1
KEMBALI KEPADA FITRAH (sebagai harapan yang harus diperjuangkan) Khotbah Iedul Fitri 1438 H
ُِى ﻟَ ْﻮﻻَ ا َ ْن َھﺪَاﻧَﺎ ﷲ ُ أ َ ْﺷ َﮭﺪ ُأ َ ْن ﻻﱠ ِإل ٰ◌هَ إِﻻﱠ ﷲ َ ا َ ْﻟ َﺤ ْﻤﺪُ ِﻟ ّﻞ ٰ◌ ِه َھﺪَاﻧَﺎ ِﻟﮫ ٰ◌ذَا َو َﻣﺎ ُﻛﻨﱠﺎ ِﻟﻨَ ْﮭﺘَﺪ ﺎء ِ َف اْﻷ َ ْﻧﺒِﯿ ِ ﺳ ِﻠّ ْﻢ َﻋﻠَﻰ ﻧَﺒِﯿِّﻨَﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٍﺪ أ َ ْﺷ َﺮ ُ َوأ َ ْﺷ َﮭﺪ ُ أ َ ﱠن ُﻣ َﺤ ﱠﻤﺪًا ﱠر َ ﺻ ِّﻞ َو َ اَﻟ ّﻞ ٰ◌ھُ ﱠﻢ.ِﺳ ْﻮ ُل ﷲ ُﺎﺿ ُﺮ ْونَ َر ِﺣ َﻤ ُﻜ ُﻢ ﷲ ِ ﻓَ َﯿﺎ أَﯾـ ﱡ َﮭﺎ ْاﻟ َﺤ. ُ أ َ ﱠﻣﺎ َﺑ ْﻌﺪ. َﺻ ْﺤ ِﺒ ِﮫ أ َ ْﺟ َﻤ ِﻌﯿْﻦ َ َو ْاﻟ ُﻤ ْﺮ َ ﺳ ِﻠﯿْﻦَ َو َﻋﻠَﻰ أ ٰ◌ ِﻟ ِﮫ َو . َﱠﺎي ﺑِﺘ َ ْﻘ َﻮى ﷲِ ﻓَﻘَ ْﺪ ﻓَﺎزَ ْاﻟ ُﻤﺘﱠﻘُ ْﻮن ِ أ ُ ْو َ ﺻ ْﯿ ُﻜ ْﻢ َوإِﯾ .ُ( ﻻَ ِإل ٰ◌هَ ِإﻻﱠ ﷲُ َو ﷲُ أ َ ْﻛﺒَ ُﺮ أَ�ُ أ َ ْﻛﺒَ ُﺮ َو ِﻟ ّﻞ ٰ◌ ِه ْاﻟ َﺤ ْﻤﺪ9×) ﷲُ أ َ ْﻛﺒَ ُﺮ Ma’aasyirol mukminiin, rohimakumullaah. Alhamdulillah, segala puja dan puji serta rasa syukur kami haturkan ke haribaan Allah SWT yang telah mencurahkan banyak rahmat dan kasih sayangnya kepada kita semua, sehingga hari ini kita disempatkan oleh Allah untuk berkumpul di tempat ini guna menunaikan sholat Idul Fitri, setelah semalam suntuk kita lafadzkan takbir, tahlil, dan tahmid, mengagungkan nama Allah, “Allaahu Akbar Walillaahilhamd”. Hari ini pula dimanfaatkan sebagai kesempatan yang sangat berharga untuk bersilaturrahim kepada orang tua dan sanak famili, untuk itu mereka pada berdatangan dari tempat yang jauh, naik kendaraan dan rela berdesak-desakan, dan bekalpun telah dikumpulkan selama berbulanbulan, hanya untuk melepas kerinduan pada kampung halaman, sambil saling meminta ma’af atas segala khilaf dan kesalahan. Sementara itu sebagian saudara kita di hari yang bahagia ini ada yang masih dalam suasana duka karena musibah sepanjang tahun yang bertubi-tubi yang dialami bangsa ini. Ada gunung yang menyemburkan asap tebal bercampur debu, ada sebagian daerah yang terkena gempa sehingga bangunan rumah porak poranda, di sebagian tempat ada terkena musibah longsor sehingga tidak sedikit yang rumah dan penghuninya tertimbun tanah, dan ada pula yang rumahnya tergerus banjir sungai yang tak terkendali, bahkan air laut-pun pasang hingga masuk perkampungan tanpa terhalang. Juga tidak sedikit di antara mereka yang sedih lantaran keluarganya menjadi korban penggusuran