KONSEP DAN PERSPEKTIF SISTEM ANGKA KREDIT BAGI JABATAN GURU
O l e h : DR. Supriyoko, M.Pd
________________________________________________________ Makalah Disampaikan dalam Forum Diskusi Panel tentang Sistem Angka Kredit bagi Jabatan Guru Diselenggarakan Ikatan Alumni IKIP Yogyakarta Bertempat di Aula FPTK IKIP Yogyakarta Yogyakarta, 20 Mei 1990
KONSEP DAN PERSPEKTIF SISTEM ANGKA KREDIT BAGI JABATAN GURU
A. PENGANTAR: Sebagaimana kebiasaan yang sering dilakukan oleh bangsa kita, maka setiap memperingati hari-hari yang ber sejarah biasanya ditandai dengan peristiwa tertentu yang bersifat "urgent" dan monumental. Peringatan hari pendi-dikan nasional, hardiknas, tanggal 2 Mei 1989 yang lalu pun juga telah ditandai dengan peristiwa yang "urgent" dan monumental; yaitu dikeluarkannya Surat Keputusan Men teri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No:26/Menpan/1989 tentang angka kredit bagi jabatan guru dalam ling-kungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud). Dikeluarkannya SK Menpan tersebut di atas berte-patan dengan "moment" nasional tentu bukan tanpa maksud sama sekali; adapun maksudnya adalah peringatan hari pen didikan nasional yang penuh memorial tersebut diharapkan menjadi babak baru bagi sistem pendidikan nasional yang ditandai dengan meningkatnya mutu pendidikan melalui ja-lur peningkatan mutu dan prestasi guru. Mengapa demikian .....? Dalam Surat Edaran bersa-ma antara Mendikbud dengan Kepala BAKN No:57686/MPK/1989 dan No:38/SE/1989 tertanggal 15 Agustus 1989 secara eks-plisit dideskripsikan bahwa penetapan angka kredit bagi jabatan guru adalah dalam rangka meningkatkan mutu pen-didikan melalui peningkatan mutu dan prestasi guru. Sistem angka kredit bagi jabatan guru di lingkung an Depdikbud tersebut, selanjutnya disebut dengan sistem angka kredit, yang diharapkan dapat memperlancar "flow"kenaikan pangkat dan jabatan serta peningkatan prestasi para guru, kiranya juga berangkat dari konsep yang tidak jauh berbeda; yaitu membenahi mutu pendidikan nasional kita melalui sektor gurunya.
B. KONSEP FILOSOFIS: Di dalam dunia pendidikan guru merupakan komponen utama yang sangat menentukan kualitas; dalam arti kata bahwa kualitas pendidikan sangatlah ditentukan oleh mutu dan prestasi para guru. Oleh karena itu upaya pembenahan kualitas pendidikan melalui sektor guru kiranya merupa-kan alternatif yang cukup argumentatif; apalagi dengan jalan memberikan kesempatan yang lebih "terbuka" kepada para guru untuk lebih meningkatkan mutu dan prestasinya. Sistem angka kredit memberikan kesempatan kepada para guru untuk meningkatkan mutu dan prestasinya mela-lui dua jalan; yaitu,
(1) merangsang guru untuk meningkatkan kemampuan profe-sional dan prestasi kerjanya secara optimal dengan dihargai dalam bentuk angka kredit yang digunakan untuk kenaikan pangkat dan atau jabatannya. (2)memberi penghargaan yang sama kepada guru pada se-mua jenjang dan jenis pendidikan dengan memberikan kemungkinan menduduki pangkat dan atau jabatan mak- simal sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan sistem angka kredit maka kenaikan pangkat dan atau jabatan tidak lagi dilakukan secara "otomatis", akan tetapi dilaksanakan berdasarkan sejauh mana seorang guru mampu mengumpulkan sejumlah kredit yang diperlukan-nya. Bila dalam sistem yang lama