KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK DAGING AYAM BROILER YANG RANSUMNYA DIBERI PENAMBAHAN MINYAK IKAN YANG MENGANDUNG OMEGA-3
SKRIPSI MAD TOBRI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN MAD TOBRI. D14201080. 2005. Kualitas Fisik dan Organoleptik Daging Ayam Broiler yang Ransumnya Diberi Penambahan Minyak Ikan yang Mengandung Omega-3. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Hj. Iman Rahayu HS, MS Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS Ayam Broiler merupakan ayam penghasil daging yang telah banyak dibudidayakan dan dikonsumsi oleh masyarakat. Selain mempunyai nilai gizi yang tinggi daging ayam broiler juga merupakan sumber protein hewani yang relatif lebih murah dibandingkan daging sapi, kerbau, domba dan kambing. Kualitas daging diantaranya ditentukan oleh nilai gizi, sifat fisik dan organoleptik daging tersebut. Upaya peningkatan kualitas gizi daging diantaranya dapat dilakukan dengan memanipulasi pakan dengan penambahan minyak ikan yang kaya akan asam lemak linolenat, dokosaheksaenoat (DHA) dan eikosaheksaenoat (EPA) yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Selain nilai gizi, tentunya sifat fisik dan organoleptik juga sangat menentukan kualitas daging. Sifat organoleptik daging berperan penting dalam penilaian visual yang dilakukan oleh konsumen yang menentukan daya terima konsumen, oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kualitas fisik dan organoleptik daging ayam broiler yang ransumnya diberi penambahan minyak ikan yang mengandung omega-3. Penelitian ini menggunakan 180 ekor ayam broiler umur lima minggu yang dibagi menjadi 36 kelompok-perlakuan dan masing-masing kelompok-perlakuan terdiri dari lima ekor. Sampel yang digunakan untuk analisis sifat fisik (pH, daya ikat air (DMA) dan keempukan) adalah daging bagian dada dan paha, sedangkan untuk uji organoleptik (aroma, rasa, warna dan tekstur) daging bagian dada. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial 4x3 dengan penambahan minyak ikan yang mengandung omega-3 (0; 2,5; 5 dan 7,5%) sebagai faktor pertama dan lama pemberian (2, 3 dan 4 minggu) sebagai faktor kedua. Data sifat fisik dianalisis secara deskriftif, sedangkan uji organoleptik dianalisis dengan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daging bagian dada perlakuan mempunyai nilai pH yang relatif lebih tinggi, DMA yang relatif lebih rendah dan relatif lebih empuk dibandingkan daging kontrol. Daging bagian paha perlakuan mempunyai nilai pH dan DMA yang relatif lebih tinggi dan relatif lebih alot dibandingkan kontrol. Uji organoleptik menunjukkan bahwa secara statistik penambahan minyak ikan yang mengandung omega-3 dan lama pemberian serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh terhadap aroma dan warna daging. Rasa daging lebih disukai secara nyata (p< 0,05) pada pemberian minyak ikan sebanyak 2,5%, sedangkan tekstur daging secara nyata (p< 0,05) agak disukai pada lama pemberian tiga minggu. Kata-kata kunci: daging ayam, minyak ikan, omega-3, kualitas fisik, kualitas organoleptik.
ABSTRACT Effect of Fish Oil Addition Containing Omega-3 Fatty Acids in Poultry Feed on the Physical and Organoleptic Quality of Broiler Chicken Meat Tobri, M., HS, Iman Rahayu, and E. Damayanthi Meat quality of broiler chicken is generally determined with chemical, physical and organoleptic quality. Omega-3 fatty acids obtained from fish oil waste as docosahexaenoic acid (DHA) and eicosapentaenoic acid (EPA) is a poly unsaturated fatty acid source that has many benefit for human. The objective of this reseach was to determine the effect of fish oil addition containing omega-3 in poultry feed on the physical and organoleptic quality of broiler chicken meat. The different levels of fish oil (0; 2,5; 5 and 7,5%) were added in poultry feed was given to the chicken until 2, 3 and 4 weeks. The experiment was set up in a completely randomized design with 4x3 factorial pattern. The observed parameters were pH, water holding capacity (WHC), tenderness and organoleptic test. The physical data were analyzed descriptively and organoleptic was analyzed by ANOVA and Duncan’s Multiple Range Test. The result showed that the treated breast meat has lower for WHC and more tender than control, but higher pH. The thight meat treated showed that a higher pH and water holding capacity but less tender than control. Organolepticly, the addition of fish oil containing omega-3 fatty acids did not have significantly affect the aroma, colour and texture of meat while taste was affected (P<0,05). Long of feeding omega-3 (2 , 3 and 4 weeks) have significantly affect the meat texture. Keywords: Chicken Meat, Fish Oil, Omega-3, Physical Quality, Organoleptic Quality.
KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK DAGING AYAM BROILER YANG RANSUMNYA DIBERI PENAMBAHAN MINYAK IKAN YANG MENGANDUNG OMEGA-3
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Oleh : Mad Tobri D14201080
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul
Nama NRP
: KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK DAGING AYAM BROILER YANG RANSUMNYA DIBERI PENAMBAHAN MINYAK IKAN YANG MENGANDUNG OMEGA-3 : Mad Tobri : D14201080
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
( Dr. Ir. Iman Rahayu HS, MS ) NIP 131 415 133
( Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS ) NIP 131 861 469
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
( Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc ) NIP 131 624 188
Tanggal lulus : 20 Januari 2006
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 28 Oktober 1983 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Isak dan Ibu Yati. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SDN Cibogo 1, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1998 di SMP Islam Parung dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2001 di SMAN 1 Parung. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada tahun 2001. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan. Tahun 2002 - 2003 penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan (BEM-D), Forum Aktivitas Mahasiswa Muslim Fakultas Peternakan (Famm Al’anam) dan tahun 2003-2004 penulis diamanahkan menjadi Ketua Komisi C Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Peternakan (DPM-D). Penulis juga merupakan salah satu peserta Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK) tahun 2005 yang didanai oleh DIKTI, dengan judul “Komersialisasi Cacing Sutera Beku sebagai Pakan Ikan Hias dari Hasil Budidaya secara Intensif dengan Metode Talang Air Bertingkat”
KATA PENGANTAR Sifat fisik dan organoleptik daging merupakan faktor utama yang diperhatikan dalam penilaian pertama, yaitu secara visual dan menentukan daya terima konsumen. Selain nilai nutrisi, sifat fisik dan organoleptik juga menjadi penentu kualitas suatu daging. Dewasa ini, seiring dengan peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi, telah banyak upaya yang dilakukan untuk meningkatkan nilai nutrisi daging, di antaranya dengan penambahan asam lemak omega-3 yang penting untuk tubuh manusia, seperti asam dokosaheksaenoat (DHA) yang penting untuk pertumbuhan otak pada masa balita dan pertumbuhan retina mata. Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian yang didasari oleh pentingnya informasi mengenai kualitas fisik dan organoleptik daging ayam yang ransumnya diberi penambahan asam lemak omega-3 yang banyak terdapat pada minyak ikan yang merupakan limbah dari industri pengolahan ikan. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, yang meliputi persiapan kandang dan peralatan, pemeliharaan ayam dan analisis laboratorium serta pengolahan data. Skripsi ini mencoba membahas pengaruh penambahan minyak ikan yang mengandung asam lemak omega-3 (0; 2,5; 5 dan 7,5%) pada lama pemberian yang berbeda (2, 3 dan 4 minggu) terhadap keempukan, daya ikat air (DIA), pH, aroma, warna, rasa dan tekstur daging ayam pedaging. Penulis menyadari masih jauhnya skripsi ini dari sempurna. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi penulis dan pembaca serta dunia peternakan pada umumnya.
Bogor, Januari 2006
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ..............................................................................................
i
ABSTRACT .................................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN .........................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
v
KATA PENGANTAR .................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xi
PENDAHULUAN .......................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................ Perumusan Masalah ......................................................................... Tujuan ..............................................................................................
1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
3
Ayam Broiler ................................................................................... Asam Lemak tak Jenuh Omega-3 .................................................... Kualitas Daging ............................................................................... Pengaruh Pakan pada Kualitas Daging ............................................ Sifat Fisik Daging ............................................................................ Nilai pH ................................................................................ Keempukan .......................................................................... Daya Ikat Air (DIA) ............................................................. Sifat Organoleptik ................................................................ Aroma ....................................................................... Warna ........................................................................ Rasa .......................................................................... Tekstur .....................................................................
3 3 4 5 6 6 6 7 7 7 8 8 9
MATERI DAN METODE ...........................................................................
10
Tempat dan Waktu ........................................................................... Materi ............................................................................................... Metode ............................................................................................. Pembuatan Sumber Omega-3 .............................................. Ransum dan Penambahan Sumber Omega-3 ....................... Pemeliharaan Ayam ............................................................. Persiapan dan Pemrosesan Karkas ....................................... Pengambilan Sampel ............................................................ Peubah yang Diamati ...........................................................
10 10 10 10 10 11 11 12 12
Rancangan Percobaan dan Analisis Data ............................. Pemeliharaan Ayam ................................................. Uji Kualitas Fisik ..................................................... Prosedur Analisis ............................................................................. Nilai pH ................................................................................ Keempukan .......................................................................... Daya Ikat Air (DIA) ............................................................. Uji Organoleptik ..................................................................
12 12 13 14 14 14 14 15
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
16
Nilai pH ............................................................................................ Keempukan ...................................................................................... Daya Ikat Air (DIA) ......................................................................... Uji Organoleptik .............................................................................. Aroma .................................................................................. Warna ................................................................................... Rasa ...................................................................................... Tekstur .................................................................................
16 18 20 22 23 25 26 28
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
31
Kesimpulan ...................................................................................... Saran ................................................................................................
31 31
UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................
32
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
33
LAMPIRAN .................................................................................................
36
viii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Rataan Kesukaan Panelis Aroma Daging Ayam Broiler yang Ransumnya Diberi Penambahan Sumber Omega-3 .......................
23
2. Rataan Kesukaan Panelis Warna Daging Ayam Broiler yang Ransumnya Diberi Penambahan Sumber Omega-3 ........................
25
3. Rataan Kesukaan Panelis Rasa Daging Ayam Broiler yang Ransumnya Diberi Penambahan Sumber Omega-3 ........................
27
4. Rataan Kesukaan Panelis Tekstur Daging Ayam Broiler yang Ransumnya Diberi Penambahan Sumber Omega-3 ........................
29
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Rumus Molekul Asam Lemak Linolenat, EPA dan DHA .............
