Kucing Dalam Karung itu Dinamakan Desain Kuntara
Wiradinata
Jurusan Desain Interior Universitas Pelita Harapan
Abstract
Cat in the Sack, is an old passage for something concern with speculation that likely result in unpredicted condition. This passage is used to figure how easy to make a design deal, design services transaction, neat contract structure, with many breakdown levels and severe sentence. However, most of the deals are so tedious because there are no written paragraphs that mention to design quality. Is it something wrong? To overcome such circumstances, HDII as the main organization of Indonesian Interior Designer, had established guidance book and lawful regulation from the government to hinder the unfair situation of interior design business. Are this regulation and control instruments could give guarantee of fair interior design business? In order to carry on ideal condition, it is required an elegant attitude that strongly hold ethics and morality.
Key words : design transaction .design legal aspect
Dalam dunia perdagangan, tarik-ulur kepentingan antara penjual dan pembeli kerap menimbulkan friksi, penyebab friksi minimal bersumber dari tiga faktor yaitu : obyek transaksi, sistim transaksi dan waktu, yaitu lamanya transaksi. Bagaimana halnya dengan harga obyek transaksi?, sesungguhnya nilai nominal obyek transaksi bukan merupakan sumber friksi, besarnya nilai nominal obyek transaksi merupakan kesepakatan awal untuk membentuk transaksi, namun apabila dalam proses transaksi terjadi pergeseran nilai nominal obyek transaksi, maka akan menimbulkan friksi. Friksi dalam transaksi jual-beli seharusnya dihindari oleh kedua belah pihak, yaitu penjual dan pembeli; untuk mengurangi bahkan menghindari terjadinya hal tersebut, transaksi umumnya dilandasi dengan kesepakatan antara kedua belah pihak, bentuk kesepakatan ada yang lisan (tidak tertulis) untuk transaksi yang memerlukan waktu singkat, selain itu ada kesepakatan tertulis untuk transaksi yang memerlukan waktu yang panjang, kesepakatan tertulis seyogyanya berlandas pada asas hukum yang berlaku di daerah transaksi. Inilah perjalanan panjang dalam pengalihan hak kepemilikan atas obyek transaksi.
2d3d
Obyek transaksi Apabila seorang ahli ingin membeli berlian, obyek transaksi dapat diamati dengan t e l i t i , berapa "nilai kesempurnaan" berlian tersebut berdasarkan warnanya, kejernihannya, kerapihan gosokannya dan yang terakhir ukuran karatnya. Terjadi komunikasi yang intens antara obyek transaksi dengan calon pembeli, apabila calon pembeli menganggap nilai kesempurnaan melebihi nilai nominal berlian itu, kemudian calon pembeli berminat menjadi pembeli, maka transaksi dapatdilakukan antara penjual dan pembeli.
Bagaimana halnya dalam dunia Desain khususnya Desain Interior? Berbeda dengan bisnis berlian yang bersifat kebendaan, obyek transaksi dalam bidang desain interior bersifat jasa, transaksi dilakukan oleh penyedia jasa (untuk selanjutnya disebut desainer) dan pengguna jasa (untuk selanjutnya disebut klien). Obyek transaksi merupakan obyek visual, artinya hanya dapat dilihat, dipahami dan disetujui melalui penglihatan dan penjelasan dari desainernya. Lalu bagaimana caranya calon klien (potential client) dapat mengetahui kelebihan "nilai" desain interior tersebut? Beberapa upaya persuasi umumnya dilakukan oleh desainer melalui media visual dan penjelasan secara verbal, media visual meliputi gambar-gambar hingga video animasi, apabila calon klien mengerti, menyetujui dan menganggap nilai desain lebih besar dari nilai upah desainernya, maka calon klien akan bersedia dijadikan sebagai klien (client). Lalu siapa yang dapat menjamin bahwa nilai akhir dari desain interior tersebut akan sesuai dengan nilai yang sebelumnya diperkirakan oleh klien?. Tidak ada yang dapat menjamin karena masing-masing "bermain" dengan imajinasi sendiri, dan imajinasi itu berkaitan erat dengan kemampuan individu menangkap nilai-nilai dalam desain interior, salah satu nilai yang paling peka adalah nilai estetika. Dalam bahasannya tentang estetika, Give Bell berpendapat bahwa : estetika mesti berangkat dari pengalaman pribadi yang berupa rasa khusus atau istimewa (bdk. "Art", London, 1914 him. 6) khusus mengenai rasa keindahan orang hanya bisa tahu kalau pernah mengalaminya dan bukan karena diberitahu. Adapun rasa khusus atau istimewa bukan sekedar aneh atau ganjil, tapi rasa pas yang selaras. Rasa pas khusus itu hanya muncul bila karya seni itu memiliki wujud yang berarti atau bermakna? Jika penilaian terhadap desain interior dipertajam lagi, rasa keindahan bagi klien ditujukan pada obyek gambar presentasinya (sebagai obyek seni yang indah) atau
32
2d3d
imajinasi terhadap perwujudan interiornya kelak? Atau klien tidak mengerti sama sekali?. Kegamangan ini mungkin saja dapat menimbulkan friksi-friksi kelak. Dari sisi desainer, sungguh ironis apabila desainer interior tidak dapat menjamin karya desainnya sesuai dengan keinginan bahkan impian dari kliennya, sehingga dalam kondisi tertentu perasaan klien dapat digambarkan bagai membeli kucing dalam karung.