kenaikan pangkat dan a-tau jabatan dilakukan secara otomatis dalam jangka empat tahunan maka dalam sistem angka kredit persyaratan waktu dapat "dipendekkan" asalkan pengumpulan kreditnya telah mendapat ketidak-beratan dari pejabat yang berwenang. Secara filosofis sistem angka kredit tersebut se-sungguhnya mempunyai konsepsi merangsang para guru untuk meningkatkan mutu dan prestasinya; untuk itu para guru tidak dapat lagi "pasif", tetapi harus "aktif" di dalam menjalankan tugasnya. Para guru dituntut menjadi sangat aktif mengembangkan kreativitasnya; dinamis, inisiatif, investigatif, modifikatif, "curious", imaginatif, inova-tif, kritis, "unsatisfied", dan berani ambil risiko. Sistem angka kredit ingin membentuk "guru di masa depan"; yaitu guru yang tidak pernah menyerah kepada na-sib, tetapi guru yang sanggup memperbaiki nasibnya. Guru inilah yang diharapkan mampu menghantarkan pendidikan di Indonesia pada kadar kualitas yang lebih significant. Pada sisi yang lain sistem angka kredit memberi kesempatan kepada guru untuk berprestasi menurut kemampu annya masing-masing; bagi guru yang berkemampuan tinggi untuk berprestasi dipersilakan meraih prestasinya lebih dulu, tidak perlu menunggu guru yang berkemampuan rendah. Yang ingin "lari" dipersilakan, sedangkan yang "berjalan"pun tidak dilarang asalkan tidak "berhenti" di tempat. C. CATATAN MATERIAL: Apabila dibandingkan dengan sistem yang lama maka dalam sistem angka kredit dimungkinkan terjadinya "pe-mendekan" waktu untuk kenaikan pangkat dan atau jabatan. Sistem ini kalau sudah berjalan dapat menimbulkan iklim kompetitif yang konstruktif di kalangan guru; para guru akan saling bersaing dan berlomba untuk naik pangkat dan atau jabatan dalam waktu yang secepat mungkin. Berlangsungnya kompetisi kenaikan pangkat dan a-tau jabatan tersebut memberi indikasi terjadinya iklim "berpacu dalam prestasi" di kalangan guru; setiap guru berusaha dapat meraih prestasi maksimal dalam waktu yang sependek-pendeknya. Logikanya: untuk dapat naik pangkat dan atau jabatan maka guru harus mengumpulkan kredit, sedangkan pengumpulan kredit dapat berjalan apabila guru sanggup menunjukkan prestasinya yang berkaitan dengan tu gastugas pokoknya. Guru yang ingin berprestasi dituntut mempunyai kemampuan profesional yang
memadai; artinya prestasi yang maksimal hanya dapat dicapai apabila guru tersebut meningkatkan kemampuan profesionalnya secara maksimal pula. Upaya-upaya dalam peningkatan kemampuan profesional oleh para guru inilah yang diharapkan akan membawa peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Dengan dikeluarkannya SK Menpan ini maka bidang kegiatan guru serta tugas pokok guru menurut jabatannya masing-masing memang menjadi lebih jelas dan tegas. Ada-pun kegiatan guru dan tugas pokoknya secara ringkas bisa dideskripsikan menurut aslinya (yang tertulis dalam SK) sebagai berikut. 1. Bidang kegiatan guru a. Pendidikan, yang meliputi: (1) mengikuti dan memperoleh ijazah pendidikan for mal. (2) mengikuti dan memperoleh Surat Tanda Tamat Pen didikan dan Latihan (STTPL) kedinasan. b. Proses belajar mengajar atau bimbingan dan penyu- luhan, yang meliputi: (1) melaksanakan proses belajar mengajar atau prak bimbingan dan penyuluhan. (2) melaksanakan tugas di daerah terpencil. (3) melaksanakan tugas tertentu di sekolah.
