THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
PEMETAAN KEMAMPUAN GURU DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH
Bambang Sumardjoko Fakultas KIP, Universitas Muhammadiyah Surakarta email:
[email protected]
Abstract Scientific work writing is a form of sustainable teacher profession development and a requirement of grade/degree raise all at once. However, in practice, many problems are still found. What does the map of teachers’ ability in SMA/MA/SMK (Senior High School/Islamic Senior High School/Vocational Middle School) Muhammadiyah Sukoharjo look like in writing scientific work? For that reason, a research and development concerning a sustainable teacher profession. This research was a preliminary research using descriptive qualitative approach. The data was collected using in-depth interview, observation, and document analysis techniques. Data source derived from teacher, headmaster, primary and secondary education chamber (majlis dikdasmen), and education practitioners. Data validation was conducted using source triangulation and method. Data analysis was carried out using an interactive model of analysis. The result of research could be summarized as follows. Firstly, in the ability of writing scientific work, teachers had not understood completely the concept of scientific work. Teachers’ experience with writing scientific work was largely obtained during profession training (PLPG). Secondly, teachers had undertaken a series of activities to develop competency, whether independently by attending workshop and seminar, buying recent textbook, attending MGMP (Subject Teacher Discussion) activity or by discussing with their fellow teachers of same study area. Thirdly, Teachers of SMA/MA/SMK Muhammadiyah Sukoharjo in developing sustainable profession were inhibited with the requirement of writing scientific work and other constraints such as time, fund, age, motivation, leader policy, school infrastructure, and internet network access. Keywords: teacher, profession development, and scientific writing
PENDAHULUAN Guru merupakan tenaga pengajar sekaligus pendidik profesional. Tugas guru profesional yang utama adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional (UU No 14 Tahun 2005 Pasal 4). Guru sebagai pengajar dituntut memiliki kompetensi atau kemampuan paedagogi sehingga mampu mentransformasikan ilmu pengetahuan kepada
THE 5TH URECOL PROCEEDING
peserta didiknya. Dalam proses pendidikan, guru tidak hanya menjalankan fungsi alih ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) tetapi juga menjalankan fungsi menanamkan nilai (value) serta membangun karakter (character building) peserta didik secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Dengan demikian peran guru menjadi sangat strategis dalam menyiapkan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas. Pengembangan profesionalisme guru dilakukan berdasarkan kebutuhan institusi pendidikan, kelompok guru, dan individu guru sendiri. Menurut Danim (dalam Syaefudin Sa’ud, 2009) bahwa pengembangan guru
191
ISBN 978-979-3812-42-7
dimaksudkan untuk merangsang, memelihara, dan meningkatkan kualitas staf dalam memecahkan masalah-masalah keorganisasian. Meski secara tegas dikatakan bahwa pengembangan guru berdasarkan kebutuhan institusi namun hal yang lebih penting dalam pengembangan profesi guru adalah berdasarkan kebutuhan individu guru untuk menjalani proses profesionalisasi. Berhubung substansi kajian dan konteks pembelajaran selalu berkembang dan berubah menurut dimensi ruang dan waktu maka guru dituntut untuk selalu meningkatkan kompetensinya dengan melakukan pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB). Pada hakikatnya, banyak cara yang dapat dilakukan guru untuk menyesuaikan perubahan, baik itu dilakukan secara perorangan maupun kelompok atau dalam satu sistem yang diatur lembaga. Mulya (dalam Syaefudin Sa’ud, 2009) menyebutkan bahwa pengembangan profesional guru dapat dilakukan dengan on the job training dan in service training. Kemudian, pengembangan keprofesian guru berkelanjutan dapat pula dilakukan melalui hal-hal sebagai berikut. (1) Pengembangan diri, yang meliputi diklat fungsional, seperti: kursus, pelatihan, penataran dan bentuk diklat lain. (2) Mengikuti lokakarya atau kegiatan kelompok musyawarah kerja guru atau in house training untuk kegiatan pengembangan keprofesian guru, baik sebagai pembahas maupun sebagai peserta seminar, koloqium, diskusi panel atau bentuk pertemuan ilmiah lainnya. (3) Mengikuti kegiatan kolektif lain yang sesuai tugas dan kewajiban guru terkait dengan pengembangan keprofesiannya. Tujuan kegiatan pengembangan profesi guru untuk meningkatkan mutu guru agar lebih profesional dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya.