tanpa mendapatkan ganti kerugian. Belum terhitung yang menjadi korban kejahatan yang setiap hari jumlahnya senantiasa tambah meraja lela. Untuk menumbuh suburkan perasan empati kepada mereka yang menderita itu, sebenarnya kita selama satu bulan ini telah dilatih untuk prihatin menderita lapar dan dahaga, menahan hawa nafsu angkara murka, melatih kesabaran dalam menghadapi cobaan dan ujian. Diharapkan, setelah memasuki bulan Syawal, kita kembali kepada fitrah, kembali kepada kesucian, seperti bayi yang baru dilahirkan, yang dalam perjalanan hidup selanjutnya mampu meraih ridha Allah Yang Maha Rahman. Pertanyaannya, sudahkah cita-cita dan harapan untuk kembali kepada fitrah, kembali kepada kesucian tersebut kita dapatkan? Ma’aasyirol mukminiin, rohimakumullaah. Rasanya belum patut kita menyatakan telah kembali kepada fitrah, sebab dalam kenyataannya masih banyak dosa yang selama ini kita lakukan, sedangkan amal saleh sering terhalang oleh nafsu dan keinginan.
2
Mungkin kita sudah sholat dengan cukup syarat dan rukunnya, lebih-lebih di bulan Ramadhan yang baru saja meninggalkan kita, akan tetapi sudahkah sholat kita itu telah mencegah kita dari berbuat kejahatan dan kemungkaran? Tidak sedikit orang yang sholatnya tidak pernah ketinggalan di shof terdepan, tetapi pada saat yang sama korupsinya tetap jalan, bahkan laku maksiyat-pun dianggap sebagai hiburan. Karenanya suatu ketika sampai ada seorang pemuda bertanya kepada seorang ulama: “Pak Kyai, lebih baik mana, ada seorang sudah pernah pergi haji tapi masih suka membungakan uang, dibanding dengan ada seorang insinyur, belum menjalankan sholat tapi baik pada tetangganya”. Sang ulama dengan bijak dan tenang memberikan jawaban: “Untung yang membungakan uang itu sudah haji, kalau belum haji kejahatannya bisa lebih keji, yakni makan kamu. Lha insinyur itu belum sholat saja sudah baik, apalagi kalau mau sholat tentu akan lebih baik lagi”. Memang tidak sedikit orang yang telah sholat tapi belum mampu meresapi dan menghayati ritual sholatnya sehingga sholatnya belum dapat mempengaruhi jiwanya untuk meninggalkan kejahatan dan kemungkaran. Begitu pula orang yang berpuasa, tidak sedikit di antara mereka yang tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga.
