Jurnal Psikologi Pendidikan dan bimbingan
Vol. 13. No.1, Juli 2012
KEEFEKTIVAN KONSELING NARATIF UNTUK MENINGKATKAN PENERIMAAN DIRI SISWA Wiryo Nuryono1
Abstrak : Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas konseling naratif untuk meningkatkan penerimaan diri siswa. Proses konseling terdiri dari 3 tahap yaitu dekonstruksi, penulisan narasi baru dan penguatan narasi. Rancangan penelitian yang digunakan adalah single subject multiple baseline accros subject yang terdiri dari 3 orang siswa. Analisis data menggunakan analisis visual dan IMCS (innovative moment coding system). Berdasarkan hasil analisis data diperoleh meningkatnya level, trend, dan central tendency pada masing-masing subjek segera setelah intervensi diberikan. Narasi penerimaan diri mengalami perubahan dengan munculnya protes, identifikasi tindakan, reflex, rekonseptualisasi dan tindakan yang berbeda sebelum intervensi konseling naratif. Kata kunci :Konseling naratif, penerimaan diri
1
Dosen Luar Biasa Pada Prodi BK FIP Unesa
108
109
Individu yang mampu menerima
Pendahuluan Tema pembentukan identitas diri merupakan
masalah
krusial
yang
dirinya melakukan evalusi diri positif dengan menunjukan rasa nyaman, peduli
dihadapi ketika proses tumbuh kembang
dan
siswa menjadi remaja. Wacana sosial
Menyadari sisi positif negatifnya, dan
memiliki pengaruh yang besar dalam
tahu
pandangan dan penilaian seperti apa
negatifnya.
seharusnya dirinya. Proses internalisasi
karena tidak hanya berperan pada aspek
nilai-nilai sosial dan budaya yang dialami
diri sendiri akan tetapi juga dalam
sacara
nurture
interaksi atau hubungan dengan orang
melahirkan sistem standar penilaian diri
lain (Flett, G.,Ricard & Hewiit, 2003;
ideal dalam lingkungan tersebut.
Mancinnes, 2006).
nature
maupun
sadar
akan
bagaimana
karakteristiknya.
hidup
dengan
sisi
Penerimaan diri penting
Ketika individu menilai, memahami
Sering kali dapat dijumpai dijumpai
dan memandang dirinya secara riil sama
perilaku-perilaku yang dihasilkan dari
dengan yang mereka idealkan maka siswa
kekurangmampuan menerima diri dalam
akan dengan mudah menerima dirinya.
merespon
Sebaliknya, jika timbul kesenjangan yang
Beberapa
besar
rendahnya penerimaan diri diantaranya
antara
diri
pengalaman timbulnya
ideal
riil
dengan
memungkinkan
permasalahan
anorexia
pengalaman
hidupnya.
kasus yang menunjukkna
nervosa,
bulimia
nervosa,
psikoligis
depresi, kecemasan, anti-sosial, self-harm
maladatif.
acap kali menjadi perhatian. Kasus siswa
dalam
SMA di Purwokerto yang membunuh
mengelola kesenjangan diri menunjukkan
temannya karena merasa tidak terima
rendahnya penerimaan diri. Penerimaan
dihina oleh teman tersebut (Kompas,
diri adalah sikap sehat yang membantu
2011). Di Sidoarjo seorang siswa SD
individu dalam mengevaluasi keefisienan
bunuh diri karena kasihan dengan orang
dan
serta
tuanya lantaran ia tidak masuk pada SMP
ketepatan cara pandang akan realita dan
Negeri (Kompas, 2010a). Lantaran malu
menerima ketidakefisienan dan batasan
karena menunggak uang SPP, seorang
sebagai bagian dari kepribadian mereka
siswi SMK di Bandung memilih tidak
(Kilicci, 1999)
masuk sekolah 6 bulan (Kompas, 2008).
