PERANCANGAN MIMO KONTROL (LEVEL DAN PRESSURE) UNIT DEAERATOR MENGGUNAKAN METODE DECOUPLER ( Hafyz Iqbal, Hendra Cordova, ST, MT) Departement of Engineering Physics FTI ITS Surabaya Kampus ITS Keputih Sukolilo Surabaya 60111 Phone: +6231-5947188 Fax: +6231-5923626
Abstrak Deaerator merupakan alat deaerasi yang digunakan dalam industri kimia dan pembangkit tenaga listrik. Fungsi dari alat tersebut adalah menghilangkan gas-gas yang terkandung dalam air yang akan dipakai di dalam boiler. Gas-gas tersebut berupa O 2 dan CO 2 yang dapat menyebabkan korosi pada pipa-pipa dan boiler apabila tidak dihilangkan. Proses menghilangkan gas-gas tersebut yaitu dengan cara memasukkan uap (steam) sebagai pemanas yang akan menguapkan gas-gas di dalam air. Pengendalian Level dan Pressure pada deaerator perlu dikendalikan untuk menjaga kestabilan supply air ke boiler. Perubahan setpoint Level mempengaruhi Pressure sehingga permodelannya berupa sistem MIMO (multi input – multi output) dan diperlukan decoupler untuk merancang sistem kontrolnya. Dengan setpoint 0.9 m pada pengendalian level dan 5 Psi pada pengendalian pressure,maka didapatkan nilai Kp dan Ki berturut-turut 200 dan 5 untuk kontroller level. Untuk pengendalian pressure Kp sama dengan 100 dan Ki sama dengan 1. Karakteristik respon sinyal output untuk level didapatkan, maximum overshoot = 0.2, Error = 0.02 (2%), Time settling = 220 detik, Time rise =25 detik. Sedangkan untuk Pressure didapatkan, Maximum overshoot = 0, Error = 0.02 (2%), Time settling = 13 detik, Time rise = 0.3 detik.
Keywords: Deaerator,MIMO (multi input-multi output), Decoupler 1. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Sistem pengendalian di industri merupakan faktor yang sangat penting dalam proses produksi. Agar produksi tetap tercapai maka suatu system pengendalian sangat diperlukan untuk menjaga kestabilan variabel proses. Variabel proses antara lain temperature, tekanan, flow, level, konsentrasi, volume dan lain sebagainya. Pada umumnya proses yang ada di industri mempunyai karakteristik yang nonlinier, multivariable dan kompleks. Deaerator merupakan alat yang digunakan dalam industri kimia dan pembangkit tenaga listrik. Fungsi dari alat tersebut adalah menghilangkan gas-gas yang terkandung dalam air yang akan dipakai di dalam boiler. Gas-gas tersebut berupa O2 dan CO2 yang dapat menyebabkan korosi pada boiler apabila tidak dihilangkan. Proses menghilangkan gas-gas tersebut yaiu sengan cara memasukkan uap (steam) sebagai pemanas yang akan menguapkan gas-gas di dalam air.Setelah itu air yang telah melalui proses pemanasan (heating) akan ditampung pada deaerator tank yang merupakan bagian dari deaerator sebelum dialirkan pada boiler. Dengan adanya proses pemanasan di dalam deaerator, maka akan mengubah tekanan yang ada di dalamnya.Oleh karena itu diperlukan sistem pengendalian temperatur agar tekanannya stabil sesuai yang diinginkan. Selain tekanan yang dikendalikan, level air pada deaerator juga perlu dikendalikan agar tidak melebihi muatan yang diijinkan atau agar supply air ke boiler dapat terus tercukupi. Dengan adanya multivariable proses yang saling terkait yang harus dikendalikan, maka salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode decoupler.
1.2 Permasalahan Permasalahan dalam penelitian tugas akhir ini adalah:
Bagaimana merancang MIMO kontrol (level dan pressure) pada unit deaerator dengan menggunakan metode decoupler. 1. 3 Tujuan Tujuan pada tugas akhir ini adalah merancang MIMO kontrol (level dan pressure) pada deaerator secara simulasi sehingga tercapai nilai output level dan pressure yang sesuai dengan setpoint yang diinginkan.
1.4 Batasan Permasalahan Adapun batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah: • Plant yang digunakan daam penelitian ini adalah deaerator • Variabel yang dikontrol level dan pressure • Variabel yang dimanipulasi adalah laju aliran air dan kondensat
• Variabel matematika yang digunakan linear dan property dari proses diasumsikan konstan • Model control valve dan transmitter diasumsikan sudah menjadi bagian dalam proses (tidak ada delay dan konversi sinyal)
1.5 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian yang digunakan dalam menyelesaikan tugas akhir ini adalah : 1. Studi literatur
1
cara memasukkan uap (steam) sebagai pemanas yang akan menguapkan gas-gas di dalam air.Setelah itu air yang telah melalui proses pemanasan (heating) akan ditampung pada tangki yang merupakan bagian dari deaerator sebelum dialirkan pada boiler.
