Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
PROFIL GURU PENDIDIKAN JASMANI SMA KOTA BANDA
) )
Abstrak:Guru pendidikan jasmani yang telah memiliki kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian dan sosial secara memadai, akan dapat menunjang keberhasilan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, dan keempat kompetensi diatas berlaku untuk guru pendidikan jasmani. Tujuan penelitian ini untukmengetahui profil guru pendidikan jasmaniSLTA Banda Aceh dari aspek kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian dan sosial. Penelitian ini berupaya mengumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan pedagogik, profesional, kepribadian dan sosial dengan menggunakan metode deskriptif.Subjek dalam penelitian ini guru pendidikan jasmani dan kepala sekolah SLTA Banda Aceh yang berjumlah 52 orang. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan kuesioner dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian dapatlah disimpulkan bahwa profil guru pendidikan jasmani SLTA Banda Aceh di lihat dari aspek pedagogik, profesional, kepribadian dan sosial belum baik. Kata Kunci:Profil, Guru, Pendidikan Jasmani Pendahuluan Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan, bimbingan, dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang. Untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional tersebut, ditempuh melalui dua jalur pendidikan, yaitu melalui jalur pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah, pada jalur pendidikan sekolah terdiri dari tiga jenjang pendidikan yaitu: pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (UUSPN, 1989). Dalam surat keputusan (SK) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0413/U/1987/ dinyatakan bahwa pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan keseluruhan. Pendidikan jasmani bertujuan mengembangkan individu secara organis, neuromuskuler, intelektual, dan emosional. Dalam SK Mendikbud tersebut disebutkan perubahan nama pendidikan olahraga dan kesehatan menjadi pendidikan jasmani. Banyak unsur sistemik yang terlibat dalam menunjang tercapainya tujuan pendidikan melalui mata pelajaran pendidikan jasmani. Unsur-unsur tersebut diantaranya adalah: tenaga pendidik atau guru, peserta didik atau siswa, kurikulum, sarana dan prasarana penunjang, proses belajar mengajar, sistem penilaian, bimbingan belajar siswa, dan pengelola pengajaran itu sendiri. Penanganan secara bersamasama terhadap keseluruhan unsur penunjang tersebut diatas, rasanya sulit untuk dilaksanakan. Alternatif lain yang dapat digunakan adalah menggarap komponenkomponen yang dianggap dominan, dan tenaga pendidik sebagai unsurmanusia merupakan unsurstrategis yang perlu digarap. Arora (1998) meneliti profil guru yang efektif, dengan karakteristik: (1) memutuskan menjadi guru
sejak kecil, (2) berminat menjadi guru karena menghargai pekerjaan guru, (3) memutuskan menjadi guru atas kemauan sendiri, (4) bersedia melaksanakan pekerjaan mendidik selain mengajar, (5) berminat mengikuti pendidikan jabatan, (6) mendapat kepuasan tentang pekerjaan sebagai guru, (7) tidak berkeinginan meninggalkan profesi guru, (8) memiliki sikap positif terhadap profesi guru. Sardiman (1998) menyatakan profil kemampuan dasar guru yang telah menyelesaikan program studinya pada jenjang S1 meliputi: (1) menguasai bahan, (2) mengelola program belajar mengajar, (3) mengelola kelas, (4) menggunakan media atau sumber, (5) menguasai landasan kependidikan, (6) mengelola interaksi belajarmengajar, (7) menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran, (8) mengenal fungsi dan program layanan bimbingan, (9) menyelenggarakan administrasi sekolah, (10) memahami prinsip-prinsip dan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran. Hasil penelitian Joni (1989) terdapat lima gugus kemampuan yang sepenuhnya harus dikuasai seorang guru yang professional, dari 10 kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang guru. Lima gugus tersebut meliputi: (1) menguasai bahan, (2) merencanakan program belajar-mengajar, (3) mengelola proses belajar-mengajar, (4) menilai kemajuan mengajar, dan (5) menggunakan media dan sumber belajar. Amijaya (1990) mengemukakan pendidikan persiapan bagi guru harus mampu mengembangkan tiga aspek kompetensi yaitu: (1) kompetensi pribadi, (2) kompetensi profesi, dan (3) komopetensi kemasyarakatan. Seorang guru yang telah memiliki kompetensi pribadi, sosial dan professional secara memadai, diharapkan akan dapat menunjang
1
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
keberhasilan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, dan ketiga kompetensi diatas berlaku untuk semua guru termasuk didalamnya adalah guru pendidikan jasmani. Dalam keikatannya dengan kompetensi guru pendidikan jasmani,menurut beberapa hasil penelitian, ketiga komnpetensi tersebut adalah: kompetensi pribadi, sosial dan professional merupakan faktor penting yang harus dimiliki oleh seorang guru pendidikan jasmani. Hasil studi Cassel dan John, yang dikutip Baley (1996) menyatakan tentang karakteristik guru pendidikan jasmani yang efektif dan tidak efektif, dan sebagai tolak ukurnya ditentukan empat unsur yaitu: kualitas pribadi, kompetensi profesional, kualitas kepemimpinan, dan kualitas human relation. Hasil pengumpulan pendapat yang dilakukan oleh Hardway dari para inspektur sekolah, seperti yang dikutip Baley, diperoleh unsur-unsur penting sebagai bahan pertimbangan dalam menyeleksi guru pendidikan jasmani yang meliputi: kompetensi pribadi, kompetensi profesional, dan kompetensi akademik yang berguna sebagai persyaratan dalam menunjang kesuksesan melaksanakan tugas. Soenardi (1988) menyatakan bahwa dalam upaya mengatur urusan pengajaran yang sistematis untuk mata pelajaran pendidikan jasmani, seorang guru harus memahami hal-hal yang tersebut dibawah ini: (1) kegiatan kandungan, (2) masukan ciri-ciri siswa yang akan diajarkan, sikap kemampuan dan keterampilan mereka, (3) merumuskan tujuan belajarmengajar dan alat evaluasi, (4) memahami teori belajar dan metoda pengajaran yang sesuai dan dapat diterapkan terhadap prinsip-prinsip bimbingan pengajaran, (5) memahami berbagai bentuk media pengajaran, (6) menyusun strategi belajar yang sistematis, (7) tersedianya sumber belajar yang lain. Natawijaya (1989) mengemukakan tiga macam profil yang meliputi: profil ideal, profil yang diharapkan,dan profil nyata (aktual). Pada umumnya guru pendidikan jasmani SLTA secara formal telah memiliki ketiga kompetensi tersebut (pribadi, sosial dan profesional). Kompetensi pribadi dan sosial telah dimiliki setiap guru, sedangkan kompetensi profesional hanya dimiliki oleh guru-guru yang telah menyelesaikan studi-studinya dari lembaga pendidikan tinggi. Hal ini selaras dengan peraturan pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 1990 yang mengatur tentang perguruan tinggi. Ada dua kegiatan yang digunakan dalam pendekatan diperguruan tinggi, yaitu: pendekatan akademik dan professional. Dalam Bab III pasal 4 ayat 1 PP. NO.30 dinyatakan pendekatan akademik mengutamakan pendekatan dan memperluas wawasan ilmu pengetahuan, sedangkan pendekatan professional mengutamakan kemampuan menerapkan ilmu pengetahuan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Profil guru pendidikan jasmani SLTA Banda Aceh
dengan tujuan untuk mengetahui profil guru pendidikan jasmani SLTA Banda Aceh ditinjau dari kompetnsi pedagogik, professional, kepribadian dan sosial.
Prosedur Penelitian Subyek dalam penelitian ini adalah guru pendidikan jasmani dan kepala sekolah SLTA Negeri dan Swasta Banda Aceh sebanyak 41 sekolah, sedangkan jumlah guru yang mengajar mata pelajaran pendidikan jasmani sebanyak 52 orang. Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam Mengenai teknik pengumpulandata Sugiyono (2010) menjelaskanbahwa “...teknik penggumpulan data dapat dilakukan dengan observasi interview, kuesioner, dokumentasi dan gabungan keempatnya. Adapun pengumpulan data menggunakan teknik angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahui.Penelitian ini menggunakan angket terbuka dan yang akan dijadikan sampel atau pengisi angket adalah guru pendidikan jasmani yang bersangkutan, serta wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melaluitanya jawab,sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Dengan wawancara penelitiakan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang fenomena yang terjadi.Wawancara dalam penelitian ini akan dilakukan pada kepala sekolah disekolah yang menjadi sampel. Dalam penelitian kualitatif, pengolahan data yang terkumpul melalui berbagai teknik pengumpulan data merupakan halyang sangatpenting. Halini dikarenakan agar datay ang terkumpul mempunyai arti dan dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan penelitian. Dengan demikian bahwa diperlukan prosedur dan teknik analisis data yang tepat bagi data-data kualitatif yang terkumpul. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi untuk hasil angket, pengolahan data angket dilakukan dengan menghitung persentase untuk setiap jawaban yang diberikan sesuai dengan nomorurut angket dengan menggunakan rumus mencari persentase. (Sudjono,2001).
Hasil dan Pembahasan Penelitian Berdasarkan hasil penelitianyang diperoleh melalui pengisian kuesioner oleh guru pendidikan jasmaniorkes dan wawancara dengan kepala sekolah tentang profil guru pendidikan jasmani SLTA Banda Aceh, pembahasan hasil penelitianprofil guru pendidikan jasmani yang ditinjau dari aspek pedagogik, profesional, kepribadian dan sosial sebagai berikut: 2
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
a. Pedagogik Berdasarkan hasil pengisian kuesioner oleh guru pendidikan jasmaniSLTA Negeri dan Swasta Banda Aceh bahwa umumnya guru pendidikan jasmani menjawab selalu mempersiapkan persiapan mengajar dan melaksanakan proses belajar mengajar pendidikan jasmani di sekolah. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala SLTA Negeri dan Swasta di Kota Banda Aceh, 70 % kepala sekolah mengatakan guru pendidikan jasmanitidak mempersiapkan persiapan mengajar dan pelaksanaan proses belajar mengajar guru pendidikan jasmani di sekolah belum efektif dan maksimal. b. Profesional Berdasarkan hasil pengisian kuesioner oleh guru pendidikan jasmaniSLTA Negeri dan Swasta Banda Aceh. Umumnya guru pendidikan jasmani menjawabmemahami dan menguasai konsep, praktik, selalu menilai proses dan hasil belajar dengan benar serta menguasai metode penelitian. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala SLTA Negeri dan Swasta Banda Aceh, 70 % kepala sekolah mengatakan guru pendidikan jasmani belum profesional, sangat kurang menguasai konsep, praktik, penilaian proses dan hasil belajar tidak tepat dan kurang menguasai metode penelitian. c. Kepribadian Berdasarkan hasil pengisian kuesioner oleh guru pendidikan jasmani SLTA Negeri dan Swasta Banda Aceh bahwa umumnya guru pendidikan jasmani menjawab memiliki kepribadian yang baik. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala SLTA Negeri dan Swasta Banda Aceh, 30 % kepala sekolah mengatakan guru pendidikan jasmani tidak memiliki kepribadian yang baik, ada guru pendidikan jasmani tidak mengembangkan potensi positif yang dimiliki setiap siswa seperti tidak mau membimbing siswa pada ekstrakurikuler di sekolah, tidak melakukan kegitan aktifitas pegembangan siswa di sekolah, mempunyai kebiasaan merokok, tidak memiliki toleransi kepada permasalahan siswa, tidak memiliki semangat, berdisiplin serta mandiri, tidak berpenampilan menarik pada saat mengajarkan pendidikan jasmani di sekolah.
jawab belajar mengajar pendidikan jasmani di sekolah, tidak menaati kode etik guru dan tidak berperan aktif dalam organisasi di sekolah. Berdasarkan uraian diatas terlihat profil guru pendidikan jasmani sekolah Menengah Atas Negeri Kota Banda Aceh selama ini berdasarkan hasil pengisian kuesioner oleh guru pendidikan jasmani dan dari hasil wawancara dengan kepala sekolah. Guru pendidikan jasmani SLTA Negeri dan Swasta Banda Aceh, umumnya menyatakan mereka sudah memahami, menguasai dan melaksanakan pendidikan jasmani di sekolah dengan benar dari aspek pedagogik, profesional, kepribadian dan sosial. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala SLTA Negeri dan Swasta Banda Aceh, kebanyakan kepala sekolah mengatakan guru pendidikan jasmani di sekolah masih sangat kurang dari aspek pedagogik, profesional, kepribadian dan sosial
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai profil guru pendidikan jasmani SLTA Negeri dan Swasta Banda Aceh, di tinjau dari aspek pedagogik, maka profesional, kepribadian dan sosial kesimpulannya sebagai berikut: 1. Pedagogik Guru pendidikan jasmani SLTA Negeri dan Swasta Banda Aceh umumnya menyatakan mereka sudah memahami, menguasai dan melaksanakan pendidikan jasmani di sekolah dengan benar dari aspek pedagogik. Ternyata hasil wawancara dengan kepala sekolah atau (70%) kepala sekolah mengatakan guru pendidikan jasmani masih sangat kurang dari aspek pedagogik, tidak mempersiapkan persiapan mengajardan pelaksanaan proses belajar mengajar guru pendidikan jasmani di sekolah belum efektif dan maksimal. 2. Profesional Guru pendidikan jasmani SLTA Negeri dan Swasta Banda Aceh umumnya menyatakan mereka sudah memahami, menguasai dan melaksanakan pendidikan jasmani di sekolah dengan benar dari aspek profesinal. Kebanyakan kepala sekolah atau (70%) mengatakan guru pendidikan jasmani di sekolah masih belum profesional. Seperti kurangnya menguasai konsep pendidikan jasmani, praktik pendidikan jasmani, penilaian proses dan hasil belajar tidak tepat, tidak mempunyai komitmen yang kuat untuk mengajarkan pendidikan jasmani kepada siswa dan kurangnya menguasai metode penelitian. 3. Kepribadian Guru pendidikan jasmani SLTA Negeri dan Swasta Banda Aceh umumnya menyatakan mereka sudah memahami, menguasai dan melaksanakan pendidikan jasmani di sekolah dengan benar dari aspek kepribadian. Ternyata hasil wawancara dengan kepala
d. Sosial Berdasarkan hasil pengisian kuesioner oleh guru pendidikan jasmani SLTA Negeri dan Swasta Banda Aceh, umumnya guru pendidikan jasmani menjawab memiliki kepribadian yang baik. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala SLTA Negeri dan Swasta Banda Aceh, 30 % kepala sekolah mengatakan guru pendidikan jasmani tidak memiliki sosial yang baik, guru pendidikan jasmani tidak mau bekerja sama dengan rekan seprofesi guru pendidikan jasmani dan tidak memahami pihak-pihak lain di sekolah, dan ada guru pendidikan jasmani terlalu sibuk di luar sekolah sehingga tidak memikirkan tanggung 3
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
sekolah (30%) kepala sekolah mengatakan guru pendidikan jasmani di sekolah masih sangat kurang dari aspek kepribadian. Masih ada guru pendidikan jasmani yang tidak melakukan kegiatan aktifitas pegembangan siswa di sekolah, mempunyai kebiasaan merokok, tidak memiliki toleransi kepada permasalahan siswa, tidak memiliki semangat, berdisiplin serta mandiri, tidak berpenampilan menarik pada saat mengajarkan pendidikan jasmani di sekolah. 4. Sosial Guru pendidikan jasmani SLTA Negeri dan Swasta Banda Aceh umumnya menyatakan mereka sudah memahami, menguasai dan melaksanakan pendidikan jasmani di sekolah dengan benar dari aspek sosial. Hasil wawancara dengan kepala sekolah (30%) kepala sekolah mengatakan guru pendidikan jasmani di sekolah masih sangat kurang dari aspek sosial. Masih ada guru pendidikan jasmani yang tidak mau bekerja sama dengan rekan seprofesi guru pendidikan jasmani dan tidak memahami pihak-pihak lain di sekolah, tidak menaati kode etik guru dan tidak berperan aktif dalam organisasi di sekolah.
Drowatzky, John, N (1981) Motor Learning Princples and Practice. Minneapolis: Burger Puh skiing Company. Mosston, M (1981) Teaching Physical Education. Columbus, Ohio: Charles E. Merril Publishing Company. Mutohir, T. C (1987) The Development And Examination Of Student Evaluation Of Teaching Effectiveness In an Indonesia Higher Education Setting. Tesis Australia Macquarie University Natawijaya, Rochman (1989)Konsolidasi Profesional Petugas Bimbingan Melalui Jalur Pendidikan Formal. Makalah disampaikan pada Konvensi Nasional VII IPBI. Denpasar: 13 - 15 Maret. Rahantoknam, B.E (1988) Belajar Motorik Teori dan Aplikasinya. Jakarta: P2LPTK Ditjen Dikti Depdikbud. Raka, Joni, T (1989) Pengmbangan Kurikulum IKIP/FIP/ FKG. Suatu konsep pengembangan guru berdasarkan kompetensi. Jakarta: P3G Depdikbud. Sardiman, A.M (1988) Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: C.V. Rajawali Pres. Soenardi, Soemosasmito (1988) Dasar Proses dan Efektivitas Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani. Jakarta: P2LPTK Ditjen Dikti Depdikbud. Sudjana. (1991) Teknik Analisis Regresi dan Korelasi. Bandung: Tarsito.
Daftar Pustaka Abdulkadir, Ateng (1993) Pendidikan Olahraga. PidatoPenqukuhan Guru Besar. Jakarta: FPOK. Ahmad, Rusli (1989)Perencanaan dan Desain Kurikulurr dalam Pendidikan Jasmani. Jakarta: P2LPTK Ditjen Dikti Depdikbud. Amijaya, D.A. Tisna (1990)Pola Pembaharuan SistemPendidikan Tenaga Kependidikan di Indonesia. Jakarta: Depdikbud. Arora, Kemala(1998)Difference between Effective and Inefective Teachers. New Delhi: S. Chand & Co. Baley, James, A. and Field David A (1996)Physical Education and Physical Educator. second edition. Boston: Allyn and Bacon. Inc.
4
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
PENGARUH METODE KERJA KELOMPOK DENGAN METODE DEMONSTRASI TERHADAP KETERAMPILAN BOLA VOLI
Nazaruddin*)
Abstrak:Guru harus memilih metode mengajar yang cocok pada materi yang diajarkan sebagai metode prodominan untuk mencapai hasil yang maksimal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh metode kerja kelompok dan metode demonstrasi terhadap hasil belajar bola voli siswa SMK Negeri 1 Tanah Jambo. Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimen. Populasi penelitian ini seluruh siswa SMK Negeri 1 Tanah Jambo Aye Aceh Utara sebanyak yang berjumlah 294 siswa. Dari keseluruhan populasi maka untuk mengambilan sampel dengan teknik purposive sampling, yang menjadi sampel 24 siswa. Instrumen tes keterampilan bermaian bola voli,sedangkan pengolahan data menggunakan Anova. Hasil analisis data nilai postest antara kelompok A dan B tidak ada beda nyata, sedangkan nilai yang di kelompokkan terdapat perbedaan nyata pada nilai tingkat rendah, sedangkan pada nilai tingkat sedang dan tingkat tinggi tidak terdapat perbedaan nyata. Berdasarkan hasil penelitian ini tergolong metode demonstrasi pada nilai tingkat rendah terjadi perbedaan lebih unggul di bandingkan dengan metode kerja kelompok. Kata Kunci: Pengaruh, Metode, Keterampilan, Bola Voli meningkatkan dan mempertahankan kesegaran jasmani mereka.” (Soemosasmito, 1988:27). Perilaku pembelajaran pada hakikatnya merupakan serangkaian pengambilan keputusan, perilaku pembelajaran di dasarkan pada tingkat keterlibatan subjeknya (guru-siswa) dalam mengambil keputusan pada waktu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pada tahap awal, peran guru relatif lebih tinggi untuk mengajak siswa belajar, selanjutnya secara bertahap terjadi pergeseran peran oleh siswa pada akhiranya guru berperan sebagai fasilisator dan motifator. Pada sisi materi pendidikan jasmani pada hakikatnya merupakan upaya pendidikan melalui aktifitas fisik, sehingga materi pembelajaranya berupa kegiatan gerak, yang merupakan salah satu potensi manusiawi yang harus diaktualisasikan secara optimal untuk mendapatkan hasil dari proses pembelajaran yang berlansung. Bucher menyebutkan bahwa pendidikan jasmani adalah bagian yang terpadu dari proses pendidikan yang menyeluruh, sasaran yang di usahakan adalah perkembangan jasmaniah, mental, emosional dan sosial bagi warga negara yang sehat, melalui medium kegiatan jasmaniah (Soemosasmito, 1988:5). Pada kontek yang demikian ini, pendidikan jasmani merupakan pembelajaran gerak, yang diartikan sebagai proses perubahan individu sebagai hasil timbal balik antara latihan dan kondisi lingkungan, pembelajaran pendidikan jasmani umumnya merupakan pendidikan yang menggunakan gerak fisik tetapi tidak lepas dari strategi mengajar yang tepat seperti penggunaan metode atau teknik untuk mencapai keberhasilan dalam proses belajar mengajar. “Pemilihan metode pengajaran, teknik
Pendahuluan Pendidikan jasmani merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib di selenggarakan di sekolah, sebagai mata pelajaran pokok yang ada di sekolah dan harus di ikuti oleh seluruh siswa. Mata pelajaran ini berbedaan dari mata pelajaran lain, yaitu lebih menekankan aktivitas gerak fisik sebagai sarana/media dalam mendidik siswa. Aktivitas fisik ini berupa kegitan olahraga atau permainan yang dapat berbentuk pertandingan, perlombaan, pelatihan dan rekreasi, yang semuanya bertujuan untuk mendidik siswa menjadi lebih dewasa atau menjadi manusia seutuhnya, “pendidikan jasmani adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan melalui aktifitas jasmani yang disusun secara sistematis untuk menuju manusia Indonesia seutuhnya.” (Amir, 2005:21). Pendidikan jasmani sebagai upaya terciptanya situasi dan kondisi yang memungkinkan merangsang siswa untuk belajar yang di dasarkan pada pendekatan yang menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran, sebagai individu yang berinteraktif secara aktif dengan subjek belajar guru, media, dan lingkungan dalam upaya mengasah potensi-potensi yang dimiliki anak didik untuk mencapai tingkat sempurna. Dalam pendidikan jasmani sangat membantu peserta didik untuk mampu menggunakan keterampilan jasmani yang dimiliki oleh peserta didik, dari sinilah nantinya muncul bibit-bibit atlet untuk masa yang akan datang. Konsekuensi nyata semua subjek yang terlibat dalam pembelajaran harus mendapat kesempatan untuk bergerak agar dapat meningkatkan kesegaran jasmani. “Program pendidikan jasmani seyogyanya memberi kesempatan bagi semua siswa untuk 5
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
olahraga sama sekali tak terpisahkan dari tujuan dan pengalaman belajar atau tugas-tugas gerak yang akan dipelajari.” (Lutan, 1988:397). Metode mengajar memang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan dari proses pembelajaran di karenakan metode merupakan alat atau strategi yang di pakai guru dalam proses mengajar, dalam pendidikan jasmani guru harus memiliki strategi untuk mempengaruhi siswa untuk bergerak melalui strategi yang di pakai. iap metode ada kelemahannya untuk suatu tujuan tertentu dan ditemui kelemahannya untuk tujuan yang berbeda, oleh karena itu guru harus pandai memilih metode yang tepat, sesuai dengan situasi dan tujuan yang akan di capai, agar tidak menimbulkan kebosanan, guru jangan terpaku pada satu metode (Johar, 2006:25). Dari hasil kutipan di atas metode mengajar sangat berpengaruh dalam interaksi belajar mengajar dan ini menjadi satu kendala dalam pendidikan jasmani, sering sekali dalam pembelajaran pendidikan jasmani siswa merasa cepat lelah disebabkan siswa kurang termotivasi untuk bergerak karena kakunya metode pembelajaran. Johar (2006:19) menyatakan bahwa “prinsip mengajar adalah mempermudah dan memberi motivasi kegiatan belajar kepada anak didik.” Jika siswa termotivasi untuk bergerak dengan metode mengajar yang tidak kaku maka siswa dapat merasa bersemangat dan terus bergerak hingga selesainya jam pelajaran. Hal ini merupakan salah satu upaya guru untuk mencari kombinasi metode-metode pembelajaran yang memotivasi siswa agar tidak malas bergerak dalam mengikuti proses belajar mengajar terjadi sehingga siswa tidak cepat merasakan lelah atau bosan yang dapat membuat siswa malas bergerak, dengan kejadian seperti itu maka akan menperbesar kemungkinan tidak akan tercapainya kebugaran dan penguasaan teknikteknik yang menjadi tujuan akhir dalam pendidikan jasmani, tapi apa bila siswa bersemangat atau termotivasi untuk bergerak maka tujuan pembelajaran mudah untuk dicapai. Metode mengajar yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan jasmani ada beberapa macam metode, seperti metode ceramah, metode demonstrasi, metode eksperimen, metode kerja kelompok, metode diskusi, metode inguiring dan metode diskoveri. Tetapi kenyataan dilapangan guru lebih prodominan menggunakan metode demonstrasi atau metode kerja kelompok dibandingkan dengan metode yang lain. Berdasakan hasil observasi penulis pada SMK Negeri 1 Tanah Jambo Aye, disekolah tersebut sering mengajar bola voli pada jam ektrakurikuler, namun belum memberikan keterampilan yang baik, maka penulis mencoba menawarkan metode kerja kelompok dengan metode demonstrasi untuk meningkatkan keterampilan bola voli. Tujuan penelitian ini untuk mengetahuipengaruh metode kerja kelompok dengan
metode demonstrasi terhadap keterampilan dasar bermain bola voli siswa SMK Negeri 1 Tanah Jambo Aye Aceh Utara.
Prosedur Penelitian Populasi penelitian ini seluruh siswa SMK Negeri 1 Tanah Jambo Aye Aceh Utara sebanyak yang berjumlah 294 siswa. Dari keseluruhan populasi maka untuk mengambilan sampel dengan teknik purposive sampling, yang menjadi sampel 24 siswa. Dan instrumen penelitian ini menggunakan tes keterampilan dasar bermain bola voli yang terdiri dari tes servis, tes passing dan tes smash. Hal ini sesuai dengan pendpat Wirjasantosa (1984:319) Teknik pengumpulan data dengan melakukan tes awal kepada semua siswa yaitu tes keterampilan bola voli, setelah itu dibagikan kepada kedua kelompok metode kerja kelompok dan kelompok metode demonstrasi dengan nilai tes awal yang sama kemampuanya. Setelah itu diberikan perlakuan pada kedua kelompok tersebut. Dalam penelitian selama 4 minggu dengan frekuensi ektrakurikuler 4 kali dalam satu minggu. Para guru pendidikan olahraga itu pada umumnya menggunakan waktu untuk kegiatan ektrakurikuler sekitar 15%, atau kurang lebih delapan jam seminggu, seperti program kegiatan melatih tim untuk pertandingan antar sekolah(Wirjasantosa, 1984:110). Dalam penelitian ini ditetapkan program perlakuan selama 16 kali pertemuan. Tes akhir akan dilaksanakan setelah program perlakuan selesai diberikan pada sampel untuk menguji kebenaran.Analisis dengan statistik, yaitu uji Anova pada taraf nyata 95% atau α = 0,05, analisisnya dengan SPSS.
Hasil dan Pembahasan Penelitian Berdasarkan uji statistik terhadap nilai pretest dan nilai postest pada metode kerja kelompok terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua nilai tersebut seperti dilihat dari pretest metode kerja kelompok mendapatkan nilai total 214,2 dan postest metode kerja kelompok mendapat nilai total 302,1 terdapat perbedaan nilai sebelum diberikan perlakuan dan setelah diberikan perlakuan dengan metode kerja kelompok terhadap keterampilan dasar bermain bola voli siswa SMK Negeri 1 Tanah Jambo Aye.Berdasarkan uji statistik terhadap nilai pretest dan nilai postest pada metode demonstrasi terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua nilai tersebut seperti dilihat dari pretest metode demonstrasi mendapatkan nilai total 211,8 dan postest metode demonstrasi mendapat nilai total 325,3 terdapat perbedaan nilai sebelum diberikan perlakuan dan setelah diberikan perlakuan dengan metode 6
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
demonstrasi terhadap keterampilan dasar bermain bola voli siswa SMK Negeri 1 Tanah Jambo Aye. Berdasarkan uji statistik terhadap nilai postest antara metode kerja kelompok dan metode demonstrasi tidak ada perbadaan yang signifikan antara kedua kelompok tersebut akan tetapi apa bila dilihat dari metode kerja kelompok mendapatkan nilai total 302,1 dan metode demonstrasi mendapat nilai total 325,3 terdapat perbedaan nilai dari hasil yang diperoleh dari pemberikan perlakuan antara kelompok metode kerja kelompok dengan kelompok metode demonstrasi terhadap keterampilan dasar bermain bola voli siswa SMK Negeri 1 Tanah Jambo Aye.Berdasarkan uji statistik terhadap nilai postest tiap-tiap tingkatan seperti tingkatan rendah, tingkatan sedang dan tingkatan tinggi antara metode kerja kelompok dan metode demonstrasi pada tingkatan nilai rendah saja yang mendapat pengaruh yang signifikan sedangkan pada tingkatan sedang dan tingkatan tinggi tidak terdapat hasil yang signifikan antara kedua kelompok akan tetapi apa bila dilihat dari tingkatan rendah metode kerja kelompok mendapatkan nilai total 83,9 dan tingkatan rendah metode demonstrasi mendapat nilai total 103,8. Tingkatan sedang metode kerja kelompok mendapatkan nilai total 105 dan tingkatan sedang metode demonstrasi mendapat nilai total 107. Tingkatan tinggi metode kerja kelompok mendapatkan nilai total 113,2 dan tingkatan tinggi metode demonstrasi mendapat nilai total 112,5 terdapat perbedaan nilai tiap-tiap tingkatan setelah diberikan perlakuan dengan metode kerja kelompok dan perlakuan dengan metode demonstrasi terhadap keterampilan dasar bermain bola voli siswa SMK Negeri 1 Tanah Jambo Aye.
demonstrasi terhadap keterampilan dasar bermain bola voli siswa SMK Negeri 1 Tanah Jambo Aye. 4. Terdapat perbedaan nilai tiap-tiap tingkatan setelah diberikan perlakuan dengan metode kerja kelompok dan perlakuan dengan metode demonstrasi terhadap keterampilan dasar bermain bola voli siswa SMK Negeri 1 Tanah Jambo Aye.
Daftar Pustaka Amir, Nyak (2005)Pembelajaran Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar. Banda Aceh: Universitas Syah Kuala University Press. Arikunto, Suharsimi (2003) Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Armai, Arief (2002) Pengantar Ilmu dan Metodologe Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers Djamarah, Bahri, Syaiful dan Zain, Aswan (2006)Strategi Belejar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Durrwachter, Gerhard (1986) Bola Volley Belajar Dan Latihan Sambil Bermain. Jakarta: Gramedia. Hadi, Sutrisno (1990) Metodelogi Research Jilid I . Yogyakarta: Andi Offset. Johar, Rahmah (2006) Strategi Belajar Mengajar. Banda Aceh: Depdikbud. Kosasi, Engkos (1985) Olahraga, Teknik & Program Latihan. Jakarta: Akademika Pressindo. Lutan, Rusli (1988) Belajar Keterampilan Motorik, Pengantar Teori dan Metode. Jakarta: Derektorat Jenderal Pendidikan Tinggi Moedjiono (1992) Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Nurhadi (2004) Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Jakarta: Depdiknas Oemar, Hamalik (2001) Kurikulum dan Pembelajaran Jakarta: PT. Bumi Aksara Sajoto, M (1988) Pembinaan Kondisi Fisik Dalam Olahraga. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sanjaya, W (2006) Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Santoso, Singgih (2002) Statistik Multivariat. Jakarta: Elex Media Komoutindo. Soemosasmito (1988)Dasar, Proses Dan Efektivitas Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani Jakarta: Derektorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Sudjana, Nana (1986)Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Sugiyono (2007)Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Terdapat perbedaan nilai sebelum diberikan perlakuan dan setelah diberikan perlakuan dengan metode kerja kelompok terhadap keterampilan dasar bermain bola voli siswa SMK Negeri 1 Tanah Jambo Aye. 2. Terdapat perbedaan nilai sebelum diberikan perlakuan dan setelah diberikan perlakuan dengan metode demonstrasi terhadap keterampilan dasar bermain bola voli siswa SMK Negeri 1 Tanah Jambo Aye. 3. Terdapat perbedaan nilai dari hasil yang diperoleh dari pemberikan perlakuan antara kelompok metode kerja kelompok dengan kelompok metode
7
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
PENDEKATAN BERMAIN PADA POKOK BAHASAN LEMPAR CAKRAM UNTUK KETUNTASAN HASIL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI
Munzir*)
Abstrak:Pendidikan jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang di disain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani pada materi sub-pokok bahasan lempar cakram pada kelas IV MIN Miruk Aceh Besar menunjukkan belum tuntasnya pembelajaran. Tujuan penelitian iniuntuk mengetahui ketuntasan hasil pembelajaran pendidikan jasmani pada sub-pokok bahasan lempar cakram dengan pendekatan bermain pada siswa kelas IV dengan jumlah 18 orang siswa. Adapun metode penelitian yang digunakan penelitian tindakan kelas. Sedangkan instrumen penelitian yang digunakan format observasi. Data dianalisis dengan mentabulasi hasil pengamatan ke dalam tabel untuk mengetahui ketuntasan hasil pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan pendekatan bermain pada sub-pokok bahasan lempar cakram dapat menuntaskan hasil pembelajaran pendidikan jasmani pada kelas IV MIN Miruk Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar. Kata Kunci : Pendekatan, Bermain, Lempar Cakram, Ketuntasan Belajar. bermain anak dapat mengaktualisasi dan mempersiapkan diri untuk menjadi dewasa. Seperti halnya atletik adalah nuansa permainan menyediakan pengalaman gerak yang kaya yang membangkitkan motivasi pada siswa untuk berpartisipasi. Menurut Lutan dalam Samsuddin (2008:32) bahwa: “Modifikasi dalam mata pelajaran pendidikan jasmani diperlukan, dengan tujuan agar: (1) siswa memperoleh kepuasan dalam mengikuti pelajaran, (2) meningkatkan kemungkinan keberhasilan dalam berpartisipasi, (3) siswa dapat melakukan pola gerak yang benar”. Pendekatan bermain adalah salah satu bentuk dari pembelajaran pendidikan jasmani yang dapat diberikan di segala jenjang pendidikan. Hanya saja, porsi dan bentuk pendekatan bermain yang akan diberikan, harus disesuaikan dengan aspek yang ada dalam kurikulum. Selain itu harus dipertimbangkan juga faktor usia, perkembangan fisik, dan jenjang pendidikan yang sedang dijalani oleh mereka.Berdasarkan pendapat dari ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, pendekatan bermain merupakan bentuk pembelajaran yang dikonsep dalam bentuk permainan. Dalam pelaksanaan pembelajaran bermain menerapkan suatu teknik cabang olahraga ke dalam bentuk permainan. Melalui permainan, diharapkan akan meningkatkan motifasi dan minat siswa untuk belajar menjadi lebih tinggi, sehingga akan diperoleh hasil belajar yang optimal.Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: “Pendekatan Bermain Pada Sub-Pokok Bahasan Lempar Cakram Untuk Ketuntasan Hasil Pembelajaran Pendidikan Jasmani”.
