KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU BAHASA INGGRIS DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INGGRISDI PONDOK PESANTREN AL-HAMIDIYAH
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)
Oleh: HAIKAL NIM: 1111051000079
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
ii
iii
ABSTRAK Nama: Haikal NIM: 1111051000079 Komunikasi Interpersonal Guru Bahasa Inggris dalam Meningkatkan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris di Pondok Pesantren Al-Hamidiyah Komunikasi merupakan hal yang penting untuk diperhatikan pada setiap aspek-aspek kehidupan. Salah satunya dunia pendidikan. Komunikasi menjadi hal yang penting dalam proses transfer ilmu karena apabila ada error pada komunikator, maka bisa berdampak juga pada komunikator.Komunikasi Interpersonal sangat penting dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris. Untuk membuat peserta didik paham terhadap apa yang disampaikan, sangatlah membutuhkan komunikasi interpersonal yang baik. Perumusan masalah penelitian yaitu: Bagaimana bentuk komunikasi interpersonal guru Bahasa Inggris kepada murid-muridnya dalam meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Inggris? Bagaimana upaya guru Bahasa Inggris dalam meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Inggris murid-muridnya? Apa saja faktor penghambat dan pendukung selama proses belajar mengajar Bahasa Inggris di Pondok Pesantren Al-Hamidiyah? Teori yang digunakan adalah Teori Hubungan Interpersonal Model Interaksional yang menggambarkan bahwa proses komunikasi adalah proses berinteraksi satu sama lain. Sesuai dengan nama model komunikasi ini yaitu interaksional, maka tidak salah jika dinyatakan bahwa komunikasi ini berlansgung sesuai dengan adanya interaksi yang dilakukan seseorang terhadap orang lain dimulai dari orang-orang terdekatnya. Model interkasional merupakan model komunikasi yang lebih fokus kepada komunikasi dua arah, bukan linier. Model interkasional terjadi di dalam suatu sistem di mana sistem-sistem ini saling terkait dan berhubungan antara satu dengan yang lain. Penelitian ini menggunakan jenis pendeketan penelitian kualitatif. Penelitian ini membutuhkan observasi secara langsung ke lapangan, dan wawancara kepada para narasumber yang berkaitan dengan penelitian ini seperti guru Bahasa Inggris, dan beberapa murid yang ada di kelas terkait. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode studi kasus. Studi kasus adalah uraian dan penjelasan yang dapat diterima dengan baik, luas, dan lengkap mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, organisasi, program, atau situasi sosial. Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini bahwasanya guru yang mengajar Bahasa Inggris di Pondok Pesantren Al-Hamidiyah memiliki pendekatan komunikasi interpersonal yang baik di setiap pengajarannya dengan melakukan pendekatan komunikasi interpersonal yang berbeda-beda kepada setiap murid. Salah satunya diterapkan dalam penggunaan media berita online dan metode mengajarnya, yaitu Audio Lingual Method. Metode ini mengedepankan proses Komunikasi Interpersonal dengan para muridnya dengan menggunakan Bahasa Inggris secara 2 x 35 menit mata pelajaran dengan tujuan agar para murid terbiasa dengan kalimat-kalimat Bahasa Inggris dan mudah mengingat vocabulary. Keyword: Komunikasi Interpersonal, Bahasa Inggris, Al-Hamidiyah
iv
KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah Swt. atas segala rahmat, taufiq, kemudahan, dan kelancaran dalam proses pengerjaan karya sederhana ini hingga selesai. Shalawat serta salam tak lupa tercurah kepada baginda Nabi Muhammad Saw. Kepada para sahabat, keluarga, serta umat-umatnya hingga akhir zaman. Skripsi dengan judul “Komunikasi Interpersonal Guru Bahasa Inggris dalam Meningkatkan Kemampuan Bahasa Inggris di Pondok Pesantren AlHamidiyah” ini disusun guna memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom.I) di Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga karya ini menjadi salah satu bentuk pembelajaran. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari banyak pihak yang telah memberi dukungan, baik moril maupun materil. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Dr. H. Arief Subhan, M.A. 2. Bapak Rachmat Baihaky, M.A selaku ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. 3. Fita Fathurokhmah, M. Si selaku sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.
v
4. Ade Rina Farida, M. Si selaku dosen pembimbing yang telah sabar membimbing dan meluangkan waktunya di sela-sela kesibukan untuk penulis selama proses pengerjaan skripsi berlangsung. 5. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah mendidik dan memberikan ilmu kepada peneliti selama menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 6. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah membantu peneliti dalam urusan administrasi selama perkuliahan dan penelitian skripsi. 7. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas yang telah melayani peminjaman buku dengan baik. 8. Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Al-Hamidiyah, Bapak Zarkasy dan guru Bahasa Inggris, Bapak Suparno, serta para murid XI IPA yang telah kooperatif mengizinkan peneliti untuk melakukan penelitian di tempat tersebut. 9. Hadiah spesial dan berharga untuk Ayahanda H. Aminullah Tayibnapis, S. E, dan Mamah yang selalu sabar merawat penulis sejak kecil hingga sekarang, bahkan sampai masa yang akan datang, Hj. Ani Tauhid. 10. Teman-teman jurusan KPI 2011, khususnya kelas C, dan KKN Cemara 2014 yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis. Khusus kepada Diza Liane yang telah memberikan dorongan tiada henti sejak awal penelitian dimulai hingga akhir penelitian yang penulis lakukan.
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN......................................................................i LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI.................................................................ii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN............................................................iii ABSTRAK.............................................................................................................iv KATA PENGANTAR............................................................................................v BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.............................................................1 B. Batasan dan Rumusan Masalah..................................................5 C. Tujuan Penelitian.......................................................................6 D. Manfaat Penelitian.....................................................................6 E. Tinjauan Pustaka........................................................................6 F. Metodologi Penelitian................................................................7 G. Sistematika Penulisan...............................................................11
BAB II
KERANGKA TEORI A. Metode Komunikasi dalam Pengajaran Bahasa Inggris...........13 B. Berbagai Drills in Speaking Skill Melalui Pendekatan Komunikasi Interpersonal........................................................20 C. Penggunaan Media dalam Peningkatan Speaking Skill............35 vii
BAB III
GAMBARAN UMUM PESANTREN AL-HAMIDIYAH A. Sejarah Berdirinya Pesantren Al-Hamidiyah...........................37 B. Visi, Misi, dan Tujuan..............................................................40 C. Fasilitas....................................................................................42 D. Gambaran Umum Tenaga Pengajar Al-Hamidiyah.................43 E. Data Murid-murid Kelas XI IPA Al-Hamidiyah.....................44
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Peningkatan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris Melalui Drill dan Komunikasi Interpersonal.........................................45 B. Peningkatan Kemampuan Bahasa Inggris Melalui Media dan Pendekatan Komunikasi Interpersonal.....................................52 C. Faktor Penghambat dan Pendukung dalam Meningkatkan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris Murid-murid XI IPA Pondok Pesantren Al-Hamidiyah.............................................59
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan..............................................................................64 B. Saran-saran...............................................................................66
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................67 LAMPIRAN-LAMPIRAN..................................................................................70
viii
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional nomor 1 di dunia yang
kerap kali digunakan pada setiap pertemuan antara negara.1 Selain paling banyak digunakan, juga mudah untuk dipelajari mengingat zaman yang semakin maju dan teknologi yang semakin modern. Tapi pada praktiknya masih banyak orang-orang yang masih menganggap bahwa pelajaran Bahasa Inggris itu sangat sulit dimengerti sehingga menjadi momok yang menakutkan. Hal ini terjadi bukan semata-mata kesalahan internal murid itu sendiri, melainkan ada peran eksternal yang kurang mendukung. Contohnya: pengajar. Pondok pesantren Al-Hamidiyah merupakan pesantren yang pendidikan bahasa asingnya cukup ketat. Selain kurikulum wajib yang diterapkan, terdapat juga program informal berupa English Day dan Arabic Day di setiap minggunya yang otomatis membutuhkan komunikasi yang baik di antara pengajar dan muridmuridnya. Ditambah, pesantren ini menjuarain English Debate Competition di Depok khusus pondok pesantren. Pengajar Bahasa Inggris di pesantren ini juga memiliki pola yang unik pada setiap sesi pengajarannya. Pesantren ini pun kerap kali mengirimkan para santrinya untuk mendalami Bahasa Inggris di Pare.
1
Richards and Rodgers, Approaches and Methods in Language Teaching, (Jakarta: Cambridge University Press, 1986), hlm. 1
1
2
Perlunya mempelajari Bahasa Inggris, khususnya kemampuan untuk berbicara, harus dibiasakan sejak dini karena hampir semua sumber informasi global berasal dari Bahasa Inggris2. Sesuai porsinya masing-masing tentunya. Jika masih belum memasuki bangku sekolah, jangan diajarkan Grammar terlebih dahulu. Mulailah dengan vocabulary nama-nama hewan atau barang misalkan. Beranjak ke bangku sekolah, Bahasa Inggris mulai dianggap penting. Pelajaran ini adalah salah satu pelajaran yang menjadi standar kelulusan siswa baik di Sekolah Menengah Pertama atau sederajat, dan juga Sekolah Menengah Atas atau sederajat. Mengajar Bahasa Inggris itu bisa memanfaatkan pendekatan komunikasi antarpribadi. Guru menangani murid satu persatu sesuai dengan kondisi kompetenis Bahasa Inggris para murid. Keterampilan
yang diajarkan
oleh
guru
Bahasa
Inggris
adalah
keterampilan Speaking, Listening, Reading, dan Writing, contohnya di pesantren ini ketika murid akan melakukan speaking di dalam kelas, murid terlebih dahulu menulis narasinya. Namun pada penelitian ini, penulis fokus kepada speaking. Pendekatan guru melalui non-KAP, seperti pendekatan secara kelompok dan di kelas. Beberapa faktor yang membuat pengajar bisa menjadi faktor eksternal kegagalan siswa dalam memahami pelajaran Bahasa Inggris adalah kurangnya kreasi dalam mengajar. Bahasa Inggris bukanlah Bahasa Ibu. Akan lebih sulit dipahami apabila guru tidak mengajar dengan kreasi yang bisa menjadikan suasana lebih have fun. Berikutnya adalah pengajar yang cenderung monoton. Beberapa guru selalu ingin membuat muridnya mengerti, dengan cara 2
Durand, Intisari Psikologi Abnormal, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 7
3
yang tidak dipahami oleh muridnya sehingga membuat murid itu tertekan dan cenderung enggan mengikuti kelas Bahasa Inggris. Penyebab yang terakhir adalah pengajar yang acuh. Pada faktor ini, pengajar hanya ingin menjalankan kewajibannya sebagai pengajar saja. Sehingga dia bahkan tidak mengetahui sudah seberapa pahamkah muridnya dalam mata pelajaran yang ia ajar. Guru yang mengajarkan Bahasa Inggris di Pondok Pesantren AlHamidiyah memiliki metode tersendiri dalam mengajar, yaitu Audio Lingual Method. Selain itu, guru di sana juga dinilai ramah dan friendly dalam mengajar oleh para murid. Komunikasi menjadi hal yang penting dalam proses transfer ilmu. Apabila ada error pada komunikator, maka bisa berdampak juga pada komunikator. Ini menjadi hal yang patut untuk diperhatikan. Bagaimana proses pesan disampaikan, bagaimana cara komunikator menerangkan, dan bagaimana tingkat penerimaan si komunikan. Komunikasi Interpersonal penting dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris. Untuk membuat peserta didik paham terhadap apa yang disampaikan, membutuhkan komunikasi interpersonal yang baik. Terlebih yang dibicarakan di sini adalah bahasa asing yang cenderung membuat pendengar berpikir setelah mendengarnya. Menurut Deddy Mulyana, komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih mengenai suatu pesan tertentu secara
4
langsung, sehingga orang-orang tersebut dapat bereaksi terhadap komunikasi yang mereka lakukan, baik secara verbal maupun non-verbal.3. Melihat fenomena yang terjadi sekarang, seperti yang sudah penulis sedikit uraikan di atas, komunikasi antarpribadi yang baik dapat menunjang seseorang untuk memahami pelajaran Bahasa Inggris. Tapi yang terjadi kebanyakan adalah masih ada pelajar yang kikuk bahkan takut saat jam pelajaran Bahasa Inggris berlangsung. Sebagian ada yang memang pada dasarnya tidak suka pada pelajarannya, sebagian ada yang tidak suka dengan pengajarnya. Kasus yang kedua inilah yang menjadi fokus penulis untuk dibahas. Pada masa remaja, pelajar yang masih terbilang di usia labil cenderung melakukan apa yang mereka sukai. Mereka membenci hal-hal yang merepotkan untuk dipahami dan dilakukan. Pada kasus ini; menerima pelajaran Bahasa Inggris dari pengajar yang kurang disenangi. Hal-hal di atas tentu mencegah minat dan bakat serta perkembangan murid dalam berbahasa Inggris. Implikasinya fatal bagi murid, khususnya kelas XI, yang pada tahun berikutnya akan menghadapi UN. Apabila dilanjutkan dalam keadaan seperti ini, maka akan riskan terhadap ketidaklulusan. Dampak lebih lanjutnya adalah di dunia perkuliahan dan dunia kerja. Mereka tidak akan pernah suka untuk berbicara, bahkan untuk sekedar memahami Bahasa Inggris, jika sejak dini mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan dalam mempelajarinya.
