KORELASI ANTARA KEMAMPUAN MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH DENGAN KEPUASAN KERJA GURU Oding Supriadi Dosen Universitas Islam Nusantara - Bandung
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan hubungan persepsi tentang kemampuan manajerial kepala sekolah dengan kepuasan kerja guru, Populasi penelitian adalah guru SMU Negeri di Kabupaten Lebak Banten. Sampel penelitian diambil dengan teknik multi strage stratified random dengan jumlah sebanyak 40 responder. Instrumen penelitian yang digunakan untuk menjaring data yaitu angket yang telah memenuhi syarat validitas dan reliabilitas. Data yang diperoleh dari hasil penelitian diolah dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial Pengujian hipotesis dilakukan dengan rumus product moment dan dilanjutkan dengan uji t. Secara deskripsi kemampuan majerial kepala sekolah termasuk kategori cukup dan kepuasan kerja guru termasuk kategori cukup. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara persepsi tentang kemampuan manajerial kepala sekolah dengan kepuasan kerja guru yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi ry1 = 0,62 dengan signifikansi koefisien korelasi thitung = 4,84 > ttabel = 1,70 dan signifikansi koefisien regresi Fhitung = 23,40 > Ftabel = 4,10 dari persamaan garis linier sederhana Ŷ = 24,43 + 0,72 X1. Kata kunci: Kemampuan manejerial, Hubungan antar guru, Kepuasan kerja Abstract This study aims to determine the strength of the relationship perception of managerial capability principals with teacher job satisfaction, study population were high school teachers in Lebak Banten. Samples were taken with the technique of multi strage stratified random with a total of 40 responders. The research instrument used to collect data that is a questionnaire that has been qualified validity and reliability. Data obtained from the results of the study were processed using descriptive statistical analysis and inferential statistical analysis Hypothesis testing is done by the formula product moment and continued with t test. In the description of the principal including the ability majerial enough categories and job satisfaction of teachers including sufficient category. Hypothesis testing results show that there is a significant positive relationship between the perception of managerial capability principals with teacher job satisfaction indicated by ry1 correlation coefficient = 0.62 with significant correlation coefficient t = 4.84> table = 1.70 and the regression coefficient significance F count = 23.40 > F table = 4.10 of a simple linear equation Y = 24.43 + 0.72 X1. Keywords: Ability manejerial, Interpersonal teacher, Job satisfaction A. Pendahuluan Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan tantangan bagi bangsa Indonesia. Tantangan tersebut bukan Pelangi Pendidikan, Vol. 22 No. 1 Juni 2015
saja dalam menghadapi dampak transformasi sosial budaya tetapi juga kesiapan dari mengikuti laju pertumbuhan yang cepat (akselerasi) dari ilmu pengetahuan dan 61
teknologi. Globalisasi mempengaruhi sendisendi kehidupan negara dan masyarakat. Identitas diri bangsa menjadi terancam. Nilainilai dan pandangan hidup yang pada mulanya dijunjung tinggi dapat terkikis dan tergeser oleh nilai-nilai dan pandangan hidup baru yang belum tentu sesuai dengan karakter dan budaya bangsa. Globalisasi menuntut manusia menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi bagi keberhasilan pembangunan. Keberhasilan pembangunan akan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan kemampuan daya saing bangsa di dalam situasi kompetitif dunia. Untuk mengatasi tantangan tersebut bangsa Indonesia melaksanakan pembangunan yang meletakkan pembangunan sektor pendidikan. Pembangunan pendidikan menjadi sangat penting artinya karena hanya melalui pendidikan pembangunan karakter bangsa (character building) dan penanaman nilai-nilai luhur bangsa dapat dilakukan. Hal ini perlu agar dapat menjadi filter (penyaring) dalam menghadapi segala bentuk pengaruh transformasi sosial budaya. Selain itu pendidikan juga dapat menjadi wahana untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia sehingga tercipta manusia pembangunan yang mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi tanpa kehilangan jati diri dan memanfaatkan kecakapannya (Intelektual profesionalisme) bagi pembangunan. Permasalahan pendidikan terus berkembang. Agung (1992:10) merinci beberapa masalah pendidikan sebagai berikut: “Masalah efisiensi pendidikan, kurikulum yang sangat struktural, kualitas guru dan masalah sentralisasi pengelolaan dan pengendalian pendidikan dasar dan menengah serta struktur pembiayaan yang berdampak pada kesenjangan mutu pendidikan di desa dan kota”. Masalah yang dikemukakan di atas menyangkut persoalan manajemen pendidikan yang perlu mendapat perhatian karena berpengaruh terhadap output pendidikan. Kajian persoalan tersebut tentunya akan terkait dengan sekolah sebagai Pelangi Pendidikan, Vol. 22 No. 1 Juni 2015
