KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT SAYURAN ORGANIK BERBASIS PETANI DI MEGAMENDUNG, BOGOR (Studi Kasus pada Kelompok Tani Tunas Tani, Desa Sukaresmi)
PARWA ORYZANTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam Tugas Akhir saya yang berjudul :
“Kelayakan dan Strategi Pengembangan Supply Chain Management Sayuran Organik Berbasis Petani di Megamendung, Bogor (Studi Kasus pada Kelompok Tani Tunas Tani, Desa Sukaresmi)”
Merupakan gagasan atau hasil penelitian Tugas Akhir saya sendiri, dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tugas Akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Februari 2013
Parwa Oryzanti P054110085
ABSTRACT
PARWA ORYZANTI. Feasibility and Development Strategy Supply Chain Management Based Organic Vegetable Farmers in Megamendung, Bogor (Case study at Tunas Tani Farmer Group, Sukaresmi). Supervised by H. MUSA HUBEIS as Head and EUIS SUNARTI as Member. The purpose of this study are (1) assess the simple feasibility of an organic vegetable farming based farmers in Megamendung seen from the financial aspects, (2) to describe and analyze the characteristics of organic vegetable-based farmers, and potentially high added value for farmers and (3) formulate strategic supply chain management (SCM) products based organic vegetable farmer in Megamendung, Bogor. The datas were collected by field surveys method, interviews with the chairman and members of farmer groups (Poktan), relevant agencies (BP3K and District of Megamendung), retail and consumers. The method of analysis used the matrix of External Factor Evaluation (EFE) and Internal Factor Evaluation (IFE); Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT) and Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) and to determine the feasibility used Break Even Point (BEP) and Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) analysis. Matrix analysis Internal External (IE) shows the value of the internal matrix and external matrix values are 2.448 and 2.720. Poktan positioned in quadrant V (hold and maintain). Farmer groups that fit into this quadrant should be managed with a strategy on market penetration and product development while maintaining product quality. Based on the results of the SWOT analysis, there are some alternatives that can be done. Based on QSP matrix most interesting strategy is increasing effectiveness of the supply chain to market structured through Agribusiness Sub Terminal-based organic vegetable (5.448). Analysis for supporting SCM strategies done with the feasibility of farming both organic and conventional. Results of the analysis for organic farming in spinach, caisim, carrots, tomatoes and turnips obtained value of R/C ratio are 2,33; 2,61; 3,31; 3,61 and 3,11 (more than 1), which means feasible. In the development of this farm is also taken into account the risk of damage. Damage to vegetable farming can be caused by weather, climate uncertainty and plant diseases and pests other crop failure. Organic farming more favorable views of the value of R/C ratio if it’s compared to conventional one. The rate of R/C ratio on conventional vegetable for the spinach, caisim, carrots, tomatoes and turnips of 1,36; 1,55; 1,59; 2,15 and 1,89 (more than 1). The value indicates that conventional farming had to be developed. However, when compared to organic systems, still less provide added value. What distinguishes value between organic and conventional farming such as the selling price.
Key words : Group of farmer, supply chain, organic vegetables, feasibility
RINGKASAN PARWA ORYZANTI. Kelayakan dan Strategi Pengembangan Supply Chain Management Sayuran Organik Berbasis Petani di Megamendung, Bogor (Studi Kasus : Kelompok Tani Tunas Tani, Desa Sukaresmi). Dibawah bimbingan H. MUSA HUBEIS sebagai Ketua dan EUIS SUNARTI sebagai Anggota. Semakin meningkatnya permintaan sayuran organik maka peluang untuk mengembangkan bisnis pertanian sayuran organik juga semakin meningkat. Ditinjau dari kajian Supply Chain Management (SCM), salah satu akar masalah pada bisnis komoditas sayuran organik pascapanen adalah masalah distribusi. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis karakteristik produk sayuran organik berbasis petani, menilai kelayakan usahatani dan merumuskan strategi manajemen rantai pasok (SCM) produk sayuran organik berbasis petani di Megamendung, Bogor. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian strategik nasional pangan organik (Musa Hubeis, 2012), yang dibiayai oleh Kemendiknas. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data primer melalui survei lapangan; wawancara dengan Ketua dan Anggota kelompok tani (Poktan); instansi terkait diantaranya Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Ciawi; Kecamatan Megamendung; retail dan konsumen. Metode analisis yang digunakan metode deskriptif, dengan alat analisis matriks External Factor Evaluation (EFE), Internal Factor Evaluation (IFE), Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT) dan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) serta untuk mengetahui kelayakan usahatani dan nilai tambah berbasis petani digunakan uji kelayakan Break Even Point (BEP) dan Benefit Cost Ratio (B/C Ratio). Hasil identifikasi faktor strategik internal dan eksternal, terdapat enam (6) faktor kunci kekuatan, yaitu (1) Penjadwalan musim tanam dan panen, (2) Dinamika kelompok tani, (3) Produk diminati konsumen (ramah lingkungan), (4) Ketersediaan bahan baku pupuk, (5) Lokasi geografis menunjang dan (6) Sudah menerapkan Just In Time (JIT) dan penjadwalan pengiriman. Sedangkan faktor kelemahan diantaranya : (1) Kemampuan manajerial petani rendah; (2) Sulitnya akses sertifikasi organik; (3) Harga tergantung pengumpul, atau mitra; (4) Biaya perawatan tanaman tinggi; (5) Keterbatasan modal, sulit mengakses kredit; (6) Mutu produk petani rendah (retur 50%). Faktor kunci peluang ada delapan (8), yaitu (1) Dukungan dan pembinaan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL); (2) Quota permintaan belum semua terpenuhi; (3) Peningkatan jumlah penduduk dan kesejahteraan; (4) Rintisan pasar sayuran higienis; (5) Tingkat harga bersaing; (6) Pembinaan teknologi produksi pestisida nabati; (7) Kebijakan pemerintah mengenai program “Go organik 2010” dan (8) Loyalitas konsumen organik yang tinggi. Untuk ancaman terdapat empat (4) faktor kunci, yaitu (1) Perubahan iklim/cuaca, (2) Alih fungsi lahan, (3) Serangan hama penyakit tanaman dan (4) Monopoli oleh pengusaha besar. Analisis matriks Internal External (IE) menunjukkan nilai matriks internal 2,448 dan nilai matriks eksternal 2,720 yang memposisikan Poktan pada kuadran V (hold and maintain). Poktan yang masuk ke dalam kuadran ini
sebaiknya dikelola dengan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk dan tetap menjaga mutu produk yang dihasilkan. Berdasarkan hasil analisis SWOT, terdapat empat (4) jenis alternatif yang dapat dilakukan yaitu : (1) strategi S-O : peningkatan efektivitas rantai pasok untuk pasar terstruktur melalui Sub Terminal Agribisnis, (2) strategi W-O : memperbaiki dan meningkatkan efektifitas budidaya dengan mengurangi limbah, (3) strategi S-T : perencanaan pola tanam yang lebih baik untuk menghadapi iklim dan cuaca tidak menentu, (4) strategi W-T : memperluas akses pasar produk sayur organik. Berdasarkan perhitungan matriks QSP diperoleh strategi yang paling menarik untuk diterapkan yaitu peningkatan efektivitas rantai pasok untuk pasar terstruktur melalui Sub Terminal Agribisnis yang berbasis petani sayuran organik dengan total nilai daya tarik terbesar (5,448). Analisis pendukung strategi SCM dilakukan dengan kelayakan usahatani dan nilai tambah petani sayuran organik dibandingkan dengan konvensional. Hasil analisa untuk usahatani organik pada bayam, caisim, wortel, tomat dan lobak diperoleh nilai R/C ratio berturut-turut 2,33; 2,61; 3,31; 3,61 dan 3,11 (lebih dari 1), yang artinya layak. Pada pengembangan usahatani ini diperhitungkan pula terhadap risiko kerusakan. Kerusakan usahatani sayuran dapat disebabkan oleh faktor cuaca, iklim tidak menentu maupun serangan hama penyakit tanaman dan kegagalan panen lainnya. Usahatani organik lebih menguntungkan dilihat dari nilai R/C ratio nya yang lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani konvensional. Nilai R/C ratio pada sayuran konvensional untuk bayam, caisim, wortel, tomat dan lobak sebesar 1,36; 1,55; 1,59; 2,15 dan 1,89 (lebih dari 1). Nilai ini menunjukkan usahatani secara konvensional pun layak untuk dikembangkan. Namun bila dibandingkan dengan sistem organik, masih kurang memberikan nilai tambah. Yang membedakan nilai tambah antara usahatani organik dan konvensional diantaranya adalah harga jual produk. BEP produk sayuran organik pada bayam, caisim, wortel, tomat dan lobak berturut-turut 373 kg, 489kg, 439 kg, 732 kg dan 715 kg pada tingkat harga masing-masing Rp 7.000, Rp 5.000, Rp 7.000, Rp 10.000 dan Rp 5.000. Nilai ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan usahatani konvensional yang memiliki nilai BEP produksi untuk bayam, caisim, wortel, tomat dan lobak berturut-turut 613 kg, 965 kg, 879 kg, 1.393 kg dan 1.588 kg pada tingkat harga masing-masing Rp 2.500, Rp 1.800, Rp 2.500, Rp 3.000 dan Rp 1.500. Usahatani organik merupakan salah satu usaha masa depan yang diharapkan karena dengan luas lahan yang sama, meskipun produktivitasnya relatif lebih sedikit tetapi memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan usahatani konvensional karena harga jual produknya lebih tinggi.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT SAYURAN ORGANIK BERBASIS PETANI DI MEGAMENDUNG, BOGOR (Studi Kasus pada Kelompok Tani Tunas Tani, Desa Sukaresmi)
PARWA ORYZANTI
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Dr. Mukhamad Najib, S.TP., M.M.
Judul Laporan Akhir :
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: : :
Kelayakan dan Strategi Pengembangan Supply Chain Management Sayuran Organik Berbasis Petani di Megamendung, Bogor (Studi Kasus pada Kelompok Tani Tunas Tani, Desa Sukaresmi) Parwa Oryzanti P054110085 Industri Kecil Menengah
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing DEA Ketua
Prof.Dr.Ir. Euis Sunarti, M.Si Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Industri Kecil dan Menengah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS. Dipl, Ing DEA
Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : 22 Desember 2012
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Kelayakan dan Strategi Pengembangan Supply Chain Management Sayuran Organik di Megamendung, Bogor (Studi Kasus pada Kelompok Tani Tunas Tani, Desa Sukaresmi)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah (PS MPI), Sekolah Pascasarjana (SPs), Institut Pertanian Bogor (IPB). Banyak pihak yang telah mendukung dalam penyelesaian tugas akhir ini, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1.
Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA selaku ketua Komisi Pembimbing atas motivasi, bimbingan dan kesempatan yang diberikan untuk mengikuti penelitian Strategi Nasional Pangan Organik, yang datanya digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini.
2.
Prof.Dr.Ir. Euis Sunarti, M.Si. selaku anggota Komisi Pembimbing atas pembimbingan dan perhatiannya.
3.
Dr. Mokhamad Najib, S.TP., M.M. selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan, kritik dan saran yang menunjang perbaikan tugas akhir ini.
4.
Prof.Dr.Ir. Eriyatno, MSAE atas dukungan semangatnya.
5.
Teman-teman MPI Angkatan XV atas kekompakan, semangat dan bantuannya terutama teman satu bimbingan dan perjuangan Pak Win, Mbak Nurul dan Mbak Diah, Sekretariat MPI atas segala bantuannya.
6.
Suamiku tercinta (Teguh Febrianto Setiawan, ST) dan kedua putraku (Rifqy dan Rifat), serta orang tua kami atas dukungan, pengertian dan segala do’a.
7.
Seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan akhir ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis berharap bahwa Tugas Akhir ini dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Februari 2013 Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 17 Desember 1979 sebagai anak sulung dari Bapak Parsino Tasrif Atmaja, SP dan Ibu Waginem. Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2011 diterima di Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Saat ini penulis adalah petugas penyuluh lapangan (PPL) di Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Wilayah Cibinong, Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BKP5K) Kabupaten Bogor.
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ……………………………………………………….
iii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………
v
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
vi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……………………………………………..
1
1.2 Perumusan Permasalahan …………………………………....
3
1.3 Tujuan Kajian ………………………………………..........
5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertanian Organik .......................................................................
7
2.2 Syarat dan Mutu Produk Organik ...............................................
10
2.3 Kelembagaan Tani 2.3.1 Kelompok Tani .................................................................
13
2.3.2 Kerjasama Antar Poktan.............. .....................................
15
2.4 Analisis Kelayakan Sederhana ……………………………….
17
2.5 Analisis Lingkungan Eksternal .................................................
19
2.6 Analisis Lingkungan Internal .…………………………….......
20
2.7 Perumusan Strategi ....................................................................
20
2.8 Sistem Manajemen Rantai Pasok Pertanian 2.8.1 Rantai Pasok Pertanian .....................................................
21
2.8.2 Struktur Rantai Pasok .......................................................
22
2.8.3 Mekanisme Rantai Pasok ..................................................
23
2.8.4 Kelembagaan Rantai Pasok .............................................
24
2.9 Penelitian Terdahulu yang Relevan ……………………..…......
26
III. METODE KAJIAN 3.1
Kerangka Pemikiran Kajian………………………………
29
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………….
30
Pengumpulan Data ………..……………………………..
31
3.3
ii 3.4
Pengolahan dan Analisis Data 3.4.1 Identifikasi Karakteristik Produk Sayuran Organik …
32
3.4.2 Analisis Kelayakan Sederhana ………………………
32
3.4.3 Analisis Rantai Pasok ……………………………….
34
3.4.4 Analisis Strategi ……………………………………..
36
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ……………………….
43
4.1.1 Klasifikasi Lahan ……………………………………..
46
4.1.2 Potensi Sumber Daya Manusia Pertanian …………….
48
4.1.3 Produksi Sayuran ..........................................................
50
4.2 Kelompok Tani ……………………………………………..
65
4.3 Analisa Usahatani …………………………………………..
71
4.4 Analisis Lingkungan Usaha ..................................................
76
4.4.1 Identifikasi Faktor Internal ............................................
76
4.4.2 Identifikasi Faktor Eksternal .........................................
80
4.4.3 Analisis Matriks IFE .......................................................
82
4.4.4 Analisis Matriks EFE ......................................................
84
4.5 Matriks IE .................................................................................
86
4.6 Analisis Matriks SWOT ............................................................
87
4.7 Tahap Keputusan Matriks QSPM .............................................
91
4.8 Analisis Kondisi Rantai Pasok di Megamendung .....................
93
4.8.1 Struktur Rantai Pasok ......................................................
96
4.8.2 Manajemen Rantai Pasok ...............................................
101
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ..........................................................................................
107
2. Saran .....................................................................................................
108
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………
109
LAMPIRAN.............................................................................................
113
iii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Perkembangan PDB Hortikultura atas dasar harga berlaku pada tahun 2005-2009 …………………………………………………
1
2. Perbedaan sistem budidaya pertanian organik dengan pertanian konvensional ..................................................................
9
3. Matriks EFE dan Matriks IFE ........................................................
37
4. Matriks SWOT ...............................................................................
39
5. Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif ............. ........................
41
6. Luas lahan menurut fungsinya di Kecamatan Megamendung ..........
44
7. Kondisi topografi desa di Kecamatan Megamendung ......................
45
8. Data curah hujan rataan selama lima tahun terakhir di WKBP3K Ciawi ............................................................................
45
9. Luas lahan menurut ekosistem di Kecamatan Megamendung per desa Tahun 2011 ..........................................................................
46
10. Data lahan kering dan kritis di Kecamatan Megamendung pada tahun 2011 ........................................................................................
47
11. Data keragaan jumlah penduduk Kecamatan Megamendung per Desa menurut jenis kelamin dan status kepala keluarga pada tahun 2011 ........
49
12. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian ..........................................
49
13. Jumlah penduduk tani menurut status kepemilikan lahan .......................
50
14. Luas tanam, luas panen, produktivitas dan produksi tanaman sayuran di Kecamatan Megamendung pada tahun 2011 ..........................
51
15. Rekomendasi pupuk untuk tanaman wortel .............................................
54
16. Pengendalian OPT sayuran Tomat ...........................................................
57
17. Pemberian pupuk pada Bayam berdasarkan umur ...................................
64
18. Data Kelembagaan Tani berdasarkan Kelas Kemampuan BP3K Wilayah Ciawi pada tahun 2011 ....................................................
67
19. Fasilitas Pendukung Usaha Tani, Usaha Pembudidaya Ikan dan Kehutanan BP3K Wilayah Ciawi pada tahun 2011 ..................................
68
20. Data keragaan penerapan teknologi usaha tani oleh petani subsektor tanaman pangan dan hortikultura pada tahun 2011 ..................
68
21. Data keragaan tingkat pengelolaan usaha tani di BP3K Wilayah Ciawi Tahun 2011............................................................................................
70
22. Perbandingan Nilai Keuntungan Sayuran Organik dan Konvensional Skala 1.000 m2 ..................................................................
73
iv 23. Perbandingan harga sayuran organik dan konvensional pada komoditi pilihan di tingkat petani ..................................................... 75 24. Faktor internal strategi rantai pasok sayuran organik di Megamendung .....................................................................
77
25. Faktor eksternal strategi rantai pasok produk sayuran organik di Megamendung .....................................................................
80
26. Analisis matriks IFE .............................................................................
83
27. Analisis matriks EFE .............................................................................
85
28. Analisis matriks SWOT kelompok tani di Megamendung ....................
88
29. Permintaan dan harga rata-rata komoditas sayuran organik produksi Kelompok Tani Tunas Tani, Megamendung ...........................................
95
30. Anggota Rantai Pasok Produk Sayuran Organik di Megamendung ........... 96 31. Standar mutu produk Sayuran Organik untuk beberapa produk pilihan ..... 98
v
DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Bentuk label jaminanan pada produk ......................................................... 13 2. Hubungan antara kekuatan-kekuatan eksternal utama dengan organisasi ......................................................................................
19
3. Struktur manajemen rantai pasokan ........................................................
24
4. Sistem rantai pasok produk hortikultura .................................................
30
5. Kerangka pemikiran penelitian .................................................................
31
6. Matriks IE ……………………………………………………………….
40
7. Komoditas sayuran Wortel .........................................................................
52
8. Komoditas sayuran Tomat .........................................................................
58
9. Komoditas sayuran Caisim .........................................................................
61
10. Komoditas sayuran Lobak ..........................................................................
62
11. Komoditas Bayam .......................................................................................
63
12. Paradigma model pengembangan kelembagaan petani ...............................
66
13. Analisis matriks IE kelompok tani di Megamendung ................................
86
14. Model rantai pasok pada kelompok tani Tunas Tani ................................
94
15. Alur distribusi barang ................................................................................
103
16. Strategi pengembangan SCM sayuran organik berbasis petani melalui konsep LKM ...............................................................................
105
vi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 17. Tahapan kajian berdasarkan target keluaran ............................................... 113 2. Kuesioner petani sayuran organik...............................................................
115
3. Penentuan bobot matriks IFE dan EFE .....................................................
122
4. Kuesioner penentuan peringkat atau rating terhadap faktor strategi internal .......................................................................................
126
5. Kuesioner penentuan peringkat atau rating terhadap faktor strategi eksternal .........................................................................................
127
6. Kuesioner penilaian QSPM ........................................................................
128
7. Metode perhitungan pendapatan usahatani pada komoditas sayuran organik di Megamendung, Bogor .............................................................
130
8. Analisa Usahatani Bayam Organik ...........................................................
131
9. Analisa Usahatani Bayam Konvensional ..................................................
132
10. Analisa Usahatani Caisim Organik ...........................................................
133
11. Analisa Usahatani Caisim Konvensional ...................................................
134
12. Analisa Usahatani Wortel Organik ...........................................................
135
13. Analisa Usahatani Wortel Konvensional ..................................................
136
14. Analisa Usahatani Tomat Organik .............................................................
137
15. Analisa Usahatani Tomat Konvensional ....................................................
138
16. Analisa Usahatani Lobak Organik ..............................................................
139
17. Analisa Usahatani Lobak Konvensional ....................................................
140
18. Analisis Matriks IFE ..................................................................................
141
19. Analisis Matriks EFE ................................................................................
142
20. Matriks QSPM ..........................................................................................
143
21. Dokumentasi kebun dan produk sayuran organik di lokasi penelitian ......
145
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan manusia, karena di dalam sayuran mengandung berbagai sumber vitamin, provitamin, mineral, serat dan karbohidrat yang bermacam-macam, serta mengandung zat antioksidan dan antibakteri yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Selain penting bagi kesehatan, sayuran juga memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sumber pendapatan dan penyediaan lapangan kerja (Rohanah, 2010). Perkembangan produksi, ekspor dan impor hortikultura pada tahun 2010-2011 ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Produksi, Ekspor dan Impor Hortikultura tahun 2010-2011 Produksi (kg)
Volume Ekspor (kg)
Volume Impor (kg)
Jenis Komoditi
2010
2011
2010
2011
2010
2011
Sayuran
10.706.386
10.871.224
138.106
133.945
851.369
1.174.286
Buah
15.490.373
18.313.507
196.341
223.011
692.703
832.080
Florikul-
378.915.785
486.851.880
4.294
4.888
320.583
315.988
418.683.635
398.481.622
13.468
243.162
2.495
23.494
823.796.179
914.518.233
352.209
605.006
1.867.150
2.345.976
tura Tanaman Obat Total
Sumber: Ditjen Hortikultura, Kementerian Pertanian, 2012 Gaya hidup sehat, atau yang lebih dikenal dengan slogan “back to nature” di era abad 21 dan modern seperti sekarang ini semakin banyak dilakukan. Banyak masyarakat yang telah menyadari pentingnya kesehatan dengan mengurangi konsumsi bahan makanan, khususnya sayuran yang banyak mengandung bahan kimia, seperti sayur-sayuran yang mengandung pestisida
kimia
berbahaya.
Penggunaan
bahan
kimia
ini
selain
membahayakan bagi kesehatan tubuh manusia, juga memiliki dampak buruk bagi lingkungan hidup. Slogan “back to nature” inilah yang sedikit demi
2
sedikit mendorong masyarakat untuk memilih produk-produk organik, khususnya sayuran organik. Kesadaran untuk “back to nature” di sektor pertanian ini didukung oleh pemerintah melalui Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian dengan memprakarsai Program “Go Organik 2010” yang telah dikembangkan sejak tahun 2001. Melalui pertanian organik ada banyak keuntungan yang bisa diraih, yaitu keuntungan secara ekologis, ekonomis, sosial/politis dan keuntungan kesehatan. Berbagai keuntungan tersebut selama ini masih terbatas dirasakan dan diyakini oleh para pelaku pertanian organik. Revolusi hijau dengan berbagai tawaran kemudahan semu ternyata juga berpengaruh pada sikap mental para petani dengan menciptakan budaya instan. Para petani dalam melaksanakan usaha pertanian menginginkan dapat memperoleh hasil yang banyak dalam waktu singkat dan tidak terlalu direpotkan. Pupuk organik yang bersifat ruah, oleh para petani konvensional dilihat sebagai sesuatu yang merepotkan dan membutuhkan lebih banyak tenaga untuk mengelola dan memanfaatkannya. Demikian juga halnya dengan berbagai tanaman yang dapat digunakan
sebagai
pestisida
organik tidak lagi banyak
dimanfaatkan, karena selain keterbatasan pengetahuan juga dipandang sebagai sesuatu yang merepotkan. Seiring dengan semakin tumbuhnya kesadaran akan kelestarian lingkungan dan memperoleh produk pangan yang sehat serta semakin gencarnya berbagai upaya penyadaran akan hak-hak petani, revolusi hijau yang dinilai sudah banyak berjasa menyediakan pangan, khususnya untuk negara-negara berkembang di pandang sebagai sistem pertanian yang tidak berkelanjutan. Selanjutnya pertanian organik atau pertanian lestari dinilai lebih berwawasan lingkungan, menghasilkan produk pangan yang sehat dan memandirikan para petani. Banyaknya permintaan sayuran organik dipasaran menandakan bahwa bisnis sayuran organik memiliki potensi dan peluang yang baik untuk dikembangkan, sehingga dapat mendorong pertanian organik menjadi berdaya saing dan berkelanjutan. Selain memiliki peluang dalam bisnis, pertanian sayuran organik juga membantu untuk meningkatkan mutu hidup
3
masyarakat, kelestarian lingkungan dan ketahanan pangan. Hal ini merupakan peluang bagi para petani, khususnya petani sayuran di Jawa Barat yang merupakan salah satu provinsi sentra pertanian sayuran terbesar di Indonesia untuk dapat mengubah secara bertahap pola pertanian konvensional ke pertanian organik. Pertanian organik, khususnya usahatani sayuran di Kecamatan Megamendung diharapkan memberikan nilai tambah tinggi bagi petani, sehingga mampu mendongkrak perekonomian petani menuju sejahtera. Oleh karena itu, diperlukan kajian mengenai kelayakan usahatani sayuran organik. Peningkatan daya tahan dan daya saing sangat penting dan merupakan faktor kunci untuk mengembangkan usaha sayuran di Indonesia mengingat persaingan yang ketat produk sayuran organik di pasar domestik. Hal ini erat kaitannya dengan produk sayuran dataran tinggi masih berkendala dalam jaminan kesinambungan atas mutu produk, minimnya jumlah pasokan dan ketepatan waktu pengiriman. Oleh karena itu, perlu strategi manajemen rantai pasok yang menguntungkan bagi petani, memiliki kepastian jaminan pasar dan meningkatkan produktivitas sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani. 1.2. Perumusan Permasalahan Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi. Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas, mutu, keragaman dan keamanannya. Permasalahan yang dihadapi dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan yang utama pada komoditas pangan organik adalah kuantitas dan mutu pangan organik itu sendiri, khususnya sayuran. Bila kuantitas dan mutu telah terpenuhi, maka permasalahan yang kemudian timbul adalah akan dikirim kemana dan bagaimana manajemen rantai pasok dari komoditas sayuran organik ini dikembangkan, karena memengaruhi stabilitas dan keberlanjutan siklus usahatani sayuran organik. Pengelolaan rantai pasok dapat membantu petani dalam hal stabilitas harga dan kontinuitas pasar, serta pemasaran produk sayuran organik.
4
Ditinjau dari kajian Supply Chain Management (SCM), salah satu akar masalah pada bisnis komoditas sayuran organik pascapanen adalah masalah distribusi. Permasalahan distribusi tersebut terjadi karena tidak adanya informasi yang akurat mengenai ketersediaan produk sayuran organik, permintaan konsumen dan hasil produksi yang ada. Adanya ketidakpastian informasi akan berakibat sangat tidak menentunya bisnis di dalam distribusi komoditas sayuran organik pascapanen, sehingga petani dan masyarakat sering dipermainkan oleh para pedagang yang tidak bertanggungjawab. Permasalahan yang berkaitan dengan penyediaan dan pendistribusian informasi tersebut dapat diminimalkan dengan membangun model distribusi berbasis SCM. Keluaran kajian ini adalah model distribusi komoditas sayuran organik pascapanen berbasis SCM. Semakin meningkatnya permintaan sayuran organik maka peluang untuk mengembangkan bisnis pertanian sayuran organik juga semakin meningkat. Hal ini akhirnya mendorong para petani untuk beralih dari pertanian
konvensional
menjadi
pertanian
organik.
Selain
untuk
meningkatkan pendapatan para petani dan mewujudkan ketahanan pangan nasional, pertanian organik juga memiliki peluang besar untuk memasuki pasar internasional (ekspor), karena permintaan produk pertanian organik khususnya sayuran organik di luar negeri juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Namun dalam proses perkembangannya, banyak petani sayuran khususnya yang ada di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor menghadapi beberapa kendala dalam budidaya, seperti adanya keterbatasan penyediaan benih bermutu varietas unggul dan bersertifikat, kapasitas sumber daya manusia (SDM) dan kelembagaan masih lemah, serangan organisme pengganggu tanaman, lahan sempit dan terpencar-pencar, serta masih terbatasnya teknologi dan sarana prasarana produksi. Selain kendala yang disebutkan, juga ada beberapa faktor penghambat perkembangan produk organik lainnya, yaitu masalah ketersediaan produk di pasaran yang masih rendah, harga yang terlalu tinggi dan ketidakpercayaan konsumen atas produk organik sesuai dengan yang tertera.
5
Menurut Setiadharma dan Chrisantine (2006), bahwa permasalahan dalam manajemen usaha yang sering dihadapi adalah : (1) Manajemen rantai pasok yang belum berjalan optimal; (2) Tataniaga dan SCM belum efektif dan transparan, sehingga margin antar pelaku rantai pasokan belum adil/proporsional; (3) Belum sepenuhnya berorientasi pasar dan konsumen (mutu, jumlah, waktu dan kontinuitas); (4) Jumlah pelaku usaha/pelopor (Champions) masih terbatas (ekspor dan pasar modern); (5) Informasi peluang usaha, potensi
dan harga belum terkomunikasikan secara
transparan; (6) Dukungan prasarana produksi, distribusi dan pemasaran belum optimal. Berdasarkan uraian permasalahan yang dikemukakan, maka dapat dirumuskan permasalahan berikut : 1. Apakah usaha sayuran organik berbasis petani di Kecamatan Megamendung Bogor layak dinilai dari aspek finansial ? 2. Bagaimana karakteristik produk sayuran organik berbasis petani yang sesuai dengan keinginan pasar dan berpotensi didalam peningkatan alur rantai pasok ? 3. Faktor internal dan eksternal apakah yang dapat menyusun strategi yang terkait dengan produksi produk sayuran organik dan rantai pasokannya yang berbasis petani ? 1.3. Tujuan Kajian Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka kajian ini dilakukan dengan tujuan : 1. Mengkaji kelayakan sederhana usahatani sayuran organik berbasis petani di Kecamatan Megamendung dilihat dari aspek finansial. 2. Mendeskripsikan dan menganalisis karakteristik produk sayuran organik berbasis petani, yang berpotensi dan bernilai tambah tinggi bagi petani 3. Merumuskan strategi manajemen rantai pasok (SCM) produk sayuran organik berbasis petani di Megamendung, Bogor.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertanian Organik Sistem Pertanian Organik adalah sistem produksi holistik dan terpadu, mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro ekosistem secara alami serta mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, bermutu dan berkelanjutan (Deptan, 2002). Pangan Organik adalah pangan yang berasal dari suatu lahan pertanian organik yang menerapkan praktek-praktek pengolahan yang bertujuan untuk memelihara ekosistem dalam mencapai produktivitas berkelanjutan dan melakukan pengendalian gulma, hama dan penyakit melalui berbagai cara seperti daur ulang sisa-sisa tumbuhan dan ternak, seleksi dan pergiliran tanaman, pengelolaan air, pengolahan lahan dan penanaman, serta penggunaan bahan hayati (SNI-6729:2010). Pestisida kimia banyak membunuh predator alami dan bahkan manusia sendiri. WHO (World Health Organization) melaporkan bahwa setiap tahun sekitar 3 juta orang teracuni pestisida. Kira-kira 200 ribu orang kemudian meninggal dunia. Bahan kimia sintetis tersebut juga diyakini
menjadi
faktor utama
yang mengakibatkan berkembangnya
penyakit-penyakit yang mengganggu metabolisme seperti ginjal, lever, paruparu dan sebagainya (Saragih, 2003). Prinsip pertanian organik adalah ramah lingkungan, tidak mencemarkan dan tidak merusak lingkungan hidup dari penggunaan bahan kimia berbahaya yang dapat berupa pupuk, pestisida, hormon pertumbuhan dan sebagainya (Pracaya, 2010). Pertanian organik menurut Saragih (2008) adalah sistem manajemen produksi holistik yang meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Sistem pertanian organik menurut pakar pertanian Barat merupakan “hukum pengembalian (low of return)” yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman, maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan pada tanaman.
8
Tujuan jangka panjang yang akan dicapai melalui pengembangan pertanian organik (Sutanto, 2002) adalah : 1
Melindungi dan melestarikan keragaman hayati, serta fungsi keragaman dalam bidang pertanian.
2
Memasyarakatkan kembali budidaya organik yang sangat bermanfaat dalam mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan, sehingga menunjang kegiatan budidaya pertanian berkelanjutan.
3
Membatasi terjadinya pencemaran lingkungan hidup akibat residu pestisida dan pupuk, serta bahan kimia pertanian lainnya.
4
Mengurangi ketergantungan petani terhadap masukan dari luar yang berharga mahal dan menyebabkan pencemaran lingkungan.
5 Meningkatkan usaha konservasi tanah dan air, serta mengurangi masalah erosi akibat pengolahan tanah yang intensif. 6
Mengembangkan dan mendorong kembali menculnya teknologi pertanian organik yang telah dimiliki petani secara turun-temurun dan merangsang kegiatan penelitian pertanian organik oleh lembaga penelitian dan universitas.
7
Membantu meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara menyediakan produk-produk pertanian bebas pestisida, residu pupuk dan bahan kimia pertanian lainnya.
8 Meningkatkan peluang pasar produk organik, baik domestik, maupun global dengan jalan menjalin kemitraan antara petani dan pengusaha yang bergerak dalam bidang pertanian. Budidaya pertanian organik, juga mendorong kemandirian dan solidaritas di antara petani sebagai produsen. Mandiri untuk tidak tergantung pada perusahaan-perusahaan besar penyedia pupuk dan bahan agrokimia serta perusahaan bibit. Solidaritas untuk berdaulat dan berorganisasi demi mencapai kesejahteraan, pemenuhan hak dan keadilan sosial bagi petani. Untuk lebih jelasnya, pada Tabel 2 disajikan perbedaan sistem budidaya pada pertanian organik dan konvensional.