tek atau melaksanakan proses
c. Pengembangan profesi, yang meliputi: (1) melakukan kegiatan karya tulis/karya ilmiah di bidang pendidikan. (2) membuat alat pelajaran /alat peraga. (3) menciptakan karya seni. (4) menemukan teknologi tepatguna di bidang pendidikan. (5) mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum. d. Penunjang proses belajar mengajar atau bimbingan
dan penyuluhan, yang meliputi:
(1) melaksanakan pengabdian pada masyarakat. (2) melaksanakan kegiatan pendukung pendidikan. 2. Tugas Pokok Guru a. Tugas pokok Guru Pratama, Guru Pratama Tingkat I, Guru Muda, dan Guru Muda Tingkat I, adalah: (1) melaksanakan dengan bimbingan kegiatan penyu-sunan program pengajaran atau pelaksanaan pro-gram praktek atau bimbingan dan penyuluhan; (2) melaksanakan dengan bimbingan kegiatan penyaji an program pengajaran atau pelaksanaan program praktek atau bimbingan dan penyuluhan; (3)melaksanakan dengan bimbingan kegiatan evalua-si belajar atau praktek atau evaluasi
pelaksa naan bimbingan dan penyuluhan; (4)melaksanakan dengan bimbingan kegiatan anali-sis hasil evaluasi belajar atau praktek pelak sanaan bimbingan dan penyuluhan; (5)melaksanakan dengan bimbingan kegiatan penyu-sunan dan melaksanakan program perbaikan dan pengayaan atau tindak lanjut bimbingan dan pe-nyuluhan; (6)melaksanakan dengan bimbingan kegiatan penyu-sunan dan pelaksanaan program bimbingan dan penyuluhan di kelas yang menjadi tanggung ja-wabnya (khusus guru kelas di sekolah dasar); (7)melaksanakan dengan bimbingan kegiatan bimbing an siswa dalam kegiatan ekstra kurikuler; (8)melaksanakan tugas di daerah terpencil; (9) membuat alat pelajaran/alat peraga. b. Tugas pokok Guru Madya, Guru Madya Tingkat I, GuruDewasa, dan Guru Dewasa Tingkat I, adalah: (1)melaksanakan kegiatan penyusunan program peng-ajaran atau praktek /bimbingan dan penyuluhan; (2)melaksanakan kegiatan penyajian program peng-ajaran atau pelaksanaan praktek atau pelaksana an bimbingan dan penyuluhan; (3)melaksanakan kegiatan evaluasi belajar atau praktek atau evaluasi pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan; (4)melaksanakan kegiatan analisis hasil evaluasi belajar atau praktek pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan; (5)menyusun dan melaksanakan program perbaikan dan pengayaan atau tindak lanjut bimbingan dan penyuluhan; (6)menyusun dan melaksanakan program bimbingan dan penyuluhan di kelas yang menjadi tanggung jawabnya (khusus guru kelas di sekolah dasar); (7)membimbing siswa dalam kegiatan ekstra kuriku-ler; (8)melaksanakan dengan bimbingan kegiatan membim-bing guru dalam kegiatan proses belajar menga-jar atau praktek atau bimbingan dan penyuluhan;(9)melaksanakan dengan bimbingan kegiatan pelaksa naan bimbingan karir siswa; (10)melaksanakan dengan bimbingan kegiatan Evalua-si Belajar Tahap Akhir (EBTA) atauun Evaluasi Tahap Akhir Nasional (EBTANAS); (11)melaksanakan tugas di daerah terpencil; (12) melaksanakan tugas tertentu di sekolah; (13) membuat karya tulis/karya ilmiah di bidang pen didikan; (14) menemukan teknologi tepatguna di bidang pendidikan; (15) membuat alat pelajaran/alat peraga; (16) menciptakan karya seni; (17) mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.
