JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2011
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Ditinjau dari Pengetahuan Awal Siswa
Dasa Ismaimuza (Lektor Kepala pada Pendidikan Matematika FKIP Universitas Tadulako Palu)
Abstrak: Penelitian eksperimental ini menggunakan desain 3x2 faktorial. Instrumen yang digunakan meliputi tes kemampuan matematika, nilai rapor, tes kemampuan berpikir kritis matematis, untuk mengkaji dan menganalisis perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang menerima pembelajaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif (PBLKK) dan pembelajaran konvensional (KV) ditinjau dari keseluruhan dan pengetahuan awal siswa (tinggi, sedang, dan rendah). Kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif PBLKK lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Kata kunci: konflik kognitif, berpikir kritis matematis, PAM PENDAHULUAN Cermin dari pengusaan materi matematika siswa SMP di Indonesia terlihat dari hasil laporan The Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS) 1999, Indonesia berada pada peringkat 34 dari 38 negara, masih jauh dari negara tetangga Singapura yang berperingkat 1, dan Malaysia berperingkat 16. Hasil TIMSS 1999 mengungkapkan bahwa kemampuan matematis siswa Indonesia untuk soal-soal tidak rutin sangat lemah, namun relatif baik dalam menyelesaikan soal-soal fakta dan prosedur (Mullis dkk, 2000). Hasil studi TIMSS tahun 2003 untuk siswa kelas VIII, masih menempatkan Indonesia pada urutan ke-34 dari 46 negara pada penguasaan umum. Pada penguasaan dan pengetahuan tentang fakta, prosedur dan konsep, Indonesia menempati urutan ke-33. Dalam hal penerapan pengetahuan dan pemahaman konsep ,
Indonesia menempati urutan ke-36. Lima Negara yang memperoleh skor tertinggi dalam kategori-kategori di atas adalah Singapura, Korea, China–Taipe, Jepang, dan Hongkong. Hasil TIMSS terbaru tahun 2007 menempatkan Indonesia pada urutan ke 36 dari 48 negara tentang penguasaan matematika untuk siswa sekolah menengah pertama. Selain dari hasil TIMSS 1999 dan 2003, hasil tes Programme for International Student Assesment (PISA) 2003 yang dikoordinir oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) menunjukkan bahwa penguasaan matematika siswa Indonesia pada usia 13-15 tahun (kelas VIII) berada di peringkat 38 dari 40 negara. Peringkat Indonesia yang baru pertama kali mengikuti PISA relatif sedikit lebih baik daripada Brazil dan Tunisia. Sedangkan negara tetangga yang
11
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2011
ikut PISA, hanya Thailand yang peringkat penguasaan matematika siswanya berada pada peringkat 36. Peringkat pertama sampai keempat masing-masing China, Finlandia, Korea dan Belanda (Zulkardi, 2005). Survei PISA tahun 2006, Indonesia berada pada urutan ke 52 dari 57 negara dalam hal
matematika. Bila dilihat nilai rata-rata Ujian Nasional (UN) matematika siswa sekolah menengah, rata-rata hasil UN matematika siswa SMP di provinsi Sulawesi Tengah masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Ujian Nasional Bidang Studi Matematika Tahun Ajaran 2006/2007 Peringkat Rata-Rata Rata-Rata Sekolah Nasional Nasional Sulawesi Tengah Sulawesi Tengah SMP 6,96 6,11 30 MTs 6,89 6,07 31 SMA IPA 7,29 6,69 31 SMA IPS 6,58 5,56 31 Tabel 2. Hasil Ujian Nasional Bidang Studi Matematika Tahun Ajaran 