KONSEP KEPASTIAN HUKUM DALAM KEPEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN BAGI KONSUMEN SUBEKTI*
[email protected] ABSTRACT One alternative that is ideal for the government in providing shelter for the residents of big cities in Indonesia to solve the problem of housing and housing need in congested locations, especially in urban areas is the provision of flats. Many flats sticking problems on the surface. Problems in this article how the concept of legal certainty in the possession of the apartment units and how the concept of legal certainty in the possession of the apartment units can provide legal protection to consumers. The concept of the rule of law to protect the consumer in possession of the apartment units not only in the aspect of a certificate on apartment units for the owner alone but includes the first, aspect of licensing, which is the starting point. Second, aspects of land tenure, a decision point. Thirdly, the aspects of land certification , is a point product. After all the requirements are met then carried issuance of ownership certificate apartment units. When all three aspects above are met then there is legal certainty and consequently the consumer as the owner of the apartment units receive legal protection. Keyword : Flats, legal certainty, legal protection. ABSTRAK Salah satu alternatif yang ideal bagi pemerintah dalam menyediakan tempat tinggal bagi warga kota-kota besar di Indonesia untuk memecahkan pada lokasi yang padat, terutama pada daerah perkotaan adalah pengadaan rumah susun. Banyak permasalahan rumah susun yang mencuat di permukaan. Permasalahan dalam tulisan ini bagaimanakah konsep kepastian hukum dalam kepemilikan satuan rumah susun dapat memberi perlindungan hukum kepada konsumen. Konsep kepastian hukum untuk melindungi konsumen dalam kepemilikan satuan rumah susun tidak hanya pada aspek sertifikat atas satuan rumah susun bagi pemilik saja tetapi meliputi pertama, aspek perijinan, yang merupakan titik start. Kedua, aspek penguasaan tanah, merupakan titik decision. Ketiga, aspek sertifikasi tanah, merupakan titik product. Setelah semua persyaratan terpenuhi maka dilakukan penerbitan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun. Apabila ketiga aspek di atas terpenuhi maka terdapat kepastian hukum dan konsekwensinya konsumen sebagai pemilik satuan rumah susun mendapat perlindungan hukum. Kata Kunci : Rumah Susun, kepastian hukum, perlindungan hukum. *Subekti, SH.,MH. Dosen Fakultas Hukum Universitas Dr. Soetomo
41
menciptakan tatanan hidup yang baik di dalam masyarakat. Terkait hal tersebut maka pembangunan perumahan dan pemukiman bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat, mewujudkan pemukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, teraturmemberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional; menunjang pembangunan dibidang ekonomi, sosial, budaya dan bidang lainnya. Dengan demikian, sasaran pembangunan perumahan dan pemukiman adalah untuk menciptakan lingkungan dan ruang hidup manusia yang sesuai dengan kebutuhan hidup yang hakiki, yaitu agar terpenuhinya kebutuhan akan keamanan, perlindungan, ketenangan, pengembangan diri, kesehatan dan keindahan serta kebutuhan lainnya dalam pelestarian hidup manusiawi. Dalam rangka memenuhi rakyat akan perumahan pemukiman yang dapat terjangkau oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah, pemerintah selalu dihadapkan pada permasalahan keterbatasan luas tanah yang untuk pembangunan terutama di daerah perkotaan yang letak penduduk padat, Demi meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah yang jumlahnya terbatas tersebut, terutama bagi pembangunan perumahan dan
PENDAHULUAN Pembangunan dalam sebuah negara pada hakikatnya membutuhkan tiga hal pentig, yaitu prediktibilitas, fairness, dan efisiensi. Dalam upaya mencapai tiga hal tersebut di atas maka hukum diberdayakan sebagai sebuah sarana yang akan mampu mendorong proses-proses dalam pembangunan. Peran hukum menjadi sangat penting ketika pembangunan memberikan dampak yang baik kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut merupakan salah satu cita-cita perjuangan bangsa Indonesia yaitu terwujudnya masyarakat, yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, seiring dengan tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata. Salah satu unsur pokok kesejahteraan rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan perumahan, yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap warga negara Indonesia dan keluarganya, sesuai harkat dan martabatnya sebagai manusia. Perumahan sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian bangsa. Perumahan tidak hanya dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, yang berfungsi dalam mendukung terselenggaranya pendidikan, keluarga, persemaian budaya, peningkatan kualitas generasi yang akan datang dan berjati diri serta
42
pemukiman, serta mengefektifkan pengguna tanah terutama di daerahdaerah yang berpenduduk padat, maka perlu adanya pengaturan, penataan dan penggunaan atas tanah, sehingga bermanfaat bagi masyarakat banyak. Salah satu alternatif yang idealbagi pemerintah dalam menyediakan tempat tinggal bagi warga kota-kota besar di Indonesia untuk memecahkan masalah kebutuhan pemukiman dan perumahan pada lokasi yang padat, terutama pada daerah perkotaan yang jumlah penduduk selalu meningkat adalah pengadaan rumah susun (selanjutnya disingkat Rusun) karena tanah kian lama kian terbatas serta sebagai upaya pemerintah guna memenuhi masyarakat perkotaan akan papan yang layak dalam lingkungan yang sehat. Pembangunan rumah susun tentunya juga dapat mengakibatkan terbukanya ruang kota sehingga menjadi lebih lega dan dalam hal ini juga membantu adanya peremajaan dari kota, sehingga makin hari maka daerah kumuh berkurang dan selanjutnya menjadi daerah yang rapih, bersih, dan teratur. Penggunaan lahan untuk bangunan yang terus meningkat di wilayah kota-kota besar menimbulkan masalah di masa yang akan datang, Tingginya tingkat kelahiran dan migrasi penduduk yang terbentur pada kenyataan bahwa lahan di perkotaan semakin terbatas dan nilai lahan yang semakin meningkat serta mayoritas
penduduk dari tingkat ekonomi rendah, menimbulkan permukimanpermukiman padat di kawasan yang dianggap strategis yaitu kawasan pusat kota, industri dan perguruan tinggi. Alternatif pembangunan yang dianggap paling sesuai dengan kondisi di atas yaitu pembangunan kearah vertikal, dalam hal ini adalah Rumah Susun. Menurut Arie Hutagalung: Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alfernatif pemecahan permasalahan kebutuhan perumahan dan permukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat digunakan sebagai suatu cara peremajaan kota bagi daerah yang kumuh.1 Pembangunan rumah susun ini merupakan konsekwensi logis di kota besar terutama di kawasan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi. Kendala lain yang juga tidak boleh dilupakan adalah keterbatasan kemampuan ekonomi masyarakat. Imam Kuswahyono menambahkan bahwa kebutuhan