efektivitas dalam tatanan budaya. Marquardt & Engel mengidentifikasi 16 kompetensi yang disusun berdasarkan wilayah sikap (attitude), keterampilan (skills), dan pengetahuan (knowledge) yang dipercaya mempunyai konstribusi tinggi untuk meraih sukses dalam tatanan lintas budaya. Kompetensi sikap yang disarankan adalah (1) menghargai nilai-nilai dan praktek budaya lain, (2) sabar dan toleran, (3) komitmen terhadap prinsip-prinsip SDM, (4) banyak inisiatif, tekun, dan (5) mempunyai rasa humor. McLagan (1989) mengidentifikasi 25 kompetensi yang harus dimiliki guru dalam ‘Models for HRD Practice’. Kompetensi tersebut kemudian diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu kompetensi teknik, bisnis, interpersonal, dan intelektual. Berbicara tentang pengembangan profesi guru berkelanjutan diperoleh data bahwa banyak guru dalam pengembangan keprofesian merasa terhalang oleh keharusan pembuatan karya ilmiah. Pada hal kemampuan menulis karya ilmiah itu penting bagi guru karena aktivitas saat menulis karya ilmiah akan menjadi sarana guru dalam merefleksikan pengalamannya. Di Propinsi Jawa Tengah misalnya, hampir 60% guru PNS yang telah mencapai golongan ruang IVa tidak dapat naik pangkat setingkat lebih tinggi karena terkendala dalam penulisan karya ilmiah. Data menunjukkan bahwa Guru Sekolah Menengah yang telah menduduki pangkat golongan IVa mencapai 50,88% sedangkan guru yang mampu naik pangkat ke IVb dan seterusnya hanya sebesar 0,5%. (Eris Yunianto, 2007). Dari penelitian Sumardjoko (2013) menunjukkan bahwa faktor dominan penyebab kurang berhasilnya guru dalam meningkatkan profesionalisme adalah kurangnya kemampuan guru dalam melakukan penelitian tindakan kelas dan menulis karya ilmiah.
Dalam pada itu, besarnya pengaruh kepribadian dalam kehidupan kerja membuat banyak penelitian yang mengidentifikasi kompetensi interpersonal yang diperlukan oleh seorang pekerja. Marquardt & Engel (1993) menghubungkan kompetensi dosen dengan kebutuhan global pasar kerja. Kompetensi yang membuat dosen efektif tidak menjamin
Selanjutnya, dari pengamatan pada guruguru SMA/SMK/MA di beberapa sekolah Muhammadiyah di Sukoharjo ditemukan bahwa dalam pengembangan keprofesian guru berkelanjutan cenderung berjalan stagnan dan belum tampak adanya program-program pengembangan yang tersusun secara jelas. Karena itu dipandang perlu untuk melihat secara jelas bagaimanakah sebenarnya peta
THE 5TH URECOL PROCEEDING
192
ISBN 978-979-3812-42-7
kemampuan guru-guru SMA/ MA/ SMK Muhammadiyah Sukoharjo dalam penulisan karya ilmiah. Adapun tujuan penelitian ini adalah, pertama untuk mendeskripsikan pemahaman guru-guru dalam penyusunan karya ilmiah. Kedua, mendeskripsikan berbagai aktivitas yang telah dilakukan guruguru dalam mengembangkan kompetensinya. Ketiga, mendeskripsikan kendala yang dialami para guru dalam pengembangan keprofesian berkelanjutan. METODE PENELITIAN Penelitian pengembangan ini dilakukan di Kabupaten Sukoharjo, Propinsi Jawa Tengah tahun 2015-2016. Penelitian pengembangan ini dilakukan secara bertahap (Borg & Gall, 1989). Pada tahap awal dilakukan studi pendahuluan dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber data meliputi informan, tempat/ peristiwa, dan dokumen. Teknis pengumpulan data diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, dan analisis dokumen. Teknik cuplikan yang digunakan snowball sampling dan purposive sampling, yang teknisnya bahwa peneliti memulai dengan teknik cuplikan snowball, artinya untuk memperoleh cuplikan yang bersifat purposive terlebih dahulu peneliti melakukan penjelajahan sampai dengan ditemukannya cuplikan yang benar-benar diinginkan. Teknik snowball ini dilakukan atas dasar bahwa ketika peneliti memasuki lokasi penelitian tidak memiliki peta sumber data yang secara akurat telah diketahui sebelumnya.