9
Tabel 2. Perbedaan sistem budidaya pertanian organik dengan pertanian konvensional No
Proses
1
Persiapan benih
2
Pengolahan tanah
3 4
Persiapan bibit Penanaman
5
Pengairan
6
Pemupukan dan pengendalian hama serta gulma Panen dan pasca panen
7
Pertanian Konvensional
Pertanian Organik
Akomodatif terhadap benih yang berasal dari rekayasa genetika, Genetically Modified Organism (GMO) Maksimalisasi pengolahan tanah melalui mekanisasi pertanian yang berakibat pemadatan tanah dan matinya beberapa organisme Bibit diperlakukan dengan bahan kimia sintetis Monokultur, rotasi tanaman hanya dari satu jenis tanaman dan tidak ada kombinasi tanaman
Menolak penggunaan benih yang berasal dari rekayasa genetika (GMO)
Produk mengandung residu bahan kimia dan menggunakan bahan kimia sintetik
Tidak diperlakukan dengan bahan kimia anorganik dan sehat untuk konsumen
Minimalisasi pengolahan tanah dan mekanisasi pertanian yang memacu pertumbuhan organisme sehingga menjaga aerasi tanah Bibit diperlakukan secara alami Multikultur, rotasi bertahap, kombinasi tanaman dalam satu luasan lahan. Penanaman habitat predator dan pengendali hama. Tanaman pupuk hijau, pestisida hayati dan obatobatan alami Dapat menggunakan air Menggunakan air yang bebas dari mana saja bahan kimia sintetis Dominasi menggunakan Penggunaan pupuk organik, pupuk kimia dan pestisida pengendalian hama berdasarkan keseimbangan hayati
Menurut Winarno, et al. (2002), untuk pemrosesan, prinsipnya integritas produk pangan organik harus tetap dijaga selama pemrosesan (pasca panen dan pengolahan) dengan menggunakan cara-cara yang tepat dan hati-hati untuk menjaga kemurnian produk pangan organik. Bahan kemasan untuk mengemas produk organik sebaiknya dipilih dari bahan berikut : a. Dapat diuraikan oleh mikroorganisme (bio-degradable materials) b. Bahan hasil daur ulang (recycled materials)
10
c. Bahan yang dapat didaur ulang (recycleable materials) d. Tidak terkontaminasi oleh bahan-bahan kimia yang penggunaannya dilarang dalam sistem pertanian organik Menurut Winarno (2010), manfaat yang diperoleh dalam mengkonsumsi pangan organik adalah : a. Kesehatan 1) Mengandung zat antioksidan dan serat yang penting, serta kadar nitrat lebih rendah
yang dapat mengurangi tekanan darah, mengurangi risiko
penyakit jantung dan stroke, penangkal kanker dan demensia (pikun), serta untuk menjaga kesehatan pencernaan, karena mampu mengikat zat racun, kolesterol dan kelebihan lemak, sehingga mencegah berkembangnya sumber penyakit. 2) Produk organik jauh lebih menyehatkan b. Ramah lingkungan c. Ekonomi d. Sosial 2.2
Syarat dan Mutu Produk Organik Secara teknis menurut Agustina dan Syekhfani (2002), praktek pertanian organik diharapkan dilakukan dengan cara : 1
Menghindari penggunaan benuh/bibit hasil rekayasa genetik dan mikroorganisme yang belum tepat guna.
2
Menghindari penggunaan kimia sintetik, baik dalam pengendalian gulma, hama dan penyakit.
3
Menghindari penggunaan zat pengatur tumbuh dan pupuk kimia sintetik.
4
Menghindari penggunaan bahan pengawet dan penyedap rasa sintesis selama pengolahan hasil.
5
Menghindari penggunaan hormon tumbuh dan bahan sintetis, baik dalam makanan, ternak, ikan maupun produk olahan lainnya. Produk pertanian organik di Indonesia ditetapkan
dengan Standar
Nasional Indonesia (SNI) Pertanian Organik yang disahkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) melalui BSN SNI 01-6729-2002. Standar ini bersumber pada kesepakatan antarnegara yang tertuang dalam Codex
11
Alimentarius Guidelines for the Production, Processing, Labelling and Marketing of Organikally Produced Foods (Saragih, 2008). Pada tahun 2010 BSN merevisi SNI 01-6729-2002 menjadi SNI 6729-2010 dengan merevisi dua (2) poin standarisasi dalam standar pangan organik. Saat ini lembaga sertifikasi internasional yang beroperasi di Indonesia ada tujuh (7), yaitu IMO (Institute for Marketecology), Control Union, NASAA (North American Securities Administrators Association), Naturland, France Organic Certification Organization (Ecocert), Guaranteed Organic Certification Agency (GOCA) dan Australian Certified Organic (ACO). Sedangkan lembaga sertifikasi nasional yang telah diakreditasi Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan diakui oleh OPKO yaitu BIOCert (Bogor), Inofice (Bogor), Sucofindo (Jakarta), LeSOS (Seloliman), Mutu Agung Lestari (Depok) dan PT. Persada (Yogyakarta). Produk pertanian organik tidak mudah diklaim sebagai produk organik, karena produk pertanian tersebut harus mendapatkan label, atau sertifikat dari lembaga sertifikasi pemerintah. Dengan adanya peraturan tersebut, tidaklah mudah menjual produk pertanian organik ke pasar. Labellabel produk organik dibagi menjadi empat (4) jenis (Saragih, 2008), yaitu : 1
Label Biru. Label ini mengindikasikan bahwa proses produksi yang dilakukan sudah bebas dari pestisida sintetik
2
Label Kuning. Label ini mengindikasikan bahwa proses produksi sedang mengalami masa transisi dari cara bertani yang selama ini menggunakan bahan kimia sintetik ke cara bertani yang tidak menggunakan sama sekali bahan kimia sintetik.
3
Label Hijau Organik. Label ini mengindikasikan bahwa proses produksi yang sudah setara dengan standar SNI.
4
Label Hijau Organikally Grown. Label ini mengindikasikan produk pertanian yang tumbuh secara organik dengan sendirinya. Adanya label dan sertifikat tersebut akhirnya para petani harus dapat
menjaga mutu produk organiknya. Menurut Agustina dan Syekhfani (2002), mutu produk organik harus memenuhi enam (6) syarat berikut :
12
1
Mutu terjamin : mulai dari teknik budidaya sampai produk sampai pada konsumen tidak tercemar secara fisik, kimia dan biologi.
2
Daya tahan produk lebih lama : pengolahan, penyimpanan dan kemasan.
3
Kemasan dan desain : tidak mudah rusak, sesuai dengan produk dan menarik.
4
Label dan sertifikat sesuai peraturan produk organik. Untuk tahap awal sebutkan apabila produk belum 100% organik, maka produk masuk kategori bebas pupuk dan pestisida kimia sintetik.
5
Jalur distribusi dan pemasaran yang tepat.
6
Produsen
memperhatikan
Undang-undang
(UU)
Pangan,
UU
Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah (PP) Label dan Iklan, PP Keamanan, Mutu dan Gizi, serta PP Ketahanan Pangan. Sertifikasi Prima adalah sertifikasi yang diberikan oleh Otoritas Kompeten yang ditunjuk oleh Gubernur kepada produsen atau kelompok produsen yang telah memenuhi kriteria prima, sehingga produsen berhak atas pelabelan prima (Gambar 1) pada produk yang dihasilkan (http://diperta.jabarprov.go.id/2012). Sertifikasi Prima terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu : 1.
Prima 1 adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani, dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi, bermutu baik dan cara produksinya ramah terhadap lingkungan
2.
Prima 2 adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi dan bermutu baik.
3.
Prima 3 adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi.
13
Prima 3.
Prima 2.
Prima 1.
Gambar 1. Bentuk label jaminanan pada produk
2.3
Kelembagaan Tani
2.3.1 Kelompok Tani Petani adalah perorangan warga negara Indonesia beserta keluarganya yang mengelola usaha di bidang pertanian, agroforestry, agrofishery, agropasture, penangkaran satwa dan tumbuhan, di dalam dan di sekitar hutan, yang mencakup usaha hulu, usahatani, usaha hilir dan usaha jasa penunjang (UU No. 6 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan). Pembinaan kelompoktani (Poktan) bermaksud untuk membantu para petani agar mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses teknologi, permodalan, pasar dan sumberdaya lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Di dalam suatu masyarakat terdapat berbagai potensi kelembagaan, karena pada dasarnya selalu terjadi interaksi antar individu atau antar kelompok masyarakat yang terpola. Berbagai bentuk potensi kelembagaan yang ada pada masyarakat, antara lain: (a) Kumpulan arisan; arisan uang, barang ataupun tenaga, (b) interaksi antara petani sebagai produsen dengan pedagang (konsumen), (c) Interaksi antar petani dalam memasarkan hasil maupun membeli saprodi, (d) Interaksi antara petani dengan pihak luar (pembina, pemodal, pedagang) (Deptan, 2007). Potensi kelembagaan ini dapat dimanfaatkan sebagai modal untuk pembentukan dan pembinaan kelembagaan-tani. Rasa sosial untuk saling tolong-menolong perlu ditumbuh-suburkan agar modal sosial ini tidak
14
terkikis
kemajuan
masyarakat.
Kelembagaan-tani
berupa
“Poktan”
merupakan alternatif wadah yang dapat diandalkan agar para petani dapat berhimpun dan saling bekerjasama meningkatkan usahanya. Poktan adalah wadah sebagai tempat/forum dari sekumpulan petani yang mempunyai kepentingan sama dalam suatu kawasan/hamparan yang sama dan terorganisasi secara musyawarah dan mufakat bersama. Azas Poktan dapat dilihat dari definisi tersebut, yaitu : a. Kesamaan kepentingan Dasar pembentukan Poktan adalah kesamaan kepentingan yang diwujudkan
dalam
suatu
tujuan
kelompok.
Tujuan
dan
cara
pencapaiannya ditetapkan secara bersama-sama. Pembagian dan pendegelasian pencapaian tujuan diwujudkan dalam suatu kepengurusan kelompok yang disepakati bersama. b. Kesamaan kawasan/hamparan usaha Kesamaan ini akan memudahkan terjadinya komunikasi antar anggota. Intensitas komunikasi akan tingi bila jarak dan jumlah anggota tidak besar, sehingga kekompakan kelompok dapat mudah terbentuk. Oleh karena itu, jumlah anggota yang efisien antara 10 - 25 orang. c. Musyawarah dan mufakat Prinsip ini merupakan fondasi dari kelompoktani dimana kepentingan setiap anggotanya diapresiasikan. Segala keputusan berada di tangan para anggota yang dituangkan dalam suatu kesepakatan bersama. Dalam peri-kehidupan petani, Poktan mempunyai fungsi sebagai : a. Wadah bagi anggotanya untuk berinteraksi guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam berusahatani, sehingga lebih mandiri, dimana kelompok sebagai kelas wahana belajar b. Kesatuan unit usahatani untuk mewujudkan kerjasama dalam mencapai skala ekonomi yang menguntungkan, sehingga kelompok sebagai unit produksi usahatani. c. Tempat untuk memperkuat kerjasama diantara sesama petani dalam kelompok maupun antara kelompok dengan pihak lain, sehingga dapat menghadapi berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan.
15
Dinamika Poktan akan terjadi secara berkesinambungan apabila dalam kelompok tersebut terdapat proses-proses berikut : a. Penetapan tujuan kelompok Tujuan kelompok haruslah memberikan manfaat bagi seluruh anggota kelompok dan merupakan apresiasi kepentingan bersama. b. Pemilihan Ketua Poktan dan pengurusnya Ketua Poktan dipilih oleh anggotanya berfungsi sebagai pemimpin kelompok harus memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik dan dapat diteladani oleh anggotanya. Pengurus lainnya sebaiknya orang yang akomodatif. c. Penetapan AD-ART Ada pepatah “Jer basuki mawa bea” artinya untuk suatu keberhasilan memerlukan biaya. Aktivitas kelompok akan lebih lancar, apabila ada dukungan materi dan finansial oleh seluruh anggotanya. d. Penetapan tata cara dan aturan bersama Dalam suatu masyarakat ada norma dan aturan yang harus dianut agar terwujud keadilan bersama. e. Penetapan agenda kerja bersama Agar terjadi proses saling asih, asah, dan asuh dalam meningkatkan usahatani para anggotanya, perlu dibuat agenda kerja sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Sebaiknya terjadi pertemuan yang rutin dengan acara terencana. 2.3.2 Kerjasama Antar Poktan Kekuatan posisi tawar Poktan dapat ditingkatkan dengan melakukan kerjasama dengan kelompok lain. Bentuk kerjasama ini akan dapat diformalkan dalam suatu Gabungan Poktan (Gapoktan) atau dalam bentuk forum kontaktani. Kontaktani adalah Ketua Poktan/sub kelompok yang dipilih dan diangkat oleh para Anggotanya atas dasar musyawarah kelompok karena mempunyai kelebihan pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku, serta mau berkorban untuk kemajuan kelompoknya. Organisasi ini akan menjadi wakil untuk bekerjasama dengan Poktan lainnya.
16
Gapoktan akan lebih cocok apabila bentuk dan jenis yang diusahakan oleh masing-masing Poktan sama, atau serupa, sehingga unit usahatani akan semakin besar dan lebih efisien sebagai agro industrial. Sedangkan apabila masing-masing kelompok mempunyai jenis usahatani berbeda tetapi mempunyai keterkaitan baik secara wilayah maupun produksinya maka akan lebih cocok melakukan kerjasama dalam bentuk forum kontaktani. Poktan pada dasarnya adalah organisasi non formal di perdesaan yang ditumbuhkembangkan dengan falsafah “dari, oleh dan untuk petani” http://perundangan.deptan.go.id//2012). Ciri–ciri Poktan adalah : a. Saling mengenal, akrab dan saling percaya diantara sesama anggota. b. Mempunyai pandangan dan kepentingan yang sama dalam berusaha tani c. Memiliki kesamaan dalam tradisi dan/atau pemukiman, hamparan usaha jenis usaha, status ekonomi maupun sosial, bahasa,
pendidikan dan
ekologi. d. Ada pembagian tugas dan tanggungjawab sesama anggota berdasarkan kesepakatan bersama. Menurut Peraturan Menteri Pertanian (2007), Poktan adalah kumpulan petani, peternak dan pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi dan sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Poktan mempunyai fungsi sebagai : a. Wadah bagi anggotanya untuk berinteraksi guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam berusahatani, sehingga lebih mandiri, atau kelompok sebagai kelas wahana belajar. b. Kesatuan unit usahatani untuk mewujudkan kerjasama dalam mencapai skala ekonomi yang menguntungkan, sehingga kelompok sebagai unit produksi usahatani. c. Tempat untuk memperkuat kerjasama diantara sesama petani dalam kelompok, maupun antara kelompok dengan pihak lain, sehingga dapat menghadapi berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan. Kelas kemampuan Poktan-nelayan ditetapkan berdasarkan nilai yang dicapai oleh masing-masing kelompok, yakni dengan kriteria nilai 0-1000.
17
Berdasarkan nilai tingkat kemampuan tersebut, masing-masing Poktannelayan ditetapkan kelasnya dengan ketentuan berikut : a. Kelas Pemula merupakan kelas terbawah dan terendah dengan nilai 0- 250. b. Kelas Lanjut merupakan kelas lebih tinggi dari kelas pemula dimana kelompok
tani-nelayan
sudah melakukan kegiatan perencanaan,
meskipun masih terbatas, dengan nilai 251-500. c. Kelas Madya merupakan kelas berikutnya, setelah kelas lanjut, di mana kemampuan Poktan-nelayan lebih tinggi dari kelas lanjut, yaitu nilai 501-750. d. Kelas Utama merupakan kelas kemampuan kelompok yang tertinggi, dimana Poktan-nelayan sudah berjalan dengan sendirinya atas dasar prakarsa dan swadaya sendiri. Nilai kemampuan di atas 750. Berdasarkan
SK
Menteri
Pertanian
No.41/Kpts.OT.210/1/1992,
tentang pedoman pembinaan Poktan-nelayan, maka pengakuan terhadap kemampuan kelompok diatur berikut: 1. Kelas Pemula, dengan piagam yang ditandatangani oleh Kepala Desa. 2. Kelas Lanjut, dengan piagam yang ditandatangani oleh Camat. 3. Kelas Madya, dengan piagam yang ditandatangani oleh Bupati/Walikota. 4. Kelas Utama, dengan piagam yang ditandatangani oleh Gubernur. 2.4 Analisis Kelayakan Sederhana Analisis kelayakan sederhana dalam kajian ini dilakukan dengan menghitung pendapatan petani, break even point (BEP) atau analisa pulang pokok, R/C ratio dan marjin pemasaran. Menurut Umar (2003), analisis pendapatan akan dibedakan menjadi dua (2) yakni pendapatan atas biaya tunai (pendapatan tunai) dan pendapatan atas biaya total (pendapatan total). Pendapatan atas biaya tunai adalah selisih antara penerimaan tunai dan biaya tunai usahatani. Perhitungan pendapatan atas biaya tunai secara umum adalah :
18
Y = TR – BT
TR = P × Q
Dimana : TR = Total penerimaan (revenue) usahatani dalam Rp Y = Pendapatan tunai atau keuntungan tunai usahatani (Kg) BT = Biaya tunai P = Harga jual dalam Rp/Kg Q = Jumlah Pendapatan total memasukkan biaya yang diperhitungkan sebagai biaya usahatani berikut : YT = TR - BT Dimana : YT = Pendapatan total atau keuntungan total usahatani BT = Biaya total termasuk biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Hubungan antara biaya dan penerimaan usahatani ada beberapa kemungkinan, yaitu sebagai berikut : 1. Bila biaya usahatani (cost ) lebih besar dari penerimaan, maka usahatani dikatakan rugi. 2. Bila biaya usahatani sama dengan penerimaan, maka usahatani dikatakan tidak untung dan tidak rugi. Dengan kata lain keadaan ini disebut titik impas (Break Even Point ). Biaya usahatani lebih kecil dari penerimaan, maka usahatani dikatakan untung. Menurut Umar (2003), imbangan penerimaan (Return Cost Ratio) dan biaya adalah perbandingan antara total penerimaan dengan biaya total yang dikeluarkan dalam satu kali proses produksi usahatani. Hal ini menunjukkan berapa besar penerimaan yang diperoleh sebagai manfaat dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Perhitungan R/C rasio dapat dirumuskan sebagai berikut : Rasio R/C atas biaya tunai =
Total Penerimaan (TR) Total Biaya Tunai
Rasio R/C atas biaya total =
Total Penerimaan (TR) Total Biaya Total
19
Jika Nilai R/C > 1, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya, atau dapat dikatakan kegiatan usahatani tersebut menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya, bila nilai R/C < 1, berarti kegiatan usahatani tersebut tidak menguntungkan dan tidak layak untuk dilaksanakan. Jika R/C = 1, maka kegiatan usahatani tersebut berada pada kondisi keuntungan normal. 2.5 Analisis Lingkungan Eksternal Tujuan dilakukannya analisis eksternal adalah untuk mengembangkan sebuah daftar terbatas dari peluang yang dapat menguntungkan sebuah perusahaan dan berbagai ancaman yang harus dihindari. Peluang dan ancaman eksternal ini meliputi berbagai tren dan kejadian ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan hidup, politik, hukum, pemerintahan, teknologi dan kompetitif yang dapat secara nyata menguntungkan, atau merugikan suatu organisasi di masa mendatang (David, 2010). Hubungan antara kekuatan-kekuatan eksternal utama dengan organisasi dapat dilihat di Gambar 2.
Kekuatan Ekonomi Kekuatan sosial, budaya, demografi dan lingkungan Kekuatan politik, pemerintahan dan hukum Kekuatan teknologi Kekuatan kompetitif
Pesaing Pemasok Distributor Kreditor Konsumen Karyawan Masyarakat Manajer Para pemangku kepentingan Serikat buruh Pemerintah Asosiasi dagang Kelompok kepentingan khusus Produk Jasa Pasar Lingkungan hidup antara kekuatan-kekuatan
Gambar 2. Hubungan dengan organisasi
PELUANG DAN ANCAMAN SUATU ORGANISASI
eksternal utama
20
2.6 Analisis Lingkungan Internal Analisis internal adalah kegiatan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi atau perusahaan dalam rangka memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman. Hal ini menjelaskan analisis internal sangat berkaitan erat dengan penilaian terhadap sumber daya organisasi (Wheelen and Hunger, 2010). Kekuatan dan kelemahan internal menurut David (2010) merupakan aktivitas terkontrol suatu organisasi yang mampu dijalankan dengan sangat baik atau buruk. Hal tersebut muncul dalam manajemen, pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan dan aktivitas sistem informasi manajemen (SIM) suatu bisnis. Faktor-faktor internal dapat ditentukan dengan sejumlah cara termasuk menghitung rasio, mengukur kinerja, membandingkan dengan pencapaian masa lalu dan rataan industri. 2.7 Perumusan Strategi Teknik-teknik perumusan strategi yang penting menurut David (2010) dapat diintegrasikan ke dalam kerangka pengambilan keputusan tiga (3) tahap, yaitu : 1 Tahap Input Tahap ini terdiri dari : a. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE atau External Factor Evaluation). Matriks ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor eksternal yang menjadi peluang dan ancaman bagi perusahaan b. Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE atau Internal Factor Evaluation). Matriks ini digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan. 2 Tahap Pencocokan Tahap pencocokan dari kerangka perumusan strategi terdiri atas : a. Matriks Strength, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT). Matriks ini merupakan sebuah alat pencocokan yang penting yang membantu manajer mengembangkan empat (4) jenis strategi : (1) Strategi SO (kekuatan-peluang) memanfaatkan kekuatan internal
21
perusahaan untuk menarik keuntungan dari peluang eksternal; (2) Strategi WO (kelemahan-peluang) bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan cara mengambil keuntungan dari peluang eksternal; (3) Strategi ST (kekuatan-ancaman) menggunakan kekuatan sebuah perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal; (4) Strategi WT (kelemahan-ancaman) merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. b. Matriks Internal-Eksternal (IE). Matriks ini memosisikan berbagai divisi suatu organisasi dalam tampilan sembilan (9) sel yang didasarkan pada dua dimensi kunci: skor bobot IFE total pada sumbu x dan skor bobot EFE total pada sumbu y. Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga (3) bagian besar yang mempunyai implikasi strategik berbeda-beda: (1) Divisi-divisi yang masuk dalam sel I, II, atau IV dapat digambarkan sebagai Tumbuh dan Membangun (grow and build), (2) Divisi-divisi yang masuk ke dalam sel III, V, atau VII dapat ditangani dengan baik melalui strategi Menjaga dan Mempertahankan (hold and maintain), (3) Divisi yang masuk ke dalam sel VI, VIII, atau IX adalah Panen atau Divestasi (harvest or divest). 3 Tahap Keputusan Tahap ini hanya melibatkan satu teknik, yaitu Matriks Perencanaaan Strategik Kuantitatif atau Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Matriks QSP menggunakan informasi input dari Tahap 1 untuk secara obyektif mengevaluasi strategi-strategi alternatif yang diidentifikasi dalam Tahap 2. QSPM menunjukkan daya tarik relatif berbagai strategi alternatif dan memberikan landasan obyektif bagi pemilihan strategi alternatif. 2.8
Sistem Manajemen Rantai Pasok Pertanian
2.8.1 Rantai Pasok Pertanian Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management) dipopulerkan pertama kalinya pada tahun 1982 sebagai pendekatan manajemen persediaan yang menekankan pada pasokan bahan baku. Pada tahun 1990-an, isu manajemen rantai pasok telah menjadi agenda para manajemen senior
22
sebagai kebijakan strategis perusahaan. Para manajer senior menyadari bahwa keunggulan daya saing perlu didukung oleh aliran barang dari hulu dalam hal ini pemasok hingga hilir dalam hal ini pengguna akhir secara efisien dan efektif. Tentunya secara bersamaan akan mengalir pula infommsi. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui oleh aliran barang dari hulu hingga hilir, yaitu pemasok, pabrik, distribusi, ritel dan konsumen akhir. Hal ini dapat diilustrasikan dalam Gambar 3 . Pengelolaan rantai pasok ini dikenal dengan istilah manajemen rantai pasok. Manajemen rantai pasok adalah keterpaduan antara perencanaan, koordinasi dan kendali seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok untuk menghantarkan nilai superior dari konsumen dengan biaya termurah kepada pelanggan. Menurut Van der Vorst dalam Setiawan (2009), rantai pasok lebih ditekankan pada seri aliran bahan dan informasi, sedangkan manajemen rantai pasok menekankan pada upaya memadukan kumpulan rantai pasok. Pada tingkat agroindustri, manajemen rantai pasok memberikan
perhatian
pada
pasokan,
persediaan
dan
transportasi
pendistribusian. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh Marimin dan Maghfiroh (2010) bahwa manajemen rantai pasok (supply chain management) produk pertanian mewakili manajemen keseluruhan proses produksi secara keseluruhan dari kegiatan pengolahan, distribusi dan pemasaran, hingga produk yang diinginkan sampai ke tangan konsumen, maka dapat didefinisikan bahwa sistem manajemen rantai pasok adalah satu kesatuan sistem pemasaran terpadu, yang mencakup keterpaduan produk dan pelaku, guna memberikan kepuasan pada pelanggan. 2.8.2 Struktur Rantai Pasok Ada beberapa pemain utama yang memiliki kepentingan dalam manajemen rantai pasok pertanian, yaitu petani/pemasok (supplier), agroindustri (pengolah), distributor, konsumen/pelanggan (Van der Vorst dalam Setiawan, 2009). Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002), hubungan organisasi dalam rantai pasok adalah : a. Rantai 1 adalah Supplier, merupakan sumber penyedia bahan pertama, mata rantai penyaluran barang akan dimulai.
23
b. Rantai 1-2 adalah Supplier Manufacturer. Manufaktur yang melakukan pekerjaan membuat, mempabrikasi, merangkai, merakit, mengonversikan, ataupun menyelesaikan barang. c. Rantai 1-2-3 adalah Supplier Manufacturer Distributor. Barang yang sudah jadi dari manufaktur disalurkan kepada pelanggan. d. Rantai 1-2-3-4 adalah Supplier Manufacturer Distributor Retail. Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gedung sendiri, atau dapat menyewa dari pabrik lain. e. Rantai 1-2-3-4-5 adalah Supplier Manufacturer Distributor Retail
Pelanggan.
Pengecer
menawarkan
barangnya
kepada
pelanggan, atau pembeli. 2.8.3
Mekanisme Rantai Pasok Mekanisme rantai pasok produk pertanian secara alami dibentuk oleh para pelaku rantai pasok itu sendiri. Mekanisme ini dapat bersifat tradisional, ataupun modern. Mekanisme tradisional adalah Petani menjual produknya langsung ke pasar atau lewat tengkulak dan tengkulak yang akan menjualnya ke pasar Tradisional dan pasar Swalayan. Sedangkan mekanisme rantai pasok modern terbentuk oleh beberapa hal, antara lain mengatasi kelemahan karakteristik dari produk pertanian, meningkatkan kesejahteraan petani dari sisi ekonomi dan sosial, meningkatkan permintaan kebutuhan pelanggan akan produk yang bermutu, dan memperluas pangsa pasar yang ada (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Menurut Jaffee et al (2008) rantai pasok pertanian modern adalah jaringan yang biasanya mendukung tiga aliran utama: (1) arus produk fisik, yang merupakan gerakan produk fisik dari pemasok input ke produsen untuk pembeli kepada konsumen akhir; (2) arus keuangan, berupa syarat-syarat kredit dan pinjaman, jadwal pembayaran dan pelunasan, tabungan dan pengaturan asuransi; (3) arus informasi, berupa koordinasi produk fisik dan arus keuangan. Menurut Siagian (2005), struktur manajemen rantai pasokan dijabarkan seperti pada Gambar 3.
24
- Informasi penjadwalan - Arus Kas - Arus Pesanan
Pemasok
Persediaan
Perusahaan
Distribusi
Konsumen
- Arus Kredit - Arus Bahan Baku
Gambar 3. Struktur manajemen rantai pasokan (Siagian, 2005) 2.8.4 Kelembagaan Rantai Pasok Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010) kelembagaan rantai pasok adalah hubungan manajemen atau sistem kerja yang sistematik dan saling mendukung di antara beberapa lembaga kemitraan rantai pasok suatu komoditas. Bentuk-bentuk kelembagaan rantai pasok mengalami keragaman dengan keberadaan pasar tradisional dan modern, seperti mini market, supermarket, hypermarket dan departemen store dan keberadaan konsumen institusional seperti hotel, restoran, rumah sakit, serta industri pengolahan. Pola kelembagaan kemitraan rantai pasok adalah hubungan kerja diantara beberapa pelaku rantai pasok yang menggunakan mekanisme perjanjian, atau kontrak tertulis dalam jangka waktu tertentu. Secara umum, pola kemitraan rantai pasok pertanian yang dilakukan petani, antara lain kemitraan petani dengan Koperasi Unit Desa (KUD), atau asosiasi tani dan petani dengan manufaktur, atau pengolah. Keberhasilan
kelembagaan
rantai
pasok
pertanian
tergantung
bagaimana pelaku menerapkan kunci sukses. Kunci sukses tersebut adalah : a. Trust Building Kepercayaan di antara anggota rantai pasokan mampu mendukung kelancaran aktivitas rantai pasokan, seperti kelancaran transaksi penjualan, distribusi produk dan distribusi informasi pasar.
25
b. Koordinasi dan Kerjasama Hal ini dilakukan guna mewujudkan kelancaran rantai pasokan, ketepatan pasokan mulai dari produsen hingga retail dan tercapainya tujuan rantai pasokan. c. Kemudahan Akses Pembiayaan Akses pembiayaan yang mudah, disertai dengan bentuk administratif yang tidak rumit akan memudahkan anggota dalam rantai pasokan mengembangkan usahanya. d. Dukungan Pemerintah Peran pemerintah sebagai fasilitator, regulator dan motivator sangat penting dalam mewujudkan iklim usaha kondusif dan struktur rantai pasokan yang mapan. Menurut Lau, Pang dan Wong (2002), kemitraan di antara anggota supply chain dilakukan untuk menjamin mutu produk dan kefektifan supply chain yang selanjutnya akan mencapai hasil optimal. Pengembangan supply chain efektif dilakukan melalui beberapa tahapan berikut : a. Memilih kelompok pemasok berdasarkan reputasi industri dan transaksi sebelumnya tentang harga dan mutu melalui program penilai pemasok. Proses ini dilakukan untuk mendapatkan pemasok terbaik dalam industri yang menjamin mutu pasokan. b. Memilih pemasok yang memiliki manajemen supply chain berhubungan erat dengan strategi perusahaan. Langkah ini akan meminimalkan tujuh (7) konflik target strategik dengan para mitra. Kemitraan supply chain bersifat jangka panjang dan merupakan keputusan penting yang membutuhkan komitmen semua pihak. c. Membentuk kemitraan supply chain melalui negosiasi dan kompromi. d.
Membangun saluran umuk menjamin pengetahuan tentang informasi produksi yang diberikan tepat waktu melalui perjanjian teknologi. SCM harus menjamin ketepatan waktu, efektivitas biaya, dan sistem informasi yang komprehensif untuk menyediakan data yang dibutuhkan dalam membuat keputusan pasokan optimal.
