Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
Kompetensi Guru Pendidikan Jasmani: Analisis dari Perspektif Manajemen Agus Liansoro* STKIP Pasundan Cimahi Abstrak Banyak faktor yang menentukan keberhasilan proses pembelajaran Penjaskes, salah satu diantaranya adalah faktor guru. Hal ini terutama karena peran guru sebagai seorang pembimbing, pengajar, dan anutan bagi semua siswanya. Guru merupakan pribadi kunci yang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan proses pembelajaran. Karena itu guru sebagai seorang pemimpin dalam kelas Penjas harus memiliki sejumlah kompetensi yang diperlukan untuk menjalankan fungsinya. Kompetensi berarti kemampuan, kecakapan, atau ability. Kompetensi guru adalah kemampuan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Tulisan ini menguraikan dua kompetensi yang harus dikuasai atau dimiliki oleh guru Penjas dalam posisinya sebagai seorang pemimpin atau manajer, yaitu kompetensi yang berkaitan dengan aspek pribadi dan aspek profesional. Kata kunci: Kompetensi guru, kompetensi pribadi, kompetensi profesional
PENDAHULUAN Dalam program pembelajaran penjas, guru adalah pemimpin dan sebagai pemimpin, guru adalah administrator atau manajer yang harus memiliki keterampilan sosial yang dibutuhkan untuk memahami persoalan-persoalan yang muncul dalam kehidupan kelompok siswa. Salah satu keterampilan sosial yang sangat dibutuhkan oleh seorang guru penjas adalah kepemimpinan. Menjadi seorang pemimpin bukan pekerjaan mudah. Selain tergantung kepada tingkat kesulitan tugas yang harus diselesaikan dan besar tidaknya organisasi yang dipimpinnya, juga karena tidak semua bawahannya mendukung kepemimpinannya, sebagian ada yang pro dan sebagian ada yang kontra. Oleh karena itu, ketika menjalankan proses kepemimpinan, tidak semua anggota kelompok menghormati dan mematuhinya. Untuk mengatasi itu semua, seorang pemimpin harus mempelajari dan memiliki keterampilan memimpin. Dengan begitu diharapkan dia memiliki pengaruh positif terhadap semua anggota kelompok yang dipimpinnya.
Penulis adalah staf pengajar Program Studi Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan Rekreasi FKIP dan Kepala Biro Kerjasama dan Diklat STKIP Pasundan Cimahi. Jln. Raya Cimahi No.. Mobile 081322682960. E-mail:
[email protected]
93
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
Kepemimpinan merupakan salah satu fungsi administrasi atau menajemen, khususnya dalam pembinaan pendidikan jasmani. Keberhasilan suatu administrasi atau menajemen sangat ditentukan oleh kualitas pemimpinnya, bagaimana ia memimpin semua anggota kelompoknya untuk bersama-sama mencapai tujuan organisasi yang dipimpinnya. Jadi kepemimpinan merupakan faktor yang penting dalam manajemen atau administrasi. Begitu pentingnya fungsi kepemimpinan, sehingga semua fungsi-fungsi administrasi yang lainnya tidak akan berjalan jika manajer atau pemimpin tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang bagaimana memimpin anggota kelompoknya, sebab semua orang yang terlibat dalam organisasinya merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kunci dari manajemen atau administrasi adalah kepemimpinan dan kememimpinan merupakan konsekuensi logis untuk melaksanakan fungsi administrasi. Demikian juga dalam pembinaan program pendidikan jasmani, guru adalah pemimpin yang memiliki peran dan tanggung jawab besar dalam membantu dan membina keberhasilan proses pembelajaran. Untuk itu, seorang guru pendidikan jasmani diharuskan memiliki berbagai kompetensi yang dibutuhkan, dua diantaranya adalah kompetensi pribadi dan profesional sebagaimana akan diuraikan berikut ini. PEMBAHASAN