Studi literatur dilakukan untuk mempelajari dasar teori mengenai proses MIMO (multi input-multi output), metode decoupler dan bagaimana merancang pengendaliannya. 2. Pengambilan data Data yang diambil berupa data-data fisik dari deaerator serta data proses pada saat deaerator beroperasi. 3. Permodelan plant dan perancangan kontrol Memodelkan plant lalu merancang diagram blok sistem dengan elemen decoupler 4. Simulasi dan uji performansi Mensimulasikan dengan software serta menganalisa hasil performansinya
2.2 Sistem Multivariabel
5. Penyusunan laporan
Pada industri kimia, sering terjadi interaksi antara variabel input-output. Perubahan suatu input kadang tidak hanya berpengaruh pada satu output saja, melainkan bisa berpengaruh pada output lain. Penggambaran sistem ini dapat dilihat pada gambar berikut,
1.6 Sistematika Laporan Laporan penelitian tugas akhir ini disusun secara sistematis yang terbagi dalam beberapa bab sebagai berikut : • BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi penjelasan tentang mengenai latar belakang, permasalahan, batasan masalah, tujuan, metodologi, dan sistematika laporan dalam penyusunan tugas akhir ini. • BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi penjelasan tentang teori-teori secara singkat yang terkait dalam penyusunan tugas akhir ini. • BAB III PEMODELAN DAN PERANCANGAN SISTEM Bab ini berisi penjelasan tentang dinamika proses, pemodelan matematis dari plant, serta perancangan sistem MIMO dengan elemen decoupler. • BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi penjelasan tentang simulasi sistem dan analisa hasil perancangan sistem kontrol MIMO • BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi penjelasan tentang kesimpulan yang dapat diambil dari keseluruhan pembahasan serta saran-saran yang dapat dijadikan sebagai pengembangan penelitian selanjutnya
m1
Y1
+
G11
+
G21
G12 +
m2
Y2
+
G22
Pada gambar tersebut G 11 adalah fungsi alih yang mempresentasikan hubungan antara input m 1 dan output Y 1 dan G 22 merupakan respon Y 2 terhadap m 2 , sedangkan G 12 dan G 21 merupakan fungsi alih yang mempresentasikan hubungan suatu input berpengaruh pada output loop yang lain. Penulisan model untuk gambar 2.1 diatas adalah : Loop 1 : Y1 = G11 .m1 + G12 .m 2
(2.1)
Loop 2 : Y2 = G 21 .m1 + G 22 .m 2
(2.2)
Untuk mengetahui interaksi antar kontrol loop dapat dilihat gambar berikut
2. DASAR TEORI 2.1 Deaerator Deaerator merupakan alat deaerasi yang digunakan dalam industri kimia dan pembangkit tenaga listrik. Fungsi dari alat tersebut adalah menghilangkan gas-gas yang terkandung dalam air yang akan dipakai di dalam boiler. Gas-gas tersebut berupa O 2 dan CO 2 yang dapat menyebabkan korosi pada pipa-pipa dan boiler apabila tidak dihilangkan. Proses menghilangkan gas-gas tersebut yaiu sengan
Y1 +
-
GC1
G11
Y1
+ -
G21
G12 -
Y2 +
GC2
G22
+
Y2
-
Gambar 2.3 Struktur model proses multivariabel dengan kontroler
2
Gambar 2.5 Direct effect dan indirect effect pada Sistem MIMO 2x2.
Jika G C1 (s) dan G C2 (s) adalah fungsi tranfer dari kontroler kedua loop maka nilai dari variabel manipulasi m1 ( s ) = GC1 y1 ( s ) − y1 ( s )
(
(
(2.7) m2 ( s ) = GC 2 y 2 ( s ) − y 2 ( s )
)
)
Hubungan antar kedua loop yang saling berinteraksi dapat dirumuskan:
(2.8)
Untuk dapat memahami bagaimana hubungan antar 2 kontrol loop, perhatikan penjelasan dibawah ini:
G 21GC1 y1 1 + G11GC1
-
Y1
+
G11
p12 ( s ) =
G12 GC 2 Q( s)
(2.14)
p 21 ( s ) =
G 21G C1 Q( s)
(2.15)
p 22 ( s ) =
G 22 GC 2 + GC1GC 2 (G11G 22 − G12 G 21 ) Q( s)
𝐷𝐷1 (𝑠𝑠) = 𝐺𝐺 (𝑠𝑠) − 12 ..............................................(2.19) 𝐺𝐺11 (𝑠𝑠)
+
G22
𝐷𝐷2 (𝑠𝑠) = 𝐺𝐺 (𝑠𝑠) − 21 ..............................................(2.20)
Y2
+
𝐺𝐺22 (𝑠𝑠)
Gambar 2.4 Sistem MIMO 2x2 dengan satu loop terbuka dan lainnya tertutup -
G11
Y1
+ +
G21
G12 m2
(2.13)
𝐺𝐺11 (𝑠𝑠)
G12
Gc1
G11GC1 + GC1GC 2 (G11G 22 − G12 G 21 ) Q( s)
Indirect effect +
G22
(2.16)
Dari persamaan di atas maka didapatkan elemen dinamik yang dinamakan decoupler yaitu,
G21
Y1 +
p11 ( s ) =
2.3 Decoupler Decoupler merupakan elemen dinamik yang ditambahkan pada sistem kontrol MIMO yang bertujuan untuk meniadakan efek interaksi antara dua loop sehingga terjadi dua loop yang tidak saling berinteraksi. Apabila diinginkan y 1 konstant maka 𝑦𝑦�1 = 0 sehingga didapatkan persamaan : 𝑚𝑚 �1 = 𝐺𝐺 (𝑠𝑠) � 2 ....................................................(2.18) − 12 𝑚𝑚
+
m2
(2.12)
Q( s ) = (1 + G11GC1 )(1 + G 22 GC 2 ) − G12 G21GC1GC 2 (2.17)
2. kedua loop ditutup dan buatlah perubahan hanya pada y1 maka yang terjadi pada loop 1 adalah perubahan nilai dari keluaran y 1. Fenomena ini disebut direct effect. Sedangkan bila perubahan y1 tidak hanya merubah steady-state y 1 tapi juga pada y 2 disebut indirect effect (lihat gambar 7.5). Gc1
y 2 = p 21 ( s ). y1 + p 22 ( s ). y 2
(2.10)
dari rumus di atas dapat dilihat bahwa perubahan y1 tidak hanya berpengaruh pada keluaran y 1 tapi juga berpengaruh pada keluaran y 2 . Sama halnya jika loop 1 dibuka dan loop 2 ditutup (lihat gambar 2.6).
Y1 +
(2.11)
dengan :
1. Asumsikan salah satu loop dibuka dan yang lainnya ditutup, misal loop 1 ditutup, loop 2 dibuka dan m 2 dibuat konstan. Buatlah perubahan pada y1 maka output pada y 1 dan y 2 dapat dirumuskan: G11GC1 (2.9) y1 = y1 1 + G11GC1 y2 =
y1 = p11 ( s ). y1 + p12 ( s ). y 2
Y2
+ Direct effet
3
Gambar. 2.6 Proses MIMO 2 x2 dengan dua decoupler
-
𝑦𝑦�1,𝑠𝑠𝑠𝑠 +
𝑦𝑦�2,𝑠𝑠𝑠𝑠 +
Gc
G11-G12G21/G22
Gc
G22-G12G21/G11
Kelemahan pengendali proporsional adalah selalu meninggalkan offset karena prinsip kerja kontroler pengendali proporsional selalu membutuhkan error untuk menghasilkan output.