c.Tugas pokok Guru Pembina, Guru Pembina Tingkat I, Guru Utama Muda, Guru Utama Madya, dan Guru Utama, adalah; (1) melaksanakan kegiatan penyusunan program peng-ajaran atau praktek atau bimbingan dan penyu-luahn; (2) melaksanakan kegiatan penyajian program peng-ajaran atau pelaksanaan praktek atau pelaksana an bimbingan dan penyuluhan; (3)melaksanakan kegiatan evaluasi belajar atau praktek atau evaluasi pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan; (4)melaksanakan kegiatan analisis hasil evaluasi belajar atau praktek atau pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan; (5)menyusun dan melaksanakan program perbaikan dan pengayaan atau tindak lanjut bimbingan dan penyuluhan; (6)menyusun dan melaksanakan program bimbingan dan penyuluhan di kelas yang menjadi tanggung jawabnya (khusus guru kelas di sekolah dasar); (7)membimbing siswa dalam kegiatan ekstra kuriku-ler; (8)melaksanakan kegiatan membimbing guru dalam kegiatan proses belajar mengajar atau praktek atau bimbingan dan penyuluhan; (9)melaksanakan bimbingan karir siswa; (10)melaksanakan kegiatan Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA) atau Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS); (11) melaksanakan tugas di daerah terpencil; (12) melaksanakan tugas tertentu di sekolah; (13) membuat karya tulis/karya ilmiah di bidang pen didikan;(14) menemukan teknologi tepatguna di bidang pendi-dikan; (15) membuat alat pelajaran/alat peraga; (16) menciptakan karya seni; (17) mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum. Selain adanya kejelasan mengenai bidang kegiatan serta tugas pokok guru tersebut maka masalah kemungkinan terjadinya "pemendekan" waktu kiranya juga merupakan ke-lebihan tersendiri yang dimiliki oleh sistem angka kre-dit. Penghargaan yang sama terhadap para guru pada semua jenjang dan jenis pendidikan untuk menduduki pangkat dan jabatan yang optimal secara psikologis juga merupakan kelebihan yang lain. Di dalam sistem angka kredit diberlakukan "sistem bonus" yang dikembangkan untuk merangsang para guru da-lam meningkatkan kemampuan profesional dan prestasinya. Para guru yang mengajar lebih dari 24 jam/minggu, atau "overtime", diberi bonus angka kredit berdasarkan besarnya kelebihan jam mengajar tersebut. Sementara itu para guru yang memberikan bimbingan dan penyuluhan pada siswa dalam jumlah yang lebih, di atas 150 siswa, diberi "extracreedit" berdasarkan jumlah siswa kelebihannya. Sistem ini juga dikembangkan dalam aktivitas sosial ke-masyarakatan. Para guru yang aktif pada kegiatan sosial
kemasyarakatan diberi bonus kredit pula; misalnya aktif sebagai pengurus RW, RT, LKMD, koperasi, dan sebagainya. Diterapkannya sistem bonus tersebut kiranya dapat memotivasi guru dalam bekerja dan berkarya di lingkungan sekolahnya masing-masing; sementara itu dihargainya ke-giatan sosial kemasyarakatan dalam angka kredit kiranya akan semakin mendorong para guru untuk mendharmabaktikan diri dan kemampuannya bagi kepentingan sosial bagi masyarakat di sekitarnya. Sistem bonus memang dapat memberikan nilai lebih apabila diaplikasikan dalam konteks yang tepat; akan te-tapi kalau diaplikasikan dalam konteks yang kurang tepat maka sistem bonus tersebut akan berubah menjadi bumerang bagi para guru itu sendiri. Demi "sang kredit" para guru ingin mengajar sampai overtime, membimbing siswa