ﺴ َﮭ ُﺮ ُ ﺎﻣ ِﮫ ِإﻻﱠ ْاﻟ ُﺠﻮ ﺎﻣ ِﮫ ِإﻻﱠ اﻟ ﱠ ِ ْﺲ ﻟَﮫُ ِﻣ ْﻦ ﻗِ َﯿ ِ ﺻ َﯿ ِ ْﺲ ﻟَﮫُ ِﻣ ْﻦ َ ُربﱠ َ ع َو ُربﱠ ﻗَﺎﺋِ ٍﻢ ﻟَﯿ َ ﺻﺎﺋِ ٍﻢ ﻟَﯿ ()رواه اﺑﻦ ﻣﺎﺟﺔ
Artinya: “Berapa banyak seorang yang berpuasa tidak ada bagian dari puasanya melainkan lapar dan berapa banyak seorang yang bangun beribadah pada malam hari tidak ada bagiannya dari bangun malamnya kecuali begadang.” (Hadits riwayat Ibnu Majah). Kami yakin kita semua telah berusaha meningkatkan kwalitas ibadah kita, lebih-lebih di saat bulan Ramadhan yang baru meninggalkan kita, akan tetapi memang syaitan amat cerdik dalam menggoda dan mempengaruhi manusia. Taktik dan strategi syaitan dalam menggoda manusia digambarkan dalam beberapa ayat Al Qur’an, antara lain sebagaimana disebutkan dalam: 1. Surat Al A’raf ayat 16 dan 17 berikut ini:
َ ﺻ َﺮا ط َﻚ ْاﻟ ُﻤ ْﺴﺘ َ ِﻘﯿ َْﻢ * ﺛ ُ ﱠﻢ َﻷ ٰ◌ ِﺗــــﯿــَـﻨﱠ ُﮭ ْﻢ ِﻣ ْﻦ َﺑﯿ ِْﻦ أ َ ْﯾ ِﺪ ْﯾ ِﮭ ْﻢ ِ ﻗَﺎ َل ﻓَ ِﺒ َﻤﺎ أ َ ْﻏ َﻮ ْﯾﺘ َ ِﻨ ْﻲ َﻷ َ ْﻗﻌُﺪَ ﱠن ﻟَ ُﮭ ْﻢ -16:ﺷ َﻤﺎﺋِ ِﻠ ِﮭ ْﻢ َوﻻَ ﺗ َ ِﺠﺪ ُ أ َ ْﻛﺜ َ َﺮ ُھ ْﻢ ﺷَﺎ ِﻛ ِﺮﯾْﻦَ * )اﻷﻋﺮاف َ َو ِﻣ ْﻦ ﺧ َْﻠ ِﻔ ِﮭ ْﻢ َو َﻋ ْﻦ أ َ ْﯾ َﻤﺎﻧِ ِﮭ ْﻢ َو َﻋ ْﻦ (17 Artinya: (16) “Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalangi-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus”. (17) “Kemudian pasti saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta’at)”. (Al A’raf: 16-17). 2.
Surat Al Hijr ayat 39 dan 40 berikut ini:
ض َو َﻷ ُ ْﻏ ِﻮ َﯾﻨﱠ ُﮭ ْﻢ أ َ ْﺟ َﻤ ِﻌﯿْﻦَ * إِﻻﱠ ِﻋ َﺒﺎدَ َك ِﻣ ْﻨ ُﮭ ُﻢ ِ ب ِﺑ َﻤﺎ أ َ ْﻏ َﻮ ْﯾﺘ َ ِﻨ ْﻲ َﻷُزَ ِﯾّﻨ ﱠَﻦ ﻟَ ُﮭ ْﻢ ِﻓ ْﻲ ْاﻷ َ ْر ِ ّ ﻗَﺎ َل َر (40-39:ﺼﯿْﻦَ *)اﻟﺤﺠﺮ ِ َْاﻟ ُﻤ ْﺨﻠ
Artinya: (39) “Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya”,
3
(40) “kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka". (Al Hijr: 39-40). Begitu gambaran gigihnya syaitan dalam menggoda ummat manusia, dan senjata yang bisa melawannya hanyalah sikap ikhlas. Dan contoh sikap ikhlas itu tergambar dalam kisah yang disampaikan Nabi s.a.w. dalam hadits berikut ini:
َ َﺑ ْﯿﻨَ َﻤﺎ َر ُﺟ ٌﻞ َﯾ ْﻤ ِﺸ ْﻲ ِﺑ: َﻗﺎ َل. م.ﺳ ْﻮ َل ﷲِ ص ﻖ اِ ْﺷﺘَﺪ ﱠ ُ أ َ ﱠن َر.ض.َﻋ ْﻦ ا َ ِﺑ ْﻲ ُھ َﺮﯾ َْﺮة َ ر ٍ ﻄ ِﺮ ْﯾ َ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ ْاﻟ َﻌ ُ ﺐ ﯾَ ْﻠ َﮭ َﺚ ﯾَﺄ ْ ُﻛ ُﻞ اﻟﺜ ﱠ َﺮى ِﻣﻦ ٌ ب ﺛ ُ ﱠﻢ ﺧ ََﺮ َج ﻓَﺈِذَا َﻛ ْﻠ ُ ﻄ َ ﺶ ﻓَ َﻮ َﺟﺪَ ِﺑﺌْ ًﺮا ﻓَﻨَﺰَ َل ﻓِ ْﯿ َﮭﺎ ﻓَﺸ َِﺮ َ ْاﻟ َﻌ ُ ﻓَﻨَﺰَ َل ْاﻟﺒِﺌْ َﺮ ﻓَ َﻤ َﻸ َ ُﺧﻔﱠﮫ،ي َﻛﺎنَ ﺑَﻠَ َﻎ ِﺑ ْﻲ ُ اﻟﺮ ُﺟ ُﻞ ﻟَﻘَ ْﺪ ﺑَﻠَ َﻎ َھﺬَا ْاﻟ َﻜ ْﻠ ﻄ ِﺶ ﻓَﻘَﺎ َل ﱠ ْ ﺐ ِﻣﺜْ َﻞ اﻟﱠ ِﺬ ﻲ َ َ ﻓ،ﺐ ُ ﺎر َ ﺴﻘَﻰ ْاﻟ َﻜ ْﻠ َ َﺴ َﻚ ِﺑ ِﻔ ْﯿ ِﮫ ﻓ َ ﺛ ُ ﱠﻢ ا َ ْﻣ َ ﻗَﺎﻟُ ْﻮا َﯾ،ُﺸ َﻜ َﺮ ﷲُ ﻟَﮫُ ﻓَﻐَﻔَ َﺮﻟَﮫ ْ ِﺳ ْﻮ َل ﷲِ؟ َوا ﱠِن ﻟَﻨَﺎ ﻓ ْ ت َﻛﺒِﺪ ٍَر (طﺒَ ٍﺔ ا َ ْﺟ ٌﺮ)رواه اﻟﺒﺨﺎري ِ ﻓِ ْﻲ ُﻛ ِّﻞ ذَا:ْاﻟﺒَ َﮭﺎﺋِ ِﻢ ا َ ْﺟ ًﺮا؟ ﻓَﻘَﺎ َل
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra.: Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: “Ketika seorang lelaki sedang berjalan jalan, tiba-tiba ia merasa sangat haus sekali, kemudian ia menemukan sumur, lalu ia masuk ke dalamnya dan minum, kemudian ia keluar (dari sumur), tiba-tiba seekor anjing datang menjulurkan lidahnya, ia menjilati tanah karena sangat haus, lelaki itu berkata: “Anjing itu sangat haus sebagaimana aku”. Kemudian ia masuk sumur (lagi) dan ia penuhi sepatunya (dengan air) kemudian (ia naik lagi) sambil menggigit sepatunya, dan ia beri minum anjing itu, kemudian Allah bersyukur kepadanya dan mengampuninya. Sahabat bertanya: “Wahai Rasululah, adakah kita dapat pahala karena (menolong) hewan?” Nabi menjawab: “Di setiap (menolong) yang mempunyai hati yang basah (bernyawa) ada pahalanya” (Hadits riwayat Al Bukhari). Orang ini sanggup mengorbankan sepatunya untuk dijadikan tempat air, hanya untuk memberikan minum seekor anjing yang kehausan karena terik matahari di padang pasir. Padahal saat itu belum ada surat kabar dan TV yang meliputnya. Semua dilakukan hanya semata-mata karena Allah. Bandingkan dengan tingkah polah sebahagian elit negeri ini, yang ketika akan memberikan sumbangan atau melakukan kunjungan dan blusukan mengundang banyak wartawan untuk meliput dan menyiarkan. Memang perilaku ikhlas sebagaimana yang digambarkan dalam hadits tersebut sepertinya mustahil dilakukan saat keadaan masyarakat seperti sekarang ini. Tapi ternyata dalam kehidupan sehari-hari tidak demikian. Di gegap gempitanya