institusi yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan. Sekolah sebagai organisasi menganut sistem dan dikenal dengan sistem input output. Keberhasilan diukur berdasarkan pencapaian tujuan pendidikan dan moral atau sikap kerja, akan tergantung pada bagaimana komponen atau sumber daya yang ada (materi, kurikulum, tenaga edukatif dan non edukatif, serta dana). Sumber daya manusia memegang peranan sentral dalam pencapaian tujuan. Kepuasan kerja yang diperoleh akan turut menentukan baik buruknya hasil. Dengan kepuasan kerja ini akan ditentukan oleh hubungan kerja antara guru dan kemampuan manajerial kepada sekolah. Saat ini kecenderungan menunjuk guru sebagai salah satu faktor penyebab minimnya kualitas lulusan sekolah. Kritikan mulai dari ketidakmampuan guru dalam mendidik dan mengajar ilmu kepada siswa sampai kepada efektivitas kerja guru. Masalah efektivitas kerja tampaknya cukup berpengaruh terhadap hasil kerja guru. Menurut Streers guru dengan efektivitas kerja yang positif akan memiliki komitmen yang penuh pada organisasi dan menunjukkan keterlibatan kerja. (Richard M Steers, 1980:133). Adanya komitmen ini mendorong guru untuk menerima tujuan dan nilai-nilai organisasi yang akan membuat guru merasa bertanggung jawab untuk serta mewujudkan tujuan tersebut dalam bentuk partisipasi aktif dalam berbagai kegiatan pendidikan. Kepala Sekolah sebagai manajer pendidikan tentunya memiliki gaya kepemimpinan di dalam menjalankan tugasnya. Menurut Likert gaya kepemimpinan dapat diketahui dari kepemimpinan yang dijalankan, kebiasaan yang dilakukan dalam memotivasi, berkomunikasi, berinteraksi, cara mengambil keputusan, menetapkan tujuan dan melakukan kontrol. Untuk menciptakan kepuasan kerja perlu pertimbangan dalam menerapkan gaya yang tepat sesuai dengan karakter yang dimiliki guru. Dalam kenyataannya, masih banyak faktor lain yang secara langsung maupun tidak langsung 62
berperan menentukan kepuasan kerja guru. Faktor tersebut di antaranya hubungan kerja dari masing-masing guru. Hubungan kerja antar guru perlu diciptakan untuk memecahkan masalah yang timbul menyangkut faktor manusia dalam organisasi. Melalui hubungan kerja dapat dihindari kekuranganharmonisan dalam pelaksanaan tugas, yang pada akhirnya dapat menghambat kelancaran roda organisasi. Melalui hubungan kerja antar guru, guru dengan kepala sekolah dan seluruh anggota organisasi dapat terbina komunikasi yang baik. Dan melalui komunikasi yang baik kesempatan dan keikutsertaan guru merupakan faktor yang ikut berperan di dalam menentukan efektivitas kerja organisasi. Apabila guru tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan diri atau merasa dirinya tidak diikutsertakan baik di dalam pengambilan keputusan ataupun bentuk kegiatan lainnya maka guru akan merasa dirinya tidak berharga dan tidak diperlukan di dalam organisasi tersebut, yang menyebabkan tidak adanya kepuasan kerja, dan hal ini akan berpengaruh buruk terhadap organisasi. Berdasarkan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam tulisan ini yaitu Apakah terdapat hubungan antara persepsi guru terhadap kemampuan manajerial kepala sekolah dengan kepuasan kerja guru? B. Kajian Teori 1. Hakikat Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan kebutuhan yang sesungguhnya, yakni kebutuhan yang tidak dibuat-buat. Selanjutnya setiap kepuasan kerja akan memperbailki, memperkuat, dan memberikan pertimbangan pada seseorang. Sehingga pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi persepsinya terhadap kegiatan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka makin tinggi kepuasan kerja yang dirasakan. Pelangi Pendidikan, Vol. 22 No. 1 Juni 2015
Dalam kehidupan manusia selalu mengadakan bermacam-macam aktivitas. Salah satu aktivitas itu terwujud dalam gerakan-gerakan yang dinamakan kerja. Adapun salah satu faktor pendorong yang menyebabkan manusia bekerja Adalah adanya kebutuhan yang harus dipenuhi, yang pemunculannya sangat bergantung dari kepentingan individu. Oleh karena itu untuk menjawab tingkat kebutuhan manusia tersebut, kemudian Maslow dalam Pareek, merumuskan teori “hirarki kebutuhan”, yaitu kebutuhan manusia itu dapat digolongkan dalam lima tingkatan, yaitu kebutuhan: fisiologis, rasa aman, sosial, penghargaan, dan pengembangan diri (Udai Pareek. 1996:110). Perwujudan paling nyata dari kebituhan fisiologis ialah kebutuhankebutuhan pokok manusia seperti sandang, pangan dan perumahan. Kebutuhan ini dipandang sebagai kebutuhan yang paling mendasar, bukan saja karena setiap orang membutuhkannya terus menerus sejak lahir hingga ajalnya, akan tetapi juga karena tanpa pemuasan berbagai kebutuhan tersebut seorang tidak dapat dikatakan hidup secara normal. Kebutuhan fisiologis ini bersifat universal, tidak mengenal batas geografis, asal usul, tingkat pendidikan, status sosial, pekerjaan atau profesi, umur, jenis kelamin, dan faktor lainnya yang menunjukkan keberadaan .seseorang. Kebutuhan keamanan harus dilihat dalam arti luas, tidak hanya dalam arti keamanan fisik akan tetapi juga keamanan yang bersifat psykologis, termasuk perlakuan adil dalam pekerjaan seseorang. Oleh karena itu pemuasan kebutuhan ini terutama dikaitkan dengan tugas pekerjaan seseorang, kebutuhan akan keamanan dan keselamatan jiwa di tempat pekerjaan pada saat mengerjakan pekerjaan dan kebutuhan keamanan harta benda ditempat pekerjaan. Pentingnya memuaskan kebutuhan keamanan ini jelas terlihat dalam organisasi modern, dimana digunakan alat-alat 63