𝑦𝑦�1
𝑦𝑦�2
-
Gambar.2.7 Diagram blok MIMO proses dengan complete decoupling
𝑦𝑦�1 =
𝑦𝑦�2 =
𝐺𝐺𝑐𝑐1[𝐺𝐺 11 −𝐺𝐺 12 𝐺𝐺 21 /𝐺𝐺 22 ] 𝑦𝑦� 1+𝐺𝐺𝑐𝑐1 [𝐺𝐺11 −𝐺𝐺12 𝐺𝐺21 /𝐺𝐺22 ] 1,𝑠𝑠𝑠𝑠 𝐺𝐺𝑐𝑐2[𝐺𝐺 22 −𝐺𝐺 12 𝐺𝐺 21 /𝐺𝐺 11 ]
1+𝐺𝐺𝑐𝑐2 [𝐺𝐺22 −𝐺𝐺12 𝐺𝐺21 /𝐺𝐺11
2.4.2 Aksi Kontrol Integral ( I ) Pengendali kontrol integral sebenarnya merupakan suatu cara untuk menghilangkan offset yang terjadi pada pengendali kontrol proporsional, tetapi menjadikan respon pengendalian menjadi lebih lambat karena proses perhitungan integrasi sampai pada waktu tertentu, oleh karena itu biasanya terpasang bersamaan (paralel) dengan pengendali kontrol proporsional. Transefer function dari pengendali kontrol integral adalah sebagai berikut : 1 K P ∫ e.dt + B Ti (2.24) O=
………(2.21)
di mana O = output e = error (input dari unit kontrol) T i = integral time B = bilangan tetap (yang merupakan bias atau hasil dari hasil integral sebelumnya). K p = gain dari kontroler
𝑦𝑦� ………(2.22) ] 2,𝑠𝑠𝑠𝑠
2.4 Aksi Kontrol Pengendali Aksi kontrol yang dipakai dalam pengendalian, dapat ditentukan dari respon sistem pada saat diberi masukan. Dalam pengendalian ada beberapa aksi kontrol antara lain adalah pengendalian proporsional, integral, deferensial, ataupun gabungan dari ketiga pengendalian tersebut , dan diterangkan berikut ini :
Sifat dasar pengendali integral adalah dapat mengeluarkan output pada saat input (error) sama dengan nol, adalah sebuah unit integrator. Selain itu kelemahan lainnya adalah kemungkinan terjadinya reset wind up. 2.4.3 PI )
Aksi Kontrol Proporsional plus Integral (
Persamaan untuk aksi kontrol dari pengendali proporsional plus integral didefinisikan dengan persamaan berikut: O = K P (e +
1 ∫ e.dt ) + B Ti
(2.25) Karena pengendali PI merupakan gabungan dari dua unit kontrol, P dan I, maka semua kelebihan dan kekurangan yang ada pada keduanya menjadi sifat pengendali gabungan, akan tetapi menjadikan lebih baik, karena saling menutupi kekurangan diantaranya keduanya. Offset yang terjadi pada pengendali P ditutupi oleh kelebihan pengendali I dalam menghilangkan offset sedang kekurang pengendali I yang membutuhkan waktu tertentu untuk menghasilkan output (response lambat) di tutupi dengan pengendali P yang mempunyai respon yang relatif cepat. Hasilnya adalah response yang lebih cepat serta menghilangkan offset.
Gambar 2.8 Diagram blok pengendalian PID 2.4.1 Aksi Kontrol Proporsional ( P ) Mode kontrol yang paling populer dari ketiga mode kontrol diatas adalah mode kontrol proporsional. Seperti tercermin dari namanya, besar output unit kontrol P selalu sebanding dengan besarnya input. Persamaan yang menyatakan hubungan keluaran pengendali O dan masukan pengendali I pada pengendali dengan aksi kontrol proporsional K P dalam fungsi transfer adalah:
2.4.4 Aksi Kontrol Proporsional plus Diferensial ( PD )
O = K P .I (2.23)
4
Aksi kontrol ini merupakan gabungan dari aksi kontrol proporsional dan turunan. Pengendali diferensial mempunyai sifat hanya menghasilkan output bila ada perubahan input., oleh karena itu tidak pernah berdiri sendiri. Pengendali diferensial ini ada karena ketidakpuasan terhadap pengendali PI dalam mengatasi elemen proses temperatur karena lambatnya response Persamaan untuk aksi kontrol dari pengendali proporsional plus turunan didefinisikan dengan persamaan berikut :
O = GC ( e + TD
Dimana = Gain KP e = error Ti = integral time (jam) = derivative time (jam) TD 2.5.1 Metode Tuning Ziegler-Nichols kurva reaksi Yang dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
de )+B dt
(2.26)
Berikan input step pada sistem Dapatkan kurva respons berbentuk S Tentukan nilai L dan T Masukkan ke tabel berikut mendapatkan nilai K p , T i , dan T d .
untuk
G C menyatakan kepekaan proporsional dan T D menyatakan waktu turunan. Baik G C maupun T D dapat diatur. Aksi kontrol turunan, sering disebut kontrol laju (rate control), karena besar keluaran pengendali sebanding dengan laju perubahan sinyal kesalahan penggerak. Waktu turunan T D adalah selang waktu bertambah majunya respon aksi kontrol proporsional yang disebabkan oleh aksi laju (rate action). Di samping mempunyai keunggulan dalam mendahului, aksi kontrol turunan mempunyai kelemahan dalam hal memperkuat sinyal desing (noise) sehingga dapat menimbulkan pengaruh saturasi pada actuator. Perhatikan bahwa aksi kontrol turunan tidak pernah dapat digunakan sendirian karena aksi kontrol ini hanya efektif selama periode transien.
