IDENTIFIKASI PENYAKIT TUBERKULOSIS DENGAN DETEKSI POLA SPUTUM SMEAR MENGGUNAKAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN Moch. Adhari Adiguna Teknik Informatika STMIK Eresha Jakarta Jl. H. Samali Ujung No. 51, Jakarta Selatan, Jakarta 12740 Indonesia email :
[email protected]
ABSTRACT: Information technology in terms of image processing supports a variety of fields, such as medicine, robotics, geology, military, and others. In the field of medicine how to process images in microorder, for example, the diagnosis of tuberculosis from sputum smear. According to the WHO sputum smear examination is widely used for the diagnosis of tuberculosis (WHO, 2013). Sputum examination is important because it can be the discovery of germs mycobacterium tuberculosis, so that the diagnosis of tuberculosis can be ascertained (Amin and Bahar, 2007). Additionally microscopic examination of sputum more done because of the high sensitivity, in addition to the low cost (Ayush Goyal, Mukesh Roy, Prabhat Gupta, Malay Kishore Dutta, Sarman Singh, Vandana Garg, 2015). This thesis has been designed decision support system application for tuberculosis disease with sputum smear detection pattern using artificial neural network method. Experiments performed in this study using 132 image size of 300 x 400 pixels which is obtained from the results of observations in the laboratory BBKPM (Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat) Bandung, however that image is less good because the image obtained from 3x magnification, so also tested public dataset of the Indira Gandhi Medical College (IGMC) Shimla form of sputum smear 137 images size of 800x600 pixels. The trial results of this application obtained 89.78% sensitivity level within one minute and seven seconds from the input image of sputum smear. Keywords: Tuberculosis, Decision Support System, Image Processing, Artificial Neural Network. PENDAHULUAN Teknologi informasi saat ini dapat meningkatkan kinerja suatu organisasi dalam melakukan aktivitasnya, pada bidang kesehatan misalnya bagaimana agar proses deteksi penyakit dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Pada tesis ini penulis merancang bagaimana suatu aplikasi agar dapat mendeteksi penyakit tuberkulosis melalui input citra sputum smear. Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebab-kan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis, salah satu bagian yang diserang oleh bakteri tersebut adalah paru-paru yang biasa disebut tuberkulosis paru. Pada tahun 2013, 27 Negara melaporkan dari 450.000 Pasien, 170.000 Pasien meninggal dunia (World Health Organization, 2013). Hal tersebut terjadi karena penyakit tersebut dapat menurunkan daya tahan tubuh. Pemeriksaan diagnosis pada penyakit tuberkulosis paru dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis, pemeriksaan biakan, pemeriksaan mikroskopis, radiologik dan Tuberculin test. Pada pemeriksaan biakan hasilnya akan didapat lebih baik, namun waktu pemeriksaannya membutuhkan waktu yang terlalu lama. Sehingga pada saat ini pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih banyak dilakukan karena
sensitivitasnya tinggi, disamping itu biayanya rendah (Ayush Goyal, 2015). Mengetahui bahwa pemeriksaan tuberkulosis memerlukan waktu yang lama, maka diperlukan suatu metode yang mampu memecahkan masalah tersebut. Khutlang, dkk. Melakukan skrining untuk tuberkulosis di beberapa Negara untuk identifikasi Mycobacterium tuberculosis secara otomatis pada citra Ziehl-Neelsen, dahak bernoda diperoleh menggunakan light microscope. Segmentasi objek bakteri dengan menggunakan kombinasi 2 peng-klasifikasi kelas pixel (Rethabile Khutlang, 2008). Franky Chandra, Menggunakan grayscale dan threshold image processing serta menggunakan arsitektur Multilayer Neural Network dengan nilai sukses mencapai 77,5% dan error pelatihan kurang dari 5% (Franky Chandra Satria Arisgraha, 2012). Veropoulos menggunakan metode identifikasi berdasarkan deskriptor bentuk dan klasifikasi dengan jaringan syaraf tiruan menunjukkan sensitivitas (rasio keputusan positif benar terhadap jumlah kasus positif) sebesar 94,1%. Peneliti lain menggunakan informasi warna sebagai faktor diskriminan kunci baik untuk segmentasi dan identifikasi bakteri (Kusworo Adi, 2012).
