RIRIEN EKOYANANTIASIH: KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN ...
KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN MAKNA ‘MEMBAWA’ DALAM BAHASA MELAYU BETAWI (VERB HYPONYMY CONTAINING THE MEANING OF 'TO TAKE' IN BETAWI MALAY LANGUAGE) Ririen Ekoyanantiasih Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta Pusat Ponsel: 081385081280 Pos-el:
[email protected] Tanggal naskah masuk: 10 Februari 2015 Tanggal revisi terakhir: 30 November 2015
Abstract
IN Betawi Malay language there are many lexemes which have similar relations of meaning. Some of which belong to synonymy while others belong to hyponymy. This article emphasizes the hyponymy of the verbs containing the meaning of "to take" using descriptive method. The data were taken from short stories and novels in Betawi Malay Language and also the dictionary of Kamus Dialek Jakarta (1982). The data were analyzed using Nida's (1975) componential analysis of lexical meaning. The theory was based on the assumption that a lexeme consists of a systematic semantics unit or contains a configuration of meaning which could be sorted into smallest components. The result showed that the lexeme bawe was the superordinate and its hyponymy was jungjung, dongdong, kandut, kempit, kepit, pikul, sandang, tengteng, jingjing, and keweng-keweng. Key words: lexeme, semantic components, hyponymy, superordinate
Abstrak DALAM bahasa Melayu Betawi banyak ditemukan leksem yang maknanya bermiripan. Kemiripan makna leksem-leksem itu ada yang bersinonim, ada pula yang berhiponim. Penelitian ini menekankan hubungan makna kehiponiman verba dengan makna ‘membawa’. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Data diperoleh melalui cerita pendek dan novel berbahasa Melayu Betawi, serta Kamus Dialek Jakarta (1982). Teori yang digunakan untuk menganalisis data adalah teori analisis komponen makna leksikal (Nida, 1975). Teori itu didasarkan pada asumsi bahwa satuan leksikal menyatakan kesatuan makna yang bersistem atau mengandung konfigurasi makna yang dapat diuraikan sampai pada komponen yang terkecil. Hasil pembahasan dengan analisis komponen makna menunjukkan bahwa leksem bawe merupakan superdordinat, sedangkan hiponimnya adalah jungjung, dongdong, kandut, kempit, kepit, pikul, sandang, tengteng, jingjing, dan keweng-keweng. Kata kunci: leksem, komponen makna, hiponim, superordinat
195
Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015:195—213
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
1.2 Masalah
Dalam bahasa Melayu Betawi banyak ditemukan leksem-leksem yang maknanya bersinonim meskipun makna setiap leksem tersebut tidak persis sama. Leksem-leksem itu ada yang bermakna umum (generik) dan yang bermakna khusus (spesifik). Ada kalanya leksem yang satu mencakupi makna leksem yang lain sehingga terjadi hubungan yang disebut subordinat dan superordinat atau hiperonim dan superhiperonim. Sebagai contoh, leksem liat ‘lihat’ (Chaer, 1982:180) dapat dikatakan sebagai superordinat dari leksem ngedelengi dengan makna ’memandang dengan mata tak berkedip’, leksem ngincer dengan makna ‘melihat dengan memicingkan sebelah mata’, dan leksem nonton dengan makna ‘menyaksikan pertunjukan’. Penelitian kehiponiman sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh para linguis, tetapi yang secara khusus menelaah dalam bahasa Melayu Betawi belum pernah dilakukan. Secara umum pakar Indonesia yang pertama menyinggung masalah hiponim ini adalah Slametmuljana (1964:40). Dalam pembahasannya ia memaparkan sekelompok kata yang mempunyai makna dasar (makna umum) sama dan konotasinya berbeda-beda. Contoh yang diberikannya itu adalah sekelompok kata menyelidiki, meneliti, memeriksa, menyiasati. Dikatakannya bahwa kata memeriksa bermakna umum, sedangkan kata menyelidiki, meneliti, dan menyiasati mempunyai nilai rasa tertentu. Nilai rasa itu dapat disamakan dengan konotasi yang membedakan antara kata menyelidiki, meneliti, menyiasati, dan memeriksa. Sementara itu, hubungan antara keempat kata itu adalah hubungan kehiponiman (Slametmuljana, 1964: 41—47). Kemudian, linguis lain yang juga membicarakan kehiponiman adalah Purwadarminta (1979), Basiroh (1992), Chaer (1994), dan Pateda (2001). Namun, kesemuanya mengambil sampel penelitiannya dalam bahasa Indonesia. Itulah sebabnya mengapa penelitian ini perlu dilakukan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan dengan pertanyaan sebagai berikut. (1) Bagaimana komponen makna verba bahasa Melayu Betawi yang menyatakan makna ‘membawa’? (2) Bagaimana mendiagnostik makna untuk menentukan superordinat verba bahasa Melayu Betawi yang menyatakan makna ‘membawa’?
196
1.3 Tujuan Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan komponen makna verba bahasa Melayu Betawi yang menyatakan makna ‘membawa’; (2) mendeskripsikan komponen makna diagnostik leksem bahasa Melayu Betawi sehingga dapat dicari superordinatnya. Karena luasnya cakupan yang ada dalam hubungan makna kehiponiman, penelitian ini dikhususkan pada verba yang menyatakan aktivitas ‘membawa’ saja. Penelitian kehiponiman verba ini pun masih dibatasi pada makna referensialnya, bukan pada makna kiasannya, dan bukan pula makna dalam konteksnya. 1.4 Metode Penelitian ini merujuk pada pandangan Sudaryanto (1986:62) tentang penggunaan metode deskriptif, yaitu suatu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan faktafakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Sumber data penelitian ini adalah (1) kumpulan cerita pendek Pengantin Sunat yang diterbitkan oleh Balai Pustaka (2002), (2) novel Si Dul Anak Jakarta karya Datuk Madjoindo (2003), dan (3) Kamus Dialek Jakarta yang disusun oleh Abdul Chaer (1982).
RIRIEN EKOYANANTIASIH: KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN ...
2. Kerangka Teori 2.1 Pengantar Kosakata bahasa dapat terdiri atas sejumlah sistem leksikal yang maknanya dapat ditetapkan berdasarkan seperangkat hubungan. Cruse (1986) membagi hubungan makna atas hubungan kesesuaian (congruence) dan hubungan pertentangan (oppositeness). Hubungan kesesuaian itu oleh Cruse (1986: 85–110) dibagi menjadi empat bagian, yaitu (1) kesamaan (identity), (2) perikutan (inclusion), (3) tumpang tindih (overlap), dan (4) sarak (disjunction). Menurut Cruse (1986, 85–110), hubungan leksikal yang sejajar dengan kesamaan adalah kesinoniman, misalnya bini:istri. Kesinoniman membicarakan hubungan kesimetrisan di antara sesama anggota kohiponim. Peliputan membicarakan pelibatan searah (unilateral implications) atau inklusi. Peliputan ialah makna suatu leksem masuk ke dalam makna leksem yang lebih luas. Hubungan itu dinyatakan sebagai hubungan antara hiponim dan hiperonim. Hubungan leksikal yang berkaitan dengan peliputan adalah kehiponiman, misalnya bunga:mawar. Hubungan leksikal yang berkaitan dengan ketumpangtindihan adalah keserasian (compatibility), misalnya ikan:hewan ternak. Ikan dan hewan merupakan ternak yang samasama mempunyai hiperonim hewan walaupun keduanya bukanlah unsur kohiponim. Sejalan dengan pandangan itu, Nida (1975:33) mengatakan bahwa dalam hubungan antarmakna terdapat empat tipe hubungan, yaitu (1) inklusi (inclusion), (2) tumpang tindih (overlapping), (3) komplementasi (complementation), dan (4) kontiguitas (contiguity). Lebih lanjut dijelaskan bahwa tipe hubungan makna inklusi adalah hubungan makna spesifik dengan makna generik. Artinya, makna yang lebih umum memayungi makna yang lebih khusus. Istilah yang sudah dikenal untuk hubungan ini ialah hiponimi. Makna sebuah kata termasuk dalam kata yang lain. Dalam kaitan dengan itu, (Chaer, 1982: 101) memberi contoh dalam bahasa Melayu Betawi
