Kompetensi Guru Agama (M. Natsir) KOMPETENSI GURU AGAMA DALAM MERANCANG DAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN DI MA DAN MTs AL-AZIZIYAH GUNUNGSARI LOBAR M. Natsir Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram Jl. Pendidikan No. 35 Mataram Email:
[email protected]
Abstrak: Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa guru merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran dengan baik. Namun dalam prakteknya tidak semua guru dapat melakukannya, terutama dalam membuat dan menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajar. Membuktikan fenomena ini, dilakukan penelitain dengan metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: pertama, tingkat kemampuan guru-guru Agama Islam (Fiqih, Aqidah-Akhlak, al-Qur’an-Hadith, SKI dan Bahasa Arab) baik yang mengajar pada Madrasah Aliyah maupun Madrasah Tsnawiyah Pondok Pesantren AlAziziyah Kapek Gunungsari dalam merancang pembelajaran dikategorikan kurang mampu. Kedua, ketidakmampuan guru dalam membuat dan merancang pembelajaran tersebut sangat dipengaruhi oleh rendahnya pemahaman dan keterampilan yang dimiliki oleh guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran. Kondisi ini sebagai implikasi dari kurangnya improvisasi kemampuan mereka, baik melalui pelatihan dan peningkatan skill mengajar. Abstract: The Law Number 20 in 2003 about Indonesian education system, the definition of teacher is a professional who plans and carries out a good teaching and learning process. However, during the implementation not all of the teachers do as good as the law and the people have been expected, especially in preparing and making the lesson plan. In order to justify this phenomenon, this research is carried out and this research also applies qualitative descriptive research method. This research shows that first, the competence level of Islam religion teachers (fiqh, Aqidah – Akhlak, Qur’an Hadith, History of Islamic Culture and Arabics) both in Madrasa Aliyah and Madrasa Tsanawiyah in Pondok Pesantren Al –Aziziyah Gunung Sari is quite low. Second, the lack of teachers’ ability in designing and making teaching and learning process is an impact of teachers’ understanding and skill in designing and carrying out teaching and learning process in the classroom. Such conditions are the implication of less teachers’ improvisation due to the lack of training and teaching skill improvement.
Kata-kata Kunci: kompetensi, guru, madrasah, pendidkan agama Islam
77
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 10, No. 2, Juli 2014 PENDAHULUAN Guru dilihat dari keberadaannya baik sebagai pendidik maupun pengajar diakui sangat memiliki peran yang dapat memberikan kontribusi bagi perubahan diri anak didik, termasuk dirinya sendiri. Terjadinya perubahan pada anak didik dikarenakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru didasari atas rancangan yang matang, dan rancangan yang disusun oleh guru ini tentunya akan berpangruh pula terhadap kemampuan atau kompetensi diri yang bertugas sebagai perancang pembelajaran. Ini adalah tuntunan ideal bagi guru, baik yang telah digariskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional maupun dalam UndangUndang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Bab XI Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Pasal 39 ayat 2 menyatakan bahwa “pendidik atau guru merupakan tenaga
profesional
yang
bertugas
merencanakan
dan
melaksanakan
proses
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penilaian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi (dosen).”1 Pasal 40 ayat 2 menyebutkan ada tiga kewajiban sebagai pendidik, yaitu: “(1) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan diagnosis; (2) mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan (3) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya”.2 Tuntutan guru sebagai pendidik dan pengajar yang profesional dituangkan secara terinci dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan Dosen, Bab I Pasal 1 ayat 1, dinyatakan bahwa guru adalah “pendidik profesional yang tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini dan jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah”.3 Selanjutnya pada Bab II Pasal 4 dinyatakan bahwa “dalam kedudukannya sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.4
1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Eko Jaya, 2003), 22. 2 Ibid. 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, (Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing, 2008), 2. 4 Ibid., 4.