Pendahuluan Pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani dan direncanakan secara sistematik bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neuromuskular, perseptual, kognitif, sosial dan emosional. Dua diantara tujuan-tujuan Pendidikan jasmani menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) 2006 adalah: (1) Mengembangkan ketrampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup melalui berbagai aktivitas jasmani, (2) Mengembangkan kemampuan gerak dan ketrampilan berbagai macam permainan dan olahraga. Salah satu penekanan pada standar isi Pendidikan jasmani yang terangkum dalam BSNP 2006 di Sekolah Dasar (SD) adalah kemampuan gerak dasar peserta didik seperti: (1)Lokomotor (berjalan, berlari, melompat, dan lain-lain), (2) Non-lokomotor (memutar, meliuk, membungkuk, menengadah, dan lain-lain), (3) Manipulatif (melempar, menangkap, menggulirkan, dan lain-lain). Amir (2006:47) mengemukakan bahwa: “Pembelajaran pendidikan jasmani perlu diusahakan agar anak merasa senang, hal ini dapat tercapai apabila semua yang ada kaitannya dengan proses belajar mengajar pendidikan jasmani harus sesuai dengan tingkat usia, perkembangan dan kemampuan, karena anak harus dipandang sebagai pribadi yang utuh perlu dilakukan modifikasi dalam bentuk permainan.Siswa dan bermain merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bermain bagi siswa merupakan kebutuhan hidup seperti halnya kebutuhan akan makan, minum, tidur, dan sebagainya. Melalui 8
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
Adapun ruang lingkup pendidikan jasmani menurut E-Learning Pendidikan Olahraga Universitas Negeri Padang (2009) sebagai berikut: 1) Permainan dan olahraga Permainan dan olahraga terdiri dari berbagai jenis permainan dan olahraga baik terstruktur maupun tidak yang dilakukan secara perorangan maupun beregu. Dalam aktivitas ini termasuk juga pengembangan aspek pengetahuan yang relevan dan sistem nilai kerja sama, sportivitas, jujur, berfikir kritis. Permainan dan olahraga meliputi: olahraga tradisional, permainan. eksplorasi gerak, keterampilan lokomotor non-lokomotor, dan manipulatif, atletik, kasti, rounders, kippers, sepak bola, bola basket, bola voli, tenis meja, tenis lapangan, bulu tangkis, dan beladiri, serta aktivitas lainnya. 2) Aktivitas pengembangan Aktivitas pengembangan berisi tentang kegiatan yang berfungsi untuk membentuk postur tubuh yang ideal dan pengembangan komponen kebugaran jasmani, pengembangan aspek pengetahuan yang relevan serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Aktivitas pengembangan meliputi: mekanika sikap tubuh, komponen kebugaran jasmani, dan bentuk postur tubuh serta aktivitas lainnya. 3) Aktivitas senam Aktivitas senam berisi tentang kegiatan yang berhubungan ketangkasan seperti ketangkasan sederhana, ketangkasan tanpa alat, ketangkasan dengan alat, dan senam lantai, serta aktivitas lainnya yang bertujuan untuk melatih keberanian, kapasitas diri, dan pengembangan aspek pengetahuan yang relevan serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. 4) Aktivitas ritmik Aktivitas ritmik berisi tentang hubungan gerak dengan irama dan juga pengembangan aspek pengetahuan yang relevan serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dalam proses pembelajaran aktivitas ritmik lebih menfokuskan pada kesesuaian atau keterpaduan antara gerak dan irama. Adapun pembelajaran pada materi aktivitas ritmik meliputi: gerak bebas, senam pagi, SKJ, dan senam aerobic serta aktivitas lainnya. 5) Akuatik (aktivitas air). Aktivitas air berisi tentang kegiatan di air, meliputi: permainan di air, keselamatan air, keterampilan bergerak di air, dan renang serta aktivitas lainnya yang bertujuan pengembangan aspek pengetahuan yang relevan serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. 6) Pendidikan luar kelas (outdoor education). Aktivitas luar sekolah berisi tentang kegiatan di luar sekolah dan di alam bebas lainnya yang bertujuan pengembangan aspek pengetahuan yang relevan
Kajian Teoritis Syarifuddin (1997:27) mengemukakan bahwa: “pendidikan jasmani adalah proses interaksi antara siswa dengan lingkungan yang dikelola melalui aktivitas jasmani dalam upaya menuju pembentukan manusia Indonesia seutuhnya”.Menurut Depdikbud (1994) bahwa: “Pendidikan jasmani adalah mata pelajaran yang merupakan bagian pendidikan keseluruhan yang dalam proses pembelajarannya mengutamakan aktivitas jasmani dan kebiasaan hidup sehat menuju pada pertumbuhan dan pengembangan jasmani, mental, sosial dan emosional yang selaras, serasi dan seimbang”.Kemudian Ibrahim (2003:1) mengemukakan bahwa: “ Pendidikan jasmani merupakan upaya pendidikan terhadap siswa agar mereka dapat belajar bergerak dan belajar melalui gerak, serta kepribadian yang tangguh, sehat jasmani dan rohani.Sedangkan Suherman (2001:6) mengemukakan bahwa: “ Pendidikan Jasmani adalah pendidikan yang mengaktualisasi potensi-potensi aktivitas manusia berupa sikap, tindak, dan karya yang diberi bentuk, isi, dan arah menuju kebulatan pribadi sesuai dengan cita-cita kemanusiaan”. Amir (2005:5) mengemukakan bahwa: “ Pendidikan jasmani merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diselenggarakan di sekolah, yaitu sebagai mata pelajaran pokok yang harus di ikuti oleh seluruh siswa. Mata pelajaran ini mempunyai kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya, yang menggunakan aktivitas fisik sebagai sarana/media dalam mendidik siswa”. Dalam undang-undang Nomor 20 Tahun 1950 kemudian menjadi undang-undang Nomor 12 1954 memberikan landasan kuat untuk pendidikan jasmani di sekolah. Dalam BAB IV pasal 9 tercantum, “ Pendidikan jasmani yang menuju kepada keseluruhan antara tumbuhnya badan dengan perkembangan jiwa untuk membuat bangsa yang sehat, kuat lahir batin dan diberikan pada semua jenis pendidikan. Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas dapat diambil kesimpulan pengertian pendidikan jasmani adalah bagian integral dari pendidikan, merupakan usaha untuk membuat bangsa Indonesia sehat, kuat lahir batin. Pendidikan jasmani merupakan salah satu bagian yang penting dari proses pendidikan keseluruhan yang pola pencapaian tujuannya menggunakan aktivitas jasmani, sedangkan sasaran tujuannya meliputi aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor. Sedangkan proses pendidikan yang memanfaatkan aktifitas jasmani yang direncanakan secara sistematik bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, perseptual, kognitif dan emosional dalam rangka memajukan sistem pendidikan nasional.
9
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Adapun materi aktivitas luar kelas meliputi: piknik/karyawisata, pengenalan lingkungan, berkemah, menjelajah, dan mendaki gunung dan lain sebagainya. 7) Kesehatan sekolah. Kesehatan sekolah meliputi penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, khususnya yang terkait dengan perawatan tubuh agar tetap sehat, merawat lingkungan yang sehat, memilih makanan dan minuman yang sehat, mencegah dan merawat cidera, mengatur waktu istirahat yang tepat dan berperan aktif dalam kegiatan P3K dan UKS. Aspek kesehatan merupakan aspek tersendiri, dan secara implisit masuk ke dalam semua aspek. Pendekatan bermain merupakan bentuk pembelajaran yang mengaplikasikan teknik ke dalam suatu permainan. Tidak menutup kemungkinan teknik yang buruk atau rendah mengakibatkan permainan kurang menarik. Untuk itu seorang guru harus mampu mengatasinya. Lutan dan Suherman (2000: 35-36) menyatakan, manakala guru menyadari bahwa rendahnya kualitas permainan disebabkan oleh rendahnya kemampuan skill, maka guru mempunyai beberapa pilihan sebagai berikut: 1. Guru dapat terus melanjutkan aktivitas permainan untuk beberapa lama sehingga siswa menangkap gagasan umum permainan yang dilakukannya. 2. Guru dapat kembali pada tahapan belajar yang lebih rendah dan membiarkan siswa berlatih mengombinasikan keterampilan tanpa tekanan untuk menguasai strategi. 3. Guru dapat berubah keterampilan pada level yang lebih simpel dan lebih dikuasai sehingga siswa dapat konsentrasi belajar strategi bermain. Atletik adalah suatu cabang olahraga dimana didalamnya terdapat lari, lompat dan lempar. Cabang olahraga atletik merupakan olahraga yang tumbuh dan berkembang dengan kegiatan alami manusia, berlari, meloncat dan melempar adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sepanjang kehidupan manusia. Atletik adalah gabungan dari beberapa jenis olahraga yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi lari, lempar, dan lompat. Kata ini berasal dari bahasa Yunani "athlon" yang berarti "kontes". Atletik merupakan cabang olahraga yang diperlombakan pada olimpiade pertama pada 776 SM. (Husni; 1990:12). Lempar Cakram adalah salah satu nomor lomba dalam atletik yang menggunakan sebuah benda kayu yang berbentuk piring bersabuk besi, atau bahan lain yang bundar pipih yang dilemparkan. Olahraga Lempar Cakram adalah salah satu nomor perlombaan lempar yang utama dalam atletik. Dalam perlombaan Lempar Cakram, atlet berlomba melemparkan objek berbentuk cakram sejauh mungkin dengan mengikuti peraturan yang berlaku. Dalam perlombaan atletik resmi, diberi kesempatan melempar sebanyak tiga kali.
Kemudian dari sejumlah atlet babak awal, akan dipilih delapan atlet terbaik, yang akan diberi kesempatan tiga kali lagi. Lempar Cakram diperlombakan bagi laki-laki maupun perempuan. Lempar Cakram juga merupakan salah satu perlombaan atletik yang dapat menimbulkan bahaya dalam perlombaan atletik tingkat professional, para atlet mampu melemparkan Cakram dengan sangat jauh, tentu saja hal ini dapat menimbulkan akibat yang fatal jika Cakram mengenai seseorang. Untuk itu, diperlukan semacam pagar khusus di sekeliling lapangan Lempar Cakram. Pagar berupa jaring tersebut dipasang dengan tinggi 4 m. dari segi bentuk dan ukuran, sebenarnya lapangan Lempar Cakram sama persis dengan lapangan lempar martil. Dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani guru harus menggunakan aliran humanistik, yaitu memberikan tempat kepada siswa dan pendidikan di arahkan kepada pembinaan dan pembentukan manusia seutuhnya baik fisik, intelektual, social, emosional, sikap, perasaan dan nilai. Pembelajaran yang bersifat humanistik menuntut hubungan emosional yang baik antara guru dan siswa.
Prosedur Penelitian Dalam suatu penelitian selalu digunakan metode penelitian dengan tujuan agar penelitian tersebut dapat terarah, teratur dan mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan kondisi objek penelitian. Prosedur penelitian disebut juga metode penelitian. Menurut Arikunto (2006:136) bahwa: “Metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitian”. Jenis penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Dalam penelitian tindakan kelas peneliti dapat mencermati suatu objek dalam hal ini yaitu siswa, dengan pembelajaran yang menggunakan pendekatan bermain untuk ketuntasan belajar siswa. Melalui tindakan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu dalam bentuk rangkaian siklus kegiatan. Dengan demikian perkembangan dalam setiap kegiatan dapat terpantau. Menurut Ebbut dalam Wiriatmaja (2005:12) bahwa: “Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah sajian sistematika dari upaya perbaikan pelaksanaan praktik pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut. Sebelum melakukan pelaksanaan tindakan, terlebih dahulu guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berdasarkan studi awal di MIN Miruk Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar peneliti melakukan observasi untuk mengetahui sejauh mana keefektifan pembelajaran pendidikan jasmani dengan menggunakan pendekatan bermain pada sub10
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
pokok bahasan lempar cakram. Dalam pelaksanaan tindakan (action) yang merupakan implementasi dari pada isi rancangan yaitu menggunakan tindakan kelas dengan pendekatan bermain.Dalam pengumpulan data menggunakan lembar format observasi dengan melakukan pengamatan langsung oleh observer sebanyak 3 orang dalam proses pelaksanaan penelitian tindakan pada siswa kelas IV di MIN Miruk Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar. Setelah data terkumpul, maka penulis menganalisis data tersebut sesuai dengan materi yang telah diberikan sehingga dapat mengetahui tingkat ketuntassan belajar siswa. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik analisis diskriptif. Teknik ini digunakan untuk mengolah data yang bersifat kualitatif, baik yang berhubungan dengan keberhasilan proses maupun hasil pembelajaran. Adapun data yang bersifat kuantitatif dianalisis dengan teknik deskriptif kuantitatif sederhana. Analisis data dilakukan pada saat proses pengumpulan data sedang berlangsung dan pada saat data telah terkumpul seluruhnya. Bersamaan pengumpulan data, dilakukan pula analisis data yang didapatkan. Proses ini dilakukan dengan maksud mempertajam fokus atau pokok persoalan. Analisis data dilakukan sejak awal kegiatan dalam proses pembelajaran berlangsung. Dalam menganalisa data peneliti membandingkan hasil belajar sebelum tindakan dengan hasil siswa setelah tindakan. Data-data perlu dianalisis agar mempunyai makna guna pemecahan masalah.
pembelajaran lempar cakram dengan pendekatan modifikasi media masih baru bagi murid. Namun demikian tujuan tercapainya ketuntasan belajar pada siklus pertama ini belum selesai. Dari hasil rekapitulasi para observer terdapat beberapa kelemahan yang belum dikuasai oleh murid. Tinjauan terdiri dan beberapa aspek yang menjadi penilaian inti observer. persentase yang paling tinggi tingkat ketuntasannya adalah Aktif yaitu 51%, sedangkan persentase ketuntasan yang paling rendah adalah gerak dasar Lempar Cakram dengan persentase yaitu 31%. Selanjutnya aspek sosial 45% kemudian aspek mental/emosional masing-masing terdiri dari 46% yang tuntas, aspek Gembira tuntas sebanyak 50% bugar tuntas 49% serta aspek kreatif/intelektual mencapai tingkat ketuntasan sebanyak 47%. Secara keseluruhan aspek yang diamati semuanya belum tuntas, aspek yang tidak tuntas terdiri dari tujuh aspek yaitu bugar, aktif, kreatif/intelektual, gerak dasar lempar cakram, sosial, gembira dan emosional/mental. Ketidaktuntasan pembelajaran pada pelaksanaan pembelajaran siklus pertama ini ditinjau dari kekurangan yang dapat dilihat dari aspek fisik dan kreativitas murid. Murid masih belum mengerti dan memahami pembelajaran Lempar Cakram ini. Murid masih bingung bagaimana cara melakukan Lempar Cakram dengan menggunakan Piring Plastik dengan ragam permainan yang masih baru bagi murid tersebut. Belum muncul kreativitas murid tersebut dalam berolahraga dengan Lempar Cakram yang diajarkan melalui pendekatan pembelajaran yang telah dimodifikasi. Dari pengamatan 3 (tiga) orang observer serta tingkat ketuntasan yang belum dapat diketahui dan diukur sepenuhnya, maka dari hasil diskusi dengan observer siklus pertama harus dilanjutkan pada siklus ke dua. Perbaikan yang dilakukan adalah RPP siklus kedua dengan penekanan pada materi yang diberikan dalam bentuk Lempar Cakram secara berkelompok dan diarahkan kepada murid-murid melalui pendekatan individu dan kelompok yang belum mencapai ketuntasan. Selanjutnya, penyesuaian bahasa yang lebih sederhana dalam menjelaskan arahan pembelajaran kepada murid. Guru bersama para observer lebih menekankan perbaikan kepada strategi pembelajaran, di mana pembentukan suasana pembelajaran yang lebih fleksibel. Penekanan kepada strategi ini disesuaikan lagi dengan aturan pada Lempar Cakram yang telah direncanakan dalam RPP. Beberapa perubahan serta penekanan yang lebih dalam meningkatkan aspek yang dianggap belum tuntas diulang secara sistematis, yaitu tentang teknik-teknik dasar Lempar Cakram kreativitas murid, sosial murid serta Lempar Cakram yang menjadi pedoman pengembangan pembelajaran dalam RPP pada siklus kedua.
Hasil dan Pembahasan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan berdasarkan siklus yang telah direncanakan sebelumnya. Namun demikian, jumlah siklus tidak dapat ditentukan apabila ketuntasan belajar murid mencapai standar minimal yang telah ditetapkan. Setiap pelaksanaan siklus pembelajaran yang telah dilakukan, maka guru bersama observer melakukan refleksi untuk mengetahui kekurangan serta hasil pengamatan observer untuk merencanakan siklus selanjutnya. Siklus yang dilaksanakan dalam penelitian ini terdiri dari dua siklus. Hal ini dikarenakan pada siklus kedua tingkat ketuntasan belajar sudah meningkat dari siklus sebelumnya sehingga tidak dilanjutkan pada siklus selanjutnya. Adapun refleksi hasil per siklus diuraikan di bawah ini. Siklus I Pelaksanaan pembelajaran pada siklus pertama menunjukkan beberapa perubahan pada diri murid, ini ditandai dengan adanya suasana baru yang dialami murid ketika dalam pembelajaran dengan adanya permainan. Hal seperti ini menunjukkan bahwa 11
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
Miruk Kabupaten Aceh Besar adalah sebanyak 47,12%. Berdasarkan pendapat di atas diketahui bahwa pembelajaran siklus pertama belum menunjukkan adanya indikator ketuntasan belajar yang merujuk kepada tujuan pembelajaran jasmani yang sebenarnya. Dengan demikian perencanaan pada siklus kedua lebih dimatangkan dengan memberikan pengarahan serta motivasi belajar kepada murid. Dengan melakukan pengarahan sederhana untuk tingkat sekolah dasar maka materi pembelajaran ini dapat dengan mudah dipahami murid. Hal ini menjadi tantangan bagi guru yang melaksanakan pembelajaran di sekolah melalui modifikasi beberapa peraturan, peralatan, dan tempat yang tersedia di lapangan. Pada dasarnya pendekatan bermain dapat dilakukan dengan alasan yang tepat dan tujuan yang benar. Mengingat pembelajaran ini merupakan bagian dari kurikulum nasional dimana menuntut guru untuk berkreativitas yang salah satunya adalah pendekatan bermain pembelajaran. seperti yang jelaskan Lutan dalam Samsuddin (1988: 32) Bahwa: pendekatan bermain dalam mata pelajaran pendidikan jasmani diperlukan, dengan tujuan agar: a. Murid memperoleh kepuasan dalam mengikuti pelajaran. b. Meningkatkan kemungkinan keberhasilan dalam berpartisipasi c. Murid dapat melakukan pola gerak yang benar. Pendapat di atas sesuai dengan apa yang telah dilaksanakan pada siklus kedua. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan yang drastis ketujuh aspek yang menjadi pedoman penilaian observer. Peningkatan yang signifikan ini memiliki selisih yang bervariasi seperti yang terdapat pada tabel 4.3. di atas. Beberapa hasil pengamatan meningkatnya ketuntasan belajar pada siklus kedua adalah: a. Murid telah memahami aturan Lempar Cakram b. Murid termotivasi dengan perlombaan Lempar Cakram c. Murid bergembira dalam bersosial dengan temantemannya d. Minat murid meningkat dengan adanya kebersamaan Subjek dalam penelitian ini adalah murid dan tujuannya tidak untuk memenangkan perlombaan sehingga modifikasi ini bertujuan mencapai aspek kebugaran, aktif, kreatif, sosial, gembira, emosional dan intelektual murid dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Hasil penelitian di atas, rata-rata persentase belajar tuntas pada siklus kedua adalah 47,12%. Dan persentase ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pendidikan jasmani ini telah tuntas, dikarenakan terdapat peningkatan dari siklus sebelumnya serta sudah mencapai kriteria ketuntasan 100%. Dari
Siklus II Dari pelaksanaan pembelajaran siklus pertama. Semua aspek mengalami peningkatan yang cukup tinggi, aspek ini dimulai dari sosial 100% sampai dengan aspek kebugaran yaitu 100%, aktif, kreatif/intelektual, gembira 100%, gerak dasar lempar cakram 91% dan emosional mengalami peningkatan ketuntasan sampai dengan 100%. Hasil ini menunjukkan tingkat yang maksimal dari ketiga observer, tidak ada perbedaan yang signifikan dari observer tentang penilaian yang diberikan. Perbedaan para observer memiliki selisih yang berjumlah satu orang, dan kadang-kadang mempunyai penilaian yang sama dari observer tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus pertama yang telah dilakukan serta perencanaan yang telah mengalami beberapa perubahan, maka tahap tindakan untuk siklus kedua dapat dilaksanakan. Pada siklus kedua ini perubahan terjadi dengan baik, hal ini disebabkan karena pengulangan dan pengarahan pada siklus pertama murid-murid sudah menunjukkan pemahaman terhadap peraturan Lempar Cakram dan mereka lebih dapat berekspresi melakukan Lempar Cakram dengan modifikasi piring atom yang mereka lakukan. Murid sudah mulai terarah dan paham tentang model pembelajaran akumulasi Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan tentang Lempar Cakram. Suasana sudah mulai berubah, murid sudah tahu cara membagi kelompok atau regu masingmasing. Murid kelas IV MIN Miruk Kabupaten Aceh Besar sudah mulai mengajukan pertanyaan ide maupun pendapat walaupun belum terarah. Ketuntasan Belajar Tujuan akhir dari penelitian ini adalah ketuntasan belajar Pendidikan Jasmani di kelas IV MIN Miruk kabupaten Aceh Besar dengan pokok bahasan Lempar Cakram. Beberapa aspek yang diamati berdasarkan pedoman lembaran observasi yang dipegang oleh observer direkapitulasi untuk mengetahui kecenderungan ketuntasan pembelajaran. Rekapitulasi data pada siklus pertama dan kedua diolah melalui perhitungan dan dikelompokkan. Setelah pengolahan tersebut jumlah keseluruhan dijadikan dalam bentuk persentase serta rata-ratanya. Dengan demikian kecenderungan data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat diketahui hasilnya. Adapun rekapitulasi ketuntasan belajar pada pelaksanaan siklus pertama dan kedua telah diuraikan pada tabel 4.1 dan 4.2. di atas. Tingkat ketuntasan yang dilaksanakan pada kedua siklus pembelajaran memiliki selisih yang cukup signifikan. Hal ini dapat diketahui melalui pengurangan persentase ketuntasan siklus kedua dengan persentase ketuntasan pada siklus pertama.Berdasarkan kajian di atas dapat dijelaskan bahwa selisih rata-rata ketuntasan antara siklus I dan siklus II pada murid kelas IV MIN 12
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
penjelasan tersebut, tindakan pendekatan bermain pembelajaran Lempar Cakram telah memenuhi kriteria belajar tuntas, dimana murid telah menguasai materi pembelajaran yang ditinjau dari tujuh aspek, yaitu kebugaran, aktif, kreatif/intelektual, gerak dasar, sosial, gembira, dan emosional/mental. Jadi dengan pendekatan bermain pembelajaran dapat meningkatkan ketuntasan pembelajaran Lempar Cakram pada murid Kelas IV MIN Miruk Kabupaten Aceh Besar.
Dimyati
dan Mudjiono (2006)Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Ichan, (1999). Pendidikan Kesehatan dan Olahraga. Jakarta: Dirjen Dikti. Lutan, Rusli (1988) Belajar Keterampilan Motorik, Pengantar Teori dan Metode. Jakarta. Debdikbud. Mutohir, Toho Cholik (1992) Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Jasmani. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nazir, Moh (2009) Metode Penelitian. Bogor. Ghalia Indonesia. Suherman, Adang (2001) Menuju Perkembangan Menyeluruh. Jakarta: Depdiknas Suryosubroto (2002) Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. Slameto (1995) Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sagala, Syaiful (2003) Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Suherman, Adang (2001) Menuju Perkembangan Menyeluruh.Jakarta: Depdiknas. Uno. Hamzah(2011). Menjadi Peneliti PTK Yang Profesional. Jakarta: Bumi Aksara.
Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I, maka pembelajaran dengan pendekatan bermain pada sub-pokok bahasan Lempar Cakram secara klasikal di kategorikan tidak tuntas dengan nilai rata-rata 23,57 %, sedangkan untuk persentase ketuntasan hanya 45,5 % dari jumlah siswa yang proses pembelajarannya telah tuntas. 2. Sesuai dengan hasil penelitian pada siklus II, maka pembelajaran dengan pendekatan bermain pada sub-pokok bahasan Lempar Cakram di kategorikan tuntas dengan nilai rata-rata dari ketujuh aspek adalah 98,7, % sedangkan untuk persentase siswa yang tidak tuntas hanya 1,2 % yang proses pembelajarannya tidak tuntas. 3. Dari hasil pelaksanaan siklus pertama dan kedua diperoleh nilai rata-rata siklus I adalah 45,5% dan siklus II adalah 98,7%. Sehingga dapat diketahui adanya peningkatan antara siklus I dengan siklus ke II dengan selisih 47,12%. Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I dan siklus II memberikan arti bahwa adanya peningkatan.
Daftar Pustaka Amir, Nyak(2006)Pembelajaran Pendidikan Jasmani. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press. Arikunto, Suharsimi (2006) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka Cipta. Depdiknas (2002)Kegiatan Belajar Mengajar Depdiknas. Jakarta: Pustaka.
13
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
EVALUASI DAN TANGGAPAN STAKEHOLDER TERHADAP STRATA PENDIDIKAN GURU PENDIDIKANJASMANI
Jafaruddin*)
Abstrak: Keberhasilan kinerja strata pendidikan guru pendidikan jasmani di Kabupaten Pidie secara keseluruhan yang melibatkan stakeholder selama ini belum berjalan maksimal, sehingga harus melakukan sinergisasi dan membangun hubungan koordinasi di mana tugas masing-masing harus dipegang, ditaati dan dilaksanakan dengan tepat sesuai harapan bersama. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat strata pendidikan guru pendidikan jasmani di Kabupaten Pidie, tanggapan stakeholder terhadap guru pendidikan jasmani di Kabupaten Pidie serta kinerja dan proses pelaksanaan evaluasi terhadap guru pendidikan jasmani di Kabupaten Pidiedengan jumlah sampel 22 sekolah. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan jenis penelitian survei. Sedangkan instrumen penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data adalah menggunakan teknik dokumentasi dan wawancara (interview). Data dianalisis dengan mentabulasi hasil pengamatan ke dalam tabel dan grafik untuk mengetahui strata pendidikan guru pendidikan jasmani di Kabupaten Pidie. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa strata pendidikan guru pendidikan jasmani di Kabupaten Pidie masih bervariasi diantaranya berpendidikan Sarjana dan Magister. Tanggapan stakeholder terhadap kompetensi guru pendidikan jasmani di Kabupaten Pidie yaitu latar belakang pendidikan guru pendidikan jasmani dengan mata pelajaran yang diajarkan yaitu sudah sesuai dan relevan. Selain itu evaluasi terhadap guru pendidikan jasmani dilakukan oleh pengawas yang ditugaskan oleh dinas pendidikan untuk setiap rayon. Selain pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan, kepala sekolah yang memimpin di masing-masing sekolah juga turut serta dalam melakukan evaluasi terhadap kinerja guru pendidikan jasmani. Kata Kunci: Evaluasi, Tanggapan, Stakeholder, Strata Pendidikan, Guru.
hasil proses pembelajaran banyak ditentukan oleh guru. Disamping itu apabila peran guru kurang perhatian dan kurang memiliki pengetahuan khususnya yang berkenaan dengan ilmu mendidik dalam melaksanakan profesinya juga akan mengakibatkan mundurnya pendidikan anak di sekolah.Lahirnya sistem desentralisasi dan otonomi daerah telah memberi ruang kepeda stakeholder (pemangku kebijakan) sebagai tanggung jawab penuh dalam upaya menumbuh kembangkan strata pendidikan guru pendidikan jasmani di Kabupaten Pidie, peran utama stakeholder diharapkan mampu melakukan evaluasi keseluruhan melalui menciptakan berbagai kegiatan terkait dibidangnya. Kebijakan stakeholder yang telah memberikan motivasi kepada pihak terkait dalam rangka pengembangan suatu wilayah dalam menciptakan pendidikan jasmani yang berwawasan yang memiliki nilai tambah, stakeholder diharapkan saat ini harus mampu meningkatkan sumber daya para strata pendidikan guru pendidikan jasmani sebagai substansi pendidikan secara menyeluruh yang nantinya dapat meningkatkan kualitas fisik, karakter, etika, disiplin, dan kepribadian dibidang pendidikan jasmani di Kabupaten Pidie. Stakeholder merupakan suatu bagian kunci yang memiliki peran penting sebagai pemangku dalam
Pendahuluan Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia disebabkan dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya. Perubahan ini menuntut perlunya perbaikan sistem pendidikan nasional termasuk penyempurnaan kurikulum untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. Dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU RI No. 20 Th. 2003 Bab II. Pasal 3 (2003:7) disebutkan bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan guru merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya mutu pendidikan. Guru merupakan salah satu komponen penting yang turut menentukan mutu pendidikan. Tinggi rendahnya mutu 14
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
penerapan sebagai upaya menumbuh kembangakan pendidikan jasmani di berbagai tingkatan, yang menjadi permasalahan di Kabupaten Pidie secara khusus pada saat ini belum mampu menunjukan prestasi yang memuaskan dalam partisipasi di bidang olahraga secara menyeluruh. Pendidikan keguruan yang pada dasarnya melahirkan tenaga pendidik dengan harapan mampu melaksanakan tugas dan fungsinya yang lebih bermutu sehingga mampu melahirkan pendidikan jasmani yang bermutu dan berprestasi begitu juga dengan pelaku olahraga diharapkan mampu mengemban tugaskan dalam melaksanakan dan pengolaan bidang olahraga yang lebih berkompeten dimana pelaku olahraga merupakan landasan yang menjadikan maju dan berkembangnya olahraga di suatu daerah. Keberhasilan kinerja strata pendidikan guru pendidikan jasmani di Kabupaten Pidie secara keseluruhan yang melibatkan stakeholder selama ini belum berjalan maksimal, sehingga harus melakukan sinergisasi dan membangun hubungan koordinasi dimana tugas masing-masing harus dipegang, ditaati dan dilaksanakan dengan tepat sesuai harapan bersama.Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Evaluasi dan Tanggapan Stakeholder Terhadap Strata Pendidikan Guru Pendidikan Jasmani Kabupaten Pidie”.
dasar tertentu sebagimana dikemukakan Freeman (1984), yaitu dari segi kekuatan dan kepentingan relatif stakeholder terhadap issu, Grimble and Wellard (1996), dari segi posisi penting dan pengaruh yang dimiliki mereka. 3. Stakeholder adalah kelembagaan yang dianjurkan dibentuk untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam memajukan pendidikan, dan komite sekolah. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa stakeholder adalah pemangku kebijakan dalam suatu daerah atau wilayah, dan memimiliki atoritas dalam melaksanakan pantauan dan evaluasi dalam suatu kegiatan publik yang di laksanakan oleh institusi terkait. ProfesionalismeKepalaSekolah Kepala sekolah merupakan jabatan yang mengandung konsekuensi tanggung jawab dalam lingkungan keberadaan suatu sekolah. Seseorang akan menjadi kepala sekolah ada dua cara, yaitu pertama melalui pendidikan formal calon kepala sekolah, dan yang kedua karena menduduki pangkat dan golongan tertentu serta mampu sehingga diangkat menjadi kepala sekolah. Menurut Harbison & Myers (dalam Danim,2002:27) bahwa: “Ada empat jalur pengembangan SDM, yaitu: Pertama, jalur pendidikan formal menurut jenjang dan jenisnya. Kedua, pelatihan dalam jabatan pelatihan informal yang dilembagakan. Ketiga, jalur pengembangan diri (selfdevelopment) untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan kapasitas kerja yang lebih besar. Keempat, melalui peningkatan mutu kesehatan populasi, seperti program layanan medis, layanan kesehatan publik,perbaikan nutrisi,dan sebagainya”. Sampai dengan saat ini di Indonesia belum mengacu salah satu pendekatan yang di atas. Lagi pula belum dilakukannya pengangkatan kepala sekolah yang secara khusus menekankan adanya pengakuan atas suatu profesi oleh Negara dengan menempuh langkah-langkah sistematis seperti registrasi, sertifikasi,dan lisensi.