Selanjutnya, sumber data penelitian ini berasal dari guru, kepala sekolah, majlis dikdasmen, dan pakar pendidikan. Validasi data dilakukan melalui triangulasi sumber dan metode. Analisis data menggunakan model interaktif (Miles & Huberman, 1992). HASIL DAN PEMBAHASAN Pemahaman Guru-guru Pada Karya Ilmiah Karya ilmiah merupakan hasil pemikiran seorang ilmuwan yang menginginkan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Karya ilmiah dihasilkan dari kegiatan ilmiah melalui kepustakaan, kumpulan pengalaman, penelitian, dan pengetahuan orang lain sebelumnya. Berdasarkan hasil wawancara dan isian angket dari para guru SMA/SMK/MA Muhammadiyah di Sukoharjo diperoleh gambaran bahwa secara umum para guru kurang atau belum memiliki pemahaman konsep yang benar tentang karya ilmiah. Pengalaman guru membuat karya ilmiah sebagian besar dilakukan dan diperoleh pada saat Pendidikan Latihan Profesi Guru (PLPG). Pemahaman guru mengenai konsep karya ilmiah terkendala pada sistematika baku penelitian dan faktor internal dari guru sendiri, seperti: minat, motivasi, malas, sibuk, dan sebagainya. Pemahaman guru-guru Muhammadiyah di Sukoharjo terutama yang bersertifikasi pendidik mengenai konsep karya ilmiah dapat ditunjukkan dalam histogram sebagai berikut.
PEMAHAMAN GURU TERHADAP KARYA ILMIAH PAHAM
KURANG PAHAM
TIDAK PAHAM
55%
30% 15% Histogram 1. Pemahaman Guru Bersertifikasi Pada Karya Ilmiah
THE 5TH URECOL PROCEEDING
193
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
Gambaran pemahaman guru-guru pada karya ilmiah di atas sejalan dengan hasil penelitian Sumardjoko (2012), bahwa kendala guru untuk menulis karya tulis ilmiah adalah sebagai berikut. (1) Minat membaca para guru tergolong rendah. Faktor rendahnya minat membaca menutup wawasan, pengertian, pemahaman, semangat, dan motivasi dalam memandang suatu permasalahan yang dapat diangkat sebagai bahan dalam penulisan karya tulis ilmiah. (2) Guru kurang informasi mengenai kegiatan pengembangan terbaru. Guru mendapat informasi setengah-setengah sehingga lebih mempercayai isu yang berkembang. Salah satu isu yang beredar ialah isu mengenai pembuatan karya tulis ilmiah yang sangat berat namun tidak dinilai dengan layak. (3) Salah persepsi, guru yang kurang informasi terhadap karya tulis ilmiah menjadikan salah persepsi mengenai menulis karya tulis ilmiah. Guru menganggap menulis merupakan hal yang sulit untuk dilakukan. Paradigma tersebut memunculkan keengganan guru untuk menulis karena merasa hal tersebut tidak berguna. Guru menganggap peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah tidak berakibat langsung pada profesinya sehingga para guru tidak melaksanakan kewajiban menulis karya tulis ilmiah dengan sungguhsungguh. Selain hal di atas, penyebab rendahnya pemahaman terhadap karya ilmiah adalah faktor internal dari guru yang bersangkutan. Motivasi rendah merupakan salah satu faktor penghambat internal, yang antara lain terdiri dari sikap para guru yang belum memiliki kebiasaan membaca buku, belum memiliki kemampuan berbahasa dengan baik dan belum adanya motivasi untuk menulis. Faktor-faktor internal ini terungkap dari pernyataan beberapa informan sebagai berikut. “Kami belum memahami konsep karya ilmiah. Konsep penulisan, metode yang benar seperti apa kami belum memahami dengan baik. Keadaan yang kami alami, kurangnya bimbingan pembuatan PTK, tidak ada bimbingan cara penulisan yang diadakan pemerintah secara gratis”. (Informan BS)
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