Gambar 2.12 Kurva reaksi proses Kemudian setelah mendapatkan harga T dan L diatas, langkah selanjutnya adalah menghitung parameter controller dengan rumus seperti yang tercantum dalam tabel 2.1
2.4.5 Aksi Kontrol Proporsional Integral dan Difrensial (PID)
Tabel 2.1 Tuning open-loop Ziegler-Nichols berdasarkan kurva reaksi proses
PID merupakan gabungan dari PI dan PD. Kegunaan dari P, I, dan D masing-masing untuk mempercepat reaksi sistem, menghilangkan offset, dan mendapatkan energi ekstra di saat–saat awal perubahan load. Sayangnya, semua kelebihan pada pengendali PID tidak dapat dipakai untuk mengendalikan semua variabel proses. Hanya variabel proses yang tidak mengandung riak (noise) yang boleh dikendalikan dengan unsur D. Oleh karena itu, pengendali PID biasanya hanya dipakai untuk pengendalian temperatur. Pengendali PID memiliki ketiga sifat yang ada pada unsur P, I, dan D. Kemudian, dengan menyetel PB, T R , dan T D , satu atau dua dari ketiga unsur tadi dapat dibuat lebih menonjol dari yang lain. Seperti pengendali PI dan PD, diagram kotak pengendali PID akan merupakan bentuk paralel dari ketiga unit kontrol. Persamaan dengan tiga kombinasi pengendali (P,I,D) ditunjukkan sebagai berikut:
O = K P (e +
de 1 t ∫ e.dt + TD ) + B Ti 0 dt
Pengendali P PI PID
Ti L/0.3 2L
Td 0.5L
2.5.1 Metode Tuning Ziegler-Nichols osilasi Metode yang lain adalah metode osilasi dimana parameter-parameter tersebut didapatkan berdasarkan respon closed loop dari sistem kontrol. Untuk melakukan pentuningan ini, dibutuhkan kesatuan antara model proses dengan sistem kontrolnya. Untuk mendapatkan parameter PID, dalam proses pentuningannya, sistem kontrol belum dihadapkan dengan adanya load. Sementara ketika melakukan proses pentuningan untuk mendapatkan parameter PI, sistem kontrol sudah dibebani dengan adanya load. Tuning dengan metode osilasi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(2.27)
Dengan fungsi alih pengendali PID
O( s) 1 = K p 1 + + Td s E (s) Ti s
KP
T/L 0.9 T/L 1.2 T/L
1. Buat suatu sistem loop tertutup dengan kontroler P dan plant di dalamnya
(2.28)
5
2. Tambahkan nilai Kp sampai sistem berosilasi berkesinambungan 3. Dapatkan responnya, tentukan nilai K cr dan P cr 4. Tentukan nilai K p , T i , dan T d berdasar tabel berikut
1. Waktu tunda (td) adalah waktu yang digunakan oleh tanggapan untuk mencapai setengah nilai akhir untuk waktu yang pertama. 2. Waktu naik (tr) adalah waktu yang diperlukan oleh tanggapan untuk naik dari 10% menjadi 90%, 5% menjadi 95%, atau 0% menjadi 100% dari nilai akhir yang biasa digunakan. Untuk sistem atas redaman waktu naik yang biasa digunakan 10% menjadi 90%. 3. Waktu puncak (tp) adalah waktu yang diperlukan tanggapan untuk mencapai puncak pertama overshoot. 4. Maksimum overshoot (Mp) adalah nilai puncak kurva tanggapan diukur dari satuan. Apabila nilai akhir keadaan tunak tanggapannya jauh dari satu, maka biasa digunakan persen maksimum overshoot dan didefinisikan sebagai berikut :
Gambar 2.13 Sistem loop tertutup
(2.29
Gambar 2.14 Kurva respon loop tertutup
) Tabel 2.2 Parameter hasil tuning dengan metode Osilasi Pengendali P PI PID
KP
0.5 Kcr 0.45 Kcr 0.6 Kcr
Ti 1/1.2 P cr 0.5 P cr
