KERAGAAN GALUR – GALUR KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) F8 BERDAYA HASIL TINGGI DI KP BB BIOGEN, CIKEUMEUH
Oleh :
ADHI NUGRAHA A01400060
PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
KERAGAAN GALUR – GALUR KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) F8 BERDAYA HASIL TINGGI DI KP BB BIOGEN, CIKEUMEUH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh ADHI NUGRAHA A01400060
PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
: KERAGAAN GALUR-GALUR KEDELAI (Glycine
max (L.) Merr.) F8 BERDAYA HASIL TINGGI DI KP BB BIOGEN, CIKEUMEUH Nama
: Adhi Nugraha
NRP
: A01400060
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Desta Wirnas, SP. MSi NIP. 132 259 275
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr NIP. 131 124 019 Tanggal lulus :
RINGKASAN ADHI NUGRAHA. KERAGAAN GALUR-GALUR KEDELAI ( Glycine max (L.) Merr. ) F8 BERDAYA HASIL TINGGI DI KP BB BIOGEN, CIKEUMEUH Penelitian ini dilaksanakan mulai minggu kedua bulan Juni 2006 sampai dengan bulan November 2006 di Kebun Percobaan Balai Besar Bioteknologi dan Genetika Pertanian Cikeumeuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai keragaan karakter agronomi galur-galur kedelai genotipe F8 dan 4 genotipe tetuanya pada keadaan lingkungan yang optimum. Penelitian ini menggunakantanaman generasi F8 hasil kombinasi persilangan dialel varietas Pangrango, Slamet, Godeg dan Ceneng sehingga terdapat 16 hasil persilangan serta empat tetua. Pengamatan dilakukan pada karakter umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah cabang total, jumlah cabang produktif, jumlah buku total, jumlah polong total, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, bobot 25 butir, bobot per tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada karakter tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, dan 25 butir menunjukkan perbedaan sangat nyata pada uji F. Uji F untuk karakter jumlah buku total menunjukkan perbedaan yang nyata. Karakter-karakter berupa jumlah polong isi, jumlah polong hampa, dan bobot pertanaman tidak ditemukan perbedaan pada uji F. Diantara galur-galur yang diuji, bobot pertanaman menurut uji lanjut terdapat tiga galur yang berbeda nyata dengan tetua Slamet. Galur-galur ini adalah CG-1, SC-16, dan SC-7. Semua galur yang berbeda nyata dengan tetua Slamet, memiliki nilai rata-rata yang lebih kecil dibandingkan dengan tetua Pangrango dan Slamet yakni 4.49 gram, 4.82 gram, dan 4.65 gram. Galur-galur yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan tetua Pangrango pada uji lanjut tetapi memiliki jumlah bobot total biji kering pertanaman yang lebih tinggi ada tujuh galur. Galur-galur tersebut yaitu, CG-6, CP-41, CS-10, GC-6, CG-5, CP-33, dan CG-9. Galur GC-6 memiliki bobot terbesar dan yang terkecil adalah galur CG-9.
KATA PENGANTAR Segala puji syukur saya panjatkan pada ALLAH SWT, atas rahmat dan hidayah serta nikmat yang tidak terhitung yang telah diberikan-Nya pada penulis dan shalawat serta salam dihaturkan pada penutup para nabi dan rasul, Muhammad S.A.W. sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Keragaan Galur-Galur Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) F8 Berdaya Hasil Tinggi Di KP BB BIOGEN Cikeumeuh”. 1. Dr. Desta Wirnas SP MSi. Selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang selalu sabar membimbing hingga terselesaikannya skripsi ini. 2. Dr. Ir. Herdhata Agusta selaku dosen pembimbing akademik. 3. Ayah, Mamah, Vinda, Om Beni, dan Tante Dian atas dukungan dan doanya dalam proses penyusunan skripsi ini. 4. Sofyan Zaman SP. dan Ir. Heni Purnamawati Msc.Agr atas kritik dan sarannya. 5. Seluruh dosen departemen Agronomi dan Hortikultura atas semua kuliah yang telah diberikan. 6. Teman-teman sejurusan angkatan 37 dan satu kos dalam menjalani kehidupan kuliah dan kehidupan kampus. 7. Seluruh staf dan pegawai Kebun Percobaan Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Cikeumeuh, Cimanggu (Pak Ajat, Pak Pur, Pak Toha, Bu Rina, Pak Pendi, Pak Slamet, dan Pak Maun)
Maret, 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 Mei 1982. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Drs. A.M. Muhyidien M.M. dan Ibu Ratna Zita. Tahun 1994 penulis lulus SD Krishna Jakarta, kemudian pada tahun 1997 penulis menyelesaikan studi di SLTPN 62 Jakarta. Selanjutnya penulis lulus dari SMUN 54 Jakarta pada tahun 2000. Tahun 2000 penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN pada Program Studi Agronomi, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Penulis mendapatkan kesempatan tidak mengambil mata kuliah bahasa inggris karena lulus tes penempatan pada saat TPB.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
v
PENDAHULUAN .................................................................................
1
Latar Belakang ...........................................................................
1
Tujuan ........................................................................................
3
Hipotesis .....................................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................
4
Morfologi Tanaman Kedelai .......................................................
4
Budidaya Kedelai .......................................................................
7
Teknik Pemuliaan Kedelai ..........................................................
9
Perkembangan Perakitan Kedelai ..............................................
13
BAHAN DAN METODE .....................................................................
17
Waktu dan Tempat .....................................................................
17
Bahan dan Alat............................................................................
17
Metode Penelitian .....................................................................
17
Pelaksanaan Percobaan ..............................................................
18
Analisa Data ...............................................................................
19
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................
21
Kondisi Umum Percobaan ..........................................................
21
Keragaan Galur-Galur Kedelai F8 pada Keadaan Optimum .......
22
Korelasi antar Karakter Agronomi Kedelai F8 ...........................
29
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................
30
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
31
LAMPIRAN...........................................................................................
34
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
Teks 1.
Uraian stadia vegetatif tanaman kedelai ........................................... 6
2.
Uraian stadia reproduktif tanaman kedelai ....................................... 6
3.
Hasil rekapitulasi analisis sidik ragam pengaruh genotipe terhadap karakter agronomi kedelai galur F8 ............................................ 23
4.
Kisaran nilai tujuh karakter agronomi kedelai generasi F8 ........
5.
Rekapitulasi nilai duncan yang dibandingkan terhadap tetua Pangrango dan Slamet untuk semua karakter ..................................................... 28
6.
Matriks koefisien korelasi antar karakter agronomi kedelai F8 ........ 29
1.
Lampiran Kondisi cuaca selama penelitian .......................................................
35
2.
Sidik ragam peubah-peubah pengamatan..........................................
35
3.
Deskripsi varietas tetua pembanding Pangrango ..............................
36
4.
Deskripsi varietas tetua pembanding Slamet ....................................
37
5.
Daftar galur-galur yang diuji di lapangan .........................................
38
23
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
Teks 1. Kondisi penanaman pada 12 MST ..............................................
22
2. Denah lapangan percobaan .........................................................
40
PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang berperan penting dalam penyediaan bahan pangan. Tanaman kedelai selama berabad-abad digunakan oleh orang-orang Cina dan bangsa Timur Jauh lainnya, termasuk bangsa Jepang, Korea dan Asia Tenggara sebagai salah satu sumber terpenting bagi pemenuhan kebutuhan protein dan lemak sehari-hari (KeShun,1997). Pemanfaatan tanaman ini untuk dibudidayakan bahkan telah diautentifikasi sejak 2838 sebelum masehi (da Mota, 1978). Peranan kedelai sangat penting sebagai bahan pangan, terutama sebagai penyedia protein nabati. Menurut Suprapto (2001), protein dari kedelai dapat dimanfaatkan untuk menggantikan protein hewani di negara-negara yang konsumsi protein hewaninya masih rendah. Di Indonesia penggunaan kedelai sebagai bahan makanan, umumnya berupa produk seperti : kedelai rebus, kedelai goreng, kecambah, tempe, tahu, tauco, dan kecap Permintaan kedelai untuk konsumsi dalam negeri terus meningkat, pada tahun 1998 mencapai 2,5 juta ton serta meningkat menjadi 2,6 juta ton pada tahun 1999 (BPS, 2000). Konsumsi pada tahun 2004 saja telah mencapai 2,88 juta ton (Kompas, 8 januari 2004). Peninjauan dari sisi data produksi kedelai di Indonesia didapati fakta bahwa produksi baru mencapai 1,30 juta ton pada tahun 1998 dan 1,38 juta ton pada tahun 1999, sedangkan pada tahun antara 2001-2005 produksi rata-rata hanya berkisar pada angka 700.000 ton sehingga impor perlu dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Impor kedelai yang dilakukan Indonesia terus meningkat rata-rata 1,1 juta ton tiap tahun dalam kurun waktu 1999-2004 (FAO, 2006). Nilai impor pada tahun 2004 saja telah mencapai US$ 418.000.000 (FAO, 2006). Produktivitas kedelai Indonesia masih tergolong rendah yaitu hanya 1,1 ton/ ha. Produksi ini baru mencapai 25% dari potensi riil dibandingkan negara USA, Brasil, dan Argentina yang telah mencapai lebih dari 4 ton/ ha. Secara teoritis jika tanpa hambatan apa pun maka potensi genetik produktivitas kedelai Indonesia maksimum adalah 3-3,5 ton/ ha. Di pihak lain, perkembangan produksi
selama sepuluh tahun terakhir ternyata 73% diantaranya berasal dari sumbangan perluasan areal panen dan 27% dari peningkatan produktivitas (Adisarwanto dan Wudianto, 1999). Secara garis besar terdapat dua kendala utama dalam pencapaian swasembada kedelai, yaitu teknis dan non teknis. Kendala nonteknis lebih banyak kepada penerimaan dan sikap petani terhadap tanaman kedelai. Kendala lainnya adalah faktor penunjang ketersediaan saprodi yang kurang memadai seperti benih bermutu dari varietas unggul. Kendala teknis disebabkan oleh masih banyak hal yang belum dilaksanakan dengan tepat dan benar dari komponen-komponen teknologi produksi yang telah dianjurkan kepada petani atau karena petani hanya melaksanakan satu hingga dua komponen saja. Komponen-komponen tersebut antara lain penggunaan benih dengan kualitas bagus atau varietas lokal dengan potensi hasil rendah, pengendalian hama dan penyakit yang masih belum baik, serta kekurangan air atau kelebihan air (Adisarwanto dan Wudianto, 1999). Oleh karena itu dalam upaya meningkatkan produktifitas usahatani kedelai di Indonesia sangat diperlukan ketersediaan varietas unggul dan benihnya yang bermutu tinggi, disamping penggunaan teknik-teknik budidaya lainnya. Ketersediaan varietas unggul yang berpotensi hasil tinggi dan responsif terhadap perbaikan kondisi lingkungan, serta memiliki sifat-sifat unggul lainnya sangat diperlukan (Arsyad, 1996). Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya yang berupa pemuliaan dan pengujian tanaman-tanaman kedelai hasil persilangan dialel antara empat tetua yaitu Ceneng, Pangrango, Godek, dan Slamet (Sopandie et al., 2001). Penelitian sebelumnya telah berhasil menyeleksi galur kedelai generasi F8 yang berdaya hasil tinggi. Oleh karena itu diperlukan pengamatan atas keragaan dari galur-galur terpilih ini pada kondisi lingkungan yang optimum pencahayaan. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah diperoleh beberapa galur yang berptensi hasil tinggi pada hasil optimum pencahayaan.
