Kemanakah jiwa manusia setelah tubuhnya binasa ? Penelusuran Bhagavad-Gita dan Alkitab, tentang jiwa setelah kebinasaan tubuh. Makalah Extention Course Filsafat Manusia – STF. Drijarkara NEGARI KARUNIA ADI1
Manusia terdiri badan dan jiwa (soul). Badan manusia mengikuti hukum alam, yaitu tidak kekal selamanya, badan akan mengalami proses kematian atau dengan tiba – tiba karena suatu hal badan tersebut mengalami kematian. Tetapi bagaimanakah dengan jiwanya ? apakah dia akan binasa dan lenyap ?. Apakah dia akan bersemayam pada tempat tertentu ? Adakah yang bisa menjelaskannya dengan tepat
tentang pertanyaan tersebut, karena tentunya belum ada pengalaman
manusia yang bisa membuktikan tentang jiwa setelah kematian. Dan sumber – sumber yang dapat dijadikan acuan adalah tulisan – tulisan kuno yang dipercayai oleh sebagian umat manusia. Disinilah kemudian ada “lompatan” untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan tersebut, yaitu “mempercayai” apa yang tertulis dalam buku – buku kuno tersebut. Kami akan membandingkan bagaimana “nasib” jiwa setelah “keluar” dari tubuhnya, berdasarkan dua acuan yaitu “Bhagavad Gita” dan Alkitab. Dua tulisan kuno. Alkitab Perjanjian Lama ditulis sekitar Tahun 1445 SM (Kitab Kejadian) dan 500 SM (Kitab Maleakhi), dan Alkitab Perjanjian Baru ditulis antara Tahun 40 – 70 M. Bhagavad Gita di tulis oleh Bhagavan/Rsi Vyasa, 50 abad yang silam, yaitu satu bagian naskah suci hukum – hukum suci Hindu Kuno Smrti, yang mengatur kewajiban – kewajiban pribadi, keluarga, sosial dan warga negara Hindu2.
1
Penulis berlatar belakang seorang insinyur, bekerja sebagai insinyur. Sehari – hari juga Penatua di suatu Gereja Protestan (Greja Kristen Jawi Wetan) di Sidoarjo, Jawa Timur. 2 Sivananda, Sri Swami, Inti Sari Ajaran Hindu, Yayasan Sanatana Dharmasrama, Surabaya, 1996
1
Jiwa setelah kematian dalam Bhagavad-Gita
Menurut penjelasan penterjemah Bhagavad Gita atas sloka tersebut diatas adalah : setiap makhluk adalah jiwa yang individual, makhluk hidup menggantikan badannya pada setiap saat. Kadang ia berwujud sebagai kanak-kanak, kadang-kadang sebagai anak remaja, dan kadang-kadang sebagai orang yang tua. Namun jiwa yang sama masih ada dan tidak mengalami perubahan apapun. Akhirnya jiwa individual tersebut menggantikan badannya pada waktu meninggal dan berpindah ke badan lain. Oleh karena sang jiwa pasti akan mendapatkan badan lain dalam penjelmaannya yang akan datang baik badan material maupun badan jiwaani. sebagai jiwa-jiwa yang agung, pasti akan mendapat badan-badan jiwaani dalam penjelmaannya yang akan datang, atau sekurang-kurangnya kehidupan dalam badan-badan di surga untuk menikmati kehidupan material pada tingkat yang lebih tinggi3. Jiwa tidak bersatu dengan badan, karena jiwa tersebut percikan dari Jiwa Utama, dan percikan tersebut tidak terbagi lagi menjadi bagian percikan, tetapi tetap menjadi percikan untuk selama – lamanya. Setelah pembebasan, sang jiwa individual tetap sama yaitu, sebagai bagian
percikan. Tetapi begitu sang jiwa
mencapai pembebasan, ia hidup untuk selamanya dalam kebahagiaan dan pengetahuan bersama Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa4.