dimana : c(tp) : Keadaan pada waktu puncak c(∞) : Keadaan pada setpoint Besarnya persen maksimum overshoot menunjukkan kestabilan relative dari system.
Td 0.125 P cr
5. Waktu turun (ts) adalah waktu yang diperlukan untuk menanggapi kurva agar dapat mencapai dan tetap berada dalam gugus akhir ukuran yang disederhanakan dengan presentase mutlak harga akhirnya (biasanya 2% atau 5%).
2.6 Respon Transient Respon transient suatu sistem kontrol secara praktek selalu menunjukkan osilasi teredam sebelum mencapai keadaan tunaknya. Dalam menggolongkan karakteristik tanggapan transient suatu sistem kontrol terhadap masukan tangga satuan, umum dikelompokkan sebagai berikut :
3. Permodelan Sistem PC
1. Waktu tunda (td) 2. Waktu naik (tr) 3. Waktu puncak (tp) 4. Maksimum overshoot (Mp) 5. Waktu turun (ts)
Kondensat
Steam out
L Steam in
Heating tank Make up water PT
Water storage tank
L
Water out
Gambar 3.1 Perancangan level dan Pressure control pada deaerator Steam in
Steam out
condensate Make up water
Deaerator
Water out
Gambar 3.2 Proses flow diagram deaerator
Gambar 2.15 Grafik respon transient
6
Keterangan, Δ = variable parturbasi 0 = titik kerja steady state
3.1 Permodelan Deaerator Didalam deaerator berlaku hukum kekekalan energi dimana energy yang masuk sama dengan energi yang keluar. [Energi yang tersimpan] = [Energi masuk] – [Energi keluar]
Pada keadaan steady state 𝑑𝑑
�𝑆𝑆𝑤𝑤 𝑚𝑚𝑤𝑤 0 𝑇𝑇0 + 𝑆𝑆𝑠𝑠 𝑚𝑚𝑠𝑠0 𝑇𝑇0 � = 𝑚𝑚̇𝑐𝑐0 ℎ𝑐𝑐 0 + 𝑚𝑚̇𝑠𝑠0 ℎ𝑠𝑠 0 − 𝑚𝑚̇𝑣𝑣0 𝑆𝑆𝑣𝑣 𝑇𝑇0 − 𝑚𝑚̇𝑓𝑓𝑜𝑜̇ 𝑆𝑆𝑓𝑓 𝑇𝑇0 (3.4) 𝑑𝑑𝑑𝑑
𝟐𝟐
𝑑𝑑𝑬𝑬 𝒗𝒗𝒊𝒊 = 𝑸𝑸̇ − 𝑾𝑾̇ + 𝒎𝒎̇ 𝒊𝒊 �𝒉𝒉𝒊𝒊 + + 𝒈𝒈𝒈𝒈� 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝟐𝟐 𝒗𝒗𝒐𝒐 𝟐𝟐 + 𝒈𝒈𝒈𝒈� − 𝒎𝒎̇ 𝒐𝒐 �𝒉𝒉𝒐𝒐 + 𝟐𝟐
Setelah mengalami pengurangan dengan keadaan steady state dan dengan asumsi tidak ada perubahan entalpi spesifik, serta suku kedua dari variable perturbasi diabaikan, maka persamaan (3.5) menjadi,
(3.1)
Pendekatan sistem yang digunakan untuk memodelkan deaerator : 1. Sistem terisolasi sempurna, sehingga system tidak kehilangan panas terhadap lingkungan, (𝑸𝑸 = 𝟎𝟎,̇ 𝑾𝑾 =̇ 𝟎𝟎) 𝟐𝟐 2. Perubahan energy kinetik ( Ek = 𝒎𝒎 𝒗𝒗𝟐𝟐𝒊𝒊 ) dan energy
𝑑𝑑 𝑑𝑑 𝑑𝑑 𝛥𝛥𝑚𝑚𝑤𝑤 + 𝑆𝑆𝑤𝑤 𝑚𝑚𝑤𝑤 𝛥𝛥𝛥𝛥 + 𝑆𝑆𝑠𝑠 𝑇𝑇 𝛥𝛥𝑚𝑚𝑠𝑠 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑 + 𝑆𝑆𝑠𝑠 𝑚𝑚𝑠𝑠 𝛥𝛥𝛥𝛥 𝑑𝑑𝑑𝑑 ̇ 𝑐𝑐 ℎ𝑐𝑐 + 𝛥𝛥𝛥𝛥 ̇ 𝑠𝑠 ℎ𝑠𝑠 − 𝑆𝑆𝑣𝑣 (𝛥𝛥𝑚𝑚̇ 𝑣𝑣 𝑇𝑇 + 𝑚𝑚̇𝑣𝑣 𝛥𝛥𝛥𝛥) − = 𝛥𝛥𝛥𝛥 ̇ 𝑓𝑓 𝑇𝑇 + 𝑆𝑆𝑓𝑓 (𝛥𝛥𝛥𝛥 𝑚𝑚̇𝑓𝑓 𝛥𝛥𝛥𝛥) 𝑆𝑆𝑤𝑤 𝑇𝑇
potensial (EP = 𝒎𝒎𝒎𝒎𝒎𝒎) sama dengan nol karena perubahannya sangat kecil sehingga dapat diabaikan. 3. Temperatur air dalam dearator sama dengan temperature air yang keluar.
maka persamaannya adalah sebagai berikut : 𝒅𝒅(𝒎𝒎𝒘𝒘 𝑺𝑺𝒘𝒘 𝑻𝑻+𝒎𝒎𝒔𝒔 𝑺𝑺𝒔𝒔 𝑻𝑻) 𝒅𝒅𝒅𝒅
𝒎𝒎̇ 𝒗𝒗 𝒉𝒉𝒗𝒗 − 𝒎𝒎̇ 𝒇𝒇 𝒉𝒉𝒇𝒇
(3.5)
̇ 𝒉𝒉𝒎𝒎𝒎𝒎 + 𝒎𝒎̇ 𝒄𝒄 𝒉𝒉𝒄𝒄 + 𝒎𝒎̇ 𝒔𝒔 𝒉𝒉𝒔𝒔 − = 𝒎𝒎𝒎𝒎𝒎𝒎
(3.2) Keterangan, m = massa di dalam deaerator 𝑚𝑚̇ = laju massa yang masuk dan keluar S = entropi T = temperature h = entalpi subscrib, w = air di dalam deaerator (water) mw = make up water s = uap masuk (steam) c = air kondensate (condensate) v = uap keluar (vapor) f = air keluar (flow out)
(3.7)
Persamaan 3.2 dilinearisasikan dengan variable pasturbasi 𝑑𝑑 �𝑆𝑆𝑤𝑤 �𝛥𝛥𝑚𝑚𝑤𝑤 + 𝑚𝑚𝑤𝑤 0 �(𝛥𝛥𝛥𝛥 + 𝑇𝑇0 ) + 𝑆𝑆𝑠𝑠 �𝛥𝛥𝑚𝑚𝑠𝑠 +
Keterangan D = diameter x = panjang deaerator 𝛥𝛥𝐿𝐿= perubahan level air dalam deaerator
Perubahan massa air dalam deaerator 𝑑𝑑 𝛥𝛥𝑚𝑚𝑤𝑤 = 𝑑𝑑𝑑𝑑
𝜌𝜌𝑤𝑤