sampai overloaded, atau berkegiatan sosial overaktif tanpa me-nyadari keterbatasan kemampuannya. Akhirnya kalau tidak dapat mengendalikan diri akan jatuhlah mutu profesinya. D.LIMA KENDALA: Dilihat dari berbagai dimensi sistem angka kredit mempunyai berbagai kelebihan apabila dibandingkan dengan sistem yang lama; meski demikian untuk mengaplikasikan sistem ini sampai pada tingkat operasional ternyata meng hadapi lima macam kendala. Adapun lima macam kendala yang dimaksudkan dapat diidentifikasi sebagai berikut. 1. Kendala kultural; mengubah sikap dan perilaku guru yang semula cenderung pasif menjadi aktif menyangkut masalah kultural. Sadar atau tidak sadar, para guru akan mengalami "transformasi kultural" dalam dirinya; dan untuk sampai pada kultur yang baru dengan sukses, yaitu kultur aktif, diperlukan masa transisi untuk berdialog dan beradaptasi dengan nilai-nilai kultu-ral yang baru. Masa transisi ini pada umumnya tidak pendek, mungkin sampai bertahuntahun. 2.Kendala informatif; sampai sekarang ini para guru di lapangan banyak yang sama sekali belum faham tentang sistem angka kredit dengan konsepsi-konsepsi yang terkandung di dalamnya. Sebagian guru memang sedang berusaha keras untuk dapat memahami konsepsikonsep-si sistem angka kredit tersebut sampai pada taraf operasionalisasinya, akan tetapi usaha tersebut be-lum menampakkan hasil yang memuaskan. Hal ini dapat terjadi karena sistem informasi atas sistem angka kredit belum berjalan sebagaimana yang diinginkan. Ketika sistem angka kredit pertama kali dikomunikasi kan suasana di kalangan guru sempat "meledak", namunsebentar kemudian luluh kembali. 3. Kendala environmental; lingkungan di sekitar tempat guru bertugas kurang mendukung diaplikasikannya sis-tem angka kredit, misalnya di daerah-daerah pedesaan dan pedalaman, di daerah "kering", dan sebagainya. Pada lingkungan seperti ini guru sangat sulit membu-at ataupun sekedar mengikuti kegiatan-kegiatan yang dapat menghasilkan kredit; misalnya saja mengikuti seminar, temu ilmiah, penyajian makalah, eksperimen ilmiah, dan sebagainya, karena memang sangat jarang dilaksanakan di lingkungannya. 4.Kendala birokratis; dewasa ini di samping para guru di lapangan dihadapkan pada berbagai
kesulitan dalam mengumpulkan angka kredit mereka juga dihadapkan pa-da kenyataan bahwa nampaknya aparat birokrasi (BAKN dan Depdikbud) sendiri belum siap untuk menjalankan sistem angka kredit sebagaimana seharusnya. Ketika sistem ini mulai dikomunikasikan kepada masyarakat tidak dibarengi dengan kesiapan aparat birokrasi; se hingga, sebagai misal, tim-tim penilai yang dibentuk di berbagai tingkat belum dapat menjalankan tugasnya secara profesional. Di berbagai daerah tim-tim sema-cam ini konon bahkan belum dibentuk sama sekali. 5.Kendala koordinatif; koordinasi antara komponen yang satu dengan yang lainnya belum nampak efektif, misal nya koordinasi di antara tim penilai tingkat pusat, tingkat propinsi, dan tingkat kabupaten/kotamadya. Koordinasi yang efektif dapat merangsang motivasi guru untuk menjalankan sistem secara efektif pula, sebaliknya koordinasi yang tidak efektif kurang merangsang motivasi guru untuk menjalankan sistem. Lima macam kendala tersebut di atas kiranya perlu segera diklarifikasi dan dicarikan jalan keluarnya demi teraplikasikannya sistem angka kredit secara optimal di kalangan guru.