4
2. Skema Pembuatan dan Penambahan Sumber Omega-3 .................
12
3. Nilai pH Daging Ayam Broiler Bagian Dada yang Ransumnya Diberi Penambahan Minyak Ikan yang Mengandung Omega-3 .....
16
4. Nilai pH Daging Ayam Broiler Bagian Paha yang Ransumnya Diberi Penambahan Minyak Ikan yang Mengandung Omega-3 .....
17
5. Nilai Daya Putus Warner-Bratzler Daging Ayam Broiler Bagian Dada yang Ransumnya Diberi Penambahan Minyak Ikan yang Mengandung Omega-3 ....................................................................
19
6. Nilai Daya Putus Warner-Bratzler Daging Ayam Broiler Bagian Paha yang Ransumnya Diberi Penambahan Minyak Ikan yang Mengandung Omega-3 ....................................................................
20
7. Air Bebas Daging Ayam Broiler Bagian Dada yang Ransumnya Diberi Penambahan Minyak Ikan yang Mengandung Omega-3 .....
21
8. Air Bebas Daging Ayam Broiler Bagian Paha yang Ransumnya Diberi Penambahan Minyak Ikan yang Mengandung Omega-3 .....
22
9. Nilai Modus Uji Hedonik Aroma Daging .......................................
24
10. Persentase Penerimaan Panelis terhadap Aroma Daging .................
24
11. Nilai Modus Uji Hedonik Warna Daging ........................................
26
12. Persentase Penerimaan Panelis terhadap Warna Daging .................
26
13. Nilai Modus Uji Hedonik Rasa Daging ...........................................
28
14. Persentase Penerimaan Panelis terhadap Rasa Daging ....................
28
15. Nilai Modus Uji Hedonik Tekstur Daging .......................................
29
16. Persentase Penerimaan Panelis terhadap Tekstur Daging ................
30
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Format Uji Hedonik ........................................................................
36
2. Analisis Ragam Aroma Daging ......................................................
37
3. Analisis Ragam Warna Daging ......................................................
37
4. Analisis Ragam Rasa Daging .........................................................
37
5. Uji Lanjut Duncan Rasa Daging .....................................................
38
6. Analisis Ragam Tekstur Daging .....................................................
38
7. Uji Lanjut Duncan Tekstur Daging .................................................
38
PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya pendapatan masyarakat dan pengetahuan tentang nilai gizi, serta kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani bagi pertumbuhan dan kecerdasan anak mengakibatkan berubahnya pola konsumsi masyarakat dan meningkatnya permintaan akan komoditi peternakan. Upaya pemenuhan permintaan masyarakat juga diimbangi dengan upaya peningkatan kualitas gizi dan pengawasan terhadap keamanan produk peternakan. Upaya peningkatan nilai gizi diantaranya dilakukan dengan penambahan zat-zat yang bernilai tinggi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia ke dalam komoditi peternakan. Daging merupakan komoditi peternakan yang mempunyai nilai gizi yang baik dan sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia, seperti protein dengan asam-asam amino yang lengkap dan seimbang, lemak, karbohidrat, dan vitamin, serta komponen anorganik. Secara garis besar daging dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu daging ‘merah’ (red meat), seperti daging sapi, domba dan babi, serta daging ‘putih’ (white meat) di antaranya daging ayam dan itik. Ayam broiler merupakan ayam ras penghasil daging yang telah banyak dibudidayakan dan dikonsumsi oleh masyarakat. Upaya peningkatan kualitas gizi daging ayam broiler dapat dilakukan dengan memperkaya daging tersebut dengan zat-zat yang diperlukan oleh tubuh manusia, seperti asam lemak tidak jenuh ganda omega-3. Asam lemak omega-3 berperan dalam kesehatan, seperti mencegah penyakit kardiovaskuler, fungsi kekebalan tubuh dan kadar lipid darah. Dokosaheksaenoat (DHA) merupakan salah satu asam lemak omega-3 yang diperlukan tubuh manusia, khususnya untuk pertumbuhan otak dan retina mata. Asam lemak omega-3 dalam daging dapat ditingkatkan melalui manipulasi pakan, yakni dengan menambahkan minyak ikan yang mengandung asam lemak omega-3 ke dalam ransum. Asam lemak ini dapat diperoleh dalam jumlah banyak pada minyak ikan laut yang merupakan limbah dari industri pengolahan ikan. Selain nilai gizi yang baik, mutu daging juga dipengaruhi oleh selera konsumen diantaranya penampilan yang meliputi warna, keempukan, marbling/ lemak intramuskular, ketegaran, juiciness dan tekstur. Beberapa sifat fisik tersebut seringkali dijadikan faktor pertama yang dinilai oleh konsumen/ masyarakat dalam
pengambilan keputusan untuk mengkonsumsi. Berdasarkan hal tersebut di atas, diperlukan informasi mengenai kualitas fisik dan organoleptik daging ayam broiler yang diberi pakan komersial dengan penambahan minyak ikan sebagai sumber asam lemak omega-3. Perumusan Masalah Meningkatnya pendapatan dan pengetahuan masyarakat secara perlahan mengubah pola konsumsi masyarakat. Orientasi masyarakat dalam mengkonsumsi makanan tidak lagi hanya harga dan jumlah, tetapi juga memperhatikan nilai gizi dan tingkat keamanan dari makanan tersebut. Penambahan minyak ikan dalam ransum ayam broiler sebagai usaha peningkatan nilai gizi daging telah dapat meningkatkan kandungan asam lemak tidak jenuh omega-3 seperti dokosaheksaenoat (DHA) dan eikosapentaenoat (EPA) dan menurunkan kolesterol daging. Asam lemak tidak jenuh omega-3 banyak terdapat dalam minyak ikan yang merupakan limbah dari industri pengolahan ikan. Seperti halnya nilai nutrisi dan tingkat keamanannya, sifat fisik dan organoleptik juga sangat menentukan daya terima konsumen terhadap daging. Sehingga perlunya informasi mengenai kualitas fisik dan organoleptik daging yang ransumnya diberi minyak ikan sebagai sumber asam lemak tidak jenuh omega-3. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian beberapa level (0; 2,5; 5 dan 7,5%) minyak ikan yang mengandung omega-3 pada pakan komersial dengan lama pemberian
2, 3 dan 4 minggu terhadap kualitas sifat fisik dan
organoleptik daging ayam broiler.
2
TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomi dan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi ransum rendah, siap dipotong pada usia relatif muda dan menghasilkan kualitas daging berserat lunak. Ayam broiler biasanya dipasarkan pada umur 6 - 8 minggu (North dan Bell, 1990). Selanjutnya Ensminger (1992) mendefinisikan ayam broiler sebagai anak ayam berumur 6 – 8 minggu baik jantan maupun betina dengan berat badan berkisar 1,8 kg, mempunyai daging yang empuk, kulit halus dan licin serta tulang dada yang relatif lentur. Menurut Amrullah (2004), bahwa ayam yang dipelihara sekarang ini termasuk ke dalam spesies Gallus domesticus, sedangkan yang masih liar ada empat spesies, yaitu (1) Gallus gallus (the Red Jungle Fowl yang ada di India, Burma dan negara asia tenggara lainnya), (2) Gallus lafayetti (the Ceylon Jungle Fowl ), (3) Gallus someratti (the Grey Jungle Fowl di India barat daya) dan (4) Gallus varius (the Javan Jungle Fowl). Asam Lemak Tak Jenuh Omega-3 Menurut Almatsier (2002), asam lemak adalah asam organik yang terdiri atas rantai hidrokarbon lurus yang pada satu ujung mempunyai gugus karboksil (COOH) dan pada ujung lain gugus metil (CH3). Asam lemak dibedakan atas asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh adalah asam lemak yang mengandung satu atau lebih ikatan rangkap. Asam lemak tak jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh tunggal (mono unsaturated fatty acid), asam lemak tak jenuh yang mengandung dua atau lebih ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh poli (poly unsaturated fatty acid) (Muchtadi et al., 1993). Asam lemak tak jenuh ganda rantai panjang ( PUFA) dibedakan menjadi empat kelas, yaitu asam lemak omega-3, asam lemak omega-6, asam lemak omega-7 dan asam lemak omega-9 (Montgomery et al., 1993). Asam lemak omega-3 adalah asam lemak yang mempunyai posisi ikatan rangkap pertama pada atom karbon nomor tiga dari ujung gugus metilnya. Asam-
asam lemak alami yang termasuk kelompok asam lemak omega-3 adalah asam lemak linolenat (C18:3), eikosapentaenoat (EPA atau C20:5) dan dokosaheksaenoat (DHA atau C22:6). Rumus molekul asam lemak omega-3 yaitu linolenat, EPA dan DHA dapat dilihat pada Gambar 1. CH3-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-(CH2)7-COOH Asam linolenat (C18:3, n-3) CH3-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH =CH-CH2-CH =CH-CH2-CH=CH-(CH2)3-COOH Asam Eikosapentaenoat (C20:5, n-3) CH3-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH =CH-CH2-CH =CH-CH2-CH=CH-CH2-CH =CH-(CH2)3-COOH Asam dokosaheksaenoat (C22:6, n-3)
Gambar 1. Rumus Molekul Asam Lemak Linolenat, EPA dan DHA (Nawar, 1996) Menurut Almatsier (2002), bahwa asam linolenat terdapat dalam daundaunan, beberapa minyak biji rami dan minyak biji rapa, sedangkan EPA dan DHA banyak terdapat dalam minyak ikan, terutama yang hidup dalam air dalam dingin. Asam lemak omega-3 berfungsi mengurangi kandungan kolesterol dan trigliserida mengurangi rangsangan penggumpalan butir-butir darah merah dan mengurangi tekanan darah tinggi, mencegah berbagai pengerasan pada pembuluh darah, serta memperlambat pertumbuhan sel-sel kanker (Montgomery et al.,1993). Selanjutnya Almatsier
(2002)
menambahkan,
bahwa
disamping
mencegah
penyakit
kardiovaskuler, asam lemak omega-3 juga berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh dan kadar lipid darah. Asam lemak omega-3 juga dibutuhkan untuk pertumbuhan jaringan otak dan retina mata manusia. Kualitas Daging Menurut Gurnadi (1986), ada tiga faktor sebagai kriteria untuk menentukan mutu daging yaitu: (1) nilai gizi (ditentukan oleh protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral); (2) selera konsumen (penampilan : warna, keempukan, marbeling/ lemak intramuskular, ketegaran, juiceness, dan tekstur) dan (3) teknologi penanganan, daya ikat air, memiliki kandungan lemak, kandungan jaringan ikat dan air tertentu serta pH). Soeparno (1994) menambahkan, bahwa faktor yang menentukan kualitas daging segar meliputi warna, keempukan, tekstur, bau, cita rasa, juiceness, dan susut masak.