𝑑𝑑 𝑉𝑉 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑤𝑤
(3.6) 𝑑𝑑
𝑑𝑑𝑑𝑑
𝛥𝛥𝑚𝑚𝑤𝑤 =
𝜌𝜌𝑤𝑤
𝑑𝑑𝑑𝑑
𝑚𝑚𝑠𝑠0𝛥𝛥𝑇𝑇+𝑇𝑇0=𝛥𝛥𝑚𝑚𝑚𝑚𝑤𝑤+𝑚𝑚𝑚𝑚𝑤𝑤0𝛥𝛥ℎ𝑚𝑚𝑤𝑤+ℎ𝑚𝑚𝑤𝑤0+𝛥𝛥 𝑚𝑚𝑐𝑐+𝑚𝑚𝑐𝑐0𝛥𝛥ℎ𝑐𝑐+ℎ𝑐𝑐0+𝛥𝛥𝑚𝑚𝑠𝑠+𝑚𝑚𝑠𝑠0𝛥𝛥ℎ𝑠𝑠+ℎ𝑠𝑠0−𝑆𝑆𝑣𝑣𝛥𝛥𝑚𝑚 𝑣𝑣+𝑚𝑚𝑣𝑣0𝛥𝛥𝑇𝑇+𝑇𝑇0−𝑆𝑆𝑓𝑓𝛥𝛥𝑚𝑚𝑓𝑓+𝑚𝑚𝑓𝑓0𝛥𝛥𝑇𝑇+𝑇𝑇0
𝑑𝑑
𝑑𝑑𝑑𝑑
0,78𝐷𝐷𝐷𝐷𝛥𝛥𝐿𝐿
Misal Z = 0,78 Dx, maka persamaan massa air dalam deaerator adalah, 𝑑𝑑 𝛥𝛥𝑚𝑚𝑤𝑤 =
(3.3)
𝑑𝑑𝑑𝑑
7
𝜌𝜌𝑤𝑤 𝑍𝑍
𝑑𝑑
𝑑𝑑𝑑𝑑
𝛥𝛥𝐿𝐿
P(s) (3.8)
(𝑺𝑺𝒘𝒘 𝒎𝒎𝒘𝒘 +𝑺𝑺𝒔𝒔 𝒎𝒎𝒔𝒔 ) .𝒔𝒔+𝟏𝟏 (𝑺𝑺𝒗𝒗 𝒎𝒎̇ 𝒗𝒗 +𝑺𝑺𝒇𝒇 𝒎𝒎̇ 𝒇𝒇 )
Perubahan massa uap (steam) dalam deaerator 𝑑𝑑 𝛥𝛥𝑚𝑚𝑠𝑠 = 𝑑𝑑𝑑𝑑
𝜌𝜌𝑠𝑠
𝑑𝑑
𝑑𝑑𝑑𝑑
dimana, 𝑄𝑄𝑐𝑐
(𝑉𝑉𝑡𝑡 − 𝑉𝑉0 )
(3.9) Diasumsikan volume dan massa jenis uap konstan, sehingga tidak ada perubahan nilai setiap detiknya 𝑑𝑑 ( 𝑉𝑉𝑡𝑡 = 0) 𝑑𝑑𝑑𝑑 Maka persamaan persamaan massa uap dalam deaerator, 𝑑𝑑 𝛥𝛥𝑚𝑚𝑠𝑠 = 𝑑𝑑𝑑𝑑
−𝑍𝑍 𝜌𝜌𝑠𝑠 (3.10)
𝑑𝑑
𝑑𝑑𝑑𝑑
Level
𝛥𝛥𝐿𝐿) + 𝑆𝑆𝑤𝑤 𝑚𝑚𝑤𝑤
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑 𝜌𝜌𝑠𝑠 𝑑𝑑𝑑𝑑
𝑑𝑑
𝑸𝑸𝒎𝒎𝒎𝒎 (𝒔𝒔)
𝑸𝑸𝑪𝑪 (𝒔𝒔)
247.4𝑠𝑠 + 685 2788408𝑠𝑠
𝑳𝑳(𝒔𝒔)
22𝑠𝑠 + 18.87 117.76𝑠𝑠 + 1
𝑷𝑷(𝒔𝒔)
Gambar 3.3 Diagram blok system MIMO deaerator 4. Analisa Data dan Pembahasan
4.1 Tunning PID MIMO Tunning dilakukan dengan eksperimen memberikan parameter Kp dan Ki secara bertahap dengan harapan output mendekati setpoint.Nilai setpoint yang diberikan adalah 0.9 untuk level dan 5 untuk pressure. Diagram blok system dengan kontrollernya dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
𝒅𝒅𝒅𝒅
𝜟𝜟𝜟𝜟 + 𝑲𝑲. 𝜟𝜟𝜟𝜟(𝑺𝑺𝒗𝒗 𝒎𝒎̇𝒗𝒗 + 𝑺𝑺𝒇𝒇 𝒎𝒎̇𝒇𝒇 ) =
̇ + 𝜟𝜟𝜟𝜟 𝒉𝒉 + 𝜟𝜟𝜟𝜟 ̇ 𝒎𝒎𝒎𝒎 𝒉𝒉𝒎𝒎𝒎𝒎 ̇ 𝒔𝒔 𝒉𝒉𝒔𝒔 − 𝑺𝑺𝒗𝒗 𝜟𝜟𝜟𝜟 ̇ 𝒗𝒗 𝑻𝑻 − 𝜟𝜟𝜟𝜟 𝒄𝒄 𝒄𝒄 ̇ 𝒇𝒇 𝑻𝑻 𝑺𝑺𝒇𝒇 𝜟𝜟𝜟𝜟 (3.14) persamaan
H11(s
H22(s
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑
Berdasarkan P&ID maka matematiknya menjadi Pressure
𝑸𝑸𝒎𝒎𝒎𝒎
3063 2788408𝑠𝑠
Persamaan model matematis deaerator yaitu, 𝒅𝒅 (𝑺𝑺𝒘𝒘 𝑻𝑻𝝆𝝆𝒘𝒘 𝒁𝒁 − 𝑺𝑺𝒔𝒔 𝑻𝑻𝒁𝒁 𝝆𝝆𝒔𝒔 ) 𝜟𝜟𝜟𝜟 + (𝑺𝑺𝒘𝒘 𝒎𝒎𝒘𝒘 + 𝒅𝒅𝒅𝒅
𝒉𝒉𝒎𝒎𝒎𝒎
𝒘𝒘 𝑻𝑻𝝆𝝆𝒘𝒘 𝒁𝒁−𝑺𝑺𝒔𝒔 𝑻𝑻𝒁𝒁 𝝆𝝆𝒔𝒔 ).𝒔𝒔
H21(s
𝑆𝑆𝑠𝑠 𝑇𝑇(−𝑍𝑍 𝛥𝛥𝛥𝛥) + 𝑆𝑆𝑠𝑠 𝑚𝑚𝑠𝑠 𝐾𝐾 𝛥𝛥𝛥𝛥 𝑑𝑑𝑑𝑑 ̇ 𝑚𝑚𝑚𝑚 ℎ𝑚𝑚𝑚𝑚 + 𝛥𝛥𝛥𝛥 ̇ 𝑐𝑐 ℎ𝑐𝑐 + 𝛥𝛥𝛥𝛥 ̇ 𝑠𝑠 ℎ𝑠𝑠 − = 𝛥𝛥𝛥𝛥 ̇ 𝑓𝑓 𝑇𝑇 + 𝑆𝑆𝑣𝑣 �𝛥𝛥𝑚𝑚𝑣𝑣̇ 𝑇𝑇 + 𝑚𝑚̇𝑣𝑣 𝐾𝐾. ΔP� − 𝑆𝑆𝑓𝑓 �𝛥𝛥𝛥𝛥 𝑚𝑚𝑓𝑓𝐾𝐾.ΔP (3.13) 𝒅𝒅
𝑸𝑸𝒎𝒎𝒎𝒎
Dengan memasukkan data yang didapat dari plant,maka didapatkan diagram blok proses sebagai berikut,
Dengan asumsi air dalam keadaan jenuh, maka ΔT = K ΔP (3.12) Dengan mensubtitusi persamaan (3.12) ke persamaan (3.11) maka persamaan menjadi 𝑑𝑑 𝑑𝑑 𝑆𝑆𝑤𝑤 𝑇𝑇(𝜌𝜌𝑤𝑤 𝑍𝑍 𝛥𝛥𝛥𝛥) + 𝑆𝑆𝑤𝑤 𝑚𝑚𝑤𝑤 𝐾𝐾 𝛥𝛥𝛥𝛥 +
𝑺𝑺𝒔𝒔 𝒎𝒎𝒔𝒔 )𝑲𝑲
(3.15)
=(𝑺𝑺
𝑆𝑆𝑠𝑠 𝑇𝑇(−𝑍𝑍 𝛥𝛥𝐿𝐿) + 𝑆𝑆𝑠𝑠 𝑚𝑚𝑠𝑠 𝛥𝛥𝛥𝛥 𝑑𝑑𝑑𝑑 ̇ 𝑚𝑚𝑚𝑚 ℎ𝑚𝑚𝑚𝑚 + 𝛥𝛥𝛥𝛥 ̇ 𝑐𝑐 ℎ𝑐𝑐 + 𝛥𝛥𝛥𝛥 ̇ 𝑠𝑠 ℎ𝑠𝑠 − = 𝛥𝛥𝛥𝛥 ̇ 𝑓𝑓 𝑇𝑇 + 𝑚𝑚̇𝑓𝑓 𝛥𝛥𝛥𝛥) 𝑆𝑆𝑣𝑣 �𝛥𝛥𝑚𝑚𝑣𝑣̇ 𝑇𝑇 + 𝑚𝑚̇𝑣𝑣 𝛥𝛥𝛥𝛥� − 𝑆𝑆𝑓𝑓 (𝛥𝛥𝛥𝛥 (3.11)
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑 𝜌𝜌𝑠𝑠 𝑑𝑑𝑑𝑑
(𝑺𝑺𝒘𝒘 𝑻𝑻𝝆𝝆𝒘𝒘 𝒁𝒁−𝑺𝑺𝒔𝒔 𝑻𝑻𝒁𝒁 𝝆𝝆𝒔𝒔 )𝒔𝒔
𝑄𝑄𝑚𝑚𝑚𝑚 = Laju aliran make up water
𝛥𝛥𝛥𝛥 +
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑
=
𝒉𝒉𝒎𝒎𝒎𝒎
= Laju aliran kondensat
(3.16)
Persamaan (3.8) dan (3.10) disubtitusikan ke persamaan (3.5) menjadi, 𝑑𝑑
𝑸𝑸𝒄𝒄 −
L(s)
𝛥𝛥𝐿𝐿
𝑆𝑆𝑤𝑤 𝑇𝑇(𝜌𝜌𝑤𝑤 𝑍𝑍
𝒉𝒉𝒄𝒄
model
8
+ -
C
𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳
𝑸𝑸𝒎𝒎𝒎𝒎 (𝒔𝒔)
H11(s 247.4𝑠𝑠 + 685 2788408𝑠𝑠 H21(s
3063 2788408𝑠𝑠
𝑳𝑳(𝒔𝒔)
H22(s
+ 𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷
-
C 𝑸𝑸𝑪𝑪 (𝒔𝒔)
22𝑠𝑠 + 18.87 + 117.76𝑠𝑠 + 1
Gambar 4.1 Diagram blok system MIMO
𝑷𝑷(𝒔𝒔) Gambar 4.4 Sinyal output Pressure (Kp=1,Ki=1)
Tunning dilakukan dengan simulasi software simulink dan gambar function block dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.5 Sinyal output Level (Kp=30,Ki=1)