3
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 73
5
Berdasarkan paparan di atas, sehingga judul ini pantas diteliti dan penulis tertarik untuk melihat bagaimana komunikasi antarpribadi yang terjalin antara guru
Bahasa
Inggris
dengan
murid-muridnya
dalam
mengembangkan
keterampilan berbicara Bahasa Inggris. Dalam kasus ini; yang menjadi objek studi adalah siswa kelas XI Pesantren Al-Hamidiyah, Depok. B.
Batasan Dan Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah dapat dibatasi dan
yang menjadi fokus perhatian dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA pada bidang mata pelajaran Bahasa Inggris beserta guru yang terkait. Lebih lanjut, penelitian ini tidak berfokus kepada skill-skill lain dalam Bahasa Inggris seperti Reading, Writing, dan Listening. Akan tetapi penulis hanya fokus kepada Speaking atau berbicara Bahasa Inggris. Agar lebih jelas, masalah dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana bentuk komunikasi antarpribadi guru Bahasa Inggris kepada murid-muridnya melalui drills in Speaking Skill dalam meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Inggris di dalam kelas? 2. Bagaimana upaya guru Bahasa Inggris dalam meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Inggris murid-muridnya melalui penggunaan media? 3. Apa saja faktor penghambat dan pendukung selama proses belajar mengajar Bahasa Inggris di Pondok Pesantren Al-Hamidiyah?
6
C.
Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana upaya guru Bahasa Inggris dalam meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Inggris murid-muridnya melalui Drills in Speaking Skill di dalam kelas. 2. Untuk mengetahui bagaimana komunikasi antarpribadi guru Bahasa Inggris kepada murid-muridnya melalui pengguanaan media. 3. Untuk mengetahui faktor penghambat dan pendukung yang ada dalam proses belajar pengajar di Pondok Pesantren Al-Hamidiyah.
D.
Manfaat Penelitan Manfaat penelitian ini secara akademis adalah agar dapat menambah
khazanah tentang wacana dan penerapan komunikasi interpersonal di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Manfaat penelitian ini secara praktis adalah agar dapat menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal yang baik yang tercipta antara guru Bahasa Inggris terhadap muridnyaberdampak efektif dalam pembelajaran Bahasa Inggris. E.
Tinjauan Pustaka Penulisan proposal skripsi ini telah melalui tinjauan pustaka sebagai
contoh dan pembanding skripsi. Peneliti terinspirasi pada skripsi yang mengangkat Komunikasi Interpersonal yang terjalin antara seorang Guru dengan anak-anak Tunarungu di SLBN 1 Lebak Bulus. Skripsi tersebut meneliti
7
bagaimana proses komunikasi interpersonal terjadi di lokasi penelitian dilihat dari segi kualitatif.4 Penulis juga terinspirasi dengan skripsi yang sama-sama mengangkat tema komunikasi antarpribadi yang melihat bagaimana komunikasi antarpribadi menjadi kendaraan dalam bimbingan penyuluhan untuk mengurangi kenakalan remaja di SMK Bunda Kandung. Skripsi tersebut meneliti bagaimana proses komunikasi antar pribadi berefek dalam mengurangi kenakalan remaja di lokasi tersebut dilihat dari segi kualitatif.5 F.
Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian Menurut Moleong, paradigma penelitian adalah kumpulan dari sejumlah
asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dalam penelitian.6 Penelitian ini menggunakan paradigma constructivism, yaitu paradigma yang menganggap bahwa kenyataan itu hanya bisa dipahami dalam bentuk jamak, berupa kostruksi mental yang dapat diraba, berbasis sosial, dan pengalaman yang bersikap lokal dan spesifik. 2. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena melalui pengumpulan data sedalam4
Eko Wahyudi, Komunikasi Interpersonal Antara Guru dan Anak Tunarungu dalam Meningkatkan Kualitas Ibadah Shalat di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Lebak Bulus Jakarta Selatan, (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) 5 Alamsyah Nugraha, Komunikasi Antarpribadi Guru Bimbingan Penyuluhan dengan Siswa dalam Mengurangi Kenakalan Remaja di SMK Bunda Kandung Jakarta, (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) 6 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 40
8
dalamnya. Jika data yang dibutuhkan sudah terkumpul, mendalam, dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Penelitian ini fokus kepada kualitas data. Peneliti juga turut aktif dalam menentukan jenis data yang diinginkan sehingga mengharuskan peneliti terjun langsung ke lapangan. 3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Studi kasus adalah uraian dan penjelasan yang dapat diterima dengan baik, luas, dan lengkap mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, organisasi, program, atau situasi sosial.7 4. Subjek dan Objek Penelitian Subjek peneliti adalah orang yang dapat memberikan informasi, yaitu Pak Suparno. Adapun yang dijadikan informan dalam penelitian ini adalah beberapa orang yang berkaitan dalam proses belajar mengajar Bahasa Inggris di Pesantren Al-Hamidiyah, Depok seperti Pak Zarkasy selaku Kepala Sekolah, Pak Suparno selaku pengajar Bahasa Inggris, dan siswa-siswa kelas XI IPA. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah pola Komunikasi Interpersonal yang berlangsung. 5. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah Pondok Pesantren Al-Hamidiyah yang beralamat di Jl. Raya Sawangan Km. 2 No. 12, Depok, Jawa Barat. 7
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 201
9
6. Waktu Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2015 hingga bulan Mei 2015, di mana penulis melakukannya setiap hari Senin dan Jumat di setiap pekannya. Dimulai dari pengurusan perizinan sampai tahap pengumpulan data yang dilakukan sesuai keperluan. 7. Tahapan Penelitian Prosedur penelitian meliputi: a. Mengumpulkan data b. Mengolah data c. Menganalisa data d. Pedoman penelitian Penulisan skripsi ini megacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Adapun instrumen penelitian meliputi: a. Observasi Merupakan metode pertama yang digunakan dalam melakukan penelitian ini. Teknik observasi yang peneliti gunakan adalah observasi yang bersifat langsung dengan mengamati objek yang diteliti, yakni bagaimana komunikasi interpersonal yang terjalin antara guru Bahasa Inggris dalam meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Inggris siswa Pesantren Al-Hamidiyah.
10
b. Wawancara Mendalam Wawancara mendalam acapkali disebut wawancara tidak berstruktur di mana wawancara yang dilakukan seperti percakapan informal. Metode ini bertujuan untuk memperoleh bentuk-bentuk tertentu dari semua responden, tetapi susunan kata dan urutannya disesuaikan dengan ciri-ciri responden.8 Peneliti melakukan tanya jawab langsung kepada orang-orang yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar Bahasa Inggris di dalam dan di luar kelas seperti guru dan siswa-siswa yang kompeten di bidang ini, dengan tujuan untuk mendapatkan keterangan secara jelas berupa pola komunikasi yang terjadi dalam proses kegiatan belajar mengajar sesuai
dengan tujuan penelitian ini. Tanya jawab
ini tidak hanya melibatkan guru saja, tetapi kepada siswa guna melakukan cross check. Sedangkan teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara semistruktur. Hal ini bertujuan untuk memberikan kebebasan kepada narasumber dalam menjawab pertanyaan yang diberikan namun tetap terarah pada masalah yang diangkat. c. Dokumentasi Proses pengumpulan dan pengambilan data yang berdasarkan tulisantulisan berbentuk catatan, buku, dokumentasi, ataupun arsip-arsip milik Pondok Pesantren Al-Hamidiyah, ataupun tulisan-tulisan lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
8
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 201
11
8. Teknik Analisis Data Pada fase ini merupakan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode Deskriptif Kualitatif, yaitu peneliti menganalisis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan dari lapangan, dan buku-buku dengan cara menggambarkan dan menjelaskan ke dalam bentuk kalimat yang disertai kutipankutipan data.9 Peneliti mengambil kesimpulan-kesimpulan yang benar melalu proses pengumpulan, penyusunan, penyajian, dan penganalisisan data hasil peneliti yang berwujud kata-kata. Setelah itu peneliti berusaha untuk menganalisis data dengan menyusun kata-kata ke dalam tulisan yang lebih luas. G.
Sistematika Penulisan Pembahasan dan penelitian dibagi ke dalam V BAB. Dalam setiap babnya
akan dibagi ke dalam sub bab. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Penulis mulai dengan pendahuluan yang merupakan Bab I, yaitu
terdiri atas: Latar belakang masalah, Batasan dan rumusan masalah, Tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Tinjauan pustaka, Metodologi penelitian, dan Sistematika penulisan.
9
Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. Ke-18, hal. 6
12
BAB II
TINJAUAN TEORITIS Selanjutnya penulis menempatkan tinjauan teori pada bab berikut
ini, yakni meliputi: Pengertian Komunikasi, Komponen-komponen Komunikasi, Definisi
Komunikasi
Interpersonal,
Ciri-ciri
Interpersonal, Komunikasi
Bentuk
Penyampaian
Interpersonal,
Tujuan
Komunikasi Komunikasi
Interpersonal, Teori Hubungan Interpersonal. BAB III
GAMBARAN UMUM PESANTREN AL-HAMIDIYAH DEPOK Pada bab ke-tiga, penulis mengambarkan tentang sejarah, visi,
misi, dan tujuan, fasilitas, dan gambaran tenaga pengajar di Madrasah Aliyah AlHamidiyah, Depok. BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA Pada
bab
ke-empat,
ini
mencakup
analisis
Komunikasi
Interpersonal Guru Bahasa Inggris Dalam Meningkatkan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris di Pesantren Al-Hamidiyah, Depok. BAB V
PENUTUP Berisi kesimpulan dan saran-saran.
BAB II KERANGKA TEORI A.
Metode Komunikasi Dalam Pengajaran Bahasa Inggris Komunikasi berasal dari kata communication yang berpangkal dari
perkataan latin yaitu communis yang artinya membuat kebersamaan. Astrid Susanto mengemukakan, komunikasi berasal dari kata communicare yang berarti berpartisipasi, memberitahukan, menyampaikan pesan dengan mengharapkan timbulnya sebuah feedback. Status sah atau tidaknya sesuatu dikatakan sebagai komunikasi adalah keberadaan feedback di dalamnya.1 Komunikasi menurut A. Supratiknya diartikan sebagai pesan yang dikirimkan seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan sengaja karena bertujuan untuk mempengaruhi tingkah laku si penerima. Sesuatu dapat dikatakan sebagai komunikasi apabila di dalamnya terdapat niatan dan usaha untuk mempengaruhi lawan bicaranya.2 Menurut Suranto Aw, komunikasi memiliki 4 model yaitu Model Lassswell, Model Shannon dan Weaver, Model Middleton, dan Model DeFleur. Model Laswell menyajikan uraian verbal yang dirumuskan dalam pertanyaan yang lebih kita kenal sebagai Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect. Model Shannon dan Weaver menggambarkan proses komunikasi yang diawali dengan proses penciptaan dan pengiriman pesan dari komunikator
1
29
Phil Astrid Susanto, Komunikasi Teori dan Praktik, (Bandung: Bina Cipta, 1980), hlm.