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai keragaan karakter agronomi galur-galur kedelai
genotipe F8 dan 4 genotipe
tetuanya pada keadaan lingkungan yang optimum.
Hipotesis 1. Terdapat perbedaan keragaan karakter agronomi di antara galur kedelai F8. 2. Paling tidak terdapat satu genotipe galur kedelai F8 yang mempunyai keragaan yang baik.
TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman yang termasuk dalam kelas Dicotyledonae dan termasuk famili Leguminosae dengan sub famili Papilionoideae. Tanaman kedelai yang dibudidayakan memiliki nama botani yaitu Glycine max (L.) Merrill. Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak rendah, tumbuh tegak, berdaun lebat, dengan beragam morfologi, serta memiliki tinggi berkisar antara 10-200 cm (Hidajat, 1985). Kedelai dapat memiliki jumlah cabang sedikit atau banyak tergantung pada kultivar dan lingkungan hidup. Pertumbuhan batang dapat dibedakan dalam tipe determinate, indeterminate, dan semi determinate. Bentuk biji kedelai berbeda tergantung kultivar, dapat berbentuk bulat, agak gepeng, atau bulat telur, namun sebagian besar berbentuk bulat telur (Hidajat, 1985). Kulit biji dapat berwarna kuning, hijau, coklat, hitam, atau campuran dari warna-warna yang disebabkan oleh pigmen antosianin dalam sel, klorofil dalam plastida dan berbagai kombinasi hasil uraian pigmen-pigmen dalam lapisan palisade dari epidermis (Hidajat, 1985). Perakaran kedelai terdiri dari akar tunggang yang terbentuk dari bakal akar, empat baris akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, dan sejumlah akar cabang yang tumbuh dari akar sekunder (Hidajat, 1985). Akar kedelai dapat mencapai kedalaman 150 cm jika ditanam pada tanah yang gembur (Suprapto, 2001). Perkembangan akar dipengaruhi oleh cara pengolahan tanah, pemupukan, tekstur tanah, sifat fisik dan kimia tanah, air tanah, lapisan bawah tanah, dan faktor-faktor lain (Hidajat, 1985). Perakaran kedelai dapat membentuk hubungan berupa simbiosis mutualisme dengan bakteri pengikat N2 bebas dari udara, dengan membentuk bintil akar. Bintil akar terbentuk setelah tanaman kedelai muda memiliki akar rambut pada akar utama atau cabang (Hidajat, 1985). Umumnya batang dan daun tertutupi oleh bulu (trikoma) berwarna abuabu atau coklat, tetapi ada pula kultivar kedelai yang tidak tertutupi oleh bulu (Hidajat, 1985). Jumlah buku dan ruas yang membentuk batang utama tergantung dari reaksi genotipe terhadap panjangnya hari dan tipe tumbuh (Hidajat, 1985). Tinggi batang dapat mencapai antara 30-100 cm (Suprapto, 2001). Bila jarak antar
tanaman dalam barisan rapat, cabang menjadi berkurang atau tidak bercabang sama sekali (Suprapto, 2001). Terdapat empat tipe daun yang berbeda dalam masa hidup kedelai, yaitu kotiledon, daun primer sederhana, daun trifoliate, dan profila (Hidajat,1985). Daun primer sederhana berbentuk oval (telur) berupa daun tunggal (unifoliate) dan bertangkai sepanjang 1-2 cm, terletak berseberangan pada buku pertama di atas kotiledon (Hidajat, 1985). Daun-daun berikutnya yang terbentuk pada batang utama dan pada cabang ialah daun trifoliate (Hidajat, 1985). Bentuk anak daun beragam, yaitu dapat berbentuk telur hingga lancip (Hidajat, 1985). Bunga
kedelai
termasuk
bunga
sempurna.
Penyerbukan
bersifat
menyerbuk sendiri. Kedelai berbunga pada umur 30-50 hari setelah tanam, dengan 60% bunga akan rontok sebelum membentuk polong (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). Bunga terletak pada ruas-ruas batang, berwarna ungu atau putih. Faktor utama yang mempengaruhi pembentukan bunga pada tanaman kedelai ialah lamanya periode gelap yang diterima tiap hari (Hidajat, 1985). Polong pertama tampak sekitar 10-14 hari setelah munculnya bunga pertama. Pembentukan polong berlanjut sama cepatnya seperti pembentukan bunga dan dalam keadaan normal memakan waktu kurang lebih 21 hari (Hidajat, 1985). Jumlah polong yang terbentuk beragam antara 2 sampai 20 dalam tiap kelompok bunga dan jumlah polong dapat mencapai 400 tiap pohon (Hidajat, 1985). Tiap polong dapat berisi 1-5 biji, tapi umumnya sebagian besar kultivar kedelai memiliki isi antara 2-3 biji dalam satu polong (Hidajat, 1985). Warna polong beragam antara kuning hingga kuning kelabu, coklat atau hitam. Warna polong disebabkan oleh adanya pigmen karotin dan santofil, oleh warna trikoma dan oleh ada atau tidaknya pigmen antosianin (Hidajat, 1985). Stadium pertumbuhan kedelai memiliki dua periode tumbuh, yaitu stadium vegetatif dan generatif. Periode vegetatif dihitung sejak tanaman muncul dari dalam tanah. Setelah stadium kotiledon, penandaan stadium vegetatif berdasarkan jumlah buku yang dimulai dengan buku unifoliat. Stadium reproduktif dinyatakan sejak waktu berbunga hingga perkembangan polong dan biji mencapai matang dengan penandaan stadium memakai batang utama sebagai dasar (Hidajat, 1985). Uraian stadium vegetatif dan generatif dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Uraian stadia vegetatif tanaman kedelai Stadium VE VC V1
Tingkatan Stadium Stadium pemunculan Stadium kotiledon Stadium buku pertama
V2
Stadium buku kedua
V3
Stadium buku ketiga
Vn
Stadium buku ke-n
Uraian Kotiledon muncul dari dalam tanah Daun unifoliat berkembang Daun terurai penuh pada buku unifoliat Daun bertiga yang terurai penuh pada buku di atas buku unifoliat Tiga buah buku pada batang utama dengan daun terurai penuh n buku pada batang utama dengan daun terurai penuh
Sumber : Hidajat (1985)
Tabel 2. Uraian stadia vegetatif tanaman kedelai Stadium R1
Tingkatan Stadium Mulai berbunga
R2
Berbunga penuh
R3
Mulai berpolong
R4
Berpolong penuh
R5
Mulai berbiji
R6
Berbiji penuh
R7
Mulai matang
R8
Matang penuh
Sumber : Hidajat (1985)
Uraian Bunga terbuka pertama pada buku manapun di batang utama Bunga terbuka pada salah satu dari dua buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh Polong sepanjang 5 mm pada salah satu dari 4 buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh Polong sepanjang 2 cm pada salah satu dari 4 buku teratas batang utama dengan daun terbuka penuh Biji sebesar 3 mm dalam polong di salah satu dari 4 buku teratas dengan daun terbuka penuh Polong berisi satu biji hijau di salah satu dari 4 buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh Satu polong pada batang utama telah mencapai warna polong matang 95 % polong telah mencapai warna polong matang
Budidaya Kedelai Kedelai dapat dibudidayakan mulai dari daerah khatulistiwa sampai dengan
letak
lintang
550
Lintang
Utara
dan
550
Lintang
Selatan
(Shamugasundaram dan Sumarno, 1993). Tanaman kedelai dapat tumbuh baik sampai ketinggian 1500 m, tetapi hasil percobaan Intsoy menunjukkan hasil ratarata kedelai lebih baik pada garis lintang 00-100 dan ketinggian 0-500 m (Baharsjah, et al. 1985). Dengan drainase dan aerasi yang cukup, kedelai akan tumbuh baik pada tanah-tanah alluvial, regosol, grumusol, latosol dan andosol (Suprapto, 2001). Kondisi iklim di Indonesia yang paling sesuai sebagai sentra produksi kedelai adalah daerah-daerah yang memiliki suhu antara 25-270 C, kelembaban udara (Rh) rata-rata 65%, penyinaran matahari 12 jam tiap hari dan curah hujan optimum 100-200 mm tiap bulan (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). Menurut Baharsjah, et al. (1985) pertumbuhan terbaik kedelai terjadi pada suhu 29,40 C dan menurun bila suhu menurun. Polong kedelai terbentuk optimal pada suhu antara 26,60 hingga 320 C, dan pada suhu antara 31,6-40,50 C hanya sedikit polong yang dapat terbentuk (Baharsjah, et al. 1985). Antara suhu dan kelembaban harus selaras atau seimbang. Suhu yang cukup tinggi dan curah hujan yang kurang, atau sebaliknya pada suhu yang rendah dan curah hujan berlebihan menyebabkan turunnya kualitas biji kedelai yang dihasilkan (Suprapto, 2001). Cahaya merupakan sumber energi untuk fotosintesis, sebagaimana pula untuk mengkontrol proses-proses pertumbuhan tanaman. Selama periode pembungaan, tanaman kedelai memproduksi 3 hingga 4 kali jumlah bunga yang akan berkembang menjadi polong, jumlah polong yang akan menjadi polong pada suatu tanaman tergantung atas vigor tanaman pada saat pembungaan. Jika tanaman ternaungi selama pembungaan, proporsi dari polong yang berguguran akan lebih tinggi, dikarenakan kemungkinan penurunan kadar gula pada daun atau ketakseimbangan lainnya pada sistem tanaman (Norman, A.G. 1963). Air memegang peranan penting dalam produksi kedelai. Unsur ini sering merupakan faktor pembatas primer bagi produksi kedelai sehingga air merupakan unsur yang paling penting diperhatikan dalam manajemen penanaman kedelai (da Mota, 1978). Produksi satu gram bahan kering kedelai memerlukan air sebanyak
650 gram atau selama pertumbuhannya lebih kurang dibutuhkan air 30 mm, setara dengan 10 mm tiap bulan dengan asumsi umur kedelai rata-rata 3 bulan (Suprapto, 2001). Bila terjadi kekurangan air pada awal pembungaan dan tidak terkompensasi pada waktu selanjutnya akan mengakibatkan banyak bunga dan polong yang luruh (Ismail dan Effendi, 1985). Kekurangan air pada waktu pengisian polong akan mengakibatkan biji-biji yang dihasilkan kecil-kecil. Selanjutnya kekurangan air ini dapat mempercepat gugurnya daun dan memperpendek periode pengisian polong (Ismail dan Effendi, 1985). Kedelai memerlukan nitrogen dalam jumlah banyak. Dalam waktu 4 sampai 5 bulan dengan hasil 1.5 ton per hektar, kedelai menggunakan nitrogen lebih kurang 132 kg N untuk pertumbuhan vegetatif dan pembentukan biji, sedangkan untuk menghasilkan 3362 kg biomassa per hektar, diperlukan 314 kg N. Oleh karena itu jumlah N yang diberikan, cukup sekitar 22,5 sampai 45 kg N per hektar atau 0.5 sampai 1 kwintal urea. Kebutuhan nitrogen yang rendah dikarenakan kedelai dapat menyediakan nitrogen sendiri melalui fiksasi oleh bakteri yang hidup dalam akar (Suprapto, 2001). Jumlah unsur P yang dibutuhkan oleh tanaman kedelai semasa pertumbuhan dan perkembangannya tergolong dalam jumlah relatif banyak. Biji dan bagian vegetatif seberat 3 ton mengandung 12,5 kg P. Hara P diserap tanaman sepanjang masa pertumbuhannya. Periode terbesar penggunaan P dimulai pada masa pembentukan polong sampai kira-kira 10 hari sebelum biji berkembang penuh (Suprapto, 2001). Kedelai memerlukan unsur kalium dalam jumlah yang relatif besar. Untuk menghasilkan 3 ton kedelai diperlukan K sebesar 52 kg, sedangkan untuk 2 ton jagung cukup dengan 40 kg K. Selama pertumbuhan vegetatif, K diserap dalam jumlah yang relatif besar, kemudian agak menurun setelah biji mulai terbentuk dan akhirnya penyerapan hampir tidak terjadi kira-kira 2-3 minggu sebelum biji masak penuh. Namun demikian biji kedelai mengandung unsur kalium yang besar sekitar 60% dari jumlah K yang terdapat pada tanaman dibanding biji jagung, yang mengandung hanya 25% unsur K (Suprapto, 2001).