Kompetensi Pribadi Al-Ghazali (Sa’id Hawwa, 2004) mengibaratkan guru seperti seorang petani yang mengurus tanamannya. Setiap kali melihat batu atau tumbuhan lain yang mengganggu tanamannya, dia akan mencabut dan melemparkannya. Dia akan menyiram tanamannya terus menerus sehingga tumbuh dan berkembang, agar tanaman tersebut menjadi tanaman yang lebih baik daripada tanaman yang lain. Seorang guru adalah seorang yang berilmu, memiliki perilaku yang baik dan akhlak yang terpuji. Karena itu, mulailah dengan perbaikan diri, karena semua mata dan telinga siswa tertuju kepadanya. Apa-apa yang baik menurut dirinya, akan menjadi baik pula bagi mereka dan apa-apa yang jelek menurutnya, akan menjadi jelek pula di mata peserta didik. Bernard (1972) dalam bukunya Psychology of Learning and Teaching (1972) menyatakan bahwa sejumlah hasil penelitian menguatkan fakta bahwa banyak sekali yang dipelajari oleh siswa dari gurunya. Para siswa akan menyerap sikap-sikap gurunya, merefleksikan perasaan-perasaannya, menyerap keyakinankeyakinannya, meniru tingkah lakunya, dan mengutif pernyataan-pernyataannya. Pengalaman menunjukkan bahwa masalah-masalah seperti motivasi, disiplin, tingkah laku sosial, prestasi, dan hasrat belajar yang terus-menerus itu semuanya bersumber dari kepribadian guru. Mengenai pentingnya kepribadian guru, 94
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
ditegaskan lebih lanjut oleh Daradjat (1982), bahwa kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah). Jika kepribadian guru memainkan peranan strategis dalam keberhasilan proses pembelajaran, maka kualitas pribadi seperti apa yang harus dimiliki oleh seorang guru sebagai seorang pemimpin, khususnya guru penjas. Paling tidak ada tiga kualitas pribadi yang harus dimiliki oleh seorang guru Penjas sebagai seorang pemimpin, yaitu keluwesan kognisi, keterbukaan psikologis, dan konsistensi spiritual. Ketiganya akan dibicarakan sebagai berikut: Kompetensi keluwesan kognitif Luwes berarti lentur, mudah distel, mudah disesuaikan, atau tidak kaku. Keluwesan kognitif berarti kemampuan berpikir yang tidak kaku atau mudah disesuaikan dengan tuntutan situasi yang dihadapi. Artinya seorang guru penjas yang luwes dalam kompetensi kognitifnya adalah guru yang mampu berpikir sekaligus bertindak secara bersamaan dan tepat sesuai dengan tuntutan situasi. Jadi, ketika melakukan pengamatan dan pengenalan terhadap suatu obyek atau situasi tertentu, seorang guru yang luwes selalu berpikir kritis atau kreatif. Bagi seorang guru yang memiliki keluwesan kognitif, ketika ia melihat siswanya bermain sepak bola, maka tidak hanya memaknainya sebagai aktivitas fisik semata, tetapi pada saat yang bersamaan ia mengajarkan kepada siswanya mengenai nilai-nilai luhur yang dapat digali dan dikembangkan dari permainan sepak bola. Misalnya nilai kebersamaan, kekompakan, penetapan tujuan yang jelas, persaingan yang sehat, pengambilan keputusan, akhlak yang terpuji, dan lain-lain. Oleh karena itu, keluwesan kognisi memiliki implikasi atau dampak pengiring terhadap berbagai aspek perkembangan siswa, bisa pada perkembangan sosial, moral, atau bahkan spiritual. Sebagai gambaran dan tentu saja belum lengkap, beberapa karakteristik guru penjas yang memiliki keluwesan kognitif antara lain: (1) Merancang materi pembelajaran agar lebih bermakna bagi kehidupan nyata siswa; (2) Mencoba dan memilih berbagai alternatif untuk mengkomunikasikan isi pelajaran kepada siswa; (3) Menggunakan humor secara proporsional sebagai seni mengajar dalam upaya menciptakan suasana pembelajaran yang menarik dan kondusif.; (4) Menampilkan perilaku demokratis dan tenggang rasa kepada semua siswa; (5) Menempatkan siswa sebagai partner dalam proses pembelajaran; (6) Mengkombinasikan metode pembelajaran yang relevan secara kreatif; 95