4
Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain genetik, spesies, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan tingkat stres. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain pH daging, metode pelayuan, metode pemasakan dan metode penyimpanan (Soeparno, 1994) Pengaruh Pakan pada Kualitas Daging Faktor terpenting yang mempengaruhi komposisi karkas, terutama terhadap kadar lemak adalah nutrisi. Konsentrasi energi dan rasio energi terhadap protein pakan, bahan aditif serta proporsi kandungan gizi pakan merupakan faktor yang dapat mengubah komposisi karkas. Selain nilai nutrisi, komposisi karkas juga dipengaruhi oleh variasi dari umur, spesies, bangsa, jenis kelamin, bahan aditif, berat potong atau berat karkas, laju pertumbuhan, tipe ternak, dan perlakuan sebelum dan sesudah pemotongan (Soeparno, 1994). Hasil penelitian Supadmo (1997) menunjukkan bahwa ransum yang mengandung asam lemak omega-3 akan didistribusikan ke dalam daging dengan komposisi asam lemak tidak jenuh lebih tinggi dari asam lemak jenuh kira-kira hampir dua kali lipat, sedangkan perbandingan rasio asam lemak omega-6 dan omega-3 sekitar 3,9-6,8 : 1. Rusmana (2000) membuktikan bahwa penambahan minyak ikan yang merupakan sumber asam lemak omega-3 ke dalam ransum ayam kampung ternyata dapat meningkatkan kandungan asam lemak EPA, DHA dan asam lemak omega-3 total karkas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Coetzee dan Hoffman (2002), yang menyatakan bahwa diet asam lemak pada hewan monogastrik akan diserap dan didepositkan ke jaringan tubuhnya tanpa ada perubahan yang signifikan. Selain mempengaruhi nilai nutrisi daging, suplementasi minyak ikan dengan taraf yang meningkat ke dalam ransum ayam juga akan menimbulkan bau khas ikan pada daging dan telur ayam yang mengkonsumsinya (Amrullah, 2004). Hal ini sesuai dengan pernyataan Rose ( 1997), bahwa unggas yang diberi minyak ikan lebih dari 15 g/kg dalam ransumnya akan menghasilkan daging yang berbau khas ikan, karena asam lemak tak jenuh rantai panjang yang terdapat pada minyak ikan disimpan ke dalam otot. Enser (1999) menambahkan bahwa penambahan asam lemak α-linolenat sebanyak 26 g/kg pada pakan ayam broiler akan meningkatkan kandungan EPA dan
5
DHA sebanyak 1-2 kali lipat, akan tetapi daging menjadi kurang disukai. Hal tersebut dikarenakan mudahnya daging teroksidasi. Sifat Fisik Daging Nilai pH Menurut Warris et al. (1999) nilai pH otot selama ternak masih hidup sekitar 7,2. Setelah disembelih, dengan adanya akumulasi asam laktat otot menjadi asam hingga pHnya menjadi enam atau lebih kecil. Penurunan pH unggas akan mencapai nilai 5,8 – 5,9 setelah melewati fase post-mortem selama 2 – 4,5 jam (Synder dan Orr, 1964). Kecepatan penurunan pH sangat dipengaruhi oleh suhu sekitarnya. Apabila suhu tinggi, pH akan turun lebih cepat. Kecepatan penurunan pH akan mempengaruhi kondisi jaringan otot (American Meat Foundation, 1960). Soeparno (1994) menambahkan, bahwa penurunan pH post-mortem dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik antara lain adalah spesies, tipe otot, glikogen otot dan variabilitas diantara ternak, sedangkan faktor ekstrinsik, antara lain adalah temperatur lingkungan, perlakuan bahan aditif sebelum pemotongan dan stres sebelum pemotongan. Menurut Lawrie (1995), Nilai pH akhir yang tinggi terjadi jika ternak mengalami stres akibat suhu panas, perjalanan, sakit dan banyak rontaan. Stres pada ayam broiler akibat suhu tinggi akan mempercepat laju glikolisis setelah pemotongan. Keempukan Keempukan dan tekstur daging kemungkinan besar merupakan penentu yang paling penting pada kualitas daging. Faktor-faktor yang mempengaruhi keempukan daging digolongkan menjadi faktor ante-mortem seperti genetik termasuk bangsa, spesies dan fisiologi, faktor umur, manajemen, jenis kelamin dan stres, serta faktor post-mortem yang diantaranya meliputi metode pemasakan dan penambahan bahan pengempuk (Soeparno,1994). Lawrie (1995) menyatakan, bahwa jaringan ikat merupakan faktor terpenting dalam menentukan keempukan daging. Selanjutnya dikatakan bahwa, makin banyak jaringan ikat pada daging maka keempukannya makin rendah. Soeparno (1994) menyatakan, bahwa pada prinsipnya keempukan dapat ditentukan secara subjektif dan obyektif. Penentuan keempukan daging dengan
6
metode subjektif dapat dilakukan dengan cara uji panel cita rasa yang disebut panel taste. Pengujian secara objektif dapat dilakukan secara mekanik termasuk pengujian kompresi (indikasi kealotan daging), daya putus Warner-Blatzler (indikasi kealotan miofibrilar), adhesi (indikasi kekuatan jaringan ikat) dan susut masak. Daya Ikat Air (DIA) Daya ikat air oleh protein daging atau Water Holding Capacity atau Water Binding Capacity (WHC atau WBC) merupakan kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan daging, pemanasan, pendinginan, dan pengolahan (Soeparno, 1994). Hampir semua air dalam urat daging berada dalam miofibril, dalam ruang antar filamen tebal dan filamen tipis. Ruang interfilamen sebagian besar menentukan daya mengikat air dari protein miofibril. Semakin tinggi pH akhir maka daya mengikat air semakin kecil. Tingkat penurunan pH semakin cepat, akan meningkatkan aktomiosin untuk berkontraksi karena semakin banyak protein sarkoplasmik yang terdenaturasi, sehingga akan memeras cairan keluar dari protein daging (Lawrie,1995). Soeparno (1994) menambahkan, bahwa selain faktor pH, pelayuan dan pemasakan atau pemanasan, daya mengikat air juga dipengaruhi oleh faktor yang menyebabkan perbedaan daya mengikat air diantara otot, misalnya spesies, umur dan fungsi otot, pakan, transportasi, temperatur, kelembaban, jenis kelamin, kesehatan, perlakuan sebelum pemotongan dan lemak intramuskular. Sifat Organoleptik Penilaian kesukaan konsumen terhadap sifat organoleptik daging ayam dilakukan dengan menggunakan uji hedonik. Uji hedonik adalah salah satu uji penerimaan yang telah banyak digunakan untuk mengetahui kesukaan konsumen terhadap produk akhir. Panelis diminta memberikan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan terhadap sifat organoleptik suatu produk yang dikemukakan dalam bentuk skala hedonik (Soekarto, 1985). Sifat organoleptik daging ayam diantaranya meliputi aroma, warna, rasa dan tekstur. Aroma.
Pembauan juga disebut pencicipan jarak jauh, karena manusia dapat
mengenal enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium aromanya dari jarak jauh (Soekarto,1985). Aroma atau bau dihasilkan dari substansi-substansi 7
volatil yang ditangkap oleh reseptor penciuman yang ada di belakang hidung, yang selanjutnya diinterpretasikan oleh otak (Warris, 2000). Menurut Soeparno (1994), aroma daging
masak dipengaruhi oleh umur
ternak, tipe pakan, spesies, jenis kelamin, lemak, bangsa, lama penyimpanan dan kondisi penyimpanan daging setelah pemotongan, serta jenis, lama dan temperatur pemasakan. Aroma daging yang dimasak lebih kuat dibandingkan daging mentah. Hal itu dipengaruhi oleh metode pemasakan, jenis daging dan perlakuan daging sebelum dimasak (Bratzler, 1971; American Meat Foundation, 1960 ). Warna. Warna merupakan hal yang kompleks yang menjadi komponen utama dari penampilan daging atau produk unggas. Penampilan dan warna suatu makanan melibatkan organ mata dan objek (makanan) yang merefleksikan cahaya (Lyon dan Lyon, 2001). Menurut Soeparno (1994), faktor- faktor yang mempengaruhi warna daging adalah pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stres (tingkat aktivitas dan tipe otot), pH dan oksigen. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi konsentrasi pigmen mioglobin. Lyon dan Lyon (2001) menambahkan, bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi warna daging adalah jenis kelamin, umur, strain, prosedur pengolahan, temperatur pemasakan dan pembekuan. Menurut Forrest et al. (1975), bahwa warna daging ayam yang normal adalah putih keabuan sampai merah pudar atau ungu. Warna daging dapat berubah atau terjadi penyimpangan warna menjadi coklat, merah cerah, merah pink, dan hijau. Perubahan ini terjadi karena miglobin bereaksi dengan senyawa lain atau mengalami oksigenasi, oksidasi, reduksi dan denaturasi. Rasa. Rasa berbeda dengan aroma dan lebih banyak melibatkan panca indera lidah. Indera pencicip dapat membedakan empat macam rasa yang utama, yaitu asin, manis, asam dan pahit. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain (Winarno, 1997). Menurut Bratzler ( 1971), bahwa rasa daging masak diantaranya dipengaruhi oleh umur ternak, jenis pakan serta lama dan kondisi penyimpanan daging setelah dipotong.
8
Tekstur. Tekstur makanan dapat didefinisikan sebagai cara bagaimana berbagai unsur komponen dan unsur struktur ditata dan digabung menjadi mikro dan makrostruktur dan pernyataan struktur ini keluar dalam segi aliran dan deformasi (deMan, 1997). Tekstur otot dapat dibagi menjadi dua kategori, tekstur kasar dengan ikatan-ikatan serabut yang besar, dan tekstur halus dengan ikatan serabut yang kecil (Soeparno, 1994). Menurut Warris (2000), bahwa tiga faktor utama yang diketahui mempengaruhi tekstur daging diantaranya panjang sarkomer, jumlah jaringan ikat dan ikatan silangnya dan tingkat perubahan proteolitik yang terjadi selama pelayuan. Luas dan jumlah lemak intramuskular (marbeling) juga akan membuat daging lebih empuk, karena lemak lebih lembut dibandingkan otot. Daging unggas akan menjadi keras jika dipotong dari karkas sebelum dimulainya rigormortis. Daging juga akan menjadi keras jika karkas dibekukan sebelum rigormortis dimulai yang selanjutnya dengan cepat di lelehkan (thawing) dan dimasak (Rose, 1997).
