22
III.
3.1.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Analisis Dewasa ini pengembangan sektor pertanian menghadapi tantangan dan
tekanan yang semakin berat disebabkan adanya perubahan lingkungan strategis berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin pesatnya kemajuan teknologi. Berkaitan dengan itu maka strategi pengembangan pertanian kedepan senantiasa berorientasi kompetisi atas dasar keunggulan komparatif dan kompetitif. Hal ini berkaitan erat pula dengan pelaksanaan revitalisasi pertanian di Propinsi Sulawesi Utara yang secara umum diharapkan mencapai tujuan seperti yang diamanatkan oleh Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) Sulawesi Utara tahun 2005-2010, yakni peningkatan produktifitas dan produksi pertanian, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, mengurangi kemiskinan, membuka lapangan kerja baru, meningkatkan ketahanan pangan, meningkatkan daya saing ekonomi serta melestarikan lingkungan hidup. Menurut Tsakok (1990) terdapat dua cara untuk mengukur keunggulan komparatif, yaitu : Domestic Resource Cost Ratio (DRCR) atau Rasio Biaya Sumberdaya Domestik (RBSD) dan Net Economic Benefit Ratio (NEBR). Kedua koefisien menggunakan informasi yang sama dalam penggunaan harga dan input, namun DRCR penggunaanya lebih luas dibanding NEBR. Kedua teknik tersebut mensyaratkan bahwa input primer dan antara dalam proses produksi dinilai atau dihitung dalam harga bayangan (shadow prices). Keunggulan komparatif suatu
23
komoditi yang diukur dengan Rasio Biaya Sumberdaya Domestik (RBSD) yaitu rasio antara BSD dan harga bayangan nilai tukar uang (V1) sebagai berikut :
dengan catatan jika nilai RBSD suatu komoditi kurang dari satu (RBSD < 1) menunjukkan komoditi tersebut di dalam negeri relatif lebih menguntungkan secara ekonomis dibanding dengan mengimpornya. Dalam penerapan model ini, dipertimbangkan dua jenis harga (riil dan harga bayangan) untuk setiap komponen input dan output. Harga riil merupakan harga ditingkat petani, sementara harga bayangan mengacu pada harga Cost Insurance Freight (CIF) untuk komoditi impor dan harga Free on Board (FOB) untuk komoditi ekspor. Sedangkan Analisis Keunggulan Kompetitif dapat menentukan sampai seberapa jauh komoditas unggulan mampu bersaing dengan komoditas pembandingnya (pesaing) dimana perlu memperhatikan beberapa kondisi yakni : (1) komoditas pembandingnya adalah komoditas yang umumnya ditanam pada hamparan dan musim yang sama, (2) umur komoditas pembandingnya relatif hampir sama, (3) produksi dan harga komoditas pembandingnya diasumsikan tidak mengalami perubahan (konstan), dan (4) biaya produksi baik komoditas yang dibandingkan maupun komoditas pembandingnya diasumsikan tetap. Analisis keuntungan kompetitif produksi akan memberi gambaran pada tingkat produksi minimal berapa komoditas yang ditanam petani baru bisa memberikan tingkat keuntungan yang bersaing dengan komoditas pesaingnya. Sedangkan analisis keuntungan kompetitif harga akan memberikan gambaran mengenai tingkat harga minimal yang harus diterima petani, agar komoditas yang
24
ditanamnya mampu memberikan keuntungan yang bersaing dengan tanaman pesaingnya (BPTP Sulawesi Utara, 2000). Pada garis besarnya, tujuan petani berproduksi adalah untuk meningkatkan taraf hidup melalui usaha produksi dari pengelolaaan sumberdaya tanah, tenaga kerja dan modal. Pada kenyataannya, alokasi sumberdaya sektor pertanian yang dilakukan petani untuk kegiatan usahatani belum dilakukan secara optimal. Dalam usahatani prinsip keunggulan komparatif menjelaskan lokasi produksi pertanian, berbagai jenis tanaman dan ternak dengan syarat-syaratnya yang berbeda, harus diusahakan di daerah-daerah atau pada usahatani yang keadaan fisik serta sumberdaya lainnya secara ekonomi sangat sesuai. Karena itu usahatani dengan sumberdaya yang sangat miskinpun dapat mempunyai keunggulan komparatif untuk beberapa komoditi. Prinsip keunggulan komparatif berlaku untuk wilayah yang luas (dunia, negara) ataupun untuk perbandingan antar usahatani. Prinsip ini sangat mudah diterima oleh setiap orang sehingga sering dilupakan penggunaannya, terutama dalam memilih tanaman untuk daerahdaerah pemekaran (daerah baru). Terdapat beberapa faktor yang dapat mengubah keunggulan komparatif, diantaranya: 1.
Pengembangan pola usahatani baru atau perbaikan teknologi
2.
Perubahan biaya produksi dan harga relatif dari berbagai komoditas usahatani
3.
Perubahan biaya angkutan seperti yang terjadi bila jalan diperbaiki atau rusak
4.
Perbaikan kualitas lahan karena drainase, irigasi dan sebagainya
5.
Pengembangan produk substitusi yang lebih murah.
Sehingga setiap daerah dapat memperbaiki posisi ekonominya dengan komoditas tanaman tertentu, ataupun kehilangan posisi ekonominya (Soekartawi et al. 1986).
