BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah memperingatkan kita semua sebagaimana firmanNya dalam surat Al Ma'un yang artinya sebagai berikut:
"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan Agama itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin". (Q. 107 : 1-3).
Anak dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah) dengan membawa rasa ke-Tuhanan berupa potensi diri. Dalam perkem-
bangan potensi diri itu dipengaruhi oleh lingkungan/ orang tua apakah mau menjadikan Kafir, Yahudi atau Island (Al Hadist). M.D. Dahlan (1991:83) mengatakan, "bahwa ling kungan merupakan faktor yang berpengaruh dalam pembinaan kepribadian." Ki Hajar Dewantara menyebutkan dengan "TRI PUSAT PENDIDIKAN" yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Kita sekarang memasuki Pembangunan Jangka Panjang II (PJP II), banyak hal yang kita bangun dalam PJP 1, baik pembangunan fisik maupun nonfisik, tetapi kita tidak dapat menutup mata bahwa masih ada rakyat kita yang masih hidup miskin. Hasil Sensus Penduduk Biro Pusat Statistik terakhir (BPS 96) menyebutkan 22,5 juta penduduk Indonesia miskin" (Kompas 21 Maret 1997).
Untuk membantu mereka yang belum beruntung ini, Depsos R. 1. mengadakan panti-panti asuhan khusus untuk
anak-anak keluarga miskin, terlantar, yatim piatu dan Iain-lain.
Sebagaimana digariskan dalam GBHN, tujuan Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spritual serta hakikat pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia bedasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Keadaan tersebut dapat dicapai bila seluruh warga masyarakat mampu berpartisipasi dalam proses pembangunan termasuk pembangunan kesejahteraan anak.
Adanya pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak telantar yang dilaksanakan dalam Panti Sosial Asuhan Anak
bermaksud memberikan kesempatan kepada anak telantar agar dapat mengembangkan potensi, pribadi, serta kemampuannya secara wajar.
Disadari atau tidak, gejala meningkatnya kepedulian orang tua atas tanggung jawab pendidikan sekolah anakanak, justru menunjukkan bahwa hal tersebut belum dibarengi dengan meningkatnya kepedulian orang tua atas peranannya sebagai pendidik anak-anak dalam keluarga. Terbukti tidak sedikit orang tua yang menggantungkan hasil
pendidikan anak hanya pada lembaga pendidikan sekolah, menyerahkan pendidikan anak-anak pada berbagai lembaga pendidikan keterampilan tertentu bahkan menyerahkan pendi dikan anak pada pembantu rumah tangga.
Mendidik anak, bagi orang tua pada dasarnya merupakan
salah satu tanggung jawab kodrati, "tetapi ada kalanya orang tua kandung karena keadaan tertentu tidak mampu memikul tanggung jawab kodrati, lebih-lebih dalam kehidupan modern yang telah sedemikian berdifferensiasi"
(Soelaeman : 1978:112). Dengan kepedulian yang kurang atas perannya sebagai pendidik maka sangat wajar jika orang tua
tidak dapat menjalankan fungsi tersebut dan kalaupun ada "besar kemungkinan bahwa kebanyakan orang tua menjalankan fungsi ini tanpa rencana atau tanpa dasar pemikiran yang cukup rasional" (Sudardja Adiwikarta 1988:71). Keluarga telah kita kenali sebagai salah satu wahana yang sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan, dan
orang tua sebagai pendidik sekaligus sebagai penanggung jawab seharusnya menyediakan dan mengatur sarana dan
kondisi untuk belajar anak sebagai subjek didik yang berpotensi. Dalam keluarga, anak sewajarnya memperoleh berbagai keterampilan, pembinaan sikap dan sejumlah pengetahuan dasar agar kehidupan masa depannya lebih terjamin, tetapi gejala yang menonjol "orang tua pada umumnya tidak mampu memberikan yang layak untuk mempersiapkan anak-anak
untuk memenuhi syarat-syarat yang dituntut oleh masyara kat" (Nasution 1982:111).
Di
sisi lain, keluarga juga merupakan pusat ter-
jadinya penyampaian bagi perkembangan anak, baik dalam
segi fisik maupun segi psikis. Dalam hal ini Duval (1962:29) menyebutkan "family are the nurturing center for human personality". Demikian pula Undang-undang r.i. No. 2
tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa "pemerintah mengakui kemandirian untuk melaksanakan upaya pendidikan dalam lingkungannya sendiri" (penjelasan
pasal 10 ayat 5). Dengan demikian, keberadaan keluarga sebagai pusat pendidikan bahkan sebagai pusat pendidikan Yang pertama tidak perlu diragukan lagi. Lebih menguntung-
kan lagi bahwa peran yang dimiliki Qrang tua sebaga. pendidik tidak terbatas oleh adanya ruang dan waktu, sebab dalam keluarga "hubungan peran tidak saja berubah pada titik yang demikian jelas tetapi terus menerus selama kehidupan keluarga itu" (Goode, terjemahan Lailahanum Hasyim, 1985:138). Maksudnya tidak adanya batasan berakhirnya apakah setelah anak-anak berkeluarga atau memisahkan diri karena melanjutkan sekolah di lain kota dan sebagainya.
