LAJU PERKEMBANGAN HAMA GUDANG JAGUNG Sitophillus zeamais Bambang Murdolelono BPTP Nusa Tenggara Timur ABSTRAK Penurunan kualitas jagung selama penyimpanan akibat hama Sitophillus zeamais di Nusa Tenggara Timur (NTT) cukup besar sehingga perlu dicari alternatif pemecahannya. Penelitian dilaksanakan di laboratorium Hama Penyakit BPTP NTT selama 5 bulan (Juli – Desember 2004). Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 5 (lima) perlakuan dan jumlah ulangan sebanyak 10. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (i) Sitophillus zeamais mulai ditemukan pada pertengahan bulan pertama, dimana sampai dengan bulan kelima populasinya lebih dari 100 ekor per 2 kg biji jagung dan perkembangan S. zeamais membentuk kurva kubik dengan persamaan Y = -16.93 + 37.7X – 15.97X2 + 2.31X3, (ii) persentase kerusakan sampai dengan bulan kelima lebih dari 10% dan perkembangan kerusakan membentuk kurva kubik dengan persamaan Y = -4.42 + 8.31X – 3.41X2 + 0.46X3, (iii) rata-rata persentase susut bobot sampai dengan bulan kelima 1.5% dan perkembangan persentase susut bobot membentuk kurva kubik dengan persamaan Y = -0.56 + 1.26X – 0.49 2 + 0.05X3, (iv) penurunan daya tumbuh mulai terjadi pada bulan keempat membentuk kurva kubik dengan persamaan Y = 90.95 – 8.5X + 5.882 – 0.93X3. Kata kunci : Jagung, Penyimpanan, S. Zeamais, Kualitas PENDAHULUAN Teknologi penyimpanan jagung perlu mendapat prioritas tinggi dalam pengembangan jagung di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebab jagung merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk NTT dan petani umumnya hanya bisa menanam jagung sekali dalam setahun. Masalah terpenting dalam penyimpanan jagung adalah tingginya intensitas serangan hama gudang Sitophillus zeamais yang mencapai 30 – 50% (deRosari et al , 2001). Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk menekan serangan S.zeamais di tingkat petani yakni teknologi infus asap (TIA) yakni teknologi untuk menangkap asap dan menyalurkannya ke gudang penyimpanan. Teknologi lain adalah penyimpanan dalam drum sebab di daerah lain sangat efektif menekan kerusakan jagung. Kendatipun demikian teknologi tersebut belum banyak diadopsi petani. Hal ini disebabkan hampir tidak ada perbedaan intensitas serangan S. zeamais dengan TIA dan tanpa TIA (deRosari et al, 2003), sementara teknologi penyimpanan dalam drum sulit diadopsi petani sebab berbeda dengan kebiasaan petani yakni penyimpanan dalam drum dalam bentuk jagung pipilan, sementara kebiasaan petani menyimpan dalam bentuk tongkol. Diduga ada hubungan yang kuat antara kebiasaan waktu panen dengan intensitas serangan S. Zeamais. Biasanya petani memetik jagung ketika klobot telah kering dengan maksud jagung dapat langsung disimpan tanpa perlu dilakukan pengeringan lagi. Selama pengeringan di kebun tersebut memungkinkan infestasi serangga ke dalam tongkol. CAB International (2001) menyebutkan bahwa S. Zeamais menyerang biji jagung mulai dari tanaman yang telah tua ketika kelembabannya berkisar 18-20%. Untuk memperkuat dugaan ini maka jagung yang baru dipetik (sesuai kebiasaan petani) disimpan dalam jerigen (dimana infestasi hama dari luar ditiadakan) dan dilihat perkembangannya. Baco (1988 dalam Lando et al, 2000) menyebutkan bahwa penyimpanan dalam ruang kedap dapat menekan kerusakan biji hingga 0% selama penyimpanan 8 bulan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi hubungan antara lama penyimpanan jagung dengan perkembangan S. Zeamais. METODOLOGI
Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan (Juli – Desember 2004) di laboratorium hama penyakit BPTP NTT Jl.TimTim Km 32 Kupang – NTT. Rancangan Percobaan Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 5 (lima) perlakuan dengan 10 ulangan. Perlakuan yang diuji adalah: 1. Penyimpanan dalam jerigen selama 1 bulan 2. Penyimpanan dalam jerigen selama 2 bulan 3. Penyimpanan dalam jerigen selama 3 bulan 4. Penyimpanan dalam jerigen selama 4 bulan 5. Penyimpanan dalam jerigen selama 5 bulan Tahapan kegiatan Jagung yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas lokal milik petani yang dipanen bulan April – Mei 2004. 1. Jagung disimpan dalam bentuk pipilan yang dimasukkan dalam jerigen plastik. Kadar air jagung yang disimpan berkisar 13 – 14%. 2. Jagung yang digunakan dalam satu ulangan sebanyak 2 kg. Dengan demikian kebutuhan jagung adalah 2 kg/ulangan x 10 ulangan x 5 perlakuan = 100 kg. 3. Jagung yang telah dimasukkan jerigen ditempatkan secara acak dalam gudang penyimpanan. 4. Jagung yang telah disimpan diambil sebanyak 5 kali dengan interval 1 bulan untuk diamati di laboratorium hama dan penyakit BPTP NTT. 5. Pengamatan meliputi: - Jumlah Sitophillus zeamais - Jumlah biji terserang - Berat biji terserang - Jumlah biji sehat - Berat biji sehat - Daya tumbuh 6. Pengamatan daya tumbuh dilakukan dengan menumbuhkan 100 biji jagung di atas petridish yang telah dilapisi tissue basah. Analisis data Persentase daya tumbuh Persentase daya tumbuh adalah persen banyaknya biji yang tumbuh dari total biji yang diuji.
