KUDA BEBAN SEBAGAI ALAT TRANSPORTASI DI KECAMATAN SAIPAR DOLOK HOLE KABUPATEN TAPANULI SELATAN PROPINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI RAHMADANI SIREGAR
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN RAHMADANI SIREGAR. D14070001. 2011. Kuda Beban Sebagai Alat Transportasi di Kecamatan Saipar Dolok Hole Kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara. Skripsi. Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
: Prof. Dr. Ir. Pollung Siagian, MS : Dr. Ir. Kartiarso, M.Sc
Kuda berasal dari spesies Equus caballus yang dahulu merupakan bangsa dari jenis kuda liar. Kini sudah menjadi hewan yang didomestikasi dan memegang peranan penting bagi kehidupan manusia dan berfungsi sebagai mata pencaharian, alat transportasi, olahraga, dan sarana rekreasi. Kuda beban merupakan alat transportasi yang digunakan oleh masyarakat di kecamatan Saipar Dolok Hole untuk dimanfaatkan tenaganya. Kuda beban digunakan untuk membawa barang-barang di punggungnya, yang diletakkan di sisi kiri dan kanan kuda dan biasanya digunakan untuk melewati daerah yang sulit dijangkau oleh kendaraan umum. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan memahami tentang manajemen pemeliharaan kuda beban yang digunakan sebagai alat transportasi di kecamatan Saipar Dolok Hole, dan mengetahui permasalahan yang dihadapi kusir dalam pemeliharaan kuda beban serta berusaha memberikan saran dalam upaya peningkatan produktivitasnya. Penelitian ini dilakukan pada pertengahan bulan Juli sampai dengan akhir bulan Agustus 2010 di Desa Situnggaling Kecamatan Saipar Dolok Hole yang merupakan tempat dimana para kusir beristirahat dan menitipkan kuda mereka. Metode yang digunakan adalah dengan cara pengamatan dan wawancara. Data penelitian dianalisa secara deskriptif. Hasil wawancara terhadap 21 orang responden diketahui bahwa pekerjaan sebagai kusir kuda adalah pekerjaan sambilan, sedangkan pekerjaan utama adalah petani sawah dan kebun. Pendidikan kusir yang rendah menunjukkan bahwa penerapan manajemen pemeliharaan kuda beban masih jauh dari sistem pemeliharaan yang diharapkan. Pendapatan kusir ditentukan oleh harga hasil pertanian saat dijual. Kuda yang digunakan sebagai pengangkut beban adalah kuda Batak berjenis kelamin jantan yang dibeli dari agen di Dolok Sanggul Tapanuli Utara. Sebagian besar kuda bertanda wajah polos, dengan warna dasar bulu coklat, berbadan kurus, dan bentuk punggug melengkung. Pemeliharaan kuda beban yang diterapkan oleh para kusir masih tergolong sederhana dan tradisional, sehingga perlu perbaikan dalam manajemen pemeliharaan kuda terutama perkandangan, pakan, perawatan, dan penanganan kesehatan. Kuda beban mempunyai peralatan penting yaitu pelana, yang berfungsi melindungi tubuh kuda dari gesekan beban yang dibawanya. Kata Kunci
: Equus caballus, kuda beban, transportasi tradisional.
ABSTRACT Pack Horse as Transportation in North Sumatera R. Siregar, P. H. Siagian, and Kartiarso Horse has a big role in human life, such as transportation. The aim of this research was to collect information of management horse system for human goods transporter in Saipar Dolok Hole. The data was analyzed descriptively. The result showed that horse has been an important transportation to carry agriculture commodities. It doesn’t need a good education to be a coachman. The horses that were used for draft animal was Batak horse. The horses and their equipment is supplied by horse agency seller in Dolok Sanggul, North Tapanuli. Majority of the horses had a solid facial marking with brown basic colour of coat. The maintenance management of horse that use as draft horse is very traditional because the limited knowledge and equipment that coachman had. The coachman has his knowledge from other friends who also have a horse and long life experiences, that way can be affected in maintenance management of horses. The goverment and coachman have an important role to increase prosperity of horse in the future. Keyword : Pack Horse, Traditional Transportation
KUDA BEBAN SEBAGAI ALAT TRANSPORTASI DI KECAMATAN SAIPAR DOLOK HOLE KABUPATEN TAPANULI SELATAN PROPINSI SUMATERA UTARA LEMBAR PERNYATAAN
RAHMADANI SIREGAR D14070001
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul
:Kuda Beban Sebagai Alat Transportasi di Kecamatan Saipar Dolok Hole Kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara
Nama
: Rahmadani Siregar
NIM
: D14070001
Menyetujui, Pembimbing Utama,
(Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS) NIP: 19460825 197711 1 001
Pembimbing Anggota,
(Dr. Ir. Kartiarso, M.Sc) NIP: 19460416 197403 1 001
Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian: 31 Maret 2011
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 02 Mei 1989 di Simangambat, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara pasangan Bapak Sariam Siregar dan Ibu Rosny Tanjung. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1995 di Sekolah Dasar Negeri 142627 Simangambat dan diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di Madrasah Tsanawiyah Darul Mursyid. Penulis melanjutkan pendidikan di Madrasah Aliyah Darul Mursyid pada tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun 2007. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb. Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan limpahan rahmat-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kuda Beban Sebagai Alat Transportasi di Kecamatan Saipar Dolok Hole Kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara”. Skripsi ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang kuda beban sebagai alat transportasi di Kecamatan Saipar Dolok Hole Kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara, dan mengetahui
manajemen pemeliharaannya serta dapat memberikan solusi dalam
pemeliharaan kuda sebagai alat transportasi. Diharapkan skripsi ini dapat digunakan oleh kusir yaitu pemilik kuda dalam memelihara kuda, pemerintah daerah, dan perguruan tinggi khususnya Institut Pertanian Bogor, serta sebagai sumber informasi bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan ternak kuda. Skripsi ini membahas manajemen pemeliharaan kuda yang dimanfaatkan sebagai alat transportasi dan hal lain yang berkaitan dengan ternak kuda. Tahapan penulisan skripsi diawali dengan pembuatan proposal. Tahap berikutnya adalah pengamatan langsung di Desa Situnggaling Kecamatan Saipar Dolok Hole yang merupakan tempat berkumpul dan beristirahat kusir dan kuda beban. Tahap yang terakhir adalah pengolahan data dan penulisan skripsi. Penulis menyadari masih terdapat beberapa kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat berguna dan memberikan informasi tambahan kepada pembacanya.
Bogor, Maret 2011
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ..............................................................................................
i
ABSTRACT .................................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ..........................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ..........................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
v
KATA PENGANTAR .................................................................................
vi
DAFTAR ISI ................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xi
PENDAHULUAN .......................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................. Tujuan ................................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
3
Kuda .................................................................................................
3
Penyebaran Kuda di Dunia .................................................. Morfologi .............................................................................
4 5
Kuda Lokal Indonesia ......................................................................
7
Kuda Sumba dan Kuda Timor ............................................. Kuda Priangan ...................................................................... Kuda Jawa dan Kuda Padang ............................................... Kuda Makassar ...................................................................... Kuda Batak ..........................................................................
7 9 9 10 10
Manajemen Pemeliharaan Kuda ......................................................
11
Reproduksi ........................................................................... Perkandangan ....................................................................... Pakan ....................................................................................
11 12 13
Hijauan ..................................................................... Konsentrat ................................................................ Dedak Padi .................................................................
15 15 16
Kebutuhan Zat Makanan ........................................................
16
Pemberian Pakan Pada Anak Kuda ........................... Pemberian Pakan Pada Kuda Masa Pertumbuhan .....
17 18
Pemberian Pakan Pada Kuda Jantan Dewasa ............ Pemberian Pakan Pada Kuda Betina ..........................
19 19
Tata Laksana Pemberian Pakan Kuda ................................. Perawatan Tubuh ................................................................. Perawatan Kuku ................................................................... Kesehatan Kuda ...................................................................
19 20 20 21
Penentuan Umur Berdasarkan Gigi ................................................. Pemanfaatan Kuda .............................................................................
24 24
Kuda Sebagai Sumber Makanan .............................................. Kuda Sebagai Peralatan Militer ............................................... Kuda Untuk Olahraga ............................................................... Kuda Sebagai Alat Transportasi ...............................................
24 26 26 26
Kuda Beban (Pack Horse) .................................................................
28
MATERI DAN METODE ...........................................................................
29
Waktu dan Tempat ............................................................................ Materi dan Alat ................................................................................ Metode Penelitian ............................................................................
29 29 29
Pengumpulan Data Primer ................................................... Pengumpulan Data Sekunder ...............................................
29 31
Analisis Data ....................................................................................
31
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
32
Keadaan Umum Daerah Penelitian .................................................. Karakteristik Kusir ........................................................................... Karakteristik Kuda Beban ................................................................
32 35 38
Morfologi Kualitatif Kuda Beban ........................................ Morfologi Kuantitatif Kuda Beban ......................................
39 43
Peralatan yang Digunakan Kuda Beban ............................................ Manajemen Pemeliharaan Kuda Beban ...........................................
46 48
Pakan .................................................................................... Perkandangan ........................................................................ Perawatan Kuda ................................................................... Penanganan Kesehatan ........................................................
48 52 55 56
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
59
Kesimpulan ...................................................................................... Saran ................................................................................................
59 59
UCAPAN TERIMAKASIH ........................................................................
60
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
61
LAMPIRAN .................................................................................................
65
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Karakteristik Kuda Lokal Indonesia ......................................................
8
2. Jumlah Ternak Kuda di Tiap Kecamatan dalam Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2009–2010 ......................................................................
34
3. Data Populasi Ternak di Kecamatan Saipar Dolok Hole Tahun 2009-2010...............................................................................................
35
4. Karakteristik Kusir Kuda Beban ............................................................
35
5. Morfologi Kuantitatif Kuda Beban ........................................................
43
6. Komposisi Konsentart Kuda Beban ......................................................
50
7. Kandungan Gizi Gula Merah Aren ........................................................
51
8. Jumlah dan Ukuran Kandang Kuda Beban ............................................
53
9. Luas dan Jarak Kandang Kuda dari Rumah Kusir .................................
54
10. Waktu Pemandian Kuda Beban..............................................................
56
11. Jenis Penyakit dan Pengobatan pada Kuda Beban .................................
58
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Bagian-Bagian Tubuh Kuda ..............................................................
6
2. Panjang Badan (A-B), dan Lingkar Dada Kuda (C) ..........................
30
3. Tanda Wajah Kuda (Blaze, Snipe, Stripe, Bald Face, Star) ..............
31
4. Peta Kecamatan Saipar Dolok Hole...................................................
32
5. Keadaan Jalan Menuju Desa Situnggaling ........................................
33
6. Karakteristik Kusir Kuda Beban ........................................................
36
7. Karakteristik Kuda Beban ..................................................................
39
8. Tanda Wajah Kuda Beban Hasil Pengamatan ..................................
40
9. Kondisi Warna Bulu Kaki Kuda Beban .............................................
41
10. Tanda Bulu Kaki Kuda .....................................................................
41
11. Kondisi Tubuh Kuda ........................................................................
42
12. Bentuk Punggung Kuda Beban .........................................................
42
13. Pelana Kuda Beban ............................................................................
46
14. Bagian Tali Penarik dan Pendukung Kuda Beban .............................
47
15. Pakan Hijauan Kuda Beban ...............................................................
49
16. Kondisi Kandang Kuda Beban ..........................................................
53
17. Luka Pada Punggung Kuda Beban ...................................................
56
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Data Karakteristik Kusir Kuda Beban .......................................
66
2. Perhitungan Rataan Karakteristik Kusir (Pemilik Kuda Beban).
67
3. Data Karakteristik Kuda Beban .................................................
68
4. Data Usia Kusir, Lama Kerja, Lama Istirahat, Sistem Pembiakan dan Tempat Pembelian Kuda .....................................................
69
5. Perhitungan Rataan Karakteristik, Usia, Lama Kerja, dan Lama Istirahat Kuda Beban .................................................................
70
6. Data Luas dan Jarak Kandang ke Rumah Kusir ........................
71
7. Perhitungan Kebutuhan Protein Kasar Pada Pakan Kuda Beban
73
8. Lembar Quisoner Wawancara ...................................................
74
9. Gambar Kuda Beban ..................................................................
77
PENDAHULUAN Latar Belakang Kuda berasal dari spesies Equus caballus yang dahulu merupakan bangsa dari jenis kuda liar. Kini sudah menjadi hewan yang didomestikasi dan memegang peranan penting bagi kehidupan manusia. Kuda dimanfaatkan oleh manusia dalam berbagai hal, diantaranya adalah sebagai sumber pangan, alat transportasi, olahraga, pertanian, dan perang.
Kuda sebagai alat pengangkutan umum sangat penting
artinya, terutama di Kecamatan Saipar Dolok Hole karena banyak daerah yang belum dapat dilalui oleh kendaraan umum dan belum mempunyai jalan yang baik untuk dilewati, disamping itu kuda memang masih dianggap sebagai alat pengangkutan yang lebih praktis dan murah dibanding dengan alat-alat pengangkutan lainnya. Kuda yang digunakan sebagai alat transporatsi di Kecamatan Saipar Dolok Hole disebut kuda beban. Kuda beban merupakan alat transportasi yang banyak digunakan masyarakat untuk dimanfaatkan tenaganya. Kuda beban digunakan untuk membawa barangbarang di punggungnya, yang diletakkan di sisi kiri dan kanan kuda dan biasanya digunakan untuk melewati daerah yang sulit dijangkau oleh kendaraan umum. Curah hujan yang tinggi, suhu yang relatif sejuk, dan jalan yang masih terbuat dari tanah liat di Kecamatan Dolok Hole mengakibatkan jalan selalu becek dan berlumpur sehingga angkutan umum biasa sulit untuk beroperasi. Kuda beban dilengkapi dengan pelana untuk melindungi tubuhnya dari gesekan barang yang dibawa, yang terbuat dari kulit sapi atau kerbau yang kemudian dilapisi kain karung, dapat membawa barang yang beratnya seimbang antara sisi kiri dan kanan. Kuda beban dapat membawa beban diatas pelana dengan kisaran berat 80-100 kg. Beberapa hal penting yang diamati dalam penelitian ini adalah kuda, pengemudi atau kusir yang disebut “parkudo kuli”, pelana atau peralatan lain yang digunakan untuk membawa beban serta manajemen pemeliharaan yang terkait dengan kuda beban tersebut.
1
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan memahami tentang manfaat kuda beban sebagai alat transportasi di Kecamatan Saipar Dolok Hole Kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara, dan mengetahui bagaimana manajemen pemeliharaannya.
2
TINJAUAN PUSTAKA Kuda Kuda merupakan salah satu jenis ternak berlambung satu atau nonruminansia yang telah dikenal luas. Ternak ini bersifat nomadik dan kuat serta memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi. Kuda memiliki kemampuan belajar yang baik dalam mengenal suatu obyek (Kilgour dan Dalton, 1984). Kuda dari spesies Equus caballus yang dahulu merupakan bangsa dari jenis kuda liar, kini kuda sudah menjadi hewan yang didomestikasi dan secara ekonomi memegang peranan penting bagi kehidupan manusia terutama dalam pengangkutan barang dan orang selama ribuan tahun. Kuda juga dapat ditunggangi manusia dengan menggunakan sadel dan dapat pula digunakan untuk menarik sesuatu, seperti kendaraan beroda atau bajak, dan di beberapa daerah kuda digunakan sebagai sumber pangan (Ronald et al.,1996). Kuda digolongkan kedalam filum Chordata (bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui anaknya), ordo Perissodactyla (berteracak tidak memamah biak), famili Equidae, dan spesies Equus caballus. Dahulu kala terdapat hewan prakuda dengan jumlah jari kaki sebanyak lima buah yang disebut Paleohippus. Hewan tersebut kemudian berkembang dengan empat jari dan satu penunjang (split), sedangkan kaki belakangnya terdiri atas tiga jari dan satu split (Eohippus). Evolusi berlanjut dengan terbentuknya Mesohippus dan Meryhippus yang memiliki teracak kaki depan dan belakang sebanyak tiga buah. Pliohippus menjadi hewan teracak tunggal pertama yang selanjutnya berkembang menjadi kuda seperti saat ini ( Equus caballus) (Blakely dan Bade, 1991). Proses evolusi kuda terjadi melalui beberapa tahapan yang dimulai dari (1) Eohippus, berkembang pada zaman Eocene dengan tinggi badan 35 cm (20-50 cm), berat 5,5 kg, mempunyai empat jari kaki dan gigi geraham pendek yang sangat cocok untuk memakan tunas-tunas rumput, (2) Mesohippus, perkembangannya dimulai pada zaman Oligocene dengan tinggi badan 45 cm, bentuk punggung hampir sama dengan Eohippus, mempunyai kaki yang lebih panjang dengan tiga jari kaki, gigi premolar dan incisor lebih kuat dan mampu memotong daun-daun yang lebih beragam, (3) Miohippus, berkembang pada akhir zaman Oligocene dan awal zaman Miocene dengan tinggi badan sekitar 60 cm, bentuk kaki dan gigi lebih berkembang dibandingkan dengan Mesohippus, mempunyai tiga jari kaki dengan jari kaki bagian 3
tengah lebih menonjol dan mempunyai gigi seri yang lebih jelas, (4) Meryhippus, berkembang pada pertengahan dan akhir zaman Miocene dengan tinggi lebih daripada 90 cm, jari kaki tengah semakin membesar sedangkan kedua jari lainnya mengecil, gigi seri semakin jelas dan semakin cocok untuk merumput, mempunyai leher yang panjang yang memungkinkan menggapai makanan dipermukaan dan meningkatkan jarak pandang, (5) Pliohippus, berkembang pada pertengahan zaman Pleistocene sekitar enam juta tahun yang lalu. Pliohippus mempunyai tinggi sekitar 1,22 m, seluruh gigi untuk merumput telah lengkap, mempunyai persendian tulang yang sangat kuat dengan satu buah kuku dan merupakan prototype yang menggambarkan bentuk kuda modern yang ada saat ini. Pliohippus merupakan salah satu kelompok subgenetik yang mewakili zebra, keledai dan heminoid, (6) Equus caballus, berasal dari Pliohippus yang berkembang sekitar lima juta tahun yang lalu pada zaman es. Menurut bahasa latin caballus berasal dari kata fons caballinus yang diambil dari cerita dongeng tentang Pegasus (Edwards, 1994). Penyebaran Kuda di Dunia Penyebaran kuda dimulai dari Amerika Selatan, Asia, Eropa, dan Afrika yang terjadi sekitar satu juta tahun yang lalu pada akhir zaman es (9000 SM). Sekitar abad ke-16 penjelajah Spanyol mendarat di Meksiko dengan membawa 16 ekor kuda dan selanjutnya kuda tersebut berkembang dan menyebar di wilayah Amerika (Edwards, 1994). Dari penyebaran ini maka tetua kuda berasal dari tiga tipe kuda primitif yaitu: (a) Forest Horse (Equus cabalus silvaticus) adalah kuda dengan tinggi 1,52 m dan berat sekitar 545 kg. Warna bulu biasanya merah atau hitam dengan rambut yang kasar, ekor dan bulu tengkuk yang lebat, mempunyai tapak kaki yang lebar dan cocok untuk daerah berawa, (b) Asiatic Wild Horse (Equus caballus przewalskii) adalah
kuda liar yang ditemukan di Asia Tengah oleh peneliti Rusia bernama
Nikolai Mikhailovitch Przewalski pada tahun 1879. Kuda ini memiliki tinggi sekitar 1,32 m. Keempat kaki, ekor, rambut tengkuk berwarna hitam dan daerah bawah perut berwarna cream. Kuda ini berbeda dengan keturunan kuda domestik lainnya karena jumlah kromosomnya 66 sedangkan kuda domestik lainnya 64, dan (c) Kuda Tarpan (Equus cabalus glemini) adalah kuda liar yang menyebar ke Eropa Timur sampai Stepa Ukraina. Kuda ini memiliki tinggi sekitar 1,32 m (Edwards, 1994).