maupun
perilaku
Ketidakmampuan
ketidakefisienan
individu
sisi
diri
110
Seorang
siswi
SMA
di
Cirebon
penerimaan diri memiliki kecenderungan
mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri
melihat dan berfokus pada peristiwa-
karena ia malu telah hamil 2 bulan
peristiwa dimana dirinya merasa tidak
(Kompas, 2010b)
mampu, dilecehkan, tidak diterima oleh
Hasil studi pendahuluan di SMA
individu kemudian terpelihara melalui
Laboratorium UM Malang menggunakan
bahasa
(Anderson
&
expressed acceptance of self and other
(William & Lynn, 2010.).
Levin1997;
scale secara acak terhadap 40 siswa
Bahasa memainkan peran penting
menunjukkan data 17 (42,5%) siswa
dalam aktivitas interaksi sosial. Segala
terkatagori penerimaan diri rendah 10
bentuk pengalaman dan aktivitas individu
(25%) siswa sedang dan 13 (32,5%)
akan dikonstruk dan dimaknai dalam
siswa terkatagori tinggi. Perilaku siswa
bentuk bahasa. Sehingga segala bentu
yang memiliki penerimaan diri rendah
perilaku individu dapat diubah melalui
dan sedang menunjukkan ketidakyakinan
perubahan bahasa. Bahasa yang baru
dalam mengerjakan tugas dan mencoba
memungkinkan siswa mengembangkan
sesuatu meskipun sebenarnya memiliki
pemaknaan, perasaan dan perilaku baru
kemampuan. Siswa tersebut membentuk
terhadap
kelompok-kelompok
sebelumnya (Daniel,. Harry, White, &
sendiri-sendiri
karena merasa perbedaan sosial dan
narasi
yang
diyakini
Lyle J 1994).
mengancam dirinya Disamping itu, siswa
Sebagai seorang profesional dalam
lebih memilih untuk tidak mencoba untuk
bidang pendidikan, konselor sekolah
menyampaikan pendapat atau tampil
mempunyai peran yang sangat relevan
karena takut apa yang disampaikan tidak
untuk
sesuai.
untuk
menanggani siswa. Salah satu bentuk
sanggahan-
upaya satu upaya kuratif yang dapat
Siswa
memilih
diam
menghindari
kritik
atau
sanggahan
yang
mungkin
akan
diterimanya. Permasalahan
diri
merupakan hasil dari evaluasi diri kurang memperhatikan keseluruhan pengalaman hidupnya. Siswa yang terindikasi rendah
siswa
dalam
dilakukan oleh konselor sekolah adalah melalui
penerimaan
membantu
proses
konseling.
Dalam
penelitian ini, digunakan pendekatan konseling naratif. Konseling naratif merupakan sebuah pendekatan
konseling
menekankan
111
pentingnya
konteks
dalam
cerita dominan hasil evaluasi diri yang
konstruksi pemaknaan diri. Individu akan
berisikan kesenjangan diri, pengalaman
memaknai
pengalamannya
kesedihan, kesulitan atau masalah yang
hidupnya yang kemudian diorganisasikan
mengabaikan keberdayaan siswa tersebut.
dalam bentuk naratif diri. Dalam skema
Cerita
naratif,
informasi
bahasa-bahasa negatif tentang diri yang
merupakan kegiatan penjelasan peran dan
kemudian tersalurkan dalam perilaku
hubungan
maladaptif.