1
Arie S Hutagalung, Kondominium dan Permasalahannya, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas, Indonesia, Jakarta, 1998, hal. 2
43
tanahuntuk perumahan dan permukiman didaerah perkotaan diperkirakan 7000 hektar pertahun.2 Banyak permasalahan rumah susun yang mencuat di permukaan, hal tersebut dikarenakan tingginya investasi rumah susun yang tidak dibarengi dengan pengetahuan hukum yang terkait dengan rumah susun dikalangan masyarakat luas. Dan pembangunan rumah susun yang semakin berkembang ini tidak berbarengan dengan kegiatan pembangunannya oleh investor yang taat hukum, mereka tidak memperhatikan aspek-aspek yang dikemudian hari akan menimbulkan permasalahan bagi konsumen atau penghuni rumah susun terutama mengenai status kepemilikan hak atas tanah atas pembangunan rumah susun tersebut. Masalah yang terjadi yaitu apabila tanah tempat dibangunnya rumah susun tersebut berstatus hak milik dan tanah tersebut dipindah alihkan kepada orang lain, bagaimana status kepemilikan para penghuni satuan rumah susun. Banyak permasalahan rumah susun yang mencuat dipermukaan, hal tersebut dikarenakan tingginya investasi rumah susun yang tidak dibarengi dengan pengetahuan hukum yang terkait dengan rumah susun di kalangan masyarakat luas. Dan pembangunan rumah susun yang semakin berkembang ini tidak berbarengan dengan kegiatan 2
pembangunannya oleh investor yang taat hukum, mereka tidak memperhatikan aspek–aspek yang dikemudian hariakan menimbulkan permasalahan bagi konsumen atau penghuni rumah susun tersebut. Masalah yang terjadi yaitu apabila tanah tempat dibangunnya rumah susun tersebut berstatus hak milik dan tanah tersebut dipindah alihkan kepada orang lain, bagaimana status kepemilikan para penghuni satuan rumah susun. Berdasarkan hal tersebut diatas maka permasalahan dalam tulisan ini adalah bagaimanakah konsep kepastian hukum dalam kepemilikan satuan rumah susun dan bagaimanakah konsep kepastian hukum dalam kepemilikan satuan rumah susun dapat memberi perlindungan hukum kepada konsumen. PEMBAHASAN Secara umum terdapat dua hal yang melatarbelakangi rencana pembangunan rumah susun yaitu kondisi perumahan perkotaan yang serba tidak memadai dan belum terbangunnya sistem perumahan yang tanggap terhadap kebutuhan rumah. Kondisi perumahan yang tidak memadai ditandai oleh tingginya angka kebutuhan perumahan di satu sisi dan kelangkaan tanah perkotaan di sisi lain. Kondisi yang tidak berimbang ini menjadikan Masyarakat Berpenghasilan Rendah tidak mampu mengakses kebutuhan rumahnya secara formal, akibatnya
Ibid
44
muncul kantong-kantong permukiman informal yang tidak layak huni atau dikenal sebagai permukiman liar (squatter). Permasalahan lain menurut Urip Santoso: Tumbuhnya rumah-rumah di strenkali dan stren kereta api, tumbuhnya pemukiman yang padat penghuninya dan atau kumuh, baik yang berdiri di atas tanah haknya maupun yangberdiri di atas tanah hak pihaklain, Saat ini pengembangan wilayah kota cenderung masih bersifat horizontal.3
Pembangunan rumah susun bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan Rusun layak huni dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah di kawasan perkotaan dengan penduduk di atas 1,5 juta jiwa, sehingga akan berdampak pada : 1) Peningkatan efisiensi pengunaan tanah, ruang dan daya tampung kota; 2) Peningkatan kualitas hidup masyarakat berpenghasilan menengah-bawah dan pencegahan tumbuhnya kawasan kumuh perkotaan; 3) Peningkatan efisiensi prasarana, sarana dan utilitas perkotaan; 4) Peningkatan produktivitas masyarakat dan daya saing kota; 5) Peningkatan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat menengahbawah, 6) Peningkatan penyerapan tenaga kerja dan pertubuhan ekonomi.
Pembangunan rumah susun merupakan respon terhadap kebutuhan rumah bagi masyarakat. Rumah susun menjadi alternatif pilihan untuk penyediaan hunian kepada masyarakat yang menghuni pemukiman liar karena merupakan pilihan yang ideal bagi negaranegara berkembang. Daerah yang mempunyai tingkat kepadatan penduduk yang tinggi memiliki permasalahan pada kurangnya ketersediaan hunian, ketidaklayakan hunian dan keterbatasan lahan. Hal ini membutuhkan suatu konsep perencanaan dan pembangunan yang tepat agar permasalahan hunian dapat terselesaikan.
Selain itu, agar pembangunan Rusun mencapai kelompok sasaran yang dituju, yakni masyarakat berpenghasilan menengah-bawah, maka diperlukan upaya yang sinergis dan sistematis dari seluruh pemangku kepentingan agar harga sewa/jual rusun dapat dijangkau oleh kelompok sasaran dimaksud. Melalui berbagai penciptaan iklim yang kondusif bagi berkembangnya pembangunan rusun. Sasaran
3
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Kencana, Jakarta, 2010, hal. 76.
45
pembangunan rusun juga dilakukan melalui perbaikan sistem pasokan, antara lain berupa: silitasi pengadaan tanah bagi pembangunan Rusun, berupa percepatan proses pembebasan dari sertifikasi tanah; percepatan proses perijinan, pengurangan/penangguhan/ pembebasan biaya perijinan dan beban pajak, dukungan pembiayaan investasipembagunan rusun. Melalui perbaikan dari sisi permintaan, antara lain berupa, peningkatan kapasitas daya beli dan kapasitas meminjam masyarakat, melalui upaya pemberdayaan masyarakat dan dukungan kebijakan fiskal yang dapat mendorong tumbuhnya pasar rusun diperkotaan. Pembangunan rusun di kawasan perkotaan didasarkan pada konsep pembangunan berkelanjutan, yang menempatkan manusia sebagai pusat pembangunan. Dalam pelaksanaanya, menggunakan prinsip Tata Kelola Pemerintahan yang baik (good governance) dan Tata Kelola perusahaan yang baik (corporate governance). Prinsip dasar pembangunan Rusun meliputi: a. Keterpaduan: pembangunan Rusun dilaksanakan prinsip keterpaduan kawasan, sektor antar pelaku, dan ketepaduan dengan sistem perkotaan; b. Efisiensi dan Efektivitas: memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara optimal, melalui peningkatan intensitas penggunaan lahan dan sumber daya lainnya
c. Penegakan hukum mewujudkan adanya kepastian hukum dalam bermukim bagi semua pihak, serta menjunjung tinggi nilainilai kearifan yang hidup ditengah masyarakat. d. Keseimbangan dan berkelanjutan: mengindahkan keseimbangan ekosistem dan kelestarian sumberdaya yang ada; e. Partisipasi: mendorong kerjasama dan kemitraan Pemerintah dengan badan usaha dan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam proses perencanaan, pembangunan, pengawasan, operasi dan pemeliharaan, serta pengelolaan rusun. f. Kesetaraan menjamin adanya kesetaraan peluang bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah untuk dapat menghuni rusun yang layak bagi peningkatan kesejahteraannya. g. Transparansi dan Akuntabilitas: menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah, badan usaha dan masyarakat melalui penyediaan informasi yang memadai, serta dapat mempertanggungjawaban kinerja pembangunan kepada seluruh pemangku kepentingan. Berdasarkan Pasal 1 angka1 UU No. 20 Tahun 2011, Rumah Susun