26
e. Sistem monitoring dikembangkan untuk memantau kinerja mitra. Proses ini dimaksudkan untuk memelihara hubungan dengan pemasok dalam menjamin administrasi yang layak dari pengendalian logistik yang efisien. 2.9
Penelitian Terdahulu yang Relevan Penelitian terdahulu mengenai pertanian organik dan strategi pengembangan manajemen rantai pasok pertanian organik sekarang ini telah banyak ditemukan. Penelitian mengenai strategi pemasaran pangan organik berbasis Poktan pernah dilakukan oleh Palupi (2010). Strategi yang dapat diimplementasikan oleh Poktan Mega Surya Organik dapat dikategorikan menjadi 4 (empat), yaitu 4 (empat) berorientasi produk, 3 (tiga) berorientasi pasar, 2 (dua) penguasaan informasi dan 1 (satu) strategi merupakan kombinasi antara berorientasi produk dan berorientasi pasar. Strategi nomor 1 (satu) memiliki urutan prioritas : 1. Mempertahankan dan meningkatkan mutu, serta citra produk yang baik untuk mempertahankan konsumen yang ada saat ini dan menarik konsumen baru untuk mengatasi persaingan usaha. 2. Keberagaman produk dan komitmen menerapkan teknologi sesuai standar untuk menghasilkan produk bermutu guna mengantisipasi usaha. 3. Melakukan diversifikasi horizontal dan vertikal, serta meningkatkan kemampuan produksi untuk memanfaatkan peluang pasar dalam negeri yang besar 4. Melakukan promosi dengan tujuan menjaring konsumen potensial dalam mengantisipasi keberadaan usaha sejenis Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Setiawan (2009) mengenai peningkatan kinerja manajemen rantai pasok sayuran dataran tinggi terpilih di Jawa Barat. Sayuran yang dipilih adalah Paprika di daerah Pasir Langu Kabupaten Bandung Barat, Lettuce di Kabupaten Garut dan Brokoli di daerah Cipanas Kabupaten Cianjur. Penelitian ini menggunakan metode perbandingan eksponensial (MPE) yang digunakan untuk pemilihan sayuran unggulan, analisis deskriptif untuk kondisi rantai pasok, fuzzy AHP dan Supply Chain Operations Reference (SCOR) model, pengukuran kinerja
27
menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) dan analisis SWOT. Hasilnya adalah pengukuran kinerja rantai pasok sayuran lettuce head dengan pendekatan DEA menunjukkan efisiensi relatif masing-masing petani dan potential improvement yang harus dilakukan untuk mencapai efisiensi relatif 100%. Rantai pasok sayuran lettuce head berada pada kuadran antara Kekuatan (Strenghts) dan Ancaman (Threats), sehingga strategi yang dapat dirumuskan adalah optimalisasi sistem penjadwalan, peningkatan kinerja responsifitas dan fleksibilitas untuk pemenuhan pesan dan perlunya implementasi sistem manajemen mutu, atau lingkungan. Suwantoro (2008) dalam penelitiannya mengenai pertanian organik di Kecamatan
Sawangan
Kabupaten
Magelang,
menggunakan
metode
penelitian deskriptif yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai kondisi pertanian organik di daerah tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan pertanian organik menghadapi berbagai kendala, yaitu pertanian organik dipandang sebagai sistem pertanian yang merepotkan, keterampilan petani masih kurang, persepsi yang berbeda mengenai hasil, petani mengalami saat kritis, lahan pertanian organik belum terlindungi,
pembangunan
pertanian
belum
terintegrasi
dengan
pembangunan peternakan, kegagalan menjaga kepercayaan pasar dan dukungan pemerintah yang masih kurang. Penelitian mengenai kelembagaan dan kelayakan usaha pada tata niaga sayuran wortel dan bawang daun dilakukan oleh Zubair (2003) menggunakan beberapa metode analisis, antara lain analisis struktur kelembagaan tataniaga sayuran, analisis farmers’ share, analisis marjin tataniaga, analisis index market connection (IMC), analisis kiwari bersih (net present value, atau NPV), analisis Biaya Manfaat (Benefit-Cost atau B/C Analysis), analisis internal rate of return (IRR) dan analisis kebijakan usahatani sayuran. Hasilnya adalah usaha tani Wortel dan Bawang daun menguntungkan, atau layak diusahakan di Kecamatan Palet, baik melalui pendekatan finansial maupun pendekatan ekonomi. Hasil pendekatan untuk analisis finansial memberikan nilai B/C ratio rataan lebih dari 1,5.
III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi yang baik bagi perkembangan usaha sayuran organik. Selain menganalisis mengenai kelayakan usaha sayuran organik yang akan dikembangkan, penelitian ini juga memberikan strategi pengembangan rantai pasok sayuran organik yang akan membantu meningkatkan pengembangan usaha sayuran organik di Kabupaten Bogor. Penelitian ini bersumber dari Riset Strategik Nasional dengan judul “Strategi Produksi Pangan Organik Bernilai Tambah Tinggi Berbasis Petani” yang merupakan pembiayaan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) selama 2 (dua) tahun. Tahapan awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi karakteristik produk sayuran organik yang akan dikembangkan dan disesuaikan dengan jaringan rantai pasok yang sudah ada. Setelah itu melakukan analisis kelayakan usaha dengan menggunakan pendekatan kelayakan sederhana, sehingga dapat diketahui, apakah usaha tersebut layak, atau tidak untuk dilakukan. Tahapan ketiga yang dilakukan adalah menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang terkait dengan proses produksi sayuran organik. Faktor-faktor ini dijabarkan melalui matriks IFE dan EFE, kemudian di analisis dengan menggunakan analisis SWOT untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi oleh Petani/Poktan/Gapoktan dalam menjalani usaha sayuran organik. Tahap keempat adalah memberikan keputusan alternatif strategi bagi petani/kelompok tani/gabungan kelompok tani. Rincian tahapan kajian ini berdasarkan target keluaran (output) dijabarkan dalam Lampiran 1. Setelah mengetahui alternatif-alternatif strategi bagi usaha sayuran organik, penelitian ini menganalisis dan mengidentifikasi mengenai kelembagaan rantai pasok sayuran organik. Menurut Setiawan (2009) bahwa observasi terhadap supply chain yang ada dilakukan untuk
30
mengidentifikasi sejumlah permasalahan yang sering muncul dalam SCM dan nilai tambah pada masing-masing pelaku rantai pasok sayuran. Komponen-komponen dari rantai pasok sayuran dataran tinggi terdiri dari pasokan yang berasal dari produksi internal, atau sendiri, mitra beli, atau mitra tani (Hadiguna, 2007), seperti dimuat pada Gambar 4.
Produk
Sendiri Mitra Tani Mitra Beli
Penyimpanan persediaan
Pemrosesan
Pelanggan/ pasar
Informasi
Gambar 4. Sistem rantai pasok produk hortikultura (Hadiguna, 2007) Pemilihan strategi pengembangan rantai pasok sayuran organik akan melibatkan para ahli yang terkait dengan rantai pasok. Unsur dalam perancangan keputusan terdiri dari goal, kriteria dan alternatif. Para ahli yang terlibat adalah instansi atau orang-orang yang telah ditentukan, yaitu pemasok (kelompok tani/gapoktan), Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Bogor, pimpinan perusahaan (produsen), praktisi akademisi, dan pelanggan. Dari hasil penilaian tersebut, nantinya dapat diketahui strategi pengembangan rantai pasok yang efisien dan optimal dalam mengembangkan usaha sayuran organik di Kabupaten Bogor. Kerangka pemikiran dimuat pada Gambar 5.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada salah satu sentra penghasil produk sayuran organik di Kabupaten Bogor, yaitu Kecamatan Megamendung. Penelitian telah dilakukan selama empat (4) bulan dari bulan Juni-September 2012.
31
Produk Sayuran Organik
Identifikasi Karakteristik Produk Sayuran Organik
Analisis Kelayakan Sederhana ( R/C ratio dan BEP )
Kondisi Rantai Pasok Sayuran Organik (Analisis Deskriptif)
Faktor Internal (IFE)
Analisis Nilai Tambah Produk Sayuran Organik (Analisis Deskriptif)
Faktor Eksternal (EFE)
Perumusan Strategi Pengembangan SCM (Analisis SWOT)
Pemilihan Strategi Pengembangan SCM (QSPM)
Strategi Pengembangan SCM
Gambar 5. Kerangka pemikiran penelitian 3.3
Pengumpulan Data Pengumpulan data terhadap populasi dilakukan melalui teknik purposive sampling, melibatkan tenaga ahli, petani dan masyarakat pengguna bahan sayuran organik. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan dilakukan melalui beberapa cara berikut :
32
1
Observasi lapangan. Data ini diperoleh dari pengamatan langsung, yaitu melihat dan mengikuti kegiatan para petani (produsen), prosesor, distributor, hingga konsumen.
2
Wawancara. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh informasiinformasi mengenai proses produksi sayuran organik dan rantai pasokan.
3
Focus Group Discussion (FGD). Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh pendalaman informasi terhadap strategi pengembangan SCM.
4
Opini Pakar. Data ini diperoleh berdasarkan kuesioner (Lampiran 2Lampiran 6 ) yang disusun sesuai dengan analisis yang telah dilakukan sebelumnya. Analisis QSPM dilakukan terhadap beberapa pilihan strategi untuk mendapatkan hasil pilihan strategi, maka perlu mempertimbangkan pendapat para ahli. Data sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi pustaka (library research) dan informasiinformasi dari instansi terkait.
3.4
Pengolahan dan Analisis Data
3.4.1 Identifikasi Karakteristik Produk Sayuran Organik Identifikasi karakteristik produk sayuran organik dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif untuk memperoleh gambaran umum dan mendalam mengenai karakteristik produk sayuran organik yang ada di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, serta mengetahui produk sayuran organik apakah sesuai dengan keinginan konsumen. 3.4.2 Analisis Kelayakan Sederhana a. Analisis Pulang Pokok (Break Event Point, atau BEP) Analisis BEP dilakukan dengan menghitung pendapatan petani. Pendapatan dibedakan menjadi dua (2) yakni pendapatan atas biaya tunai (pendapatan tunai) dan pendapatan atas biaya total (pendapatan total). Pendapatan atas biaya tunai adalah selisih antara penerimaan tunai usahatani dan biaya tunai usahatani (Lampiran 7). Perhitungan pendapatan atas biaya tunai secara umum adalah :
33
Y = TR – BT
TR = P × Q
Dimana : TR = Total penerimaan (revenue) usahatani, dalam Rp; Y = Pendapatan tunai, atau keuntungan tunai usahatani (Kg) BT = Biaya tunai P = Harga jual, dalam Rp/Kg Q = Jumlah Pendapatan total memasukkan biaya yang diperhitungkan sebagai biaya usahatani, yaitu : YT = TR - BT Dimana : YT = Pendapatan total atau keuntungan total usahatani BT = Biaya total termasuk biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Hubungan antara biaya dan penerimaan usahatani ada beberapa kemungkinan, yaitu : 1) Bila biaya usahatani (cost ) lebih besar dari penerimaan, maka usahatani dikatakan rugi. 2) Bila Biaya usahatani sama dengan penerimaan, maka usahatani dikatakan tidak untung dan tidak rugi. Dengan kata lain keadaan ini disebut titik impas ( Break Even Point ). Biaya usahatani lebih kecil dari penerimaan, maka usahatani dikatakan untung. b. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya /Return Cost Ratio (R/C ratio) Perhitungan R/C rasio dapat dirumuskan sebagai berikut :
Rasio R/C atas biaya tunai =
Total Penerimaan (TR) Total Biaya Tunai
Rasio R/C atas biaya total =
Total Penerimaan (TR) Total Biaya Total
34
Jika Nilai R/C > 1, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya atau dapat dikatakan kegiatan usahatani tersebut menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya, bila nilai R/C < 1, berarti kegiatan usahatani tersebut tidak menguntungkan dan tidak layak untuk dilaksanakan. Jika R/C = 1, maka kegiatan usahatani tersebut berada pada kondisi keuntungan normal. 3.4.3 Analisis Rantai Pasok Kondisi umum dan model
rantai
pasok
dianalisis
dengan
menggunakan metode deskriptif, melalui berbagai literatur, pendapat pakar dan nara sumber. Output dari analisis ini adalah gambaran umum kondisi obyektif rantai pasok sayuran organik di Megamendung. Dalam mengidentifikasi performa rantai pasok komoditas berbasis sayuran organik menggunakan metode deskriptif yang dicanangkan oleh
Asian
Productivity
Organization
(APO),
Jepang.
Metode
Pengembangan tersebut mengikuti kerangka proses berikut : a. Struktur Rantai (Network Structure) 1) Anggota rantai dan aliran komoditas Dijelaskan mengenai anggota atau pihak-pihak yang terlibat didalam rantai pasokan dan peranannya. Aliran komoditas terkait dengan mutu mulai dari hulu
sampai
hilir,
serta
penyebarannya ke berbagai lokasi dijelaskan dan dikaitkan dengan keberadaan anggota rantai pasokan, serta bentuk kerjasama yang terjadi diantara berbagai pihak. 2) Entitas Rantai pasokan Entitas
rantai
didalam terjadinya
pasokan
dijelaskan
rantai pasokan berbagai
proses
yang
sebagai mampu
unsur-unsur menstimulasi
bisnis. Unsur-unsur tersebut
meliputi produk, pasar, stakeholder rantai pasokan dan situasi persaingan.
35
3) Mitra-Petani Dijelaskan mengenai hubungan kerjasama pada Petani. Profil Petani seperti kesepakatan mutu dalam kegiatan perawatan lahan pertanian, produktivitas pertanian, kegiatan pertanian, kegiatan pasca panen, juga disertakan dengan lengkap. b. Sasaran Rantai (Chain objective) 1) Sasaran pasar Dijelaskan mengenai bagaimana model suatu rantai pasokan berlangsung terhadap produk yang dipasarkan. Tujuan pasar dideskripsikan dengan jelas, serta siapa pelanggannya, apa yang diinginkan dan yang dibutuhkan dari produk terkait dengan mutu. 2) Sasaran pengembangan Dijelaskan sebagai target, atau obyek dalam rantai pasokan yang hendak dikembangkan oleh beberapa pihak yang terlibat didalamnya. 3) Pengembangan kemitraan Dijelaskan mengenai upaya yang dilakukan oleh anggota rantai
pasokan untuk mengembangkan hubungan kerjasama
kemitraan. c. Manajemen rantai 1) Struktur manajemen Dijelaskan konfigurasi hubungan didalam rantai pasokan. Tujuannya adalah mengetahui pihak yang bertindak sebagai pengatur dan pelaku utama didalam rantai pasokan.
Pihak
yang menjadi pelaku utama adalah yang melakukan sebagian besar aktivitas didalam rantai pasokan. 2) Pemilihan mitra Dijelaskan mengenai bagaimana proses kemitraan terjalin dan kriteria-kriteria yang
digunakan
dalam
pemilihan
kerjasama melalui implementasi di lapangan.
mitra
36
3) Kesepakatan kontraktual Dijelaskan mengenai bentuk kesepakatan kontraktual dalam menjalin kerjasama, yang menjadi faktor penentu adalah kinerja mitra dan mutu komoditas, atau produk. Seluruh kegiatan kontraktual dievaluasi setiap akhir tahun untuk dipertimbangkan, apakah kerjasama akan diteruskan, atau dihentikan. d. Sumber Daya Rantai Melakukan penilaian potensi sumber daya yang dimiliki oleh anggota rantai pasokan untuk mengetahui potensi-potensi yang dapat mendukung upaya pengembangan rantai pasokan. Aspek pembahasan meliputi sumber daya fisik, teknologi dan sumber daya manusia (SDM). 3.4.4 Analisis Strategi Analisa data yang dilakukan meliputi data internal dan ekstrnal yang menjadi faktor kunci dan terkait dengan proses produksi sayuran organik, serta rantai nilai tambah. Data dianalisis dengan matriks IFE, EFE, IE, SWOT dan QSPM : a. Tahap I : TAHAP INPUT Matriks IFE dan EFE dikembangkan atas lima langkah (David, 2010) : 1) Buat
daftar
faktor-faktor
eksternal
dan
internal
utama
sebagaimana yang disebutkan dalam proses audit eksternal. Masukan 10-20 faktor, termasuk peluang dan ancaman, serta kekuatan dan kelemahan yang memengaruhi perusahaan dan industrinya. 2) Berilah pada setiap faktor tersebut bobot yang berkisar 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting). Bobot itu mengindikasikan nyata relatif dari suatu faktor terhadap keberhasilan perusahaan. 3) Berilah peringkat 1-4 pada setiap faktor eksternal dan internal utama untuk menunjukkan seberapa efektif strategi perusahaan saat ini dalam merespon faktor tersebut, di mana 4 = responnya sangat bagus, 3 = responnya di atas rataan, 2 = responnya rataan
37
dan 1 = responnya di bawah rataan. Ancaman dan kelemahan menerima nilai 1 dan 2, sedangkan peluang dan kekuatan menerima nilai 3 dan 4. 4) Kalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya untuk menentukan skor bobot. 5) Jumlahkan skor rataan untuk setiap peubah guna menentukan skor bobot total untuk organisasi. Dalam matriks EFE, skor bobot total tertinggi yang mungkin dicapai adalah 4,0 dan skor bobot terendah adalah 1,0. Rataan skor bobot 2,5. Skor bobot 3-4 mengindikasikan bahwa sebuah organisasi merespon secara sangat baik peluang, atau skor 1-2 untuk ancaman yang ada di industrinya. Skor total 1,0 menandakan bahwa strategi perusahaan tidak mampu memanfaatkan peluang yang ada atau menghindari ancaman yang muncul. Dalam matriks IFE, skor bobot total di bawah 2,5 mencirikan organisasi yang lemah secara internal, sedangkan skor nyata berada di atas 2,5 mengindikasikan posisi internal kuat. Model matriks EFE dan IFE ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Matriks EFE dan Matriks IFE Faktor Internal/Eksternal Utama Kekuatan/Peluang 1.
............
2. ............. n. ............. Kelemahan/ Ancaman 1. ............ 2. ............ n. ............ Total
Bobot (a)
Peringkat (b)
Nilai Tertimbang (a x b)
38
b. Tahap II : TAHAP PENCOCOKAN 1) Matriks SWOT Matriks SWOT menurut David (2010) terdiri dari sembilan (9) sel, terdapat empat (4) sel faktor utama, empat (4) sel strategi dan satu (1) sel yang dibiarkan kosong (sel kiri atas). Keempat sel strategi, yang diberi nama SO, WO, ST dan W, dikembangkan setelah melengkapi keempat (4) sel faktor utama, yang diberi nama S, W, O, dan T. Terdapat delapan (8) langkah dalam membentuk sebuah matriks SWOT (Tabel 4) : i.
Buat daftar peluang-peluang eksternal utama perusahaan
ii. Buat daftar ancaman-ancaman eksternal utama perusahaan iii. Buat daftar kekuatan-kekuatan internal utama perusahaan iv. Buat daftar kelemahan-kelemahan internal utama perusahaan v.
Cocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan catat hasilnya pada sel strategi SO.
vi. Cocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan catat hasilnya pada sel strategi WO. vii. Cocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan catat hasilnya pada sel strategi ST. viii. Cocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan catat hasilnya pada sel strategi WT.
39
Tabel 4. Matriks SWOT IFE
Kekuatan (S)
Kelemahan (W)
STRATEGI SO
STRATEGI WO
EFE
Peluang (O)
Menciptakan strategi
Menciptakan strategi yang
menggunakan
meminimalkan kelemahan
kekuatan untuk
untuk memanfaatkan
memanfaatkan
peluang
peluang STRATEGI ST Ancaman (T)
STRATEGI WT
Menciptakan strategi
Menciptakan strategi yang
yang menggunakan
meminimalkan kelemahan
kekuatan untuk
dan menghindari ancaman
mengatasi ancaman Sumber : Rangkuti, 2005 2) Matriks Internal Eksternal (IE) Menurut David (2010), Matriks IE terdiri atas dua (2) dimensi, yaitu total skor dari matriks IFE pada sumbu x dan total skor dari matriks EFE pada sumbu y. Pada sumbu x dari matriks IE, skor bobot IFE total 1,0–1,99 menunjukkan posisi internal adalah lemah; skor 2,0–2,99 posisinya dianggap sedang dan skor 3,0–4,0 adalah posisi kuat. Pada sumbu y, skor bobot EFE total 1,0–1,99 adalah posisi rendah; skor 2,0-2,99 dianggap posisi sedang dan skor 3,0–4,0 adalah posisi tinggi. Matriks IE dapat dilihat pada Gambar 6.
40
Skor Bobot Total EFE
Skor Bobot Total IFE Kuat
Menengah
Lemah
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
Tinggi 3,0
Menengah 2,0
Lemah 1,0
Gambar 6. Matriks IE Diagram pada Gambar 6, mengidentifikasikan 9 (sembilan) sel strategi perusahaan dalam matriks IE, tetapi pada prinsipnya 9 (kesembilan) sel itu dapat dikelompokkan menjadi stategi utama, yaitu : a. Strategi tumbuh dan bina (growth and build), yang berada pada sel I, II, dan IV. Strategi yang tepat untuk diterapkan adalah strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk), atau strategi integratif (integrasi ke depan, ke belakang dan horizontal). b. Strategi mempertahankan dan memelihara (hold and maintain), yang berada pada sel III, V dan VII. Strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk merupakan 2 (dua) strategi yang terbanyak dilakukan untuk tipe-tipe divisi ini. c. Strategi panen atau divestasi (harvest or divest), yang berada pada sel VI, VIII, IX. Strategi yang umum dipakai adalah strategi divestasi dan strategi likuidasi. Organisasi yang sukses dapat mencapai portofolio bisnis, yang diposisikan berada dalam atau disekitar sel I dalam matrik IE. Nilai-nilai IFE dikelompokan dalam kuat (3,0–4,0), sedang (2,0–2,99), dan lemah ((1,00–1,99). Sedangkan nilai EFE dapat dikelompokan dalam tinggi (3,0–4,0), sedang (2,0–2,99) dan rendah (1,00–1,99) 3) Tahap III : TAHAP KEPUTUSAN Matriks Perencanaan Strategik Kuantitatif (QSPM)
41
Matriks QSPM terdiri atas empat komponen, antara lain (1) bobot, yang diberikan sama pada matriks EFE dan IFE, (2) nilai daya tarik, (3) total nilai daya tarik dan (4) jumlah total nilai daya tarik. Ada enam (6) langkah yang diperlukan untuk mengembangkan matriks QSPM (David, 2010), yaitu : i
Menyusun
daftar
berbagai
peluang/ancaman
eksternal
dan
kekuatan/kelemahan internal utama di kolom kiri QSPM. Informasi ini harus diambil langsung dari Matriks IFE dan EFE. ii Berilah bobot pada setiap faktor eksternal dan internal utama tersebut. Bobot ini sama dengan bobot yang ada dalam Matriks IFE dan EFE. iii Cermatilah matriks-matriks Tahap 2 (pencocokan) dan mengidentifikasi berbagai strategi alternatif yang harus dipertimbangkan untuk diterapkan oleh organisasi. iv Tentukanlah Skor Daya Tarik (AS). Kisaran skor daya tarik adalah 1 = tidak memiliki daya tarik, 2 = daya tariknya rendah, 3 = daya tariknya sedang dan 4 = daya tariknya tinggi. v
Hitunglah Skor Daya Tarik Total (TAS). Semakin tinggi skor daya tarik totalnya, semakin menarik pula strategi alternatif tersebut.
vi Hitunglah Jumlah Keseluruhan Daya tarik Total (STAS). Jumlahkan skor daya tarik di setiap kolom strategi dari QSPM. Secara rinci dapat dianalisa dengan Tabel 5. Tabel 5. Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM)
Faktor –faktor Utama Peluang Ancaman Kekuatan Kelemahan Jumlah total
Bobot (a)
Alternatif Strategi Strategi 1 Strategi 2 AS TAS AS TAS (b) (a x b) (c) (a x c)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Megamendung merupakan salah satu Wilayah Binaan Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Ciawi. BP3K ini terletak disebelah selatan Kabupaten Bogor, kurang lebih 30 km dari pusat ibukota Kabupaten Bogor (Cibinong), terdiri dari 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Ciawi, Kecamatan Megamendung dan Kecamatan Cisarua. BP3K ini memiliki 14 Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan (WKP3K) dari 34 Desa. Letak BP3K wilayah Ciawi berada di Jalan Letnan Suryanta No.9 dengan nomor Telp (0251) 8245242, tepatnya di Desa Sukamaju Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor. Megamendung adalah sebuah Kecamatan yang terletak di wilayah pembangunan Bogor Selatan. Jarak dari ibukota Pemerintah Kabupaten Bogor 33 Km, dengan ibukota Propinsi Jawa Barat 120 Km, dengan ibukota Negara RI 60 Km. Kecamatan Megamendung berada pada koordinat 1060; 56’; 42,02” Bujur Timur dan 60; 38’; 46,54” Lintang Selatan dengan topografi yang berbukit-bukit, datar, dan miring dengan jenis tanah latosol coklat
kemerahan.
Batas-batas
daerah
administrasi
Kecamatan
Megamendung adalah : a. Sebelah Utara
: Kecamatan Sukaraja
b. Sebelah Selatan
: Kecamatan Ciawi
c. Sebelah Barat
: Kecamatan Ciawi
d. Sebelah Timur
: Kecamatan Cisarua
Luas wilayah Kecamatan Megamendung secara keseluruhan adalah 5.350,1 Ha, menurut fungsinya seperti pada Tabel 6. Secara administratif Kecamatan Megamendung terdiri dari 11 desa dan didalamnya terdapat 27 dusun, terbagi menjadi 55 RW dan 255 RT. Desa-desa tersebut, yaitu Cipayung
Datar,
Cipayung
Girang,
Gadog,
Kuta,
Megamendung,
44
SukaGalih, Sukakarya, Sukamahi, Sukamaju, Sukamanah dan Sukaresmi. Kondisi topografi wilayah disajikan pada Tabel 7. Tabel 6. Luas lahan menurut fungsinya di Kecamatan Megamendung Luas Lahan Menurut Penggunaan (Ha) No
D e s a
1
Megamen-dung
231
Perikanan 1 4
2
Cipayung Girang
107
2
2
-
-
15
126
3
Cipayung Datar
174
1
4
-
-
65
244
4
Gadog
46
-
3
-
-
27
76
5
Sukamahi
94
1
1
-
-
10
106
6
Sukamaju
86
1
3
-
-
70
160
7
Sukamanah
144
-
2
-
-
56
202
8
Sukaresmi
136
-
2
200
300
26
664
9
Sukakarya
212
3
2
200
-
25
442
10
Sukagalih
148
-
1
114
200
42
505
11
Kuta
160
1
1
304
100
22
588
1.538
10
25
818
1.200
375
3.966
Pertanian
Jumlah
Peternakan
Perkebunan
Kehutanan
Pekarangan
Jumlah
-
600
17
853
Sumber: Monografi Kecamatan Megamendung, tahun 2011
45
Tabel 7. Kondisi topografi desa di Kecamatan Megamendung No
D e s a
Ketinggian Tempat (DPL)
PH Tanah
Prosentase Iklim
Drai nase
Jenis Tanah
1
Megamendung
500 – 700
5-6
-
20
Gelom -bang 80
2
Cipayung Girang
400 – 600
5-6
30
20
45
5
lembab
d.o
Ins.And
3
Cipayung Datar
300 – 500
5-6
60
-
40
-
lembab
d.o
Ins.And
4
Gadog
300 – 500
5-6
65
-
35
-
lembab
d.o
Ins.And
5
Sukamahi
300 – 500
5-6
65
-
35
-
lembab
d.o
Ins.And
6
Sukamaju
400 – 500
5-6
70
-
30
-
lembab
d.o
Ins.And
7
Sukamanah
400 – 600
5-6
70
-
30
-
lembab
d.o
Ins.And
8
Sukaresmi
400 – 700
5-6
50
50
-
-
lembab
d.o
Ins.And
9
Sukakarya
500 – 600
5-6
40
30
20
10
lembab
d.o
Ins.And
10
Sukagalih
500 – 700
5-6
40
20
30
10
lembab
d.o
Ins.And
11
Kuta
500 – 800
5-6
30
40
30
-
lembab
d.o
Ins.And
Datar
Miring
Curam -
lembab
d.o
Ins.And
Sumber : Monografi Kecamatan Megamendung Tahun 2011 Wilayah BP3K Ciawi termasuk daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi setiap tahunnya, rataan bulan basah 8 bulan, kering 4 bulan dengan rata – rata suhu maksimum 21,3 0C dan minimum 18,0 0C. Curah hujan rataan lima (5) tahun dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Data curah hujan rataan selama lima (5) tahun terakhir di WKBP3K Ciawi Rataan
Tahun No
Bulan
2007 Hh
Mm
17
3
Januari Pebruari Maret
4 5
1 2
2008
2009
Hh
Mm
Hh
Mm
299,5
20
321
26
315,0
26
927,9
28
514
13
29
395,2
26
516
April
28
384,7
22
Mei
21
123,6
18
2010 Hh
2011
Mm
Hh
Mm
Hh
Mm
29
416,2
28
416,2
24
353,5
276,0
29
531,0
23
521,0
21
553,9
25
252,3
28
470,7
26
470,7
26
420,9
405
21
329,0
18
81,5
16
81,5
21
256,3
156
17
194,0
21
288,8
22
175,1
19
187,5
46
Lanjutan Tabel 8. Tahun No
Bulan
2007 Hh
2008
Mm
Hh
Rataan
2009
Mm
Hh
2010
Mm
Hh
2011 Mm
Hh
Mm
Hh
Mm
6
Juni
18
130,1
10
62
12
107,1
18
254,8
8
140,7
13
138,9
7
Juli
6
8,2
4
33
16
240,0
22
139,2
7
38,9
11
91,8
8
Agustus
7
73,6
14
102
11
30,0
19
304,9
3
8,8
10
103,8
9
Septem-
12
62,7
14
161
10
612,0
25
373,8
ber 10
Oktober
17
166
10
226
18
192,0
23
424,9
11
Novem-
24
234,5
25
472
25
245,0
25
285,5
29
583,4
26
253
16
181,1
26
290,5
234
3.119,4
217
3.221
210
2.900,
283 6
3.861
23,6
321,8
ber 12
Desember
Jumlah Rataan
19,5
260
18,1
268,4
17,5
241,7
8
Sumber : Stasiun Klimatologi dan Geofisika Citeko, 2011.
4.1.1. Klasifikasi Lahan Luas lahan sawah di Megamendung lebih cepat berubah fungsi dari pada lahan kering. Hal ini akibat tidak konsistennya masyarakat dalam melaksanakan tata ruang. Data luas lahan menurut ekosistem khususnya di Kecamatan Megamendung dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Luas lahan menurut ekosistem di Kecamatan Megamendung per desa Tahun 2011 Lahan Basah No
D es a
Teknis
1
Megamen-
½ teknis
Lahan Kering
Seder-
Tadah
Jum-
Tegal-
Ter-
Jum-
hana
Hujan
lah
an
nak
lah
Total
-
-
-
4,0
4,0
27,0
1,0
28,0
32,0
-
8,0
11,0
-
19,0
88,0
2,0
90,0
109,0
-
65,0
-
-
65,0
109,0
1,0
110,0
175,0
-
16,0
-
-
16,0
30,0
-
30,0
46,0
dung 2
Cipayung Girang
3
Cipayung Datar
4
Gadog
47
Lanjutan Tabel 9. Lahan Basah No
D es a
Lahan Kering
Tek-
½ tek-
Seder
Tadah
Jum-
Tegal-
Ter-
nis
nis
-hana
Hujan
lah
an
nak
Jumlah
Total
5
Sukamahi
-
20.0
-
-
20,0
74,0
1,0
75,0
95,0
6
Sukamaju
-
-
42,0
30,0
72,0
14,0
1,0
15,0
87,0
7
Sukamanah
-
-
56,0
40,0
96,0
48,0
-
48,0
144,0
8
Sukaresmi
-
-
65,0
35,0
100,0
236,0
-
236,0
336,0
9
Sukakarya
-
-
66,0
26,0
92,0
300,0
3,0
303,0
395,0
10
Sukagalih
-
-
65,0
35,0
100,0
155,0
1,0
156,0
256,0
11
Kuta
-
-
45,0
16,0
61,0
403,0
1,0
404,0
465,0
-
109,0
350,0
182,0
645,0
1.484,0
12,0
1.495,0
2.140,0
Jumlah
Sumber : Monografi BP3K Wilayah Megamendung, 2011
Megamendung merupakan daerah pariwisata yang memiliki daya tarik bagi wisatawan yang akan mendorong orang luar untuk memiliki tanah di daerah tersebut, dengan harapan akan diubah fungsi menjadi bangunan villa. Implikasi dari kejadian ini banyak pelanggaran terhadap peruntukan tanah, sehingga tanah menjadi kritis. Data lahan kritis dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Data lahan kering dan kritis di Kecamatan Megamendung Tahun 2011 Tingkat Kritis
Lahan No
D e s a
1
Megamendung
2
Cipayung
Kering
Sangat
(Ha)
Kritis
Kritis
Status
Agak Kritis
1.730,5
-
-
-
206,0
-
-
-
Girang 3
Cipayung Datar
379,0
-
-
-
4
Gadog
137,0
-
-
-
5
Sukamahi
107,0
-
-
-
6
Sukamaju
135,0
-
-
-
7
Sukamanah
109,0
-
-
-
8
Sukaresmi
652,0
-
75,0
10,0
Eks.PTP VIII Cikopo
48
Lanjutan Tabel 10. Tingkat Kritis
Lahan No
D e s a
Kering
Sangat
(Ha)
Kritis
Status
Agak
Kritis
Kritis
9
Sukakarya
-
-
-
-
10
Sukagalih
-
-
90,0
-
11
Kuta
485,0
-
250,0
-
415,0
10,0
Jumlah
3.940,5
Sumber: Monografi BP3K Ciawi, 2011
4.1.2. Potensi Sumber Daya Manusia Pertanian Pertumbuhan penduduk di wilayah Megamendung tiap tahun sangat tinggi karena selain daerah tujuan pariwisata juga lokasinya sangat strategis sehingga daya tarik tersendiri bagi pendatang, lain halnya dengan penduduk yang mata pencahariannya dibidang pertanian jumlahnya makin sedikit. Pemberdayaan SDM merupakan aktivitas, atau kegiatan yang dilaksanakan agar SDM dalam suatu organisasi dapat dimanfaatkan secara optimal. Pemberdayaan SDM dapat dilakukan dengan memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat, sehingga mampu menggali potensi dirinya dan berani bertindak memperbaiki mutu hidupnya. Kondisi SDM masyarakat Megamendung berdasarkan indikator mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 11. Keragaan jumlah penduduk rataan tiap desa sudah sangat tinggi, perbandingan antara laki–laki dan perempuan hampir seimbang. Data keragaan jumlah penduduk dapat dilihat pada Tabel 12 dan 13.
