KECERDASAN ADVERSITAS DAN INTENSI SEMBUH PADA PENGGUNA NARKOBA DI PANTI REHABILITASI Anggi Setio Wulandari1 Liftiah2 Tri Esti Budiningsih3 1
Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang Kampus Sekaran Gunungpati 50229, Jawa Tengah
Abstrak Penyalahgunaan narkoba atau narkotika dan obat-obatan terlarang, di Indonesia kini semakin meresahkan. Penyebaran narkoba saat ini sudah banyak tersebar dalam masyarakat. Para pengedar narkoba telah banyak mempengaruhi anak-anak di bawah umur dan bukan lagi anak-anak Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), tetapi juga anak-anak Sekolah Dasar (SD). Kecerdasan Adversitas (KA-adversity quotient) adalah kemampuan seseorang dalam menghadapi dan bertahan terhadap kesulitan hidup dan tantangan yang dialami serta perubahan yang terus menghadang dan menghadapi semua kesulitan tersebut sebagai suatu proses untuk mengembangkan diri dan potensipotensinya. Usaha itu dilakukan mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan kecerdasan adversitas dengan niat sembuh pada pengguna narkoba. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif korelasi. Responden dalam penelitian ini adalah para pengguna narkoba yang melakukan pengobatan di panti rehabilitasi yang berada di Semarang. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Hasil analisis data yang dilakukan menunjukkan ada hubungan signifikan antara KA dengan intensi sembuh. Korelasinya sebesar 0.789 dengan p = 0.0789. Intensi sembuh pada pengguna narkoba di panti rehabilitasi dalam kategori sedang ke bawah. Kata Kunci: kecerdasan adversitas, intensi sembuh, pengguna narkoba
INTELLIGENCE ADVERSITY AND HEALING INTENTION ON DRUG USERS IN NURSING HOME REHABILITATION Abstract Narcotic and its similarity abuse has been troubling Indonesian citizens. Drugs have spread out to society and bring negative impact not only on junior high school students but also on elementary students. It’s not surprisingly then to meet many of drug addicts of adolescences. Adversity quotient is the ability to survive on life difficulties and challenge, and continuously changing as the processes to self-develop, develop potencies, and reach particular aims. The objective of this study is to analyze the relationship adversity quotient and recovery intention. This research is categorized as quantitative research. The respondents are drugs addicts who are treating in rehabilitation centre of Semarang. Sampling technique deployed is purposive sampling. Result show that there is association between adversity quotient and recovery intention in which the correlation was r = 0.789 and p = 0.789. Further it is found that adversity quotient level and intention to recover from using drug in rehabilitation centre was low-medium. Key Words: adversity quotient, recovery intensity, drug users
Wulandari, Kecerdasan Adversitas …
55
PENDAHULUAN Penyalahgunaan narkoba atau narkotika dan obat-obatan terlarang, di Indonesia kini telah mencapai proporsi yang semakin meresahkan. Penyebaran narkoba saat ini sudah sangat mewabah dalam masyarakat. Sejak tahun 1998 yang lalu, sasaran pengedar narkoba tidak hanya kaum remaja dan dewasa di kotakota besar, tetapi telah menyusup ke pelosok-pelosok desa. Bahkan yang lebih meresahkan, para pengedar narkoba telah banyak mempengaruhi anak-anak di bawah umur dan bukan lagi anak-anak SLTP, tetapi juga anak-anak SD. Narkoba yang dulu diasumsikan sebagai barang ekseklusif dan hanya digunakan sebagai tempat pelarian pada kalangan menengah ke atas terhadap masalah keluarga terutama broken home, tetapi sekarang digunakan sebagai media hiburan yang dianggap lambang kemajuan dalam pergaulan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh BNN (Badan Narkotika Nasional, 2008) dan prevalansi penyalahgunaan narkoba di keluarga siswa SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di 30 ibu kota propinsi di seluruh Indonesia, pengguna narkoba bertambah setiap tahunnya. Pengguna narkoba tahun 2001 sampai 2007 (dalam ribu