setiap
sosial
pengorganisasian
untuk
mengkomunikasikan
pandangan kehidupan, perilaku, gagasan dan
perasaan,
kejadian,
tersebut
terpelihara
melalui
Cerita dominan penerimaan diri
memori,
rendah lebih disebabkan oleh cerita-cerita
kesulitan yang dihadapi, nilai-nilai hidup
yang diorganisasikan menjadi bagian
yang dibuat secara koheren. Dengan kata
cerita dominan tidak merepresentasikan
lain cerita diri merefleksikan bagaiaman
pengalaman total kehidupan. Tugas dari
individu memandang diri dan orang lain
konselor naratif adalah berkolaborasi
(Bertolino & O’Hallon, 2002.; Capuzzi &
bersama konseli menyusun ulang cerita
Gros, 2007)
dominan serta menyatukan aspek positif
Pandangan
konseling
naratif
diri (kemampuan) dan pengalaman hidup
memaknai penerimaan diri sebagai proses
yang
melihat, menilai dan menginterpretasikan
Sehingga perubahan
dirinya melalui cerita tentang bagaimana
faktor
keyakinan
mendekonstruksi cerita dominan.
dirinya,
proses
terbentuk
penerimaan diri, pengalaman-pengalaman
sebelumnya
signifikan
Penggunaan
tidak
terhubung.
bahasa menjadi dalam
narasi
membantu
membuka
yang menyertainya, serta peran-peran
kemungkinan perubahan yang sangat
orang disekelingnya kemudian terpelihara
efektif
dalam seting sosial dan diri. Cerita ini
mengajarkan sesuatu yang di luar diri
dikonstruk dalam makna dan realitas
konseli. Dengan memanfaatkan cerita
pada masa lalunya, sekarang dan harapan
yang dimiliki menjadikan konseli lebih
kedepannya sesuai dengan subjektifitas
jelas dan tidak mengalami kebingungan
siswa tersebut.
dalam memandang masalah terhindari
Siswa yang memiliki penerimaan diri rendah dapat diartikan memiliki
pelabelan
dan
atau
efisien
karena
diagnosis
(Corey, 2009.; Payne, 2006).
tidak
psikologis
112
masalah, ekternalisiasi dan mengidentifikasi
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan
unique outcome. Tahapan penulisan cerita
penelitian single subject dengan desain
baru terdiri dari memperkuat isi alur serta
multiple baseline across subject. Kontrol
menghubungkan
yang ketat terhadap kondisi eksperimen atau
kedepannya.
perlakuan,
terdiri dari refleksi kelompok, kesaksian luar
memungkinkan
hasil
yang
menunjukkan hubungan fungsional (sebabakibat)
antara
variabel
bebas
Tahapan
sebelum
penguatan
dan cerita
dan dokumen terapeutik.
dengan
variabel terikat terlihat lebih jelas.
harapan
Subjek penelitian diperoleh Subjek terdiri dari 3 siswa SMA Laboratorium UM.
Prosedur awal dalam penelitian ini
Analisis data menggunakan dua teknik yaitu
adalah menentukan target perilaku dan
analisis visual serta innovative moment
identifikasi subjek penelitian. Subjek terdiri
coding system (IMCS). Analisis visual lebih
dari 3 siswa yang diperoleh melalui angket
dimaksudkan untuk mengamati perubahan
expressed acceptance of self and other scale
level, mean, latency, dan central tendency
dan
masing-masing
rubrik
penerimaan
diri.
Langkah
penelitian.
berikutnya adalah melakukan pengukuran
Sedangkan
baseline
menjelaskan perubahan narasi baru yang
dan
melaksanakan
intervensi.
IMCS
subjek
digunakan
untuk
Pengukuran dilakukan secara simultan untuk
dihasilkan oleh intervensi konseling naratif
masing-masing subjek Setelah data baseline
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
pada
subjek
pertama
stabil
Hasil
dilakukan
inspeksi
visual
menunjukan
intervensi, sementara untuk subjek lainnya
masing-masing subjek memiliki kemampuan
masih
baseline.