2
A. Supratiknya, Tinjauan Psikologis: Komunikasi Antarpribadi, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), hlm. 30
13
14
kepada komunikan. Model Middleton menjelaskan bahwa proses komunikasi bersifat timbal balik, berawal dari seorang sumber informasi (komunikator) yang menciptakan dan mengirimkan pesan kepada penerima atau komunikan lalu tercipta feedback. Terakhir Model DeFleur memaparkan bahwa dalam proses komunikasi sering terjadi noise atau hambatan.3 Menurut Morissan, setiap individu pasti melakukan komunikasi dalam hidupnya dan ketika seseorang berkomunikasi maka ada satu hal yang selalu terjadi, yaitu ia akan melihat orang lain atau situasi yang tengah dihadapinya berdasarkan perspektif yang dimilikinya sebagai penyampai pesan (komunikator). Pengertiannya adalah, komunikasi akan membuat seseorang berpikir, terutama komunikator, sebelum melakukan pembicaraan atau berkomunikasi dengan lawan bicaranya.4 Manusia berkomunikasi untuk membagi pengetahuan dan pengalaman. Bentuk umum komunikasi manusia termasuk bahasa sinyal, bicara, dan tulisan. Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang dapat dipahami oleh pihak lain, dengan catatan pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat dimengerti oleh komunikan. Menurut Arni Muhammad, komunikasi sebagai suatu proses terdiri atas komponen-komponen seperti source yaitu sumber. Sumber diartikan sebagai segala sesuatu yang ada di benak pelaku komunikasi seperti ide, gagasan, dan
3
Suranto AW, Komunikasi Sosial Budaya, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 8-10 Morissan, Teori Komunikasi Tentang Komunikator, Pesan, Percakapan dan Hubungan (Interpersonal), (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), cet-1, hlm. 48 4
15
pemikiran. Komponen berikutnya adalah komunikator. Komunikator sebagai orang yang menyampaikan pesan tidak hanya diartikan sebagai perseorangan individu, tetapi juga dapat diartikan sebagai satu kelompok, bahkan organisasi. Komponen lainnya adalah message atau pesan. Pesan yang dimaksudkan dalam proses komunikasi adalah sebuah paket informasi yang akan dikirim komunikator kepada komunikan.5 Komponen penunjang komunikasi lainnya adalah decoder. Menurut Gunadi, Decoder adalah usaha komunikan, yang menjadi target komunikasi, dalam menafsirkan pesan yang ditransfer oleh komunikator.6 Komponen berikutnya adalah feedback yang menurut John Fiske adalah respon komunikan kepada komunikator. Secara singkat, feedback atau umpan balik adalah reaksi balik dari penerima terhadap pesan yang dikirim oleh komunikator.7 Komponen yang terakhir adalah effect yang menurut Roudhonah adalah perbuatan yang merupakan akibat yang timbul karena pesan komunikator kepada komunikan. Effect bisa berarti pengetahuan, afektif yang meliputi perasaan emosi atau juga bersifat konatif yang merupakan tindakan.8 Richard West menjelaskan bahwa komunikasi adalah proses sosial di mana
manusia
menggunakan
simbol-simbol
untuk
menciptakan
dan
menginterpretasikan makna di sekeliling mereka.9 Tentu ada komponen5
Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 12 Y. S. Gunadi, Himpunan Istilah Komunikasi, (Jakarta: Gramedia, 1980), hlm. 7 7 John Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2012), 6
hlm. 35
8
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Press, 2007), hlm. 46-47 Richard West dan Lynn H. Turner, Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi, penerjemah Maria Natalia Damayanti Maer, (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), hlm. 5 9
16
komponen yang harus diperhatikan di dalam berkomunikasi. Sebagaimana telah penulis sedikit bahas sebelumnya, berikut ini adalah bahasan lebih mendalam tentang komponen-komponen yang ada di dalam proses komunikasi. Komponenkomponen di dalam komunikasi harus dijelaskan sebagai bagian-bagian yang terintegrasi dalam tindakan komunikasi interpersonal. Komponen-komponen tersebut adalah: a.
Komunikator Hafied Cangara mengemukakan bahwa komunikator adalah orang yang
menyampaikan pesan kepada penerima pesan atau komunikan. Komunikator adalah tempat di mana semua ide, gagasan, dan pemikiran berasal. Komunikator adalah pengolah pesan-pesan yang akan disampaikan kepada komunikan. Komunikator biasa disebut sumber (source) atau pengirim pesan (encoder). Komunikator selain dikatakan sebagai seorang individu, juga dikategorikan sebagai suatu kelompok, bahkan suatu organisasi seperti surat kabar, radio, film, koran, dan lain sebagainya asalkan memiliki kemampuan untuk berkomunikasi.10 b.
Encoding dan Decoding Wiryanto memaparkan bahwa encoding adalah proses di mana
komunikator meletakkan pemikiran, ide, dan informasi secara bersamaan dalam suatu bentuk simbolik untuk mentransfer suatu pesan. Tujuan komunikator adalah untuk mengirim pesan dalam bentuk yang signifikan sehingga terjamin bahwa pesan yang disampaikan itu dimengerti oleh komunikan. Decoding merupakan 10
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2007), hlm. 85
17
proses mentransformasi dan menginterpretasi makna pesan-pesan yang dikirim yang kemudian memiliki andil yang besar terhadap pengaruh kerangka berpikir komunikan. Kerangka berpikir yang berpengaruh di sini menjadi tolak ukur apakah suatu komunikasi dikatakan efektif atau tidak. Karena kerangka berpikir di sini diartikan sebagai akumulasi dari pengetahuan, nilai-nilai, kepercayaan, dan sifat-sifat lain yang terdapat dalam diri seseorang. Komunikasi berlangsung efektif apabila kerangka berpikir peserta komunikasi tumpang tindih (over lapping), yang terjadi saat individu mempersepsi, mengorganisasi, dan mengingat sejumlah besar informasi yang diterima dari lingkungannya. Derajat hubungan antarpribadi turut memengaruhi keluasan dari informasi yang dikomunikasikan dan ke dalam hubungan psikologis seseorang.11 c.
Media Media adalah saluran yang dipakai atau dipergunakan oleh komunikator
untuk menyampaikan pesan kepada komunikan. d.
Pesan (message) Suranto Aw menegaskan bahwa pesan adalah paket simbol-simbol baik
verbal maupun nonverbal, atau gabungan keduanya, yang mewakili pemikiran komunikator untuk disampaikan kepada pihak lain. Pesan-pesan dalam komunikasi antarpribadi bisa berbentuk verbal dalam penggunaannya dan juga
11
Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Grasindo, 2004), cet-1, hlm. 37
18
bisa berbentuk nonverbal yang biasa disebut bahasa isyarat atau gabungan antara keduanya.12 e.
Komunikan Komunikan adalah orang atau sekumpulan orang yang menerima pesan.
Komunikan adalah target dari sebuah proses komunikasi. Komunikan dalam komunikasi dapat menjadi pribadi atau orang banyak. f.
Feedback Feedback menurut Widjaja adalah umpan balik atau respon komunikan
sebagai pengaruh terhadap pesan yang diterima dari komunikator. Feedback ditinjau dari segi waktu ada yang disebut Immediate Feedback yang biasanya terjadi pada komunikasi langsung, dan Delayed Feedback yang terjadi pada komunikasi yang menggunakan media.13 Proses komunikasi tidak terlepas dari hambatan-hambatan komunikasi yang sering mengakibatkan komunikasi tidak berhasil. Dasrun Hidayat membagi hambatan-hambatan tersebut menjadi tiga, yaitu:14 a. Hambatan fisik yaitu hambatan yang dapat mengganggu efektivitas komunikasi berupa gangguan cuaca, gangguan sinyal alat komunikasi, dan ganngguan teknis lainnya.
12
Suranto Aw, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hlm. 7 H. A. W. Widjaja, Komunikasi & Hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 24 14 Dasrun Hidayat, Komunikasi Antarpribadi dan Medianya, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hlm. 38 13
19
b. Hambatan semantik yaitu kata-kata yang dipergunakan dalam komunikasi kadang-kadang memiliki dua arti yang berbeda, tidak jelas atau berbelitbelit antara pemberi pesan dan penerima. c. Hambatan psikologis dan sosial dapat mengganggu komunikasi. Misalnya perbedaan nilai-nilai, agama, dan etnis serta harapan yang berbeda antara pengirim dan penerima pesan. Salah satu metode dalam pengajaran Bahasa Inggris adalah Audio LingualMethod. Metode ini mengembangkan prinsip kombinasi teori linguistik yang terstruktur, analisis perbedaan, ujian prosedur, dan, psikologi tingkah laku.15 Metode Audiolingual ini merupakan sebuah metode yang pelaksanaannya terfokus pada kegiatan latihan, drill, menghafal kosa kata, dialog, dan teks bacaan. Adapun dalam praktiknya siswa diajak belajar (dalam hal ini bahasa Inggris secara langsung) tanpa harus mendatangkan native language. Dasar dan prosedur pengajaran dalam metode ini juga banyak diambil dari metode yang telah ada sebelumnya yaitu metode langsung (Direct Method). Selain itu, tujuan Audiolingual pun juga tidak berbeda dengan Direct Method yaitu untuk menciptakan kompetensi komunikatif dalam diri siswa. Sebagaimana diketahui, pengucapan (pronunciation), susunan serta aspekaspek lain antara bahasa asing dan bahasa ibu sangatlah berbeda. Oleh karenanya, dalam pembelajaran bahasa asing (dalam hal ini bahasa Inggris) para siswa diharuskan mengucapkan dan atau membaca berulang-ulang kata demi kata yang diberikan oleh guru agar sebisa mungkin tidak terpengaruh dengan bahasa ibu. 15
Richards and Rodgers, Approaches and Methods in Language Teaching, (Jakarta: Cambridge University Press, 2001), hlm. 54
20
B.
Berbagai Drills in Speaking Skill Melalui Pendekatan Komunikasi Interpersonal Anwar Arifin membagi komunikasi dari segi jumlah menjadi tiga bentuk,
yaitu: komunikasi antarpribadi (interpersonal communication), komunikasi kelompok, dan komunikasi massa. Jika komunikasi dititikberatkan pada sifat pesan, maka komunikasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu komunikasi personal dan komunikasi massa. Karena komunikasi personal dan komunikasi massa memiliki makna pesan yang kuat.16 Menurut Wiryanto, komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berlangsung dalam situasi face to face yang biasa terjadi antara dua orang atau lebih. Komunikasi interpersonal bisa terjadi secara terorganisir atau tidak, misalkan pada kerumunan masyarakat.17 Nasrullah Rulli memaparkan bahwa komunikasi yang terjadi antara komunikator dengan komunikan disebut komunikasi interpersonal karena komunikasi interpersonal adalah proses transfer pesan antara orang-orang yang saling berkomunikasi yang terjadi secara tatap muka antara dua individu.18 Lebih lanjut, Devito menjelaskan komunikasi interpersonal adalah pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh
16
Anwar Arifin, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar Ringkas, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 31 17 Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Grasindo, 2004), cet. 1, hlm. 32 18 Nasrullah Rulli, Komunikasi Antar Budaya di Era Budaya Siber, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 10
21
orang lain atau sekelompok kecil orang dengan efek dan menimbulkan immediate feedback atau umpan balik yang langsung.19 Komunikasi interpersonal terjadi antara manusia dengan manusia. Bukan manusia dengan hewan, apalagi tanaman. Komunikasi interpersonal menurut Agus M. Harjana juga dapat diartikan sebagai interaksi face to face antar dua atau beberapa orang, yang pada akhirnya akan juga akan menimbulkan imediate effect, di mana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula.20 Komunikasi interpersonal dapat terjadi apabila timbul suatu interaksi antara komunikator dengan komunikan. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa definisi komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan atau lebih yang dilakukan dengan saling bertatap muka dan mengharapkan immediate feedback. Komunikasi interpersonal antara dua orang adalah komunikasi dari seseorang ke orang lain, yang menimbulkan interaksi dua arah baik verbal maupun nonverbal dalam berbagi informasi dan perasaan. Komunikasi interpersonal dilakukan dengan menggunakan media tertentu dan bahasa yang mudah dipahami. Suranto Aw menambahkan bahwa omunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap 19
hlm. 42
20
Riyono Pratikto, Berbagai Aspek Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1987),
Agus M. Harjana, Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm. 85
22
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal. Komunikasi interpersonal wajib menimbulkan interaksi dua arah baik secara verbal maupun nonverbal dalam berbagi informasi dan perasaan.21 Hal yang unik di dalam komunikasi interpersonal menurut Yosal Iriantara adalah bahwa komunikasi interpersonal bukan hanya berlangsung di antara dua orang. Bisa saja dalam kelompok kecil, yang memungkinkan semua anggota kelompok kecil itu ikut andil dan bisa saling bertatap muka. Hal demikian membuat kelompok tersebut memiliki giliran untuk berbicara dan mendengarkan dalam suasana yang akrab.22 Fungsi komunikasi interpersonal tidak sebatas proses transfer informasi atau pesan saja, tetapi merupakan kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar-menukar data, fakta, pemikiran, gagasan, dan ide-ide agar komunikasi dapat berlangsung secara efektif dan informasi yang disampaikan oleh komunikator dapat diterima dengan baik pula oleh komunikan. Pada hakikatnya fungsi komunikasi interpersonal adalah untuk mendapatkan respon. Keberadaan respon adalah syarat efektivitas suatu komunikasi. Alo Liliweri menekankan bahwa salah satu syarat sah terjadinya komunikasi interpersonal adalah komunikasi harus terjadi secara langsung atau tatap muka.23 Komunikasi sebagai suatu proses menurut Marhaeni Fajari adalah bahwa komunikasi merupakan kesatuan tindakan yang terjadi secara berurutan dan
21
Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), cet-1, hlm. 4 Yosal Iriantara dan Usep Syaripudin, Komunikasi Pendidikan, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2013), cet-1, hlm. 20 23 Alo Liliweri, Komunikasi Antar Pribadi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990), hlm. 12 22
23
sistematis antara satu dengan yang lainnya dalam kurun waktu tertentu. Proses komunikasi melibatkan banyak faktor atau unsur. Faktor atau unsur yang dimaksud antara lain dapat mencakup satu peserta, pesan (meliputi bentuk, isi, dan cara penyajiannya), saluran atau alat yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan, waktu, tempat, hasil atau akibat yang terjadi.24 Hal unik lainnya menurut Djuarja Sendjaja adalah bahwa komunikasi interpersonal juga menuntut adanya tindakan yang saling memberi dan menerima (take and give) antar pelaku yang terlibat dalam komunikasi. Dengan kata lain, para pelaku yang ada dalam proses komunikasi interpersonal secara mutlak akan saling bertukar informasi, pikiran, dan gagasan.25 A. Supratiknya memberi isyarat bahwa komunikasi dapat dikatakan efektif apabila komunikan memaknai pesan yang diterima sebagaimana pesan tersebut dimaksudkan oleh komunikator.26 Komunikasi ini disebut efektif karena dianggap paling mampu dalam upaya mengubah pendapat, sikap, dan perilaku seseorang karena sifatnya dialogis yang berupa percakapan. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal sebagai komunikasi dapat dilakukan oleh seseorang kepada orang lain secara tatap muka mengenai satu masalah tertentu, dengan harapan adanya respon dan reaksi terhadap pesan yang dikomunikasikan oleh komunikator.