Sistem Transaksi Jika kita menilik kembali pada bisnis berlian, sistim transaksi merupakan proses yang sederhana, pembayaran dilakukan secara tunai dan obyek transaksi berpindah hak kepemilikannya. Tidak demikian halnya dengan desain interior, proses yang panjang diawali dengan pengumpulan data, kemudian dilanjutkan dengan studi dan analisaanalisa hingga keputusan-keputusan desain yang diuji berulang-ulang; proses perancangan bisa menghabiskan waktu satu minggu - untuk proyek kecil - hingga beberapa bulan bahkan bisa mencapai waktu satu tahun untuk proyek yang sangat besar. Untuk mendapatkan bahasan transaksi yang cukup melebar, penulis membahas tentang "kesepakatan tertulis" dalam desain interior. Dalam bagian bukunya yang berjudul What Is This Business of Contract Design? yang di tulis oleh Andrew Loebelson, tahapan pekerjaan desain interior dibagi dalam lima bagian, yaitu : Programming, Design Conceptualization, Decoration, Construction Documentation, dan Supervision^) (Penulis tidak menggunakan "Pedoman Hubungan Kerja Antara Desainer Interior dan Pemberi Tugas" yang diterbitkan oleh HDII dengan pertimbangan etika untuk tidak menilai HDII). Jika lima tahapan ini kita jadikan contoh dalam proses pekerjaan desain interior pada konsultan desain interior di Indonesia, kemudian tahapan ini kita terapkan dalam transaksi sebagai tahapan transaksi, maka akan kita dapatkan format kontrak/ perjanjian yang berintikan lima tahap hak dan kewajiban antara pihak desainer dan pihak klien (client). Jika pembagian tahapan transaksi ini disepakati oleh kedua belah pihak, maka kesepakatan berikutnya adalah besarnya kompensasi setiap tahap yang hams dibayar pihak klien kepada pihak desainer. Pada saat-saat seperti ini, setiap pihak harus memberikan perhatian khusus karena masing-masing pihak akan menyusun taktik dan strategi untuk menghindari kerugian. Di pihak desainer, prinsip yang diambil
'Andrew Loebelson, How To Profit In Contract Design. Hal. 9 - 14
adalah : apabila pekerjaan sudah mencapai tahap-tahap tertentu, maka tahapan kompensasi pembayaran dari pihak klien menjamin desainer tidak rugi; sebaliknya pihak klien -sebagai pembeli - berusaha agar pada tahap-tahap awal proses desain, kewajiban pembayaran tidak memiliki resiko pengeluaran uang dalam jumlah besar. Kekhawatiran ini sangat beralasan mengingat - pada tahap awal proses desain - "bobot nilai desain" bagi orang awam masih dianggap rendah. Setelah besarnya kompensasi jual dan bell jasa desain disepakati, tahapan pembayaran kompensasi desain disetujui kedua pihak dan garis besar hak serta kewajiban masing-masing pihak sudah ditetapkan, maka bentuk dasar kesepakatan tersebut harus diberikan pada ahli hukum perdata untuk diwujudkan dalam sebuah kontrak/ perjanjian. Di Indonesia, dasar hukum pembuatan kontrak/ perjanjian bersumber pada Pasal 1313 KUHPdt yang menyatakan bahwa "suatu persetujuan adalah perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih". Apabila seseorang sudah sepakat untuk membuat kontrak, maka untuk seterusnya orang yang bersangkutan harus