KERAGAMAN GEN MAJOR HISTOCOMPATIBILITY COMPLEX (MHC) DRB3.2 LOCUS PSTI PADA POPULASI KAMBING KACANG
SKRIPSI
Oleh EVY HARJUNA SAAD I 111 11 256
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015
KERAGAMAN GEN MAJOR HISTOCOMPATIBILITY COMPLEX (MHC) DRB3.2 LOCUS PSTI PADA POPULASI KAMBING KACANG
SKRIPSI
Oleh EVY HARJUNA SAAD I 111 11 256
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015
PERNYATAAN KEASLIAN 1.
Yang bertandatangan dibawah ini: Nama
: Evy Harjuna Saad
NIM
: I 111 11 256
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa: a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku. 2.
Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar, Desember 2015
Evy Harjuna Saad
HALAMAN PENGESAHAN Judul Penelitian
: Keragaman Gen Major Histocompatibility (MHC) DRB3.2 Locus PstI pada PopulKacang
Nama
: Evy Harjuna Saad
Nomor Induk Mahasiswa : I 111 11 256 Fakultas
: Peternakan
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui Oleh:
Prof. Rr. Sri Rachma AB., M. Sc, Ph. D Pembimbing Utama
Dr.Muh. Ihsan A. Dagong, Pembimbing Anggot
i
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat, cinta, dan taufik-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Keragaman Gen Major Histocompatibility Complex (MHC) DRB3.2 Locus PstI pada Populasi Kambing Kacang”. Melalui kesempatan ini penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini kepada: 1.
Ibu Prof. Rr. Sri Rachma AB., M. Sc, Ph. D selaku Pembimbing Utama dan bapak Dr. Muh. Ihsan A. Dagong, S.Pt., M.Si. selaku Pembimbing Anggota, atas segala bantuan dan keikhlasannya untuk memberikan bimbingan, nasehat dan saran-saran sejak awal penelitian sampai selesainya penulisan skripsi ini.
2.
Kedua orang tua tercinta ayahanda Saade, S. Pd., ibunda St.Norma, S. Pd. yang memberikan cinta kasih, dukungan mental dan memberikan doa restunya dan saudara-saudaraku Helmy Saad, S.H., Sardiman Saad, Ewin Juspiadi Saad, dan Asmul Shahman serta kakak ipar penulis Andi Batari Ayu, S.Kom yang telah memberikan motivasi untuk selalu lebih semangat dan kemenakan tercinta Aneirah Satirah Helmy
3.
Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
4.
Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M. Sc selaku Wakil Dekan I, Ibu Ir. Hastang, M.Si selaku Wakil Dekan II, Bapak Prof. Dr. Ir. Jasmal A Syamsu, M.Si selaku Wakil Dekan III Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
ii
5.
Bapak Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc., Bapak Prof. Dr. Sjamsuddin Garantjang, M.Agr., dan
Bapak Muhammad Yusuf, S.Pt., Ph.D., selaku
dosen pembahas yang telah banyak memberikan saran-saran dan masukan untuk perbaikan skripsi ini. 6.
Ibu Almarhumah Dr. Harfiah, S. Pt., MP., selaku Penasehat Akademik yang selama hidupnya memberikan arahan dan bimbingannya.
7.
Sahabat-sahabat masa kecil Ria Pratiwi Amd. Kep., Sri Julyarti Halid, S.E., Nurawaliyah, S.Pd., Laode Manarfah, Abidin Ma’ruf, Muh. Aras Prabowo, S.E., dan A. Anni Ma’rifah, S.Pd., terima kasih atas segala dukungan dan semangatnya.
8.
Sahabat-sahabat St. Nur Ramadhani, S. Pt., May Rismi Anisa, Asrinti, Suarti, Andi Nurfaini, Mustabsyirah Usman, Yuliana Padli, Yusri, Rajma Fastawa, S.Pt., Trianta Tahir, dan Samsul Mardi terima kasih atas segala cinta, pengorbanan, bantuan, pengertian, candatawa, serta kebersamaannya selama ini.
9.
Teman-teman Posko KKN Gelombang 87 Hildah Khurniyah, Nurmala Sari, Rezky Amelia Madina, S.Sos., Avif Munandar, Ainul Anugrah, S.E., Muh. Arman Kadir dan teman-teman sekecamatan Patimpeng.
10. Keluargan besar “SOLANDEVEN” khususnya kelas “NU3C”. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTEK) terima kasih atas kenangan yang telah terukir selama penulis bersama kalian.
iii
11. Kepada teman-teman Penelitian Genetika Molekuler, Kak Abduh, Mardha, Fira, Umma, Inci, Nia, dan Awal terima kasih atas bantuan dan perhatiannya selama penelitian dan penyelesaian skripsi. 12. Teman-teman asisten Ternak Potong yaitu St. Nur Ramadhani, S.Pt., Armi Auliah Utami, S.Pt., Abdi Eriansyah, kakanda Ahmad David, Darussalam, Andi Nurul Ainun, S.Pt., Erwin Jufri, Ayu Anggaraini, Suprapto, Appeyani, Arman. 13. Laboratorium Terpadu Peternakan UNHAS, Kak Nurul Purnomo, Kak Tri terima kasih atas bantuan dan perhatiannya selama penelitian dan penyelesaian skripsi. 14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima kasih banyak atas segala bantuannya. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Penulis mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Makassar,
Desember 2015
Evy Harjuna Saad
iv
ABSTRAK
EVY HARJUNA SAAD (I 111 11 256). Keragaman Gen Major Histocompatibility Complex (MHC) DRB3.2 Locus PstI pada Populasi Kambing Kacang. Dibimbing oleh SRI RACHMA APRILITA BUGIWATI dan MUHAMMAD IHSAN DAGONG.
Major Histocompatibility Complex (MHC) merupakan sekumpulan gen penting yang mengendalikan respon imun dan memegang peranan penting dalam sistem kekebalan tubuh.Keragaman gen MHC-DRB3.2 dianggap bertanggung jawab dalam perbedaan antara individu dalam respon kekebalan terhadap agen infeksius. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman gen Major Histocompatibility Complex (MHC) DRB3.2 Locus PstI pada kambing Kacang. Materi utama dalam penelitian ini menggunakan sampel darah kambing Kacang yang dikoleksi dari populasi Laboratorium Ternak Potong Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar (32 ekor), Kabupaten Maros (16 ekor), dan Kabupaten Jeneponto (30 ekor). Amplifikasi fragmen DNA menggunakan mesin PCR. Keragaman gen MHC DRB3.2 dideteksi dengan memotong amplimer dengan menggunakan enzim restriksi PstI. Hasil penelitian menunjukkan keragaman genetik dengan ditemukannya dua alel yaitu alel P dan p. ditemukan tiga genotype yaitu PP, Pp, pp. Nilai heterosigositas menunjukkan populasi kambing kacang di Laboratorim Ternak Potong (0,5034) dan di kabupaten Maros (0,5141) memiliki keragaman genetik yang tinggi (Ho>0,50). Nilai chi-square pada ketiga populasi menunjukkan populasi di kabupaten Jeneponto berada pada keseimbangan Hardy-Weinberg dan populasi kambing kacang yang ada di LaboratoriumTernak Potong dan di Kabupaten Maros tidak berada pada keseimbangan Hardy-Weinberg. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa gen MHC yang diidentifikasi dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi genetik (kandidat gen) dalam penelitian selanjutnya untuk mencari hubungan antara variasi alel gen MHC dengan tingkat respon imun kambing kacang terhadap penyakit.