yang berbeda-beda dalam mengelola narasi
Perlakukan untuk subjek kedua diberikan
penerimaan dirinya. Perbedaan ini dapat
setelah subjek pertama melakukan tahap
dilihat selisih jumlah sesi konseling pada
perlakukan
fase perlakuan dan besaran perubahan level
dilanjukan
dan
pengukuran
data
baseline
stabil,
demikian seterusnya pada subjek ke tiga. Intervensi konseling narratif dilakukan
setelah pemberikan intervensi konseling naratif. Meskipun demikian masing-masing
dalam tiga tahap yaitu proses dekonstruksi,
subjek
mengalami
penulisan cerita baru dan penguatan cerita
central
tendency,
baru (Carr, 1998). Proses dikonstruksi
perubahan tersebut dapat dilihat pada grafik
dilakukan
1.1
dengan
memberikan
nama
peningkatan kecendungan
rerata (trend)
113
Berdasarkan Persentase penerimaan diri
baseline
intervensi
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
menunjukkan
grafik
1.1
perubahan
kenaikan
penerimaan diri pada masing-masing Subjek A
subjek
terjadi
ketika
pertama
kali
perlakuan konseling naratif diberikan. Pada sesi satu (1) subjek ”A” mengalami perubahan level sebesar 23,1%, subjek 1 2 3 4
Persentase penerimaan diri penerimaan diri Persentasediri Persentase penerimaan
maintance
5 6 7 8 9 10 11
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
13
”B” 17,5%, dan subjek ”C” sebesar 20,9%. Perubahan yang terjadi terus mengalami trend positif sepanjang sesi-
Subjek B
sesi konseling. Pemilihan multiple
baseline
membantu 1 2 3 4 5
6 7 8 9 101112 13
rancangan lintas
subjek
mempertegas
sebab-akibat
antar
ini
hubungan
variabel
perubahan-perubahan 90
desain
yakni
penerimaan
diri
yang terjadi merupakan hasil dari proses
80 70
Ketika subjek ”A”
konseling naratif
60 50
Sesi Konseling
Subjek c
40
dalam
proses
perlakuan
sesi
satu
sedangkan subjek ”B” dan ”C” belum
30 20
dalam proses intervesi terlihat bahwa
10
penerimaan diri subjek Bromo langsung
0 1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11 12
13
mengalami peningkatan penerimaan diri Grafik 1.1 Data poin penerimaan diri
Keterangan : : penerimaan diri : trend/kecenderungan arah : mean level
sebesar 23,1% sedangkan subjek ”B” dan ”C” menunjukan data stabil pada kondisi baseline
penerimaan
dirinya.
Ketika
subjek ”B” memulai diberikan perlakuan pertama kali dan langsung memperoleh peningkatan
level
sebesar
17,5%,
sedangkan Subjek Dieng yang masih dipertahankan dalam konseli baseline
114
menunjukkan kestabilan data. Kondisi data
poin
subjek
”C”
Proses penulisan cerita baru yang
langsung
dihasilkan subjek diperoleh dari refleksi
mengalami peningkatan ketika kondisi
dan rekonseptualisasi unique outcome
baseline dihentikan digantikan dengan
yang terbebas dari cerita dominan. Pada
perlakukan pertama dengan selisih poin
tahap ini semua subjek mengidentifikasi
20,9% Dari analisis visual tersebut
dan
terbukti bahwa konseling naratif efektif
pikiran, perasaan yang tidak terprediksi
untuk meningkatkan penerimaan diri.
oleh masalah. Cerita baru yang telah
memperkuat
kejadian-kejadian,
Proses perkembangan cerita konseli
terkonstruk kemudian dikuatkan dengan
diamati pula dengan mengunakan analisis
bentuk dukungan sosial melalui refleksi
IMCS
kelompok,
(Innovative
System).