KajianTeoritis Pengertian Stakeholder Stakeholder merupakan peran kunci yang menjadi perencana dan pengambil keputusan, peran aktif dalam melakukan kerjasama dengan pelaku olahraga sangat penting untuk mencapai tujuan yaitu meningkatkan mutu strata pendidikan guru pendidikan jasmani dan bagi pelaku olahraga sendiri, dari uraian tersebut maka stakeholder harus memaksimalkan fungsinya, merustrukturisasi kembali, menyusun rencana strategi serta menyusun dan mempertegas job description sehinga setiap pengambil kebijakan tidak tumpang tindih dan bersifat tarik ulur atas dasar kepentingan para individu dari stakeholder itu sendiri, dan menumbuhkan semangat motivasi khususnya dalam proses evaluasi. Dalam buku Peace, Ramizes mengidentifikasi berbagai pendapat mengenai stakeholder ini. Beberapa definisi yang penting dikemukakan seperti: 1. Freeman (1984) yang mendefenisikan stakeholder sebagai kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu. 2. Biset (1998) secara singkat mendefenisikan stekeholder merupakan orang dengan suatu kepentingan atau perhatian pada permasalahan. Stakeholder ini sering diidentifikasi dengan suatu
Kepala Sekolah dan Inovasi Administrasi Pendidikan Kepala sekolah adalah guru yang mendapatkan tugas tambahan sebagai kepala sekolah. Untuk melaksanakan tugas kepala sekolah agar penyelenggaraan pendidikan di sekolah dapat berjalan dengan lancar dan maju, maka harus dilakukanoleh kepala sekolah yang profesional dan berjiwainovatif, karena tugas kepala sekolah sangat kompleks. Kepala sekolah juga orang yang paling bertanggungjawab terhadap keberhasilan dan kegagalan sekolah yang dipimpinnya. Menurut Coombs (Danim,2002:45) 15
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
berpendapat bahwa: “Revolusi dalam pendidikan harus diawali dengan revolusi dalam bidang administrasi pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa lembagapendidikan harus dikelola secara administrasi yang inovatif. Sekolah yang dikelola dengan administrasi pendidikan secara inovatif akan mampu menampung dinamika perkembangan yang terjadi diluar system pendidikan, khususnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan masyarakat.
Pengertian Pendidikan Jasmani Pendidikan Jasmani adalah pendidikan yang mengaktualisasi potensi-potensi aktivitas manusia berupa sikap, tindak, dan karya yang diberi bentuk, isi, dan arah menuju kebulatan pribadi sesuai dengan citacita kemanusiaan (Suherman, 2001:6). Istilah pendidikan jasmani (Physical Education) berasal dari Amerika Serikat dan Indonesia meminjam istilah itu untuk menyebutkan suatu kegiatan yang bersifat mendidik dengan memanfaatkan kegiatan jasmani (Lutan, 2001:6). Istilah Physical Education pada umumnya dipergunakan oleh- Negara-negara yang berbahasa Inggris. Mengenai hal tersebut belum tercapai suatu pengertian yang universal.
Kompetensi Guru Guru yang profesional adalah guru yang memiliki seperangkat kompetensi yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Berdasarkan UndangUndang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Bab IV Pasal 10 ayat 91) disebutkan bahwa: “Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”. Kompetensi guru di Indonesia juga telah dikembangkan oleh Proyek Pembinaan Pendidikan Guru (P3G) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ada sepuluh kompetensi guru menurut P3G, yakni: 1. Menguasai bahan. 2. Mengelola program belajar-mengajar 3. Mengelola kelas 4. Menggunakan media/sumber belajar 5. Menguasai landasan pendidikan 6. Mengelola interaksi belajar-mengajar 7. Menilai prestasi belajar 8. Mengenal fungsi dan layanan bimbingan penyuluhan 9. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah 10. Memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna keperluan pengajaran, (Saud, 2009:50). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa guru yang profesional adalah guru yang memiliki seperangkat kompetensi yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Macam-macam kompetensi guru yang telah dikembangkan oleh Proyek Pembinaan Pendidikan Guru (P3G) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mencakup sepuluh aspek. Aspek terpenting dari kompetensi guru yaitu kompetensi yang berkaitan dengan tugas profesionalnya sebagai seorang guru seperti menguasai bahan, mengelola program belajar-mengajar, mengelola kelas, dan menggunakan media/sumber belajar, mengelola interaksi belajar-mengajar. Selain faktor interaksi dengan peserta didik, kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru juga mencakup aspek penyelenggaraan administrasi sekolah.
Tujuan Pendidikan Jasmani Syarifuddin (1993:4) menyatakan bahwa: Tujuan umum pendidikan jasmani di sekolah dasar adalah memacu kepada pertumbuhan dan perkembangan jasmani, mental, emosional dan sosial yang selaras dalam upaya membentuk dan mengembangkan kemampuan gerak dasar, menanamkan nilai, sikap dan membiasakan hidup sehat. 1) Memacu perkembangan dan aktifitas sistem: peredaran darah, pencernaan, pernapasan, dan persyarafan. 2) Memacu pertumbuhan jasmani seperti bertambahnya tinggi, dan berat badan. 3) Menanamkan nilai-nilai disiplin, kerja sama, sportivitas, tenggang rasa. 4) Meningkatkan ketrampilan melakukan kegiatan aktivitas jasmani dan memiliki sikap yang positif terhadap pentingnya melakukan aktivitas jasmani. 5) Meningkatkan kesegaran jasmani. 6) Meningkatkan pengetahuan pendidikan jasmani. 7) Menanamkan kegemaran untuk melakukan aktivitas jasmani. 8) Kemudian Amir (2006:8) mengemukakan tujuan pendidikan jasmani di sekolah yaitu: 1) Membantu siswa untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan rohani serta kesehatan melalui pengenalan dan penanaman sikap positif serta kemampuan gerak dasar berbagai aktivitas fisik. 2) Untuk tercapai pertumbuhan dan perkembangan jasmani, sikap dan prilaku disiplin, kejujuran, kerjasama, menyenangi aktivitas jasmani, tersalurnya hasrat bergerak dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani. Prosedur Penelitian Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian evaluasi. Menurut Arikunto (2006:132) bahwa: “Penelitian 16
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
kualitatif adalah suatu penelitian yang menghasilkan data deskriptif”. Pendekatan kualitatif pada hakekatnya adalah mengamati secara langsung objek penelitian. Penelitian kualitatif tidak bertujuan untuk menguji atau membuktikan kebenaran suatu teori. Tetapi teori yang ada dikembangkan dengan menggunakan data-data yang dikumpulkan.Populasi penelitian ini adalah seluruh kepala SMA Negeri yang Kabupaten Pidie dan kepala dinas pendidikan Kabupaten Pidie,sedangkan sampel adalah sebagai bagian yang mewakili populasi yang diambil untuk diteliti (Arikunto, 2006:131). Mengingat jumlah populasi sangat terbatas, maka keseluruhan populasi dijadikan sampel yaitu 22 orang kepala sekolah dan 1 orang kepala dinas pendidikan Kabupaten Pidie. Penelitian ini menggunakan instrument wawancara (interview) dan dokumentasi.Dalam proses pengumpulan data. dilaksanakan di Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie dan SMA Negeri Kabupaten Pidie sebanyak 22 sekolah, sedangkan yang menjadi sumber data adalah Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Sekolah. Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 22 Februari sampai dengan 09 April 2013.
disesuaikan dengan kondisi fisik siswa, dalam proses belajar mengajar guru menggunakan tata bahasa yang baik. Penggunaan dan kedisiplinan guru serta profesionalitas dalam memprioritaskan antara kewajiban yaitu dengan keperluan lainnya sudah baik. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 15 Januari sampai dengan 05 Februari 2013di Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie dan SMA Negeri Kabupaten Pidie dapat diketahui bahwa tingkat strata pendidikan guru pendidikan jasmani di Kabupaten Pidie secara umum yaitu pada jenjang Strata 1 (S-1). Untuk seluruh guru pendidikan jasmani yang menjadi subjek penelitian di SMA Negeri Kabupaten Pidie terdapat 3 sekolah yang memiliki guru pendidikan jasmani dengan Strata 2 (S2) yaitu SMA Negeri 2 Sigli, SMA Negeri 1 Indrajaya, dan SMA Negeri 1 Mutiara. Sedangkan SMAN lainnya memiliki guru dengan kualifikasi Srata 1. Dari 22 sekolah penelitian, dapat diketahui bahwa strata pendidikan guru pendidikan jasmani di Kabupaten Pidie masih bervariasi diantaranya berpendidikan Sarjana dan Magister. Data persentase strata pendidikan dapat dilihat pada hasil penelitian di atas bahwa jumlah guru yang berpendidikan Diploma adalah sebanyak 0 orang atau 0%, guru yang berpendidikan Sarjana adalah sebanyak 56 orang atau 94,92% dan guru yang berpendidikan Magister adalah sebanyak 3 orang atau 5,08%. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Kepala Dinas Kabupaten Pidie dapat diketahui bahwa dalam peningkatan strata pendidikan, Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie sangat mendukung terutama yang S-1 sampai S-2. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah SMA Negeri di Kabupaten Pidie diketahui bahwa strata pendidikan guru pendidikan jasmani diantaranya S-1. Selanjutnya latar belakang pendidikan guru sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, penampilan guru sesuai dengan kondisi materi pelajaran yang diajarkan serta dalam menjalankan tugas bisa menyesuaikan jadwal mengajar dengan keperluan lainnya. Selain itu, mengutip dari hasil wawancara Kepala Sekolah di SMA Negeri 1 Kembang Tanjong memberikan tanggapan tentang latar belakang pendidikan guru pendidikan jasmani dengan mata pelajaran yang diajarkan yaitu sudah sesuai dan relevan. Strategi gerakan dalam pembelajaran disesuaikan dengan kondisi fisik siswa, dalam proses belajar mengajar guru menggunakan tata bahasa yang baik. Berdasarkan kutipan wawancara dengan stakeholder dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru pendidikan jasmani di Kabupaten Pidie secara umum sudah sesuai dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki walaupun terdapat beberapa guru yang
Hasildan Pembahasan Penelitian Berdasarkan hasil observasi tentang strata pendidikan guru pendidikan jasmani Kabupaten Pidie, maka dapat diketahui bahwa strata pendidikan guru pendidikan jasmani Kabupaten Pidie masih bervariasi pendidikan Sarjana dan Magister. Dari hasil petikan wawancara dengan kepala dinas pendidikan dapat disimpulkan bahwa strata pendidikan guru pendidikan jasmani Kabupaten Pidie diantaranya S-1 dan S-2, setiap saat dinas pendidikan selalu melakukan peninjauan dan pengawasaan melalui pengawas yang bertugas pada setiap rayon. Dalam peningkatan strata pendidikan dinas pendidikan Kabupaten Pidie sangat mendukung terutama yang S1 sampai S-2.Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah SMAN 1 Delima dapat simpulkan bahwa semua guru pendidikan jasmanikes berstrata pendidikan sarjana, latar belakang pendidikan juga sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, dalam merancang metode pembelajaran guru pendidikan jasmani lebih tepat dan sesuai dengan ketentuan sekolah serta dalam proses belajar mengajar guru pendidikan jasmani dapat menciptakan suasana yang kondusif terhadap anak didik. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah SMAN 1 Peukan Pidie dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan guru pendidikan jasmani di SMAN 1 Peukan Pidie adalah sarjana, latar belakang pendidikan dengan mata pelajaran sesuai dan relevan. Strategi gerakan dalam pembelajaran 17
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
masih belum memiliki kompetensi yang maksimal. Selain itu, penggunaan dan dan kedisiplinan guru perlu ditingkatkan mengingat masih ada yang belum maksimal terutama pada jam 1 dan jam ke. Berdasarkan hasil penelitian di SMA Negeri se-Kabupaten Pidie dapat diketahui bahwa kinerja dan proses pelaksanaan evaluasi guru pendidikan jasmani yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie sudah sangat baik. Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie melaksanakan pengawasan terhadap persiapan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, seperti membuat administrasi pembelajaran dan media pembelajaran.
Daftar Pustaka Amir, dkk(2005)Pembelajaran Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar Praktek dan Didaktik. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press. Arikunto, Suharsimi (2003)Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka Cipta. Danim, Sudarwan (2002)Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Remaja Rosdakarya. Departemen Pendidikan Nasional (2004)Kurikulum Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Depdiknas: http//;www.google.co.id. Djamarah, Syaiful (2000) Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta. Ibrahim, Rusli (2000)Peranan dan Tanggung Jawab Guru. http//;www.google.co.id. Lutan, Rusli (2001) Strategi Pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Dirjen Dikdasmen. Hamalik, Oemar (2001) Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Mulyasa, E (2005) Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya. Saud, Udin (2009) Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat simpulkan: 1. Tingkat strata pendidikan guru pendidikan jasmani di Kabupaten Pidie secara umum yaitu pada jenjang strata 1 dan strata 2 yakni 4 strata 2 dan 56 strata. 2. Tanggapan stakeholder terhadap guru pendidikan jasmani Kabupaten Pidie sudah cukup baik dalam menjalankan kinerjanya.
18
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
HUBUNGAN KONSENTRASI KEKUATAN OTOT LENGAN DAN KESEIMBANGAN TANGAN DENGAN KETEPATAN MEMANAH
Milham*)
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi, kekuatan otot lengan dan keseimbangan tangan dengan ketepatan memanah dikalangan mahasiswa FKIP Pendidikan jasmanikes Universitas Serambi Mekah. Sampel penelitian sebanyak 30 orang mahasiswa. Penelitian menemukan bahwa ketepatan memanah dikalangan mahasiswa berbeda satu sama lain. Namun secara rata-rata ketepatan memanah sudah relatif baik. Selain itu, tingkat konsentrasi, kekuatan otot lengan dan keseimbangan tangan juga berbeda. Hasil pengujian statistik menemukan terdapat hubungan positif dan signifikan antara konsentrasi dengan ketepatan memanah ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,375. Kekuatan otot lengan memiliki hubungan positif dan signifikan dengan ketepatan memanah, ditunjukkan oleh nilai koefiesien korelasi (r) sebesar 0,455. Keseimbangan tangan memiliki hubungan positif dan signifikan dengan ketepatan memanah ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,546. Konsentasi, kekuatan otot lengan dan keseimbangan tangan memiliki hubungan positif dan signifikan dengan ketepatan memanah. Kata Kunci:Hubungan, Konsentrasi, Kekuatan, Keseimbangan, Memanah Universitas Serambi Mekah merupakan salah satu perguruan tinggi yang berada Propinsi Aceh. Dalam beberapa tahun yang lalu mahasiswa Universitas Serambi Mekah sempat meraih medali yang cukup menggembirakan dan membanggakan. Dalam beberapa tahun belakangan ini prestasi yang dicapai menurun dari beberapa tahun yang lalu. Menurut hasil surve yang dilakukan dapat dijelaskan bahwa, menurunnya prestasi dari Mahasiswa dapat terjadi dari berbagai faktor, hasil pengamatan tersebut ditemukan bahwa banyak dari mahasiswa yang mengikuti panahan di Universitas Serambi Mekah kurang mempunyai kekuatan otot lengan. Kajian tersebut dapat dilihat dari tingkat kemampuan mahasiswa pada saat menarik busur panah, badan Mahasiswa terasa gemetar sehingga mengurangi keseimbangan dan dapat berpengaruh terhadap ketetapan memanah ke titik sasaran. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan penulis ingin mengetahui apakah ada hubungannya antara konsentrasi, kekuatan otot lengan dan keseimbangan tangan seorang mahasiswa olahraga panahan dengan ketepatan memanah.
Pendahuluan Olahraga panahan telah membuka mata bagi perkembangan olahraga panahan di Indonesia untuk lebih mengembangkan pembinaan secara profe sional. Pembinaan merupakan sasaran utama dalam mencapai prestasi yang maksimal, termasuk cabang panahan, perlu adanya penekanan program latihan yang kontinyu. Peningkatan prestasi pada mahasiswa panahan merupakan hasil langsung dari jumlah dan kualitas latihan yang dilakukan. Mulai Mahasiswa pemula maupun Mahasiswa tingkat senior, bebanlatihan harus ditingkatkan secara bertahap, sesuai dengan kemampuan fisiologis setiap mahasiswa. Pada olahrga panahan, lengan merupakan faktor utama untuk menentukan ketepatan memanah latihan yang dilakukan. Mulai Mahasiswa pemula maupun Mahasiswa tingkat senior, beban latihan harus ditingkatkan secara bertahap, sesuai dengan kemampuan fisiologis setiap mahasiswa. Pada olahrga panahan, lengan merupakan faktor utama untuk menentukan ketepatan memanah, karena kekuatan otot lengan dan keseimbangan lengan memegang peranan yang sangat penting bagi kemampuan memanah untuk mengarah kan anak panah ke sasaran yang telah ditentukan. Gerakan memanah merupakan perpaduan antara kekuatan lengan dengan keseimbangan lengan. Untuk memperoleh ketepatan membidik dari busur perlu dilakukan pengaturan kseimbangan antara ukuran berat nyata busuer dengan ukuran panah yang akan dipakai, oleh karena itu kekuatan otot lengan dan bahu sangat diperlukan untuk menunjang kemampuan seorang pemanah dalam memperoleh ketepatan memanah.
Kajian Teoritis Konsentrasi Konsentrasi adalah pemusatan pemikiran kepada suatu objek tertentu. Semua kegiatan kita membutuhkan konsentrasi. Dengan konsentrasi kita dapat mengerjakan pekerjaan lebih cepat dan dengan hasil yang lebih baik. Kurang konsentrasi hasil pekerjaan biasanya tidak dapat maksimal dan diselesaikan dalam waktu yang cukup lama (Cox, 19
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
1990:56). Hornby dan Siswoyo (1993: 69) mendefinisikan konsentrasi (concent ration) adalah pemusatan atau pengerahan (perhatiannya ke pekerjaan atau aktivitasnya). Nideffer (2000:23) menje laskan bahwa konsentrasi adalah sebagai perubahan yang konstan yang berhubungan dengan dua dimensi yaitu dimensi luas (witdh) dan dimensi pemusatan (focus). Kegunaan konsentrasi pada bidang olahraga, misalnya pada cabang olahraga loncat indah, konsentrasi tinggi diperlukan dalam keserasian gerakan dalam meloncat. Pada cabang olahraga renang konsentrasi yang tinggi juga diperlukan terutama pada saat start karena kejuaraan yang sering dilakukan pada saat ini banyak menggunakan satu kali start sehingga dapat berakibat fatal bagi perenang jarak-jarak pendek terhadap pencapaian prestasinya apabila kurang berkonsentrasi pada saat start. Pada renang jarak pendek 50 m juga dibutuhkan konsentrasi yang tinggi agar dapat melakukan pacing dengan baik. Nideffer (2000:26) mengatakan bahwa pada cabang olahraga panahan dan menembak merupakan kegiatan yang menuntut koordinasi visual motorik dan kemampuan membidik sasaran yang kecil dengan jarak jauh. Atlet panahan dan petembak dituntut untuk mampu berkonsentrasi dalam waktu yang relatif lama dan mengesampingkan gangguan dari lingkungan maupun rasa lelah yang dialaminya. Pada cabang olahraga atletik konsentrasi diperlukan guna menyelesaikan tugas yang diembannya. Pada nomor lompat jauh, tinggi, tinggi galah, maupun jangkit, diperlukan konsentrasi untuk mengkoordinasi gerakan anggota, tubuh agar menumpu dengan tepat pada tumpuan agar berhasil dengan baik dan tepat. Pada nomor lari, konsentrasi diperlukan agar mampu mengatur pace (tempo lari) supaya tidak kehabisan tenaga, sebelum mencapai garis finish (akhir). Selain itu pelari harus berkonsentrasi agar tetap pada jalur lintasan larinya sesuai aturan yang berlaku pada nomor lari kecuali untuk nomor lari marathon. Pada nomor sprint (lari jarak pendek) konsentrasi yang tinggi diperlukan guna merespon dengan cepat dan tepat dalam gerakannya dengan lebih baik dibandingkan pelari lainnya.
sehingga dapat membangkitkan tahanan terhadap suatu pembebanan. Lebih lanjut Sumosardjono (1996:20) mengemukakan pendapatnya bahwa kekuatan otot (muscular) adalah kemampuan otot atau sekelompok otot dalam mengangkat, menahan suatu benda. Otot yang kuat akan menyebabkan kerja otot lebih efisien dalam setiap aktivitas, seperti: mengangkat menjinjit, dan akan membuat bentuk tubuh menjadi lebih baik. Kekuatan tentunya dapat diwujudkan melalui aktivitas fisik dalam bentuk gerakan menarik, mendorong, mengangkat dan lain-lain. Melawan aksi otot dalam melaksanakan aktivitas membutuhkan kekuatan. Sehingga setiap kerja yang dilaksanakan dapat berjalan dengan lancar dengan sebaik-baiknya. Dalam garis besar sel otot dapat dibagi dalam 3 (tiga) golongan; (1) Otot Motoritas, disebut juga otot serat lintang oleh karena didalamnya protoplasma mempunyai garis-garis melintang. Pada umumnya otot ini melekat pada kerangka sehingga disebut juda otot kerangka, ia dapat bergerak menurut kemauan kita (otot sadar), pergerakannya cepat tetapi cepat lelah, rangsangan dialirkan melalui saraf mototris. (2) Otot Otonom, disebut juga otot polos karena protoplasmanya licin tidak mempunyai garis-garis melintang. Otot ini terdapat di alat-alat dalam seperti ventrikulus, usus, kandung kemih, pembuluh darah dan lain-lain, dapat bekerja di luar kemampuan kita (otot tak sadar) oelh karena rangsangannya melalui otonom. (3) Otot Jantung, bentunknya mempunyai otot serat lintang dimana di dalam sel protoplasmanya terdapat serabut-serabut melintang yang bercabang-cabang tetapi kalau kita melihat fungsinya seerti otot polos, dapat bergerak sendiri secara otot matis oleh karena ia mendapat rangsangan dari susunan otonom. Keseimbangan Tangan Keseimbangan lengan merupakan kemampuan seseorang untuk mempertahankan posisi khusus dari tubuh baik statis maupun dinamis, dalam suatu cabang olahraga, keseimbangan di perlukan dalam setiap gerakan, walaupun sering tidak disadari keseimbangan memiliki arti yang sangat penting dalam suatu cabang olahraga tertentu. Keseimbangan merupakan salah satu unsur dalam kondisi fisik. Seseorang Mahasiswa yang memiliki keseimbangan akan mampu melaksanakan aktivitas sampai batas maksimal dari kemampuan yang dilibatkan dalam setiap gerakan-gerakan. Menurut Soekarman (1989:71) bahwa ”keseimbangan adalah kemampuan seseorang mempertahankan posisi khusus dari tubuh, dan keseimbangan statis yaitu mempertahankan sikap pada posisi khusus dari tubuh, dan keseimbangan statis yaitu mempertahankan sikap pada posisi khusus, keseimbangan dinamis yang lebih
Kekuatan Otot Lengan Kekuatan adalah kemampuan otot membangkitkan tegangan terhadap suatu tahanan (Harsono, 1988:176). Otot merupakan suatu organ/alat yang memungkinkan tubuh dapat bergerak ini adalah suatu sifat penting bagi organisme (Syaifuddin, 1992:42). Gerak sel terjadi karena sitoplasma merubah bentuk seperti pergerakan amuba. Pada sel-sel sitoplasma ini merupakan benang-benang halus yang panjang di sebut miofibril. kekuatan otot adalah pengembangan ketegangan otot dalam berkontraksi 20
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
penting dalam olahraga adalah mempertahankan keseimbangan dalam waktu bergerak”. Keseimbangan salah satu unsur yang dapat ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan setiap cabang olahraga yang memerlukan keseimbangan. Olahragawan memelihara keseimbangan dengan menggunakan susunan otot untuk mengubah kedudukan bagian-bagian tubuh sehingga pusat gaya yang berat telah berada dalam batas-batas dukungan. Pate (1993:189) menjelaskan bahwa ”memelihara keseimbangan tergantung pada umpan balik yang berguna ini diteruskan ke otak untuk diinterpretasikan lalu respon gerakan yang sesuai dikirimkan kesusunan otot yang membutuhkan keseimbangan”. Seiring dengan uraian diatas dapat disimpulkan adalah keseimbangan memiliki arti yang sangat penting dalam suatu cabang olahraga yang gerakangerakannya memerlukan keseimbangan baik statis maupun dinamis. Sedangkan keseimbangan lengan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempertahankan sikap khusus pada keseimbangan lengan seperti pada olahraga panahan untuk mengan gkat lengan penahan busur setinggi bahu, menarik penahan busur dan melepaskan anak panah kesasaran yang ditentukan.
Banyak faktor yang mempengaruhi ketepatan memanah, salah satu diantaranya keseimbangan lengan saat menarik tali busur dan menahan sikap memanah. Hal ini sangatlah perlu mengingat arah bidikan harus tepat mengenai sasaran yang diinginkan. Keseimbangan lengan sangatlah penting dalam olahraga panahan ini, secara umum keseimbangan ini dapat didefenisikan sebagai suatu kegiatan untuk menahan seluruh gaya yang mempengaruhi seluruh tubuh manusia agar tetap seimbang. Olahragawan memelihara keseimbangan dengan menggunakan susunan otot untuk mengubah kedudukan bagian badan sehingga pusat gaya berat telah berada dalam batas-batas dasar dukungan seperti yang dijelaskan oleh Pate (19993: 189) Bahwa:”Memelihara keseimbangan tergantung pada umpan balik yang tepat yang di dapat dari reseptor sensori sistem saraf”. Umpan balik yang berguna ini di teruskan ke otak untuk di interprestasikan lalu respon gerakan yang sesuai dikirimkan kesusunan otot. Bagi olahragawan yang melakukan gerakan secara cepat dari posisi diam akan kehilangan keseimbangan badan, meskipun melakukan pemindahan berat badan dengan cepat pada satu arah, posisi yang tidak seimbang semacam itu menentukan gerakan pada arah yang lain.misalnya, orang yang mempertahankan diri yang mengharapkan arah gerakan lawan seringkali mati langkah gerakan yang terjadi pada arah yang tidak diharapkan. Olahragawan harus sering kali menimbang untung dan ruginya apabila menempatkan badan dalam posisi yang tidak seimbang di bandingkan posisi badan yang tidak seimbang. Olahragawan dan elatih harus mengerti faktor-faktor tersebut yang secara langsung menentukan keseimbangan agar dapat menentukan posisi badan mana yang paling efektif.
Hakikat Ketepatan Memanah Istilah ketepatan tentunya akan terbayang bahwa adanya suatu sasaran atau titik yang harus dituju ataupun dikenai dengan suatu objek tertentu. Menurut Sadjoto (1988:58) ketepatan adalah: ”Kemampuan seseorang dalam mengendalikan gerakgerak bebas terhadap suatu sasaran. Sasaran dapat berupa jarak atau mungkin suatu objek yang mungkin langsung dikenal”. Dalam olahraga panahan sasaran yang dicapai adalah tepat melepaskan anak panah kesasarannya (target face). Jika seorang mahasiswa tidak dapat melepaskan anak panahnya kesasaran yang diinginkannya maka dapat dikatakan Mahasiswa itu sudah tepat memanahnya karena sasaran yang menjadi tujuan memanahnya sudah tercapai. Ketepatan dalam memanah dapat dicapai melalui latihan-latihan yang kontinyu dan sistematis maka kesempatan itu tidak akan dicapai oleh seorang mahasiswa. Dengan latihanlah seorang Mahasiswa akan dapat meraih prestasi yang gemilang. Cabang olahraga panahan mempunyai teknik dasar memanah, bentuk dasar teknik memanah itu bila ditinjau dari segi anatomis dan mekanika gerak yang tepat dan benar, akan memungkinkan gerakan memanah yang konsisten dan akurat. Hal ini akan dapat tercapainya prestasi yang tinggi bagi para Mahasiswa panahan. Pandiangan (1993:41) mengatakan bahwa: ”Bentuk teknik yang standar berkait erat dengan segi anatomis dan mekanika gerak yang terkait dalam panahan adalah 2 (dua) poros (axis) gerak”.
Konsentrasi, Kekuatan Otot Lengan dan Keseimbangan Tangan dengan Ketepatan Memanah Dalam kegiatan olahraga konsentrasi memegang peranan yang sangat penting. Adanya gangguan konsentrasi pada saat melakukan gerakan olahraga, baik itu dalam latihan maupun dalam pertandingan dapat menimbulkan berbagai masalah (Nasution, 1996:212). Masalah-masalah tersebut seperti berkurangnya akurasi gerakan, tidak dapat menerapkan strategi karena tidak mengetahui harus melakukan apa sehingga kepercayaan diri menjadi berkurang bahkan hilang. Pada akhirnya sulit mencapai prestasi optimal sesuai dengan kemampuannya. Hal tersebut sependapat dengan pernyataan Nideffer (2003) bahwa konsentrasi merupakan sesuatu yang penting bagi olahragawan untuk mencapai prestasi puncak. Konsentrasi
21
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
membantu dalam mencapai kondisi yang siap bertanding secara fisik dan mental. Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau sekelompok otot dalam mengangkat dan menahan suatu beban, otot yang kuat akan menyebabkan kerja otot lebih efisien dalam setiap aktivitas seperti mengangkat, menjinjit dan akan membuat bentuk tubuh menjadi lebih baik. Dalam olahraga panahan, kekuatan otot lengan memegang peranan yang sangat penting. Seorang pemanah yang memiliki kekuatan otot lengan yang baik akan dapat dengan tepat melepaskan anak panahnya ke sasaran, demikian pula sebaliknya tanpa adanya kekuatan otot lengan yang baik seorang pemanah tidak dapat mendapatkan hasil panahan yang baik. Peningkatan kekuatan otot lengan dalam olahraga panahan sangat mendukung terhadap keberhasilan yang akan diperoleh yaitu ketepatan memanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumosardjono (1986: 22) yang menyatakan bahwa kekuatan otot lengan dan dalam olahraga panahan berguna untuk mengangkat lengan penahan busur setinggi bahu, menarik tali penahan busur dan melepaskan anak panah ke sasaran yang telah ditentukan. Keseimbangan lengan sangat penting dalam olahraga panahan ini. Secara umum keseimbangan dapat didefenisikan sebagai suatu kegiatan untuk menahan seluruh gaya yang mempengaruhi seluruh tubuh manusia agar tetap seimbang. Ketepatan memanah dapat dipengaruhi oleh keseimbangan lengan. Hal ini disebabkan dalam olahraga panahan, keseimbangan lengan memerankan fungsi yang sangat penting ketika menarik tali busur dan menahan sikap memanah. Arah bidikan harus tepat mengenai sasaran yang diinginkan. Olahragawan memelihara keseimbangan dengan menggunakan susunan otot untuk mengubah kedudukan bagian badan sehingga pusat gaya berat telah berada dalam batas-batas dasar dukungan seperti yang dijelaskan oleh Pate (19993: 189) bahwa: Memelihara keseimbangan tergantung pada umpan balik yang tepat yang di dapat dari reseptor sensori sistem saraf”. Umpan balik yang berguna ini di teruskan ke otak untuk di interprestasikan lalu respon gerakan yang sesuai dikirimkan kesusunan otot.
korelasi. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Arikunto (2010:209), bahwa: “Penelitian korelasi merupakan penelitian yuang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel besar atau tingginya hubungan dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi”. Populasi adalah seluruh subjek yang akan diselidiki, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Arikunto (2010:115) yaitu: “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Populasi juga dapat diartikan sebagai keseluruhan subjek yang memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri yang sama. Dalam penelitian ini populasi penelitian adalah seluruh mahasiswa Pendidikan jasmanikes FKIP Universitas Serambi Mekah yang mengambil mata kuliah panahan angkatan tahun 2012 yang berjumlah 307 orang. Sampel penelitian sebanyak 10% dari jumlah keseluruhan populasi yakni sebanyak 30 orang mahasiswa yang sudah lulus mata kuliah panahan dengan nilai A atau B. Data penelitian dikumpulkan dengan melalui beberapa kegiatan sesuai dengan variabel penelitian. Dalam tes konsentrasi, alat yang digunakan alalah angket grid concentration exerice, alat tulis dan stopwatch. Untuk tes kekuatan otot lengan alat yang digunakan adalah Push and Pull Hand Dynamometer. Selanjutnya untuk tes keseimbangan tangan pengukurannya menggunakan menggunakan test balance yang dikemukakan oleh Jonhson (1986:230) bahwa gerakan keseimbangan lengan dilakukan secara bertahap atau terpisah dari setiap gerakan satus ama lain untuk memudahkan melakukannya. Pertama tripod balance, kedua tip-up balance, ketiga head balance, keempat head and forearm balance, kelima handstand. Teknik analisis data yang digunakan adalah korelasi product moment. Korelasi tidak hanya dilakukan antar variabel, tetapi juga dilakukan secara keseluruhan, yakni korelasi ketiga variabel independen (konsentrasi, kekuatan otot lengan dan keseimbangan tangan) terhadap ketepatan memanah. Untuk menghitung korelasi masing-masing variabel terhadap ketepatan memanah digunakan rumus korelasi product moment pearson. Waktu penelitian Pengambilan Data dilaksanakan pada tanggal 06 Juni 2013. Lokasi Pengambilan Data dilakukan di lapangan panahan Lamreung Aceh Besar.