24
Marhaeni Fajari, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, (Jogjakarta: Graha Ilmu, 2009), cet.1, hlm. 33 25 S. Djuarsa Sendjaja, Teori Komunikasi, (Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2005), hlm. 117 26 A. Supratiknya, Tinjauan Psikologis: Komunikasi Antarpribadi, (Yogyakarta: Kanisius, 1995) hlm. 34
24
Bentuk-bentuk penyampaian komunikasi interpersonal antara lain adalah: a.
Komunikasi Verbal Komunikasi verbal menurut Deddy Mulyana adalah semua jenis simbol
yang menggunakan satu kata atau lebih yang mana bahasa merupakan bagian dari simbol tersebut.27 Komunikasi verbal dilakukan dengan menggunakan kata-kata, lisan, maupun tulisan. Komunikasi verbal biasa digunakan untuk mengungkapkan perasaan, ide, gagasan, pemikiran, atau maksud komunikator. Komunikasi verbal melalui lisan dapat dilakukan secara langsung atau face to face antara komunikator dengan komunikan yang mana bahasa memegang peran penting di dalam keberlangsungan hal tersebut.28 b.
Komunikasi Non-verbal Komunikasi nonverbal
menurut Onong Uchjana Effendy adalah
komunikasi yang menyangkut gerak-gerik (gestures), sikap (postures), ekspresi wajah (facial expressions), pakaian yang bersifat simbolik, isyarat, dan gejala lain yang sama dengan syarat tidak mengandung unsur lisan dan tulisan Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang disiratkan melalui tingkah laku, isyarat, dan bahasa tubuh komunikator kepada komunikan. Komunikasi nonverbal lebih banyak digunakan dalam kehidupan daripada komunikasi verbal karena komunikasi nonverbal akan otomatis terpakai di saat komunikator berkomunikasi
27
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 340 28 Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm. 22
25
secara verbal dengan komunikan. Komunikasi nonverbal bersifat tetap dan selalu ada karena cenderung bersifat spontan.29 Komunikasi nonverbal adalah penguat komunikasi verbal. Biasa digunakan untuk memastikan bahwa makna yang sebenarnya dari pesan-pesan verbal dapat dimengerti atau bahkan tidak dapat dipahami. Komunikasi verbal kurang dapat beroperasi tanpa komunikasi nonverbal. Keduanya harus bersinergi untuk menghasilkan komunikasi yang efektif. Komunikasi interpersonal merupakan jenis komunikasi yang frekuensi terjadinya sangat tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Apabila diamati dan dikomparasikan dengan jenis komunikasi lainnya, Suranto Aw mencirikan komunikasi interpersonal. Ciri-ciri tersebut antara lain:30 a. Arus pesan dua arah. Komunikasi interpersonal menempatkan sumber pesan dan penerima dalam posisi yang sejajar, yang menimbulkan arus pesan yang tersebar ke kedua arah. Artinya, komunikator dan komunikan dapat berganti peran dengan cepat. b. Suasana nonformal. Komunikasi interpersonal biasanya berlangsung dalam suasana nonformal. c. Umpan balik segera. Komunikasi Interpersonal memastikan adanya immediate feedback karena komunikasi interpersonal biasanya
hlm. 28
29
Onong Uchjana Effendy, Dimensi-Dimensi Komunikasi, (Bandung: Alumni, 1981),
30
Suranto Aw, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hlm. 14-15
26
mempertemukan para pelaku komunikasi secara bertatap muka, maka umpan balik dapat dilakukan dengan segera. d. Peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat. Komunikasi interpersonal merupakan metode komunikasi yang menuntut agar peserta komunikasi berada dalam jarak dekat, baik jarak dalam arti fisik maupun psikologis. e. Pelaku komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal maupun nonverbal. Peserta komunikasi berupaya saling meyakinkan, dengan mengoptimalkan penggunaan pesan verbal maupun nonverbal secara bersamaan, saling mengisi, saling memperkuat sesuai tujuan komunikasi. Komunikasi nonverbal di sini berperan penting untuk mengoptimalkan pesan verbal yang disampaikan. Menurut Riswandi, ada 6 tujuan Komunikasi Interpersonal yang akan dipaparkan sebagai berikut:31 a.
Mengenal diri sendiri dan orang lain Komunikasi
interpersonal
memberi
kesempatan
pada kita
untuk
berbincang-bincang mengenai diri kita sendiri. Melalui hal tersebut, kita dapat lebih jauh mengenal sikap dan perilaku kita. Perspektif baru akan didapatkan saat kita berbicara mengenai diri kita kepada orang lain. Karena pada kenyataannya,
31
Riswandi, Ilmu Komunikasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hlm. 87-88
27
sebagian besar persepsi kita tentang diri kita sendiri merupakan hasil dari apa yang telah kita pelajari melalui komunikasi interpersonal. b.
Mengetahui dunia luar Komunikasi interpersonal memungkinkan kita memahami lingkungan kita
dengan baik seperti obyek dan peristiwa-peristiwa yang ada di dunia luar. Karena pada kenyataannya, banyak informasi yang kita miliki merupakan hasil dari interaksi dengan orang lain, dan media massa. c.
Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi lebih bermakna Hal ini merupakan kecenderungan manusia sebagai makhluk sosial.
Manusia cenderung mencari dan berhubungan dengan orang lain di mana ia mengadu, berkeluh kesah, menyampaikan isi hati, dan sebagainya. d.
Mengubah sikap dan perilaku Secara sadar atau tidak, kita sering berusaha mengubah sikap dan perilaku
orang lain melalui sebuah proses komunikasi interpersonal. Contohnya adalah tindakan memersuasi orang lain melalui proses komunikasi interpersonal. e.
Bermain dan mencari hiburan Komunikasi interpersonal dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan
kejenuhan, dan ketegangan. Hal ini dikarenakan komunikasi interpersonal bisa dilakukan secara nonformal.
28
f.
Membantu Manusia dapat saling membantu melalui komunikasi interpersonal dengan
saling memberi saran kepada sesama. Menurut Marhaeni Fajar, tujuan-tujuan komunikasi interpersonal yang diuraikan di atas dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu:32 a. Sebagai faktor-faktor motivasi atau sebagai alasan-alasan mengapa kita terlibat dalam komunikasi interpersonal. Dengan demikian, kita dapat mengatakan bahwa kita membantu orang lain untuk mengubah sikap dan perilaku seseorang. b. Sebagai hasil efek umum dari komunikasi interpersonal. Dengan demikian, kita dapat mengatakan bahwa sebagai suatu hasil dari komunikasi interpersonal, kita dapat mengenal diri kita sendiri, membuat
hubungan
lebih
baik
bermakna,
dan
memperoleh
pengetahuan tentang dunia luar. Ada berbagai drill yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan speaking seseorang, antara lain: 1. Numbered Head Together Menurut
Anita
Lie,
pembelajaran
kooperatif
merupakan
model
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif 32
hlm. 80
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi: Teori & Praktik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009),
29
dicirikan oleh struktur tugas, tujuan, dan penghargaan kooperatif. Siswa yang belajar dalam kondisi pembelajaran kooperatif didorong dan atau dikehendaki untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama, dan mereka harus saling bekerja sama
sebagai
sebuah
tim
yang
baik
untuk
menyelesaikan
tugasnya.
Numbered Head Together (NHT) dikembangkan oleh Spencer Kagan. Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka.33 2. Model Cooperative Script Model ini adalah metode pembelajaran di mana siswa bekerja secara berpasangan dan secara lisan mengutarakan bagian-bagian dari materi yang dipelajari. Model ini menurut Slavin sangat efisien dalam meningkatkan daya ingat siswa karena dengan diutarakan, sebuah kalimat akan secara otomatis lebih mudah diingat.34 3. Metode Audiolingual Metode ini mengembangkan prinsip kombinasi teori linguistik yang terstruktur, analisis perbedaan, ujian prosedur, dan, psikologi tingkah laku.35 Metode Audiolingual ini merupakan sebuah metode yang pelaksanaannya terfokus pada kegiatan latihan, drill, menghafal kosa kata, dialog, dan teks bacaan.