Teknik Pemuliaan Kedelai Tujuan pemuliaan kedelai disesuaikan dengan masalah yang dihadapi. Tujuan pemuliaan kedelai antara lain, meningkatkan potensi hasil, memperpendek umur panen, memperbaiki ketahanan terhadap hama dan penyakit penting, meningkatkan toleransi terhadap tanah ber-pH rendah dan toleransi terhadap naungan serta peningkatan mutu biji dalam hal daya simpan benih maupun kualitas biji untuk konsumsi. Penggabungan semua sifat tersebut dalam satu varietas unggul sangat sukar dilakukan (Sumarno, 1985). Menurut Sumaro (1985) usaha mendapatkan varietas unggul dapat ditempuh beberapa cara, yakni : 1. Introduksi atau mendatangkan varietas atau bahan seleksi dari luar negeri. 2. Mengadakan seleksi galur terhadap populasi yang telah ada seperti varietas lokal, atau varietas dalam koleksi. 3. Mengadakan program pemuliaan dengan persilangan, mutasi, atau teknik lain. Introduksi varietas kedelai memegang peranan penting dalam sejarah perkembangan tanaman kedelai di Indonesia. Varietas introduksi pertama yang beradaptasi baik adalah No. 16 (Otan) yang didatangkan dari Taiwan pada tahun 1916. Selanjutnya diperoleh varietas-varietas lain seperti Nomer 27 dan Nomer 29, yang sampai kini banyak ditanam petani. Introduksi harus mempertimbangkan beberapa hal seperti, daerah asal yang garis lintangnya hampir sama dengan Indonesia, varietas yang diintroduksi tidak peka terhadap perbedaan panjang hari, serta umur matang sesuai dengan umur varietas kedelai Indonesia (Sumarno, 1985). Populasi alam dapat berupa varietas lokal atau varietas dalam koleksi plasma nutfah yang memperlihatkan keragaman sifat seperti tipe tumbuh, tinggi tanaman, umur matang, atau ketahanan terhadap penyakit. Cara seleksi pada tanaman kedelai dapat dilakukan dengan metode seleksi massa atau seleksi galur murni (Sumarno, 1985). Seleksi massa dilakukan pada populasi yang didalamnya sudah ada beberapa tanaman homosigot, biasanya berupa kultivar lokal. Seleksi dilakukan pada sekelompok tanaman yang mempunyai kesamaan dalam penampakan.
Penilaian berdasarkan fenotipe kemudian dicampur tanpa diadakan uji keturunan. Seleksi bisa dilakukan satu generasi atau beberapa generasi berurutan sehingga diperoleh suatu populasi yang sifatnya sesuai dengan yang diinginkan. Walaupun disebut seleksi massa namun penilaian tetap dilakukan terhadap individu tanaman dengan sifat yang diinginkan (Hermiati, 2000). Cara seleksi massa terbagi dua yakni positif dan negatif. Cara seleksi massa positif ialah dengan memilih dari pertanaman yang ada sejumlah tanaman terbaik yang seragam untuk dijadikan benih. Jumlah tanaman yang dipilih tidak ada ketentuan, mungkin antara 100 sampai 2000 tanaman, namun perlu diusahakan agar tanaman yang dipilih memiliki sifat seragam. Seleksi massa positif dapat diulangi satu sampai dua kali, bila masih terlihat keragaman sifat dari keturunan hasil seleksi yang pertama. Seleksi massa negatif ialah dengan membuang tanaman yang menyimpang dari pertanaman yang ada sedangkan sisa tanaman panen dipanen untuk benih. Seleksi massa negatif dapat diulangi beberapa generasi, sehingga diperoleh tanaman yang seragam. Seringkali seleksi massa negatif dilakukan setelah seleksi massa positif (Sumarno, 1985). Seleksi galur murni dilakukan untuk memlih tanaman terbaik, kemudian benihnya diperbanyak (Hermiati, 2001). Pemilihan berdasarkan individu tanaman dan benih berasal dari masing-masing tanaman ditanam terpisah. Sekelompok tanaman berasal dari satu tanaman yang terpilih tersebut disebut galur murni. Pembuatan galur murni pada umumnya cukup dilakukan satu generasi seleksi saja, karena populasi alam telah homozigot. Kecuali bila masih dijumpai keragaman sifat-sifat yang menyolok, seleksi dapat diulang pada generasi kedua. (Sumarno, 1985). Pemuliaan dengan persilangan banyak dilakukan pada masa kini guna memperoleh varietas unggul. Masing-masing negara berusaha membuat varietas yang cocok untuk negara itu sendiri sehingga introduksi dari luar negeri kurang memberikan varietas unggul bagi negara kita. Persilangan buatan bertujuan untuk memperoleh gabungan gen baik yang berasal dari induk-induk yang disilangkan. Keturunan dari persilangan merupakan populasi yang mengandung keragaman genetik, sehingga seleksi dapat diterapkan. Macam-macam persilangan yakni ;
persilangan tunggal, persilangan ganda, persilangan balik, dan persilangan majemuk (Sumarno, 1985). Menurut Sumarno (1985) metode pemuliaan kedelai mengikuti empat tahapan pekerjaan, yakni : 1. Pembentukan populasi dasar untuk bahan seleksi. 2. Pembentukan galur murni dan seleksi. 3. Pengujian daya hasil. 4. Pemurnian dan penyediaan benih. Setiap tahap pekerjaan tersebut dilakukan setiap tahun, sehingga pada program pemuliaan yang sudah berjalan lama, setiap musim selalu tersedia material pemuliaan yang dapat diuji. Dengan demikian, walaupun program untuk mendapatkan varietas unggul kedelai memerlukan waktu 6-9 tahun, tetapi setiap tahun diharapkan dapat dihasilkan varietas unggul baru (Sumarno, 1985). Pembentukan populasi dasar adalah pembentukan populasi bahan seleksi yang mengandung sifat genetik yang diinginkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membentuk populasi dasar adalah, populasi memiliki sifat-sifat yang ingin diseleksi, mengandung variasi genetik yang luas, memiliki adaptasi yang baik serta memiliki sifat-sifat agronomi yang dapat diterima. Populasi dasar sebagai bahan seleksi dapat dibentuk dengan berbagai cara seperti persilangan buatan, persilangan dengan bantuan jantan mandul, mutasi, dan persilangan antara spesies (Sumarno, 1985). Varietas kedelai dikembangkan dari galur murni yang bersifat homozigothomogenus. Oleh karena itu dari populasi keturunan persilangan perlu dibentuk galur-galur murni sehingga dapat diuji daya hasilnya. Pada umumnya galur asal F6 atau F7 sudah menunjukkan tingkat kemurnian yang cukup sehingga sudah dapat diuji. Ciri-ciri galur murni yang terlihat antara lain, penampilan yang seragam dari sifat-sifat morfologi, dan keturunan dari galur murni menunjukkan sifat yang tidak berbeda. Cara pembentukkan galur dari populasi asal persilangan pada dasarnya ada dua macam yakni, pembentukan galur murni disertai seleksi, dan pembentukan galur murni tanpa disertai seleksi (Sumarno, 1985). Pengujian daya hasil merupakan tahap selanjutnya setelah pembentukkan galur. Tahap ini merupakan tahap yang paling banyak memerlukan tenaga dan
biaya dalam program pemuliaan. Untuk membentuk 1000-2000 galur murni relatif mudah dan murah, namun untuk menguji daya hasilnya diperlukan biaya, tenaga, dan tanah yang cukup luas. Pengujian daya hasil pada umumnya dibagi dalam tiga tahap, uji daya hasil pendahuluan, uji daya hasil lanjutan, uji multilokasi (Sumarno, 1985). .