Prosedur Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian tradisional (Corelationresearch). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yang diteliti, yaitu hubungan konsentrasi, kekuatan otot lengan dan keseimbangan tangan dengan ketepatan memanah pada mahasiswa FKIP Universitas Serambi Mekah tahun 2012, yang sudah lulus mata kuliah panahan dengan nilai A atau B. Besar kecilnya hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk koefesien
Hasil dan Pembahasan Penelitian Variabel penelitian terdiri dari konsentrasi, kekuatan otot lengan, keseimbangan tangan dan ketepatan memanah. Pengukuran konsentrasi diambil dari nilai rata-rata skor hasil tes pada empat lembaran grid concentration exercise yang sudah diisi oleh 22
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
mahasiswa. Selanjutnya kekuatan otot lengan didasarkan pada nilai Push and Pull Hand Dynamometer. Karena kekuatan lengan dikaitkan dengan ketepatan memanah, maka nilai yang diambil adalah nilai tertinggi ketika mahasiswa menarik alat tersebut. Keseimbangan tangan didasarkan pada nilai skor yang diperoleh pada setiap tahapan test keseimbangan tangan. Selanjutnya ketepatan memanah diukur berdasarkan nilai rata-rata skor yang diperoleh dari 12 seri tes. Dengan kata lain, penilaian ketepatan memanah dalam hal ini bukanlah diambil dari nilai total skor akan tetapi dari nilai rata-rata skor. Hal ini disebabkan penilaian ketepatan memanah didasarkan pada skor 1-10, sehingga nilai rata-rata skor lebih tepat digunakan untuk menilai ketepatan memanah. Nilai maksimum untuk variabel ketepatan memanah sebesar 9,25 dan nilai minimum sebesar 4,92. Rata-rata skor ketepatan memanah sebesar 7,1278 dengan standar deviasi sebesar 1,08357. Selanjutnya variabel konsentrasi menunjukkan nilai maksimum sebesar 10,25 dan nilai minimum sebesar 4,75. Rata-rata nilai konsentrasi sebesar 7,0583 dengan standar deviasi sebesar 1,79160. Kekuatan otot lengan menunjukkan nilai maksimum sebesar 38,00 dan nilai minimum sebesar 20,00. Nilai rata-rata untuk variabel tersebut sebesar 28,7333, dan standar deviasi sebesar 4,3385. Selanjutnya untuk variabel keseimbangan tangan diperoleh nilai maksimum sebesar 62,79 dan nilai minimum sebesar 20,99. Nilai rata-rata untuk variabel tersebut sebesar 35,8990 dan nilai standar deviasi sebesar 13,8990. Sesuai dengan peralatan analisis yang digunakan yaitu korelasi product moment, maka korelasi yang dimaksudkan dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu korelasi variabel independent (konsentrasi, kekuatan otot lengan, keseimbangan tangan) secara parsial terhadap ketepatan memanah dan korelasi ketiga variabel independent tersebut secara bersama-sama (korelasi ganda). Masing-masing korelasi tersebut dijelaskan sebagai berikut. Nilai korelasi antara kosentrasi (X1) dengan ketepatan memanah (Y) menunjukkan angka sebesar 0,375. Nilai sig sebesar hasil korelasi antara konsentasi dengan ketepatan memanah menunjukkan angka sebesar 0,000 < 0,05 dapat diartikan bahwa terdapat hubungan signifikan antara kosentrasi dengan ketepatan memanah. Selanjutnya nilai korelasi antara kekuatan otot lengan (X2) dengan ketepatan memanah (Y) menunjukkan angka sebesar 0,455. Nilai sig hasil korelasi antara kedua variabel tersebut menunjukkan angka sebesar 0,000 < 0,05 dapat diartikan bahwa hubungan searah antara kekuatan otot lengan dengan ketepatan memanah dinilai signifikan (nyata). Nilai korelasi antara keseimbangan tangan (X3) dengan ketepatan memanah (Y) menunjukkan angka
sebesar 0,546 dengan nilai sig < 0,05 dapat diartikan terdapat hubungan antara keseimbangan tangan dengan ketepatan memanah. Nilai sig hasil korelasi antara konsentrasi dengan ketepatan memanah sebesar 0,041 atau 4,1%. Hal ini dapat diartikan bahwa konsentrasi berhubungan signifikan dengan ketepatan memanah pada tingkat keyakinan 95,9% (1-0,041). Sedangkan standar keyakinan (confidence interval) yang digunakan dalam penelitian sosial termasuk penelitian olahraga pada umumnya 95%. Hal inilah yang dapat memberikan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konsentrasi dengan ketepatan memanah. Hasil pengolahan data dengan menggunakan software SPSS menghasil kan nilai sig sebesar 0,012 atau sebesar 1,2% untuk korelasi antara kekuatan otot lengan dengan ketepatan memanah. Hal ini dapat diartikan bahwa kekuatan otot lengan memiliki hubungan yang signifikan dengan ketepatan memanah pada tingkat keyakinan 98,8% (1-0,012). Terakhir ini sig hasil korelasi antara keseimbangan tangan dengan ketepatan memanah sebesar 0,002 atau sebesar 0,2% dapat diartikan bahwa keseimbangan tangan memiliki hubungan yang signifikan dengan ketepatan memanah pada tingkat keyakinan 99,8% (1-0,002). Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa pada tingkat keyakinan 95%, ketiga variabel independen (konsentrasi, kekuatan otot lengan dan keseimbangan tangan memiliki hubungan yang signifikan (nyata) dengan ketepatan memanah. Korelasi ganda digunakan untuk mengetahui korelasi antara ketiga variabel independent konsentasi (X1), kekuatan otot lengan (X2) dan keseimbangan tangan (X3) dengan ketepatan memanah (Y) secara bersama-sama. Berdasarkan hasil perhitungan statistik diperoleh nilai korelasi ganda konsentrasi, kekuatan otot lengan dan keseimbangan tangan dengan ketepatan memanah sebesar 0,715. Angka ini berada pada interval 0,60-0,80 dapat diartikan bahwa secara bersama-sama terdapat hubungan yang signifikan antara konsentasi (X1), kekuatan otot lengan (X2) dan keseimbangan tangan (X3) dengan ketepatan memanah (Y). Hal ini dapat mengindikasikan bahwa ketepatan memanah yagn dicapai oleh seseorang mahasiswa FKIP Universitas Serambi Mekah ditentukan oleh konsentrasi, kekuatan otot lengan dan keseimbangan tangan mahasiswa tersebut. Hasil pengujian statistik dengan menggunakan uji F menunjukkan nilai F hitung sebesar 9,069. Nilai F hitung sebesar 9,069 seperti terlihat dalam bagian output SPSS di atas lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai F tabel (df1=3 ; df2= 26) menunjukkan angka sebesar 2,975(nilai F tabel terlampir) dapat diartikan bahwa ketepatan memanah memiliki hubungan yang
23
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
signifikan dengan konsentrasi, kekuatan otot lengan dan keseimbangan tangan. Hasil penelitian menemukan terdapat hubungan positif antara konsentrasi dengan ketepatan hasil memanah. Hal ini berarti semakin baik konsentrasi seseorang mahasiswa, semakin baik ketepatan memanah, sehingga ada hubungan searah antara konsentrasi dengan ketepatan memanah. Dengan kata lain, ketepatan memanah yang dihasilkan oleh seseorang mahasiswa tergantung pada konsentrasi mahasiswa yang bersangkutan. Konsentrasi memegang peranan sangat penting dalam olahraga termasuk olahraga memanah. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nasution (1996) dalam olahraga konsentrasi memegang peranan yang sangat penting. Jika konsentrasi seseorang terganggu pada saat melakukan gerakan olahraga, baik itu dalam latihan maupun dalam pertandingan dapat menimbulkan berbagai masalah. Masalah-masalah tersebut seperti berkurangnya akurasi gerakan, tidak dapat menerapkan strategi karena tidak mengetahui harus melakukan apa sehingga kepercayaan diri menjadi berkurang bahkan hilang.
Semakin tinggi konsentrasi, semakin kuat otot lengan dan semakin baik keseimbangan tangan, akan semakin baik pula ketepatan memanah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga variabel tersebut (konsentrasi, kekuatan otot lengan dan keseimbangan tangan) sangat menentukan ketepatan memanah. Daftar Pustaka Arikunto, Suharsimi (2010)Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktik, Jakarta: Edisi VIII, PT. Renika Cipta. Barret J. A(1990)Olahraga Panahan: Pedoman, Teknik dan Analisa. Semarang: Dahara Prize. Harsono (1988)Coaching dan Aspek-Aspek Psikologis Dalam Coaching. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Nasution, Y (1996)Model Program Latihan Mental Bagi Atlet. Jakarta: Gunung Mulia. Nideffer, R.M. & Bond, J (2003) A Cross Cultural Examination of the Concentration Skills of Elite Level Athletes, Http://www.enchancedPerformance.com/nideffer/arcles/ais2.html Pandiangan, Donald (1993)Dasar-dasar Ilmiah Kepelatihan.Semarang: IKIP Semarang Press. Sajoto, Muhammad (1988)Pembinaan dan peningkatan Kondisi Fisik Dalam Olahraga. Semarang: FPOK IKIP. Syaifuddin (1997)Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Widodo, M D (2008)Hubungan Kekuatan Otot Lengan, Keseimbangan dan Power Otot Tungkai dengan Kemampuan Meroda, Tesis Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang.
Kesimpulan Terdapat hubungan positif antara konsentrasi dengan ketepatan memanah ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,375. Nilai sig hasil korelasi antara kedua variabel tersebut menunjukkan angka sebesar 0,041 atau 4,1% dapat disimpulkan bahwa konsentrasi berhubungan signifikan dengan ketepatan memanah. 1. Kekuatan otot lengan memiliki hubungan positif dengan ketepatan memanah, ditunjukkan oleh nilai koefiesien korelasi (r) sebesar 0,455 dengan nilai sig sebesar 0,012 atau 1,2%. Kekuatan otot lengan secara nyata berhubungan dengan ketepatan memanah. 2. Keseimbangan tangan memiliki hubungan positif dengan ketepatan memanah ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,546. Nilai sig hasil perhitungan korelasi tersebut menunjukkan angka sebesar 0,002 atau 0,2%, dapat diinterpretasikan bahwa keseimbangan tangan memiliki hubungan yang signifikan dengan ketepatan memanah. 3. Konsentasi, kekuatan otot lengan dan keseimbangan tangan memiliki hubungan positif dan signifikan dengan ketepatan memanah.
24
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
PENGEMBANGAN ALAT UKUR KECEMASAN OLAHRAGA
) )
Abstrak:Alat ukur baku dengan tingkat validitas dan reliabilitas yang baik untuk mengukur tingkat kecemasan olahraga tampaknya belum ada di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan alat ukur demikian yang memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang baik dan dapat diterapkan sesuai kondisi di Indonesia. Subjek penelitian (N=406) adalah seluruh atlet sepakbola pemula Kota BandaAceh. Metode pengembangan alat ukur ini dilakukan dengan dua kegiatan, yaitu: adaptasi instrumen, dan pengumpulan butir baru melalui item pool dan screening of item pool (Q-sort). Selanjutnya alat ukur ini diuji cobakan melalui dua tahap, yakni uji coba tahap pertama dilakukan pada 406 atlet KONI, dan uji coba tahap dilakukan pada 406 atlet KONI Provinsi Aceh. Data dianalisis melalui pengujian validitas, reliabilitas, dan analisis faktor. Hasil penelitian menunjukkan tingkat validitas maupun reliabilitas skala kecemasan tersebut yang cukup tinggi, dan skala kecemasan olahraga yang terdiri atas 4 faktor dan 35 butir pernyataan ini dapat dipakai untuk mengukur kecemasan olahraga. Kata Kunci:Pengembangan, Alat Ukur, Kecemasan Olahraga instrumen kecemasan olahraga yang dapat dipergunakan secara valid dan reliabel agar dapat diterapkan sesuai kondisi Indonesia. Dengan demikian, permasalahan pokok penelitian adalah apakah instrumen tingkat kecemasan olahraga yang dikembangkan dapat digunakan oleh atlet Kota Banda Aceh secara valid dan reliabel?"
Pendahuluan Permasalahan mendasar yang dihadapi oleh dunia persepakbolaan di Indonesia dan juga klub sepakbola pemula di Provinsi Aceh adalah hingga dewasa ini belum ada penerapan program pembinaan mental secara khusus dalam sistem pembinaan prestasi olahraga. Selain program pembinaan mental, belum juga ditemui adanya alat ukur baku yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kecemasan olahraga para atlet. Simpulan tersebut diperoleh melalui hasil pengamatan pada beberapa klub sepakbola pemula, serta didukung oleh hasil wawancara langsung dengan 20 atlet dan 5 pelatih KONI Aceh. Tidak adanya program pembinaan mental dan instrumen pengukuran kecemasan baku menyebabkan tidak terdeteksinya tingkat gangguan kecemasan para atlet, sekalipun beberapa atlet mengaku telah beberapa kali mengalami kecemasan saat menghadapi pertandingan. Sampai saat ini tampaknya belum ada alat ukur kecemasan olahraga yang baku dengan tingkat validitas dan reliabilitas tinggi, yang dapat diterapkan di Indonesia sebagai alat untuk mengukur tingkat kecemasan olahraga. Sementara ini, khususnya di negara Barat telah terdapat sekurang-kurangnya sepuluh instrumen kecemasan yang dapat digunakan sebagai alat mengukur kecemasan olahraga secara valid dan reliabel. Sayangnya, kesepuluh instrumen tersebut dikembangkan dalam konteks yang berbeda dengan latar belakang budaya Indonesia. Dalam kondisi seperti itu, instrumen tersebut tidak serta merta dapat dipergunakan untuk para atlet olahraga Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya mengadaptasi, memodifikasi, dan mengembangkan
Kerangka Teoritis Kecemasan Olahraga Secara umum, kecemasan dapat dibagi dalam dua kategori, yakni state anxiety dan trait anxiety. Ketakutan yang tidak proporsional terhadap satu situasi tertentu disebut dengan state anxiety. Jenis kecemasan ini merupakan kondisi emosi yang bersifat sementara dan berlangsung untuk suatu situasi tertentu saja. Jenis kecemasan berikutnya adalah trait anxiety, jenis kecemasan yang lebih menetap dan menyebar ke berbagai aspek kehidupan individu. Individu merasa cemas, kapan dan sehingga timbul rasa khawatir dan tegang. Terkait dengan olahraga, kecemasan yang timbul saat pertandingan merupakan reaksi emosional negatif atlet ketika harga dirinya dirasa terancam. Hal ini terjadi apabila atlet menganggap pertandingan sebagai tantangan berat untuk berhasil, mengingat kemampuan penarnpilannya. Kecemasan ini biasanya dipicu pula oleh karena atlet banyak memikirkan akibat dari kekalahannya. Kecemasan akan selalu terjadi pada diri individu apabila sesuatu yang diharapkan mendapat rintangan sehingga kemungkinan tidak tercapainya harapan menghantui pikirannya. Kecemasan olahraga adalah perasaan khawatir, gelisah, dan tidak tenang dengan menganggap 25
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
pertandingan sebagai sesuatu yang membahayakan (Martens, Vealey, & Burton, 1990). Unsur yang paling dominan menyebabkan kecemasan adalah unsur kognitif yakni kekhawatiran dan pikiran negatif bahwa proses dan hasil pertandingan dapat mengancam posisi atlet (Smith & Sarason, 1993). Anshel menjelaskan bahwa kecemasan olahraga menggambarkan perasaan atlet bahwa sesuatu yang tidak dikehendaki akan terjadi (1997). Hal yang tidak dikehendaki misalnya atlet tampil buruk, lawannya dipandang demikian superior, atlet akan mengalami kekalahan, kekalahan menyebabkan dirinya dicemooh oleh teman-teman dan seterusnya membentuk kecemasan berantai. Kondisi ini memberikan dampak yang sangat tidak menguntungkan pada atlet apalagi jika rasa percaya diri atlet kurang tinggi. Atlet cenderung tampil kaku, bingung, dan gerakan-gerakannya menjadi kurang terkontrol dengan baik. Spielbelger (1972) rnenerjemahkan kecemasan sebagai takut mengalami kegagalan (fear offailure) atau takut menderita kekalahan. Spielbelger juga mendefinnisikan pikiran negatif berhubungan dengan anggapan mengenai bahaya yang akan menimpa diri.Sroufe (1996) mengemukakan bahwa remaja yang berada pada masa menuju kematangan mempunyai kemungkinan yang besar untuk mengalami kecemasan. Pada masa ini, remaja digambarkan aktif menjelajahi berbagai pilihan untuk menentukan identitas diri. Mereka masih kebingungan untuk menentukan identitas yang sesuai dengan dirinya sehingga emosi mereka sangat labil. sebagai akibatnya mereka sering keliru menanggapi suatu situasi. Hasil penelitian Cratty (1973) mengenai fluktuasi anxietypada umur-umur tertentu memperoleh simpulan bahwa: (a) anxietyakan memuncak pada usia sekitar dua puluh tahun (late adolescent years), (b) pada usia sekitar tiga puluh tahun, anxietycenderung untuk menurun, dan (c) setelah usia enam puluh tahun, anxietybiasanya mulai naik lagi. Anxietymemuncak pada umur dua puluhan karena mendekati puncakpuncak potensi fisik (physical potentials) yaitu tahun paling produktif dalam karier seorang atlet. Tidak dapat disangkal situasi pertandingan memberikan pengaruh yang menekan pada atlet. Reaksi tersebut sangat bergantung pada atlet yang bersangkutan. Pada atlet yang sensitif (peka), situasi inidapat menimbulkan kecemasan. Sifat kecemasan olahraga juga berubah sesuaisituasi pertandingan, yaitu sebelum, selama, dan mendekati akhir pertandingan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Cratty (1973) sebagai berikut. (a) Biasanya sebelum pertandingan, anxietynaik disebabkan oleh bayangan akan beratnya tugas atau pertandingan yang akan datang, (b) selama pertandingan, tingkat anxietybiasanya menurun karena atlet telah beradaptasi dengan situasi pertandingan, dan
(c) mendekati akhir pertandingan, tingkat anxiety biasanya mulai naik kembali, terutama apabila skor pertandingan sama atau hanya berbeda sedikit saja. Dalam beberapa cabang olahraga yang durasinya berlangsung untuk waktu yang lama seperti menembak, panahan, dan beberapa nomor atletik, fluktuasi kecemasan atlet biasanya semakin tinggi. Strategi Mengatasi Kecemasan Olahraga Kecemasan olahraga menjadi suatu masalah yang memerlukan jalan keluar. Jones dan Hardy (1990) mengemukakan bahwa pertandingan olahraga berlangsung dalam suatu lingkungan yang sangat menekan sehingga kemampuan mengawasi tekanan sangat penting. Para atlet boleh menggunakan berbagai strategi dan keterampilan untuk mengatasi situasisituas tersebut. Gunarsa (2004) menyatakan bahwa untuk membantu atlet yang mengalami kecemasan dapat digunakan pendekatan konseling yang sesuai dengan karakteristik atlet tersebut ataupun yang sesuai dengan permasalahannya. Setyobroto (1989) juga menyatakan bahwa untuk membantu memecahkan masalah kecemasan yang dihadapi atlet, dapat digunakan pendekatan psikologik dengan terapi konseling. Suinn (1990) menyarankan agar atlet diberi program konseling yang mengajarkan strategi mengatasi kecemasan. Kecemasan olahraga merupakan gangguan emosi yang dihadapi oleh atlet sehingga konseling sangat berperan dalam membantu atlet yang mengalami gangguan emosi dengan memberikan konseling berdasarkan pendekatan yang dapat dilaksanakan. Salah satu bentuk konseling adalah rational emotive behavior therapy. Perangkat instrumen Kecemasan Olahraga Beberapa instrument kecemasan olahraga yang telah dikembangkan untuk mengukur kecemasan atlet di antaranya adalah Taylor Manifest Anxiety Scale(TMAS), Autonomic Perception Questionnaire(APQ), Affective Adjective Checklist(AACL), Activation Deactivation Checklist (AD-ACL), Trait Anxiety Inventory(TAI), Sport Competition Anxiety Test(SCAT), State Anxiety Inventory(SAI), Competitive State Anxiety InventoryI (CSAI I), Competitive State Anxiety InventoryII (CSAI 11), dan Sport Anxiety Scale(SAS).Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS) dikembangkan tahun 1951 (sitat dalam, 1989). Tes ini terdiri atas 50 butir dengan alternatif jawaban ya/tidak. Instrumen ini juga dikembangkan untuk anak-anak yaitu Children Manifest Anxiety Scale(CMAS). Autonomic Perception Questionnaire(APQ) dikembangkan oleh Mendler dan Urviller (1958, sitat dalam Gunarsa, 1989) yang terdiri atas tiga bagian. Affective Adjective Checklist(AACL) dikembangkan oleh Zuckerman (1960, sitat dalam Gunarsa, 1989). Instrumen ini 26
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
terdiri dari 21 butir (sebelas butir digolongkan sebagai kecemasan yang positif dan sepuluh butir digolongkan sebagai kecemasan yang negatif). Activation Deactivation Checklist(AD-ACL) dikembangkan Thayer (1967, sitat dalam Gunarsa, 1989) untuk mengukur aktivitas melalui empat dimensi yang independent. Trait Anxiety Inventory (TAI) dikembangkan oleh Spielbelger, Gorsuch, &Lushene(1970, sitat dalam Gunarsa, 1989) untuk mengukur generalnon-transitory anxiety. Tes ini terdiri atas 20 butir. Sport Competition Anxiety Test(SCAT), ini dikenal untuk anak-anak dan untuk orang dewasa. Tes ini merupakan modifikasi dari TAI yang dikembangkan oleh Martens (sitat dalam Gunarsa, 1989) dan terdiri atas 15 butir. Jawaban tes dalam bentuk tiga skala Likert. State Anxiety Inventory(SAI) dikembangkan oleh Spielbelger (1970, sitat dalarn Gunarsa, 1989). SAI dan TAI untuk, trait-A dianggap sebagai tes pasangan. Tes ini terdiri atas 21 pertanyaan yang dinilai dengan kata: "Perasaan saya...." Tes ini menggunakan empat tipe skala Likert. Competitive State Anxiety InventoryI (CSAI I), dibuat berdasarkan penelitian Spielbelger (1970, sitat dalam Gunarsa, 1989). Lima butir dari dua puluh butir SAI dipakai sebagai sub-skala. CSAI yang terdiri atas sepuluh butir yang berasal dari tes induk lalu dimodifikasi oleh Martens. Competitive State Anxiety InventoryII (CSAI II) dikembangkan oleh Martens, Burton, Vealey, Smith, & Bump (1981, sitat dalam Gunarsa, 1989). Instrumen ini mengukur aspek state-A yang multidimensional pada kompetisi (somatik, kognitif, dan rasa percaya diri). Pendekatan multidimensional memberi penjelasan yang lebih banyak tentang respon seorang atlet terhadap situasi kompetisi. Tes ini terdiri atas 27 butir dan dijawab dalam bentuk empat skala Likert. Terakhir, mengingat kebutuhan yang jelas bagi suatu ukuran multidimensi dari kecemasan kompetisi olahraga yang membedakan aspek kognitif dari somatik (badan) berdasarkan konsep tersebut, Smith, Smoll, & Schutz (1990) mengembangkan skala kecemasan olahraga (Sport Anxiety Scale, SAS). Di antara kesepuluh contoh instrument yang ada, SAS dinilai sebagai yang paling sesuai dengan penelitian kali ini, karena terkait langsung dengan pengukuran kecemasan subjek. Penyusunan SAS berawal dengan serangkaian kajian analisis faktor. Smith etal. (1990) memberikan suatu versi tiga puluh butir dari skala itu pada atlet SMU pria dan wanita (N=451) dan pada suatu sampel lepas para pemain football antar-kampus (N=123). Hasil analisis komponen-prinsip (principal-components, PC) penjajakan terpisah atas kedua himpunan data menemukan tiga factor yang serupa. Meskipun analisis-analisis penyelidikan ini menghasilkan faktorfaktor yang bisa ditafsirkan, delapan soal yang bermasalah dihapus dari skala tersebut. Smith etal.
(1990) kemudian memberikan ulang versi tiga puluh soal dari SAS tersebut pada 384 atlet dari sampel SMU semula dan memberikan suatu versi 22 soal terevisi dari skala tersebut kepada suatu sampel terpisah yang terdiri etas 490 atlet SMU. Dengan menggunakan serangkaian analisis faktor penegasan (confirmatory factor analyses/CFA) kemungkinan maksimum, Smith etal. (1990) menemukan bahwa solusi yang paling cocok diberikan oleh suatu versi 21 soal yang terdiri atas tiga faktor dari skala tersebut. Versi akhir SAS terdiri dari suatu sub-skala kecemasan somatic sembilan soal, sub-skala kecemasan sembilan soal, dan suatu sub-skala gangguan konsentrasi tiga soal. Tingkat-tingkat konsistensi internal yang dapat diterima menurut Cronbach (1951, sitat dalam Dunn, Wilson, &Syrotuik, 2000) bagi semua sub-skala dilaporkan oleh Smith etal. (1990) dari analisisanalisis terpisah atas kedua kumpulan data CFA: kecemasan somatik 0.880 dan O.920; khawatir, 0.820 dan 0.860; serta gangguan konsentrasi, 0.074 dan 0.810. Meskipun SAS diakui sebagai instrumen competitive trait anxiety(CTA) pilihan di kalangan banyak psikolog olahraga tetapi para ahli psikometrik telah berulang-ulang memperingatkan para peneliti untuk hati-hati dalam menyimpulkan bahwa struktur faktor dan kompos isi faktor suatu instrumen itu konsisten antar-sampel, sebelum pengulangan atas usaha-usaha analisis faktor aslinya dilakukan (Gorsuch, 1983; Messick 1989; Pedhazur & Schmelkin, 1991). Gauvin dan Russel (1993) juga menganjurkan para peneliti psikologi olahraga mengulang bukti validitas asli mengenai alat pengukuran sebelum berlanjut menggunakan alat tersebut dalam situasisituasi riset, sekalipun tidak ada perbedaan budaya atau bahasa antara sampel-sampel validitas aslinya dan populasi sasaran yang dipilih. Mengingat keterbatasan ketersediaan bukti-bukti empiris yang terbatas yang mendukung komposisi dan struktur faktor SAS, tampaknya masuk akal untuk mengisyaratkan bahwa dibutuhkan lebih banyak bukti validitas mengenai struktur laten dari instrumen tersebut. Dunn et al, (2000) telah melakukan studi untuk menyelidiki dan memastikan komposisi dan struktur faktor dari SAS menggunakan tiga kumpulan data yang diperoleh dalam proyek-proyek riset mandiri. Sekalipun hasil yang diperoleh cukup memuaskan, tetapi instrumen tersebut belum tentu dapat mengukur kecemasan olahraga di Indonesia secara valid dan reliabel, karena belum tentu sesuai dengan karakteristik kepribadian atlet Indonesia. Oleh karena itu, penulis ingin mencoba mengembangkan instrumen kecemasan olahraga yang valid dan reliabel untuk atlet Indonesia.
27
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
Atlet diminta untuk merespon butir pernyataan itu sesuai dengan yang dialaminya dengan memilih butir yang paling sesuai dengan dirinya pada saat menghadapi pertandingan. Alternatif jawaban responden telah ditentukan dengan menggunakan skala Likert yakni; "Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Agak Sesuai (AS), dan Tidak Sesuai (TS)." Pemberian skor untuk skala kecemasan olahraga disesuaikan dengan jawaban butir pertanyaan, yakni: SS = 4, S = 3, AS = 2, TS = 1. Penentuan tingkat kecemasan tes didasarkan pada skor yang tercantum pada Tabel 1.
Prosedur Penelitian Variabel penelitian adalah kecemasan olahraga. Kecemasan olahraga didefinisikan sebagai keadaan cemas, gelisah, dan tidak tenang dengan menganggap pertandingan sebagai sesuatu yang membahayakan. Dalam penelitian ini, kecemasan olahraga diwakili dengan skor angket kecemasan olahraga hasil adaptasi dari tes SAS. Instrumen ini meliputi empat aspek kecemasan olahraga, yaitu: motorik, afektif, somatik, dan kognitif. Skala kecemasan olahraga ini merupakan sejumlah butir pernyataan yang menggambarkan gejala dan gangguan kognitif, afektif 'somatik, dan motorik yang dialami atlet saat menghadapi pertandingan; gejala dan gangguan ini merupakan indikasi kecemasan, serta skala kecemasan olahraga ini dirancanng dalam bentuk self report(laporan diri) (Stodolsky, 1985). Tujuannya ialah agar subjek mengungkapkan pikiran dan perasaannya sesegera mungkin setelah menghadapi pertandingan. Penelitian ini melibatkan para atlet dari enam klub sepakbola pemula Kota Banda Aceh. Jumlah total subjek penelitian adalah 406 atlet dan 6 orang pelatih. Rincian subjek penelitian adalah sebagai berikut. Tahap wawancara sebanyak 18 atlet dan 6 orang pelatih, tahap grup nominal sebanyak 84 atlet, tahap Q-sort sebanyak 8 orang ahli, dan tahap uji coba satu sebanyak 406 atlet KONIAceh. Uji coba tahap kedua dilakukan pada atlet KONIpemula Provinsi Aceh, dengan populasi yang terdiri atas 30 Pengurus Cabang dan sejumlah 406 atlet. Subjek uji coba tahap kedua hanya 30 Pengurus Cabang dengan 406 atlet. Pemilihan subjek penelitian dilakukan, dengan teknik pengambilan subjek berumpun (clustered sampling)dengan teknik purposive sampling. Dalam penelitian ilmiah ada tiga jenis instrumen yang paling sering dipakai, yaitu angket, tes dan skala nilai (Hadi, 1991:1). Lebih lanjut Hadi menjelaskan: "Angket digunakan untuk menyelidiki pendapat subjek mengenai hal atau untuk mengungkapkan keadaan pribadi responden. Tes digunakan untuk mengungkapkan karakteristik individu, khususnya kemampuan, bakat, minat, sikap dan kepribadian." Skala nilai digunakan untuk menilai keadaan pribadi orang lain atau mengenai sesuatu hal tertentu, Berdasarkan penjelasan tersebut, ketiga bentuk instrument baik tes, angket maupun skalai nilai memiliki kesamaan, terutama dari tujuan penelitian. Oleh sebab itu, instrumen kecemasan olahraga KONI Aceh berisi pernyataan dengan skala penilaian berkisar 1 (satu) sampai 4 (empat) sesuai model yang dikembangkan oleh Likert. Penggunaan skala nilai 1 sampai 4 diharapkan dapat memamahi salah satu persyaratan panting yang harus dimiliki oleh suatu instrumen penelitian yaitu ketelitian, di samping kesahihan dan keterandalan (Hadi, 1991).