2007/2008 Peringkat Rata-Rata Rata-Rata Sulawesi Sekolah Nasional Sulawesi Nasional Tengah Tengah SMP 7 5,58 29 MTs 6,69 5,83 29 SMA IPA 6,68 6,91 24 SMA IPS 7,1 5,89 32 Dari Tabel 1 dan Tabel 2, dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai ujian Nasional bidang studi matematika di Sulawesi Tengah masih di bawah rata-rata nasional untuk semua tingkatan sekolah, untuk tingkat SMP berperingkat 30 atau 29 dari 33 provinsi yang ada di Indonesia. Ennis (1996) mengemukakan bahwa berpikir kritis merupakan suatu proses yang bertujuan agar kita dapat membuat keputusankeputusan yang masuk akal, sehingga apa yang kita anggap terbaik tentang suatu kebenaran dapat kita lakukan dengan benar. Menurut Baron dan Stemberg (1987: 10) terdapat lima
hal dasar dalam berpikir kritis yaitu praktis, reflektif, masuk akal, keyakinan, dan tindakan. Dari penggabungan lima hal dasar ini maka didefinisikan bahwa berpikir kritis itu adalah suatu pikiran reflektif yang difokuskan untuk memutuskan apa yang diyakini untuk dilakukan. Sejalan dengan itu Marzano et al (1989: 18) mengungkapkan bahwa berpikir kritis adalah sesuatu yang masuk akal, berpikir reflektif yang difokuskan pada apa keputusan yang diyakini, dikerjakan, dan diperbuat. Pendapat Ennis, Baron dan Stemberg, serta Marzano sama dengan pendapat Krulick yang mengemukakan bahwa berpikir kritis itu
12
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2011
adalah suatu cara berpikir yang menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari suatu situasi masalah, termasuk didalamnya kemampuan untuk mengumpulkan informasi, mengingat, menganalisis situasi, membaca serta memahami dan mengidentifikasi hal-hal yang diperlukan. Berdasarkan pengertian berpikir kritis menurut Krulik dan Rudnick, maka berpikir kritis merupakan berpikir analitis, hal ini disebabkan oleh karena dalam berpikir kritis, kita melakukan selangkah demi selangkah, dilakukan dengan menghubungkan semua informasi yang ada. Berpikir analitis adalah proses berpikir untuk mengklarifikasi, membandingkan, menarik kesimpulan dan mengevaluasi. Berpikir kritis dapat diinterpre-tasikan dalam berbagai cara. Menurut Fisher (1995: 65) berpikir kritis adalah menjelaskan apa yang dipikirkan. Belajar untuk berpikir kritis berarti : belajar bagaimana bertanya, kapan bertanya, apa pertanyaannya, bagaimana nalarnya, kapan menggunakan penalaran, dan metode
penalaran apa yag dipakai. Seorang siswa dapat dikatakan berpikir kritis bila siswa tersebut mampu menguji pengalamannya, mengevaluasi pengetahuan, ide-ide, dan mempertimbangkan argumen sebelum mendapatkan justifikasi. Agar siswa menjadi pemikir kritis maka harus dikembangkan sikap-sikap keinginan untuk bernalar, ditantang, dan mencari kebenaran. Kemampuan berpikir kritis matematis yang akan dibahas pada penelitian ini adalah tentang mengidentifikasi, menghubungkan, meng-analis, mengevaluasi dan meme-cahkan masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan, maka masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah ”Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis, antara siswa yang menerima pembelajaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif (PBLKK) dan siswa yang belajar secara konvensional ditinjau dari: keseluruhan dan pengetahuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, dan rendah?”.