kehidupan hedonis di kota metropolitan Jakarta, ternyata ada orang bernama Iskandar, pegawai kecil di instansi pemerintahan. Setiap pagi dia mengendarai sepeda motor bututnya menuju tempat ia bekerja. Di perjalanan, ia tekun memungut paku di jalanan, tanpa ada yang membayar. Dan ketika ditanya mengapa ia lakukan hal yang demikian, dengan lugu ia memberikan jawaban, karena ia kasihan jika paku-paku itu mengenai ban motor atau mobil pengguna jalan, maka bisa menyusahkan, kalau dia pelajar pasti akan terlambat sampai sekolahan, dan kalau dia pegawai rendahan apalagi buruh pekerja kasar, maka dia akan terlambat masuk ke tempat pekerjaannya dan tentu hal yang demikian akan bisa mengurangi pendapatan. Di Surabaya, ada seorang bernama Abdul Syukur 65 tahun, sehari-hari sebagai penarik becak, sering di malam hari ketika jalanan telah sepi, ia dengan becaknya membawa bongkahan aspal yang tidak terpakai yang dikumpulkannya dari pinggir jalan, dipergunakan untuk menambal jalan-jalan yang berlobang, hal demikian telah dilakoninya dengan ikhlas selama + 10 tahun, tanpa ada yang membayar, banyak teman-temannya menganggapnya sebagai orang aneh, tapi tidak ia pedulikan cibiran teman-temannya itu, sebab semua ini ternyata dilandasi keinginannya untuk beramal kebaikan dengan apa yang ia mampu kerjakan, sekaligus karena kepedulian pada lingkungan.
4
Sebenarnya orang-orang mulya seperti contoh di atas masih banyak kita temui di negeri yang kita cintai ini, tetapi sayangnya, kini banyak orang yang hanya kagum kepada mereka yang punya kelebihan materi/ kekayaan, yang punya jabatan tinggi apalagi di pusat kekuasaan. Lupa kepada mereka yang dianggap remeh, lebih-lebih yang berada di pinggiran. Padahal tidak mustahil justru mereka inilah yang akan masuk sorga duluan. Salah dalam cara memberikan penghargaan yang demikian juga pernah terjadi di zaman Nabi s.a.w. sebagaimana kisah dalam hadits berikut ini:
ْ ﺼ ِﺔ ْاﻟ َﻤ ْﺮأَةِ اﻟﱠﺘِﻲ َﻛﺎﻧ ﺴﺄ َ َل ﻓِﻲ ﻗِ ﱠ- ُﻲ ﷲُ َﻋ ْﻨﮫ ِ َﻋ ْﻦ أ َ ِﺑ ْﻲ ُھ َﺮﯾ َْﺮة َ َر َ َ ﻓ: ﻗَﺎ َل-ََﺖ ﺗَﻘُ ﱡﻢ ْاﻟ َﻤ ْﺴ ِﺠﺪ َ ﺿ ْ َ َﻣﺎﺗ:ﺳﻠﱠ َﻢ ﻓَﻘَﺎﻟُ ْﻮا "أَﻓَﻼَ ُﻛ ْﻨﺘ ُ ْﻢ أ ٰ◌ذَ ْﻧﺘ ُ ُﻤ ْﻮ ِﻧﻲ"؟ ﻓَ َﻜﺄَﻧﱠ ُﮭ ْﻢ: ﻓَﻘَﺎ َل،ﺖ َ ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َ ﻲ َﻋ ْﻨ َﮭﺎ اﻟﻨﱠ ِﺒ ﱡ ()ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﯿﮫ.ﺼ َﻞ ٰ◌ى َﻋﻠَ ْﯿ َﮭﺎ َ َ َ ﻓ،ُ ﻓَﺪَﻟﱡ ْﻮه،"دُﻟﱡ ْﻮﻧِﻲ َﻋﻠَﻰ ﻗَﺒ ِْﺮھَﺎ: " ﻓَﻘَﺎ َل.ﺻﻐﱠ ُﺮوا أ َ ْﻣ َﺮھَﺎ
Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a., beliau berkisah tentang seorang wanita yang biasa membersihkan masjid (di masa Nabi). Nabi s.a.w., menanyakan tentang kabar wanita itu, para sahabat menjawab, “Ia telah meninggal”. Lalu beliau bertanya: “Mengapa kalian tidak mengabariku?” Para sahabat mengira, bahwa pekerjaan wanita tersebut tidak terlalu terpandang. “Tunjukkan aku makamnya” Pinta Rasulullah s.a.w. Merekapun menunjukkan makam wanita tersebut, kemudian beliau mensholatkannya” (Muttafaqun ‘ alaihi). Dalam hadits lain dikisahkan:
ﺎس ِ ﺎرأْﯾ َُﻚ ﻓِ ْﻲ َھﺬَا؟ ﻓَﻘَﺎ َل َر ُﺟ ٌﻞ ِﻣ ْﻦ ا َ ْﺷ َﺮ ِ اف اﻟﻨﱠ ٌ ﻓَﻘَﺎ َل ِﻟ َﺮ ُﺟ ٍﻞ ِﻋ ْﻨﺪَهُ َﺟﺎ ِﻟ: ﻲ َ َﻣ ﱠﺮ َر ُﺟ ٌﻞ َ ﺲ َﻣ ِّ ِﻋﻠَﻰ اﻟﻨﱠﺒ َ ي ا ِْن َﺧ ُﺳ ْﻮ ُل ﷲِ ؟ ﺛ ُ ﱠﻢ َﻣ ﱠﺮ َر ُﺟ ٌﻞ ﻓَﻘَﺎ َل ﻟَﮫ َ ُﺷﻔَ َﻊ اَ ْن ﯾ َ ﺐ اَ ْن ﯾُ ْﻨ َﻜ َﺢ َوا ِْن َ ﺴ َﻜ ُ ﺖ َر َ ﻄ َ َﺸﻔﱠ َﻊ ﻓ َھﺬَا َوﷲِ َﺣ ِﺮ ﱞ ي ا ِْن ِ ﺳ ْﻮ َل ﷲِ َھﺬَا ِﻣ ْﻦ ﻓُﻘَ َﺮ ُ ﺎر ُ َر َ َ َﻣﺎ َرأْﯾ َُﻚ ﻓِ ْﻲ َھﺬَا؟ ﻓَﻘَﺎ َل ﯾ.م.ﺳ ْﻮ ُل ﷲِ ص َھﺬَا َﺣ ِﺮ ﱞ، َاء ْاﻟ ُﻤ ْﺴ ِﻠ ِﻤﯿْﻦ َ َﺧ َھﺬَا.م.ﺳ ْﻮ ُل ﷲِ ص َ ُﺷﻔَ َﻊ اَ ْن ﻻَ ﯾ َ ﺐ اَ ْن ﻻَ ﯾُ ْﻨ َﻜ ُﺢ َوا ِْن ُ ﻓَﻘَﺎ َل َر. ﺸﻔﱠ َﻊ َواِ ْن ﻗَﺎ َل اَ ْن ﻻَﯾُ ْﺴ َﻤ َﻊ ِﻟﻘَ ْﻮ ِﻟ ِﮫ َ ﻄ (ض ِﻣﺜْ َﻞ َھﺬَا )ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﯿﮫ ِ َﺧﯿ ٌْﺮ ِﻣ ْﻦ ِﻣ ْﻞ ِء اْﻷ َ ْر Artinya: “Suatu sa’at ada seorang laki-laki yang lewat di hadapan Nabi saw. lalu Nabi bertanya kepada seseorang yang duduk di sebelahnya: “Bagaimana pendapatmu tentang orang itu? Jawabnya: “Itu orang bangsawan, demi Allah sungguh layak kalau ia meminang akan diterima, dan apabila ia meminta bantuan (untuk orang lain) pasti banyak yang membantunya”. Rasulullah-pun diam mendengar jawaban itu. Kemudian ada lagi orang lain yang lewat, lalu Rasulullah saw. bertanya lagi kepada sahabat yang di sebelahnya itu: “Bagaimanakah pendapatmu tentang orang itu?” Jawabnya: “Ya