tunduk berdasarkan Pasal 1233 KUHPdt yang berbunyi "Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan , baik karena undang-undang". Pasal 1320 KUHPdt yang mengatur hak seseorang untuk tidak sepakat pada kontrak dan tidak menanda-tanganinya dan Pasal 1338 KUHPdt yang menegaskan bahwa perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang menandatanganinya dan bilamana perjanjian itu berakhir. Apabila terjadi tindakan melanggar kontrak maka akan dihadapkan dengan Pasal 1365 KUHPdt yang mengatur perbuatan melawan hukum2. Seseorang yang menyusun kontrak/ perjanjian idealnya bertolak dari sikap winwin attitude, sikap ini menjamin setiap pihak dijaga posisinya untuk tidak dirugikan. Meskipun demikian perimbangan posisi ini masih dipertanyakan, sebab masih "terasa" pihak tertentu "bisa" diuntungkan. Sebagai kajian dalam kasus ini penulis melampirkan sebuah kontrak/ perjanjian sederhana. Contoh sederhana sebuah perjanjian/ kontrak
2
Budiono Kusumohamidjojo, Panduan untuk Merancang Kontrak, hal. 5,7,16,17
Pendahuluan Pada hari i n i : Senin, tanggal tujuh, bulan Juli, tahun Dua ribu dua (07/7/2002) Bertempat di : Jalan Kepatihan no.1 RT.09 RW.12, kota Tangerang, profinsi Banten, Indonesia. Telah disepakati untuk dibuat Perjanjian antara pihak-pihak di bawah ini. Yang bertanda tangan di bawah i n i : I.
Nama
: Drs. ABCD
Tempat £t tanggal lahir : Bandung, 1 Januari 1971 Alamat
: jalan Langit 1/11, Jakarta Pusat
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama PT. Batu Babara, untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA
II.
Nama
: Dra. XYZ
Tempat & tanggal lahir : Jakarta, 2 Februari 1972 Alamat
: jalan Bawang l l / 22, Jakarta Barat
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama pribadi, untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA. Kedua belah pihak secara sepakat mengikatkan diri dalam perjanjian penjualan dan pembelian jasa desain interior untuk waktu tertentu. Adapun ketentuan-ketentuan yang menjadi bagian dalam perjanjian ini adalah : Pasal 1 Materi Kontrak/
perjanjian
PIHAK PERTAMA memberikan tugas pada PIHAK KEDUA untuk mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan desain Interior Rumah Tinggal PIHAK PERTAMA yang beralamat di Jalan Arang V/ 5, Tangerang, Banten. Pasal 2 Nilai Borongan PIHAK PERTAMA menyetujui besarnya biaya pekerjaan Desain Interior untuk PIHAK KEDUA sebesar Rp. 100.000.000,- terbilang : Seratus Juta Rupiah. Adapun Rincian biaya pekerjaan Desain Interior telah disetujui bersamaan waktunya dengan penandatanganan kontrak perjanjian ini dan merupakan bagian yang tidak terpisah.
2d3d
35
Pasal 3 Tahapan Pembayaran Pembayaran oleh PIHAK PERTAMA dilakukan dalam tahap-tahap pembayaran kepada PIHAK KEDUA, adapun kriteria pembayarannya diuraikan sebagai berikut : a.
Pada saat perjanjian ditandatangani oleh kedua belah pihak, PIHAK PERTAMA memberikan pembayaran ke-1, sebesar 20 % (Dua puluh persen) dari total biaya borongan, yaitu sebesar Rp. 20.000.000,- terbilang : Dua puluh juta rupiah. kepada PIHAK KEDUA, sebagai biaya tahap programming.
b.