9
MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok B Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas untuk pemeliharaan, Bagian Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan untuk uji kualitas fisik daging dan Laboratorium Organoleptik Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2005. Materi Bahan yang digunakan antara lain ayam broiler umur lima minggu sebanyak 180 ekor yang dipelihara mulai dari DOC hingga umur lima minggu, minyak ikan dan ampas tahu. Alat yang digunakan antara lain meliputi peralatan untuk pemeliharaan, seperti kandang, tempat pakan dan tempat minum, serta peralatan laboratorium yaitu blender, timbangan digital, kertas saring whatman, pH meter, gelas piala, planometer, carper press, termometer bimetal, corer, alat WarnerBratzler, piring dan ruang penguji organoleptik. Metode Pembuatan Sumber Omega-3 Sumber omega-3 dibuat dari minyak ikan dan ampas tahu yang sudah dikeringkan dan digiling menjadi tepung. Sumber omega-3 dibuat dengan mencampurkan ampas tahu secara merata dengan minyak ikan, dengan perbandingan 1:1 (b/b). Ransum dan Penambahan Sumber Omega-3 Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum komersial yang ditambahkan sumber omega-3 sebanyak 0; 2,5; 5 dan 7,5%. Penambahan ke dalam ransum dilakukan dengan cara mencampurkan sumber omega-3 secara merata ke dalam ransum komersial. Sumber omega-3 diberikan selama 2, 3 dan 4 minggu. Pemberian selama dua minggu dilakukan saat ayam berumur 3 minggu hingga lima minggu, pemberian selama tiga minggu dilakukan saat ayam berumur 2 minggu
hingga lima minggu dan pemberian selama empat minggu dilakukan saat ayam berumur satu minggu hingga lima minggu.
Sumber Omega-3 (minyak ikan : ampas tahu = 1:1(b/b))
Ransum Komersial
+
Sumber Omega-3 (0; 2,5; 5 dan 7,5%)
Ransum Komersial Mengandung Sumber Omega-3
Gambar 2. Skema Pembuatan dan Menambahan Sumber Omega-3 Pemeliharaan Ayam Ayam broiler dipelihara dalam kandang yang beralas litter dan dibagi menjadi 36 sangkar. Setiap sangkar merupakan kombinasi dari tiap-tiap perlakuan, yaitu perlakuan penambahan minyak ikan yang mengandung omega-3 (0; 2,5; 5 dan 7,5%) dan perlakuan lama pemberian (2, 3 dan 4 minggu) dengan tiga ulangan. Sangkar berukuran 0,7 x 0,8 x 1m, dan masing-masing sangkar terdiri dari lima ekor ayam. Setiap sangkar dilengkapi dengan tempat pakan dan minum yang terbuat dari plastik. Selama pemeliharaan ayam diberi vaksin Gumboro dan ND serta vitamin. Pemeliharaan dilakukan sampai ayam berumur lima minggu, yang kemudian dipotong untuk diambil karkasnya. Persiapan dan Pemrosesan Karkas Tahap-tahap yang dilakukan dalam mempersiapkan ayam hidup menjadi karkas pada penelitian ini adalah: 1. Pengistirahatan. Ternak diistirahatkan sebelum dipotong agar diperoleh hasil pemotongan yang baik.
11
2. Pemotongan. Cara pemotongan ternak unggas yang digunakan adalah cara Koshler, yaitu memotong arteri carotis, vena jugolaris dan oesophagus (metode muslim). Darah dikeluarkan sebanyak mungkin. 3. Pencabutan bulu atau pembersihan bulu. Untuk mempermudah pencabutan bulu, unggas dicelupkan ke dalam air hangat, antara 50-54°C selama 30 detik. 4. Pengeluaran jeroan. Pengeluaran jeroan dimulai dari pemisahan tembolok dan trachea serta kelenjar minyak dibagian ekor. Kemudian pembukaan rongga badan dengan membuat irisan dari kloaka ke arah tulang dada. Kloaka dan visceria atau jeroan dikeluarkan, kemudian dilakukan pemisahan organorgan termasuk kepala, leher dan kaki. Pengambilan Sampel Pengambilan sampel untuk uji kualitas fisik dilakukan dengan mengambil satu ekor ayam secara acak dari masing-masing kombinasi perlakuan untuk diambil karkasnya, sedangkan untuk uji organoleptik sampel diambil dari masing-masing kombinasi perlakuan dengan tiga ulangan (komposit). Sampel yang digunakan untuk analisis sifat fisik adalah daging ayam broiler bagian dada dan paha tanpa kulit, sedangkan untuk analisis organoleptik daging ayam bagian dada. Sebelum dilakukan uji, daging dikemas vakum dengan plastik polietilen, kemudian disimpan dalam freezer. Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini meliputi daya mengikat air (DMA), pH, keempukan dan uji organoleptik. Uji Organoleptik meliputi warna, aroma rasa dan tekstur. Rancangan Percobaan dan Analisis Data Pemeliharaan Ayam. Rancangan percobaan yang digunakan pemeliharaan ayam adalah rancangan acak lengkap pola faktorial 4 x 3 dengan tiga ulangan. Penambahan minyak ikan yang mengandung omega-3 (0; 2,5; 5 dan 7,5%) sebagai faktor pertama dan lama pemberian sumber omega-3 (2, 3 dan 4 minggu) sebagai faktor kedua. Model rancangan yang digunakan adalah (Mattjik dan Sumertajaya, 2002) :
12
Yijk = μ + Ai + Bj + ABij + ∈ijk Keterangan : Yijk
= Respon pengamatan dari perlakuan penambahan sumber omega-3 ke-i dan umur pemberian ke-j dengan ulangan ke-k
μ
= Nilai tengah umum
Ai
= Perlakuan penambahan sumber omega-3 ke-i (i = 1, 2, 3, 4)
Bj
= Perlakuan lama pemberian sumber omega-3 ke-j (j = 2, 3, 4)
ABij
= Interaksi sumber omega-3 ke-i dan lama pemberian ke-j
∈ijk
= Pengaruh galat percobaan dari perlakuan sumber omega-3 ke-i, lama pemberian ke-j dan ulangan ke-k
Uji Kualitas Daging. Rancangan percobaan untuk uji kualitas fisik daging adalah rancangan acak lengkap pola faktorial 4x3 dengan satu ulangan dan data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, sedangkan untuk uji organoleptik rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola faktorial 4x3 dengan tiga ulangan dan data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA (Larmond, 1977), jika terdapat pengaruh yang nyata dilanjutkan dengan uji Duncan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SAS (SAS Institute, 1997). Model matematika yang digunakan sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya, 2002) : Yijk = μ + Ai + Bj + ABij + ∈ijk Keterangan : Yijk
= Respon analisis sifat organoleptik dari perlakuan penambahan sumber omega-3 ke-i dan umur pemberian ke-j dengan ulangan ke-k
μ
= Nilai tengah umum
Ai
= Perlakuan penambahan sumber omega-3 ke-i (i = 1, 2, 3, 4)
Bj
= Perlakuan lama pemberian sumber omega-3 ke-j (j = 2, 3, 4)
ABij
= Interaksi sumber omega-3 ke-i dan lama pemberian ke-j
∈ijk
= Pengaruh galat percobaan dari perlakuan sumber omega-3 ke-i, lama pemberian ke-j dan ulangan ke-k
13
Prosedur Analisis Nilai pH (Ockerman, 1983)
Pengukuran pH daging tidak dilakukan segera setelah pemotongan. Pengukuran pH daging dilakukan dengan alat pH meter. Cara pengukurannya mulamula alat ini dikalibrasi dengan larutan buffer. Elektroda dibilas dengan aquades selama satu menit dan dikeringkan. Sampel daging diiris kecil-kecil dan dicacah sampai halus, selanjutnya sampel diambil sebanyak 10 gram dan ditambahkan kedalam beker glass 50 ml, kemudian segera dicelupkan elektroda kedalam sampel sambil dikocok dan nilai pH dapat dibaca pada layar pH meter. Keempukan (Soeparno, 1994)
Pengukuran keempukan dilakukan dengan menggunakan alat WarnerBratzler Shear. Cara kerja pengukurannya adalah sampel daging direbus dalam air
mendidih sampai suhu dalam daging mencapai 81°C. Suhu diukur dengan menggunakan termometer bimetal. Kemudian sampel diangkat dan ditiriskan untuk kemudian dicetak dengan menggunakan alat pengebor (corer) dengan diameter 1,27 cm searah dengan serabut otot. Cetakan sampel daging dinilai keempukannnya dengan menggunakan tekanan gaya pada kerja alat Warner-Bratzler Shear yang dinyatakan dalam kg/cm2. Daya Ikat Air (Soeparno, 1994)
Sampel daging seberat 0,3 gr diletakkan diantara dua lembar kertas saring whatman kemudian sampel daging tersebut diletakkan diantara dua plat (alat
penekan modifikasi Hamm) dan diberi beban tekan sebesar 35 kg selama 5 menit. Area yang tertutup sampel daging yang telah menjadi pipih, dan luas area basah di sekelilingnya pada kertas saring beserta sampel daging ditandai, dan setelah pengepresan selesai, dapat diukur (misalnya digambar pada kertas grafik). Area basah diperoleh dengan mengurangkan area yang tertutup daging dari area total yang meliputi pula area basah pada kertas saring. Kandungan air dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: mg H 2 O =
area basah − 8 .0 0.0948
14
(%) kandungan air bebas =
mg H2O x 100% berat sampel
Uji Organoleptik (Soekarto, 1985)
Untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen dilakukan uji hedonik (uji kesukaan) dengan 30 orang panelis agak terlatih . Daging yang akan diuji sebanyak 12 buah sampel yang direbus terlebih dahulu, dengan suhu 120° C selama 20 menit (Ponnampalam et al., 2002). Parameter yang diuji meliputi warna, tekstur, aroma dan rasa. Pengujian dilakukan dengan dua tahap, dan masing-masing tahap terdiri atas enam buah sampel. Pada pengujian ini sampel diberi kode tiga angka (acak). Diatas piring diletakkan sampel dengan diberikan tiga angka tersebut. Panelis diminta memberikan penilaian tingkat kesukaannya dengan kisaran satu sampai tujuh (1 = sangat suka, 2 = suka, 3 = agak suka, 4 = netral 5 = agak tidak suka, 6 = tidak suka, 7 = sangat tidak suka) terhadap peubah yang diuji pada format uji (Lampiran 1). Deskripsi data dilakukan dengan nilai modus dan persentase penerimaan panelis. Penerimaan adalah kumpulan panelis yang memberi kesan sangat suka, suka, agak suka dan netral, sedangkan penolakan adalah kumpulan panelis yang memberi kesan sangat tidak suka, tidak suka dan agak tidak suka.