“Kesulitan dalam membuat PTK secara umum ada pada pengembangan konsep penelitiannya. Mulai dari menentukan judul yang pas, rumusan masalah, dan teori yang digunakan. Lantas metodenya bagaimana itu juga jadi hambatan. Seandainya tidak ada yang membimbing, pasti saya kesulitan. (Informan SS) “Secara prinsip kami belum memahami konsep karya ilmiah, ilmu dalam membuat PTK masih sedikit, cara pembuatan belum paham dan jelas, pendidikan dan latihan PTK belum pernah mengikuti. Ilmu dalam pembuatan artikel ilmiah belum memadai, cara pembuatan belum ada bayangan, pendidikan dan latihan belum pernah mengikuti” (Informan Wn). “Sebagai guru swasta tidak ada ruang untuk membuat penelitian atau karya ilmiah, seandainya membuat karya hanya digunakan untuk pribadi, tidak ada kenaikan pangkat seperti guru PNS. Saya membuat karya ilmiah saat PLPG. belum pernah membuat artikel ilmiah dan tidak ada motivasi dalam membuat artikel ilmiah”. (Informan ES) Berdasarkan data pemahaman di atas dapat dijelaskan pula bahwa pemahaman guru SMA/MA/SMK Muhammadiyah Sukoharjo terhadap karya ilmiah masih perlu ditingkatkan, karena hanya 15% yang paham sementara yang 55% menyatakan kurang paham dan 30% tidak paham. Pada umumnya guru sekedar mengetahui bahwa karya tulis wajib dibuat agar mendapat angka kredit sebagai syarat untuk kenaikan pangkat dan golongan. Gambaran ini merupakan indikasi bahwa guru kurang mengetahui kebijakan baru mengenai PKB (Peningkatan Keprofesian Berkelanjutan). Pada hal dalam proses pendidikan dan pembelajaran, kemampuan guru dalam menulis sangat dibutuhkan sebagai wahana untuk menyampaikan materi. Guru dapat menyampaikan banyak hal dalam bentuk tulisan sehingga anak didik dapat belajar secara mandiri. Menulis karya tulis ilmiah merupakan sarana bagi guru untuk menuliskan gagasan yang ada dalam pikirannya, tulisan
194
ISBN 978-979-3812-42-7
yang dihasilkan merupakan wujud intelektual diri. Menurut Saroni (2012: 25) semakin banyak karya tulis yang dihasilkan semakin bagus isi tulisan dan hal tersebut menunjukkan semakin tinggi tingkat intelektual seorang guru. Aktivitas Guru-guru Mengembangkan Kompetensi
Dalam
Pada dasarnya segala bentuk pengembangan diri sudah dilakukan oleh para guru meski hasilnya belum maksimal. Guru telah berusaha melakukan pengembangan diri untuk memenuhi dan meningkatkan kompetensi paedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian. Wawancara dengan informan BS, guru PPKn di SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo diperoleh gambaran bahwa “Selama ini sebagian besar guru telah banyak membaca buku, mengikuti workshop, dan outbond. Jika itu diikuti, saya rasa cukup untuk meningkatkan kompetensi”. Kemudian, informan SS guru Sejarah, bahwa “Saya selain membaca buku, juga sering melihat di internet. Karena peristiwa sejarah lebih mudah jika mencari di internet. Datang di seminar atau workshop juga pernah. Itu bisa mendukung kompetensi saya sebagai guru Sejarah”. Informasi yang didapatkan dari kedua nara sumber di atas rupanya tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh informan Sm, guru kewirausahaan bahwa pengembangan kompetensi yang telah dilakukan dengan mendatangi seminar, workshop, dan kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Selanjutnya informan ES guru PPKn juga mengatakan bahwa “untuk mengembangkan kompetensi, saya ikut kegiatan-kegiatan MGMP. Lantas juga membeli laptop untuk internetan, karena sangat bagus untuk mencari informasi yang terbaru mengenai isu-isu kewarganegaraan”. Keterangan ES ini diperkuat oleh informan Wn yang mengampu bidang studi Penjaskes. “Jika sekolah dapat
THE 5TH URECOL PROCEEDING
undangan seminar atau workshop, biasanya datang. Membaca buku olahraga sering saya lakukan, lantas melihat video di Youtube”. Media internet rupanya dimanfaatkan Bapak Wn guna mencari dan memperkaya materi tentang olahraga. Kemudian dalam hal penulisan karya ilmiah dapat dijelaskan dari informan guruguru SMA Muhammadiyah 1 Sukoharjo. Salah satu guru, yakni SG pengampu Bahasa Indonesia mengatakan “Saya melakukan penelitian dan membuat artikel ilmiah. Ada yang dipublikasikan dan ada yang disimpan hanya untuk kenaikan pangkat. Lantas membeli buku, ikut wokshop, seminar, dan kegiatan MGMP”. Informasi ini