78
Kompetensi Guru Agama (M. Natsir) Mencermati pernyataan yang tertuang dalam kedua undang-undang di atas terkait dengan keberadaan guru sebagai tenaga pendidikan dan pengajar yang di tuntut harus professional, dan sesuai dengan sasaran dalam penelitian ini yaitu mendeskripsikan komptensi guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran, hal ini mengingat guru sebagai tenaga profesional memiliki dua tugas utama yaitu bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran di samping tugas lainnya yang berkaitan dengan profesinya sebagai pendidik dan pengajar, maka menjadi keharusan bagi guru untuk selalu berusaha untuk memperkuat dan meningkatkan kompetensi yang dimiliki guru harus berusaha mengkaji sejumlah literatur dan jika memiliki kesempatan berusaha untuk mengikuti mengikuti pelatihan penguatan kompetensi guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran, di samping pelatihan-pelatihan lainnya yang dapat membantu peningkatan dan penguatan guru yang profesional. Kegiatan merancang pembelajaran menuntut kemampuan guru yang bersifat rasional tentang tujuan yang diharapkan dapat dicapai sesuai rancangan tersebut. Dalam konsep pembelajaran perencanaan yang dilakukan oleh guru sebagai acauan dalam kegiatan pembelajaran tentunya harus diarahkan sesuai sasaran dan tujuan pembelajaran yang dilakukan, yaitu terjadinya perubahan prilaku siswa. Di samping perencanaan yang disusun oleh guru tentunya dapat difungsikan sebagai pedoman dalam mendesaian pembelajaran sesuai dengan kebutuhan. Diperlukannya perencanaan bagi guru dalam kegiatan pembelajaran, karena mengingat “(a) pembelajaran merupakan proses bertujuan, sehingga sesederhana apapun proses pembelajaran yang dibangun oleh guru, proses tersebut diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran, (b) pembelajaran proses kerjasama, minimal dalam pembelajaran akan melibatkan guru dan siswa tanpa ada salah satunya pembelajaran tidak akan berjalan, (c) pembelajaran merupakan proses yang komplek, sebab pembelajaran bukan hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi suatu proses pembenatukan prilaku siswa, dan (d) proses pembelajaran akan efektif jika mendapat dukunan sarana prasarana dan termasuk pemanfaatan berbagai sumber belajar”.5 Pentingnya perencanaan dalam kaitannya dengan kegiatan pembelajaran sebagaimana yang tergambar di atas, semakin memberikan dukungan pernyataan bagi guru akan pentingnya perencanaan dalam setiap kali melakukan kegiatan pembelajaran. 5
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2008), 31-32.
79
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 10, No. 2, Juli 2014 Tuntutan bagi guru dalam memahami kegiatan perencanaan, tentunya tidak sebatas memahami pengertian tetapi yang lebih penting dan menuntut kemampuan memahami komponen-komponen yang menjadi bagian dalam perencanaan pembelajaran tersebut. Dalam konsep pembelajaran perencanaan yang dimaksudkan adalah tersedia Rencana Pelaksanaan Pembelajar (RPP), yang di dalamnya terdiri dari Tujuan Pembelajaran (Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator Kompetensi) dalam istilah Kurikulum 2003/2004 Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan 2005/2006 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), atau dengan istilah Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar, dan Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) sebagaimana yang termuat dalam kurikulum 2013. Seanjutnya terdapat materi pembelajaran, kegiatan proses belajar mengajar, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan veluasi pembelajaran. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran khususnya yang mengarah pada indikator kompetensi atau indikator pencapaian kompetensi, guru dituntut untuk mempu merumuskan indikator yang mengarah kepada kemampuan memahamai atau ranah kognitif, menghayati atau menyadari akan pengetahuan yang dimiliki untuk dijadikan sebagai motivasi atau dorongan pada diri sendiri, yang pada akhirnya dapat pula memperaktikkan atau mengamalkan pengetahuan yang dimiliki dalam bentuk perbuatan. Rumusan indikator dalam konteks rancangan pembelajaran akan menjadi tumpuan atau arah ketika guru merancang materi pembelajaran, kegiatan pembelajar an, menentukan matode yang relevan, serta media dan evaluasi. Rancangan pembelajaran menuntut guru untuk terampil dan cekatan dalam penerapannya. Dalam arti ketika guru akan melaksanakan pembelajaran, maka rancangan yang disusun sebagai acuannya. Guru akan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan tujuan yang termuat dalam rancangan, demikian juga dengan penerapan metode yang bervariasi, penerapan media yang mendukung metode pembelajaran dan ketika melaksanakan evaluasi pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran guru akan mensinergikan berbagai komponen pembelajaran yang satu sama lainnya saling mendukung. Karenanya baik dalam merancang maupun melaksanakan pembelajaran tuntutan agar guru harus profesional pada kedua kegiatan tersebut merupakan satu keharusan. Tuntutan menjadi guru yang profesional tentunya diinginkan oleh semua guru, tidak terkecuali bagi guru-guru Pendidikan Agama (Fiqih, Aqidah-Akhlak, Qur’anHadith, SKI dan Bahasa Arab) di MTs dan MA Al-Aziziyah Kapek Gunungsari 80