Gambar 4.2 Function block simulink system MIMO
Gambar 4.6 Sinyal output Pressure (Kp=1,Ki=1)
Gambar 4.3 Sinyal output Level (Kp=10,Ki=1) 9
dengan kontroller level. Maka didapatkan adalah sebagai berikut :
hasil
yang
Gambar 4.7 Sinyal output Level (Kp=50,Ki=1)
Gambar 4.11 Sinyal output pressure(Kp=100,Ki=1)
Tabel 4.1. Hasil Tunning kontroller tanpa decoupler
Gambar 4.8 Sinyal output Pressure (Kp=1,Ki=1) No 1 2 3 4
Variabel
Kp
Ki
Max.Overshoot
L P L P L P L P
10 1 30 1 50 1 100 100
1 1 1 1 1 1 1 1
0.7 1.5 0.48 1.55 0.33 1.5 0.32 0
Time Settling (sec) > 1000 40 1500 95 900 60 230 240
Error Steady state > 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 4 (offset)
4.2 Tunning PID MIMO dengan Decoupler Decoupler digunakan pada sistem MIMO untuk memisahkan dua lup yang berhubungan. Pada penelitian ini digunakan satu decoupler saja, karena hanya level yang mempengaruhi pressure. Transfer function dari decoupler yaitu, 9𝑠𝑠+0.07 D(s) = − 153.4𝑠𝑠 2 +131.5 (4.1)
Gambar 4.9 Sinyal output Level (Kp=1,Ki=1)
Setelah diberi decoupler maka lup diagram blok MIMO menjadi terpisah, lalu ditunning kontrollernya secara terpisah, setelah itu digabung kembali. Setpoint yang diberikan sebesar 0.9 m untuk level dan 5 psi untuk pressure. Dapat dilihat gambar diagram blok dengan decoupler serta respon sinyal outputnya di bawah ini, Gambar 4.10 Sinyal output Level (Kp=100,Ki=1) Karena nila output level sudah cenderung lebih baik, maka dilakukan tunning pada kontroller pressure dengan nilai Kp dan Ki yang sama 10
H11(s + -
C
𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳
𝑸𝑸𝒎𝒎𝒎𝒎 (𝒔𝒔) 247.4𝑠𝑠 + 685 2788408𝑠𝑠 𝑳𝑳(𝒔𝒔) H21(s
D(s) 9𝑠𝑠 + 0.07 153.4𝑠𝑠 2 + 131.5
+ 𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷
-
C
𝑸𝑸𝑪𝑪 (𝒔𝒔)
3063 2788408𝑠𝑠
Gambar 4.15. Sinyal output level (Kp = 200,Ki = 5)
H22(s
22𝑠𝑠 + 18.87 + 117.76𝑠𝑠 + 1 𝑷𝑷(𝒔𝒔)
Gambar 4.12. Diagram blok MIMO dengan decoupler
Dari gambar di atas didapatkan karakteristik kurvanya sebagai berikut: Maximum overshoot : 0.2 Setling time : 220 s Rise time : 25 s Error steady state : 0.02 (2%) Karena nilai setling time yang besar, maka nilai Ki ditambah menjadi 15,sehingga hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut :
Gambar 4.13. Function block simulink sistem MIMO dengan decoupler Gambar 4.16. Sinyal output level (Kp = 200,Ki = 15)
Dengan adanya decoupler, maka loop yang saling berinteraksi menjadi terpisah. Gambar diagram bloknya menjadi seperti di bawah ini :
Nilai settling time menjadi berkurang 190 detik, tetapi maximum overshoot meningkat mendekati batas nilai level yang diijinkan. Oleh karena itu dipilih hasil tunning dengan nilai Kp = 200 dan nilai Ki = 15, dan hasil sinyal outputnya dapat dilihat pada gambar 4.14. Pada kontroller pressure dilakukan tunning dan didapatkan nilai parameter kontrollernya yg terbaik adalah nilai Kp sebesar 100 dan nilai Ki sebesar 1. Hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut :
Gambar 4.14. Function block simulink sistem MIMO terpisah
11
