UPAYA MEMPEROLEH ANGKA KREDIT BAGI JABATAN GURU MELALUI PENULISAN KARYA ILMIAH H. Muhammad Zaini * Abstrak Penyampaian karya ilmiah sebagai komponen utama kenaikan pangkat ke golongan IVb atau lebih tinggi di atasnya, masih belum ditanggapi serius oleh para guru. Hal ini terungkap ketika dilakukan pelatihan penulisan karya ilmiah secara swadana bagi guru-guru MAN Kecamatan Daha Utara (2005), guru-guru SMA yang tergabung dalam MGMP biologi di Kota Banjarmasin (2005), dan guru-guru SD Negeri di lingkungan Kecamatan Landasan Ulin Kota Banjarbaru (2006). Meskipun demikian kegiatan ini mengantarkan beberapa guru yang telah menyiapkan naskah akhir hasil penelitiannya. Kata-kata kunci: pelatihan, penelitian, pengembangan profesi Kehidupan masyarakat ilmiah tidak dapat dilepaskan dari kegiatan penulisan karya ilmiah (Wahab, 1994). Karena itu, dalam kehidupannya, anggota masyarakat ilmiah (guru, dosen) seyogyanya terlibat langsung dalam kegiatan penulisan karya ilmiah. Dalam kenyataannya, tidak semua anggota masyarakat ilmiah menekuni bidang ini, sebagian bahkan tidak pernah sama sekali. Di antara sebab-sebab yang ada ialah belum dikuasainya pengetahuan dan keterampilan menulis karya ilmiah. Agar guru termotivasi untuk menulis karya ilmiah, berbagai cara telah dilakukan, baik melalui latihan menyusun proposal penelitian, memperlakukan peseta (guru) layaknya pengikut matakuliah Penelitian Pendidikan, maupun menyusun rencana pelajaran yang akan diiringi pembuatan laporan penelitian. Usaha-usaha yang dilakukan belum banyak membuahkan hasil. Padahal dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu dan prestasi kerja guru, telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 26/MENPAN/ 1989 tanggal 2 Mei 1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional.
*
Dosen P.S. Pendidikan Biologi FKIP Unlam Banjarmasin, alumni program S3 UM. Artikel ini diangkat dari hasil pengabdian kepada masyarakat di SD, Madrasah Aliyah dan SMA tahun 2005.
8 Meskipun lebih dari 10 tahun telah berlalu, para guru yang memanfaatkan fasilitas ini sangat minim, khususnya di daerah Kalimantan Selatan. Kegiatan kelompok kerja kepala sekolah (KKKS) SMA se Kalimantan Selatan telah dilaksanakan pada bulan September 2005 di Banjarbaru. Salah satu materi sajian adalah peningkatan profesi guru melalui penulisan karya ilmiah. Dalam kegiatan ini terungkap bahwa guru yang berhasil naik pangkat ke golongan IVb hanya 2-3 orang, dan para guru SMA sebenarnya menghajatkan kepembimbingan dalam penulisan karya ilmiah, layaknya mahasiswa menyusun skripsi. Pelatihan-pelatihan yang terpusat dan diberikan secara massal dianggap belum cukup mampu membantu para guru, khususnya dalam menyiapkan karya ilmiah sebagai komponen pokok kenaikan pangkat ke golongan IVb dan jenjang pangkat lebih tinggi lagi. Disimpulkan bahwa para guru dan pengawas TK/SD belum menunjukkan kemampuan bekerja secara mandiri, hal ini mengindikasikan adanya bimbingan terprogram dalam penyusunan karya ilmiah menjadi sangat mendesak. Atas pertimbangan ini, maka pelatihan penulisan karya ilmiah yang dilaksanakan selama ini, yakni kolaborasi antara para guru dan dosen dengan menggunakan portofolio sudah sesuai dengan keinginan yang diharapkan oleh para guru, khususnya mereka yang mempersiapkan naik pangkat ke IVb. Pelatihan penulisan karya ilmiah pertama kali bagi guru-guru SD tanggal 15-18 Mei 1999 di Kecamatan Bati-Bati Kabupaten Tanah Laut. Peserta pelatihan yang terdaftar sebanyak 20 orang pada hari pertama (hadir 100%) yang sebagian besar kepala sekolah. Akan tetapi sejak hari kedua sampai berakhirnya pelatihan, peserta yang hadir kurang dari 50%. Jadi dapat disimpulkan keinginan membuat karya ilmiah hanya terbatas sebagai wacana saja. Pada bulan Januari-Februari 2006 kegiatan serupa dilakukan lagi bagi guru-guru SD Negeri di lingkungan Kecamatan Landasan Ulin Kabupaten Banjar. Kegiatan ini bertujuan memberikan kesempatan kepada para guru SD untuk menulis karya ilmiah, agar mereka juga dapat memanfaatkan fasilitas kenaikan pangkat melalui jalur ini. Kegiatan ini telah menghasilkan 6 buah draf laporan penelitian dari 30 orang peserta yang terdaftar sebagai pengikut lokakarya.