dikroscek dengan informan HS pengajar BK bahwa “Saya cukup ikut seminar dan MGMP, karena usia sudah tua, lagi pula banyak kegiatan di luar sekolah”. Narasumber lain dari informan Sm, yang merupakan guru MA Muhammadiyah Bekonang, yang mengatakan sebagai berikut. “Sebagai guru saya sudah berusaha untuk meningkatkan kompetensi baik paedagogik, profesional, sosial, maupun kepribadian. Saya selalu berinisiatif untuk melakukan diskusi dengan rekan-rekan sejawat berkaitan dengan berbagai hal dalam peningkatan kompetensi. Apalagi saya sebagai seorang guru PKn harus selalu update berbagai informasi tentang dunia politik, hukum, dan kenegaraan”. Berdasarkan informasi dan data di atas maka diperoleh gambaran pengembangan keprofesionalan guru berkelanjutan selama ini. Berbagai usaha dan kegiatan guru dalam meningkatkan profesionalisme secara berkelanjutan dapat ditunjukkan dalam histogram sebagai berikut.
195
ISBN 978-979-3812-42-7
Histogram 2. Kegiatan Guru Meningkatkan Profesionalisme Pengembangan PKB dapat dilakukan guru melalui jaringan sekolah. Kegiatan PKB melalui jaringan sekolah dapat dilakukan dalam satu rayon (kelompok kerja/ musyawarah kerja guru), antar rayon dalam kabupaten/ kota tertentu, antar provinsi, bahkan dimungkinkan melalui jaringan kerjasama sekolah antar negara serta kerjasama sekolah dan industri, baik secara langsung maupun melalui teknologi informasi. Berbagai kegiatan PKB melalui jaringan ini adalah sebagai berikut. (1) Kegiatan KKG/ MGMP/ MGBK, (2) Pelatihan/ seminar/ lokakarya, (3) Kunjungan ke sekolah lain, dunia usaha dan industri, dan sebagainya. (4) Mengundang narasumber dari sekolah lain, komite sekolah, dinas pendidikan, pengawas, asosiasi profesi, atau dari instansi/ institusi yang relevan. Kendala Guru-guru dalam Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Berdasarkan hasil wawancara, pencatatan arsip, dan observasi yang dilakukan terdapat beberapa permasalahan yang terkait dengan pengembangan keprofesionalan guru berkelanjutan, khususnya untuk penulisan karya ilmiah. Kurangnya pemahaman dan kemampuan guru dalam membuat karya ilmiah adalah sebagai berikut. (a) Kurangnya pengetahuan tentang konsep karya ilmiah, substansi, dan sistematikanya. Kondisi ini
menjadikan tidak ada motivasi untuk menulis karya ilmiah. (b) Belum berkembangnya budaya menulis di sekolah. Umumnya majalah atau jurnal sekolah tidak berkembang disebabkan karena kurangnya artikel. Kondisi perpustakaan sekolah sebagai penopang utama kegiatan menulis juga kurang memadai. (c) Kegiatan seminar dan workshop yang sering diikuti guru adalah pengembangan pembelajaran yang inovatif dan PTK. Dalam kegiatan ini para guru biasanya hanya menjadi peserta pasif dan tidak berdampak bagi peningkatan pemahaman serta pengetahuan guru. Kemudian faktor lainnya adalah, (d) kurangnya budaya membaca di kalangan guru. Dengan banyaknya seseorang menguasai informasi maka ada kecenderungan semakin mudah dalam menulis. (e) Kurangnya latihan menulis dan adanya kesulitan kerancuan dalam berpikir. Faktor ini sering terjadi sehingga tulisan kelihatan kacau dan tidak jelas alur logika yang digunakan. (f) Kurangnya kesadasaran dari para guru terhadap Permen PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 yang mengatur Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Selain dari unsur utama kegiatan mengajar, guru juga harus memenuhi unsur pengembangan profesi melalui publikasi kegiatan ilmiah atau karya inovatif. Penerapan peraturan kenaikan pangkat guru tersebut
THE 5TH URECOL PROCEEDING
196
ISBN 978-979-3812-42-7