116
Dengan demikian dalam penelitian ini, pemeriksa-an terhadap citra dahak pasien yang diduga menderita tuberkulosis akan dikenali polanya, sehingga dapat langsung dideteksi.
LAB BBKPM Bandung ditambah citra yang diambil dari dataset public. Adapun ukuran dan format citra adalah 300x400 dan JPG. Perubahan yang diamati/diukur
BAHAN DAN METODE Analisa Proses
Sumber: Hasil Penelitian (2016) Gambar 3. Sputum smear Positif kanal merah
Sumber: Hasil Penelitian (2016) Gambar 1. Analisa Proses
Sumber: Hasil Penelitian (2016) Gambar 4. Sputum smear Positif kanal hijau
Analisa Data Data citra diambil langsung di lokasi penelitian berupa citra digital berukuran 300x400 piksel. Namun agar tingkat akurasi dalam pengujian lebih baik, maka diuji juga dataset public berupa citra sputum smear dari Indira Gandhi Medical College (IGMC), Shimla.
Sumber: Hasil Penelitian (2016) Gambar 5. Sputum smear Positif kanal biru Sumber: Hasil Penelitian (2016) Gambar 2. Sputum smear Positif Tahapan dari perancangan penelitian ini adalah mengenali citra Sputum smear, selanjutnya menganalisis untuk identifikasi apakah sputum tersebut positif atau negatif tuberkulosis. Citra yang dijadikan input merupakan citra digital yang diambil menggunakan mikroskop yang ada di
117
b1 = rgb2gray(a1); b4 = rgb2gray(a4); Selanjutnya dari citra tersebut dilakukan teknik pengolahan citra threshold untuk mendapatkan citra biner.
Sumber: Hasil Penelitian (2016) Gambar 6. Deteksi tepi kanal hijau Sumber: Hasil Penelitian (2016) Gambar 9. Gambar citra biner sputum smear Sumber: Hasil Penelitian (2016) Gambar 7. Target Bakteri Positif
Dilanjutkan dengan proses konversi matrik 5 x 6 untuk diketahui nilai-nilai yang dibentuk oleh citra tersebut. Didapat matrik sebagai berikut:
Sumber: Hasil Penelitian (2016) Gambar 8. Target Bakteri Negatif Pemrosesan Data Pengolahan data awal dimulai dengan data Citra RGB, citra awal dikonversi ke grayscale selanjutnya dicari nilai threshold untuk mendapatkan biner. Setelah itu dilakukan operasi morfologi closing dan opening, selanjutnya dilakukan proses resize, reshape dan transpose matriks serta merubah tipe data dari tipe data uint8 menjadi bilangan double (hanya memiliki rentang nilai 0.0 – 1), dimana nilai tersebut mewakili nilai asli pada masing-masing kanal. Sehingga dapat diolah oleh neural network yang telah dilatih.
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji coba dilakukan pada citra sputum smear yang didapat dari laboratorium BBKPM Bandung sebanyak 132 citra berukuran 300 x 400 pixel, namun citra tersebut dirasa kurang baik karena citra didapat dari hasil pembesaran, sehingga diuji juga dataset public dari Indira Gandhi Medical College (IGMC) Shimla berupa citra sputum smear sebanyak 137 citra berukuran 800 x 600 pixel. Dalam pengujian dilakukan pembacaan pada citra sputum smear baik yang positif maupun negatif. Kemudian citra dikonversi ke ukuran pixel 300 x 400 untuk dirubah citra grayscale. Uji coba menggunakan code berikut: a1=imresize(a1,[300 400]); a4=imresize(a4,[300 400]);
(1)
(2)
Kemudian matrik-matrik tersebut disusun menjadi 1 baris 30 kolom, selanjutnya dilakukan proses transpose matrik agar dijadikan data latih pada jaringan syaraf tiruan. Pada pengujian yang dilakukan beberapa kali, diawali dengan pengujian proses tanpa jaringan syaraf tiruan, pengujian dengan jaringan syaraf tiruan menggunakan 7 data latih, pengujian dengan jaringan syaraf tiruan menggunakan 20 data latih, terakhir pengujian dengan jaringan syaraf tiruan menggunakan 50 data latih. Pada jaringan syaraf tiruan, Target ditentukan berdasarkan jumlah data latih, dimana jika 7 data latih menggunakan 3 target, 20 data latih menggunakan 5 target, 50 data latih menggunakan 6 target. Kemudian jaringan syaraf tiruan diimplementasi-kan menggunakan code berikut: net1=newp([0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1; 0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1; 0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1], 1); net2=newp([0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1; 0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1; 0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1], 1);