33
Anita Lie, Cooperative Learning, (Jakarta: Grasindo, 2010), hlm. 59 Slavin, Educational Psychology Theory Into Practies, (Boston: Ally and Bachon Publishers, 1994), hlm. 175 35 Richards and Rodgers, Approaches and Methods in Language Teaching, (Jakarta: Cambridge University Press, 2001), hlm. 54 34
30
Adapun dalam praktiknya siswa diajak belajar (dalam hal ini bahasa Inggris secara langsung) tanpa harus mendatangkan native language. Dasar dan prosedur pengajaran dalam metode ini juga banyak diambil dari metode yang telah ada sebelumnya yaitu metode langsung (Direct Method). Selain itu, tujuan Audiolingual pun juga tidak berbeda dengan Direct Method yaitu untuk menciptakan kompetensi komunikatif dalam diri siswa. Sebagaimana diketahui, pengucapan (pronunciation), susunan serta aspekaspek lain antara bahasa asing dan bahasa ibu sangatlah berbeda. Oleh karenanya, dalam pembelajaran bahasa asing (dalam hal ini bahasa Inggris) para siswa diharuskan mengucapkan dan atau membaca berulang-ulang kata demi kata yang diberikan oleh guru agar sebisa mungkin tidak terpengaruh dengan bahasa ibu. Komunikasi interpersonal dianggap efektif jika orang lain memahami pesan kita dengan benar, dan memberikan respon sesuai dengan yang anda inginkan. Keefektifan yang timbul ini akan menentukan dampak apa yang akan terjadi setelahnya, apakah positif atau negatif. Komunikasi interpersonal yang efektif, akan membantu kita untuk mencapai satu tujuan tertentu. Seorang guru yang ingin mentransfer pengetahuan dan membimbing sikap peserta didik, tidak sekedar ditentukan oleh ilmu yang dia miliki, melainkan ditentukan pula oleh cara dia berkomunikasi. Pendekatan komunikasi secara interpersonal di sini sangat berpengaruh bagi perkembangan keilmuan Bahasa Inggris seorang siswa. Seorang guru dapat mengarahkan
31
muridnya ke arah yang lebih baik atau buruk, semua bergantung pada komunikasi interpersonal yang dimiliki sang guru.36 Topik yang membahas hubungan atau relationship merupakan salah satu topik dalam ilmu komunikasi yang paling banyak menarik perhatian karena mengandung banyak sekali aspek menarik di dalamnya. Ada kalanya suatu hubungan terjalin dengan sangat mudah dan menyenangkan, namun tidak jarang orang memiliki hubungan yang sulit sehingga hubungan itu tampak aneh dan tidak menarik. Hubungan merupakan topik yang menarik karena hubungan selalu berubah dan berkembang.37 Di dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, hubungan interpersonal memainkan peran penting dalam membentuk kehidupan masyarakat, terutama ketika hubungan interpersonal itu mampu memersuasi atau memberi dorongan kepada orang tertentu yang berhubungan dengan perasaan, pemahaman informasi, dukungan, dan berbagai bentuk komunikasi yang mempengaruhi citra diri orang serta membantu orang untuk memahami harapan-harapan orang lain.38 Karakteristik kehidupan sosial mewajibkan setiap individu untuk membangun sebuah relasi dengan yang lain, sehingga akan terjalin sebuah ikatan perasaan yang bersifat timbal balik dalam suatu pola hubungan yang dinamakan hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal dalam arti luas adalah interaksi yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain dalam segala situasi dan dalam 36
Suranto Aw, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hlm. 79 Morissan, Teori Komunikasi Tentang Komunikator, Pesan, Percakapan, dan Hubungan Interpersonal, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), hlm. 178 38 M. Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 262 37
32
semua bidang kehidupan, sehingga menimbulkan kebahagiaan dan kepuasan hati pada kedua belah pihak. Sedangkan hubungan interpersonal dalam arti sempit adalah interaksi yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain dalam situasi kerja (work situation) dan dalam situasi kekaryaan (work organization) dengan tujuan untuk mengubah kegairahan dan kegiatan bekerja dengan semangat kerjasama yang produktif.39 Teori sistem dan komunikasi dalam hubungan. Salah satu bagian dalam lapangan komunikasi yang dikenal sebagai Relational Communication sangat dipengaruhi oleh sistem. Inti dari kerja ini adalah asumsi bahwa fungsi komunikasi interpersonal untuk membuat, membina, dan mengubah hubungan dan
hubungan
pada
gilirannya
akan
mempengaruhi
sifat
komunikasi
interpersonal. Poin ini berdasar pada gagasan bahwa komunikasi sebagai interaksi yang menciptakan struktur hubungan.40 Bila kita berinteraksi dengan orang lain, biasanya kita ingin menciptakan dampak tertentu, merangsang munculnya gagasan-gagasan tertentu, menciptakan kesan-kesan tertentu, atau menimbulkan reaksi-reaksi perasaan tertentu dalam diri orang lain tersebut. Terkadang kita berhasil mencapai semua itu, namun ada kalanya kita gagal. Artinya, terkadang orang memberikan reaksi terhadap tingkah laku dengan cara yang sangat berbeda dari yang kita harapkan. 41 Pemahaman
39
Suranto Aw, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hlm. 27-28 Dasrun Hidayat, Komunikasi Antarpribadi dan Medianya, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hlm. 75 41 A. Supratiknya, Tinjauan Psikologis Komunikasi Antarpribadi, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), hlm. 24 40
33
mengenai hubungan merupakan suatu aspek penting dari studi komunikasi interpersonal, karena hubungan berkembang dan berakhir melalui komunikasi. Jalaluddin Rakhmat menyebutkan ada empat buah teori atau model hubungan interpersonal, yaitu:42 a. Model pertukaran sosial Model ini memandang bahwa pola hubungan interpersonal menyerupai transaksi
dagang.
Hubungan
antarmanusia
(interpersonal)
itu
berlangsung mengikuti kaidah transaksional, yaitu apakah masingmasing merasa memperoleh keuntungan dalam transaksinya atau malah merugi. Dalam perspektif teori pertukaran sosial ini, ketika seseorang menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, maka akan selalu melakukan perhitungan tentang hasil atau laba dari hubungan itu. Teori ini menyerupai hukum pedagang dengan pembeli. b. Model peranan Jalaluddin Rakhmat mengatakan, apabila model pertukaran sosial memandang hubungan interpersonal sebagai transaksi dagang, model peranan melihatnya sebagai panggung sandiwara. Di sini setiap orang harus memainkan perannya sesuai dengan “skenario” yang dibuat oleh masyarakat. Menurut teori ini, jika seseorang mematuhi skenario,
42
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996), hlm. 120-124
34
maka hidupnya akan harmoni, tetapi jika menyalahi skenario, maka ia akan dicemoh oleh penonton dan ditegur sutradara. Asumsi teori peranan mengatakan bahwa hubungan interpersonal akan berjalan harmonis mencapai kadar hubungan yang baik yang ditandai dengan adanya kebersamaan. Apabila setiap individu menjalankan peran sesuai apa yang dia mainkan, maka hubungan interpersonal dapat dikatakan baik dan sesuai dengan ekspektasi. c. Model permainan Menurut teori ini, klasifikasi manusia itu hanya terbagi tiga, yaitu: anak-anak, orang dewasa, dan orang tua. Anak-anak itu manja, tidak mengerti tangungjawab, dan jka permintaannya tidak segera dipenuhi ia akan menangis meraung-raung, berguling-guling di tanah, atau ngambek dan cuek kepada semua orang yang tidak menuruti kemauannya. Sedangkan orang dewasa, ia lugas dan sadar akan tanggungjawab, sadar akibat dan sadar resiko. Kalau orang dewasa berbuat, harus berani bertanggungjawab. Adapun orang tua, ia selalu memaklumi kesalahan orang lain dan menyayangi mereka. Oleh karena itu orang tua lebih sabar dan bijaksana. d. Model interaksional Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem. Setiap sistem terdiri dari subsistem-subsistem atau komponen-
35
komponen yang saling tergantung dan bertindak bersama sebagai suatu kesatuan untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut model interaksional ini, hubungan interpersonal adalah suatu proses interaksi. Masing-masing orang ketika akan berinteraksi pasti sudah memiliki tujuan, harapan, kepentingan, perasaan suka atau benci, perasaan tertekan atau bebas, dan sebagainya yang semuanya itu merupakan input. Selanjutnya, input menjadi komponen penggerak yang akan memberi warna dan situasi tertentu terhadap proses hubungan antar manusia. Output dari proses hubungan antar manusia itu bermacam-macam, tetapi sekurang-kurangnya masing-masing pihak yang terlibat dalam interaksi hubungan interpersonal ini telah memperoleh pengalaman tertentu. Berdasarkan model-model Teori Hubungan Interpersonal yang telah dijelaskan di atas, maka penulis dapat sedikit menyimpulkan bahwa dalam kasus komunikasi interpersonal antara guru dan murid, Model Interaksional yang memandang sebuah komunikasi sebagai interaksi adalah yang paling cocok untuk digunakan. C.
Penggunaan Media dalam Peningkatan Speaking Skill Seiring dengan perkembangan zaman, semakin banyak pula variasi
mengajar dengan menggunakan media. Media yang digunakan sangat beragam, dari media cetak hingga media online. Berikut beberapa contoh penggunaan media yang dapat diterapkan dalam peningkatan speaking skill:
36
1. Film Film dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengembangkan speaking skill seseorang. Penggunaan film yang dimaksud adalah film yang menggunakan Bahasa Inggris dalam setiap pelafalannya. Lewat film, penonton akan mengetahui cara mengucapkan suatu kalimat Bahasa Inggris dan dapat secara langsung menyontohnya. 2. Koran Berita dapat juga digunakan sebagai sarana pembelajaran speaking skill dengan cara menarasikan berita terebut ke dalam sebuah cerita dan diceritakan di depan kelas. 3. Majalah Sama halnya dengan koran, majalah juga dapat dijadikan sarana penunjang pembelajaran speaking di sekolah. Cara yang sama berlaku antara koran dengan majalah. 4. Kaset Kaset rekaman dapat digunakan sebagai sarana dalam peningkatan speaking skill dengan cara memperdengarkan kaset tersebut di depan kelas, lalu diucapkan bersama-sama oleh para pendengar.
BAB III GAMBARAN UMUM PESANTREN AL-HAMIDIYAH A.
Sejarah Berdirinya Pesantren Al-Hamidiyah Pesantren Al-Hamidiyah didirikan pada 17 Juli 1988 di Depok oleh KH.
Achmad Sjaichu. Mendirikan pesantren adalah cita-cita beliau dalam mewujudkan pengembangan dan pelestarian kegiatan dakwah. KH. Achmad Sjaichu adalah lulusan pesantren Al-Hidayah, Lasem. Beliau sempat terjun ke dunia politik dalam kurun waktu 30 tahun yaitu sekitar tahun 1950-1980 yang mana karir politiknya cukup mengesankan dan mampu mencapai karir yang terhormat yaitu dengan menjadi ketua DPR-GR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong) yang sekarang bernama DPR-RI. Beliau juga aktif di Jam’iah Nahdhatul Ulama. KH. Achmad Sjaichu dilahirkan di daerah Ampel, Surabaya, pada hari Selasa Wage, 29 Juni 1921. Beliau putra bungsu dari dua bersaudara putra pasangan H. Abdul Chamid dan Ny. Hj. Fatimah. Pada usia 2 tahun Sjaichu sudah yatim, ditinggal wafat oleh ayahnya. Sepeninggal ayahnya, Achmad Sjaichu bersama kakaknya , Achmad Rifa’i, diasuh oleh ibunya dengan tekun dan tabah. Untuk memperoleh pendidikan agama, Sjaichu belajar kepada K. Said, guru mengaji bagi anak-anak di sekitar Masjid Ampel. Pada usia 7 tahun Sjaichu sudah menghatamkan Al-Qur’an 30 Juz.
37
38
Selain belajar agama, Sjaichu juga menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat Mardi Oetomo, sebuah sekolah yang dikelola Muhammadiyah. Tak lama belajar di sekolah ini, oleh H. Abdul Manan, ayah tirinya, Sjaichu dipindah ke Madrasah Taswirul Afkar. Lembaga pendidikan ini didirikan oleh KH. Abdul Wahab Chasbullah, KH. Mas Mansur dan KH. Dachlan Achyat. Madrasah ini kemudian dikenal sebagai cikal bakal Nahdlatul Ulama. Motivasi yang besar untuk mendirikan sekaligus menjadi pengasuh pesantren sebenarnya tidaklah terlalu mengganggu pikirannya. Yang justru ikut membakar semangatnya untuk
mendirikan pesantren adalah sang istri
(almarhumah) Ny. Hj. Solchah. Rupanya, keinginan yang serupa juga ada pada istrinya. Sebelum wafat pada tanggal 24 Maret 1986, Hj. Solchah terus mendorong agar rencana mendirikan pesantren itu segera diwujudkan. Inilah rupanya yang lebih mendorong KH. Achmad Sjaichu untuk mendirikan pesantren. Motivasi yang besar untuk mendirikan sekaligus menjadi pengasuh pesantren sebenarnya tidaklah terlalu mengganggu pikirannya. Yang justru ikut membakar semangatnya untuk
mendirikan pesantren adalah sang istri
(almarhumah) Ny. Hj. Solchah. Rupanya, keinginan yang serupa juga ada pada istrinya. Sebelum wafat pada tanggal 24 Maret 1986, Hj. Solchah terus mendorong agar rencana mendirikan pesantren itu segera diwujudkan. Inilah rupanya yang lebih mendorong KH. Achmad Sjaichu untuk mendirikan pesantren. Karena beberapa kesibukan, juga persiapan yang belum cukup, pembangunan pesantren itu tertunda. Baru pada tahun 1987, dengan disaksikan
39
para ulama dan tokoh masyarakat, Menteri Agama RI saat itu H. Munawir Sjadzali meletakan batu pertama, mengawali pembangunan pesantren. Oleh KH. Achmad Sjaichu pesantren itu diberi nama Al-Hamidiyah, dinisbatkan dengan nama ayahandanya, H. Abdul Chamid. Sebenarnya, rencana mendirikan pesantren itu juga merupakan hasil pergumulan pemikiran KH. Achmad Sjaichu tentang masalah kelangsungan dan pewarisan khasanah kekyaiannya. Sebagai seorang ulama yang merasa sudah mulai uzur, ada keinginan untuk mempersiapkan calon pengganti. Dia menginginkan ada di antara puteranya yang mengikuti jejaknya sebagai Kyai. Suatu keinginan yang wajar dan mulia. Tahun 1987 mulai dilaksanakan pembangunan pesantren. Pembangunan ditangani langsung oleh para putera dan menantunya (Dr. Fahmi). Bangunan fisik pesantren dirancang sendiri oleh Ir. H. Moch. Sutjahyo, Putera ketiga KH. Achmad Sjaichu. Selang delapan bulan, tepatnya tanggal 17 Juli 1988, pesantren mulai dibuka dan menerima santri. Di luar dugaan, ternyata banyak remaja di sekitar Depok dan Jakarta yang datang mendaftar sebagai santri. Pada tahun kedua, sudah mulai ada santri yang datang dari daerah lain di luar Depok dan Jakarta.1
1
Administrator Al-Hamidiyah, Kembali Ke Pesantren, Artikel diakses tanggal 08 April 2015 dari website http://al-hamidiyah.sch.id/?unit=Pendiri
40
B.