49
Tabel 11. Data keragaan jumlah penduduk Kecamatan Megamendung per-desa menurut jenis kelamin dan status kepala keluarga Tahun 2011 Jenis Kelamin No
Kepala Keluarga
Desa Laki–Laki
Perempuan
Jumlah
Tani
Non Tani
Jumlah
1
Megamendung
3.155
2.915
6.070
467
1.404
1.871
2
Cipayung Girang
4.787
3.468
9.155
573
1.722
2.295
3
Cipayung Datar
11.644
11.046
22.690
1.460
4.380
5.840
4
Gadog
3.472
3.151
6.623
439
1.318
1.757
5
Sukamahi
4.207
3.979
8.186
547
1.644
2.191
6
Sukamaju
3.354
3.119
6.473
437
1.315
1.752
7
Sukamanah
3.612
3.304
6.916
471
1.414
1.885
8
Sukaresmi
2.434
2.165
4.599
267
803
1.070
9
Sukakarya
3.529
3.107
6.636
423
1.271
1.694
10
Sukagalih
3.908
3.750
7.658
462
1.388
1.850
11
Kuta
3.134
2.916
6.050
436
1.308
1.744
Jumlah
47.236
43.820
91.056
5.983
17.966
23.949
Sumber: Monografi Kecamatan Megamendung, 2011 Tabel 12. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian JENIS MATA PENCAHARIAN ( ORANG ) NO
DESA
Perta-
Peter-
Peri-
Kehu-
nian
nakan
kanan
tanan
Jasa
Swas-
PNS
Buruh
ta
1
Megamendung
420
23
4
20
273
264
17
182
2
Cipayung
540
28
5
-
256
431
30
104
1.373
73
14
-
874
820
57
582
Girang 3
Cipayung Datar
4
Gadog
435
-
4
-
253
641
16
168
5
Sukamahi
515
27
5
-
377
692
21
218
6
Sukamaju
413
21
4
-
256
275
16
171
7
Sukamanah
467
-
4
-
275
312
17
183
50
Lanjutan Tabel 12. JENIS MATA PENCAHARIAN ( ORANG ) NO
DESA
Perta-
Peter-
Peri-
Kehu-
nian
nakan
kanan
tanan
8
Sukaresmi
260
-
2
Jasa
Swas-
PNS
Buruh
ta
5
157
164
10
104
9
Sukakarya
398
21
4
-
239
326
15
159
10
Sukagalih
426
23
4
9
259
246
16
172
11
Kuta
403
21
4
8
265
257
17
176
5.650
237
54
42
3.484
4.428
232
2.219
Jumlah
Sumber : Monografi Kecamatan Megamendung, 2011
Tabel 13. Jumlah penduduk tani menurut status kepemilikan lahan
NO
DESA
PEMILIK
PEMILIK PENGGARAP
PENG-
PENYE-
GARAP
KAP
BURUH TANI
JUMLAH
1
Megamendung
-
378
37
5
240
660
2
Cipayung Girang
-
465
70
5
394
934
3
Cipayung Datar
-
1.253
110
10
778
2.151
4
Gadog
-
398
35
2
223
658
5
Sukamahi
-
452
63
-
364
879
6
Sukamaju
-
361
50
2
284
697
7
Sukamanah
-
426
41
-
322
789
8
Sukaresmi
-
238
20
2
183
443
9
Sukakarya
-
357
39
2
285
683
10
Sukagalih
-
382
40
4
252
678
11
Kuta
-
353
48
2
191
594
Jumlah
-
5.065
553
32
3.616
9.166
Sumber: Monografi BP3K Ciawi, 2011
4.1.3 Produksi Sayuran Kecamatan Megamendung sebagai salah satu sentra pertanian sayuran unggulan di Jawa Barat memiliki luas lahan 2.140 Ha dengan produksi khusus sayuran mencapai 5.106,7 ton. Data akumulasi produksi dapat
51
dilihat pada Tabel 14. Namun, data tersebut merupakan data sayuran konvensional, karena dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor belum memiliki data khusus sayuran organik. Sayuran yang diproduksi oleh para Petani di Kecamatan Megamendung saat ini masih beragam. Ada produk sayuran yang aman untuk dikonsumsi dan memenuhi standar kesehatan (Prima III), ada yang sudah menggunakan sistem organik pada beberapa kelompok tani, namun belum memiliki sertifikat organik (Prima I). Selain itu ada perusahaan pembudidaya sayuran organik yang telah bersertifikat organik dan merupakan anak perusahaan asing (Korea) yaitu CV. Sirna Galih Abadi Jaya di desa Sirna Galih. Pertanian Prima III yang diterapkan oleh para Petani merupakan langkah awal dan secara gradual menuju pertanian organik. Penggunaan pestisida dan insektisida merupakan suatu kebutuhan untuk mempertahankan kuantitas produksi dan dosis yang digunakan masih dalam batas normal.
Tabel 14. Luas tanam, luas panen, produktivitas dan produksi tanaman sayuran di Kecamatan Megamendung pada tahun 2011
No
Komoditi 1
Bawang Daun
2
Luas Tanam
Luas panen
Produktivitas
Produksi
(Ha)
(Ha)
(Kw/Ha)
(Kw)
138
149
42,4
5.847
Kentang
-
-
-
-
3
Kubis
-
-
-
-
4
Kembang Kol
-
-
-
-
5
Petsai/Caisim
88
112
47,1
4.142
6
Wortel
99
104
53,0
5.250
7
Kacang Merah
71
55
29,2
2.070
8
Kacang Panjang
62
61
107,0
6.634
9
Cabe Besar
42
40
89,3
3.750
10
Cabe Rawit
5
8
56,0
280
11
Tomat
53
44
178,8
9.479
12
Terung
50
42
140,0
6.999
13
Buncis
63
49
105,0
6.616
14
Ketimun
-
-
-
-
15
Kangkung
-
-
-
-
52
Lanjutan Tabel 14.
No
Komoditi
Luas Tanam
Luas panen
Produktivitas
Produksi
(Ha)
(Ha)
(Kw/Ha)
(Kw)
16
Bayam
-
-
-
-
17
Labu Siam
-
-
-
-
18
Paprika
-
-
-
-
Jumlah
671
664
51.067
Pedoman budidaya sayuran yang baik Good Agricultural Practices (GAP) sesuai dengan kondisi Indonesia sebagai panduan dalam proses produksi untuk menghasilkan produk yang aman dikonsumsi, bermutu dan diproduksi secara ramah lingkungan. Perwujudan penerapan budidaya sayuran yang baik dinyatakan dengan penerbitan nomor registrasi yang diberikan sebagai hasil penilaian kebun atau lahan usaha. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah upaya pengendalian populasi, atau tingkat serangan organisme pengganggu tumbuhan dengan menggunakan satu atau lebih teknik pengendalian yang dikembangkan dalam satu kesatuan untuk mencegah dan mengurangi timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup. Berikut ini disajikan teknik budidaya dari beberapa komoditas sayuran unggulan di Megamendung. a. Wortel
Gambar 7. Komoditas sayuran Wortel Wortel (Gambar 7) pada dasarnya adalah tanaman musim dingin. Pada suhu
150C-200C,
Wortel
dapat
tumbuh
secara
kondusif
untuk
pengembangan pertumbuhan maksimum, warna terbaik dan bentuk terbaik.
53
Suhu yang lebih tinggi membantu dalam produksi Wortel yang pendek dan tebal, sedangkan suhu yang lebih rendah menghasilkan Wortel yang lebih panjang dan ramping. Beberapa varietas asli dan varietas eksotis telah diaklimatisasi di beberapa negara agar dapat tahan terhadap panas. Kelembaban yang diperlukan untuk perkecambahan benih Wortel yang tepat berkisar di tingkat kelembaban 20%, meskipun Wortel dapat berkecambah dalam kondisi cukup kering. Pasokan air harus di jaga terus menerus tersedia untuk menjaga tanah dalam kondisi sukulen. Cuaca kering diikuti oleh cuaca basah kondusif untuk menghasilkan Wortel bermutu tinggi. Meskipun Wortel dapat tumbuh pada semua jenis tanah, ia tumbuh baik pada tanah, lempung dan gembur. Untuk awal pertumbuhan, tanah lempung berpasir lebih baik, untuk menghasilkan Wortel yang panjang, halus dan akar ramping. Wortel dengan standar mutu tersebut, diinginkan oleh pasar segar dan dihasilkan dari kondisi tanah berdrainase baik. Wortel tumbuh pada tanah berat cenderung lebih kasar daripada yang ditanam di tanah berpasir. Wortel tidak tumbuh baik pada tanah yang sangat asam. Kondisi pH optimum tanah harus berkisar 6,0-7,0. Benih Wortel yang lambat untuk berkecambah dan tanaman muda sangat halus, sehingga tanah tidak harus memiliki kecenderungan untuk memegang akar tanaman. Persiapan lahan dengan tahapan berikut : 1. Pencangkulan tanah dilakukan hingga kedalaman 40 cm, atau lebih, kemudian dibiarkan kena sinar matahari langsung, tambahkan pupuk kandang 1,5 kg/m2. 2. Buat bedengan dengan tinggi sekitar 15 cm, lebar 100 cm, panjang 10 cm, jarak antar bedengan sekitar 40 cm. 3. Pada bedengan buat beberapa parit dengan lebar 15 cm dan kedalaman 25 cm, serta jarak 40 cm. Isi dengan pupuk kandang sebanyak satu genggam untuk 10 m. Cara penanaman Wortel adalah : 1. Buat garis memanjang pada barisan yang telah diberi pupuk kandang.
54
2. Taburkan pada alur tersebut biji Wortel yang telah dicampur dengan pupuk kandang, agar penebarannya dapat merata dan tidak berhimpitan tumbuhnya. 3. Tutup kembali biji yang dialur dengan pukan setebal satu (1) cm, lalu tutup dengan jerami, atau daun pisang, dibuka setelah tanaman tumbuh. 4. Pupuk pertama pada saat tanam ditaburkan pada alur memanjang dengan jarak lima (5) cm dari posisi tanam. Pemeliharaan tanaman Wortel diupayakan sebagai berikut : 1. Penyiraman terus-menerus hingga biji berkecambah. 2. Pengaturan jarak tanam sejauh lima (5) cm dan penyiangan gulma. 3. Pembumbunan pangkal umbi yang kelihatan di permukaan tanah. 4. Tambahkan pemupukan ke dua pada saat tanaman umur 1-1,5 bulan. Terdiri dari urea 50 kg/ha dan KCl 20 kg/ha, dengan dialur lima (5) cm dari tanaman. Untuk tanaman organik, pemupukan menggunakan pupuk kompos organik Rekomendasi pupuk untuk Wortel pada tanah mineral dengan tingkat kandungan P dan K sedang disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Rekomendasi pupuk untuk tanaman Wortel Umur
Urea
ZA
SP36
KCI
Kg/ha/Musim Tanam Perplant
249
4 MST 6 MST
Target pH 6,5
311
112
-
124
56
-
124
56
-
Pengendalian hama penyakit tanaman (HPT) dilakukan bila perlu saja, yaitu bila terlihat gejala adanya serangga atau penyakit. Untuk tindakan preventif disemprotkan pestisida setiap minggu setelah tanam dengan insektisida, dosis sesuai anjuran. Insektisida yang digunakan diantaranya Desis, atau Antrakol. Panen pada umumnya sekitar umur 3-4 bulan, tergantung varietasnya. Saat panen yang tepat umbi tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Pemanenan dilakukan
55
secara hati-hati. Sebaiknya tanah digemburkan dahulu lalu umbi dicabut atau dapat juga dengan bantuan garpu. Perlakuan pasca panen sebagai berikut : 1. Setelah dikumpulkan umbi dicuci bersih dengan air yang mengalir, sambil dilakukan seleksi. Kemudian tiriskan diatas para-para hingga kering. 2. Bila tempat penjualan tidak terlalu jauh, umbi diikat dengan daunnya dengan berat sekitar 1,1-1,3 kg. 3. Bila tempat penjualanya jauh, daun dipotong sampai pangkal, deikian juga ujung umbi yang kecil. Dengan tujuan memudahkan dan meringankan saat pengangkutan.
b. Tomat Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) adalah komoditas hortikultura yang dapat dikonsumsi sebagai sayur, atau buah segar, maupun dikonsumsi dalam bentuk olahan seperti saus Tomat. Tomat (Gambar 8) termasuk tanaman semusim berumur 4 (empat) bulan. Tomat sangat bermanfaat bagi tubuh, karena mengandung vitamin C yang berguna sebagai antioksidan dan mineral yang diperlukan untuk kesehatan. Kandungan nilai gizi (per 100 g) adalah 20 kalori, 1 g protein, 0,3 g lemak, 4,2 g karbohidrat dan 5 mg kalsium. Secara umum Tomat dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi (0-1.250 mdpl). Tomat menghendaki tanah latosol, andosol, aluvial, yang gembur, porus, subur, pH 5,5–6,5 dan curah hujan 750-1.250 mm/tahun serta kelembaban relatif 25%. Suhu udara rataan harian yang optimal untuk pertumbuhan tanaman Tomat 21 0C-28 0C. Teknis budidaya Tomat dapat berbeda-beda antara daerah yang satu dengan daerah lain, bergantung kondisi lahan, ketinggian tempat, kondisi agroklimat, kebiasan dan kemampuan Petani bersangkutan, serta pembiayaan yang tersedia. Produksi Tomat Kecamatan Megamendung pada tahun 2011 mencapai 5.512 ton dengan luas areal 2.403 ha. Desa Megamendung dan Cipayung merupakan daerah utama penghasil Tomat di Kecamatan Megamendung dengan total produksi 1.825 ton dan luas areal 73 ha. Proses produksi Tomat di Kecamatan Megamendung masih tradisional dan belum banyak
56
menggunakan bantuan mesin. Teknik budidaya Tomat terdiri dari beberapa langkah, yaitu : 1) Persiapan lahan Pilih lahan yang gembur dan subur dengan pengairan yang baik. Pilih juga lahan yang sebelumnya tidak ditanami dengan Tomat atau tanaman lain yang masih dalam satu famili Solanaceae seperti cabai, terong, tembakau atau kentang
untuk memutus siklus organisme
pengganggu tanaman (OPT). Tanah diolah sempurna, kemudian dibuat bedengan dengan lebar 120-160 cm untuk barisan ganda dan 40-50 cm untuk barisan tunggal. Diantara bedengan dibuat parit dengan lebar 20-30 cm pada kedalaman 30 cm. 2) Persemaian Pilih
benih
Tomat
dari
varietas
unggul
yang
telah
direkomendasikan. Varietas yang umum digunakan adalah Permata, Safira dan Swadesi. Kebutuhan benih 200-300 g/ha dan populasi 25.00026.000 tanaman/ha. Siapkan media tanam yang merupakan campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1, kemudian masukkan dalam polibag. Masukkan benih satu per satu dalam polibag dan tutup tipis dengan tanah halus. Setelah benih berumur 8-10 hari, pilih bibit yang baik, tegar dan sehat. 3). Teknik Penanaman. Tanah dicangkul dan dibuat bedeng berukuran dua (2) m, panjang disesuaikan dengan petakan. Tinggi bedeng 30 cm dan jarak antar bedeng 30 cm. Di atas bedeng ditaburi pupuk organik 20 ton/ha, NPK (600 kg/ha), Nitrogen (150 kg/ha), Fosfat (100 kg/ha), Kalium (50 kg/ha). Penanaman dilakukan pada saat bibit berumur 3–4 minggu dengan daun 5-6 helai. Penanaman sebaiknya dilakukan pada sore hari. 4) Pemeliharaan Tanaman. Pupuk organik cair dapat diaplikasikan setiap tujuh (7) hari sekali dengan cara disemprotkan dengan takaran sesuai rekomendasi. Untuk menopang tanaman agar tidak mudah roboh, tanaman yang telah mencapai ketinggian 10–15 cm harus segera diikat pada ajir. Pengikatan diakukan
57
kembali setiap tanaman bertambah tinggi kurang lebih 20 cm. Tanaman diikat dengan bentuk seperti angka delapan (8) dengan tali plastik (rafia/rumput Jepang), sehingga tanaman tidak rusak tergesek oleh ajir.
Tabel 16. Pengendalian OPT sayuran Tomat No. 1. 2. 3.
4.
OPT Ulat tanah (Agotis ipsilon Hufn) Ulat buah (Helicoverpa Hubn) Lalat buah (Bactrocera sp)
Cara Pengendalian Sanitasi, memusnahkan larva.
Pengaturan waktu tanam dan tumpangsari dengan jagung. Dimusnahkan dengan cara dibakar atau dikubur alam tanah, penggunaan perangkap atraktan Metil Eugenol Busuk daun atau buah Desinfeksi permukaan benih dengan (Phytophtora infestans) air hangat dan fungisida dimusnahkan.
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010. 5) Panen dan pasca panen Pemetikan buah Tomat dapat dilakukan pada tanaman yang telah berumur 60-100 hari setelah tanam. Penentuan waktu panen hanya berdasarkan umur panen tanaman sering kali kurang tepat karena banyak faktor lingkungan yang memengaruhinya, yaitu keadaan iklim setempat dan tanah. Kriteria masak petik optimal dapat dilihat dari warna kulit buah, ukuran buah, keadaan daun tanaman dan batang tanaman, yaitu : i. kulit buah berubah, dari warna hijau menjadi kekuning-kekuningan. ii. bagian tepi daun tua telah mengering. iii. batang tanaman menguning atau mengering. Waktu pemetikan (pagi, siang dan sore) juga berpengaruh pada mutu yang dipanen. Saat pemetikan buah Tomat yang baik adalah pada pagi, atau sore hari dan keadaan cuaca cerah. Pemetikan yang dilakukan pada siang hari dari segi teknis kurang menguntungkan, karena pada siang hari proses fotosintesis masih berlangsung sehingga mengurangi zat-zat gizi yang terkandung. Disamping itu, keadaan cuaca yang panas di siang hari dapat meningkatkan suhu dalam buah Tomat sehingga dapat mempercepat proses transpirasi (penguapan air) dalam buah.
58
Keadaan ini dapat dapat menyebabkan daya simpan buah Tomat menjadi lebih pendek. Cara memetik buah Tomat cukup dilakukan dengan memuntir buah secara hati-hati hingga tangkai buah terputus. Pemutiran buah harus dilakukan satu per satu dan dipilih buah yang sudah matang. Selanjutnya, buah Tomat yang sudah dipetik dapat langsung dimasukkan ke dalam keranjang untuk dikumpulkan di tempat penampungan. Tempat penampungan hasil panen Tomat hendaknya dipersiapkan di tempat yang teduh, atau dapat dibuatkan tenda di dalam kebun. Pemetikan buah Tomat tidak dapat dilakukan sampai 10 kali pemetikan, karena masaknya buah Tomat tidak bersamaan waktunya. Pemetikan buah Tomat dapat dilakukan setiap selang 2-3 hari sekali sampai seluruh Tomat habis terpetik.
Gambar 8. Komoditas sayuran Tomat c.
Caisim Sawi hijau atau Caisim (Brassica sinensis L.) daunnya panjang, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Kandungan gizi yang terdapat pada Caisim adalah protein, lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, Vitamin A, Vitamin B dan Vitamin C. Caisim (Gambar 9) akan tumbuh baik bila dibudidayakan di daerah ketinggian 100-500 m dari permukaan laut (dpl), dengan kondisi tanah gembur, banyak mengandung humus, subur dan drainase baik. Sayuran berdaun hijau ini termasuk tanaman yang tahan terhadap air hujan dan dapat dipanen sepanjang tahun tidak tergantung dengan musim. Masa panenpun juga terbilang cukup pendek, setelah 40 hari ditanam Caisim sudah dapat dipanen.
59
Budidaya Caisim akan tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki suhu 15 0C-30 0C dan memiliki curah hujan lebih dari 200 mm/bulan. Produksi Caisim Kecamatan Megamendung pada tahun 2011 mencapai 4.142 ton dengan luas areal 1.538 ha. Desa Megamendung merupakan
daerah
utama
penghasil
Caisim
di
Kecamatan
Megamendung dengan total produksi 1.402 ton dan luas areal 164 ha. Teknik budidaya Caisim terdiri dari beberapa langkah, yaitu : a.
Pembibitan Cara bertanam Caisim sebenarnya tidak berbeda jauh dengan budidaya sayuran pada umumnya. Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usahatani. Benih yang baik akan menghasilkan tanaman yang tumbuh dengan bagus. Kebutuhan benih Caisim untuk setiap hektar lahan tanam sekitar 750 g. Tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari dan penanaman Caisim yang akan dijadikan benih terpisah dari tanaman Caisim yang lain. Pembibitan dapat dilakukan bersamaan dengan pengolahan tanah untuk penanaman, karena lebih efisien dan benih akan lebih cepat beradaptasi terhadap lingkungannya. Ukuran bedengan pembibitan adalah lebar 80–120 cm dan panjangnya 1–3 meter. Curah hujan lebih
dari
200
mm/bulan,
tinggi
bedengan
20–30
cm.
Dua (2) minggu sebelum di tabur benih, bedengan pembibitan ditaburi dengan pupuk kandang. Cara melakukan pembibitan ialah benih ditabur, lalu ditutupi tanah setebal 1–2 cm, lalu disiram dengan sprayer, kemudian diamati 3–5 hari benih akan tumbuh setelah
berumur
3–4
minggu
sejak
disemaikan
tanaman
dipindahkan ke bedengan. b.
Pengolahan media tanam Pengolahan tanah dilakukan seperti penggemburan dan pembuatan bedengan. Tahap-tahap pengemburan adalah pencangkulan untuk memperbaiki struktur tanah dan sirkulasi udara dan pemberian pupuk dasar untuk memperbaiki fisik serta kimia tanah yang akan
60
menambah kesuburan lahan yang akan digunakan. Tanah yang hendak digemburkan harus dibersihkan dari bebatuan, rerumputan, semak, atau pepohonan yang tumbuh dan bebas dari daerah ternaungi, karena tanaman Caisim suka pada cahaya matahari secara langsung. Kedalaman tanah yang dicangkul adalah 20-40 cm. Pemberian pupuk organik sangat baik untuk penyiapan tanah. Sebagai contoh pemberian pupuk kandang yang baik adalah 10 ton/ha. Pupuk kandang diberikan saat penggemburan agar cepat merata dan bercampur dengan tanah yang akan digunakan. c.
Teknik penanaman Bedengan dengan ukuran lebar 120 cm dan panjang sesuai dengan ukuran petak tanah. Tinggi bedeng 20–30 cm dengan jarak antar bedeng 30
cm,
seminggu
sebelum
penanaman
dilakukan
pemupukan terlebih dahulu, yaitu pupuk kandang 10 ton/ha, TSP 100 kg/ha dan Kcl 75 kg/ha. Sedang jarak tanam dalam bedengan 40 x 40 cm, 30 x 30 dan 20 x 20 cm. d.
Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan adalah hal yang penting, sehingga akan sangat berpengaruh terhadap hasil yang didapat. Pertama-tama yang perlu diperhatikan adalah penyiraman. Penyiraman ini tergantung pada musim, bila musim penghujan dirasa berlebih, sehingga perlu melakukan pengurangan air yang ada, tetapi sebaliknya bila musim kemarau tiba harus menambah air demi kecukupan tanaman Caisim yang ditanam. Bila tidak terlalu panas maka penyiraman dilakukan sehari cukup sekali sore, atau pagi hari. Tahap selanjutnya penjarangan yang dilakukan 2 (dua) minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat dan selanjutnya dilakukan penyulaman. Caranya sangat mudah, yaitu tanaman yang mati, atau terserang hama
dan
penyakit
diganti
dengan
tanaman
yang baru.
Penyiangan biasanya dilakukan 2–4 kali selama masa pertanaman
61
Caisim, disesuaikan dengan kondisi keberadaan gulma pada bedeng penanaman. Biasanya penyiangan dilakukan 1 (satu), atau 2 (dua) minggu setelah penanaman. Apabila perlu dilakukan penggemburan dan pengguludan bersamaan dengan penyiangan. Untuk mencegah hama dan penyakit yang perlu diperhatikan adalah sanitasi dan drainase lahan. OPT utama adalah ulat daun (Plutella xylostella). Pengendalian dapat dilakukan dengan memanfaatkan
Diadegma
semiclausuma
sebagai
parasitoid.
Pestisida yang aman dan mudah terurai seperti pestisida biologi, pestisida nabati atau pestisida biologi. Penggunaan pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar, baik pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu aplikasinya. e.
Panen dan pasca panen Dalam hal pemanenan penting sekali diperhatikan umur panen dan cara panennya. Umur panen Caisim 40-50 hari (Gambar 9). Cara panen ada 2 (dua) macam, yaitu mencabut seluruh tanaman beserta akarnya dan dengan memotong bagian pangkal batang yang berada di atas tanah dengan pisau tajam. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
pasca
panen
Caisim
adalah
pencucian
dan
pembuangan kotoran, sortasi, pengemasan, penyimpanan dan pengolahan.
Gambar 9. Komoditas sayuran Caisim
62
d. Lobak Lobak (Gambar 10) adalah tumbuhan yang termasuk famili Cruciferae. Bentuk umbi Lobak seperti Wortel, tapi isi dan kulitnya berwarna putih. Tanaman Lobak berasal dari negeri Cina, tapi, telah banyak diusahakan di Indonesia. Tanaman mudah ditanam baik di dataran rendah maupun tinggi (pegunungan). Saat ini daerah yang banyak ditanami Lobak adalah dataran tinggi Pangalengan, Pacet, Cipanas dan Bedugul. Luas areal tanaman Lobak di Indonesia saat ini berkisar 15.700 ha. Tanah yang baik untuk tanaman Lobak adalah tanah gembur, mengandung humus (subur) dan lapisan atasnya tidak mengandung kerikil (batu-batu kecil). Kemudian derajat keasaman tanah 5-6, sementara waktu tanam adalah musim hujan atau awal musim kemarau. Namun kalau menanam pada musim kemarau, tanaman harus cukup air.
Gambar 10. Komoditas sayuran Lobak
Lobak ditanam dari bijinya. Bibit Lobak tidak perlu didatangkan dari luar negeri (impor), cukup dari hasil biji sendiri karena tanaman ini mudah berbunga dan berbiji. Biji-biji tersebut dapat ditanam langsung di kebun tanpa disemai terlebih dulu. Untuk penanaman seluas satu (1) ha diperlukan biji sebanyak lima (5) kg. Menurut teori, untuk lahan seluas satu (1) ha diperlukan empat (4) kg biji dengan daya kecambah 75%. Sebelum biji ditanam, lahan yang akan ditanami diolah terlebih dulu dengan dicangkul sedalam 30-40 cm, kemudian diberi pupuk kandang, atau kompos 10 ton/ha. Setelah tanah diratakan, dibuat alur dengan jarak antaralur 30 cm. Sebaiknya alur tersebut dibuat membujur dari arah Barat ke
63
Timur agar sinar matahari masuk ke tanaman sebanyak-banyaknya. Selanjutnya biji-biji tersebut ditaburkan tipis merata sepanjang alur, kemudian ditutup tanah dengan tipis-tipis. Biji akan tumbuh setelah empat (4) hari kemudian. Setelah umur 2-3 minggu, tanaman mulai disiang sambil dibuat guludan. Guludan dibuat dengan cara tanah di sepanjang barisan tanaman ditinggikan. Sambil tanah didangir, tanaman diperjarang. Caranya tanaman yang tumbuh kerdil dicabut dan yang subur ditinggalkan. Setelah diperjarang, jarak tanaman menjadi 10-20 cm. Pada umumnya Petani jarang memberikan pupuk buatan. Akan tetapi agar diperoleh hasil yang memuaskan, tanaman Lobak sebenarnya perlu diberikan pupuk buatan. Pupuk buatan yang perlu diberikan adalah urea, TSP dengan perbandingan 1:2 sebanyak enam (6) g tiap tanaman. Pupuk di kanan-kiri batang tanaman dengan jarak lima (5) cm. Dengan demikian, untuk tanaman seluas satu (1) ha diperlukan 100 kg pupuk urea dan 200 kg TSP. Pupuk sebaiknya diberikan pada waktu tanah didangir. Untuk bertanam secara organik harus diperbanyak pupuk komposnya karena tidak menggunakan pupuk kimia. Kebutuhan rataan pupuk kandang, atau kompos ini adalah 20 ton per hektar, disesuaikan dengan tingkat kesuburan dan kondisi tanahnya.
e. Bayam Bayam (Gambar 11) memiliki nama latin Amaranthus sp yang dalam bahasa Inggrisnya Amaranth. Beberapa jenis/cultiva yang sering dibudidayakan adalah Kartika, Loli dan Maestro.
Gambar 11. Komoditas Bayam Bayam merupakan sayuran dataran tinggi tetapi dapat juga hidup di dataran rendah. Bayam menghendaki tanah yang subur dan gembur. pH tanah optimal bagi pertumbuhan Bayam adalah 7, selain itu pada pH yang terlalu
64
tinggi atau terlalu rendah Bayam tidak dapat tumbuh dengan baik. Pengolahan tanah dilakukan bersamaan dengan pemberian pupuk dasar, bedengan dibuat dengan ukuran 1×5 m dan dibuat agak tinggi untuk mencegah keluarnya benih Bayam pada saat disiram, diantara bedengan diberi parit untuk memudahkan penyiraman. Sebelum benih ditabur perlu dicampur dengan abu dengan perbandingan 1:10 bagian abu, penaburan benih dilakukan secara merata dan tidak menumpuk. Benih Bayam dapat ditaburkan pada alur baris sepanjang bedengan dengan jarak antar baris dalam satu bedengan + 20 cm. Benih yang telah ditabur segera ditutup tanah tipis-tipis secara merata kemudian disiram dengan sprayer pagi dan sore, kecuali jika turun hujan. Penyiraman dan penggemburan serta pengendalian hama dan penyakit sangat penting untuk dilakukan. Penyiangan gulma dan penggemburan dapat dilakukan pada 2 minggu setelah tanam, dan selanjutnya dua minggu sekali. Rekomendasi pupuk untuk Bayam menurut Maynard and Hoomuth (1999) dimuat Tabel 17. Tabel 17. Pemberian pupuk pada Bayam berdasarkan umur
Umur
Urea
SP36
ZA
KCL
Kg/hektar/musim tanam Sebelum Tanam Tiga
(3)
56
Minggu 56
250
90 90
Setelah Tanam
Pemberian pupuk pada Tabel 5, menunjukkan cara tanam secara konvensional, sedangkan untuk bertanam secara organik, tidak dipakai dosis tersebut. Sebagai penggantinya adalah menggunakan pupuk organik, baik kompos maupun pupuk cair organik dari pengolahan fermentasi hayati. Kebutuhan pupuk kandang atau kompos ini adalah 20 ton per hektar. Penyakit yang sering menyerang antara lain downy mildew yang ditandai dengan bagian atas menguning, daun bagian bawah berwarna hijau keunguan dan pada akhirnya berwarna coklat, sering menyerang pada musim hujan dan dingin.
65
Penyakit ini dapat diatasi dengan pembuangan daun yang terkena dan dengan penyemprotan fungisida dithane M-45 dengan dosis dua (2) gr/l. Untuk budidaya secara organik, diupayakan menggunakan pestisida nabati yang berasal dari daun, biji atau buah . Penyakit lainnya adalah virus mozaik cucumber yang ditandai dengan daun menyempit, mengecil dan menggulung, agar tidak meluas tanaman yang terinfeksi harus segera dimusnahkan. Pencegahan dapat dilakukan dengan penyemprotan hama lalat pembawa virus dengan Cymbush 100 EC, Rahwana 500 EC, atau Dupont Lanate 25WP. Selanjutnya adalah noda daun atau leaf spot sehingga meninggalkan noda coklat pada setengah bagian daun hingga meluas dan menghancurkan daun. Penyakit ini dapat diatasi dengan penyemprotan dithane M-45 dengan dosis dua (2) g/l untuk tanaman yang belum terserang. Penyakit ini juga dapat diatasi dengan penambahan magnesium (Mn) pada saat pengolahan tanah, atau dapat ditaburi dengan dolomite. Panen dapat dilakukan tiga (3) minggu setelah tanam, dengan memetik pucuk-pucuk daun.
4.2
Kelompok Tani Poktan adalah kumpulan Petani/peternak/pekebun yang dibentuk berdasarkan kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi dan sumber daya), keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Kelompok tani pada dasarnya adalah organisasi non formal di perdesaan yang ditumbuhkembangkan “dari, oleh dan untuk Petani”. Pengembangan
kelompok
tani
diarahkan
pada
peningkatan
kemampuan kelompok tani dalam melaksanakan fungsinya, peningkatan kemampuan para anggota dalam mengembangkan agribisnis, penguatan Poktan menjadi organisasi Petani yang kuat dan mandiri. Keragaan paradigma Poktan dapat dilihat pada Gambar 12.
66
- Kepemimpinan - Kewirausahaan - Manajerial
Petani
Kelompok Tani (Poktan)
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)
Kemitraan Usaha
( - Modal Usaha - Sarana dan prasarana - Penghargaan
Unit Usaha Jasa
Unit Usaha Saprodi, Saprotan
Unit Usaha Pengolahan hasil/pasca panen
Unit Usaha Pemasaran Hasil
Unit Usaha Simpan Pinjam
Gambar 12. Paradigma model pengembangan kelembagaan Petani (Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan Kementerian Pertanian, 2010) Pembentukan Poktan dimaksudkan untuk membantu para Petani mengorganisasikan dirinya terutama dalam meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, permodalan, akses pasar, akses teknologi dan informasi, serta meningkatkan kesejahteraan para Petani. Arah pengembangan kelembagaan poktan adalah terbentuknya Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di suatu desa. Gapoktan merupakan kumpulan dari kelompokkelompok tani yang bergabung dalam satu kepengurusan, untuk mencapai tujuan dan kemajuan bersama. Di dalam gapoktan ini terdapat beberapa unit usaha yang turut membantu anggotanya dalam menjalankan usahatani dan pengolahan hasil hingga ke pemasaran dan distribusi hasil pertanian. Adanya unit usaha simpan pinjam dalam gapoktan adalah untuk membantu kemudahan dan kelancaran dalam modal usahatani, hal ini dapat dikembangkan menjadi Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA). LKMA ini merupakan embrio, atau cikal bakal untuk dapat terbentuknya Koperasi Petani. Saat ini Poktan yang ada di Kecamatan Megamendung berjumlah 32 Poktan di bidang pertanian. Sebagai pelaku utama dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan, kelembagaan tani perlu diperkuat, karena Poktan merupakan pusat penyelenggaraan usahatani.