15
HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai pH
Nilai pH merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kualitas daging. Nilai pH diukur pada daging bagian dada dan paha. Nilai pH daging bagian dada dapat dilihat pada Gambar 3 dan bagian paha pada Gambar 4. 8,00 6,67
7,00
Nilai pH
6,00
5,87
6,13
6,33 5,90
6,34 6,42 6,21
6,67 5,99 6,14
6,39
5,00 4,00
Sumber Omega-3 0% Sumber Omega-3 2,5%
3,00
Sumber Omega-3 5%
2,00
Sumber Omega-3 7,5%
1,00 0,00 2 Minggu
3 Minggu
4 Minggu
Lama Pemberian
Gambar 3. Nilai pH Daging Ayam Broiler Bagian Dada yang Ransumnya Diberi Penambahan Minyak Ikan yang Menandung Omega-3 Gambar 3 memperlihatkan bahwa nilai pH daging ayam bagian dada yang mendapat sumber omega-3 relatif lebih tinggi dibandingkan daging kontrol. Hasil ini berbeda dengan penelitian Cahyono (2003) yang menyatakan bahwa daging ayam Merawang yang diberi sumber omega-3 sebanyak 5% nilai pHnya relatif lebih rendah dibandingkan kontrol. Hal tersebut diduga berbedanya jenis ayam yang digunakan dalam penelitian. Oeckel et al. (1996) melaporkan, bahwa penambahan asam lemak α-linolenat sebanyak 0,4; 0,7 dan 1,0% pada ransum babi tidak berpengaruh terhadap nilai pH daging. Gambar 3 juga memperlihatkan bahwa nilai pH daging bagian dada yang diberi sumber omega-3 selama 3 dan 4 minggu relatif meningkat hingga pemberian level pemberian 5% dan mengalami penurunan kembali pada level 7,5%, akan tetapi masih lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Pemberian sumber omega-3 selama dua minggu cenderung meningkatkan nilai pH daging hingga level 7,5%. Peningkatan nilai pH juga terjadi pada daging bagian paha, seiring dengan
peningkatan level sumber omega-3 yang diberikan selama 3 dan 4 minggu (Gambar 4). Pemberian sumber omega-3 dengan level 2,5% selama dua minggu relatif meningkatkan nilai pH daging, akan tetapi menurun pada level 5% dan meningkat kembali pada level 7,5%. 8,00 7,00
6,91 6,84 6,88 6,46
6,83 6,86 6,87 6,40
6,67 6,69 6,85 6,30
Nilai pH
6,00 Sumber Omega-3 0%
5,00
Sumber Omega-3 2,5%
4,00
Sumber Omega-3 5% Sumber Omega-3 7,5%
3,00 2,00 1,00 0,00 2 Minggu
3 Minggu
4 Minggu
Lama Pemberian
Gambar 4. Nilai pH Daging Ayam Broiler Bagian Paha yang Ransumnya Diberi Penambahan Minyak Ikan yang Mengandung Omega-3 Besarnya penurunan pH otot postmortem dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya faktor intrinsik termasuk spesies, bangsa, jenis kelamin, variasi individu ternak, tipe atau macam otot daging, glikogen otot dan aktivitas enzim yang mempengaruhi glikolisis serta faktor ekstrinsik termasuk temperatur, kelembaban, stres, dan obat-obatan (Soeparno, 1994). Perbedaan nilai pH diduga disebabkan oleh sifat lemak dalam menghantarkan panas yang lebih lambat dibandingkan daging tanpa lemak (Miller, 1994). Penambahan asam lemak omega-3 banyak didepositkan dalam lemak intramuskular, sehingga daya hantar panas dalam otot lebih lambat dan suhu karkas atau daging yang tinggi yang dapat mempercepat laju glikolisis atau penurunan pH dapat dikurangi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pearson dan Young (1989), yang menyatakan bahwa nilai pH daging diantaranya dipengaruhi oleh suhu. Suhu yang tinggi akan mempercepat penurunan nilai pH daging. Nilai pH daging penelitian relatif lebih tinggi dibandingkan pH daging unggas pada umumnya, yaitu 5,6-5,8 pada daging bagian dada dan 6,1-6,4 pada daging bagian paha (Jones dan Grey, 1989). Hal ini diduga disebabkan oleh stres yang terjadi pada ayam sebelum pemotongan. Stres pada ternak akan menyebabkan
17
berkurangnya cadangan glikogen otot. Glikogen otot merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan pH. Selama hewan hidup nilai pH otot sekitar 7,2, setelah mati daging menjadi asam sehingga pHnya menjadi enam atau lebih kecil, yang disebabkan terjadinya akumulasi asam laktat yang merupakan hasil dari pemecahan glikogen melalui proses glikolisis (Warris et al., 1999). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai pH daging bagian paha relatif lebih tinggi dibandingkan bagian dada. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Soeparno (1992) yang menyatakan bahwa pH akhir otot dada lebih rendah dibandingkan otot paha. Ockerman (1983) menjelaskan bahwa pada unggas, otot dada sebagian besar tersusun atas serabut putih yang sifat kontraksinya cepat, metabolisme oksidatif rendah, metabolisme glikolitik dan kadar glikogen relatif tinggi, sedangkan otot paha mempunyai sifat kontraksi yang lambat dan metabolisme glikolitik yang rendah. Terjadinya kontraksi yang cepat pada otot dada dan metabolisme glikolitik yang tinggi berkaitan dengan pembentukan asam laktat yang lebih besar pada otot daging. Keempukan
Keempukan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi persepsi konsumen terhadap daya terima dan menentukan kualitas daging. Daging yang empuk lebih disukai dibandingkan daging yang alot. Pengujian keempukan daging secara objektif dapat dilakukan secara mekanik salah satunya dengan daya putus Warner-Bratzler (Soeparno, 1994). Nilai daya putus daging penelitian bagian dada
dapat dilihat pada Gambar 5 dan bagian paha pada Gambar 6. Gambar 5 memperlihatkan, bahwa pada daging kontrol bagian dada nilai daya putus daging relatif lebih tinggi dibandingkan daging perlakuan. Hal ini berarti daging bagian dada perlakuan relatif lebih empuk dibandingkan kontrol. Hasil ini sesuai dengan penelitian Cahyono (2003). Terlihat pula bahwa pada lama pemberian sumber omega-3 dua minggu, nilai daya putus daging bagian dada cenderung menurun dengan bertambahnya sumber omega-3 yang diberikan. Hal ini berarti daging cenderung lebih empuk dengan meningkatnya level sumber omega-3 yang diberikan. Lama pemberian 3 dan 4 minggu menunjukkan, bahwa bertambahnya pemberian sumber omega-3 hingga 5% cenderung menurunkan nilai daya putus
18
daging bagian dada dan meningkat kembali pada pemberian 7,5%, akan tetapi masih lebih rendah dari kontrol. 1,30
1,25
1,20
1,10
1,08 1,07
1,03 0,95
1,00
Sumber Omega-3 0%
0,83
2
(kg/cm )
Daya Putus Warner-Bratzler
1,40
Sumber Omega-3 2,5%
0,80
Sumber Omega-3 5% 0,63
0,40
Sumber Omega-3 7,5%
0,57
0,60 0,33
0,30
0,20 0,00 2 Minggu
3 Minggu
4 Minggu
Lama Pemberian
Gambar 5. Nilai Daya Putus Warner-Bratzler Daging Ayam Broiler Bagian Dada yang Ransumnya Diberi Penambahan Minyak Ikan yang Mengandung Omega-3 Keempukan daging diantaranya dipengaruhi oleh kandungan lemak intramuskular, walaupun lemak intramuskular pada ayam sangat sedikit sekali. Menurut Chahidi (2002) penyusun utama lemak intramuskular adalah phospholipid yang banyak mengandung asam lemak linolenat dan arachidonat. Lemak intramuskular mempengaruhi keempukan dengan menurunkan kekuatan jaringan ikat otot yang mengakibatkan otot menjadi lebih empuk (Miller, 1989). Natasasmita et al. (1987) menambahkan, bahwa lemak dalam daging akan berperan sebagai pelumas pada saat dikunyah sehingga meningkatkan keempukan semu dan memudahkan proses penelanan daging. Menurut Coetzee dan Hoffman (2002), penambahan asam lemak omega-3 pada pakan ayam akan diserap dan didepositkan ke jaringan tubuhnya tanpa ada perubahan yang signifikan. Peningkatan deposisi lemak tersebut tentunya akan meningkatkan keempukan daging. Hal ini sesuai dengan penelitian Cahyono (2003) yang melaporkan bahwa kadar lemak daging ayam Merawang yang diberi sumber omega-3 sebanyak 5% pada ransumnya relatif lebih tinggi dibandingkan daging kontrol dan daya putus daging dada perlakuan relatif lebih rendah.
19
1,17
1,20
1,10
1,07 1,00
2
0,83
0,80
0,80
Sumber Omega-3 0%
0,68
0,67 0,57
0,60
1,00
0,95
1,00 (kg/cm )
Daya Putus Warner-Bratzler
1,40
0,55
Sumber Omega-3 2,5% Sumber Omega-3 5% Sumber Omega-3 7,5%
0,40 0,20 0,00 2 Minggu
3 Minggu
4 Minggu
Lama Pemberian
Gambar 6. Nilai Daya Putus Warner-Bratzler Daging Ayam Broiler Bagian Paha yang Ransumnya Diberi Penambahan Minyak Ikan yang Mengandung Omega-3 Daging bagian paha menunjukkan hasil yang sebaliknya, daya putus daging kontrol relatif lebih rendah dibandingkan daging perlakuan (Gambar 6). Hal ini berarti, bahwa pada daging bagian paha, daging kontrol relatif lebih empuk dibandingkan daging perlakuan. Terdapat pula kecenderungan peningkatan nilai daya putus daging dengan bertambahnya level sumber omega-3. Selain lemak intramuskuler (marbling), keempukan daging juga dipengaruhi oleh jenis atau lokasi otot. Otot paha relatif lebih alot dibandingkan otot dada. Perbedaan otot tersebut akan mengakibatkan perdedaan struktur miofibrilar dan status kontraksinya, kandungan jaringan ikat dan tingkatan ikatan silangnya, serta daya ikat air (DIA) yang akan mempengaruhi keempukan daging (Soeparno, 1994). Daya ikat air yang rendah diantaranya disebabkan karena ikatan aktomiosin atau ikatan antar filamen yang terbentuk lebih banyak, sehingga daging menjadi kurang empuk. Daya Ikat Air (DIA)
Daya ikat air merupakan kemampuan daging untuk mempertahankan kandungan airnya selama mengalami perlakuan dari luar seperti pemotongan, pemanasan, penggilingan dan pengolahan (Soeparno, 1994). Persen air bebas daging ayam penelitian bagian dada dapat dilihat pada Gambar 7 dan bagian paha pada Gambar 8.