9 Pelatihan penulisan karya ilmiah yang dilakukan bagi guru-guru MAN Kecamatan Daha Utara pada bulan Oktober-Desember 2005 telah mengantarkan 2 orang guru yang mampu menyelesaikan rancangan hasil penelitian dari 12 orang guru yang ikut dalam kegiatan tersebut. Kegiatan MGMP biologi SMA di Kota Banjarmasin juga pada bulan Oktober-Desember 2005 yang dilakukan secara berkala, tidak satu pun menghasil draf hasil penelitiannya. Dari rangkaian kegiatan di atas dapat disimpulkan menulis karya ilmiah untuk memperoleh angka kredit jabatan bagi guru
masih menjadi tantangan besar, karena tingkat
keberhasilannya masih rendah. Kegiatan pelatihan penulisan karya ilmiah bagi guru-guru SD, MAN, dan SMA di atas dilakukan secara kolaboratif antara tim pengabdi (dosen) dengan para guru. Kegiatan ini dirasa lebih baik dibanding dengan pelatihan-pelatihan yang diberikan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan atau pelatihan yang diberikan oleh para pengawas TK/SD, yang sampai saat ini belum ada tindak lanjutnya. Bahkan para pengawas sekolah yang kini menjadi tenaga fungsional belum ada yang menggunakan fasilitas ini untuk naik pangkat ke golongan IVb. Tulisan ini berusaha menelusuri permasalahan yang muncul dalam kegiatan penulisan karya ilmiah, sehingga diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam kegiatan-kegiatan serupa agar tercapai percepatan pengembangan profesi guru khususnya di Kalimantan Selatan. MENULIS KARYA ILMIAH Melaksanakan penelitian di bidang pendidikan merupakan hal baru bagi para guru. Beragam tanggapan dilontarkan para guru terhadap kewajiban penyampaian karya ilmiah sebagai komponen utama untuk naik ke golongan IVb dan ke jenjang pangkat yang lebih tinggi. Sebagian guru mengatakan sudah merasa puas bisa mencapai jenjang golongan IVa, dan sebagian lagi merasa tidak mampu karena belum berpengalaman menulis karya ilmiah. Pendidikan guru yang mereka tempuh tidak pernah mempersyaratkan pembuatan karya ilmiah, khususnya pendidikan guru yang disiapkan untuk mengajar di SD. Lebih prihatin lagi, mereka pasrah untuk tidak naik pangkat ke jenjang yang lebih tinggi.
10 Guru melakukan penelitian merupakan konsekuensi logis sebagai penyandang jabatan profesi, meskipun demikian kewajiban melaksanakan penelitian hanya dipersyaratkan bagi guru yang ingin naik pangkat ke golongan IVb dan seterusnya. Pada umumnya sebelum melaksanakan penelitian, terlebih dahulu para guru membuat usulan penelitian (proposal). Kemampuan menyusun usul penelitian merupakan indikator keberhasilan dalam melaksanakan penelitian, yakni dengan melaksanakan langkah demi langkah proses yang harus dijalani secara teliti dengan didukung bukti pengembangan dalam bentuk portofolio. KARYA ILMIAH DI BIDANG PENDIDIKAN Karya ilmiah di bidang pendidikan menurut Suhardjono (1995) terdiri atas 1) karya tulis ilmiah hasil pengkajian, survei, dan evaluasi di bidang pendidikan, 2) karya tulis atau makalah yang berisi tinjauan atau ulasan ilmiah hasil gagasan sendiri dalam bidang pendidikan, 3) tulisan ilmiah populer di bidang pendidikan dan kebudayaan yang disebarluaskan melalui media massa, 4) prasaran yang berupa tinjauan, gagasan atau ulasan ilmiah yang disampaikan dalam pertemuan ilmiah, 5) buku pelajaran atau modul, 6) diktat pelajaran, dan 7) karya terjemahan buku pelajaran/karya ilmiah yang bermanfaat bagi pendidikan. Di antara ketujuh bidang ini, karya tulis ilmiah hasil pengkajian, survei, dan evaluasi di bidang pendidikan dirasakan terlalu sulit oleh para guru. Pembuatan karya ilmiah di bidang pendidikan merupakan salah satu komponen dalam penilaian angka kredit jabatan guru, baik guru kelas, guru bidang studi, guru praktik, guru bimbingan dan konseling, dan bahkan kini diberlakukan juga kepada para pengawas TK/SD. Meskipun kewajiban menyampaikan laporan ilmiah diberikan kepada jabatan guru madya sampai dengan guru dewasa tingkat I, dan jabatan guru pembina sampai guru utama, namun dalam praktiknya kewajiban ini hanya diberlakukan kepada guru pembina ke atas saja. Untuk menjembatani gagasan-gagasan yang dimiliki tim pengabdi dengan keinginan para guru agar terjalin komunikasi yang efektif, serta tidak menyita waktu dalam menjalankan tugas-tugas kedinasan, maka dipilih portofolio sebagai salah satu bentuk alat komunikasi.