4
Berdasarkan tipe tetua tersebut maka berkembanglah empat dasar tipe kuda yaitu (1) Pony tipe I, hidup di daerah Eropa Utara sampai Eropa Barat dengan tinggi badan 1,22-1,27 m, memiliki warna bulu coklat dan bay, (2) Pony tipe II, hidup di daerah utara Eurasia, tahan pada kondisi dingin dan memiliki tinggi badan 1,42-1,47 m, (3) Pony tipe III, hidup di daerah Asia Tengah dan tahan pada kondisi panas dengan tinggi badan sekitar 1,5 m, dan (4) Pony tipe IV, hidup di daerah Asia Barat merupakan kuda padang pasir dan tahan kondisi panas dengan tinggi badan sekitar 1,22 m (Edwards, 1994). Morfologi Fungsi dasar tulang adalah membentuk kerangka yang sifatnya kaku untuk melindungi semua bagian lunak serta memelihara bentuk tubuh. Kerangka melindungi bagian organ yang vital, seperti otak dalam tempurung dan sistem saraf di bagian tulang belakang. Konformasi kuda merupakan poin yang sangat penting sehingga menjadi salah satu pertimbangan, karena panjang, posisi, dan kelurusan tulang yang benar berkaitan dengan gerak kuda yang baik. Sambungan tulang terjadi pada dua atau lebih tulang yang saling bersinggungan. Sistem sambungan dan pertautan otot akan menjadikan pergerakan yang bebas dari tulang. Kombinasi antara otot dengan tulang akan memberikan bentuk pada kuda (Hamer, 1993). Orang memiliki prioritas yang berbeda dalam menilai bentuk kuda. Untuk tujuan penampilan yang bagus, tungkai dan kaki menjadi prioritas utama untuk menentukan kekokohan kuda secara cepat. Kaki depan berhubungan dengan bagian bahu. Kaki belakang memiliki peran penting dalam menggerakkan sebagian tubuh karena dorongan dari seperempat bagian otot belakang. Fungsi kekuatan dari panjang garis bagian pinggul kearah pantat harus baik, begitupun panjang garis dari pinggul ke bagian hock, yang berfungsi untuk kecepatan, dan susunan kaki belakang yang lurus menopang berat seperempat bagian belakang (Hamer, 1993). Contoh bagianbagian tubuh kuda diperlihatkan pada Gambar 1. Leher yang memanjang keatas sampai batas penglihatan serta membentuk lengkung ke garis bagian atas, secara natural memberikan posisi kepala yang nyaman (Knowles, 1994). Ekspresi wajah dari kuda dan gerakan kepala serta leher memberikan kesan pertama yang bermanfaat. Kepala memiliki ukuran proporsi besar, kepala yang padat serta pendek membutuhkan leher yang kuat untuk 5
menopangnya. Panjang dari leher dapat menjelaskan panjang langkah, sebagian besar otot di leher berperan dalam pergerakan bahu dan kaki depan. Hal ini membuat keterbatasan pada kuda untuk meletakkan kaki depan melewati garis hidung saat bergerak. Konformasi yang baik dilihat dari susunan kepala, panjang leher yang baik dan bagus, punggung yang baik dan kuat serta tidak terlalu panjang atau pendek, daerah bagian pinggang yang kuat dan seperempat bagian bagian belakang yang kuat (Hamer, 1993).
Gambar 1. Bagian-Bagian Tubuh Kuda Ukuran dalam hal ini dapat diartikan sebagai dimensi, besar, luas/ukuran suatu permukaan atau volume. Bentuk diartikan sebagai model, karakteristik atau susunan sesuatu sebagai penentu penampilan luarnya. Menurut Doho (1994) ukuranukuran tubuh juga digunakan untuk menggambarkan eksterior hewan sebagai ciri khas suatu bangsa. Pendekatan kuantitatif terhadap penciri ukuran tubuh kuda sudah dilakukan pada masa abad ke-18 yang lalu dengan menggunakan pengukuran terhadap peubah tubuh kuda Baroque. Menurut Bowling dan Ruvinsky (2000) penilaian ukuran dan bentuk tubuh kuda sudah dilakukan oleh peternak kuda tradisional, walaupun seleksi terhadap kuda hanya berdasarkan sebagian sifat dari performa kuda.
6
Kuda Lokal Indonesia Kuda yang terdapat di Indonesia pemuliaannya dipengaruhi oleh iklim tropis serta lingkungannya. Tinggi badannya berkisar antara 1,15-1,35 m sehingga tergolong dalam jenis poni. Bentuk kepala umumnya besar dengan wajah rata, tegak, sinar mata hidup serta daun telinga kecil. Ciri-ciri lain, bentuk leher tegak dan lebar. Tengkuk umumnya kuat, punggung lurus dan pinggul kuat. Letak ekornya tinggi dan berbentuk lonjong, dada lebar, sedang tulang rusuk berbentuk lengkung dan serasi. Kakinya berotot kuat, kening dan persendiannya baik. Bentuk kuku kecil dan berada diatas telapak yang kuat. Jika kuda ini berdiri, akan tampak sikapnya yang kurang serasi (kurang baik), karena kedua kaki bagian depan lebih berkembang bila dibandingkan dengan kaki belakang. Sikap berdiri seperti ini terdapat pada berbagai jenis kuda di Asia Tenggara (Jacoebs, 1994). Kegunaan kuda lokal Indonesia sebagian besar adalah sebagai sarana transportasi dan pengangkut barang, sarana hiburan, dan juga sebagai bahan pangan masyarakat lokal. McGregor dan Morris (1980), menyatakan kuda poni di Indonesia merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan untuk transportasi dan pengembangan peternakan. Tabel 1 menyajikan berbagai karakteristik kuda lokal Indonesia. Kuda Sumba dan Kuda Timor Edwards (1994) menyatakan bahwa kuda lokal Indonesia (termasuk kuda Sumba) digolongkan kedalam kuda poni. Roberts (1994), menyatakan seluruh kuda poni (termasuk kuda Sumba didalamnya ) telah beradaptasi secara fisik dan merubah gaya hidup mereka untuk bertahan pada kondisi tempat mereka hidup. Kuda Sumba pinggulnya agak tinggi dan merupakan keturunan kuda Australia yang pernah diintroduksi ke pulau Sumba. Dijelaskan kemudian bahwa kuda Sumba dianggap sebagai jenis kuda yang baik untuk kuda pacu, maka pada tahun 1841 pejantanpejantan kuda unggul, diekspor ke pulau Jawa, Singapura dan Malaysia (Straits settlements), Manila dan Mauritius (Afrika Timur). Sebagai akibatnya hanya disisakan pejantan yang berkualitas rendah, sehingga mutu peternakan merosot dan memperlihatkan dua jenis bentuk, yaitu kuda yang berbentuk kecil didaerah selatan dan timur serta kuda yang berbentuk agak besar didaerah utara dan barat (Soehardjono, 1990). 7
Tabel 1. Karakteristik Kuda Lokal Indonesia Jenis Kuda Kuda Sumba
Tinggi Badan (m) Karakteristik 1,27 -. Bentuk kepala terlihat lebih besar dibandingkan ukuran badannya dengan leher yang pendek -. Sifatnya jinak dan cerdas -. Konformasi badan kurang sempurna -. Bagian punggung kuat
Kuda Timor
1,22
-. Bentuk badan kurus dan leher pendek -. Bagian punggung lurus dengan bahu dan ekor tinggi -. Bagian tengkuk dan ekor penuh dengan bulu
Kuda Sandel
1,35
-. Ukuran tubuh kecil -. Bentuk kepala kecil dan bagus, mata yang besar -. Bulu yang lembut dan berkilauan -. Mempunyai kecepatan yang baik dan sangat aktif -. Kuku kaki yang keras dan kuat
Kuda Batak
1,32
-. Bentuk kepala bagus dengan bagian muka yang lurus, leher, pendek, dan lemah -. Memiliki bagian punggung yang panjang dan sempit dengan kaki bagian belakang ramping -. Bagian rump tinggi -. Ekor dan tengkuk mempunyai rambut yang bagus -. Posisi ekor cukup tinggi sehingga sangat baik dalam pergerakan
Kuda Jawa
1,27
-. Memiliki stamina yang baik dan tahan terhadap panas -. Ukuran tubuh lebih besar dibandingkan kuda poni lainnya -. Sifatnya jinak -. Kaki dan persendiannya tidak berkembang dengan baik sehingga mempengaruhi kekuatannya
Kuda Padang
1,27
-. Kuku kaki keras dan bentuknya bagus -. Bagian tumit lemah -. Mempunyai konformasi yang baik tetapi pertulangannya kecil
Kuda Makasar
1,25
-. Daya tahan tubuh kuat -. Kaki tegap dan kuat -. Bertemperamen stabil
Kuda Flores
1,24
-. Bentuk badan kecil dan sifatnya jinak
Kuda Bima
-
-. Bentuk badan kecil -. Memiliki pinggang yang pendek -. Daya tahan tubuh baik dan memiliki langkah yang cepat
Sumber : Edwards, 1994; Soehardjono, 1990
Kuda Sumba memiliki penampilan yang primitif, tinggi sekitar 1,27 m perbandingan kepala lebih besar daripada badan, dan bagian kepala lebih mengarah tipe Mongolian dengan leher yang pendek, konformasi kuda Sumba tidak sempurna
8
tetapi bagian punggung sangat kuat (Edwards, 1994). Zaman pemerintahan Portugis di Indonesia pada abad ke-16, populasi kuda Timor sangat tinggi, rasio antara pemilik kuda dengan kuda Timor adalah 1 : 6, atau satu orang memiliki enam ekor kuda. Kuda Timor digunakan untuk membawa barang, alat transportasi, dan berkuda. Kuda Timor memiliki ciri-ciri tinggi badan 1,22 m dan leher yang pendek serta bentuk punggung yang lurus (Edwards, 1994). Kuda Priangan Kuda Priangan dibentuk di pulau Jawa sekitar abad ke-17, dibentuk melalui persilangan antara kuda lokal dengan kuda Arab dan Barbarian. Saat ini kuda Priangan tidak memiliki konformasi yang sama dengan kuda Arab, akan tetapi menempati lokasi yang panas dan memiliki ketahanan terhadap cuaca panas yang tinggi seperti kuda Arab. Daya tahan dan stamina untuk berlari dalam jarak jauh juga diturunkan oleh kuda Arab, meskipun ukuran tubuhnya lebih kecil. Kuda Priangan dapat dikatakan tangguh dan kuat meskipun memiliki ukuran tubuh yang kecil, mempunyai kepala yang khas dengan telinga panjang dan mata yang cerdas, leher pendek dan berotot serta dada lebar dan dalam, pertulangan dapat dikatakan baik tetapi kurang begitu berkembang dengan tulang cannon yang panjang. Kuda Priangan dapat mempunyai beberapa warna dengan tinggi pundak 112-122 cm (Kingdom, 2006). Kuda Jawa dan Kuda Padang Kuda Arab dan kuda Barb diperkirakan datang ke Indonesia dibawa oleh pedagang Arab pada awal abad ke-17, pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, dan memiliki pengaruh terhadap kuda keturunan Jawa. Keturunan kuda terpilih, dikembangkan di Padang Mengabe dan diperkirakan memiliki pengaruh dalam meningkatkan konformasi kuda poni lokal Sumatera. Kuda Arab tidak hanya mempengaruhi penampilan kuda poni Jawa, tetapi mempengaruhi stamina dan daya tahan terhadap suhu
panas. Kuda Barb memiliki peran utama juga dalam
perkembangan kuda poni Jawa dan karakter serta ketangguhan yang luar biasa. Kuda poni Padang merupakan perkembangan dari keturunan kuda Batak dan memiliki darah kuda Arab yang dikembangkan di Padang Mengabe oleh pemerintah Hindia Belanda (Edwards, 1994).
9
Kuda Jawa dan Padang memiliki tinggi badan 1,27 m lebih tinggi daripada kuda poni lainnya kecuali kuda Batak dan Sandelwood. Kuda Jawa biasa digunakan untuk menarik gerobak atau yang disebut sebagai sados dan terlihat tidak berkeringat saat menarik gerobak yang berat dalam kondisi cuaca yang panas. Kuda Padang memiliki konformasi yang lebih baik daripada kuda keturunan Sumatera lainnya, dimana kuda Padang memiliki cannon yang panjang, tulang yang kuat, kaki yang kuat dan cukup baik bentuknya, memiliki pastern yang terlihat lemah (Edwards, 1994). Kuda Makasar Kuda Makasar berasal dari pulau Jawa. Kuda pejantan yang berasal dari pulau Jawa dibawa ke Makasar untuk dikembangbiakkan oleh masyarakat Makasar. Kuda ini awalnya dimanfaatkan sebagai kuda tunggang atau beban bagi kepentingan operasi militer. Namun, seiring berkembangnya zaman, kuda ini mulai dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai kuda pekerja untuk transportasi dan menggarap lahan pertanian bahkan menjadikan kuda sebagai bahan makanan (Soehardjono, 1990). Soehardjono
(1990)
menambahkan
bahwa
kuda
Makasar
memiliki
tempramen yang stabil serta berdaya tahan kuat, kaki tegap dan kuat serta resisten terhadap penyakit. Tinggi kuda Makasar sekitar 1,25 m (4 kaki). Perototan yang kuat menjadikan kuda ini sering digunakan sebagai kuda beban. Kuda Batak Kuda Batak diketahui tersebar di Tapanuli Utara, terutama disekitar danau Toba. Bentuknya menyerupai kuda Mongol. Tubuhnya kecil, perimbangan tubuhnya baik, memiliki hidung yang besar dan relatif panjang, kepala sukar ditundukkan secara sempurna karena tengkuknya yang pendek, ekor duduknya tinggi, warna bermacam-macam, dan tipe kuda beban (Sostroamidjojo dan Soeradji, 1990). Kuda Batak memiliki pengaruh dari darah kuda Arab yang dikembangkan oleh pemerintah Belanda dalam rangka meningkatkan keturunan ternak kuda Indonesia melalui persilangan antara kuda lokal dengan kuda Arab. Kuda Batak berasal dari Sumatera Tengah dan biasa digunakan oleh suku Batak sebagai sumber daging dan alat pembayaran dalam perjudian. Masa sekarang, kuda Batak merupakan kuda kerja dan secara luas digunakan untuk berkuda. Kuda Batak memiliki peranan
10
penting sebagai inti dari perkembangbiakan kuda Indonesia. Kuda Batak merupakan kuda yang cakap, dengan karakter kuda Arab dan proposi yang baik, serta memiliki tinggi badan sampai 1,32 m. Sifat kuda Batak antara lain jinak, gesit dan cerdas sehingga mudah dalam pemiliharaannya (Edwards, 1994). Kuda Batak merupakan kuda terbaik dari jenis kuda Sumatera yang banyak diternakan di daerah Toba dan Karo. Kuda ini banyak digemari sebagai kuda penarik. Ciri-ciri kuda Batak adalah berahang besar, leher bagian bawah sempit, tulang bahu berbentuk lurus dan bentuk tulang punggung melengkung (Bongianni, 1995). Manajemen Pemeliharaan Kuda Reproduksi Seekor kuda dikatakan telah dewasa kelamin apabila sudah memperlihatkan tanda-tanda estrus bagi betina sedangkan untuk kuda jantan telah mampu berkopulasi dan apabila terjadi kopulasi dapat menghasilkan individu baru (Hafez, 1967). Kuda hidup dalam berbagai kelompok. Kelompok biasanya terdiri dari satu pejantan sebagai pemimpinnya yang hidup dengan sekelompok kuda betina dan anaknya. Kuda jantan mengawini kuda betina, tetapi tidak dengan anak betinanya (Kilgour dan Dalton, 1984). Tomaszewksa et al (1991) menyatakan dalam keadaan liar, seekor kuda jantan terpisah dari betina beberapa hari sebelum betina birahi dan ovulasi. Kuda pejantan merupakan salah satu faktor penting dalam peternakan kuda. Pejantan yang baik akan menghasilkan keturunan yang baik pula. Cara memilih pejantan yang baik adalah dengan melihat sertifikatnya dapat menelusuri riwayatnya dan memeriksa tingkat kesuburannya. Pejantan yang akan dikawinkan mulai diberikan makanan yang bergizi dan vitamin kira-kira 2-3 bulan sebelum pengawinan, dengan tujuan untuk meningkatkan kesuburan pejantan. Pejantan sebaiknya diistirahatkan dan dijauhkan dari kuda jantan lainnya agar tidak mengalami stress sebelum masa kawin. Pejantan yang akan digunakan sebagai pemacek sebaiknya sudah berumur empat tahun (Jacoebs, 1994). Seekor kuda betina mencapai masa dewasa kelamin pada umur sekitar 12-15 bulan. Sedangkan untuk kuda jantan dewasa kelamin dicapai pada umur sekitar 24 bulan (Blakely dan Bade, 1991). Rataan lama siklus birahi kuda betina 20 hari dan
11
lama birahi berlangsung kira-kira enam hari dengan variasi 1-24 hari, memperlihatkan banyaknya variasi dalam panjang siklus dan periode penerimaan betina terhadap pejantan. Kebanyakan kuda betina ovulasi dalam waktu 48 jam dari akhir periode birahi (Ginther, 1979). Jacoebs (1994) menyatakan kuda betina yang baru pertama kalinya dikawinkan, dipilih yang berumur tiga tahun. Masa subur kuda betina hanya berlangsung selama lima hari dan ini merupakan waktu yang baik untuk dikawinkan, karena biasanya kuda betina hanya mau dikawinkan dalam kondisi subur. Masa subur dapat diketahui dengan mendekatkan kuda betina ke pejantan dan apabila tidak menghindar sewaktu dinaiki kuda jantan, kemungkinan besar kuda betina memang sedang dalam keadaan subur. Masa subur kuda betina yang baru beranak dapat dihitung dengan kisaran 9-30 hari sesudah beranak. Kuda betina yang masa suburnya melewati kisaran tersebut dapat dikawinkan 21 hari kemudian. Lama bunting kuda betina sekitar 11 bulan atau 340 hari. Kelahiran dapat terjadi pula pada waktunya atau tujuh hari maju atau tujuh hari mundur. Pengawinan ulang sesudah beranak adalah 30 hari kemudian (McBane, 1991). Kuda betina akan birahi setiap 21 hari sekali jika tidak dalam keadaan bunting. Kuda betina umumnya memproduksi hanya satu per kelahiran. Kuda betina mencapai dewasa kelamin pada umur 12 sampai 18 bulan, sedangkan kuda jantan mencapai dewasa kelamin pada umur 24 bulan (Bogart dan Taylor, 1983). Kuda betina berfungsi sebagai induk, maka untuk melihatnya harus dipertimbangkan segi kesehatan, ketegapan, kelebaran dadanya, dan panjang tubuhnya. Semua ini berkaitan dengan perkembangan calon anak didalam tubuh induk (Jacoebs, 1994). Perkandangan Membangun kandang di daerah tropis, harus ada ventilasi sehingga pertukaran udara bisa berjalan lancar dan tidak menimbulkan hawa panas didalamnya. Air hujan jangan sampai masuk kedalam kandang. Untuk kuda yang akan beranak, digunakan kandang yang agak tertutup (Jacoebs, 1994). Atap pada kandang kuda lebih baik jika jaraknya semakin tinggi, karena dapat menghasilkan sirkulasi udara yang baik. Tinggi atap kandang minimal adalah 12 kaki atau sama dengan 3,66 m. Ketersediaan udara yang baik sangat dibutuhkan pada perkandangan kuda karena kuda mudah terkena penyakit pernafasan. Udara 12
yang bersih sangat penting untuk kesehatan dan kenyamanan kuda serta akan mempengaruhi kekuatan dari kuda tersebut. Ventilasi yang baik adalah berbentuk puncak pada atapnya dan akan sangat berpengaruh pada penanganan masalah kuda. Jendela pada kandang kuda harus berada pada posisi sejajar dengan kepala kuda (McBane, 1991). Alas lantai kandang kuda harus selalu dalam kondisi bersih dan lunak serta beralaskan serbuk gergaji atau jerami. Alas yang lunak bertujuan agar melindungi kuda ketika sedang berguling, memberikan kehangatan dan untuk kenyamanan kuda serta melindungi kaki kuda, terutama untuk kuda olahraga dan kuda pacu (McBane, 1991). Kandang kuda dewasa dengan tinggi 150 cm sebaiknya berukuran minimal 5x5 m2, memiliki pencahayaan dan ventilasi yang baik. Pintu untuk kandang harus kuat dan akan lebih baik jika pintu tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian bawah yang tertutup dan bagian atas yang berkisi, sehingga kandang tetap aman dan ventilasi baik. Kuda muda atau anak kuda lebih baik jika berada dalam kandang kelompok, karena kuda muda yang berada dalam kandang individu dan jarang beraktivitas akan mengalami kegemukan. Pembersihan kandang, tempat pakan, dan tempat minum harus rutin dilakukan (Morel, 2008). McBane (1991) menyatakan bagian kandang harus tersedia air bersih. Air minum harus diperhatikan bagi kuda betina yang sedang menyusui, karena jika kuda betina tersebut kekurangan air dalam kondisi menyusui maka air susu induk akan berkurang pula. Kandang juga harus memiliki sistem pembuangan kotoran yang baik dan adanya ketersediaan listrik untuk lampu, kipas dan lain sebagainya. Pakan Pakan yang biasanya dikonsumsi oleh kuda adalah hijauan dan konsentrat. Hijauan merupakan pakan dengan kandungan serat tinggi. Hijauan dapat berupa rumput dan legum. Konsentrat adalah campuran pakan yang mengandung serat kasar kurang dari 18% dan tinggi protein. Komposisi hijauan dan konsentrat yang diberikan pada kuda dapat bervariasi. Kuda dapat mengkonsumsi hijauan untuk hidup pokoknya sebanyak 1,5 – 2% bobot badan dan konsentrat sebanyak 0,5% bobot badan (NRC, 1989).