jiwa) secara berturut-turut adalah 1,907, 2,040, 3,929, 3,874, 8,171, 9,422, dan 11,380. Pengguna psikotropika untuk periode yang sama (dalam ribu jiwa) secara berturut-turut adalah 1,648, 1,632, 2,590, 3,887, 6,733, 5,658, dan 9,289. Pengguna bahan adiktif lainnya selama tahun 20012007 (dalam ribu jiwa) secara berturutturut adalah 62, 79, 621, 648, 1,348, 2,275, 1,961, 6,994, and 1,399. Diperkirakan ada 220.000 pengguna narkoba di Indonesia. Tertinggi di Jakarta, Jawa Timur, dan peringkat ketiga diduduki Jawa Barat. Sebanyak 15% diperkirakan sedang menjalani pengobatan. Sebagian besar orang yang dire-
56
habilitasi datang karena paksaan, namun 75% mereka bisa pulih dan ada sekitar 25% yang kembali menggunakan narkoba (Anonim, 2009). Intensi sembuh merupakan perbuatan berdasarkan kehendak seseorang untuk pulih dari penderitaan. Menurut Ajzen (1975) yang menentukan intensi adalah keyakinan mengenai tersedia tidaknya kesempatan dan sumber yang diperlukan, keyakinan ini dapat berasal dari pengalaman dengan perilaku yang bersangkutan di masa lalu, dapat juga dipengaruhi oleh informasi tidak langsung mengenai perilaku itu. Maka dapat disimpulkan bahwa intensi sembuh adalah keyakinan yang berasal dari pengalaman dengan perilaku berasal dari masa lalu. Intensi itu juga bisa muncul dari kesadaran ingin pulih dan berhenti dari penderitaan obat terlarang karena kadang pemakaian dari obat-obatan itu justru membuat badan mereka sakit. Tidak ada jaminan bahwa seorang pecandu yang memiliki keinginan sembuh dapat mencapai tujuan tersebut. Bahkan begitu banyaknya tempat rehabilitasi juga tidak ada yang menjamin bahwa seorang pecandu akan terus terlepas dari ketergantungannya. Dapat dikatakan bahwa terdapat ketidakkepastian dalam diri mantan pecandu dalam mencapai suatu kondisi normal di masa depannya. Usaha untuk sembuh bukan merupakan hal yang mudah bagi mereka yang sudah menjadi pecandu obat. Diperlukan adanya berbagai macam faktor pendukung, yaitu motivasi, dukungan sosial, maupun faktorfaktor lain yang dapat mempengaruhi kesembuhan para pengguna untuk tidak memakai kembali narkotika tersebut. METODE PENELITIAN Penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian kuantitatif. Variabel penelitian adalah kecerdasan adversitas dan niat untuk sembuh. Instrumen penelitian adalah kuesioner. Kuesioner dikem-
Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, Desember 2009
bangkan untuk mengukur kecerdasan adversitas dan niat untuk sembuh. Skala kecerdasan adversitas terdiri dari 54 item dan skala intensi sembuh pada pengguna narkoba terdiri dari 68 item. Subjek penelitian adalah pengguna narkoba yang menjalani perawatan di panti rehabilitasi di Semarang dan dapat melakukan kegiatan secara verbal. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Responden sebanyak 80 orang yang terdiri dari yayasan Rumah Damai 20 responden, YWBS 20 responden, pondok rehabilitasi narkoba At-Tauhid 10 responden, dan PPP mandiri 30 responden. Metode analisis data yang digunakan adalah product moment. HASIL DAN PEMBAHASAN Pecandu narkoba harus dibantu untuk menyembuhkan dirinya. Pecandu narkoba pada umumnya adalah generasi muda. Pecandu narkoba sering menunjukkan sifat agresif, depresi, dan pada umumnya mempunyai penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah (Domenico dan Windle, 1993; Fitzgerald, Sullivan, Ham, Zucker, Bruckel dkk., 1993; Murray, 1989; Whipple, Fitzgerald dan Zucker, 1995). Their scholastic achievements and verbal ability are generally low, and their school attendance erratic (Noll, Zucker, Fitzgerald dan Curtis, 1992; Goldman dan Rossland, 1992). Mereka tidak jarang putus asa dan tidak mempunyai keinginan untuk sembuh. Kecanduan berawal dari ketidakmampuan menolak godaan di sekitarnya. Kecanduan juga bisa diawali ketidakmampuan mengalami kesulitan hidup, sehingga mencoba mengatasi permasalahan dengan melupakan permasalahan itu sendiri melalui konsumsi narkotika atau obat-obatan. Sebelum dilakukan pengujian, instrumen penelitian terlebih dahulu diuji