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
(7) Dapat menyusun dan menyajikan materi yang sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan siswa; (8) Menerapkan pembelajaran yang problematik sehingga membelajarkan siswa untuk berpikir.; (9) Memiliki banyak rencana alternatif dalam melaksanakan pembelajaran sehingga selalu berusaha untuk mencapai hasil belajar yang efektif. (10) Melakukan penilaian berdasarkan indikator-indikator yang jelas dan majemuk. (11) Memiliki kemampuan tranformatif yang fleksibel untuk menggali nilai-nilai luhur dari setiap aktivitas jasmani yang dilakukan oleh siswa dan mengkomunikasikannya kepada siswa dengan lembut, hangat, dan bijaksana. Kompetensi keterbukaan psikologis Kompetensi pribadi yang kedua yang harus dimiliki oleh seorang guru penjas sebagai pemimpin adalah keterbukaan psikologis. Kompetensi ini meliputi semua aspek psiko-sosio-emosional. Seperti halnya keluwesan kognitif, kompetensi keterbukaan psikologis memainkan peranan penting dalam pencapaian keberhasilan pembelajaran, hal ini terutama karena posisi guru sebagai panutan. Dasar yang melandasi kompetensi keterbukaan psikologis yang harus dimiliki oleh seorang guru penjas adalah belas kasihan dan kecintaannnya terhadap siswa. Seperti disebutkan oleh Lutan (1999) bahwa fondasi layanan pendidikan, termasuk pendidikan jasmani adalah cinta kasih. Bahkan Al-Ghazali (Hawwa, 2004) menganjurkan untuk menganggapnya sebagai anak. Dalam perannya seperti itu, guru memiliki hak yang lebih besar dari kedua orang tua. Karena orang tua adalah sebab keberadaan sekarang dan kehidupan yang fana sedangkan guru adalah sebab kehidupan yang abadi. Kalau bukan karena guru niscaya apa yang diperoleh dari pihak bapak akan berjalan kepada kehancuran terus-menerus. Selain memiliki hak, guru memiliki kewajiban terutama untuk menyelamatkan kehidupan siswa dari api dunia dan akhirat. Menurut Syah (1999) pribadi seorang guru yang baik pada aspek psikologis ditandai oleh adanya kesediaan dirinya untuk menyesuaikan diri dengan faktor-faktor luar seperti siswa, guru lain, dan lingkungan kerjanya, juga terbuka terhadap kritik dengan ikhlas, dan memiliki sikap empati. Dijelaskannya lebih lanjut bahwa kompetensi psikologis memiliki dua signifikansi peran yakni sebagai prakondisi atau prasyarat penting untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain dan sebagai media untuk menciptakan hubungan yang harmonis antar pribadi guru dengan siswa, sehingga mendorong siswa untuk mengembangkan dirinya secara bebas dan tanpa ganjalan. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa kompetensi keterbukaan psikologis sebenarnya berkenaan dengan keterampilan guru menggunakan pengalamannya (keinginan dan perasaaannya) untuk menyesuaikan diri dan dilakukan atas dasar rasa cinta sebagaimana yang 96
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
dianjurkan oleh Al-Ghazali. Oleh karena itu, kian terampil seorang guru menyesuaikan diri maka kian memiliki keterbukaan diri dan sebaliknya. Guru penjas yang memiliki karakteristik pribadi seperti ini akan berpikir dan bertindak lebih sesuai dengan kebutuhan siswanya, ia akan lebih terbuka untuk menerima kritik dengan ikhlas, lebih bersikap empati terhadap perasaan sosio-emosional orang lain, berusaha lebih baik untuk membantu meringankan atau mencari jalan keluar atas masalah-masalah yang dihadapi oleh siswanya, dan memperlakukan siswa dengan penuh kelembutan dan kehangatan. Kompetensi