kata jongkok yang termasuk dalam makna kata nangkring. Makna kata jongkok adalah ‘duduk berlipat, tapi pantat tidak menjejak tanah’, makna kata nangkring adalah ‘duduk, berjongkok, atau berada di atas (di tempat yang tinggi)’. Jadi, makna kata nangkring merupakan hiponim dari kata jongkok. Kata nangkring merupakan superordinat dari kata jongkok. Hubungan kehiponiman dikaitkan dengan hubungan peliputan atau inklusi (Lyons, 1996; Cruse, 1986). Hubungan peliputan menunjukkan pelibatan searah. Suatu hiponim dalam suatu kalimat dapat disulih atau disubstitusi dengan hiperonimnya. Cara penyulihan ini biasa digunakan oleh para ahli linguistik pemakai metode kontekstual untuk menguji keanggotaan dalam kehiponiman (Lyons, 1996:326). Misalnya, dalam bahasa Melayu Betawi, kalimat Die ngelirik Ani ‘dia melirik Ani’ menyiratkan makna ‘melihat’ seperti dalam Dia ngeliatin Ani ‘dia melihat Ani’. Pelibatan searah itu tidak dapat diterapkan ke arah hiponim. Suatu hiperonim dalam suatu kalimat tidak dengan serta merta dapat diganti dengan hiponimnya, misalnya Die ngeliatin Ani ‘dia melihat Ani’ tidak menyiratkan Die ngelirik Ani ‘dia melirik Ani’ karena ada kemungkinan lain, yakni Die ngintip Ani ‘dia mengintip Ani’ Die ndeleng Ani ‘dia memandang Ani’. Cruse (1986:85–110) menanggapi pendapat Lyons (1996) dengan menyatakan bahwa pendefinisian kehiponiman melalui pelibatan searah itu cukup rumit. Tidak semua hiponim dapat digantikan dengan hiperonimnya. Dalam kalimat yang menegatifkan, misalnya, pelibatan searah dari hiponim ke hiperonim tidak berlaku karena secara semantis makna negatif dan tak negatif bertentangan. Jika hiponim dan hiperonim berada dalam konteks yang mengandaikan adanya pembilang umum atau pembilang umum negatif, arah pelibatan bukan hanya dari hiponim ke hiperonim, melainkan ada juga dari hiperonim ke hiponim. Misalnya, dalam bahasa Indonesia seperti tidak semua anjing berbahaya menyiratkan tidak semua binatang berbahaya. 197
Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015:195—213
Untuk menentukan leksem-leksem bahasa Melayu Betawi dalam relasi makna hiponim, penelitian ini mengacu pada pendapat Cruse (1986:150) yang mengatakan bahwa hiponim adalah kumpulan kata yang memiliki hubungan struktur makna yang penting dari suatu bahasa. Pada intinya hiponim merupakan ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat juga frasa atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain. Dengan kata lain, hiponim adalah kata yang maknanya dianggap lebih spesifik dari makna yang mencakupinya. Contoh dalam bahasa Indonesia: mawar, melati, sakura adalah hiponim dari kata bunga. Dalam wilayah makna ada makna generik dan makna spesifik. Makna spesifik berfungsi membedakan makna yang satu dengan makna yang lain. Untuk menentukan berbagai jenis makna di dalam satu wilayah makna, tiap makna harus dianalisis komponen-komponennya. Sebelum menganalisis suatu makna untuk menentukan komponen-komponennya, perlu berasumsi akan adanya satu wilayah makna tertentu atau menyeleksi makna yang relasinya sangat berdekatan satu sama lain. Menganalisis suatu makna berarti menguraikan makna itu sampai pada ciri pembedanya yang terkecil, yaitu komponen yang kontras dengan komponen lain. Ciri pembeda itu disebut dengan komponen diagnostik (lihat Nida, 1975:33). Berdasarkan uraian tersebut, teori yang digunakan untuk menganalisis data kehiponiman dalam bahasa Melayu Betawi adalah teori yang berkaitan erat dengan teori analisis komponen makna leksikal. Teori itu didasarkan pada asumsi bahwa satuan leksikal menyatakan kesatuan makna yang bersistem atau mengandung konfigurasi makna yang dapat diuraikan sampai pada komponen yang terkecil. Penelitian bahasa Melayu Betawi yang memfokuskan pada kajian kehiponiman ini berkaitan erat dengan analisis medan makna. Yang dimaksud dengan medan makna adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang tertentu. Dengan pertimbangan itu dan atas dasar tujuan penelitian, acuan yang digunakan untuk 198
menganalisis data kehiponiman bahasa Melayu Betawi ini bersifat ekletis, yaitu pandangan Lyons (1996), Nida (1975), dan Cruse (1986). Sementara itu, untuk menentukan verba, penulis mengacu pada pandangan Alwi et.al. (2008).
3. Hasil dan Pembahasan Penentuan kehiponiman verba ini didasarkan pada pengklasifikasian wilayah makna. Pengklasifikasian ini didasarkan atas komponen makna umum yang dimiliki bersama. Setiap wilayah makna ini dapat diklasifikasi lagi menjadi beberapa jenis wilayah makna (submakna) pada tataran yang lebih rendah yang dimiliki bersama oleh suatu leksem. Pengklasifikasian itu berdasarkan hubungan makna antarsatuan makna. Biasanya makna generik digunakan sebagai nama untuk menyebut tipe wilayah makna. Di dalam wilayah makna, di samping makna generik, tentu ada makna spesifik yang berfungsi membedakan antara makna yang satu dan makna yang lain. Untuk menemukan berbagai jenis makna di dalam satu wilayah makna tertentu, tiap makna harus dianalisis komponen-komponennya. Sebelum menganalisis suatu makna untuk menentukan komponen-komponen maknanya, perlu berasumsi akan adanya satu wilayah makna tertentu atau menyeleksi makna yang relasinya sangat berdekatan satu sama lain. Di bawah ini adalah data leksem verba bahasa Melayu Betawi yang menyatakan makna ‘membawa’. 1. bawe bawa 2. dongdong 1 dibawa atau dibopong di depan badan; 2 dibawa, dilarikan 3. jingjing membawa sesuatu dengan tangan terulur ke bawah dan tidak berapa erat memegangnya 4. jungjung membawa di atas kepala 5. kandut 1 membawa sesuatu dengan baju (kain dsb) digulung di depan perut; 2 ki hamil 6. kempit mengepit; membawa dengan dikepit di ketiak 7. kepit membawa dengan diimpit di ketiak
RIRIEN EKOYANANTIASIH: KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN ...
8. keweng-keweng dibawa-bawa ke sana ke mari 9. pikul 1 membawa barang di atas pundak; 2 menanggung 10. sandang memanggul, membawa di bahu 11. sangkil membawa (menggendong) di pinggang 12. tengteng menjingjing, membawa dengan tangan ke bawah Berdasarkan deskripsi kedua belas leskem itu, dapat diketahui komponen-komponen makna yang mendasari setiap definisi dan pengertianpengertian verba tersebut. 3.1 Komponen Makna Verba yang Menyatakan Makna ‘Membawa’ Berdasarkan komponen-komponen makna yang dimiliki oleh seperangkat leksem verba bahasa Melayu Betawi yang tercakup dalam satu wilayah makna ‘membawa’, dapat diketahui adanya beberapa komponen makna yang sama dan komponen makna pembeda (diagnostik). Dalam penelitian ini komponen-komponen makna tersebut dapat diketahui dari definisi leksem yang terdapat dalam kamus. Komponen makna tersebut adalah: (1) organ tubuh tangan, (2) organ tubuh bukan tangan, (3) organ tubuh kepala, (4) organ tubuh dada, (5) organ tubuh perut, (6) organ tubuh bahu, (7) organ tubuh ketiak, (8) organ tubuh pinggang, (9) objek yang dibawa berupa benda, (10) objek yang dibawa berupa orang atau makhluk hidup lain, (11) beban objek yang dibawa relatif berat, (12) beban objek yang dibawa relatif ringan, (13) tidak ada alat bantu untuk membawa, (14) ada alat bantu untuk membawa yang berupa kain, (15) ada alat bantu untuk membawa yang berupa tali dan kayu, (16) posisi benda yang dibawa berada di atas kepala, (17) posisi benda yang dibawa berada di bahu, (18) posisi benda yang dibawa berada di depan dada, (19) posisi benda yang dibawa berada di depan perut, (20) posisi benda yang dibawa berada di sisi badan, (21) posisi benda yang dibawa berada di bawah ketiak, (22) posisi benda
yang dibawa berada di sisi pinggang, (23) posisi tangan ketika membawa berada di atas kepala, (24) posisi tangan ketika membawa berada di depan dada, (25) posisi tangan ketika membawa berada di atas bahu, (26) posisi tangan ketika membawa berada di depan perut, (27) posisi tangan ketika membawa berada di sisi pinggang, (28) posisi tangan ketika membawa berada di sisi badan dan terjulur ke bawah, (29) cara membawa dilakukan dengan mendekap, (30) cara membawa dilakukan dengan menggendong, (31) cara membawa dilakukan dengan menggenggam/ memegang ujungnya, (32)cara membawa dilakukan dengan meletakkan benda di atas kepala, (33) cara membawa dilakukan dengan meletakkan benda di samping pinggang, (34) cara membawa dilakukan dengan meletakkan benda di atas bahu, (35) cara membawa dilakukan dengan meletakkan benda dijepit di antara badan dan lengan, (36) cara membawa dilakukan dengan meletakkan benda tergantung di tali dan kayu. A. Komponen Makna Bersama Berdasarkan definisi kamus Dialek Jakarta (1982), ke-12 leksem verba Bahasa Melayu Betawi yang berada dalam satu wilayah makna ‘membawa’ mengandung komponen makna bersama. Komponen makna bersama itu adalah (1) organ tubuh, (2) objek atau benda, (3) beban objek, (4) alat bantu,( 5) posisi benda, (6) posisi tangan, dan (7) cara membawa. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan komponen makna bersama organ tubuh adalah organ tubuh yang berhubungan dengan aktivitas membawa, yaitu kepala, bahu, dada, ketiak, perut, pinggang, dan tangan. Objek atau benda yang akan dibawa tersebut diletakkan di atas, di samping, atau di bawah anggota tubuh. Yang dimaksud dengan ‘objek’ atau ‘benda’ adalah benda atau barang yang dibawa. Objek tersebut dapat berupa benda mati atau benda hidup (makhluk hidup/orang). Yang disebut dengan ‘beban objek’ adalah massa atau volume barang yang dibawa. Massa beban yang dibawa tersebut relatif bisa ringan atau 199
Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015:195—213
berat. Sementara itu, yang dimaksud dengan ‘alat bantu’ adalah alat atau sarana yang digunakan oleh pelaku/subjek untuk membawa benda agar benda tersebut tidak jatuh serta untuk memudahkan membawa benda itu. Alat bantu yang dipakai itu dapat berupa kain, tali, dan kayu. Yang dimaksud dengan ‘posisi benda’ adalah letak benda pada anggota tubuh tertentu ketika dibawa oleh pelaku atau subjek. Posisi benda ketika dibawa itu ada bermacam-macam, yaitu di atas kepala, di depan dada/badan, di atas bahu, di antara badan dan lengan. Yang dimaksud dengan ‘posisi tangan’ adalah letak tangan pelaku/ subjek ketika membawa benda. Ada beberapa posisi tangan ketika membawa benda, antara lain adalah di atas kepala sambil memegang benda, di depan dada sambil mendekap benda, di atas bahu sambil memegang benda atau memegang alat bantu, dan terjulur ke bawah. Sementara itu, yang dimaksud dengan istilah ‘cara membawa’ adalah bagaimana benda itu dibawa oleh pelaku. Berdasarkan uraian tersebut, penulis menetapkan bahwa ketujuh istilah komponen makna bersama itu dipakai sebagai pedoman atau arah pandang kelompok verba yang berkaitan dengan aktivitas ‘membawa’. Tiap istilah yang dipakai sebagai pedoman untuk mengklasifikasi leksem verba akan menghasilkan pengelompokan verba yang berbeda. Misalnya, istilah organ tubuh ‘ketiak’ akan menghasilkan leksem verba kempit dan kepit. Kedua leksem itu berada dalam satu kelompok karena memiliki komponen makna bersama yang salah satunya adalah ‘posisi benda di bawah ketiak’, ‘cara membawa benda dengan menjepit di antara badan dan lengan atas’. B. Komponen Makna Pembeda Dari ketujuh komponen makna bersama yang telah ditentukan tersebut, dapat dianalisis atau dicari komponen makna pembeda (makna diagnostiknya). Komponen makna tersebut bersifat spesifik dan membedakan antara verba yang satu dan verba yang lain. Komponen makna pembeda tersebut tampak pada uraian berikut.
200
1)
Komponen Makna Pembeda ‘Organ Tubuh’
Komponen makna bersama ‘organ tubuh’ dapat diturunkan menjadi tujuh komponen makna pembeda yang membedakan antara verba ‘membawa’ yang satu dan verba lainnya. Ketujuh komponen makna pembeda itu adalah sebagai berikut. (1) Komponen makna pembeda ‘kepala’ mengandung pengertian bahwa benda yang dibawa diletakkan di atas kepala. Contoh leksem untuk keadaan ini adalah jungjung. (2) Komponen makna pembeda ‘badan/dada’ berkaitan dengan benda yang dibawa diletakkan di depan dada. Contoh leksem untuk keadaan ini adalah dongdong. (3) Komponen makna pembeda ‘bahu’ berkaitan dengan benda yang dibawa diletakkan di atas bahu atau bergantung di bahu. Contoh leksem untuk keadaan ini adalah pikul dan sandang. (4) Komponen makna pembeda ‘ketiak’ berkaitan dengan benda yang dibawa diletakkan di bawah ketiak (dalam keadaan dijepit). Contoh leksem untuk keadaan ini adalah kempit dan kepit. (5) Komponen makna pembeda ‘perut’ berkaitan dengan benda yang dibawa diletakkan di depan perut. Contoh leksem untuk keadaan ini adalah kandut. (6) Komponen makna pembeda ‘pinggang’ berkaitan dengan benda yang dibawa diletakkan di samping/sisi pinggang. Contoh leksem untuk keadaan ini adalah sangkil. (7) Komponen makna pembeda ‘tangan’ berkaitan dengan benda yang dibawa diletakkan atau dalam genggaman tangan yang terjulur ke bawah. Contoh leksemnya adalah jingjing, tengteng, dan keweng-keweng. Dari klasifikasi itu tampak bahwa leksem bawe tidak dicantumkan dalam contoh setiap komponen makna pembeda. Hal ini dilakukan karena leksem bawe itu termasuk dalam posisi netral (O). Leksem itu mempunyai anggota komponen makna yang lebih banyak daripada leksem lainnya. Bahkan, semua komponen makna dimiliki oleh leksem bawe. Oleh karena itu, leksem bawe menjadi superordinat dari leksem-leksem lain yang mengandung makna ’membawa’. Perhatikan contoh berikut.
RIRIEN EKOYANANTIASIH: KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN ...
Tu perempuan nyangkil bakul jamu. ‘Perempuan itu menggendong bakul jamu’. jungjung *kempit *jingjing Kalimat tersebut menyiratkan bahwa perempuan penjual jamu (gendong) sedang ‘membawa’ bakul berisi jamu dengan cara menggendong. Bakul jamu sebagai objek yang dibawa mempunyai beban yang relatif berat dengan volume yang cukup besar. Oleh karena itu, kemungkinan yang dapat dilakukan oleh penjual itu untuk membawa bakul adalah dengan menggendong atau dengan meletakkan bakul di atas kepala (‘menyunggi’). Berdasarkan uraian itu, pensubstitusian leksem jungjung pada kalimat itu berterima secara semantis karena terdapat kesesuaian makna di antara leksem jungjung itu sendiri dengan kalimat sebagai konteksnya. Bakul yang bebannya berat dan volumenya besar tidak akan mungkin dapat dibawa dengan cara dikepit atau dikempit. Selanjutnya, penggantian leksem jingjing ke dalam konteks kalimat itu juga tidak berterima. Hal itu disebabkan oleh komponen makna yang disiratkan oleh leksem jingjing itu, yaitu objek yang dibawa tidak terlalu berat dan volume yang juga tidak terlalu besar. Cara membawa benda itu dilakukan dengan memegang ujungnya (biasanya bertali bagian ujungnya). Jika leksem nyangkil disubstitusi dengan leksem bawe, kalimat itu menjadi Tu perempuan bawe bakul jamu ‘Perempuan itu membawa bakul jamu’. Penyulihan itu berterima karena makna leksem nyangkil sudah menyiratkan makna bawe ‘membawa’. Uraian kalimat di atas membuktikan bahwa di dalam leksem verba bahasa Melayu Betawi, hubungan peliputan menunjukkan pelibatan searah. Hal itu berarti bahwa suatu hiponim dalam suatu kalimat dapat disulih dengan hiperonimnya karena makna hiperonim secara tersirat sudah terkandung di dalam hiponimnya (Lyons, 1996: 326). Contoh kalimat berikut ini menyiratkan pemakaian leksem kempit, seperti: Die dateng cuman kempit bungkusan (‘Dia datang hanya dengan mengempit bungkusan’). Jika leksem
kempit dalam kalimat tersebut disulih dengan leksem bawe yang menjadi superordinat, kalimat itu akan menjadi Die dateng cuman bawe bungkusan (‘Dia datang hanya membawa bungkusan’). Penyulihan pada contoh kalimat itu tidak menyiratkan makna leksem kempit, tetapi ada kemungkinan makna lain, yaitu bisa dengan jingjing ‘menjinjing’, bisa juga tengteng, atau leksem lain yang berarti ‘membawa’. Uraian tersebut membuktikan bahwa pelibatan searah itu tidak dapat diterapkan ke arah hiponimnya. Dengan kata lain, dalam suatu kalimat, leksem yang menjadi superordinat tidak selalu dapat disulih dengan hiponimnya. 2)
Komponen Makna Pembeda ‘Objek’ atau ‘Benda’
Komponen makna bersama ‘objek’ atau ‘benda’ yang dibawa dapat diturunkan menjadi dua komponen makna pembeda. Kedua komponen makna tersebut dapat membedakan antara verba yang satu dan verba lainnya yang mengandung pengertian ‘membawa’. Kedua makna pembeda itu adalah (1) objek yang dibawa dapat berupa benda/barang; (2) objek yang dibawa berupa makhluk hidup (orang). Percontoh data verba bahasa Melayu Betawi yang mengandung objek berupa benda/ barang adalah jingjing, jungjung, kandut, kempit, kepit, pikul, dan tengteng. Sementara itu, leksem yang mengandung objek berupa makhluk hidup (orang) adalah dongdong dan sangkil. Berikut ini adalah contohnya: Die dongdong anaknye ke rume sakit. ‘Dia membopong anaknya ke rumah sakit’. Leksem dongdong dalam kalimat tersebut dapat disulih dengan leksem sangkil seperti: Die nyangkil anaknye ke rume sakit. ‘Dia menggendong anaknya ke rumah sakit’. Selain itu, leksem dongdong dalam kalimat itu juga dapat disulih dengan leksem bawe yang menjadi superordinatnya sehingga menjadi: Die ngebawe anaknye ke rume sakit. ‘Dia membawa anaknya ke rumah sakit’. 201
Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015:195—213
Paparan tersebut menggambarkan bahwa makna suatu hiponim, seperti dongdong dan nyangkil, sudah menyiratkan makna hiperonim atau superordinatnya. 3)
Komponen Makna Pembeda ‘Beban Objek’