Wulandari, Kecerdasan Adversitas …
reliabilitasnya. Reliabilitas skala kecerdasan adversitas sebesar 0,923 dan intensi sembuh pada pengguna narkoba sebesar 0.956. Kedua skala dengan demikian dapat digunakan sebagai instrumen penelitian. Deskripsi data hasil penelitian menunjukkan tingkat rata-rata kecerdasan adversitas pada pengguna narkoba di panti rehabilitasi termasuk dalam kategori sedang yaitu sebesar 60% pengguna narkoba atau 48 orang. Hal ini juga didukung dengan rata-rata tiap aspek kecerdasan adversitas pada pengguna narkoba yang juga menunjukkan dalam kategori sedang. Dari hasil penelitian mengemukakan sebuah dinamika bahwa beberapa aspek kecerdasan adversitas frekuensi yang terbesar terletak pada aspek ”mencapai” dengan rata-rata sebesar 54.55. Angka ini menunjukkan bahwa sebagian subyek memiliki kemampuan untuk merespon kesulitan sebagai sesuatu yang spesifik dan terbatas. Semakin efektif menahan atau membatasi jangkauan kesulitan maka akan merasa semakin berdaya dan perasaan kewalahan akan berkurang dalam menghadapi suatu permasalahan. Juga ditunjukkan bahwa intensi sembuh pengguna narkoba di panti rehabilitasi termasuk dalam kategori sedang yang ditunjukkan dengan sebanyak 50 orang dari 80 responden atau sebesar 62.5%. Niat sembuh dilihat dari beberapa aspek, yaitu perilaku keyakinan, evaluasi hasil, keyakinan normatif, motivasi, keyakinan akan kemudahan/kesulitan pengontrolan perilaku. Dari hasil penelitian sub aspek dari intensi sembuh diperoleh rata-rata paling besar yaitu keyakinan akan kemudahan atau kesulitan pengontrolan perilaku dengan jumlah 83.3375. Hasil ini menunjukkan bahwa keyakinan tentang kemudahan dan kesulitan dalam mengontrol perilaku untuk sembuh dari narkoba dipengaruhi oleh adanya pengalaman
57
masa lalu, dukungan dari orang lain, serta keyakinan dalam diri untuk sembuh dari narkoba. Uraian secara umum di atas dari variabel kecerdasan adversitas dan variabel intensi sembuh pada pengguna narkoba di panti rehabilitasi yaitu kecerdasan adversitas yang diperoleh sekitar 70% subyek dapat menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupannya dan intensi sembuh pada pengguna narkoba sekitar 65% subyek memiliki keinginan sembuh dari narkoba. Maka dapat disimpulkan bahwa para pengguna narkoba dalam melakukan pengobatan di panti rehabilitasi dapat mengontrol dirinya. Juga dapat dinyatakan bahwa penderita mengakui kesalahannya, memiliki jangkauan dan daya tahan; tetapi subyek juga dapat mengalami hambatan oleh kesulitan yang berlangsung lama. Hal ini yang dapat melemahkan perilaku untuk sembuh. Apabila subyek mengalami permasalahan tidak dipungkiri akan menggunakan narkoba kembali. Dukungan keluarga, teman maupun pendekatan diri pada Tuhan dapat membantu para pengguna narkoba untuk tidak kembali menggunakan narkoba. Hal ini di dukung oleh Larson, dkk (1990) (dalam Hawari, 1996) bahwa remaja yang berkomitmen agama kurang ataulemah, mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk menggunakan NAPZA dibanding dengan remaja yang komitmen agamanya kuat. Daya tahan terhadap godaan pemakaian narkoba juga dapat dilihat dari kondisi keluarga. Kondisi keluarga yang sehat dan bahagia mengurangi risiko seseorang terlibat penyalahgunaan NAZA, seperti pada hasil penelitian Jacobsen (1987) (dalam Hawari, 2003). Jacobsen (1987) melakukan penelitian dengan membandingkan pada kelompok keluarga yang anaknya terlibat penyalahgunaan/ketergantungan NAZA dengan kelompok keluarga yang anaknya tidak terlibat penyalahgunaan NAZA. Faktor penyebab kekambuhan menurut Hawari (2002), Yanny (2001) dan