46
adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Pembangunan rumah susun umum merupakan tanggung jawab pemerintah, yang dapat dilaksanakan oleh setiap orang dengan mendapatkan kemudahan dan/atau bantuan pemerintah dan dan juga oleh lembaga nirlaba dan badan usaha. Pembangunan rumah susun komersial dapat dilaksanakan oleh setiap orang, dimana pelaku pembangunan rumah susun komersial tersebut wajib untuk menyediakan rumahsusun umum sekurang-kurangnya 20% dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangun.Kewajiban untuk membangun rumah susun umum tersebut dapat dilakukan di luar lokasi kawasan rumah susun komersial selama masihdi dalam kabupaten/kota yang sama dengan rumah susun komersial yang bersangkutan. Dalam sistem Rumah Susun dikenal apa yang dinamakan : a. Bagian bersama Bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama
dalam kesatuan fungsi dengan satuan rumah susun (sarusun), yang terdiri dari pondasi, sloof, dinding struktur utama, pintu masuk dan tangga darurat, jalan masuk dan keluar rumah susun, koridor dan selasar. b. Benda bersama Benda bersama adalah benda yang bukan bagian rumah susun untuk pemakaian bersama dan dimiliki bersama secara tidak terpisah, diantaranya adalah jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan gas (bagian hunian), saluran pembuangan air limbah, lift dan atau eskalator, taman dan pelataran parkir. c. Tanah bersama Tanah bersama adalah tanah yang digunakan atas hak bersama secara tidak terpisah yang diatasnya berdiri rumah susun
d. Pertelaan Rincian batas yang tegas dan jelas masing-masing satuan rumah susun, bagian, benda dan tanah bersama yang diwujudkan dalam uraian tertulis dan gambar. Terkait dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama yang memiliki hubungan erat dengan kepemilikan
47
satuan unit rumah susun ini, Erwin Kallo dkk., dalam buku berjudul Panduan Hukum untuk Pemilik/Penghuni Rumah Susun (Kondominium, Apartemen dan Rusunami) menjelaskan bahwa: Kepemilikan perseorangan ialah hak kepemilikan seseorang yang telah membeli satuan unit rumah rusun. Unit di sini adalah ruangan alam bentuk geometrik tiga dimensi yang dibatasi oleh dinding dan digunakan secara terpisah atau tidak secara bersama-sama. Hak perseorangan ini biasanya akan tergambar dalam pertelaan rumah susun. Pertelaan adalah penunjukan yang jelas atas batas masing-masing satuan rumah susun, bagian bersama, benda bersama, tanah bersama beserta nilai perbandingan proporsional (NPP) beserta uraiannya. Mengenai luas/ukuran unit satuan rumah susun (sarusun) akan terlihat dan diuraikan dalam sertifikat hak milik satuan rumah susun masing-masing pemilik.4
adalah hak milik atas rumah susun (HMRS), yakni kepemilikan yang terpisah dari tanah bersama, bagian bersama dan benda bersama. Dengan demikian, kepemilikan yang dimaksud adalah kepemilikan perseorangan yang didapat dari membeli satuan unit rumah susun (sarusun) Ada empat macam rumah susun : a. Rumah susun yang mewah, yang penghuninya sebagian besar tenaga asing b. Rumah susun golongan menengah yang dihuni oleh masyarakat berpenghasilan menengah keatas c. Rumah susun sederhana yang dihuni oleh masyarakat berpenghasilan menengah dan rendah d. Rumah susun muran yang dihuni oleh masyarakat berpenghasilan rendah ke bawah.5 Masalah kehidupan sosial umumnya tidak berjalan selaras dengan kebijakan dari pemerintah sebab kondisi sosial berjalan begitu cepat sedangkan aturan umumnya mengikuti perkembangan dari kondisi sosial tersebut. Faktor utama dari perubahan sosial adalah technologi dan kemajuan ilmu pengetahuan, sebab kedua faktor itu
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hak milik dalam UUPA adalah hak terkuat dan terpenuh yang dimiliki orang atas tanah sedangkan yang dimaksud hak dalam undang-undang rumah susun
5
4
Komaruddin, Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Permukiman, Yayasan REI, Rakasindo, Jakarta, 1997, hal. 165
Erwin Kallo, Panduan Hukum Untuk Pemilik Penghuni Rumah Susun, Jakarta, Minerva Athena Pressindo, 2009, hal. 59
48
yang mempengaruhi perubahan sosial di bidang ekonomi sehingga menimbulkan disparitas tingkatan kehidupan masyarakat yang pada gilirannya akan berpengaruh di bidang hukum6. Hukum memang tak bisa dilepaskan dari masyarakat, ada masyarakat ada hukum, seperti yang dikatakan oleh Cicero “ubisicietas,ibi ius.”Artinya, dimana ada masyarakat di situ ada hukum. Demikian pula Van Apedoorn menyatakan, ”Hukum terdapat diseluruh dunia dimana terdapat suatu masyarakat manusia”, yang oleh Teguh dikatakan supaya ada hukum maka perlu adanya 7 masyarakat . Jadi hukum ada karena masyarakat ada, bila masyarakat tak ada maka hukumpun tak akan ada Seperti gambar mata uang antara hukum dan masyarakat yang tak bisa terpisahkan, jika keduanya diperlakukan dengan kekuasaan maka jelas akan menimbulkan ekses sosial baru, sebagaimana mata uang jika gambarnya dipisahkan dari salah satu unsurnya maka mata uang tersebut adalah palsu, Oleh Satjipto dikakatan kalau hukum hanya digantunkan pada struktur sistem hukum formalnya saja, impor saja hukum dari negara asing, seperti hukum perseroan dari Belanda, hukum kontrak dari Amerika,
hukum angkutan dari Perancis dan lain-lain maka hukum yang baru dan modern sudah jadidan legal, namun permasalahan apakah sesuai dengan nilai-nilai hukum masyarakat yang diatur tersebut.8 Harapannya, intinya hukum berpengaruh terhadap masyarakat adalah warga masyarakat sesuai dengan hukum namun faktanya hukum tidak selalu berpengaruh secara positif, maksudnya tidak mustahil hukum malah .mengakibatkan terjadi perilaku yang menyimpang, sebab warga masyarakat sengaja melawan hukum atau mungkin mereka sama sekali tidak mengacuhkan hukum yang berlaku. Kadang-kadang dijumpai dalam praktek hukum secara terangterangan dilanggar atau dilawan oleh masyarakat, penyebabnya tentu banyak sekali, tetapi umumnya disebabkan oleh terjadinya ketidakadilan atau pejabat sering menyalahgunakan kekuasaan sehingga sering dijumpai ketidakadilan di dalam penerapan hukum dalam mengatasi pelanggaran. Apabila ada kecenderungan hukum tertentu diacuhkan atau dilawan oleh warga masyarakat dapat dikatakan hukum tersebut mempunyai pengaruh yang negatif terhadap masyarakat, dengan demikian hukum tersebut kurang
6
Satjipto Rahardjo, Hukum Masyarakat dan Pembangunan, Alumni, Bandung, 1980, hal. 21 7 Teguh Prasetyo, Hukum dan Sistem Hukum berdasarkan Pancasila, Media Perkasa, cet. 1. Yogyakarta, 2013, hal. 1.