berlaku periode Oktober 2013. Guru yang akan naik pangkat harus mengumpulkan angka kredit dari publikasi ilmiah atau karya inovatif. Kemudian, berbagai keterbatasan lain yang dialami para guru dalam menulis karya ilmiah ini adalah sebagai berikut. (a) Keterbatasan waktu, guru yang sudah sertifikasi wajib mengajar selama 24 jam perminggu. Sementara membuat karya tulis hasil penelitian, semisal PTK membutuhkan waktu yang cukup. (b) Belum adanya kerjasama pengembang penyelenggara PLPG dengan Yayasan Muhammadiyah untuk memberikan pendampingan terhadap guru pascasertifikasi dalam PKB khususnya dalam pembuatan karya ilmiah. (c) Terkendala pengalaman ketika kuliah. Rupanya ada diantara guru yang ketika kuliah tidak mengalami membuat skripsi. Hal ini membuat pengalaman guru dalam penelitian menjadi minim. (d) Terkendala lemahnya pemahaman dan pengetahuan tentang penelitian. Hal ini merupakan faktor terbesar lemahnya kegiatan penelitian yang dilakukan guru. (e) Terkendala dukungan dari pembimbing. Para guru sebenarnya ingin melakukan penelitian apabila ada pihak yang membimbing hingga tuntas dari awal membuat proposal sampai akhir laporan. (f) Terkendala waktu, aktivitas padat di sekolah dalam pembelajaran dan penyiapan perangkat yang bersifat administratif rupanya cukup menyita waktu guru. (g) Dana terbatas menjadi persoalan klasik yang dialami guru dalam penelitian. (h) Terkendala usia, juga menyebabkan kondisi fisik yang lemah sehingga aktivitas menjadi terbatas. (i) Terkendala sarana prasarana sekolah. (j) Terkendala motivasi, realitasnya terdapat kendala terkait motivasi seperti akan pensiun, usia tua, status guru swasta, hingga tidak mengejar keduniawian. (k) Terkendala akses jaringan internet. Internet sebagai salah satu sarana, dianggap penting di era globalisasi. Selanjutnya, berbagai kendala di atas bisa menjadi acuan dalam menentukan langkahlangkah guna pengembangan keprofesionalan guru berkelanjutan di bidang pembuatan karya ilmiah (Duggan, 2009). Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut. (a) Guru memerlukan bantuan pihak-pihak dalam memberikan pemahaman, pengetahuan, dan
praktik tentang karya ilmiah. Bantuan ini bisa berupa seminar, workshop, dan kegiatan sejenis. (b) Guru membutuhkan bimbingan dalam membuat karya ilmiah. Bimbingan bisa dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil dan besar sesuai kebutuhan. (c) Guru membutuhkan pelatihan yang intensif. Guru perlu dibimbing dan diberikan arahan mulai dari awal membuat proposal hingga akhir laporan. (d) Guru berharap peran kerjasama MGMP dengan perguruan tinggi dalam hal pengembangan potensi pembuatan karya ilmiah. (e) Guru memerlukan bantuan dana. (f) Dukungan dari pemangku kebijakan untuk memodifikasi peraturan kenaikan pangkat agar lebih memperhatikan karya ilmiah yang dibuat guru. Gambaran hasil penelitian di atas menguatkan hasil penelitian Murni dan Sumardjoko (2015) yang menyatakan bahwa: (1) belum ada perubahan yang signifikan kinerja guru setelah sertifikasi, (2) upaya pengembangan keprofesian berkelanjutan dalam pengembangan diri, penulisan karya tulis ilmiah, dan pembuatan karya inovatif belum maksimal, (3) permasalahan yang dihadapi guru dalam pengembangan keprofesian berkelanjutan yang dominan adalah undangan pada jam efektif, bertepatan dengan kegiatan di sekolah, kurang memahami pentingnya penelitian, kurang menguasai materi dan teknik penulisan, dan belum ada sosialisasi/ pelatihan/ pendampingan dalam penyusunan PTK. Para guru mestinya menyadari bahwa pengembangan keprofesian berkelanjutan merupakan bentuk akuntabilitas moral. Menurut Payong (2011) sebagai profesional guru memiliki: (1) komitmen moral untuk melayani kepentingan siswa melalui refleksi terus menerus terhadap praktik profesionalnya sehingga dapat diketahui manakah yang terbaik yang dapat diberikan kepada siswa, (2) kewajiban profesional untuk meninjau secara berkala efektifitas dari praktik pembelajaran sehingga dapat meningkatkan mutu pembelajaran, manajemen dan pedagogi, (3) kewajiban profesional untuk mengembangkan secara terus menerus pengetahuan-pengetahuan praktis baik melalui refleksi pribadi maupun melalui interaksi dengan teman-teman sejawat.