Apabila tahap Design Conceptualization selesai, maka PIHAK PERTAMA memberikan pembayaran ke-2, sebesar 20 %(dua puluh persen) dari total biaya borongan, yaitu sebesar Rp. 20.000.000,- terbilang : Dua puluh juta rupiah kepada PIHAK KEDUA.
c.
Apabila tahap Design conceptualization selesai, maka PIHAK PERTAMA memberikan pembayaran sebesar 20% (Dua puluh persen) dari total biaya borongan, yaitu sebesar Rp. 20.000.000,- terbilang : Dua puluh juta rupiah, kepada PIHAK KEDUA.
d.
Apabila tahap Decoration
sudah selesai, maka PIHAK PERTAMA memberikan
pembayaran sebesar 20% (dua puluh persen) dari total biaya borongan, yaitu sebesar Rp. 20.000.000,- terbilang : Dua puluh juta rupiah, kepada PIHAK KEDUA. e.
Apabila tahap construction documentation selesai, maka PIHAK PERTAMA memberikan pembayaran sebesar 35% (Tiga puluh lima persen) dari total biaya borongan, yaitu sebesar Rp. 35.000.000,- terbilang : Tiga puluh lima juta rupiah, kepada PIHAK KEDUA.
f.
Apabila tahap Supervision selesai, maka PIHAK PERTAMA memberikan pembayaran sebesar 5% (Lima persen) dari total biaya borongan, yaitu sebesar Rp. 5.000.000,terbilang : Lima juta rupiah, kepada PIHAK KEDUA Pasal4 Sistim Perhitungan Kemajuan Kerja
Untuk menghindari perselisihan pada penetapan tahapan desain, PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA bersepakat untuk menggunakan elemen-elemen ruang - yang terdiri dari lantai, dinding dan langit-langit - sebagai satuan informasi yang tertuang dalam gambar, adapun batasan satuan informasi yang dianggap selesai adalah : gambar dikerjakan dengan komputer dan dicetak tinta hitam untuk gambar kerja, tinta berwarna untuk gambar tampak dan perspektif. Setiap gambar bermuatan informasi yang lengkap dan tidak membingungkan. Batasan tahap-tahap pekerjaan hams disepakati bersama antara PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA, hasil perhitungan diajukan sebagai dasar pembayaran - sesuai Pasal 3.
36
2d3d
Pasal 5 Batas Waktu Pelaksanaan PIHAK KEDUA harus menyelesaikan dan menyerahkan seturuh pekerjaan untuk PIHAK PERTAMA dalam waktu 120 (seratus dua puluh) hari, terhitung dari tanggal penandatanganan perjanjian jual-beli
ini. Jumlah dan kwalitas pekerjaan yang diserahterimakan, harus sesuai dengan
kriteria dan spesifikasi - sesuai Pasal 4. Pasal 6 Sanksi Apabila terjadi keterlambatan penyelesaian pekerjaan desain yang disebabkan oleh kelalaian PIHAK KEDUA, maka PIHAK PERTAMA mengenakan denda sebesar 1(satu) permil dari total biaya desain, yaitu sebesar Rp. 100.000,- terbilang : Seratus ribu rupiah - untuk setiap hari keterlambatan kepada PIHAK KEDUA, denda maksimal sebesar 10 % (sepuluh persen). Pasal 7 Keadaan Kahar Apabila terjadi keadaan Kahar, maka PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sepakat untuk meninjau ulang seluruh materi Perjanjian ini, adapun keadaan Kahar yang dimaksud adalah : Perang, Huru-hara, Kebanjiran, Kebakaran - yang berpengaruh langsung terhadap perjanjian ini. Pasal8 Penyelesaian Perselisihan Apabila terjadi permasalahan dalam pelaksanaan perjanjian ini, PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA bersedia untuk merundingkan penyelesaiannya dengan baik. Apabila penyelesaian tidak dapat diputuskan, maka PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sepakat untuk membawa permasalahan ini kepada Pihak Ketiga yaitu Lembaga Abitrase atau Pengadilan setempat.