Visi, Misi, dan Tujuan Visi: “Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang unggul dalam ilmu pengetahuan agama dan luas dalam ilmu pengetahuan umum sehingga menghasilkan kader muslim yang intelektual, cerdas, terampil, percaya diri, berkepribadian kuat, mampu mengembangkan diri, dan mampu mengembangkan umat manusia seutuhnya serta bertanggungjawab terhadap masyarakat.” Misi: 1. Menyiapkan kader-kader muslim yang menguasai ilmu pengetahuan agama Islam dan ilmu pengetahuan umum yang luas dan mendalam serta memiliki pribadi muslim yang berakhlak mulia, 2. Menyiapkan kader muslim yang memiliki sifat istiqomah terhadap ajaran yang diyakini dan mampu mengamalkan kepada masyarakat. 3. Menyiapkan kader muslim yang luas wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan dilandasi nilai-nilai ajaran Islam yang kuat dan mampu menerapkan dalam kehidupan masyarakat. 4. Mewujudkan pesantren Al-Hamidiyah Depok menjadi pesantren yang unggul dan berkualitas yang menjadi rujukan pesanren lainnya. 5. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan profesional tenaga pendidik sesuai dengan perkembangan dunia pendidikan.
41
Tujuan: 1. Mendidik santri yang memiliki iman yang kuat dan kepercayaan yang mantap terhadap kebenaran seluruh ajaran Islam yang diwahyukan Allah SWT. kepada Nabi Muhammad SAW. 2. Beriman, berakhlak mulia, beramal saleh, cakap, serta memiliki kesadaran dan tanggungjawab atas kesejahteraan umat manusia dan masa depan negara Republik Indonesia. 3. Mendidik santri agar mampu berpikir rasional dilandasi dengan dasardasar ilmu pengetahuan dan teknologi dan mampu menjabarkan pada agama
Islam
sehingga
dapat
mengembangkan
prikehidupan
masyarakat. 4. Mendidik santri agar memiliki kemampuan menuangkan buah pikirannya yang rasional, metodologi yang tepat dan mampu menuliskan sebagai karya tulis, laporan penelitian atau kajian telaah yang berguna bagi upaya peningkatan kualitas dan pengembangan ilmu dakwahnya. 5. Tercapainya kehidupan baik di dalam maupun di luar pesantren berciri khas Islam dan nilai-nilai kepesantrenan.2
2
13-14
20 Tahun Pesantren Al-Hamidiyah, (Jakarta: Yayasan Islam Al-Hamidiyah, 2008), hlm.
42
C.
Fasilitas Perlengkapan sarana dan fasilitas yang dimiliki oleh pondok pesantren Al-
Hamidiyah untuk menunjang pelaksanaan program-program kegiatan yang ada di dalamnya meliputi:3 1. Asrama santri putra 2. Asrama santri putri 3. Ruang praktikum MIP 4. Lab. Komputer 5. Lab. Bahasa 6. Masjid 7. Musholla 8. Perpustakaan 9. Lapangan Olahraga 10. Poliklinik 11. Wartel 12. Ruang makan putra 13. Ruang makan putri 14. Lapangan upacara 15. Koperasi (putra dan putri) 16. Lokal kegiatan belajar mengajar 17. Jaringan internet dan hotspot
3
Administrator Al-Hamidiyah, Sekilas Berdirinya Pesantren Al-Hamidiyah, Artikel diakses pada 08 April 2015 dari website http://al-hamidiyah.sch.id/?unit=MA
43
D.
Gambaran Umum Tenaga Pengajar di MA Al-Hamidiyah Madrasah Aliyah Al-Hamidiyah dikepalai oleh drs. Ahmad Zarkasyi yang
merupakan lulusan dari fakultas Tarbiyah UMJ. Madrasah Aliyah Al-Hamidiyah memiliki 17 tenaga pengajar yang mencakup tenaga pengajar ilmu umum dan ilmu agama. Persyaratan mutlak untuk menjadi tenaga pengajar di Madrasah Aliyah AlHamidiyah adalah minimal telah mecapai Strata Satu dalam dunia pendidikan. Namun untuk ke depannya, akan diwacanakan bahwa standar minimal tenaga pengajar di Madrasah Aliyah Al-Hamidiyah adalah lulusan Strata Dua. Tercatat 12 dari 17 tenaga pengajar yang ada di Madrasah Aliyah Al-Hamidiyah adalah lulusan Strata 1, sedangkan yang lainnya adalah lulusan Strata Dua.4 Mata pelajaran Bahasa Inggris di Madrasah Aliyah Al-Hamidiyah adalah Bapak Suparno. Beliau adalah lulusan D3 Perhotelan yang melanjutkan Strata Satu Pendidikan Bahasa Inggris kemudian Strata Dua Pendidikan Bahasa Inggris di UNINDRA.5
4
Ahmad Zarkasyi, Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Al-Hamidiah, Wawancara Pribadi, Depok, 10 April 2015 5 Suparno, Pengajar Bahasa Inggris Madrasah Aliyah Al-Hamidiyah, Wawancara Pribadi, Depok, 10 April 2015
44
E.
Data Murid-murid Kelas XI IPA Pondok Pesantren Al-Hamidiyah Nomor
Nama
L/P
1
Astri Ainun Annisa
P
2
Jasmine Hanifa
P
3
Muhammad Ghassan
L
4
Ahmad Sufyan
L
5
Muhammad Fachri
L
6
Iqbal Zauqul
L
7
Muhammad Ilyas
L
8
Ahmad Rivai
L
9
Hamid
L
10
Syifa Amalia
P
11
Kamelia Latifa
P
12
Khansa Permata
P
13
Yudita Yuara
P
14
Devi Anggraeni
P
15
Ken Triastuti
P
16
Thifal Indri
P
17
Siti Halimatussyarah
P
18
Nida Amalia
P
19
M. Andika
L
20
Ilham Ramdani
L
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A.
Peningkatan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris Melalui Drill dan Komunikasi Interpersonal Minggu I
Drills
KAP
Senin
Audio Lingual
Mengajar dengan Bahasa Inggris secara full-time, 2x35 menit
Jumat
Cooperative Script
Murid dipasangkan lalu secara lisan mengucapkan Bahasa Inggris
Minggu II
Drills
KAP
Senin
Reading Session
Murid membaca buku Bahasa Inggris lalu menjawab soal-soal yang ada di buku
Jumat
Role Play
Murid berdialog dengan menggunakan teks seperti yang telah tertera pada gambar 1.3
45
46
Minggu III
Drills
KAP
Senin
Numbered Head Together
Guru mengelompokkan murid-murid untuk saling berdiskusi di dalam kelompok tersebut
Jumat
Audio Lingual
Mengajar dengan Bahasa Inggris secara full-time, 2x35 menit
Minggu IV
Drills
KAP
Senin
Menarasikan berita online
Guru memaparkan berita yang didapat secara online yang kemudian dibahas di kelas
Tabel 4.1. Hasil observasi penulis selama meneliti di lokasi Pada minggu pertama penulis meneliti, Suparno menggunakan Audio Lingual Method dan Cooperative Script. Metode-metode tersebut digunakan untuk membuat para murid terbiasa dengan kalimat Bahasa Inggris dan kemudian akan berpasangan dengan teman sebangku mereka masing-masing untuk saling mengucaokan kalimat berbahasa Inggris. Pada minggu kedua penulis meneliti, Suparno mengajar melalui text book di mana murid-muridnya membaca sebuah teks lalu menjawab soal-soal yang tersedia. Selai soal-soal, ada juga beberapa dialog di text book tersebut yang
47
kemudian akan diperankan oleh para murid dengan maju satu persatu ke depan kelas sambil berdialog dengan pasangannya. Pada minggu ketiga penulis meneliti, Suparno kembali menggunakan Audio Lingual Method. Namun ditambah dengan Numbered Head Togeher di mana Suparno mengelompokkan murid-murid yang mana kelompok tersebut terdiri dari murid yang menguasai sampai yang tidak. Hal itu bertujuan agar yang tidak menguasai dapat belajar dari yang menguasai. Pada mingu keempat penulis meneliti, Suparno menggunakan media sebagai penunjang dalam mengajar Bahasa Inggris, Suparno menggunakan media berita online dengan cara membacakannya di depan kelas dan didengerkan oleh para murid. Setelah itu, murid-murid akan ditunjuk untuk maju satu persatu untuk menarasikan berita yang sudah dibacakan seperti pada gambar 1.4.1 Proses komunikasi dilakukan melalui dua bentuk, yaitu bentuk verbal dan bentuk nonverbal. Pada hakikatnya, kedua bentuk tersebut harus saling mengisi agar sebuah proses komunikasi dapat dikatakan efektif. Komunikasi yang efektif pun memberikan jalan yang baik untuk pelaku komunikasi untuk saling berbicara secara dua arah, tanpa ada pihak yang lebih menguasai topik pembicaraan. 1. Bentuk Verbal
1
Hasil Observasi Peneliti 20 April – 18 Mei di Kelas XI IPA, Pondok Pesanren AlHamidiyah
48
Komunikasi verbal adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan yang diwakili oleh simbol berupa kata-kata, baik lisan maupun tulisan. Komunikasi verbal pun dapat dikatakan efektif apabila tidak terdapat noise atau hambatan yang berarti. Hambatan yang biasa terjadi adalah hambatan semantik.
Hambatan
ini
merupakan
hambatan
yang
menyebabkan
kesalahpahaman di antara komunikator dengan komunikan. Hal yang sering terjadi adalah ketika komunikator menyampaikan pesan, pesan yang disampaikan tidak dimengerti oleh komunikan sehingga mengakibatkan pesan yang disampaikan menjadi berbelit-belit. Pola
pengajaran
Pak
Suparno
sejalan
dengan
Teori
Hubungan
Interpersonal Model Interaksional. Model tersebut memandang komunikasi interpersonal sebagai sebuah interaksi. Karena lewat sebuah interaksi, Pak Suparno bisa menyampaikan tujuan, harapan, pengalaman, dan ide-ide kepada murid-muridnya.
49
Gambar 4.1. Pak Suparno memberi arahan dan motivasi kepada muridmurid di kelompok diskusi yang sudah dibentuk. Bentuk pesan verbal yang dikomunikasikan oleh Pak Suparno selaku guru Bahasa Inggris di Pondok Pesantren Al-Hamidiyah terjadi ketika beliau mengajar di kelas dengan menggunakan Bahasa Inggris, pada saat diskusi, dan sesi tanya jawab dengan murid-muridnya. Pak Suparno memiliki kemampuan yang baik dalam berinteraksi kepada murid-muridnya. Walaupun selalu menggunakan Bahasa Inggris selama mengajar, para murid mengerti terhadap apa yang beliau ucapkan.2 Pak Suparno juga meminimalisir tingkat hambatan semantik yang ada dengan cara mempersilahkan murid-muridnya untuk bertanya jika ada hal yang tidak dimengerti seperi vovabulary atau jika cara berbicara Pak Suparno kurang 2
Utari Larasati, siswi kelas XI IPA, Pondok Pesantren Al-Hamidiyah, Wawancara Pribadi, Depok, 27 April 2015
50
jelas. Sehingga, komunikasi verbal yang terjadi dapat digolongkan sebagai komunikasi yang efektif.3 Tindakan memotivasi pun dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk komunikasi verbal. Hal ini juga dilakukan Pak Suparno ketika para muridnya sedang berdiskusi kelompok dengan mendatangi kelompok mereka satu-persatu sebagaimana terlihat pada gambar di atas. 2. Bentuk Nonverbal Komunikasi
nonverbal
adalah
suatu
bentuk
komunikasi
dengan
menggunakan gerakan, ekspresi wajah, isyarat, dan kode lainnya selama hal tersebut bukan pesan lisan dan tulisan. Singkatnya, pesan nonverbal adalah penguat pesan verbal di mana fungsinya adalah menegaskan pesan verbal yang disampaikan kepada komunikan. Komunikasi Verbal
Komunikasi Nonverbal
I want you to please stand up one by
Pak Suparno menyampaikan pesan ini
one here in front of the class to speak
seraya mengisyaratkan para murid
about this topic
untuk maju ke depan dengan tangannya.