118
net3=newp([0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1; 0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1; 0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1], 1); net4=newp([0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1; 0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1; 0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1], 1); net5=newp([0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1; 0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1; 0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1;0 1], 1); Dimana jumlah jaringan disesuaikan dengan jumlah target. Adapun proses pelatihan jaringan syaraf tiruan ditunjukkan pada code berikut: net1=train(net1,double(Data),t1); net2=train(net2,double(Data),t2); net3=train(net3,double(Data),t3); net4=train(net4,double(Data),t4); net5=train(net5,double(Data),t5); Tipe data matrik dirubah ke tipe data double agar dapat diproses dengan baik. Proses pengujian dilakukan dengan code berikut: hasilc1 = [sim(net1,double(c1)) sim(net2,double(c1)) sim(net3,double(c1)) sim(net4,double(c1)) sim(net5,double(c1))]; Adapun jaringan syaraf tiruan yang dibangun pada tesis ini mempunyai 3 lapisan yaitu lapisan input yang terhubung dengan lapisan tersembunyi yang selanjutnya terhubung dengan lapisan output. Umumnya, jika menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan, hubungan antara input dan output harus diketahui secara pasti dan jika hubungan tersebut telah diketahui maka dapat dibuat suatu model. Hal lain yang penting adalah proses belajar hubungan input/output dilakukan dengan pembelajaran. Pada tesis ini diujicoba 7 kelas matrik, 20 dan 50 kelas matrik. Hal tersebut dilakukan agar meningkatkan sensitivitas. Tujuan pembelajarannya adalah mengelompokkan unit-unit yang hampir sama dalam suatu area tertentu. Pembelajaran tersebut sangat cocok untuk pengelompokkan atau klasifikasi pola citra sputum smear.
Sumber: Hasil Penelitian (2016) Gambar 10. Gambar desain tampilan program Keterangan: Tombol open digunakan untuk mengambil citra yang akan dideteksi. Tombol check digunakan untuk menguji citra tanpa jaringan syaraf tiruan. Tombol check NN digunakan untuk menguji citra dengan tool jaringan syaraf tiruan, nntool. Proses pembelajaran tidak ditetapkan sehingga jaringan syaraf tiruan akan menyesuaikan dengan jumlah data latih, target dan data testing. Tombol check teu digunakan untuk menguji citra dengan jaringan syaraf tiruan dengan 10000 epochs, dimana output nilai yang dikenali, nilai kesalahan, thershold dan hasil. Tombol check NN (20) digunakan sama seperti tombol check NN, namun pada tombol ini menggunakan 20 data latih. Tombol check NN (50) digunakan sama seperti tombol check NN, namun pada tombol ini menggunakan 50 data latih.
Tampilan program ditunjukkan pada gambar 10.
Sumber: Hasil Penelitian (2016) Gambar 11. performance ketika 100 epochs Contoh data yang didapat dari BBKPM Bandung dan Indira Gandhi Medical College (IGMC) Shimla, sebagai berikut:
119
Tabel 1. Tabel sampel dataset DATASET No
Dataset Public (dari IGMC) Image
Analis IGMC
Dataset Private (dari Lab BBKPM) Image
Analis LAB BBKPM
1
dataset1.jpg
Positif
lab1.jpg
Positif
2
dataset2.jpg
Positif
lab2.jpg
Positif
3
dataset3.jpg
Positif
lab3.jpg
Negatif
4
dataset4.jpg
Positif
lab4.jpg
Negatif
5
dataset5.jpg
Positif
lab5.jpg
Negatif
6
dataset6.jpg
Positif
lab30.jpg
Positif
7
dataset7.jpg
Positif
lab31.jpg
Negatif
8
dataset8.jpg
Positif
lab32.jpg
Positif
9
dataset9.jpg
Positif
lab37.jpg
Positif
10
dataset10.jpg
Positif
lab38.jpg
Negatif
11
neg1.jpg
Negatif
lab96.jpg
Negatif
12
neg2.jpg
Negatif
lab97.jpg
Positif
13
neg3.jpg
Negatif
lab98.jpg
Positif
14
neg4.jpg
Negatif
lab99.jpg
Negatif
15
neg5.jpg
Negatif
lab100.jpg
Negatif
16
neg6.jpg
Negatif
lab101.jpg
Positif
17
neg7.jpg
Negatif
lab102.jpg
Negatif
18
neg8.jpg
Negatif
lab110.jpg
Positif
19
neg9.jpg
Negatif
lab130.jpg
Negatif
20 neg10.jpg Negatif Sumber: Hasil Penelitian (2016)
lab131.jpg
Negatif
Dari data tersebut diukur tingkat sensitivitas dengan cara membagi antara jumlah data yang akurat dengan total data.