Uji daya hasil pendahuluan merupakan tahap pengujian galur sebanyak
mungkin agar peluang untuk memperoleh galur sebanyak mungkin agar peluang untuk memperoleh galur yang hasilnya tinggi cukup besar. Untuk mendapatkan keuntungan genetik sebesar-besarnya, perlu diperhatikan hal-hal seperti, galur yang diuji harus cukup banyak, keragaman genetik yang bersifat aditif antara galur-galur yang diuji harus cukup besar, serta keragaman yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan oleh faktor interaksi genotipe x lingkungan diusahakan sekecil mungkin (Sumarno, 1985). Pada tahap uji daya hasil lanjutan, galur yang diuji berjumlah antara 10-20 galur, termasuk varietas unggul pembanding. Jumlah lokasi sekurang-kurangnya empat lokasi, selama 2-4 musim. Hasil rata-rata dari semua percobaan itulah yang akan menentukan apakah suatu galur dapat diharapkan untuk dilepas sebagai varietas unggul baru (Sumarno, 1985). Uji multilokasi merupakan tahap terakhir sebelum masuk pemurnian dan penyediaan benih secara massal. Pada tahap ini, hanya 5-10 galur harapan saja yang perlu diuji. Tujuan pengujian ini ialah untuk mengetahui daya adaptasi dari galur-galur harapan yang akan dilepas sebagai varietas unggul baru. Galur harapan yang berproduksi tinggi pada daerah tertentu dapat dilepas sebagai varietas unggul untuk daerah tersebut (Sumarno, 1985).
Perkembangan Perakitan Varietas Kedelai Pemuliaan kedelai dilakukan secara sistematik pada tahun 1915 oleh Koch dengan melakukan seleksi pada varietas-varietas lokal. Tahun 1918 dimasukkan varietas-varietas berdaya hasil tinggi dari Manchuria, Jepang, Taiwan, dan Amerika Utara. Dua varietas dari Taiwan yaitu Otan dan Botan, tercatat sebagai Nomer 16 dan Nomer 17, memiliki arti penting dalam pemuliaan karena menjadi pangkal tolak perakitan varietas selanjutnya (Somaatmadja, 1985).
Seleksi dari varietas Nomer 16 menghasilkan varietas Nomer 27 dan Nomer 17 menghasilkan Nomer 28 dan Nomer 29. Hasil seleksi dari varietasvarietas lokal menghasilkan satu varietas yang berasal dari Ciomas, Bogor dan dicatat sebagai Nomer 30. Dengan hasil tersebut, Lembaga Penelitian De Onderafdeling Selectie van Eenjarige Gewassen van Het Landbouwkundig Instituut Bogor pada waktu itu, memiliki enam varietas sebagai modal untuk pekerjaan pemuliaan selanjutnya. Varietas-varietas tersebut adalah tiga kedelai hitam yaitu Nomer 16, Nomer 27, dan Nomer 30 dan tiga kedelai kuning yaitu Nomer 17, Nomer 28, dan Nomer 29 (Somaatmadja, 1985). Dalam usaha mendapatkan kedelai berumur genjah yang produktivitasnya menyamai produktivitas Nomer 27 dan Nomer 29, dibuat persilangan antar varietas. Persilangan antara Nomer 27 dengan Nomer 69, yaitu varietas lokal dari Cirebon, menghasilkan varietas-varietas Ringgit dan Sumbing yang tercatat dengan Nomer 317 dan Nomer 452. Kedua varietas tersebut berumur sekitar 85 hari, dilepas pada tahun 1935 (Somaatmadja, 1985). Pada tahun 50-an dilepas varietas Nomer 520, yang diberi nama Merapi. Varietas tersebut adalah kedelai hitam, hasil dari seleksi varietas-varietas lokal yang berasal dari Madiun. Pada tahun 1965 dan 1966 dilepas varietas-varietas Nomer 1248 dan Nomer 945. Varietas Nomer 1248 adalah hasil seleksi dari varietas lokal Garut dan namanya tetap seperti populasi asalnya yaitu Davros. Varietas Nomer 945 diberi naman Shakti. Varietas ini adalah hasil seleksi dari Wakashima yang dimasukkan dari Taiwan pada tahun 1964. Pelepasan varietas Shakti terutama ditujukan untuk dataran tinggi seperti Garut. Oleh petani Garut, varietas ini diberi nama kedelai Metro (Somaatmadja, 1985). Varietas-varietas introduksi lainnya yang menunjukkan perkembangan terutama di Jawa Tengah, adalah varietas-varietas TK-5 dan Taichung yang dimasukkan dari Taiwan pada tahun 1967. Varietas Americana yang dimasukkan dari Taiwan pada tahun 1971, juga menunjukkan perkembangan dibeberapa daerah (Somaatmadja, 1985). Melalui Badan Benih Nasional, pada tahun 1974 dilepas varietas Nomer 1343 dengan nama Orba. Varietas ini adalah hasil persilangan antara Nomer 1248 dengan Shakti. Persilangan ini menghasilkan tiga varietas lainnya yaitu Nomer
1338, Nomer 1340, dan Nomer 1341 memiliki produktifitas sama dengan Orba. Varietas-varietas tersebut, walaupun tidak dilepas secara resmi, berkembang di beberapa daerah, seperti NTB, Jawa Timur, dan Bali. Hal semacam ini juga terjadi dengan varietas-varietas hasil pemuliaan sebelumnya, antara lain varietas Sindoro dan Pandan. Kenyataan ini menunjukkan adanya kekhususan penyesesuaian terhadap lingkungan di daerah penyebaran dan preferensi petani terhadap varietas tertentu (Somaatmadja, 1985). Dalam tahun-tahun 1981-1983 telah dilepas pula melalui Badan Benih Nasional empat varietas kedelai hasil persilangan. Varietas-varietas tersebut adalah Galunggung, Lokon, Guntur, dan Wilis. Varietas Galunggung adalah hasil persilangan antara TK-5 dengan Genjah Slawi, dilepas pada tahun 1982, dan Wilis adalah hasil persilangan antara Orba dengan Nomer 1682, dilepas pada tahun 1983 (Somaatmadja, 1985). Pada era tahun 1984 hingga 2005 telah dilepas 48 varietas kedelai. Sebanyak 40 varietas memiliki jenis kulit biji berwarna kuning, sedangkan satu varietas berwarna biji hitam, dan selebihnya berwarna hijau kekuningan. Hampir tiap tahun dilepas varietas kedelai kecuali pada tahun 1990, 1994, 1996-1997, dan 2000, tetapi pada tahun 1989 telah dilepas lima varietas, sedangkan pada tahun 1992 saja telah dilepas enam varietas dan pada tahun 2001 terdapat sembilan varietas yang dihasilkan. Pada tahun 1984, varietas kedelai bernama Dempo yang berasal dari hasil seleksi dari Americana dilepas. Varietas bernama Kerinci yang merupakan hasil persilangan antara Davros dan Nomer 1682 dilepas pada tahun 1985, sedangkan pada tahun 1986 terdapat dua varietas yang dilepas yaitu Merbabu yang berasal dari persilangan Orba dengan si Nyonya dan varietas Raung yang merupakan hasil persilangan antara Davros dan Shakti. Tahun 1987 hanya dua varietas yang dihasilkan yaitu Tidar yang merupakan hasil persilangan di AVRDC, Taiwan dan Muria, yang berasal dari hasil seleksi dari mutan Orba yang diradiasi dengan sinar gamma dosis 40 Krad. Petek yang berasal dari varietas lokal Kudus, Jawa tengah merupakan satu-satunya varietas yang dilepas pada tahun 1988. Pada tahun 1989 terdapat empat varietas yang dilepas, yaitu Rinjani dan Lompobatang yang merupakan hasil persilangan antara Si Nyonya dengan Nomer 1682, Tambora
yang merupakan introduksi dari thailand, dan yang terakhir yakni Lumajang Bewok yang berasal dari Lumajang, Jawa Timur (Suhartina, 2005). Era 90-an, dimulai sejak 1991 merupakan permulaan era terbanyak pelepasan varietas kedelai. Tahun 1991 dilepas empat varietas, yakni ; Lawu yang asalnya dari persilangan Lokon dan Gm 2834 Si, Dieng yang berasal dari hasil persilangan Manalagi dan Orba, Tengger yang merupakan hasil seleksi pedigri dari Orba yang diradiasi dengan sinar gamma dosis 0.20 kGy, dan terakhir Jayawijaya yang berasal dari seleksi galur murni varietas lokal Madiun. Pada tahun 1992 merupakan tahun terbanyak pelepasan varietas kedelai. Terdapat tiga varietas hasil introduksi, yakni Krakatau dan Tampomas yang berasal dari Taiwan, serta Singgalang yang berasal dari IITA, Nigeria melalui IRRI (Suhartina, 2005). Varietas yang didapatkan dari persilangan pada tahun 1992 ada dua, yakni Cikuray yang berasal dari persilangan Nomer 630 dan Nomer 1343 (Orba), dan Malabar yang berasal dari persilangan Nomer 1592 dengan Wilis. Varietas Kipas putih merupakan satu-satunya varietas yang dilepas pada tahun 1992 yang berasal dari daerah lokal Aceh. Pada tahun 1995 ada tiga varietas yang dilepas yakni, Sindoro dan Slamet yang keduanya merupakan hasil persilangan antara Dempo dan Wilis, serta Pangrango yang merupakan hasil persilangan antara varietas lokal Lampung dengan Davros. Pada tahun 1998 terdapat lima varietas yang berhasil dilepas yaitu ; Kawi yang berasal dari galur murni hasil seleksi keturunan galurgalur introduksi AVRDC, Taiwan, varietas Leuser, yang berasal dari galur murni keturunan silang tunggal varietas lokal Pasuruan MLG 2621 dengan mutan B1682 yang persilangannya dilakukan di AVRDC, Taiwan serta dua varietas lainnya yang berasal dari introduksi oleh P.T. Nestle, yakni Bromo yang merupakan introduksi dari Filipina, dan Argo Mulyo, hasil introduksi dari Thailand dan varietas terakhir yang berasal dari iradiasi sinar gamma Co-60 dosis 0.20 kGy bernama Meratus. Pada tahun 1999, terdapat dua varietas kedelai yang berhasil dilepas, yakni Burangrang yang berasal dari segregat persilangan alam yang diambil dari tanaman petani di Jember, serta varietas Manglayang yang berasal dari galur F7, hasil persilangan antara nomor koleksi 116 (radiasi Orba) dengan nomor koleksi 106 (Guntur/Hualian-13-1, Deptan) (Suhartina, 2005).