METODE Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen karena peneliti bermaksud memberikan perlakuan kepada subjek penelitian untuk selanjutnya ingin mengetahui pengaruh dari perlakuan tersebut. Perlakuan tersebut adalah pembelajaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif di kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional di kelas kontrol. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif (PBLKK) dan pembelajaran konvensional (KV). Kelas yang diajar dengan PBLKK merupakan kelas eksperimen, sedangkan kelas yang diajar dengan pembelajaran konvensional (KV) merupakan kelas kontrol pada SMP di
Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis matematis.. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah pengetahuan awal (student prior knowledge) matematika siswa (PAM). PAM siswa adalah pengetahuan matematika yang telah dimiliki siswa sebelum penelitian ini dilaksanakan. PAM siswa ditentukan oleh tes kemampuan awal matematika dan nilai rapor matematika siswa ketika duduk di kelas VII. Disain eksperimen yang digunakan adalah postets only group disign yang digabung dengan disain 3 2 , yaitu tiga kelompok PAM siswa (tinggi, sedang, dan rendah), dan dua
13
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2011
model pembelajaran (PBLKK dan KV). Disain eksperimen yang digunakan pada penelitian ini dapat dinyatakan sebagai berikut: X O O Pada disain eksperimen ini, pengelompokan subjek penelitian dilakukan secara acak (A). Kelompok eksperimen diberi perlakuan pembelajaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif (X) dan kelompok kontrol mendapat pembelajaran konvensional tanpa perlakuan khusus. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMP di kota Palu Sulawesi Tengah. Sampel penelitian ini sebanyak 200 orang siswa, terdiri dari 102 siswa yang memperoleh pembelajaran PBLKK (kelas eksperimen) dan 98 siswa yang memperoleh pembelajaran KV (kelas kontrol). Terdapat tiga perangkat pembelajaran atau bahan ajar yang dikembangkan dan digunakan dalam penelitian ini, yaitu Lembar Kegiatan Siswa (LKS), Buku Paket, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Lembar Kegiatan Siswa (LKS) merupakan panduan
aktivitas bagi siswa dalam kegiatan pembelajaran. Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan instrumen tes yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur dan mengetahui kemampuan awal matematika siswa, tes kemampuan berpikir kritis matematis dan rapor siswa kelas VII. Dari penelitian yang akan dilakukan maka diperoleh data kuantitatif. Data kuantitatif didapat melalui tes kemampuan berpikir kritis. Setelah data diperoleh, kemudian dianalisis untuk didiskripsikan dan diberikan tafsiran-tafsiran. Pengolahan data kuantitatif dilakukan melalui dua tahapan utama. Tahap pertama: menguji persyaratan statistik yang diperlukan sebagai dasar dalam pengujian hipotesis, yaitu uji normalitas sebaran data subyek sampel dan uji homogenitas varians. Tahap kedua: menguji ada atau tidak adanya perbedaan dari masingmasing kelompok dengan menggunakan Uji-t, ANAVA satu jalur dengan bantuan perangkat lunak SPSS-17 for Windows.
HASIL Pengetahuan awal matematika siswa adalah pengetahuan yang dimiliki siswa sebelum proses pembelajaran berlangsung. Pengetahuan awal matematika merupakan ratarata dari nilai tes kemampuan matematika, nilai rapor matematika siswa pada semester I dan II di kelas VII SMP. Untuk mengetahui kesetaraan sampel penelitian, perlu dilakukan analisis statistik uji perbedaan rata-rata dari skor pengetahuan awal matematika. Sebelum dilakukan uji perbedaan rata-rata, perlu dilakukan uji normalitas dan homogenitas
varians data. Hipotesis yang diuji adalah: H0:Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal Ha:Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. Kriteria pengujian: jika nilai sig. dari uji Kolmogorov-Smirnov Z lebih besar dari = 0,05, maka hipotesis nol diterima. Hasil uji normalitas data PAM siswa berdasarkan pada level sekolah dan model pembelajaran disajikan pada Tabel 3.
14
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2011
Level Sekolah Tinggi Sedang Rendah
Tabel 3. Uji Normalitas Data PAM Rata-rata K-S Model Pemb. n (Z) PBLKK 34 62,970 0,805 KV 31 65,968 0,620 PBLKK 37 67,973 0,805 KV 39 65,897 0,491 PBLKK 31 61,397 0,814 KV 28 61,654 0,614
Sig.