Moment
Perubahan
Coding
cerita
atau
pembentukan cerita terjadi sejak awal. Jika
pengukuran
dari
luar
dan
dokumen terapeutik. Proses konseling naratif merupakan
individu
proses yang unik dibandingkan dengan
penerimaan diri rendah lebih cenderung
dengan pendekatan konseling lainnya.
untuk memberikan balikan (feedback)
Bagaimana
yang negatif pada dirinya sendiri dan
memberikan nama pada masalah, proses
lebih resisten terhadap perubahan. Pada
penggambaran masalah (ekternalisasi),
tahap dekonstrusi masing-masing subjek
menuliskan
dokumen
diajak untuk menarik melihat dalam
menciptakan
penguatan
prespektif yang berbeda. Perbedaan sudut
konseli. Ketidak lazim teknik yang
pandang
digunakan
ini
pemisahan
baseline
kesaksian
diperoleh dirinya
konseli
akan
dari
masalah
penerimaan diri.
mampu
dalam
mengajak
terapeutik, sosial
konseling
bagi
naratif,
menuntut kemampuan lebih dari konselor Secara penelitian ini dilakukan
Awal dekonstruksi masing-masing subjek
konselor
memberikan
dalam 6-7 sesi. Singkatnya perlakuan
nama
membuktikan bahwa konseling narratif
masalah sebagai permulaan menyadari
dapat diaplikasikan dalam seting sekolah
bahwa dirinya terbebas dari masalah.
yang memiliki keterbatasan waktu dan
Kemampuan subjek ini mendorong rasa
sumberdaya konselor. Meskipun dalam
keberdayaan pada diri konseli
sesi konseling yang relatif singkat telah menunjukkan bukti keefektivan konseling
115
naratif untuk meningkatkan penerimaan
Simpulan dan Saran
diri, hal ini juga didukung pernyataan
Berdasarkan
pengamatan
visual
bahwa pada populasi siswa sekolah
meliputi level, trend, central tendency,
menengah atas dan jumlah sesi konseling
latenc.
ideal berkisar 5-7 sesi (Littrell, Malia, &
menunjukan peningkatan skor level
Vanderwood, 1995).
antara fase baseline dan intervensi,
Singkatnya jumlah konseling sesi
trend
Masing-masing
peningkatan
subjek
penerimaan
diri
konseling naratif tidak dapat dilepaskan
kearah positif, perubahan segera terjadi
dari
cerita
ketika konseling naratif pertama kali
proses
dilaksanakan, serta perbedaan rerata
keuntungan
sebagai
penggunaan
instrumen
utama
terapeutik. Dengan menggunakan cerita
fase
kehidupan
konseli,
Keefektivan konseling naratif untuk
menjadikan permasalahan semakin jelas
meningkatkan penerimaan diri juga
dan
mengalami
dilihat dari overlap antara fase baseline
kebingungan. Hal ini tentu akan berbeda
dan intervensi. Subjek “A” memiliki
jika
overlap 0%, subjek “B” sebesar 0% dan
masing-masing
konseli
tidak
menggunakan
pendekatan-
baseline
dan
intervensi.
pendekatan kontemporer yang melatih
Subjek “C” sebesar 0%.
konseli
persentasi overlap data pada masing-
bagaimana
ketrampilan
kognitif
mengaplikasikan perilaku.
masing subjek memiliki arti pengaruh
Meskipun hal tersebut membantu konseli
yang kuat konseling naratif terhadap
untuk
mengubah
peningkatan penerimaan diri. Dengan
permasalahannya, banyak konseli yang
kalimat lain konseling naratif efektif
merasa
untuk meningkatkan penerimaan diri
belajar
resisten
dan
Kecilnya
bagaimana
dengan
melepaskan
perilaku-perilaku yang dianutnya saat itu (Hoffman & Victoria Kress, 2008). Dampaknya
motivasi
dan
komitmen
siswa Hal
paling
utama
dalam
keterbatasan dalam penelitian ini adalah
untuk berubah menjadi minimal. Tanpa
aspek
kuatnya motivasi maka perubahan hanya
penelitian
menjadi keniscayaan
konseling
metodologi.