Rasulullah, itu orang miskin sekali, maka kalau ia meminang tidak akan diterima, dan kalau meminta bantuan (untuk orang lain) tidak akan ada yang membantunya, dan kalau ia berkata-kata maka tidak ada yang mau mendengar perkataannya itu”. Maka Rasulullah saw. bersabda: “Orang ini lebih baik ketimbang orang tadi walaupun sepenuh bumi”. (Hadits riwayat Bukhari & Muslim). Akan tetapi sebaliknya, salah seorang prajurit yang mati dalam peperangan, yang disambut dengan gegap gempita sebagai syahid dan pahlawan, ternyata dikatakan oleh Nabi s.a.w. sebagai calon penghuni neraka, gara-gara tergesa-gesa mengambil selimut/mantel rampasan perang sebelum dibagi oleh yang berwenang. Untungnya Nabi s.a.w. tidak menyatakannya bahwa si orang itu akan menghuni neraka selama-lamanya.
5
ﻋ َﻤ َﺮ ﺑ ِْﻦ ْاﻟﺨ ﱠ ﻲ ُ َﻋ ْﻦ ْ َ َﻟ ﱠﻤﺎ َﻛﺎنَ َﯾ ْﻮ َم َﺧ ْﯿ َﺒ َﺮ أ َ ْﻗﺒَ َﻞ ﻧَ َﻔ ٌﺮ ِﻣ ْﻦ أ:ﻗَﺎ َل. ض.ب ر ِ ﺻ َﺤﺎ ِ َﻄﺎ ِّ ب اﻟﻨﱠ ِﺒ ،ٌﺷ ِﮭ ْﯿﺪ َ ﻓُﻼَ ٌن: َﺣﺘﱠﻰ َﻣ ﱡﺮ ْوا َﻋﻞ ٰ◌ى َر ُﺟ ٍﻞ ﻓَﻘَﺎﻟُ ْﻮا،ٌﺷ ِﮭ ْﯿﺪ َ ﻓُﻼَ ٌن،ٌﺷ ِﮭ ْﯿﺪ َ ﻓُﻼَ ٌن: ﻓَﻘَﺎﻟُ ْﻮا.م.ص (ﺎر ﻓِ ْﻲ ﺑُ ْﺮدَةٍ ﻏَﻠﱠ َﮭﺎ أ َ ْو َﻋﺒَﺎ َءةٍ )رواه ﻣﺴﻠﻢ ِ َﻛﻼﱠ إِﻧِّ ْﻲ َرأ َ ْﯾﺘُﮫُ ﻓِ ْﻲ اﻟﻨﱠ:.م.ﻲ ص ﻓَﻘَﺎ َل اﻟﻨﱠﺒِ ﱡ Artinya: “Dari Umar bin Al Khaththab r.a. berkata: Ketika selesai perang Khaibar datanglah beberapa sahabat Nabi s.a.w. menyebut-nyebut: “Fulan mati syahid, fulan mati syahid”, sehingga datang lagi (jenazah) laki-laki, mereka menyebut: “Fulan mati syahid”, mendadak Nabi s.a.w. berkata: “Tidak, saya telah melihatnya dalam neraka karena ia mengambil duluan (ghulul) selimut atau mantel dari ghanimah (rampasan perang) yang belum dibagi”. (Hadits riwayat Muslim). Hanya mengambil duluan jatah rampasan perang berupa selimut/ mantel sebelum dibagi oleh panitia, telah membatalkan status mati syahidnya. Lalu bagaimana jika yang diambil dan dikorupsi itu uang trilyunan rupiah dari biaya pembuatan e-KTP dan beberapa mega korupsi lainnya yang kini sedang menggegerkan negeri kita? Ma’aasyirol mukminiin, rohimakumullaah. Sekarang, apa yang terfikir dalam benak kita? Jika kita ingin seusai Ramadhan ini kembali kepada fitrah, kembali kepada kesucian, seperti bayi yang