pressure. Error steady state 0,02 (2%) untuk level dan pressure. 5.2 Saran Hasil yang didapatkan pada tugas akhir ini banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis memberikan saran sebagai berikut : 1. Memodelkan matematis suatu proses dengan cara statistic data atau Jaringan syaraf tiruan. 2. Menentukan pasangan input-ouput proses dengan metode relative gain array. 3. Menyelesaikan pengendalian multivariable dngan Neural Network decoupler.
Gambar 4.17. Sinyal output pressure (Kp = 100,Ki = 1) Dari gambar 4.15. didapatkan kurvanya sebagai berikut : Maximum overshoot : 0 Setting time : 13 s Rise time : 0.3 s Error steady state : 0.02 (2%)
karakteristik
Dilihat dari hasil kurva karakteristik yang telah didapatkan, maka hasil tersebut adalah hasil yang terbaik,karena sistem mampu mencapai nilai setpoint dengan waktu yang relatif cepat dan dengan maximum overshoot nol.
Tabel 4.2. Tunning kontroller dengan decoupler Variabel
Kp
Ki
Max.Overshoot
L P
200 100
5 1
1.1 0
Time Settling (sec) 220 13
Error Steady state 0.02 0.02
5.Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisa data dan pembahasan pada bab IV, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Nilai Kp dan Ki untuk kontroller pengendalian Level dan Pressure didapatkan dengan cara eksperiment. Setelah diberi decoupler pada system MIMO, hasil terbaik yang didapatkan adalah, nilai Kp dan Ki untuk kontroller level masing-masing 200 dan 5. Untuk kontroller pressure nilai Kp dan Ki masing-masing 100 dan 1. 2. Setelah diberi decoupler,dan di tunning kontrollernya, didapatkan maximum overshoot yang lebih baik yaitu, 0,2 untuk level dan 0 untuk pressure. Time settling 220 detik untuk level dan 13 detik untuk 12
DAFTAR PUSTAKA J.P.,Holman 1980. Thermodynamics, Japan : McGraw Hill
BIODATA
Stephanopoulos, George, 1984, Chemical Process Control, Prentice Hall Zemansky, Mark W.,1982, Heat and Themodynamics, McGraw Hill
Nama : Hafyz Iqbal TTL : Surabaya, 3 Januari 1985 Alamat : Jl. Amir Mahmud 7 no. 16 Gunung Anyar Surabaya
Ogata, Katsuhiko, System Dynamics ,Prentice Hall Ogata, Katsuhiko, 1970, Modern Control Engineering. New Jersey : Prentice Hall
Pendidikan 1. SDN Rungkut Menanggal 1 Surabaya 2. SLTPN 1 Surabaya 3. SMUN 17 Surabaya 4. Teknik Fisika
Wahid, Abdul, 1999, Pengendalian Proses, Depok : Universitas Indonesia Gunterus, Frans, Falsafah Dasar: Sistem Pengendalian Proses, jakarta: PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 1994
Hobi
Tham, M.T., Multivariable Control : An Itroduction to Decoupling Control, University of Newcastle Fisher, Control valve Handbook Third edition, Fisher Control International,Inc Anton,
Lukman, 2002, Perancangan Sistem Pengendalian Tekanan dan Level Pada Deaerator dengan Metode Fuzzy Gain Schedulling PID Kontroller di PT. Petrokimia Gresik, Surabaya : ITS
Agung,
Fredy, 2007, Perancangan Sistem Pengendalian Level Air Pada Deaerator Tank di PT. IPMOMI dengan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan, Surabaya : ITS
Sentana, A.Yoga, 2006, Pengendalian pH dan Konsentrasi Menggunakan Tuning PID MIMO Pada Proses Penetralan pH Larutan Nira, Surabaya: ITS MTD,Amonia Unit, Technical data book, Gresik : PT. Petrokimia Gresik www.cheresources.com/vol2iss4.shtml www.termochimica.com www.en.wikipedia.org/wiki/Deaerator www.en.wikipedia.org/wiki/PID_controller
13
: Maen bola bekel
14