Jika kita menilik struktur perjanjian di atas, maka penulis sebagai orang awam dalam bidang hukum merasakan upaya perlindungan berlapis-lapis bagi kedua pihak yang terikat dalam perjanjian. Terlepas dari kesengajaan penulis untuk mempersiapkan kekurangan dari contoh kontrak/ perjanjian di atas, kesan saling berhadapan dan saling mengancam masing-masing pihak sangat terasa, kedua belah pihak saling mengawasi tindakan pihak lawan. Pada tahap ini friksi mudah sekali timbul karena terdapat kesan bahwa (1 )Desainer dijamin pembayarannya oleh klien, (2)Klien harus membayar setiap tahap kerja desainer meskipun belum tentu klien mengerti manfaatdari tahapan-tahapan tersebut, (3)Materi
2d3d
37
perjanjian hanya mengatur permasalahan teknis yang terukur, bagaimana dengan jaminan nilai keindahan dari desain yang bersifat tidak terukur? (4) Pasal 4 yang mengatur Sistim Perhitungan Kemajuan Kerja merupakan pasal kritis yang mudah menimbulkan konflik, kriteria tahapan kerja masih dibatasi batasan-batasan yang tidak tegas, karena menggunakan norma kwantitatif dan tidak menggunakan norma kwalitatif. Sampai pada bahasan ini penulis merenungkan apakah secara hukum sebuah karya desain tidak dapat diukur?. Berikut penulis menelusuri dari beberapa teori. Persepsi merupakan faktor penting dalam menilai kwalitas karya desain, persepsi setiap orang sesungguhnya turut dipengaruhi oleh pengalaman, pengharapan, motivasi dan emosi. Dalam ilmu psikologi, persepsi merupakan proses yang antara satu orang dengan orang lain sifatnya berbeda (individualistik)3. Persepsi bukanlah merupakan cermin yang tepat bagi dunia luar, persepsi bukanlah cermin realitas. Dalam bahasan lebih lanjut, persepsi ditegaskan sebagai kemampuan kognitif yang multifaset, beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan kognisi dalam persepsi, yaitu : (1 JKesadaran, yaitu nilai keindahan suatu obyek dapat berubah seturut suasana hati seseorang, (2)lngatan, yaitu memori menyimpan data-data dari panca indera dan digunakan untuk membandingkan nilai saat membentuk persepsi, (3)Proses Informasi, yaitu pikiran kita sudah dapat menentukan dan memutuskan data mana yang akan dihadapi berikutnya, lalu membuat interpretasi dan evaluasi, dan (4)Bahasa, jelas dapat mempengaruhi kognisi manusia yang memberikan bentuk pada persepsi secara tidak langsung4. Dalam naskahnya yang berjudul: Kenyataan yang Menakjubkan, Prof.Dr. C.A. van Peursen menggambarkan persepsi yang mengalami gangguan setelah disisipkan fakta dari alat-alat pengukur. Kisah pertama adalah persepsi utuh akan BapakAdan Bapak B yang sudah lama dikenal, apabila disisipkan fakta bahwa : ternyata Bapak A lebih tinggi 50 cm dari pada Bapak B, mungkin kita akan merasa heran bahwa selisih tinggi antara keduanya begitu besar. Kisah kedua adalah menatap panorama senja di pantai, persepsi keindahan pemandangan akan terganggu apabila kita dihadapkan pada kenyataan bahwa matahari yang kita pandang adalah semu, hanya berupa gambar atau proyeksi dari matahari, matahari yang sesungguhnya sudah tenggelam. Fakta membuktikan bahwa sinar bergerak 300.000 km perdetik, jarak yang jauh antara matahari dan bumi memerlukan waktu tujuh menit untuk sinarnya sampai pada mata kita5. 'Linda L Davidoff, Psikologi Suatu Pengantar, bab enam, hal 231 "idem, hal 233-234 5 Dick Hartoko, Manusia dan Seni, hal.53-56
38
2d3d
Dalam buku yang berjudul The Philosophy of Art, filsuf Curt Ducasse membedakan dua macam bahasa, yaitu bahasa emosi dan bahasa pernyataan faktawi. Seni adalah bahasa emosi, ... suatu karya seni tidak dapat mengungkapkan apa yang dilakukan oleh suatu karya seni lain artinya tidaklah mungkin ada pengungkapan-pengungkapan yang sinonim; sebaliknya bahasa pernyataan faktawi dapat dibuat dalam dua pernyataan dengan kata-kata yang berlainan tetapi menyatakan satu hal yang sama6. Apabila kata dan kalimat dalam bahasa dijadikan sebagai alat ukur dalam kontrak/ perjanjian, nilai persepsi awal terhadap keindahan kemungkinan besar akan mengalami pendangkalan, bagaimana caranya melukiskan sebuah rasa estetik dalam kalimat secara tepat? Dari jaman Plato hingga saat ini jabaran itu masih belum dapat diterima masyarakat. Jika demikian kenyataannya, sebuah transaksi/ perjanjian hampir dipastikan tidak dapat mengikat utuh apa yang menjadi impian klien, lalu bagaimana dengan posisi klien? Apakah ibarat membeli kucing dalam karung?.