8
49
Satjipto Rahardjo, Op.cit, hal. 11.
berhasil untuk mengadakan perubahan di dalam masyarakat.9 Perkembangan tehnologi dan ilmu pengetahuan hukum sangat berpengaruh juga terhadap perubahan sosial dan pada akhirnya terjadi perubahan budaya. Menurut Nanang Martono, ”Antara perubahan sosial dan perubahan budaya berbeda pengertiannya. Perubahan sosial meliputi perubahan dalam perbedaan usia, tingkat kelahiran dan penurunan rasa kekeluargaan antar anggota masyarakat sebagai akibat timbulnya urbanisasi dan modernisasi, sedangkan perubahan budaya menyangkut banyak aspek dalam kehidupan, seperti seni, ilmu pengetahuan, tehnologi, peraturanperaturan hukum, dan filsafat. Perubahan sosial dan perubahan budaya saling berkaitan, tak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan dan sebaliknya tidak mungkin ada kebudayaan tanpa masyarakat10. Jadi sama dengan hukum bahwa tak mungkin ada masyarakat tanpa hukum dan sebaliknya tak ada masyarakat yang tanpa diatur oleh hukum, tetapi hukum merupakan bagian dari budaya, sama persis dengan sosial yang merupakan bagian dari budaya.
Budaya adalah makro sistemnya sedangkan hukum, sosial, ekonomi, tehnologi, ilmu pengetahuan, politik dan lain-lain merupakan bagian dari budaya. Aspek penting yang harus diperhatikan dalam pembangunan satuan rumah susun adalah aspek tanah yang tunduk pada ketentuan Undang-Undang, Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Ketentuan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan aspek satuan rumah susun sebagaimana diatur dalamUndangUndang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun. Rumah susun merupakan akibat keterbatasan lahan dan harga lahan yang mahal, maka pendekatan yang dilakukan dalam pembangunan adalah dengan memenuhi aspekaspek yang menjadi dasar pilihan masyarakat kelompok sasaran yaitu: 1. Aksesibilitas lokasi rumah susun terhadap fasilitas perkotaan, seperti lapangan pekerjaan, transportasi, pendidikan, perdagangan, kesehatan, perbelanjaan. 2. Status kepemilikan yang terjamin secara hokum 3. Harga yang terjangkau oleh masyarakat kelompok sasaran 4. Kelengkapan fasilitas baikdidalam unit maupun untuk lingkungannya 5. Lingkungan yang teratur,bersih dan memenuhi syarat sebagai rumah layak
9
Suryono Soekanto, Beberapa Aspek Sosio Yuridis Masyarakat, Alumni, Bandung, 1983, hal. 91 10 Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial, Prespektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial, RajaGrafiindo Persada, Cet 2, Jakarta, 2012, hal. 12
50
Prosedur dan persyaratan peralihan hak atas tanah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku bahwa dalam setiap proses peralihan hak atastanah, harus dilakukan dengan dibuat akta otentik oleh pejabat pembuat akta tanah (selanjutnya disebut PPAT) sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Nomor 7 Undang-Undang Jabatan Notaris, dan didaftarkan di kantor pertanahan kabupaten/kota wilayah tanah terletak. Dua bentuk peralihan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Beralih Pengertian beralih menunjuk, pada berpindahnya Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dari pemiliknya kepada pihak lain dikarenakan pemiliknya meninggal dunia atau berpindahnya Hak Millik Atas Satuan Rumah Susun karena suatu pewarisan. Dengan meninggalnya pemilik satuan rumah susun, maka Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun secara juridis berpindah kepada ahli warisnya. b. Pemindahan hak Pengertian pemindahan hak menunjuk pada berpindahnya Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dari pemiliknya kepadapihak lain dikarenakan suatu perbuatan hukum yang sengaja
dilakukan dengan tujuan agar pihak lain tersebut mendapatkan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Adapun perbuatan hukum tersebut dapat berupa jual beli, tukar menukar, hibah, penyertaan dalam modal perusahaan lelang.11 Pada umumnya jual beli Rumah susun/Apartemen antara pelaku usaha (Pengembang perumahan) dengan konsumen, didasarkan pada perjanjian yang telah ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha (perjanjian baku/standar). Perjanjian tersebut mengandung ketentuan yang berlaku umum (massal) dan konsumen hanya memiliki dua pilihan menyetujui atau menolak. Kekhawatiran yang muncul berkaitan dengan perjanjian baku dalam jual beli Rumah Susun/Apartemen adalah karena dicantumkannya klausul eksonerasi (exception clause).12 Berdasarkan Pasal 45 UndangUndang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun “Penguasaan
11
Hamzah Andi, I Wayan Suandra, B. A Manalu, Dasar-Dasar Hukum Perumahan, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hal 42 12
Arie S Hutagalung, Condominium dan Permasalahanya, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1998, hal. 77
51
satuan rumah susun dapat dilakukan dengan berbagai cara. Untuk satuan rumah susun umum dan satuan rumah susun komersial, penguasaan dapat dilakukandengan cara dimiliki atau disewa. Penguasaan satuan rumah susun dengan cara-cara tersebut dapat dilakukan dengan perjanjian tertulis yang dibuat di hadapan pejabat yang berwenang. Perjanjian tertulis tersebut harus didaftarkan pada perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun (PPPSRS), yaitu badan hukum yang beranggotakan para pemilik atau penghuni satuan rumah susun. Menurut Pasal 42 mengenai Pemasaran disebutkan bahwa : (1) Pelaku pembangunan dapat melakukan pemasaran sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan. (2) Dalam hal pemasaran dilakukan sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku pembangunan sekurang-kurangnya harus memiliki: a. Kepastian peruntukan ruang; b. Kepastian hak atas tanah; c. Kepastian status penguasaan rumah susun, d. Perizinan pembangunan rumah susun; dan e. Jaminan atas pembangunan rumah susun dan lembaga penjamin.
f. Dalam hal pemasarandilakukan sebelum pembangunan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (2), segala sesuatu. yang dijanjikan oleh pelaku pembangunan dan/atau agen pemasaran mengikat sebagai perjanjian pengikatan jualbeli (PPJB) bagi para pihak. Kemudian dalam Pasal 43diatur : (1) Proses jual beli satuan rumah susun sebelum pembangunan rumah susun selesai dapat dilakukan melalui perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat di hadapan notaris. (2) Perjanjian pengikatan jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas: a. Status kepemilikan tanah; b. Kepemilikan EAB; c. Ketersediaan prasarana,sarana, dan utilitas umum; d. Keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen); dan e. Hal yang diperjajikan. Sedangkan pada Pasal 44 diatur : (1) Proses jual beli, yang ditakukan sesudah pembangunan ramah susun
52
selesai, dilakukan melalui akta jual beli (AJB). (2) Pembangunan rumah susun dinyatakan selesai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila telah diterbitkan: a. Sertifikat Hak Fungsi; dan b. Sertifikat Hak Milik satuan rumah susun atau Sertifikat kepemilikan Bangunan Gedung Sarusun (SKBG) satuan rumah susun.