Pada tahun 2001 terdapat sembilan varietas yang berhasil dilepas yakni Sinabung dan Kaba yang berasal dari silang ganda 16 tetua, Tanggamus yang berasal dari persilangan tunggal antara Kerinci dan Nomer 3911, varietas Nanti yang berasal dari persilangan tunggal antara Dempo dan Nomer 3623, varietas Sibayak yang berasal dari persilangan tunggal antara Dempo dan Nomer 3577, varietas Menyapa serta Lawit yang berasal dari persilangan galur B 3034 dengan lokal Lampung, dan varietas Mahameru dan Anjasmoro yang berasal dari seleksi massa dari populasi galur murni Mansuria. Tahun 2002, varietas Merubetiri dan Baluran yang berasal dari persilangan AVRDC dilepas. Varietas Ijen yang berasal dari silang balik Wilis dengan Himeshirazu dan varietas Panderman yang berasal dari Taiwan dilepas pada tahun 2003. Pada tahun 2004, varietas Seulawah yang merupakan hasil dari persilangan antara Wilis dengan Nomer 3898, Rajabasa yang berasal dari galur mutan Nomer 214x23-D yang berasal dari iradiasi sinar gamma varietas Guntur dosis 150 Gy, dan Ratai yang berasal dari persilangan antara Wilis dengan Nomer 3465 dilepas. Balai benih nasional melepas dua varietas pada tahun 2005, yang merupakan introduksi dari Taiwan yakni Gumitir (GC 86019190-1N) serta Argopuro (GC 89029-19-1) (Suhartina, 2005). Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa pembentukan varietas unggul diperoleh melalui empat kegiatan, yaitu pemasukan (introduksi), seleksi, radiasi, dan persilangan atau hibridisasi. Bila diperhatikan, seleksi sebetulnya dapat menjadi kegiatan akhir dalam proses pemuliaan. Seleksi hanya akan berhasil bila pada bahan yang akan dikerjakan atau diseleksi terdapat keragaman, serta sifatsifat genetis yang diinginkan (Somaatmadja, 1985).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2006 sampai dengan September 2006 di Kebun Percobaan Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Cimanggu, Bogor. Lokasi penelitian memiliki ketinggian 250 m diatas permukaan laut dan memiliki tipe tanah Latosol.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 15 genotipe kedelai, F8 yaitu CG-45-3, CG-6-7, CG-10-8, CG-45-1, CP-1, CP-33, CP-41, CP-35, GC-283, GC-74-7, SC-1-8, SC-23-3, SC-27-2, SC-34-1, dan CS-50-2 hasil persilangan dari 4 genotipe tetua yaitu Pangrango, Ceneng, Slamet dan Godek A. Pupuk kompos yang berasal dari kotoran kambing dengan dosis 2 ton/ha digunakan sebelum masa tanam serta pupuk yang digunakan pada saat tanam adalah Urea, KCl dan SP-36 dengan dosis masing-masing 100 kg/ha, 150 kg/ha dan 200 kg/ha. Usaha pengendalian hama dan penyakit digunakan Furadan 3G, Decis 2.5 EC dan Dithane M45. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat timbang, meteran, Knapsack Sprayer, kantong kertas, label, alat tulis, cangkul, kored, ajir, dan tali rafia.
Metode Penelitian Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok dengan faktor tunggal yaitu galur kedelai yang diulang sebanyak 3 kali. Galur yang digunakan adalah 15 galur F8 kedelai hasil persilangan dialel dari tetua Ceneng, Pangrango, Godek A, dan Slamet dan 4 genotipe tetua tersebut sebagai pembanding sehingga terdapat 57 satuan percobaan. Model linier yang digunakan adalah : Yij = μ + αi + βj + εij i=1,...,20 j=1,2,3 Keterangan :
Yij
: Nilai
hasil pengamatan kedelai genotipe ke-i dan ulangan ke-j
μ
: Nilai tengah umum
αi
: Pengaruh
genotipe ke-i
βj
: Pengaruh
ulangan ke-j
εij
:
Pengaruh galat pada genotipe ke-i dan ulangan ke-j
Pelaksanaan Percobaan Persiapan Lahan Tanah pada kebun percobaan diolah lebih dahulu selama dua hari dan dibersihkan dari gulma. Tanah tersebut dibuat 57 petak percobaan dengan luas masing-masing 4 m2. Pupuk kompos diberikan setelah persiapan lahan selesai dilakukan. Penanaman Benih ditanam dengan kedalaman 3-5 cm. Pada saat penanaman ditambahkan Furadan 3G. Benih ditanam sebanyak 2 benih per lubang tanam dengan jarak tanam 30 cm x 20 cm. Tanah dipupuk dengan Urea, KCl dan SP-36 dengan dosis masing-masing 100 kg/ha, 150 kg/ha dan 200 kg/ha. Pupuk KCl dan SP-36 diberikan semua pada saat tanam. Sedangkan, pupuk Urea diberikan setengah dosis pada saat tanam dan sisanya diberikan pada umur 35 hari. Pemeliharaan Penyulaman
diakukan
pada
1
MST
(Minggu
Setelah
Tanam).
Pengendalian gulma dilakukan secara manual pada 2 MST sampai akhir penanaman. Untuk pengendalian hama dan penyakit digunakan insektisida Decis 2.5 EC dan fungisida Dithane M45 setiap dua minggu sekali. Bila serangan lebih besar penyemprotan dilakukan satu minggu sekali. Pemanenan Pemanenan dilakukan pada saat polong matang atau stadium R8 mencapai 98 % dari populasi. Tanaman menunjukkan gejala daun berwarna kuning dan gugur, batang berwarna coklat, polong sudah menunjukkan warna polong masak untuk masing-masing genotipe.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman sampel yang diambil dari tiap petak percobaan. Karakter agronomi yang diamati adalah sebagai berikut ; 1. Tinggi tanaman pada saat mulai berbunga dan saat panen, diukur dari pangkal batang paling bawah sampai titik tumbuh. 2. Jumlah buku total tiap tanaman, yaitu jumlah buku yang menghasilkan polong dan yang tidak menghasilkan polong yang dihitung pada saat setelah panen. 3. Jumlah cabang produktif, yaitu jumlah total cabang yang menghasilkan polong, dihitung bersamaan dengan pengukuran tinggi tanaman. 4. Umur berbunga (MST), yaitu waktu tanaman berbunga > 50 % dengan dihitung secara kualitatif. 5. Periode tetap hijau, yaitu periode dimana populasi tanaman sudah mulai menunjukkan penguningan daun sebelum panen berlangsung. 6. Jumlah polong isi, yaitu jumlah polong yang memiliki isi pada satu tanaman, dilakukan setelah panen. 7. Jumlah polong total, yaitu jumlah antara polong isi dan hampa, dilakukan setelah panen. 8. Bobot biji tanaman, yaitu bobot biji total kedelai tiap tanaman dalam petakan. 9. Bobot 25 butir biji kering.
Analisa Data Untuk melihat keragaan galur F8 yang diuji, analisis data dilakukan dengan menggunakan uji F. Jika uji F berbeda nyata, uji lanjut dilakukan dengan memakai uji Duncan dengan tetua Pangrango dan Slamet sebagai pembanding. Hubungan antar karakter dianalisis dengan menghitung nilai koefisien korelasi Pearson. Uji lanjut dan hubungan antar karakter dihitung pada selang kepercayaan 95%. Nilai koefisien korelasi yang dihitung adalah koefisien korelasi fenotipik (rp) yang dihitung dengan rumus :
rp =
cov xy
σ x ⋅σ y
dengan db = n-2
Keterangan : covxy
: Peragam antara karakter x dengan karakter y
σx
: Simpangan
baku karakter komponen hasil
σy
: Simpangan
baku karakter komponen hasil
n
: Banyaknya data yang diamati pada karakter x dan y.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Kondisi pertanaman kedelai selama penelitian berlangsung dipengaruhi oleh keadaaan curah hujan yang tinggi pada awal pertanaman dan kelembaban cukup tinggi pada saat tanaman berumur dua bulan pertama yakni pada Juni sebesar 74.05% dan pada bulan Juli sebesar 73.23%. Angin kencang menyebabkan tanaman kedelai banyak yang mengalami rebah. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Juni 2006 dengan curah hujan sebesar 214.8 mm, sedangkan kecepatan angin tertinggi terjadi pada bulan Agustus 2006. Hal ini menyebabkan tanaman banyak yang mengalami kerebahan. Kerebahan mulai terjadi pada akhir bulan Agustus 2006 dengan kecepatan angin 3.6 km/jam. Di antara satuan percobaan, terdapat dua satuan percobaaan yaitu perlakuan genotipe tetua Pangrango dan CG-6 yang tumbuh pada petak 36 dan petak 55 dengan persentase perkecambahannya yang sangat rendah yaitu 6% dan 12%. Hal ini disebabkan oleh adanya semut yang memakan benih yang ditanam pada petak tersebut sehingga banyak benih yang tidak tumbuh. Seluruh populasi galur F8 dan tetua yang diuji mulai berbunga pada umur 9 minggu setelah tanam (MST). Panen dilakukan ketika 80% dalam satu petakan tanaman sudah berwarna coklat dan daun sudah berubah warna menjadi coklat atau gugur. Galur yang memiliki masa berbunga yang lambat, didapati pada galur Godek, sedangkan pada galur persilangan didapati pada genotipe CG-6, CG-1, GC-9, CG-5, SC-16, SC-19, dan CG-9 dengan lama 39 hari. Periode hijau terlama didapati pada genotipe Pangrango dengan lama 68 hari. Galur SC-7 dan galur SC8 memiliki periode hijau yang paling pendek diantara galur yang ada dengan lama waktu 58 hari. Panen dilakukan sebanyak empat kali sesuai kondisi lapang, yaitu saat kondisi lapang tidak hujan. Panen dilakukan pada tanggal 7 Oktober, 10 Oktober, 11 Oktober, dan 16 Oktober. Secara umum hama yang menyerang pertanaman kedelai diantaranya adalah ulat perangkai daun (Lamprosema indica), penggerek polong (Etiella zinckenella), kepik penghisap polong (Riptortus linearis), kepik hijau penghisap polong (Nezara viridula), ulat pemakan daun (Prodenia litura), dan wereng kedelai (Phaedonia inclusa). Gulma yang tumbuh diantaranya Axonopus compressus,
Ageratum conyzoides, Cyperus rotundus, Phyllanthus niruri, Borreria alata, Oxalis barilieri, Mimosa sp., dan Eleusine indica.
Gambar 1. Kondisi penanaman pada 12 MST
Keragaan Galur-Galur Kedelai F8 pada Kondisi Optimum Dalam penelitian ini karakter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah buku total, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, jumlah polong total, berat tiap 25 butir, berat biji per tanaman, waktu berbunga, dan periode hijau. Pengamatan karakter agronomi dilakukan saat tanaman sudah dipanen. Hasil analisis sidik ragam
menunjukkan bahwa nilai tengah karakter
tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, dan bobot 25 butir menunjukkan perbedaan sangat nyata. Karakter jumlah buku total menunjukkan perbedaan nilai tengah yang nyata di antara galur-galur yang diuji. Beberapa karakter yang lain, seperti jumlah polong isi, jumlah polong hampa, dan bobot total tidak menunjukkan adanya perbedaan di antara galur-galur yang diuji (Tabel 3). Nilai tengah dan kisaran nilai tengah masing-masing galur terdapat pada Tabel 4. Karakter-karakter yang menunjukkan perbedaan sangat nyata dan nyata selanjutnya diuji lanjut dengan uji Duncan yang dimodifikasi. Uji lanjut dilakukan dengan menjadikan tetua Pangrango dan Slamet sebagai pembanding. Hasil uji lanjut untuk karakter yang berbeda nyata terdapat pada Tabel 5.