Kata kunci: MHC DRB3.2, sistem imun, kambing Kacang, polimorfisme, PstI.
v
ABSTRACT
EVY HARJUNA SAAD (I 111 11 256). Polymorphism of Major Histocompatibility Complex (MHC) Genes Locus DRB3.2 PstI in Kacang Goats Population. Supervised by SRI RACHMA APRILITA BUGIWATI as Main Supervisor and MUHAMMAD IHSAN DAGONG as Co-Supervisor. Major Histocompatibility Complex (MHC) is a set of essential genes that control the immune response and plays an important role in the immune system. The diversity of MHC-DRB3.2 genes considered responsible for the differences among individuals in the immune response against infectious agents. The aim of this study was to determine the diversity of Major Histocompatibility Complex (MHC) genes locus DRB3.2 PstI on Kacang goats population. The main material in this study using blood samples from Kacang goats, which were collected from Animal Production Laboratory, Faculty of Animal Husbandry Hasanuddin University, Makassar (32 head), Maros (16 head), and Jeneponto regency (30 head). Target DNA fragments amplified using PCR machine. Diversity of MHCDRB3.2 genes detected by cutting amplimer using PstI restriction enzymes. The results showed the genetic diversity with two alleles were identified, namely P and p. With three genotypes of the PP, Pp, pp. Heterozygosity values show the goat population at the Animal Production Laboratory (0.5034) and in the Maros regency (0.5141) has a high genetic diversity (Ho> 0.50). Chi-square value of the three populations showed that the population in the Jeneponto were in Hardy-Weinberg equilibrium and goat populations that exist in the Animal Production Laboratoryand Maros were not in Hardy-Weinberg equilibrium. Results of this study concluded that the MHC genes identified from this study can be used as genetic information (candidate genes) in future studies to find the relationship between variations in the MHC gene alleles with the level of immune response in Kacang goat against the disease.
Key words: MHC DRB3.2, the immune system, Kacang goat , polymorphism, PstI.
vi
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
..................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL
........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x PENDAHULUAN
........................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Kambing Kacang ....................................................... 4 Sistem Imun ........................................................................................... 4 Keragaman Genetik ................................................................................... 5 Marker Assisted Selection (MAS) ............................................................. 6 Major Histocompatibility Complex (MHC) .............................................. 8 DRB3.2 locus PstI ..................................................................................... 10 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ................................................................................... 12 Materi Penelitian ...................................................................................... 12 Tahapan Penelitian…………………………………………………….... 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen MHC DRB3.2 Locust PstI............................................. 17 Frekuensi Genotip dan Alel ...................................................................... 19 Nilai Heterozigositas ................................................................................. 22 Keseimbangan Hardy-Weinberg ............................................................... 24 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
........................................................................................... 26
vii
Saran
........................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 27 LAMPIRAN
........................................................................................... 31
RIWAYAT HIDUP
........................................................................................... 33
viii
DAFTAR TABEL No.
Teks
Halaman
1. Sequen primer beserta enzim restriksi endonuklease untuk PCRRFLP................................................................................................. 2. Frekuensi Genotipe Gen MHC DRB3.2 Locust PstI ………………. 3. Frekuensi Alel Gen MHC DRB3.2 Locust PstI…………………….. 4. Nilai Heterizigositas Harapan dan Heterozigositas Pengamatan…… 5. Uji Keseimbangan Hardy-Weinberg………………………………...
9 20 21 22 24
ix
DAFTAR GAMBAR No.
Teks
Halaman
1. Hasil Amplifikasi Gen MHC DRB3.2 Locus PstI………………….. 17 2. pengamatan keragaman gen MHC DRB3.2 Locus PstI ………….… 18 3. Letak sequens primer forward dan reverse MHC DRB3.2.……….... 19
x
PENDAHULUAN
Kambing Kacang merupakan salah satu kambing lokal Indonesia yang tersebar luas di seluruh kawasan Indonesia dan banyak diternakkan masyarakat dalam skala kecil. Kambing ini cocok sebagai penghasil daging dan kulit, bersifat prolifik, tahan terhadap berbagai kondisi, mampu beradaptasi dengan baik di berbagai lingkungan yang berbeda termasuk dalam kondisi pemeliharaan yang sangat sederhana (Batubara, dkk, 2009).
Kambing Kacang mampu bertahan
dalam kondisi apapun namun memiliki kerentanan terhadap beberapa penyakit akibat cacing, parasit internal, dan caplak. Adanya informasi ketahanan terhadap penyakit pada kambing Kacang dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk seleksi menggunakan penanda molekuler. Seleksi merupakan cara untuk memperbaiki mutu genetik kambing Kacang agar dapat dihasilkan bibit unggul yang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap penyakit. Imunogenetik merupakan konsep pendekatan genetik yang mengendalikan perbedaan reaktivitas respon imun dan kerentanan tubuh terhadap suatu penyakit (Judajana, 1999).
Kendali genetik tersebut akan menentukan perbedaan
reaktivitas imun pada setiap individu dalam suatu populasi sehingga berpengaruh terhadap ketahanan dan kerentanan individu terhadap penyakit (Angyalosi, Neveb, et al, 2001). Salah satu lingkup imunogenetik tersebut adalah sistem Major Histocompatibility Complex (MHC). Major Histocompatibility Complex (MHC) merupakan antigen limfosit yang terdapat pada sel berinti terutama pada sel limfosit. MHC pada kambing
1
disebut Caprine Lymphosite Antigen (CLA). Gen MHC adalah gen multigenik karena beberapa gen terkait dengan MHC mengkode berbagai molekul gen MHC yang berbeda. Gen MHC pada setiap populasi juga memiliki banyak alel sehingga disebut gen polimorfik yang dapat menimbulkan perubahan-perubahan genetik pada induknya. Keragaman genetik dalam suatu populasi kambing Kacang akan mengakibatkan perbedaan aktivitas imun pada setiap individu dalam suatu populasi sehingga berpengaruh terhadap ketahanan dan kerentanan individu terhadap penyakit. Sistem imun kambing Kacang diatur oleh gen MHC DRB3.2 Locus PstI.
Polimorfisme CLA-DRB3.2 dianggap bertanggung jawab untuk
perbedaan antara individu dalam respon kekebalan terhadap agen infeksius. Sharif, et al (1998) menyatakan bahwa asosiasi alel sapi dari gen MHC-DRB3 ekson 2 (BoLA (Bovine Lymphosite Antigent) DRB3.2) berhubungan dengan ketahanan penyakit, respon imun dan sifat produksi.
Keragaman gen MHC
DRB3.2 Locus PstI (CLA DRB3.2 Locust PstI) dapat dijadikan kandidat gen sebagai penanda genetik untuk melihat hubungan tingkat ketahanan terhadap penyakit akibat cacing, parasit internal, dan caplak. Namun sampai saat ini belum ada informasi mengenai keragaman gen MHC DRB3.2 Locus PstI pada populasi kambing Kacang. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi keragaman gen Major Histompatibility Complex (MHC) pada populasi kambing Kacang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman gen Major Histocompatibility Complex (MHC) DRB3.2 Locus PstI pada populasi kambing
2
Kacang.