Tabel 1.Klasifikasi Tingkat Kecemasan Berdasarkan Skor Setiap Skala Jenis Tingkat Kecemasan Instrumen Agak Agak Rendah Tinggi Rendah Tinggi Skala Kecemasa 1-22 23-44 45-66 67-88 n Olahraga Prosedur pengembangan instrumen pada penelitian ini mengikuti Costin (1989) yang mengemukakan, bahwa kecemasan mempengaruhi aspek kepribadian individu dan bersifat: cognitive (cognitively), affective (affectively), somatic (somatically),dan motoric (motorically). Upaya ini terbagi menjadi dua tahap, yaitu: (1) mengadaptasi instrumen Sport Anxiety Scale (SAS) yang dikembangkan oleh Smith, Smoll, dan Schutz (1990), dan (2) proses pengumpulan butir baru. Proses adaptasi terhadap instrumen SAS yang dikembangkan oleh Smith, Smoll, dan Schutz (1990) melalui dua tahap, yaitu: menerjemahkan instrumen tersebut ke dalam bahasa Indonesia dan meminta bantuan teman sejawat untuk memeriksa terjemahan tersebut, selanjutnya mengonsultasikan hasil terjemahan tersebut kepada ahli. Pengumpulan butir baru dilakukan sebagaimana telah disarankan oleh Mutohir (1986, 1987, 1994). Pengumpulan butir-butir baru meliputi empat tahap, yaitu: (a) pengumpulan bakal butir, (b) pemilihan butir butir, (c) penyusunan skala, dan (d) penguji cobaan instrumen. Pengumpulan bakal butir.Bakal bulir dikumpulkan melalui dua cara, yaitu wawancara dan proses grup nominal. Teknik wawancara meliputi studi pendahuluan terhadap 18 orang atlet dan 6 orang pelatih klub sepakbola pemula Kota Banda Aceh. Untuk mempermudah teknik wawancara, peneliti membuat panduan wawancara. Wawancara tersebut bertujuan mengenali gejala dan gangguan yang dialami atlet saat menghadapi pertandingan. Hasil wawancara dicatat dan digunakan untuk melengkapi teknik proses grup nominal. 28
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
Pengumpulan bakal butir kedua dilakukan dengan teknik proses grup nominal. Teknik ini dikembangkan oleh Delbecq dan Vande Ven sejak l971. Teknik ini memberi kesempatan kepada setiap peserta diskusi untuk berpartisipasi aktif secara bergantian sesuai giliran. Setiap peserta diminta menuliskan pendapat mereka pada secarik kertas. Pendapat ini akan dinilai oleh setiap anggota kelompok secara anonim untuk menjamin kebebasan berpendapat (Sample, 1984). Teknik grup nominal dilakukan pada atlet sepakbola pemula Kota Banda Aceh yang berjumlah 84 atlet atau 20 persen dari seluruh jumlah atlet KONI Aceh. Langkah-langkah teknik grup nominal dalam mengumpulkan bakal butir telah disederhanakan Mutohir (1987) menjadi dua tahap. Tahap pertama, para atlet dikumpulkan dalam satu ruangan dan mereka masing-masing diminta untuk menulis pada kertas yang disediakan tentang gejala serta gangguan yang dialami atlet saat menghadapi pertandingan. Tahap kedua, hasil adaptasi dan hasil wawancara dengan atlet dan pelatih digunakan dalam proses diskusi kelompok. Hasil wawancara selanjutnya diklasifikasi secara bersama antara peneliti dengan anggota grup Q-sort menurut empat sub-dimensi yang telah ditentukan sebelumnya. Pemilihan butir-butir (screening of item pool)dengan teknik Q-sort. Sesuai dengan pendapat Mutohir (1986, 1987, 1994), proses pemilihan butir (screening process of item pool) dilakukan untuk mereduksi butir-butir yang mencerminkan gejala dan gangguan kecemasan olahraga. Untuk seleksi butir dilakukan dengan kegiatan "Q-sort" dan "analisis faktor." Kegiatan Q-sort dilakukan melalui pengumpulan setiap butir dan ditulis dalam kertas ukuran 5 x 5 cm. Prosedur kegiatan Q-sort adalah: (1) menentukan anggota kelompok Q-sort (peneliti dibantu oleh 8 orang dosen FKIP Unsyiah, 5 orang dosen jurusan pendidikan olahraga dan 3 orang dosen jurusan pendidikan bimbingan konseling), (2) pemberian penjelasan tentang pengertian dan tujuan Qsort kepada para anggota, dan (3) penyaringan butirbutir oleh anggota kelompok untuk setiap dimensi menjadi tiga kategori menurut kepentingannya, yaitu: "amat penting", "cukup penting", dan "tidak penting." Kriteria penyaringan adalah kejelasan dimensi yang diwakili dan penilaian derajat kepentingan butir oleh mayoritas anggota grup Q-sort (>60%). Melalui tahap ini, diperoleh dan disepakati 54 gejala dan gangguan kecemasan olahraga yang dinilai paling penting. Penyusunan skala (construction of scales).Instrumen yang dikembangkan pada penelitian ini diharapkan dapat berfungsi sebagai diagnostic feedbacksehingga sekalipun memiliki cakupan yang luas, instrumen tersebut tetap harus memuat butir-butir spesifik untuk dapat mengukur gejala dan gangguan
yang dialami atlet sewaktu bertanding secara reliabel dan valid. Oleh sebab itu instrumen disusun melalui prosedur-prosedur tertentu sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik adaptasi, pengumpulan butir, seleksi butir, uji coba dan penyusunan skala penilaian. Penguji-cobaan skala.Pada tahap awal, dilakukan penetapan dimensionalitas instrumen melalui factorial validity. Tahap ini bertujuan mengenali faktor-faktor utama yang merupakan gejala dan gangguan kecemasan olahraga menurut atlet. Penyusunan skala meliputi: (1) analisis butir, (2) reliabilitas instrumen, (3) analisis factor, dan (4) penyusunan skala penilaian. Semua tahapan tersebut bertujuan untuk menghasilkan instrumen handal untuk mengungkap tingkat kecemasan olahraga. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dikategorikan dan dianalisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Data kualitatit digunakan agar dapat lebih menjelaskan permasalahan yang dibahas secara naratil. Sedangkan data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan teknik-teknik statistik. Butir-butir yang dikumpulkan sebagai indikator gejala dan gangguan kecemasan yang telah diperoleh melalui adaptasi, wawancara, proses grup, seleksi dan kategori dengan menggunakan Q-sort akan menjadi butir-butir yang digunakan dalam proses uji coba. Selanjutnya hasil uji coba instrumen dianalisis dengan teknik statistik berikut ini. (a) Analisis validitas butir dengan menggunakan kolerasi, (b) Analisis reliabilitas dengan menggunakan Alpha Cronbach,(c) Analisisi faktor analisis dengan menggunakan, "teknik Principal Axis Factoring dan Rotation Method Oblimin with Kaiser Normalization." Seluruh analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer melalui program Statistical Package for Social Sciences(SPSS) (Nie, 1975). Penelitian pengembangkan alat ukur kecemasan olahraga dilaksanakan pada atlet dan pelatih sepakbola pemula di Provinsi Aceh. Waktupelaksanaannya mulai bulan Mei sampai Oktober 2014, dengan rincian waktu pelaksanaan, yakni tahap observasi dilaksanakan pada bulan Mei 2014, tahap wawancara, teknik grup nominal, Q-sort, dan uji coba dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2014. Adapun prosedur pelaksanaan penelitian, peneliti menghubungi pelatih semua klub yang menjadi subjek penelitian untuk memperoleh izin untuk mendekati pemain mereka untuk ikut dalam penelitian ini. Keikutsertaan ini bersifat sukarela dan persetujuan tertulis diperoleh dari tiap atlet sebelum pengumpulan data. Peneliti melakukan pertemuan dengan atlet sesuai dengan jadwal yang ditentukan oleh masing-masing pelatih. Selanjutnya peneliti melakukan tahap-tahap, yakni wawancara,grup 29
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
nomimal, Q-sort, dan pernbagian skala kecemasan olahraga kepada subjek pada tahap uji coba. Berdasarkan hasil pengolahan data, dari 54 butir pernyataan ternyata ada delapan butir pernyataan yang tidak sahih (p>0.05). Dengan demikian delapan butir tersebut tidak diikutsertakan ke dalam instrument penelitian, sehingga instrumen penelitian ini hanya terdiri atas 46 butir pernyataan. Beberapa butir yang tidak diikutsertakan dalam alat ukur penelitian ini adalah butir 5 (sering mencabut-cabut rambut), 8 (sering mengatup geraham), 19 (merasa kehilangan energi), 24 (memikirkan tentang tampilan buruk), 42 (menjadi pendiam), 43 (banyak berbicara), 50 (sering mengigit bibir), dan 54 (merasa tidak nyaman). Uji reliabilitas dengan menggunakan formula Space Saver menunjukkan, bahwa keempat faktor memiliki koefisien reliabilitas dengan alpha antara 0.531 sampai dengan 0.856, sedangkan r tabel’ dengan db = 404 pada taraf signifikansi 5% didapat sebesar 0.041. Dengan demikian, keempat faktor memenuhi persyaratan pengujian yaitu r hitung harus lebih besar atau sama dengan r tabel’ maka instrumen tersebut akan memberikan hasil yang, dapat dipercaya (andal). Setelah diadakan uji coba, diperoleh 46 butir pernyataan dengan memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi. Selanjutnya ke-46 butir pernyataan tersebut dijadikan instrumen untuk mengukur tingkat kecemasan atlet KONIpemula di Provinsi Aceh. Hasil uji coba tahap kedua instrumen kecemasan olahraga dikenakan pada subjek 1000 atlet pada atlet KONIProvinsi Aceh, selanjutnya dianalisis kembali. Hal ini untuk menjawab apakah instrumen kecemasan olahraga yang dikembangkan pada atlet KONIpemula Kota Banda Aceh dapat digunakan oleh atlet secara valid dan reliabel? Data hasil uji coba tahap kedua dianalisis dengan menggunakan uji analisis butir, uji reliabilitas dan analisis faktor. Hasil analisis tersebut sebagai berikut. Berdasarkan hasil pengolahan data, ternyata 46 butir pernyataan seluruhnya sahih. Keempat puluh enam butir tersebut diikutsertakan dalam instrumen penelitian. Oleh karena, nilai probabilitas ke 46 butir tersebut lebih kecil dari 0.05. Adapun uji reliabilitas dengan menggunakan formula Space Savermenunjukkan, bahwa keempat faktor memiliki koefisien reliabilitas dengan alpha antara antara 0.631 sampai dengan 0.823, sedangkan r table dengan db = 404 pada taraf signifikansi 5% didapati sebesar 0.041. Dengan demikian, keempat faktor tersebut memenuhi persyaratan pengujian (r hitung harus lebih besar atau sama dengan r tabel). Oleh sebab itu, instrumen tersebut dinilai dapat memberikan hasil yang dapat dipercaya (andal), untuk selanjutnya melalui proses analisis faktor. Uji KMO and Bartlett's Test. Uji KMO and Bartlett's test dilakukan untuk mengetahui apakah
variabel dan sampel yang ada dapat dianalisis lebih lanjut atau tidak. Adapun hasil uji KMO and Bartlett's test adalah 0.734 dengan signifikansi p<0.001. Oleh karena angka tersebut sudah di atas 0.50 dan signifikansi jauh di bawah 0.05, variabel dan sampel yang ada dapat dianalisis lebih lanjut. Uji anti-image matrices. Uji anti-image matricesatau anti-image correlationdilakukan untuk mengetahui butir yang masuk dalam faktor dan butir yang tidak masuk dalam faktor. Adapun hasil uji antiimage correlationternyata dari empat puluh enam butir yang ada hanya empat puluh satu butir yang masuk dalam faktor dan lima butir tidak masuk dalam faktor, antara lain adalah butir-butir 3 (mudah jengkel), 4 (kurang bergairah), 14 (pesimis), 37 (khawatir tentang pencapaian tujuan), dan 44 (merasa malu). Hal ini disebabkan hasil measure of'sampling adequacyyang diperoleh lebih kecil daripada 0.50. Tabel 2. Muatan faktor keempat puluh instrumen Keterangan Muatan Muatan factor > Faktor > 0,300 & 0,300 hanya tetapi muatan muncul muncul pada pada satu beberapa faktor faktor Nomor 52, 18, 13, Butir 35, 39, 32, 30, 11, 6, 36, 28, 40, 51, 38, 29, 25, 21, 10, 48, 1, 26, 27, 33, 2, 22, 31, 12, 45, 41, 23, 49, 53, & 46 20, 47, & 9
satu butir Muatan faktor > 0,300
34, 17, 15, 16, & 7
Berdasarkan hasil analisis faktor dari 41 yang tersebar menjadi empat faktor, ternyata dari beberapa kali melakukan analisis faktor, hanya 22 butir yang memiliki muatan faktor lebih besar dari 0.30 pada pattern matrix dan sekaligus hanya muncul pada satu faktor. Terdapat enam butir memiliki muatan faktor lebih kecil dari 0.30 pada pattern matrix. Selain itu, terdapat pula 13 butir yang memiliki muatan faktor lebih besar dari 0.30 tetapi muncul pada beberapa faktor. Butirbutir yang memiliki muatan faktor lebih kecil dari 0.30 dan muncul pada beberapa faktor digugurkan. Hasil akhir dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
30
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
Tabel 3.Hasil Uji Pattern Matrix Buti r
25. 21. 48. 1. 26. 22. 31. 41. 23. 49. 20. 47. 9. 52. 18. 13. 35. 39. 32. 36. 28. 29.
1 Moto rik Cepat putus asa. Sembrono. Memiliki keraguan diri. Jantung berdebardebar keras. Selalu ingin buang air kecil. Mengalami ketegangan. Pernafasan tidak teratur. Sering minum air. Berkeringat dingin. Suka tidur. Memikirkan tidak bisa berkonsentrasi. Berpikir tentang hal tidak berhubungan. Pikiran negatif mengganggu konsentrasi. Raut muka dan dahi berkerut. Gemetar. Kaki terasa berat. Sering menggarukgaruk kepala. Otot-otot sakit. Sering jalan mondarmandir. Badan lesu. Tubuh terasa kaku. Mengalami ketegangan otot (krem).
Faktor 2 Afektif
3 Somatik
4 Kognitif
.666 .671 .694 .343 .631
Tabel 4. Hasil factor correlation matrix Factor 1 2 3 Motorik Afektif Somatic 1 1.000 .481 .417 Motorik 2 .481 1.000 .424 Afektif 3 .417 .424 1.000 Somatik 4 .508 .403 .412 Kognitif
4 Kognitif .508 .403 .412 1.000
.733
Extraction Method: Principal Axis Factoring Rotation Method: Oblimin with Kaiser Normalization
.738 .881 .711 .799
Hasildan Pembahasan Penelitian Secara singkat, pengembangan instrumen kecemasan olahraga ini melalui dua kegiatan, yakni kegiatan adaptasi dan kegiatan pengumpulan butirbutir baru dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) wawancara, (2) grup nominal, dan (3) grup Q-sort. Selanjutnya instrumen tersebut diuji cobakan sebanyak dua tahap, yakni uji coba satu dan uji coba dua. Hasil uji coba selanjutnya dianalisis dengan menggunakan pengujian validitas, reliabilitas, dan analisis faktor. Berdasarkan hasil analisis, dapat dilihat faktor dan butir yang mencerminkan faktor-faktor gejala dan gangguan kecemasan olahraga yang diikutsertakan dalam skala kecemasan olahraga adalah sebagai berikut. Faktor motorik.Berdasarkan hasil pengujian validitas, pengujian reliabilitas, dan analisis faktor hanya sembilan gejala dan gangguan dari faktor motorik yang mencerminkan gejala dan gangguan kecemasan olahraga yang diikutsertakan dalam skala kecemasan olahraga. Adapun gejala dan gangguan kecemasan olahraga tampak pada diri atlet melalui keadaan raut muka dan dahi berkerut, gemetar, kaki terasa berat, sering menggaruk-garuk kepala, otot-otot sakit, sering jalan mondar-mandir, badan lesu, tubuh terasa kaku, dan mengalami ketegangan otot. Faktor motorik adalah faktor pertama dalam kecemasan olahraga dengan korelasi antara skor butir dengan skor faktor terletak pada rentang 0.946 sampai 0.358. Faktor afektif.Berdasarkan hasil pengujian, validitas, pengujian reliabilitas, dan analisis faktor hanya tiga gejala dan gangguan dari faktor afektif yang mencerminkan gejala dan gangguan kecemasan olahraga yang diikutsertakan dalam skala kecemasan olahraga. Adapungejala dan gangguan kecemasan olahraga tampak pada diri atlet melalui pengakuan atlet seperti merasa cepat putus asa, sembrono, dan memiliki keraguan diri. Faktor afektif adalah faktor kedua dalam kecemasan olahraga dengan korelasi antara, butir dengan skor faktor terletak pada rentang
.567 .496 .364 .695 .933 .497 .676 .794 .632 .339 .722 .562
Extraction Method: Principal Axis Factoring Rotation Method: Oblimin with Kaiser Normalization Factor correlation matrix.Nilai-nilai yang diperoleh dari korelasi berdasarkan nilai analisis faktor, terlihat dengan jelas bahwa muatan faktor dari 22 butir yang terdistribusi pada 4 faktor dan masingmasing butir bermuatan secara signifikan pada faktor yang ditargetkan untuk diukur. Tampak faktor-faktor dalam Skala kecemasan olahraga saling berkorelasi satu dengan yang lain, walaupun secara analisis faktor masing-masing faktor tampak jelas mengukur dimensi kecemasan yang harus diukur. Adapun factor correlation matrix hasil analisis faktor dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.
31
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
6.
0.773 sampai 0.654. Faktor somatik.Berdasarkan hasil pengujian validitas, pengujian reliabilitas, dan analisis faktor hanya tujuh gejala dan gangguan dari faktor somatik yang mencerminkan gejala dan gangguan kecemasan olahraga yang diikutsertakan dalam skala kecemasan olahraga. Adapun gejala dan gangguan kecemasan olahraga tampak pada diri atlet dalam keadaan jantung berdebar-debar keras, ingin buang air kecil, mengalami ketegangan, pemafasan tidak teratur, sering minum air, berkeringat dingin, dan sukar tidur. Faktor somatik adalah faktor ketiga dalam kecemasan olahraga dengan korelasi antara skor butir dengan skor faktor terletak pada rentang 0.861 sampai 0.392. Faktor kognitif.Berdasarkan hasil pengujian validitas, pengujian reliabilitas, dan analisis faktor hanya tiga gejala dan gangguan dari faktor kognitif yang mencerminkan gejala dan gangguan kecemasan olahraga yang diikutsertakan dalam skala kecemasan olahraga. Adapun gejala dan gangguan kecemasan olahraga tampak pada diri atlet dalam wujud tidak bisa berkonsentrasi, berpikir tentang hal-hal yang tidak berhubungan, dan pikiran negatif yang mengganggu konsentrasi. Faktor kognitif termasuk faktor keempat dalam kecemasan olahraga dengan korelasi antara skor butir dengan skor faktor terletak pada rentang 0.501 sampai 0.334. Berdasarkan hasil reduksi, pengujian validitas, pengujian reliabilitas, dan analisis faktor, dapat disimpulkan dari sekian banyakbutir yang dirancang untuk skala kecemasan olahraga setelah melalui reduksi dan analisis statistik hanya 22 butir pernyataan yang terdiri atas 4 faktor yang dapat dipakai untuk skala kecemasan olahraga yang memiliki tingkat kesahihan yang sedang serta memiliki tingkat keterandalan yang tinggi. Di samping itu, mengingat kebutuhan yang jelas terhadap aspek multidimensi suatu instrumen yang bisa membedakan aspek-aspek kecemasan olahraga, skala ini disusun atas empat dimensi kecemasan olahraga, yakni dimensi motorik, dimensi afektif, dimensi somatik, dan dimensi kognitif Adapun skala kecemasan olahraga (SKO) tersebut di bawah ini.
7. 8. 9. 10. 11.
12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
22.
Tabel 5. Skala kecemasan olahraga No. 1. 2. 3. 4. 5.
Butir Pernyataan
SS
S
AS
TS
Jantung saya berdebar-debar keras saat menghadapi pertandingan. Tubuh saya kaku saat menghadapi pertandingan. Pikiran-pikiran negatif mengganggu konsentrasi saya saat pertandingan. Saya sukar tidur saat menghadapi pertandingan Kaki saya berat saat menghadapi pertandingan.
32
Saya gemetar saat menghadapi pertandingan. Saya memikirkan tidak akan mampu berkonsentrasi saat pertandingan. Saya sembrono saat pertandingan. Saya mengalami ketegangan saat menghadapi pertandingan. Saya berkeringat dingin saat menghadapi pertandingan. Saya cepat putus asa saat pertandingan, apabila berada dalam keadaan tertekan. Saya selalu ingin buang air kecil saat menghadapi pertandingan. Saya mengalami ketegangan otot (krem) saat pertandingan. Saya memiliki keraguan diri saat pertandingan. Pernafasan saya tidak teratur saat menghadapi pertandingan. Saya sering jalan mondar-mandir saat menghadapi pertandingan. Saya sering menggaruk-garuk kepala saat menghadapi pertandingan. Badan saya lesu saat menghadapi pertandingan. Otot-otot saya sakit saat menghadapi pertandingan. Saya sering minum air saat menghadapi pertandingan. Saya menemukan diri saya berpikir tentang hal yang tidak berhubungan saat pertandingan. Raut muka dan dahi saya berkerut saat menghadapi pertandingan.
Kesimpulan Hasil penelitian kali ini menunjukkan bahwa skala kecemasan olahraga yang terdiri atas empat faktor dan 22 butir pernyataan sudah dapat dinilai valid dan reliabel untuk mengukur kecemasan olahraga. Instrumen kecemasan olahraga yang dikembangkan di Provinsi Aceh sudah memperoleh replikasi kelayakan dan keandalan. Bagaimanapun juga instrumen kecemasan olahraga tersebut masih perlu dikembangkan dan diujicobakan kepada subjek yang berbeda sehingga benar-benar memperoleh implikasi kelavakan dan keandalan untuk digunakan pada situasi penelitian yang lebih luas. Penelitian pengembangan instrumen kecemasan olahraga ini masih memiliki beberapa kelemahan, antara lain adalah: (1) analisis faktor yang masih terbatas pada tahap penggunaan analisis faktor penyelidikan (exploratory factor analyses/ EFA), belum sampai pada tahap analisis faktor penegasan (confirmatory factor analyses/CFA), dan (2) pelaksanaan uji coba tahap satu dan dua seharusnya dilakukan setelah menghadapi pertandingan (subjek harus bertanding sebelum menjawab angket), tetapi dalam pelaksanaannya subjek curna dikondisikan untuk mereview kembali tentang gejala dan gangguan yang subjek rasakan saat menghadapi lawan yang paling tangguh.
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
higher education setting.Thesis, unpublished, Australia Macquarie University, Sydney. Mutohir, T. C (1987)Laporan penelitian pengembangan instrumen evaluasi efektifitaspengajaran di perguruan tinggi (suatu rintisan).Surabaya, Pusat Penelitian IKIP Surabaya, Depdikbud. Mutohir, T. C (1994)Evaluasi keefektivan pengajaran studi kasus di IKIP Surabaya. Media Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan No. 73/Th XVI/7/1994. IKIP Surabaya. Nie, N_ H., Hull, C. H., Jenkins. J.G., Steinbrenner, ' K., & Bent, D. H. (1975). Statistical package for social sciences.New York: McGraw-Hill. Pedhazur, E.J. & Schmelkin, L.P (1991)Measurement, design, and analysis: An integrated approach.Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates. Sample, J.A (1984) Nominal group technique: An alternative to brainstorming. Journal of Extension, 22 (2). Retrieved July 8, 2064, from: http:/'/'www.joe.org/ foe 1984 march/ iw2. html. Setyobroto, S (1989)Psikologi olahraga.Jakarta: Anem Kosong Anem. Sroufe, L. Alan, Cooper, Robert G., and Ganie B. DeHart. Child developinent, Its nature and course.New York: McGraw. Hill Smith, R.E. & Sarason, I.G (1993)Psychology thefrontiers of behavior.New York: Harper & Row Publisher. Smith, R. E., Smoll, F. L, & Schutz. R. W. (1990). Measurement and correlates ofsport specific cognitive and somatic trait anxiety: The sport anxiety scale. Anxiety Research, 2, 263280. Spielberger, C.S (1972) Theory and research on anxiety: Anxiety behaviour.Academic press. Stodolsky, S (1985) Telling math: Origin of math aversion and anxiety. Educational Psyhologist, 3, 125-133. Sumn, R.M (1990) Visual motor behaviour rehearsal for adaptive behaviour. In Krumboltzand C. Thoresen (Eds.). Counseling methods (unpublised).New York: Holt, Rinehart Winston. Suryabrata, S (1999)Pengembangan instrumen psikologis.Direktoral Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdikbud.
Daftar Pustaka Anshel, M.H (1997)Sport psychology: From theory to practice. Scottsdale, AZ:GorsuchScarisbrick. Anastasi, A, & Urbina, S (1997)Psychological testing (7th edition). Toronto: Prentice-Hall, Inc. Bender, W.N (1992)Learning disabilities: Characteristic, identifications, and learning strategies. Boston: Allyn and Bacon. Cratty, B.J (1973)Psychology in contemporary, sport.New Jersey: Prentice Hall, Inc. Costin, F. & Draguns, J. G (1989) Abnormal psychology: Patterns, issues, and inventions. New York: John Wiley & Sons. Dunn, J. G. H., Wilson, P., & Syroruik, D. G (2000) Reexamining the factorial composition and factor structure of the sport anxiety scale. Journal of Sport and Exercise Pscyhology, 22,183-193. Gazpersz, V (1992)Teknik analisis dalam penelitian percobaan.Jilid 1 dan 2, Bandung. Gauvin, L. & Russel, S.J. (1993). Sport-specific and culturally adapted measures in sport and exercise psychology research: Issues and strategies. In M. Murphey & L.K. Tennant (Eds.), Handbook of research on sport psychology(pp. 891-900). New York: Macmillan. Gorsuch. R. L (1983)Factor analyses(2"led.). Hillsdale. NJ: Erlbaum Gunarsa, S.D (1989)Psikologi olahraga. Jakarta: PT. Gunung Mulia. Gunarsa, S.D. (2004, 8 Mei). Latihan mental terlupakan[on-line]. Diambil 8 Juli 2004, dari http://www.kompas.com/kompas%2Dcetak/ 0405/08/or/10 13124.htm Hadi, S (1991)Analisis butir untuk instrumen angket tes dan skala nilai dengan Basic. Yogyakarta: Andi Offset. Hardy, L., Jones, G., & Gould, D (1996)Understanding psychology preparation for sport: Theory and practice of elite performers. Chichester: Wiley. Martens, R., Vealey, R. S. & Burton, D (1990)Competitive Anxiety in Sport.Champaign, Illinois: Human Kinetics. Messick, S. (1989). Validity. In R.L. Linn (Ed.). Education measurement(3rd ed., pp. 1317). New York: Amereican Council on Education. Mutohir, T. C (1986)The Development and examination of student evaluation of teaching a effectiveness in an Indonesian
33
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA MATERI BOLA VOLI MELALUI METODE PRAKTEK SISWA KELAS X-1 SEMESTER 2 SMA NEGERI 1 BAITUSSALAM
Abdul Manaf*)
Abstrak:Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi bola Voli melalui metode praktek. Penelitian ini dilaksanakan pada SMA Negeri 1 Baitussalamtahun ajaran 2012/2013. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, mulai awal bulan September sampai dengan akhir bulan November 2012 pada semester genap. Sumber data berasal dari siswa kelas X-1 SMA Negeri 1 Baitussalam. Alat pengumpulan data berupa butir soal test dan lembar instrumen aktivitas siswa. Validasi data yang diperlukan dalam penelitian ini ada dua macam yaitu data primer dan data skunder. Data Primer terdiri dari observasi aktivitas siswa, dan data skunder terdiri dari nilai hasil belajar siswa yang diperoleh dari tes hasil belajar. Analisa data menggunakan metode statistik deskriptif persentase. Indicator kinerja digunakan untuk mengukur keberhasilan tiap-tiap siklus dalam penelitian tindakan kelas. Prosedur penelitian terdiri dari dua siklus. Setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan ketuntasan belajar siswa mencapai 85,4%. Kata Kunci:Prestasi Belajar,Olahraga, Bola Voli, Metode Parktek menaruh minat yang sangat besar kepada perkembangan olahraga. Kepedulian masyarakat kepada olahraga juga ditunjukkan dengan pembinaan atlet – atlet daerah. Kerjasama dengan pemerintah di daerah masingmasing bibit-bibit unggul yang dimiliki masingmasing daerah didik untuk mampu menjadi atlet berprestasi baik ditingkat daerah, propinsi maupun tingkat nasional hingga internasional. Maka tidak mengherankan apabila di daerah mulai bermunculan club – club olahraga kecil maupun besar dari berbagai cabang olahraga. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang berperan sebagai wadah mendidik siswa untuk cerdas, terampil, dan memiliki wawasan yang luas juga dapat berfungsi untuk mencari bibit unggul dalam bidang olahraga. Mencari bibit unggulan tidaklah mudah harus ada suatu kerjasama antara lembaga masyarakat dan berbagai pihak terkait. Seorang siswa yang memiliki bakat dalam bidang olahraga tertentu harus dibina secara baik dan aktif supaya siap berprestasi. Permasalahan yang sering dihadapi sekolah dalam membina siswa dalam bidang olahrga adalah kurangnya motivasi siswa dalam belajar suatu cabang olahraga tertentu. Siswa cenderung mengangap olahraga hanya sebagai hiburan semata. Mereka kurang serius dalam memfokuskan diri dalam cabang olah raga tertentu yang di gemari padahal mereka memiliki minat dan bakat dalam bidang tersebut. Sedangkan berhasilnya tujuan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah faktor guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan
Pendahuluan Kegiatan olahraga yang dilakukan pada siswa SMA Negeri 1 Baitusslam secara baik dan benar memiliki dampak positif dalam perkembangan siswa baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Kegiatan olahraga pada siswa selain memberi manfaat kesehatan fisik juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan sosialisasi siswa di berbagai bidang. Perkembangan olah raga saat ini semakin semarak. Berbagai cabang olah raga mulai diminati oleh siswa baik di kota maupun di daerah. Antusias siswa SMA negeri 1 Baitussalam terhadap pembelajaran olahraga di tunjukkan dengan dukungan mereka saat pembeljaran berlangsung ,tetapi masih bermain tampa ada teknik yang benar. Banyak cabang-cabang atletik diperlombakan baik tingkat nasional maupun internasional. Berbagai kejuaraan olahraga baik yang diselenggarakan di daerah maupun di ibukota selalu dipadati oleh penonton, misalnya liga sepak bola Indonesia (Liga Djarum). Para seporter masing-masing kesebelasan memberikan dukungan moril maupun materiil kepada kesebelasan kesayangannya. Tak hanya sepak bola cabang olah raga yang lain seperti badminton, bola voli, basket, tenis lapangan dan tenis meja juga semarak di berbagai penjuru tanah air. Mencermati fenomena diatas tepat sekali kirannya bahwa saat ini olahraga telah menempati ruang khusus pada masyarakat Indonesia. Olahraga menjadi bukan sekedar kebutuhan namun juga hiburan yang layak di tonton. Jika dahulu piminat olahraga hanya di dominasi oleh para lelaki dewasa saat ini para wanita dan anak – anak kecil pun juga
34
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
kecerdasan serta keterampilan siswa. Untuk mengatasi permasalahn diatas dan guna mencapai tujuan pendidikan secara maksimal, peran guru sangat penting dan diharapkan guru mampu menyampaikan semua mata pelajaran yang tercantum dalam proses pembelajaran secara tepat dan sesuai dengan konsep-konsep mata pelajaran yang akan disampaikan. Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan suatu penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi siswa dalam pelajaran jasmani. Dalam penelitian ini materi yang dipilih adalah cabang olahraga bola voli karena olahraga ini merupakan salah satu olahraga yang populer. Dalam penelitian ini dengan judul penelitian,’’ Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Olahraga Bola Voli Melalui Metode Praktek Siswa Kelas X-1 Semester 2 SMANegeri 1 Tahun pelajaran 2012/2013”.
kondisional yang ada, diantaranya adalah: seperti yang dikemukakan Tabrani (1992; 23-24) yaitu: a) Peserta didik yang belajar harus melakukan banyak kegiatan. b) Belajar memerlukan latihan dengan relearning, recall, dan review, agar pelajaran yang terlupakan dapat dikuasai, dan yang belum dikuasai akan menjadi milik peserta didik. c) Belajar akan lebih berhasil jika peserta didik merasa berhasil dan mendapat kepuasan. d) Peserta didik yang belajar mengetahui apakah ia gagal atau berhasil dalam belajar. e) Faktor asosiasi besar manfaatnya dalam belajar, karena semua pengalaman belajar, antara yang lama dan yang baru secara berurutan diasosiasikan . f) Pengalaman masa lampau dan pengertian yang dimiliki siswa besar peranannya dalam proses belajar. g) Kesiapan belajar. Maksudnya peserta didik yang telah siap belajar akan dapat melakukan kegiatankegiatan belajar lebih mudah dan lebih berhasil. h) Minat dan Usaha. Maksudnya adalah dengan minat dan usaha yang baik akan mendorong peserta didik untuk belajar lebih baik. i) Kondisi badan peserta didik sangat mempengaruhi proses belajar mengajar .