67
Kelembagaan tani dapat dilihat pada Tabel 18. Dalam rangka memperkuat usaha kelompok perlu ditumbuh kembangkan fasilitas pendukung. Fasilitas pendukung dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 18. Data Kelembagaan Tani berdasarkan Kelas Kemampuan BP3K Wilayah Ciawi pada tahun 2011
NO
1
JUM-
ANG-
LAH
GOTA
(UNIT)
(ORANG)
KELOMPOK TANI
122
2440
KELOMPOK TERNAK
47
KELOMPOK
KELEMBAGAAN TANI YANG DITUMBUHKAN
JUMLAH
KLASIFIKASI (KELOMPOK) Pe-
Lan-
Ma-
Uta-
mula
jut
dya
ma
34
25
68
27
2
940
15
17
21
7
2
11
165
6
6
4
1
-
15
300
8
4
8
2
-
16
69
16
-
-
-
-
6
42
6
6
-
-
-
2
24
2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4
80
4
-
-
-
-
1
22
6
-
-
-
-
1
25
1
-
221
4107
98
58
101
37
4
DESA
PEMBUDIDAYA IKAN KELOMPOK TANI HUTAN 2
GABUNGAN KELOMPOK TANI
3
KELOMPOK WANITA TANI
4
KELOMPOK TARUNA TANI
5
REGU PEMBERANTAS HAMA
6
PERHIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR ( P3A) MC
7
ASOSIASI PETANI DAN PEDAGANG SAYURAN INDONESIA (APPSI)
8
LUMBUNG PANGAN
Jumlah
Sumber : Program P3K. BP3K Wilayah Ciawi, 2012
68
Tabel 19. Fasilitas Pendukung Usahatani, Usaha Pembudidaya Ikan dan Kehutanan BP3K Wilayah Ciawi pada tahun 2011
NO KECAMATAN
JENIS FASILITAS (a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
(j)
(k)
1
Ciawi
3
1
-
2
2
10
1
5
5
1
-
2
Megamendung
-
1
-
-
2
7
2
5
3
-
-
3
Cisarua
1
3
2
2
1
11
2
4
7
1
-
4
5
2
4
5
28
5
14
15
2
Jumlah Keterangan : (a) : Pos Penyuluhan Desa (b) : P4S (c) : SPKP (d) : LKM – A (e) : Bank Perkreditan
-
(f) : Kios Sapurodi (g) : Pasar (h) : Traktor (i) : Huller (j) : KUD
Peningkatan produktivitas sangat ditentukan oleh penerapan teknologi usahatani oleh Petani, selain terpenuhinya sarana produksi. Data penerapan teknologi usahatani dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Data keragaan penerapan teknologi usahatani oleh Petani subsektor tanaman pangan dan hortikultura Tahun 2011
NO
KOMODITAS
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
32,50
67,25
35,00
50,25
52,15
60,00
42,15
56,00
72,00
50,25
Kedelai
65,00
75,00
65,00
45,50
68,20
50,50
55,00
60,50
60,00
65,00
Kacang Tanah
50,25
62,15
55,25
32,15
56,25
40,25
45,00
62,50
65,50
42,00
Ubi Kayu
32,15
60,00
80,00
25,00
42,00
30,00
25,50
27,00
55,00
67,00
Ubi Jalar
45,00
50,50
52,15
30,25
20,15
40,50
15,00
35,50
60,50
55,25
Jagung
45,25
70,50
80,00
42,00
55,00
35,15
37,00
72,00
75,50
60,00
Bawang Daun
42,00
85,00
70,00
55,00
60,00
45,00
50,00
65,00
80,00
75,00
Kubis
75,00
65,50
67,00
60,00
62,00
50,25
55,00
60,00
72,00
60,00
Wortel
40,00
60,00
35,00
30,00
45,00
40,00
45,25
50,50
65,00
68,25
1
Padi Sawah
2
Palawija :
3
TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI ( TPT ) / ( % )
Sayuran :
69
Lanjutan Tabel 20.
NO
KOMODITAS
TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI ( TPT ) / ( % ) 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
55,25
65,00
50,50
51,25
62,00
46,25
65,50
60,15
60,00
50,00
Cabe Rawit
50,00
60,00
65,00
40,00
50,25
40,00
58,25
55,15
65,00
45,00
Tomat
65,00
62,15
70,00
60,00
55,00
50,25
65,00
62,15
60,25
62,15
Caisin
50,15
55,50
65,30
45,00
60,00
55,00
60,25
55,25
67,25
55,25
Kacang
50,50
62,15
56,25
47,25
50,15
45,15
40,25
40,25
65,50
50,50
37,25
56,40
60,15
48,00
45,20
40,25
42,15
38,20
60,00
60,00
Pisang
32,15
52,50
58,25
25,00
40,50
37,50
25,00
50,50
60,00
50,00
Alpukat
49,10
50,00
56,25
40,00
42,00
30,25
30,25
40,00
50,25
40,50
Nangka
40,00
55,25
52,50
38,00
30,50
35,00
20,50
35,25
35,15
35,00
Krisan
55,25
65,85
60,50
35,00
65,00
60,75
65,25
70,00
75,00
85,00
Aglonema
37,25
57,25
50,25
40,25
65,50
72,10
61,10
25,25
60,40
75,00
Cabe
Merah
Keriting
Panjang Terong 4
5
Buah – buahan
Tanaman hias :
Sumber : Data Impact Point Penyuluh BP3K Wilayah Ciawi, 2012. Keterangan : 1. Benih / bibit 2. Pengolahan tanah 3. Jarak tanam 4. Penggiliran varietas 5. Pemupukan
6. Tata guna air 7. ZPT / PPC 8. Pengendalian hama penyakit (PHT) 9. Panen 10. Pasca panen
Wilayah Balai Penyuluhan Pertanian, Peternakan dan Kehutanan (BP3K) Ciawi merupakan pengembang beberapa komoditi unggulan yang diharapkan akan mampu mengungkit peningkatan pendapatan para pelaku utama yang akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan dan harkat derajat kaum tani, sehingga mampu menolong dirinya sendiri. Beberapa komoditi yang menjadi andalan wilayah BP3K Ciawi dapat dilihat pada Tabel 21.
70
Tabel 21. Data keragaan tingkat pengelolaan usahatani di BP3K Wilayah Ciawi Tahun 2011 (Sektor Pertanian Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan) LUAS / HA NO
KOMODITI
1
Padi sawah
2
Palawija
3
TANAM
PRODUKTIVITAS & PRODUKSI
PANEN
Produktivitas (kwt) / kuartal
Produksi (ton) / kuartal
Bentuk Hasil
2.743
2.431
67,0
162.877
GKP
Jagung
630
515
95,1
4.897,65
Tongkol
Kedelai
12
8
16
12,8
Biji
Ubi Kayu
30
12
160
336
Ubi basah
Ubi Jalar
217
112
185,4
2.076,48
Ubi basah
Kacang Tanah
15
10
31
31
Talas
112
93
142,15
1.321,99
Bawang Daun
300
273
99
245,7
Daun
Kubis
25
20
220
440
Bunga
Wortel
260
241
135
3.253,5
Ubi basah
75
52
92
478,4
Buah segar
Cabe Rawit
30
22
38
83,6
Buah segar
Tomat
83
70
185
1295
Buah segar
Caisin
310
282
65
1.833
Daun
Kacang
5
5
40
20
Buah
8
6
80
48
Buah
Pisang
48.650
23.000
0,32
736
Buah
Alpukat
102
16,5
0,65
10,72
Buah
Nangka
12,2
7,2
0,5
0,36
Buah muda
1,5
1,5
100.000
1.500.000
1
1
5.000
5.000
Rumpun
Cengkeh
67
13
0,8
1,04
Bunga
Kelapa
42
21
100
840.000
Buah
Polong Ubi basah
Sayuran
Cabe
Merah
Keriting
Panjang Terung 4
Buah
–
buahan
5
Tanaman hias Krisan Aglonema
6
Bunga
Perkebunan
71
Lanjutan Tabel 21. LUAS / HA NO
KOMODITI
TANAM
PRODUKTIVITAS & PRODUKSI
PANEN
Produktivitas (kwt) / kuartal
Produksi (ton) /
Bentuk hasil
kuartal
Pala
60
15
115
1,72
Buah
Jahe
0,5
0,5
250
12,5
Rimpang
2
1
60
6
Kapulaga
Buah
Sumber : Data UPT PTTP HPK VII, 2011
4.3 Analisa Usahatani Analisa usahatani pada kajian ini menggunakan kelayakan sederhana dengan melibatkan beberapa faktor produksi yang terkait dengan pasokan bahan baku dan nilai produk pada kondisi rantai pasok kelompok tani Tunas Tani. Pada analisis kelayakan usahatani sayuran organik, batasan-batasan serta pengukuran variabel yang digunakan adalah : 1. Usahatani mencakup aktivitas kegiatan tani pada lahan skala 1.000 m2 yang terkait erat dengan komoditi hortikultura, khususnya sayuran organik dalam bentuk produk akhir dari Petani, yang akan menjadi input untuk usaha restoran maupun retail besar yang mengemas dan memasarkan produk sayuran organik. 2. Distribusi produk adalah proses sampainya hasil produksi dari Petani, kemudian pengumpul, atau bandar dan retail hingga terakhir sampai ke konsumen. Baik konsumen supermarket/swalayan maupun konsumen restoran dan hotel. 3. Biaya total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam produksi sayuran organik, dari benih/bibit menjadi produk sayuran siap jual. 4. Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak tergantung pada jumlah produksi produk sayuran organik. Biaya ini terdiri dari biaya penyusutan peralatan kerja dan bahan pendukung, atau biaya lainnya diluar biaya variabel
72
5. Biaya penyusutan adalah biaya yang disusutkan setiap tahun, dimana alat atau mesin semakin lama semakin turun kemampuan, serta efisiensinya. 6. Biaya produksi adalah biaya yang jumlah nilainya dipengaruhi oleh jumlah produk sayuran organik yang dihasilkan, seperti biaya input (benih), pupuk, pestisida nabati, bahan pendukung dan upah tenaga kerja. 7. Input utama adalah benih atau bibit sayuran organik yang akan ditanam/budidaya menjadi produk sayuran organik. 9. Tenaga kerja adalah para pekerja keluarga dan luar keluarga yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam proses produksi dinyatakan dalam orang/hari kerja. 10. Upah tenaga kerja adalah pengeluaran yang digunakan untuk membayar tenaga kerja dalam proses produksi (Rp/proses produksi) 11. Output adalah banyaknya hasil olahan yang diperoleh dalam satu kali proses produksi (kg) 12. Keuntungan adalah hasil yang didapat dari nilai tambah penerimaan dikurangi dengan sejumlah biaya produksi yang dikeluarkan (Rp). Berdasarkan pertimbangan analisa pasar produk sayuran organik, maka usahatani sayuran organik perlu pengembangan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasar yang diproyeksikan semakin meningkat. Pengembangan usaha dilakukan dengan menambah luasan lahan budidaya dan populasi sayuran organik agar dapat menghasilkan produk sayuran organik yang sesuai dengan permintaan pasar. Semakin besar jumlah produk yang dapat dijual berarti memperbesar peluang kemungkinan mendapatkan laba yang lebih banyak. Analisa kelayakan usahatani secara organik maupun konvensional dilakukan pada produk pilihan yaitu Bayam (Lampiran 8 dan 9), Caisim (Lampiran 10 dan 11), Wortel (Lampiran 12 dan 13), Tomat (Lampiran 14 dan 15) dan Lobak (Lampiran 16 dan 17). Kajian ini dilakukan untuk membandingkan nilai tambah komoditi sayuran organik dengan sayuran konvensional. Hasil perhitungan kelayakan sayuran organik dan konvensional secara ringkas disajikan pada Tabel 22. Skala usaha yang digunakan adalah 1.000 m2 lahan yang dimiliki oleh Petani dan diperhitungkan dengan sistem
73
sewa per musim tanam sesuai dengan jenis komoditinya. Harga ditingkat Petani berdasarkan survey dan penelitian di lapangan. Tabel 22. Perbandingan nilai keuntungan sayuran organik dan konvensional pada skala 1.000 m2 No
Komoditi Pilihan
Organik R/C BEP Ratio Produksi Harga (kg) (Rp) 2,33 373 2.741
Keuntungan (Rp) 662.500
Konvensional R/C BEP Ratio Produksi Harga (kg) (Rp) 1,36 613 1.838
1
Bayam
Keuntungan (Rp) 3.110.000
2
Caisim
3.930.000
2,61
489
1.918
1.070.000
1,55
965
1.287
3
Wortel
6.595.000
3,31
439
2.039
1.302.500
1,59
879
1.570
4
Tomat
17.215.000
3,61
732
3.136
4.822.500
2,15
1.393
1.393
5
Lobak
6.410.000
3,11
715
1.448
2.117.500
1,89
1.588
794
Berdasarkan metode penghitungan keuntungan, untuk sayuran organik lebih menguntungkan dibandingkan non organik/konvensional. Tetapi, Petani menghadapi risiko yang lebih besar untuk kasus penjualan di tingkat Supermarket dan hal ini tidak masuk dalam perhitungan Petani. Petani dihadapkan pada dua (2) risiko besar yaitu risiko produksi dan risiko pasar (marketing). Risiko produksi masuk ke dalam kalkulasi/perhitungan kelayakan, seperti kerusakan akibat iklim maupun serangan hama dan penyakit. Sedangkan risiko pasar, petani belum memiliki bargaining position
atau
kemampuan
untuk
negosiasi,
baik
di
tingkat
pemasok/pengumpul maupun Supermarket. Hal ini menyebabkan Petani dalam kondisi tertekan dan menerima kontrak maupun perjanjian yang sebenarnya merugikan Petani. Sayuran organik memiliki potensi alternatif bagi Petani dalam memberikan sumbangan dan kontribusi terhadap perekonomian Petani sehingga tetap harus dilestarikan dan ditingkatkan dalam segi mutu, produktivitas dan pasar. Sumbangan yang potensial ini, didukung dengan keikutsertaan peran perempuan, baik istri, anak, maupun saudara dalam keluarga Petani.
74
Dari analisis kelayakan usahatani sayuran organik dan konvensional pada Tabel 22 di atas, didapatkan nilai kriteria kelayakan usahatani berikut : 1.
R/C Ratio Perbandingan total revenue (penerimaan) dan cost (biaya) dapat ditentukan sebagai perbandingan nilai penerimaan ekuivalen terhadap nilai biaya ekuivalen. Berdasarkan analisis perhitungan R/C ratio terhadap usahatani Bayam, Caisim, Wortel, Tomat dan Lobak secara organik, masing-masing diperoleh nilai 2,33; 2,61; 3,31; 3,61 dan 3,11 (masing-masing lebih dari 1). Nilai R/C ratio lebih besar dari 1 menunjukan bahwa pengembangan usahatani sayuran organik layak untuk dilaksanakan dan menguntungkan. Pada pengembangan usahatani ini diperhitungkan pula terhadap risiko kerusakan. Kerusakan usahatani sayuran dapat disebabkan oleh faktor cuaca, iklim tidak menentu, maupun serangan hama penyakit tanaman dan kegagalan panen lainnya. Jika dibandingkan dengan usahatani konvensional, maka nilai R/C ratio untuk usahatani organik lebih besar. Nilai R/C ratio untuk usahatani konvensional pada produk Bayam, Caisim, Wortel, Tomat dan Lobak berturut-turut 1,36; 1,55; 1,59; 2,15 dan 1,89 (masingmasing lebih dari 1). Nilai ini menunjukkan usahatani pada komoditi pilihan tersebut secara konvensional pun layak untuk dikembangkan. Namun bila dibandingkan dengan sistem organik, masih kurang memberikan nilai tambah. Yang membedakan nilai tambah antara usahatani organik dan konvensional diantaranya adalah harga jual produk. Perbandingan harga jual produk ditingkat Petani untuk sayuran organik dan konvensional disajikan pada Tabel 23.
75
Tabel 23. Perbandingan harga sayuran organik dan konvensional pada komoditi pilihan di tingkat Petani No
Komoditi Pilihan
1
Bayam
Harga Jual di Tingkat Petani (Rp) Organik Konvensional 7,000 2,500
2
Caisim
5,000
1,800
3
Wortel
7,000
2,500
4
Tomat
10,000
3,000
5
Lobak
5,000
1,500
Usahatani
organik
memberikan
nilai
tambah
lebih
tinggi
dibandingkan dengan usahatani konvensional. Hal ini dapat dilihat dari keuntungan dan harga jual produk yang lebih tinggi pada sayuran organik. Sehingga usahatani organik layak untuk dikembangkan dengan berbasis
pada
Petani
dan
keluarganya,
untuk
meningkatkan
kesejahteraan keluarga tani.
2.
Break Event Point (BEP) Analisis titik impas (BEP) merupakan suatu gambaran kondisi produksi yang harus dicapai untuk melampaui titik impas. Proyek dikatakan impas jika jumlah hasil penjualan produknya pada suatu periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung, sehingga proyek tersebut tidak menderita kerugian tetapi juga tidak memperoleh laba. Berdasarkan analisis perhitungan BEP produk diketahui bahwa titik impas pengembangan usahatani sayuran organik pada Bayam, Caisim, Wortel, Tomat dan Lobak berturut-turut 373 kg, 489 kg, 439 kg, 732 kg dan 715 kg produk agar mencapai keseimbangan pada tingkat harga masing-masing Rp7.000, Rp5.000, Rp7.000, Rp10.000 dan Rp5.000. Nilai ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan usahatani
76
konvensional yang memiliki nilai BEP produksi untuk Bayam, Caisim, Wortel, Tomat dan Lobak berturut-turut 613 kg, 965 kg, 879 kg, 1.393 kg dan 1.588 kg pada tingkat harga masing-masing Rp2.500, Rp1.800, Rp2.500, Rp3.000 dan Rp1.500. Usahatani organik merupakan salah satu usaha masa depan yang diharapkan karena dengan luas lahan yang sama, meskipun produktivitasnya lebih sedikit tetapi memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan usahatani konvensional karena harga jual produknya lebih tinggi. 4.4
Analisis Lingkungan Usaha Analisis lingkungan usaha adalah proses awal dalam manajemen strategi
yang
bertujuan
untuk
memantau
lingkungan
perusahaan.
Lingkungan perusahaan mencakup semua faktor, baik yang berada di dalam, maupun di luar perusahaan. Secara garis besar analisis lingkungan usaha dapat dikategorikan ke dalam dua (2) bagian besar, yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal perusahaan 4.4.1 Identifikasi Faktor Internal Lingkungan internal adalah lingkungan yang berada dalam organisasi dan secara normal memiliki implikasi langsung pada aktivitas organisasi. Analisis faktor internal merupakan proses identifikasi terhadap faktor kekuatan dan kelemahan dari dalam perusahaan. Lingkungan internal dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan fungsional, yaitu analisis yang dilakukan pada masing-masing fungsi dalam kelompok tani dengan mengkaji manajemen, pemasaran, keuangan, kegiatan produksi dan operasi, seperti disajikan pada Tabel 24.
77
Tabel 24. Faktor internal strategi rantai pasok sayuran organik di Megamendung Faktor Internal
Kekuatan
Kelemahan
Manajemen
1. Hubungan baik yang terjalin antara ketua dengan anggota kelompok tani 2. Ada pendampingan dan pembinaan oleh PPL 3. Ada kesadaran untuk berkelompok
1. Kemampuan manajemen SDM masih rendah 2. Sulitnya mengajak ke budidaya sayuran organik 3. Sulitnya menembus pasar organik, sebab dibutuhkan persyaratan khusus dan prosedural sertifikasi organik yang tidak mudah dijangkau Petani 4. Mental Petani bila merugi sulit bangkit kembali
Pemasaran
1. Memiliki jaringan pasar dengan pengumpul/Bandar 2. Memiliki standar harga tinggi
Keuangan
1. Ketua kelompok memiliki skill yang cukup dalam pengelolaan keuangan dan penghimpunan dana
1. Harga sayuran organik hampir sama dengan harga sayuran semi organik. 2. Tidak semua kelompok memiliki kemitraan yang mendukung pasar sayuran organik 3. Kurangnya promosi sayuran organik 4. Harga ditingkat Petani tergantung mitra, maka harganya jauh lebih rendah 5. Produk Petani jika dijual ke pasar organik, reject/returnya masih tinggi hampir 50% tidak masuk kualifikasi grade mutu 1. Biaya produksi produk organik terlalu tinggi 2. Keterbatasan modal 3. Belum terbentuknya Koperasi organik di Megamendung
78
Lanjutan Tabel 24.
Faktor Internal
Kekuatan
Kelemahan
Produksi dan operasi
1. Sayuran yang diproduksi beraneka ragam. 2. Kondisi geografis mendukung 3. Pertanian ramah lingkungan (Prima III) 4. Sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi 5. Ketersediaan tenaga kerja 6. Ketersediaan sumber bahan pupuk kompos (limbah kotoran sapi)
1. Kebutuhan pupuk dan pestisida alami sangat tinggi. 2. Sertifikasi produk organik belum ada 3. Belum memiliki kemasan dan label organik. 4. Teknologi produksi masih sederhana 5. Pasokan benih belum menentu, masih ada beberapa yang dibuat sendiri oleh Petani tanpa ada kontrol genetik. 6. Volume dan kontinuitas produk belum stabil 7. Umumnya budidaya di lahan kering, sulitnya sumber air yang belum tercemar
Berdasarkan hasil identifikasi faktor internal di Megamendung, terdapat beberapa kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk menuju pertanian organik. Mengingat lahan yang terbatas dan sempit, maka dibutuhkan penggabungan antara Petani agar volume dan kontinuitas produk bisa mencapai target pasar. Untuk itu perlu adanya kesadaran untuk berusaha secara berkelompok dan memiliki koordinator, atau ketua kelompok yang dapat berfungsi dalam arah produksi anggotanya. Di Megamendung kesadaran untuk berkelompok sudah relatif bagus. Kelompok tani sebagai wadah belajar dan tempat untuk memperkuat kerjasama diantara para Petani memiliki peranan penting dalam menghadapi tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan, serta meningkatkan kesejahteraan Petani. Hal itu didukung pula oleh kehadiran petugas penyuluh lapangan (PPL) yang memiliki wilayah kerja dan pembinaan di daerah Megamendung. PPL secara intensif melakukan pertemuan dengan kelompok dan memberikan masukan serta mengevaluasi dinamika dan
79
kegiatan Poktan. Hubungan baik antara ketua dan anggota Poktan dapat mencapai skala ekonomi, baik kuantitas, mutu, maupun kontinuitas. Kekuatan lain yang dimiliki oleh Poktan adalah sayuran yang diproduksi beraneka ragam, sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi (Prima III), serta pertanian ramah lingkungan juga menjadi modal untuk menuju pertanian organik. Didukung oleh kondisi geogafis, ketersediaan tenaga kerja dan juga ketersediaan sumber pupuk kompos (limbah kotoran sapi). Beberapa hal yang menjadi kelemahan menuju pertanian organik di Megamendung antara lain adalah kemampuan SDM masih rendah, sulitnya mengajak ke budidaya sayuran organik walaupun keinginan Petani untuk budidaya organik sudah ada. Para Petani enggan untuk memproduksi sayuran organik karena harga sayuran yang diproduksi secara konvensional hampir sama dengan harga sayuran yang diproduksi secara organik. Meskipun kelompok tani memiliki pola tanam yang sudah baik, namun mutu, kuantitas dan kontinuitas produk masih belum terjaga. Kemudian sulitnya menembus pasar organik, sebab dibutuhkan persyaratan khusus dan prosedural sertifikasi organik yang tidak mudah dijangkau Petani di Megamendung. Lebih lanjut keterbatasan akses pasar juga merupakan kelemahan untuk mengembangkan pertanian organik. Tidak semua kelompok memiliki kemitraan yang mendukung pasar sayuran organik. Selain itu produk Petani jika dijual ke pasar organik, reject/returnya masih tinggi hampir 50% tidak masuk kualifikasi grade mutu. Sehingga banyak Petani yang mengeluhkan hal ini, akan dijual kemana sisanya, bila dijual ke pasar konvensional pasti harganya jatuh sementara cost produksinya tinggi. Mutu produk sayuran organik berawal pula dari benih yang ditanamnya. Sementara ini pasokan benih belum menentu, masih ada beberapa yang dibuat sendiri oleh Petani tanpa ada kontrol genetif. Kurangnya promosi, biaya produksi sayuran organik yang tinggi (terutama sertifikasi), keterbatasan modal, kebutuhan pupuk dan pestisida alami sangat tinggi, belum memiliki kemasan dan label organik, teknologi produksi masih sederhana juga merupakan bagian dari
80
kelemahan yang dihadapi oleh para Petani di Megamendung untuk mengembangkan pertanian organik.
4.4.2 Identifikasi Faktor Eksternal Identifikasi terhadap faktor-faktor eksternal menghasilkan rumusan mengenai peluang dan ancaman yang dihadapi. Rumusan peluang dan ancaman tersebut dapat dijadikan pertimbangan bagi pengembangan strategi rantai pasok produk sayuran organik di Megamendung. Aspek-aspek yang ditinjau antara lain ekonomi, sosial budaya, demografi, politik, pemerintah, hukum, teknologi dan kompetitif. Tabel 25 menunjukan faktor eksternal strategi rantai pasok produk sayuran organik di Megamendung. Tabel 25. Faktor eksternal strategi rantai pasok produk sayuran organik di Megamendung Faktor Eksternal
Peluang
Ancaman
Ekonomi
Harga jual lebih tinggi dari Belum adanya jaminan pada produk konvensional pasar untuk produk sayuran organik, Petani terancam kerugian
Sosial budaya, demogafi
1. Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat. 2. Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature. 3. Loyalitas konsumen organik tinggi. 4. Asosiasi pertanian organik 5. Penumbuhan kelompok tani di wilayah Megamendung
1. Serangan hama dan penyakit perusak tanaman. 2. Iklim dan cuaca yang tidak menentu memengaruhi hasil produksi 3. Beberapa Petani beralih ke usaha berkebun rumput untuk ternak sapi 4. Semakin tingginya alih fungsi lahan 5. Menurunnya kesuburan tanah (lahan) pertanian.
81
Lanjutan Tabel 25. Faktor Eksternal
Peluang
Ancaman
Politik, pemerintah, dan hukum
1. Kebijakan pemerintah mengenai progam “Go organik. 2. Dukungan pembinaan dari pemda 3. Sektor pertanian merupakan program unggulan.
1. Tarif ekspor sayuran tinggi 2. Politik dagang pengusaha organik/pesaing
Teknologi
1. Kemajuan teknologi informasi dan pengolahan pangan. 2. Pembinaan oleh PPL mengenai teknologi budidaya dan dinamika kelompok
1. Akses Petani terhadap data dan informasi agribisnis belum optimal.
Kompetitif
1. Sistem kontrak (kuota permintaan)
1. Konsinyasi harga dari para agen tengkulak 2. Munculnya pengusaha luar yang bermodal dan memonopoli pasar
Selama ini sayuran yang diproduksi di Megamendung masih berada pada tahap Prima-III (sayuran aman dikonsumsi) dan profit yang didapatkan masih dapat menutupi biaya produksi. Pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat, perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature, loyalitas konsumen organik tinggi, adanya asosiasi pertanian organik, kebijakan pemerintah mengenai progam “Go organik”, kemajuan teknologi informasi pengolahan pangan, pembinaan teknologi dan dinamika kelompok oleh PPL, penumbuhan kelompok tani dan sistem kontrak (kuota permintaan)
akan mendorong peningkatan
permintaan sayuran organik. Dalam hal ini bila permintaan sayuran organik tinggi, kemudian diikuti oleh biaya produksi yang efisien, serta harga jual
82
yang tinggi akan memberikan nilai tambah dan peningkatan kesejahteraan para Petani. Berdasarkan identifikasi faktor eksternal, terdapat beberapa ancaman untuk menuju pertanian organik di Megamendung, diantaranya serangan hama dan penyakit perusak tanaman, iklim dan cuaca yang tidak menentu, tarif ekspor sayuran tinggi, serta konsinyasi harga dari para agen, atau tengkulak, munculnya pengusaha bermodal yang menguasai dan monopoli pasar.
4.4.3 Analisis Matriks IFE Berdasarkan hasil analisis faktor internal, maka selanjutnya akan diidentifikasi beberapa hal yang menjadi kekuatan dan kelemahan kelompok tani. Setelah faktor-faktor strategi internal kelompok tani yang meliputi kekuatan dan kelemahan, maka dilakukan pengisian kuesioner. Penetapan bobot dan rating melibatkan beberapa pihak antara lain : 1. Ketua Kelompok Tani “Harapan Kita” 2. Ketua Kelompok Tani “Taruna Tani” 3. Manager Produksi “CV. Sirna Galih Abadi Jaya” 4. Ketua Kelompok Tani ”Tunas Tani’ 5. Ketua Kelompok Tani ”Mekar Jaya” 6. Asisten Manajer PT. Lion Superindo cabang Cikaret selaku retail sayuran organik 7. Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Kabupaten Bogor 8. Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Bogor Proses pembobotan IFE dapat dilihat pada Lampiran 18. Berdasarkan penilaian responden terhadap faktor kunci internal strategi pengembangan rantai pasok produksi sayuran organik di Megamendung, total skor rataan IFE 2,448, secara rinci disajikan pada Tabel 26. Hal ini dapat diartikan kemampuan kelompok tani untuk memanfaatkan kekuatan yang ada dan mengatasi kelemahan tergolong rataan.
83
Tabel 26. Analisis matriks IFE Faktor - Faktor Internal
Bobot
Rating
Kekuatan A Penjadwalan musim tanam dan panen
(a)
(b)
Nilai Tertimbang (a x b)
0,084
3,6
0,303
B
Dinamika kelompok tani
0,061
3,9
0,237
C
Produk diminati konsumen (ramah lingkungan)
0,074
3,6
0,266
D
Ketersediaan bahan baku pupuk
0,067
3,8
0,254
E
Lokasi geografi menunjang
0,078
3,7
0,290
F
Sudah menerapkan Just In Time (JIT) dan penjadwalan pengiriman
0,070
3,9
0,271
Kelemahan G Kemampuan manajerial Petani rendah
0,064
1,2
0,077
H
Sulitnya akses sertifikasi organik
0,058
1,4
0,082
I
Harga tergantung pengumpul, atau mitra
0,060
1,3
0,078
J
Biaya perawatan tanaman tinggi
0,060
1,4
0,085
K
Keterbatasan modal, sulit mengakses kredit
0,066
1,4
0,092
L
Mutu produk Petani rendah (retur 50%)
0,058
1,4
0,081
M
Arus keuangan/pembayaran tertunda
0,062
1,4
0,086
N
Fasilitas penelitian/demplot Petani kurang memadai
0,060
1,2
0,073
O
Pasokan dan teknologi produksi benih bermutu masih rendah
0,062
1,5
0,093
Kapasitas dan kontinuitas produk belum stabil
0,063
1,3
0,082
P
2,448
Total
1,000
Pada Tabel 26, hasil perhitungan matriks IFE terlihat bahwa penjadwalan musim tanam dan panen (skor 0,303) merupakan kekuatan utama dalam strategi produksi sayuran organik di Megamendung. Dengan demikian, sistem produksi sayuran yang aman dikonsumsi dapat menjadi langkah utama menuju pertanian organik murni. Lokasi geografi yang mendukung menempati posisi kedua dengan jumlah skor 0,290. Sudah menerapkan Just In Time (JIT) dan penjadwalan pengiriman adalah faktor ketiga dalam kekuatan internal dengan jumlah skor 0,271. Kemudian produk
84
diminati konsumen (ramah lingkungan) (skor 0,266), ketersediaan bahan baku pupuk (skor 0,254), Dinamika kelompok tani (skor 0,237) menambah kekuatan yang dimiliki kelompok tani. Kelemahan utama dari sistem pertanian organik adalah Pasokan dan teknologi produksi benih bermutu masih rendah (skor 0,093). Kelemahan ini didukung oleh Keterbatasan modal, sulit mengakses kredit (skor 0,092). Faktor lain yang menjadi kelemahan adalah Arus keuangan/pembayaran tertunda (skor 0,086), Biaya perawatan tanaman tinggi (skor 0,085), Sulitnya akses sertifikasi organik (0,082), Kapasitas dan kontinuitas produk belum stabil (0,082), Mutu produk Petani rendah (retur 50%) (0,081), Harga tergantung pengumpul atau mitra (0,078), Kemampuan manajerial Petani rendah (0,077) dan Fasilitas riset/demplot Petani kurang memadai (0,073).
4.4.4 Analisis Matriks EFE Matriks EFE berisi peluang dan ancaman yang dihadapi oleh kelompok tani. Pemberian bobot pada matriks EFE sama seperti pemberian bobot pada matriks IFE. Proses pembobotan pada matriks EFE ini dapat dilihat pada Lampiran 19 . Berdasarkan penilaian responden terhadap faktor kunci eksternal strategi produksi sayuran organik di Megamendung, total skor rataan EFE 2,720 (Tabel 27). Hal ini dapat diartikan kemampuan kelompok tani untuk memanfaatkan peluang-peluang yang ada dan mengatasi ancaman-ancaman yang dihadapi oleh Poktan tergolong rataan.