baru dilahirkan, dan dalam perjalanan hidup selanjutnya mampu meraih ridha Allah, mau tidak mau kita harus berjuang meningkatkan bakti kita kepada Allah Yang Maha Rahman, disertai dengan keikhlasan, kita singkirkan keinginan membangun pencitraan agar dipuji orang, sebab pujian suatu ketika bisa menjerumuskan seseorang menjadi ujub (kagum pada diri sendiri) dan penyakit ujub inilah yang pada akhirnya bisa melahirkan sikap kesombongan, suatu sifat yang sangat dibenci Tuhan. Akhirnya, marilah kita berdo’a, bermunajat ke hadirat Allah, Dzat Yang Maha Kuasa menentukan segala-gala: • “Ya Allah, pada hari ini kami yang kini bersimpuh di hadapanMu, adalah makhluqMu yang lemah yang tidak punya apa-apa kecuali yang telah Engkau berikan kepada kami”. • “ Ya Allah, terlalu banyak dosa kami, dan jika tidak Engkau ampuni, maka kami akan menjadi orang yang sangat merugi, maka ampunilah dosa kami, dosa orang tua kami, dosa anak keturunan kami, dosa kaum muslimin dan muslimat, dan mukminin dan mukminat, baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat”. • “Ya Allah, betapa inginnya kami dan seluruh isi rumah tangga kami seusai melaksanakan puasa Ramadhan ini, kembali kepada fitrah, kembali kepada kesucian, sebagaimana bayi yang baru dilahirkan, dan di akhir perjalanan kehidupan nanti dapat menggapai ridhaMu ya Allah, maka mudahkan kami untuk meraihnya, dan kuatkanlah hati kami dengan iman dan taqwa”. • “Ya Allah, di saat seperti ini kami teringat kepada kedua orang tua kami, mereka telah banyak mencurahkan kasih sayangnya kepada kami, mereka telah banyak berkorban harta, tenaga, fikiran dan kesempatan untuk kami ya Allah, sementara kami merasa belum banyak memberikan perhatian kepada mereka, dan bahkan tidak sedikit di antara kami yang justru suka menjengkelkan hatinya, maka ampunilah dosa kami dan ampuni pula dosa orang tua kami ya Allah, dan bagi mereka yang masih hidup janganlah mereka Engkau wafatkan kecuali dalam keadaan beriman kepadamMu ya Allah”. • “ Ya Allah, kami yakin Engkau mendengar jeritan hati kami, maka kabulkanlah do’a dan pinta kami, amien”. Gorontalo, 1 Syawal 1438 H Moh.Munawar