Komponen makna bersama ‘beban objek’ dapat diturunkan menjadi dua kelompok komponen makna pembeda yang membedakan antara verba yang mengandung makna ‘membawa’ yang satu dan lainnya. Kedua komponen makna pembeda itu adalah: (1) beban objek yang dibawa relatif ringan; (2) beban objek yang dibawa relatif berat. Percontoh data leksem bahasa Melayu Betawi yang mengandung komponen makna ‘beban objek relatif ringan’ adalah jingjing, tengteng, kandut, kempit, kepit, kewengkeweng, sandang, dan bawe. Sementara itu, leksem yang mengandung komponen makna ‘beban objek relatif berat’ adalah dongdong, sangkil, pikul, dan bawe. Berikut ini diberikan contoh kalimat yang mengandung leksem tersebut. Mpok Ati ngempit tasnye. ‘Kak Ati mengempit tasnya’. Kalimat tersebut dapat disulih dengan leksem jinjing menjadi Mpok Ati njinjing tasnye. ‘Kak Ati menjinjing tasnya’. 4)
Komponen Makna Pembeda ‘Alat Bantu’
Komponen makna bersama ‘alat bantu’ dapat diturunkan menjadi dua komponen makna pembeda, yaitu kedua komponen makna tersebut adalah: (1) tidak adanya alat bantu ketika membawa benda, (2) adanya alat bantu ketika membawa benda. Sementara itu, komponen makna pembeda ‘alat bantu’ masih dapat diturunkan menjadi dua, yaitu (a) alat bantu berupa kain dan (b) alat bantu berupa kayu dan tali. Percontoh data verba bahasa Melayu Betawi yang mengandung komponen makna pembeda yang berupa ‘tanpa alat bantu’ ketika 202
melakukan aktivitas membawa adalah: dongdong, jingjing, jungjung, kempit, kepit, keweng-keweng, sandang, dan tengteng. Sementara itu, leksem yang mengandung komponen makna pembeda ‘adanya alat bantu’ berupa kain adalah kandut, sedangkan yang mengandung komponen makna pembeda ‘adanya alat bantu’ berupa kayu dan tali adalah leksem pikul. Dari uraian itu tampak bahwa leksem bawe tidak masuk dalam klasifikasi karena leksem itu merupakan superordinat dari semua leksem verba ‘membawa’. 5)
Komponen Makna Pembeda ‘Posisi Benda’
Komponen makna bersama ‘posisi benda’ dapat diturunkan menjadi tujuh komponen makna pembeda. Ketujuh komponen makna tersebut adalah: (1) posisi benda yang dibawa di atas kepala, (2) posisi benda yang dibawa di depan dada, (3) posisi benda yang dibawa di depan perut, (4) posisi benda yang dibawa di sisi pinggang, (5) posisi benda yang dibawa di atas bahu, (6) posisi benda yang dibawa di sisi badan, dan (7) posisi benda yang dibawa di bawah ketiak. Ketujuh komponen makna pembeda itu bersifat spesifik dan membedakan antara verba yang satu dan verba lainnya yang mengandung makna ‘membawa’. Percontoh data verba bahasa Melayu Betawi yang mengandung komponen makna pembeda ‘posisi benda’ di atas kepala adalah leksem jungjung. Leksem yang mengandung komponen makna pembeda ‘posisi benda yang dibawa di depan dada’ adalah leksem dongdong; leksem yang mengandung komponen makna pembeda ‘posisi benda yang dibawa di depan perut’ adalah kandut; leksem yang mengandung komponen makna pembeda ‘posisi benda yang dibawa di sisi pinggang’ adalah sangkil; leksem yang mengandung komponen makna pembeda ‘posisi benda yang dibawa di atas bahu’ adalah sandang; leksem yang mengandung komponen makna pembeda ‘posisi benda yang dibawa di sisi badan’ adalah jingjing, keweng-keweng, dan pikul; leksem yang mengandung komponen
RIRIEN EKOYANANTIASIH: KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN ...
makna pembeda ‘posisi benda yang dibawa di bawah ketiak’ adalah kempit dan kepit. 6)
Komponen Makna Pembeda ‘Posisi Tangan’
Komponen makna bersama ‘posisi tangan’ dapat diturunkan menjadi enam komponen makna pembeda. Keenam komponen makna tersebut adalah: (1) posisi tangan ketika membawa benda berada di atas kepala, (2) posisi tangan ketika membawa benda berada di atas bahu, (3) posisi tangan ketika membawa benda berada di depan dada, (4) posisi tangan ketika membawa benda berada di depan perut, (5) posisi tangan ketika membawa benda berada di sisi badan dan terjulur ke bawah, dan (6) posisi tangan ketika membawa benda berada di sisi pinggang. Keenam komponen makna pembeda tersebut membedakan verba yang satu dengan verba yang lain yang berada dalam satu wilayah makna ‘membawa’. Percontoh data leksem verba bahasa Melayu Betawi yang mengandung komponen makna pembeda ‘posisi tangan di atas kepala’ adalah leksem jungjung; leksem yang mengandung komponen makna pembeda ‘posisi tangan di atas bahu’ adalah sangkil dan pikul; leksem yang mengandung komponen makna pembeda ‘posisi tangan di depan dada’ adalah dongdong; leksem yang mengandung komponen makna pembeda ‘posisi tangan di depan perut’ adalah kandut; leksem yang mengandung komponen makna pembeda ‘posisi tangan di sisi pinggang’ adalah sangkil; leksem yang mengandung komponen makna pembeda ‘posisi tangan di sisi badan dan terjulur ke bawah’ adalah jingjing, kempit, kepit, keweng-keweng, dan tengteng. 7)
Komponen Makna Pembeda ‘Cara Membawa’
Komponen makna bersama ‘cara membawa’ dapat diturunkan menjadi delapan komponen makna pembeda. Kedelapan komponen makna itu bersifat spesifik dan membedakan antara verba yang satu dan verba yang lain yang berada dalam satu wilayah makna
‘membawa’. Kedelapan komponen makna yang dimaksud adalah (1) cara membawa dilakukan dengan ‘mendekap’; leksem yang dihasilkan dengan cara membawa seperti itu adalah dongdong; (2) cara membawa dilakukan dengan ‘menggendong’; leksem yang dihasilkan dengan cara membawa seperti itu adalah kandut; (3) cara membawa dilakukan dengan ‘menggenggam ujung benda’; leksem yang dihasilkan dengan cara membawa seperti itu adalah jingjing, kewengkeweng, dan tengteng; (4) cara membawa dilakukan dengan ‘mengepit di antara badan dan lengan’; leksem yang dihasilkan dengan cara membawa seperti itu adalah kempit dan kepit; (5) cara membawa dilakukan dengan ‘meletakkan benda di atas kepala’; leksem yang dihasilkan dengan cara membawa seperti itu adalah jungjung; (6) cara membawa dilakukan dengan ‘bergantung di kayu dan kayu’; leksem yang dihasilkan dengan cara membawa seperti itu adalah pikul; (7) cara membawa dilakukan dengan ‘meletakkan benda di atas bahu’; leksem yang dihasilkan dengan cara membawa seperti itu adalah sandang; (8) cara membawa dilakukan dengan ‘meletakkan benda di samping pinggang’; leksem yang dihasilkan dengan cara membawa seperti itu adalah sangkil. 3.2 Analisis Komponen Makna Teori komponen makna dapat digunakan untuk membuktikan dan mengetahui bahwa seperangkat verba bahasa Melayu Betawi yang berada dalam wilayah makna ‘membawa’ tersebut merupakan kelompok generik atau spesifik dan leksem yang menduduki tataran tertinggi atau terendah. Selain itu, dapat diketahui pula bahwa beberapa leksem yang berada dalam satu wilayah makna yang saling berdekatan itu mempunyai hubungan sinonimi atau hiponimi. Komponen makna dalam setiap pasangan leksem yang berdekatan kandungan maknanya perlu dikembangkan secara terbuka, yaitu dapat ditambah atau diperluas menurut keperluan analisis sehingga relasi makna antaranggota tiap pasangan menjadi jelas, seperti terlihat pada tabel berikut. 203
Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015:195—213
Tabel I Komponen Makna Verba Bahasa Melayu Betawi yang Menyatakan Makna 'Membawa' No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Komponen Makna Leksem
Organ Tubuh Kpl
Tng
Dda
Prt
Bhu
bawe dongdong jingjing jungjung kandut kempit kepit keweng-keweng pikul sandang sangkil tengteng
± + -
± + + +
± + -
± + -
± + + -
Benda Ktiak Pnggng ± + + -
± + -
Jumlah Benda
Org
Bnd
± ± ± -
± + + + + + + + + + + +
Berat Ringan ± + ± + ± -
± + + + + + + +
Keterangan: Kpl= Kepala; Tng=Tangan; Dda=Dada; Prt=Perut; Bhu=Bahu; Ktik=Ketiak; Bnd=Benda; Org=Orang; Pnggng=Pinggang
Lanjutan tabel No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Komponen Makna Leksem
Alat Bantu
Tak Ada bawe ± dongdong + jingjing + jungjung + kandut kempit + kepit + keweng-keweng + pikul sandang + sangkil tengteng +
Posisi Benda
Kain
Kayu
± + + -
± + -
Atas Depan Depan Sisi atas Bawah kepala Dada Perut Badan Bahu Ketiak ± ± ± ± ± ± + + + + + + + + + + + -
Lanjutan tabel No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 204
Komponen Makna Leksem
Atas Kepala
Depan Dada
bawe dongdong jingjing jungjung kandut kempit kepit keweng-keweng pikul sandang sangkil tengteng
± + -
± + -
Posisi Tangan Atas Depan Pinggang Bahu Perut ± + + -
± -
± + -
Terjulur ke Bawah ± + + + + + +
RIRIEN EKOYANANTIASIH: KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN ...