11 MEMBIMBING MELALUI PORTOFOLIO Portofolio adalah suatu wadah yang berisi kumpulan bukti yang dikumpulkan untuk tujuan tertentu (Collin, 1992). Bukti ini berupa dokumen yang dapat digunakan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk menyimpulkan mengenai pengetahuan, keterampilan, dan atau watak penyusunnya. Salah satu kunci penyusunan suatu portofolio adalah adanya fokus mengenai tujuannya, yaitu untuk apa portofolio itu disusun. Dalam hal ini portofolio digunakan sebagai alat komunikasi antara pelatih dengan para guru selaku peserta pelatihan. Terdapat 2 hal yang harus dibedakan dalam menyusun suatu portofolio, yaitu berkaitan dengan tujuan dan penggunaannya. Tujuan penyusunan portofolio adalah suatu pernyataan yang tegas untuk menyatakan pengetahuan dan keterampilan apakah bukti-bukti berupa dokumen di dalam portofolio tersebut. Sedangkan penggunaan portofolio dimaksudkan untuk menyatakan bagaimana portofolio itu akan dimanfa-atkan. Menurut Collins (1992) macam bukti yang mungkin dikumpulkan ada 4 macam yaitu benda atau barang hasil kecerdasan manusia, hasil reproduksi atau fotocopy, hasil pengesahan, dan produksi (hasil).
Benda atau barang hasil
kecerdasan manusia adalah dokumen yang dihasilkan dalam kegiatan kerja normal pengembang portofolio, bukti inilah yang digunakan sebagai unjuk kerja para guru, sekaligus sebagai indikator keberhasilan penyelenggaraan pelatihan. Menurut Barrow (1993) guru yang mengembangkan portofolio memiliki keunggulan dibandingkan mereka yang tidak mengembangkannya karena terbentuk tanggung jawab pada diri mereka untuk belajar, termasuk untuk menghadapi tugas mengevaluasi diri sendiri. Hal ini diperlancar oleh adanya kesempatan bagi guru SD untuk menyelidiki masalah yang bagi mereka unik. Guru SD pengembang portofolio termotivasi secara intrinsik untuk belajar dan terbantu untuk mengorganisasi dan menyusun hasil belajarnya. Guru SD juga melakukan refleksi secara kritis mengenai apa yang perlu mereka ketahui dengan cara membantu mereka merangkai bagian-bagian menjadi suatu keseluruhan. Portofolio
juga
memberikan
kesempatan
kepada
guru
untuk
mengklarifikasi masalah melalui diskusi dengan tim pengabdi atau melalui interaksi dengan sesama guru dalam kelompoknya. Secara umum, menurut
12 Barrow (1993) portofolio menggiatkan lingkungan belajar guru yang mengemban potensi mereka untuk berpikir reflektif, giat belajar dan menjadikan belajar sebagi pusat kegiatan. Melalui portofolio tim pengabdi dapat mengidentifikasi kekuatan guru serta memberikan kesempatan bagi mereka untuk menunjukkan apa yang mereka ketahui. Guru dapat dipacu motivasinya untuk menyelidiki lebih lanjut masalah yang pada mulanya sama sekali tidak menarik perhatian mereka. Lebih lanjut lagi portofolio dapat dikembangkan oleh semua guru karena dalam pengembangnya masih dimungkinkan adanya perbedaan cara belajar, sikap dan minat mereka. HASIL YANG DIPEROLEH DARI MENULIS KARYA ILMIAH Hasil kegiatan pengabdian sampai pertemuan terakhir dapat dikelompokkan atas 2 katagori yakni: 1. Usulan penelitian telah selesai dan siap dilaksanakan dalam kegiatan penelitin kelas melalui PTK, meskipun demikian hal-hal yang berhubungan dengan hasil penelitian serupa (bagian dari kajian pustaka) belum lengkap. Ada 6 topik penelitian dalam katagori ini. 2. Usulan penelitian sampai akhir kegiatan belum dapat dilaksanakan, akan