swasta dalam penanggulangan kemiskinan 4. Kemitraan dengan masyarakat sipil (Public Privat Partnership) dalam penaggulangan kemiskinan 5. Integrasi dengan Strategi Penangulangan Kemiskinan provinsi dan nasional
115
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Masalah kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo pada dasarnya merupakan persoalan yang hingga saat ini belum teratasi dan akan terus memerlukan penanganan yang komprehensif.
Indonesia sebagai salah satu negara yang
sedang berkembang, berkewajiban menjalankan program Millenium Development Goals (MDGs) yang dideklarasikan oleh PBB pada tahun 2000. Program tersebut mengharapkan seluruh negara dapat mengurangi jumlah penduduk miskin di masing-masing negara hingga mencapai 50 persen pada tahun 2015. Program ini harus dilakukan, khususnya di daerah kabupaten yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi perlu melakukan berbagai macam program-program terobosan untuk mengurangi tingkat kemiskinan di daerah. Rangkaian perubahan kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan politik di daerah telah membentuk kekhasan karakter kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo. Oleh karena itu, sangatlah penting dipertimbangkan faktor-faktor penyebab kemiskinan sebagai
landasan
awal
dalam
penanganan
permasalahan
kemiskinan.
Berdasarkan survei dan analisis data-data sekunder yang telah dilakukan, yang digali darisumber masyarakat miskin itu sendiri, maka untuk mengurangi tingkat kemiskinan hanya bisa dilakukan dengan memutus faktor-faktor penyebab kemiskinan itu sendiri. Penyebab kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo terdiri atas berbagai faktor yang komplek dan saling berkaitan, yaitu kondisi geografis, kualitas manusia, sarana prasarana dan kondisi alam yang kurang mendukung berkembangnya kegiatan ekonomi sehingga mengakibatkan terbatsanya akses sumber daya, distribusi barang, rendahnya pendidikan, potensi ancaman tingkat kesehatan, serta berujung pada rendahnya tingkat pendapatan, kepemilikan aset dan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat.
116
Penanggulangan kemiskinan memerlukan strategi besar yang bersifat holistik dengan program yang saling mendukung satu dengan lainnya sehingga upaya pemahaman terhadap penyebab kemiskinan perlu dilakukan dengan baik. Sebagai dasar utama untuk menyusun strategi besar pembangunan nasional tersebut adalah politik ekonomi yang berpihak terhadap kaum miskin dan berkeadilan. Adapun yang menjadi elemen utama dalam strategi besar tersebut adalah pendekatan people driven dimana rakyat akan menjadi aktor penting dalam setiap formulasi kebijakan dan pengambilan keputusan kebijakan dan program. Untuk mensukseskan hal itu diperlukan pelaksanaan perubahan paradigma yang meredefinisi peran pemerintah yang akan lebih memberi otonomi pada rakyat, adanya transformasi kelembagaan dari yang bersifat represif menjadi representatif, dan transparansi penyelenggaraan pemerintahan dalam program penanggulangan kemiskinan.
5.2. Garis Besar Rekomendasi Program Memperkecil Jumlah Kemiskinan Untuk
menguragi
tingkat
kemiskinan
diperlukan
program-program
pemerintah yang efektif dapat mencapai sasaran peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin. Dalam pelaksanaan berbagai program pengurangan tingkat kemiskinan yang dapat disatukan menjadi strategi besar, perlu dilaksankan dengan pendekatan sebagai berikut: 1) Program Penanggulangan Kemiskinan pada daerah kemiskinan berat Program penanggulangan kemiskinan pada daerah yang termasuk kategori kantong kemiskinan berat ini dilaksanakan secara menyeluruh atas 9 program yang telah direkomendasikan pada hasil kajian ini. Adapun prioritas masingmasing program disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing distrik. Dalam pelaksanannya, program-program ini bisa bersifat generik, artinya program yang dilaksanakan pada beberapa distrik bisa bersifat
117
seragam. Pada kasus ini program penanggulangan kemiskinan dilakukan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam berbagai aspek, yaitu ekonomi, kesehatan, pendidikan dan sosial. 2) Program Penanggulangan Kemiskinan pada daerah kemiskinan sedang Program penanggulangan kemiskinan pada daerah yang termasuk kategori kantong kemiskinan sedang dilaksanakan secara menyeluruh atas 9 program yang telah direkomendasikan pada hasil kajian ini. Namun prioritas masingmasing program didasarkan pada penyebab utama kemiskinan yang dialami oleh masyarakat. Pada kasus ini, program penaggulangan kemiskinan lebih diutamakan untuk memutus faktor penyebab kemiskinan yang utama. Dengan demikian program ini bisa lebih bersifat khsus, misalnya program yang khusus untuk
meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat,
program
khusus
pengembangan industri kecil dan sebagianya. 3) Program Penanggulangan Kemiskinan pada daerah bukan kantong kemiskinan Program penanggulangan kemiskinan pada daerah yang termasuk kategori bukan kantong kemiskinan dapat dilaksanakan secara menyeluruh atas 9 program yang telah direkomendasikan pada hasil kajian ini. Namun prioritas masing-masing program didasarkan pada target grup masyarakat miskin. Artinya program-program yang dilaksankan bisa bersifat spesifik tergantung pada karakteristik kemiskinan yang terjadi pada masing-masing kelompok masyarakat, dengan kata lain program-program pada daerah/distrik ini dilaksankan untuk mendorong berkembangnya kapasitas masyarakat menuju masyarakat yang lebih mandiri.
118
DAFTAR PUSTAKA Abdul Haris, Analisis Faktor-Faktor Kemiskinan Di Daerah Hutan Kabupaten Probolinggo. Jurnal Aflikasi Manajemen. Vol. 5 No. 1, April.UPM. Probolinggo, 2007. Anomim, panduan program inpres desa tertinggal; Jakarta:badan perencanaan pembangunan nasional – departemen dalam negeri, 1994. Arie Lastario, Ananlisa Perbandingan Peningkatan Pendapatan dan Pemerataan , Yayasan Pengembangan Ketrampilan dan Mutu kehidupan Nusantara, Jakarta,1989. Nugroho, Gunarso Dwi.. Modul Globalisasi. Banyumas, CV. Cahaya Pustaka,2006 M. Nuh. Nasir, Saicrudin dan Maulizar, Analisis faktor-Faktor Kemiskinan Dalam Rumah Tangga Di Purworejo. Jurnal Eksekutif. Vol. 5 No. 4,. Lipi. Jakarta,Agustus 2008. Mulyo, Sumedi Andono. 2005. Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta: Komite Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Kulon Progo Dalam Angka Tahun 2012 Kecamatan Temon Dalam Angka 2011 Kecamatan Wates Dalam Angka 2011 Kecamatan Sentolo Dalam Angka 2011 Kecamatan Samigaluh Dalam Angka 2011 Kecamatan Pengasih Dalam Angka 2011 Kecamatan Kokap Dalam Angka 2011 Kecamatan Girimulyo Dalam Angka 2011 Kecamatan Nanggulan Dalam Angka 2011 Kecamatan Kalibawang Dalam Angka 2011 Kecamatan Galur Dalam Angka 2011
119
Kecamatan Lendah Dalam Angka 2011 Kecamatan Panjatan Dalam Angka 2011
120