Lanjutan tabel Komponen Cara Membawa Makna No. Di Atas Tergantung Di Atas Di Sisi Didekap Digendong Digenggam Dijepit Leksem Bahu Pinggang Kepala di Bahu ± 1 bawe ± ± ± ± ± ± ± + 2 dongdong 3 jingjing + 4 jungjung + 5 kandut + 6 kempit + 7 kepit + 8 keweng-keweng + 9 pikul + 10 sandang + 11 sangkil + 12 tengteng + -
Tabel komponen makna tersebut menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan di antara kedua belas leksem verba bahasa Melayu Betawi yang menyatakan makna ‘membawa’. Berikut ini deskripsi komponen makna verba yang menyatakan makna ‘membawa’ tersebut. (1) Leksem verba bawe mempunyai komponen-komponen makna dengan tanda (±), yang artinya, ada atau tidak adanya komponen makna seperti organ tubuh yang berhubungan dengan membawa, yaitu kepala, dada, perut, bahu, ketiak, dan pinggang; benda yang dibawa berupa barang atau orang; jumlah beban yang dibawa bisa berat/ringan; cara membawa bisa tanpa alat bantu dan dengan alat bantu; posisi benda yang dibawa bisa berada di atas kepala, depan dada, depan perut, sisi badan, atas bahu, dan di bawah ketiak; posisi tangan ketika membawa bisa berada di atas kepala, depan dada, atas bahu, depan perut, pinggang, dan terjulur ke bawah; cara membawa benda itu dapat dilakukan dengan didekap, digendong, digenggam (ujungnya), dijepit (di antara badan dan lengan), di atas kepala, tergantung di kayu dan bahu, di atas bahu, di samping pinggang. (2) Leksem verba dongdong mengandung komponen-komponen makna dengan tanda (+), yang artinya leksem tersebut mempunyai
komponen makna, seperti organ tubuh yang berhubungan dengan membawa, yaitu dada; benda yang dibawa dapat berupa orang atau barang; jumlah beban yang dibawa relatif berat; cara membawa tanpa alat bantu; posisi benda yang dibawa berada di depan dada; posisi tangan ketika membawa berada di depan dada; cara membawa benda itu dengan didekap. Leksem verba dongdong juga mempunyai komponen makna dengan tanda (-), yang artinya leksem tersebut tidak mempunyai komponen-komponen makna, seperti: aktivitas membawa tidak berhubungan dengan kepala, perut, bahu, ketiak, dan pinggang; benda yang dibawa berupa barang; berat benda ringan; menggunakan alat bantu kain, menggunakan alat bantu tali dan kayu; posisi benda di atas kepala, di depan perut, di sisi badan, di atas bahu, dan di bawah ketiak; posisi tangan di atas kepala, di atas bahu, di depan perut, di pinggang, dan terjulur ke bawah; cara membawa dengan digendong, digenggam ujungnya, dijepit di antara badan dan lengan, di atas kepala, bergantung pada bahu, di atas bahu, dan di samping pinggang. (3) Leksem verba jingjing mengandung komponen-komponen makna dengan tanda (+), yang artinya, leksem itu mempunyai komponen-komponen makna, seperti organ 205
Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015:195—213
tubuh yang berhubungan dengan membawa, yaitu tangan; benda yang dibawa berupa barang; jumlah beban yang dibawa relatif ringan; cara membawa tanpa alat bantu; posisi benda yang dibawa berada di sisi badan; posisi tangan ketika membawa barang terjulur ke bawah; cara membawa benda itu dengan dipegang atau digenggam ujungnya. Leksem verba jingjing juga mempunyai komponen makna dengan tanda (-), yang artinya, leksem tersebut tidak mempunyai komponen makna, seperti (1) aktivitas membawa tidak berhubungan dengan organ kepala, dada, perut, bahu, ketiak, dan pinggang; (2) benda yang dibawa berupa orang; (3) benda yang dibawa relatif berat; (4) menggunakan alat bantu kain, tali, dan kayu; (5) posisi benda di atas kepala, di depan dada, depan perut, atas bahu, dan di bawah ketiak; (6) posisi tangan di atas kepala, di depan dada, di atas bahu, di depan perut, di sisi pinggang; (7) cara membawa dengan didekap, digendong, dijepit di antara badan dan lengan, di atas kepala, tergantung pada bahu, di atas bahu, dan di samping pinggang. (4) Leksem verba jungjung mengandung komponen-komponen makna dengan tanda (+), yang artinya, leksem itu mempunyai komponen-komponen makna, seperti organ tubuh yang berhubungan dengan membawa, yaitu kepala; benda yang dibawa berupa barang; jumlah beban yang dibawa dapat berat/ringan; cara membawa tanpa alat bantu; posisi benda yang dibawa berada di atas kepala; posisi tangan ketika membawa berada di atas kepala memegang benda; cara membawa dilakukan dengan meletakkan benda di atas kepala. Leksem verba jungjung juga mempunyai komponen makna dengan tanda (-), yang artinya, leksem tersebut tidak mempunyai komponen makna, seperti aktivitas membawa tidak berhubungan dengan organ: dada, perut, bahu, ketiak, dan pinggang. Benda yang dibawa berupa orang; jumlah 206
beban yang dibawa bisa relatif berat/ringan; menggunakan alat bantu kain, tali, dan kayu; posisi benda berada di depan dada, depan perut, sisi badan, bahu atas dan bawah ketiak; posisi tangan berada di depan dada, atas bahu, depan perut, pinggang, dan terjulur ke bawah; cara membawa dengan didekap, digendong, digenggam ujungnya, terjepit, tergantung pada kayu dan bahu, tergantung di bahu, di samping pinggang. (5) Leksem verba kandut mengandung komponen-komponen makna dengan tanda (+), yang artinya, leksem itu mempunyai komponen-komponen makna, seperti organ tubuh yang berhubungan dengan membawa, yaitu perut; benda yang dibawa berupa barang; jumlah beban yang dibawa ringan; cara membawa dengan alat bantu berupa kain; posisi benda yang dibawa berada di depan perut; posisi tangan ketika membawa terjulur ke bawah; cara membawa benda itu dengan digendong. Leksem verba kandut juga mempunyai komponen makna dengan tanda (-), yang artinya, leksem tersebut tidak mempunyai komponen makna, seperti aktivitas membawa tidak berhubungan dengan organ: kepala, dada, bahu, ketiak, dan pinggang. Benda yang dibawa berupa orang; beban yang dibawa bisa relatif berat; menggunakan alat bantu tali dan kayu; posisi benda berada di atas kepala, depan dada, sisi badan, atas bahu, bawah ketiak, posisi tangan berada di atas kepala, depan dada, atas bahu, depan perut, pinggang; cara membawa dengan didekap, digenggam ujungnya, dijepit antara badan dan lengan, di atas kepala, tergantung di bahu dan kayu, tergantung di bahu, di samping pinggang. (6) Leksem verba kempit mengandung komponen-komponen makna dengan tanda (+), yang artinya, leksem itu mempunyai komponen-komponen makna, seperti organ tubuh yang berhubungan dengan membawa, yaitu ketiak; benda yang dibawa berupa barang; jumlah beban yang dibawa relatif ringan; cara membawa tanpa alat bantu;
RIRIEN EKOYANANTIASIH: KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN ...