konsistensi spiritual Kompetensi ini (mungkin) merupakan puncak kepribadian seorang guru sebagai pemimpin yang didasarkan pada nilai rujukan bahwa pendidikan adalah proses mencerdaskan potensi spiritual. Keajegan spiritual berarti kesamaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan. Hati, pikiran, ucapan, dan tingkah laku berada pada satu garis sinergis dan inilah sebenarnya “ruh” proses pembelajaran. Kompetensi ini mengantarkan guru pada profil anutan atau tauladan bagi siswa, lingkungan sekolah, dan masyarakat luas. Proses pembelajaran yang dipandu oleh guru yang memiliki kompetensi pribadi seperti ini akan penuh hikmah, sebab setiap aktivitas fisik (gerak) yang dilakukan oleh siswa akan dimaknainya sebagai sesuatu yang sarat dengan nilai kehidupan. Setiap siswa akan senantiasa dibimbing untuk belajar mensucikan batin, membersihkan diri, dan melatihnya untuk mengaktualkan sifat-sifat Tuhan dalam dirinya melalui aktivitas fisik. Oleh karena itu, guru penjas (yang beragama islam) adalah profil pribadi yang cukup kokoh aqidahnya, mulia akhlaknya, minimal fasih bacaan Al-Qurannya, cukup banyak hapalan hadisnya, paham cara dan terbiasa berzikir dan berdoa yang benar, serta gemar bertafakur untuk bermuhasabah dengan ALLAH SWT. Al-Ghazali pernah mengatakan bahwa “Hendaknya guru melaksanakan ilmunya; yakni perbuatannya tidak mendustakan perkataannya, karena ilmu diketahui dengan mata hati (bashirah) dan amal dketahui dengan mata, sedangkan orang yang memiliki mata jauh lebih banyak. Jika amal perbuatan bertentangan dengan ilmu maka tidak akan memiliki daya bimbing. Setiap orang yang melakukan sesuatu lalu berkata kepada orang lain, “janganlah kalian melakukannya” maka hal ini akan menjadi racun yang membinasakan. Orang-orang akan melecehkan dan menuduhnya bahkan keinginannya untuk melakukan apa yang dilarangnya itu semakin besar, seraya mengatakan, “kalau bukan karena paling baik dan paling enak pasti ia tidak akan melakukannya. “Perumpamaan guru terhadap para siswa laksana bayangan dengan tongkat; bagaimana bayangan bisa lurus jika tongkatnya bengkok. Wallahualam bi al-Shawwab 97
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
Kompetensi Profesional Kompetensi profesional bersangkut paut dengan potret seorang guru yang memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang mata pelajaran yang diajarkannya, termasuk memilih dan menggunakan strategi atau metode mengajar yang tepat. Kompetensi ini terdiri dari kompetensi kognitif, psikomotorik, afektif, melakukan penelitian, memiliki akuntabilitas. Kompetensi kognitif Kompetensi kognitif atau ranah cipta terdiri dari sejumlah pengetahuan baik yang bersifat deklaratif maupun prosedural (Best, 1989; Anderson, 1990; Sternberg, 1999). Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan faktual yang pada umumnya bersifat statis-normatif dan dapat dijelaskan secara lisan. Konsepkonsep dan fakta-fakta yang dapat ditularkan kepada siswa baik melalui ekspresi tulisan maupun lisan dapat digolongkan pengetahuan deklaratif. Sebagai contoh, pengetahuan seorang guru penjas. tentang aktivitas uji diri atau senam. Dia tahu dan dengan gamblang dapat menjelaskan bahwa uji diri atau senam adalah aktivitas yang berhubungan dengan ketangkasan seperti senam lantai, senam alat, dan aktivitas fisik lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan gerak disamping melatih keberanian, kapasitas diri, dan pengembangan aspek pengetahuan yang relevan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Demikian juga untuk aspek-aspek permainan dan olahraga, aktivitas pengembangan, aktivitas ritmik, akuatik, dan aktivitas luar