MAKNA PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Manajemen Dosen Pengampu: Dr. A. Siswanto, M.SEM.
Disusun Oleh: Sumini NIM. 2016081073 Swesti Intan Pramesti NIM. 2016081074
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN DIREKTORAT PASCASARJANA PENDIDIKAN UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA YOGYAKARTA Mei, 2017
Pendidikan adalah hal terpenting dalam kehidupan seseorang. Melalui pendidikan, seseorang dapat dipandang terhormat, memiliki karir yang baik serta dapat bertingkah sesuai norma-norma yang berlaku. Orientasi Asas Dan Dasar Pendidikan Dari Ki Hajar Dewantara diupayakan sebagai asas perjuangan yang diperlukan pada waktu itu menjelaskan sifat pendidikan pada umumnya. Pengaruh pemikiran dari Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan adalah dasar kemerdekaan bagi tiap-tiap orang untuk mengatur dirinya sendiri. Hal ini sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yakni “kemerdekaan adalah hak setiap bangsa” ini berarti setiap warga negara berhak atas kemerdekaan. Menurut pemikiran Ki Hajar kemerdekaan itu memiliki sifat 3 macam yaitu berdiri sendiri, tidak tergantung kepada orang lain, dan dapat mengatur dirinya sendiri. Dengan demikian, kemerdekaan itu berarti manusia sebagai mahkluk individu dan sekaligus sosial dapat mengatur ketertiban hidupnya dalam berhubungan dengan kemerdekaan orang lain Ki Hadjar Dewantara (1922) menemukan bahwa cara untuk melawan kolonialisme adalah dengan cara yang digunakan oleh kolonialisme, yaitu Pendidikan.
Berdasarkan bagan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan utama pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah Hamemayu Hayuning Sariro, yang berarti pendidikan berguna bagi yang bersangkutan, keluarganya, sesamanya, dan lingkungannya. Hal itu sangat jelas bahwa arti manusia sebagai makhluk individu dan sosial. Hamemayu Hayuning Bongso, yang berarti pendidikan berguna bagi bangsa, negara, dan tanah airnya. Butir ini juga ditekankan di panca darma Ki Hadjar dan 10 Pedoman Guru. Hamemayu Hayuning Bawono, yang berarti pendidikan berguna bagi masyarakat yang lebih luas lagi yaitu dunia atau masyarakat global.
Hakikat pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Artinya, menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keseluruhan dan kebahagiaan. Konsep dan asas pendidikan Taman Siswa yang humanis-religius dapat ditunjukan dengan pemikiran metode among. Sistem among artinya mendidik anak agar menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya, merdeka tenaganya. Dalam proses kegiatan belajar mengajar, sebaiknya guru yang dapat disebut dengan pamong berperan sebagai fasilitator yang menerapkan ajaran 3 Mong, yaitu momong, among, dan ngemong. Momong dalam bahasa Jawa berarti merawat dengan tulus dan penuh kasih sayang serta mentransformasi kebiasaan-kebiasaan atau membiasakan hal-hal yang baik disertai dengan doa dan harapan agar kelak buah rawatan dan kasih sayangnya menjadi anak yang baik dan selalu dijalan kebenaran dan keutamaan. Among dalam bahasa Jawa berarti memberi contoh tentang baik buruk tanpa harus mengambil hak anak agar anak bisa tumbuh dan berkembang dalam suasana batin Ngemong dalam bahasa Jawa berarti proses untuk mengamati, merawat, dan menjaga agar anak mampu mengembangkan dirinya, bertanggungjawab dan disiplin berdasar nilai-nilai yang telah diperolehnya sesuai dengan kodratnya. Dalam sikap momong, among, dan ngemong, terkandung nilai yang sangat mendasar, yaitu pendidikan tidak memaksa namun bukan berarti membiarkan anak berkembang bebas tanpa arah. Metode among mempunyai pengertian menjaga, membina, dan mendidik anak dengan kasih sayang. Kemudian siswa berperan sebagai pusat pembelajaran, dimana siswa belajar secara aktif dan bekerjasama dengan teman sekelas untuk menyelesaikan masalah serta menemukan ilmu pengetahuan. Co-education diberlakukan dimana siswa yang memiliki kelebihan membantu temannya. Maka, dalam isi pendidikan, Ki Hadjar menekankan agar dalam pendidikan memperhatikan Kodrat Alam, Kemerdekaan, Kemanusiaan, Kebudayaan, dan Kebangsaan. Jadi, pendidikan berguna untuk melakukan pembangunan bangsa secara sistematik dan sistemik menuju hal yang lebih baik untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih baik dan manusiawi, yang merupakan tujuan utama pendidikan yaitu Hamemayu Hayuning Manungso, membahagiakan hidup manusia pada umumnya. Untuk mewujudkan itu, dalam proses kegiatan belajar mengajar perlu diterapkan ajaran pancasila untuk membangun jiwa bangsa Indonesia yang nasionalis. Sehingga peserta didik dapat memiliki sikap olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga yang humanis sesuai dengan kebudayaan nasional Indonesia dan memiliki sikap nilai sosial kepada sesama.