canggih untuk menjamin keamanan dan keselamatan para pekerja. Manusia adalah makhluk sosial, oleh sebab itu ia mempunyai berbagai kebutuhan yang berkisar kepada pengakuan akan keberadaan dalam pergaulan kelompok masyarakat dan lingkungannya. Manusia pada dasarnya hidup berkelompok dan tidak seorangpun manusia yang hidup menyendiri di tempat terpencil. Oleh sebab itu sudah jelas ia menginginkan kebutuhan-kebutuhan sosial yang terdiri dari 4 (empat) perasaan yaitu: a. Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan ia hidup dan bekerja (Sense of belonging). b. Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting (Sense of importance). Tidak ada manusia yang senang apabila diremehkan, serendah-rendah pendidikan dan kedudukan seseorang ia tetap merasa dirinya penting. c. Kebutuhan akan perasaan kemajuan (Need for achievement). Tidak seorangpun manusia yang men yenangi kegagalan. Kemajuan disegala bidang merupakan keinginan dan kebutuhan yang menjadi idaman setiap orang. d. Kebutuhan perasaan ikut serta (Sense of participation). Setiap orang akan merasa senang jika diikutsertakan dalam berbagai kegiatan organisasi, dalam arti diberi kesempatan mengemukakan pendapat, saran-saran kepada pemimpin organisasi. Salah satu ciri manusia adalah bahwa ia mempunyai harga diri, karena itu semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaan dari statusnya oleh orang lain. Penghargaan diri, pengakuan status dari prestise seseorang biasanya dimanifestasikan dalam bentuk simbul status. Misalnya: meja dan kursi yang istimewa, memakai dasi dan jas, memiliki mobil atau rumah dan lain-lainnya. Kebutuhan pengembangan diri adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan Pelangi Pendidikan, Vol. 22 No. 1 Juni 2015
menggunakan kecakapan, kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa yang sulit dicapai prang lain. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan sepenuhnya dapat berbeda satu dengan yang lain. Pemenuhan kebutuhan ini dapat dilakukan pimpinan organisasi dengan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. Untuk memperjelas tingkat kebutuhan manusia seperti yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dilihat dari piramida hirarki yang dibuat oleh Abraham Maslow. Teori kebutuhan yang digambarkan, merupakan salah satu teori yang memotivasi guru dalam bekerja. Selain itu pemberian motivasi merupakan kewajiban bagi setiap pimpinan atau kepala sekolah agar guru dan sifat tata usaha lebih giat dalam bekerja, sehingga dicapai kepuasan kerja bagi guru dan staf tata usaha. Menurut Davis kepuasan kerja adalah seperangkat perasaaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka. (Keith Davis and John W. Newstrom. 1993:105) 2. Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah Dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari usaha kerja sama dalam mencapai tujuan hidupnya. Kerja sama ini dilakukan oleh beberapa orang dalam berbagai kegiatan untuk memudahkan dalam pencapaian tujuan dari pada bekerja sendiri. Keseluruhan proses kerja sama itu disebut. Dalam suatu organisasi apapun bentuknya pasti ada seseorang sebagai pemimpin atau pimpinan yang diberi kepercayaan untuk memimpin. Pemimpin atau pimpinan adalah “seorang kepala sekaligus seorang atasan dari sekelompok orang“ (Siagian, 1995:20). Sekolah adalah suatu organisasi yang terdiri dari kumpulan orang yang tentunya mempunyai pimpinan, yang lazim disebut 64
kepala sekolah. Jadi yang dimaksud dengan pimpinan sekolah atau kepala sekolah adalah seorang kepala sekaligus seorang atasan dari suatu sekolah. Pimpinan sekolah yang efektif mampu memberikan pengarahan terhadap usaha semua pekerjaan guru dalam mencapai tujuan. Tanpa pimpinan atau bimbingan, hubungan antar individu dengan tujuan organisasi suatu situasi dimana individu bekerja untuk mencapai tujuan sendiri, sementara keseluruhan organisasi berada di mana individu dalam keadaan tidak efisien dalam mencapai tujuan. Davis dalam Hicks (1995:492) mengatakan bahwa: “... tanpa pimpinan, suatu organisasi akan merupakan campur aduknya manusia dan peralatan.” Kepemimpinan merupakan kecakapan untuk meyakinkan orang-orang agar mengusahakan secara tegas tujuan-tujuannya dengan penuh semangat. Hal ini merupakan faktor manusia yang mengikat suatu kelompok untuk bersamasama dan mendorong terhadap tujuan. Aktivitas manajemen seperti halnya perencanaan, pengaturan, dan pengambilan keputusan merupakan kepompong yang tidak aktif sampai pimpinan menyelenggarakan daya pendorong dan membimbingnya terhadap berbagai tujuan. Pimpinan mengimplementasikan ke dalam kenyataan. Ini merupakan suatu perbuatan yang pokok yang membawa kepada keberhasilan seluruh potensi yang terdapat dalam suatu organisasi dan orang-orangnya. Jadi pimpinan atau kepala sekolah sangat diperlukan jika suatu sekolah diharapkan mencapai keberhasilan penuh. Bahkan guru yang baik perlu mengetahui bagaimana mereka dapat memberi sumbangan untuk tujuan sekolah, dan guru yang kurang antosias memerlukan pimpinan yang memberikan motivasi kerja. Biasanya motivasi dari pimpinan dikenal sebagai motivasi eksternal, untuk mempertahankan tujuan yang sesuai dengan apa yang menjadi tujuan organisasi/sekolah. “Seorang pemimpinan dituntut untuk mampu menggerakkan karyawannya dalam Pelangi Pendidikan, Vol. 22 No. 1 Juni 2015
bekerja, terutama dalam cara bekerja yang efektif, efisien, ekonomis, dan produktif.” (Hasibuan, 2005:46). Seorang pimpinan juga diharapkan mampu mengarahkan orang lain dan yang bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut. Tanembaum mengatakan bahwa:” ... pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasi, mengarahkan dan pengontrol bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikordinasikan demi mencapai tujuan perusahaan.” (Herbert G. Hickjs and G. Ray Gullet, 1985:492).