sekolah. Seorang guru Penjas yang efektif adalah guru yang memiliki pengetahuan secara mendalam tentang semua konsep-konsep di atas dan dapat menjelaskannya secara gamblang kepada siswanya. Jadi pengetahuan deklaratif berkaitan dengan knowing that atau “ mengetahui bahwa”. Adapun pengetahuan prosedural adalah pengetahuan yang mendasari keterampilan perbuatan jasmaniah, termasuk keterampilan gerak tertentu yang bersifat dinamis. Pengetahuan prosedural lazim disebut sebagai knowing how atau “mengetahui cara” melakukan sesuatu tugas atau keterampilan gerak tertentu. Contoh sederhana kemahiran seseorang dalam mengendarai mobil. Dia tahu dengan baik bagaimana cara mengendarai mobil, mulai menghidupkan mesin, menginjak dan melepaskan kupling dan gas secara bersamaan sehingga mobil dapat bergerak maju atau mundur, membelok kekiri dan kekanan sampai mobil kembali berhenti. Contoh dalam aspek permainan dan olahraga mata pelajaran penjas misalnya keterampilan gerak lob dalam bulutangkis, guru mengetahui secara detail tentang urutan cara-cara melakukan gerakan lob, mulai posisi siap, gerakan kearah satelkok, posisi memukul, gerakan mengayun raket ke belakang, gerakan mengayun raket ke depan, perkenaan raket dengan satel -kok, gerak 98
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
lanjut, dan sikap akhir. Seorang guru yang efektif adalah guru yang memiliki pengetahuan prosedural setiap aspek dari standar kompetensi mata pelajaran penjas, baik aspek permainan dan olahraga, aktivitas pengembangan, senam, atletik, aktivitas ritmik, akuatik, dan kegiatan luar kelas. Kompetensi psikomotor Kompetensi psikomotor atau ranah karsa terutama berkaitan dengan penguasaan secara efektif dan efisien atas sejumlah aspek keterampilan gerak permainan dan olahraga, aktivitas pengembangan, atletik, senam, aktivitas ritmik, akuatik, dan kegiatan luar kelas. Setelah pengetahuan deklaratif dan prosedural dipahami dengan baik, seorang guru penjas yang efektif adalah guru yang dapat melakukan semua kompetensi dasar secara efektif dan efisien Sejauhmana seorang guru dapat melakukan kompetensi dasar tersebut sangat tergantung kepada kualitas schemata yang tersusun dari sejumlah schema yang berisi pengetahuan-pengetahuan khusus yang kompleks (Anderson, 1990). Dalam sistem perangkat lunak komputer, schemata diibaratkan himpunan file data yang terekam dalam direktori komputer, sedangkan schema ibarat suatu file data yang berisi informasi khusus yang kompleks, misalnya schema tentang bahasa, budaya, motorik, dan lain-lain. Kompetensi psikomotorik dapat diwujudkan dalam bentuk verbal dan nonverbal. Dalam ekspresi verbal, seorang guru penjas harus terampil memberikan penjelasan-penjelasan baik yang berkaitan dengan uraian materi pelajaran maupun ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan siswa. Adapun mengenai keterampilan ekspresi non-verbal, seorang guru penjas yang profesional adalah guru yang dapat mendemonstrasikan atau melakukan gerakan-gerakan yang terkandung dalam materi pelajaran sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar yang telah dirumuskan, yaitu kompetensi dasar dalam aspek permainan dan olahraga, aktivitas pengembangan, atletik, senam, aktivitas ritmik, akuatik, dan aktivitas luar kelas. Hal paling penting dari kedua wujud kompetensi psikomotorik ini adalah kemampuan guru untuk mempertahankan kecermatan dan keajegan hubungan antara ekpresi verbal dengan non-verbal atau menyesuaikan antara ucapan dengan demonstrasi gerakan. Jika terjadi ketidaksesuaian diantara keduanya dapat menyebabkan lunturnya kepercayaan siswa kepada guru bahkan mungkin dapat menurunkan minat dan motivasi siswa untuk terlibat secara aktif dalam aktivitas pendidikan jasmani. Kompetensi afektif Kompetensi afektif bersifat tertutup dan abstrak, karena itu sangat sukar untuk diidentifikasi. Kompetensi ini mencakup semua fenomena perasaan dan 99