13
Untuk menjaga kesehatan kuda, sangat penting untuk menemukan keseimbangan yang baik antara latihan dan pakan. Hal ini sama pentingnya dalam pengaturan pakan itu sendiri agar seimbang, sehingga kuda memperoleh asupan nutrien yang dibutuhkan. Pakan yang baik secara ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini memungkinkan kita untuk memperoleh jumlah spesifik kebutuhan nutrisi bagi individu kuda. Pemberian pakan yang seimbang, pertama kali adalah dengan memahami fungsi dari berbagai jenis pakan. Hal yang penting dari setiap unsur akan sangat bervariasi tergantung dari kebutuhan kuda berdasarkan umur, kerja yang dilakukan dan kondisi lingkungan (Hamer, 1993). Ketersediaan pakan yang baik akan menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhan kuda sehingga pakan merupakan faktor penting dalam peternakan kuda. Pakan utama kuda adalah rumput dengan berbagai jenis seperti Panicum muticum dan Brachiaria mutica. Pakan rumput hanya cukup untuk digunakan bagi kelangsungan hidup tetapi untuk kuda pacu atau olahraga perlu tambahan energi bagi kuda. Konsentrat yang diberikan antara lain konsentrat sereal yang terdiri dari gandum, jagung, produk tepung, sorgum, berbagai produk padi dan produk non sereal yang terdiri dari gula bit, rumput kering, kacang-kacangan (legum) seperti kedelai dan kacang (McBane, 1991). Kuda membutuhkan pakan sekitar 2,5% dari bobot badannya setiap hari. Pakan dibagi menjadi dua kelompok yaitu konsentrat dan hijuan, tergantung pada jenis kerja yang dilakukan dan tingkat kesehatan. Perlu diingat bahwa kuda merupakan hewan merumput dan oleh karena itu saluran pencernaannya membutuhkan serat kasar setiap hari. Perbandingan antara konsentrat dan serat kasar dalam pakan kuda yang kerjanya ringan diberikan persentase serat kasar yang banyak. Kuda yang digunakan pada latihan dan berburu diberikan perbandingan pakan yang seimbang antara konsentrat dan serat kasar, sedangkan kuda untuk perlombaan diberikan perbandingan konsentrat yang tinggi dibanding serat kasarnya (Hamer, 1993). Pakan kuda yang diberikan harus sesuai dengan umur dan fungsi kuda tersebut. Umur kuda dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu 1-6 bulan, 6-12 bulan, 12-24 bulan dan diatas 24 bulan. Kuda yang berumur 1-6 bulan tidak disediakan pakan khusus, karena masih dalam masa menyusu dengan induknya.
14
Induk kuda yang sedang menyusui memerlukan kebutuhan pakan yang cukup banyak baik untuk induk kuda maupun anaknya. Induk kuda menyusui dan induk bunting memerlukan pakan tiga kali lipat terutama untuk vitamin dan mineral. Kacangkacangan dan bungkil dapat membantu pembentukan air susu dalam jumlah yang cukup. Pengaturan pemberian pakan dapat dilakukan 2-3 kali sehari yaitu pagi, siang dan sore hari tergantung dari kuda dan fungsi kuda tersebut (Jacoebs, 1994). Hijauan. Makanan utama ternak herbivora secara alami adalah hijauan yang ada di padang rumput. Selain rumput sebagai hijuan ada leguminosa yang juga termasuk dalam hijauan pakan ternak. Definisi hijauan adalah bahan makanan ternak yang memiliki kandungan serat kasar yang tinggi. Rataan nilai seratnya lebih daripada 18% dari bahan keringnya. Fungsi hijauan pada ternak herbivora adalah untuk membantu mekanisme fisiologi tubuh ternak dan memberikan suplai zat makanan pada ternak (Crampton dan Harris, 1969). Hijauan mempunyai arti yang penting dalam makanan kuda. Performa yang dihasilkan kuda akan seiring dengan kualitas hijauan. Hijauan berkualitas baik akan menghasilkan performa kuda yang baik pula. Hijauan yang bagus tentunya tidak hanya sebagai sumber energi, tetapi juga sebagai sumber protein, vitamin, mineral, dan nutrisi lainnya (Mansyur, 2006). Konsentrat. Pakan utama kuda adalah rumput. Rumput hanya cukup untuk memenuhi kelangsungan hidup sehingga dibutuhkan pakan tambahan yaitu konsentrat dan vitamin. Pakan konsentrat merupakan pakan sumber energi bagi kuda. Konsentrat yang dapat diberikan antara lain konsentrat serealia yang terdiri atas gandum, jagung, sorgum, berbagai produk sereal dan non sereal yang terdiri atas gula bit, legum seperti kedelai dan kacang (McBane, 1994). Konsentrat adalah bahan makanan yang digunakan untuk meningkatkan kandungan zat makanan total. Zat makanan yang terkandung dalam konsentrat adalah protein, karbohidrat, dan lemak. Konsentrat mengandung serat kasar kurang daripada 18% dari bahan keringnya. Pada beberapa konsentrat komersial sudah mengandung suplemen yang menyumbang mineral dan vitamin (Crampton dan Harris, 1969).
15
Dedak Padi. Dedak padi merupakan hasil ikutan penggilingan padi yang berasal dari lapisan luar beras pecah kulit dalam proses penyosohan beras. Proses pengolahan gabah menjadi beras akan menghasilkan dedak padi kira-kira sebanyak 10% pecahan-pecahan beras atau menir sebanyak 17%, tepung beras 3%, sekam 20% dan berasnya sendiri 50%. Persentase tersebut sangat bervariasi tergantung pada varietas dan umur padi, derajat penggilingan serta penyosohannya (Grist, 1972). Menurut National Research Council (1994) dedak padi mengandung energi metabolis sebesar 2980 kkal/kg, protein kasar 12,9%, lemak 13%, serat kasar 11,4%, Ca 0,07%, P tersedia 0,22%, Mg 0,95% serta kadar air 9%. Dedak padi merupakan hasil sampingan proses penggilingan padi. Pemanfaatan dedak di Indonesia saat ini hanya terbatas pada pakan ternak. Kebutuhan Zat Makanan Jumlah konsumsi bahan kering yang normal adalah 1,5-3% berat badan. Persentase tersebut berdasar dari hijuan dalam makanan dan variasi individu yang ditentukan oleh kondisi fisiologis kuda yang bersangkutan (Parakkasi, 2006). Jumlah pemberian pakan untuk kuda ditentukan pula menurut tujuan pemeliharaannya. Untuk kuda yang bekerja ringan (kurang dari 3 jam) diberi 0,5% konsentrat dan jerami 1 sampai 1,25% dari bobot badan ; kuda yang bekerja sedang (3 sampai 5 jam) diberi 1,0% konsentrat dan jerami 1 sampai 1,25% dari bobot badan ; serta untuk kuda yang bekerja berat (lebih dari 5 jam) biasanya diberikan 1,25% konsentrat dan 1,0% jerami dari bobot badannya (Blakely dan Bade, 1991). Besarnya ukuran bobot badan kuda akan mempengaruhi jumlah zat makanan yang dibutuhkan didalam pakan (Pilliner, 1992). Ada beberapa faktor yang menentukan jumlah zat makanan yang harus dikonsumsi oleh kuda yaitu tempramen, kondisi fisiologis, umur, berat badan, dan lama kerja/hari (Parakkasi, 2006). Energi adalah unsur esensial dalam hidup pokok. Kuda dapat menggunakan karbohidrat, lemak, dan protein sebagai sumber energi (Parakkasi, 2006). Besar kebutuhan energi dipengaruhi oleh komposisi dari tubuh ternak, intensitas bekerja, berat badan dan berat tumpangan, tingkat kelelahan, dan kondisi lingkungan. Besar energi untuk kehidupan pokok ternak dapat dihitung dengan persamaan : DE (Mkal/hari) = 0,975 + 0,021 W (kg), dimana W adalah bobot badan ternak (NRC, 1989). 16
Zat makanan lain yang perlu diperhatikan adalah protein. Kuda adalah ternak nonruminansia herbivora sehingga lebih diperhatikan kuantitas daripada kualitas dari protein (Parakkasi, 2006). Protein dibutuhkan untuk hidup pokok, proses reproduksi, pertumbuhan, dan kerja. Kebutuhan protein kasar (PK) untuk hidup pokok sebesar 40 g PK/Mkal DE (NRC, 1989). Pemberian Pakan Pada Anak Kuda. Ketika lahir kebutuhan pertama anak kuda adalah kolostrum karena mengandung immunoglobulin (McNamara, 2006). Ketika anak kuda baru lahir harus menerima kolostrum yang cukup dan diusahakan anak kuda dapat menyusu sendiri dengan normal. Anak kuda sering menyusu lebih dari 100 kali dalam 24 jam pada minggu pertama. Ketika berumur 10-21 hari maka anak kuda sudah harus mulai dikenalkan dengan hijauan dan konsentrat (Pilliner, 1992). Akan tetapi jumlah dan kualitas hijauan harus diperhatikan karena anak kuda umur 1-30 hari masih memiliki dinding usus yang tipis sehingga berpotensi terjadi pengelupasan atau luka karena bahan pakan. Deado et al. (1998) menyatakan bahwa 60% luka pada saluran pencernaan terjadi pada umur 1-30 hari dan 40% terjadi pada umur anak kuda umur 31-60 hari. Anak kuda akan mengalami perkembangan yang baik pada induk yang memproduksi susu normal dan dibiarkan menyusu langsung pada induknya selama 3-4 bulan (Perry et al.,2003). Pertumbuhan anak kuda akan lebih baik apabila menggunakan creep feed. Thompson et al (1988) menyatakan bahwa anak kuda yang diberi pakan creep feed dengan kandungan zat makanan sesuai NRC (1989) dan jumlah pemberian 1,5% bobot badan maka anak kuda akan memiliki bobot badan lebih besar, tinggi pundak yang lebih tinggi, dan panjang tulang metatarsal yang ketiga lebih panjang. Kerapatan struktur anak kuda dengan creep feed akan lebih rendah daripada yang tidak diberi creep feed. Creep feed diberikan pada anak kuda jika ingin mempercepat proses penyapihan. Creep feed dapat dilakukan dengan memberikan ransum konsentrat berbahan dasar skim milk dengan kandungan 18% protein kasar. Creep feed mulai diberikan setelah umur dua minggu dan berakhir pada minggu kedelapan. Creep feed sebaiknya diberikan sebanyak 0,5 kg tiap 100 kg bobot badan. Anak kuda disapih pada bobot 150-200 kg dan telah mampu mengkonsumsi 1-1,5 kg konsentrat. Setelah
17
anak kuda berumur 10-14 minggu maka pakan diberikan dengan kandungan 14-16% protein kasar (Pilliner, 1992). Anak kuda mengalami setengah dari pertumbuhannya pada tahun pertama. Anak kuda yang terlambat pertumbuhannya pada tahun pertama, biasanya tidak mempunyai kondisi yang baik pada tahun kedua, oleh karena itu anak kuda harus diberikan makanan yang cukup (Parakkasi, 2006). Kebutuhan energi tercerna untuk anak kuda berdasar NRC (1989) dapat dihitung dengan persamaan : DE (Mkal/hari) = DE hidup pokok (Mkal/hari) + (4,81 + 1,17X – 0,023X2) (PBB), dimana DE adalah digestable energy, X adalah umur (bulan ke-), dan PBB adalah pertambahan bobot badan per hari (kg). Kebutuhan protein untuk anak kuda dalam masa penyapihan sebesar 50 g/Mkal DE/hari. Pemberian Pakan Pada Kuda Masa Pertumbuhan. Pemberian pakan pada kuda lepas sapih, yearling, dan pada umur dua tahun berdasarkan tata laksananya adalah sama. Kuda pada masa pertumbuhan membutuhkan sejumlah protein dengan asam amino yang seimbang untuk pertumbuhan otot, menyumbang energi, dan membantu proses metabolisme pada tubuh. Sebaiknya pada awal pemberian diberikan 60-70% konsentrat (McNamara, 2006). Kuda lepas sapih mampu mengkonsumsi hingga 3,5 kg konsentrat dengan kandungan 14-16% protein kasar. Rasio hijuan dan konsentrat untuk lepas sapih adalah 30 : 70 berdasarkan bahan keringnya. Ketika berumur setahun, kuda membutuhkan 13,5% protein kasar dengan rasio hijauan dan konsentrat 40 : 60 dari bahan kering ransum total. Kebutuhan protein kasar menurun menjadi 11,5% ketika berumur 18 bulan dengan rasio hijauan dan konsentrat 55 : 45 dari bahan kering ransum. Sedangkan ketika berumur 24 bulan kebutuhan protein kasar mencapai 10% dengan rasio hijauan dan konsentrat 65 : 35 berdasar bahan kering ransum (Pilliner, 1992). Kebutuhan energi tercerna untuk anak kuda dalam masa pertumbuhan berdasarkan NRC (1989) dapat dihitung dengan persamaan : DE (Mkal/hari) = DE hidup pokok (Mkal/hari) + (4,81 + 1,17X – 0,023X2) (PBB), dimana DE adalah digestable energy, X adalah umur (bulan ke-), dan PBB adalah pertambahan bobot badan per hari (kg). Kebutuhan protein kasar (PK) untuk anak kuda dalam masa pertumbuhan (yearling) sebesar 45 g/Mkal DE/hari dan untuk kuda umur dua tahun kebutuhan PK sebesar 42,5 g/Mkal DE/hari.
18
Pemberian Pakan Pada Kuda Jantan Dewasa. Kuda jantan mengkonsumsi konsentrat sekitar 0,75-1,5 kg dengan kualitas yang baik setiap 100 kg bobot badannya. Ketika kuda jantan bekerja berat maka membutuhkan makanan dengan palatabilitas yang tinggi dan perlu adanya suplemen vitamin dan mineral. Vitamin yang sering kurang adalah vitamin E yang berhubungan langsung dengan fertility (Pilliner, 1992). Kuda jantan mengkonsumsi ransum dengan rasio konsentrat dan hijauan adalah 50:50 berdasar bahan kering ransum yaitu 1 lb konsentrat dan 1 lb hijauan setiap 100 lb bobot badannya. Pada saat musim kawin kuda jantan dengan bobot badan 500 kg membutuhkan 820 g protein kasar dan 20,5 Mkal DE per ekor per hari (NRC, 1989). Ketika bukan musim kawin kuda hanya membutuhkan zat makanan untuk hidup pokoknya. Kebutuhan energi tercerna untuk pejantan menurut NRC (1989) dapat dihitung dengan persamaan : DE (Mkal/hari) = 1,25 x DE hidup pokok (Mkal/hari) , dimana DE adalah digestable energy. Kebutuhan protein untuk kuda pejantan sebesar 40 g/Mkal DE/hari. Kebutuhan Pakan Pada Kuda Betina. Kuda betina yang tidak bunting tidak boleh terlalu gemuk dan tidak boleh terlalu kurus. Pemberian pakan kuda betina tidak bunting berdasarkan aktivitas yang dilakukan. Ketika aktivitas rendah, pada ransum kuda betina dibutuhkan 7,5-8% protein kasar, sedangkan kuda betina yang bekerja berat dan cepat membutuhkan 9,5-10% protein kasar dalam ransum, karena banyaknya protein kasar yang dibutuhkan disesuaikan dengan aktivitasnya, semakin berat tingkat aktivitasnya semakin tinggi pula kebutuhan proteinnya (Pilliner, 1992). Kebutuhan energi tercerna untuk kuda betina menurut NRC (1989) dapat dihitung dengan persamaan : DE (Mkal/hari) = 1,4 + 0,03 bobot badan (kg), dimana DE adalah digestible energy untuk hidup pokok. Kebutuhan protein untuk betina yang tidak bunting dan tidak sedang menyusui sebesar 40 g/Mkal DE/hari. Tata Laksana Pemberian Pakan Kuda Manajemen pakan perlu memperhatikan aturan pemberian pakan yaitu kebersihan seluruh tempat pakan dan air minum, pemberian pakan sedikit tetapi
19
sering, diusahakan fluktuasi kualitas pakan sekecil mungkin, jaga kebersihan dan kualitas pakan, usahakan ada bahan pakan yang masih segar seperti rumput segar, sesuaikan pakan dengan kondisi fisiologis ternak, tidak membiarkan ternak dalam keadaan kekenyangan apabila akan bekerja berat, air harus tersedia sebelum dan sesudah makan, pemberian pakan yang teratur, jangan memberikan vitamin dan mineral suplemen yang melebihi batas (McBane, 1995). Dalam pemberian pakan kuda usahakan sedikit serat dan pemberian pakan sesuai dengan umur ternak (Hamer, 1993). Sumber energi utama yang digunakan adalah glukosa, pati, dan serat. Untuk menghemat biaya pakan menurut McCall (1997) adalah pemanfaatan secara optimal hijauan berkualitas dan kuantitas zat makanan, perhatikan panduan penggunaan bahan pakan apabila ada, perhatikan kandungan zat makanan dalam bahan pakan, tidak menambahkan feed additive apabila tidak diperlukan, berikan pakan sesuai kebutuhan ternak, berikan obat cacing secara rutin, pemeriksaan gigi kuda secara rutin, berikan pakan kuda secara individu, pemberian pakan berdasarkan berat dan bukan volume, serta pemberian pakan secara teratur. Perawatan Tubuh Hal pertama yang harus dilakukan untuk membuat tubuh kuda bersih adalah selalu menjaga kebersihan peralatan yang digunakan untuk membersihkan kuda seperti sikat dan roskam (rose comb), karena alat yang kotor tentunya akan membuat tubuh kuda menjadi kotor. Karena kuda pada umumnya memiliki aktivitas banyak, maka perawatan tubuh yang wajib untuk dilakukan setiap hari adalah grooming. Grooming yaitu menyikat tubuh kuda dengan sikat khusus (body rush) dan roskam. Grooming bertujuan untuk menyingkirkan kotoran-kotoran yang berada di kulit kuda. Frekuensi grooming yang tepat adalah dilakukan dua kali sehari yaitu sebelum dan setelah kuda beraktivitas. Kuda tidak perlu terlalu sering dimandikan. Hanya kuda yang terlihat kotor yang wajib untuk dimandikan. Frekuensi mandi yang terlalu sering akan membuat kulit kuda menjadi kering karena kelembaban tubuhnya hilang (Gredley, 1999) Perawatan Kuku Perawatan kuku penting artinya bagi kesehatan kuda. Bahkan ada pepatah yang mengatakan “No hoof, no horse” yang dapat diartikan jika tidak ada kuku maka
20
tidak ada kuda. Kuda yang memiliki berat badan ratusan kilogram hanya ditumpukkan pada keempat kukunya sehingga jika terdapat kuku kaki yang sakit maka hidup kuda tidak akan dapat bertahan lama. Perawatan kuku yang diperlukan bagi kesehatan kuda adalah pembersihan kuku, pemotongan kuku, peladaman, dan pemeriksaan kesehatan kuku (Gredley, 1999). Pembersihan kuku meliputi tindakan memotong bagian ujung kuku kuda yang berlebih. Seperti kuku pada jari manusia, kuku kuda juga bertambah panjang ukurannya. Pemotongan kuku yang baik seharusnya dilakukan tiap enam sampai delapan minggu sekali, agar kuku selalu berada pada bentuk normal dan tidak mengganggu kuku saat berjalan dan berlari (Gredley, 1999). Kesehatan Kuda Memperhatikan kesehatan
kuda perlu dilakukan secara teratur untuk
menghasilkan performa kuda yang selalu baik. Program kesehatan pada ternak kuda meliputi pencegahan penyakit, pemberian obat cacing, dan tindakan pertolongan pertama. Unsur pertama dalam tata laksana pemeliharaan kesehatan kuda adalah kebersihan, baik kebersihan kandang maupun kuda itu sendiri. Kotak-kotak makanan, alas tidur, dan area kandang harus dikelola sebagaimana mestinya untuk mencegah timbulnya
masalah. Temperatur kandang seharusnya
mendekati
temperatur luar untuk mengurangi kemungkinan munculnya penyakit-penyakit pernafasan. Salah satu gejala pertama dari masalah apapun biasanya adalah rendahnya nafsu makan atau bahkan tidak mau makan sama sekali. Kuda yang sehat hampir selalu lapar dan ingin makan (Blakely dan Bade, 1991). Salah satu penyakit yang sering menyerang kuda adalah kolik. Gangguan pencernaan ini disebabkan oleh makan yang berlebih, minum berlebih pada waktu panas, makanan berjamur, dan investasi cacing gelang. Usus terhalang atau terjepit, dan menimbulkan rasa sakit, sedangkan kuda sangat sensitif. Tanda-tandanya adalah bergerak terus menerus, kesakitan, berkeringat, berguling-guling, dan tentu saja adanya rasa tidak nyaman. Tanda-tanda lainnya adalah kuda menolak untuk makan. Pengobatannya adalah dengan mengajak kuda berjalan-jalan sampai dokter hewan datang. Minyak mineral seringkali diberikan melalui pipa yang dimasukkan kedalam lambung (stomach tube) untuk menghilangkan pemadatan (Blakely dan Bade, 1991).