DT =
bt x100% ( bt + btt )
Keterangan =
DT Bt Btt
: daya tumbuh biji (%) : jumlah biji tumbuh : jumlah biji tidak tumbuh
Persentase kerusakan biji Persentase kerusakan biji adalah persen banyaknya biji yang rusak dari total biji yang diamati. Pada penelitian ini dibatasi biji rusak yang diakibatkan oleh S.zeamais.
BR =
js
( jh +
Keterangan =
js )
x100%
BR Jh Js
: persentase kerusakan biji (%) : jumlah biji sehat : jumlah biji terinfeksi
Persentase susut bobot Persentase susut bobot adalah persen bobot biji yang hilang dari total bobot biji yang diamati.
SB =
(bhxjs ) − (bsxjh ) x100% bh( jh + js )
Keterangan =
SB Jh Js Bh Bs
= susut bobot (%) = jumlah biji sehat = jumlah biji terinfeksi = bobot biji sehat = bobot biji terinfeksi
(Haris dan Lindblad, 1978) Korelasi Untuk menguji keeratan hubungan antara variabel yang diamati maka dilakukan uji koefisien korelasi product moment pearson (r). Analisis korelasi dilakukan dengan cara menggabungkan seluruh data jumlah S. zeamais, persentase kerusakan biji akibat S. zeamais dan persentase susut bobot selama penyimpanan lima bulan. Analisis menggunakan program SPSS for Windows versi 10. Suharjo (1999) menyebutkan nilai r dapat dihitung dengan rumus: n n n n∑ xi y i − ∑ xi ∑ y i i=1 i=1 i=1
r= n
n∑ x i i=1
dimana: r n xi yi
2
n − ∑ xi i=1
2
n n∑ y i ∑ y i i=1 i=1 n
2
= Koefisien korelasi antara variabel x dan y = Jumlah data = Nilai faktor x = Nilai faktor x
Regresi Analisis regresi bertujuan untuk menentukan pola hubungan dependent variable dengan independent variable. Pola hubungan yang ingin diketahui dalam penelitian ini meliputi: 1. Lama penyimpanan dengan jumlah S. Zeamais 2. Lama penyimpanan dengan persentase kerusakan akibat S. Zeamais 3. Jumlah S. Zeamais dengan persentase kerusakan 4. Lama penyimpanan dengan persentase susut bobot 5. Lama penyimpanan dengan daya tumbuh biji Pola hubungan yang dilakukan meliputi regresi linier (Y=b o+b1x), kuadratik (Y=bo+b1x+b2x2) dan kubik (Y=bo+b1x+b2x2+b3x3). Dari ketiga regresi tersebut dipililih persamaan regresi yang koefisien determinasinya (R2) paling tinggi. Hal ini dilakukan sebab semakin besar nilai R2 maka semakin baik persamaan regresi yang diperoleh (Suharjo, 1999).