20
45,00 39,06 36,80
Air Bebas Daging (%)
40,00 35,00
33,39
39,29 37,48 36,34
38,61 34,30
32,03
29,99
35,66
30,45
30,00
Sumber Omega-3 0% Sumber Omega-3 2,5%
25,00
Sumber Omega-3 5%
20,00
Sumber Omega-3 7,5%
15,00 10,00 5,00 0,00 2 Minggu
3 Minggu
4 Minggu
Lama Pemberian
Gambar 7. Air Bebas Daging Ayam Broiler Bagian Dada yang Ransumnya Diberi Penambahan Minyak Ikan yang Mengandung Omega-3 Hasil pengamatan terhadap persen air bebas daging bagian dada menunjukkan bahwa, penambahan sumber omega-3 dalam ransum ayam broiler selama 2 dan 3 minggu cenderung meningkatkan persen air bebas daging, sedangkan pada lama pemberian empat minggu penambahan sumber omega-3 sebanyak 2,5% relatif menurunkan persen air bebas daging bagian dada dan mengalami peningkatan kembali hingga level 7,5%. Semakin banyaknya persen air bebas yang terdapat pada daging, daya ikat air daging semakin rendah. Jaturasitha et al. (2002) melaporkan, bahwa penambahan minyak ikan Tuna sebanyak 3% pada ransum babi dapat meningkatkan kandungan asam lemak omega-3 daging, akan tetapi tidak berpengaruh terhadap daya ikat air daging.
Menurut Miller (1989), lemak
intramuskular dapat meningkatkan daya ikat air daging masak dengan cara melumasi daging, sehingga pelepasan atau pengeluaran air berkurang. Perbedaan tersebut diduga oleh berbedanya sifat lemak. Lemak yang banyak mengandung asam lemak omega-3 akan berwujud cair pada suhu ruang (Anggorodi, 1984). Pengujian daya ikat air pada penelitian ini menggunakan daging mentah, sehingga diduga bahwa, tidak hanya air yang keluar yang terhitung dengan zona basah, tetapi juga lemak. Berbeda dengan daging bagian dada, daging bagian paha yang ransumnya diberi sumber omega-3 selama 3 dan 4 minggu, mempunyai persen air bebas yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (Gambar 8). Terjadi penurunan
21
persen air bebas dengan bertambahnya sumber omega-3 hingga level 5% dan mengalami peningkatan kembali pada level 7,5%, akan tetapi masih lebih rendah dari kontrol. Pemberian sumber omega-3 selama dua minggu cenderung meningkatkan persen air bebas daging dengan meningkatnya level yang diberikan, tetapi pada level
Air Bebas Daging (%)
5% menurun dan meningkat kembali pada level 7,5%. 55,00 50,00 45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00
49,95
49,72
48,82
44,96
44,05 42,47 42,01
47,23
38,38
46,09
39,74 38,16
Sumber Omega-3 0% Sumber Omega-3 2,5% Sumber Omega-3 5% Sumber Omega-3 7,5%
2 Minggu
3 Minggu
4 Minggu
Lama Pemberian
Gambar 8. Air Bebas Daging Ayam Broiler Bagian Paha yang Ransumnya Diberi Penambahan Minyak Ikan yang Mengandung Omega-3 Banyak faktor yang dapat mempengaruhi daya ikat air daging, diantaranya pH, pelayuan, pemasakan, bangsa, pembentukan aktomiosin, temperatur dan kelembaban, tipe atau lokasi otot, umur, ransum dan lemak (Soeparno, 1994). Terlihat bahwa daya ikat air daging bagian dada relatif lebih besar dibandingkan daging bagian paha. Hal ini disebabkan daging yang tersusun atas serabut putih mempunyai kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan daging yang tersusun atas serabut merah atau gelap. Kadar protein yang lebih tinggi dapat meningkatkan daya mengikat airnya (Lukman, 1995). Uji Organoleptik
Penilaian organoleptik terhadap daging ayam broiler dilakukan dengan uji hedonik. Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap daging ayam broiler. Menurut Barton-Gade et al. (1988) kesukaan daging sangat tergantung pada faktor seperti penampilan, aroma, rasa, juiciness, keempukan dan warna. Daging yang digunakan untuk uji ini adalah daging bagian dada. Panelis
22
diminta untuk memberikan skor 1 (satu) sampai dengan 7 (tujuh), dengan arti sebagai berikut: 1= sangat suka, 2 = suka, 3 = agak suka, 4 = netral, 5 = agak tidak suka, 6 = tidak suka dan 7 = sangat tidak suka. Sifat mutu yang diuji meliputi aroma, warna, rasa dan tekstur daging. Selain dengan nilai modus, deskripsi data juga dilakukan dengan uji penerimaan dan penolakan panelis. Penerimaan adalah kumpulan panelis yang memberi kesan sangat suka, suka, agak suka dan netral, sedangkan penolakan adalah kumpulan panelis yang memberi kesan sangat tidak suka, tidak suka dan agak tidak suka. Aroma
Aroma merupakan sifat mutu yang penting untuk diperhatikan dalam penilaian organoleptik bahan pangan, karena aroma merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada daya terima konsumen terhadap suatu produk. Aroma merupakan sifat mutu yang sangat cepat memberikan kesan bagi konsumen. Penilaian terhadap aroma dapat dilakukan dari jarak jauh, atau tanpa melihat produk itu sendiri. Nilai rataan kesukaan panelis terhadap aroma daging dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai Rataan Kesukaan Uji Hedonik Aroma Daging Ayam Broiler yang Ransumnya Diberi Penambahan Sumber Omega-3 Lama Pemberian (Minggu) 2 3 4
0 3,47 2,70 3,13
Sumber Omega-3 (%) 2,5 5 3,00 2,93 2,60 2,87 2,60 2,93
7,5 2,77 3,27 2,87
Keterangan: 1=sangat suka, 2=suka, 3=agak suka, 4=netral, 5=agak tidak suka, 6=tidak suka dan 7=sangat tidak suka
Tabel 1 menunjukkan bahwa, nilai rataan kesukaan panelis terhadap aroma daging berkisar antara 2,60 hingga 3,47 yaitu berkisar suka hingga agak suka. Secara statistik perlakuan penambahan sumber omega-3 (0; 2,5; 5 dan 7,5%) dan lama pemberian (2, 3 dan 4 minggu) serta interaksi keduanya tidak berpengaruh terhadap aroma daging. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Cahyono (2003) yang menunjukkan bahwa penambahan sumber asam lemak omega-3 sebanyak 5% pada ransum ayam Merawang nyata berpengaruh terhadap aroma daging. Hal ini diduga karena jenis ayam yang digunakan berbeda. Ponnampalam et al. (2002) melaporkan bahwa penambahan minyak ikan sebanyak 1,5% dan tepung ikan sebanyak 9%
23
dalam ransum domba tidak berpengaruh terhadap aroma daging. Nilai modus hasil uji hedonik aroma daging dapat dilihat pada Gambar 9. 4
Nilai Modus
3 Sumber Omega-3 0% Sumber Omega-3 2,5% 2
Sumber Omega-3 5% Sumber Omega-3 7,5%
1
0 2 Minggu
3 Minggu
4 Minggu
Lama Pemberian
Gambar 9. Nilai Modus Hasil Uji Hedonik Aroma Daging Nilai modus aroma daging menunjukkan bahwa, daging yang diberi sumber omega-3 sebanyak 5% saat selama 4 minggu dan 2,5% selama 2 minggu mempunyai modus 3 (agak suka), sedangkan daging kontrol dan perlakuan lainnya mempumyai modus 2 (suka). Hal ini berarti banyak panelis yang menyukai aroma daging baik kontrol maupun perlakuan. Berikut adalah grafik penerimaan dan penolakan panelis
Persentase (%)
terhadap aroma daging. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
menerima menolak
0% 2,5% 5% 7,5% 0% 2,5% 5% 7,5% 0% 2,5% 5% 7,5% 2 Minggu
3 Minggu
4 Minggu
Gambar 10. Persentase Penerimaan Panelis terhadap Aroma Daging Persentase penerimaan panelis juga menunjukan bahwa jumlah panelis yang menerima aroma daging, baik kontrol maupun perlakuan lebih banyak dibandingkan
24
yang menolak (Gambar 10). Menurut Bratzler (1971), aroma daging dipengaruhi oleh umur ternak, jenis pakan, lama dan kondisi penyimpanan setelah dipotong. Warna
Selain aroma, sifat mutu yang juga sangat penting untuk diperhatikan diantaranya warna. Warna merupakan sifat mutu yang seringkali menjadi faktor pertama yang dipertimbangkan oleh konsumen, karena pertama kali yang terlihat oleh konsumen adalah warna produk. Nilai rataan kesukaan panelis terhadap warna daging dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai Rataan Kesukaan Panelis Warna Daging Ayam Broiler yang Ransumnya Diberi Penambahan Sumber Omega-3 Lama Pemberian (Minggu) 2 3 4
0 2,83 2,83 2,63
Sumber Omega-3 (%) 2,5 5 2,43 2,77 3,13 2,47 2,60 2,43
7,5 2,50 2,57 2,67
Keterangan: 1=sangat suka, 2=suka, 3=agak suka, 4=netral, 5=agak tidak suka, 6=tidak suka dan 7=sangat tidak suka
Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai rataan kesukaan panelis terhadap warna daging ayam penelitian berkisar antara 2,43 hingga 3,13 yaitu berkisar suka hingga agak suka. Secara statistik perlakuan penambahan sumber omega-3 (0; 2,5; 5 dan 7,5%) dan lama pemberian (2, 3 dan 4 minggu) serta interaksi keduanya tidak berpengaruh terhadap warna daging. Hasil ini sesuai dengan penelitian Cahyono (2003) yang menunjukkan bahwa
pemberian sumber omega-3 sebanyak 5% pada
ransum ayam Merawang tidak mempengaruhi warna daging yang dihasilkan. Jaturasitha et al. (2002) melaporkan bahwa penambahan minyak ikan tuna sebanyak 0, 1, 2 dan 3% pada ransum babi tidak berpengaruh terhadap warna daging. Nilai modus hasil uji hedonik terhadap warna daging dapat dilihat pada Gambar 11. Menurut Amrullah (2004), lemak pada broiler dapat menyebabkan karkas atau daging yang diolah terlihat mengkilap (greasy broiler), akan tetapi warna daging tidak dipengaruhi. Nilai modus menunjukkan bahwa daging perlakuan ( 2,5; 5 dan 7,5%) dan kontrol mempunyai modus 2 (suka). Hal ini berarti bahwa, warna daging perlakuan
25
dan kontrol disukai oleh panelis. Persentase penerimaan dan penolakan panelis terhadap warna daging penelitian dapat dilihat pada Gambar 12.