21
Kolik adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan adanya sakit di daerah perut, baik yang berasal dari alat pencernaan makanan maupun bukan, yang ditandai dengan kegelisahan, kesakitan dan secara langsung dengan gangguan peredaran darah dengan segala manifestasi kilinisnya. Kuda mudah menderita kolik karena kekhususan susunan anatomi pencernaannya, yaitu : lambung kuda berukuran relatif kecil, hingga untuk memenuhi kebutuhannya, makanan harus tidak terlalu lama tinggal didalam lambung ; pylorus kuda letaknya terjepit diantara kolon dorsal dan ventral ; kolon dorsal dan ventral tergantung longgar pada mesentrium yang panjang hingga mudah mengalami pemutaran atau perubahan letak anatomis (Subronto, 1985). Banyak hal yang dapat menyababkan kolik sehingga sangat penting untuk mengetahui secara tepat tipe serta penyebab dari kolik tersebut untuk dapat menetukan prognosis dan melakukan terapi. Ada beberapa macam kolik diantaranya adalah kolik konstipasi, spasmodic, timpani, sumbatan, lambung, dan trombo-emboli. Kolik konstipasi merupakan jenis kolik yang paling sering terjadi, kebanyakan kasus terjadi karena kurang berkualitasnya pakan, kurangnya jumlah air yang diminum, kelelahan setelah pengangkutan, keadaan gigi yang kurang baik sehingga pakan tidak dapat dikunyah dengan sempurna, setelah operasi, setelah pengobatan cacing, dan pada anak kuda yang baru dilahirkan karena retensi mukoneum. Gejala-gejala yang terlihat apabila menderita kolik konstipasi adalah kuda nampak lesu, nafsu makan sangat menurun atau hilang sama sekali, nafsu untuk minum biasanya masih ada. Rasa sakit pada daerah perut tidak begitu nyata, hingga untuk beberapa hari kuda tidak akan menunjukkan gejala-gejala klinis yang menyolok (Subronto, 1985). Kolik spasmodic adalah kolik akut, disertai dengan rasa mulas yang biasanya berlangsung tidak lama, akan tetapi terjadi secara berulang kali. Rasa mulas ditimbulkan oleh kenaikan gerak peristaltik usus
sehingga menyebabkan
tergencetnya syaraf. Kenaikan peristaltik ini dapat menyebabkan diare. Kolik spasmodic dapat terjadi karena pemberian pakan yang kasar yang sulit dicerna, dan penggantian pakan yang dilakukan mendadak. Gejala yang diperlihatkan kuda yang menderita kolik spasmodic antara lain kuda tidak tenang, menghentak-hentakkan kaki pada lantai dan untuk mengurangi rasa sakit kuda akan berguling-guling (Subronto, 1985).
22
Kolik timpani (Flatulent Colic) adalah kolik yang disertai dengan timbunan gas yang berlebihan pada kolon dan sekum. Pembebasan gas yang tertimbun terhalang oleh perubahan lain dari saluran pencernaan. Kolik jenis ini dapat terjadi akibat konsumsi pakan yang mudah mengalami fermentasi, atau faktor lain yang menyebabkan turunnya peristaltik, hingga memudahkan tertimbunnya gas yang berlebihan. Gejala yang timbul akibat kolik timpani antara lain distensi abdomen akan terlihat dari luar, baik di sebelah kiri maupun kanan. Kuda akan jadi gelisah, memukul-mukul lantai kandang, berjalan tanpa tujuan, dan tidak jarang kuda akan berguling-guling. Rasa sakit yang sangat akan merangsang keluarnya keringat yang berlebihan dan akan menyebabkan hilangnya nafsu makan dan minum (Subronto, 1985). Kolik sumbatan ditandai dengan adanya ingesta yang terhalang di usus oleh adanya batu usus atau bola serat kasar. Kolik ini juga ditandai dengan adanya rasa sakit
yang berlangsung secara progresif,
penurunan kondisi, dan gejala
autointoksikasi (penyakit yang disebabkan keracunan dari dalam tubuh sendiri). Kolik sumbatan dapat terjadi oleh adanya sumbatan di usus yang disebabkan pemberian makanan yang kasar dan kurangnya air yang diminum. Karena pakan banyak tercampur dengan tanah, lama kelamaan tanah dan serat kasar akan terikat dalam bentuk batu usus. Kuda yang menderita kolik sumbatan menunjukkan sakit yang meningkat sedikit demi sedikit, nafsu makan dan minum perlahan menurun, kuda nampak lesu dengan selaput mata yang hiperemik, dan dehidrasi terlihat jelas (Subronto, 1985). Kolik lambung terjadi akibat meningkatnya volume lambung yang berlebihan. Kolik ditandai dengan ketidaktenangan, anoreksia total (berkurangnya nafsu makan), rasa sakit yang terjadi mendadak atau sedikit demi sedikit, dan muntah. Kolik trombo-emboli terjadi akibat gangguan aliran darah kedalam suatu segmen usus, sebagai akibat terbentuknya simpul-simpul arteri oleh migrasi larva cacing Strongylus vulgaris. Cacing Strongylus vulgaris terdapat di semua bagian dunia. Banyak kuda yang mengalami infestasi cacing berat tanpa diserati gejala klinis yang nyata. Anak kuda yang berumur enam bulan keatas banyak yang terinfeksi oleh cacing tersebut (Subronto, 1985).
23
Penentuan Umur Berdasarkan Gigi Umur kuda dapat diperkirakan melalui bentuk dan jumlah gigi. Anak kuda dengan umur 6 sampai 10 bulan mempunyai gigi sebanyak 24 buah yang disebut dengan gigi susu, dimana gigi tersebut terdiri dari 12 gigi seri dan 12 gigi geraham. Gigi seri meliputi tiga pasang pada bagian rahang atas dan tiga pasang pada bagian rahang bawah (Bogart dan Taylor, 1983). Mengunyah dapat membuat gigi seri menjadi usang (aus dan menipis). Proses pengusangan gigi seri dimulai pada gigi seri bagian pusat (dari pertengahan) dan berlanjut secara menyamping. Anak kuda dengan umur satu tahun, bagian pusat gigi seri sudah mulai usang; umur 1,5 sampai 2 tahun gigi seri mulai pada bagian pertengahan hingga bagian luar dan mengarah kesamping sudah mulai usang. Proses penanggalan gigi seri dimulai pada umur 2,5 tahun. Gigi seri bagian pusat tanggal terlebih dahulu dan akan menjadi gigi parmanen. Kuda yang berumur empat tahun ditandai dengan tanggalnya gigi bagian pertengahan dan pada umur lima tahun, bagian luar, atau samping, gigi seri sudah mulai tanggal dan digantikan dengan gigi permanen. Kuda yang berumur lima tahun ini dikatakan telah bermulut “penuh” karena semua gigi telah permanen. Umur 6 sampai 8 tahun gigi parmanen sudah usang yang mulai dari bagian pusat hingga bagian pertengahan mengarah kesamping (Bogart dan Taylor, 1983). Pemanfaatan Kuda Pemanfaatan kuda oleh manusia bermacam-macam tergantung pada tipe, umur dan kebiasaan, yaitu (1) sebagai sumber makanan, (2) sebagai peralatan militer (3) sebagai kuda olahraga, dan (4) kuda pertanian atau kuda tarik atau sebagai alat transportasi. Kuda Sebagai Sumber Makanan Awalnya, kuda diburu oleh manusia untuk dijadikan sebagai sumber makanan. Pemburuan kuda ini terjadi sebelum kuda didomestikasi sekitar 25.000 juta tahun yang lalu. Tulang-tulang kuda tertimbun di Solutre, Rhone Valley, Perancis Selatan. Tulang ini diperkirakan berasal dari peternakan kuda yang memiliki 100.000 ekor kuda (Ensminger, 1962).
24
Pengenalan daging kuda dimulai pada abad ke-19 oleh negara Perancis melalui sebuah masakan (taboo) yang berasal dari daging kuda. Hal ini merupakan kejadian langka pada abad tersebut. Saat itu, taboo menjadi bahan perdebatan besar, tidak hanya dengan status masakan Perancis, tetapi juga dengan status kuda tersebut. Sedangkan legalisasi daging kuda untuk makanan manusia pada tahun 1866 dibenarkan terutama atas dasar sosial ekonomi. Konsumsi kuda menjadi kontroversi karena status ternak kuda yang menjadi ternak kesayangan (Spring, 2007). Ternak kuda mempunyai potensi cukup besar sebagai salah satu sumber makanan. Potensi tersebut dapat dilihat dari populasi ternak dan produksi daging yang dihasilkan. Tiga daerah yang menjadi penghasil daging kuda terbesar di Indonesia yaitu Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Ditjenak, 2009). Daging kuda memiliki kandungan gizi yang hampir setara dengan jenis daging ternak. Evanousky dan Foster (1997) melaporkan bahwa daging kuda di Amerika banyak diminati karena kandungan proteinnya yang tinggi, rendah lemak, cita rasa yang agak manis dan mempunyai keempukan yang lebih baik daripada daging sapi. Perkembangan konsumsinya sangat lambat dibandingkan dengan perkembangan konsumsi daging asal ternak ruminansia dan unggas. Perkembangan ini tergantung pada umur potong, bangsa kuda dan keberadaan fungsinya sebagai hewan pekerja. Sistem yang digunakan untuk potongan kuda di Amerika adalah sama dengan sistem potongan (retail cuts) pada sapi. Karakteristik dagingnya yang telah diketahui antara lain adalah lebih banyak daging (lean) dibanding ternak lainnya dan mempunyai rasa yang agak manis. Daging dari kuda berumur lebih daripada tiga tahun mempunyai warna merah terang dan lebih baik dalam flavour. Daging dari kuda muda lebih empuk dan mempunyai warna yang lebih terang. Potongan daging kuda yang paling populer berasal dari hindquarter, tenderloin, sirloin, fillet steak, dan rump (Evanousky dan Foster, 1997). Stull (1997) menyatakan bahwa umumnya ternak kuda yang dipotong di Amerika memiliki kondisi tubuh yang ideal untuk menghasilkan daging yang baik.
25
Kuda Sebagai Peralatan Militer Manusia menggunakan kuda sebagai sarana dalam berperang. Kuda ditunggangi para prajurit dan untuk mengangkut peralatan perang seperti alat pemanah dan pelanting bata. Menurut catatan sejarah, penggunaan kuda dalam kemiliteran sudah dilakukan oleh bangsa-bangsa Kassistan di Mesopotania, Hyksas di Mesir, Milarnia di Syria, dan Arya di India sejak tahun 1700-1400 SM (Soehardjono, 1990). Pemanfaatan berbagai jenis kuda sebagai penunjang tempur mengalami kemajuan terutama setelah Inggris pada abad XVIII menggunakan satuan kavaleri dalam pasukannya di Amerika. Penggunaan kuda sebagai sarana militer berkembang di Indonesia sejak berdirinya kerajaan-kerajaan Hindu-Budha yang mulai berperang dan kuda digunakan sebagai kendaraan perang (Soehardjono, 1990). Kuda Untuk Olahraga Kuda digunakan sebagai sarana berolahraga atau biasa disebut pacuan kuda. Pacuan kuda adalah olahraga berkuda yang paling alami. Kuda dirancang menggunakan kecepatannya untuk mengalahkan lawan-lawannya. Seekor kuda pacu dilatih untuk menahan berat pada punggungnya atau joki dan sejumlah kendali tertentu, tetapi faktor yang paling menentukan keberhasilannya adalah kondisi kuda (Pilliner dan Houghton, 1991). Olahraga berkuda di Indonesia dikembangkan oleh bangsa Belanda sebelum perang dunia kedua di beberapa tempat di pulau Jawa. Olahraga ini awalnya hanya diperuntukkan oleh kalangan keluarga kerajaan, namun tahun 1929-1930-an olahraga ini mengalami perkembangan yang pesat dengan seringnya diselenggarakan pertandingan di Jakarta dan Bandung. Olahraga ini mengalami kemunduran dan hampir lenyap pada masa pendudukan Jepang. Usaha peternak memajukan olahraga ini dengan cara mendatangkan kuda jenis tunggang dari Australia dalam rangka mengusahakan pemuliaan kuda yang ada (Soehardjono, 1990). Kuda Sebagai Alat Transportasi Peranan kuda tidak hanya sebagai sumber makanan, tetapi sudah mulai bergeser menjadi alat transportasi, rekreasi, dan olahraga. Namun, fungsi kuda sebagai alat transportasi sehari-hari sudah banyak mengalami penurunan, karena
26
adanya alat-alat transportasi berteknologi tinggi seperti mobil dan angkutan umum lainnya. Akan tetapi, di beberapa tempat di Indonesia kuda masih banyak digunakan sebagai alat transportasi. Variasi alat transportasi yang menggunakan kuda antara lain adalah Kereta Perang, Kereta Kencana, dan Kereta Kuda (Angga, 2009). Delman
merupakan
salah
satu
alat
transportasi
tradisional
yang
pengoperasiannya tidak menggunakan mesin melainkan menggunakan kuda sebagai penggantinya. Delman masih banyak digunakan di Indonesia dan Belanda. Orang Belanda sering menyebut kendaraan ini dengan nama dos-a-dos (punggung pada punggung, arti harfiah bahasa Perancis), yaitu sejenis kereta yang posisi duduk penumpangnya saling memunggungi. Istilah dos-a-dos kemudian oleh penduduk pribumi Batavia disingkat menjadi sado (Angga, 2009). Alat transportasi lain yang menggunakan kuda adalah gerobak. Komponen delman terdiri dari kuda, gerobak, dan kusir atau pengemudi. Gerobak adalah kendaraan atau alat yang memiliki dua atau empat roda yang digunakan sebagai sarana transportasi. Gerobak dapat ditarik oleh hewan seperti kuda, sapi, kambing atau dapat pula ditarik oleh manusia. Gerobak tangan yang didorong oleh manusia digunakan secara luas diseluruh dunia (Wikipedia, 2011a). Kuda beban menggunakan pelana sebagai tempat untuk menyimpan barang. Pelana adalah barang penyokong untuk penunggang kuda maupun muatan lain yang diikatkan ke punggung hewan (Wikipedia, 2011b). Tujuan utama peggunaan kekangan pada kuda adalah untuk membantu dalam mengendalikan kuda, biasanya kekangan tidak hanya dililitkan pada bagian kepala, ada juga kekangan yang diletakkan didalam mulut kuda sehingga kuda menggigit kekangan tersebut. Kekangan yang diletakkan didalam mulut kuda disebut bit. Bit biasanya terbuat dari besi, plastik atau karet. Penggunaan bahan-bahan untuk bit sangat mengikat mulut kuda dan sensitif serta mudah terluka (McBane, 1995). Kekangan dapat diklasifikasikan kedalam lima bagian yaitu : snaffle, weymouth atau kekangan ganda, pelham, gag dan bitless bridles atau kekangan tanpa bit. Bagian-bagian kekangan dipasangkan pada bagian kepala, pipi, kening dan batang hidung, dimana semua bagian kekangan dihubungkan dengan tali kekang. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kekangan atau pelana terbuat dari kulit sapi atau kulit babi. Kulit babi merupakan bahan yang baik dalam pembuatan
27
kekangan khususnya pelana, karena kulit babi yang tipis, kuat dan elastis ( Edwards, 1963). Kuda Beban (Pack Horse) Kuda beban umumnya mengacu kepada suatu equid seperti kuda, bagal, keledai atau kuda yang digunakan untuk membawa barang-barang di punggungnya, biasanya diletakkan dalam tas yang berada disisi kiri dan kanan kuda. Biasanya kuda beban digunakan untuk melewati daerah yang sulit, dimana tidak ada jalan untuk penggunaan kendaraan beroda. Penggunaan kuda beban sudah ada sejak masa neolitik hingga saat ini. Saat ini, negara-negara barat menggunakan kuda beban untuk rekreasi, namun kuda beban masih merupakan bagian penting dari transportasi sehari-hari yang digunakan untuk membawa barang (Wikipedia, 2011c).
28
MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli- Agustus 2010 berlokasi di Desa Situnggaling Kecamatan Saipar Dolok Hole, Kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara. Desa Situnggaling merupakan tempat dimana kusir berkumpul dan kuda beban beristirahat. Materi dan Alat Materi yang diamati dalam penelitian ini adalah kuda beban, kusir yang disebut “parkudo kuli”, pelana dan peralatannya yang berasal dari desa yang berbeda dan kemudian berkumpul dan beristirahat di desa Situnggaling. Responden yang dilibatkan dalam penelitian ini terdiri dari 21 orang yaitu kusir yang juga sebagai pemilik kuda. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, meteran, kamera dan lembar wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan langsung, wawancara dan pengambilan data sekunder dari instansi terkait. Pengumpulan Data Primer Data primer dapat diperoleh dengan cara pengamatan dan wawancara langsung. Peubah-peubah yang diamati mencakup karakteristik kualitatif dan kuantitatif. 1. Karakteristik kusir (parkudo kuli), meliputi status kepemilikan, umur, pendidikan terakhir, jumlah anggota keluarga, jumlah pendapatan dan pengeluaran, lama bekerja, waktu bekerja, jarak wilayah yang ditelusuri dan jumlah kuda yang dimiliki. 2. Karakteristik kuda beban, meliputi umur, umur awal bekerja, umur produktif, lama kerja, dan lama istirahat, 3. Morfologi kuantitatif kuda, meliputi tinggi badan, lingkar dada, dan panjang badan (Gambar 2) Lingkar dada (cm). Diukur melingkar tepat dibelakang scapula dengan menggunakan pita ukur. 29
Panjang badan (cm). Diukur dari point of shoulder hingga point of buttocks dengan menggunakan pita ukur. Tinggi badan (cm). Diukur pada bagian pundak tertinggi sampai telapak kaki secara tegak lurus ke tanah dengan menggunakan tongkat.