25
Dari kerangka di atas diharapkan akan dihasilkan suatu acuan pengembangan pertanian daerah berdasarkan skala prioritas, selain dapat menjadi andalan pertumbuhan perekonomian daerah, juga akan dapat ditetapkan beberapa komoditas yang dapat memberi kepastian usaha bagi para petani berdasarkan spesifikasi wilayah.
3.2.
Policy Analysis Matrix Policy Analysis Matrix (PAM) menyediakan informasi untuk membantu
pengambil kebijakan di pusat dan daerah terhadap tiga isu sentral dari analisis kebijakan pertanian. Isu pertama adalah apakah sistem pertanian kompetitif di bawah teknologi dan harga-harga yang ada saat ini. Apakah para petani, pedagang dan pengolah memperoleh keuntungan ketika menghadapi harga aktual pasar. Kebijakan harga akan mengubah nilai dari output atau biaya input serta pula profitabilitas privat dalam sistem. PAM dapat menunjukkan efek secara individual maupun kolektif dari harga dan kebijakan faktor. Selain itu PAM juga menyediakan informasi baseline yang penting dan esensial untuk analisis benefitcost (analisis keuntungan biaya) dari suatu investasi pertanian (Pearson et al. 2005). Selanjutnya model PAM dapat pula digunakan untuk menganalisis efisiensi ekonomi dan besarnya insentif atau intervensi pemerintah serta dampaknya pada sistem komoditas secara bersamaan (Yao, 1997; Emilya, 2001). Isu yang kedua adalah dampak dari investasi publik pada infrastruktur dalam efisiensi sistem pertanian. Efisiensi diukur dengan profitabilitas sosial, penilaian dari keuntungan dalam efisiensi harga. Kesuksesan investasi publik (pada irigasi atau transportasi) akan meningkatkan nilai output atau menurunkan
26
biaya input. Perbandingan keuntungan sosial sebelum dan sesudah adanya investasi publik dapat menjadi tolok ukur peningkatan dalam social profit. Isu yang ketiga (hampir sama dengan komponen isu kedua) adalah dampak dari investasi publik yang baru dalam penelitian pertanian atau teknologi pada efisiensi sistem pertanian. Kesuksesan investasi publik dalam penyediaan benih unggul baru, teknik pertanian, atau teknologi pengolahan akan meningkatkan hasil pertanian atau hasil olahan dan sekaligus meningkatkan penerimaan atau menurunkan biaya-biaya. Perbandingan keuntungan sosial sebelum dan sesudah adanya investasi publik dalam penelitian dapat merupakan tolok ukur perolehan/ keberhasilan dalam social profitability. Analisis PAM dapat digunakan pada sistem komoditas dengan berbagai wilayah, tipe usahatani dan teknologi. Tabel 2 memberi gambaran bahwa PAM terdiri dari tiga baris, dimana baris pertama adalah perhitungan dengan private price (harga pasar/ aktual) yaitu harga yang diterima petani, baris kedua merupakan perhitungan social price (harga bayangan) yaitu harga yang menggambarkan nilai sosial atau nilai ekonomi yang sesungguhnya bagi unsur biaya maupun hasil, dari dua perhitungan tersebut masing-masing dihitung keuntungan. Keuntungan merupakan perbedaan antara penerimaan dan biaya. Perbedaan perhitungan antara private price dengan social price disebabkan terjadinya kegagalan pasar atau masuknya kebijakan pemerintah yang terletak pada baris ketiga. Jika kegagalan pasar dianggap faktor yang tidak begitu berpengaruh, maka perbedaan tersebut lebih banyak disebabkan adanya insentif kebijakan yang dapat dianalisis (Monke and Pearson, 1989; Emilya, 2001).
27
Setiap matriks memiliki empat kolom yaitu kolom pertama adalah penerimaan, kolom kedua adalah kolom biaya yang terdiri dari biaya input yang dapat diperdagangkan (tradable input) dan biaya faktor domestik (domestic factors). Input yang digunakan seperti pupuk, pestisida, benih/ bibit, peralatan dan lain-lain dipisahkan menjadi input yang dapat diperdagangkan dan faktor domestik (Monke and Pearson, 1989; Pearson et al. 2005). Tabel 2. Policy Analysis Matrix Uraian Nilai finansial (private price) Nilai ekonomi (social price) Divergensi/ dampak kebijakan dan distorsi pasar
Biaya
Penerimaan (revenue)
Input tradable
Faktor domestik
A
B
C
E
F
G
I=A–E
J=B-F
K=C-G
Profit D=A–B– C H=E–F– G L=D–H= I–J–K
Sumber : Monke and Pearson (1989) Keterangan :
D = private profitability; H = social profitability; I = output transfer; J = input transfer; K = factor transfer; L = net transfer
Penggunaan private dan social price dalam matriks PAM menggambarkan bahwa matriks ini mengandung analisis privat dan sosial. Dalam analisis sosial, tinjauan aktivitas dilihat dari sudut masyarakat secara keseluruhan sedangkan pada analisis privat tinjauan aktivitas pelaku ekonomi (individu atau perusahaan) yang berkepentingan langsung dalam kegiatan ekonomi. Matriks PAM menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan sumberdaya.