HASIL DAN PEMBAHASAN Korelasi Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa keeratan hubungan antar variabel jumlah S.zeamais, persentase kerusakan dan persentase susut bobot lebih dari 0,7 dan semuanya sangat nyata pada taraf uji 99%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah S.zeamais maka semakin besar persentase kerusakan biji dan persentase susut bobotnya, selain itu semakin besar persentase kerusakan biji maka persentase susut bobotnya semakin besar pula. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa keberhasilan untuk mengurangi kerusakan biji jagung selama penyimpanan baru akan tercapai apabila berhasil menekan jumlah S.zeamais dalam gudang penyimpanan. Tabel 1. Uji Pearson Correlation jumlah S.zeamais, persentase kerusakan dan persentase susut bobot Persentase Persentase kerusakan susut bobot Jumlah S. zeamais Korelasi Pearson 0,868** 0,715** Sig. (2-tailed) 0,000 0,000 N 50 50 Persentase kerusakan Korelasi Pearson 0,853** Sig. (2-tailed) 0,000 N 50 Keterangan: ** Korelasi significant pada level 0,01 (2-tailed) Regresi S. zeamais mulai ditemukan pada pengamatan bulan pertama. Hal ini menunjukkan bahwa infestasi hama telah terjadi sejak dari lapangan sebab penyimpanan jagung pada penelitian ini dilakukan di dalam jerigen dan ditutup rapat sehingga infestasi S.zeamais dari luar tidak mungkin terjadi. Kemungkinan infestasi S.zeamas terjadi antara jagung telah masak fisiologis sampai dengan waktu panen sebab petani NTT biasa memanen jagung ketika seluruh bagian tanaman telah benar-benar kering dan jagung langsung disimpan dalam gudang penyimpanan tanpa dilakukan pengeringan. Subandi et al (2001) menyebutkan bahwa jagung telah masak fisiologis dan siap dipanen ketika kelobotnya telah kering. Dengan demikian untuk mengatasi masalah S.zeamais maka ketepatan waktu panen perlu mendapat perhatian dalam pengembangan jagung di NTT sebab keberhasilan mengurangi persentase kerusakan sangat ditentukan oleh ketepatan waktu panennya. Perkembangan telur menjadi dewasa antara 35 – 110 hari tergantung dari kondisi lingkungan dan satu ekor betina mampu meletakkan 150 butir telur dalam satu siklus hidupnya (Kalshoven, 1981). Populasi S.zeamais sampai dengan bulan kelima lebih dari 100 ekor per 2 kg biji jagung dan perkembangannya membentuk kurva kubik dengan persamaan Y = -16,93 + 37.7X – 15,97X2 + 2,31X3 (Gambar 1a). Kurva tersebut menunjukkan bahwa percepatan perkembangan populasi terjadi pertengahan bulan keempat. Hal ini terjadi sebab telur dalam biji jagung sudah mulai menetas sejak pertengahan bulan pertama. Betina dewasa generasi pertama mulai bertelur pada bulan kedua. Pada bulan ketiga terjadi overlaping S.zeamais dewasa generasi pertama dan kedua. Selanjutnya pada bulan keempat terjadi overlaping S.zeamais dewasa generasi pertama, kedua dan ketiga. 30
Persentase kerusakan (%)
Jumlah sitophillus (ekor)
200
100
20
10
0
0 0
1
2
3
4
Waktu penyimpanan (bulan)
5
6
0
1
2
3
4
Waaktu penyimpanan (bulan)
5
6
(a)
(b)
Persentase kerusakan (%)
30
20
10
0 0
100
200
(c)
Jumlah sitophillus (ekor)
Gambar 1. Hubungan lama penyimpanan dengan jumlah S. zeamais (a), lama penyimpanan dengan persentase kerusakan biji akibat S. zeamais (b), serta persentase kerusakan dengan jumlah S. zeamais (c) Grafik hubungan antara waktu penyimpanan dengan persentase kerusakan sangat mirip dengan hubungan antara waktu penyimpanan dengan jumlah S.zeamais, dimana titik balik persentase kerusakan terjadi pada bulan keempat (Gambar 1b). Persentase kerusakan biji sampai dengan bulan kelima lebih dari 10% dan perkembangan kerusakan membentuk kurva kubik dengan persamaan Y = -4.42 + 8.31X – 3.41X2 + 0.46X3. Pada Tabel 1 telah disebutkan bahwa jumlah hama S.zeamais berkorelasi kuat terhadap persentase kerusakan. Hubungan antara persentase kerusakan dengan jumlah S.zeamais membentuk kurva kubik Y = 0,7472 + 0,0898X + 0,0009X 2 – 0,0000043X3 (Gambar 1c). Grafik tersebut menggambarkan bahwa titik puncak hubungan antara persentase kerusakan dengan jumlah S.zeamais terjadi pada persentase kerusakan 20%, selanjutnya berlangsung datar. Hal ini berarti bahwa setelah terjadi kerusakan jagung sebesar 20% maka populasi S.zeamais tidak terjadi peningkatan lagi dan telah terjadi kompetisi dalam hal peletakan telur antar individu S.zeamais sebab dalam satu biji jagung hanya terdapat satu telur.