Kegunaan penelitian ini yaitu menambah informasi mengenai
keragaman genetik pada sistem pertahanan tubuh pada kambing Kacang sehingga dapat dijadikan dasar dalam proses seleksi agar dapat dihasilkan bibit unggul yang mempunyai daya tahan terhadap penyakit akibat cacing, parasit internal, dan caplak.
3
TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia yang bersifat prolifik, tahan terhadap berbagai kondisi, dan mampu beradaptasi dengan baik di berbagai lingkungan yang berbeda termasuk dalam kondisi pemeliharaan yang sangat sederhana. Pemanfaatan kambing lokal dengan potensi genetik yang baik, namun belum dieksploitasi secara optimal dapat memberikan hasil yang baik (Batubara,dkk., 2009). Sistem Imun Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk mempertahankan keutuhan tubuh, sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup (Anthony, et al, 2007). Pada ternak sistem imun dibutuhkan untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan dari lingkungan (Baratawidjaja, 2006). Secara umum sistem imun terbagi dalam dua yaitu : alamiah dan adaptif (spesifik).
Sistem imun alamiah seperti air liur, selaput lendir, serta asam
lambung termasuk di dalamnya. Sedangkan pada sistem imun adaptif terdapat sistem dan struktur fungsi yang lebih kompleks dan beragam.
Sistem imun
adaptif terdiri dari sub sistem seluler yaitu keluarga sel limfosit T (T penolong dan T sitotoksik) dan keluarga sel mononuklear (berinti tunggal). Sub sistem kedua adalah sub sistem humoral, yang terdiri dari kelompok protein globulin terlarut yaitu: imunoglobulin. Imunoglobulin dihasilkan oleh sel limfosit B melalui suatu proses aktivasi khusus (Pandjassarame, 2009).
4
Cara kerja sistem imun pada kambing yaitu stimulasi antigenik menginduksi respons imun yang dilakukan sistem seluler secara bersama-sama diperankan oleh makrofag, limfosit B, dan limfosit T. Makrofag memproses antigen dan menyerahkannya kepada limfosit. Limfosit B, yang berperan sebagai mediator imunitas humoral, yang mengalami transformasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi. Limfosit T mengambil peran pada imunitas seluler dan mengalami diferensiasi fungsi yang berbeda sebagai subpopulasi (Sharma, et al, 2005). Keragaman Genetik Keanekaragaman genetik (genetic diversity) adalah jumlah total variasi genetik dalam keseluruhan spesies yang mendiami sebagian atau seluruh permukaan bumi yang berbeda dari variabilitas genetik yang menjelaskan kecenderungan
kemampuan
suatu
karakter/sifat
untuk
bervariasi
yang
dikendalikan secara genetik (Tisdell, 2003). Keragaman genetik di antara populasi dari suatu spesies bisa sangat besar. Demikian juga perbedaan genetik di antara individu dalam populasi alami sering juga besar. Keragaman genetik dalam suatu individu bilamana ada dua alel untuk gen yang sama namun memiliki perbedaan konfigurasi DNA yang menduduki lokus yang sama pada suatu kromosom (Sufro,1994). Polimorfisme pada suatu populasi digunakan sebagai salah satu indeks keragaman genetik.
Sifat polimorfik ini ditentukan dengan mengidentifikasi
jumlah alel pada suatu populasi. Dengan adanya identifikasi jumlah alel maka
5
akan dapat ditentukan frekuensi alel dan nilai heterozigositas suatu populasi (Barendse, et al., 2008). Keanekaragaman genetik memainkan peran yang sangat penting dalam sintasan dan adaptabilitas suatu spesies karena ketika lingkungan suatu spesies berubah, variasi gen yang kecil diperlukan agar spesies dapat bertahan hidup dan beradaptasi. Spesies yang memiliki derajat keanekaragaman genetik yang tinggi pada populasinya akan memiliki lebih banyak variasi alel yang dapat diseleksi. Seleksi yang memiliki sangat sedikit variasi cenderung memiliki risiko lebih besar (Anonim, 2008). Marker Assisted Selection (MAS) Marka gen adalah variasi sekuen DNA yang mencirikan terjadinya variasi sifat fenotipe, baik yang secara langsung mempengaruhi sifat tersebut maupun secara tidak langsung karena terjadi linkage (pautan) dengan sekuen DNA yang mempengaruhi sifat fenotip. Ide dasar yang melatarbelakangi perlunya seleksi berdasarkan marka gen adalah adanya kemungkinan gen-gen dengan pengaruh signifikan yang menjadi target khusus dalam seleksi. Kegunaan utama marka gen adalah untuk seleksi/pemuliaan hewan berdasarkan variasi pada aras DNA terpilih. Dari peta semacam inilah muncul suatu pendekatan molekuler untuk melakukan pemuliaan hewan guna memperoleh suatu individu unggul. Teknik ini dikenal dengan pendekatan Marker Assisted Selection (MAS), yaitu suatu pendekatan langsung untuk memperoleh hewan-hewan yang secara genetik superior.
MAS digunakan dalam seleksi berdasarkan pada marka yang
berhubungan dengan gen yang dikehendaki (indirect marker). Pendekatan MAS
6
dapat digunakan pada hewan, tumbuhan maupun manusia, dengan berbagai macam tujuan (Sutarno, 2006). MAS (Marker Assisted Selection) yaitu proses seleksi tidak langsung pada sifat yang ingin diseleksi dan juga merupakan alat untuk menduga dan membantu seleksi penotipe sifat yang menjadi target pemuliaan dengan menggunakan penanda yang terkait dengan sifat tersebut (Elfianis, 2015). Menurut Soller (1983) informasi tentang variasi genetik dapat dijadikan dasar dalam seleksi hewan melalui teknik yang dikenal dengan Marker Assisted Selection (MAS) atau seleksi berdasarkan penanda gen. Variasi genetik juga dapat dijadikan dasar untuk konservasi jenis. Suatu jenis tertentu mungkin dihasilkan dari suatu proses adaptasi terhadap keadaan lingkungan yang mengarahkan pada terbentuknya kombinasi alel yang unik. Penggunaan Marker Assisted Selection (MAS) didasarkan pada gagasan bahwa terdapat gen yang memegang peranan utama dan menjadi sasaran atau target secara spesifik dalam seleksi (Van der Warf, 2000). Efisiensi dari MAS dalam peningkatan kualitas hewan produksi tergantung pada beberapa faktor antara lain proporsi varian sifat tambahan yang disebabkan oleh marka, dan ketepatan teknik seleksi. Namun demikian, Edwards dan Page (1994) serta Lande dan Thompson (1990) menyatakan bahwa peningkatan sifat genetik sampai 50% dapat dipastikan terjadi dengan teknik MAS. Peningkatan ini terjadi karena lebih akuratnya teknik MAS dalam seleksi, dan pengurangan waktu seleksi antar generasi karena gen dapat diidentifikasi sejak awal kelahiran atau bahkan semasa masih dalam embrio. Pendekatan marka gen telah banyak
7
digunakan dengan baik untuk sifat-sifat seperti resistensi terhadap penyakit, fertilitas dan reproduksi, dan produksi susu (Sutarno, 2006). Major Histocompatibility Complex (MHC) Major Histocompatibility Complex (MHC) adalah sekumpulan gen yang ditemukan pada semua jenis vertebrata. Protein MHC yang disandikan berperan dalam mengikat dan mempresentasikan antigen peptida ke sel T.