tetapi peserta pelatihan menyatakan kesanggupan untuk menyelesaikannya, dengan bimbingan peserta lain yang dianggap berhasil, seperti pada katagori 1 di atas. Hasil kegiatan pengabdian berupa respon peserta, dan menjadi bahan pertimbangan untuk melaksanakan kegiatan serupa. Hal ini terungkap dari beberapa komentar peserta, baik saat pelatihan maupun pasca penyelenggaraan kegiatan. Guru A, seorang kepala sekolah menyatakan rasa syukurnya, karena sudah beberapa tahun berada pada golongan IVa, tidak dapat mengajukan usul kenaikan pangkat karena terkendala tulisan ilmiah. Kini harapan naik ke golongan IVb terbuka lebar, karena ini bisa menyelesaikan usulan penelitian dalam bidang matematika. Padahal sebelumnya ia sudah pasrah dengan golongan IVa, meskipun usia guru ini masih relatif muda. Rasa syukur terlontar pula dari ucapannya, karena masih ada orang yang peduli dengan profesi guru. Kegiatan yang dilaksanakan menurut dia jauh lebih bermakna dibanding pelatihan yang pernah diikutinya....
13 Tanggapan positif juga dilontarkan oleh seorang ibu. Ia mengangkat usulan penelitian dalam bidang IPS sebagai berikut: Guru B, seorang ibu, yang mengajar di kelas VI SD, meskipun agak lambat namun ia dapat menyelesaikan usulannya dalam bidang IPS, Keterlambatan ini ia sadari karena menulis usulan penelitian merupakan pengalaman pertama sejak ia jadi guru. Ia bertekad untuk menyelesaikan penelitian sampai bentuk akhir berupa laporan hasil penelitian, meskipun ia tidak tahu apakah naskah karyanya dihargai penuh ketika mengajukan usul kenaikan pangkat kelak. Ia sadar konsekuensi kegiatan ini bukan saja menyita waktu, akan tetapi juga dana dan tenaga. Baginya hal ini merupakan bentuk pengabdian dan ingin menggapai karier tertinggi selaku guru.... Tanggapan lainnya datang dari seorang ibu. Ia mengangkat usulan penelitian dalam bidang IPA sebagai berikut: Guru C, seorang ibu yang ingin memetik fungsi ganda dalam kegiatan pelatihan. Pada satu sisi komentarnya sama seperti peserta lainnya, yakni ingin naik pangkat. Akan tetapi ia juga memetik hasil dari kegiatan ini, karena materi yang diberikan sampai pelaksanakan tindakat merupakan bahan kajian berharga dalam menempuh mata kuliah Pemantapan Kemampuan Profesional (PKP) dan Tugas Akhir Program (TAP) pada S1 PGSD UT. Ia merasa beruntung karena kegiatan ini tidak pernah terjadi terutama dalam bentuk bimbingan, layaknya mahasiswa S1 yang sedang menyusun skripsi.... BEBERAPA PERMASALAHAN DALAM MENULIS KARYA ILMIAH Pada
bagian
ini
akan
mengetengahkan
kendala-kendala
dalam
melaksanakan penuntasan tugas penyusunan usulan penelitian. Di samping itu juga akan dikemu-kakan keberhasilan yang telah diperoleh. Dalam menyusun latar belakang penelitian, peserta pelatihan diminta mengemukakan secara lisan masalah-masalah yang dihadapi sebagai seorang guru. Di samping mereka bertutur, mereka juga diminta menuliskan permasalahannya. Mereka diminta pula mengemukakan usaha-usaha yang telah dilaksanakan untuk menyele-saikan masalah tadi. Secara bergiliran mereka diminta lagi menuturkan secara lisan sampai muncul sebuah permasalahan yang spesifik. Dengan cara ini, mereka merasakan, ternyata tidak terlalu sulit untuk memunculkan masalah sebagai persya-ratan melaksanakan penelitian. Makin mudah mereka mengungkapkan secara lisan, makin siap pula mengemukakan latar belakang yang harus diteliti.