hak miliklah yang terkuat dan terpenuh. Boedi Harsono dalam bukunya yang berjudul Hukum Agraria Indonesia menjelaskan bahwa Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dan memberikan kewenangan untuk mengunakannya bagi segala macam keperluan selama waktu yang tidak terbatas, sepanjang tidak ada larangan khusus untuk itu.13 Pasal 18 menyatakan (a) Pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah; atau (b) Pendayagunaan tanah wakaf. Selanjutnya Pasal 19 ayat (1) menyatakan bahwa tanah sebagaimana yang dimaksud ayat (1) harus sudah diterbitkan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini memberikan perhatian bahwa dalam pembangunan rumah susun akan mengedepankan kepastian hukum, senafas dengan Pasal 19 (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang menyatakan “Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuanketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.” Pasal 3 Peraturan Pernerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan bahwa tujuan pendaftaran tanah adalah :
Undang-Undang Nomor 20Tahun 2011 Pasal 17 menyatakan bahwa rumah susun dapat dibangun di atas tanah : (a) hak milik; (b) hakguna bangunan atau hak pakai atastanah negara dan; (c) hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan. Pengertian hak milik dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang, Ketentuan Dasar Pokok-Pokok Agraria, diatur dalam Pasal 20 ayat (1) yang menyatakan “Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Penjelasan Pasal 20 UUPA mengatakan bahwa hak milik adalah hak terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Terkuat dan terpenuh tersebut bermaksud untuk membedakan dengan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan lain-lainnya, yaitu untuk menunjukkan bahwa diantara atas tanah yang dapatdipunyai orang,
13
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1997
53
a. Memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hakhak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangutan. Untuk itukepada pemegang haknya diberikan sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya. b. Untuk menyediakan informasi kepada pihakpihak yang berkepentingan, termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan jika mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar. Untuk penyajian data tersebut dilaksanakan oleh seksi tata usaha pendaftaran tanah kantor pertanahan kabupaten/kotamadya yang dikenal sebagai daftar umum, yang terdiri atas peta pendaftaran tanah, daftar tanah, surat ukur, buku tanah dan daftar nama.
atas rumah susun. Bentuk hak milik atas rumah susun ini harus dibedakan dengan jenis hak milik rumah dantanah pada umumnya. Pasal 46 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 menyatakan “Hak kepemilikan atas satuan rumah susun merupakan hak milik atas satuan rumah susun yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Irawan Soerodjo mengatakan bahwa terdapat lima keuntungan dari terlaksananya pendaftaran tanah yang baik, adalah :14 1. Memberikan rasa aman kepada pemegang hak atas tanah karena adanya kepastian hukum mengenai hak atas tanahnya, yang pada gilirannya akan memberikan rasa kemantapan dalam usahanya dan dapat meningkatkan produktifitas dalam pemanfaatan tanah tersebut 2. Berkurangnya sengketa atas tanah sehingga terdapat penghematan dalam biaya dan waktu bagi perorangan dari aspek mikro maupun bagi negara dari aspek makro 3. Mudah, murah dan kepastian atas suatu transaksi mengenai tanah. Peralihan hak perorangan atas tanah yang tidak terdaftar seringkali
Mengenai kepemilikan atassatuan rumah susun, bentuk kepemilikan yang dikenal adalah Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHMRS). SHMRS adalah bentuk kepemilikan yang diberikan terhadap pemegang hak
14
Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Arkola, Jakarta, 2002, hal. 27
54
mengakibatkan biaya yang mahal dan menimbulkan ketidakpastian hukum 4. Meningkatkan investasi denganmenjadikan tanah sebagai jaminan guna memperoleh kredit jangka panjang. Pada umumnya lembaga perbankan menuntut adanya hak yang sah atas suatu jaminan sebelum kredit diberikan 5. Hasil pendaftaran tanah yang berupa data yuridis dan data fisik selain memberikan kepastian hukum juga dapat digunakan sebagai initrumen penetapan dan pengenaan pajak tanah
pengendalian dalam penggunaan tanah. Tanah yang akan digunakan untuk penyelenggara pembangunan rumah susun harus sesuai dan berdasar kepada tata ruang wilayah (RTRW) yang telah ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota. Prosedur perolehan ijin lokasi diatur dalam Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 2 Tahun 1999. b. Ijin Mendirikan Bangunan Permohonan Ijin Mendirikan Bangunan diajukan oleh penyelenggara pembangunan rumah susun pemohon kepada pemerintah kabupaten/kota setempat. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun. c. Ijin Layak Huni Pemerintah Daerah akan mengeluarkan ijin layak huni jika pelaksanaan pembangunan rumah susun dari segi arsitektur, konstruksi, instalasi dan kelengkapan bangunan lainnya telah benar-benar sesuai dengan ketentuan dan persyaratan vang ditentukan dalam Ijin
Kelima keuntungan dari terlaksananya pendaftaran tanah yang baik tersebut jika disimpulkan tujuannya adalah memberikan perlindungan hukum kepada pemegang atas tanah. Perolehan tanah satuan rumah susun untuk subyek hukum adalah kegiatan perolehan tanah dari awal sampai akhir yang akhirnya bermuara pada tiga titik, yaitu start yaitu aspek perijinan, titik decision yaitu aspek penguasaan dan titik product, yaitu aspek pensertifikatan tanah. 1. Titik start : aspek perijinan Pemohon penyelenggara pembangunan satuan rumah susun mengajukan perijinan yang meliputi : a. Ijin lokasi Ijin lokasi berfungsi sebagai sarana
55
Mendirikan Bangunan. Diperolehnya ijin layak huni merupakan salah satu syarat untuk penerbitan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan, Proses permohonan ijin layak huni baru dapat dilaksanakan setelah rumah susun selesai dibangun. 2. Titik Decision : Aspek Penguasaan Tanah Tahap lanjutan dari titik start (permohonan) adalah aspek penguasaan tanah yang dapat dibuktikan dengan akta pemisahan dan perhimpunan sebagai berikut : a. Akta pemisahan Akta pemisahan merupakan tanda bukti pemisahan rumah susun atas satuan rumah susun, yang meliputi bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Penyelenggara pembangunan rumah susun wajib meminta pengesahan isi akta yang bersangkutan kepada pemerintah kota/kabupaten setempat. Setelah disalikan oleh pejabat yang berwenang harus didaftarkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dengan melampirkan, sertifikat hak atas tanah