E. MORALIZING APPROACH: Pemberlakuan Surat Keputusan Menteri Negara Penda yagunaan Aparatur Negara No:26/Menpan/1989 tentang angka kredit bagi jabatan guru dalam lingkungan Departemen Pen didikan dan Kebudayaan bukan sekedar keputusan akademis (academical decision) tetapi sekaligus merupakan kepu-tusan politis (political decision); hal ini cukup wajar karena keputusan yang menyangkut profesi guru berkaitan erat dengan kualitas bangsa Indonesia secara keseluruhan. Sebagai sebuah keputusan politis maka dapat dimak lumi apabila dalam pengaplikasiannya sampai pada tingkat operasional lebih cenderung pada "moralizing approach"(meminjam istilah Simon, Howe, dan Kirschenbaum). Dalam pendekatan ini guru langsung diberi nilai-nilai tertentu untuk diadaptasi, meskipun sesungguhnya banyak di antara para guru tersebut yang belum faham tentang nilai-nilai itu sendiri. Dengan kata lain: sistem angka kredit yang telah didisain langsung saja diaplikasikan sembari para guru itu sendiri menaksir-naksir serta berusaha memahami sistem ini dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dalam pendekatan seperti tersebut maka ada risiko yang harus diambil: pada tahap awal proses maka nilai-nilai yang ditanamkan akan terasa menjadi beban bagi o-rang-orang yang "ditanami" nilai-nilai tersebut. Secara analogis sistem angka kredit pun mengalami nasib yang sama; pada tahap-tahap awal proses, sekarang ini dan beberapa tahun lagi, maka sistem kredit akan le-bih merupakan beban bagi para guru. Kebanyakan para guru belum siap menerima perubahan sistem; dari sistem yang lama ke sistem yang baru, yaitu sistem angka kredit. Secara konsepsional para guru banyak yang belum memahami hakekat dan konsepsikonsepsi yang dikembangkan dalam sistem angka kredit; sementara itu secara operasi-onal para guru banyak yang belum siap memenuhi tuntutan-tuntutan atau persyaratan-persyaratan untuk mendapatkan angka kreditnya, misalnya bagaimana guru harus melakukan penelitian, membuat karya ilmiah, melaksanakan kegiatan-kegiatan eksperimen laboratoris, dan sebagainya.
Dalam keadaan yang demikian itu maka keberhasilan pengaplikasian sistem angka kredit bukanlah semata-mata tergantung oleh para guru itu sendiri, akan tetapi juga sangat bergantung pada kekuatan birokratik dalam membuat pola dan strategi dalam memasyarakatkan sistem angka kre dit tersebut sampai benar-benar dapat diterima oleh para "user"; yaitu oleh kalangan guru. Dan saat inilah moment yang paling tepat untuk mengaplikasikan pola dan strate-gi tersebut. Manifestasi teknis pola dan strategi pemasyarakat an sistem angka kredit tersebut dapat berupa; bimbingan teknis dalam pengumpulan angka kredit, konseling perma-salahan kredit, bimbingan penulisan karya ilmiah, train-ing eksperimentasi laboratoris, bimbingan penelitian dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang. Kegiatan-kegiatan seperti tersebut di atas harus secepatnya direalisasikan untuk menolong guru-guru di la pangan. Para guru yang saat ini haus akan informasi ten-tang sistem angka kredit dan sangat merindukan bimbingan teknis untuk mengoperasikan sistem tersebut seyogyanya segera diberi pelayanan yang memadai. Sebagai konsekuen-sinya: tentu saja aparat birokrasi terlebih dahulu harus sudah siap untuk memecahkan berbagai permasalahan terse-but di atas. Kegagalan dalam memanfaatkan moment pemasyarakat-an sistem angka kredit harus benarbenar dihindari oleh berbagai pihak yang berkepentingan, khususnya oleh keku-atan birokratik itu sendiri, sebab kalau kegagalan tidak dapat dielakkan maka banyak permasalahan