Nilai Modus
3
2
Sumber Omega-3 0% Sumber Omega-3 2,5% Sumber Omega-3 5%
1
Sumber Omega-3 7,5%
0 2 Minggu
3 Minggu
4 Minggu
Lama Pemberian
Gambar 11. Nilai Modus Uji Hedonik Warna Daging. Uji penerimaan juga menunjukan bahwa, secara umum panelis menerima warna daging baik perlakuan maupun kontrol (Gambar 12). Menurut Soeparno (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi warna daging adalah pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stres (tingkat aktivitas dan tipe otot), pH dan oksigen. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi konsentrasi pigmen daging mioglobin. 100 90 Persentase (%)
80 70 60
menerima
50
menolak
40 30 20 10 0 0% 2,5% 5% 7,5%
0% 2,5% 5% 7,5%
0% 2,5% 5% 7,5%
2 Minggu
3 Minggu
4 Minggu
Gambar 12. Persentase Penerimaan Panelis terhadap Warna Daging Rasa
Selain aroma dan warna, daya terima konsumen terhadap bahan pangan juga dipengaruhi rasa bahan pangan tersebut. Seringkali rasa lebih dominan
26
dipertimbangkan oleh konsumen dibandingkan sifat mutu lainnya. Nilai rataan kesukaan panelis terhadap rasa dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai Rataan Kesukaan Panelis Rasa Daging Ayam Broiler yang Ranasumnya Diberi Penambahan Sumber Omega-3. Lama Pemberian (Minggu) 2 3 4 Rataan
0 3,60 2,83 3,27 3,23a
Sumber Omega-3 (%) 2,5 5 2,60 3,53 3,00 2,90 2,70 3,00 2,77b 3,14a
Rataan 7,5 3,07 3,60 3,40 3,36a
3,20a 3,08a 3,09a 3,12
Keterangan: 1=sangat suka, 2=suka, 3=agak suka, 4=netral, 5=agak tidak suka, 6=tidak suka dan 7=sangat tidak suka a, b) Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Nilai rataan kesukaan panelis terhadap rasa daging berkisar antara 2,60 (agak suka) hingga 3,60 (netral). Secara statistik perlakuan penambahan sumber omega-3 (0; 2,5; 5 dan 7,5%) dalam ransum nyata berpengaruh (p<0,05) terhadap rasa daging, akan tetapi lama pemberian (2, 3 dan 4 minggu) dan interaksi kedua perlakuan tidak. Terlihat bahwa, rasa daging yang diberi sumber omega-3 sebanyak 2,5% lebih disukai dibandingkan daging yang diberi 0; 5 dan 7,5%. Berbeda dengan laporan Oeckel et al. (1996) yang menyatakan, bahwa penambahan asam lemak α-linolenat sebanyak 0,4; 0,7 dan 1,0% dalam ransum babi tidak mempengaruhi rasa daging. Kesukaan panelis terhadap rasa daging erat kaitannya dengan kesan juiciness pada saat mengunyah. Ponnampalam et al. melaporkan, bahwa terdapat penurunan linier pada juiciness daging domba seiring dengan meningkatnya konsentrasi tepung ikan pada ransum. Menurut Winarno (1995), salah satu tujuan penambahan minyak pada bahan pangan adalah untuk memperbaiki citarasa dan tekstur bahan pangan. Perbedaaan pada perlakuan diduga bahwa penambahan sumber omega-3 sampai pada level tertentu dapat memperbaiki citarasa dan akan menurun kembali pada level yang berlebih. Nilai modus hasil uji hedonik terhadap rasa daging dapat dilihat pada Gambar 13. Nilai modus menunjukkan bahwa, rasa daging yang diberi sumber omega-3 7,5% selama tiga minggu dan 0% selama dua minggu mempunyai modus 3 (agak suka), sedangkan daging dengan perlakuan lain mempunyai modus 2 (suka). Hal ini berarti banyak panelis yang memberi kesan suka dan agak suka. Persentase
27
penerimaan dan penolakan panelis terhadap rasa daging penelitian dapat dilihat pada Gambar 14. 4
Nilai Modus
3 Sumber Omega-3 0% Sumber Omega-3 2,5% 2
Sumber Omega-3 5% Sumber Omega-3 7,5%
1
0 2 Minggu
3 Minggu
4 Minggu
Lama Pemberian
Gambar 13. Nilai Modus Uji Hedonik Rasa Daging Persentase penerimaan rasa daging juga menunjukkan bahwa persentase panelis yang menerima lebih banyak dibandingkan yang menolak . Hal ini berarti rasa daging ayam broiler yang ransumnya diberi sumber omega-3 dapat diterima oleh panelis. 100 90 80 Persentase (%)
70 60
menerima menolak
50 40 30 20 10 0 0% 2,5% 5% 7,5% 0% 2,5% 5% 7,5% 0% 2,5% 5% 7,5% 2 Minggu
3 Minggu
4 Minggu
Gambar 14. Persentase Penerimaan Panelis terhadap Rasa Daging Tekstur
Sifat mutu lain yang penting untuk diperhatikan yaitu tekstur. Tekstur merupakan sifat mutu yang berkaitan erat dengan keempukan daging, yang berperan
28
penting dalam penentuan kualitas daging. Nilai rataan kesukaan panelis terhadap tekstur daging dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai Rataan Kesukaan Panelis Tekstur Daging Ayam Broiler yang Ransumnya Diberi Penambahan Sumber Omega-3 Lama Pemberian (Minggu) 2 3 4 Rataan
0 2,63 3,07 2,77 2,82a
Sumber Omega-3 (%) 2,5 5 2,63 2,87 3,17 2,87 2,33 2,30 2,71a 2,68a
Rataan 7,5 2,57 2,93 3,13 2,88a
2,67a 3,01b 2,63a 2,77
Keterangan : 1=sangat suka, 2=suka, 3=agak suka, 4=netral, 5=agak tidak suka, 6=tidak suka dan 7=sangat tidak suka a, b) Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Tabel 4 menunjukan bahwa, nilai rataan kesukaan panelis terhadap tekstur daging berkisar antara 2,30 hingga 3,17. Secara statistik penambahan sumber omega3 (0; 2,5; 5 dan 7,5%) dan interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh terhadap nilai kesukaan panelis, akan tetapi lama pemberian sumber omega-3 (2, 3 dan 4 minggu) berpengaruh. Tekstur daging ayam yang diberi sumber omega-3 selama tiga minggu agak disukai oleh panelis dibandingkan lama pemberian 2 dan 4 minggu. Nilai modus uji hedonik terhadap tekstur daging dapat dilihat pada Gambar 15. 4
Nilai Modus
3
Sumber Omega-3 0% Sumber Omega-3 2,5% Sumber Omega-3 5%
2
Sumber Omega-3 7,5% 1
0 2 Minggu
3 Minggu
4 Minggu
Lama Pemberian
Gambar 15. Nilai Modus Uji Hedonik Tekstur Daging Nilai modus menunjukan bahwa modus daging yang diberi sumber omega-3 sebanyak 7,5% selama 4 minggu dan 0% selama tiga minggu adalah 3 (agak suka), sedangkan kombinasi perlakuan lainnya 2 (suka) (Gambar 15). Hal ini berarti
29
sebagian besar panelis menyukai tekstur daging baik kontrol maupun perlakuan. Menurut Warris (2000), bahwa tiga faktor utama yang diketahui mempengaruhi tekstur daging diantaranya panjang sarkomer, jumlah jaringan ikat dan ikatan silangnya serta tingkat perubahan proteolitik yang terjadi selama pelayuan. Luas dan jumlah lemak intramuskular (marbeling) juga akan membuat daging lebih empuk, karena lemak lebih lembut dibandingkan otot. Persentase penerimaan dan penolakan panelis terhadap tekstur daging penelitian dapat dilihat pada Gambar 16.
Persentase (%)
100 90 80 70 60
menerima menolak
50 40 30 20 10 0 0% 2,5% 5% 7,5% 0% 2,5% 5% 7,5% 0% 2,5% 5% 7,5% 2 Minggu
3 Minggu
4 Minggu
Gambar 16. Persentase Penerimaan Panelis terhadapTekstur Daging Uji persentase penerimaan juga memperlihatkan bahwa jumlah panelis yang menerima tekstur daging yang diberi sumber omega-3 selama 2, 3 dan 4 minggu lebih banyak dibandingkan yang menolak. Hal ini berarti, bahwa tekstur daging ayam penelitian masih dapat diterima oleh panelis.
30
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Penambahan minyak ikan yang mengandung asam lemak omega-3 dalam ransum ayam broiler cenderung meningkatkan nilai pH daging baik pada bagian dada maupun paha. Nilai pH daging cenderung meningkat dengan berkurangnya lama pemberian sumber omega-3. Daging bagian dada yang diberi penambahan sumber omega-3 relatif lebih empuk dibandingkan daging kontrol, sedangkan daging bagian paha sebaliknya. Daya ikat air daging paha cenderung meningkat dengan bertambahnya pemberian sumber omega-3, sedangkan pada bagian dada sebaliknya. Penambahan minyak ikan dalam ransum ayam broiler efisien dilakukan selama dua minggu, yaitu saat ayam berumur tiga minggu hingga dipanen. Uji organoleptik menunjukkan bahwa aroma, warna, rasa dan tekstur daging ayam broiler yang ransumnya diberi penambahan minyak ikan yang mengandung omega-3 dapat diterima oleh panelis. Pemberian sumber omega-3 sebanyak 2,5% selama 2, 3 dan 4 minggu memberikan rasa daging yang agak disukai panelis. Tekstur daging agak disukai pada pemberian sumber omega-3 selama tiga minggu.
Saran
Penambahan minyak ikan yang mengandung asam lemak omega-3 dalam ransum menghasilkan daging yang dapat diterima oleh panelis. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui daya simpan daging terkait dengan mudahnya asam lemak tak jenuh omega-3 teroksidasi.