ijin layak huni, ijin mendirikan bangunan dan lain-lain. b. Perhimpunan Penghuni Untuk memanfaatkan rumah susun terutama bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama maka sesuai dengan Undang-undang, para penghuni harus menghimpun diri. Lembaga yang dimaksud oleh undang-undang harus berbentuk badan hukum, konsekuensinya harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang harus disahkan oleh pemerintah daerah setempat, dalam hal ini adalah Dinas Perumahan. 3. Titik Product : Aspek Sertifikasi Tanah Aspek selanjutnya adalah sertifikasi tanah. Dalam tahap ini Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota memastikan persyaratan telah terpenuhi, seperti sertifikat hak atas tanah; sertifikat lain fungsi; warkah lain; Ijin Mendirikan Bangunan (IMB); adanya akta pemisahan Pertelaan Setelah semua persyaratan terpenuhi maka dilakukan penerbitan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun. Hal ini untuk
56
menjamin kepastian hukum dan kepastian hak atas kepemilikan satuan rumah susun. Pengaturan mengenai tata cara pembuatan buku tanah dan penerbitan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun diatur dalam Peraturan Kepala Badan pertanahan Nasional Nomor 4 tahun 1989. Pada umumnya jual beli Rumah susun antara pelaku usaha (Pengembang perumahan) dengan konsumen, didasarkan pada perjanjian yang telah ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha (perjanjian baku/standar). Perjanjian tersebut mengandung ketentuan yang berlaku umum (massal) dan konsumen hanya memiliki dua pilihan menyetujui atau menolak. Kekhawatiran yang muncul berkaitan dengan perjanjian baku dalam jual beli rumah susun adalah dicantumkannya klausul eksonerasi (exception clause).15 Kebanyakan investor hanya mementingkan aspek keuntungan atau bonafit semata bagi perusahaan mereka saja tanpa memperhatikan masalah yang terjadi dikemudian hari yang berdampak bagi para investor maupun penghuni satuan rumah susun. Dalam hal kepemilikan terhadap satuan rumah susun diberikan kepastian hukum dengan diterbitkannya sertifikat atas satuan rumah susun, hal ini ditujukan untuk mencegah adanya kelalaian dikarenakan perjanjian klausula baku yang dibuat oleh
15
developer. Bukti kepemilikan hak atas satuan rumah susun yaitu dengan diterbitkannya Sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terdiri dan Salinan buku tanah hak milik atas satuan rumah susun, salinan surat ukur atas tanah bersama, gambar denah satuan rumah susun yang bersangkutan yang secara jelas menunjukkan tingkat rumah susun dan lokasi atau tempat rumah susun Sebagaimana dikemukakan oleh Aristoteles bahwa hukum mempunyai tugas suci dan luhur, yakni keadilan dengan memberikan kepada tiap-tiap orang, apa yang berhak diterima, serta memerlukan peraturan tersendiri bagi tiap-tiap kasus, Untuk terlaksananya hal tersebut, maka hukum harus membuat apa yang dinamakan algemene regels (peraturan / ketentuan umum); di mana peraturan/ketentuan umum ini diperlukan masyarakat demi kepastian hukum. Dengan adanya aturan-aturan hukum untuk melindungi konsumen pemilik satuan rumah susun, yang meliputi tidak hanya pensertifikatan satuan rumahsusun tetapi juga dimulai dari aspek perijinan, aspek penguasaan tanah dan aspek sertifikasi tanahmaka ketiga peraturan perundang-undangan yang mengatur ketiga aspek tersebut harus pasti, karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multitafsir), dan logis dalam artian menjadi suatu sistem norma dengan
Arie S Hutagalung. Loc. Cit, hal. 2
57
norma lain, sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Terpenuhinya hal tersebut menyebabkan peraturan hukum dapat diterapkan sehingga berhasil menjamin banyak kepastian hukum dalam masyarakat dalam hal ini adalah konsumen pemilik satuan rumah susun dan hasil akhirnya adalah masyarakat mendapat perlindungan, Akan tetapi tidak jarang juga konsumen mengalami kerugian karena perbuatan pengembang. Bentuk-bentuk perbuatan yang merugikan konsumen, antara lain: a. Perjanjian jual beli rumah yang tidak seimbang. Beberapa ketentuan yang berkenaan dengan keadaan perjanjian yang tidak seimbang, yaitu ; Pertama, ajaran tentang Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik Van Omnstandigheden) sebagai alasan untuk pembatalan perjanjian. Kedua, Asas kebebasan berkontrak, sebagaimana dianut di dalam KUHPerdata. Asas ini disebut dengan freedom of contract atau laissez faire, yang di dalam Pasal1338 KUH Perdata dinyatakan “Semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku halnya sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya.” Ketiga, Pasal 1338ayat (3) KUHPerdata yang menyebutkan bahwa
b. c. d. e. f. g. h.
”Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.” Keempat, Kesepakatan yang dibuat secara semu atau tidak murni harus dianggap batal secara yuridis. Pasal 1321 KUHPerdata menentukan Perjanjian yang bersifat semu atau tidak murni ialah perjanjian yang dibuat karena adanya kekhilafan (dwaling), adanya paksaan (dwang, dures) dan adanya penipuan (bedrog, misrepresentation). Kualitas spesifikasi teknis rumah rendah; Fasilitas sosial dan fasilitas umum yang tidak standar; Keterlambatan serah terima rumah; Sertifikasi; Mutu bangunan; Informasi Marketing yang menyesatkan; Pengenaan biaya tambahan,
Apabila terjadi perselisihan antara konsumen perumahan dengan pihak pengembang selaku pelaku usaha maka dapat ditempuh cara penyelesaiannya melalui pengadilan atau di luar pengadilan, sebagaimana ditentutan oleh Pasal 45 UndangUndang Nomor 8 TahunPerlindungan Konsumen (UUPK): (1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa
58
antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. (2) Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. (3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang undang, (4) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.