Tabel 3. Hasil rekapitulasi analisis sidik ragam pengaruh galur terhadap karakter agronomi kedelai galur F8 Karakter JK Tinggi tanaman 4753.59 Jumlah cabang produktif 22.63 Jumlah buku total 674.91 Jumlah polong isi 3604.80 Jumlah polong hampa 2252.20 Bobot 25 butir 4.86 Bobot total 66.76 Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf taraf 5 %
KT 264.09 1.26 37.50 200.30 125.10 0.27 3.71 5%, ** =
F Hitung p value 8.25** 0** 2.50** 0.009** 2.34* 0.015* 1.32 0.234 1.14 0.36 3.73** 0** 1.42 0.182 berbeda sangat nyata pada
Tabel 4. Kisaran tujuh karakter agronomi kedelai generasi F8 Karakter Tinggi tanaman (cm) Jumlah cabang produktif (buah) Jumlah buku total (buah) Jumlah polong isi (buah) Jumlah polong hampa (buah) Bobot polong/per 25 butir (g) Bobot total (g)
Nilai Tengah 59.41 3.67 22.54 41.94 24.24 2.39 6.06
Rentang 43.92 - 78.25 2.47 - 4.90 16.78 - 27.18 25.60 - 53.67 15 - 38.70 1.91 - 3.20 4.49 - 8.14
Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam
terhadap karakter tinggi tanaman menunjukkan
bahwa nilai tengah antara galur-galur yang diuji berbeda sangat nyata (Tabel 3). Rata – rata nilai tengah tinggi tanaman adalah 59.41 cm dengan pengamatan berkisar antara 43.92 cm sampai dengan 78.25 cm (Tabel 4). Nilai tengah tinggi tanaman untuk tetua Pangrango dan tetua Slamet masing-masing adalah 61.85 cm dan 69.6 cm.Galur yang mempunyai nilai tinggi tanaman terendah adalah galur SC-7, sedangkan galur yang memiliki nilai tengah tertinggi terdapat pada galur SC-19. Dalam penelitian ini galur yang digunakan sebagai pembanding adalah galur Pangrango dan Slamet karena kedua galur ini adalah varietas nasional yang ditanam cukup luas oleh petani. Berdasarkan hasil uji lanjut dengan menggunakan tetua Pangrango sebagai pembanding diperoleh lima galur yang berbeda nyata,
sedangkan untuk perbandingan dengan tetua Slamet didapatkan delapan galur yang berbeda nyata dengan tetua Slamet. Di antara galur yang berbeda nyata, terdapat satu galur yang memiliki tinggi tanaman lebih baik daripada kedua pembanding yaitu galur SC-19 (Tabel 5). Galur lainnya yang mempunyai nilai tinggi tanaman lebih baik dari pada tetua Pangrango adalah CG-1, CS-20, SC-8, CG-9, dan tetua Godek. Menurut Somaatmaja (1985), tinggi tanaman ideal untuk kedelai adalah 75 cm. Di antara galur-galur yang diuji hanya genotipe SC-19 yang memenuhi syarat tinggi tanaman ideal. Arsyad et. al.(2007) mengelompokkan kepada tiga kelompok tinggi tanaman berdasarkan keadaan lingkungan yakni lingkungan yang lebih baik atau subur, lingkungan yang berkekurangan air, dan lingkungan yang kurang subur (kandungan hara makro rendah). Lingkungan tanam yang subur atau lebih baik membutuhkan tipe tanaman ideal yang memiliki tinggi tanaman 60-70 cm. Kriteria tersebut memberikan delapan galur yang sesuai, yakni CG-1, CS-10, GC-6, GC-9, SC-8, CG-9, tetua Godek, dan SC-19. Jumlah Cabang Produktif Karakter jumlah cabang produktif pada galur-galur yang diamati memiliki nilai tengah yang berkisar antara 2.47 - 4.90. Nilai tengah karakter jumlah cabang produktif tetua Pangrango dan Slamet yang dijadikan sebagai pembanding secara berturut-turut adalah 3.72 dan 3.23 (Tabel 2). Galur yang memiliki nilai tengah jumlah cabang produktif terendah adalah galur SC-8, sedangkan galur tertinggi dimiliki oleh galur SC-16. Analisis ragam yang dilakukan menunjukkan bahwa nilai tengah antara galur yang diuji berbeda sangat nyata (Tabel 3). Galur yang diuji berasal dari penelitian sebelumnya yang juga diuji oleh Evrina (2006). Evrina (2006) melaporkan bahwa pada generasi F8 rata-rata jumlah cabang produktif berkisar antara 4.28 – 6.97. Thia (2008) melaporkan bahwa pada galur berbeda yang dipilih dari generasi F8 mempunyai rata-rata jumlah cabang produktif 7.87 – 11.53. Dalam penelitian ini diperoleh nilai tengah yang lebih rendah yaitu berkisar antara 2.47 – 4.90.
Menurut
Somaatmaja
(1985), tipe tanaman kedelai yang mendukung produksi tinggi adalah kedelai yang tidak bercabang sehingga semua polong terletak pada batang utama. Kedelai yang tidak bercabang sesuai untuk ditanam dengan jarak tanam rapat.
Berdasarkan hasil uji lanjut dengan menggunakan tetua Pangrango sebagai pembanding tidak diperoleh galur yang berbeda nyata dengan tetua Pangrango. Untuk perbandingan dengan tetua Slamet didapatkan hanya satu galur yang berbeda nyata yaitu galur SC-16. Di antara galur yang tidak berbeda nyata, terdapat tujuh galur yang memiliki jumlah cabang produktif yang lebih banyak daripada pembanding Pangrango dan Slamet (Tabel 5). Galur-galur yang lebih banyak jumlah cabang produktifnya walaupun tidak berbeda nyata dibanding tetua Slamet ada lima galur yakni CG-1, CP-1, CP-41, GC-9, SC-7 (Tabel 5). Jumlah Buku Total Galur-galur F8 yang diamati memiliki rentang nilai untuk karakter jumlah buku total berkisar antara 16.78 - 27.18 dengan nilai tengah 22.54, sedangkan tetua P dan S yang dijadikan sebagai pembanding memiliki nilai tengah 25.87 dan 25.93 (Tabel 2). Galur yang memiliki jumlah buku total terbanyak adalah galur SC-19, sedangkan yang tersedikit adalah Ceneng. Analisis ragam yang dilakukan menunjukkan bahwa nilai tengah antara galur yang diuji berbeda nyata (Tabel 3). Berdasarkan hasil uji lanjut dengan menggunakan tetua Pangrango dan Slamet sebagai pembanding diperoleh tiga galur yang berbeda nyata dengan tetua Pangrango dan Slamet. Galur-galur yang berbeda nyata tersebut adalah SC-7, CP35, dan tetua Ceneng. Ketiga galur tersebut mempunyai jumlah buku total lebih rendah dari pada kedua tetua pembanding. Di antara
galur yang tidak berbeda nyata, terdapat tiga galur yang
memiliki jumlah buku total lebih banyak daripada pembanding Pangrango dan Slamet yakni CG-5, SC-19 dan CG-9 (Tabel 5). Galur yang mempunyai jumlah buku total lebih banyak walaupun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan tetua Pangrango hanya ada satu galur yakni CS-10 (Tabel 5). Jumlah buku total adalah jumlah semua buku yang terdapat pada tanaman, baik yang terletak pada batang utama maupun pada cabang. Tanaman yang mempunyai jumlah produktif banyak akan mendukung untuk mendapatkan daya hasil tinggi.
Jumlah Polong Isi Karakter jumlah polong isi dari galur-galur yang diamati memiliki nilai tengah 41.94, dengan rentang nilai antara 25.60 - 53.67. Tetua Pangrango dan Slamet yang dijadikan sebagai pembanding memiliki nilai tengah jumlah polong isi sebesar 46.90 dan 44.13 (Tabel 2). Galur yang memiliki jumlah polong isi tertinggi adalah galur CG-6, sedangkan yang terendah adalah SC-7. Hasil analisis ragam yang dilakukan pada karakter jumlah polong isi menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata di antara galur yang diuji (Tabel 3). Walaupun analisis sidik ragam menunjukkan hasil yang tidak untuk karakter jumlah polong isi, namun terdapat tujuh galur yang memiliki jumlah polong isi yang lebih banyak dibandingkan dengan kedua pembanding yaitu galur CG-6, CP-33, CP-41, CS-10, GC-6, CG-5, dan tetua Godek dengan nilai tengah jumlah polong isi masing-masing galur adalah 53.67, 49.53, 49.87, 49.87, dan 47.37 (Tabel 5). Jumlah Polong Hampa Galur-galur F8 yang diamati memiliki nilai tengah jumlah polong hampa 24.24, dengan rentang nilai antara 15 - 38.70, sedangkan tetua Pangrango dan Slamet memiliki nilai tengah masing-masing 38.7 dan 19.9. Galur yang memiliki nilai tengah jumlah polong hampa tertinggi adalah tetua Pangrango dan yang terendah adalah galur CP-41(Tabel 5). Hasil analisis ragam yang dilakukan pada nilai tengah karakter jumlah polong hampa menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (Tabel 3). Uji lanjut dengan menggunakan tetua Pangrango sebagai pembanding menunjukkan bahwa hanya terdapat tiga galur yang berbeda. Tiga galur tersebut yakni galur CP-41, tetua Ceneng, dan tetua Godek. Uji lanjut dengan menggunakan tetua Slamet sebagai pembanding tidak menunjukkan hasil yang nyata diantara galur yang diuji. Di antara galur-galur yang tidak berbeda nyata dengan tetua Slamet terdapat dua belas galur yang jumlah polong hampanya dibandingkan dengan tetua Slamet. Galur-galur yang memiliki jumlah polong hampa lebih banyak tersebut yaitu, CG-1, CP-1, CG-6, GC-6, GC-9, CG-5, SC16, SC-7, SC-19, SC-8, CP-35 dan CG-9 (Tabel 5).