posisi benda yang dibawa berada di bawah ketiak; posisi tangan ketika membawa terjulur ke bawah; cara membawa benda itu dengan dijepit di antara badan dan tangan/ lengan. Leksem verba kempit juga mempunyai komponen makna dengan tanda (-), yang artinya, leksem tersebut tidak mempunyai komponen makna, seperti aktivitas membawa tidak berhubungan dengan organ: kepala, dada, perut, bahu, dan pinggang. Benda yang dibawa berupa orang; beban yang dibawa bisa relatif berat; menggunakan alat bantu kain, tali, dan kayu; posisi benda berada di atas kepala, depan dada, depan perut, sisi badan, dan atas bahu; posisi tangan di atas kepala, berada di depan dada, di atas bahu, depan perut, pinggang; cara membawa dengan didekap, digendong, digenggam ujungnya, di atas kepala, tergantung pada bahu dan kayu, tergantung di bahu, di samping pinggang. (7) Leksem verba kepit mengandung komponen-komponen makna dengan tanda (+), yang artinya, leksem itu mempunyai komponen-komponen makna, seperti organ tubuh yang berhubungan dengan membawa, yaitu ketiak; benda yang dibawa berupa barang; jumlah beban yang dibawa relatif ringan; cara membawa tanpa alat bantu; posisi benda yang dibawa berada di bawah ketiak; posisi tangan ketika membawa terjulur ke bawah; cara membawa benda itu dengan dijepit di antara badan dan tangan/ lengan. Leksem verba kepit juga mempunyai komponen makna dengan tanda (-), yang artinya, leksem tersebut tidak mempunyai komponen makna, seperti aktivitas membawa tidak berhubungan dengan organ: kepala, dada, perut, bahu, dan pinggang; benda yang dibawa berupa orang; beban yang dibawa bisa relatif berat; menggunakan alat bantu kain, tali, dan kayu; posisi benda berada di atas kepala, depan dada, depan perut, sisi badan, dan atas bahu; posisi tangan di atas kepala, berada di depan dada,
di atas bahu, depan perut, pinggang; cara membawa dengan didekap, digendong, digenggam ujungnya, di atas kepala, tergantung pada bahu dan kayu, tergantung di bahu, di samping pinggang. (8) Leksem verba keweng-keweng mengandung komponen-komponen makna dengan tanda (+), yang artinya, leksem itu mempunyai komponen-komponen makna, seperti organ tubuh yang berhubungan dengan membawa, yaitu tangan; benda yang dibawa berupa barang; jumlah beban yang dibawa relatif ringan; cara membawa tanpa alat bantu; posisi benda yang dibawa berada di sisi badan; posisi tangan ketika membawa barang terjulur ke bawah; cara membawa benda itu dengan dipegang atau digenggam ujungnya. Leksem verba keweng-keweng juga mempunyai komponen makna dengan tanda (-), yang artinya, leksem tersebut tidak mempunyai komponen makna, seperti (1) aktivitas membawa tidak berhubungan dengan organ kepala, dada, perut, bahu, ketiak, dan pinggang; (2) benda yang dibawa berupa orang; (3) benda yang dibawa relatif berat; (4) menggunakan alat bantu kain, tali, dan kayu; (5) posisi benda di atas kepala, di depan dada, depan perut, atas bahu, dan di bawah ketiak; (6) posisi tangan di atas kepala, di depan dada, di atas bahu, di depan perut, di sisi pinggang; (7) cara membawa dengan didekap, digendong, dijepit di antara badan dan lengan, di atas kepala, tergantung pada bahu, di atas bahu, dan di samping pinggang. (9) Leksem verba pikul mengandung komponen-komponen makna dengan tanda (+), yang artinya, leksem itu mempunyai komponen-komponen makna, seperti organ tubuh yang berhubungan dengan membawa, yaitu bahu; benda yang dibawa berupa barang; jumlah beban yang dibawa relatif berat; cara membawa dengan alat bantu tali dan pikulan kayu; posisi benda yang dibawa berada di samping badan; posisi tangan ketika membawa berada di atas bahu memegang 207
Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015:195—213
pikulan; cara membawa benda itu dengan digantung di bahu dan kayu pikulan. Leksem verba pikul juga mempunyai komponen makna dengan tanda (-), yang artinya, leksem tersebut tidak mempunyai komponen makna, seperti aktivitas membawa tidak berhubungan dengan organ: kepala, dada, perut, ketiak, dan pinggang. Benda yang dibawa berupa orang; beban yang dibawa bisa relatif ringan; tidak menggunakan alat bantu kain; posisi benda berada di atas kepala, depan dada, depan perut, atas bahu, dan bawah ketiak; posisi tangan di atas kepala, berada di depan dada, di depan perut, pinggang, dan terjulur ke bawah; cara membawa dengan didekap, digendong, digenggam ujungnya, dijepit di antara badan dan lengan, di atas kepala, di atas bahu, di samping pinggang. (10) Leksem verba sandang mengandung komponen makna dengan tanda (+), yang artinya, leksem itu mempunyai komponen makna, seperti organ tubuh yang berhubungan dengan membawa, yaitu bahu; benda yang dibawa berupa barang; jumlah beban yang dibawa relatif ringan; cara membawa tanpa alat bantu; posisi benda yang dibawa berada di atas bahu; posisi tangan ketika membawa berada di atas bahu; cara membawa benda itu dengan diletakkan di atas bahu. Leksem verba sandang juga mempunyai komponen makna dengan tanda (-), yang artinya, leksem tersebut tidak mempunyai komponen makna, seperti aktivitas membawa tidak berhubungan dengan organ: kepala, dada, perut, ketiak, dan pinggang; benda yang dibawa berupa orang; beban yang dibawa bisa relatif berat; menggunakan alat bantu kain, tali, dan kayu; posisi benda berada di atas kepala, depan dada, depan perut, sisi badan, bawah ketiak, posisi tangan di atas kepala, berada di depan dada, depan perut, pinggang, terjulur ke bawah; cara membawa dengan didekap, digendong, digenggam ujungnya, di atas kepala, di atas bahu; di samping pinggang. 208
(11) Leksem verba sangkil mengandung komponen makna dengan tanda (+), yang artinya, leksem itu mempunyai komponen makna, seperti organ tubuh yang berhubungan dengan membawa, yaitu pinggang; benda yang dibawa berupa barang atau orang; jumlah beban yang dibawa relatif berat/ringan; cara membawa dengan alat bantu kain; posisi benda yang dibawa berada di pinggang; posisi tangan ketika membawa di pinggang; cara membawa benda itu dengan bergantung atau diletakkan di samping pinggang. Leksem verba sangkil juga mempunyai komponen makna dengan tanda (-), yang artinya, leksem tersebut tidak mempunyai komponen makna, seperti aktivitas membawa tidak berhubungan dengan organ: kepala, tangan, dada, perut, bahu, dan ketiak; benda yang dibawa dapat berupa orang; beban yang dibawa bisa relatif ringan; menggunakan alat bantu tali dan kayu; posisi benda berada di atas kepala, depan dada, depan perut, atas bahu, bawah ketiak; posisi tangan di atas kepala, berada di depan dada, di atas bahu, depan perut, dan berjulur ke bawah; cara membawa dengan didekap, digendong, digenggam ujungnya, dijepit di antara badan dan lengan, di atas kepala, tergantung pada bahu dan kayu, di atas bahu. (12) Leksem verba tengteng mengandung komponen-komponen makna dengan tanda (+), yang artinya, leksem itu mempunyai komponen-komponen makna, seperti organ tubuh yang berhubungan dengan membawa, yaitu tangan; benda yang dibawa berupa barang; jumlah beban yang dibawa relatif ringan; cara membawa tanpa alat bantu; posisi benda yang dibawa berada di sisi badan; posisi tangan ketika membawa barang terjulur ke bawah; cara membawa benda itu dengan dipegang atau digenggam ujungnya. Leksem verba tengteng juga mempunyai komponen makna dengan tanda (-), yang artinya, leksem tersebut tidak mempunyai komponen makna, seperti (1) aktivitas
RIRIEN EKOYANANTIASIH: KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN ...