postmodern pendekatan
Seyogyanya
konseling naratif
utamanya
yang
berfilosofi
mengutamanakan kualitatif
atau
bersifat
116
emotion?. Journal of Personality and Social Psycgology, 77 (6), 1313-1317
naturalistik. Sehingga disarankan bagi peneliti kualitatif
selanjutnya untuk
lebih
memilih
mendeskripsikan
intervensi konseling naratif
Daftar Acuan Anderson, H, & Levin, S (1997). Collaborative Conversation With Children: Country ctothels and city Clothes. In C Smith & D Nylund (Eds), Narrative Therapy With Children and Adolescents (PP. 255281). New York: Guilford Press Bertolino, B dan O’Hanlon, Bill. 2002. Collaborative, Competency-Based: Counseling and Psychotherapy. Boston. Allyn and Bacon. Capuzzi, D dan Gross, D.R. 2007. Counseling and Psychotherapy: Theories and Interventions (4th edition). New Jersey: Merrill Prentice Hall Corey, G. 2009. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. 7 th ed. Monterey, California: Brooks/Cole Publising Company Daniel, M. Harry, White, & Lyle J . 1994. Human system as ProblemDetermined linguistic systems: relevance for the training. Journal of mental Health Counseling, Vol 16 Dryden. 1998. Developing Self-acceptance: A Brief, Educational, Small Group Approach. Wiley-Blackwell Higgins, E.T. 1999. When do selfdiscrepancies have specific relation to
Flett,
G., Richard, & Hewitt. 2003. Dimensions of Perfectionisme, Unconditional self acceptance, and Depresion. Journal of Rational, Emotive, & Cognition Behavior. Vol 21. 2. 119-138
Hoffman, & Victoria Kress. 2008. Narrative Therapy and Non-Suicidal-Self Injurious Behavior: Externalizing the Problem and Internalizing Personal Agency. Journal of Humanistic Counseling, Education and Development. Vol 47, pp 157-171 Kilicci, C. 2001. Receivers’ SelfAcceptance and Effectiveness of TwoSided Massages. The Journal Psychology Social, 128 (3), 35 -362 Kompas. 2008. Tunggak SPP Siswi SMK Tidak Masuk sekolah 6 Bulan. (Online), (http://www.kompas.com/read/xml/20 08/12/10/11314989/tunggak.spp.siswi. smk.tidak.masuk.sekolah.6.bulan , diakses 2 Maret 2010). Kompas. 2010a. Merasa Tak Berguna, Siswa SMP Bunuh Diri. (Online), (http://www.kompas.com/index.php/re ad/xml/2008/05/13/17343048/merasa.t ak.berguna.siswa.smp.gantung.diri, diakses 2 Maret 2010).
Kompas. 2010b. Siswa Hamil Memilih Bunuh Diri. (Online), (http://www.kompas.com/read/xml/20 08/07/31/09145167/siswa.hamil.memi lih.bunuh.diri, diakses 2 Maret 2010). Kompas. 2011. Sering Dihina Siswa SMP Bunuh Temannya. (Online)
117 http://regional.kompas.com/read/2011/08/ 12/12372995/SerinG.Dihina.Siswa.SMP. Bunuh.Temannya, diakses 11 Agustus 2011
Lambie, G & Amy Milson. 2010. A Narrative Approach to Supporting Students diagnosed With learning Disabilities. Journal of Counseling & Development . vol 88. Pp 196-203 Mancinnes, D. L. 2006. Self-Esteem & SelfAcceptance : An examination into their relationship & Their effect on pschological health. Journal of Psychiatric and Mental Health Nursing 13, 483-489 Payne,
M.
2006.
Narrative
Therapy.
London: Sage Publication Prochaska, J.O., & Norcross, J.C. 2007. System of Psychotherapy: A th Transtheoritical Analysis (6 ed). CA: Brooks/Cole William, J.C., & Lynn, S. T. 2010. Acceptance: An Historical And conceptual Review. Journal Imagination, Cognition, And Personality. Vol. 30 (1) 5-56