Now please take your friends and make
Pak Suparno menyampaikan pesan ini
a group to discuss about this topic
dengan menunjuk satu orang lalu secara langsung kembali menunjuk beberapa
3
Hasil pengamatan peneliti yang dilakukan selama bulan April – Mei 2015 di kelas XI IPA, Pondok Pesantren Al-Hamidiyah
51
orang agar pesan tersampaikan dengan baik Now look at the whiteboard and see the
Pak Suparno ketika melakukan
difference with what you guys were
pengoreksian di penghujung jam mata
saying
pelajaran selalu dengan gestur dan tutur kata yang santai agar murid tidak merasa sedang dihakimi
Tabel 4.2. Komunikasi Verbal yang didukung oleh Komunikasi Nonverbal Penggunaan komunikasi nonverbal secara kinestic di atas sangat penting di dalam proses belajar mengajar, untuk menguatkan pesan verbal yang disampaikan tentunya. Hal ini diaplikasikan Pak Suparno ketika mengajar Bahasa Inggris di Pondok Pesantren Al-Hamidiyah.4 Pesan-pesan nonverbal lainnya dikomunikasikan Pak Suparno adalah lewat gerakan tubuh yang santai ketika mengajar. Hal ini menumbuhkan rasa rileks bagi para murid yang mengikuti pelajaran Bahasa Inggris di kelasnya. Adapun model drill dalam Speaking Skill yang diterapkan Pak Suparno adalah Audio Lingual Method, yaitu mengajar dengan menggunakan Bahasa Inggris selama pelajaran berlangsung. Hasil yang peneliti temukan selama meneliti proses belajar mengajar Bahasa Inggris di Pondok Pesantren Al-Hamidiyah, khususnya kelas XI IPA
4
Sarah, siswi kelas XI IPA, Pondok Pesantren Al-Hamidiyah, Wawancara Pribadi, Depok, 15 Mei 2015
52
adalah, selama mengajar, Pak Suparno secara full-time, yaitu 2 x 35 menit, selalu menggunakan Bahasa Inggris. Hal ini bermaksud memberikan good example atau contoh yang baik kepada murid-muridnya dengan tujuan agar murid-muridnya secara tidak sadar akan terbiasa dengan kalimat-kalimat Bahasa Inggris dan bisa mengingat
percakapan-percakapan
Bahasa
Inggris
dan
mampu
mengimplementasikannya di dalam kehidupan sehari-hari.5 B.
Peningkatan Kemampuan Bahasa Inggris Melalui Penggunanaan Media dan KAP Guru merupakan tenaga pendidik yang mencurahkan segala ilmu yang
dimilikinya kepada anak-anak didik di sekolah. Sebuah riwayat mengatakan, “With great power comes great responsibility”, yang artinya, “Bersamaan dengan kekuatan yang besar, diiringi pula dengan tanggungjawab yang besar”. Seorang guru, dengan segala ilmu yang dimilikinya, memiliki tanggungjawab dan andil yang besar dalam mengarahkan anak-anak didiknya apakah ke arah yang benar atau ke arah yang salah. Background pendidikan seorang guru memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan murid-muridnya. Karena akan mempengaruhi cara mengajar, memimpin, dan mengendalikan situasi di kelas. Seorang guru dituntut untuk terampil dalam arti, memiliki banyak cara mengajar di dalam kelas. Variasi dalam mengajar sangat penting dan dibutuhkan dalam situasi di mana murid-murid sudah tidak bisa menerima cara mengajar guru 5
Suparno, Pengajar Bahasa Inggris Madrasah Aliyah Al-Hamidiyah, Wawancara Pribadi, Depok, 10 April 2015
53
yang sebelumnya. Pada momen ini, keterampilan guru berperan penting dalam membentuk variasi mengajar yang berbeda-beda. Murid-murid di Pondok Pesantren Al-Hamidiyah dianjurkan untuk menguasai bahasa asing seperti Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Bahasa Inggris, selain karena termasuk mata pelajaran yang diuji pada tahap Ujian Nasional, juga karena Pondok Pesantren ini rutin mengirim beberapa santrinya untuk mengikuti program Bahasa Inggris di Pare agar para santri di Pondok Pesantren AlHamidiyah memiliki tingkat speaking yang baik dan benar.6 Guru Bahasa Inggris di Pondok Pesantren Al-Hamidiyah, yaitu Pak Suparno, menerapkan beberapa metode dalam meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Inggris di kelas XI IPA. Metode-metode tersebut adalah sebagai berikut: 1. Lab Bahasa Lab Bahasa dipergunakan sebagai sarana ujian lisan. Tersedia earphone di masing-masing meja yang nantinya akan digunakan sebagai media untuk berkomunikasi secara langsung dan khusus dengan pengajar yang ada di depan kelas. 2. Media online Guru menggunakan media online untuk membacakan berita yang didengarkan oleh para murid. Kemudian murid akan diarahkan untuk 6
Ahmad Zarkasyi, Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Al-Hamidiah, Wawancara Pribadi, Depok, 10 April 2015
54
menarasikan berita tersebut ke dalam sebuah cerita yang nantinya akan dibacakan di depan kelas. (lihat gambar 1.4) 3. Guru memberi contoh cara mengucapkan vocabulary yang benar Mungkin ini hal yang remeh, namun efeknya akan sangat signifikan apabila terdapat kesalahan lalu dibiarkan secara terus-menerus. Penulis mengamati celah ini tidak dibiarkan oleh Pak Suparno sehingga beliau senantiasa membimbing para muridnya untuk mengucapkan beberapa vovabulary yang dirasa baru dipelajari secara bersama-sama. Efek dari hal ini tentunya para murid selain bisa dengan benar mengucapkan vocabulary, juga akan menambah rasa percaya diri para murid ketika mengucapkannya. 4. Guru memberi kesempatan kepada para murid untuk menanyakan arti dari vocabulary yang belum diketahui Hal signifikan lainnya di dalam proses belajar mengajar Bahasa Inggris adalah kita minimal harus paham kata-kata yang kita temukan di dalam Bahasa Inggris agar kemudian bisa kita aplikasikan ke dalam contoh nyata seperti speaking atau berbicara Bahasa Inggris. Vocabulary
Terjemahan
Dismissed
Bubar
Robbery
Perampokan
Disguise
Penyamaran
55
Onfire
Kebakaran
Tabel 4.3. Daftar vocabulary yang belum diketahui oleh murid-murid Pak Suparno melakukan hal demikian yang tentunya berefek baik di kalangan para murid. Mereka jadi mengerti apa yang cocok diucapkan dan apa yang kurang. 5. Guru memberi kesempatan kepada murid untuk berdiskusi dengan membuat kelompok Selain proses belajar mengajar Bahasa Inggris di kelas terpusat kepada dirinya, Pak Suparno juga membentuk kelompok diskusi bagi setiap muridnya untuk saling berbicara dengan menggunakan Bahasa Inggris. Menurut Pak Suparno, grup diskusi pun tidak asal dibentuk saja, tetapi mengelompokkan antara murid yang dirasa lebih menguasai dalam pelajaran Bahasa Inggris dengan murid-murid yang dirasa kurang menguasai Bahasa Inggris, seperti Ahmad Sufyan, Agiandika, Thifal Indri, Ahmad Rivai, dan Devi Anggraeni yang lebih menyukai pelajaran eksak. Hal demikian dilakukan Pak Suparno dengan niatan agar para murid yang kurang menguasai, dapat berdiskusi banyak hal bersama murid yang diangap lebih menguasai bidang tersebut.7
7
Suparno, Pengajar Bahasa Inggris Madrasah Aliyah Al-Hamidiyah, Wawancara Pribadi, Depok, 10 April 2015
56
6. Guru memberi kesempatan kepada murid untuk tampil ke depan Hal yang paling penting di dalam proses belajar mengajar Bahasa Inggris adalah guru harus mendidik murid-muridnya agar mampu memberanikan diri untuk tampil berbicara di depan kelas. Hal ini tentunya berlaku ke semua mata pelajaran, tidak hanya Bahasa Inggris. Pak Suparno memberi kesempatan para muridnya untuk berbicara dengan menggunakan Bahasa Inggris di depan kelas. Hal ini tentunya membuat para murid sedikit gugup mengingat banyak kekhawatiran terkait Bahasa Inggris seperi Bahasa Inggris bukanlah Bahasa Ibu, takut salah mengucapkan pronounciation, dan kekhawatiran lainnya. Tetapi Pak Suparno dengan segala cara mampu meyakinkan para murid untuk maju ke depan kelas. Ketika ada di depan kelas, banyak variasi yang membuat pelajaran Bahasa Inggris berlangsung tidak monoton. Variasi tersebut misalkan ada beberapa murid yang saling berdialog dengan menggunakan Bahasa Inggris (role play), dan ada pula yang bercerita sendiri seolah dia sedang melakukan stand up comedy dengan menggunakan Bahasa Inggris tentunya.
57
Gambar 4.2. Seorang murid melakukan speaking di depan kelas
Gambar 4.3. Sepasang murid sedang berdialog (role play) 7. Correction Upaya terakhir yang dilakukan Pak Suparno dalam meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Inggris adalah mengoreksi hal-hal yang diketahui kurang benar ketika proses speaking di depan kelas berlangsung.
58
Cara beliau dalam mengoreksi adalah dengan menuliskan kata atau kalimat yang salah di papan tulis ketika pelajaran berakhir, lalu didiskusikan kembali bersama-sama. Seperti yang terdapat pada gambar 1.1. Perlu diingat bahwa ini dilakukan Pak Suparno ketika pelajaran berakhir, bukan ketika proses speaking berlangsung (correction on the spot). Hal tersebut dilakukan dengan niat supaya tidak menjatuhkan percaya diri murid-muridnya ketika melakukan penampilan, dalam hal ini berbicara Bahasa Inggris di depan kelas. Walaupun ada kesalahan, hal itu biasanya dibiarkan oleh Pak Suparno terlebih dahulu sampai performance murid-muridnya selesai.8 Vocabulary
Before Correction
After Correction
Grown
Gruwn
Grown
Magazine
Magazin
Megazin
Adventure
Advantur
Adventyur
Tabel 4.4. Vocabulary yang dikoreksi di akhir jam pelajaran Penggunaan media selama pembelajaran Bahasa Inggris di Pondok Pesantren Al-Hamidiyah adalah dengan menarasikan berita yang sedang hangat terkait isu-isu yang ada di Indonesia. Perlu diingat bahwa di lingkungan Pondok Pesantren Al-Hamidiyah para murid dilarang membawa perangkat elektronik abik di asrama maupun di sekolah.
8
Suparno, pengajar Bahasa Inggris XI IPA, Pondok Pesantren Al-Hamidiyah, Wawancara Pribadi, Depok, 15 Mei 2015
59
Pada waktu itu, 18 Mei 2015 Pak Suparno melempar isu yang sedang hangat yaitu tentang tim transisi PSSI. Setelah berita tersebut dibahas bersamasama, Pak Suparno meminta salah satu muridnya untuk menarasikan berita tersebut di depan kelas dengan Bahasa Inggris.
Gambar 4.4. Seorang murid menarasikan berita di depan kelas C.