H0
0,536 0,837 0,467 0,969 0,522 0,845
Terima Terima Terima Terima Terima Terima
Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa nilai sig dapat disimpulkan sampel berasal dari dari kedua model pembelajaran pada setiap populasi yang berdistribusi normal. Hasil level sekolah lebih besar dari 0,05, ini berarti perhitungan uji normalitas PAM berdasarkan hipotesis nol diterima. Dengan demikian, model pembelajaran disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Uji Normalitas Skor PAM berdasarkan Model Pembelajaran Model Pemb. n Rata-rata K-S (Z) Sig. H0 PBLKK 102 64,3070 1,040 0,229 Terima KV 82 64,7077 0,731 0,660 Terima Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa nilai sig. dari kedua model pembelajaran lebih besar dari 0,05, ini berarti hipotesis nol diterima. Dengan demikian sampel penelitian ini berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Pengujian Hipotesis 1: H0: Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran PBLKK dan pembelajaran KV Ha: Terdapat perbedaan kemampuan berpikir
kritis matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran PBLKK dan pembelajaran KV. Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika nilai sig. lebih besar dari 0,05, maka hipotesis nol (H0) diterima. Sebelum hipotesis diuji, perlu dilihat normalitas data dan homogenitas varians dari kemampuan berpikir kritis matematis berdasarkan pada pembelajaran PBLKK dan KV. Hasil perhitungan uji normalitas kemampuan berpikir kritis matematis disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Uji Normalitas Kemampuan Berpikir Kritis berdasarkan Pembelajaran K-S Asyimp.Sig.( Model Pembelajaran. n Rata-rata H0 (Z) 2-tailed) PBLKK 102 69,314 1,281 0,75 Terima KV 98 60,714 0,978 0,294 Terima
15
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2011
Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa nilai asyimp.sig.(2-tailed) dari kedua model pembelajaran lebih besar dari 0,05, ini berarti hipotesis nol diterima. Dengan demikian, data kemampuan berpikir kritis matematis
berdistribusi normal. Hasil perhitungan uji-t kemampuan berpikir kritis berdasarkan pembelajaran PBLKK dan KV disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Uji –t Kemampuan berpikir Kritis Matematis Berdasarkan Pembelajaran sig. Kemampuan t dk H0 (2-tailed) Kritis 2,221 198 0,000 Tolak Pada Tabel 6 terlihat bahwa nilai sig. kemampuan berpikir matematis lebih kecil dari 0,05. Ini berarti hipotesis nol ditolak. Dengan demikian, terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran PBLKK dan pembelajaran KV. Dari data nilai rata-rata terlihat bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajar dengan pembelajaran PBLKK lebih tinggi dibandingkan kemampuan berpikir kritis siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional.. Pengujian Hipotesis 2. Hipotesis yang diuji adalah: H0 : Tidak terdapat perbedaan kemam-puan
berpikir kritis matematis siswa setelah memperoleh pembelajaran PBLKK berdasarkan pengetahuan awal matematika (PAM) siswa. Ha:Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa setelah memperoleh pembelajaran PBLKK berdasarkan pengetahuan awal matematika (PAM) siswa. Kriteria pengujian adalah jika nilai sig. lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis nol diterima. Distribusi kemampuan berpikir kritis matematis siswa berdasarkan pengetahuan awal matematika (PAM) siswa dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Distribusi Kemampuan Berpikir Kritis Matematis berdasarkan PAM Siswa PAM n Rata-rata Simpangan Baku Tinggi 4 92,5000 6,45497 Sedang 65 71,6923 10,46859 Rendah 33 61,5152 11,55725
Perbandingan kemampuan berpikir kritis matematis berdasarkan PAM siswa dapat dilihat pada Tabel 7. Dari tabel tersebut terlihat bahwa berdasarkan PAM siswa, maka
kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran PBLKK masih lebih baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Selisih yang
16
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2011
= 0,05, maka hipotesis nol ditolak. Hasil perhitungan ANAVA kemampuan berpikir kritis matematis berdasarkan PAM disajikan pada Tabel 8. Pada Tabel 8 terlihat bahwa nilai sig. kemampuan berpikir kritis matematis berdasarkan pengetahuan awal matematika (PAM) siswa lebih kecil dari 0,05. Ini berarti hipotesis nol ditolak. Dengan demikian, terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa berdasarkan pengetahuan awal matematika (PAM) siswa. Untuk melihat pada PAM siswa mana saja yang berbeda maka dilakukan uji Scheffe yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 9.