Memimpin sekolah pada hakekatnya adalah menciptakan lingkungan sekolah yang kreatif, memperdayakan guru, dan merekayasa mereka menjadi tenaga yang berkualitas. Pimpinan hendaknya dapat menyadari bahwa keberhasilan pimpinan turut ditentukan oleh tingkat kinerja yang ditunjukan oleh seluruh guru yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Kerja sama yang didasarkan pada kemitraan akan membawa kinerja sekolah menjadi lebih baik. Dapat disimpulkan bahwa dalam tubuh sekolah, kepemimpinan hendaknya dikembangkan diantara semua guru, disemua tingkatan. Semua guru hendaknya berpartisipasi dalam mengembangkan visi dan misi sekolah menghadapi era masa depan. Semua anggota kelompok organisasi hendaknya rela menerima tanggung jawab baru, mengambil resiko, membina konsensus, dan saling percaya mempercayai di antara kolega. Steers mencoba melihat hubungan yang sangat erat antara komunikasi dengan motivasi. Dengan komunikasi dua arah akan dapat mengurangi ketidakpastian. Demikian juga dengan komunikasi dalam organisasi memungkinkan adanya mekanisme balikan dan manajer akan memperoleh informasi yang akurat tentang pelaksanaan suatu kegiatan dan akibat yang mungkin terjadi. Seorang manajer yang baik, senantiasa berupaya untuk mengetahui bagaimana orang berpikir tentang dirinya. Hal ini dapat diketahui pada saat ia berkomunikasi. 65
Pengetahuan tentang bagaimana orang berpikir tentang dirinya akan sangat berguna bagi manajer. Karena dengan demikian ia akan senantiasa berupaya untuk membina komunikasi yang efektif dengan pihak lain. Kerjasama antara manajemen dengan staf dapat terjalin dengan baik, jika kedua belah pihak melaksanakan komunikasi secara efektif. Makin efektif komunikasi, makin besar kemungkinan terjadinya tindakan bersama untuk mewujudkan sasaran yang ditetapkan bersama. Inti dari komunikasi sebagai proses sosial adalah penyampaian dan sekaligus pemahaman pesan dari seseorang kepada orang lain. Komunikasi bila langsung ataupun mempergunakan media. Hunsaker menyatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan bagian yang sangat penting dari tugas seorang manajer. Keputusan efektif yang dibuat oleh manajer akan mempunyai dampak langsung terhadap organisasi dan juga membawa dampak terhadap organisasi dan juga membawa dampak terhadap kemajuan karir manajer itu sendiri. Oleh karena itu manajer mempelajari berbagai cara pengambilan keputusan, mengujicobakan, menganalisisnya, sehingga dengan demikian manajer akan tahu secara tepat gaya kepemimpinan mana yang paling cocok untuk memimpin bawahannya. Ada empat gaya pengambilan keputusan yang perlu dipelajari dan dipertimbangkan untuk dipilih yaitu gaya pengambilan keputusan tegas (decisive), gaya luwes (flexible), gaya bertingkat (hierarchic), dan gaya terpadu (integgrative). Dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan oleh pemimpin penting bagi perkembangan organisasi. Keputusan terbaik diambil bersama kelompok dan dilakukan analisis situasi serta menggunakan input sebelum mengambil keputusan. Kemampuan manajerial kepala sekolah adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah antara lain: 1) Mengetahui bidang tugasnya, 2) Pelangi Pendidikan, Vol. 22 No. 1 Juni 2015
Tanggap terhadap keadaan lingkungan, 3) Mempunyai hubungan antar manusia dengan baik, 4) Dapat dipercaya dan mampu mempercayai orang lain, 5) Mampu melakukan hubungan kerja, 6) Mampu melakukan kordinasi, 7) Mampu mengadakan hubungan masyarakat, 8) Mampu mengambil keputusan secara tepat dan cepat. Persepsi guru terhadap kemampuan manajerial kepala sekolah adalah persepsi seorang guru terhadap suatu objek yang dipengaruhi oleh sikap dan motivasinya untuk menerima atau menolak dari tugas atau perintah dari kepala sekolah atas dasar kemampuan yang dimiliki oleh seorang kepala sekolah. Setiap orang mempunyai pandangan tersendiri terhadap sesuatu yang mempunyai kaitan dengan masalah atau hal yang menyangkut dirinya, pekerjaan, lingkungan, dan sebagainya dalam mencapai apa yang dikehendaki, baik yang menyangkut hal materi maupun non materi, misalnya kepuasan kerja. Seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari mengejar sekaligus mendidik siswanya senantiasa memerlukan suasana kerja yang menyenangkan yang dapat memberi motivasi dalam pelaksanaan tugasnya. Persepsi guru diperoleh dari kesan yang timbul dari objek atau lingkungan yang pernah dialami, kesan tersebut melahirkan berbagai macam perasaan, seperti puas atau tidak puas. Partisipasi seseorang dalam pengmbangan organisasi dipengaruhi oleh persepsinya. Apabila persepsinya tinggi, maka otomatis akan melaksanakan tugasnya secara baik, sukarela, dan senang hati. Persepsi menggambarkan pemahaman terhadap situasi, berdasarkan pengalaman masa lalu. Di samping faktor internal yang menyangkut nilai, tujuan, kepercayaan, dan tanggapannya terhadap hasil yang dicapai serta faktor eksternal seperti lingkungan. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari usaha kerja sama untuk mempertahankan hidupnya. Kerja sama ini dilakukan oleh beberapa orang untuk 66