Somar (2001) (dalam Hadriami, Emmanuela dan Pandarangga ,2003) terdiri dari dua faktor, yaitu faktor internaldan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dalam diri mantan pengguna narkoba. Faktrol internal menurut Somar (2001) sebagai faktor kritis dan faktor menegangkan. Faktor kritis merupakan faktor konstitutif yang mengacu pada profil kepribadian. Para pengguna narkoba pada umumnya memang memiliki kepribadian yang mudah tertekan, mudah menyalahkan diri sendiri dan orang lain, kepribadian yang nekat, mudah frustasi dan bingung, dan tidak dapat mengurus diri sendiri. Faktor menegangkan yaitu adanya pikiranpikiran yang membuat dirinya tegang, emosi yang menyakitkan, situasi yang mencekam dan kesulitan berkomunikasi. Faktor eksternal berasal dari keluarga, teman sebaya, lingkungan dari mantan pengguna narkoba. Menurut Yani (2001) karena kurangnya dukungan keluarga, dan tidak memiliki kegiatan dan kurang mampu menggunakan waktu luang. Selain itu menurut Hawari (2002) adanya faktor dari teman sewaktu masih menjadi pecandu yang mampu memengaruhi untuk kembali menggunakan narkoba kembali. Lebih jauh Hawari (2003) menyebutkan penyebab kekambuhan pengguna narkoba terdiri dari beberapa faktor. Faktor pertama, pasien penyalahgunaan NAZA yang telah selesai menjalani terapi detoksifikasi, bergaul kembali dengan teman sesama penyalahgunaan NAZA atau bandarnya. Faktor kedua pasien penyalahgunaan NAZA yang telah selesai menjalani terapi detoksifikasi tidak mampu menahan keinginan atau “sugesti” untuk mengkonsumsi kembali NAZA. WHO dan UNDCP (McKim, 2003) (dalam Astuti dan Pranoto, 2006) menjelaskan bahwa sugesti obat merupakan keinginan untuk mengalami kembali pengalaman menggunakan zat psikoaktif. Keinginan ini menjadi semakin besar pada
58
Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, Desember 2009
seseorang yang memiliki kemungkinan besar menjadi pecandu. Faktor ketiga, pasien penyalahgunaan NAZA yang telah selesai menjalani terapi detoksifikasi, oleh suatu sebab mengalami tekanan atau frustasi maka akan cenderung akan melarikan diri untuk kembali menggunakan NAZA. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pengguna narkoba yang menjalani rehabilitasi di panti rehabilitasi yang berada di Semarang termasuk kedalam kategori sedang. Pengguna narkoba dapat mengontrol dirinya dan mengakui kesalahannya, jangkauan dan daya tahan. Meskipun demikian tetap harus hati-hati karena bila mengalami suatu hambatan oleh kesulitan yang berlangsung lama maka akan melemahkan perilaku untuk sembuh. Saran Penelitian lanjutan dapat dilakukan untuk memasukkan variabel lain yang belum disertakan dalam penelitian ini yang diduga turut mempengaruhi munculnya intensi sembuh pada pengguna narkoba, misalnya variabel sikap sembuh dari pengguna narkoba. DAFTAR PUSTAKA Astuti, D.Y dan Pranoto, S.L. 2006 ”Pengaruh Craving Dalam Pencapaian Kondisi Clean and Sober Pecandu NAPZA” Psikologika vol XI no 22. Hadriami, Emmanuela dan Pandarangga M.A.S. 2003 ”Kebutuhan-Kebutuhan Psikologis Remaja yang Kambuh
Wulandari, Kecerdasan Adversitas …
Menyalahgunakan Narkoba” Psikodemensia vol III no2. Hawari, D. 1996 Al-Quran: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa Dana Bakti Prima Yasa Jakarta. Anonim 2009 Kami Ingin Sembuh. http://www.Kompas.com diunduh pada tanggal 6 Februari 2009. Domenico, D. and Windle M. 1993 “Intrapersonal and interpersonal functioning among middle-aged female children of alcoholics” Journal of Consulting and Clinical Psychology vol 61 pp 659-666. Fitzgerald, H.E., L.A. Sullivan, H.P. Ham, R.A. Zucker, S. Bruckel, A.M. Schneider and R.B. Noll 1993 “Predictors of behavior problems in three-year-old sons of alcoholics: Early evidence for the onset of risk” Child Developmen vol 64 pp 110-123. Goldman, B.M., and Rossland S. 1992 “Young children of alcoholics: A group treatment model” Social Work in Health Care vol 16 pp 53-65. Murray, J.B. 1989 “Psychologists and children of alcoholic parents” Psychological Reports vol 64 pp 859879. Noll, R.B., Zucker, R.A., Fitzgerald H.E., and Curtis W.J. 1992 “Cognitive and motoric functioning of sons of alcoholic fathers and controls: the early childhood years” Developmental Psychology vol 28 pp 665-675. Whipple, E.E., Fitzgerald, H.E., and Zucker, R.A. 1995 “Parent-child interaction in alcoholic and nonalcoholic families” American Journal of Orthopsychiatry vol 65 pp 153159.
59