Kompetensi Guru Agama (M. Natsir) Lombok Barat yang jumlahnya 186 orang, 105 orang diantaranya adalah mengajarkan mata pelajaran umum, sedangkan 72 orang adalah guru yang mengajarkan pelajaran agama. Jumlah guru ini tentunya dipandang cukup memadai jika dibandingkan dengan jumlah siswa 1.871 orang yang dituntun dan dibimbing pada kedua madrasah ini. Sesuai data awal diperoleh gambaran bahwa guru-guru yang mengajar di MTs dan MA Al-Aziziyah Kapek Gunungsari Lombok Barat berjumlah
186 orang,
termasuk di dalamnya adalah guru-guru yang mengajar Pendidikan Agama yaitu 72 orang, yang dari jumlah guru pendidikan agama ini ditetapkan 10 % atau 13 orang dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini. Sebagian besar 148 orang atau 80,87% dari guru-guru yang mengajar di madrasah ini memiliki jenjang pendidikan S.1, 20 orang atau 10,93% yang memiliki jenjang pendidikan S.2, dan 16 orang atau 8,74% yang memiliki jenjang pendidikan diploma sederajat dengan berbagai displin ilmu. Jika dilihat dari jenjang pendidikan secara tioritis dapat dipastikan guru-guru di madrasah ini termasuk guru yang mengajar Pendidikan Agama memiliki kemampuan dan keterampilan dalam melaksanakan tugasnya baik sebagai perancang maupun pelaksanaan pembelajaran. Namun hasil observasi awal menunjukkan adanya kesenjangan dari asumsi secara teoritis berdasarkan jenjang pendidikan yang dimiliki oleh guru-guru dengan kondisi nyata yang masih banyak (± 80 %) ditemukan kurang kuat dalam merancang pembelajaran yang berdampak pada pelaksanaan pembelajaran yang di dalam jumlah ini juga ditemukan guru-guru Pendidikan Agama baik itu guru Fiqih, Aqidah-Akhlak, Qur’an-Hadith, SKI dan Bahasa Arab. METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif deskriptif. Sebab orientasi penelitian yang dilakukan berdasarkan pada gejala atau fenomena yang bersifat alam. Sehingga hasil yang didapatkan adalah data deskriptif atau pemaparan dari suatu peristiwa yang diteliti. Pendekatan penelitian ini merupakan strategi peneliti untuk memperoleh data yang valid sesuai dengan karakteristik variabel dan tujuan penelitian. Dalam penelitian kualitatif kehadiran peneliti di lokasi penelitian adalah sebagai instrumen kunci dalam upaya menemukan data melalui pengamatan atau observasi secara langsung atau observasi partisipasi dan juga observasi nonpartisipasi sebagaimana yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini. Artinya peneliti sebatas sebagai pengumpul data, bukan sebagai pelaksana kegiatan dalam hal ini berperan 81
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 10, No. 2, Juli 2014 sebagai guru mata pelajaran agama. Hasil data yang diperoleh melalui pengamatan tersebut akan didukung dengan hasil data melalui wawancara dan dokumentasi. Karenanya ketika peneliti berada di lokasi penelitian dalam upaya penemuan data sesuai fokus kajian yang terkait dengan tingkat kemampuan guru-guru Pendidikan Agama (Fiqih, Aqidah-Akhlak, Qur’an-Hadith, SKI dan Bahasa Arab) di MTs dan MA Al-Aziziyah Kapek Gunungsari Lombok Barat dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran, kendala-kendala yang dihadapi guru-guru Pendidikan Agama (Fiqih, Aqidah-Akhlak, Qur’an-Hadith, SKI dan Bahasa Arab) di MTs dan MA Al-Aziziyah Kapek Gunungsari Lombok Barat dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran, dan
solusi
pemecahannya,
diperlukan
penerapan
metode
wawancara
untuk
mendapatkan data yang sama baik terkait dengan kemampuan dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran maupun kendala dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran. Metode angket digunakan untuk menjaring informasi secara tertulis terkait dengan kemampuan guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran, dan untuk memperkuat hasil angket tersebut diterapkan metode observasi atau pengamatan. Sedangkan untuk mendapat kan data tertulis diterapkan metode dokumentasi. Dalam penelitian ini, informan yang dapat membantu untuk mendapatkan data yaitu: person atau orang adalah sumber data yang berupa orang yang bisa memberikan data berupa jawaban lisan atau pelaku kegiatan dalam hal ini guru pendidikan agama yang berjumlah 20 orang. Penetapan 13 orang dari 72 orang guru pendidikan agama dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan proposif samping atau sampel yang bertujuan, dimana peneliti memiliki keyakinan berdasarkan fakta sehari-hari bahwa 10 orang guru pendidikan yang ditetapkan sebagai bagian dari yang ditanya, diamati, dan dianalisis kegiatannya adalah guru yang memiliki tingkat keseioran, pengalaman mengajar yang lebih banyak dari lainnya sesuai lamanya mengajar, dan juga tingkat komitmen dalam pelaksanaan tugasnya. Adapun yang menjadi informannya adalah Kepala Madrasah, dan 13 guru pendidikan agama pada kedua madrasah tersebut. Adapun metode analisis yang digunakan adalah analisis induktif yaitu “suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis”6. Untuk menganalisis data yang berbentuk kualitatif, 6
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2008), 335.