14 Keterlambatan
mereka
menyelesaikan
usulan
penelitian
dapat
diidentifikasi sebagai berikut: •
Menuangkan kesulitan mengajar tidak operasional, mereka sulit mengangkat pengalaman masa lalu. Salah satu penyebabnya adalah mereka tidak mempunyai data lengkap yang melatarbelakangi topik penelitian.
•
Menggunakan bahasa tulisan tidak semuanya terampil, sehingga mereka hanya terkonsentrasi untuk memperbaiki susunan kalimat. Dampak negatif yang muncul adalah usulan penelitian tidak ditulis dengan bahasa ilmiah.
•
Sebagian besar perserta tidak memiliki fasilitas komputer, ketika mereka mengemukakan naskah berikutnya untuk diperbaiki, naskah lama masih belum diperbaiki, dan ini menghambat kelancaran proses kepembimbingan, karena pertanyaan-pertanyaan lama masih terulang. Sedangkan menulis dengan menggu-nakan mesin tulis dianggap sudah ketinggalan.
•
Peserta tidak terbiasa membaca tulisan orang lain, hal ini disebabkan sulitnya mencari jurnal-jurnal-hasil penelitian yang relevan. Perpustakaan sekolah tidak mendukung, sedangkan kemampuan mengakses melalui internet masih asing bagi mereka.
•
Dampak kelemahan ini semua adalah jadwal kegiatan pelatihan menjadi molor sehingga frekuensi pertemuan dalam kegiatan pelatihan keluar dari rencana semula. Meskipun dijumpai banyak kekurangan dalam kegiatan menyelesaikan
proposal penelitian, akan tetapi tanda-tanda keberhasilan sudah ada. Usulan yang berhasil dibuat sesuai dengan jadwal terlalu sedikit, jadi secara kuantitatif belum memuaskan. Kegiatan ini merupakan proses belajar para guru, jadi secara tidak sadar mereka akan terlatih untuk menyelesaikan tugas-tugas yang lebih komplek. Baik terkait peningkatan profesi mereka, maupun dalam kaitannya dengan tugastugas sehari-hari, melalui penguasaan pengetahuan dan keterampilan menulis karya ilmiah.
15 SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan kegiatan pengabdian dapat disimpulkan 1) para guru dengan berbagai latar belakang dapat dibimbing dalam penulisan usulan penelitian, dan 2) secara kuantitatif, kegiatan ini belum membuahkan hasil yang memuaskan, akan tetapi secara kualitatif para guru terbantu dengan adanya kepembimbingan dan kelak dapat dijadikan salah satu model membimbing guru membuat karya ilmiah. Beberapa saran dapat dikemukakan di sini 1) pola kepembimbingan secara kolaboratif dapat membantu guru dalam menyusun usulan penelitian, oleh karena itu pola ini perlu dikembangkan terutama melalui peran Kepala Dinas Pendidikan dan para pengawas TK/SD, dan 2) agar para peserta pelatihan dapat terbantu dalam menyusun usulan penelitian, maka tim pengabdi sebaiknya menyiapkan terlebih dahulu referensi yang berhubungan dengan hasil-hasil penelitian. DAFTAR PUSTAKA Barrow, D.A. 1993. The Use of Portofolios to Acces Student Learning. Journal of Collage Science Teaching XXII (3):148-153 Bride, Rob Mc. and Schostak, John. Action Research. www.uea.ac/care/elu/Issues/ Research/Res 1 Ch4.html. Diakses tanggal 2 Februari 2003. Collins, A. 1992. Portofolios for Science Education: Issues in Purpose, Structure, and Authenticity. Science Education 76(4): 451-463 Griffin, P. And Nix, P. 1991. Educational Assesment and Reporting. A New Approach. Sydney: Hercourt Brace Jovanovich Publishers. Hopkins, D. 1993. A Teacher’s Guide to Classroom Research. Second Edition Philadelphia: Open University Press. Howard, K. And Sharp, J.A. 1983. The Management of a Student Research Project. Aldershot: Gower Publishing Company Limited. Kemmis, S. and Mc. Taggart, R. 1988. The Action Research Planner. Third Edition. Victoria:Deakin University Press. Suhardjono, 1995. Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah di Bidang Pendidikan dan Angka kredit Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Dir. Pendidikan Guru dan Tenaga Teknis, Depdikbud. Wahab, Abdul. 1994. Menulis Karya Ilmiah. Malang: Program Pascasarjana IKIP Malang.