Gambar 2. Panjang Badan (A-B,) dan Lingkar Dada Kuda (C) 4. Morfologi kualitatif kuda, meliputi tanda wajah (blaze, snipe, stripe, bald face, star, seperti terlihat pada Gambar 3), warna bulu badan (bay, black, chesnut, gray, atau white), bentuk kaki, dan bentuk punggung (lurus atau melengkung) (Chanda, 2011). 5. Pakan, meliputi jumlah dan jenis pakan yang diberikan kepada kuda baik hijauan maupun konsentrat serta frekuensi dan waktu pemberian pakan. 6. Perkandangan, meliputi bentuk, luas, alas, dan lantai kandang serta tempat pembuangan limbah. 7. Perawatan, meliputi alat-alat yang digunakan dan cara yang dilakukan dalam perawatan kuda. 8. Penyakit, meliputi jenis penyakit, waktu pemeriksaan kondisi kuda, dan cara penanganan penyakit. 9. Pelana dan peralatan yang digunakan, harga dan tempat pembelian pelana.
30
(a) Star
(b) Blaze
(c) Snipe
(d) Bald
Gambar 3. Tanda Wajah Kuda (Blaze, Snipe, Bald Face, Star) Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder diperoleh melalui penelusuran informasi pustaka, jurnal, laporan-laporan, dan internet. Data sekunder tersebut meliputi : 1. Silsilah (asal-usul) kuda, jenis kuda lokal Indonesia, data populasi kuda Kabupaten Tapanuli Selatan dari Dinas Pertanian dan Ketahanan pangan 2. Anatomi kuda, seperti ukuran-ukuran standar tubuh kuda. Analisis Data Data hasil wawancara (pengisian borang) akan dianalisis dengan menggunakan : 1. Analisa deskriptif, merupakan gambaran dari keadaan umum identitas repsoden (kusir), karakteristik kuda, dan pelana serta informasi- informasi yang diperoleh yang behubungan dengan data sekunder yang ada. 2. Gambar postur kuda untuk menggambarkan performa umum kuda beban yang menjadi objek penelitian.
31
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Daerah Penelitian Desa Situnggaling tempat penelitian dilakukan terletak di Kecamatan Saipar Dolok Hole Kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Tapanuli Selatan adalah salah satu Kabupaten di Sumatera Utara, ibukotanya ialah Sipirok. Kabupaten ini awalnya merupakan kabupaten besar dengan ibukota Padang Sidempuan, namun sejak 10 Agustus 2007 telah mengalami pemekaran. Kabupaten Tapanuli Selatan secara adiministratif terdiri dari 11 kecamatan, memiliki luas wilayah 4.313,95 km², jumlah penduduk 311.631 jiwa dengan kepadatan 72 jiwa/km². Prasarana jalan di kabupaten ini terbilang cukup parah, banyak jalan yang berlubang (Web Kab Tapselkab.go. id, 2010). Kecamatan Saipar Dolok Hole merupakan salah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan yang terdiri dari 14 desa, terletak pada ketinggian 850 m diatas permukaan laut (dpl) dengan jarak 85 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan yaitu kota Sipirok. Udaranya relatif sejuk yaitu suhu maksimum 27°C dan suhu minimum 24°C dengan curah hujan 82 hari per tahun. Topografi wilayah berbentuk datar sampai berombak sebesar 5%, berombak sampai berbukit sebesar 35%, dan berbukit sampai bergunung sebesar 60% (BPS Kecamatan Saipar Dolok Hole, 2010). Peta Kecamatan Saipar Dolok Hole dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Peta Kecamatan Saipar Dolok Hole
32
Penelitian dilakukan di Kecamatan Saipar Dolok Hole, tepatnya di Desa Situnggaling yang merupakan tempat beristirahat para kusir dan kuda beban. Desa Situnggaling berbatasan dengan ibukota Kecamatan Saipar Dolok Hole yaitu Desa Sipagimbar di sebelah Timur, Desa Sungai Pining di sebelah Barat, dan Desa Lumamis di sebelah Selatan, sedangkan rumah pemilik kuda menyebar di beberapa daerah di Kecamatan Saipar Dolok Hole. Curah hujan, suhu yang relatif sejuk dan topografi wilayah sangat berpengaruh terhadap kondisi jalan yang dilalui kuda beban dengan para kusir. Jika hujan turun kondisi jalan yang adalah tanah liat akan becek, tergenang air dan sulit untuk dilewati kendaraan umum biasa. Jalan yang tergenang air akan kering dalam waktu yang lama, karena tanah liat memiliki sifat permeabilitas yang rendah. Tanah liat memiliki sifat fisik bertekstur lengket, tidak kasar, dan basah. Teksur tanah sangat berpengaruh terhadap daya serap air, ketersediaan air didalam tanah, besar aerasi, infiltrasi, dan laju pergerakan air (Anomin, 2011). Kondisi jalan menuju Desa Situnggaling dapat dilihat pada Gambar 5.
Keadaan Jalan Setelah Hujan
Keadaan Jalan Saat Kering
Gambar 5. Keadaan Jalan Menuju Desa Situnggaling
Desa Situnggaling merupakan lokasi yang sudah sejak lama dijadikan sebagai tempat persinggahan atau istirahat kuda beban yang digunakan sebagai alat pengangkut barang. Desa Situnggaling berjarak 10 km dari desa Sipagimbar
33
merupakan tempat para pemilik kuda menjual hasil pertanian mereka. Para kusir menggunakan kuda sebagai pengangkut barang dari desa masing-masing menuju desa Situnggaling karena kondisi jalan yang kurang baik dilewati kendaraan umum biasa, namun dari desa Situnggaling menuju desa Sipagimbar akan menggunakan truk. Data dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2009-2010 diketahui bahwa ternak kuda tidak terdapat di tiap kecamatan, namun hanya tersebar di tujuh kecamatan, seperti tersaji pada Tabel 2. Berdasarkan data tersebut diketahui jumlah ternak kuda terbesar terdapat di Kecamatan Angkola Barat yaitu 566 ekor pada tahun 2009 dan 243 ekor pada tahun 2010. Tabel 2. Jumlah Ternak Kuda di Tiap Kecamatan dalam Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2009-2010 No
Kecamatan
Tahun 2009
2010
5
5
1
Batang Angkola
2
Angkola Barat
566
243
3
Angkola Selatan
129
86
4
Sipirok
14
14
5
Arse
24
24
6
Saipar Dolok Hole
58
59
7
Aek Bilah
18
18
Sumber : Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2009-2010
Total populasi ternak
kuda di Kecamatan Saipar Dolok Hole terdapat
sebanyak 58 ekor kuda pada tahun 2009 dan 59 ekor pada tahun 2010. Populasi kuda merupakan populasi terkecil jika dibandingkan dengan ternak yang lain seperti ayam buras, itik, itik manila, domba, kambing, kerbau, dan sapi. Data populasi ternak di Kecamatan Saipar Dolok Hole disajikan pada Tabel 3.
34
Tabel 3. Data Populasi Ternak di Kecamatan Saipar Dolok Hole Tahun 2009-2010 Tahun
Jenis Ternak
2009
2010
Sapi
45
92
Kerbau
123
67
Kuda
58
59
Kambing
599
820
Domba
255
590
Ayam buras
21.401
22.470
Itik
1.838
1.564
-
396
Itik Manila
Sumber : Dinas Pertanian dan ketahanan Pangan kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2009 - 2010
Karakteristik Kusir Karakteristik responden yaitu kusir kuda beban yang diamati dalam penelitian ini meliputi nama, alamat atau domisili, umur, pendidikan terakhir, jumlah anggota keluarga, pendapatan, jumlah pengeluaran keluarga, masa kerja, pekerjaan lain, lama kerja, jumlah kuda yang dimiliki dan status kepemilikan kuda, seperti disajikan pada Lampiran 1. Jumlah kusir kuda beban yang diamati sebanyak 21 orang dan hasil pengamatan karakteristik kusir kuda beban disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik Kusir Kuda Beban No
Kriteria
Rataan
Simpangan baku
KK (%)
Selang
1 Umur (tahun)
37,23
7,03
18,88
24-49
2 Jumlah anggota keluarga (orang)
7,14
2,20
30,81
4-13
3 Masa kerja (tahun)
10,14
5,59
55,13
1-20
4 Lama kerja Minggu- Kamis (jam/hari)
8,05
0,74
9,19
7-9
5 Lama kerja Jum'at-Sabtu (jam/hari)
8,81
1,57
17,82
7-12
6 Jarak tempuh Minggu-Kamis (km/hari)
9,14
2,08
22,75
6-14
7 Jarak tempuh Jum'at –Sabtu (km/hari)
21,90
2,82
12,87
17-21
Hasil wawancara memberikan informasi tentang tempat tinggal kusir yang tersebar di beberapa desa di Kecamatan Saipar Dolok Hole, seperti desa Mandala Sena, Huta Tonga, Tapus, Sitabo-tabo, Sigiringan, Biru, Sihulambu, Tolang, Huta
35
Gabu dan Gotting Pege. Keseluruhan kusir (100%) di Kecamatan Saipar Dolok Hole adalah laki-laki dan status kepemilikan kuda beban adalah milik sendiri. Rataan usia para kusir kuda beban adalah 37,23 tahun dengan kisaran 24-49 tahun. Berdasarkan kisaran umur tersebut diketahui, menjadi kusir kuda beban adalah seseorang yang masih muda dan memiliki fisik kuat untuk melakukan perjalanan jauh, karena dalam perjalanan kuda beban tidak ditunggangi namun ditarik dan kusir berjalan didepan atau disamping kuda, seperti diperlihatkan pada Gambar 6. Para kusir menyatakan bahwa menjadi kusir kuda beban adalah untuk meneruskan usaha keluarga karena dengan membawa komoditas hasil pertanian menggunakan kuda beban akan memperoleh uang untuk memenuhi biaya kebutuhan hidup.
(a)
(b)
Gambar 6. Karakteristik Kusir Kuda Beban Tingkat pendidikan para kusir kuda beban tergolong rendah, karena dari total 21 orang responden hampir keseluruhannya atau 20 orang (95,24%) berpendidikan SD dan hanya satu orang (4,76%) berpendidikan SMP. Semakin tinggi pendidikan seorang kusir maka wawasan pengetahuan akan semakin luas sehingga akan memberikan manfaat langsung terhadap tata cara pemeliharaan kuda. Keadaan pendidikan kusir menunjukkan bahwa umumnya kusir yang sekaligus sebagai pemilik kuda berpendidikan rendah karena pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang turun temurun. Keseluruhan kusir kuda beban menyatakan bahwa pekerjaan 36
sebagai kusir adalah kegiatan yang mendukung pekerjaan utama yaitu petani sawah dan kebun. Sebanyak 18 orang (85,71%) kusir kuda beban menyatakan bahwa pekerjaan utama mereka adalah sebagai petani yang memiliki sawah dan kebun yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga, sedangkan sisanya tiga orang (14,29%) disamping sebagai petani juga memiliki pekerjaan lain seperti pedagang. Rataan jumlah anggota keluarga kusir adalah 7,14 ± 2,20 orang dengan kisaran antara 4-13 orang termasuk dengan kusir sendiri. Pekerjaan dari masingmasing anggota keluarga adalah sama yaitu petani, sedangkan pekerjaan menjadi kusir bukanlah pekerjaan utama karena kuda beban memiliki peranan yang sangat penting untuk membawa komoditas hasil pertanian mereka dan sebagai transportasi ke sawah atau kebun. Besar pendapatan kusir tergantung pada harga dan banyaknya hasil pertanian yang diperoleh saat panen. Sebagian besar kusir kuda beban menyatakan tidak mengetahui secara pasti berapa besar pendapatan dan pengeluaran keluarga karena mereka menyatakan tidak pernah menghitungnya, namun jika ditinjau dari banyaknya jumlah anggota keluarga tentunya pengeluaran setiap keluarga kusir kuda beban akan berbeda. Perbedaan pengeluaran tersebut dikarenakan dalam satu keluarga masih tinggal bersama, dan masih ada anggota keluarga yang masih bersekolah. Rataan masa kerja para kusir kuda beban adalah 10,14 ± 5,59 tahun dengan kisaran antara 1-20 tahun. Masa kerja yang panjang selama beberapa tahun menunjukkan bahwa pekerjaan menjadi kusir telah lama digeluti. Pekerjaan sebagai kusir kuda beban dilakukan setelah memanen hasil pertanian dari sawah dan kebun karena mereka membutuhkan alat untuk mengangkut hasil tersebut dan dilakukan sejak mereka menikah karena merasa memiliki tanggungjawab terhadap keluarga. Lama kerja kusir kuda beban tergantung dari hari mereka bekerja. Hari Minggu sampai dengan Kamis kusir bekerja antara 7-9 jam per hari dengan rataan 8,05 ± 0,74 jam per hari. Waktu jam kerja biasanya antara pukul 08.00-17.00 WIB, karena pada hari Minggu sampai dengan Kamis para kusir kuda beban pergi ke sawah atau ladang dengan menggunakan kuda beban sebagai alat transportasi. Sedangkan pada hari Jumat dan Sabtu kusir bekerja selama 7-12 jam dengan rataan 8,81 ± 1,57 jam per hari. Lama kerja pada hari Jumat-Sabtu lebih panjang daripada
37
hari Minggu sampai dengan Kamis, karena jarak dari rumah kusir dengan desa Situnggaling lebih jauh dibandingkan jarak dari rumah kusir dengan sawah atau kebun. Jumat pagi mereka akan berangkat dari desa asal untuk menjual hasil pertanian dan akan pulang kembali pada hari Sabtu dengan membawa kebutuhan rumah tangga. Jarak yang ditempuh oleh kusir kuda beban setiap hari tidak sama, hari Minggu sampai dengan Kamis akan bekerja ke sawah dengan rataan jarak 9,14 ± 2,08 km dari rumah sampai ke sawah dan pada hari Jumat dan Sabtu kusir akan berangkat ke desa Situnggaling dengan rataan jarak 21,90 ± 2,28 km tergantung dari jarak desa Situnggaling dengan daerah asal masing-masing. Jarak yang ditempuh oleh kusir, secara keseluruhan selama bekerja dapat dikatakan tidak seragam karena kuda beban dapat melalui rute yang berbeda. Rute perjalanan terhitung mulai dari rumah kusir sampai ke desa Situnggaling, dan kembali lagi ke rumah kusir. Seorang kusir memiliki satu sampai tiga ekor kuda beban, sebagaian besar kusir (76,19%) memiliki satu ekor kuda, 19,04% memiliki dua ekor kuda, dan hanya 4,76% yang memiliki tiga ekor kuda. Karakteristik Kuda Beban Kuda beban yang digunakan untuk mengangkut barang, seluruhnya (100%), adalah kuda Batak berjenis kelamin jantan yang berasal dari Dolok Sanggul Kabupaten Tapanuli Utara. Keseluruhan kusir menggunakan kuda Batak sebagai kuda beban dengan alasan karena kuda Batak kuat, gesit dan jinak sehingga mudah dalam pemeliharaannya, sangat baik untuk digunakan mengangkut barang dan merupakan kuda yang mudah didapatkan di daerah tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Edwards (1994), bahwa kuda Batak merupakan kuda yang cakap, dengan karakter kuda Arab dan proporsinya yang baik, serta memiliki tinggi badan 1,32 m. Sifat kuda Batak antara lain jinak, gesit, dan cerdas sehingga mudah dalam pemeliharaan. Sastroamidjojo dan Soeradji (1990), menambahkan bahwa kuda Batak merupakan tipe kuda beban. Karakteristik kuda beban selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 7.
38
(a) tampak samping
(b) tampak depan
Gambar 7. Karakteristik Kuda Beban Beberapa kriteria yang menjadi bahan pertimbangan para kusir kuda beban sebelum membeli kuda antara lain sifat penurut, kuat (konformasi tubuh) dan sehat. Menurut Hamer (1993) seseorang memiliki prioritas yang berbeda dalam menilai bentuk kuda, konformasi kuda merupakan poin yang sangat penting sehingga menjadi salah satu pertimbangan, karena panjang, posisi, dan kelurusan tulang yang benar berkaitan dengan gerak kuda yang baik. Penanganan awal pada kuda sebelum digunakan tidak dilakukan oleh kusir karena setelah kuda dibeli langsung digunakan untuk mengangkut barang. Setelah kuda beban dibeli, kusir langsung memasangkan peralatan-peralatan pada kuda seperti pelana sebagai pelindung tubuh kuda dari gesekan beban, tali depan di bagian mulut, tali ekor dan perut. Kuda beban yang dimiliki oleh kusir dibeli dengan harga yang bervariasi yaitu berkisar antara Rp. 6.000.000-Rp.8.000.000,- tergantung dari kondisi kuda, bentuk fisik, dan kesehatannya. Morfologi Kualitatif Kuda Beban Morfologi kualitatif kuda beban yang diamati meliputi tanda wajah, warna bulu badan, bentuk tubuh, dan bentuk punggung. Terdapat beberapa tipe tanda wajah kuda, antara lain blaze, snipe, stripe, solid, bald face dan star. Blaze adalah tanda putih yang terdapat diantara mata sampai hidung, snipe adalah tanda putih di daerah
39
moncong atau dibawah lubang hidung, solid adalah tidak terdapat tanda dibagian wajah atau polos, dan stripe adalah tanda putih sempit yang memanjang diantatra mata sampai hidung (Chanda, 2011). Hasil pengamatan memperlihatkan sebagian besar (61,90%) kuda beban memiliki tanda wajah solid atau polos. Kuda yang memiliki tanda wajah stripe, blaze dan star masing-masing adalah 9,52, 9,52 dan 19,04% (Gambar 8).
(a) Blaze
(b) Solid
(c) Stripe
(d) Star
Gambar 8. Tanda Wajah Kuda Beban Kuda mempunyai warna dan tanda yang berbeda-beda. Warna dan tanda tersebut dapat digunakan untuk mengetahui bagian-bagian tubuh kuda, data registrasi, livestock manifest, dan kepentingan penelitian ilmiah (Chanda, 2010). Warna bulu biasa digunakan untuk mengidentifikasi kuda. Bangsa kuda tertentu memiliki warna bulu sebagai karakteristik genetik yang khas. Warna bulu kuda di Indonesia mempunyai nama tersendiri, yaitu nama lokal untuk bay adalah jargem, chesnut yaitu napas dan abu-abu adalah dauk. Warna bulu badan kuda beban terdiri dari tiga warna dasar, yaitu hitam, coklat, dan putih. Warna-warna tersebut memiliki campuran dengan warna lain akibat perkawinan silang yang dilakukan sehingga warna bulu badan kuda bervariasi antara kuda yang satu dengan kuda yang lain. Kuda yang memiliki bulu badan dengan dasar coklat, hitam, dan putih masingmasing sebesar 52,38, 38,09, dan 9,52%. Warna bulu kaki kuda tidak dapat diamati dalam penelitian ini, karena saat pengamatan dilakukan kaki kuda beban sangat kotor dan diselimuti lumpur yang diperoleh dalam perjalanan sehingga warna bulu kakinya tidak dapat diamati (Gambar 9). 40
Gambar 9. Kondisi Warna Bulu Kaki Kuda Beban Namun menurut Chanda (2011) terdapat beberapa warna bulu kaki seperti stocking, coronet, half pastern, sock, dan half cannon. Stocking adalah tanda yang memanjang dari ujung kuku sampai lutut, coronet adalah tanda putih melingkar tepat diatas kuku, half pastern adalah tanda yang memanjang dari cannon ujung kuku sampai sebelum lutut, dan half cannon adalah tanda putih yang memanjang dari ujung kuku sampai setengah kaki (Gambar 10).
Gambar 10 . Tanda Bulu Kaki Kuda Kondisi tubuh kuda beban yang diamati secara visual memperlihatkan, bahwa 57,14% kuda bertubuh kurus, 19,05% bertubuh sedang, dan 23,28% bertubuh gemuk. Bentuk tubuh kuda ditentukan berdasarkan menonjol atau tidaknya tulang pada tubuh kuda yang juga diamati secara visual. Kuda bertubuh kurus akan memperlihatkan penonjolan tulang yang jelas pada pertulangan tubuhnya (Gambar 11a) sedangkan kuda bertubuh gemuk penonjolan tulang tidak terlihat (Gambar 11b).