85
Tabel 27. Analisis matriks EFE Bobot
Rating
(a)
(b)
Nilai Tertimbang (a x b)
Lapangan (PPL)
0,079
3,4
0,267
B
Kuota permintaan belum semua terpenuhi
0,084
3,5
0,294
C
Peningkatan jumlah penduduk dan kesejahteraan
0,078
3,3
0,258
D
Rintisan pasar sayuran higienis
0,081
3,3
0,269
E
Tingkat harga bersaing
0,075
3,1
0,232
F
Pembinaan teknologi produksi pestisida nabati
0,077
3,2
0,247
G
Kebijakan pemerintah mengenai program “Go organik 2010”
0,088
3,3
0,290
Loyalitas konsumen organik yang tinggi
0,082
3,4
0,278
0,096
1,6
0,154
Faktor- Faktor Eksternal Peluang Dukungan dan pembinaan Petugas Penyuluh A
H
Ancaman I Perubahan iklim/cuaca J
Alih fungsi lahan
0,100
2
0,200
K
Serangan hama penyakit tanaman
0,083
1,6
0,132
L
Monopoli oleh pengusaha besar
0,083
1,2
0,100
Total
1,000
2,720
Pada Tabel 27, terlihat bahwa Kuota permintaan belum semua terpenuhi (skor 0,294) merupakan peluang utama untuk produksi sayuran organik di Megamendung. Kemudian kemajuan Kebijakan pemerintah mengenai program “Go organik 2010” (skor 0,290), Loyalitas konsumen organik yang tinggi (skor 0,278), Rintisan pasar sayuran higienis (skor 0,269), Dukungan dan pembinaan PPL (skor 0,267), Peningkatan jumlah penduduk dan kesejahteraan (skor 0,258), Pembinaan teknologi produksi pestisida nabati (skor 0,247) dan Tingkat harga bersaing (skor 0,232) adalah peluang-peluang untuk menuju pertanian organik di Megamendung. Ancaman utama yang dihadapi dalam produksi sayuran organik di Megamendung antara lain adalah Alih fungsi lahan (skor 0,20). Selain itu Perubahan iklim/cuaca (skor 0,154), Serangan hama penyakit tanaman (skor
86
0,132) dan Monopoli oleh pengusaha besar (skor 0,100) merupakan ancaman lain yang menghambat pertanian organik di Megamendung. Matriks IE Dari hasil evaluasi dan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, maka akan lebih dipertajam dengan analisis internal dan eksternal yang menghasilkan matriks Internal-External (IE). Kegunaan matriks IE adalah untuk mengetahui posisi kelompok tani saat ini. Informasi spesifik tentang lingkungan internal, maupun eksternal perusahaan mengacu pada satu cara untuk mendapatkan suatu kemampuan strategi antara peluang eksternal dan kekuatan internal. Pemetaan posisi perusahaan sangat penting bagi pemilihan alternatif strategi dalam menghadapi persaingan dan perubahan yang terjadi. Dengan nilai matriks IFE 2,448, artinya faktor internal berada pada posisi rataan. Sedangkan total nilai tertimbang pada matriks EFE adalah 2,720 memperlihatkan respon yang diberikan oleh kelompok tani terhadap lingkungan eksternal tergolong rataan. Posisi kelompok tani di Megamendung berada pada Kuadran V (hold and maintain) yaitu memiliki kemampuan internal dan eksternal rataan. Poktan yang masuk ke dalam kuadran ini sebaiknya dikelola dengan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Gambar 13 menunjukan hasil analisis matriks IE kelompok tani di Megamendung. Total Nilai IFE Diberi Bobot Kuat
Rataan
Lemah
3,0 – 4,0
2,0 – 2,99
1,0 – 1,99
3,0
4,0
2,448
2,0
1,0
Tinggi 3,0 – 4,0 Diberi Bobot
Total Nilai EFE
4.5
3,0
Menengah 2,0 – 2,99
(II)
(III)
2,720 2,0
Rendah 1,0 – 1,99
(I)
1,0
(IV)
(V)
(VI)
(VII)
(VIII)
(IX)
Gambar 13. Analisis matriks IE kelompok tani di Megamendung
87
Berdasarkan pemetaan matriks IE, Poktan di Megamendung masuk ke dalam sel Kuadran V, yang merupakan strategi hold and maintain, tetapi nilai tersebut adalah berdasarkan pada penghitungan. Tingkat sensitivitas dari metode ini belum diperhitungkan, sehingga belum diketahui apakah posisi Poktan seperti keadaan yang sebenarnya. Pada strategi Kuadran V tersebut, selain mempertahankan dan memelihara, kondisi Poktan di lapangan masih memerlukan pengembangan pasar dan peningkatan mutu maupun produktivitas dari sayuran organik yang dikembangkan.
4.6
Analisis Matriks SWOT Analisis menggunakan matriks SWOT adalah identifikasi sistematis atas kondisi internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan, serta lingkungan eksternal yang menjadi peluang dan ancaman yang dihadapi kelompok tani. Tujuan dari tahap pencocokan (matriks SWOT) adalah untuk menghasilkan alternatif strategi yang layak, bukan untuk memilih strategi mana yang terbaik. Tidak semua alternatif strategi yang dikembangkan dalam matriks SWOT akan dipilih dan diimplementasikan. Dengan analisa ini diharapkan Poktan dapat menyusun strategi bersaing berdasarkan kombinasi antara faktor- faktor internal dan eksternal yang telah disajikan dalam matriks IFE dan EFE, sehingga pada akhirnya didapatkan strategi yang sesuai berdasarkan posisi dan kondisi kelompok tani. Strategi ini terdiri dari strategi SO, strategi ST, strategi WO dan strategi WT. Hasil analisis matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 28.
88
Tabel 28. Analisis matriks SWOT kelompok tani di Megamendung
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Peluang (Opportunities–O) 1. Dukungan dan pembinaan PPL 2. Kuota permintaan belum semua terpenuhi 3. Peningkatan jumlah penduduk dan kesejahteraan 4. Rintisan pasar sayuran higienis 5. Tingkat harga bersaing 6. Pembinaan teknologi produksi pestisida nabati 7. Kebijakan pemerintah mengenai program “Go organik 2010” 8. Loyalitas konsumen organik tinggi Ancaman (Threats–T) 1. Perubahan iklim/cuaca 2. Alih fungsi lahan 3. Serangan hama penyakit tanaman 4. Monopoli oleh pengusaha besar
Kekuatan (Strengths–S)
Kelemahan (Weakness–W)
1. Penjadwalan musim tanam dan panen 2. Dinamika kelompok tani 3. Produk diminati konsumen (ramah lingkungan) 4. Ketersediaan bahan baku pupuk 5. Lokasi geografi menunjang 6. Sudah menerapkan JIT dan penjadwalan pengiriman
1. 2. 3.
Kemampuan manajerial Petani rendah Sulitnya akses sertifikasi organik Harga tergantung pengumpul, atau mitra 4. Biaya perawatan tanaman tinggi 5. Keterbatasan modal, sulit mengakses kredit 6. Mutu produk Petani rendah (retur 50%) 7. Arus keuangan/pembayaran tertunda 8. Fasilitas riset/demplot Petani kurang memadai 9. Pasokan dan teknologi produksi benih bermutu masih rendah 10. Kapasitas dan kontinuitas produk belum stabil
Strategi S–O 1. Inovasi kelembagaan dan restrukturisasi jaringan rantai pasok (S2, O1, O2, O7) 2. Peningkatan efektivitas rantai pasok untuk pasar terstruktur melalui Sub Terminal Agribisnis (STA) (S1, O4, O8) 3. Pengembangan produk sayuran organik berorientasi pasar (S3, O2, O4, O8)
Strategi W–O 1.
Melakukan perencanaan bersama anggota kelompok dan pasar/mitra pengumpul (W1, W8, O1, O6) 2. Memperbaiki dan meningkatkan efektifitas budidaya dengan mengurangi limbah (W4, W6, O1) 3. Membangun kemampuan dan keahlian Petani/pemasok melalui pelatihan dan penggunaan metode perbaikan berkesinambungan yang tepat (W9, W10, O1, O6)
Strategi S–T 1. Penguatan fungsi mata rantai kelembagaan Poktan melalui pembentukan koperasi sayur organik (S2, S3, S6, T4) 2. Perencanaan pola tanam yang lebih baik untuk menghadapi iklim dan cuaca tidak menentu. (S1, S5, T1) 3. Pemetaan lokasi tanam yang strategik (S5, T2)
Strategi W–T 1.
2. 3.
Menyusun SOP produksi benih dan budidaya sayuran organik, serta menerapkan SL-PHT untuk meningkatkan mutu (W6, W9, T3) Memperluas akses pasar produk sayur organik. (W3, W7, T4) Mengembangkan kemitraan dengan pasar Swalayan, menuju standar mutu di pasar terdiversifikasi (W2, W5, T4)
89
1.
Strategi S–O (Strengths–Opportunities) Strategi S–O adalah strategi yang menggunakan kekuatan internal perusahaan dengan memanfaatkan
peluang eksternal. Inovasi
kelembagaan dan restrukturisasi jaringan rantai pasok di Megamendung perlu dilakukan untuk mendukung tercapainya kuota permintaan terhadap produk sayuran organik. Tersebarluasnya pasar dan jaringan rantai pemasaran dapat mendukung program pemerintah “Go Organik”. Selama ini produk dan pasar sayuran organik di Megamendung masih belum stabil. Hal ini disebabkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produk masih belum optimal. Ketidakstabilan mutu, kuantitas dan kontinuitas membuat pelaku pasar enggan untuk membina kontrak kerjasama dengan para Petani. Dalam pertanian organik, yang menjadi perhatian utama adalah proses, yaitu bahan-bahan yang digunakan harus bebas dari kontaminasi bahan kimia. Kemudian pola tanam yang terencana dan teratur diperlukan untuk menjaga kuantitas pasokan permintaan konsumen. Ketersediaan produk secara kontinyu akan membuat konsumen semakin loyal demi meningkatkan mutu hidup. 2.
Strategi W–O (Weakness–Opportunities) Strategi W–O merupakan strategi yang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal. Strategi yang diusulkan untuk produksi dan rantai pasok sayuran organik di Megamendung adalah : a. Melakukan perencanaan bersama anggota kelompok dan pasar/mitra pengumpul. b. Memperbaiki dan meningkatkan efektifitas budidaya dengan mengurangi limbah c. Membangun kemampuan dan keahlian Petani/pemasok melalui pelatihan dan penggunaan metode perbaikan berkesinambungan yang tepat
90
3.
Strategi S–T (Strengths–Threats) Strategi S-T merupakan strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk meminimalisasi ancaman eksternal. Penguatan mata rantai melalui kelembagaan Petani dan perencanaan pola tanam yang lebih baik untuk menghadapi iklim dan cuaca yang tidak menentu, merupakan strategi yang dapat dikembangkan. Pola tanam adalah usaha yang dilakukan dengan melaksanakan penanaman pada sebidang lahan dengan mengatur susunan tata letak dari tanaman dan tata urutan tanaman selama periode tertentu, termasuk masa pengolahan tanah. Penerapan pola tanam harus dilaksanakan dengan sistem yang benar dan sesuai dengan kondisi lahan yang akan dijadikan sebagai media tanam. Pola tanam yang baik dapat menyediakan produk sesuai dengan kebutuhan atau permintaan dari konsumen. Strategi lain yang dapat dilakukan oleh kelompok tani di Megamendung yaitu membangun dan memperkuat daerah pemasaran yang sudah ada. Keberadaan pasar mempunyai fungsi yang sangat penting.
Bagi
mempermudah
kelompok proses
tani,
pasar
penyaluran
menjadi
produk
tempat
kepada
untuk
konsumen.
Memanfaatkan pasar yang sudah ada dapat dijadikan sebagai peluang, mengingat
daerah pemasaran
produk sayuran
organik
di
Megamendung saat ini masih terbatas. Saat ini pasar yang paling dekat dan paling mudah diakses oleh kelompok tani
untuk memasarkan
sayuran organik adalah PT. Agato dan CV. Sirna Galih Abadi Jaya. 4.
Strategi W–T (Weakness–Threats) Strategi W-T adalah taktik defensif yang diarahkan pada pengurangan kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. Strategi yang dapat diterapkan oleh kelompok tani adalah melakukan riset pasar untuk memantau perkembangan pemasaran produk, harga dan tingkat persaingan. Memperkenalkan dan menginformasikan produk sayuran organik perlu dilakukan untuk menarik minat konsumen. Promosi dapat dapat dilakukan dengan berbagai cara antara
91
lain melalui pameran, iklan media massa maupun cetak, menyebarkan brosur, dan sebagainya. Strategi lain yang dapat dilakukan oleh Poktan adalah memperluas akses pasar produk sayuran organik. Selama ini akses pasar merupakan salah satu kelemahan yang dihadapi oleh para Petani, maupun Poktan di Megamendung. Kelompok tani di Megamendung belum memiliki informasi yang lengkap, atau rinci terkait pasar yang akan ditembus bila memasarkan produk. Padahal kemampuan mengakses pasar merupakan salah satu kunci pokok dalam bersaing. Kemudian posisi produsen (Petani) perlu diperkuat agar memiliki daya tawar, serta akses konsumen ke Petani diperluas, agar rantai distribusi lebih efisien. Ketidakstabilan harga merupakan ancaman bagi para Petani untuk memasarkan produknya. Mengingat harga merupakan unsur yang sangat sensitif bagi Petani, maka dibutuhkan akses pasar yang lebih luas. Dengan demikian perluasan akses pasar akan memberi nilai tambah bagi Petani, terutama dalam menghadapi persaingan harga dan memudahkan konsumen untuk mendapatkan produk. 4.7
Tahap Keputusan Matriks QSPM Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) merupakan teknik yang secara obyektif dapat menetapkan strategi alternatif yang harus diprioritaskan. Dalam pengembangan QSPM, dibuat daftar kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang, serta nilai bobot rataan sesuai matriks IFE dan EFE. Nilai Attractiveness Score (AS) menunjukan daya tarik dari masing-masing strategi terhadap faktor kunci internal dan eksternal perusahaan. Penentuan nilai AS diperoleh melalui kuesioner yang ditujukan kepada Kasi Perlindungan Tanaman Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil penilaian QSPM, maka diperoleh urutan dari nilai TAS paling tinggi hingga paling rendah. Dari hasil analisis QSPM (Lampiran 20) diperoleh prioritas strategi, yaitu peningkatan efektivitas rantai pasok untuk pasar terstruktur melalui Sub Terminal Agribisnis (STA)
92
(skor 5.448). Kemampuan mengakses pasar merupakan salah satu kunci pokok dalam bersaing. Ketersediaan pasar dan saluran distribusi produk juga sangat dibutuhkan untuk menyampaikan produk sayuran organik kepada konsumen. Kemudian posisi produsen (Petani maupun kelompok tani) perlu diperkuat agar memiliki daya tawar dan akses konsumen ke Petani diperluas agar rantai distribusi lebih efisien. Dengan demikian ketersediaan produk akan berdampak positif pada loyalitas konsumen. Seluruh alternatif strategi tersebut dapat diperingkat sebagai berikut : 1. Peningkatan efektivitas rantai pasok untuk pasar terstruktur melalui Sub Terminal Agribisnis (5,448) 2. Perencanaan pola tanam yang lebih baik untuk menghadapi iklim dan cuaca tidak menentu (5,429) 3. Memperbaiki
dan
meningkatkan
efektifitas
budidaya
dengan
mengurangi limbah (5,369) 4. Memperluas akses pasar produk sayur organik (5,368) 5. Menyusun SOP produksi benih dan budidaya sayuran organik, serta menerapkan SL-PHT untuk meningkatkan mutu (5,318) 6. Melakukan perencanaan bersama anggota kelompok dan pasar/mitra pengumpul (5,315) 7. Penguatan fungsi mata rantai kelembagaan kelompok tani melalui pembentukan koperasi sayur organik (5,271) 8. Membangun kemampuan dan keahlian Petani/pemasok melalui pelatihan dan penggunaan metode perbaikan berkesinambungan yang tepat (5,246) 9. Inovasi kelembagaan dan restrukturisasi jaringan rantai pasok (5,226) Dari berbagai alternatif strategi, ditarik secara keseluruhan bahwa pengembangan rantai pasok sayuran organik di Megamendung tidak terlepas dari usaha produksi, atau budidaya dan jaminan pasar bagi Petani. Strategi produksi yang baik diperlukan agar dapat mengetahui titi mangsa, atau waktu yang tepat dalam perencanaan pola tanam. Selain itu, dalam mengatasi ancaman alih fungsi lahan diupayakan pemetaan lokasi produksi yang tepat, sehingga kelangsungan siklus usahatani sayuran organik dapat terpelihara dengan baik. Stategi pasar diperlukan dalam pengembangan
93
rantai pasok, dimana bandar/pengumpul berkepentingan menyalurkan kembali produk sayuran organik kepada retailer/swalayan dan restoran.
4.8 Analisis Kondisi Rantai Pasok di Megamendung Di dalam perencanaan rantai pasok tidak terlepas dari informasi pasar, yang merupakan salah satu kebutuhan penting yang dirasakan oleh Petani. Jenis informasi pasar yang dibutuhkan dapat mencakup : 1. Waktu pemasaran yang tepat agar memperoleh harga yang memadai 2. Jumlah yang tepat sesuai kebutuhan permintaan/pasar 3. Mutu sesuai permintaan pasar/konsumen Pada Petani yang menjalin kemitraan usaha dalam pemasaran hasilnya, terdapat beberapa informasi yang dibutuhkan antara lain jumlah produk yang diperkirakan dapat diserap pasar, waktu yang tepat untuk pengiriman barang dan kemasan merupakan kebutuhan informasi yang perlu diupayakan setiap saat. Pada Petani di luar pola kemitraan, dimana tujuan pemasaran hasil lainnya umumnya ke pasaran luas (terutama pasar tradisional), maka informasi waktu dan jumlah yang dipasarkan merupakan hal yang diketahui secara baik. Pada pedagang pemasok, informasi mutu produk sayuran organik yang dibutuhkan misalnya besar diameter produk untuk Wortel, Lobak, Tomat dan persyaratan lainnya tergantung kebutuhan pemasok. Sumber informasi yang diperoleh Petani dalam hal tujuan pemasaran, sebagian besar diperoleh dari perusahaan mitra dan para pedagang. Selanjutnya penggunaan informasi pasar tersebut digunakan baik sepenuhnya untuk pengelolaan usahataninya maupun hanya untuk sebagian kegiatan usahataninya. Model rantai pasok pada komunitas kelompok tani Tunas Tani diperlihatkan pada Gambar 14. Input diperoleh dari Toko Obat untuk pasokan benih sayuran organik yang tidak diproduksi oleh Petani, sedangkan untuk komoditas Bayam, sawi, jagung, buncis, Wortel, kacang tanah, kacang edamame dan terong, diproduksi sendiri oleh Petani dengan pembinaan dari PPL.
94
Produsen bibit/benih, pupuk (anggota Petani lain dalam satu Poktan)
Poktan pembudidaya Sayuran organik
Pasar Tradisional
Konsumen
Pengumpul (Ibu Sisca)
Restoran Jepang dan Korea
Swalayan
Outlet Sayuran Organik (Milik Ibu Sisca)
Konsumen
Gambar 14. Model rantai pasok pada Poktan Tunas Tani Proses pengendalian mutu di tingkat Petani terbatas sampai dengan penyortiran. Untuk produk tertentu, sisa dari proses ini dijual ke pasar tradisional dengan melepaskan identitas organiknya, dan ini sangat merugikan Petani. Sebab bila tidak dijual ke pasar tradisional, Petani belum memiliki lembaga ataupun wadah khusus yang dapat menampung produk-produk organik yang sisa dari pensortiran tersebut. Selain produk sisa, biasanya ekses produk karena panen melebihi dari permintaan pengumpul, namun hanya pada produk-produk tertentu saja. Misalnya Wortel, Tomat dan Cabe Merah Keriting. Pada model ini, Petani berperan sebagai produsen utama sayuran organik dengan komoditas seperti pada Tabel 29.
95
Tabel 29. Permintaan dan harga rataan komoditas sayuran organik produksi Poktan Tunas Tani, Megamendung No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Komoditas Tomat Cabe Merah Keriting Bayam Kangkung Wortel Jagung Manis Jagung Sayur Daun Bawang Kacang Tanah Caisim Pak Choy Slada Cost Slada Keriting Lobak Total
Permintaan/Minggu (Kg) 20 20 10 10 50 50 10 3 20 10-15 10-15 5 5 35 203-213
Harga (Rp) 5.000-6.000 20.000-25.000 7.000 6.000 6.000-7.000 4.000 6.000 6.000 7.000 4.000 4.000 10.000 6.000 3000
Mekanisme transaksi penjualan produk ke pengumpul adalah dibayarkan dalam tempo dua (2) minggu setelah pengambilan. Pengumpul dalam hal ini Ibu Sisca akan akan datang langsung ke lokasi dengan membawa mobil kontainer. Produk diangkut dalam bentuk curah. Dari pihak pengumpul akan memberikan informasi produk-produk yang diminta beserta harga yang sesuai. Keputusan diambil melalui mekanisme musyawarah bersama Poktan Tunas Tani, termasuk jadwal tanam masing-masing anggota Poktan. Poktan diketuai oleh Hj Dede Supria selaku koordinator musim tanam. Anggota Poktan yang tergabung ada 25 orang, bergerak di bidang sayuran organik berjumlah 9 orang termasuk Ketua, terdiri dari Hj Dede, Karno, Ilyas, Makhil, Dana, Jaja, Djumani, Sholah dan Ucok. Sedangkan yang lainnya bergerak di bidang peternakan, perikanan dan perkebunan. Anggota kelompok yang bergerak di bidang peternakan ini, memasok bahan baku pupuk kandang kepada anggota lain yang bergerak di bidang sayuran organik. Jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan di kebun ada sebelas (11) orang terdiri dari enam (6) orang wanita dan lima (5) orang pria, di luar keluarga. Pola budidaya yang paling banyak diusahakan adalah polikultur, atau tumpangsari.
96
4.8.1 Struktur Rantai Pasokan Struktur rantai pasok sayuran dataran tinggi di Indonesia memiliki karakteristik rantai yang berbeda-beda. Struktur rantai terdiri dari anggota rantai pasokan, aktivitas rantai pasokan dan pola aliran rantai pasokan. a. Anggota Rantai Pasok Anggota rantai pasok yang menjelaskan aliran komoditas mulai dari hulu sampai hilir dijelaskan pada Tabel 30. Tabel 30. Anggota Rantai Pasok Produk Sayuran Organik di Megamendung Tingkatan Produsen
Anggota Petani luar Petani inti dan plasma Petani yang tergabung dalam Poktan
Proses Budidaya Pembelian Pengemasan Distribusi Penjualan
Aktivitas Melakukan pembelian bibit, kotoran hewan, pengolahan pupuk kompos, penanaman, perawatan, pemanenan. Petani inti melakukan distribusi sayuran organik, Petani plasma menjual kepada Petani inti sedangkan Petani luar melakukan penjualan ke bandar. Petani anggota dalam satu kelompok menjual kepada Ketua sebagai koordinator penjualan dan distribusi, atau Koperasi bila sudah terbentuk
Pengolah Hulu
Pengumpul/ bandar Pemilik outlet/toko (Fresh Market) Eksportir
Pembelian Sortasi Pengemasan Pengangkutan Penyimpanan Penjualan
Melakukan pembelian Sayuran organik dari Koperasi, atau Poktan , selanjutnya disortasi oleh pemilik outlet/toko dan pengumpul yang lebih besar. Kemudian setelah dikemas dijual ke pengolah hilir, atau didistribusikan ke perusahaan agro penghasil sayuran organik yang kapasitasnya lebih besar dan memiliki jaringan pasar lebih luas
97
Lanjutan Tabel 30. Tingkatan Pengolah Hilir
Anggota Pemasok Supermarket Pedagang pasar Perusahaan agro Eksportir
Proses Pembelian Sortasi Pengolahan Penyimpanan Penjualan
Ritel
Supermarket/ Hypermarket/ Swalayan yang membuka gerai sayuran organik Pasar tradisional Fresh Market Restoran Masyarakat umum
Pembelian Melakukan pembelian dari Penyimpanan distributor/perusahaan Penjualan agro/eksportir untuk selanjutnya penjualan ke konsumen (end user)
Restoran Tamu/pelanggan
Pembelian
Konsumen
Konsumen pelanggan restoran
Pembelian
Aktivitas Produk sayuran organik yang telah dikemas, ditimbang selanjutnya didistribusikan untuk dipasarkan ke ritel. Didistribusikan sebagai pasokan bahan baku untuk diproduksi menjadi sajian di restoran (Restoran Korea, Jepang, Taiwan).
Melakukan pembelian Produk sayuran organik dari distributor, ritel, supermarket dan eksportir untuk diolah menjadi sajian pilihan menu makanan restoran dan bagi masyarakat umum langsung dikonsumsi/dimasak untuk dinikmati Melakukan pembelian dan menikmati hidangan menu berbahan produk sayuran organik
b. Entitas Rantai Pasokan Entitas rantai pasokan menggambarkan unsur-unsur di dalam rantai pasokan. Unsur-unsur ditinjau dari produk, pasar, stakeholder rantai pasokan dan situasi persaingan. Produk sayuran organik memiliki banyak jenis dan macam sayuran, baik sayuran daun, bunga maupun sayuran buah. Yang membedakan produk sayuran organik berdasarkan mutu dan keseragaman produk. Entitas rantai pasokan terdiri dari produk, pasar, stakeholder. Penjelasan masing-masing entitas rantai pasokan berikut :
98
1. Produk Produk sayuran organik di Megamendung, khususnya di Poktan Tunas Tani diklasifikasikan berdasarkan mutunya menjadi dua (2), yaitu A dan B dicantumkan
dalam
Tabel
31.
Mutu
A
ditujukan
untuk
supermarket/hypermarket/swalayan dan toko yang menjual gerai produk organik, serta mutu B ditujukan untuk restoran. Tabel 31. Standar mutu produk Sayuran Organik untuk beberapa produk pilihan Standar Wortel Ukuran Warna Tekstur Tomat Ukuran Warna Tekstur Caisim Ukuran Warna Tekstur Lobak Ukuran Warna Tekstur Bayam Ukuran Warna
Tekstur
Mutu A
Mutu B
25-30 cm Cerah kemerah-merahan Halus
10-15 cm Ada warna hijau afkir Belah, bercabang
8-10 biji /kg Merah cerah Tidak ada belah, bentuk bagus, tidak busuk
14-15 biji/kg Agak kehitaman Agak belah/retak, gepeng, ada bercak
30-35 cm Warna hijau tua cerah, tidak banyak berlubang
20-25 cm Ada bercak kekuningan Daun banyak berlubang
20-25 cm Putih Halus
10-15 cm Ada warna kehijauan Halus
30-35 cm Hijau cerah, tidak ada bintik hitam dan kuning
20-25 cm Terdapat warna kekuningan dan bintik hitam Banyak berlubang
Sedikit berlubang
2. Pasar Pasar terdiri dari Restoran dan pasar modern/supermarket/swalayan yang membuka gerai produk sayuran organik. Restoran merupakan restoran tertentu saja, seperti restoran Taiwan, restoran Jepang dan restoran Korea yang ada di Jakarta. Sebelum sampai kepada pasar utama tersebut, sebelumnya melibatkan
99
pengumpul/bandar yang akan menghubungkan produk sehingga sampai ke tujuan utama hingga kepada konsumen. 3. Stakeholder i. Petani/ Poktan Poktan merupakan gabungan dari beberapa Petani dalam suatu hamparan yang memiliki kesamaan dalam usahatani, dalam hal ini usahatani sayuran organik dan saling bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama, mencari solusi atas beberapa permasalahan secara bersama pula. Salah satu Poktan yang bergerak di bidang sayuran organik adalah Kelompok Tunas Tani, yang diketuai oleh Bapak H Dede, di desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung. Dalam Poktan masih banyak peluang yang dapat dikembangkan, antara lain penggabungan dengan Poktan lain yang memiliki karakteristik usaha yang sama atau usaha lain yang mendukung, untuk menjadi Gapoktan. Usaha yang saling terkait ini ini misalnya ada kelompok peternak sapi, kambing atau ayam dan kelompok tani pengolah hasil pertanian. Antar kelompok dapat saling bekerjasama dalam mendukung rantai pasokan untuk pupuk dan benih sayuran organik. Ketersediaan pupuk kandang adalah salah satu modal utama tercapainya usahatani sayuran organik di Poktan Tunas Tani dan sekitarnya. Poktan mendapatkan informasi dari pengumpul atau bandar mengenai jumlah permintaan dan pasar sayuran organik. Informasi budidaya dan pengendalian hama dan penyakit khususnya pada sayuran, Petani dapatkan dari PPL maupun dari sesama anggota kelompok. Sebagai pemasok produk sayuran organik, Petani melakukan kegiatan budidaya yang terus menerus dengan sistem tumpangsari. ii. Bandar/pengumpul Bandar, atau pengumpul merupakan anggota rantai pasok yang memberikan informasi jumlah permintaan dan informasi pasar lainnya seperti harga dan fluktuasi pasar. Bandar akan menargetkan harga tertentu kepada Petani, umumnya ini sangat merugikan Petani karena harga yang dipatok rendah. Berbeda halnya apabila sudah memiliki kemitraan, ada
100
kerjasama melalui Poktan, meskipun melalui pengumpul namun bisa memperoleh harga yang lebih baik. Hal ini karen ada kontinyuitas dan spesifikasi mutu yang diharapkan. Informasi standar mutu dan spesifikasi produk inilah yang akan menjadi dasar bagi Petani dan kelompok tani untuk berproduksi dengan baik dan benar. Memiliki kalender musim tanam yang baik dan tepat panen, menjadwal anggotanya untuk menanam jenis sayuran tertentu yang ditargetkan dengan tepat sasaran. iii. Perusahaan agro Perusahaan agro yang dimaksud adalah perusahaan yang bergerak di bidang usahatani dengan modal yang lebih besar, memiliki jaringan pasar yang lebih luas dan memiliki sertifikasi organik. Karena memiliki jaringan yang luas tentu saja ada beberapa permintaan yang belum terpenuhi semua. Sehingga masih membuka peluang bagi Petani, atau Poktan untuk memasok beberapa produk sayuran organik dengan mutu dan harga yang ditentukan. Pola rantai ini dapat berkembang kepada model kemitraan apabila kelompok tani dapat secara kontinyu memenuhi permintaan pasar. Oleh perusahaan agro akan disalurkan kepada supermarket, atau swalayan lainnya yang membuka gerai produk organik. iv. Bank Bank dalam hal ini bisa masuk ke dalam anggota rantai pasok, peranannya sebagai tempat menambah modal pinjaman bagi Petani, atau Poktan untuk kelangsungan usahatani organik. Namun pada kesempatan lain bank memiliki peranan sebagai tempat atau sarana untuk transaksi penjualan produk sayuran organik dari bandar/pengumpul maupun perusahaan kepada Petani atau kelompok tani atas pasokan produknya. Bagi beberapa anggota Petani ada yang menerima giro dari pengumpul/bandar, yang selanjutnya dapat ditukarkan pada koperasi kelompok tani sebagai bukti/agunan untuk mencairkan sejumlah dana talangan untuk modal usaha. Selanjutnya dari Koperasi yang akan meneruskannya ke bank terkait. Rantai perputaran uang hasil penjualan sayuran organik ini memang unik dibeberapa kelompok tani. Namun dinamika seperti itulah yang merupakan peluang untuk dapat dikembangkan menjadi sebuah Koperasi organik yang mandiri.
101
4.8.2 Manajemen Rantai Pasok Manajemen rantai suplai adalah koordinasi dari bahan, informasi dan arus keuangan antara perusahaan yang berpartisipasi. Manajemen rantai suplai bisa juga berarti seluruh jenis kegiatan komoditas dasar hingga penjualan produk akhir ke konsumen untuk mendaur ulang produk yang sudah dipakai. Arus material melibatkan arus produk fisik dari pemasok sampai konsumen melalui rantai, sama baiknya dengan arus balik dari retur produk, layanan, daur ulang dan pembuangan. Arus informasi meliputi ramalan permintaan, transmisi pesanan dan laporan status pesanan, arus ini berjalan dua arah antara konsumen akhir dan penyedia material mentah. Arus keuangan meliputi informasi kartu kredit, syarat-syarat kredit, jadwal pembayaran dalam penetapan kepemilikan dan pengiriman (Kalakota, 2000: 198). Menurut Turban, Rainer, Porter (2004: 321), terdapat tiga (3) macam komponen rantai suplai, yaitu: 1. Rantai suplai hulu/Upstream supply chain Bagian upstream (hulu) supply chain meliputi aktivitas dari suatu perusahaan manufaktur dengan para penyalurannya (yang mana dapat manufaktur, assembler, atau kedua-duanya) dan koneksinya kepada pada penyalur mereka (para penyalur second-trier). Hubungan para penyalur dapat diperluas kepada beberapa strata, semua jalan dari asal material (contohnya bijih tambang, pertumbuhan tanaman). Di dalam upstream supply chain, aktivitas yang utama adalah pengadaan. 2. Manajemen internal suplai rantai/Internal supply chain management Bagian dari internal supply chain meliputi semua proses pemasukan barang ke gudang yang digunakan dalam mentransformasikan masukan dari para penyalur ke dalam keluaran organisasi itu. Hal ini meluas dari waktu masukan masuk ke dalam organisasi. Di dalam rantai suplai internal, perhatian yang utama adalah manajemen produksi, pabrikasi, dan pengendalian persediaan.