Kerangka Teoritis Hakekat Belajar BelajarmenurutSudjana (1988:28) adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Sedangkanmenurut Slamento (1995:2) Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Pasaribu (1983:59) belajar diartikan sebagai suatu proses perubahan kegiatan, reaksi terhadap lingkungan, perubahan tersebut tidak dapat disebut belajar apabila disebabkan oleh pertumbuhan atau keadaan sementara seseorang seperti kelelahan atau disebabkan oleh obat-obatan. Perubahan kegiatan yang dimaksud mencangkup pengetahuan, kecakapan, tingkah laku. Perubahan ini diperoleh melalui latihan (pengalaman) bukan perubahan yang dengan sendirinya karena pertumbuhan kematangan atau karena keadaan sementara seperti mabuk. Belajar menurut Engkoswara (1988:2) adalah suatu proses perubahan tingkah laku, yaitu dalam bentuk prestasi yang telah direncanakan terlebih dahulu. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu pola penguasaan terhadap suatu pengetahuan .
Hasil Belajar Istilah hasil belajar mempunyai hubungan yang erat kaitannya dengan prestasi belajar. Sesungguhnya sangat sulit untuk membedakan pengertian prestasi belajar dengan hasil belajar. Ada yang berpendapat bahwa pengertian hasil belajar dianggap sama dengan pengertian prestasi belajar. Akan tetapi lebih dahulu sebaiknya kita simak pendapat yang mengatakan bahwa hasil belajar berbeda secara prinsipil dengan prestasi belajar. Hasil belajar menunjukkan kualitas jangka waktu yang lebih panjang, misalnya satu cawu, satu semester dan sebagainya. Sedangkan prestasi belajar menunjukkan kualitas yang lebih pendek, misalnya satu pokok bahasan, satu kali ulangan harian dan sebagainya. Nawawi (1981:100) mengemukakan pengertian hasil adalah sebagai berikut: Keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau skor dari hasil tes mengenai sejumlah pelajaran tertentu. Pendapat lain dikemukakan oleh Sadly (1977: 904), yang memberikan penjelasan tentang hasil belajar sebagai berikut, “Hasil yang dicapai oleh tenaga atau daya kerja seseorang dalam waktu tertentu”, sedangkan Marimba (1978:143) mengatakan bahwa “hasil adalah kemampuan
Faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar Proses belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai prosedur. Prinsip dari belajar adalah terjadinya perubahan terhadap diri seseorang. Belajar yang efektif sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
35
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
seseorang atau kelompok yang secara langsung dapat diukur”. Menurut Nawawi (1981:127), berdasarkan tujuannya, hasil belajar dibagi menjadi tiga macam, yaitu: a. Hasil belajar yang berupa kemampuan keterampilan atau kecapakan di dalam melakukan atau mengerjakan suatu tugas, termasuk di dalamnya keterampilan menggunakan alat. b. Hasil belajar yang berupa kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan tentang apa yang dikerjakan. c. Hasil belajar yang berupa perubahan sikap dan tingkah laku.
melakukan praktek.Seorang siswa memahami apa yang disampaikan
benar-benar
Langkah Pemberian Metode Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan saecara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Muhibbin Syah (2000) Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham siswa. Menurut Muhibbin Syah ( 2000 )mendefinisikan bahwa metode diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan memecahkan masalah (problem solving). Metode ini lazim juga disebut sebagai diskusi kelompok (group discussion) dan resitasi bersama (socialized recitation). Metode diskusi diaplikasikan dalam proses belajar mengajar untuk : a. Mendorong siswa berpikir kritis. b. Mendorong siswa mengekspresikan pendapatnya secara bebas. c. Mendorong siswa menyumbangkan buah pikirnya untuk memcahkan masalah bersama d. Mengambil satu alternatif jawaban atau beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan masalah berdsarkan pertimbangan yang seksama.
Mengukur Hasil Belajar Untuk mengetahui sejauh mana proses belajar mengajar mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan, maka perlu diadakan tes hasil belajar. Menurut pendapat Winata Putra dan Rosita (1997; 191 ) tes hasil belajar adalah salah satu alat ukur yang paling banyak digunakan untuk menentukan keberhasilan seseorang dalam suatu proses belajar mengajar atau untuk menentukan keberhasilan suatu program pendidikan. Adapun dasar-dasar penyususan tes hasil belajar adalah sebagai berikut: a) Tes hasil belajar harus dapat mengukur apa-apa yang dipelajari dalam proses pembelajaran sesuai dengan tujuan instruksional yang tercantum dalam kurikulum yang berlaku. b) Tes hasil belajar disusun sedemikian sehingga benar-benar mewakili bahan yang telah dipelajari. c) Bentuk pertanyaan tes hasil belajar hendaknya disesuaikan dengan aspek-aspek tingkat belajar yang diharapkan. d) Tes hasil belajar hendaknya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar.
Kelebihan metode diskusi sebagai berikut : a.Menyadarkan anak didik bahwa masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jalan b. Menyadarkan ank didik bahwa dengan berdiskusi mereka saling mengemukakan pendapat secara konstruktif sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik. c. Membiasakan anak didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya dan membiasakan bersikap toleransi. (Djamarah, 2000).
Metode Praktek Metode praktek merupakan metode mengajar dimana siswa melaksanakan kegiatan latihan praktek agar siswa memiliki ketegasan atau ketrampilan yang lebih tinggi dari apa yang telah dipelajari.Dengan praktek siswa akan lebihmengaplikasikan teori yang diberikan oleh guru/pembimbing.Siswa akan mampu membuktikan/ mempercayai teori yang telah dia dapatkan setelah praktek.Siswa menjadi tidak bingung / ngambang terhadap teori yang didapatkan dengan menjalankan praktek.Siswa langsung dihadapan pada permasalahan nyata, yaitu praktek. Misalnya bagaimana membuat kunci pas dll.Ketrampilan siswa meningkat atau lebih tinggi dari apa yang telah dipelajari dari teori yang disampaikan guru dengan
Kelemahan metode diskusi sebagai berikut : a. tidak dapat dipakai dalam kelompok yang besar. b. Peserta diskusi mendapat informasi yang terbatas. c. Dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara. d. Biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal (Djamarah, 2002) Prosedur Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada SMA Negeri 1 Baitussalam kelas X-1 semester 1 dengan fokus penelitian tentang Standar kopetensi. 36
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
Mempraktikkan keterampilan bermain salah satu permainan dan olahraga beregu bola dengan menggunakan peraturan yang dimodifikasi serta nilai kerjasama, kejujuran, menghargai, semangat, percaya diri. Tindakan kelas ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai dengan November semester genap tahun ajaran 2012/2013. materi tersebut di ajarkan pada semester genap 2012 Berdasarkan setting penelitian di atas maka subjek penelitian tindakan kelas ini adalah: siswa siswi SMA Negeri 1 Baitussalam Kelas X-1 berjumlah 25 orang siswa terdiri dari 18 perempuan dan 7 orang laki-laki. Sesuai dengan subjek penelitian di atas sumber data penelitian tindakan kelas ini adalah siswa-siswi kelas X-1 semester genap 2012/2013 dengan standar kompetensi Memiliki kemantapan dan pemahaman tentang kekuatan diri dan pengembanganya untuk pengembangan melalui kegiatan-kegiatan yang kreatif,produktif baik dalam kehidupan sehari-hari maupun perannya dimasa datang. Untuk mendapatkan data penulis melakukan kegiatan sebagai berikut: a. Melakukan konsultasi pada siswa dalam mengumpulkan informasi baik melalui media dan konsultasi individu. b. Melakukan konsultasi pada siswa dalam mengumpulkan informasi baik melalui kunjungan rumah siswa yang bermasalah. Pengumpulan data dalam penelitian tindakan kelas ini yaitu a. Melakukan wawancara langsung dan juga melakukan tes tulis yang ada hubungannya dengan keprcyaan diri. b. Menyediakan media berkonsultasi tentang kepercayaan diri dan idealism siswa. c. Lembaran instrument aktivitas siswa
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dengan 2 siklus dan di setiap siklus dilaksanakan dengan 2 kali pertemuan dalam setiap siklus. Adapun langkah-langkah dalam setiap siklus sebagai berikut: 1. Planing Pelasksanaan penelitian tindakan kelas ini dengan merencanakan proses pembelajaran, merencanakan RPP dan membuat media dan angket membuat instrument observasi dalam proses belajar mengajar. 2. Acting Kegiatan dilaksanakan dengan menggunakan acuan kegiatan yang terdapat dalam perencanaan. 3. Observasi Penelitian tindakan kelas ini dengan mengamati siswa tentang kreativitas belajar, mengumpul informasi tentang kepercayaan diri. mengamati siswa tentang kegiatan praktek. 4. Refleksi Renungan dilaksanakan di akhir setiap tindakan atau pertemuan direfleksi hasilnya dijadikan acuan bagi peneliti untuk melakukan tindakan berikutnya. Selanjunya pada siklus II juga dilaksanakan dengan memperhatikan kekurangan pada siklus I diharapakan hasil tindakan menjadi lebih baik.Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat di lihat pada gambar di bawah ini.
Refleksi
Rencana awal/rancangan
Putaran 1
Rencana yang
Putaran 2
Tindakan/ Obser
Berdasarkan validasi di atas maka, analisis data pada penelitian tindakan kelas ini yaitu: 1. Hasil proses belajar mengajar menggunakan analisis deskriptif komparatif dengan membandingkan nilai tes setiap siklus terhadap respon siswa A persentase respon = x 100% B dimana A = Proposi siswa yang memilih B = Jumlah siswa (responden) 2. Observasi dengan menganalisis deskriptif berdasarkan hasil observasi dari aktivitas siswa dan observasi proses pembelajaran dan hasil refleksi. Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu “seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 70% atau nilai 70 Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar. 3. Prosesdur Penelitian
Refleksi
direvisi
Tindakan/ Observasi vasi
Refleksi
Rencana yang direvisi
Tindakan/ Observasi
Gambar 3.1 Alur PT
37
Putaran 3
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
Berdasarkan perencanaan tersebut di atas pelaksanaan tindakan pada siklus I pertemuan 1 penulis lakukan sebagai berikut: a. Pada awal pertemuan guru melaksanakan apersepsi melakukan memotivasi siswa dan mejelaskan cara metode permainan yang baik sehingga dapat menyatakan wawasandalam memahami dirinya sendiri dan mempersiapkan absen siswa. b. Membagikan team permainan pada kelas X-1 membagikan bahan ajar yang sesuai dengan langkah-langkah permainan. c. Setelah hasil berkonsultasi dalam team saling memberikan memahami isi dari konsultasi dijadikan sebuah team pertandingan sesame kelompok permainan. d. Kegiatan selanjutnya hasil permainan pada setiap team. e. Pada kegiatan selanjutnya dilakukan berkonsultasi pada setiap kelompok untuk dijadikan hasil pembelajan yang menyenangkan. f. Kegiatan selanjutnya menyimpulkan atau memilah-milah berbagai hasil diskusi yang dijadikan suatu konsep permainan bola voli. g. Mempublikasikan hasil konsultasi kepada semua kelompok h. Melaksanakan konsultasi kepada secara pribadi dan kelompok kemudian peneliti melaksanakan motivasi lagi yang tujuannya dapat memberikan bantuan dalam mengatasi hambatan yang dihadapinya. i. Member catatan khusus bagi siswa yang perlu mengambil keputusan yang tepat dalam mengembangkan kekuatan diri untuk mengembangkannya melalui kegiatan-kegiatan yang kreatif,produktif j. Pada tahap selanjutnya peneliti mengumpulkan hasil konsultasii yang sudah dibahas bersama dinilai yang hasilnya sebagai berikut:
Hasil Penelitian Proses pembelajaran dengan menggunakan metode praktek pada siswa SMA Negeri 1 Baitussalam telah terjadi peningkatan dimana siswa dapat melakukan passing atas dan bawah dalam permainan bola voli. Kegiatan siswa dalam belajar sangat meneyenangkan tetapi dalam permainan bola voli siswa belum begitu efektif dalam melakukannya secara maksimal .masih ragu-ragu dalam melakukan passing bola.Setelah dilakukan tindakan maka, terjadi peningkatan kemampuan siswa SMA Negeri 1 Baitussalam dalam permainan bola voli. Untuk menyatakan hasil penelitian, tindakan Kelas ini dilakukan dalam dua siklus dengan kegiatan sebagai berikut: Tabel 4.1.Keadaan Awal Nilai Kognetif, Psikomorik Siswa No Aspek Yang Jumlah Persen dinilai %
1
Kognitif
2
Psikomotorik
3
Afektif
Nilai tidak tuntas 6 orang siswa 7 orang siswa 15 orang siswa
Nilai tuntas 9 siswa
20%
14 siswa
15%
5 siswa
25 %
Berdasarkan pengamatan terhadap nilai kognetif, psikomotorik dan afekti di atas maka, kemampuan siswa dalam permainan volli dapat ditingkatkan kemampuan siswa. Untuk menyatakan hasil penelitian tindakan kelas ini penulis melaksanakan dalam 2 siklus dan setiap siklus dilakukan 2 kali pertemuan dengan kegiatan sebagai berikut:
Tabel 4.2 Hasil penialaian siklus I pertemua 1 No
Diskripsi Hasil Siklus I 1) Perencanaan Perencanaan penelitian tindakan kelas ini adalah mempersiapkan RPP sebagai acuan pembelajaran, mempersiapkan media Praktek, mempersiapkan lembaran kerja siswa dan menyusun instrument penilaian kerativitas siswa. Merencanakan aspek penilaian yang mencakupi nilai kognetif, psikomotorik dan afektif. 2) Pelaksanaan
38
Nis
Nama Siswa
1 2 3
3407 3439 3378
Amirul Mukminin Desi Maulida Elli TriaWahyuni
4
3470
Erisa Kofa
5
3370
6
3379
Fara Nurrahmatillah Intan Afriyanti
7 8
3381 3382
Isma Saputri M.Rizaldi
9 10
3514 3384
Meli Agustina Muthmainah
Penilian Ketuntasan Berkarakter Kog Psik Afek 70 70 B Tuntas 70 70 B Tuntas 65 65 C tidak tuntas 60 60 D tidak tuntas 60 60 D tidak tuntas 65 65 C tidak tuntas 70 70 B Tuntas 65 65 D tidak tuntas 70 70 B Tuntas 60 60 D tidak
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
11
3385
Mutia
60
60
D
12 13
3386 3387
Nazarullah Nova Maulidar
70 60
70 60
B D
14
3388
Nurasmaniah
60
60
D
15 16
3418 3389
Nur Syarifah Nurbaiti
80 60
70 60
A C
17 18
3390 3391
Nurjannah Putri Wulandari
80 60
80 60
A C
19
3393
Rahmad Iqbal
60
60
C
20 21
3395 3396
Rahmad MY Ridwan
70 60
70 60
B D
22 23 24
3423 3399 3400
Sharilla Afriyanti Shela Amelia T.Husni Ali
70 70 60
70 70 60
B B D
Yanti Aminah
70
70
B
222. 5 6.5
222. 5 6.5
25 3403 jumlah
Rata-rata Persentase
tuntas tidak tuntas Tuntas tidak tuntas tidak tuntas Tuntas tidak tuntas Tuntas tidak tuntas tidak tuntas tuntas tidak tuntas Tuntas Tuntas tidak tuntas Tuntas 32 %
b. Memposisikan dalam menggali materi tentang permaianan bola volli agar siswa tidak melanggar atau menyisakan waktu dalam berkonsultasi c. Memberikan batas waktu pada siswa semoga bekerja yang efektif yaitu dangan memberikan penilaian khusus seperti mengatakan pada siswa proses pembelajaran ini akan dinilai kemampuan siswa antara keterampilan siswa dan sikap siswa ( kongnitif, psikomotorik dan afektif). Berdasarkan tindakan di atas maka, kegiatan pada pertemuan 2 ini dapat dilihat hasil tindakan pada tabel 4.3 di bawah ini. Tabel 4.3.Hasil penialaian siklus I pertemua 2 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 jumlah
Hasil tindakan pada siklus I pertemuan 1 di atas maka, aktivitas siswa berlangsung dengan baik tetapi masih ada kekurangan dalam hal pemahaman siswa terhadap permainan volli Kekurangan siswa dalam berkonsultasi dan memahami cara bermain maka, nilai setiap subtansi mencapai nilai 222.5 dan rata rata 6.5 baik nilai kognitif, psikomotorik dan afektif sedangkan ketuntasan secara klasikal mencapai 32 %. Berdasarkan keadaan nilai tersebut di atas maka penulis mencobah lagi pada pertemuan ke 2 dengan memposisikan alat permaianan yaitu sebagai sumber pembelajaran. Penulis berusaha merencenakan kembali materi ajar dalam RPP dan mencoba merencanakan media informasi yang lebih baik lagi. Rencana lainnya peningkatan motivasi kepada siswa dengan berbagai upaya yang dilakukan pada pertemuan 2 ini maka, siswa lebih sedikit mampu memanfaatkan berbagai kesiapan dalam proses belajar mengajar dan penulis selalu memberikan pengarahan kepada siswa supaya mengerti tentang permainan yang baik . Mengetahui hasil tindakan pada pertemuan 2 ini penulis sangat berhati-hati memberikan informasi dalam kegiatan yang dilaksanakan pada pertemuan 2 ini adalah a. Menyusun kelompok belajar dan menganalis bahan yang akan praktekkan, memberikan motivasi dan mengatur tempat permainan siswa yang strategi dalam proses pembelajaran.
Nis 3407 3439 3378 3470 3370 3379 3381 3382 3514 3384 3385 3386 3387 3388 3418 3389 3390 3391 3393 3395 3396 3423 3399 3400 3403
Rata-rata Persentase
Nama Siswa Amirul Mukminin Desi Maulida Elli TriaWahyuni Erisa Kofa Fara Nurrahmatillah Intan Afriyanti Isma Saputri M.Rizaldi Meli Agustina Muthmainah Mutia Nazarullah Nova Maulidar Nurasmaniah Nur Syarifah Nurbaiti Nurjannah Putri Wulandari Rahmad Iqbal Rahmad MY Ridwan Sharilla Afriyanti Shela Amelia T.Husni Ali Yanti Aminah
Penilian Berkarakter Kog Psik Afek 70 70 B 70 70 B 65 65 C 60 60 D 60 60 C 70 70 B 70 70 B 70 70 B 65 65 C 70 70 B 70 70 B 70 70 B 60 60 C 60 60 C 80 70 B 60 60 C 80 80 A 60 60 C 60 60 C 75 75 B 60 60 C 70 70 B 70 7O B 60 60 C 70 70 B 226.5 226. 5 6.6 6.6
Ketuntasan Tuntas Tuntas tidak tuntas tidak tuntas tidak tuntas Tuntas Tuntas Tuntas tidak tuntas Tuntas Tuntas Tuntas tidak tuntas tidak tuntas Tuntas tidak tuntas Tuntas tidak tuntas tidak tuntas tuntas tidak tuntas Tuntas Tuntas tidak tuntas Tuntas 50.6%
Berdasarkan pelaksanaan tindakan di atas telah terjadi perubahan yang sangat yang meningkat diberbagai komponen yaitu nilai kognetif, psikomotorik dan afektif mencapai nilai rata-rata 6.6 dan persen ketuntasan mencapai 50.6 %, jumlah ini juga juga belum mencapai nilai secara klasikal maka, penelitia akan merencanakan kembali pada siklus berikutnya. 3) Observasi Betdasarkan pelaksanaan tindakan di atas maka, pengamatan yang dilakukan dalam tindakan pada siklus I ini antara lain penilaian kognetif, psikomotorik dan afektif siswa dalam memahami konsep percaya diri dengan layanan berkomunikasi dalam proses pembelajaran maka, nilai yang di dapati juga telah ada peningkatan yaitu keterampilan memamhami konsep percaya diri sikap mengolah informasi dan kemampuan berkomunikasi yang telah dilaksanakan terhadap tindakan. Untuk mengetahui keaktivan siswa dalam berkonsultasi baik melalui media pembelajaran maupun dan pengamatan langsung di luar jam 39
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
pembelajaran. Perbaikan dalam siklus I ini masih harus dilakukan peningkatan prestasi siswa dengan membimbing siswa secara klinis maupun secara kelompok dan juga pemberian motivasi hasil pengamatan pada siklus I dapat di perhatikan pada tabel 3
memberikan tanggung jawab kepada siswa supaya dapat meningkatkan kreativitas belajar . a) Memberikan pembelajaran berkelompok dan mengawasi kegiatan proses pembelajaran memberikan kepercayaan kepada siswa agar kemampuan memahami pengetahahuan pendidikan jasmani. b) Pada sisi lain proses pembelajaran yaitu memposisikan cara berkonsultasi yaitu memberikan pengetahuan kepada siswa. Dalam setiap tindakan peneliti menentukan pola pembelajaran yang terstruktur. c) Memotivasi siswa dengan memberikan pengatahuan tentang diri sendiri. d) Memberikan motivasi siswa pengharapan diri sendiri secara tindakan pada siklus II pertemuan 1 ini dimana penulis memposisikan sebagai alat ukur dalam pertemuan ke 2 dapat diperhatikan pada tabel 4.5
Tabel 4.4.Data Pengamatan Aktivitas Siswa dalam PBM Siklus I N Aspek Jumlah Siswa Tuntas o yang diamati pertemu % Pertemu % an 1 an 2 1 Kognitif 7 32 18 50. % 6 % 2 Psikomoto 7 32 18 50. rik % 6 % 3 Afektif 7 32 18 50. % 6 % Mengamati berbagai aspek dinyatakan siswa dapat meningkatkan kemampuan memahami permainan pembelajaran bola voli. 4) Refleksi Kegiatan tindakan pada siklus I dilaksanakan penilaian terhadap siswa selesai dengan melaksanakan kolaborasi belajar, penulis merencanakan kembali untuk tindakan selanjutnya dan harus mempertahankan keberhasilan dari proses tindakan pada siklus I tindakan yang harus penulis laksanakan adalah: a. Menyampaikan tujuan berkonsultasi yang lebih jelas b. Memberikan motivasi kepada siswa supaya lebih aktif dalam berkonsultasi c. Membagikan waktu yang efektiv dan efesien d. Memberikan kesiapan siswa dalam mengumpulkan dan mengajukan materi konsep diri sesuai dengan kemampuan yang diharapkan.
Tabel 4.5. Hasil Tindakan Siklus II pertemuan 1 No
Deskripsi Hasil Siklus II 1) Perencanaan Perencanaan penelitian tindakan kelas ini adalah mempersiapkan RPP sebagai acuan pembelajaran, mempersiapkan media Praktek, mempersiapkan lembaran kerja siswa 2) Pelaksanaan Tindakan pada siklus II ini telah disusun sehingga proses pembelajaran dengan 40
Nis
Nama Siswa
Penilian Berkarakter Kog Psik Afek 70 70 B 70 70 B 80 80 A 70 70 B 80 80 A
Ketuntasa n
1 2 3 4 5
3407 3439 3378 3470 3370
6 7 8 9 10 11 12
3379 3381 3382 3514 3384 3385 3386
Amirul Mukminin Desi Maulida Elli TriaWahyuni Erisa Kofa Fara Nurrahmatillah Intan Afriyanti Isma Saputri M.Rizaldi Meli Agustina Muthmainah Mutia Nazarullah
70 70 70 70 70 70 60
70 70 70 70 70 70 60
B B B B B B D
Nova Maulidar Nurasmaniah Nur Syarifah Nurbaiti
70 70 80 70
70 70 80 70
B B A B
Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas tidakTunta s Tuntas Tuntas Tuntas
13 14 15 16
3387 3388 3418 3389
17 18
3390 3391
Nurjannah Putri Wulandari
80 60
80 60
A C
19
3393
Rahmad Iqbal
60
60
D
20 21
3395 3396
Rahmad MY Ridwan
75 70
75 70
B B
22 23 24
3423 3399 3400
Sharilla Afriyanti Shela Amelia T.Husni Ali
70 70 60
79 70 60
B B C
25
3403
Yanti Aminah
70
70
B
Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas
Tuntas Tuntas tidak tuntas tidak tuntas tuntas Tuntas Tuntas Tuntas tidak tuntas Tuntas
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
jumlah Rata-rata Persentase
232 6.83
232 6.83
70.6 %
Berdasarkan hasil tindakan pada pertemuan 1 pada siklus II ini hasil tindakan belum mencapai nilai secara klasikal yaitu mencapai 70.6 % ketuntasan dan nilai rata-rata 6.83 pada setiap komponen yang di amati. Peneliti melaksanakan tidankan ke 2 dengan memberikan motivasi yang lebih baik dalam metode praktek bola voli kepada siswa. Untuk mengetahui hasil tindakan ke- 2 dapat di perhatikan pada tabel 4.6 Tabel 4.6. Hasil Tindakan Siklus II pertemuan 2 No
Nis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
3407 3439 3378 3470 3370 3379 3381 3382 3514 3384 3385 3386 3387 3388 3418 3389 3390 3391 3393 3395 3396 3423 3399 3400 3403
jumlah Rata-rata Persentase
Nama Siswa Amirul Mukminin Desi Maulida Elli TriaWahyuni Erisa Kofa Fara Nurrahmatillah Intan Afriyanti Isma Saputri M.Rizaldi Meli Agustina Muthmainah Mutia Nazarullah Nova Maulidar Nurasmaniah Nur Syarifah Nurbaiti Nurjannah Putri Wulandari Rahmad Iqbal Rahmad MY Ridwan Sharilla Afriyanti Shela Amelia T.Husni Ali Yanti Aminah
Penilian Berkarakter Kog Psik Afek 70 70 B 70 70 B 80 80 A 70 70 B 80 80 A 70 70 B 70 70 B 70 70 B 70 70 B 70 70 B 70 70 B 60 60 D 70 70 B 70 70 B 80 80 A 70 70 B 80 80 A 80 80 A 60 60 D 80 80 A 70 70 B 70 70 B 70 70 B 60 60 D 70 70 B 240 7.0
240 7.0
Ketuntasan Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas tidakTuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas tidakTuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas tidak tuntas Tuntas 85.4%
Pada tindakan ke 2 dalam siklus II ini nilai rata-rata setiap komponen menunjukan nilai rata-rata 7,0 baik nilai kemampuan kognetif, psikomotor dan nilai afektif siswa, sedangkan nilai persentase secara ketuntasan juga telah mencapai 85.4% berarti nilai tersebut telah melebihi pencapaian 70 ,6% sehingga peneliti tidak melanjukan pada siklus berikunya. 3) Observasi Hasil pengamatan pada siklus II ini telah menunjukan kesiapan siswa dalam berkomunikasi dan kemampuan siswa berkolaborasi dalam menemukan informasi yang di jadikan bahan dalam berkomunikasi terhadap kemampuan penghargaan diri sendiri. Pengamatan peneliti tentang keaktivan 41
siswa terhadap nilai kognetif, psikomotorik dan afektif dapat di perhatikan pada tabel 4.7 Tabel 4.7. Data Pengamatan Aktivitas Siswa dalam PBM Siklus II N Aspek Jumlah Siswa Tuntas o yang diamati pertem % ,Pertem % uan 1 uan 2 1 Kognitif 20 67.6 25 85.4 % % 2 Psikomot 20 67.6 25 85.4 orik % % 3 Afektif 20 67.6 25 85.4 % % Berdasarkan data hasil observasi di atas pertemuan 1 dan dalam siklus II ini terjadi perubahan ketuntasan setiap aspek yang di amati dalam proses pembelajaran. Pengamatan penulis pada tindakan siklus II ini telah terjadi perubahan yang sangat baik dan dapat dinyatakan telah memenuhi standar ketuntasan mencapai 85.4 % maka penelitian tindakan kelas ini penulis tidak melanjutkan pada siklus berikut. Pembahasan Tiap Siklus dan Antar Siklus Berdasarkan hasil penelitian dari setiap siklus dalam penelitian tindakan kelas ini terjadi peningkatan baik setiap pertemuan dalam tiap siklus maupun antara siklus terjadi perubahan yang meningkat dimana setiap peretemuan dilaksanakan peneliti memberikan motivasi belajar. Hamalik (1986), menyatakan bahwa: proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologi terhadap siswa”. Hal yang dapat diperhatikan dari pengamatan terhadap aspek yang di laksanakan pada tindakan sehingga dapat dijadikan bahan komunikasi antara kelompok dalam proses pembelajaran. Proses layanan dan bimbingan konseling telah menjadikan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berkolaborasi. Hasil penelitian menunjukkan pada siklus I yaitu pada pertemuan 1 dengan ketuntasan 11 siswa mencapai 32 % dan pada pertemuan ke 2 mencapai 8 orang 50.6 % hasil tersebut menyatakan bahwa proses konsultasi belum maksimal dalam memberikan motivasi dan pengawasan siswa dalam belajar. Proses pembelajaran merupakan suatu upaya dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam pemahaman, keterbukaan, mengahargai pendapat orang lain.
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
Arifin. (2003: 36-42), menyatakan bahwa: ”(1) pemahaman empati, (2) kehangatan dan perhatian, (3) keterbukaan atau keaslian, (4) penghargaan yang positif, (5) kekongkritan dan kekhususan”. Persentase ketuntasan pada siklus I belum mencapai nilai secara klasikal 70,6% maka, peneliti melakukan tindakan pada siklus II dengan menyusun kembali perencanaan pembelajaran, metode pembelajaran yang sesuai dengan rencana pembelajaran, mengevaluasi hasil proses pembelajaran dan menindak lanjuti kembali sehingga proses pembelajaran dapat meningkat. Tindakan pada siklus II nilai rata-rata setiap komponen menunjukan nilai rata-rata 7,0 baik nilai kemampuan kognetif, psikomotor dan nilai afektif siswa, sedangkan nilai persentase secara ketuntasan juga telah mencapai 85.4% berarti nilai tersebut telah melebihi pencapaian 70,6 % sehingga peneliti tidak melanjukan pada siklus berikunya.Upaya peningkatan kemampuan siswa dalam meningkatkan ket kerampilan, sikap dalam berkonsultasi penulis telah mendesain materi yang akan dikonsultasikan kepada siswa, seperti memberikan gambaran pada siswa tentang permainan bola voli. Dari paparan tersebut di atas bahwa peningkatan kemampuan siswa dalam kegiatan ini lebih memfokuskan pada kolaborasi setiap kelompok saling membagi ilmu pengetahuan.. Disadari atau tidak setiap saat kita selalu menilai diri sendiri,khususnya menilai setiap tingkah lakunya sehngga dapat menumbuhkan kepercayaan diri siswa dalam setiap permaian pembelajaran meningkatkan proses belajar siswa lebih efektif dan maksimal.
nilai kemampuan kognetif, psikomotor dan nilai afektif siswa, sedangkan nilai persentase secara ketuntasan juga telah mencapai 85.4% berarti nilai tersebut telah melebihi pencapaian 70,6 %.
Daftar Pustaka Amir, Nyak(2006)Pembelajaran Pendidikan Jasmani. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press. Arikunto, Suharsimi (2006) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka Cipta. Depdiknas (2002)Kegiatan Belajar Mengajar Depdiknas. Jakarta: Pustaka. Dimyati dan Mudjiono (2006) Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Ihat, Hatimah (2000)Strategi dan Metode Pembelajaran. Bandung: ANDIRA Lutan, Rusli (1988) Belajar Keterampilan Motorik, Pengantar Teori dan Metode. Jakarta. Debdikbud. Martinis, Yamin (2003)Metode Pembelajaran yang Berhasil. Jakarta: Sasama Mitra Sukses Mutohir, Toho Cholik (1992) Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Jasmani. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nazir, Moh (2009) Metode Penelitian. Bogor. Ghalia Indonesia. Pupuh, Fathurrahman (2001)Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Tunas Nusantara. Sagala, Syaiful (2003) Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Slameto (1995) Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Suherman, Adang (2001) Menuju Perkembangan Menyeluruh. Jakarta: Depdiknas. Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein (1996)Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Uno. Hamzah(2011). Menjadi Peneliti PTK Yang Profesional. Jakarta: Bumi Aksara.