paling besar terjadi pada siswa dengan PAM rendah, diikuti oleh PAM sedang dan PAM tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran PBLKK memberi pengaruh yang besar pada PAM rendah. Jadi PBLKK sangat cocok untuk siswa dengan PAM rendah. Setelah dilakukan uji homogenitas data kemampuan berpikir kritis berdasarkan pengetahuan awal matematika (PAM) siswa, maka untuk melihat apakah ada perbedaan kemampuan kritis matematis berdasarkan pengetahuan awal matematika (PAM) siswa maka dilakukanlah uji ANAVA. Kriteria pengujian adalah jika nilai sig. lebih kecil dari
Tabel 8 Uji ANAVA Kemampuan Berpikir Kritis terhadap PAM Siswa Sumber
Jumlah Kuadrat
dk
Kuadrat Rata-rata
Antar Kelompok
4524,166
2
2262,083 19,622 0,000
Dalam Kelompok
11413,089
99
115,284
Total
15937,255
101
Kemampuan berpikir kritis yang berbeda secara signifikan berdasarkan pengetahuan awal matematika (PAM) siswa dapat dilihat dari nilai sig. yang lebih kecil dari 0,05. Dari tabel 9 dapat disimpulkan kemampuan berpikir kritis matematis yang berbeda secara signifikan adalah untuk PAM siswa tinggi dengan PAM siswa sedang, PAM siswa tinggi dengan PAM siswa rendah, dan PAM siswa sedang dengan PAM siswa rendah. Dari analisis yang dilakukan maka PBLKK cocok untuk setiap PAM. Tabel 9 memberi gambaran deskripsi tentang kemampuan
F
Sig.
berpikir kritis matematis siswa, dimana siswa yang memperoleh pembelajaran PBLKK secara keseluruhan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran KV, hal ini dapat dilihat dari perolehan skor rata-rata PBLKK sebesar 69,22 sedangkan rata-rata pembelajaran konvensional sebesar 60,92. Untuk tiap level sekolah, siswa yang memperoleh pembelajaran dengan PBLKK kemampuan berpikir kritisnya masih lebih baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
17
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2011
Tabel 9 Uji Scheffe Kemampuan Berpikir Kritis berdasarkan PAM Siswa (I) PAM
(J) PAM
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
Tinggi
Sedang
20,80769*
5,53123
0,001
Rendah
30,98485*
5,68457
0,000
Tinggi
-20,80769*
5,53123
0,001
Rendah
10,17716*
2,29500
0,000
Tinggi
-30,98485*
5,68457
0,000
Sedang
-10,17716*
2,29500
0,000
Sedang Rendah
PEMBAHASAN Berdasarkan pada hipotesis 2, setelah dilakukan perhitungan dan analisis tentang normalitas, homogenitas, dan uji KolmogorovSmirnov maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran PBLKK dan pembelajaran KV. Artinya bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran PBLKK lebih baik daripada kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajar secara konvensional. Gambaran umum kualitas kemam-puan berpikir kritis matematis siswa berdasarkan
berdasarkan pada model pembelajaran, dan pengetahuan awal matematika (PAM) siswa disajikan pada Tabel 9. Rata-rata kemampuan kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran PBLKK dengan PAM tinggi = 92,50, sedang = 71,69 dan rendah = 61,52. Rata-rata ini masih lebih tinggi dari rata-rata kemampuan kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran KV dengan PAM tinggi = 87,500, sedang = 64,64 dan rendah = 48,85. Jadi siswa yang memperoleh pembelajaran PBLKK lebih tinggi dari siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional berdasarkan PAM siswa.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data disimpulkan beberapa hal berikut. Kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran PBLKK lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran KV. Kemampuan berpikir kritis matematis siswa
berbeda berdasarkan pengetahuan awal matematika (PAM) siswa, yaitu untuk PAM siswa tinggi dengan PAM siswa sedang, PAM siswa tinggi dengan PAM siswa rendah, dan untuk PAM siswa sedang dengan PAM siswa rendah.