82
Kompetensi Guru Agama (M. Natsir) maka peneliti menggunakan analisis induktif yaitu menemukan data yang bersifat khusus untuk kemudian dari sifat khusus tersebut dapat digeneralisasi dalam sifat umum. HASIL DAN PEMBAHASAN Sekilas Madrasah Aliyah dan Madrasah Tsnawiyah Al-Aziziyah Gunungsari Madrasah Aliyah dan Tsnawiyah Al-Aziziyah merupakan dua lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Al-Aziziyah Kapek Gunungsari Lombok Barat yang keberadannya bersama-sama dengan lembaga pendidikan lainnya, seperti Taman Kanak-Kanak Islam (TK Islam), Sekolah Dasar Islam (SDI), Madrasatul Qur’an wal Hadith, Takhas}s}us, dan Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah. Yayasan Pondok Pesantren Al-Aziziyah yang menaungi lembaga-lembaga pendidikan ini didirikan oleh TG. Musthafa Umar Abdul Aziz (almarhum) sekembalinya beliau pada akhir Tahun 1985 dari Kota Makkah setelah beberapa tahun belajar dan mengajar di kota suci tersebut. Untuk mewujudkan keinginan beliau mendirikan sebuah yayasan pondok pesantren yang bergerak dibidang pendidikan, maka langkah awal yang dilakukan pada Tahuun 1987 adalah mendirikan Ma’had Tahfidh al-Qur’an al-Kari>m (Perguruan menghafal al-Qur’an). Lembaga semacam ini belum pernah ada di Nusa Tenggara Barat, dan dengan bermodalkan satu lembaga pendidikan ini kemudian pada Tahun 1989 diajukan usulan untuk mendirikan yayasan yang diharapkan dapat menaungi lembaga-lembaga pendidikan yang akan dikembangkan pada tahun-tahun berikutnya. Pendirian yayasan ini secara yuridis formal diakui setelah keluaranya Akta Notaris dengan Nomor 46 Tahun 1989 dengan nama Yayasan Pondok Pesantren Al-Aziziyah Kapek Gunungsari Lombok Barat Nusa Tenggara Barat. Keluarnya pengakuan secara hukum akan keberadaan Yayasan Pondok Pesantren Al-Aziziyah Kapek memberikan semangat yang sangat kuat bagi pimpinan untuk mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan setelah berdirinya MQWH Tahun 1987, kemudian pada Tahun 1993 didirkan Madrasah Tsnawiyah Al-Aziziyah Putra. Karena sistem pembelajaran pada lembaga formal di Pondok Pesantren Al-Aziziyah dilakukan secara terpisah antara santri dan santriwati, maka pada Tahun 2008 diajukan usulan mendapatkan izin operasional Madrasah Tsnawiyah Putri, yang kemudian
83
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 10, No. 2, Juli 2014 mendapatkan respon positif dengan keluarnya Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Nusa Tenggara Barat No. KW.19.1/2/394/2008. Demikian juga halnya dengan Madrasah Aliyah Putra yang dirintis berdirinya sebagai lembaga pendidikan lanjutan dari Madrasah Tsnawiyah Putra maupun Putri dan sekaligus sebagai emberio berdirinya Madrasah Aliyah Putri. Proses pendirian dan pengakuannya secara depakto keberadaan Madrasah Aliyah Putra terus diupayakan oleh pimpinan Pondok Pesantren Al-Aziziyah. Upayanya untuk mendirikan Madrasah Aliyah putra terwujud dengan keluarnya SK pendirian dari Notaris Nomor : 1230/PAPAZ/SK/V/ 2008, tanggal 28 Mei 2008, dan mendapat izin operasional berdasarkan SK Nomor : Kw.19.1/2/458/2008, tanggal 25 Juni 2008. Sebagaimana halnya di Madrasah Tsnawiyah dimana pembelajaran dilakukan terpisah antara putra dan putrid, hal sama juga dilakukan pada Madrasah Aliyah. Keluarnya izin pendirian dan izin operasional Madrasah Aliyah Putra pada Tahun 2008, dijadikan acuan dalam pelaksanaan pembelajaran pada Madrasah Aliyah Putri, sehingga meskipun kepala madrasahnya sudah terpisah namun karena izin operasional Madrasah Aliyah Putri belum keluar, maka sampai dengan Tahun Pelajaran 2009/2010 Ijazah Madrasah Aliyah Putri ditandatangani oleh Kepala Madrasah Aliyah Putra. Baru setelah
Tahun
2010
dengan
keluarnya
izin
operasional
Nomor
:
Kd.19.1/4/PP.00/112.A/2010, tanggal 15 Juli 2010, Madrasah Aliyah Putri resmi berpisah secara adminisi dengan Madrasah Aliyah Putra. Tingkat Kemampuan Guru Agama di Madrasah Aliyah dan Madrasah Tsnawiyah Gunungsari dalam Merancang dan Melaksanakan Pembelajaran