yang akan ber-munculan: hilangnya kepercayaan guru terhadap kebijakan sistem angka kredit, hilangnya kepercayaan dalam usaha-usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, dsb. Dalam situasi seperti ini secara akademis maupun politis tentu sangat tidak menguntungkan; bukan saja peningkatan mutu pendidikan nasional yang tidak dapat dicapai, akan tetapi bukan tidak mungkin justru akan terjadi kericuhan politis yang justru bersumber dari para guru. Sementara itu kalau kekuatan birokratik berhasil memanfaatkan momentum dalam memasyarakatkan sistem angka kredit sehingga sistem tersebut benar-benar dapat dite-rima oleh para "user", yaitu kalangan guru itu sendiri, maka cita-cita dan harapan yang sangat diidamidamkan akan lebih dekat dalam mencapainya; yaitu terealisasikan nya peningkatan mutu pendidikan nasional melalui pening-katan mutu dan prestasi guru. F. PENUTUP: Diaplikasikannya sistem angka kredit bagi guru berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No:26/Menpan/1989 merupakan momentum na-sional yang fundamental bagi dunia pendidikan di Indone-sia. Melalui sistem yang baru ini diharapkan upaya-upaya peningkatan mutu pendidikan nasional melalui peningkatan mutu dan prestasi guru benar-benar dapat direalisasikan. Berbagai kelebihan yang bersifat konsepsional dan operasional banyak dimiliki oleh sistem angka kredit, sehingga cita-cita peningkatan mutu pendidikan nasional melalui sektor guru tidaklah berlebihan adanya. Meskipun demikian masih banyak kendala yang harus dihadapi untuk memasyarakatkan sistem angka kredit tersebut; sehingga untuk mengaplikasikan sistem angka kredit sampai pada tahap operasional masih diperlukan kerja yang ekstra ke-ras, baik dari aparat birokrasi maupun dari para gurunya itu sendiri.
*******
REFERENSI:
_________. "Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomer: 26/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru di Lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan". Jakarta: 2 Mei 1989 _________. "Surat Edaran Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomer: 57686/MPK/1989 dan Nomer: 38/ SE/1989". Jakarta: 15 Agustus 1989 Simon, S.B., Howe, L.W. and Kirschenbaum, H. "Value Clarification A Handbook of Practical Strategies for Teachers and Students". New York: Hart Publishing Company, 1978 Supriyoko. "Angka Kredit dan Jabatan Fungsional Guru". Yogyakarta: IKIP Muhammadiyah Yogyakarta (makalah bandingan), 17 November 1989 Supriyoko. "Perspektif Angka Kredit bagi Guru". Semarang : Wawasan, 25 November 1989 Supriyoko. "Sistem Angka Kredit Belum Menggigit". SuraSupriyoko. "Tentang Apresiasi Guru terhadap SK Menpan". April 1990
baya: Jawa Pos, 3 Mei 1990 Yogyakarta: Yogya Post, 4
*******
LAMPIRAN:
TABEL TENTANG JABATAN, GOLONGAN DAN PANGKAT GURU SERTA ANGKA KREDIT KOMULATIF MINIMAL __________________________________________________ Jabatan Golongan Pangkat Kredit __________________________________________________ Guru Pratama II/a Pengatur Muda 25 Guru Pratama Tk I II/b Pengatur Muda Tk I 40 Guru Muda II/c Pengatur 60 Guru Muda Tk I II/d Pengatur Tk I 80 Guru Madya III/a Penata Muda 100 Guru Madya Tk I III/b Penata Muda Tk I 150 Guru Dewasa III/c Penata 200 Guru Dewasa Tk I III/d Penata Tk I 300 Guru Pembina IV/a Pembina 400 Guru Pembina Tk I IV/b Pembina Tk I 550 Guru Utama Muda IV/c Pembina Utm Muda 700 Guru Utama Madya IV/d Pembina Utm Madya 850 Guru Utama IV/e Pembina Utama 1000 __________________________________________________ Sumber: SE Bersama Mendikbud dan Kepala BAKN No:57686/MPK/1989 dan 38/SE/1989 Yk, 19/5/90