Saran
dapat terus dikembangkan di lapangan dan dijadikan sebagai alternatif pilihan guru dalam pembelajaran matematika. Hal ini dikarenakan
Pembelajaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif (PBLKK), hendaknya
18
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2011
pembelajaran tersebut dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta sikap positif siswa dalam matematika; melibatkan aktivitas siswa secara optimal; memfasilitasi siswa menemukan dan membangun pengetahuannya; menciptakan suasana pembelajaran lebih kondusif, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk bebas melakukan eksplorasi. Dalam mengimplementasikan pembelajaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif (PBLKK) dengan tujuan meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis, guru perlu mempersiapkan secara baik dan mengantisipasi berbagai kemungkinan yang terjadi pada saat proses pembelajaran serta mempertimbangkan kemampuan siswa. Beberapa hal yang perlu diper-hatikan dalam mengimplemen-tasikan pembelajaran PBLKK yaitu: bahan ajar hendaklah berupa masalah yang lebih menantang dan memicu terjadinya konflik kognitif, sehingga dapat mengembangkan setiap aspek kemampuan
berpikir secara optimal; pertanyaan arahan yang diajukan oleh guru sebaiknya bersifat terbuka supaya dapat melatih siswa dalam berpikir. Guru matematika hendaknya mencoba mengkombinasikan satu model pembelajaran dengan model pembelajaran lain yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan siswa. Melalui cara seperti itu diharapkan pembelajaran berjalan tidak monoton dan membosankan. Dengan memperhatikan temuan bahwa berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif (PBLKK) berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta sikap siswa, diharapkan menjadi bahan masukan bagi pengambil kebijakan untuk mengadakan perubahan-perubahan terhadap paradigma pembelajaran matematika. Perlu diteliti bagaimana proses konflik kognitif itu terjadi pada siswa, tingkatan konflik kognitif serta bagaimana cara mengatasinya.
DAFTAR RUJUKAN Mayadina, D. (2005). Pembelajaran dengan Pendekatan Diskursus untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Mahasiswa Calon Guru Sekolah Dasar. (Bandung: Tesis UPI tidak dipublikasi).
Baron, J. B and Sternberg, R. J. (1987). Teaching Thinking Skills : Theory and Practice. (New York : W. H. Freeman and Company). Ennis, R. H, (1996). Critical Thinking. (United States of America: Prentice-Hall Inc).
Mudrikah, A. (2006). Penggunaan Model Pembelajaran Konsep Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematik dan Ketrampilan Berpikir Kritis Siswa SMA. (Bandung: Tesis UPI tidak dipublikasi)
Fisher, R. (1995). Thinking Children to Think, Cheltenham, (United Kingdom : Stanley Thornes Ltd). Marzano, R. J et.al. (1989). Dimention of Thingking : A Framework for Curricullum and Instruction. (Alexanderia US : Association for Supervision and Curriculum Development).
Mullis, I.V.S dkk. (2000). TIMSS 1999: Trends in Mathematics and Science Study: Assessment Frameworks and Specifications International
19
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2011
Report. (Boston: The International Study Center)
in Mathematics and Science Study: Assessment Frameworks and Specifications International Report. (Boston: The International Study Center).
Mullis, I.V.S dkk. (2004). TIMSS 2003: Trends in Mathematics and Science Study: Assessment Frameworks and Specifications International Report. (Boston: The International Study Center)
Zulkardi (2005). Pendidikan Matematika di Indonesia Beberapa Permasalahan dan Upaya Penyelesaiannya. Pidato Pengukuhan Guru Besar Pendidikan Matematika (Palembang: FKIP UNSRI).
Mullis, I.V.S dkk. (2008). TIMSS 2007: Trends
20