102
3. Segmen rantai suplai hilir/Downstream supply chain segment Downstream (arah muara) supply chain meliputi semua aktivitas yang melibatkan pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Di dalam downstream supply chain, perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi dan after-sales-service. Manajemen di Poktan Tunas Tani, di koordinasi oleh Ketua kelompok. Koordinasi meliputi distribusi dan jaringan jumlah dan lokasi pemasok, fasilitas produksi, pusat distribusi ( distribution centre/D.C.) dan pelanggan. Strategi distribusi yang dilakukan adalah sentralisasi, artinya terpusat pada salah satu pemasok saja, yang dalam rantai ini diwakili oleh Ibu Sisca, pemilik outlet dan restoran di Jakarta. Informasi sistem terintegrasi dan proses melalui rantai suplai untuk membagi informasi tentang harga, termasuk permintaan, perkiraan, inventaris dan transportasi, baik antar anggota Poktan maupun Poktan dengan pemasok. Untuk pemasok bibit, maupun pupuk juga saling memberikan informasi kepada Poktan dan sebaliknya. Manajemen inventaris mencakup kuantitas dan lokasi dari inventaris termasuk barang mentah, proses kerja dan barang jadi. Hal ini dilakukan oleh Ketua Poktan dibantu oleh pengurus kebun dan pengurus kelompok. Sedangkan aliran dana yang mengatur syarat pembayaran dan metode untuk menukar dana melewati entitas di dalam rantai suplai. Dana untuk pembelian bibit dan pupuk ada yang bersifat kolektif ada pula yang dilakukan sendiri oleh anggota Poktan, begitupun untuk pupuk. Pupuk ada yang dipasok dari produksi kelompok, secara bersama, namun ada pula yang diambil dari pemasok lain oleh masing-masing anggota Poktan. Namun hal ini tidak menjadi kendala dan permasalahan, sebab lokasi kebunnya tidak semua dalam satu hamparan, sehingga meminimalkan biaya transportasi pupuk, dipilih dengan kedekatan pemasok pupuknya. Manajemen rantai suplai ialah pendekatan antar-fungsi (cross functional) untuk mengatur pergerakan material mentah kedalam sebuah organisasi dan pergerakan dari barang jadi keluar organisasi menuju konsumen akhir. Tujuan dari manajemen rantai suplai ialah meningkatkan
103
kepercayaan dan kolaborasi di antara rekanan rantai suplai, dan meningkatkan inventaris dalam kejelasannya dan meningkatkan percepatan inventori. Arus material dan informasi dalam rantai suplai ialah memastikan material terus mengalir dari sumber ke konsumen akhir sejalan dengan informasi yang disalurkan oleh masing-masing anggota rantai pasok. Dalam kajian ini, arah arus tersebut diawali dari Petani sebagai pembudidaya sayuran organik. Petani memberikan informasi tentang kebutuhan pupuk organik kepada pemasok pupuk, pemasok benih dan bibit untuk informasi kebutuhan bibit. Petani akan memperoleh informasi pasar dari bandar, atau pengumpul dalam rantai ini perusahaan perorangan yaitu Ibu Sisca sebagai mitra utama Poktan. Alur distribusi barang yang mendukung manajemen rantai pasok disajikan pada Gambar 15.
Sumber bahan baku : Benih, pupuk, saprotan Poktan Petani Mitra Anggota Poktan
Produk sayuran organik
Usaha
Sub Supplier
Budidaya
Toko Pertanian
Pengumpul
Sortasi, pencucian, pengelompokan, pengepakan, pelabelan dan distribusi
Tujuan Pemasaran -
Restoran Korea-Jepang Supermarket Outlet Produk Organik
Gambar 15. Alur distribusi barang Informasi pasar mencakup permintaan, harga dan ramalan permintaan kedepan, sehingga dapat dijadikan bahan untuk koordinasi budidaya di
104
tingkat Poktan. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh pengumpul kepada Poktan adalah langsung bayar ditempat begitu produk sayuran organik diangkut dan dibawa ke Jakarta. Hal ini sangat menguntungkan bagi Petani karena tidak ada pengendapan modal usaha, sehingga usahatani bisa berkelanjutan. Namun demikian untuk pengembangan usaha dan manajemen rantai pasok lebih lanjut diperlukan konsep sistem berorientasi pada pemupukan modal bagi Petani. Dengan demikian maka pengembangan skala usaha bagi Petani dapat mendukung permintaan pasar dan mutu yang diinginkan oleh pasar. Aliran informasi dibutuhkan sebagai pengendali utama untuk keberlanjutan usahatani sayuran organik. Oleh karena itu dalam konsep manajemen rantai pasok ini tidak terlepas dari arus informasi. Teknologi informasi memungkinkan pembagian cepat dari data permintaan dan penawaran. Dengan membagi informasi di seluruh rantai suplai ke konsumen akhir, Poktan bisa membuat sebuah rantai permintaan, diarahkan pada penyediaan nilai konsumen yang lebih. Tujuannya ialah mengintegrasikan data permintaan dan suplai jadi gambaran yang akurasinya sudah meningkat dapat diambil tentang sifat dari proses bisnis, pasar dan konsumen akhir. Integrasi ini sendiri memungkinkan peningkatan keunggulan kompetitif berbasis Petani. Jadi dengan adanya integrasi ini dalam rantai suplai akan meningkatkan ketergantungan, sehingga inventori minimum dan kontinuitas produk Petani bernilai tambah tinggi dapat ditingkatkan, baik dalam skala usaha maupun mutu produknya, yang sesuai dengan harapan dan keinginan pasar. Strategi pengembangan SCM sayuran organik berbasis Petani dan mitra tani disajikan pada Gambar 16. Dalam konsep ini, pemupukan modal berawal dari Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang dimiliki dan dibentuk oleh Gapoktan, dimana salah satu unit usahanya adalah simpan pinjam.
105
Produk sayuran organik siap panen
Petani butuh modal usaha (Jaminkan BPKB)
Petani
Pemasok bahan baku
Pemasok butuh modal usaha (Jaminkan BPKB)
LKM (Lembaga Keuangan Mikro)
Pencairan (1 menit cair)
Membawa Cek/Giro (sebagai jaminan pinjaman)
Kirim barang Setiap hari
Pemasok/ Pengumpul
Pemasok/ Pengumpul
Cek/Giro (pencairan ditangguhkan 2-4 mgu)
Pasar Modern (Supermarket, hotel, restoran, dll)
Gambar 16. Strategi pengembangan SCM sayuran organik berbasis Petani melalui konsep LKM Yang terlibat dalam LKM ini adalah pengurus (manajer, sekretaris dan bendahara), anggota, Petani mitra, pemasok, bandar dan investor (penanam modal). Anggota LKM adalah anggota Poktan yang mendaftar dan menyertakan simpanan wajib dan sukarela sesuai dengan ketentuan. Investor LKM adalah pribadi, bisa Petani atau mitra tani yang memiliki dana lebih untuk disimpan di LKM, atau bisa berbentuk badan usaha/instansi yang memiliki dana untuk dikembangkan di LKM. Setiap investor berhak mendapatkan pembagian sisa hasil usaha (SHU), yang besarnya sesuai kesepakatan. Arus informasi seiring dengan arus pergerakan barang dan jasa. Permintaan produk sayuran organik diimbangi dengan kapasitas produk yang memadai dan berkelanjutan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar sayuran organik dan menguntungkan Petani.
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Kesimpulan a. Berdasarkan hasil identifikasi : (1) faktor internal Poktan di Megamendung, kekuatan utama untuk menuju pengembangan pertanian organik melalui strategi pengembangan rantai pasok adalah penerapan JIT dan penjadwalan pengiriman, serta didukung oleh dinamika Poktan. Kelemahan utamanya adalah pasokan dan teknologi produksi benih bermutu masih rendah; (2) faktor eksternal di Megamendung adalah kuota permintaan belum semua terpenuhi dan ancaman utama adalah alih fungsi lahan; (3) posisi Poktan di Megamendung pada Kuadran V (hold and maintain), yaitu memiliki kemampuan internal dan eksternal rataan. b. Alternatif strategi yang tepat dan dapat diterapkan oleh Poktan di Megamendung adalah : 1) Peningkatan efektivitas rantai pasok untuk pasar terstruktur melalui Sub Terminal Agribisnis (5,448) 2) Perencanaan pola tanam yang lebih baik untuk menghadapi iklim dan cuaca tidak menentu (5,429) 3) Memperbaiki dan meningkatkan efektifitas budidaya dengan mengurangi limbah (5,369) 4) Memperluas akses pasar produk sayur organik (5,368) c. Usahatani organik lebih menguntungkan dilihat dari nilai R/C ratio lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani konvensional. Nilai R/C ratio pada usahatani sayuran organik untuk Bayam, Caisim, Wortel, Tomat dan Lobak berturut-turut 2,33; 2,61; 3,31; 3,61 dan 3,11 (lebih dari 1), yang artinya layak. Sedangkan nilai R/C ratio pada sayuran konvensional untuk Bayam, Caisim, Wortel, Tomat dan Lobak sebesar 1,36; 1,55; 1,59; 2,15 dan 1,89 (lebih dari 1). Nilai ini menunjukkan usahatani secara konvensional layak untuk dikembangkan. Namun bila dibandingkan dengan sistem organik, masih kurang memberikan nilai tambah karena harga jual produk untuk sayuran organik jauh lebih
108
tinggi. Sayuran organik merupakan alternatif sumbangan yang potensial sebagai sumber dari ekonomi keluarga Petani. 2.
Saran Beberapa saran untuk pengembangan strategi rantai pasok produk sayuran organik berbasis petani di Megamendung adalah : a. Untuk mendukung pertanian sayuran organik di Megamendung, maka orientasi utama yang perlu dibenahi adalah membuka akses pasar untuk sayuran organik di pasar domestik, maupun internasional. b. Dinas Pertanian perlu memberikan edukasi/penyuluhan secara intensif dan kontinu kepada Poktan tentang budidaya sayuran organik, pengendalian OPT melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) sayuran. c. Pemerintah perlu sarana produksi pertanian (Saprotan), disamping bantuan finansial/permodalan bagi Poktan, misalnya pemberian kredit usaha mikro atau bantuan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), yang dapat mendukung terbentuknya Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA). d. Perlu penguatan dan perlindungan Poktan di dalam posisi tawar (bargaining position) dan kemampuan petani dalam negosiasi produk sayuran organik, misalnya pada sistem konsinyasi. Keberpihakan terhadap petani dapat menurunkan risiko pasar (marketing) yang selama ini dihadapi oleh Poktan. e. Perlu penelitian lebih lanjut dalam menganalisa sensitivitas pemetaan matriks IE, yang dapat membandingkan antara keadaan Poktan di lapangan
dengan
hasil
analisa
penghitungan.
Sehingga
dapat
mempertajam posisi keberadaan Poktan, guna mendukung penyusunan strategi pengembangan sayuran organik berbasis Petani.
DAFTAR PUSTAKA Agustina, L. dan Syekhfani. 2002. Hasil Rumusan Lokakarya Nasional Pertanian Organik, dalam Prosiding Lokakarya Nasional Pertanian Organik, Universitas Brawijaya Malang pada tanggal 7 – 9 Oktober 2002. David, Fred R. 2010. Manajemen Strategis (Terjemahan). Salemba Empat, Jakarta. [Deptan] Departemen Pertanian. 2007. Peraturan Menteri Pertanian No. 273/Lpts/OT.160/4/2007, Lampiran1. Penumbuhan dan Pengembangan Kelompoktani dan Gabungan Kelompoktani, Deptan, Jakarta. Ditjen Hortikultura, Kementerian Pertanian. 2012. Pertumbuhan Produksi, Ekspor dan Impor Hortikultura. Kementan, Jakarta. Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP). 2002. Agenda Nasional Pengembangan Pertanian Organik. Deptan, Jakarta. Hadiguna, R.A. dan Marimin. (2007). Alokasi Pasokan Berdasarkan Produk Unggulan untuk Rantai Pasok Sayuran Segar. Jurnal Teknik Industri. Vol. 9, No.2, p. 85-101. Hubeis, M. 2009. Prospek Usaha Kecil Dalam Wadah Inkubator Bisnis. Ghalia Indonesia, Jakarta. Indrajit, R. E. dan R. Djokopranoto. 2002. Konsep Manajemen Supply Chain Cara Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. Grasindo, Jakarta. Lau, Pang dan Wong. 2002. Methodology for Monitoring Supply Chain Performance: a Fuzzy Logic Approach. Logistics Information Management, Vol. 15, No. 4, pp.271-280. Manuhutu, M. dan Wiryanta, B. T. 2005. Bertanam Sayuran Organik Bersama Melly Manuhutu. Agromedia Pustaka, Depok. Marimin dan N. Maghfiroh. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. IPB Press, Bogor. Palupi, W. 2010. Strategi Pemasaran Pangan Organik pada Kelompok Tani Mega Surya Organik, Megamendung, Bogor. Tesis pada Program Pascasarjana Industri Kecil Menengah, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pracaya, 2010. Bertanam Sayuran Organik di Kebun, Pot dan Polibag. Penebar Swadaya, Jakarta.
110
Rohanah, 2010. Peningkatan Produksi Sayural Melalui KHPI. Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Garut. Diakses pada 1 Juni 2012. http://hortikultura-garut.blogspot.com/2010/04/buletin4.html Saragih, S. E. 2008. Pertanian Organik, Solusi Hidup Harmoni dan Berkelanjutan. Penebar Swadaya, Jakarta. Saragih, Sebastian, 2003. Kemerdekaan Petani dan Keberlanjutan Kehidupan. STPN HPS, Yogyakarta. Setiadharma, N. dan Chrisantine, F. 2006. How To Expand Organics Market. Menghantarkan Indonesia Menjadi Produsen Organik Terkemuka, hal:4954. Maporina, Jakarta. Setiawan, A. 2009. Studi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi Terpilih di Jawa Barat. Tesis pada Program Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Siagian, Y.M. 2005. Aplikasi Supply Chain Management Dalam Dunia Bisnis. Gramedia Pustaka, Jakarta. SNI 6729. 2010. Sistem Pangan Organik. Badan Standardisasi Nasional (BSN), Jakarta. Soeharto, I. 1999. Manajemen Proyek (Dari Konseptual Sampai Operasional). Erlangga, Jakarta. Sutanto, R. 2002a. Penerapan Pertanian Organik : Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Kanisius, Yogyakarta. ________ . 2002b. Pertanian Organik : Menuju Pertanian Alternatif dan berkelanjutan. Kanisius, Yogyakarta. Suwantoro, A. A. 2008. Analisis Pengembangan Pertanian Organik Di Kabupaten Magelang, Studi Kasus di Kecamatan Sawangan. Tesis pada Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro, Semarang. Umar, H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis: Teknik Menganalisis Kelayakan Rencana Bisnis secara Komprehensif. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. _______. 1999. Studi Kelayakan Bisnis. Manajemen, Metode dan Kasus. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Wahyudi, 2010. Petunjuk Praktis Bertanam Sayuan. AgroMedia Pustaka, Jakarta Wheelen, T. L., and Hunger D. J. 2010. Concepts in Strategic Management and Business Policy. Twelfth Edition. Upper Saddle River, Prentice Hall, New Jersey.
111
Winarno, FG. 2010. Hambatan Pemasaran Http://www.unisexdem.org. [25 Januari 2010]
Pangan
Organik.
____________, A.K. Seta dan Surono. 2002. Pertanian dan Pangan Organik, Sistem dan Sertifikasi. M’Brio Press, Bogor. Zubair, A. 2003. Analisis Kelembagaan dan Kelayakan Usaha Sistem Kontrak Tani Informal (Contract Farming) pada Tata Niaga Sayuran. Tesis Pada Program Pascasarjana Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
113
Lampiran 1. Tahapan kajian berdasarkan target keluaran
Tujuan Kajian
Tujuan 1 Menganalisis kelayakan sederhana dan potensi usaha tani sayuran organik di Megamendung
Kegiatan Kajian
Tipe dan Sumber Data
Teknik Pengolahan Data
Target Output (Keluaran)
a. Menganalisis kelayakan sederhana
- Data sekunder melalui telaah literatur
Pendapatan petani, BEP, R/C ratio dan marjin pemasaran.
Kelayakan usaha tani sayuran organik
b. Menentukan peluang pasar, infrastruktur dan SDM
- Data sekunder melalui telaah literatur
Peramalan dan deskriptif
Kelayakan non financial usaha tani sayuran organik
1. Menganalisis kelayakan usaha tani sayuran organik
- Data Primer dengan wawancara dan survei lapang
- Data Primer dengan wawancara dan survei lapang
114
Lanjutan Lampiran 1.
Tujuan Kajian
Kegiatan Kajian
Tipe dan Sumber Data
Teknik Pengolahan Data
Target Output (Keluaran)
Tujuan 2
2. Menentukan posisi produk sayuran organik
Data primer melalui pengisian kuesioner dan wawancara dengan pakar (Matriks Internal dan Eksternal)
Evaluasi faktor internal (IFE) dan eksternal (EFE); penentuan bobot rating
Bobot rating faktor internal dan eksternal
3. Merumuskan strategi sesuai dengan posisi produk sayuran organik
Hasil pengolahan matriks IFE dan EFE
Metode SWOT (alternatif SO, ST, WO dan WT)
Beberapa alternatif strategi pengembangan rantai pasok
4. Memilih strategi prioritas dalam pengembangan rantai pasok sayuran organik
Hasil Matriks pengolahan QSPM SWOT (Beberapa alternatif strategi pengembangan rantai pasok)
Merumuskan strategi pengembangan rantai pasok (SCM) produk sayuran organik di Megamendung
Strategi terbaik dalam pengembangan rantai pasok produk sayuran organik di Megamendung, Bogor
115
Lampiran 2. Kuesioner petani sayuran organik
KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT SAYURAN ORGANIK DI MEGAMENDUNG, BOGOR
Oleh : Parwa Oryzanti
Gambaran Ringkas Survei ini merupakan program penelitian untuk Tesis pada Program Magister
Profesional
Industri
Kecil
Menengah
(MPI),
Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Informasi yang didapatkan dari survei ini akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk keperluan akademik. Analisis dan tabulasi akan dilakukan secara gabungan,sehingga informasi setiap responden tidak akan diketahui. Atas kerjasamanya, diucapkan terimakasih.
116
Lanjutan Lampiran 2.
I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama Responden
: ..............................................................
2. Alamat
: .............................................................
3. Usia
: ............................................................
4. Jenis Kelamin
: .............................................................
5. Latar Belakang pendidikan : a. Formal
: ..............................................................
b. Non Formal
: ...............................................................
II. IDENTITAS USAHA 1. Apakah dalam menjalankan usaha budidaya sayuran organik ini, Saudara sudah tergabung dalam kelompok tani ? 2. Nama kelompok tani (Poktan)
: .................................................
3. Alamat/Sekretariat
: ..................................................
4. Jumlah Anggota Poktan
: ...................................................
5. Tanggal terbentuk
: ..................................................
6. Jabatan
: .................................................
7. Sejak kapankah usaha sayuran organik ini dimulai di daerah Saudara (tahun/bulan) ? 8. Sejak kapan Saudara menjalani usaha ini (tahun/bulan) : .................. 9. Jenis sayuran yang Saudara budidayakan : ......................................... 10. Luas budidaya sayuran organik yang dimiliki saat ini : ..................Ha 11. Status Kepemilikan lahan yang Saudara kelola saat ini : ................... [
] Milik sendiri
[
] Milik Pemda
[
] Sewa
[
] lainnya, sebutkan .................................
12. Apabila sewa, biaya sewa per Ha per tahun : Rp.................................. 13. Jumlah tenaga kerja ............................(orang) : ..........(dalam keluarga) dan .......(luar keluarga) 14. Sistem Upah : [
] Bulanan .....................................(Rp/bulan)
117
Lanjutan Lampiran 2.
[
] Bagi Hasil ...................................(%)
[
] lainnya
III. ASPEK PRODUKSI 1. Pola budidaya yang paling banyak dilakukan adalah : a. Monokultur 2. Jenis
sayuran
b. Polikultur/Tumpangsari organik
yang
paling
banyak
diusahakan
:
......................................... 3. Bagaimana tahapan budidaya sayuran organik mulai dari penyiapan lahan sampai
hasilnya
siap
dipasarkan
?
........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ................................................................................................ 4. Sebutkan persyaratan tumbuh dan agroklimat tanaman sayuran organik yang Saudara budidayakan : a. Ketinggian tanah dari permukaan laut
: ..................................m dpl
b. Suhu Rataan
: ..................................0C
c. Tingkat kelembaban
: ...................................%
d. Curah hujan rataan
: ................................mm/bln
e. Jenis tanah yang cocok
: .................................
5. Umur tanaman sayuran organik mulai menghasilkan : .......................bulan 6. Dalam 1 tahun, tanaman sayuran organik dapat dipanen : ...................kali 7. Produktivitas usaha tani sayuran organik yang dihasilkan : ..............Kg/Ha 8. Berapa banyak bibit/benih yang Saudara gunakan
: .....................Kg/Ha
9. Darimana Saudara mendapatkan bibit tanaman sayuran organik tersebut : a. Pemerintah pusat (Kementerian Pertanian) b. Pemerintah Daerah (Dinas Pertanian dan Kehutanan)
118
Lanjutan Lampiran 2.
c. Melakukan pembibitan , dengan cara :............................................. d. Lainnya : .......................................................................................... 10. Berapa biaya yang digunakan untuk mendapatkan bibit/benih tersebut : Rp.......................................................................... 11. Bagaimana sistem pemesanan bibit/benih dilakukan : a. Sistem Kontrak
b. Dipesan langsung
c. Lainnya, .....
12. Bagaimana sistem pembayaran yang dilakukan untuk bibit : a. Dibayar langsung b. Dibayar diakhir c. Dibayar diawal d. Lainnya, ..................................................................................... 13. Permasalahan yang sering dihadapi dalam penyediaan bibit/benih : a. Ketersediaan bibit yang tidak konsisten b. Mutu bibit yang tidak sesuai harapan c. Lainnya,............................................................ 14. Jenis hama penyakit yang sering menyerang tanaman sayuran organik :....................................................................................................................... ....................................................................................................................... 15. Apakah Saudara melakukan pemberantasan hama dan penyakit tanaman pada sayuran ? a. Ya, caranya............................................................................................ Jenis pestisida : b. Tidak 16. Bagaimana pengawasan mutu pertanian Saudara :......................................
119
Lanjutan Lampiran 2.
17. Apakah Saudara melakukan proses sorting dan grading dari produk sayuran yang dihasilkan ? Caranya :............................................................ 18. Apakah Saudara melakukan pengemasan dan pelabelan ?........................... 19. Apakah produk Saudara sudah sesuai dengan permintaan pasar ?.............. 20. Berapa persen tingkat kerusakan produk sayuran organik yang Saudara hasilkan ? 21. Apakah ada penelitian atau pembinaan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, koperasi atau instansi lainnya (sebutkan :........................................) untuk meningkatkan mutu produksi Saudara ? Sebutkan :........................ 22. Bagaimana transportasi hasil panen dari kebun ke konsumen :.................. 23. Berapa biaya yang dibutuhkan untuk proses transportasi tersebut :............. 24. Permasalahan apa yang sering dihadapi dalam budidaya tanaman sayuran selama ini ?............................................................................................... 25. Bagaimana mengatasi permasalahan tersebut ?.........................................
IV. ASPEK PEMASARAN 1. Penjualan produk sayuran organik saat ini dilakukan oleh : a. Sendiri
c. Melalui Koperasi
b. Melalui kelompok tani
d. Lainnya,...............................
2. Siapakah yang membeli produk sayuran Saudara selama ini dan berapa prosentasenya ? 3. Bagaimana Saudara berhubungan dengan pembeli tersebut dalam proses penjualan ? 4. Biaya pemasaran terdiri dari : a. Promosi
: Rp............................................../...................
b. Pengangkutan
: Rp............................................../....................
c. Komisi
: Rp............................................../....................
d. Pungutan liar
: Rp............................................../.....................
e. Lainnya
: Rp............................................../......................
120
5. Daerah penjualan produk sayuran organik yang Saudara lakukan : Lanjutan Lampiran 2.
6. Apakah Saudara mengalami kesulitan dalam memasarkan produk sayuran organik tersebut dan jelaskan ?................................................................ 7. Bagaimana mengatasi hal tersebut ?...........................................................
IV. ASPEK KEUANGAN 1. Modal Saudara selama ini diperoleh dari manakah ? 2. Sarana produksi yang digunakan :........................................................... 3. Berapa biaya bibit yang Saudara keluarkan selama satu musim : Rp................................ 4. Berapa input bahan baku (bibit dan sarana produksi) untuk sekali periode ? 5. Apakah Saudara mengetahui harga sayuran organik atau tidak ? Jelaskan......................... 6. Harga sayuran organik : Rp................................./kg 7. Apakah pernah mengalami kerugian dalam bisnis sayuran organik ini? 8. Menurut Saudara faktor-faktor apa yang menyebabkan Saudara mengalami kerugian, sebutkan :................................................................
V. KEMITRAAN 1. Apakah Saudara melakukan kemitraan dengan usaha lain : a. Ya, sebutkan perusahaan mitranya.............................................. b. Tidak 2. Jenis kemitraan yang dilakukan, pilih salah satu : a. Inti plasma b. Dagang umum sub kontrak waralaba c. Keagenan d. Contract farming e. Bentuk lain,................................................................................................... 3. Jenis kemitraan yang dilakukan terutama dalam hal
121
Lanjutan Lampiran 2.
[ ] Pembelian bahan baku
[ ] Pemasaran bersama
[ ] Modal bersama
[ ] penggunaan mesin bersama
[ ] pelatihan bersama
[ ] lainnya,...............................
4. Apakah dengan bekerja sama tersebut Saudara memperoleh manfaat ? Jelaskan 5. Apakah Saudara mendapatkan pembinaan ? [ Ya ] [ Tidak ] Jika Ya, dari................................................................................ Bentuk pembinaan yang dilakukan : a. Budidaya tanaman sayuran b. Manajemen Usaha c. Administrasi keuangan d. Penyusunan rencana bisnis e. Lainnya, sebutkan...................................................... 6. Apakah kebijakan pemerintah daerah, maupun pusat cukup mendukung dalam
budidaya
tanaman
sayuran
organik
?
Jelaskan............................................................................................................ .......
122
Lampiran 3. Penentuan bobot matriks IFE dan EFE Faktor – Faktor Internal Kekuatan A B C D E F
Penjadwalan musim tanam dan panen Dinamika kelompok tani Produk diminati konsumen (ramah lingk) Ketersediaan bahan baku pupuk Lokasi geografis menunjang Sudah menerapkan JIT dan penjadwalan pengiriman
Kelemahan G H I J K L M N O P
Kemampuan manajerial petani rendah Sulitnya akses sertifikasi organik Harga tergantung pengumpul atau mitra Biaya perawatan tanaman tinggi Keterbatasan modal, sulit mengakses kredit Mutu produk petani rendah (retur 50%) Arus keuangan/pembayaran tertunda Fasilitas riset/demplot petani kurang memadai Pasokan dan teknologi produksi benih bermutu masih rendah Kapasitas dan kontinuitas produk belum stabil
TOTAL
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Total
Bobot
Lanjutan Lampiran 3. Contoh pengisian :
- “Penjadwalan musim tanam dan panen ” (A) pada baris/horizontal lebih penting dari “Dinamika kelompok tani ” (B) pada kolom/vertikal, maka nilainya 3. - “Penjadwalan musim tanam dan panen ” (A) pada baris/horizontal sama penting dengan “ Dinamika kelompok tani ” (B) pada kolom/vertikal, maka nilainya 2. - “Penjadwalan musim tanam dan panen ” (A) pada baris/horizontal kurang penting dari “ ” (B) pada kolom/vertikal, maka nilainya 1.
123
124
Lanjutan Lampiran 3.
Faktor Eksternal Peluang Dukungan dan pembinaan Penyuluh Pertanian A Lapangan (PPL) B Quota permintaan belum semua terpenuhi C Peningkatan jumlah penduduk dan kesejahteraan D Rintisan pasar sayuran higienis E Tingkat harga bersaing F Pembinaan teknologi produksi pestisida nabati Kebijakan pemerintah mengenai program “Go G organik 2010” H Loyalitas konsumen organik yang tinggi Ancaman I Perubahan iklim/cuaca J Alih fungsi lahan K Serangan hama penyakit tanaman L Monopoli oleh pengusaha besar TOTAL
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
Total
Bobot
Lanjutan Lampiran 3. Contoh pengisian : -
“Dukungan dan pembinaan PPL” (A) pada baris/horizontal lebih penting dari “Quota permintaan belum semua terpenuhi” (B) pada kolom/vertikal, maka nilainya 3.
-
“Dukungan dan pembinaan PPL” (A) pada baris/horizontal sama penting dengan “Quota permintaan belum semua terpenuhi” (B) pada kolom/vertikal, maka nilainya 2.
-
“Dukungan dan pembinaan PPL” (A) pada baris/horizontal kurang penting dari “Quota permintaan belum semua terpenuhi” (B) pada kolom/vertikal, maka nilainya 1.
125
126 Lampiran 4. Kuesioner penentuan peringkat atau rating terhadap faktor strategi internal Petunjuk pengisian : • Tentukan rating dari masing-masing faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman), berikut ini dengan memberi tanda check list () pada pilihan Bapak/Ibu. • Pilihan rating pada isian berikut terdiri dari : Nilai 4, jika faktor strategi tersebut dinilai menjadi kekuatan utama. Nilai 3, jika faktor strategi tersebut dinilai menjadi kekuatan kecil. Nilai 2, jika faktor strategi tersebut dinilai menjadi kelemahan kecil. Nilai 1, jika faktor strategi tersebut dinilai menjadi kelemahan utama. Faktor Internal Kekuatan
4
3
2
1
Penjadwalan musim tanam dan panen Dinamika kelompok tani Produk diminati konsumen (ramah lingk) Ketersediaan bahan baku pupuk Lokasi geografis menunjang Sudah menerapkan JIT dan penjadwalan pengiriman Kelemahan Kemampuan manajerial petani rendah Sulitnya akses sertifikasi organik Harga tergantung pengumpul atau mitra Biaya perawatan tanaman tinggi Keterbatasan modal, sulit mengakses kredit Mutu produk petani rendah (retur 50%) Arus keuangan/pembayaran tertunda Fasilitas riset/demplot petani kurang memadai Pasokan dan teknologi produksi benih bermutu masih rendah Kapasitas dan kontinuitas produk belum stabil
127 Lampiran 5. Kuesioner penentuan peringkat atau rating terhadap faktor strategi eksternal a. Petunjuk pengisian : 1. Pemberian nilai peringkat atau rating didasarkan pada kemampuan organisasi meraih peluang. Pemberian nilai peringkat didasarkan pada keterangan berikut : Nilai 4, jika organisasi mempunyai kemampuan yang sangat baik dalam meraih peluang tersebut. Nilai 3, jika organisasi mempunyai kemampuan yang baik dalam meraih peluang tersebut. 2. Pengisian kolom penilaian peringkat/rating menggunakan tanda check list ()
Faktor Eksternal Peluang
4
3
Dukungan dan pembinaan PPL Quota permintaan belum semua terpenuhi Peningkatan jumlah penduduk dan kesejahteraan Rintisan pasar sayuran higienis Tingkat harga bersaing Pembinaan teknologi produksi pestisida nabati Kebijakan pemerintah mengenai program “Go organik 2010” Loyalitas konsumen organik yang tinggi
b. Petunjuk pengisian : 1. Pemberian nilai peringkat/rating didasarkan pada kemampuan organisasi dalam menghindari ancaman. Pemberian nilai peringkat didasarkan pada keterangan berikut : Nilai 2, jika faktor ancaman memberikan pengaruh biasa terhadap organisasi. Nilai 1, jika faktor ancaman tidak memberikan pengaruh terhadap organisasi. 2. Pengisian kolom penilaian peringkat/rating menggunakan tanda check list ()
Faktor Eksternal Ancaman Perubahan iklim/cuaca Alih fungsi lahan
Serangan hama penyakit tanaman Monopoli oleh pengusaha besar
2
1
128 Lampiran 6. Kuesioner penilaian QSPM
Kelayakan dan Strategi Pengembangan Supply Chain Management Sayuran Organik Megamendung, Bogor
Terima kasih atas kesediaan Anda menjadi salah satu responden untuk mengisi kusioner ini. Kuesioner ini merupakan instrumen penelitian dalam rangka penulisan tesis program pascasarjana yang dilakukan oleh : Nama : Parwa Oryzanti NIM : P054110085 Program Magister Profesional Industri kecil menengah (MPI) Institut Pertanian Bogor Informasi yang Anda berikan bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademis. Terima kasih atas partisipasi dan kerjasama Anda.