Perdata yang mengatur tentang perikatan seperti Pasal 1320, 1321, 1365, 1338 serta ketentuan Pasal 383 KUHPidana merupakan bentukbentuk dari perlindungan hukum terhadap konsumen perumahan dan pemukiman. Bentukbentukperbuatanyang merugikan konsumen dalam praktek antara lain adalah keterlambatan serah terima; rumah, sertifikasi, mutu bangunan, informasi marketing yang menyesatkan, fasos dan fasum atau Pengenaanbiaya tambahan; Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen perumahan dan pemukiman yang telah dirugikan adalah dengan jalan memperkarakan (menggugat) pengembang melalui pengadilan atau mengadukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) serta mengajukan tuntutan pidana berdasarkan Pasal 383 KUHPidana. Agar pengembang selaku pelaku usaha di bidang perumahan dan pemukiman dengan itikad baik mematuhi segala aturan yang telah ditetapkan dalam UUPK dan menghindarkan diri dari praktek yang tidak terpuji. Disamping itu apabila terjadi perselisihan maka dengan iktikad baik pula menyelesaikannya melalui lembaga yang sudah disediakan yaitu BPSK atau Pengadilan. Larangan yang berhubungan dengan satuan rumah susun umum diatur dalam Pasal 103, UndangUndang Nomor 20 Tahun 2011, yaitu setiap orang dilarang menyewakan atau mengalihkan
Salah satu bentuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan adalah melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (disingkat BPSK) dengan acaramediasi, konsiliasi dan arbitrasi, Ketentuan tentang hak dan kewajiban,perbuatan yang dilarang, klausula baku, tanggung jawab pelakuusaha, mekanisme penyelesaian sengketa, ketentuan mengenai sanksi dari Undang Undang Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum
59
kepemilikan satuan rumah susun umum kepada pihak lain, kecuali apabila diperbolehkan menurut undang-undang ini. Apabila hal di atas dilakukan maka orang tersebut akan dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 150.000.000; (seratus lima puluh juta rupiah). Lebih lanjut, larangan yang berhubungan dengan satuan rumah susun komersial, diatur dalam Pasal 97 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011, yaitu setiap pelaku pembangunan rumah susun komersial dilarang mengingkari kewajibannya untuk menyediakan rumah susun umum sekurangkurangnya 20% dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangun. Setiap pelaku pembangunan rumah susun komersial yang mengingkari kewajiban tersebut dapat dipidana Angan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 20.000,000.000; (dua puluh milyar rupiah). Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan perumahan– perumahan melalui rusun yang layak bagi kehidupan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan. Jadi Negara memiliki tugas dan kewajiban dalam penyelenggaraan rusun yang layak bagi kehidupan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan yang berarti tidak bersifat insidentil/sementara. Dalam hal ini, perlu adanya upaya pemerintah dan rakyat bahu membahu dalam mengelola rusun-
rusun akan tetap terjamin bangunannya serta masyarakatnya juga berkembang dalam tingkat kehidupannya, untuk itu perlu dicarikan model-model yang tepat dan berdaya guna dalam membangun rusun yang bersifat fisik dan sosial. Dalam mengupayakan pembangunan yang berkelanjutan perlu ditopang selain regulasi dari pemerintah pusat juga regulasi tehnis dari Pemerintah Daerah yang langsung berhadapan dengan masyarakat. Dalam hal ini, Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa hukum harus dapat membahagiakan semua orang/masyarakat, bukan hanya membahagiakan orang perorang sebab bila hukum hanya membahagiakan orang perorang saja akan menyebabkan hukum dijadikan alat kepentingan. Para penyelenggara hukum hendaknya senantiasa merasa gelisah apabila hukum belum bisa membuat rakyat bahagia.Inilah yang disebut penyelenggara hukum progresif. Jadi para pengelola rusun umum hendaknya bisa membuat regulasi yang membahagiakan masyarakat, perlu hati-hati dalam melaksanakan hukum modern yang hanya mendasarkan pada rasionalitas, beliau mengutip pendapat Lin Yu Tang, intelektual Cina yang membedakan rasionalitas, hukum modern dan adanya tujuan yang lebih besar dan itu perlu lebih berhati-hati dalam melaksanakan sistemhukum yang rasionalitas. Hukum modern memang
60
perluterutama dalam hubungannya dengan hal-hal yang bersifat universal namun tujuan yang lebih besar yaitu kebahagiaan masyarakat yang hendak dicapai perlu direnungkan dan diperhatikan sehingga hukum akan menjadi tidak kering dan masyarakat akan menjadi bahagia.16 Mengenai hukum agar dapat membahagiakan masyarakat selain hukum tersebut bersifat progresif, Mahfud MD menjelaskan bahwa hukum juga harus responsif. Beliau membedakan antara hukum responsif dan hukum konservatif Produk hukum responsif/populisitik adalah produk hukum yang mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan masyarakat sedangkan produk hukum konservatif/ortodoks /elitis adalah produk hukum yang isinya lebih mencerminkan visi sosial elit politik, lebih mengarahkan keinginan pemerintah/penguasa yang bersifat positivis-Instrumentalis yakni menjadikan hukum menjadi alat pelaksanaan ideologi dan program negara antara hukum responsif dan ortodoks memiliki sifat yang berlawanan, hukum ortodoks lebih tertutup terhadap tuntutan-tuntutan kelompok masyarakat maupun individu di dalam masyarakat. Produk hukum yang bersifat responsif, proses pembuatannya bersifat partisipatif, yakni mengajak
sebanyak mungkin partisipasi masyarakat melalui kelompok masyarakat dan individu dalam masyarakat, sebaliknya produk hukum yang ortodoks bersifat sentralisitik dalam arti penguasa lebih mendominasi terutama eksekutif dalam mengambil keputusan hukum.17 Jadi hukum progresif maupun responsif menjadikan hukum bukan hanya sekedar aturan namun benar-benar dapat mencapai tujuan membahagiakan masyarakatnya, menurut Teguh Prasetyo, agar hukum dapat menciptakan kehidupan masyarakat yang harmoni dan teratur dalam kehidupan sosial diperlukan adanya sistem hukum. Sistem hukum menurut beliau merupakan satu kesatuan yang terdiri atas unsur-unsur yang saling bekaitan satu dengan yang lain dan pertentangan satu dengan yang lain, beliau juga menyitir pendapat dari Sudikno Mertokusumo bahwa sistem hukum berarti hukum itu merupakan satu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur satu dengan yang lain saling berkaitan erat dan merupakan satu kesatuan dan bekerja sama untuk mencapai tujuan, selanjutnya beliau menjelaskan bahwa sistem hukum merupakan sistem yang terbuka yang maksudnya unsur-unsur dalam sistem tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar sistemnya juga sebaliknya unsur-unsur yang
16
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Progresif, Koinpas Media Nusantara, Jakarta, 2010, hal. 37-39.
17
61
Ibid, hal. 25-26
ada dalam sistem hukum mempengaruhi faktor-faktor diluar sistem, bahwa peraturan peraturan hukum terbuka untuk ditafsirkan secara berbeda, oleh karena itu hukum selalu mengalami perkembangan mengikuti perkembangan yang terjadi di luar sistem hukum tersebut.18 Jadi dalam sistem hukum yang terbuka memungkinkan adanya hukum progresif dan resposif menjadikan sarana agar hukum dapat selalu menyesuaian dengan keadaan masyarakat sehingga adanya hukum menjadikan masyarakat bahagia.
sertifikasi tanah, merupakan titik product. Pada aspek ini Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota memastikan persyaratan telah terpenuhi, Seperti : 1) Sertiflikat hak atas tanah; 2) Sertifikat laik fungsi 3) Warkah lain; 4) Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) 5) Adanya akta pemisahanPertelaan b. Setelah semua persyaratan terpenuhi maka dilakukan penerbitan sertifikat hak milikatas satuan rumah susun. Apabila ketiga aspek diatas terpenuhi maka terdapat kepastian hukum dan konsekwensinya pemilik atau konsumen sebagai pemilik satuan rumah susun mendapat perlindungan hukum dari aspek kepemilikan. Dari aspek perjanjian (perdata) dan pidana, apabila konsumen dirugikan terhadap perbuatan pengembang atau pelaku usaha maka upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen perumahan dan pemukiman yang telah dirugikan adalah dengan jalan memperkarakan (menggugat) pengembang melalui pengadilan atau mengadukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) serta mengajukan tuntutan pidana berdasarkan Pasal 383 KUHPidana. Selain itu Pasal 1320, 1321, 1365, 1339 juga merupakan bentuk perlindungan terhadap konsumen pemilik satuan rumah susun.