Merancang Pembelajaran Merancang pembelajaran yang merupakan tugas guru sebelum melaksanakan pembelajaran memiliki fungsi yang sangat penting dalam rangka memberikan kemudahan bagi guru dalam melaksanakan pembelajar an sehingga tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan di dalam rancangan pembelajaran tersebut tercapai. Perencanaan pembeajaran yang menjadi kewajiban bagi guru dalam pengertian adalah “proses pengambilan keputusan hasil berpikir secara rasional tentang sasaran dan tujuan pembelajaran tertentu, yakni perubahan perilaku serta rangkaian
84
Kompetensi Guru Agama (M. Natsir) kegiatan yang harus dilaksanakan sebagai upaya pencapaian tujuan tersebut dengan memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada”.7 Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Bab XI Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Pasal 39 ayat 2 menyatakan bahwa “pendidik atau guru merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajar an, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penilaian dan pengabdi an kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi (dosen),”.8 Diperlukannya perencanaan bagi guru dalam kegiatan pembelajaran, karena mengingat “(a) pembelajaran merupakan proses bertujuan, sehingga sesederhana apapun proses pembelajaran yang dibangun oleh guru, proses tersebut diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran, (b) pembelajaran proses kerjasama, minimal dalam pembelajaran akan melibatkan guru dan siswa tanpa ada salah satunya pembelajaran tidak akan berjalan, (c) pembelajaran merupakan proses yang komplek, sebab pembel ajaran bukan hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi suatu proses pembenatukan prilaku siswa, dan (d) proses pembelajaran akan efektif jika mendapat dukunan sarana prasarana dan termasuk pemanfaatan berbagai sumber belajar”.9 Bagi guru dalam kegiatan pembelajaran paling tidak akan ditemukan ada tiga manfaat yang didapatkan oleh guru ketika membuat RPP, yaitu: a. Pembelajaran akan dapat dilaksanakan secara terencana sesuai dengan isi kurikulum atau mata pelajaran yang diajarkan; b. Guru lain dapat memanfaatkan RPP yang ada manakalan sewaktu-waktu guru pengampu mata pelajaran tidak dapat hadir sesuai jadwal. Dan kemudian dapat melanjutkan pembelajaran ke topik berikutnya ketika guru pengampu mata pelajaran kembali mengajar sebagaimana biasa, dengan hanya menyampaikan rangkuman dari materi pembelajaran yang telah diberikan oleh guru pengganti, dan c. RPP merupakan portofolio atau bukti fisik pelaksanaan pembelajaran yang di antaranya dapat digunakan sebagai: 1) Bahan pertimbangan dalam sertifikasi guru; 2) Penghitungan angka kredit jabatan fungsional guru; 3) Informasi dalam supervisi kelas oleh kepala sekolah dan atau pengawas, dan
7
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem, 28. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, 22. 9 Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain, 31-32. 8
85
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 10, No. 2, Juli 2014 4) Bahan rujukan dan atau kajian bagi guru yang bersangkutan dalam mengembangkan pembelajaran materi yang sama pada tahun berikutnya.10 Dengan memperhatikan pengertian dan keberadaan perencanaan dalam kegiatan pembelajaran, maka dapat dipastikan bahwa perencanaan menjadi suatu keharusan bagi guru untuk melakukannya. Namun dalam kenyataannya berdasarkan paparan data dan temuan diperoleh data bahwa guru-guru Pendidikan Agama Islam (Fiqih, Aqidah-Akhlak, Qur’an-Hadith, SKI dan Bahasa Arab) memiliki sejumlah kekurangan dalam menyelesaikan kewajiban ini atau dalam merancang pembelajaran dan bahkan masuk dalam kategori kurang mampu. Dari data hasil analisis RPP yang diracang oleh guru-guru Pendidikan Agama Islam baik yang mengajar pada MTs dan MA Pondok Pesantren Al-Aziziyah Kapek Gunungsari, sejumlah