Berkaitan dengan pendidikan umum, pendidikan dalam
keluarga lebih menekankan kepada pengembangan kepribadian secara utuh menyeluruh lahir batin. Hal ini sesuai dengan
tujuan pendidikan umum. Secara umum, Nursid Sumaatmadja (1990:7) merumuskan tujuan pendidikan umum sebagai berikut
:
2* sMâ„¢Biai"anUSl* kemanusiaan, membma manusia SSSUai mengenaldengan diri, ^tabat menvadarkan dtrH
masyaS?aSt)ind^dv *" SelakU ^1^8^?^^ s^a^^ahVuk cfp^n = y^^ ^ Dalam praktiknya pendidikan keluarga lebih cenderung menyajikan materi atau hal-hal yang bersifat praktis dan langsung berguna dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan program pendidikan umum, seperti dikemuka-
kan oleh Henry Nelson (1952:46) bahwa "most programs of general education aim to be practical or useful" dengan demikian kita pahami betapa pentingnya pendidikan dalam keluarga dan demikian pula pendidikan umum.
Sementara itu Undang-Undang No. 2 th. 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa "keluarga merupakan pendidikan yang. penting perannya dalam upaya pendidikan umumnya".
Demikian uraian tentang penting dan keterkaitan antara pendidikan dalam keluarga dan pendidikan umum sebagai latar belakang perlunya masalah ini diteliti.
Penulis tertarik melakukan penelitian di Panti Asuhan
karena panti merupakan lembaga yang menyelenggarakan pendidikan keluarga yang menanamkan nilai-nilai agama, disiplin, dan sosialisasi sesama anak di dalam panti. Dalam masyarakat awam selama ini ada kesan bahwa
pendidikan dalam keluarga bagi anak-anak di Panti Asuhan
kurang berjalan sebagaimana mestinya dan tak ubahnya hanya Pindah tempat tidur dan makan saja. Pendapat di atas telah lama berkembang dalam masyarakat.
Kesan tidak baik yang ada selama ini yaitu orang beranganggapan bahwa hanya anak-anak miskin dan terlantar saja yang mau tinggal di panti asuhan karena keterpaksaan. Benarkah anggapan itu untuk menjawabnya diperlukan peneli tian.
oleh karena itu penelitian ini dilakukan.
Anak-anak di panti asuhan itu sebagai orang tuanya digantikan oleh ibu asuh. Perlu diteliti, apa benar mereka mendapatkan pembinaan sebagaimana ibu di rumah dalam keluarga umumnya, khususnya pembinaan perilaku anak-anak. B. Perumusan dan Pernyataan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, maka diajukan rumusan masalah sebagai berikut : seiauh mana peranan ibu asuh di panti dapat mere^lisasikan
EeJldidikan dalam keluarga sebagai ibu penaaantj untuk membina perilakn anak.
Permasalahan di atas dapat dijabarkan ke dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut ini:
1. Sumber daya manusia yang bagaimanakah yang diharapkan oleh ibu asuh, dari anak didik yang menjadi asuhannya? 2. Apa sajakah yang dilakukan oleh ibu asuh dalam membina perilaku beragama (IMTAQ)?
7
3. Nilai apakah yang ditanamkan kepada anak asuh untuk : mengembangkan kesehatan (jasmani, lingkungan) dan sikap (disiplin, jujur, berani kepada yang benar)? 4. Program-program apakah yang disajikan ibu asuh dalam panti asuhan untuk membina perilaku anak? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi hal-hal yang dilakukan oleh ibu asuh, dalam membina perilaku serta bagaimana menanamkan nilai beragama/IMTAQ anak asuh.
2. Mengidentifikasi hal-hal yang dilakukan oleh ibu asuh, kepada anak asuh dalam mengembangkan serta menanamakan
nilai kesehatan (jasmani, lingkungan) dan sikap (disi plin, jujur, berani kepada yang benar).
3. Mengidentifikasi hal-hal yang disajikan oleh ibu asuh, dalam membina serta menanamkan nilai-nilai yang diharapkan dari perilaku anak asuh.
4. Mengidentifikasi sumber daya manusia yang diharapkan Ibu Asuh dari anak asuh yang akan datang.
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi:
1. Lembaga Panti Asuhan dalam upaya melakukan asuhan, terutama mengenai sistem pendidikan dalam keluarga panti.
2. Masyarakat, unWk mengetahui bahwa pendidikan dalam keluarga di panti asuhan tidak kalah pentingnya dari pendidikan dalam keluarga umumnya.
3. Para peneliti yang ingin mengkaji masalah sejenis, se bagai bahan bandingan.
D. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam mengartikan
istilah yang terdapat dalam judul tesis ini, maka perlu didefinisikan sebagai berikut:
1. Peranan Ibu Panti Asuhan adalah, tugas yang dibebankan oleh lembaga kepada seseorang di panti asuhan, karena sesuatu dan lain hal sebagai pengganti orang tuanya
dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak asuh agar memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadiannya merupakan salah satu jawaban untuk mengatasi masalah anak-anak terlantar ( PPM MPKU, 1989:65 )
2. Pelaksanaan pendidikan dalam keluarga adalah, semua
kegiatan yang ada dalam panti asuhan, sebagai pengganti keluarga.
3. Membina perilaku anak adalah, kegiatan yang diberikan
oleh ibu Asuh kepada anak asuh dalam panti berupa pendidikan, bimbingan, dan keteladanan.
4. Pengertian perilaku dalam tesis ini mencakup: terhadap
9
Tuhan (tauhid), mengembangkan kesehatan, lingkungan, disiplin, jujur, dan berani kepada yang benar.
Demikian beberapa pengertian istilah yang digunakan dalam tesis ini, agar ada kesamaan paham tentang makna atau maksud dari judul tesis ini.
\