Bobot 25 Butir Galur-galur F8 yang diamati memiliki kisaran bobot 25 butir antara 1.91 3.20 dengan nilai tengah 2.39, sedangkan tetua Pangrango dan Slamet yang dijadikan sebagai pembanding memiliki nilai tengah 2.55 dan 3.20 (Tabel 2). Analisis ragam yang dilakukan menunjukkan perbedaan yang sangat nyata pada nilai tengah galur-galur yang diamati. Galur yang memiliki nilai tertinggi adalah tetua Slamet dan yang terendah adalah galur CG-1 (Tabel 5). Berdasarkan hasil uji lanjut dengan menggunakan tetua Pangrango dan Slamet sebagai pembanding diperoleh dua galur yang berbeda nyata dengan tetua Pangrango dan Slamet. Galur-galur yang berbeda nyata tersebut adalah CG-1 dan CG-9 dengan bobot 25 butir masing-masing galur adalah 1.91. Sebagian besar galur-galur yang diuji berbeda nyata dengan tetua Slamet, namun galur tersebut mempunyai bobot 25 butir lebih rendah. Galur-galur tersebut di antaranya adalah CS-10, SC-7, SC-8, CP-41, CP-33, CP-1, CG-6, CG-7, dan lainnya (Tabel 5). Menurut Hidajat (1985), ukuran kedelai terbagi atas tiga kategori. Kategori pertama yaitu, kecil yang mempunyai bobot 25 butir 1.75 gram hingga 2.5 gram, berbiji sedang bila bobot 25 butirnya 2.75 hingga 3.25 dan besar bila bobot 25 butirnya melebihi 3.5 gram. Kriteria ini menunjukkan ada empat belas galur yang sesuai kriteria Hidajat (1985) dalam kategori ukuran kecil. Galur-galur tersebut yakni CG-6, CG-1, CP-1, CP-33, CP-41, GC-6, GC-9, CG-5, CG-9, SC-16, SC19, CP-35, tetua Ceneng, dan tetua Godek (Tabel 5). Kategori mendekati sedang di antara galur-galur yang diuji disandang oleh empat galur. Galur-galur tersebut yaitu, tetua Slamet, SC-8, SC-7, dan CS-10 dengan berat masing-masing yaitu, 2.55, 2.56, 2.67, dan 2.70. Tetua Slamet merupakan satu-satunya galur yang masuk kategori sedang menurut Hidajat (1985). Bobot Biji Pertanaman Galur-galur yang diamati memiliki nilai tengah 6.06 dengan kisaran 4.49 8.14, sedangkan tetua Pangrango dan Slamet yang dijadikan sebagai pembanding memiliki nilai 6.1 gram dan 8.14 gram. Galur yang memiliki nilai tertinggi adalah tetua Slamet dan yang terendah adalah galur CG-1 (Tabel 5). Analisis ragam yang dilakukan pada nilai tengah karakter bobot total menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata pada galur-galur yang diamati (Tabel 3).
Tabel 5. Rekapitulasi nilai duncan yang dibandingkan terhadap tetua Pangrango dan Slamet untuk semua karakter Genotipe TT JCP JBT JPI JPH BP BT 2 2 1 CG-6 54.55 4.43 24.23 53.67 21.63 2.45 6.77 2 CG-1 69.32 3.69 19.58 35.6 24.53 1.9112 4.492 3 CP-1 44.312 3.42 18.46 37.1 21.89 2.472 5.05 12 2 4 CP-33 55.2 3.78 20.97 49.53 18.43 2.49 7.32 5 CP-41 45.412 3.57 21.5 49.87 152 2.532 7.48 2 6 CS-10 67.53 3.9 25.87 49.87 19.67 2.7 7.24 7 GC-6 61.4 4.28 25.68 47.37 24.27 2.322 7.51 2 5.12 8 GC-9 60.07 3.6 19.93 38.8 34.27 2.24 9 CG-5 50.9312 4.5 26.37 53.33 24.8 2.392 6.53 2 2 2 10 SC-16 57.2 4.9 25.53 38.63 26.13 2.28 4.822 11 SC-7 43.9212 3.33 17.6712 25.6 30.87 2.672 4.652 1 12 SC-19 78.25 2.81 27.18 35.4 34.03 2.252 5.86 13 SC-8 67.5 2.45 21.57 33.5 25.7 2.562 5.09 14 CP-35 53.132 2.82 17.2712 30.63 26.4 2.172 5.04 12 15 CG-9 66.49 4.4 25.93 43.77 20.43 1.91 6.24 16 Ceneng 59.13 3 16.7812 34.67 17.072 2.192 5.65 17 Pangrango 61.85 3.72 25.87 46.9 38.7 2.55 6.1 18 Godek 63.08 3.9 21.9 48.47 16.932 2.122 6.08 19 Slamet 69.6 3.23 25.93 44.13 19.9 3.2 8.14 Keterangan : TT: Tinggi Tanaman, JCP: Jumlah Cabang Produktif, JBT: Jumlah Buku Total, JPI: Jumlah Polong Isi, JPH: Jumlah Polong Hampa, BP: Bobot Polong (bobot/25 butir), BT: Bobot Total (bobot biji pertanaman dari semua contoh tiap petak), 1 : Berbeda nyata terhadap tetua P, 2 : Berbeda nyata terhadap tetua S
Uji lanjut menunjukkan hanya tiga galur yang berbeda nyata dengan tetua Slamet. Galur-galur ini adalah CG-1, SC-16, dan SC-7. Semua galur yang berbeda nyata dengan tetua Slamet, memiliki nilai rata-rata yang lebih kecil dibandingkan dengan tetua Pangrango dan Slamet yakni 4.49 gram, 4.82 gram, dan 4.65 gram (Tabel 5). Galur-galur yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan tetua Pangrango pada uji lanjut tetapi memiliki jumlah bobot total yang lebih tinggi ada tujuh galur. Galur-galur tersebut yaitu, CG-6, CP-41, CS-10, GC-6, CG-5, CP-33, dan CG-9.
Korelasi antar karakter agronomi kedelai F8 Tabel 6. Matriks koefisien korelasi antar karakter agronomi kedelai F8 TT JCP JBT JPI JPH BP BT WB JCP 0.01tn 1 JBT 0.45** 0.64** 1 JPI 0.24tn 0.62** 0.64** 1 JPH 0.01tn 0.11tn 0.22tn -0.08tn 1 BP 0.08tn -0.06tn 0.21tn 0.20tn -0.05tn 1 1 BT 0.38** 0.47** 0.63** 0.8** -0.18tn 0.41** WB 0.35tn 0.33 * 0.37** 0.20tn 0.09tn -0.26 * 0.06tn 1 PH 0.19tn 0.41* 0.49** 0.34 * 0.14tn -0.09tn 0.19tn 0.81** Keterangan : TT: Tinggi Tanaman, JCP: Jumlah Cabang Produktif, JBT: Jumlah Buku Total, JPI: Jumlah Polong Isi, JPH: Jumlah Polong Hampa, BP: Bobot Polong (bobot/25 butir), BT: Bobot Total (bobot biji pertanaman dari semua contoh tiap petak), tn = tidak nyata, * = berbeda nyata pada taraf 5%, ** = berbeda sangat nyata pada taraf 5 %. Koefisien korelasi adalah koefisien yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan linier antara dua peubah atau lebih. Besaran dari koefisien korelasi tidak menggambarkan hubungan sebab akibat antara dua peubah atau lebih tetapi semata-mata menggambarkan keterkaitan linier antar peubah (Maatjik, 2000). Karakter yang berkorelasi positif dengan bobot seluruh contoh tiap petak terdapat pada karakter tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah buku total, jumlah polong isi, dan bobot tiap 25 butir. Karakter polong isi memiliki nilai korelasi yang sangat tinggi (0.800) (Tabel 6). Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Evrina (2006) yang mendapatkan karakter polong isi memiliki korelasi yang sangat besar (0.582) diantara karakter yang diamati. Wirnas et al., (2006) melaporkan pada generasi F6 memiliki hasil analisis korelasi yang menunjukkan bahwa jumlah cabang produktif, jumlah buku total, jumlah polong isi, jumlah polong total, dan persentase polong isi yang berkorelasi positif dan sangat nyata dengan bobot biji/tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan karakter-karakter tersebut akan meningkatkan bobot biji/tanaman.
V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe yang memiliki karakter tinggi tanaman dan Jumlah buku total terbaik pada genotipe SC-19. Karakter jumlah cabang produktif didapati pada genotipe SC-16. Sedangkan pada karakter jumlah polong isi dan jumlah polong hampa dan bobot total tidak ditemukan genotipe paling baik dikarenakan uji ragam tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Karakter bobot per 25 butir paling baik didapati pada genotipe Slamet. Diantara galur-galur yang diuji, bobot pertanaman menurut uji lanjut terdapat tiga galur yang berbeda nyata dengan tetua Slamet. Galur-galur ini adalah CG-1, SC16, dan SC-7. Semua galur yang berbeda nyata dengan tetua Slamet, memiliki nilai rata-rata yang lebih kecil dibandingkan dengan tetua Pangrango dan Slamet yakni 4.49 gram, 4.82 gram, dan 4.65 gram. Galur-galur yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan tetua Pangrango pada uji lanjut tetapi memiliki jumlah bobot total yang lebih tinggi ada tujuh galur. Galur-galur tersebut yaitu, CG-6, CP-41, CS-10, GC-6, CG-5, CP-33, dan CG-9. Galur GC-6 memiliki bobot terbesar dan yang terkecil adalah galur CG-9. Genotipe yang memiliki masa berbunga yang lambat, didapati pada genotipe Godek, sedangkan pada genotipe persilangan didapati pada genotipe CG-6, CG-1, GC-9, CG-5, SC-16, SC-19, dan CG-9 dengan lama 39 hari. Periode hijau terlama didapati pada genotype Pangrango dengan lama 68 hari. Genotipe SC-7 dan genotipe SC-8 memiliki periode hijau yang paling cepat diantara genotipe yang ada dengan lama waktu 58 hari.
Saran Uji daya hasil galur-galur yang terbaik perlu dilakukan pada musim berikutnya agar didapatkan informasi potensi genetik dari masing-masing galur kedelai yang ditanam di dua musim yang berbeda di tempat yang sama.
DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto, T. dan R. Wudianto. 1999. Meningkatkan Hasil Panen Kedelai di Lahan Sawah, Kering, dan Pasang Surut. P.T. Penebar Swadaya. Bogor. [Anonim]. 8 januari 2004. Pembangunan Sektor Pertanian Terus Mundur. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0401/08/utama/789695.htm [ 9 Mei 2006 ]. Arsyad, D. M. 1996. Varietas Unggul dan Strategi Pemuliaan Kedelai di Indonesia, hal. 39-42. Dalam Gunawan, L. W., N. Sunarlim, T. Handayani, B. Soegiarto, W. Adil, B. Priyanto, Suwarno, (eds). 2000. Prosiding Lokakarya Penelitian dan Pengembangan Produksi Kedelai di Indonesia. Direktorat Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta. Arsyad, D. M. M. M. Adie, dan H. Kuswantoro. 2007. Perakitan Varietas Unggul Kedelai Spesifik Agroekologi, hal. 205-228. Dalam Sumarno, Suyamto, et. Al. (eds). 2007. Kedelai Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Baharsjah, J. S., D. Suardi dan I. Las. 1985. Hubungan Iklim Dengan Pertumbuhan Kedelai, hal. 87-102. Dalam Somaatmadja, S., M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S.O. Manurung dan Yuswadi, (eds). Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Biro Pusat Statistik. 2000. Statistika Indonesia. Biro Pusat Statistik. Indonesia. Budiastuti, E. 2006. Seleksi Galur-Galur F8 Kedelai Untuk Daya Hasil Tinggi. Skripsi. Program sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. da Mota, F. S. 1978. Technical Note No. 160 Soya Bean and Weather. Secretariat of the World Meteorological Organization. Geneva. FAO. 2006. FAOSTAT Database Collection. http://faostat.fao.org/faostat/collections? subset= agriculture. [ 3 Mei 2006 ]. Hermiati, N. 2001. Diktat kuliah Pemuliaan Tanaman. Jurusan budidaya Pertanian Fakultas Pertanian UNPAD. Bandung. Hidajat, O. O. 1985. Morfologi Tanaman Kedelai, hal. 73-86. Dalam Somaatmadja, S., M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S.O. Manurung dan Yuswadi, (eds). Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Ismail, I. G. dan S. Effendi. 1985. Pertanaman Kedelai Pada Lahan Kering, hal. 103-119. Dalam Somaatmadja, S., M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S.O. Manurung dan Yuswadi, (eds). Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Januarini, R. T. 2008. uji daya Hasil Galur-Galur Harapan Kedelai Berdaya hasil Tinggi. Skripsi. Program sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. KeShun, L. 1997. Soybeans : Chemistry, Technology, and Utilization. Chapman & Hall. New York. 532 hal. Norman, A.G. 1963. The Soybean. Academic Press Inc. New York. Rukmana, R. dan Y. Yuniarsih. 1995. Kedelai Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Jakarta. Shanmugasundaram, S. dan Sumarno. 1993. Glycine max (L.) Merr., hal. 43-50. Dalam Maesen, L.J.G. van der dan S. Somaatmadja 9eds). PROSEA Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Shibles R. M., I. C. Anderson, A. H. Gibson. Soybean, hal 151-189. Dalam Evans, L. T. (eds). Crop Physiology Some Case Histories. 1975. Cambridge University Press. Cambridge. 374 hal. Somaatmadja, S. 1985. Peningkatan Produksi Varietas Melalui Perakitan Kedelai, hal. 243-261. Dalam Somaatmadja, S., M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S.O. Manurung dan Yuswadi, (eds). Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Suhartina. 2005. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-Kacangan Dan UmbiUmbian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan Dan Umbi-Umbian. Malang. Sunihardi, Yunastri, Sri Kurniasih. 1999. Deskripsi Varietas Unggul Padi dan Palawija 1993 – 1998. Puslitbangtan pangan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Sumarno. 1985. Teknik Pemuliaan Kedelai, hal. 263-294. Dalam Somaatmadja, S., M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S.O. Manurung dan Yuswadi, (eds). Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Suprapto, H.S. 2001. Bertanam kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta. Sopandie, D., E. Sulistyono, Trikoesoemaningtyas dan N. Heryani. 2001. Pengembangan Kedelai Sebagai Tanaman Sela : Fisiologi dan Pemuliaan Untuk Toleransi Terhadap Naungan. Budi Daya Pertanian. IPB dan Balitpa. Bogor. (Tidak dipublikasikan) Wirnas, D., I. Widodo, Sobir, Trikoesoemaningtyas, dan D. Sopandie. 2006. Pemilihan Karakter Agronomi Untuk Menyusun Indeks Seleksi Pada 11 Populasi Kedelai Generasi F6. Bul. Agron. 34 (1):19-24.
Lampiran 1. Kondisi cuaca selama penelitian Bulan
Kelembaban Rata-Rata
Curah Hujan (mm)
Temperatur (celcius)
Kecepatan Angin (km/jam) 2.16 2.52 3.6 5.04
Juni 2006 74.05 % 214.8 27.30 Juli 2006 73.23 % 130.4 27.30 Agustus 2006 65.44 % 54.2 27.40 September 60.92 % 54.2 28.10 2006 Oktober 2006 64.76 % 335.2 28.80 5.04 Sumber : Stasiun Klimatologi Klas I. Balai Wilayah II. Dramaga, Bogor. Tabel Lampiran 2. Sidik ragam peubah-peubah pengamatan
Tinggi Tanaman Sumber Keragaman Db JK KT FHitung Pr Ulangan 2 540.5 270.25 8.44 0.001 Galur 18 4753.59 264.09 8.25** 0 Galat 36 1152.33 32.01 Umum 56 6446.42 Ket: tn = tidak nyata; * = nyata pada taraf α = 0.05; ** = sangat nyata pada taraf α = 0.05 Jumlah Cabang Produktif Sumber Keragaman Db JK KT FHitung Pr Ulangan 2 2.2842 1.1421 2.27 0.117 Galur 18 22.6278 1.2571 2.5** 0.009 Galat 36 18.0772 0.5021 Umum 56 42.9892 Ket: tn = tidak nyata; * = nyata pada taraf α = 0.05; ** = sangat nyata pada taraf α = 0.05 Jumlah Buku Total Sumber Keragaman Db JK KT FHitung Pr Ulangan 2 29.48 14.74 0.92 0.408 Galur 18 674.91 37.5 2.34* 0.015 Galat 36 577.08 16.03 Umum 56 1281.47 Ket: tn = tidak nyata; * = nyata pada taraf α = 0.05; ** = sangat nyata pada taraf α = 0.05
Jumlah Polong Isi Sumber Keragaman Db JK KT FHitung Pr Ulangan 2 1991.7 995.9 6.56 0.004 Galur 18 3604.8 200.3 1.32tn 0.234 Galat 36 5465.1 151.8 Umum 56 11061.7 Ket: tn = tidak nyata; * = nyata pada taraf α = 0.05; ** = sangat nyata pada taraf α = 0.05 Jumlah Polong Hampa Sumber Keragaman Db JK KT FHitung Pr Ulangan 2 675.3 337.6 3.07 0.059 Galur 18 2252.2 125.1 1.14tn 0.36 Galat 36 3964 110.1 Umum 56 6891.4 Ket: tn = tidak nyata; * = nyata pada taraf α = 0.05; ** = sangat nyata pada taraf α = 0.05 Bobot tiap 25 Butir Sumber Keragaman Db JK KT FHitung Pr Ulangan 2 0.59471 0.29735 4.11 0.025 Galur 18 4.86042 0.27002 3.73** 0 Galat 36 2.60576 0.07238 Umum 56 8.06088 Ket: tn = tidak nyata; * = nyata pada taraf α = 0.05; ** = sangat nyata pada taraf α = 0.05 Bobot Pertanaman Sumber Keragaman Db JK KT FHitung Pr Ulangan 2 58.159 29.079 11.13 0 Galur 18 66.762 3.709 1.42tn 0.182 Galat 36 94.08 2.613 Umum 56 219.001 Ket: tn = tidak nyata; * = nyata pada taraf α = 0.05; ** = sangat nyata pada taraf α = 0.05
Lampiran 3. Deskripsi varietas tetua pembanding Pangrango Nomor Galur Asal
B8306-4-4 Persilangan varietas lokal Lampung x Davros pada tahun 1983
Warna Hipokotil
Ungu
Warna Bunga
Ungu
Warna Biji Warna Hilum Biji Warna Kulit Polong Masak Warana Bulu Tipe Tumbuh Tinggi Tanaman Batang Tanaman Jumlah Cabang Umur Mulai Berbunga Umur Polong Masak Bentuk Biji Bobot 100 Biji Ukuran Biji Kandungan Lemak Kandungan Protein Hasil pada Tumpangsari : Tertinggi Rata-rata Ketahanan Terhadap Penyakit Pemulia
Kuning Coklat Coklat Coklat Determinate + 65 cm Kokoh (tidak mudah rebah) 3-4 Cabang + 40 hari + 88 hari Bulat-agak bulat : + 10 gram Sedang + 18% + 39%
Tahun dilepas
+ 2.0 ton/ha + 1.4 ton/ha Tahan karat daun Asadi, Darman M. Arsyad, Sumarno, Hafni Zahara, dan Nurwita Dewi 1995
Lampiran 4. Deskripsi varietas tetua pembanding Slamet Nomor Asal Asal Warna Hipokotil Warna Epikotil
T33 (UNSOED 1) Hasil persilangan Dempo x Wilis Ungu Ungu
Warna Daun Warna biji Warna Kulit Polong Masak
Hijau Kuning Coklat
Warana Bulu
Coklat
Tipe Tumbuh
Determinate
Tinggi Tanaman Umur Mulai Berbunga Umur Polong Masak Kerebahan
65 cm 37 hari setelah tanam 87 hari setelah tanam Tahan
Bobot 100 Biji Kandungan Lemak
12.5 gram 15 %
Kandungan Protein 34 % Rata-rata Hasil 2.26 ton/ha Ketahanan Terhadap Penyakit Agak tahan terhadap penyakit karat Pemulia Sunarto, Noor Farid, dan Suwarto Tahun dilepas 1995 Sumber : Sunihardi, Yunastri, Sri Kurniasih. 1999. Deskripsi Varietas Unggul Padi dan Palawija 1993 – 1998. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Lampiran 4. Daftar galur-galur yang diuji di lapangan Kode Penyimpanan CG-45-3 CG-6-7 CP-1 CP-33 CP-41 CS-50-2 GC-28-3 GC-74-7 CG-45-1 SC-1-8 SC-23-3 SC-27-2 SC-34-1 CP-35 CG-10-8 Ceneng Pangrango Godek Slamet
Kode Lapangan CG-6 CG-1 CP-1 CP-33 CP-41 CS-10 GC-6 GC-9 CG-5 SC-16 SC-7 SC-19 SC-8 CP-35 CG-9 Ceneng Pangrango Godek Slamet
Lampiran 5. Denah lapangan percobaan
1
3
20
17
23
22
15
11
14 12
23
5
14
21
11
15
4
17
13
14
16
20
17
18
19
19
2
5
4
10
22
16
1 22
13
20
11
: CG - 6 : CG - 1 : CP - 1 : CP - 33 : CP - 41 : CS - 10 : GC - 6 : GC - 9 : CG - 5 : SC - 16 : SC - 7 : SC - 19 : SC - 8 : CP- 35 : CG - 9 : Ceneng : Pangrango : Godek : Slamet
21
3
15
1 2 3 4 5 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
13
21
12
Keterangan :
18
18
4
10
2
5
10 16
19
2
1
23
22
3