Persentase daya tumbuh (%)
Persentase susut bobot (%)
Susut bobot dan daya tumbuh biji Susut bobot adalah banyaknya bobot yang hilang akibat serangan S.zeamais. Semakin tinggi nilai susut bobot, maka semakin besar kehilangan hasilnya. Data ini bermanfaat untuk mengetahui kualitas biji jagung untuk konsumsi. Standart persentase kehilangan bobot yang masih layak untuk dikonsumsi 1,5 – 2% (Risal, 1988 dalam Kleden, 2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata persentase susut bobot sampai dengan bulan kelima 1.5% dan perkembangan persentase susut bobot membentuk kurva kubik dengan persamaan Y = -0.56 + 1.26X – 0.49 2 + 0.05X3 (Gambar 2a). Hasil ini memberi petunjuk bahwa jagung petani sudah tidak layak dikonsumsi setelah lima bulan. Salah satu upaya yang sering dilakukan petani untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan cara mendahulukan mengkonsumsi jagung yang rusaknya lebih parah dengan harapan jagungnya masih bisa 4 110 dikonsumsi sampai penyimpanan satu tahun. Hal ini berarti petani mengkonsumsi biji rusak 100 secara terus-menerus sepanjang tahun. 3
2
1
90
80
70
60
50 0
40 0
1
2
3
4
Waktu penyimpanan (bulan)
5
6
0
1
2
3
4
Waktu penyimpanan (bulan)
5
6
(a)
(b)
Gambar 2. Hubungan lama penyimpanan dengan persentase susut bobot (a) dan lama penyimpanan dengan persentase daya tumbuh (b) Penurunan daya tumbuh mulai terjadi pada bulan keempat membentuk kurva kubik dengan persamaan Y = 90.95 – 8.5X + 5.882 – 0.93X3 (Gambar 2b). Hasil tersebut menunjukkan bahwa daya tumbuh jagung masih tetap baik hingga penyimpanan 5 bulan karena daya tumbuhnya masih di atas 80%. Daya tumbuh mulai mengalami penurunan setelah 5 bulan. Untuk itu petani perlu menyiapkan benih kurang lebih 2 kali lipat kebutuhan benihnya apabila penyimpanan untuk benih dilakukan 8-9 bulan. KESIMPULAN
1. Hubungan antara lama penyimpanan dengan jumlah S.zeamais dan persentase kerusakan biji jagung membentuk kurva kubik dimana titik baliknya berada pada penyimpanan bulan keempat. Akibatnya jagung sudah tidak layak untuk konsumsi setelah penyimpanan bulan kelima. 2. Daya tumbuh jagung masih tetap baik hingga penyimpanan 5 bulan. 3. Keberhasilan mengurangi persentase kerusakan sangat ditentukan oleh ketepatan waktu panennya.
DAFTAR PUSTAKA CAB International. 2001. Crop Protection Compendium. Global Module 2nd edition. Wallingford. UK. deRosari, B., D.B.Meke dan B.Murdolelono. 2003. Upaya Menekan Kerusakan Jagung Yang Disimpan Dalam Rumah Bulat Timor Dengan Teknologi Infus Asap. Lap. Hasil RPK. Kerjasama MENRISTEK dan BPTP NTT. de Rosari, B, D.B. Meke, A. Bamualim. 2001. Pasca Panen Jagung di Pulau Timor. Lap. Tahun Kedua. Kerjasama BPTP NTT dengan Winrock International-On Farm. Haris, L.K dan Lindblad J.Carl. 1978. Postharvest Grain Loss Assessment Methods. American Association of Cereal Chemist. USA. Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops In Indonesia. PT Ichtiar Baru – Van Hoeve. Jakarta. Kleden, Y.L. 2003. Pengaruh Penggunaan Teknologi Infus Asap Dan Teknik Penyimpanan Jagung Terhadap Kerusakan Jagung Akibat Serangan Sitophillus zeamais. Skripsi Faperta UNDANA. Kupang Lando, T.B., Ramlan A dan Djafar, B. 2000. Masalah Dan Penanganan Pasca Panen Jagung. Makalah Temu APTEK di NTT. BPTP NTT. Kupang. Subandi. 2001. Teknologi Mendukung Pengembangan Jagung di Nusa Tenggara Timur. Makalah Disampaikan pada Seminar Regional Peningkaatan Kinerja BPTP dan Komunikasi Hasilhasil Penelitian Mendukung Pembangunan Pertanian di Nusa Tenggara. Kupang, 2-3 November 2001. Suharjo, B. 1999. Panduan Singkat SPSS 7.0 for Windows. Lab. Komputasi FMIPA IPB. Bogor.