menyelesaikan masalah dalam mempertahankan hidupnya. Setiap masalah yang dihadapi dituntut adanya suatu keputusan, cepat atau lambat, tepat atau tidak tepat. Demikian pula bagi setiap pimpinan organisasi termasuk pimpinan sekolah atau kepala sekolah. Pimpinan atau kepala sekolah yang efektif mampu memberikan pengarahan terhadap usaha semua pekerjaan guru dalam pencapaian tujuan. Memimpin sekolah pada hakekatnya adalah menciptakan lingkungan sekolah yang kreatif, memperdayakan guru dan merekayasa mereka menjadi tenaga berkualitas. Kepemimpinan atau kecakapan manajerial kepala sekolah harus dapat meyakinkan guru yang dipimpinnya melalui pengembangan keterampilan memimpin yang dimilikinya, wawasan ke depan, seimbang, selaras, serasi dalam membuat keputusan. Keputusan guru terhadap keterampilan manajerial kepala sekolah diperoleh kesankesan yang timbul dari keputusan yang dialami oleh guru. Kesan tersebut melahirkan berbagai macam perasaan, seperti puas atau tidak puas dalam pelaksanaan keputusankeputusan tersebut. partisipasi guru dalam melaksanakan keputusan atau perintah pimpinan sekolah dipengaruhi oleh persepsi guru. Semakin tinggi persepsi guru terhadap keterampilan manajerial kepala sekolah, maka makin tinggi juga partisipasi guru dalam kegiatan yang ada di sekolah tersebut dalam menciptakan optimalisasi pencapaian tujuan. Kepuasan kerja guru merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memilki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan status nilai yang berlaku pada dirinya. Semakin tinggi persepsi terhadap kegiatan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi kepuasan kerja yang dirasakan. Guru adalah pengajar pada suatu sekolah, dengan kata lain guru merupakan bawahan dari seorang kepala sekolah atau pimpinan sekolah. Guru akan merasa puas dalam bekerja apabila pimpinannya melaksanakan putusan dengan Pelangi Pendidikan, Vol. 22 No. 1 Juni 2015
memperhatikan faktor-faktor yang menyangkut sistem nilai yang berlaku pada diri guru. Maka dengan demikian diduga persepsi guru terhadap kemampuan manajerial kepala sekolah mempunyai hubungan positif dengan kepuasan kerja guru. Berdasarkan teori dan kerangka berpikir yang telah disajikan di atas, maka hipotesis penelitian dirumuskan seperti berikut ini: Terdapat hubungan positif antara persepsi guru terhadap kemampuan manajerial kepala sekolah dengan kepuasan kerja guru, C. Metodologi Penelitian Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: Mengetahui bentuk hubungan antara persepsi tentang kemampuan manajerial kepala sekolah dengan kepuasan kerja pada guru SMU Negeri di Kabupaten Lebak. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lebak Propinsi Jawa Barat yang dilaksanakan pada 10 SMU Negeri. Metode penelitian yang digunakan adalah Survei. Ary menyatakan bahwa metode survei dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan dengan tujuan untuk melukiskan variabel atau kondisi apa yang ada dalam suatu situasi. Pada bagian lain dinyatakan bahwa metode survai digunakan bukan saja membandingkan kondisi-kondisi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya atau untuk menilai keefektifan program, melainkan survei dapat juga digunakan untuk menyelidiki hubungan atau untuk menguji hipotesis. Populasi target adalah semua guru SMU Negeri di lingkungan Kantor Depdiknas Kabupaten Lebak yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Di Kabupaten Lebak terdapat 10 SMU Negeri dengan jumlah guru PNS sebanyak 231 orang, dengan sampel sebanyak 40 orang. Untuk memperoleh data empiris masing-masing variabel yang diamati dalam penelitian ini digunakan seperangkat instrumen. Konsepsi yang medasari 67