Kesimpulan Adapun kesimpulan hasil penelitian adalah: 1. Penggunaan metode praktek dalam pembelajaran pendidikan jasmani dapat meningkatkan keinginan siswa dalam berolahraga bola voli. 2.Penggunaan metode praktek sebagai media pembelajaran dapat meningkatkan kreativitas siswa 3. Tindakan pada siklus II nilai rata-rata setiap komponen menunjukan nilai rata-rata 7,0 baik
42
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
MODIFIKASI MEDIA PADA SUB POKOK BAHASAN TOLAK PELURU UNTUK KETUNTASAN HASIL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI
Asnaini*) Abstrak:Pendidikan jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang di disain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan kenterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Ketuntasan dalam proses pembelajaran tolak pada murid SD Negeri 32 Banda Aceh perlu dikaji untuk keberhasilan pendidikan jasmani kedepannya. Rumusan masalah Bagaimana dengan modifikasi media pembelajaran pokok bahasan tolak dapat mencapai ketuntasan hasil pembelajaran pendidikan jasmani pada murid kelas V SD negeri 32 Banda Aceh. Tujuan penulis meneliti masalah ini adalah untuk mengetahui dengan modifikasi media pembelajaran dapat meningkatkan ketuntasan pembelajaran pendidikan jasmani pokok bahasan tolak peluru pada murid SD Negeri 32 Banda Aceh. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas, dimana pemberian tindakan dapat terlaksana satu siklus atau lebih, tergantung indikator keberhasilan yang ditetapkan dalam penelitian ini telah terpenuhi. Subjek penelitian adalah murid kelas V SD Negeri 32 Kota Banda Aceh sebanyak 26 orang murid. Teknik Pengumpulan data dalam penelitian menggunakan lembaran observasi. Berdasarkan hasil penelitian dapat diuraikan bahwa penelitian dengan memodifikasi media pembelajaran dalam materi tolak peluru dapat mencapai kriteria ketuntasan pembelajaran pendidikan jasmani pada murid kelas V SD Negeri 32 Banda Aceh. Kesimpulannya adalah modifikasi media pembelajaran dalam materi tolak peluru dapat meningkatkan ketuntasan pembelajaran dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Saran adalah untuk menunjang proses pembelajaran tolak peluru bisa dilakukan dengan memodifikasi alat dalam hal ini bola karet untuk ketuntasan pembelajaran pendidikan jasmani. Kata Kunci:Pendidikan Jasmani, Modifikasi, Media Pembelajaran perseorangan maupun anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani dalam rangka memperoleh peningkatan kemampuan dan keterampilan jasmani, pertumbuhan kecerdasan dan pembentukan watak”. Lebih lanjut Amir (2005:2) menegaskan bahwa “pendidikan jasmani merupakan integral dari pendidikan, merupakan usaha untuk membuat suatu bangsa Indonesia sehat kuat lahir batin. Pendidikan jasmani adalah bagian dari tuntutan terhadap pertumbuhan jasmani-rohani, dengan demikian tidak terbatas pada jam pelajaran”. Berdasarkan kedua kutipan tersebut dapat dijelaskan bahwa pendidikan jasmani merupakan usaha dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani dalam rangka memperoleh peningkatan kemampuan dan keterampilan jasmani, pertumbuhan kecerdasan dan pembentukan watak serta pendidikan jasmani merupakan usaha untuk membuat suatu bangsa sehat kuat lahir dan batin, perlu juga dijelaskan bahwa pendidikan jasmani tidak hanya terbatas pada pelajaran sekolah dan tidak ada batasan jam untuk seseorang melakukan kegiatan jasmani. Pembelajaran pendidikan jasmani merupakan pokok permasalahan yang luas, di dalamnya terdapat berbagai bagian pembelajaran misalnya tolak peluru. Di Sekolah Dasar (SD) pembelajaran pendidikan jasmani di sesuaikan dengan tingkat kelas misalnya di
Pendahuluan Pendidikan merupakan salah satu tonggak utama untuk kesuksesan dari suatu bangsa. Kemajuan suatu negara dilihat dari sisi perkembangan sumber daya manusia yang berada dalam suatu Negara. Pendidikan merupakan usaha sadar dari seseorang untuk merubah hidupnya ke arah yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dirangkum dalam Ahmadi (2007:70) “pendidikan adalah suatu kegiatan yang sadar dan disengaja, serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung terus menerus”. Berdasarkan hasil kutipan tersebut sangat jelas dapat disimpulkan bahwa dengan pendidikan seorang dewasa yang berperan penting dalam mendidik seorang anak sehingga anak mampu dan mandiri dalam menjalani cita-citanya, pendidikan berlangsung secara terus menerus. Di sekolah dikenal berbagai hal tentang pendidikan diantaranya adalah pembelajaran pendidikan jasmani. Pendidikan jasmani di sekolah terutama di SD merupakan salah satu pembelajaran pendidikan jasmani yang menuntut setiap anak bergerak dan bugar. Pendidikan jasmani merupakan proses peningkatan pertumbuhan hal ini sesuai dengan pendapat Syarifuddin (2002:78) “pendidikan jasamani adalah suatu proses pendidikan seseorang sebagai 43
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
kelas I (satu) murid lebih dititik beratkan pada permainan untuk mencapai kebugaran. Berbeda halnya dengan kelas IV –VI lebih diarahkan ke titik permasalahan dalam memperkenalkan setiap cabang olahraga. Cabang olahraga dalam pendidikan jasmani merupakan suatu proses pendidikan untuk memperkenalkan kepada murid tentang beragam cabang olahraga, tetapi murid tidak dituntut untuk lebih bisa hanya dituntut untuk memahami setiap cabang dan bagaimana proses pelaksanaannya. Pada dasarnya olahraga di sekolah merupakan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan.Amir (2005:4) menegaskan bahwa “olahraga di sekolah merupakan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan. Disamping menjadi sarana dalam mencapai tujuan pendidikan, olahraga pendidikan mencakup pula usaha-usaha ke arah kesegaran jasmani yang optimal bagi anak-anak sekolah dan mahasiswa”. Tolak peluru merupakan cabang dari atletik yang dasarnya adalah gerakan menolak. Menolak berarti menyalurkan tenaga pada benda, Widya (2004:152) menyatakan bahwa “tolakan adalah suatu gerakan menyalurkan tenaga pada suatu benda yang menghasilkan kecepatan pada benda tersebut dan memiliki daya dorong ke muka yang kuat, perbedaan dengan melempar terletak pada saat melepaskan bendanya”. Tolak peluru dilaksanakan dalam pembelajaran pendidikan jasmani sebagai suatu upaya untuk memperkenalkan murid ke dalam satu cabang olahraga. Modifikasi adalah menganalisis sekaligus mengembangkan materi pelajaran dengan cara meruntunkannya dalam bentuk aktivitas belajar yang potensial sehingga dapat memperlancar murid dalam belajarnya, dalam memodifikasi media perlu dikaji berbagai karakteristik sehingga memenuhi syarat memodifikasi media. SD Negeri 32 Banda Aceh merupakan Sekolah Dasar yang terletak di jalan K. Saman Beurawe Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh dan murid yang sekolah di SD tersebut pada umumnya anak dari pegawai negeri. Pembelajaran pendidikan jasmani di SD negeri 32 Banda Aceh berlangsung sebagaimana di SD lainnya yaitu sesuai dengan kurikulum yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Tetapi setiap pembelajaran tidaklah semuanya berjalan dengan sempurna sehingga perlu adanya inovasi-inovasi untuk mempermudah proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Dalam pembelajaran, guru berhak untuk mengubah prosedur pembelajaran dengan memodifikasi suatu alat, dalam tolak peluru digunakan bola karet ataupun bola lainnya yang menyerupai dari bahan pembelajaran yang diajarkan. Di SD Negeri 32 Banda Aceh terutama di kelas V banyak permasalahan yang dihadapi oleh guru yang mengajar, salah satunya adalah terhadap pemahaman murid yang kurang mampu melaksanakan
pembelajaran tolak peluru dengan nilai di bawah kriteria minimum yaitu di bawah 70%, pembelajaran tolak peluru merupakan pembelajaran yang cukup sulit dikerjakan bahkan banyak murid yang sering salah melakukan teknik menolak yang benar. Berdasarkan hasil penilaian kelas yang dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani pada sub pokok bahasan peluru dapat digambarkan bahwa tingkat kemampuan murid SD Negeri 32 Banda Aceh masih dibawah ketuntasan minimal yaitu dibawah 70%. Ketidaktuntasan tersebut peneliti/penulis mengasumsikan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain; metode, model, lingkungan, murid, guru, dan media. Melihat permasalahan tersebut, maka satu pemikiran yang muncul adalah bahwa perlu adanya sebuah media alternatif modifikasi untuk mengganti peluru yang minim di sekolah. Media alternatif modifikasi harus bersifat bisa mewakili karakteristik, murah, banyak tersedia atau mudah di dapat, untuk cabang tolak peluru lebih difokuskan ke bola karet. Dari beberapa kriteria media alternatif modifikasif untuk mengganti tersebut nampaknya bisa dijadikan media alternatif modifikatif untuk menggantikan peralatan yang sebenarnya, dari segi bentuk, jelas ada kemiripan dengan bentuk asli, dari segi ketersediaan dan harga, maka sangat mudah dengan harga sangat murah. Dari permasalahan tersebut di atas maka penulis menentukan judul Penelitian Tindakan Kelas ini “Modifikasi Media Pada Sub Pokok Bahasan Tolak Peluru untuk Ketuntasan Hasil Pembelajaran Pendidikan Jasmani”.. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan modifikasi media pembelajaran sub pokok bahasan tolak peluru berbentuk bola karet untuk meningkatkan ketuntasan pembelajaran pendidikan jasmani pada murid kelas V SD Negeri 32 Banda Aceh tahun pelajaran 2012/2013.
Kerangka Teoritis Pendidikan Jasmani Menurut Amir (2006:2) “pendidikan jasmani adalah bagian integral dari pendidikan, merupakan usaha untuk membuat bangsa Indonesia sehat, kuat lahir batin. Pendidikan jasmani adalah bagian dari tuntutan terhadap pertumbuhan jasmani-rohani dengan demikian tidak terbatas pada jam pelajaran”. Pendidikan jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang disain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan kenterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan 44
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
seluruh aspek, jasmani, psikomotor, kognitif dan afektif setiap siswa. Pengalaman yang disajikan akan membantu siswa untuk memahami mengapa manusia bergerak dan bagaimana cara melakukan gerakan secara aman, efisien, dan efektif (KTSP Pendidikan jasmaniSD/MI, 2006). Dari banyak pendapat tentang pengertian pendidikan jasmani, dapat disimpulkan pendidikan jasmani adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktifitas jasmani yang direncanakan secara sistematik diarahkan untuk mengembangkan dan meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, perseptual, kognitif, dan emosional dalam kerangka sistem pendidikan nasional. Menurut kurikulum SMA 2003 (Depdiknas, 2003:2) adalah "proses pendidikan yang memanfaatkan aktifitas jasmani yang direncanakan secara sistematik bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, perseptual, kognitif dan emosional dalam rangka memajukan sistem pendidikan nasional". Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas dapat diambil kesimpulan pengertian pendidikan jasmani adalah bagian integral dari pendidikan, merupakan usaha untuk membuat bangsa Indonesia sehat, kuat lahir batin. Pendidikan jasmani merupakan salah satu bagian yang penting dari proses pendidikan keseluruhan yang pola pencapaian tujuannya menggunakan aktivitas jasmani, sedangkan sasaran tujuannya meliputi aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor. Sedangkan proses pendidikan yang memanfaatkan aktifitas jasmani yang direncanakan secara sistematik bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, perseptual, kognitif dan emosional dalam rangka memajukan sistem pendidikan nasional.
yang harus dihadapi oleh guru. Perubahan masa remaja tersebut dapat berupa sebagai berikut ini: 1) Perkembangan aspek psikomotorik Perkembangan aspek psikomotor seusia siswa SD/MI ditandai dengan perubahan jasmani dan fisiologis secara luar biasa.Salah satu perubahan luar biasa tersebut adalah pertumbuhan tinggi badan dan berat badan. 2) Perkembangan aspek kognitif Aspek kognitif meliputi fungsi intelektual, seperti pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan berpikir.Untuk siswa SD/MI perkembangan kognitif utama yang dialami adalah formal operasional yang mampu berpikir abstrak dengan menggunakan simbolsimbol tertentu.Selain itu ada peningkatan fungsi intelektual, kapabilitas memori dan bahasa, dan perkembangan konseptual. 3) Perkembangan aspek afektif Aspek afektif menyangkut perasaan, moral dan emosi. Perkembangan afektif siswa SD/MI mencakup proses belajar perilaku dengan orang lain atau sosialisasi. Sebagian besar sosialisasi berlangsung lewat pemodelan dan peniruan orang lain. 4) Model pembelajaran dengan Pendekatan Bermain Pendekatan bermain adalah salah satu bentuk dari sebuah pembelajaran jasmani yang dapat diberikan di segala jenjang pendidikan. Tetapi porsi dan bentuk pedekatan bermain akan diberikan, harus disesuaikan dengan aspek yang ada dalam kurikulum. Berdasarkan dari hal tersebut harus dipertimbangkan juga faktor usia, pekembangan fisik, dan jenjang pendidikan yang sedang dijalani oleh mereka. Model pembelajaran dengan pendekatan bermain erat kaitannya dengan perkembangan imajinasi perilaku yang sedang bermain, karena melalui daya imajinasi, maka permainan yang akan berlangsung akan jauh lebih meriah. Oleh karena itu sebelum melakukan kegiatan, maka guru pendidikan jasmani sebaiknya memberikan penjelasan terlebih dahulu kepada siswanya imajinasi permainan yang akan dilakukan. 5) Kesegaran Jasmani Kesegaran jasmani adalah keadaan atau kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari dengan mudah tanpa mengalami kelelahan yang berarti dan masih mempunyai cadangan tenaga menikmati waktu senggangnya untuk keperluan lainnya. Komponen atau faktor kesegaran jasmani dan komponen kesegaran motorik merupakan satu kesatuan utuh dari komponen kondisi fisik. Seseorang dapat dikategorikan kondisi fisiknya baik harus berada dalam kondisi baik pula. Adapun komponen atau faktor jasmani adalah: kekuatan, daya tahan dan kelenturan
Karakteristik Pendidikan Jasmani Pendidikan Jasmani merupakan salah satu mata pelajaran yang ada di SD/MI, yang mempelajari dan mengkaji gerak manusia secara interdisipliner. Gerak manusia adalah aktivitas jasmani yang dilakukan secara sadar untuk meningkatkan kebugaran jasmani dan keterampilan motorik, mengembangkan sikap dan perilaku agar terbentuk gaya hidup yang aktif. Aktivitas jasmani yang dilakukan berupa aktivitas bermain, permainan, dan olahraga. Selama di SD/MI seluruh aspek perkembangan manusia yaitu psikomotor, kognitif, dan efektif mengalami perubahan yang luar biasa.Siswa SD/MI masih mengalangi masa perkembangan untuk menuju satu periode perkembangan sebagai transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.Masa remaja dan perubahan yang menyertainya merupakan fenomena
45
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
a. Mengembangkan kemampuan menerima
Fungsi Pendidikan Jasmani Fungsi Pendidikan Jasmani menurut Depdiknas (2003:4-6) meliputi berbagai aspek, yaitu: aspek organik, aspek neuromuskuler, aspek perseptual, aspek kognitif, aspek emosional. Adapun lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut; 1. Aspek organik meliputi: a. Menjadikan fungsi sistem tubuh menjadi lebih baik sehingga individual dapat memahami tuntutan lingkungannya secara memadai serta memiliki landasan untuk pengembangan keterampilan. b. Meningkatkan daya tahan yaitu kemampuan otot atau kelompok otot untuk menahan ke dalam waktu yang lama. c. Meningkatkan kekuatan yaitu jumlah tenaga maksimal yang dikeluarkan oleh otot atau kelompok otot. d. Meningkatkan daya tahan kardiovaskuler, kapasitas individual untuk melakukan aktivitas yang berat secara terus-menerus dalam waktu relatif lama. e. Meningkatkan fleksibilitas, yaitu rentang gerak dalam persendian yang diperlukan untuk menghasilkan gerakan yang efisien dan mengurangi cidera. 2. Aspek neuromuskuler meliputi: a. Meningkatkan keharmonisan antara fungsi saraf dan otot. b. Mengembangkan keterampilan lokomotor seperti: berjalan, berlari, meloncat, meluncur, melangkah, mendorong, mendekap, bergulir dan menarik. c. Mengembangkan keterampilan nonlokomotor seperti: mengayun, melengkung, meliuk, bergoyang, meregang, menekuk, menggantung, membongkok. d. Mengembangkan faktor-faktor gerak seperti: ketepatan, irama, rasa gerak, power, waktu reaksi, kelincahan. e. Mengembangkan keterampilan dasar manipulative seperti: memukul, menendang, menangkap, berhenti, melempar, mengubah arah, memantulkan, bergulir, memvoli. f. Mengembangkan ketrampilan olahraga seperti: sepak bola, softball, bola voli, bola basket, baseball, atletik, tenis, beladiri, dan lain sebagainya. g. Mengembangkan ketrampilan rekreasi seperti: menjelajah, mendaki, berkemah, kemah, berenang. 3. Aspek perceptual meliputi:
dan membedakan isyarat. hubungan-hubungan yang berkaitan dengan tempat atau ruang, yaitu kemampuan mengenali obyek yang ada di depan, belakang, bawah, sebelah kanan, sebelah kiri. c. Mengembangkan koordinasi gerak visual yaitu: kemampuan mengkoordinasikan pandangan dengan ketrampilan gerak yang melibatkan tangan, tubuh dan kaki. d. Mengembangkan keseimbangan tubuh yaitu: kemampuan mempertahankan keseimbangan statis dan dinamis. e. Mengembangkan dominasi yaitu konsistensi dalam menggunakan tangan atau kaki kanan atau kaki kiri dalam melempar dan menendang. f. Mengembangkan lateris yaitu: kemampuan membedakan antara sisi kanan atau sisi kiri tubuh diantara bagian dalam kanan atau kiri tubuhnya sendiri. g. Mengembangkan image tubuh yaitu: kesadaran bagian tubuh atau seluruh tubuh dan hubungannya dengan tempat atau ruang. 4. Aspek kognitif meliputi: a. Mengembangkan kemampuan menggali, menemukan sesuatu, memahami, memperoleh pengetahuan dan membuat keputusan. b. Meningkatkan pengetahuan peraturan permainan, keselamatan dan etika. Mengembangkan kemampuan penggunaan strategi dan teknik yang terlibat dalam aktivitas yang terorganisasi. c. Meningkatkan pengetahuan bagaimana fungsi tuubuh dan hubungannya dengan aktivitas jasmani. d. Menghargai kinerja tubuh: penggunaan pertimbangan yang berhubungan dengan jarak, waktu, bentuk, kecepatan, dan arah yang digunakan dalam mengimplementasikan aktivitas dan dirinya. e. Meningkatkan pemahaman tentang pemecahan problem-problem perkembangan melalui gerak. 5. Aspek sosial meliputi: a. Menyesuaikan diri dengan orang lain dan lingkungan dimana dia berada. Mengembangkan kemampuan membuat pertimbangan dan keputusan dalam kelompok. b. Belajar komunikasi dengan orang lain.
b. Mengembangkan
46
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
c.
Mengembangkan kemampuan bertukar pikiran dan mengevaluasi ide dalam kelompok. d. Mengembangkan kepribadian, sikap dan nilai agar berfungsi sebagai anggota masyarakat. e. Mengembangkan rasa memiliki dan rasa diterima masyarakat. f. Mengembangkan sifatsifat kepribadian yang positif. g. Belajar menggunakan waktu luang yang konstruktif. h. Mengembangkan sikap yang mencerminkan karakter moral yang baik. 6. Aspek emosional meliputi: a. Mengembangkan respon yang ada terhadap aktivitas jasmani. b. Mengembangkan reaksi yang positif sebagai penonton. c. Melepaskan aktivitas ketegangan melalui aktivitas fisik yang tepat. d. Memberikan saluran untuk mengekspresikan diri dan kreatifitas. e. Menghargai pengalaman estetika dari berbagai aktivitas yang relevan. Berdasarkan berbagai penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi pendidikan jasmani adalah dapat mengembangkan peserta didik secera menyeluruh melalui kegiatan jasmani, bukan hanya mengembangkan aspek Organik, aspek Neuromuskuler, aspek Perseptual, aspek Kognitif, aspek Sosial, aspek Mental, Emosional, Intelektual, tetapi secara menyeluruh.
pengembangan kebugaran fisik, pengembangan keterampilan dasar motorik, pengembangan kognitif dan pengembangan afeksi. Berdasarkan beberapa kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa tujuan pendidikan jasmani adalah meliputi pengembangan kebugaran fisik, pengembangan keterampilan dasar motorik, pengembangan kognitif dan pengembangan afektif.Selain dari pada itu tujuan pendidikan jasmani dapat dijabarkan pengembangan kebugaran fisik, pengembangan keterampilan dasar motorik, pengembangan kognitif dan pengembangan afeksi.
Tujuan Pembelajaran Salah satu sumbangan terbesar dari aliran psikologi behaviorisme terhadap pembelajaran bahwa pembelajaran seyogyanya memiliki tujuan.Gagasan perlunya tujuan dalam pembelajaran pertama kali dikemukakan oleh Skinner pada tahun 1950.Kemudian diikuti oleh Robert Mager pada tahun 1962 yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul Preparing Instruction Objective.Sejak tahun 1970 hingga sekarang penerapannya semakin meluas hampir di seluruh lembaga pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia. Mulyasa (2007:35). Merujuk pada tulisan Uno berikut ini dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli.Robert F. Mager mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu.Kemp dan David E. Kapel menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.Henry Ellington dalam Hamalik (2005:57) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar.Hamalik (2005:58) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan agar tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran. Sementara itu, menurut standar proses pada Permendiknas Nomor 41 tahun 2007, tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. Ini berarti kemampuan yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran agar mencakup kemampuan yang akan dicapai siswa selama proses belajar mengajar dan hasil akhir belajar pada suatu kompetensi dasar. Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi tampaknya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa: (1) tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku
Tujuan Pendidikan Jasmani Amir (2006:6) mengemukakan tentang tujuan pendidikan jasmani meliputi: pengembangan kebugaran fisik, pengembangan keterampilan dasar motorik, pengembangan kognitif dan pengembangan afeksi. Tujuan utama pendidikan jasmani di sekolah lanjutan menurut (Lawson yang dikutip Soenardi (1988), adalah: 1) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bagaimana cara siswa bergerak terampil dan cekatan. 2) Memberi kesempatan kapada siswa untuk memahami berbagai pengaruh dan keterlibatan mereka dalam kegiatan jasmani yang menggembirakan. 3) Membantu siswa untuk memadukan keterampilan baru yang dibutuhkan dengan pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya. 4) Meningkatkan kemampuan siswa untuk menggunakan pengetehuan dan keterampilan secara rasional, yang diperoleh dengan mengaplikasikan pendidikan jasmani dalam kegiatan sehari-hari. Tujuan pendidikan jasmani meliputi: 47
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik. Yang menarik untuk digaris bawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis.Hal mi mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara tertulis (written plan).Mulyasa (2007:45). Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Hamalik (2005:78) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dan tujuan pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri; (2) memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan penilaian. Dalam Permendiknas RI No.41 tahun 2007 tentang standar proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alatalat bantu pengajaran dan prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi belajar siswa. Sementara itu, menginformasikan hasil studi tentang manfaat tujuan dalam proses belajar mengajar bahwa perlakuan yang berupa pemberian informasi secara jelas mengenai tujuan pembelajaran khusus kepada siswa pada awal kegiatan proses belajar-mengajar, ternyata dapat meningkatkan efektivitas belajar siswa. Memperhatikan penjelasan di atas, tampak bahwa tujuan pembelajaran merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran, yang didalamnya dapat menentukan mutu dan tingkat efektivitas pembelajaran. Mulyasa (2007:89).
fungsi unsur atau komponen, serta masalah tingkat kepuasaan pengguna/client. Dalam ranah kajian perilaku organisasi, Neil (2007:98) mengemukakan tiga pendekatan dalam memahami efektivitas. Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain pendekatan tujuan (the goal optimization approach), pendekatan sistem (sistem theory approach),dan pendekatan kepuasan partisipasi (participant satisfaction model). 1. Pendekatan Tujuan. Suatu organisasi berlangsung dalam upaya mencapai suatu tujuan.Oleh karena itu, dalam pendekatan ini efektivitas dipandang sebagai goal attainment/goal optimization atau pencapaian sasaran dari upaya bersama. Suatu program dikatakan efektif jika tujuan akhir program tercapai. 2. Pendekatan Sistem. Pendekatan ini memandang efektivitas sebagai kemampuan organisasi dalam mendayagunakan segenap potensi lingkungan serta memfungsikan semua unsur yang terlibat. Efektivitas diukur dengan meninjau sejauh mana berfungsinya unsur-unsur dalam sistem untuk mencapai tujuan. 3. Pendekatan Kepuasan Partisipasi. Dalam pendekatan ini, individu partisipan ditempatkan sebagai acuan utama dalam menilai efektivitas. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa keberadaan organisasi ditentukan oleh kualitas partisipasi kerja individu. Tiga pendekatan bisa ditarik kesimpulan berkenaan dengan efektivitas pembelajaran bahwa efektivitas suatu program pembelajaran berkenaan dengan masalah pencapaian tujuan pembelajaran, fungsi dan unsur-unsur pembelajaran, serta tingkat kepuasan dan individu-individu yang terlibat dalam pembelajaran.
Perencanaan Pembelajaran Landasan RPP adalah PP No 19 Tahun 2005 pasal 20: ”Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang membuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar”. Ada beberapa petunjuk dari rancangan pembelajaran diantaranya ialah: Penguasaan materi pembelajaran, analisis materi pelajaran, program satuan pelajaran/persiapan mengajar, dan rencana pembelajaran. Pengertian RPP menurut Usman (2007:67) adalah persiapan guru mengajar untuk tiap pertemuan. Adapun Komponen utama dalam menyusun RPP adalah: tujuan pembelajaran, materi pelajaran, kegiatan pembelajaran, dan alat penilaian proses. Menurut Surya (2004:45), guru sebagai perancang pembelajaran dituntut berperan aktif dalam
Efektivitas Pembelajaran The Liang Gie dalam Ensikiopedia Administrasi (1989:108) mendefinisikan efektivitas sebagai berikut yaitu : “Suatu keadaan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya efek atau akibat yang dikehendaki. Jika seseorang melakukan suatu perbuatan dengan maksud tertentu yang memang dikehendaki, maka orang itu dikatakan efektif kalau memang menimbulkan akibat dari yang dikehendakinya itu”. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat atau mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Efektivitas juga berhubungan dengan masalah bagaimana pencapaian tujuan atau hasil yang diperoleh, kegunaan atau manfaat dari hasil yang diperoleh, tingkat daya 48
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
merencanakan PBM dengan memperhatikan berbagai komponen dalam sistem pembelajaran yang meliputi: a. Membuat dan merumuskan indikator pembelajaran b. Menyiapkan materi yang relevan dengan tujuan, waktu, fasilitas, perkembangan ilmu, kebutuhan dan kemampuan siswa, komprehensif, sistematis, dan fungsional efektif. c. Merancang metode yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa. d. Menyediakan sumber belajar, dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator dalam pembelajaran. e. Media, dalam hal ini guru berperan sebagai mediator dengan memperhatikan relevansi (seperti juga materi), efektif dan efisien, kesesuaian dengan metode, serta pertimbangan praktis. RPP sebagai landasan untuk menuntun guru melaksanakan pembelajaran mengharuskan guru merumuskannya sebelum pembelajaran dimulai. Pembelajaran pendidikan jasmani menekankan pada gerak dan praktek sederhana. RPP Pendidikan jasmani menunjukkan suatu tahapan kegiatan yang tidak terlepas dari yang akan dilakukan siswa. Kegiatan pembelajaran olahraga seperti melakukan warming up, melakukan teknik-teknik sederhana, dimana hal ini dapat membantu siswa untuk belajar mandiri.
siswa. Suryobroto (2001:96) “belajar tuntas adalah pencapaian setiap unit bahan pelajaran baik secara perseorangan maupun kelompok atau dengan kata lain penguasaan penuh”. Maksud utama dari belajar tuntas adalah memungkinkan 75% sampai 90% siswa untuk mencapai belajar yang sama tingginya dengan kelompok terpandai dalam pengajaran klasikal. Maksud lain dari belajar tuntas adalah untuk meningkatkan efisiensi belajar, minat belajar, dan sikap siswa yang positif terhadap materi pelajaran yang sedang dipelajarinya. Karena itu, taraf penguasaan minimal memiliki kriteria yaitu pencapaian 75% dan materi setiap pokok bahasan dengan melalui penilaian formatif, mencapai 60% dari nilai ideal yang diperolehnya melalui perhitungan hasil tes sub-sumatif, dan kokurikuler atau siswa memperoleh nilai enam dalam rapor untuk mata pelajaran tersebut. Masalah yang sangat penting yang Guru hadapi adalah bagaimana usaha guru agar siswa dapat belajar dengan efektif dan menguasai bahan pelajaran dan keterampilan yang dianggap esensial bagi perkembangannya. Bermacam-macam usaha yang dapat dijalankan berkisar pada usaha untuk memberi bantuan individual menurut kebutuhan dan perbedaan masing-masing. Beberapa faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh yaitu bakat untuk mempelajari sesuatu, mutu pengajaran, kesanggupan untuk memahami pengajaran, ketekunan, dan waktu yang tersedia untuk belajar. Suryobroto (2001:98). Untuk mencapai penguasaan penuh seperti dilakukan pada apa yang disebut “non-grade school”, yaitu sekolah tanpa tingkat kelas. Sistem ini memungkinkan anak untuk maju terus menurut kecepatan masing-masing. Mulyasa (2007:98). Dalam usaha mencapai penguasaan penuh perlu diselidiki prasyarat bagi penguasaan itu.Salah satu prasyaratnya adalah merumuskan secara khusus bahan yang harus dikuasai dan tujuan itu harus dituangkan dalam suatu alat evaluasi yang bersifat sumatif agar dapat diketahui tingkat keberhasilan siswa.