3
ŚRI ŚRIMAD A.C. BHAKTIVEDANTA SWAMI PRABHUPADA, “Bhagavad Gita”, The Bhaktivedanta Book Trust”
4
Ibid, Sri Srimada, Hal. 71
2
Dalam ajaran Bhagavad-Gita dikatakan bahwa: jiwa yang ada dalam diri manusia adalah percikan dari Jiwa Utama, yaitu Tuhan yang Maha Esa. Dan jiwa tersebut kekal, tidak binasa mengikuti badannya. Jiwa akan “berpindah” tempat dan akan mencapai pembebasan dalam kebahagiaan bersama Pribadi Tuhan Yang Maha Esa. Jiwa manusia yang kekal, dan “perpindahan jiwa “ (reinkarnasi) ke badan yang lain mendasari Hinduisme. Jiwa pribadi memakai penutup daging lagi. Jiwa pribadi lewat berulang – ulang melalui dunia ini dan dunia halus yang lebih tinggi. Pengulangan lewatnya jiwa ini disebut samsara. Tujuan samsara agar sang jiwa pribadi dapat belajar untuk merealisasi dirinya. Manusia di dalam dirinya mengandung kemungkinan – kemungkinan yang tak terbatas, seperti persediaan daya dan kebijaksanaan. Ia harus menyingkapkan ke-Tuhan-an di dalam dirinya, ini merupakan tujuan dari hidup dan mati5. Jiwa – penelusuran dari Alkitab “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh dalam neraka”6. Penelusuran kata “jiwa” dalam Alkitab melalui Konkordansi Alkitab7, menemukan apa dan bagaimana “jiwa” tersebut. Jiwa yang menjauh dan mendekat dengan jiwa lain Kaleb memiliki “Jiwa” yang berbeda dengan umat Israel lainnya, dan dia mengikuti TUHAN dengan sepenuhnya8. Dari cuplikan ceritera ini, ada “jiwa” yang berbeda dan tentunya ada “jiwa” yang sama. Dan “jiwa” manusia bisa mengambil keputusan untuk “membedakan” dengan “jiwa” manusia lain. Ada “jiwa” yang berbeda dan mengambil jarak, tetapi ada juga “jiwa” yang memutuskan untuk menyatu sehingga manusia saling mengasihi, seperti kisah Daud
5
Sivananda, Sri Swami, ibid, hal 80. . Injil tulisan Matius 10:28, Lembaga Alkitab Indonesia, 1974 7 Konkordansi Alkitab, Kanisius, 1978 8 Kitab Bilangan 14:21, 6
3
dan Yonatan; “ Ketika Daud habis berbicara dengan Saul, berpadulah jiwa Yonatan dengan jiwa Daud; dan Yonatan mengasihi dia seperti jiwanya sendiri”9. Kapan manusia mengambil keputusan untuk mengambil jarak atau mendekat kepada “jiwa” lain, adalah keputusan masing – masing manusia. Jiwa yang tertekan “Jiwaku gundah gulana”10. “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku ?”
11.
Jiwa
manusia bisa mengalami tekanan. Kegelisahan dialami oleh jiwa manusia. Jiwa manusia bukanlah bebas dari sentuhan dunia luar. Bagaimana bisa jiwa gelisah dan tertekan ?. Melalui badan, jiwa manusia terhubung dengan dunia luar. Dikatakan ‘melalui” bukan berarti “jiwa” ada dalam “tubuh”, tetapi “jiwa” menyatu dengan ‘tubuh”. Apa yang dirasakan oleh tubuh mempengaruhi jiwa. Demikian juga sebaliknya. Jiwa yang berseru kepada TUHAN Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa12. TUHAN menyegarkan jiwaku13. Jiwa manusia merindukan pembaharuan (converting), pemulihan (restoreth) ketika berjumpa dengan TUHAN. Perjumpaan dengan TUHAN melalui media apapun, salah satunya melalui Kitab Suci. Kebutuhan akan pembaharuan dan pemulihan jiwa mendorong manusia untuk mengarahkan jiwanya kepada TUHAN, dengan berseru; “KepadaMu, ya TUHAN, kuangkat jiwaku14. “Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah”15 “Buatlah jiwa hamba-Mu bersukacita, sebab kepada-Mulah, ya TUHAN, kuangkat jiwaku”16 9