Tingkat sensitivitas yang didapat ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 2. Tabel tingkat sensitivitas Train Data
Tanpa NN
dataSet Private NN NN tidak terawasi terawasi
Tanpa NN
dataSet Public NN NN tidak terawasi terawasi
7
68.75%
25.76%
43.18%
84.38%
87.50%
78.13%
20
-
49.45%
-
-
87.59%
-
50
-
34.15%
-
-
89.78%
-
Sumber: Hasil Penelitian (2016)
120
KESIMPULAN Kesimpulan setelah dilakukan pengujian pada penelitian ini sebagai berikut: Tuberkulosis terdeteksi tuberkulosis selain menggunakan sistem ini dalam waktu satu menit tujuh detik dari input citra sputum smear dengan tingkat sensitivitas 89,78%. Bakteri tuberkulosis berbentuk batang-batang dan ada kemungkinan menumpuk, sedangkan warnanya merah jika berlatar belakang biru. Proses pengolahan citra untuk identifikasi tuberkulosis telah berhasil mengenali bakteri TB berdasarkan warna dan bentuk. Akan tetapi sistem ini belum dapat mengenali tuberkulosis dari input sputum smear yang diperbesar 4x dari citra utuh yang di capture dari mikroskop cahaya. Pola dikenali oleh aplikasi setelah dilakukan preprocessing pada citra berupa output matriks berukuran 1x30, selanjutnya diolah oleh jaringan syaraf tiruan dengan training algoritma cyclical order weight/bias learning rules dan performance mean absolute error, 100 epochs dan 0,560 mae. Banyaknya data latih pada jaringan syaraf tiruan mempengaruhi tingkat akurasi pada proses pengidentifikasian. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Bapak Rahmadya, Ph.D., Bapak Anen Tumanggung, Ph.D., Bapak Joko Trianto, M.Kom., Bapak Dr. Hoga Saragih, MT., Bapak Magit Fitroni, M.Kom., Ibu Heni dan Ibu Haryati.
DAFTAR PUSTAKA Ayush Goyal, M. R. (2015). Automatic Detection of Mycobacterium tuberculosis in Stained Sputum and Urine Smear Images. Archives Of Clinical Microbiology ISSN 1989-8436 Vol. 6 No. 3:5. ScienceDirect, 4. Franky Chandra Satria Arisgraha, P. W. (2012). Digital Detection System Design Of Mycobacterium Tuberculosis Through Extraction Of Sputum Image Using Neural Network Method. Indonesian Journal of Tropical and Infectious Disease Vol. 3 No.1, 4. Kusworo Adi, K. S. (2012). Sistem Pencitraan Mikroskop Digital Untuk Identifikasi Bakteri Tuberkulosis (TB). Prosiding InSINas 2012 KO-80 0782, 6. Rethabile Khutlang, S. K. (2008). Classification of Mycobacterium Tuberculosis in Images of ZN-Stained Sputum Smears. Senior Member, IEEE (Final revision of TITB-003162008.R2), 12. World Health Organization. (2013). Automated Real-Time Nucleic Acid Amplification Technology for Rapid and Simultaneous Detection of Tuberculosis and Rifampicin Resistance: Xpert MTB/RIF System for the Diagnosis of Pulmonary and Extrapulmonary TB in Adults and Children (Policy Update). WHO Press, Geneva, Switzeland, 4.
121