41
Menurut Wood (1985) dalam Body Condition Score (BCS) menyatakan, kondisi tubuh kuda menentukan keseimbangan antara asupan makanan dan pengeluaran energi. Kondisi tubuh kuda dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ketersediaan makanan, reproduksi, cuaca, aktivitas kerja, parasit, dan pemberian makanan. Untuk mengetahui kondisi tubuh kuda dapat dilakukan dengan cara visual dan palpasi yang dititik beratkan pada enam bagian tubuh kuda yaitu : loin, ribs, tailhead, withers, neck, dan shoulders.
(a) Kurus
(b) Gemuk Gambar 11 . Kondisi Tubuh Kuda
Hasil pengamatan pada bentuk punggung kuda beban diketahui 61,90% memiliki bentuk punggung melengkung dan 38,09% kuda dengan bentuk punggung lurus (Gambar 12).
(a) Lurus
(b) Melengkung
Gambar 12. Bentuk Punggung Kuda Beban 42
Morfologi Kuantitatif Kuda Beban Hasil pengamatan mengenai morfologi kuantitatif kuda beban meliputi jumlah, umur saat penelitian, umur awal bekerja digunakan sebagai kuda beban, umur produktif kuda, lama kerja, lama istirahat kuda, tinggi badan, panjang badan dan lingkar dada selengkapnya disajikan pada Tabel 5. Jumlah kuda beban yang diamati adalah 21 ekor dan semuanya berjenis kelamin jantan. Tabel 5. Morfologi Kuantitatif Kuda Beban No
Kriteria
135
Simpangan Baku 0,02
KK (%) 1,48
130-138
Rataan
Kisaran
1
Tinggi badan kuda (cm)
2
Panjang badan (cm)
88,09
4,04
4,58
83-96
3
Lingkar dada (cm)
60,95
1,59
2,60
58-64
4
Umur kuda (tahun)
8,05
3,98
49,44
4-23
5
Umur awal kuda bekerja (tahun)
4,40
1,04
23,63
3-7
6
Umur produktif kuda (tahun)
15,24
2,38
15,61
12-23
7
Lama kerja kuda (jam/hari)
8,05
0,74
9,19
7-9
8
Lama kerja kuda (hari/minggu)
6,61
0,58
8,77
5-7
9
Lama istirahat kuda (jam/hari)
15,48
1,12
7,23
14-17
Keterangan : KK : Koefisien Keragaman
Kuda beban yang diamati memiliki rataan tinggi badan sebesar 135 cm dengan kisaran 130- 138 cm, rataan panjang badan 88,09 cm dengan kisaran 83-96 cm, dan rataan lingkar dada 60,95 cm dengan kisaran 58-64 cm. Pengukuran morfologi kauntitatif kuda beban memiliki koefisien keragaman (KK) yang rendah sehingga dapat dikatakan bahwa tinggi badan (KK=1,48%), panjang badan (KK=4,58%), dan lingkar dada (KK= 2,60%) kuda beban relatif
seragam atau
hampir sama antara satu kuda dengan kuda yang lain. Umur kuda beban jantan yang digunakan untuk membawa beban adalah bervariasi untuk semua kuda dengan rataan umur 8,05 ± 3,98 tahun dalam kisaran 4-23 tahun. Beberapa kusir menyatakan kuda dapat bertahan dan digunakan untuk membawa beban sampai mencapai umur 23 tahun, asalkan kuda masih dalam keadaan sehat. Rataan umur produktif kuda beban menurut para kusir adalah 15,24 tahun. Umur produktif kuda tersebut menyatakan bahwa kuda dapat digunakan untuk
43
membawa beban selama 15-20 tahun. Koefisien keragaman pada umur kuda beban jantan yaitu sebesar 49,44% dan relatif tinggi, disebabkan kuda jantan yang digunakan untuk membawa beban yang diamati mempunyai umur yang berbeda saat digunakan. Rataan umur awal kuda beban digunakan untuk membawa beban adalah 4,40 ± 1,04 tahun dengan kisaran
antara 3-7 tahun. Para kusir menyatakan dalam
menentukan umur awal kuda bekerja tidak ditentukan oleh mereka sendiri tetapi diketahui dari agen sebagai perantara bagi pemilik kuda dengan peternak kuda di Dolok Sanggul, Tapanuli Utara. Hasil penelitian Angga (2009) menyatakan menurut para kusir kuda delman, kuda mulai menarik delman pada umur dua tahun jika kondisi kesehatannya baik, penurut, terbiasa bekerja dan akan lebih baik jika kuda berumur diatas enam tahun. Lama kerja kuda beban berkisar 7-9 jam per hari selama 5-7 hari per minggu dan masing-masing dengan rataan 8,05 jam per hari dan 6,61 hari per minggu. Lama kerja kuda beban tergantung pada pemilik kuda. Lama kerja kuda beban dan kusirnya adalah sama karena umumnya satu ekor kuda beban hanya digunakan oleh seorang kusir. Lama kerja kuda pada hari Minggu sampai dengan Kamis berbeda dengan hari Jumat dan Sabtu, karena pada hari Minggu sampai dengan Kamis kuda dibawa ke sawah atau kebun sedangkan pada hari Jumat sampai dengan Sabtu kuda digunakan untuk membawa komodoti hasil pertanian dari desa masing-masing menuju ke desa Situnggaling. Lama kerja kuda beban berhubungan dengan efesiensi kerja yang dilakukan. Menurut Parakkasi (2006) beberapa fakor yang mempengaruhi efesiensi kerja kuda antara lain yaitu : kecepatan, kemiringan lereng tempat bekerja, latihan, pakaian kuda, kelelahan, temperatur lingkungan dan pengaturan temperatur tubuh, ventilasi paru-paru, sirkulasi, darah, dan sirkulasi koroner. Kuda beban diketahui bekerja rata-rata selama 8,05 jam per hari. Semakin lama waktu yang dijalani untuk melakukan sejumlah kerja semakin lama urat daging berada dalam keadaan kerja tanpa produksi dan semakin tinggi angka untuk hidup pokok (metabolism basal, heat increament, untuk berdiri dikurangi berbaring). Sebaliknya semakin cepat proses bekerja, semakin besar energi yang digunakan urat daging bersangkutan untuk mengatasi gesekan dalam (viskositas koloid tubuh). Walau efesiensi bekerja meningkat dengan bertambahnya kecepatan bekerja, tidak
44
berarti dikehendaki tingkat kerja yang tinggi, diketahui bahwa meningkatkan tingkat kerja diluar batas kemampuan alamiah akan membahayakan hewan bersangkutan atau akan menurunkan umur produktif (Parakkasi, 2006). Kuda beban malalui rute perjalanan yang berbeda kerena berasal dari desa yang berbeda juga. Dua ekor kuda beban melewati jarak terjauh yaitu 27 km, dua ekor kuda beban melewati jarak 25 km, dua ekor kuda beban melewati jarak 24 km, empat ekor kuda beban melewati jarak 23 km, tiga ekor kuda beban melewati jarak 21 ekor, lima ekor kuda beban melewati jarak 20 km, dua ekor kuda beban melewati jarak 18 km, dan satu ekor melewati jarak 17 km. Perbedaan jarak yang ditempuh akan berpengaruh terhadap lama waktu bekerja dan tingkat kelehahan kuda beban. Kondisi jalan yang dilewati kuda beban adalah jalan berbukit dan menurun, hal tersebut juga mempengaruhi kerja yang dilakukan oleh kuda beban. Efisiensi kerja dapat menurun atau meningkat dengan keadaan curamnya lereng tempat bekerja. Kuda beban saat berangkat menuju desa Situnggaling melewati jalan berbukit sehingga kuda bukan hanya berjalan mendaki tetapi juga melawan daya gravitasi dan saat kembali menuju desa masing-masing kuda beban berjalan menurun, kuda akan menahan diri dan merupakan daya dari percepatan. Rataan lama istirahat kuda beban adalah 15,48 ± 1,12 jam per hari dengan kisaran 14-17 jam per hari, dimulai sejak setelah kuda pulang bekerja pada sore hari sampai keesokan harinya sebelum kuda beban digunakan kembali. Koefisien keragaman (KK) pada lama istirahat kuda dapat dikatakan rendah (7,23%) karena secara umum lama istirahat kuda beban adalah sama, namun pada praktiknya lama kerja kuda beban setiap hari tergantung pada kusir. Hubungan antara waktu bekerja dan istirahat menentukan efisiensi dan produktivitas kerja. Kelelahan dan
tingkat produktivitas umumnya mempunyai
hubungan yang erat. Kelelahan yang berkepanjangan tanpa ada waktu pemulihan (istirahat) yang memadai akan meningkatkan kecendrungan kemunduran kerja. Hal ini tentunya mempunyai pengaruh negatif bahkan fatal dalam berbagai aspek kehidupan maupun prestasi keja. Menurunnya produktivitas kerja sejalan dengan menurunnya kadar gula dalam darah (Hanida, 1998)
45
Peralatan yang Digunakan Kuda Beban Peralatan yang digunakan pada tubuh kuda beban untuk melindungi tubuhnya disebut sebagai pelana. Pelana adalah penyokong untuk penunggang kuda maupun muatan lain yang diikat ke punggung kuda (Wikipedia, 2011b). Pelana terdiri dari beberapa bagian yang dikenakan dan dihubungkan pada tubuh kuda. Bagian-bagian ini secara garis besar berfungsi untuk mengendalikan kuda dan menahan beban selama dalam perjalanan. Pelana yang digunakan pada kuda beban terbuat dari kulit sapi atau kerbau, dilapisi dengan kain, dan diisi rumput agar kuda tidak merasa sakit saat membawa beban di punggungnya. Rumput pengisi pelana akan diganti jika rumput sudah mulai membusuk. Pelana kuda beban dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Pelana Kuda Beban Bagian-bagian dari pelana yang dikenakan pada tubuh kuda beban berfungsi ganda yaitu untuk menarik kuda dalam perjalanan dan mengikat kuda saat istirahat, serta bagian lain sebagai pendukung yaitu penahan beban di punggung kuda. Tali pendukung tersebut diikatkan pada bagian leher, perut, dan ekor kuda sebagai penghubung pelana dengan tubuh kuda. Tali pengikat dibagian leher disebut hamban depan, tali pengikat dibagian perut disebut hamban perut, tali pengikat dibagian ekor disebut hamban ekor, dan tali pengikat beban diatas punggung kuda disebut saitan (Gambar 14). Pelana juga merupakan pakaian yang digunakan pada kuda beban. Pakaian yang dipasangkan pada kuda akan mempengaruhi efesiensi kerja yang dilakukan. Menurut Parakkasi (2006) jenis kuda yang menarik muatan (misalnya
46
kuda delman, kuda beban), pakaiannya harus dipasang dengan baik sehingga tidak mengganggu gerakan dan tidak menyakitkan kuda tersebut. Jika pemasangan pakaian kuda dilakukan dengan cara yang salah maka akan mengakibatkan luka pada punggung kuda. Dalam keadaan hujan, pakaian harus diusahakan tetap dalam keadaan kering. Kuda beban juga dilengkapi dengan kekangan yang terbuat dari tali nilon. Tujuan utama peggunaan kekangan pada kuda beban adalah untuk membantu dalam mengendalikannya. Bagian-bagian kekangan kuda beban dipasangkan pada bagian kepala, pipi, dan batang hidung, dimana semua bagian kekangan dihubungkan dengan tali kekang. Kekangan yang diletakkan didalam mulut kuda disebut bit. Bit biasanya terbuat dari besi, plastik atau karet. Penggunaan bahan-bahan untuk bit sangat penting, mengingat mulut kuda sangat sensitif dan mudah terluka (McBane, 1995). Kekangan dapat diklasifikasikan kedalam lima bagian yaitu : snaffle, weymouth atau kekangan ganda, pelham, gag dan bitless bridles atau kekangan tanpa bit. Bagian-bagian kekangan dipasangkan pada bagian kepala, pipi, kening dan batang hidung, dimana semua bagian kekangan dihubungkan dengan tali kekang. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kekangan atau pelana terbuat dari kulit sapi atau kulit babi. Kulit babi merupakan bahan yang baik dalam pembuatan kekangan khususnya pelana, karena kulit babi yang tipis, kuat dan elastis ( Edwards, 1963).
Beban
Kekangan Hamban Ekor
Tali Penarik Hamban Depan Saitan
Gambar 14. Bagian Tali Penarik dan Pendukung Kuda Beban
47
Bahan dasar tali yang digunakan untuk menghubungkan pelana dengan tubuh kuda beban antara lain kain, tali rapia, dan tali plastik. Seluruh kusir menyatakan pelana dibeli dari desa Sigordang, dengan harga pelana kuda beban yang bervariasi mulai dari
Rp. 200.000,- - 350.000,- per satuan pelana. Kusir umumnya tidak
menentukan ukuran pelana karena sudah demikian adanya saat dibeli, dan karena pelana berbentuk setengah lingkaran agar mengikuti bentuk tubuh kuda, apabila ukuran pelana yang dibeli terlalu besar maka kusir akan menarik hamban perut agar ukurannya sesuai dengan tubuh kuda beban dan begitu pula sebaliknya apabila ukuran pelana yang dibeli terlalu kecil maka kusir akan melonggarkan ikatan dibagian hamban perut saat mangikatkan pelana pada tubuh kuda beban. Manajemen Pemeliharaan Kuda Beban Manajemen pemeliharaan kuda beban diketahui dari hasil wawancara dengan 21 orang responden yaitu kusirnya. Manajemen pemeliharaan dalam penelitian ini meliputi manajemen pakan, perkandangan, perawatan dan penanganan kesehatan. Secara umum sistem pemeliharaan kuda beban di beberapa desa di Kecamatan Saipar Dolok Hole, dilakukan secara tradisional dan semi intensif, tanpa pemberian pakan yang baik, melakukan pengendalian penyakit dan perawatan kuda seadanya, oleh sebab itu penampilan fisik kuda beban terlihat kurang baik. Pemeliharaan kuda beban dilakukan oleh kusir sendiri tetapi tidak jarang keluarga juga ikut membantu. Pemeliharaan secara semi intensif, kuda pada pagi sampai menjelang siang hari digembalakan di sawah atau kebun dalam pengawasan pemilik kuda, kemudian dikandangkan pada sore hari setelah pulang dari sawah atau kebun, sedangkan perawatan dan pemeriksaan penyakit tanpa waktu yang terjadwal. Menurut McBane (1991), kegiatan manajemen pemeliharaan kuda meliputi : pengawasan kuda di lapangan rumput, mengganti alas lantai kandang, penanganan kotoran,
perawatan,
pemandian,
pencukuran,
merawat
kuku,
penanganan
transportasi, higienis kandang, kegiatan pemberian pakan berupa hijuan dan konsentrat, dan pengecekan kesehatan. Pakan Pakan yang diberikan pada kuda beban adalah hijauan dan konsentrat. Jenis hijauannya adalah Cynodon plectostachyus (Giant star gras) seperti yang
48
diperlihatkan pada Gambar 15, masyarakat disana menyebutnya rumput “manis”. Pada pagi hingga siang hari kuda beban mendapatkan rumput saat dilepas disekitar sawah atau kebun dan sore hari menjelang malam diberikan rumput didalam kandang sebanyak satu karung atau sebanyak 10-15 kg, namun pada hari Jumat dan Sabtu frekuensi pemberian pakan bisa mencapai 5-6 kali per hari karena dalam perjalanan setiap istirahat kuda diberi pakan dan minum. Waktu pemberian pakan kuda yang tepat adalah saat tubuh kuda berada pada kondisi yang tenang dan rileks sehingga pencernaan dapat bekerja dengan baik. Jika yang menjadi acuan adalah aktivitas, maka waktu pemberian yang tepat adalah saat sebelum dan sesudah kuda melakukan aktivitas yaitu pada pagi, sore dan malam hari (Drummond, 1988).
Gambar 15. Pakan Hijauan Kuda Beban Dalam mencari rumput untuk kuda beban masih dilakukan secara tradisional dengan menggunakan alat pemotong rumput sederhana yaitu sabit. Rumput diambil setiap hari dari sekitar sawah atau kebun. Menurut McIlrot (1977 ) Cynodon plectostachyus adalah tanaman tahunan berstolon yang tumbuh cepat sehingga cepat menutup tanah yang gundul, membentuk hamparan yang padat, dan disukai ternak. Tingginya mencapai 120 cm, berasal dari Afrika Timur tetapi umum terdapat di daerah-daerah
tropis.