KESIMPULAN a. Konsep kepastian hukum untukmelindungi konsumen dalam kepemilikan satuan rumah susun tidak hanya pada aspek sertifikat atas satuan rumah susun bagi pemilik/konsumen saja tetapi meliputi: Pertama, aspek perijinan, yang merupakan titik start. Pada aspek ini pemohon penyelenggara pembangunan satuan rumah susun mengajukan perijinan, yang meliputi ijin lokasi, ijin mendirikan bangunan dan ijin layak huni. Kedua, aspek penguasaan tanah, merupakan titik decision. aspek penguasaan tanah dapat dibuktikan dengan akta pemisahan dan perhimpunan penghuni. Ketiga, aspek
18
Teguh Prasetyo, Hukum dan sistem Hukum berdasarkon Pancasila, Media Perkasa, cet.1, Yogyakarta, 2013, hal. 39-41
62
rumah susun sajatetapi juga bagi penghuni maupun pemilik rumah susun/konsumen rumah susun sebabbila hukum hanya membahagiakan orang perorang saja akan menyebabkan hukum dijadikan sebagai alat kepentingan.
REKOMENDASI a. Pemilik rumah susun, notaris, Pemerintah Daerah sebagai Pembina baik di tingkat Daerah maupun nasional, pelaku pembangunan rumah susun, pengelola rumah susun, perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun (PPPSRS), juga menteri yang menyelenggarakan pemerintahan di bidang perumahan dan kawasan pemukiman hendaknya bisa bersinergi melakukan tindakan yang menjadi wewenangnya masing-masing agar tidak timbul akibat yang merugikan para penghuni maupun pemilik rumah susun/konsumen rumah susun. b. Konsep kepastian hukum yang terdiri dari aspek perijinan, aspek penguasaan tanah dan aspek sertifikasi tanah dapat menjadi acuan bagi pemerintah dan masyarakat (pengelola pembangunan satuan rumah susun) dalam rangka menciptakan birokrasi pertanahan yang baik dalam pengurusan sertifikasi tanah satuan rumah susun, dengan adanya birokrasi yang baik maka dapat membentuk iklim investasi yang baik pula. c. Hukum harus dapat membahagiakan semua orang/masyarakat, bukan hanya membahagiakan orang perorang atau pelaku pembangunan
DAFTAR PUSTAKA BUKU: Hutagalung S, Arie, Kondominium dan Permasalahannya, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta,1998 Hamzah,Andi dan I Wayan Suandra,B.A Manalu, DasarDasar Hukum Perumahan, Rineka Cipta, Jakarta,2000 Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan UndangUndang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta,2005 Kallo, Erwin, Panduan HukumUntuk Pemilik/PenghuniRumah Susun, Jakarta, MinervaAthena Pressindo, 2009 Kuswahyono, Imam, Hukum Rumah Susun suatu BekalPengantar Pemahaman, Bayu. Media, Malang, 2004 Komaruddin, Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Pemukiman, Yayasan REI, Rakasindo,Jakarta, 1997 Mahfud MD, Politik Hukum diIndonesia, Pustaka
63
LP3SIndonesia, cet.3, Jakarta, 2006 Martono, Nanang, sosiologi Perubahan Sosial Prespektif Klasik, Modern, Posmodern dan Poskolonial, RajaGrafindo Persada, Cet. 2, Jakarta, 2002, Prasetyo, Teguh, Hukum dan SistemHukum berdasarkan Pancasila, Media Perkasa, cet. 1.Yogakarta, 2013 Rahardjo,Satjipto, Hukum, Masyarakat&Pembangunan, Alumni, Bandung, 1980 -------- PenegakanHukum Progresif, Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2010 Santoso, Urip, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Kencana, Jakarta, 2010 Soekanto, Soeryono, Beberapa Aspek Sosio Yuridis Masyarakat, Alumni, Bandung, 1983. Soerodjo Irawan, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Arkola, Jakarta, 2002 Soepiadhy, Soetanto, Kepastian Hukum, Surabaya Pagi, Rabu, 4 April 2012 Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Terjemahan. Wacana Intelektual Press, Jakarta, 2008 Utrecht, E, dalam Sudiman Sidabukke, Kepastian Hukurn Perolehan Hak atas Tanah bagi Investor, Disertasi, Program
Pascasarjana Universitas Brawijaya, Malang, 2007
Peraturan Perundang-undangan : Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/ 1998 Tentang Hak Asasi Manusia Undang-Undang Nomor 5 Tahun1960 Tentang Ketentuan Dasar PokokPokok Agraria Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Pemukiman Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun Undana-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 tahun 1999 Tentang Bentuk dan Tata Cara Pengisian serta
64
Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 tahun 1989 Tentang Bentuk danTata Cara Pembuatan Buku Tanah serta Penerbitan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun Pengaturan Kepala Badan Pertanahan Nasional.Nomor 4 tahun 1989 Tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Buku Tanah serta Penerbitan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun Peraturan Walikota Surabaya Nomor 14 Tahun 2013 Tentang Tarif Sewa Rumah Susun Sederhana Sewa Wonorejo, PenjaringansariII, Randu, Tanah Merah Tahap I, Penjaringansari IIIPandugo, Pesapen dan Jambangan di Kota Surabaya
rumah.html,diunduh pada tanggal15 April 2015 http://diiashinta.blogspot.com/2010/ 06/artikel-tentang-rumahsusun.html, diunduhRabu15April 2015 Jurnal, Makalah : Bungaran Hutapea,Sejarah Perkembangan Human Right Dahulusampai Sekarang, Jurnal HAM Nomor 2, September 2005, Badan Litbang Hukum dan HAM Depkumham, 2005 Hasan, Tandyo, Pembelian Satuan Rumah Susun Melalui Ikatan Jual Beli, Makalah disampaikan padaSeminar Nasional 2014 dalam Rangka Dies Natalis Universitas Airlangga“Pembangunan Rumah Susun (Prospek, Problem, Kepastian Hukum dan Perlindungan Hukum)” pada tanggal 26 November 2014 Muliawan, Jarot W, Solusi Kepemilikan Satuan Rumah Susun yang Berkepasaan Hukum, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional 2014 dalam Rangka Dies Natalis UniversitasAirlangga “Pembangunan Rumah Susun (Prospek, Problem, Kepastian Hukum dan Perlindungan Hukum)” pada tanggal 26 November 2014 Sodiki, Achmad, Perlindungan Hukum dalam
Internet : www/http:Surabayakita.com/index.p hp? 3.000 KK Warga Surabaya Tunggu Jatah Rumah Susun, Kamis, 12 Janari 2012 www.usu.ac.id.R. Lisa Suryani dan Amy Marisa, “Aspek-aspek yang mempengaruhi Masalah Permukiman di perkotaan”, diunduh pada tanggal 23 Maret 2012 http://rahmiarrahman.blogspot.com/ 2012/11/aspek-aspek-dalampembangunan-
65
PemilikanSatuan Rumah Susun,disampaikan pada Seminar Nasional 2014 dalam Rangka Dies Natalis Universitas Airlangga “Pembangunan Rumah Susun (Prospek, Problem, Kepastian Hukum dan Perlindungan Hukum)” pada tanggal 26 November 2014
66