Selanjutnya, leksem yang berdiri sendiri dengan komponen makna yang berbeda adalah leksem: dongdong, jungjung, kandut, pikul, sandang, dan sangkil. Sementara itu, leksem bawe mempunyai unsur komponen makna lebih banyak dari leksem lainnya sehingga leksem bawe itu merupakan superordinat dari dua pasang leksem yang bersinonim dan leksem-leksem lain. Oleh karena itu, leksem bawe dapat dikatakan berhipernim dengan leksem dongdong, jungjung, kandut, pikul, sandang, sangkil, jingjing, tengteng, keweng-keweng, kempit, dan kepit.
membawa tidak berhubungan dengan organ kepala, dada, perut, bahu, ketiak, dan pinggang; (2) benda yang dibawa berupa orang; (3) benda yang dibawa relatif berat; (4) menggunakan alat bantu kain, tali, dan kayu; (5) posisi benda di atas kepala, di depan dada, depan perut, atas bahu, dan di bawah ketiak; (6) posisi tangan di atas kepala, di depan dada, di atas bahu, di depan perut, di sisi pinggang; (7) cara membawa dengan didekap, digendong, dijepit di antara badan dan lengan, di atas kepala, tergantung pada bahu, di atas bahu, dan di samping pinggang. Berdasarkan deskripsi komponen makna yang dikandung oleh leksem verba bahasa Melayu Betawi yang menyatakan makna ‘membawa’ itu, dapat diketahui ada dua pasang leksem yang mempunyai komponen makna yang sama. Kedua pasang leksem yang mempunyai komponen makna yang sama itu merupakan dua pasang leksem yang bersinonim. Leksem-leksem itu adalah (1) leksem jingjing, leksem tengteng, leksem keweng-keweng; (2) leksem kempit dan leksem kepit.
3.3 Hubungan Kehiponiman Hubungan kehiponiman mengisyaratkan adanya struktur hierarki kosakata yang susunannya dapat bercabang dan dapat pula tidak. Sehubungan dengan hal itu, verba bahasa Melayu Betawi yang berkaitan dengan makna ‘membawa’ dapat memperlihatkan susunan hierarki kosakata, seperti yang tampak pada bagan kehiponiman berikut.
Bagan Kehiponiman Verba Bahasa Melayu Betawi yang Berkaitan dengan Aktivitas ‘Membawa’ kepala (jungjung) organ bukan tangan
dada (dongdong) perut (kandut) ketiak (kempit; kepit)
bawe pinggang (sangkil)
dengan alat bantu (pikul)
bahu tanpa alat bantu (sandang) jingjing organ tangan keweng-keweng tengteng
209
Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015:195—213
Bagan kehiponiman verba membawa dalam bahasa Melayu Betawi itu dapat dideskripsikan sebagai berikut. Leksem verba jungjung berhiponim dengan leksem bawe. Relasi hiponim bersifat searah sehingga leksem bawe bukan berhiponim dengan jungjung, melainkan berhipernim. Dengan kata lain, leksem bawe adalah superordinat dari leksem jungjung. Hubungan kehiponiman itu berdasarkan klasifikasi makna umum, yaitu aktivitas ‘membawa’ yang berhubungan dengan organ tubuh bukan tangan. Leksem jungjung mengandung makna bahwa aktivitas membawa berkaitan dengan organ kepala (benda diletakkan di atas kepala). Leksem verba dongdong berhiponim dengan leksem bawe. Hubungan antara leksem itu dan leksem bawe adalah hubungan kehiponiman. Leksem dongdong merupakan hiponimnya, sedangkan leksem bawe merupakan superordinatnya. Penentuan kehiponiman itu berdasarkan klasifikasi makna umum yang dikandung oleh setiap leksem, yaitu aktivitas membawa yang berhubungan dengan organ tubuh bukan tangan. Leksem dongdong ini mengandung makna bahwa aktivitas membawa berkaitan dengan organ dada (benda diletakkan di depan dada dengan bertumpu pada dua tangan). Leksem verba kandut berhiponim dengan leksem bawe. Hubungan antara leksem itu dan leksem bawe adalah hubungan kehiponiman. Leksem kandut merupakan hiponimnya, sedangkan leksem bawe merupakan superordinatnya. Penentuan kehiponiman itu berdasarkan klasifikasi makna umum yang dikandung oleh setiap leksem, yaitu aktivitas membawa yang berhubungan dengan organ tubuh bukan tangan. Leksem kandut ini mengandung makna bahwa aktivitas membawa berkaitan dengan organ perut (benda diletakkan di depan perut). Leksem verba sangkil berhiponim dengan bawe. Hubungan antara leksem itu dan leksem bawe atau keting adalah hubungan kehiponiman. Leksem sangkil merupakan hiponimnya, sedangkan leksem bawe merupakan superordinatnya. Penentuan kehiponiman itu 210
berdasarkan pada klasifikasi makna umum yang dikandung oleh setiap leksem, yaitu aktivitas membawa yang berhubungan dengan organ tubuh bukan tangan. Leksem sangkil ini mengandung makna bahwa aktivitas membawa berkaitan dengan organ pinggang (benda diletakkan di samping pinggang). Leksem verba pikul dan sandang berhiponim dengan leksem bawe. Hubungan antara leksem itu dan leksem bawe adalah hubungan kehiponiman. Leksem pikul dan sandang merupakan hiponimnya, sedangkan leksem bawe merupakan superordinatnya. Penentuan kehiponiman itu berdasarkan klasifikasi makna umum yang dikandung oleh setiap leksem, yaitu aktivitas membawa yang berhubungan dengan organ tubuh bukan tangan. Leksem pikul dan sandang ini mengandung makna bahwa aktivitas membawa berkaitan dengan organ bahu. Meskipun leksem pikul dan sandang mempunyai komponen makna yang sama, yaitu organ bahu, di dalam bagan kedua leksem itu terpisah atau berada dalam dua cabang dan posisi yang sejajar. Pemisahan itu terjadi karena adanya komponen makna yang lain, yaitu ada atau tidaknya makna alat bantu yang berhubungan dengan verba tersebut. Verba pikul mengandung komponen makna ‘memerlukan alat bantu’ yang berupa tali dan kayu. Sementara itu, verba sandang mengandung komponen makna ‘tidak memerlukan alat bantu’. Selain hubungan itu, juga terdapat hubungan sejajar di antara leksem-leksem yang berada dalam tataran yang lebih rendah. Hubungan sejajar itu adalah hubungan antara leksem jungjung dan leksem dongdong, leksem dongdong dan leksem kandut, dan leksem kandut dengan leksem sangkil. Hubungan yang sejajar di antara leksemleksem itu disebut kohiponim. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hubungan antara leksem jungjung, dongdong, kandut, dan sangkil merupakan kohiponim. Masih berkaitan dengan klasifikasi organ bukan tangan, bagan tersebut memperlihatkan bahwa leksem kempit dan kepit berada dalam satu cabang garis di bawah organ tubuh ketiak. Hal itu menunjukkan bahwa hubungan
RIRIEN EKOYANANTIASIH: KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN ...
kehiponiman yang terdapat pada leksem kempit dan kepit berdasarkan makna yang spesifik, yaitu aktivitas membawa yang berhubungan dengan organ tubuh bukan tangan, tetapi ketiak. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa leksem kempit dan kepit berhiponim dengan leksem bawe. Dengan kata lain, leksem bawe merupakan hipernim dari leksem kempit dan kepit. Sementara itu, hubungan antara leksem kempit dan kepit itu sendiri bersifat kohiponim. Hubungan kedua leksem itu ternyata tidak hanya sebatas pada hubungan kekohiponiman, melainkan juga kesinoniman. Leksem kempit dan kepit itu ternyata memiliki kesinoniman yang ditunjukkan oleh adanya komponen makna yang sama. Komponen makna yang dimaksud itu adalah (1) ketiak, (2) barang/benda, (3) jumlah beban relatif ringan, (4) cara membawa tanpa alat bantu, (5) posisi benda di bawah ketiak, (6) posisi tangan terjulur ke bawah, (7) cara membawa dengan menjepit barang/benda di antara badan dan tangan. Bagan itu juga memperlihatkan bahwa leksem jingjing, keweng-keweng, dan tengteng berada dalam satu cabang garis di bawah organ tangan. Hal itu menunjukkan bahwa hubungan kehiponiman yang terjadi pada leksem jingjing, keweng-keweng, dan tengteng itu berdasarkan makna generik, yaitu berupa aktivitas membawa yang berhubungan langsung dengan organ tangan. Dengan keadaan itu, dapat dikatakan bahwa baik leksem jingjing, keweng-keweng, maupun tengteng berhiponim dengan leksem bawe. Relasi kehiponiman ketiga leksem itu bersifat searah sehingga leksem bawe berhipernim dengan leksem jingjing, keweng-keweng, dan tengteng. Dengan kata lain, leksem bawe merupakan superordinat dari leksem jingjing, keweng-keweng, dan tengteng. Sementara itu, hubungan di antara ketiga leksem itu sendiri (leksem jingjing, keweng-keweng, dan tengteng) merupakan kohiponim. Ketiga leksem itu ternyata juga memperlihatkan adanya kesinoniman. Hubungan kesinoniman dari leksem jingjing, kewengkeweng, dan tengteng itu diperlihatkan dengan adanya kesamaan komponen makna, yaitu (1)
tangan, (2) benda yang dibawa berupa barang, (3) jumlah beban relatif ringan, (4) cara membawa tanpa alat bantu, (5) cara membawa dilakukan dengan dipegang atau digenggam ujungnya, (6) benda di sisi badan, (7) posisi tangan terjulur ke bawah.