Molekul
permukaan sel yang bertanggung jawab terhadap rejeksi transplan dinamakan molekul
histokompatibilitas,
dan
gen
yang
mengkodenya
disebut
gen
histokompatibilitas. Nama ini kemudian disebut dengan histokompatibilitas mayor karena ternyata MHC bukan satu-satunya penentu rejeksi karena terdapat pula molekul lain yaitu molekul histokompitibilitas minor yang walaupun lebih lemah juga ikut menentukan rejeksi. Pada saat ini telah diketahui bahwa molekul MHC merupakan titik sentral inisiasi respons imun (Anonim, 2012). Major Histocompatibility Complex (MHC) merupakan kelompok lokus yang terdiri atas kumpulan gen penting (major) yang mengendalikan respon imun. Respon imun terutama disebabkan oleh adanya aksi limfosit yang dihasilkan dalam sel sumsum tulang. Aksi limfosit dalam sistem kekebalan dipacu oleh adanya antigen. Peranan MHC dalam sistem kekebalan seluler diawali dari masuknya antigen ke dalam tubuh melalui proses up take oleh makrofag yang kemudian memicu limfosit T untuk mematikan sel yang terinfeksi. Sementara itu, dalam sistem kekebalan humoral, MHC berperan dalam membantu pembentukan antibodi oleh limfosit B (Tizard, 2000).
8
MHC atau antigen histokompatibilitas utama adalah antigen yang terdapat pada sel limfosit yang bersifat lebih imunogenik dibandingkan antigen lainnya. Antigen ini ditemukan pertama pada leukosit darah, nomenklatur MHC pada setiap hewan berbeda. Diawali dengan singkatan yang merujuk pada jenis hewan dan dilanjutkan dengan huruf L (Limfosit) dan A (Antigen) (Tizard, 2000). MHC yang terdapat pada kambing yaitu Caprine Limfosit Antigent (CLA) yang telah terbukti sama dengan domba dan sapi. (Takada, et al., 1998). Menurut Kuncorojakti (2011), molekul gen MHC dibedakan menjadi tiga kelas, yaitu MHC kelas I, II, dan III. MHC kelas I berisi beberapa gen yang berperan dalam respon imun selular.MHC kelas II merupakan gabungan gen yang berperan penting dalam respon imun selular dan humoral. Kelas II gen MHC secara ekstensif dicirikan dengan domba dan sapi (Takada, et al., 1998). MHC kelas II menciri dengan jumlah alel yang besar pada setiap lokus dan terdapat perbedaan jumlah asam amino yang besar pada setiap alelnya. MHC kelas III mengandung beberapa gen yang memiliki fungsi luas, berperan dalam pembentukan komponen protein dan sistem komplemen, hanya beberapa diantaranya yang terlibat dalam respon imun (Guillemot, et al, 1988). Daerah MHC sangat luas, sekitar 3500 kb di lengan pendek kromosom 6, meliputi regio yang mengkode MHC kelas I, II, III, dan protein lain, serta gen lain yang belum dikenal, yang mempunyai peran penting pada fungsi sistem imun (Anonim, 2012). Gen MHC berhubungan dengan gen imunoglobulin dan gen reseptor sel T (TCR
=
T-cell
receptors)
yang
tergabung
dalam
keluarga
supergen
imunoglobulin, tetapi pada perkembangannya tidak mengalami penataan kembali
9
gen seperti halnya gen imunoglobulin dan TCR (Anonim, 2012). Menurut Caron, Abplanalpand, and Taylor (1997), MHC berhubungan dengan kepekaan terhadap infeksi parasit. Keragaman ini berhubungan dengan keragaman reseptor pada limfosit T, yang berkontribusi pada perbedaan respon kekebalan pada individu (Sommer, 2005). DRB3.2 locusPst I Major histocompatibility Complex (MHC) adalah gen yang wilayahnya paling luas atau gen genom keluarga ditemukan di sebagian besar vertebrata yang mengkodekan molekul MHC. Molekul MHC memegang peranan penting dalam sistem kekebalan tubuh dan autoimunitas. Ada dua kelas umum molekul MHC: Kelas Idan Kelas II. Molekul kelas I MHC ditemukan pada hampir semua sel dan protein ini untuk mematikan sel T. kelas IIMolekul MHC ditemukan pada sel-sel kekebalan tertentu (Traherne,et al., 2006). MHC-DRB berperan dalam sistem imunitas yang penting dalam pengenalan pathogen serta membawa pathogen tersebut (Petlane, et al., 2012). Sistem Caprine Limfosit Antigen (CLA) adalah kompleks histocompatibility utama kambing, telah terbukti mirip dengan sapi yang dinyatakan memiliki dua kelas II antigen, DQ dan DR (Takada, et al., 1998). Molekul MHC DR subtipe telah diidentifikasi sebagai salah satu kelas prinsip II protein yang ditemukan pada sel kambing (Schwaiger, et al., 1993). Sejauh ini, setidaknya ada dua lokus DRB yang telah ditandai (Schwaiger et al., 1993; Amills et al., 1995).
CLA-DRB3 ekson 2 (CLA-DRB3.2)
mengkodekan β1 domain dari DR molekul dan menampilkan tingkat yang sangat
10
tinggi dari polimorfisme dengan lebih dari 25 urutan yang berbeda. Polimorfisme CLA-DRB3.2 dianggap bertanggung jawab untuk perbedaan antara individu dalam respon kekebalan terhadap agen infeksius. Penelitian sebelumnya menyatakan, asosiasi alel dari sapi MHC-DRB3 ekson 2 (BoLA DRB3.2) berhubungan dengan ketahanan penyakit, respon imun, dan produksi sifat (Sharif, et al.,1998). Namun, sedikit yang diketahui tentang asosiasi antara CLA-DRB3.2 alel dan pertahanan penyakit (misalnya Cowdriosis dan infeksi nematoda) dan ciri-ciri produksi (misalnya daging dan susu) pada kambing.