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Rabb yang menggenggam kehidupan ini, yang hanya kepada-Nyalah bermuara doa, atas segala nikmat dan karunia-Nya dan hanya dengan pertolongan dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada manusia termulia dalam peradaban dunia, yang pada dirinyalah terdapat tauladan bagi umat manusia, Nabi Muhammad SAW, juga pada keluarga, sahabat dan pengikutnya yang istiqomah dalam bingkai syariatnya. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Dr. Ir. Iman Rahayu Hidayati Soesanto, MS dan Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS atas kesabaran dan perhatiannya dalam membimbing, mengarahkan dan membantu dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi ini, Dr. Ir. Ibnu Katsir Amrullah, MS dan Tuti Suryati S. Pt, MSi. atas segala arahan, masukan, kritik dan saran yang membangun dalam upaya perbaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Ir. Niken Ulupi, MSi. selaku pembimbing akademik, atas segala bimbingan, arahan dan nasihat yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan. Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada orang tua beserta Ari Yanti, Siti Nuraeni, Siti Maemunah, Siti Hariyanti dan Siti Herawati yang banyak membantu baik materi, motivasi, kasih sayang yang tiada henti diberikannya dan yang selalu mengenang penulis dalam doanya di penghujung sholat malamnya, Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Rahmat, Faisal Andika dan Dani Harjanto atas kerja sama dan bantuannya dalam pelaksanaan penelitian. Ucapan terimakasih penulis sampaikan juga kepada, Eka Setiawan Karim atas segala perhatian, bimbingan dan pemikirannya, yang menjadikan penulis lebih dewasa dalam bersikap serta Suharsoyo, Sandra Pratama, Erfan Agus, Muhammad Ismail, Dian Hari, Muhammad Apipudin, Galih Sudrajat dan Achmadun atas segala kebersamaannya dalam menjalani pendidikan baik formal maupun nonformal, juga teman-teman Teknologi Hasil Ternak angkatan 38 yang senantiasa memberikan motivasi dan bantuan dalam menjalani pendidikan. Terakhir penulis ucapkan terimakasih banyak kepada civitas akademika Fakultas Peternakan IPB. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca dan dunia peternakan pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. P.T. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. American Meat Foundation. 1960. The Science of Meat and Meat Product. W. H. Freeman and Co, San Fransisco. Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunungbudi, Bogor. Anggorodi, R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Barton-Gade, P. A., H. R. Cross, J. M. Jones dan R. J. Winger. 1988. Factor affecting sensory properties of meat. Dalam : H. R. Cross dan A. J Overby (Editor). Meat Science, Milk Science and Technology. Elsevier Sciense Publishers B.V, Amsterdam-Oxford-New York-Tokyo. Bratzler, L. J. 1971. Palatability factors and evaluation. Dalam : J. F. Price dan B. S. Schweigert (Editor). The Science of Meat and Meat Product. 2nd Edition. W. H. Freeeman and Company, San Francisco. Cahyono, S. D. 2003. Kualitas kimia, fisik dan organoleptik daging ayam Merawang yang ransumnya diberi suplemen omega-3. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Chahidi, F. 2002. Lipid derived flavor in meat products. Dalam: J. Kerry, J. Kerry dan D. Ledward (Editor). Meat Processing Improving Quality. CRC Press,. New York. Coetzee, G. J. M dan L. C. Hoffman. 2002. Effect of various dietary n-3/n-6 fatty acid ratios on the performance and body composition of broilers. South African. J. Anim Sci. 32 (3) : 175-184. deMan, J. M. 1989. Kimia Makanan. Edisi kedua. Terjemahan. P. Kokasih. ITB, Bandung. Enser, M. 1999. Nutritional effects on meat flavour and stability. Dalam : R.I. Richardson dan G.C. Mead (Editor). Poultry Meat Science.25.CABI Publishing, New York. Fellow, P. J. 1992. Food Processing Technology. Ellis Horwood, New York. Forrest, J. C., E. D. Aberdee, H. B. Hedrick, M. D. Judge dan R. A. Merkel. 1975. Principles of Meat Science. W. H. Freeman and Co, San Fransisco. Gurnadi, E. 1986. Dasar-Dasar dan Ilmu Teknologi Daging. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jaturasitha, S, Y. Wudthithumkanaporn, P. Rurksasen dan M. Kreuzer. 2002. Enrichment of pork with omega-3 fatty acids by tuna oil suplements: effects on performance as well as sensory, nutritional and processing properties of pork. J. Anim. Sci. 15 (11) : 1622-1633. Jones, J. M. dan T. C. Grey. 1989. Influence of proccessing on product quality and yield. Dalam: G. C. Mead (Editor). Proccessing of Poultry. Elsevier Applied Science, London.
Larmond, E. 1977. Laboratory Method for Sensory Evaluation of Food. Research Branch, Canada Departemen of Agriculture Publication 1637.,Ottawa. Lawrie, R. A. 1995. Ilmu Daging. Edisi ke-5. Terjemahan: A. Parakkasi. Penerbit UI Press, Jakarta. Lyon, B. G dan C. E. Lyon. 2001. Meat quality: sensory and instrumental evaluations. Dalam : A.R, Sams (Editor). Poultry Meat Processing. CRC Press, New York. Lukman, H. 1995. Perbedaan karakteristik daging, karkas dan sifat olahannya antara itik afkir dan ayam petelur afkir. Tesis. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. Mattjik, A. A dan M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Edisi kedua. IPB Press, Bogor. Miller, R. K. 1989. Quality characteristics. Dalam : Kinsman, D. M., A. W. Kotula dan B. C. Breidenstein (Editor). Musle Foods Meat Poultry and Seafood Technology. Chapman & Hall, New York-London. Montgomery, R., R.L.Dryer, T.W. Conway, dan A.A. Spector. 1993. Biokimia Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus. Jilid 2. Terjemahan: M. Ismadi. Gadjah Mada Press, Yogyakarta. Muchtadi, D., S.P. Nurheni dan A. Made. 1993. Metabolisme Zat Gizi: Sumber, Fungsi dan Kebutuhan Bagi Tubuh Manusia. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Natasasmita, S., R. Priyanto dan D. M. Tauchid. 1987. Evaluasi Daging. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nawar, W. W. 1996. Lipids. Dalam : O. R. Fennema (Editor). Food Chemistry. Marcel Dekker, Inc, New York and Basel. Ockerman, H. W. 1983. Chemistry of Meat Tissue. Departement of Meat Science. The Chic State University and The Ohio Agricultural Research and Departement Center, Ohio. Oeckel, M. J. V, M. Casteels, N. Warnants, L. V. Damme dan Ch. V. Boucque. 1996. Omega-3 fatty acids in pig nutrition: implications for the intrinsic and sensory quality of the meat. Meat Sci. 44: 55-63. Pearson, A. M. dan R. B. Young. 1989. Muscle and Meat Biochemistry. Academic Press, Inc, New York. Ponnampalam, E. N, A. J. Sinclair, A. R. Egan, G. R. Ferrier dan B. J. Leury. 2002. Dietary manipulation of muscle long-chain omega-3 and omega-6 fatty acids and sensory properties of lamb meat. J. Meat Sci. 60: 125-132. Rose, S. P. 1997. Principles of Meat Science. CAB International, Newport. Rusmana, D. 2000. Pengaruh suplementasi minyak ikan, minyak jagung dan Zn CO3 dalam ransum terhadap kandungan “omega-3, omega-6 PUFA” dan kolesterol telur dan karkas ayam Kampung. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. S.A.S. Institute. 1997. Statistic in RAY. S.A.S. User Guide. The 3rd Ed. Cary. NC. SAS Institute. Inc.
34
Snyder, E. S. dan M. L. Orr. 1964. Poultry Meat Processing Quality Factor and Yield. Ontario Departement Agricultural Publ. 9, Canada. Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik. Penerbit Bharatara Karya Aksara, Jakarta. Soeparno. 1992. Komposisi tubuh dan evaluasi daging dada sebagai pedoman penilaian kualitas produk ayam kampung jantan. Buletin Peternakan Vol. 16. Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Supadmo. 1997. Pengaruh sumber khitin dan prekursor karnitin serta minyak ikan lemuru terhadap kadar lemak dan kolesterol serta asam lemak omega-3 ayam broiler. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Warris, P.D., L.J. Wilknis dan T.G. Knowles. 1999. The influence of ante-mortem handling on poultry meat quality. Dalam : R.I. Richardson dan G.C. Mead (Editor). Poultry Meat Science.25.CABI Publishing, New York. Warris, P. D. 2000. Meat Science an Introductory Text. CABI Publishing, Bristol. Winarno, F. G. 1995. Gizi dan Makanan Bagi Bayi dan Anak Sapihan (Pengadaan dan Pengolahan). Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Winarno, F. G. 1997. Keamanan Pangan [Naskah Akademis]. Institut Pertanian Bogor, Bogor. .
35
LAMPIRAN
Lampiran 1. Format Uji Hedonik
Tanggal
:
Panelis
:
Jenis Produk : Instruksi
: Di hadapan saudara disajikan enam buah sampel daging ayam broiler
yang sudah direbus yang akan dievaluasi. Saudara diminta menilai sample tersebut terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur dari masing-masing sampel tersebut dengan ketentuan nilai sebagai berikut : 1 = Sangat Suka 2 = Suka 3 = Agak Suka 4 = Netral 5 = Agak Tidak Suka 6 = Tidak Suka 7 = Sangat Tidak Suka Antar sampel tidak boleh dibandingkan, silahkan minum setelah selesai menilai satu sampel dan akan menilai sampel yang lain.
PARAMETER
KODE SAMPEL
Aroma Warna Rasa Tekstur
Terimakasih atas partisipasinya.
36
Lampiran 2. Analisis Ragam Aroma Daging Sumber Keragaman
dB
JK
KT
F hitung
Pr > F
A
3
6.23
2.08
1.53
0.21
B
2
2.37
1.19
0.88
0.42
A*B
6
13.98
2.33
1.72
0.11
Galat
348
471.53
1.35
Total
359
494.12
Keterangan : A
= Penambahan sumber omega-3
B
= Lama pemberian
A*B
= Interaksi sumber omega-3 dengan lama pemberian
Lampiran 3. Analisis Ragam Warna Daging Sumber Keragaman
dB
JK
KT
F hitung
Pr > F
A
3
2.95
0.98
0.76
0.52
B
2
1.75
0.88
0.68
0.51
A*B
6
9.51
1.58
1.22
0.29
Galat
348
451.07
1.30
Total
359
465.29
Keterangan : A
= Penambahn sumber omega-3
B
= Lama pemberian
A*B
= Interaksi sumber omega-3 dengan lama pemberian
Lampiran 4. Analisis Ragam Rasa Daging Sumber Keragaman
dB
JK
KT
F hitung
Pr > F
A
3
17.43
5.81
3.30
0.02**
B
2
1.02
0.51
0.29
0.75
A*B
6
21.76
3.63
2.06
0.06
Galat
348
613.17
1.76
Total
359
653.37
Keterangan : A
= Penambahan sumber omega-3
B
= Lama pemberian
A*B
= Interaksi sumber omega-3 dengan lama pemberian
**
= Berbeda nyata
37
Lampiran 5. Uji Lanjut Duncan terhadap Rasa Daging Sumber Omega-3
Rataan
Grup Duncan
7.5
3.3556
A
0
3.2333
A
5
3.1444
2.5
2.7667
B
A B
Lampiran 6. Analisis Ragam Tekstur Daging Sumber Keragaman
dB
JK
KT
F hitung
Pr > F
A
3
2.37
0.79
0.49
0.69
B
2
10.17
5.07
3.15
0.04**
A*B
6
14.88
2.48
1.54
0.16
Galat
348
559.93
1.61
Total
359
587.32
Keterangan : A
= Penambahan sumber omega-3
B
= Lama pemberian
A*B
= Interaksi sumber omega-3 dengan lama pemberian
**
= Berbeda nyata
Lampiran 7. Uji Lanjut Duncan terhadap Tekstur Daging Lama Pemberian
Rataan
Grup Duncan
3
3.01
2
2.67
B
4
2.63
B
A
38