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
emosi. Meskipun begitu empat aspek yang paling penting adalah konsep diri, harga diri, efikasi diri, dan sikap penerimaan terhadap diri sendiri dan orang lain. Konsep diri adalah keseluruhan sikap dan persepsi seorang guru terhadap dirinya sendiri. Harga diri guru adalah tingkat pandangan dan penilaian seorang guru mengenai dirinya sendiri berdasarkan prestasinya. Efikasi diri adalah keyakinan guru terhadap keefektifan kemampuannya sendiri dalam membangkitkan gairah dan kegiatan siswa, sedangkan sikap penerimaan terhadap diri sendiri berkenaan dengan kecenderungan positif atau negatif terhadap dirinya sendiri berdasarkan penilaian yang lugas atas bakat dan kemampuannya. Dalam agama disebut qana’ah dan sikap ini biasanya berpengaruh positif terhadap sikap penerimaan pada orang lain. Guru penjas yang profesional adalah guru yang memiliki konsep diri dan harga diri yang tinggi, memiliki keyakinan tinggi terhadap keefektifan dan kemampuan sendiri dalam membangkitkan gairah dan kegiatan belajar para siswa, serta memiliki sikap penerimaan yang tinggi terhadap dirinya sendiri dan terhadap orang lain. Kompetensi melakukan penelitian. Dalam perjalanan era globalisasi saat ini, reformasi dan inovasi dalam proses belajar mengajar merupakan satu keharusan. Reformasi dan inovasi hanya bisa dilakukan jika ada dukungan empirik yang dihasilkan dari proses penelitian. Karena itu, guru penjas yang profesional adalah guru yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang proses dan hasil penelitian. Bagaimana cara melakukan sebuah penelitian, bagaimana memilih masalah yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh para guru di lapangan, bagai-mana membaca dan menafsirkan sebuah hasil penelitian dan menggunakannya untuk mendukung kinerjanya dalam proses belajar mengajar yang efektif. Guru penjas adalah pemimpin karena itu ia harus bisa melakukan penelitian dan memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu pembelajarannya. Kompetensi akuntabilitas Seorang guru penjas selain harus bertanggung jawab terhadap siswa dan dirinya sendiri, yang paling penting harus bertanggung jawab terhadap profesinya. Ada tiga kriteria seorang guru penjas yang anggap bertanggung jawab tehadap profesinya, yaitu: (1) Seorang guru penjas harus memiliki dasar pengetahuan dalam profesi yang digelutinya, seperti menguasi dasar-dasar fungsi fisiologis, kontrol motorik, perkembangan motorik, belajar keterampilan motorik, biomekanika, filsafat, sosiologi, dan psikologi penjas. Sebagai seorang pemimpin dalam pembinaan penjas, maka guru harus menguasai semua itu secara mendalam; 100
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
(2) Seorang guru penjas harus mampu menentukan dan melakukan aktivitas dan pengalaman belajar yang memungkinkan tujuan pembelajaran tercapai. Ini berkaitan dengan penentuan tugas ajar, metode, dan strategi belajar yang digunakan; (3) Seorang guru penjas. harus mengetahui tugas pokoknya sebagai seorang pengajar, mulai dari tugas yang ada hubungannya dengan membuat perencanaan, melaksanakan kegiatan pembelajaran, dan melakukan penilaian. Selain itu, guru penjas harus pula (a) mengetahui jumlah siswanya; (b) mengetahui identitas siswanya; (c) mengetahui kehadiran siswanya; (d) mengetahui permasalahan siswanya; (e) mengambil