11
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2015 bertempat di Kandang Kambing Laboratorium Ternak Potong dan Laboratorium Bioteknologi Terpadu, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Materi Penelitian Bahan utama dari penelitian ini adalah 32 sampel darah dari 32 ekor induk kambing Kacang umur 2 tahun di Unit Kandang Kambing Laboratorium Ternak Potong Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin dan 46 sampel DNA induk kambing Kacang umur 2 tahun dari koleksi DNA Laboratorium Bioteknologi Terpadu Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Bahan pendukung antara lain: enzim restriksi PstI, bahan ekstraksi DNA (lysis buffer, proteinaseK, wash buffer I,wash buffer II, elution buffer, ethanol absolute 96%), bahan PCR (dNTP mix, MgCl2,enzim Taq DNA polymerase), bahan elektroforesis (agarose,Na2 EDTA, ethidium bromide, marker DNA, DNA loading dye), tissue, dan primer gen MHC DRB3.2Locust Pst I. Tabel 1. Sequen primer beserta enzim restriksi endonuklease untuk PCRRFLP Primer MHC
Sequen DNA F : 5’-TATCCCGTCTCTGCAGCACATTTC-3’ R : 5’-TCGCCGCTGCACACTGAAACTCTC-3’
Enzim Restriksi
Panjang PCR
Sumber
PstI
285 bp
Ahmed, 2006
Alat yang digunakan yaitu : Kit DNA ekstraksi (Thermo Scientific), venoject, tabung vacutainer, mesin PCR, centrifuge, alat pendingin, tabung
12
eppendorf besar dan kecil, gel dokumentasi (syngene G:BOX), mikropipet, tip, rak tabung, elektroforesis, autoclave, timbangan, dan sarung tangan. Tahapan Penelitian Koleksi Sampel Darah Sampel darah diperoleh dari induk kambing Kacang berumur 2 tahun di Unit Kandang Kambing Laboratorium Ternak Potong, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Pengambilan darah melalui vena jugularis sebanyak 2 ml kemudian ditampung pada tabung vacutainer yang telah berisi antikoagulan EDTA untuk mencegah penggumpalan darah. Sampel darah yang dikumpulkan sebanyak 32 tabung. Ekstraksi DNA DNA diisolasi dan dimurnikan dengan menggunakan Kit DNA ekstraksi (Genjet Genomic DNA Extraction Thermo Scientific) dengan mengikuti protocol ekstraksi yang disediakan. Sebanyak 200 μl sampel darah dilisis dengan menambah400 μl larutan buffer (lysis buffer), 20 μl proitenaseK (10 mg/ml), kemudiandicampur dan diinkubasi pada suhu 56ºC selama 60 menit pada waterbath shaker.Setelah inkubasi larutan, ditambahkan 200 μl ethanol absolute 96% dandisentrifugasi 6.000 x g selama 1 menit. Pemurnian
DNA
dilakukan
menggunakan
spin
column
dengan
penambahan500 μl larutan pencuci wash buffer I yang kemudian dilanjutkan dengan sentrifugasi pada 8.000 x g selama 1 menit.
Setelah supernatanya
dibuang, DNA kemudian dicuci lagi dengan 500 μl wash buffer II dan disentrifugasi pada 12.000 x g selama 3 menit. Setelah supernatanya dibuang, 13
DNA kemudian dilarutkan dalam 200 μl elution buffer dan disentrifugasi pada 8.000 x g untuk selanjutnya DNA hasil ekstraksi ditampung dan disimpan pada suhu -20 ºC. Teknik PCR-RFLP Komposisi reaksi PCR dikondisikan pada volume reaksi 25 μl yang terdiri atas 100 mg DNA, 0.25 mM primer MHC DRB3.2 PstI, 150 μM dNTP, 2.5 mM Mg2+,0.5μl Taq DNA polymerase dan 1x buffer. Kondisi mesin PCR dimulai dengan denaturasi awal pada suhu 94ºC x 2 menit, diikuti dengan 35 siklus berikutnya masing-masing denaturasi 94ºC x 45 detik dengan suhu annealing yaitu : 64ºC x 60 detik yang dilanjutkan dengan ekstensi : 72ºC x 60 detik yang kemudian diakhiri dengan satu siklus ekstensi akhir pada suhu 72ºC selama 5 menit dengan menggunakan mesin PCR (SensoQuest, Germany). Produk PCR kemudian dielektroforesis pada gel agarose 1.5 % dengan buffer 1x TBE (89 mM Tris, 89 mM asam borat, 2 mM Na2EDTA) yang mengandung 100 ng/ml ethidium bromide. Kemudian divisualisasi pada UV transiluminator (gel documentation system ;syngeneG:BOX)). Produk PCR yang diperoleh dari masing-masing gen target kemudian dianalisis menggunakan RFLP melalui pemotongan menggunakan enzim restriksi PstI (CTGGA G) yang memiliki situs pemotongan pada gen MHC. Sebanyak 5l DNA produk PCR ditambahkan 0,3 l enzim restriksi (5U) ; 0,7 l buffer enzim dan 1lmilique water sampai volume 7l, selanjutnya dilakukan inkubasi selama 18 jampada suhu 37ºC. Analisis produk RFLP dilakukan dengan
14
elektroforesis pada gel polyacrylamide dan pewarnaan dengan perak mengikuti metode Tegelstrom (1992). Analisis Data Keragaman genotipe tiap-tiap individu dapat ditentukan dari pita-pita DNA gen yang ditemukan. Masing-masing sampel dibandingkan berdasarkan ukuran (marker) yang sama dan dihitung frekuensi alelnya. Frekuensi alel dihitung menggunakan rumus Nei dan Kumar (2000) :
2nii + ∑ xi =
nij j≠i
2n
Keterangan : Xi
= frekuensi alel ke -i
nii
= jumlah sampel yang bergenotip ii ( homozigot)
nij
= jumlah sampel yang bergenotip ij ( heterozigot)
n
= jumlah sampel Nilai heterozigositas pengamatan (Ho) dan heterozigositas harapan
(He)berdasarkan rumus heterozigositas Nei dan Kumar (2000) dihitung dengan menggunakan software PopGene 32 versi 1.31 (Yeh, Yang, and Boyle, 1999).
Keterangan: Ho
= heterozigositas pengamatan di antara populasi,
He
= heterozigositas harapan di antara populasi,
15
𝑤𝑘
=ukuran relatif populasi,
Xkij (i≠j)
= frekuensi AiAj pada populasi ke-k.
Test keseimbangan Hardy-Weinberg (HWE) dengan uji chi-square (Hartl, 1988) sebagai berikut :
Keterangan : χ²
= chi-square ,
Obs
= jumlah genotipe ke-ii atau ke-ij hasil pengamatan,
Exp
= jumlah genotipe ke-ii atau ke-ij yang diharapkan.
16
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen MHC DRB3.2 Locust PstI Gen
MHC
DRB3.2
Locust
PstI
berhasil
diamplifikasi
dengan
menggunakan mesin thermocycler SensoQuest Germany, dengan Suhu annealing 64ºC terhadap 72 sampel DNA kambing Kacang. Hasil amplifikasi ruas gen dapat divisualisasikan pada gel agarose 1,5% yang dapat dilihat pada Gambar 1.
M
1
2
3
4
5
6
300 300bpbp 200 bp 100 bp
7
8
285 bp
Gambar 1.Hasil Amplifikasi Gen MHC DRB3.2 Locus PstI yang divisualisasi pada gel Agarose 1,5 % M : Marker (100 bp); 1-8 : Amplikon gen MHC DRB3.2 Locus PstI. Gambar 1. menunjukkan panjang fragmen yang merupakan hasil amplifikasi dari PCR terhadap gen MHC DRB3.2 Locus PstI yaitu sepanjang 285 bp. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmed (2006) bahwa panjang produk PCR yang dihasilkan adalah 285 bp. Petlanea et al (2012) juga mendapatkan hasil PCR pada CLA dengan panjang produk 285 bp yang dilakukan pada kambing Saneen, PE (Peranakan Etawah), dan PESA (PE dan Saneen) dengan menggunakan PstI sebagai enzim pemotong. Penentuan genotipe gen MHC
DRB3.2 pada kambing Kacang
menggunakan metode PCR-RFLP yang dideteksi berdasarkan banyaknya pita
17
yang muncul dengan PstI sebagai enzim restriksi. Hasil pendeteksian keragaman gen MHC DRB 3.2 Locus PstI dapat dilihat pada Gambar 2.