Nama Responden
: _______________________________________________
Jabatan
: _______________________________________________
Pendidikan Terakhir : _______________________________________________ PETUNJUK PENGISIAN 1. Tentukan Attractive Score (AS) atau daya tarik masing-masing faktor internal dan faktor eksternal untuk Strategi SO, Strategi WO, Strategi ST dan Strategi WT dengan cara memberikan check list () pada pilihan anda. 2. Pilihan Attractive Score (AS) pada isian berikut ini terdiri dari : 4 : sangat menarik 3 : menarik 2 : cukup menarik 1 : tidak menarik
129
Lanjutan Lampiran 6. Strategi
:
Attractive Score (AS) Kekuatan Penjadwalan musim tanam dan panen Dinamika kelompok tani Produk diminati konsumen (ramah lingk) Ketersediaan bahan baku pupuk Lokasi geografis menunjang Sudah menerapkan JIT dan penjadwalan pengiriman Kelemahan Kemampuan manajerial petani rendah Sulitnya akses sertifikasi organik Harga tergantung pengumpul atau mitra Biaya perawatan tanaman tinggi Keterbatasan modal, sulit mengakses kredit Mutu produk petani rendah (retur 50%) Arus keuangan/pembayaran tertunda Fasilitas riset/demplot petani kurang memadai Pasokan dan teknologi produksi benih bermutu masih rendah Kapasitas dan kontinuitas produk belum stabil Peluang Dukungan dan pembinaan PPL Quota permintaan belum semua terpenuhi Peningkatan jumlah penduduk dan kesejahteraan Rintisan pasar sayuran higienis Tingkat harga bersaing Pembinaan teknologi produksi pestisida nabati Kebijakan pemerintah mengenai program “Go organik 2010” Loyalitas konsumen organik yang tinggi Ancaman Perubahan iklim/cuaca Alih fungsi lahan
Tarif ekspor sayuran tinggi Monopoli oleh pengusaha besar
Skor 4
3
2
1
4
3
2
1
130 Lampiran 7. Metode perhitungan pendapatan usahatani pada komoditas sayuran organik di Megamendung, Bogor
Penerimaan usahatani : Produksi yang dihasilkan
(1)
Harga satuan produksi
(2)
Total penerimaan/pendapatan usahatani
(1) + (2) = (3)
Biaya usahatani I. Biaya Tunai : a. Biaya sarana produksi -
pembelian bibit/benih
-
pembelian pupuk
-
pembelian obat-obatan
b. Upah tenaga kerja c. Sewa lahan d. Biaya lain-lain Total biaya tunai
(4)
II. Biaya Diperhitungkan : a. Nilai
penyusutan
alat-alat
pertanian b. Nilai tenaga kerja keluarga Total biaya diperhitungkan
(5)
Biaya Total
(4) + (5) = (6)
Pendapatan atas biaya tunai
(3) – (4)
Pendapatan atas biaya total
(3) – (6)
R/C ratio atas biaya tunai
(3) / (4)
R/C ratio atas biaya total
(3) / (6)
131
Lampiran 8. Analisa Usahatani Bayam Organik Umur tanaman Skala Usaha Total Produksi
: 30 hari : 1000 m2 : 1000 kg Volume
Harga/Satuan (Rp)
1000 m2
150.000/2 bulan
150,000
a. Hand sprayer (10.000/bulan)
2 buah
20.000/2 bulan
40,000
b. Cangkul (15.000/bulan)
3 buah
30.000/2 bulan
90,000
No
Uraian A. Biaya Tetap
1
Sewa Tanah
2
Penyusutan
Jumlah (Rp)
1 2 3 4 5 6
B. Biaya Variabel Pengolahan tanah (total hingga siap tanam) Kapur pertanian (dolomit) Pupuk kandang Benih Pestisida nabati Tenaga Kerja Penanaman
1000 m2 100 kg 1000 kg 350 gr 5 liter 3 HKW
500 500 500 200 30,000 40,000
500,000 50,000 500,000 70,000 150,000 120,000
7 8 9 10 11 12 13
Tenaga Kerja Pemupukan Tenaga Kerja Penyiangan dan pendangiran Tenaga Kerja Penyiraman Tenaga Kerja Penyemprotan Tenaga Kerja Bantuan Umum Tenaga Kerja Panen Tenaga Kerja Pasca Panen
2 HKW 2 HKW 2 HKP 2 HKP 2 HKP 1000 kg 1000 kg
40,000 40,000 50,000 50,000 50,000 100 100
80,000 80,000 100,000 100,000 100,000 100,000 100,000
Total biaya produksi
2,330,000
Penerimaan : Grade A Grade B
600 kg 400 kg Total
Faktor Kerusakan 15% Total Penerimaan
R/C Ratio
4,200,000 2,200,000 6,400,000 960,000 5,440,000
Keuntungan BEP (produksi) BEP (harga)
7,000 5,500
3,110,000 6,250 850 kg
373 2,741 2.33
132
Lampiran 9. Analisa Usahatani Bayam Konvensional Umur tanaman Skala Usaha Total Produksi No
Uraian A. Biaya Tetap
Volume
Harga/Satuan (Rp)
1000 m2
150.000/2 bulan
150,000
a. Hand sprayer (10.000/bulan)
2 buah
20.000/2 bulan
40,000
b. Cangkul (15.000/bulan)
3 buah
30.000/2 bulan
90,000
1
Sewa Tanah
2
Penyusutan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
: 30 hari : 1000 m2 : 1000 kg
B. Biaya Variabel Pengolahan tanah (total hingga siap tanam) Kapur pertanian (dolomit) Pupuk kandang Pupuk Urea Pupuk SP-36 Pupuk KCL Fungisida Insektisida Benih Tenaga Kerja Penanaman Tenaga Kerja Pemupukan Tenaga Kerja Penyiangan dan pendangiran Tenaga Kerja Penyiraman Tenaga Kerja Penyemprotan Tenaga Kerja Bantuan Umum Tenaga Kerja Panen dan Pasca Panen
1000 m2 100 kg 300 kg 25 kg 10 kg 15 kg 0.4 kg 0.2 liter 350 gr 3 HKW 2 HKW 2 HKW 2 HKP 2 HKP 2 HKP 1000 kg
500 500 500 1,500 2,000 1,800 70,000 150,000 100 40,000 40,000 40,000 50,000 50,000 50,000 100
Total biaya produksi Penerimaan :
R/C Ratio
500,000 50,000 150,000 37,500 20,000 27,000 28,000 30,000 35,000 120,000 80,000 80,000 100,000 100,000 100,000 100,000 1,837,500
1000 kg
Keuntungan BEP (produksi) BEP (harga)
Jumlah (Rp)
2,500
2,500,000 662,500
3,000 1000 kg
613 1,838 1.36
133
Lampiran 10. Analisa Usahatani Caisim Organik Umur tanaman Skala Usaha Total Produksi No
: 35 hari : 1000 m2 : 1500 kg Uraian A. Biaya Tetap
Volume
Harga/Satuan (Rp)
1000 m2
150.000/2 bulan
150,000
a. Hand sprayer (10.000/bulan)
2 buah
20.000/2 bulan
40,000
b. Cangkul (15.000/bulan)
3 buah
30.000/2 bulan
90,000
1
Sewa Tanah
2
Penyusutan
Jumlah (Rp)
B. Biaya Variabel 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pengolahan tanah (total hingga siap tanam) Kapur pertanian (dolomit) Pupuk kandang Benih Biaya persemaian (total hingga siap tanam) Pestisida nabati Tenaga Kerja Penanaman Tenaga Kerja Pemupukan Tenaga Kerja Penyiangan dan pendangiran
1000 m2 100 kg 1000 kg 50 gr 10 m2 5 liter 3 HKW 2 HKW 2 HKW
500 500 500 500 6,000 30,000 40,000 40,000 40,000
500,000 50,000 500,000 25,000 60,000 150,000 120,000 80,000 80,000
10 11 12 13 14
Tenaga Kerja Penyiraman Tenaga Kerja Penyemprotan Tenaga Kerja Bantuan Umum Tenaga Kerja Panen Tenaga Kerja Pasca Panen
2 HKP 2 HKP 2 HKP 1500 kg 1500 kg
50,000 50,000 50,000 100 100
100,000 100,000 100,000 150,000 150,000
Total biaya produksi Penerimaan : Grade A
2,445,000
1500 kg
Faktor Kerusakan (15 %)
5,000
7,500,000 1,125,000
Total penerimaan
6,375,000
Keuntungan
3,930,000
BEP (produksi) BEP (harga) R/C Ratio
5,000 1275 kg
489 1,918 2.61
134
Lampiran 11. Analisa Usahatani Caisim Konvensional Umur tanaman Skala Usaha Total Produksi No
Uraian A. Biaya Tetap
Volume
Harga/Satuan (Rp)
1000 m2
150.000/2 bulan
150,000
a. Hand sprayer (10.000/bulan)
2 buah
20.000/2 bulan
40,000
b. Cangkul (15.000/bulan)
3 buah
30.000/2 bulan
90,000
1
Sewa Tanah
2
Penyusutan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
: 35 hari : 1000 m2 : 1500 kg
B. Biaya Variabel Pengolahan tanah (total hingga siap tanam) Kapur pertanian (dolomit) Pupuk kandang Pupuk Urea Pupuk SP-36 Pupuk KCL Fungisida Insektisida Benih Biaya persemaian (total hingga siap tanam) Tenaga Kerja Penanaman Tenaga Kerja Pemupukan Tenaga Kerja Penyiangan dan pendangiran Tenaga Kerja Penyiraman Tenaga Kerja Penyemprotan Tenaga Kerja Bantuan Umum Tenaga Kerja Panen dan Pasca Panen
1000 m2 100 kg 300 kg 25 kg 10 kg 15 kg 0.4 kg 0.2 liter 50 gr 10 m2 3 HKW 2 HKW 2 HKW 2 HKP 2 HKP 2 HKP 1500 kg
500 500 500 1,500 2,000 1,800 70,000 150,000 350 6,000 40,000 40,000 40,000 50,000 50,000 50,000 100
Total biaya produksi Penerimaan :
R/C Ratio
500,000 50,000 150,000 37,500 20,000 27,000 28,000 30,000 17,500 60,000 120,000 80,000 80,000 100,000 100,000 100,000 150,000 1,930,000
1500 kg
Keuntungan BEP (produksi) BEP (harga)
Jumlah (Rp)
2,000
3,000,000 1,070,000
2,000 1500 kg
965 1,287 1.55
135
Lampiran 12. Analisa Usahatani Wortel Organik Umur tanaman Skala Usaha Total Produksi
: 84 hari (3 bulan) : 1000 m2 : 2000 kg
No
Uraian A. Biaya Tetap
Volume
Harga/Satuan (Rp)
1000 m2
300.000/4 bulan
300,000
a. Hand sprayer (10.000/bulan)
2 buah
40.000/4 bulan
80,000
b. Cangkul (15.000/bulan)
3 buah
60.000/4 bulan
180,000
1
Sewa Tanah
2
Penyusutan
Jumlah (Rp)
B. Biaya Variabel 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pengolahan tanah (total hingga siap tanam) Kapur pertanian (dolomit) Pupuk kandang Benih Biaya persemaian (total hingga siap tanam) Pestisida nabati Tenaga Kerja Penanaman Tenaga Kerja Pemupukan Tenaga Kerja Penyiangan dan pendangiran
1000 m2 100 kg 1000 kg 550 gr 10 m2 5 liter 3 HKW 2 HKW 2 HKW
500 500 500 100 6,000 30,000 40,000 40,000 40,000
500,000 50,000 500,000 55,000 60,000 150,000 120,000 80,000 80,000
10 11 12 13 14
Tenaga Kerja Penyiraman Tenaga Kerja Penyemprotan Tenaga Kerja Bantuan Umum Tenaga Kerja Panen Tenaga Kerja Pasca Panen
2 HKP 2 HKP 2 HKP 2000 kg 2000 kg
50,000 50,000 50,000 100 100
100,000 100,000 100,000 200,000 200,000
Total biaya produksi Penerimaan : Grade A Grade B Penerimaan
2,855,000
1500 kg 500 kg
Faktor Kerusakan (30 %)
7,000 6,000
10,500,000 3,000,000 13,500,000
Total penerimaan
4,050,000 9,450,000
Keuntungan
6,595,000 BEP (produksi) BEP (harga) R/C Ratio
6,500 1400 kg
439 2,039 3.31
136
Lampiran 13. Analisa Usahatani Wortel Konvensional Umur tanaman Skala Usaha Total Produksi No
Uraian A. Biaya Tetap
Volume
Harga/Satuan (Rp)
1000 m2
300.000/4 bulan
300,000
a. Hand sprayer (10.000/bulan)
2 buah
40.000/4 bulan
80,000
b. Cangkul (15.000/bulan)
3 buah
60.000/4 bulan
180,000
1
Sewa Tanah
2
Penyusutan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
: 84 hari (3 bulan) : 1000 m2 : 2000 kg
B. Biaya Variabel Pengolahan tanah (total hingga siap tanam) Kapur pertanian (dolomit) Pupuk kandang Pupuk Urea Pupuk SP-36 Pupuk KCL Fungisida Insektisida Benih Biaya persemaian (total hingga siap tanam) Tenaga Kerja Penanaman Tenaga Kerja Pemupukan Tenaga Kerja Penyiangan dan pendangiran Tenaga Kerja Penyiraman Tenaga Kerja Penyemprotan Tenaga Kerja Bantuan Umum Tenaga Kerja Panen dan Pasca Panen
1000 m2 100 kg 300 kg 25 kg 10 kg 15 kg 0.4 kg 0.2 liter 550 gr 10 m2 3 HKW 2 HKW 2 HKW 2 HKP 2 HKP 2 HKP 1400 kg
500 500 500 1,500 2,000 1,800 70,000 150,000 100 6,000 40,000 40,000 40,000 50,000 50,000 50,000 100
Total biaya produksi Penerimaan :
Jumlah (Rp)
500,000 50,000 150,000 37,500 20,000 27,000 28,000 30,000 55,000 60,000 120,000 80,000 80,000 100,000 100,000 100,000 100,000 2,197,500
1400 kg
Keuntungan
2,500
3,500,000 1,302,500
BEP (produksi) BEP (harga) R/C Ratio
2,500 1400 kg
879 1,570 1.59
137
Lampiran 14. Analisa Usahatani Tomat Organik Umur tanaman Skala Usaha Total Produksi
: 3 bulan : 1000 m2 : 3000 kg
No
Uraian A. Biaya Tetap
Volume
Harga/Satuan (Rp)
1000 m2
300.000/4 bulan
300,000
a. Hand sprayer (10.000/bulan)
2 buah
30.000/4 bulan
60,000
b. Cangkul (15.000/bulan)
3 buah
45.000/4 bulan
135,000
15 batang
15.000/batang
225,000
20.000/kg
100,000
1
Sewa Tanah
2
Penyusutan
3
Jumlah (Rp)
Penyusutan bahan pendukung a. Ajir bamboo b. Plastik persemaian
5 kg
B. Biaya Variabel 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pengolahan tanah (total hingga siap tanam) Kapur pertanian (dolomit) Pupuk kandang Benih Biaya persemaian (total hingga siap tanam) Pestisida nabati Tenaga Kerja Penanaman Tenaga Kerja Pemupukan Tenaga Kerja Penyiangan dan pendangiran
1000 m2 100 kg 2000 kg 100 gr 10 m2 50 liter 3 HKW 2 HKW 12 HKW
500 500 500 1,750 6,000 30,000 40,000 40,000 40,000
500,000 50,000 1,000,000 175,000 60,000 1,500,000 120,000 80,000 480,000
10 11 12 13 14
Tenaga Kerja Penyiraman Tenaga Kerja Penyemprotan Tenaga Kerja Bantuan Umum Tenaga Kerja Panen Tenaga Kerja Pasca Panen
20 HKP 2 HKP 2 HKP 3000 kg 3000 kg
50,000 50,000 50,000 100 100
1,000,000 100,000 100,000 300,000 300,000
Total biaya produksi Penerimaan : Grade A Grade B Penerimaan
6,585,000
2000 kg 1000 kg
Faktor Kerusakan (15 %)
10,000 8,000
20,000,000 8,000,000 28,000,000
Total penerimaan
4,200,000 23,800,000
Keuntungan
17,215,000 BEP (produksi) BEP (harga) R/C Ratio
9,000 2100kg
732 3,136 3.61
138
Lampiran 15. Analisa Usahatani Tomat Konvensional Umur tanaman Skala Usaha Total Produksi No
Uraian A. Biaya Tetap
Volume
Harga/Satuan (Rp)
1000 m2
300.000/4 bulan
300,000
a. Hand sprayer (10.000/bulan)
2 buah
30.000/4 bulan
60,000
b. Cangkul (15.000/bulan)
3 buah
45.000/4 bulan
135,000
15 batang
15.000/batang
225,000
20.000/kg
100,000
1
Sewa Tanah
2
Penyusutan
3
: 3 bulan : 1000 m2 : 3000 kg
Penyusutan bahan pendukung a. Ajir bamboo b. Plastik persemaian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Jumlah (Rp)
B. Biaya Variabel Pengolahan tanah (total hingga siap tanam) Kapur pertanian (dolomit) Pupuk kandang Pupuk Urea Pupuk SP-36 Pupuk KCL Fungisida Insektisida Benih Biaya persemaian (total hingga siap tanam) Tenaga Kerja Penanaman Tenaga Kerja Pemupukan Tenaga Kerja Penyiangan dan pendangiran Tenaga Kerja Penyiraman Tenaga Kerja Penyemprotan Tenaga Kerja Bantuan Umum Tenaga Kerja Panen dan Pasca Panen
5 kg 1000 m2 100 kg 500 kg 25 kg 10 kg 15 kg 0.4 kg 0.2 liter 100 gr 10 m2 3 HKW 2 HKW 12 HKW 20 HKP 2 HKP 2 HKP 3000 kg
500 500 500 1,500 2,000 1,800 70,000 150,000 1,750 6,000 40,000 40,000 40,000 50,000 50,000 50,000 100
Total biaya produksi Penerimaan :
500,000 50,000 250,000 37,500 20,000 27,000 28,000 30,000 175,000 60,000 120,000 80,000 480,000 1,000,000 100,000 100,000 300,000 4,177,500
3000 kg
Keuntungan
3,000
9,000,000 4,822,500
BEP (produksi) BEP (harga) R/C Ratio
3,000 3,000
1,393 1,393 2.15
139
Lampiran 16. Analisa Usahatani Lobak Organik Umur tanaman Skala Usaha Total Produksi
: 60 hari (2 bulan) : 1000 m2 : 3000 kg
No
Uraian A. Biaya Tetap
Volume
Harga/Satuan (Rp)
1000 m2
225.000/3 bulan
225,000
a. Hand sprayer (10.000/bulan)
2 buah
30.000/3 bulan
60,000
b. Cangkul (15.000/bulan)
3 buah
45.000/3 bulan
135,000
1
Sewa Tanah
2
Penyusutan
Jumlah (Rp)
B. Biaya Variabel 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pengolahan tanah (total hingga siap tanam) Kapur pertanian (dolomit) Pupuk kandang Benih Biaya persemaian (total hingga siap tanam) Pestisida nabati Tenaga Kerja Penanaman Tenaga Kerja Pemupukan Tenaga Kerja Penyiangan dan pendangiran
1000 m2 100 kg 1000 kg 3 pak 10 m2 5 liter 3 HKW 2 HKW 2 HKW
500 500 500 60,000 6,000 30,000 40,000 40,000 40,000
500,000 50,000 500,000 180,000 60,000 150,000 120,000 80,000 80,000
10 11 12 13 14
Tenaga Kerja Penyiraman Tenaga Kerja Penyemprotan Tenaga Kerja Bantuan Umum Tenaga Kerja Panen Tenaga Kerja Pasca Panen
2 HKP 2 HKP 2 HKP 3000 kg 3000 kg
50,000 50,000 50,000 100 100
100,000 100,000 100,000 300,000 300,000
Total biaya produksi Penerimaan : Grade A Grade B Penerimaan
3,040,000
2000 kg 1000 kg
Faktor Kerusakan (30 %)
5,000 3,500
10,000,000 3,500,000 13,500,000
Total penerimaan
4,050,000 9,450,000
Keuntungan
6,410,000 BEP (produksi) BEP (harga) R/C Ratio
4,250 2100kg
715 1,448 3.11
140
Lampiran 17. Analisa Usahatani Lobak Konvensional Umur tanaman Skala Usaha Total Produksi No
Uraian A. Biaya Tetap
Volume
Harga/Satuan (Rp)
1000 m2
225.000/3 bulan
225,000
a. Hand sprayer (10.000/bulan)
2 buah
30.000/3 bulan
60,000
b. Cangkul (15.000/bulan)
3 buah
45.000/3 bulan
135,000
1
Sewa Tanah
2
Penyusutan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
: 60 hari (2 bulan) : 1000 m2 : 3000 kg
B. Biaya Variabel Pengolahan tanah (total hingga siap tanam) Kapur pertanian (dolomit) Pupuk kandang Pupuk Urea Pupuk SP-36 Pupuk KCL Fungisida Insektisida Benih Biaya persemaian (total hingga siap tanam) Tenaga Kerja Penanaman Tenaga Kerja Pemupukan Tenaga Kerja Penyiangan dan pendangiran Tenaga Kerja Penyiraman Tenaga Kerja Penyemprotan Tenaga Kerja Bantuan Umum Tenaga Kerja Panen dan Pasca Panen
1000 m2 100 kg 300 kg 25 kg 10 kg 15 kg 0.4 kg 0.2 liter 3 pak 10 m2 3 HKW 2 HKW 2 HKW 2 HKP 2 HKP 2 HKP 3000 kg
500 500 500 1,500 2,000 1,800 70,000 150,000 60,000 6,000 40,000 40,000 40,000 50,000 50,000 50,000 100
Total biaya produksi Penerimaan :
Jumlah (Rp)
500,000 50,000 150,000 37,500 20,000 27,000 28,000 30,000 180,000 60,000 120,000 80,000 80,000 100,000 100,000 100,000 300,000 2,382,500
3000 kg
Keuntungan
1,500
4,500,000 2,117,500
BEP (produksi) BEP (harga) R/C Ratio
1,500 3000 kg
1,588 794 1.89
Lampiran 18. Analisis Matriks IFE
Faktor Internal Kekuatan A B C D E F Kelemahan G H I J K L M N O P
Bobot NS 10 0.064 0.063 0.066 0.061 0.063 0.066
NS 1 0.073 0.030 0.063 0.085 0.089 0.085
NS 2 0.087 0.048 0.058 0.062 0.054 0.069
NS 3 0.085 0.056 0.074 0.056 0.099 0.056
NS 4 0.086 0.070 0.066 0.055 0.090 0.064
NS 5 0.094 0.067 0.088 0.079 0.100 0.063
NS 6 0.085 0.062 0.062 0.064 0.064 0.064
NS 7 0.078 0.072 0.072 0.072 0.074 0.076
NS 8 0.091 0.076 0.096 0.069 0.080 0.067
NS 9 0.098 0.065 0.093 0.063 0.072 0.087
0.057 0.053 0.047 0.061 0.059 0.061 0.061 0.061 0.061 0.077
0.062 0.054 0.062 0.056 0.071 0.058 0.058 0.064 0.054 0.062
0.072 0.063 0.081 0.083 0.088 0.034 0.067 0.067 0.083 0.065
0.074 0.072 0.074 0.068 0.068 0.057 0.066 0.057 0.059 0.053
0.058 0.063 0.056 0.065 0.063 0.050 0.077 0.063 0.056 0.067
0.062 0.062 0.062 0.062 0.066 0.060 0.062 0.062 0.062 0.062
0.065 0.059 0.057 0.039 0.054 0.057 0.056 0.056 0.056 0.056
0.064 0.049 0.049 0.056 0.067 0.067 0.053 0.053 0.071 0.067
0.065 0.063 0.048 0.061 0.048 0.061 0.054 0.061 0.063 0.061 0.072 0.061 0.057 0.061 0.057 0.064 0.054 0.061 0.054 0.064 TOTAL
RATAAN 0.084 0.061 0.074 0.067 0.078 0.070 0.064 0.058 0.060 0.060 0.066 0.058 0.062 0.060 0.062 0.063
Rating R- R6 7
R1
R2
R3
R4
R5
4 3 4 4 3 4
4 4 3 4 4 4
4 4 4 4 4 4
3 4 3 3 3 3
4 4 3 4 3 4
3 4 4 4 4 4
1 1 1 1 2 2 2 1 2 2
1 1 2 1 2 1 1 1 2 1
2 3 2 2 2 1 2 2 2 2
2 1 1 2 2 2 2 1 1 2
1 1 1 1 1 1 1 1 2 1
1 2 2 1 1 2 1 1 1 1
TOTAL R8
R9
R10
4 4 4 3 4 4
3 4 4 4 4 4
3 4 4 4 4 4
4 4 3 4 4 4
RATA 3.6 3.9 3.6 3.8 3.7 3.9
RATA 0.303 0.237 0.266 0.254 0.290 0.271
1 2 1 1 1 2 2 2 2 1
1 1 1 2 1 1 1 1 1 1
1 1 1 2 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1.2 1.4 1.3 1.4 1.4 1.4 1.4 1.2 1.5 1.3
0.077 0.082 0.078 0.085 0.092 0.081 0.086 0.073 0.093 0.082 2.306 2.448
141
142
Lampiran 19. Analisis Matriks EFE Faktor Eksternal
Bobot
Peluang A B C D E F G H
NS 1 0.073 0.084 0.092 0.057 0.084 0.084 0.084 0.099
NS 2 0.078 0.093 0.093 0.074 0.074 0.081 0.096 0.096
NS 3 0.068 0.072 0.068 0.068 0.068 0.068 0.083 0.083
NS 4 0.063 0.088 0.075 0.104 0.071 0.067 0.083 0.079
NS 5 0.080 0.072 0.084 0.080 0.072 0.068 0.100 0.092
NS 6 0.125 0.080 0.080 0.080 0.080 0.080 0.080 0.080
NS 7 0.062 0.082 0.062 0.089 0.089 0.089 0.089 0.089
NS 8 0.095 0.095 0.071 0.088 0.064 0.074 0.095 0.057
NS 9 0.095 0.095 0.075 0.088 0.064 0.075 0.088 0.058
NS 10 0.049 0.080 0.083 0.086 0.083 0.086 0.080 0.083
Ancaman I J K L
0.084 0.103 0.084 0.099
0.078 0.074 0.078 0.085
0.109 0.113 0.102 0.098
0.113 0.100 0.071 0.088
0.096 0.124 0.088 0.084
0.080 0.080 0.080 0.080
0.099 0.113 0.079 0.079
0.108 0.101 0.091 0.061
0.108 0.095 0.088 0.071
0.086 0.098 0.068 0.086
TOTAL
RATAAN 0.079 0.084 0.078 0.081 0.075 0.077 0.088 0.082 0.096 0.100 0.083 0.083
Rating NS NS 6 7
NS 1
NS 2
NS 3
NS 4
NS 5
3 4 3 4 3 4 3 4
3 4 3 4 3 3 3 3
4 3 3 3 3 3 3 4
3 4 3 3 3 3 3 3
4 3 4 3 3 3 4 4
3 4 3 3 3 3 3 4
2 2 2 1
1 2 1 1
1 2 2 2
1 2 1 1
2 2 1 1
1 2 2 1
NS 8
NS 9
NS 10
4 3 4 3 3 3 4 3
RATAAN 3.4 3.5 3.3 3.3 3.1 3.2 3.3 3.4
SKOR TOTAL RATAAN 0.267 0.294 0.258 0.269 0.232 0.247 0.290 0.278
4 4 3 4 4 3 3 3
3 3 3 3 3 4 4 3
3 3 4 3 3 3 3 3
2 2 1 1
2 2 2 1
2 2 2 1
2 2 2 2
1.6 2 1.6 1.2
0.154 0.200 0.132 0.100 2.720 2.720
Lampiran 20. Matriks QSPM Alternatif Strategi
Faktor Kunci Bobot Kekuatan
Strategi 1 AS
TAS
Strategi 2
Strategi 3
Strategi 4
Strategi 5
Strategi 6
Strategi 7
Strategi 8
Strategi 9
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
A
Penjadwalan musim tanam dan panen
0.084
4
0.295
3
0.286
3
0.286
4
0.295
3
0.278
3
0.269
3
0.278
3
0.278
3
0.278
B
0.061
4
0.231
4
0.225
3
0.207
4
0.219
3
0.201
3
0.201
4
0.213
4
0.213
3
0.201
C
Dinamika kelompok tani Produk diminati konsumen (ramah lingkungan)
0.074
4
0.258
4
0.258
4
0.266
4
0.273
3
0.251
4
0.258
4
0.266
4
0.258
4
0.273
D
Ketersediaan bahan baku pupuk
0.067
3
0.227
4
0.254
4
0.240
4
0.247
4
0.240
4
0.247
4
0.254
4
0.247
4
0.240
E
Lokasi geografis menunjang Sudah menerapkan Just In Time (JIT) dan penjadwalan pengiriman
0.078
4
0.283
4
0.290
4
0.283
4
0.283
4
0.283
4
0.290
4
0.275
4
0.290
4
0.275
0.070
4
0.264
4
0.244
4
0.251
4
0.251
4
0.251
4
0.244
4
0.251
4
0.264
4
0.244
0.064 0.058 0.060 0.060 0.066 0.058 0.062 0.060
2 2 2 1 1 2 1 1
0.096 0.099 0.095 0.085 0.085 0.086 0.086 0.085
2 2 1 2 2 2 2 2
0.103 0.093 0.078 0.097 0.105 0.092 0.111 0.109
2 2 2 2 2 2 2 2
0.109 0.087 0.101 0.097 0.105 0.098 0.105 0.097
2 2 2 1 2 1 2 2
0.109 0.087 0.090 0.085 0.118 0.081 0.111 0.109
1 1 2 2 2 1 1 2
0.090 0.082 0.101 0.109 0.112 0.081 0.080 0.091
2 2 2 2 2 2 2 2
0.109 0.111 0.095 0.091 0.105 0.086 0.099 0.097
2 2 2 2 2 2 2 2
0.096 0.087 0.095 0.097 0.132 0.104 0.111 0.097
2 2 2 2 2 1 2 2
0.109 0.105 0.095 0.097 0.105 0.081 0.093 0.103
2 2 2 2 2 2 2 2
0.096 0.093 0.113 0.109 0.099 0.086 0.099 0.091
0.062 0.063
2 1
0.093 0.075
2 2
0.117 0.100
2 1
0.099 0.088
2 2
0.117 0.100
1 2
0.086 0.094
2 1
0.093 0.088
2 2
0.099 0.100
2 2
0.105 0.107
2 2
0.105 0.100
F
Kelemahan G Kemampuan manajerial petani rendah H Sulitnya akses sertifikasi organik I Harga tergantung pengumpul atau mitra J Biaya perawatan tanaman tinggi K Keterbatasan modal, sulit mengakses kredit L Mutu produk petani rendah (retur 50%) M Arus keuangan/pembayaran tertunda N Fasilitas riset/demplot petani kurang memadai Pasokan dan teknologi produksi benih O bermutu masih rendah P Kapasitas dan kontinuitas produk belum stabil
143
144
Lanjutan lampiran 20. Alternatif Strategi
Faktor Kunci Bobot Peluang Dukungan dan pembinaan Petugas Penyuluh A Lapangan (PPL) B Quota permintaan belum semua terpenuhi Peningkatan jumlah penduduk dan C kesejahteraan D Rintisan pasar sayuran higienis E Tingkat harga bersaing F Pembinaan teknologi produksi pestisida nabati Kebijakan pemerintah mengenai program G “Go organik 2010” H Loyalitas konsumen organik tinggi Ancaman I Perubahan iklim/cuaca J Alih fungsi lahan K Serangan hama penyakit tanaman L Monopoli oleh pengusaha besar Total
Peringkat Strategi
Strategi 1 AS
TAS
Strategi 2
Strategi 3
Strategi 4
Strategi 5
Strategi 6
Strategi 7
Strategi 8
Strategi 9
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
0.079 0.084
4 3
0.275 0.285
3 3
0.267 0.285
3 3
0.252 0.268
3 3
0.252 0.260
3 3
0.267 0.277
3 3
0.252 0.260
3 3
0.267 0.277
3 3
0.259 0.268
4 4
0.275 0.302
0.078 0.081 0.075 0.077
4 4 4 4
0.273 0.293 0.270 0.270
4 4 3 3
0.289 0.309 0.255 0.262
3 4 4 4
0.266 0.301 0.262 0.270
4 4 3 4
0.281 0.309 0.247 0.278
4 4 3 3
0.281 0.301 0.255 0.262
3 4 4 4
0.266 0.293 0.270 0.286
4 4 4 4
0.273 0.293 0.277 0.293
3 3 4 4
0.250 0.269 0.262 0.293
3 3 4 4
0.266 0.277 0.270 0.293
0.088 0.082
3 4
0.281 0.286
4 4
0.316 0.302
4 4
0.325 0.294
4 4
0.316 0.310
4 4
0.316 0.302
4 4
0.316 0.294
4 4
0.316 0.294
4 4
0.316 0.310
4 4
0.316 0.294
0.096 0.100 0.083 0.083
1 1 2 2
0.135 0.140 0.124 0.149 5.226
2 2 2 2
0.163 0.170 0.124 0.141 5.448
1 2 2 2
0.135 0.150 0.132 0.141 5.315
2 1 1 2
0.144 0.140 0.116 0.141 5.369
2 1 2 2
0.144 0.130 0.149 0.133 5.246
2 2 2 2
0.154 0.150 0.124 0.125 5.271
2 2 2 2
0.144 0.150 0.132 0.158 5.429
1 1 2 2
0.135 0.140 0.124 0.141 5.318
2 2 1 2
0.163 0.170 0.116 0.125 5.368
9
1
6
3
8
7
2
5
4
Lampiran 21. Dokumentasi kebun dan produk sayuran organik di lokasi penelitian
1. Tanaman daun bawang
2. Tanaman wortel
3. Tanaman caisim/sawi hijau
4. Persediaan pupuk organik
5. Pembibitan dengan daun pisang pengganti Polibag
6. Komoditas tomat organik
145