kekurangan ditemukan, di antaranya pada rumusan Indikator Kompetensi (IK) yang mengacu pada Kompetensi Dasar (KD). Dalam rumusan indikator ini sebatas mengarah pada ranah kognitif dan psikomotorik, sementara yang mengarah pada ranah afektif atau sikap tidak dirumuskan. Selain itu, penggunaan kata kerja operasional yang digunakan dalam perumusan Indikator Kompetensi sangat tidak variatif. Dalam rumusnan tujuan pembelajaran tidak sejalan dengan rumusan Indikator Kompetensi, sehingga terkesan Indikator Kompetensi akan diterapkan sendiri dan demikian juga dengan tujuan pembelajaran, padahal keduanya adalah sama. Pada perumusan kegiatan belajar mengajar yang terbagi menjadi tiga kegiatan yaitu kegiatan pendahuluan atau keterampilan membuka, kegiatan inti atau keterampilan melaksanakan pembelajaran, dan kegiatan akhir atau keterampilan menutup pelajaran. Ketiga kegiatan ini dirancang dengan maksimal sesuai kegiatan yang semestinya. Sebagai contoh dalam perumusan kegiatan pendahuluan sebatas melaksanakan pengelolaan kelas dalam bentuk berdo’a atau membaca basamalah dan mengabsensi siswa, sementara appersepsi, motivasi dan penyamapaikan Indikator Kompetensi atau tujuan pembelajaran tidak dirumuskan. Dalam perumusan sekenario pembelajaran tidak adanya hubungan antara Indikator Kompetensi dengan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan oleh guru, tidak dituangkan dengan jelas jenis-jenis metode dalam rumusan sekenario pembelajaran, tidak dirancang media pembelajaran dan jenis alat evaluasi yang sesuai dengan Indikator Kompetensi. 10
Abdorrakhman Gintings, Esensi Praktis Belajar & Pembelajaran, Disiapkan untuk Pendidikan Profesi dan Sertifikasi Guru-Dosen, Edisi Revisi (Bandung: Humaniora, 2008), 225-226.
86
Kompetensi Guru Agama (M. Natsir) Pada kegiatan penutup tidak dirancangan kegiatan dengan sempurna, hanya sebatas melakukan kegiatan menyampaikan kesimpulan sementara memberikan penguatan yang salah satunya dalam bentuk memberikan Pekerjaan Rumah (PR) dan penyampaian materi atau Indikator Kompetensi yang akan di ajarkan minggu berikutnya tidak dirancang.
Melaksanakan Pembelajaran Melaksanakan pembelajaran bagi guru pada hakekatnya adalah menyampaikan sejumlah Indikator Kompetensi yang telah dirancang dalam RPP, sehingga dalam kegiatan pembelajaran guru menjadikan RPP sebagai pedomannya, sebab semestinya apa yang dirancang dalam RPP terutama terkait dengan Indikator Kompetensi dan atau tujuan pembelajaran sebagai dasar perumusan materi, kegiatan pembelajaran, penetapan metode, media dan jenis alat evaluasi akan diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. Daalam konteks pembelajaran Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan Dosen, Bab I Pasal 1 ayat 1, dinyatakan bahwa guru adalah “pendidik profesional yang tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini dan jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah”.11 Yang selanjutnya pada Bab II Pasal 4 dinyatakan bahwa “dalam kedudukannya sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional”.12 Tuntutan undang-undang ini agar guru memiliki kompetensi yang diwujudkan dalam bentuk menjalankan tugas khsusnya dalam pembelajaran secara professional, berdasarkan dukungan keilmuan metode pembelajaran terampil dalam menerapkan metode yang bervariasi dalam kegiatan pembelajaran berdasarkan kehendak Indikator Kompetensi, berdasarkan dukungan keilmuan media pembelajaran terampil merancang dan menerap kan media pembelajaran yang mendukung penerapan metode yang sesuai dengan Indikator Kompetensi, dan berdasarkan dukungan keilmuan evaluasi terampil dalam memilih dan menerapkan jenis alat evaluasi untuk mengukur tingkat keberhasilan guru dalam mengajar dan keberhasilan siswa dalam belajar sesuai dengan kehendak Indikator Kompetensi. Dengan dukungan-dukungan keilmuan tersebut akan 11 12
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005, 2. Ibid., 4.