M
1
2
3
4
5
6
7
8 270 bp 226 bp
300 bp 200 bp 100 bp
44 bp M
Pp
PP
pp
Pp
Pp
pp
PP pp
15 bp
Pp Gambar 2. Hasil pengamatan keragaman gen MHC DRB3.2 Locus PstI ; M: Marker; enzim restriksi : PstI; 1-8 Gambar 2. menunjukkan hasil pengamatan keragaman gen MHC DRB3.2 Locus PstI pada populasi kambing kacang menggunakan metode PCR-RFLP. Setelah dilakukan pemotongan menggunakan enzim restriksi PstI, masing masing genotipe dibedakan berdasarkan jumlah pita yang muncul dalam gel Agarose 1,5%. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa fragmen yang didapatkan adalah 2 macam alel yaitu alel P dan alel p dengan panjang pita untuk alel P yaitu 270-bp, dan 15-bp dan panjang pita untuk alel p yaitu 226-bp, 44-bp, dan 15-bp. Dua macam alel yang ditemukan pada penelitian ini membentuk 3 macam genotipe, diantaranya yaitu PP, Pp, dan pp. Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Singh, et al., (2011) pada 203 ekor kambing Jamnapari dengan PstI sebagai enzim pemotongnya yang menemukan 2 macam alel yaitu alel P (270-bp, dan 15-bp) dan alel p (226-bp, 44-bp, dan 15-bp) dan menemukan 3 macam genotipe yaitu PP, Pp, dan pp. 2 macam alel yang ditemukan tersebut menunjukkan bahwa gen MHC DRB 3.2 Locus PstI I pada
18
populasi kambing Kacang yang diamati sangat beragam. Hal ini sesuai dengan pendapat Sufro (1994) yang menyatakan bahwa keragaman genetik dalam suatu individu dapat dilihat bilamana ada dua alel untuk gen yang sama namun memiliki perbedaan konfigurasi DNA yang menduduki lokus yang sama pada suatu kromosom. Pendeteksian keragaman dan penempelan primer gen MHC DRB3.2 dengan metode PCR-RFLP dan PstI sebagai enzim pemotong (CTGGA|G) dapat dilihat pada Gambar 3. Forward
reverse cut size PstI Gambar 3. Letak sequens primer forward dan reverse MHC DRB3.2. Gambar 3. memperlihatkan letak/runutan sequens DNA gen MHC DRB3.2
Locus
PstI
dari
primer
yang
dipakai
menggunakan
enzim
pemotong/restriksi PstI dengan situs pemotongan (CTGGA|G) dimana enzim PstI memotong dan menempel pada rantai ke 210. Frekuensi Genotipe dan Alel Hasil analisis frekuensi genotipe pada fragmen gen MHC DRB3.2 Locus PstI kambing Kacang dapat dilihat pada Tabel 2.
19
Tabel 2. Frekuensi Genotipe Gen MHC DRB3.2 Locus PstI Populasi
Jumlah (ekor)
Frekuensi Genotipe PP (ekor) pp (ekor) Pp (ekor)
Kambing Kacang Di Kandang Ternak Potong
32
43,37 (14)
31,25 (10)
25,00 (8)
Kambing Kacang Di Kab. Maros
16
0,00 (0)
6,25 (1)
93,75 (15)
Kambing Kacang Di Kab. Jeneponto
30
16,66 (5)
40,00 (12)
43,33 (13)
Tabel 2 menunjukkan frekuensi genotipe fragmen gen MHC pada populasi kambing Kacang yang ada di Kandang Ternak Potong dan dari Kabupaten Jeneponto memiliki 3 macam genotipe yaitu PP, Pp, dan pp. Sedangkan pada populasi kambing Kacang dari Kabupaten Maros hanya memiliki 2 macam genotipe yaitu Pp, dan pp. Frekuensi genotipe PP di Kandang Ternak Potong (43,37) lebih tinggi dari Kabupaten Maros (0,00) dan Jeneponto (16,66). Sedangkan frekuensi genotipe Pp di Kabupaten Maros (93,75) dan Jeneponto (43,33) lebih tinggi dari Kandang Ternak Potong (25,00). Hal ini terjadi karena proses perkawinan pada Kandang Ternak Potong hanya menggunakan 1 ekor pejantan untuk beberapa betina dan diduga pejantan yang digunakan hanya membawa genotipe PP. Sedangkan pada Kabupaten Maros dan Jeneponto menggunakan beberapa pejantan untuk dikawinkan secara acak. Sampel DNA kambing Kacang dari kabupaten Maros tidak ditemukan genotipe PP. Hasil tersebut dapat terjadi karena jumlah sampel yang diteliti jumlahnya sedikit. Hal yang sama juga ditemukan terhadap kambing perah PESA (Peranakan Etawah-Saneen) pada penelitian Petlanea, et al., (2012) yang tidak menemukan genotipe PP (0,00) dengan jumlah sampel yang teliti yaitu hanya 9 sampel DNA.
20
Frekuensi alel adalah proporsi ataupun perbandingan keseluruhan kopi gen yang terdiri dari suatu varian gen tertentu (alel). Frekuensi alel dihitung menggunakan rumus Nei dan Kumar (2000) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Frekuensi Alel Gen MHC DRB3.2 Locus PstI Jumlah Lokasi (ekor) Kambing Kacang Di Kandang Ternak Potong Kambing Kacang Di Kab. Maros Kambing Kacang Di Kab. Jeneponto
32 16 30
Frekuensi Alel P (%) p (%) 0,549 0,469 0,384
0,451 0,531 0,616
Berdasarkan Tabel 3. Frekuensi alel p di Kabupaten Maros (0,531) dan Jeneponto (0,616) lebih tinggi dari Kandang Ternak Potong (0,451). Viabilitas alel p lebih tinggi karena adanya sistem perkawinan acak pada populasi kambing Kacang di Kabupaten Maros dan Jeneponto dibandingkan populasi kambing Kacang di Kandang Ternak Potong. Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian Sing, et al., (2012) yang menemukan nilai total frekuansi alel p (0,835) lebih tinggi dibandingkan dengan nilai total frekuensi alel P (0,165). Begitu juga pada penelitian Petlanea, dkk., (2012) menemukan frekuensi alel p lebih tinggi dibandingkan alel P. Nilai frekuensi alel pada Tabel 3. menunjukkan bahwa populasi yang diamati bersifat polimorfik atau beragam karena salah satu alelnya kurang dari 0,99. Menurut Nei dan Kumar, (2000) keragaman dapat ditunjukkan dengan adanya dua alel atau lebih dalam suatu populasi dan frekuensi alel sama dengan atau berada di bawah 0,99. Ditambahkan pula oleh Barandse, et al (2008) polimorfisme pada suatu populasi digunakan sebagai salah satu indeks keragaman
21
genetik. Sifat polimorfik ini ditentukan dengan mengidentifikasi jumlah alel (Gambar 2.) pada suatu populasi. Penentuan frekuensi alel pada populasi kambing Kacang menunjukkan bahwa gen MHC DRB3.2 bersifat polimorfik (beragam). Polimorfisme CLADRB3.2 dianggap bertanggung jawab untuk perbedaan antara individu dalam respon kekebalan terhadap agen infeksius. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan alel-alel CLA DRB3.2 Locus PstI dengan sifat produksi dan imunitas. Alel-alel CLA DRB3 exon 2 berhubungan erat dengan karakter imunitas (Ammils, et al., 1995) dan mempunyai hubungan resistensi terhadap penyakit (Ahmed and Othman, 2006). Nilai Heterozigositas Nilai heterozigositas pengamatan (Hₒ) dan heterozigositas harapan (He) berdasarkan rumus heterozigositas Nei dan Kumar (2000) dihitung menggunakan software Pop Gene 32 versi 1.31 (Yeah, et al., 1999) dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai Heterozigositas Harapan dan Heterozigositas Pengamatan Lokasi Kambing Kacang Di Kandang Ternak Potong Kambing Kacang Di Kab. Maros Kambing Kacang Di Kab. Jeneponto
Jumlah (ekor) 32 16 30
Nilai Heterozigositas
Ho
He
0,5034 0,5141 0,4808
0,2581 0,9375 0,4333
Berdasarkan Tabel 4 diperoleh nilai heterozigositas pengamatan (Ho) populasi kambing Kacang di Kandang Ternak Potong lebih tinggi dibanding heterozigositas harapan (He). Hal ini menunjukkan bahwa populasi kambing Kacang di Kandang Ternak Potong memiliki nilai Ho yang cukup tinggi karena nilainya berada diatas 0,50. Nilai Ho yang tinggi menunjukkan keragaman yang 22
tinggi pada suatu populasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Javanmard, et al., (2005) yang menyatakan bahwa nilai heterozigositas harapan yang tinggi (Ho>0,50) menunjukkan tingginya keragaman gen pada suatu polulasi. Populasi kambing Kacang di Kabupaten Maros nilai He lebih tinggi dari nilai Ho karena memiliki jumlah populasi yang rendah namun memiliki keragaman yang tinggi . Ukuran populasi kecil menyebabkan tingginya penyimpangan keragaman genetik yang berakibat pada menurunnya jumlah individu dalam suatu populasi, serta perkawinan kerabat (inbreeding) (Angeloni, et al., 2014). Sedangkan populasi kambing Kacang di Kabupaten Jeneponto memiliki nilai Ho dan He yang hampir sama.