Ketuntasan Belajar Ketuntasan belajar yang merupakan proses belajar mengajar yang bertujuan agar bahan ajaran dikuasai sepenuhnya oleh murid. Salah satu cirinya yaitu memperhatikan perbedaan individu terutama dalam hal kemampuan dan kecepatan belajarnya dalam hal ini seorang guru harus benar-benar tahu kemampuan masing-masing dari anak didiknya sehingga dalam mengajar guru tahu apa yang harus dilakukan untuk menghadapi anak yang pintar, maupun anak yang kemampuannya di bawah rata-rata. Sadiman (2002:23). Tujuan utama ketuntasan belajar adalah siswa mampu untuk menguasai semua bahan yang telah diajarkan. Ketuntasan belajar menggunakan pendekatan kelompok dan individualisme. Pada kenyataannya bakat dan kemampuan siswa itu berbeda- beda antara siswa yang satu dengan siswa yang lain dalam hal penguasaan materi. Guru tidak boleh mengambil sampel tertinggi ataupun terendah di kelas, sebaiknya guru perlu mengambil nilai rata-rata di tiap kelas sehingga murid dapat menguasai materi secara bersamaan. Tujuan proses belajar-mengajar secara ideal agar bahan yang dipelajari dikuasai sepenuhnya oleh
Tolak Peluru Tolak peluru adalah suatu bentuk gerakan menolak suatu benda yang berbentuk bulat dengan berat tertentu yang terbuat dari logam (peluru) untuk mencapai jarak yang sejauh-jauhnya dengan menggunakan beberapa bentuk gaya. Tolak peluru adalah salah satu nomor lempar dalam cabang atletik, sesuai dengan namanya maka peluru ditolak bukan dilempar dalam rangka mencapai jarak yang akan ditempuh. Dapat dikatakan bahwa faktor teknis dari gerakan tolak peluru dan faktor biologis, turut 49
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
menentukan dalam pencapian prestasi tolak peluru. Faktor terpenting dalam mencapai prestasi tolak peluru ialah : lintasan percepatan peluru, tinggi berangkat dan sudut berangkat peluru, putaran antara poros bahu dan poros pinggang, percepatan peluru pada waktu mulai ditolak, akhir semua gerak tolakan tenaga bagian secara bersama dan pada saat yang tepat dan terutama koordinasi antara gerak lengan dan kaki. Untuk melakukan tolak peluru mempunyai teknik-teknik atau tahapan-tahapan tertentu. Menurut Syarifuddin (1992: 145), menyebutkan tahapan-tahapan dalam tolak peluru adalah, 1) cara memegang peluru, 2) sikap badan pada saat akan menolak, 3) cara menolak peluru, 4) sikap badan setelah menolakkan peluru dan 5) cara melakukan awalan. Gaya tolakan tersebut adalah gaya yang pertama kali digunakan oleh para atlet pada perlombaan tolak peluru. Namun sampai sekarang pun masih ada yang menggunakan gaya tersebut, terutama yang masih pemula dalam proses belajar mengajar di sekolah. Gaya ini sering disebut gaya kuno (ortodoks). Sedangkan gaya membelakang adalah suatu cara melakukan gerakan menolak mulai dari sikap permulaan sampai dengan bergerak ke depan untuk menolakkan peluru dengan keadaan badan membelakangi arah tolakan (Syarifuddin, 1992 : 251). Disebut juga gaya O’brien karena atlet atau orang yang pertama kali mempergunakan sekaligus memperkenalkan gaya ini bernama Parry O’brien, pada tahun 1952, yaitu saat berlangsungnya penyelenggaraan Olimpiade di Helsinki, dengan hasil yang sangat gemilang pada waktu itu. Teknik tolak peluru semata-mata suatu metode penolakan dengan satu tangan.Peluru harus didorong atau ditolak dari bahu dengan satu tangan. Tolakan berarti mendorong ke depan dan ke atas dari bahu. Ketika menolak mengambil sikap berdiri dalam lingkaran yang berdiameter 2,135 m untuk memulai tolakan, peluru harus berada di dekat bahu atau dagu.
lainnya. Pendekatan konseptual juga merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong murid/siswa membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Guru dituntut untuk dapat mengkaitkan materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka. Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.dalam kelas kontekstual. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual. Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas Pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan pembelajaran kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini: 1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya 2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri (penemuan) untuk semua topik 3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. 4. Ciptakan masyarakat belajar. 5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran 6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan 7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
Strategi Pembelajaran Macam-macam strategi pembelajaran dengan metode pendekatan antara lain Pendekatan konspektual, Pendekatan modifikasi, Pendekatan analisa gerak, Pendekatan bermain. Adapun penjelasan tersebut dapat dilihat berikut ini: Pendekatan Konseptual Pendekatan konseptual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks
Pendekatan Analisa Gerak Pendekatan analisa gerak adalah suatu pembelajaran melalui teknik partisipatif untuk membantu siswa membiasakan diri untuk menganalisa gerak agar termotivasi untuk mampu mengoreksi gerakan siswa dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian guru pendidikan jasmani membiasakan diri menganalisa setiap gerak yang dilakukan siswa untuk 50
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
melakukan kegiatan khususnya jasmani, agar termotivasi untuk mampu mengoreksi gerakan siswa dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran ini bertujuan untuk mengungkapkan pengaruh teknik pembelajaran partisipatif terhadap kemampuan motorik dasar dan penguasaan keterampilan gerak, yakni dengan memanipulasi program pendidikan jasmani melalui dua pendekatan teknik pembelajaran, yaitu dengan teknik demonstrasi dan teknik penggunaan alat bantu pandang (visual aids). http//:www.penerapanteknologipembelajaranpendidik an jasmani.com.
kendala, kesalahan, atau kekurangan terjadi”. Lebih lanjut Arikunto ( 2011 : 3 ) mengemukakan bahwa; PTK dapat dilakukan tidak hanya di ruang kelas, tetapi di mana saja tempatnya, yang penting ada sekelompok anak yang sedang belajar. Peristiwanya dapat terjadi di laboratorium, di perpustakaan, di lapangan olahraga, di tempat kunjungan, atau di tempat lain, yaitu tempat di mana murid sedang berkerumun belajar tentang hal yang sama, dari seorang guru atau fasilitator yang sama. Berdasarkan kutipan Arikunto di atas dapat dijelaskan bahwa PTK dapat dilakukan tidak hanya di ruang kelas, tetapi di mana saja tempatnya, yang penting ada sekelompok anak yang sedang belajar. Peristiwanya dapat terjadi di laboratorium, di perpustakaan, di lapangan olahraga, di tempat kunjungan, atau di tempat lain, yaitu tempat di mana murid sedang berkerumun belajar tentang hal yang sama, dari seorang guru atau fasilitator yang sama. Rancangan dalam penelitian ini adalah bersifat tindakan untuk mendapatkan data yang baik. Penelitian ini, memerlukan suatu rancangan atau gambaran tentang pelaksanaan penelitian. Rancangan penelitian merupakan ancang-ancang dalam suatu penelitian sebelum penelitian dilaksanakan di lapangan. Yang menjadi rancangan penelitaian dalam penelitian ini adalah pertama-tama peneliti menyusun laporan penelitian mengambil surat penelitian dan memodifikasi alat serta menyusun RPP dan menyusun rencana pelaksanaan penelitian.
Modifikasi Modifikasi merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh para guru agar proses pembelajaran dapat mencerminkan DAP (Developentally Appropriate Practice). Esensi modifikasi adalah menganalisis sekaligus mengembangkan materi pelajaran dengan cara meruntunkannya dalam bentuk aktivitas belajar yang potensial sehingga dapat memperlancar siswa dalam belajarnya. Para guru pendidikan jasmani diharapkan dapat menjelaskan pengertian dan konsep modifikasi, menyebutkan apa yang dimodifikasi dan bagaimana cara memodifikasinya, menyebutkan dan menerangkan beberapa aspek analisis modifikasi. Selanjutnya guru-guru pendidikan jasmani juga harus mengetahui apa saja yang bisa dan harus dimodifikasi serta tahu bagaimana cara memodifikasinya. Tugas ajar yang disampaikan harus memperhatikan perubahan kemampuan atau kondisi anak dan dapat mendorong ke arah perubahan dengan tingkat perkembangan dan tingkat kematangan anak didik yang diajarnya. Perkembangan atau kematangan yang dimaksud mencakup fisik, psikis maupun keterampilannya. Tugas ajar itu juga harus mampu mengakomodasi setiap perubahan dan perbedaan karakteristik individu dan mendorongnya ke arah perubahan yang lebih baik. Disini seorang guru pendidikan jasmani harus memahami betul tentang pembelajaran dengan menggunakan pendekatan modifikasi.
Prosuder Penelitian Pendekatan penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas, dimana pemberian tindakan dapat terlaksana satu siklus atau lebih, tergantung indikator keberhasilan yang ditetapkan dalam penelitian ini telah terpenuhi. Penelitian akan diakhiri jika indikator keberhasilan dalam penelitian ini telah tercapai. Seperti dikatakan Wiratmadja (dalam Nazir, 2007:103); “tidak selalu upaya perubahan dapat berhasil dalam sekali tindakan, selalu ada kendala-
Gambar Siklus Spiral (Arikunto: 2006:16) Berdasarkan gambar tersebut di atas dapat disusun siklus penelitian sebagai berikut: 1) Perencanaan a. Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran b. Guru menyiapkan materi pelajaran yang akan ditugaskan kepada murid 51
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
c. d.
Menyiapkan tugas-tugas untuk murid Menyiapkan lembar pengamatan kegiatan murid dan kemampuan guru mengajar 1) Tindakan atau Pelaksanaan a. Guru melakukan absensi b. Membariskan murid c. Guru menjelaskan materi pelajaran pendidikan jasmani d. Menyampaikan tujuan pembelajaran e. Murid dipersiapkan untuk mengikuti pembelajaran modifikasi media pembelajaran tolak peluru f. Mengadakan evaluasi g. Menyimpulkan materi pelajaran 2) Observasi a. Guru mengamati proses belajar b. Guru memberikan pengarahan terhadap murid yang merasa kesulitan dalam melakukan modifikasi tolak peluru. c. Guru mengamati aktivitas selama proses pembelajaran berlangsung d. Guru mengamati aktivitas murid dalam pembelajaran e. Hasil pengamatan diceklis dalam tabel pengamatan 3) Refleksi Pada tahap refleksi peneliti merefleksi kekurangan dan kelebihan yang terdapat pada siklus I. Hasilnya dijadikan bahan masukan dalam rangka perbaikan pada siklus berikutnya. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah 26 orang murid yang duduk di kelas V SD Negeri 32 Banda Aceh tahun pelajaran 2012/2013. Mulyasa (2009:25) menjelaskan bahwa “instrumen adalah alat bantu yang digunakan dalam mengumpulkan data. Untuk kepentingan dalam melihat kejadian yang sejujurnya dalam penelitian kualitatif ada tahapan yang disebut tahapan chek-lis dari apa yang dilihat atau dengan kata lain pengecekan terhadap sumber yang dilihat di lembar observasi”. Berdasarkan kutipan tersebut, dalam penelitian ini menggunakan instrumen chek-lis yaitu menchek-lis data dari lembaran observasi yang digunakan dalam penelitian.
Tabel Aspek Penilaian No 1
2
T
3
2 TT
T
TT
T
5
4 TT
T
TT
T
6 TT
T
T
d.
3
Kreatif/Intelektual
1.
2. 3.
4
5
Gerak dasar tolak peluru Sosial
6
Gembira
a. b. c. a. b. a.
b. c.
7
Emosional/ Mental
d. a. b.
Kutuntasan Tuntas Tidak (> 70% Tuntas 100%) (0%-70%
Tidak lemas dalam melakukan kegiatan Tidak mengeluh karena kecapean Setelah melakukan aktivitas fisik masih sanggup melakukan secara berulang kali Giat melakukan kegiatan Bertanya tentang pembelajaran Berani mewujudkan minat, keinginan, pendapat serta dorongan-dorongan yang ada pada murid Berani untuk mencari kesempatan untuk berpartisipasi dalam persiapan maupun tindak lanjut dan suatu proses belajarmengajar. Cepat tanggap terhadap pembelajaran Tidak perlu diajarkan berulang-ulang Mampu menganalisis gerakan setelah diarahkan Awalan Tolakan Sikap akhir Kerja sama Saling membantu Merasa senang melakukan pembelajaran Bersemangat Riang tidak ada beban Tidak mudah bosan. Berani mencoba tolakan Tidak marah
Berdasarkan aspek penilaian pada tabel 2 di atas yang terdiri dari bugar, aktif, kreatif/intelektual, gerak dasar tolak peluru, sosial, gembira dan emosional/mental dengan kriteria yang telah ditentukan, dapat menentukan indikator penilaian. Indikator penilaian berupa nilai ataupun angka dari persentasi dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Pengumpulan data adalah suatu proses pengadaan data primer untuk keperluan penelitian (Nazir:2009:174). Sumber primer menurut Sugiyono (2009:308) adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.Teknik
TT
1 2 3 4
a.
c.
7 TT
Aktif
b.
Aspek Penilaian 1
a.
c.
SIKLUS I Nama
Bugar
Kriteria Penilaian
b.
Tabel Lembaran Observasi No
Aspek Penilaian
Dst
52
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan dari penelitian adalah mendapatkan data, yang dilakukan dengan memberi penilaian melalui pengamatan pada setiap murid selama pembelajaran berlangsung pada setiap siklusnya. Pada penelitian tindakan kelas ini peneliti ingin melihat bagaimana keaktifan murid dalam proses belajar mengajar dengan menulis deskripsi. Penilaian ketuntasan pembelajaran dinilai oleh 3 orang observer yang terdiri dari guru pendidikan jasmani serta dari akademisi. Adapun yang menjadi teknik pengumpulan data yaitu dapat diambil dari lembaran observasi yang diamati. Penelitian Tindakan Kelas ini adalah untuk mengukur sejauhmana efektivitas modifikasi media pembelajaran pokok bahasan tolak peluru terhadap ketuntasan pembelajaran pendidikan jasmani, indikator dari efektivitas belajar adalah meningkatnya hasil belajar murid (Rivai:2008: 27), dengan kata lain bahwa untuk melihat efektif tidaknya sebuah proses pembelajaran bisa dilihat dari pencapaian hasil pembelajarannya. Analisis pembelajaran pada proses penelitian ini adalah dengan menggunakan deskriptif kualitatif dengan kriteria tuntas dan tidak tuntas sesuai dengan persentase yang telah dijelaskan pada teknik pengumpulan data. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober tahun 2012 dan tempat penelitian di lapangan sekolah SD Negeri 32 Banda Aceh. Pelaksanaannya di laksanakan sesuai dengan ketentuan siklus yaitu lebih dari satu kali penelitian.
bahwa pembelajaran tolak peluru dengan pendekatan modifikasi media masih baru bagi murid. Namun demikian tujuan tercapainya ketuntasan belajar pada siklus pertama ini belum selesai. Dari hasil rekapitulasi para observer terdapat beberapa kelemahan yang belum dikuasai oleh murid. Tinjauan terdiri dan beberapa aspek yang menjadi penilaian inti observer. Adapun hasil rekapitulasi ketuntasan belajar siklus pertama dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel Rekapitulasi Ketuntasan Belajar Siklus I SIKLUS 1
ASPEK PENILAIAN NO
Obeserver Bugar
Aktif
T
TT
2
3
4
1
Observer 1
18
8
21
5
17
2
Observer 2
26
0
21
5
3
Observer 3
15
11
19
Jumlah
59
19
Persentase Ketuntasan
76
24
1
T
Gerak Dasar Tolak Peluru
Kreatif/ Intelek tual
Sosial
Gembira
Emosional/ Mental
TT
T
TT
T
TT
T
TT
T
TT
T
TT
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
9
15
11
23
3
24
2
21
5
23
3
12
14
23
3
23
3
26
0
7
18
8
14
12
22
4
25
1
21
5
61
17
58
20
41
37
68
10
72
6
68
10
78
22
74
26
53
62
87
13
92
8
87
13
5
Dari tabel di atas dapat diketahui beberapa aspek ketuntasan belajar yang direkapitulasi dari tiga observer adalah Supriadi, S.Pd., M.Pd., Abdurrahman, S.Pd., M.Pd., dan Munzir, S.Pd. Hasil tersebut menunjukkan persentase keseluruhan murid yang mengikuti proses pembelajaran pendidikan jasmani dengan memodifikasi. Dari tabel tersebut persentase yang paling tinggi tingkat ketuntasannya adalah gembira yaitu 92%, sedangkan persentase ketuntasan yang paling rendah adalah gerak dasar tolak peluru dengan persentase yaitu 53%. Selanjutnya aspek sosial dan mental emosional masing-masing terdiri dari 87%, aspek aktif sebanyak 78% bugar 76% serta aspek kreatif/intelektual mencapai tingkat ketuntasan74%. Secara keseluruhan aspek yang diamati semuanya belum tuntas, aspek yang tidak tuntas terdiri dari tujuh aspek yaitu bugar, aktif, kreatif/intelektual, gerak dasar tolak peluru, sosial, gembira dan emisional/mental. Ketidaktuntasan pembelajaran pada pelaksanaan pembelajaran siklus pertama ini ditinjau dari kekurangan yang dapat dilihat dari aspek fisik dan kreativitas murid. Murid masih belum memahami pembelajaran tolak peluru dan masih bingung bagaimana cara melakukan tolak peluru dengan menggunakan bola karet dengan ragam permainan yang masih baru bagi murid. Belum muncul kreativitas murid tersebut dalam berolahraga dengan tolak peluru yang diajarkan melalui pendekatan pembelajaran yang telah dimodifikasi. Berdasarkan pengamatan observer dan guru para murid masih
Hasil dan Pembahasan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan berdasarkan siklus yang telah direncanakan sebelumnya. Namun demikian, jumlah siklus tidak dapat ditentukan apabila ketuntasan belajar murid mencapai standar minimal yang telah ditetapkan. Setiap pelaksanaan siklus pembelajaran yang telah dilakukan, maka guru bersama observer melakukan refleksi untuk mengetahui kekurangan serta hasil pengamatan observer untuk merencanakan siklus selanjutnya. Siklus yang dilaksanakan dalam penelitian ini terdiri dari dua siklus. Hal ini dikarenakan pada siklus kedua tingkat ketuntasan belajar sudah meningkat dari siklus sebelumnya sehingga tidak dilanjutkan pada siklus selanjutnya. Adapun refleksi hasil per siklus diuraikan di bawah ini. 1. Siklus I Pelaksanaan pembelajaran pada siklus pertama menunjukkan beberapa perubahan pada diri murid, ini ditandai dengan adanya suasana baru yang dialami murid ketika dalam pembelajaran dengan adanya permainan. Hal seperti ini menunjukkan 53
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
merasa asing dengan pembelajaran yang dilakukan, ditambah lagi peraturan tolak peluru yang belum sepenuhnya dikuasai murid. Untuk mengatasi hal tersebut guru memberikan pengarahan tambahan serta penjelasan untuk membuat murid lebih mudah dan menyenangkan dalam melakukan pembelajaran tolak peluru. Dari pengamatan 3 (tiga) orang observer serta tingkat ketuntasan yang belum dapat diketahui dan diukur sepenuhnya, maka dari hasil diskusi dengan observer siklus pertama harus dilanjutkan pada siklus ke dua. Perbaikan yang dilakukan adalah RPP siklus kedua dengan penekanan pada materi yang diberikan dalam bentuk tolak peluru secara berkelompok dan diarahkan kepada murid-murid melalui pendekatan individu dan kelompok yang belum mencapai ketuntasan. Selanjutnya, penyesuaian bahasa yang lebih sederhana dalam menjelaskan arahan pembelajaran kepada murid. Guru bersama para observer lebih menekankan perbaikan kepada strategi pembelajaran, di mana pembentukan suasana pembelajaran yang lebih fleksibel. Penekanan kepada strategi ini disesuaikan lagi dengan aturan pada tolak peluru yang telah direncanakan dalam RPP. Beberapa perubahan serta penekanan yang lebih dalam meningkatkan aspek yang dianggap belum tuntas diulang secara sistematis, yaitu tentang dasar tolak peluru, kreativitas murid, sosial murid serta tolak peluru yang menjadi pedoman pengembangan pembelajaran dalam RPP pada siklus kedua. Adapun refleksi secara terperinci adalah; a. Perlu adanya tindak lanjut pada siklus II dikarenakan masih ada murid yang salah dalam melakukan teknik tolak peluru. b. Masih ada murid yang kurang dapat membedakan antara tolak dan lempar. c. Masih ada murid yang kurang paham terhadap proses pembelajaran yang dilaksanakan peneliti. d. Masih ada murid yang kurang bugar, hal ini dapat terjadi karena murid merasa belum memahi terhadap isi pembelajaran. e. Penjelasan dan demonstrasi dari guru belum luas sehingga tahapan pembelajaran pemanasan dan inti belum semua dipahami oleh seluruh murid. f. Guru perlu lebih banyak memotivasi murid sehingga murid tidak terlalu tegang dalam mempelajari pembelajaran baru yaitu memodifikasi media pembelajaran dalam pendidikan jasmani. Berdasarkan beberapa kajian dari refleksi yang dilakukan oleh guru dan 3 (tiga) orang observer yang terdiri dari rekan mahasiswa yang juga sebagai guru pendidikan jasmani, maka diperlukan tindak lanjut untuk melakukan siklus II.
2.
Siklus II Pelaksanaan pembelajaran siklus ke dua menunjukkan hasil yang berbeda dari siklus pertama. Setelah melakukan perencanaan dan diskusi yang mendalam dengan observer untuk meningkatkan persentase ketuntasan belajar murid, maka pembelajaran pada siklus kedua menunjukkan hasil yang maksimal. Hasil tersebut sebagaimana direkapitulasi pada tabel di bawah ini. Tabel Rekapitulasi Ketuntasan Belajar Siklus II SIKLUS 1 ASPEK PENILAIAN NO
Obeserver Bugar
Kreatif/ Intelek tual
Aktif
Gerak Dasar Tolak Sosial Peluru
Gembira
Emosional/ Mental
T
TT
T
TT
T
TT
T
TT
T
TT
T
TT
T
TT
1
Observer 1
26
0
26
0
26
0
23
3
26
0
26
0
26
0
2
Observer 2
26
0
26
0
26
0
26
0
26
0
26
0
26
0
3
Observer 3
26
0
26
0
26
0
22
4
26
0
26
0
26
0
Jumlah
78
0
78
0
78
0
71
7
78
0
78
0
78
0
0
100
0
100
0
91
9
100
0
100
0
100
0
Persentase 100 Ketuntasan
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa ada peningkatan yang baik dari pelaksanaan pembelajaran siklus pertama. Semua aspek mengalami peningkatan yang cukup tinggi, aspek ini dimulai dari sosial 100% sampai dengan aspek kebugaran yaitu 100%, aktif, kreatif/intelektual, gembira dan emosional mengalami peningkatan ketuntasan sampai dengan 100%, tetapi gerak dasar tolak peluru masih terdapat ketidak tuntasan sebanyak 9%. Hasil ini menunjukkan tingkat yang maksimal dari ketiga observer, tidak ada perbedaan yang signifikan dari observer tentang penilaian yang diberikan. Perbedaan para observer memiliki selisih yang berjumlah satu orang, dan kadang-kadang mempunyai penilaian yang sama dari observer tersebut. Dari aspek ketidaktuntasan juga tidak memiliki banyak variasi, jumlah yang paling tinggi berada pada aspek gerak dasar yaitu 91%. Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus pertama yang telah dilakukan serta perencanaan yang telah mengalami beberapa perubahan, maka tahap tindakan untuk siklus kedua dapat dilaksanakan. Pada siklus kedua ini perubahan terjadi dengan baik, hal inidisebabkan karena pengulangan dan pengarahan pada siklus pertama murid-murid sudah menunjukkan pemahaman terhadap peraturan tolak peluru dan mereka lebih dapat berekspresi melakukan tolak peluru dengan modifikasi bolakaret yang mereka lakukan. Murid sudah mulai terarah dan paham tentang model pembelajaran akumulasi Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan tentang tolak peluru. Suasana sudah mulai berubah, murid sudah tahu cara membagi kelompok atau regu masing-masing. Murid kelas V SD Negeri 32 Banda Aceh sudah mulai mengajukan pertanyaan ide maupun pendapat walaupun belum terarah.
54
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
Pada siklus kedua ini nampak perubahan yang signifikan tentang kreativitas murid dan terbukti bahwa model Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif dan Efektif dan Menyenangkan terakumulasi berhasil dan nampak perubahan yang berarti pada murid Kelas V SD Negeri 32 Banda Aceh. Beberapa kelebihan yang dimunculkan pada siklus kedua ini murid lebih mudah mengingat peraturan yang sederhana sehingga memudahkan murid mengatur fisiknya. Dari kajian teoritis perkembangan pembelajaran, maka diusahakan pembelajaran ini memberi kesan kepada anak-anak bahwa kegiatan pembelajaran adalah bermain. Dengan demikian tanpa disadari oleh murid bahwa mereka telah belajar dan melakukan kegiatan kurikulum yang sebenarnya. Dari hasil diskusi dengan observer ditambah dengan hasil pengamatan guru sendiri pada siklus kedua ini, maka siklus kedua sudah dapat dihentikan dengan pertimbangan bahwa indikator perencanaan pembelajaran telah tercapai melalui pengamatan. Lembar observasi yang menjadi pedoman observer telah menunjukkan nilai yang dianggap cukup tinggi maka siklus pembelajaran sebagai tindakan tidak lagi dilanjutkan pada siklus ketiga. 3. Ketuntasan Belajar Tujuan akhir dari penelitian ini adalah ketuntasan belajar Pendidikan Jasmani di kelas V SD Negeri 32 Banda Aceh dengan sub pokok bahasan tolak peluru. Beberapa aspek yang diamati berdasarkan pedoman lembaran observasi yang dipegang oleh observer direkapitulasi untuk mengetahui kecenderungan ketuntasan pembelajaran. Rekapitulasi data pada siklus pertama dan kedua diolah melalui perhitungan dan dikelompokkan. Setelah pengolahan tersebut jumlah keseluruhan dijadikan dalam bentuk persentase serta rata-ratanya. Dengan demikian kecenderungan data yang diperolehdari hasil penelitian ini dapat diketahui hasilnya. Adapun rekapitulasi ketuntasan belajar pada pelaksanaan siklus pertama dan kedua telah diuraikan pada tabel di atas. Tingkat ketuntasan yang dilaksanakan pada kedua siklus pembelajaran memiliki selisih yang cukup signifikan. Hal ini dapat diketahui melalui pengurangan persentase ketuntasan siklus kedua dengan persentase ketuntasan pada siklus pertama. Dengan demikian terdapat selisih ketuntasan sebagaimana yang dapat dilihat pada tabel di bawah berikut ini.
Tabel Selisih Tingkat Ketuntasan antara Siklus I dan II No
Aspek Pengamatan
Persentas e Ketuntas an Siklus I
Persentase Ketuntasan Siklus II
Peringkat Persentase Ketuntasan Siklus I dan Siklus II
1
Bugar
76
100
24
2
Aktif
78
100
22
3
Kreatif/Intelektua l Gerak Dasar Tolak Peluru
74
100
26
53
91
38
5
Sosial
87
100
13
6
Gembira
92
100
8
7
Emosional/Menta l
87
100
13
4
Rata-Rata
21
Berdasarkan kajian di atas pada tabel 4.3 dapat dijelaskan bahwa selisih rata-rata ketuntasan antara siklus I dan siklus II pada murid kelas V SD Negeri 32 Banda Aceh adalah sebanyak 21%. Hasil penelitian telah diketahui bahwa beberapa peningkatan aspek pembelajaran yang dimulai dari kebugaran, aktif, kreatif dan intelektual, gerak dasar, sosial, gembira, emosional dan mental. Beberapa perubahan terjadi selama pelaksanaan pembelajaran dari siklus pertama dan kedua. Dilihat dari pelaksanaan pada aspek pertama bahwa terdapat beberapa permasalahan tentang pembelajaran yang dilaksanakan, seperti aturan bermain murid masih kaku, dan tidak adanya pemahaman yang sama tentang bagaimana bentuk pembelajaran tolak peluru yang sebenarnya. Dalam hal ini guru membuat arahan kepada murid dengan pendekatan individu dan kelompok dalam memberikan arahan yang sebenarnya. Aspek siklus pertama ini, seperti yang ditunjukkan pada hasil penelitian bahwa ke tujuh aspek yaitu bugar, aktif, kreatif/intelektual, gerak dasar tolak peluru, sosial, gembira dan emosional/mental masih ada murid yang tidak tuntas dalam mengikuti proses belajar yang dinilai oleh observer. Ketidaktuntasan ini diketahui setelah berdiskusi dengan observer bahwa masih kurangnya pemahaman murid terhadap pembelajaran tolak peluru yang diberikan guru, berakibat kurangnya keseriusan murid dalam pembelajaran tolak peluru. Selanjutnya berdampak kepada emosional murid yang tidak termotivasi untuk belajar. Dengan demikian murid akan malas, yang pada akhirnya semua aspek mulai dari aspek bugar sampai dengan aspek emosional/mental ikut terpengaruh, sehingga semua 55
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
aspek ini tidak tuntas dalam pembelajaran siklus pertama. Aspek yang diteliti sangat penting dalam pembelajaran seperti yang dijelaskan oleh Baley dan Field (1976) dalam Amir (2006: 5) bahwa dimensi aspek dan ruang lingkup pendidikan jasmani tidak terbatas pada unsur jasmani saja, tetapi lebih ditekankan pada pendidikan secara luas yang meliputi aspek intelektual, sosial, kultural, emosional, dan estetika. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan secara praktis bahwa tujuan operasional pendidikan olahraga belum tercapai. Secara operasional tujuan pendidikan jasmani meliputi: pengembangan kebugaran fisik, pengembangan keterampilan dasar motorik, pengembangan kognitif dan pengembangan afektif, di samping itu juga ada empat domain yang ingin dikembangkan dalam pendidikan jasmani yaitu domain fisik, domain psikomotor, domain kognitif, dan domain afektif, selain itu juga pendidikan jasmani adalah untuk menciptakan lingkungan yang bisa merangsang pengalaman gerak murid untuk menghasilkan respon yang diinginkan, yang memberikan kontribusi dalam mengembangkan semua potensi yang dimiliki secara optimal (Amir; 2006: 5). Berdasarkan pendapat di atas diketahui bahwa pembelajaran siklus pertama belum menunjukkan adanya indikator ketuntasan belajar yang merujuk kepada tujuan pembelajaran jasmani yang sebenarnya. Dengan demikian perencanaan pada siklus kedua lebih dimatangkan dengan memberikan pengarahan serta motivasi belajar kepada murid. Dengan melakukan pengarahan sederhana untuk tingkat sekolah dasar maka materi pembelajaran ini dapat dengan mudah dipahami murid. Hal ini menjadi tantangan bagi guru yang melaksanakan pembelajaran di sekolah melalui modifikasi beberapa peraturan, peralatan, dan tempat yang tersedia di lapangan. Pada dasarnya modifikasi dapat dilakukan dengan alasan yang tepat dan tujuan yang benar. Mengingat pembelajaran ini merupakan bagian dari kurikulum nasional dimana menuntut guru untuk berkreativitas yang salah satunya adalah memodifikasi pembelajaran. seperti yang jelaskan Lutan dalam Samsuddin (1988: 32) Bahwa: Modifikasi dalam mata pelajaran pendidikan jasmani diperlukan, dengan tujuan agar: a. Murid memperoleh kepuasan dalam mengikuti pelajaran. b. Meningkatkan kemungkinan keberhasilan dalam berpartisipasi c. Murid dapat melakukan pola gerak yang benar. Pendapat di atas sesuai dengan apa yang telah dilaksanakan pada siklus kedua. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan yang drastis
ketujuh aspek yang menjadi pedoman penilaian observer. Peningkatan yang signifikan ini memiliki selisih yang bervariasi seperti yang terdapat pada tabel 4.3. di atas. Beberapa hasil pengamatan meningkatnya ketuntasan belajar pada siklus kedua adalah: a. Murid telah memahami aturan tolak peluru b. Murid termotivasi dengan perlombaan tolak peluru c. Murid bergembira dalam bersosial dengan temantemannya d. Minat murid meningkat dengan adanya kebersamaan Hasil penelitian, rata-rata persentase belajar tuntas pada siklus kedua adalah 21%. Dan persentase ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pendidikan jasmani ini telah tuntas, dikarenakan terdapat peningkatan dari siklus sebelumnya serta sudah mencapai kriteria ketuntasan 100%. Dari penjelasan tersebut, tindakan modifikasi media pembelajaran tolak peluru telah memenuhi kriteria belajar tuntas, dimana murid telah menguasai materi pembelajaran yang ditinjau dari tujuh aspek, yaitu kebugaran, aktif, kreatif/intelektual, gerak dasar, sosial, gembira, dan emosional/mental. Jadi dengan memodifikasi media pembelajaran dapat meningkatkan ketuntasan pembelajaran tolak peluru pada murid SD Negeri 32 Banda Aceh. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan penelitian maka dapat disampaikan bahwa: 1. Memodifikasi media pembelajaran dalam pokok bahasan tolak peluru dapat mencapai kriteria ketuntasan dalam pembelajaran pendidikan jasmani pada murid kelas V SD Negeri 32 Banda Aceh. 2. Hasil penelitan menunjukkan bahwa terdapat peningkatan dari siklus I ke siklus II. Selisih antara siklus I dan siklus II rata-rata tingkat ketuntasan dari hasil penelitian yaitu 21%, jadi hasil rata-rata tersebut sudah mencapai tingkat ketuntasan.
Daftar Pustaka Ahmadi, Abu (2007)Tehnik Belajar Yang Tepat.Semarang: Mutiara Permata Wijaya Amir, Nyak (2005), Pembelajaran Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar Lonsep dan Praktik. Banda Aceh: SyiahKuala University Press. -------. (2006), Pembelajaran Pendidikan Jasmani Konsep dan Praktik, Cet. Ed 2. Banda Aceh, Syiah Kuala University Press. Arikunto, Suharsimi (2006)Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. EdisirevisiVI. CetXIII. Jakarta: Rineka Cipta. 56
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 2. Agustus 2014
-------.dkk (2011) Penelitian Tindakan Kelas, Cetakan kesepuluh, Jakarta. Bumi Aksara. Arsyad, Azhar (2011) Media Pembelajaran.Jakarta. Rajawali Press. Gagne dalam Nasution S (2003).Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar.Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Hamalik, Oemar (2005)Metode Belajar Dan Kesulitan-Kesulitan Belajar, Tarsito, Bandung. Harsuki(2002)Perkembangan Olahraga Terkini Kajian Para Pakar.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Lutan, Rusli (1988) Belajar Keterampilan Motorik, Pengantar Teori dan Metode. Jakarta: Debdikbud. Mulyasa.E (2007).Kurikulum KTSP. Bandung: Rinneka Cipta. -------. (2009). Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah, Jakarta. Bumi Aksara. Mutohir, Toho Cholik (1992) Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Jasmani. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nazir, Moh. (2009). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Neil (2007) Kurikulum Kompensional, Jakarta: Bumi Aksara. Sadiman, Arief (2002)Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan
Pemanfaatannya.Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sudrajat, Ahkmad (2007) Media Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Sugiyono (2009)Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sukintaka(2001) Teori Bermain Pendidikan.Yogyakarta: ESA Grafika Solo. Sumardjono, S (2002)Pengetahuan Praktis Kesehatan dalam Olahraga. Jakarta: Gramedia. Surya, Mohammad (2004) Psikologi Pembelajaran& Pengajaran. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. Suryobroto (2001) Teknologi Pembelajaran Pendidikan Jasmani, Yogyakarta: FIK UNY. Syarifuddin (2002) Pembebanan Latihan Dalam Pembinaan Prestasi Olahraga. Jakarta: Majalah Forum Olahraga Edisi Desember. Tim Abdi Guru(2007) Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan Untuk SD Kelas V.Jakarta. Erlangga. Trianto(2009)Mendesain Model Pembelajaran Inovatif – Progresif, Konsep, Landasan, dan Implementasi pada Tingkat Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta. Kencana Prenada Media Group. Widya, Muchtar Jumaidar (2004)Belajar Belatih Gerak-Gerak Dasar Atletikdalam Bermain. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
57