tindakan-tindakan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi siswanya; (f) memperhatikan perkembangan siswanya; (g) memperhatikakn kesehatan dan kesejahteraan siswanya agar dapat belajar dengan sepenuh hati; (h) membina kekeluargaan dilingkungannya. (4) Seorang guru penjas. harus memiliki kemampuan untuk melakukan asesmen dan penilaian secara ilmiah. (5) Seorang guru yang bertanggung jawab (akuntabel) terhadap profesinya harus menguasai semua kriteria di atas. Jika itu tercapai, maka profesi sebagai guru Penjas akan lebih dihargai dikalangan dunia akademik dan juga di masyarakat umum. Satu hal terpenting, guru penjas akan selalu dipercaya, selama dapat membuktikan secara ilmiah bahwa pelayanan yang diberikannya kepada masyarakat, terutama kepada siswa dapat meningkatkan kualitas kehidupan siswa khususnya, dan masyarakat pada umumnya. PENUTUP Guru merupakan salah satu elemen kunci dalam proses pembelajaran, untuk itu dituntut memiliki sejumlah kompetensi, dua diantaranya kompetensi pribadi dan professional. Kompetensi pribadi berkenaan dengan kualitas pribadi yang harus dimiliki oleh seorang guru penjas, yaitu keluwesan kognisi, keterbukaan psikologis, dan konsistensi spiritual. Kompetensi profesional berkenaan dengan potret seorang guru yang memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang mata pelajaran yang diajarkannya, termasuk memilih dan menggunakan strategi atau metode mengajar yang tepat. Kompetensi ini terdiri dari kompetensi kognitif, psikomotorik, afektif, melakukan penelitian, dan akuntabilitas. DAFTAR PUSTAKA Anderson, J.R. (1990). Cognitive psychology and its implication. New York: W.H. Freeman and Company Bernard, H.W. (1972). Psychology of learning and teaching. New York: McGraw-Hill Book Company. Best, J.B. (1985). Cognitive psychology. New York: Wet Publishing Company. 101
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
Bucher, C.A. dan Krotee, M.L. (2001) Management of physical education and sport. Boston: Mc Graw-Hill. Cragan, J.F. dan Rright, D.W. (1965) Communication in Small Group Discussions, New York: West Publishing Company. Daradjat, Z. (1982). Kerpibadian guru. Cetakan Ketiga. Jakarta: Bulan Bintang. Hawwa, S. (2004). Mensucikan jiwa. Jakarta: Robbani Press. Johnson, D.W. dan Johnson, F.P. (2000). Joining together: Group theory and group skill. Boston: Allyn and Bacon. Koontz, H., O’Donnell C., dan Weinrich. (1991). Management. Ninth edition. New York: McGraw-Hill. Lutan, R. (1999). Manajemen penjeskes. Departemen Pendidikan dan Kebuda-yaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III. Michener, H.A. dan Delamater, J.D. (1983). Social psychology. Philadelphia: Harcourt Brace College Publisher. Silalahi, Ulbert. (2002). Studi tentang ilmu administrasi: konsep, teori, dan dimensi. Bandung: Sinar Baru Algensindo Offset. Sternberg, R.J. (1999). Cognitive psychology. Philadelphia: Horcourt Brace Collage Publishers. Wuest, D.A. and Butcher, C.A. (1995). Foundation of physical education and sport. St. Louis: Mosby. Yukl,G. (1981). Leadership in organization. Engleewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. Korespondensi untuk artikel ini dapat dialamatkan ke Sekretariat Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Jurusan Pendidikan Olahraga FPOK UPI. Jln. Dr. Setiabudi Nomor 229 Bandung. Phone: (022) 70902870 / (022) 70902867; 081321994631; 081395402906. E-mail:
[email protected] atau ke Agus Liansoro, Drs., M.Pd. Mobile. 081322682960. E-mail:
[email protected]
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Jurusan Pendidikan Olahraga Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia ISSN: ISSN: 2085-6180
102