Waktu Tuntutan klien untuk mendapatkan barang yang bagus, harga yang murah dan proses mendapatkan dengan cepat - merupakan kriteria yang selalu melekat dalam transaksi desain interior, ketiga kata Bagus, Murah dan Cepat memiliki konotasi yang saling bertentangan namun selalu dikemas sebagai satu tuntutan. Bagaimana mungkin bagus apabila bahan dan tenaga kerja murah?, sebaliknya, bagaimana mungkin produksi murah kalau dikerjakan oleh banyak orang supaya cepat? Tuntutan di atas akan timbul kembali apabila kesabaran untuk menunggu hasil desain mulai hilang. Waktu kerja adalah kendala yang kerap menjadi masalah dalam penyelesaian desain interior, tidak jarang bagi orang-orang yang terlibat dalam kerja desain menggunakan waktu lebih untuk mengejar target, desainer sadar akan resikonya bahwa : (1 )Apabila klien mulai kecewa maka toleransi akan hilang, (2)Apabila toleransi hilang maka hal-hal kecil akan menjadi besar, (3)Apabila permasalahan besar maka akan menimbulkan perselisihan, perselisihan menyebabkan Klien merasa kapok dan tidak akan menjadi pelanggan. Dalam kondisi seperti ini pihak desainer juga bisa menganggap - mendapatkan pekerjaan desain interior ibarat mendapatkan kucing dalam karung.
6
The Liang Gie, Filsafat Seni Sebuah Pengantar, hal. 33 - 34
Jabaran tentang fakta-fakta di atas seakan menampar pipi sendiri, sampai begitu rawankah bisnis jasa interior?. Penulis sadar bahwa Himpunan Desainer Interior Indonesia (HDII) telah bekerja keras untuk mengendalikan kemungkinan friksi-friksi tersebut di atas, perangkat hukum untuk mengendalikan mekanisme kerja dalam bisnis jasa desain dan pelaksanaan karya desain juga sudah ada. Dewan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional telah memperjuangkan kepentingan masyarakat jasa konstruksi nasional melalui undang-undang, yaitu : Undang Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 - tentang Jasa Konstruksi, diperkuat dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 - tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Undang-Undang sudah dibuat dengan teliti, Pedoman hubungan kerja dalam dunia desain interior sudah dimasyarakatkan. Pembicaraan dalam seminar dan pendidikan desain interior sering menyinggung norma-norma desainer interior yang dijunjung tinggi. Apakah masih ada ketidak-adilan di sekitar lingkungan desain interior kita? penulis yakin bahwa etika dan moral sebagai desainer interior sejati merupakan kunci utama untuk mencapai kondisi bisnis jasa desain interior yang menyenangkan
Daftar Pustaka Davidoff, L (1988), Psikologi Suatu Pengantar, Jakarta: Erlangga Gie, T., L , (1996), Filsafat Seni Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Pusat Belajar llmu Berguna (PUBIB) Hartoko, D., (1984), Manusia dan Seni, Yogyakarta: Kanisius Kusumohamidjojo, B., (2001) Panduan untuk Merancang Kontrak, Jakarta: Grasindo Loebelson, A. (1983) How to Profit in Contract Design, New York: Interior Design Books Shahab, H., (1996), Aspek Hukum dalam Sengketa Bidang Konstruksi, Jakarta: Djambatan Sutrisno, M., dan Verhaak, C. , (1993), Estetika Filsafat Keindahan, Yogyakarta: Penerbit Kanisius
40
2d3d