Cukup
tahan
terhadap
penggembalaan
dan
untuk
mempertahankan agar padang penggembalaan tetap baik sangat perlu dilakukan penggembalaan berat. Jayadi (1991) menambahkan bahwa Cynodon plectostachyus mempunyai nama umum Giant star grass atau Navisha star grass. Merupakan
49
tanaman tahunan berstolon yang tumbuh cepat sehingga cepat menutup tanah yang gundul, membentuk hamparan padat dan tingginya mencapai 60-100 cm. Rumput ini sesuai untuk daerah dengan curah hujan 510-800 mm. Toleransi terhadap tanah cukup luas, tahan terhadap injakan dan penggembalaan berat. Jenis pakan lain yang diberikan pada kuda beban adalah konsentrat yang terdiri atas campuran dedak padi, bubur beras, gula merah, dan air. Pemberian konsentrat dilakukan sekali seminggu yaitu pada hari Sabtu setelah pulang dari Desa Situnggaling, sebelum diberikan konsentrat terlebih dahulu dicampurkan dengan air secukupnya agar tidak terlalu kering sehingga akan lebih mudah dicerna oleh kuda. Pemberian pakan yang dilakukan pada kuda beban berbeda dengan pernyataan Parakkasi (2006), dimana pemberian pakan hendaknya dibedakan berdasarkan umur, jenis, tipe kuda, dan aktivitas harian kuda (kegunaan). Komposisi konsentrat kuda beban tertera pada Tabel 6. Komposisi konsentrat yang diberikan pada kuda beban yaitu 44,89% dedak padi, 10,20% bubur beras, 4,08% gula merah, dan 40,81% air. Menurut Hammer (1993) jumlah total pakan yang diberikan tiap hari pada kuda sebaiknya adalah 2,5 persen dari total berat tubuhnya. Tabel. 6. Komposisi Konsentrat Kuda Beban Bahan Makanan
(Kg)
Persentase (%)
Dedak padi
2,2
44,89
Bubur beras
0,5
10,20
Gula merah
0,2
4,08
Air
2,0
40,81
Dedak padi untuk bahan baku konsentrat adalah komposisi terbanyak yang berfungsi sebagai sumber energi ditambah dengan bubur beras, dan gula aren. Dedak padi banyak mengandung fosfor dan lemak yang dapat merangsang nafsu makan kuda (Parakkasi, 2006). Dedak padi dan gula merah yang diberikan pada kuda beban berfungsi sebagai sumber rasa manis dan mengandung kalori yang tinggi. Menurut Susilowati (2002) gula aren sebagai sumber pemanis mengandung gizi lebih lengkap dibandingkan dengan gula pasir. Gula aren mengandung aroma dan rasa yang khas karena dibuat dari aren segar, lebih lunak terhadap lambung dan melancarkan
50
metabolisme tubuh. Kandungan nurtisi gula aren disajikan pada Tabel 7 . Perbandingan jumlah rumput dan konsentrat dalam pakan kuda seharusnya disesuaikan dengan aktivitas yang diberikan kepada kuda. Kuda beban termasuk kedalam kuda dengan aktivitas yang berat sehingga seharusnya perbandingan jumlah rumput dan konsentrat adalah 40 : 60 (Hamer, 1993 dan Lardy & Poland, 2001). Tetapi para pemilik kuda beban lebih mengutamakan pemberian rumput daripada konsentrat sehingga jumlah rumput lebih banyak daripada konsentrat. Hal tersebut disebabkan pemberian konsentrat memerlukan biaya tambahan yang menjadi pertimbangan bagi pemilik kuda. Tabel 7 . Kandungan Gizi Gula Merah Aren No
Zat Makanan
Dalam 100 g Gula Aren
1
Kalori
2
Karbohidrat
3
Kalsium
75 mg
4
Fosfor
35 mg
5
Besi
3 mg
6
Air
4g
268 kalori 95 g
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (Dalam Hatta, 1993)
Kebutuhan nutrisi kuda beban dalam penelitian ini dibandingkan dengan kebutuhan kuda pekerja menurut NRC (1989), ternyata kebutuhan protein kasar untuk kuda beban sudah terpenuhi, namun kebutuhan energi masih kurang dari pakan yang diberikan (Lampiran 7). Kebutuhan protein kasar dan energi untuk kuda pekerja berat menurut NRC (1989), seperti kuda beban dengan bobot badan 200 kg masing-masing adalah 592 g/hari dan 14,8 Mcal/kg, dimana dalam pakan tersedia 759,08 g/hari untuk protein kasar dan 7,23 Mcal/kg untuk energi. Protein merupakan salah satu zat gizi yang sangat berperan penting bagi semua makhluk hidup karena protein memegang peranan penting dalam fungsi struktur dan fisik semua organisme seperti perbaikan jaringan dan pemeliharaan tubuh, membentuk hormon dan enzim, serat protein dalam otot dan jaringan otot. Energi merupakan hal terpenting yang dibutuhkan untuk melakukan kerja, kekurangan energi akan berpengaruh terhadap efesiensi kerja yang dilakukan. 51
Perkandangan Kuda memerlukan tempat berteduh yang layak sebagai tempat berlindung dari cuaca yang tidak bersahabat seperti angin dan hujan. Kandang kuda setidaknya memiliki ukuran yang lebih besar daripada ukuran kuda. Kandang kuda beban terletak tidak jauh dari rumah kusir, suhu disekitar kandang relatif sejuk yaitu berkisar 24-27°C, suhu tersebut merupakan suhu yang netral untuk kuda. Menurut Ott (2004) suhu netral lingkungan untuk kuda berkisar antara 5-25°C, dan ditambahkan oleh Stull (1997) yang menyatakan, pada suhu comfort zone seekor kuda akan tumbuh lebih baik karena kuda dapat melakukan homeotermi dalam tubuhnya dengan mudah, dan ketika suhu lingkungan mencapai suhu 24 hingga 32°C ternak kuda biasanya akan meningkatkan intensitas bernafas dan keringat untuk menurunkan suhu tubuhnya. Berdasarkan
hasil
pengamatan
diketahui
bahwa
sistem
dan
jenis
perkandangan kuda beban seluruhnya (100%) menggunakan sistem tertutup dan individu. Para kusir memilih sistem perkandangan tertutup karena akan membuat kuda merasa lebih nyaman dan terlindungi dari gangguan luar, dan penempatan secara individu untuk menghindari perkelahian antara kuda. Walaupun seorang kusir memiliki kuda lebih daripada satu ekor, kusir akan tetap menggunakan kandang individu untuk menghindari perkelahian kuda yang dapat melukai antar sesamanya. Ukuran kandang kuda beban sebanyak 42,85% dikatakan berukuran sedang (3 x 2 m), sedangkan menurut Drummond (1988) ukuran kandang untuk kuda pekerja adalah 3,6 x 3 m, dengan ukuran seperti ini diharapkan kuda dapat bergerak secara leluasa dan dapat melepaskan lelahnya setelah melakukan aktivitas. Data berbagai ukuran kandang kuda beban selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8. Alas lantai kandang merupakan hal penting yang seharusnya menjadi perhatian dalam manajemen perkandangan kuda beban. Setelah melakukan pengamatan terhadap kandang kuda beban diketahui bahwa tidak satupun dari pemilik kuda yang memberikan alas lantai kandang, padahal menurut McBane (1991) alas lantai kandang kuda harus selalu dalam kondisi bersih dan lunak serta beralaskan serbuk gergaji atau jerami. Alas yang lunak bertujuan agar melindungi kuda ketika sedang berbaring, berguling, dan memberikan kehangatan dan untuk
52
kenyamanan kuda serta melindungi kaki kuda, terutama untuk kuda olahraga dan kuda pacu. Tabel 8. Jumlah dan Ukuran Kandang Kuda Beban Ukuran Kandang (m2)
Jumlah
Persentase (%)
3x2
9
42,85
3x3
5
23,80
3 x 3,5
1
4,76
4 x 2,5
3
14,28
4x3
3
14,28
Lantai kandang kuda beban terbuat dari bambu dan papan agar mudah untuk membersihkannya dan para kusir lebih mudah mendapatkan bahannya, namun di sisi lain lantai yang terbuat dari papan atau bambu dapat melukai kaki kuda jika tidak dibuat dengan baik. Atap kandang kuda beban terbuat dari jerami padi, yang menyebabkan kuda akan basah saat turun hujan, karena bagian atap tidak seluruhnya tertutup sehingga memungkinkan air dapat masuk. Kondisi kandang kuda beban yang diamati dalam penelitian ini diperlihatkan pada Gambar 16. Menurut Direktorat Jenderal Budidaya Peternakan (2000) dalam Good Farming Practice untuk ternak sapi potong, kontruksi kandang yang digunakan sebaiknya terdiri dari bahan yang kuat yang dapat menjamin kenyamanan dan keamanan bagi pegawai/buruh ternak. Lantai kandang harus kuat dan tidak licin sebaiknya terbuat dari coran semen untuk menjamin kebersihan dan memudahkan untuk didesenfeksi. Dalam hal ini Good Farming Practice yang digunakan adalah Good Farming Practice pada ternak sapi potong karena sejauh ini belum didapatkan Good Farming Practice pada ternak kuda. Sanitasi adalah kebersihan kandang dan peralatan pakan ataupun peralatan lain yang berhubungan dengan kuda beban. Sebagian besar kandang kuda beban dan peralatan makan dan minum memiliki sanitasi yang kurang baik, karena kandangnya jarang dibersihkan, dan hanya dibersihkan jika sudah banyak kotoran dan rumput yang berjatuhan, sementara peralatan kandang hanya dibersihkan seperlunya saja, lagi pula kandang kuda biasanya dibersihkan hanya sekali seminggu. Hal ini dapat
53
membahayakan kesehatan kuda karena bakteri ataupun agen penyakit akan mudah berkembang dan kuda akan mudah terserang penyakit.
(a) Lantai Bambu
(b) Atap Kandang
Gambar 16. Kondisi Kandang Kuda Beban Rataan luas kandang kuda beban adalah 8,35 ± 2,28 m2 per ekor, dengan kisaran 6-12 m2. Ukuran luas kandang yang ditempati kuda beban di desa Situnggaling ditentukan oleh besar atau tidaknya kuda, dan tergantung juga pada dari luas lahan yang dimiliki kusir. Luas dan jarak kandang ke rumah kusir disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Luas dan Jarak Kandang Kuda Beban dari Rumah Kusir Peubah
Rataan
Simpangan baku
KK
Selang
Luas kandang (m2/ekor)
8,35
2,28
27,30
6-12
Jarak kandang ke rumah kusir (m)
10,85
2,85
26,26
5-15
Keterangan : Koefisien keragaman Umumnya kandang kuda terletak disamping atau belakang rumah kusir, atau berdekatan dengan rumah kusir untuk memudahkan dalam merawat dan mengontrol kuda. Jarak kandang kuda beban dari rumah kusir adalah berkisar antara 5-15 m dengan rataan 10,85 ± 2,85 m. Letak dan ketinggian lokasi kandang terhadap wilayah sekitarnya harus diperhatikan baik lingkungan maupun topografinya, sehingga limbah cair dan padat peternakan tidak mencemari lingkungan sekitarnya dan jarak
54
terdekat antara kandang dengan bangunan lain bukan kandang minimal adalah 25 m (Direktorat Jenderal Budidaya Peternakan, 2000). Limbah dari kandang kuda beban tidak dimanfaatkan karena kurangnya pengetahuan tentang pengolahan limbah sehingga limbah hanya dikumpulkan dan dibuang, kemudian dibiarkan tertumpuk disekitar kandang. Perawatan Kuda Perawatan kuda meliputi pemotongan kuku, waktu pemandian, dan waktu pencukuran. Cara perawatan yang diterapkan kusir dapat dikatakan masih sangat sederhana, hal ini terlihat dari peralatan yang digunakan sangat sederhana dan dilakukan secara manual. Peralatan yang digunakan untuk merawat kuda beban antara lain ember, gunting, parang, palu, dan sikat. Ember dan sikat adalah alat yang digunakan untuk memandikan kuda. Parang dan palu digunakan untuk memotong kuku kuda, sedangkan gunting digunakan untuk mencukur bulu badan kuda. Tindakan grooming pada kuda dapat dilakukan setelah sebelumnya melakukan pendekatan pada kuda, seperti mengusap kepalanya, punggungya dan yang lebih penting adalah memahami karakteristik dari kuda tersebut. Item yang diperlukan untuk grooming kit menurut Robert (1994), terdiri dari dandy brush, body brush, water brush, hoof pick, hoof oil and brush, stable rubbing cloth, two small sponges, a rubber atau plastic curry comb, curry comb, mane comb, metal curry comb dan sweat scraper. Waktu untuk perawatan kuda beban tidak ditentukan oleh para kusir. Pemotongan kuku jarang sekali dilakukan, pemotongan kuku hanya dilakukan jika kusir melihat kuku kuda sudah panjang, sehingga perlu untuk dipotong. Keterbatasan pengetahuan para kusir menyebabkan perawatan kuku tidak diperhatikan sehingga mengakibatkan kuda merasa tidak nyaman saat berjalan. Perawatan yang perlu dilakukan agar bulu badan kuda tetap bersih adalah memandikannya. Frekuensi pemandian kuda yang diterapkan oleh kusir masih tergantung pada cuaca dan musim serta berapa kali kuda digunakan untuk membawa beban, semakin sering kuda bekerja maka kuda akan semakin sering dimandikan. Frekuensi waktu pemandian kuda beban yang dilakukan para kusir disajikan pada Tabel 10. Sebagian besar kusir (42,89%) memandikan kudanya tiga kali dalam dua minggu. Beberapa kusir menyatakan bahwa pemandian kuda beban yang jarang 55
dilakukan seperti satu kali dalam seminggu dikarenakan kuda dapat mengalami sakit apabila terlalu sering dimandikan. Grooming bertujuan untuk menyingkirkan kotoran-kotoran yang berada pada kulit kuda. Frekuensi grooming yang tepat adalah dilakukan dua kali sehari yaitu sebelum dan setelah kuda beraktivitas. Kuda tidak perlu terlalu sering dimandikan. Hanya kuda yang terlihat kotor yang wajib untuk dimandikan. Frekuensi mandi yang terlalu sering akan membuat kulit kuda menjadi kering karena kelembaban tubuhnya hilang (Gredley, 1999). Tabel 10 . Waktu Pemandian Kuda Beban Frekuensi
Jumlah
Persentase (%)
1 minggu 1 kali
7
33,33
1 minggu 2 kali
3
14,28
1 minggu 3 kali
2
9,52
2 minggu 3 kali
9
42,89
Memandikan kuda dilakukan agar bulu badan kuda tetap dalam keadaan bersih dari kotoran, debu yang menempel selama dalam perjalanan. Sebelum dimandikan, bulu kuda terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan sikat. Pencukuran bulu juga jarang sekali dilakukan oleh para kusir. Berdasarkan hasil wawancara, pencukuran bulu dilakukan jika kusir melihat bulu pada badan kuda sudah panjang, atau kuda menunjukkan ekspresi terganggu karena rambut bagian kepala dapat menutupi penglihatan kuda tersebut. Penanganan Kesehatan Hal yang paling ditakutkan peternak adalah jika kuda yang dipeliharanya terserang penyakit, dan akibat yang paling fatal adalah kematian. Penyakit yang sering dialami oleh kuda beban adalah kembung, luka pada punggung, patah kaki, dan flu (Gambar 17). Beberapa jenis penyakit yang sering terjadi dan cara pengobatannya menurut para kusir dan buku literatur dapat dilihat pada Tabel 11. Penyakit-penyakit tersebut (Tabel 11) sangat berpotensi menurunkan kesehatan, penularan dan bahkan menyebabkan kematian. Luka pada punggung merupakan penyakit dengan frekuensi paling sering dialami oleh kuda beban, disebabkan oleh gesekan beban yang diletakkan di punggungnya.
56
Gambar 17. Luka Pada Punggung Kuda Beban Penanganan yang dilakukan untuk mengobati luka di punggung adalah dengan memberikan campuran daun pepaya, kopi, dan karbon isi baterai. Daun pepaya sebagai obat luka termasuk famili Caricaccae, spesies Carica papaya yang mengandung vitamin A, B dan C serta kalsium, energi, protein, lemak, karbohidrat dan fosfor yang cukup tinggi. Kandungan kimia yang terdapat dalam daun pepaya antara lain enzim papain, alkaloida karparina, pseudo kaparina, glikoid, karposid, dan saponin, sakarosa, dekstrosa, dan levulosa (Wijayakusuma dan Wirian, 1994). Saponin dalam daun pepaya merupakan suatu senyawa yang memacu pembentukan kolagen, yaitu protein struktur yang berperan dalam proses penyembuhan luka (Septiningsih, 2008). Saponin juga mempunyai kemampuan sebagai pembersih sehingga efektif untuk penyembuh luka terbuka (Robinson, 1995). Harbone (1987) menyatakan bahwa senyawa flavonoid dan polifenol dalam daun pepaya juga mempunyai aktivitas sebagai antiseptik dan efektif mencegah nekrotik infeksi luka, pengerasan permukaan luka dan penebalan kulit. Khemopapain dan papain mempunyai aktivitas sebagai enzim proteolitik dan sebagai antimikroba. Terdapat empat jenis luka yang sering terjadi pada ternak kuda, antara alain adalah luka robek, luka tergores, luka memar, dan luka tertusuk. Pengobatan luka dilakukan dengan membersihkan luka dengan kapas steril, rambut dan kulit mati di sekitar luka juga dibersihkan dengan larutan antiseptik, dan jika memungkinkan
57
biarkan luka tetap terbuka ke udara karena akan membantu mencegah infeksi oleh bakteri anaerob (Hamer, 1993). Tabel 11. Jenis Penyakit dan Pengobatan pada Kuda Beban Jenis penyakit
Frekuensi
Cara pengobatan
Luka pada punggung
Sering
Mengoleskan campuran daun pepaya, karbon isi baterai dan kopi pada luka1
Kembung/gejala kolik
Sering
Memberikan obat sakit perut yang biasa dikonsumsi manusia1 Membawa kuda berjalan-jalan2 Pemberian minyak mineral2
Patah kaki
Jarang
Membalut kaki kuda1
Flu
Jarang
Membiarkan kuda terkena flu, karena lama kelamaan flu tersebut akan hilang1
Keterangan: 1) oleh Blakely dan Bade, 1991, 2) berdasarkann pengamatan di lapang
Perut kembung yang sering diderita kuda beban adalah salah satu dari gejala kolik, dimana kolik merupakan gangguan pencernaan yang disebabkan oleh makanan berlebihan, minum berlebihan pada waktu panas, makanan berjamur, dan bahkan oleh infeksi cacing gelang. Perut kembung yang dialami oleh kuda beban dapat disebabkan pemberian hijauan yang masih basah dan pemberiannya diatas tanah. Pengobatan yang dilakukan adalah memberikan obat sakit perut yang biasa dikonsumsi manusia dengan cara meminumkannya pada kuda beban, sementara menurut Blakely dan Bade (1991), pengobatan yang dilakukan adalah dengan membawa kuda berjalan-jalan dan pemberian minyak mineral. Patah kaki dan flu jarang diderita oleh kuda beban. Kuda banyak mengalami flu saat musim hujan dan patah kaki dapat disebabkan oleh banyaknya beban yang dibawa, kondisi jalan yang kurang baik untuk dilewati juga menyebabkan kuda berjalan pincang dan tidak dapat digunakan untuk membawa beban, dan dalam keadaan kaki patah yang parah dapat menyebabkan kematian pada kuda.
58
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kuda beban merupakan alat transportasi yang digunakan di beberapa desa di Kecamatan Saipar Dolok Hole sebagai pengganti kendaraan umum dan mempunyai peranan penting yang tidak tergantikan dalam pengangkutan barang walau dengan keberadaan teknologi transportasi yang terus berkembang. Sistem dan manajemen pemeliharaan kuda beban masih dilakukan berdasarkan pada kebiasaan yang turuntemurun. Manajemen pemeliharaan kuda beban secara tradisional dapat dilihat dari kandang yang tidak diberi alas, air minum dan pakan yang tidak mencukupi, tidak dilakukannya pengawinan, membiarkan pelana membatasi gerak kuda, dan penggunaan obat-obatan tradisional dalam menangani penyakit kuda. Pekerjaan sebagai kusir “parkudo kuli” adalah kegiatan pendukung pekerjaan utama yaitu petani. Kuda beban memiliki peralatan penting yaitu pelana yang melindungi tubuhnya dari gesekan beban yang dibawanya. Saran Kuda beban memegang peranan penting sebagai alat pengangkut barang bagi masyarakat di Kecamatan Saipar Dolok Hole. Pembentukan paguyuban kusir kuda beban dan mengadakan kerjasama yang baik dengan pemerintah Kecamatan Saipar Dolok Hole diharapkan dapat memudahkan kusir dalam memperoleh informasi tentang pemeliharaan kuda sehingga permasalahan yang dihadapi para kusir dapat terselesaikan. Pendekatan
masyarakat
memudahkan pemerintah dalam
(social
approach)
perlu
dilakukan
untuk
menyampaikan penyuluhan tentang bagaimana
pemeliharaan kuda pada umumnya dan khusunya pada kuda beban. Penyebaran informasi yang merata nantinya diharapkan akan memberikan dampak positif bagi kusir dan kuda bebannya, yang mana kuda beban akan mendapatkan perlakuan yang lebih baik dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraannya.
59
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirobbilalamin. Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT sehingga dengan kesehatan dan kesempatan yang diberikan-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya Penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS dan Dr. Ir. Kartiarso, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan, arahan, dan curahan kasih sayang yang diberikan selama Penulis menyelesaikan skripsi ini. Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc selaku pembimbing akademik yang juga telah memberikan bimbingan sejak Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Kepada Dr. Ir. Rudy Priyanto dan Dr. Despal, S.Pt. M.Sc. Agr selaku dosen penguji yang banyak memberikan masukan dalam penulisan, serta Ir. Afton Attabani, M.Si selaku panitia sidang. Ucapan terima kasih yang tak terkira kepada Ayah dan Ibu tercinta yang senantiasa memberikan kasih sayang dan dukungan serta selalu berdoa untuk kesuksesan Penulis. Kepada adik-adik saya tersayang (Zubeir, Maksum, Akhir, Yahya), keluarga Adela Pasaribu dan keluarga Bou Samaria Siregar atas doa dan bantuannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Desa Situnggaling terutama para kusir yang menjadi responden yang telah memberikan informasi yang bermanfaat dan atas kerjasama yang terjalin selama penelitian ini dilakukan. Terima kasih juga kepada sahabat-sahabat tercinta (Revy, Desi, Mayang, Tari Nailla, Tantia, Santi, Ade, Fuad, Handa, Halilintar Siagian) dan rekan seperjuangan di penelitian tentang kuda serta teman-teman IPTP 44 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, Penulis banyak mengucapkan terimakasih atas dukungan dan kebersamaannya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.
Bogor, Maret 2011
Penulis
60
DAFTAR PUSTAKA Angga. 2009. Performa Kuda Delman di Kota Bogor. Skripsi. Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Anonim. 2010. Sifat Fisik Tanah. http://www.debuh.com/berita-uncategromed/sifat fisik tanah. [ 9 Maret 2011] Blakely, J. dan D. H. Bade. 1991. The Science of Animal Husbandry. Printice-Hall Inc. New Jersey. Bogart, R. and E. Taylor. 1983. Scientific Farm Animal Production. 2nd Edition. Macmillan Publishing Company, New York. Bongianni, M. 1995. Simon and Schuster’s Guide to Horses and Ponies of the World. Simon and Schuster’s Inc. New York. Bowling, A. T. and A. Ruvinsky. 2000. The Genetic of Horse. CABI Publishing, London. Chanda, M. 2010. Identification of Horse. Departemen of Wildlife Clinical Science. London.