87
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 10, No. 2, Juli 2014 dapat melaksanakan pembelajaran yang menyenangkan sehingga memberikan kemudahan bagi siswa dalam memahami materi pembelajaran yang disampaikan. Idealnya seperti di atas, keberadaan guru dalam melaksanakan pembelajaran, namun dalam kenyataannya berdasarkan paparan data dan temuan ketika guru-guru Pendidikan Agama Islam (Fiqih, Aqidah-Akhlak, Qur’an-Hadith, SKI dan Bahasa Arab) pada MTs dan MA Pondok Pesantren Al-Aziziyah Kapek Gunungsari, disebabkan karena mereka kurang memiliki kepedulian dalam memperkuat diri terkait dengan penguasaan beberapa teori yang mendukung kompetensi mereka sebagai guru seperti teori yang berkaitan dengan metode, media dan evaluasi pembelajaran, serta rancangan pembelajaran sehingga mereka dalam pelaksanaan pembelajaran terkategori kurang mampu. Data menunjukkan ketika mereka melaksanakan pembelajaran tidak sesuai dengan rancangan pembelajaran atau RPP yang telah dirumuskan. Sejumlah rumusan Indikator Kompetensi yang seharusnya dijabarkan dalam kegiatan pembelajaran tidak dilakukan, sehingga antara pelakasanaan pembelajaran dengan rumusan Indikator Kompetensi berjalan sendiri-sendiri. Demikian juga dalam melaksanakan ketiga jenis keterampil an yang seharusnya dilakukan secara sempurna, juga tidak dilakukan. Kesemuanya itu disebabkan karena rancangan pembelajaran yaitu RPP tidak dapat dirancang dengan baik, dan tidak digunakannya RPP sebagai acuan dalam kegiatan pembelajaran. Kendala-Kendala yang Dihadapi Guru Agama di MA dan MTs Al-Aziziyah dalam Merancang dan Melaksanakan Pembelajaran, dan Solusi pemecahannya Kendala yang dihadapi oleh setiap orang dalam melakukan suatu kegiatan sudah menjadi sunnatullah, karena itu tidak perlu dijadikan sebagai penghalang untuk mencapai suatu keberhasilan. Sebab ketika menemukan kendalam dalam melakukan suatu aktivitas, sudah ditentukan oleh Allah Swt. akan ditemukan jalan pemecahan atau solusi untuk mengatasi kendala tersebut. Dalam ajaran agama dengan tegas Allah Swt. menyatakan dalam surat Al- Inshirah ayat 5 dan 6, bahwa ketika Allah Swt. memberikan kesulitan terhadap hamba-Nya akan diberikan juga jalan keluarnya. “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Qs. Al-Inssirah : 5-6).13
13
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjamahannya (Jakarta: Proyek Peningkatan Pelayanan Kehidupan Bergama Pusat, Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2004), 902.
88
Kompetensi Guru Agama (M. Natsir) Terkait dengan kendala yang dihadapi guru-guru Pendidikan Agama Islam (Fiqih, Aqidah-Akhlak, Qur’an-Hadith, SKI dan Bahasa Arab) pada MTs dan MA Pondok Pesantren Al-Aziziyah, baik ketika merancang maupun melaksanakan pembelajaran, berdasarkan asumsi peneliti bahwa guru-guru di kedua madrasah ini terinspirasi dengan ayat al-Qur’an di atas, ternyata telah berbagai upaya dalam mengatasi kendala yang dihadapi tersebut. Dari paparan data dan temuan, diperoleh upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala ketika merancang pembelajaran, antaranya adalah dengan : a. Melakukan konsultasi dengan guru lainnya yang diakui memiliki kemampuan dalam merancang RPP, untuk kemudian mendapatkan bimbingan, dan ternyata menurut peneliti yang juga memiliki kompetensi pada keilmuan perencanaan pembelajaran terdapat ketidak sempurnaan pada rancangan RPP yang digunakan selama ini; b. Mencontoh RPP yang didapatkan oleh teman guru yang mendapatkan pelatihan atau telah mengikuti PLPG. Namun karena ilmunya sebatas mencontoh yang sudah jadi tanpa mendapatkan petunjuk, ternyata juga ketika merumuskan rancangan RPP mendapatkan kesulitan. c. Memanfaatkan forum pertemuan guru mata pelajaran, yang dalam forum ini ternyata perbedaan paham antar sesama guru mata pelajaran dalam rancangan RPP terutama dalam menentukan kata kerja operasional ketika merumuskan Indikator Kompetensi juga terjadi. Hal ini kami yakin disebabkan karena tingkat pemahaman dan pengalaman yang masih kurang. Demikian juga ketika mengatasi kendala dalam melaksanakan pembelajaran dilakukan berbagai upaya: a. Berlatih untuk terus mencoba membiasakan diri melaksanakan pembelajaran sesuai rancangan RPP yang telah dirancang sebelum pembelajaran dilakukan, dengan tentunya terlebih dahulu memperkuat diri dengan kemampuan dan keterampilan dalam rancangan RPP; b. Mencoba memperhatikan cara-cara guru lainnya yang ada di lingkungan pondok pesantren Al-Aziziyah yang lebih menguasai cara-cara pembelajaran berdasarkan rancangan RPP, terutama rekan-rekan guru yang memegang mata pelajaran umum, dan termasuk dalam upaya memperkuat kemampuan untuk merancang RPP, dan c. Mengkonsultasikan dengan teman-teman yang baru kembali dari pelaksanaan PLPG untuk menimba pengetahuan dan pengalaman baru, mengingat rumpun keilmuan
89