penyusunan instrumen bertolak dari indikator-indikator variabel penelitian dilandasi oleh teori yang telah dibangun. Selanjutnya dari indikator tersebut dijabarkan menjadi kisi-kisi sehingga menghasilkan beberapa butir Perntayaan. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial. Analisis statistik deskriptif dilakukan dengan mengolah semua data dari semua variabel dalam bentuk; distribusi frekuensi, histogram. Modus, median, harga rata-rata, dan simpangan baku (standar deviasi). Sedangkan analisis statistik inferensial dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Sebelum pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian persyaratan analisis terutama mengenai uji normalitas. D. Hasil Penelitian dan Pembahasan Butir soal yang dipakai untuk mengukur responden adalah butir soal yang baik (valid). Berdasarkan ujicoba instrumen didapat butir soal yang valid untuk instrumen persepsi tentang kemampuan manajerial kepala sekolah sebanyak 20 butir, sehingga rentang perolehan skor responden mulai dari 20 sampai dengan 100. Dari hasil penelitian ternyata diperoleh skor terendah adalah 59 dan skor tertinggi 84. Ukuran statistik lainnya yang diperoleh adalah mean sebesar 73,77, standar deviasi 5,62, modus 75,50 dan median 74,19. Berdasarkan ujicoba instrumen didapat butir soal yang valid untuk instrumen kepuasan kerja sebanyak 23 butir, sehingga rentang perolehan skor mulai dari 23 sampai dengan 115. Dari hasil penelitian ternyata diperoleh skor terendah adalah 66 dan skor tertinggi 92. Ukuran statistik yang diperoleh adalah mean sebesar 77,75, standar deviasi 6,58, modus 75,75 dan median 77,23. Pengujian normalitas data variabel penelitian menggunakan metode Liliefors. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa semua data yang akan dianalisis terbukti Pelangi Pendidikan, Vol. 22 No. 1 Juni 2015
berdistribusi normal pada tingkat signifikansi α = 0,05. Tabel 1. Rangkuman uji normalitas data pada α = 0,05. No. Variabel L0 Ltabel Simpulan 1. X1 0,079 0,140 normal 2. Y 0,104 0,140 normal Hasil pengolahan data menunjukan persamaan regresi Y atas X1 adalah Ŷ = 24,43 + 0,72 X1. Tabel ANAVA untuk regresi Y atas X disajikan pada tabel berikut: Tabel 2. Rangkuman Anava Uji Keberartian Sumber Db JK RJK Fhitung Ftabel Varians Regresi
1
643,11
643,11
Sisa
38
1044,39
27,48
23,40 4,10
Dari tabel tersebut diperileh bahwa nilai Fhitung > Ftabel yaitu 23,40 > 4,10, dengan demikian maka regresi Y atas X1 terbukti signifikan. Dari hasil perhitungan diperoleh Jumlah Kuadrat Galat adalah 629,51 dengan derajat kebebasan 22 dan Jumlah Kuadrat Tuna Cocok adalah 414,88 dengan derajat kebebasan 16. Tabel AVANA untuk linearitas regresi Y atas X1 disajikan pada tabel berikut: Tabel 3. Rangkuman Anava Uji Linieritas Sumber Db JK RJK Fhitung Ftabel Varians Tuna Cocok 16 414,88 25,93 0,91 2,13 Galat 22 629,51 28,61
Dari tabel tersebut diperoleh bahwa nilai Fhitung = 0,91 < Ftabel yaitu 2,13, dengan demikian maka regresi Y atas X1 terbukti linear. Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan SPSS versi 6.0 diperoleh harga 68
koefisien korelasi yang cukup besar pada tingkat uji hipotesis. Hasil selangkapnya disajikan sebagai berikut: Tabel 4. Hasil Uji Signifikan Koefisien Korelasi pada α = 0,50. Koefi Koefisi Harga Harga thitung ttabel sien en ry1
0,62
ry12
0,38
4,85
1,70
Dari tabel tersebut diperoleh bahwa pada: Uji hipotesis pertama ry1, harga thitung = 4,84 > ttabel = 1,70, dengan demikian berarti hipotesis penelitian pertama terbukti signifikan. Sedangkan harga koefisien determinasi menunjukan pada ry12 = 0,38 berarti kontribusi X1 terhadap Y = 38%, Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, dapat dijelaskan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara persepsi guru tentang kemampuan manajerial kepala sekolah dengan kepuasan kerja guru yang ditunjukan oleh nilai thitung sebesar 4,85 jauh lebih besar daripada nilai ttabel sebesar 1,70 pada taraf signifikan alpha 0,05. Pola hubungan antara kedua variabel ini dinyatakan oleh persamaan regresi Ŷ = 24,43 + 0,72 X1. Persamaan ini memberikan informasi bahwa setiap perubahan satu unit persepsi guru tentang kemampuan manajerial kepala sekolah akan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan kepuasan kerja guru sebesar 0,72. Hasil analisa korelasi sederhana antara persepsi guru tentang kemampuan manajerial kepala sekolah dengan kepuasan kerja guru diperoleh nilai koefisien korelasi ry1 sebesar 0,62. Nilai ini memberikan pengertian bahwa keterkaitan antara persepsi guru tentang kemampuan manajerial kepala sekolah dengan kepuasan kerja guru cukup tinggi dan positif, artinya makin baik persepsi guru tentang kemampuan manajerial kepala sekolah yang dimiliki oleh seorang guru diharapkan makin baik atau makin tinggi pula kepuasan kerjanya. Demikian pula Pelangi Pendidikan, Vol. 22 No. 1 Juni 2015