Pemikiran dari Ki Hajar Dewantara Bila diterapkan kepada pelaksanaan pengajaran maka hal itu merupakan upaya di dalam mendidik murid-murid supaya dapat berperasaan, berpikiran dan bekerja merdeka demi pencapaian tujuannya dan perlunya kemajuan sejati untuk diperoleh dalam perkembangan kodrati. Pada era sekarang pendidikan lebih memfokuskan pada ranah knowledge saja sedangkan ranah attitude tidak digarap sedemikian rupa. Guru lebih banyak memberikan materi pengetahuan, untuk materi character building dan nasionalisme tidak diberikan secara maksimal sehingga output dari pendidikan tidak menghsilkan generasi yang memiliki jiwa patriotisme yang tinggi melainkan sikap egoisme dan individualisme. Pengajaran yang tidak berdasarkan semangat kebudayaan dan hanya mengutamakan intelektualisme dan individualisme yang memisahkan satu orang dengan orang lain hanya akan menghilangkan rasa keluarga dalam masyarakat di seluruh Indonesia yang sesungguhnya dan menjadi pertalian suci dan kuat serta menjadi dasar yang kokoh untuk mengadakan hidup tertib dan damai. Semangat jaman yang dihadapi oleh setiap generasi akan mempengaruhi konsep berpikirnya, demikian Ki Hajar Dewantara merumuskan makna pendidikannya. Namun ada hubungan yang tak akan pernah berubah dari waktu ke waktu, bahwa pendidikan adalah pilar utama bangunan peradaban bangsa, martabat manusia, kecerdasan, keluhuran budi, kemandirian, kemerdekaan, kreatifitas adalah konsep luhur yang akan mewarnai peradaban itu. Namun konsep tersebut masih akan selalu mengawang apabila tidak didukung dengan sinergitas antara teori dan praktek. Maka keteladanan perumus kebijakan (pemimpin), lurusnya motivasi, dan ketulusan tindakan para pelaksana akan menjadi taruhan suksesnya dunia pendidikan. Pendidikan kemudian jangan sampai kehilangan fungsi dan tujuannya. Pendidikan kemudian jangan sampai terganggu oleh komersialisasi dan kapitalisasi yang semakin menggoda. Dalam dunia pendidikan modern saat ini, meskipun berbeda secara substansial, konsep trisakti jiwa bisa diselaraskan dengan upaya memfasilitasi seluruh potensi anak didik dalam perkembangan belajarnya yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Baru setelah bangsa ini mengalami dekadensi nilai-nilai budaya (pemimpin minus keteladanan, korupsi, kriminal, asusila, dll) dunia pendidikan Indonesia menggagas apa yang disebut dengan pendidikan karakter, pendidikan berbasis nilai-nilai budaya yang luhur. Sebenarnya, sebuah gagasan yang tidak perlu lagi digagas karena sejatinya pendidikan karakter, harus sudah inhern dari setiap gagasan manusia sejak lama. Oleh karena itu, ketika tujuan dan hakikat pendidikan di Indonesia tercapai dengan sukses, maka akan didukung pula
dengan pembangunan dan ketahanan nasional dalam bidang ekonomi, politik yang berbudaya. Mungkin guru dan masyarakat mulai banyak yang sadar akan pentingnya tujuan dan hakikat pendidikan yang sebenarnya. Dengan melihat kondisi pendidikan yang ada di sekolah saat ini, munculah kekhawatiran dan ketidakpercayaan para masyarakat khususnya orang tua terhadap sistem sekolah. Mungkin karena masih banyak sekolah yang menuntut nilai kognitif saja dan masih banyak pula masalah bullying di sekolah. Guru sebagai fasilitator pendidikan dan pengajaran pun sulit mengembangkan dirinya karena terhimpit oleh sistem peraturan pemerintah yang kurang jelas dan manajemen sekolah pun tidak bisa berbuat apa-apa karena adanya peraturan tersebut. Saat inilah waktu yang tepat, untuk kembali melihat dan menerapkan sistem pendidikan menurut ajaran Ki Hajar Dewantara, karena pada masanya, pendidikan sudah tertata dengan baik.