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 10, No. 2, Juli 2014 yang sama, sehingga lebih memudahkan dalam pemahaman dan terapannya, termasuk juga dalam upaya memperkuat rancangan RPP Upaya terakhir yang diharapkan dapat mengatasi kendala yang dihadapi baik ketika merancang maupun melaksanakan pembelajaran adalah dengan Mengajukan kepada masing-masing kepala lembaga, kepala pada MTs dan MA, untuk merencanakan pelatihan penguatan kompetensi guru-guru Pendidikan Agama Islam (Fiqh, Aqidah-Akhlak, Qur’an-Hadith, SKI dan Bahasa Arab) pada khususnya dan tidak menutup kemungkinan untuk diikuti oleh seluruh guru yang mengajar pada kedua jenjang pendidikan di Pondok Pesantren Al-Aziziyah untuk memberikan penguatan pemahaman dan keterampilan baik terkait dengan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) terlebih untuk membimbing cara pelaksanaan pembelajaran berdasarkan RPP dengan terapan sejumlah komponen yang ada di dalamnya. SIMPULAN Berdasarkan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa: pertama, tingkat kemampuan guru-guru Pendidikan Agama Islam (Fiqih, Aqidah-Akhlak, Qur’an-Hadith, SKI dan Bahasa Arab) baik yang mengajar pada MTs dan MA Pondok Pesantren Al-Aziziyah Kapek Gunungsari dalam merancang pembelajaran terkategori kurang mampu. Hal ini dibuktikan dengan kurangnya kemampuan dalam merancang sejumlah komponen yang terdapat dalam RPP, mulai dari rumusan indikator kompetensi, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode pembelajaran, media dan evaluasi pembelajaran. Demikian juga pada aspek pelaksanaan pembelajaran, tingkat kemampuan mereka masih kurang. Hal ini dibuktikan dengan pelaksanaan pembelajaran yang tidak terkait dengan rumusan indikator kompetensi yang dirancang dalam RPP.
Kedua, kendala yang dihadapi guru-guru Pendidikan Agama Islam (Fiqih, Aqidah-Akhlak, Qur’an-Hadith, SKI dan Bahasa Arab) baik yang mengajar pada MTs dan MA dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran pada dasarnya dipengaruhi oleh rendahnya pemahaman dan keterampilan guru merancang pembelajaran dan dalam melaksanakan pembelajaran yang mengacu pada rancangan RPP. Sementara solusi yang dilakukan untuk mengatasi kendala yang dihadapi ketika merancang pembelajaran adalah melakukan konsultasi dengan guru lainnya yang diakui memiliki kemampuan dalam merancang RPP, mencontoh RPP yang didapatkan oleh teman guru yang mendapatkan pelatihan atau telah mengikuti PLPG, dan memanfaatkan forum 90
Kompetensi Guru Agama (M. Natsir) pertemuan guru mata pelajaran. Sedangkan solusi yang ditempuh dalam mengatasi kendala ketika melaksanakan pembelajaran adalah berlatih untuk terus mencoba membiasakan diri melaksanakan pembelajaran sesuai rancangan RPP yang telah dirancang sebelum pembelajaran dilakukan, mencoba memperhatikan cara-cara guru lainnya yang ada di lingkungan Pondok Pesantren Al-Aziziyah yang lebih menguasai cara-cara pembelajaran berdasarkan rancangan RPP, dan mengkonsultasikan dengan teman-teman yang baru kembali dari pelaksanaan PLPG untuk menimba pengetahuan dan pengalaman baru sesuai dengan rumpun keilmuannya.
Daftar Pustaka Arsyad, Azhar. Media Pengajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997. B. Uno, Hamzah. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara, 2006. Gintings, Abdorrakhman. Esensi Praktis Belajar & Pembelajaran, Disiapkan untuk Pendidikan Profesi dan Sertifikasi Guru-Dosen, Edisi Revisi, Bandung: Humaniora, 2008. Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya, 2006. Sudijono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013. Sadiman, Arief S. dkk. Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan
Pemanfaatannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996. Syah, Darwyn. Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Gaung Persada Press, 2007. Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode penelitian Pendidikan. Bandung: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia kerjasama dengan PT. Rosdakarya, 2010. Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1989. S. Eko Putro, Widoyoko. Evaluasi Program Pembelajaran. Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon Pendidik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2008. Sutrisno, Hadi. Metododologi Research Jilid 1 Cetakan ke XI untuk Penulisan Paper, Skripsi, Thesis, dan Disertasi, Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, 1981. 91
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 10, No. 2, Juli 2014 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Jakarta: Eko Jaya. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing. Wina, Sanjaya. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana, 2008. Yudhi, Munadi. Media Pembelajaran, Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung Persada Press, 2008.
92