Hal ini menunjukkan bahwa populasi kambing Kacang di Kabupaten
Jeneponto memiliki keragaman genetik yang rendah karena nilai heterozigositas hampir sama. Nilai heterozigositas merupakan cara yang paling akurat untuk mengukur keragaman suatu populasi (Nei, 1987). Nilai heterozigositas dapat dipengaruhi oleh jumlah sampel, jumlah alel dan frekuensi alel. Populasi kambing Kacang di Kandang Ternak Potong dan populasi kambing di Kabupaten Maros memiliki keragaman yang tinggi. Sedangkan populasi kambing di Kabupaten Jeneponto memiliki keragaman yang rendah. Tingginya keragaman gen MHC DRB3.2 Locus PstI di Kandang Ternak Potong dan di kabupaten Maros dapat dijadikan kandidat gen sebagai penanda genetik untuk melihat hubungan tingkat ketahanan penyakit pada populasi kambing Kacang. Sharif et al., (1998) menyatakan bahwa keragaman tinggi dari gen MHC DRB3.2 berhubungan dengan ketahanan penyakit, respon imun, dan sifat produksi.
23
Keseimbangan Hardy-Weinberg Pengujian keseimbangan Hardy-Weinberg pada populasi kambing Kacang dilakukan dengan menggunakan uji chi-square untuk mengetahui apakah data yang diperoleh menyimpang atau tidak dari yang diharapkan. Hasil pengujian Keseimbangan Hardy-Weinberg pada populasi kambing Kacang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Uji Keseimbangan Hardy-Weinberg N X2 Populasi (ekor) Kambing Kacang Di Kandang Ternak Potong Kambing Kacang Di Kab. Maros Kambing Kacang Di Kab. Jeneponto
32 16 30
7,61 11,58 0,30
F tabel
Derajat Bebas
A
3,84 10, 827 0,45
1 1 1
0,05 0,001 0,50
Berdasarkan Tabel 5. nilai chi-square pada populasi kambing Kacang di Kabupaten Jeneponto (0,30) berada dalam keseimbangan Hardy-Weinberg (P<0,50). Hal ini terjadi karena nilai Chi-Square lebih rendah dari nilai F tabel (0,45). Sedangkan populasi kambing Kacang yang terdapat di Kabupaten Maros dan di Kandang Ternak Potong diperoleh nilai Chi-Square yang tidak sesuai dengan hukum Hardy-Weinberg. Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi proses seleksi yaitu pemilihan calon pejantan dan calon induk pada kambing Kacang di Kandang Ternak Potong dan
Kabupaten Maros.
Menurut
Hardjosubroto (1998), Suatu populasi dikatakan dalam keseimbangan HardyWeinberg jika frekuensi genotipe dan frekuensi alel selalu konstan dari generasi ke generasi. Pada penelitian petlanea et al., (2012) juga ditemukan hasil yang tidak sesuai dengan hukum Hardy-Weinberg dengan perbanding jumlah populasi kambing yang hampir sama.
24
Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi alel dan frekuensi genotipe dalam suatu populasi akan tetap konstan, yakni berada dalam keseimbangan dari satu generasi ke generasi lainnya kecuali apabila terdapat pengaruh-pengaruh tertentu yang mengganggu keseimbangan tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut meliputi perkawinan tak acak, mutasi, seleksi, dan ukuran populasi terbatas. Dalam suatu populasi satu atau lebih pengaruh ini akan selalu ada (Burns, 1980).
25
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Gen MHC DRB3.2 Locus PstI pada populasi kambing Kacang bersifat polimorfik (beragam). Populasi kambing Kacang di Kandang Ternak Potong dan di kabupaten Maros memiliki keragaman tinggi yang menandakan populasi kambing Kacang di Kandang Ternak Potong dan di Kabupaten Maros dapat dijadikan kandidat gen sebagai penanda genetik untuk melihat hubungan tingkat ketahanan penyakit pada kambing Kacang. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana hubungan sifat polimorfik gen MHC DRB3.2 Locus PstI dengan kemampuan respontabilitas kambing Kacang terhadap penyakit akibat cacing, parasit internal, dan caplak.
26
DAFTAR PUSTAKA Ahmed, S. and E. Othman. 2006. A PCR-RFLP method for the analysis of Egyptian goat MHC class II DRB gene. Department of Cell Biology, National Research Center. Biotechnology. 5(1): 58-6. Amills, M., O. Francino and A. Sanchez. 1995. Nested PCRallows the characterization of TaqI and PstI RFLPs in thesecond exon of the caprine MHC class II DRB gene. Vet.Immunol. Immunopathol. 48:313-321. Angeloni, F., P. Vergeer, C. A. M. Wagemaker, and N. J. Ouborg. 2014. Within and between population variation in inbreeding depression in the locally threatened perennial Scabiosa columbaria. Conservion Genetic. 15: 331342. Angyalosi G, R. Neveb, I. Wolowczuk, A. Delanoye, J. Herno, andC. Auriault. 2001. HLA class IIpolymorphism influences onset and severityof pathology in Schistosoma mansoniinfectedtransgenic mice. Infect Immun 69:58-74. Anonim. 2008. Genetic Diversity.National Biological Information Infrastructure.NBII.www.nbii.gov. Diakses pada 23 Maret 2015. Anonim. 2012. Imunologi Dasar : Kompleks Histokompatibilitas Mayor.http://allergycliniconline.com/.Diakses pada 26 Maret 2015. Anthony, L., DeFranco, M. Richard, Locksley, and R. Miranda. 2007. Immunity: The Immune Response in Infectious and Inflammatory Disease. Oxford University Press. Baratawidjaja, K.G. 2006. Imunologi Dasar. 7thed. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Barendse, W., B.E. Harrison, R, J. Bunchand, and M.B. Thomas. 2008. Variation at the calpain 3 gene is associated with meat tenderness in Zebu and composite breeds of cattle. BMC Genetic. 9:41-49. Batubara, A, B. Tiesnamurti, F.A. Pamungkas, M. Doloksaribu dan E. Sihite.2009.Petunjuk Teknis Potensi Beberapa Plasma Nutfah Kambing Lokal Indonesia.Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.Bogor. Burns, G.W. 1980.The Science of Genetics: Chapter 14. Macmillan Publishing Co. New York. Caron, L.A., H. Abplanalpand R.L. Taylor.1997. Resistance, susceptibility, and immunity to Eimeria Tenella in Major Histocompatibility Complex congenic lines.Poultry Science.76(1): 677−682.