Kitab 1 samuel 18:1, Mazmur 42:5 11 Mazmur 42:6,12; 43:5 12 Mazmur 19:8 13 Mazmur 23:3 14 Mazmur 25:1 15 Mazmur 42:2 10
4
“Beritahukanlah aku jalan yang harus kutempuh, sebab kepada-Mulah kuangkat jiwaku”17. Ketika jiwa manusia sudah mengalami pembaharuan dan pemulihan maka jiwa manusia pun akan memuji TUHAN dengan seruan : “Pujilah TUHAN, hai jiwaku”18. “Kembalilah tenang, hai jiwaku, sebab TUHAN telah berbuat baik kepadamu”19. “Jiwaku memuliakan Tuhan”20 Jiwa yang memberontak TUHAN Jiwa manusia pun bisa memberontak TUHAN seperti tulisan: “ dan jangan seperti nenek moyang mereka, yang tidak setia jiwanya kepada Allah”21. Jiwa yang kekal meskipun tubuh mati “Dan ketika Anak domba itu membuka meterai yang kelima, aku melihat dibawah mezbah jiwa-jiwa mereka yang telah di bunuh oleh karena firman Allah dan oleh karena kesaksian yang mereka miliki. Dan mereka berseru dengan suara nyaring, katanya;” Berapa lamakah lagi, ya Penguasa yang kudus dan benar, Engkau tidak menghakimi dan tidak membalaskan darah kami kepada mereka yang diam di bumi ?”22. “Aku melihat jiwa-jiwa mereka yang telah dipenggal kepalanya.Dan mereka hidup kembali dan memerintah sebagai raja bersama – sama dengan Kristus untuk masa seribu tahun”23 Tulisan ini menjelaskan “jiwa’ yang sudah meninggalkan tubuhnya kemudian masuk disuatu tempat yang kemudian akan di hidupkan kembali.
16
Mazmur 86:4 Mazmur 143:8 18 Mazmur 103:1,22; 104:1,35; 146:1 19 Mazmur 116:7 20 Injil tulisan Lukas 1:46 21 Mazmur 78:8 22 Wahyu 6:9,10 23 Wahyu 20:4 17
5
Kesimpulan Pandangan Bhagavad-gita mengatakan bahwa “jiwa” tidak berada dalam suatu tempat ketika tubuh musnah, melainkan mendapatkan tubuh lain. Pandangan Alkitab menuliskan bahwa; “jiwa” manusia kekal, “jiwa” manusia memiliki dinamika untuk memilih mendekat atau menjauh dengan “jiwa” lain. “Jiwa” manusia juga memiliki daya untuk memberontak TUHAN. Tetapi, “jiwa” manusia juga dapat berseru kepada Tuhan. Pandangan Alkitab menyimpulkan bahwa “jiwa” kekal bahkan ketika tubuh mati, jiwa pun masih ada dalam suatu tempat untuk menghadapi suatu “pengadilan’ kekal. Perbedaan Bhagavad-Gita dan Alkitab tentang “jiwa” adalah pada tempat jiwa setelah kematian; Bhagavad-Gita mengatakan “jiwa” mendapatkan tubuh lain, sedangkan dalam Alkitab mengatakan “jiwa” berada ditempat tertentu dalam kondisi “menunggu” untuk pengadilan yang akan memutuskan “jiwa” tersebut akan binasa ataukah kekal. Alkitab
mengatakan
nanti
jiwa
akan binasa, tetapi
yang
membinasakan adalah Sang Maha Penguasa. Ada cita – cita yang sama antara kedua buku kuno tersebut tentang “jiwa”, yaitu: menginginkan, merindukan “jiwa” yang lebih baik nasibnya setelah kematian tubuhnya. Pada Bhagavad-Gita, “jiwa” merindukan tubuh baru yang lebih mulia dari tubuh lamanya. Pada Alkitab, juga merindukan tempat “jiwa’ yang lebih baik daripada tempatnya yang lama. Keinginan memperoleh tempat yang lebih baik untuk “jiwa’’ berikutnya menjadi keinginan umat manusia, sehingga manusia berusaha melakukan sesuatu yang mulia untuk memastikan “jiwanya” mendapatkan tempat yang baik setelah kebinasaan tubuhnya.
6