4. Penutup 4.1 Simpulan Berdasarkan analisis leksem verba bahasa Melayu Betawi yang berada dalam satu wilayah makna ‘membawa’, diketahui adanya komponen makna bersama dan komponen makna pembeda. Komponen makna bersama yang dimiliki oleh leksem verba ‘membawa’ itu adalah (1) organ tubuh, (2) objek atau benda, (3) beban objek, (4) alat bantu, (5) posisi benda, (6) posisi tangan, dan (7) cara membawa. Selanjutnya, komponen makna pembeda terdiri atas tujuh kelompok yang diturunkan dari komponen makna bersama. Ketujuh kelompok komponen makna pembeda itu bersifat spesifik dan membedakan antara verba yang satu dan verba yang lain yang berada dalam satu wilayah makna ‘membawa’. Ketujuh kelompok komponen makna pembeda yang dimaksud itu adalah sebagai berikut. (1) Komponen makna pembeda yang diturunkan dari komponen makna bersama ‘organ tubuh’ adalah (1) kepala, (2) dada, (3) bahu, (4) ketiak, (5) perut, (6) pinggang, dan (7) tangan. (2) Komponen makna pembeda yang diturunkan dari komponen makna bersama ‘objek’ atau ‘benda’ adalah (1) objek yang dibawa dapat berupa benda/barang; (2) objek yang dibawa berupa makhluk hidup (orang). (3) Komponen makna pembeda yang diturunkan dari komponen makna bersama ‘beban objek’ adalah (1) beban objek yang dibawa relatif ringan; (2) beban objek yang dibawa relatif berat.
211
Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015:195—213
(4) Komponen makna pembeda yang diturunkan dari komponen makna bersama ’alat bantu’ adalah: (1) tidak adanya alat bantu ketika membawa benda; (2) adanya alat bantu ketika membawa benda. (5) Komponen makna pembeda yang diturunkan dari komponen makna bersama ‘posisi benda’ adalah: (1) posisi benda yang dibawa di atas kepala, (2) posisi benda yang dibawa di depan dada, (3) posisi benda yang dibawa di depan perut, (4) posisi benda yang dibawa di sisi pinggang, (5) posisi benda yang dibawa di atas bahu, (6) posisi benda yang dibawa di sisi badan, dan (7) posisi benda yang dibawa di bawah ketiak. (6) Komponen makna pembeda yang diturunkan dari komponen makna bersama ‘posisi tangan’ adalah: (1) posisi tangan ketika membawa benda berada di atas kepala, (2) posisi tangan ketika membawa benda berada di atas bahu, (3) posisi tangan ketika membawa benda berada di depan dada, (4) posisi tangan ketika membawa benda berada di depan perut, (5) posisi tangan ketika membawa benda berada di sisi badan dan terjulur ke bawah, dan (6) posisi tangan ketika membawa benda berada di sisi pinggang. (7) Komponen makna pembeda yang diturunkan dari komponen makna bersama ‘cara membawa’ adalah (1) mendekap, (2) menggendong, (3) menggenggam ujung benda, (4) mengepit di antara badan dan lengan, (5) meletakkan benda di atas kepala, (6) bergantung di kayu dan kain, (7) meletakkan benda di atas bahu, dan (8) meletakkan benda di samping pinggang. Berdasarkan komponen makna bersama dan pembeda, dapat diketahui hubungan antarleksem yang berada dalam satu wilayah makna ‘membawa’ itu. Hasil analisis menunjukkan bahwa di antara leksem-leksem itu terdapat leksem yang menjadi superordinat atau hiperonim dari leksem-leksem lainnya. Sementara itu, leksem yang lain merupakan anggota hiponimnya. Leksem yang menjadi superordinat itu adalah 212
verba bawe. Dalam hubungan antara superordinat dan hiponim itu, dalam sebuah kalimat, leksem yang menjadi hiponim dapat disulih dengan superordinatnya. Sebaliknya, leksem yang menjadi superordinat dalam sebuah kalimat tidak selalu dapat disubstitusi dengan hiponimnya. Kalimat Tu perempuan nyangkil bakul jamu menyiratkan bahwa perempuan penjual jamu (gendong) sedang ‘membawa’ bakul berisi jamu dengan cara ‘menggendong’. Bakul jamu sebagai objek yang dibawa mempunyai beban yang relatif berat dengan volume yang cukup besar. Oleh karena itu, kemungkinan yang dapat dilakukan oleh penjual itu untuk membawa bakul adalah dengan ‘menggendong’ atau dengan meletakkan bakul di atas kepala (‘menyunggi’). Berdasarkan uraian itu, leksem bawe ternyata hanya dapat disubstitusi dengan leksem jungjung karena terdapat kesesuaian makna di antara leksem jungjung itu sendiri dengan kalimat sebagai konteksnya. Sementara itu, penyulihan leksem bawe dengan leksem lain, seperti kepit dan kempit pada kalimat itu tidak tepat. Kekurangtepatan penyulihan itu disebabkan oleh beban dan volume benda yang dibawa. Pada leksem kepit dan kempit beban benda yang dibawa relatif ringan dengan volume yang tidak besar sehingga kedua leksem itu kurang tepat jika diterapkan pada konteks kalimat. Bakul yang bebannya berat dan volumenya besar tidak akan mungkin dapat dibawa dengan cara dikepit atau dikempit. Uraian itu membuktikan bahwa di dalam leksem verba bahasa Melayu Betawi, hubungan peliputan menunjukkan pelibatan searah. Hal itu berarti bahwa suatu hiponim dalam suatu kalimat dapat disulih dengan hiperonimnya karena makna hiperonim secara tersirat sudah terkandung di dalam hiponimnya. 4.2 Saran Sebagai salah satu bahasa daerah, bahasa Melayu Betawi merupakan aset berharga bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu, kajian terhadap aspek-aspek bahasa Melayu Betawi
RIRIEN EKOYANANTIASIH: KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN ...
perlu dan penting untuk terus dilakukan. Sekecil apa pun penelitian itu, manfaatnya bagi bahasa itu sungguh besar. Penelitian yang berjudul “Kehiponiman Verba yang Menyatakan Makna ‘Membawa’ dalam Bahasa Melayu Betawi” ini merupakan bagian kecil dari kajian semantik. Jika dilihat dari semua aspek, penelitian ini hanyalah komponen kecil dari rimba raya permasalahan kebahasaan
bahasa Melayu Betawi. Masih sangat banyak aspek lain yang dapat dikaji. Sehubungan dengan itu, penulis menyarankan agar penelitian terhadap bahasa Melayu Betawi terus digalakkan. Dalam skala yang lebih luas, penelitian terhadap aspekaspek bahasa daerah perlu terus dilakukan dan perlu diperhatikan untuk mendukung upaya merevitalisasi bahasa daerah.
Daftar Pustaka Alwi, Hasan et al. 2008. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Basiroh, Umi. 1992. “Telaah Baru dalam Tata Hubungan Leksikal Kehiponiman dan Kemeroniman. Tesis Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Chaer, Abdul. 1982. Kamus Dialek Jakarta. Jakarta: Penerbit Nusa Indah. Chaer, Abdul. 1994. Pengantar Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Cruse, D. Alan 1986. Meaning in Language: An Introduction to Semantics and Pragmatics. Cambridge: Cambridge University Press. Lyons, John. 1996. Lingustics Semantics An Introduction. Cambridge: Cambridge University Press. Nida, E.A. 1975. Exploring Semantic Structures. Munchen: Wilhelm Fink Verlag. Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta. Purwadarminta, W.J.S. 1979. Bahasa Indonesia untuk Karang Mengarang. Yogyakarta: U.P. Indonesia Slametmuljana. 1964. Semantik. Jakarta: Djambatan. Sudaryanto. 1986. Metode Linguistik: ke Arah Memahami Metode Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada Univeristy Press.
Sumber Data 1. 2. 3.
Kamus Dialek Jakarta yang disusun oleh Abdul Chaer (1982), Kumpulan cerita pendek Pengantin Sunat yang diterbitkan oleh Balai Pustaka (2002), Novel Si Dul Anak Jakarta karya Datuk Madjoindo (2003).
213
Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015:195—213
214