27
Edwards, M. D.,and N. J Page. 1994. Evaluation of marker assisted selection through computer simulation. Theoretical and Applied Genetics 88:376382. Elfianis, R. 2015. Mark Assisted Selected (MAS). http://ritaelfianis.com/masmarker-assisted-selection/ diakses pada 26 Maret 2015. Guillemot, F., N. Fréchin, A. Billault, A.M. Chaussé, R. Zoorob, C. Auffray, and J.Embo. 1988. Isolation of chicken Major Histocompatibility Complex class II (B-L) beta chain sequences: comparison with mammalian beta chains and expression in lymphoid organs.7(4):103-109. Hardjosubroto W, 1998. Pengantar Genetika Hewan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Hartl, D.L. 1988. Principle of Population Genetic.Sinauer Associates, Inc. Publisher.Sunderland. Javanmard A, Asadzadeh N, Banabazi MH, and Tavakolian J. 2005. The Allele and genotype frequencies of bovine pituitary specific transcription factor and leptin genes in iranian cattle and buffalo populations using PCRRFLP. Iranian J Biotechnol. 3:104-108 Judajana, F. M. 1999. Imunogenetika.Dalam Imunologi Mukosal Kedokteran Airlangga University Press.Hal.1-25. Kuncorojakti, S. 2011. Major Histocompatibility web.unair.ac.id. Diakses pada 26 Maret 2015.
Complex
(MHC).
Lande, R., and R. Thompson. 1990. Efficiency of marker-assisted selection in the improvement of quantitative traits. Genetics. 124(1):743-756. Nei M. 1987. Molecular evalutionery genetics. New York (NY): Columbia University Press. Nei, and Kumar. 2000. Molecular Evolutian and Phylogenetics.Oxford University Press.New York. Pandjassarame, K. 2009. Bioinformation discovery: data to knowledge in Biology. Springer. Petlanea, R. R. Noor, and R. R. A. Maheswari. 2012. The Genetic Diversity of TLR4 MHC-DRB Genes in Dairy Goats Using PCR-RFLP Technique. Media Peternakan. 66:91-95. Sambrook,K.J.,E.F.Fritsch and T.Maniatis.1989.Molecular Cloning Laboratory manual 3rd Ed.Cold Spring Harbour Lab. Press New York.
28
Schwaiger F. W., J. Buitkamp,E. Weyers, and J. T. Epplen.1993. TypingofMHCDRBgenes with the help of intronic simple repeatedDNA sequences. Mol. Ecol. 2:55–59. Sharif S., B. A. Mallard, B. N. Wilkie, J. M. Sargeant, H. M. Scott,J. C. M. Dekkers,K. E. Leslie. 1998.Associations of the bovinemajor histocompatibility complex DRB3 (BoLA-DRB3) with productiontraits in Canadian dairy cattle.Animal Genetic. 30:157–160. Sharma, A. K., B. Bhushan, P. Kumar, D. Sharma, V. K. Saxena, A.Sharma and S. Kumar. 2005. DNA polymorphism of DRB 3.2locus and its association with serum lysozyme in Rathi cattle(Bos indicus). J. Appl. Anim. Res. 28:61-64. Singh, P.K., S.V. Singh, M.K. Singh, V.K. Saxena, A.V Singh, and J.S. Sohal. 2011. Genetic analysis of MHC Class II DRB gene in an endangered Jamunapari breed of goats.Indian Journal of Biotechnology. 11 : 220-223. Soller, M. and J.S. Backman.1983.Genetic polymorphism varietal identification and genetic improvement. Theory Application Genetic. 67(1):25-33. Sommer, S. 2005. The importance of immune gene variability (MHC) in evolutionary ecology and conservation.Frontiers in Zoology. 2:1 Sufro, A.S.M. 1994. Keanekaragaman Genetik.Yogjakarta : Andi offset Sutarno, 2006.Penggunaan Teknik Molekuler untuk Memperbaiki Sifat Produksi Hewan Ternak. Universitas Sebelas Maret. Surakarta Takada, T., Y. Kikkawa, H. Yonekawa, and T. Amano. 1998.Analysis of goat MHC class II DRA and DRB genes:identification of the expressed gene and new DRB alleles.Immunogenetics 48(1):408-412. Tambasco D. D., C. C. P. Paz, M. Tambasco-Studart, A. P. Pereira, M. M. Alencar, A. R. Freitas, L. L. Countinho, I.U. Packer and L. C. A. Regitano. 2003. Candidate genes for growth traits in beef cattle Bos Taurus x Bos Indicus. J. Anim. Bred. Genet. 120: 51-60. Tisdell, C. 2003. Socioeconomic causes of loss of animal genetic diversity: analysis and assessment. Ecological Economics 45(3):365-376. Tizard, I.R. 2000. Veterinary Immunology An Introduction. Sixth Edition.WB Saunders Company. Harcourt Health Sciences Company. Philadelphia, Pennsylvania. Traherne, J. A., R. Horton, A. N. Roberts, M. Miretti, M. E. Hurles,C. A. Stewart, J. L. Ashurst, A. M. Atrazhev, P. Coggill, S.Palmer, J. Almeida, S. Sims, L. G. Wilming, J. Rogers, P. J.de Jong, M. Carrington, J. F. Elliott, S.
29
Sawcer, J. A. Todd, J.Trowsdale and S. Beck. 2006. Genetic analysis of completely sequenced disease-associated MHC haplotypes identifies shuffling of segments in recent human history. PLoS Genet. 2:81-92. Van der Warf, J. 2000. An overview of animal breeding programs.Di dalam Kinghorn B, Van der Werf J, editor. QTL course :Identifiying and Incorporating Genetic Markers and Major Genes in Animal Breeding Programs. Armidale, Australia : University of New England. Yeh, F.C., R.C. Yang and T. Boyle.1999.POPGENE version 1.31 : Microsoft Window-based Freeware for Population Genetic Analysis. Edmonton, AB. Canada : University of Alberta Canada.
30
LAMPIRAN
31
32
RIWAYAT HIDUP
Evy Harjuna Saad dilahirkan pada tanggal 15 Juli 1992 di Kota Watampone, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan. Penulis adalah anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Saade, S. Pd. dan St. Norma, S. Pd. Pada tahun 1999 penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 206 Apala dan tamat pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Barebbo, tamat pada tahun 2008. Kemudian penulis melanjutkan ke SMAN 2 WATAMPONE pada tahun 2008 dan tamat pada tahun 2011.
Pada tahun yang sama pula, penulis
melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri dan lulus melalui Jalur SNMPTN di Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
33