sebaliknya, makin rendah persepsi guru tentang kemampuan manajerial kepala sekolah yang dimiliki oleh seorang guru, makin rendah pula kepuasan kerjanya. Besarnya sumbangan atau kontribusi variabel persepsi guru tentang lemampuan manajerial kepala sekolah terhadap kepuasan kerja guru dapat diketahui dengan jalan mengkuadratkan perolehan nilai koefisien korelasi sederhana. Hasil pengkuadratan nilai koefisien korelasi sederhananya adalah sebesar 0.38. Secara statistik nilai ini memberilan pengertian bahwa kurang lebih 8% variasi perubahan kepuasan kerja seorang guru ditentukan/dijelaskan oleh persepsi yang dimiliki oleh guru tentang kemampuan manajerial kepala sekolah dengan pola hubungan fungsionalnya seperti ditunjukan oleh persamaan regresi tersebut di atas. Artinya, jika seluruh guru di Kabupaten Lebak diukur persepsinya mengenai kemampuan manajerial kepala sekolah, maka lebih kurang 38% variasi pasangan skor kedua variabel tersebut akan berdistribusi dan mengikuti pola hubungan antara variabel persepsi guru tentang kemampuan manajerial kepala sekolah dengan kepuasan kerja guru sesuai persamaan garis regresi Ŷ = 24,43 + 0,72 X1. E. Penutup Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa ketiga hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Dengan demikian terdapat hubungan positif antara: (1) persepsi guru tentang kemampuan manajerial kepala sekolah dengan kepuasan kerja guru, (2) hubungan kerja antar guru dengan kepuasan kerja guru, (3) persepsi guru tentang kemampuan manajerial kepala sekolah dan hubungan kerja antar guru secara bersama-sama dengan kepuasan kerja guru. Hasil uji “t” untuk hipotesis pertama dan hipotesis kedua, serta hasil uji “F” untuk hipotesis ketiga menunjukkan bahwa ternyata hubungan tersebut sangat signifikan pada taraf signifikansi alpha 0,05. Beberapa kesimpulan penelitian 69
dirumuskan berikut: terdapat hubungan positif antara persepsi guru tentang kemampuan manajerial kepala sekolah dengan kepuasan kerja guru. Ini berarti bahwa semakin baik persepsi guru tentang kemampuan manajerial kepala sekolah semakin baik pula kepuasan kerjanya. Sebaliknya semakin tidak baik persepsi guru tentang kemampuan manajerial kepala sekolah, maka semakin tidak baik pula kepuasan kerjanya. Oleh karena itu persepsi guru tentang kemampuan manajerial kepala sekolah merupakan variabel yang penting untuk diperhatikan di dalam memprediksi kepuasan kerja guru. Temuan lain yaitu persepsi guru tentang kemampuan manajerial kepala sekolah di kabupaten Lebak termasuk dalam kategori kurang baik, sebab hanya 23 (57,50%) responden yang perolehan skornya berada di atas harga kelompok rata-rata. Untuk meningkatkan persepsi guru tentang kemampuan manajerial kepela sekolah dalam rangka meningkatkan kepuasan kerja guru, maka perlu dilakukan adalah : 1) kepala sekolah harus menegakkan disiplin terutama pada dirinya sendiri sehingga dengan kedisiplinan tersebut menjadi panutan pada guru-guru yang lain. Kedisiplinan yang dimaksud adalah ketepatan dalam kehadiran, ketepatan dalam melaksanakan tugas, dan ketepatan dalam menegakkan aturan. 2) kepala sekolah dalam memberikan tugas kepada guru hendaknya bijaksana dan tidak kaku serta senantiasa mempertimbangkan berbagai kondisi yang dialami oleh guru. 3) kepala sekolah hendaknya tidak selalu berfungsi sebagai pimpinan atau atasan melainkan harus mampu menyesuaikan kondisi-kondisi tertentu, sehingga sewaktu-waktu dapat berfungsi sebagai teman, sebagai pengayom, sebagai Pembina, sebagai pengawas, bahkan bertindak sebagai orang tua. 4) kepala sekolah senantiasa jujur dan terbuka dalam setiap masalah yang dialami oleh guru bahkan pegawai untuk kepentingan pengembangan sekolah. 5) kepala sekolah senantiasa Pelangi Pendidikan, Vol. 22 No. 1 Juni 2015