Large Animal and
Crampton, E. and L. E. Harris. 1969. Applied Animal Nutrition. 2nd Edition. W.H. Freeman and Company, San Fransisco. Deado, A. C., A. F. L. Marco, & G. Waldir. 1998. Prevalence of gastric lesions (ulcers and or erosions) and their relationship to possible stressfull factors in asymptomatic Quarter Horse Foals : endoscopic survey. J. Vet. Res. Anim. Sci. 35. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Tapanuli Selatan. 2009. Rekapitulasi Populasi Ternak Kabupaten Tapanuli Selatan. Padang Sidimpuan : Badan Pusat Statistik 2009. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Tapanuli Selatan. 2010. Rekapitulasi Populasi Ternak Kabupaten Tapanuli Selatan. Padang Sidimpuan : Badan Pusat Statistik 2010. [Ditjenak] Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian. 2009. Buku Statistik Peternakan 2009. Jakarta : Ditjenak. Direktorat Jenderal Produksi Peternakan. 2000. Pedoman Budidaya Sapi Potong yang Baik (Good Farming Practices), Jakarta. Doho, R. S. 1994. Parameter Fenotifik Beberapa Sifat Kuantitatif dan Kualitatif pada Domba Ekor Gemuk. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Drummond, M. 1988. Horse Care and Stable Management. The Crowood Press Ltd, Malborough.
62
Edwards, E. H. 1963. Saddlery. J. A. Allen & Co. Ltd Publisher. Great Britain. Edwards, E. H. 1994.The Encyclopedia of the Horse. Dorling Kindersley, London. Ensminger, M. E. 1962. Animal Science (Animal Agriculture Series). 5 th Ed. The Interstate. Printers & Publisher Inc. Danville. Evanousky, S. and J. Foster. 1997. USDA Promotes Horse and Goat Meat. http://www.usda.gov/agency/fsis/horsgoat.html [12 Maret 2011]. Freeman, D. W. 2001. Cold weather and feed requirement for horses. http://www. Horsetackreview.com/article-display/1987.html. [25 Januari 2011]. Gredley, E. 1999. Shelter and Fencing for Horse. http://www.acreageequines.com/horsecare/horsecare2.htm [12 Maret 2011] Ginther, O. J. 1979. Sexual Behavior in Reproductive Biology on the Mare : basic and applied aspect. McNaughton and Gun; Ann Arbor; Michigan. Grist, D.H. 1972. Rice. 4th Ed. Lowe and Brydine Ltd., London Hafez, E. S. E. 1967. Reproduction in Farm Animal. 5th Ed. Lea & Febiger. Philadelphia. Hamer, D. 1993. Understanding Fitness and Training. Ward Lock Book, London. Hanida, N. 1998. Kerja dan Kelelahan. BAKN. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan. Harbone, J.B., 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Bandung: ITB, hal. 10-12, 15-23, 147-157. Hatta, S. 1993. Aren Budidaya dan Multiguna. Kanisius. Yogyakarta. Houston, D. F. 1972. Rice Chemistry and Technology. American Association of Cereal Chemist, Inc. St. Paul, Minnesota. Jacobs, T. N. 1994. Budidaya Ternak Kuda. Kanisius. Yogyakarta. Kingdom, E. 2006. Priangan Horse. Http//www.equinekingdom.com/breeds/ponies/java.htm. [ 25 Januari 2011] Kilgour, R. and C. Dalton. 1984. Livestock Behaviour : A Pracrical Guide. Granada : London. Knowles, J. 1994. The ABC of Breaking and Schooling Horses. J. A. Allen & Company Limited, London. Lardy. G. and C. Poland. 2001. Feeding Management for Horse Owners. http://www.ag.ndsu.edu./pubs/ansci/horse/as953w [25 Januari 2011] Mansyur, U. 2006. Eksplorasi hijauan pakan kuda dan kandungan nutrisinya. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung.
63
McBane, S. 1991. Horse Care and Ridding a Thinking Approach. Paperback. United Kingdom. McBane, S. 1994. Modern Stable Management. Ward Lock. London. McBane, S. 1995. Know Your Pony. Ward Lock. United Kingdom. McCall, C.A. 1997. Decreasing the Cost of Feeding Horses. Animal and Dairy Sciences, Auburn University. Http://www.aces. Edu/pubs/docs/A/ANR-0849/ [ 25 Januari 2011] McGregor, P. and Morris. 1980. The Complete Book of Horse. QED Publishing, Ltd. Feltham. McIlroy, R. J. 1977. An Introduction to Tropical Grassland Husbandry. Oxford University Press, Amen House. London. McNamara, J. P. 2006. Principle of Companion Animal Nutrition. Upper Saddle, New Jersey. Morel, D. 2008. Equine Reproductive Physiology, Breeding, and Stud Management. CABI Publishing, United Kingdom. National Research Council (NRC). 1994. Nutrient Requipment of Poultry. 9th Revised Edition. National Academy Press, Washington D.C. National Research Council (NRC). 1989. Nutrient Requirement of Horses. National Academy of Sciences, United States of America. Ott, E. A. 2004. Influence of temperature stress on the energy and protein metabolism and requirements of the working horse. http://www.science Direct. Com/horse. Htm. [25 Januari 2011] Parakkasi, A. 2006. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastrik. Vol 1. UI press Indonesia. Jakarta. Pilliner, S. 1992. Horse Nutrition and Feeding. Balckwell Science. Pilliner, S. and J. Houghton. 1991. The Equine Athele. First Published. London. Ravidran, V., W. L. Bryden & E. T. Kornegay. 1995. Phytases : Occurrence Bioavailabity and Implication in Poultry Nutrition. Poultry and Avian Biology Reviews 6 (2): 125-143. Roberts, P. 1994. The Complete Horse. Multimedia Books Publishing, Ltd. London. Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi Keenam, Bandung : Penerbit ITB. Ronald, J., D. V. M. Riegal, E. Susan, & B. S. Hakola. 1996. Illustrated atlas of clinical equine anatomy and common disorders of the horse. Equistar Publication, Ltd. http://id.wikipedia.org/wiki/kuda. [24 Januari 2011] Sastroamidjojo, S. M, & Soeraji. 1990. Peternakan Umum. Yasaguna. Jakarta
64
Septiningsih, E. 2008. Efek Penyembuhan Luka Bakar Ekstrak Etanol 70% Daun Pepaya (Carica papaya l.) dalam Sediaan Gel pada Kulit Punggung Kelinci New Zealand. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. Soehardjono, O. 1990. Kuda. Yayasan Pamulang, Jakarta. Spring. 2007. They eat horses, don’t they? Caliber VII (2) : 44-45. Journal of California Press. Stull, C. L. 1997. Physiologi, balance, and management of horses during transportation. J. Anim Sci. (Abstr). Subronto. 1985. Ilmu Penyakit Ternak I. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Susilowati, D. 2002. Pemanfaatan Limbah Cair untuk Membuat Nata dengan Penambahan Gula Merah Aren. Surakarta : Laporan Penelitian Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tomaszeuka, W., I. K. Sutama. I. G. Putu & T. D. Chaniago. 1991. Reproduksi, Tingkah Laku, dan Produksi Ternak di Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Thompson, K. N., J. P. Baker, & S. G. Jackson. 1988. The influence of supplemental feed on growth and bone development of nursing foals. J. Anim Sci. University Kentucky, Lexington. Web
Kabupaten Tapanuli Selatan. 2010. Kabupaten http://www.tapselkab.go.id. [ 01 Maret 2011].
Tapanuli
Selatan.
Wijayakusuma, H. dan A. S. Wirian. 1994. Tanaman berkhasiat obat di Indonesia. Jilid III. Pustaka Kartini, Jakarta. Williamson, G. and W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis. Terjemahan : Darmadja, D.S. dan I. B. Djagra. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wikipedia. 2011a. Gerobak. http//id.wikipedia.org/wiki/Gerobak. [25 Januari 2011] Wikipedia. 2011b. Pelana. http//id.wikipedia.org/wiki/Pelanan. [25 Januari 2011] Wikipedia. 2011c. Pack Horse .http//id.wikipedia.org/wiki/Pack Horse. [25 Januari 2011] Wood, H. C.1985. Body Scoring for Tour Horse. Bulletin. Equine Facts 1010:1-4.
65
LAMPIRAN
66
Lampiran 1. Data Karakteristik Kusir Kuda Beban
No
Nama
Alamat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Rataan
Maddin Mukmin Agus PSb Hadi Shmb Agus Ranbe Pardamean Arseni Arman pohan Rasit Ritonga Herman Rtg Panaehan Kirop Rambe Sarkawi Psb Mustapa Mulai Pane Sudin Pane Daud ritonga Sangab Srg Partahian Robil Shmbg Samuddin
Sitabo-tabo Sigiringan Tapus Sihulamnu Biru Huta tonga Huta tonga T.dolok Sitabo-tabo Mandala Mandala Huta tonga Tapus Huta gabu Sigiringan Tolang Huta tonga G.pege Mandala Mandala tolang
Umur (tahun) 38 28 43 49 25 24 37 42 39 47 41 34 31 36 40 33 44 39 29 37 46 37,23
Pendidikan SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SMP SD SD
Jumlah anggota keluarga (orang) 7 5 8 6 4 8 7 7 7 4 5 6 11 9 8 9 7 6 5 8 13 7,14
Pendapatan -
Jumlah pengeluaran keluarga (Rp/bulan) 600* -
Masa kerja (tahun) 7 3 18 20 1 3 11 8 9 17 5 10 5 11 10 13 18 9 5 12 18 10,14
Lama kerja (jam/hari) Minggu- Jum’atkamis sabtu 7 9 8 10 8 10 7 9 8 7 8 7 9 8 8 9 9 8 7 7 8 7 7 7 9 9 8 9 7 8 9 10 8 12 8 7 9 10 9 12 8 10 8,05 8.81
Jarak tempuh (km) Minggukamis 10 6 9 8 10 7 8 10 6 13 10 9 8 12 10 14 8 10 7 9 8 9,14
Jum’atsabtu 27 21 21 20 18 20 20 18 27 23 23 20 24 25 21 25 20 17 23 23 24 21.90
Keterangan : (*) dalam ribu
67
Lampiran 2. Perhitungan Rataan Karakteristik Kusir (Pemilik Kuda Beban) Rumus Rataan :
Keterangan : : rata-rata Xi : ukuran ke-i dari peubah x N : jumlah sampel yang diambil dari populasi kuda
1. Umur kusir :
X = 781/21 = 37,19 tahun
2. Jumlah anggota keluarga :
X = 150/21 = 7,14 orang per keluarga
3. Masa Kerja :
X = 213/21 = 10,14 tahun
4. Lama kerja Minggu- Kamis (jam/hari) :
X = 169/21 = 8,05 jam/hari
5. Lama kerja Jumat- Sabtu (jam/hari) :
X = 185/21 = 8,81 jam /hari
6. Jarak tempuh Minggu- Kamis (km) :
X = 192/21 = 9,14 km/hari
7. Jarak tempuh Jumat- Sabtu :
X = 460/21 = 21,90 km/hari
68
Lampiran 3. Data Karakteristik kuda beban Identitas kuda No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Morfologi kualitatif
Asal Usul
Bangsa
Tanda wajah
Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul
Batak Batak Batak Batak Batak Batak Batak Batak Batak Batak Batak Batak Batak Batak Batak Batak Batak Batak Batak Batak Batak
Solid Solid Stripe Solid Solid Star solid Solid Solid Solid Star Solid Star Blaze Solid Blaze Solid Solid Star Solid Stripe
Warna bulu badan Black Brown Black Brown Black Black Black Brown White White Black Black Brown Brown Black Brown Brown Brown Brown Brown Brown Rataan
Bentuk tubuh
Bentuk punggung
Bentuk kaki
Gemuk Gemuk Gemuk Kurus Sedang Sedang Sedang Kurus Kurus Kurus Kurus Kurus Gemuk Gemuk Kurus Kurus Sedang Kurus Kurus Kurus kurus
Melengkung Melengkung Melengkung Lurus Melengkung Melengkung Lurus Lurus Lurus Melengkung Melengkung Lurus Melengkung Lurus Lurus Melengkung Melengkung Melengkung Lurus Melengkung melengkung
Tegak lurus Tegak lurus Tegak lurus Tegak lurus Tegak lurus Tegak lurus Tegak lurus Tegak lurus Tegak lurus Tegak lurus Tegak lurus Tegak lurus Tegak lurus Tegak lurus Tegak lurus Tegak lurus Tegak lurus Tegak lurus Tegak lurus Tegak lurus Tegak lurus
Morfologi kuantitatif Tinggi Panjang Lingkar badan badan dada (m) (cm) (cm) 1,37 86 62 1,33 83 60 1,35 90 60 1,37 96 63 1,38 93 60 1,32 88 60 1,36 90 62 1,38 85 63 1,38 87 63 1,34 85 60 1,30 87 60 1,36 84 61 1,37 96 64 1,35 89 62 1,37 96 60 1,35 84 60 1,36 86 58 1,36 87 62 1,33 85 61 1,37 86 58 1,35 87 61 1,35 88,09 60,95
Kuda jantan Jumlah (ekor)
Umur (thn)
2 1 1 2 3 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1,29
10 5 7 6 7 7 9 8 7 4 8 5 9 7 5 6 8 23 6 13 9 8,05
69
Lampiran 4. Data usia Kusir, Lama Kerja, Lama Istirahat, Sistem Pembiakan, dan Tempat Pembelian Kuda No
Usia awal kuda bekerja (tahun)
Usia produktif kuda (tahun)
Lama kerja kuda (jam/hari)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Rataan
3 4 4 3 6 4 6 4 5 3,5 4 4 5 4 4 5 5 7 4 5 3 4,40
15 15 13 17 14 15 17 13 14 12 16 15 17 14 15 13 15 23 13 18 16 15,24
7 8 8 7 8 8 9 8 9 7 8 7 9 8 7 9 8 8 9 9 8 8,05
Lama kerja kuda hari/minggu) 7 7 7 7 7 7 6 7 7 6 7 6 7 6 7 7 6 6 7 7 5 6,62
Lama kuda istirahat (jam/hari) 16 17 15 15 16 14 16 16 16 17 18 17 17 14 13 16 16 16 15 17 14 15,76
Pelatihan sebelum digunakan
Sistem pembiakan/kawin
Tempat pembelian kuda
Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul Dolok Sanggul
70
Lampiran 5. Perhitungan Rataan karakteristik, Usia, Lama Kerja, dan Lama Istirahat Kuda Beban
Rumus rataan =
Keterangan : : rata-rata Xi : ukuran ke-i dari peubah x N : jumlah sampel yang diambil dari populasi kuda
1. Umur kuda :
X = 169/21 = 8,05 tahun
2. Usia awal kuda bekerja :
X = 92/21 = 4, 40 tahun
3. Usia produktif kuda :
X = 320/21 = 15,24 tahun
4. Lama kerja kuda (jam/hari) :
X = 169/21 = 8,05 jam/hari
5. Lama kerja(hari/minggu) :
X = 139/21 = 6,61 hari/minggu
6. Lama istirahat kuda (jam/hari) :
X = 325/21 = 15,48 jam/hari
71
Lampiran 6. Data luas kandang dan jarak kandang ke rumah kusir 1
Kuda
Luas kandang (m2/ekor)
Jarak kandang ke rumah kusir (m)
1
Kuda1
10
10
2
Kuda2
6
12
3
Kuda3
6
5
4
Kuda4
6
10
5
Kuda5
6
8
6
Kuda6
9
11
7
Kuda7
6
15
8
Kuda8
9
15
9
Kuda9
10
5
10
Kuda10
9
10
11
Kuda11
9
15
12
Kuda12
12
10
13
Kuda13
10
10
14
Kuda14
9
12
15
Kuda15
6
13
16
Kuda16
12
13
17
Kuda17
12
12
18
Kuda18
6
10
19
Kuda19
6
9
20
Kuda20
10,5
9
21
Kuda21
6
14
Rataan
8,35
10,85
SB
2,28
2,85
72
Lampiran 7. Perhitungan Kebutuhan Protein Kasar dan Energi pada Pakan Kuda Beban Kandungan protein dedak padi : 12% Kandungan protein bubur beras : 10% Kandungan protein gula aren
: 2,28%
Komposisi Pakan Kuda Beban ∑ Pemberian (g)
PK (%)
Kandungan protein pakan (g)
Dedak padi
2,2
12
264
Bubur beras
0,05
10
5
Gula merah aren
0,2
2,28
4,56
Cynodon Plectostachyus
15
48
720
Bahan Makanan
Kuda beban mendapatkan protein dari konsentrat : 273,56 g/minggu : 39,08 g/hari Kuda beban mendapatkan protein dari hijauan
: 720 g/hari
Kuda beban mendapatkan protein dari pakan
: 759,08 g/hari
Kebutuhan protein untuk kuda pekerja berdasarkan NRC, 1989 (bobot badan 200kg) adalah : Light work
: 370 g/hari
Moderate work : 444 g/hari Intense work
: 592 g/hari
Komposisi Pakan Kuda Beban ∑ Pemberian (kg)
DE (Mcal/kg)
Kandungan energi pakan (Mcal/kg)
Dedak padi
2200
2980
6556
Bubur beras
50
2900
145
Gula merah aren
200
2680
2680
Bahan Makanan
Kuda beban mendapatkan energi dari pakan yang diberikan : 7,23 Mcal/kg
73
Lampiran 8. Lembar Quisoner wawancara LEMBAR QUISONER A. DATA KUSIR Nama
:
Umur
:
Alamat
:
Pendidikan terakhir
:
Jumlah anggota keluarga
:
Pendapatan (Rp/hari)
:
Pengeluaran keluarga (Rp/hari) : Masa kerja (tahun)
:
Lama kerja (jam/hari)
:
Lama kerja (hari/minggu)
:
Jarak yang ditempuh (km/hari) : Status kusir
:
Jumlah kuda yang dimiliki
:
B. DATA KUDA BEBAN Jenis kuda yang digunakan
:
Jenis kelamin
:
Asal pembelian kuda
:
Kriteria pembelian kuda
:
Harga kuda (Rp/ekor)
:
Tinggi badan (m)
:
Panjang badan (cm)
:
Lingkar dada (cm)
:
Umur kuda (tahun)
:
Usia awal kuda bekerja (tahun) : Usia produktif kuda (tahun)
:
Lama kerja kuda (jam/hari)
:
Lama kerja kuda (hari/minggu) : Lama istirahat kuda (jam/hari) : Jarak tempuh terdekat (km)
:
74
Jarak tempuh terjauh (km)
:
Jenis beban
:
Jumlah beban (kg)
:
C. GEROBAK Bentuk gerobak/pelana
:
Bahan baku gerobak/pelana
:
Panjang gerobak/pelana
:
Luas gerobak/pelana
:
Bobot gerobak/pelana
:
Jumlah penumpang (orang)
:
Harga gerobak/pelana (Rupiah) : Tempat pembelian
:
Asesoris yang digunakan
:
D. DATA MANAJEMEN PEMELIHARAAN KUDA Sistem kandang
:
Jenis kandang
:
Luas kandang
:
Jarak kandang ke rumah kusir
:
Jenis pakan (hijauan/konsentrat): Jenis hijaun
:
Pakan tambahan lain
:
Frekuensi pemberian pakan
:
Waktu pemberian pakan
:
Jumlah pemberian pakan
:
Harga pakan (Rupiah)
:
Peralatan yang digunakan
:
Pelatihan sebelum digunakan
:
Penyebab kematian
:
Penanganan sebelum mati
:
75
Penyakit pada kuda No
Jenis penyakit
: Frekuensi kejadian
pengobatan
1 2 3 4
76
Lampiran 9. Gambar Kuda Beban
Kuda 1
Kuda 2
Kuda 3
Kuda 4
Kuda 5
Kuda 6
77
Kuda 7
kuda 8
Kuda 9
Kuda 10
Kuda 11
kuda 12
78
Kuda 13
Kuda 14
Kuda 15
Kuda 16
Kuda 17
Kuda 18
79
Kuda 19
Kuda 20
Kuda 21
80