THE 5TH URECOL PROCEEDING
197
ISBN 978-979-3812-42-7
KESIMPULAN Mencermati hasil dan ulasan tentang peta kemampuan guru-guru SMA/MA/SMK Muhammadiyah Sukoharjo dalam penulisan karya ilmiah dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, dalam kemampuan menulis karya ilmiah guru-guru bersertifikasi pendidik belum sepenuhnya memiliki pemahaman konsep karya ilmiah. Pengalaman guru membuat karya ilmiah sebagian besar dilakukan pada saat PLPG. Kedua, guru-guru Muhammadiyah di Sukoharjo telah melakukan berbagai kegiatan untuk mengembangkan kompetensinya. Pengembangan dilakukan oleh guru secara mandiri dengan mengikuti workshop, seminar, membeli buku teks pelajaran terbaru, mengikuti kegiatan MGMP, serta berdiskusi dengan rekan guru bidang studi. Ketiga, dalam pengembangan keprofesian guru berkelanjutan guru-guru masih menemui kendala. Berbagai kendala itu antara lain adalah masalah waktu, dana, usia, sarana prasarana sekolah, motivasi, kebijakan pimpinan, dan akses jaringan internet. Karena itu yang dibutuhkan adalah adanya langkah kongkrit dari pemangku kebijakan, dukungan dari Majelis Dikdasmen, dari Perguruan Tinggi terutama dalam penyelenggaraan workshop/ seminar/ lokakarya / dan kegiatan lainnya, serta beasiswa untuk studi lanjut. REFERENSI Borg, W. R. & Gall, M.D. (1989). Educational Research. London: Longman Group. Depdiknas RI. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Biro hukum dan Organisasi Sekjen Depdiknas. Duggan, Smith. & Thomsen. (2009). “A Monitoring and Evaluation Framework Transformative Change from Sustainability in Secondary school”. Journal International. Vol. 1, No.1, Pg: 116. Kemendikbud RI. (2012). Tentang Kebijakan Pengembangan Profesi Guru.
THE 5TH URECOL PROCEEDING
Kemendiknas RI. (2010). Tentang Pedoman Pengelolaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan. Marquardt, M.J. & Engel, D.W. (1993). “HRD competencies for a shrinking world”. Training and Developing. 46 (5) 59-65. McLagan, Patricia A. (1989). Models for HRD Practice. Washington, D.C.: ASTD Press Miles, Mathew B. & Huberman, A. Michael. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press. Payong, Marselus R. (2011). Sertifikasi Profesi Guru: Konsep Dasar, Problematika, dan Implementasinya. Jakarta: PT Indeks Permata Puri Media. Permen PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009. (2009). Tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Sa’ud, Udin Syaefudin. (2009). Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta. Sumardjoko & Murni. (2016). “Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru-guru SMK Muhammadiyah 3 dan 6 Gemolong Sragen”. Dalam Prosiding Konferensi Nasional ke-4 APPPTM. Volume 1 Pendidikan dan Pemikiran Islam. Jogjakarta: Pascasarjana UMY. Sumardjoko, B. (2011). Penguatan Guru Bersertifikasi Melalui Pemaknaan Profesionalisme di Sukoharjo Jawa Tengah. Surakarta: UMS. Sumardjoko, B. (2013). “Model Penguatan Guru Bersertifikasi melalui Pemaknaan Profesionalisme pada Guru-guru SMA Negeri di Sukoharjo Jawa Tengah”. Laporan Penelitian. Surakarta: LPPM UMS. Undang‐Undang RI Nomor 14 Tahun 2005. (2005). Tentang Guru dan Dosen. Yunanto, Eris. (2007). “Evaluasi Program bimbingan teknis Penulisan karya Ilmiah Pengembangan Profesi Guru Sekolah Menengah di Propinsi Jawa Tengah”. Tesis. Semarang: UNNES.
198
ISBN 978-979-3812-42-7