memperhatikan kesejahteraan guru dengan jalan menggiatkan perkoperasian sekolah dan melakukan usaha-usaha yang tidak merusak nama baik sekolah. 6) kepala sekolah harus mampu mengendalikan emosi terutama dalam menghadapi masalah-masalah yang dapat memancing emosi sehingga wibawa kepemimpinan menjadi kurang dihormati atau dihargai dalam lingkungan masyarakat. 7) kepala sekolah senantiasa mampu mendorong peningkatan/ pengembangan kemampuan akademik guru dengan mememberikan kesempatan pada guru untuk dapat melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. 8) kepala sekolah harus peka pada setiap gejala-gejala yang memungkinkan tercemarnya nama baik sekolah. DAFTAR PUSTAKA Agung, Iskandar. Nomor 4 Tahun XLI 30 April 1992. Pengelolaan Sekolah dan Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan. Jakarta: Suara Guru. Anoraga, Panji. 1992. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta. Anoraga, Panji, Ninik Widyanti. 1990. Psikologi dalam Perusahaan. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi. 1992. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. ______.1996. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Ary, Donald, Lucy Cheser Jacobs and Asghar Razavich. 1990. Introduction to Research in Educatiob, 4th ed. Sydney: Hott Rinehart and Winston. As’ad, Moh. 1985. Psikologi Sosial untuk Perusahaan dan Indusri. Jakarta: CV Rajawali. Asri, Marwan dan Awig Dwi Sulistyo. 1986. Pengelolaan Karyawan. Yogyakarta: BPFE. 70
Basuki, Johanes. 1995. Perspektif Peran Tanggung Jawab dan Kapabilitas Manajemen Kantor. Sekretariat Balai Pelaksanaan APEC. Davis, Keith and John W. Newstrom. 1993. Perilaku dalam Organisasi, alih bahasa Agus Darma, ed ke 7. Jakarta: Erlangga.
Mar’at. 1981. Sikap Manusia, Perubahan dan Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Martono, E. 1991. Etika Komunikasi Kantor. Jakarta: Karya Utama. Masidjo. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah. Jakarta: Penerbit Kanisius.
Effendy, Onon Uchjana. 1993. Human Relations dan Public Relation Mangement. Bandung: Alumni.
Michel, W. and NH Michel. 1980. Essentials of Psichology. New York: Random House Inc.
Finch, Frederick., et al. 1976. Managing for Organizational Effectiveness: an Experiential Approach. New York: Mc Graw-Hill Book Company.
Nawawi, Hadari, Martini Hadari. 1995. Kepemimpinan yang Efektif. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Handoko, T. Hani. 1985. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Liberty.
Owens, Robert G. 1991. Organization Behavior in Educational. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Hasibuan, Malayu, S.P. 1995. Manajemen Dasar Pengertian dan Masalah. Jakarta: Gunung Agung. Harsey, Paul and Ken Blanchard, 1988. Manajement of Organization Behavior: Utilizin Human Resources, 5th ed. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Hicks, Herbert, G and G. Ray Gullet. 1995. Organisasi, Teori dan Tingkah Laku; penerjemeh G. Kartasapoetra. Jakarta: Bumi Aksara. Hunsaker, Philip C. and Anthony J. Alessandra. 1980. The Art of Managing People. New York: Simon dan Schutter, Inc. Kartono, Kartini. 1994. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Kenneth N. Wexley, Gary A. Yuki. 1988. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia; penerjemah Muh. Shobaruddin. Jakarta: Bina Aksara. Kreitner , Robert. 1983. Management. Dallas: Houghton Mifflin Company. Pelangi Pendidikan, Vol. 22 No. 1 Juni 2015
Pareek, Udai. 1996. Perilaku Organisasi: Pedoman Kearah Pemahaman Proses Komunikasi Antar Pribadi dan Motivasi Kerja. Jakarta: Pustaka Binaman Presindo. Paranaka, A.M.W.1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abab XXI. Jakarta: PT Grasindo. Prawiroatmojo, Denda Surono. 1987. Hasil Penelitian Pembinaan Kompetensi Mengajar. Jakarta. Lembaga Penelitian IKIP Jakarta. Rackmat, Jalaludin. 1986. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Karya. Robbins, Stephen P. 1986. Organizational Behavior: Concepts Controversies, and Applications, 3rd edition. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hill. Samana. 1994. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisius. Sarwono, Sarlito Wirawan, 1976. Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali. 71
______, 1995. Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali Pers. Siagian, Sondang P. 1995. Kepemimpinan dan Administrasi. Jakarta: Masgung.
Organisasi Perilaku CV Haji
Richard M. 1980. Efektivitas Organisasi; Kaidah Tingkah Laku. Jakarta: Erlangga.
Steers,
______
and Lyman W. Parter.1987. Motivation and Work Behavior, 4th ed. New York: Mc Graw-Hill, Inc.
Sutarto. 1992. Dasar-dasar Organisasi. Yogyakarta: Gajah Mada University. Sutisna, Oteng. 1989. Administrasi Pendidikan, Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional. Bandung: CV. Angkasa. William, D. Mac Erdle. 1972, Performance Appraisal in Management. London: Heineman. Wrightsmen. 1988. Sosial Psychology Indonesia the 80,s; alih bahasa Subyakto N, Psikologi Sosial. Jakarta: Karunika. Zainun, Buchari. 1994. Manajemen dan Motivasi. Jakarta: Balai Aksara.
Pelangi Pendidikan, Vol. 22 No. 1 Juni 2015
72