Faktor
Penghambat
dan
Pendukung
dalam
Meningkatkan
Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris Murid-murid XI IPA Pondok Pesantren Al-Hamidiyah Setiap manusia pasti mengalami roda kehidupan. Kadang mendapati kesulitan, dan kadang kemudahan. Tidak terkecuali seorang guru. Ada kalanya seorang guru dapat membuat murid-muridnya mengerti dengan mudah, dan ada
60
juga momen di mana seorang guru sudah susah payah mengajarkan muridnya, tapi si murid tersebut tak kunjung paham. Sebagai seorang guru Bahasa Inggris, Pak Suparno telah banyak mengalami manis dan pahit dalam dunia belajar mengajar. Ada dukungan, dan juga ada hambatan. Adapun faktor penghambat yang dialami Pak Suparno dalam melakukan proses belajar mengajar antara lain: 1. Minat murid terhadap mata pelajaran Murid yang tidak berminat kepada apa yang diajarkan oleh gurunya cenderung akan tidak suka dengan pelajaran tersebut. Hal ini bisa menjadikan murid tersebut menganggap mata pelajaran yang dia tidak sukai sebagai momok yang mengerikan. Dalam kasus pelajaran Bahasa Inggris, sudah banyak tentu buktinya yang mana hal itu akan berkelanjutan tidak hanya sampai si murid lulus sekolah, tetapi akan berdampak seumur hidup dia akan tidak menyukai teks-teks berbau Bahasa Inggris. 2. Lingkungan Situasi kelas yang berisik dan tidak sejalan dengan niat seorang komunikator tentunya merupakan suatu hambatan sebuah komunikasi dapat berlangsung secara efektif. Hal ini menyebabkan proses komunikasi yang disampaikan Pak Suparno kepada muridnya menjadi kurang efektif.9
9
Utari Larasati, siswi kelas XI IPA, Pondok Pesantren Al-Hamidiyah, Wawancara Pribadi, Depok, 27 April 2015
61
Gambar 4.5. Suasana kelas yang kurang efektif di saat seharusnya saling berdialog antara 2 orang. Ada perbedaan signifikan antara kelas dengan tempat kursus Bahasa Inggris. Bila di tempat kursus, semua murid datang dengan niat yang sama yaitu belajar Bahasa Inggris. Berbeda dengan di kelas. Tidak semua murid memiliki niat yang sama karena di antara mereka pasti ada yang senang dengan pelajaran Bahasa Inggris seperti Fisikia, Kimia, Biologi, Bahasa Arab, dan lainnya. Suasana kelas yang heterogen ini yang masih dirasa Pak Suparno sebagai sebuah hambatan proses peningkatan kemampuan berbicara Bahasa
62
Inggris di Pondok Pesantren Al-Hamidiyah berlangsung, khususnya di kelas XI IPA.10 Siswa
Motivasi Melalui Pendekatan
Contoh Siswa
KAP Sangat Terampil
Selalu disebut namanya untuk
Ken Triastuti
dijadikan contoh Terampil
Dijadikan ketua dalam kelompok
Utari Larasati
diskusi Kurang Terampil
Diberi kesempatan untuk maju ke
Ahmad Rivai
depan lebih banyak Tidak Terampil
Selalu diberi dorongan untuk
Agiandika
berani maju ke depan Tabel 4.5. Skala keterampilan murid-murid XI IPA dalam Berbahasa Inggris Selain faktor penghambat, ada pula faktor pendukung dalam proses belajar mengajar yang dialami Pak Suparno, antara lain: 1. Motivasi Guru Motivasi sangatlah penting dalam keberlangsungan suatu proses belajar mengajar. Hal ini dilakukan Pak Suparno ketika ada murid yang kurang memahami apa yang disampaikannya agar murid tersebut bukannya menjadi
10
Suparno, Pengajar Bahasa Inggris Pondok Pesantren Al-Hamidiyah, Wawancara Pribadi, Depok, 15 Mei 2015
63
tidak semangat, tetapi agar semangat murid tersebut terpacu untuk mengikuti pelajaran yang disampaikan Pak Suparno.11 2. Metode Belajar yang Bervariasi Variasi sangat penting dalam proses belajar mengajar. Hal ini dibutuhkan untuk membunuh rasa jenuh yang menghinggapi murid-murid dalam mengikuti pelajaran yang disampaikan. Pak Suparno menyadari bahwa beliau mengajar di lingkungan pesantren yang mana sistem yang ada di sana akan membuat murid-murid jenuh dari pagi hingga malam. Jadi, Pak Suparno memvariasikan cara mengajarnya dengan obrolan-obrolan santai seputar sepakbola, hot issues, role play, dan variasi-variasi lainnya untuk menghilangkan kejenuhan di dalam kelas.
11
Hasil pengamatan peneliti yang dilakukan selama bulan April – Mei di Pondok Pesantren Al-Hamidiyah
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang saya sampaikan pada bab-bab sebelumnya tentang
bagaimana
sebuah
proses
komunikasi
interpersonal
dapat
meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Inggris di Pondok Pesantren AlHamidiyah, maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Ada beberapa Drills in Speaking Skill yang sesuai dengan pendekatan komunikasi interpersonal, di antaranya adalah: a. Audio Lingual Method Drill yang mengedepankan untuk berkomunikasi dengan Bahasa Inggris secara penuh yang bertujuan untuk membiasakan para murid
dengan
kalimat-kalimat
Bahasa
Inggris
dan
dapat
mengaplikasikannya di kehidupan nyata. b. Numbered Head Together Drill ini mengelompokkan murid-murid ke dalam suatu kelompok yang terdiri dari murid yang sangat terampil hingga tidak terampil dengan tujuan agar yang tidak terampil dapat belajar dengan yang terampil. c. Cooperative Script Drill ini membuat murid untuk berkomunikasi dengan teman sebangkunya dengan menggunakan Bahasa Inggris. 64
65
Di setiap pengajaran pun, Suparno juga menggunakan bentukbentuk komunikasi seperti: a. Pesan komunikasi verbal Guru
menerapkan
Teori
Hubungan
Interpersonal
Model
Interaksional yaitu dengan melakukan interaksi kepada muridmuridnya selama mengajar. Tentunya interaksi tersebut dilakukan secara verbal. b. Pesan komunikasi nonverbal Komunikasi
nonverbal
yang
dilakukan
ditujukan
untuk
menguatkan pesan verbal yang telah disampaikan. 2. Upaya-upaya meningkatkan
yang
dilakukan
kemampuan
guru
berbicara
Bahasa Bahasa
Inggris Inggris
dalam melalui
penggunaan media adalah: a. Penggunaan media online. b. Memberi contoh pengucapan vocabulary yang benar. c. Mengadakan sesi pertanyaan yang ditujukan untuk mengetahui makna vocabulary yang belum diketahui. d. Membuat diskusi kelompok untuk murid-muridnya. e. Memberi kesempatan kepada murid-muridnya untuk tampil ke depan satu-persatu. f. Mengoreksi kesalahan-kesalahan yang ada di penghujung mata pelajaran.
66
B. Saran-saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka penulis sekiranya memberi saran sebagai berikut: 1. Masih banyak Drills in Speaking Skill yang dapat digunakan dalam meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Inggris yang belum digunakan. Hal itu agar ke depannya dapat dilakukan demi terciptanya suasana belajar yang semakin variatif. 2. Penggunaan media dalam pembelajaran Bahasa Inggris perlu ditingkatkan mengingat zaman yang semakin berkembang agar para murid lebih menguasai Bahasa Inggris.
DAFTAR PUSTAKA Buku dan Website Arifin, Anwar. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar Ringkas. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008. Budyatna, Muhammad dan Ganiem, Leila Mona. Teori Komunikasi Antarpribadi. Jakarta: Kencana, 2011. Bungin, M. Burhan. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana, 2006. Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007. Effendy, Onong Uchjana. Dimensi-dimensi Komunikasi. Bandung: Alumni, 1981. Fajari, Marhaeni. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009. Fiske, John. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012. Gunadi, Y. S. Himpunan Istilah Komunikasi. Jakarta: Gramedia, 1980. Harjana, Agus M. Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal. Yogyakarta: Kanisius, 2003. Hidayat, Dasrun. Komunikasi Antarpribadi dan Medianya. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012. Iriantara, Yosal dan Syaripudin, Usep. Komunikasi Pendidikan. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2013. Lie, Anita. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo, 2010. Liliweri, Alo. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1980. Moelong, J. Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004. Morissan. Teori Komunikasi Tentang Komunikator, Pesan, Percakapan, dan Hubungan (Interpersonal). Bogor: Ghalia Indonesia, 2013. Muhammad, Arni. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
67
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003. Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005. Nasution, S. Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara, 2004. Pratikto, Riyono. Berbagai Aspek Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1987. Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007. Richards and Rodgers, Approaches and Methods in Language Teaching. Jakarta: Cambridge University Press, 2001. Riswandi. Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009. Roudhonah. Ilmu Komunikasi. Jakarta: UIN Press, 2007. Rulli, Nasrullah. Komunikasi Antar Budaya di Era Media Siber. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012. Sendjadja, S. Djuarja. Teori Komunikasi. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2005. Slavin. Educational Psychology Theory Into Practies. Boston: Bachon and Ally Publishers, 1975. Supratiknya, A. Tinjauan Psikologis: Komunikasi Antarpribadi. Yogyakarta: Kanisius, 1995. Suranto. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011. Suranto. Komunikasi Sosial Budaya. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010. Susanto, Phil Astrid. Komunikasi Teori dan Praktik. Bandung: Bina Cipta, 1980. West, Richard dan Turner, Lynn H. Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Penerjemah Maria Natalia Damayanti Maer. Jakarta: Salemba Humanika, 2008. Widjadja, A. W. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
68
Wiryanto. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Grasindo, 2004. http://al-hamidiyah.sch.id/?unit=Pendiri http://al-hamidiyah.sch.id/?unit=MA
69
Hasil Wawancara dengan Bapak A. Zarkasy Selaku Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Al-Hamidiyah
P: Mohon jelaskan latar belakang pendidikan Bapak! Z: Saya sekolah dari mulai MI, MTs, MA lalu lanjut kuliah dan menjadi lulusan Fakultas Tarbiyah di UMJ. P: Bagaimana gambaran umum tenaga pengajar di Madrasah Aliyah Pondok Pesantren AlHamidiyah? Z: Gambaran secara umum untuk guru-guru di Madrasah Aliyah itu minimal adalah lulusan S1 hingga S2. Itu semua sesuai dengan tuntutan yang ada sekarang bahwa semua guru harus minimal S1, sedangkan yang akan datang akan diwacanakan bahwa seorang guru minimal harus S2. P: Sejauh ini, jumlahnya ada berapa, Pak? Z: Untuk yang S2, ada 5 tenaga pengajar, sedangkan untuk S1 ada 12 tenaga pengajar. P: Bagaimana pentingnya pendidikan bahasa asing di pesantren, khususnya Bahasa Inggris? Z: Bahasa asing itu sangat penting di Madrasah Aliyah karena bahasa asing merupakan salah satu alat komunikasi secara internasional dan digunakan untuk memahami teks-teks bahasa asing. Jika bahasa asingnya lancar, maka seorang siswa cenderung lebih mudah untuk melangkah ke jenjang S2 nanti. Maka dari itu, kita sudah membentuk program-program khusus untuk bahasa asing. Untuk Bahasa Inggris, kita sudah mengirim beberapa siswa untuk belajar Bahasa Inggris di Pare yang nantinya akan dijadikan semacam pemandu saat ada tamu-tamu dari negara asing yang berkunjung ke Al-Hamidiyah.
Peneliti
Narasumber
Hakal
A. Zarkasy
Hasil Wawancara dengan Pak Suparno selaku pengajar Bahasa Inggris Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Al-Hamidiyah
P: Bagaimana komunikasi interpersonal Bapak terhadap murid-murid yang kurang menguasai Bahasa Inggris? S: Selama mengajar, saya tidak membeda-bedakan pola komunikasi saya kepada mereka yang menguasai, dan mereka yang tidak. Akan tetapi, bagi yang kurang menguasai, saya biasa mengelompokkan mereka dengan murid-murid yang lebih menguasai. Agar mereka dapat belajar dari teman-teman mereka. P: Selama mengajar Bahasa Inggris di Madrasah Aliyah Al-Hamidiyah, metode apa yang biasa Bapak gunakan untuk meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Inggris para siswa? S: Metode yang sering saya gunakan adalah Audio Lingual Method. Metode ini digunakan agar siswa dapat terbiasa dengan percakapan Bahasa Inggris dan dapat mengingat vocabulary dengan mudah. P: Bagaimana pengaplikasian metode tersebut di lapangan? S: Biasanya saya mengaplikasikannya dengan pair work, group work, dan role play. Hal-hal tersebut mau tidak mau akan memacu murid-murid untuk berbicara Bahasa Inggris. P: Sejauh ini bagaimana respon para murid menyangkut pola pengajaran Pak Suparno? S: Murid-murid termotivasi untuk berbicara Bahasa Inggris dan jika ada yang salahpun, saya tidak melakukan correction on the spot. Jadi, kesalahan itu didiamkan saja hingga jam pelajaran hampir berakhir, lalu dibahas satu persatu. Hal ini saya lakukan agar para murid tidak takut salah ketika berbicara di depan. P: Secara objektif, apa metode Pak Suparno ini sudah sepenuhnya berhasil? S: Tentu saja belum. Karena lembaga sekolah sangat berbeda dengan lembaga kursus. Sekolah merupakan lembaga yang heterogen, tidak semuanya menyukai Bahasa Inggris. Berbeda dengan tempat kursus.
Peneliti
Narasumber
Haikal
Suparno
Hasil Wawancara dengan Utari Larasati, Siswi Kelas XI IPA Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Al-Hamidiyah
P: Bagaimana pendapat anda tentang cara pengajaran Pak Suparno? U: Cara mengajarnya sudah bagus, sangat interaktif dengan murid-murirdnya. Walaupun kadang ada kendala yang tidak lain dan tidak bukan berasal dari kalangan para siswa sendiri. P: Kendala seperti apa? U: Kendala seperti kita yang kurang percaya diri, kurang memahami grammar, dan kurang mengetahui banyak vocabulary. P: Apa ada lomba-lomba atau festival yang diikuti murid-murid Pondok Pesantren AlHamidiyah terkait speaking Bahasa Inggris? U: Ada. Contohnya tahun kemarin kita mengikuti Debate Competition di Depok dan berhasil mengalahkan pesantren-pesantren lainnya lalu lulus tingkat wilayah.
Peneliti
Narasumber
Haikal
Utari Larasati