KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG OTSUS DAN PENYELESAIAN KONFLIK PAPUA Jakarta, 13 Desember 2010
disampaikan oleh : Prof. Dr. H. Djohermansyah Djohan, MA Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri
pada Seminar :
“REFLEKSI AKHIR TAHUN PAPUA 2010 DAN PENYELESAIAN OTONOMI KHUSUS PAPUA”
OTONOMI KHUSUS
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah
yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. (Pasal 18 B Ayat (1) UUD 1945). Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peranturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undng Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang. Keberadaan pemerintahan daerah diarahkan untuk: • Mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat; • Peningkatan daya saing daerah; • Efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah • Kesatuan sistem dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. 2
Otsus dalam rangka mempercepat akselarasi pembangunan Papua ¾ Focus pada peningakatan kualitas hidup orang asli Papua; ¾ Adanya MRP sebagai representasi kultural orang asli Papua; ¾ Pengakuan terhadap keanekaragaman kehidupan sosial
budaya masyarakat Papua yang harus diakomodasi; ¾ Pengakuan terhadap hak asasi manusia; ¾ Menyediakan kapasitas fiskal tambahan: Dana Otsus 2 % dari total plafon dana nasional DAU; Tambahan dana untuk infrastruktur (berdasar usulan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat); Skema pembagian pendapatan khusus dari sumber daya alam. 3
DANA OTSUS PAPUA DAN PAPUA BARAT (Psl 34 ayat 3 huruf e UU NO. 21/2001 & UU NO 35/2008 )
Pagu alokasi 2% dari DAU Nas.
SASARAN PENGGUNAAN : Prioritas untuk pendidikan dan kesehatan,
Peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua, mengatasi dan mengurangi kesenjangan sosial serta pembangunan antara Provinsi Papua dengan provinsi lain di wilayah NKRI.
4
SK. GUB Proporsi Pembagian antara Provinsi dan Kab/Kota : • 40% Provinsi • 60% Kab/Kota
Seharusnya diatur dengan PERDASUS : -Proporsi Pembagian - Program Kegiatan
DANA INFRASTRUKTUR PAPUA DAN PAPUA BARAT (Psl 34 ayat 3 huruf f UU No. 21/2001 dan UU No. 35/2008) Amanat Pasal 34 ayat 3 huruf f UU Nomor 21 Tahun 2001 (Besarannya ditetapkan antara Pemerintah dgn DPR berdasarkan usulan Provinsi setiap tahunnya)
5
SASARAN PENGGUNAAN : Prioritas untuk pendanaan pembangunan infrastruktur dalam rangka Otsus Papua
agar masalah yg mendasar yang dihadapi oleh Prov Papua yakni keterisolasian wilayah dan ketertinggalan akibat tidak tersedianya aksesibilitas terutama di bidang transportasi (darat, laut dan udara), air minum, energi listrik dan jaringan telekomunikasi secara bertahap dapat teratasi dan terlaksana secara berkualitas.
PERKEMBANGAN ALOKASI DANA OTSUS
6
KONSISTENSI PEMERINTAH DALAM MENJALANKAN AMANAH UU No. 21/2001 1. Fasilitasi
penyusunan dan penerbitan peraturan pelaksanaan UU Otsus, baik berupa Perdasus maupun Perdasi:
¾ Telah dibentuk 8 (delapan) Perdasus dari 14 (empat
belas) Perdasus yang harus dibentuk; ¾ Telah terbentuk 17 (tujuh belas) Perdasi dari 21 (dua puluh satu) Perdasi yang harus dibentuk.
7
….. LANJUTAN 2.
a. b. c. d. e.
8
Untuk mempercepat kegiatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Papua, telah ditetapkan Inpres 5 Tahun 2007 dengan fokus: Peningkatan ketahanan pangan dan pengurangan kemiskinan; Peningkatan pelayanan pendidikan; Peningkatan pelayanan kesehatan; Peningkatan infrastruktur; Pemihakan kepada Putra Putri Papua.
… Lanjutan 3.
9
Sebagai kelanjutan dari Inpres No. 5/2007, akan dibentuk Unit Percepatan Pembangunan di Provinsi Papua dan Papua Barat (UP4B) dalam satu rencana induk dan rencana aksi 2011-2014 dengan memperhatikan kerangka kebijakan dalam RPJMN 2011-2014, RPJMD, RT/RW Prov, Kab/Kota melalui optimalisasi pendanaan APBN, APBD dan kontribusi pendanaan non pemerintah yang diearmarked secara khusus untuk percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat.
Kendala Yang Dihadapi a. Pemahaman terhadap substansi otsus Papua yang dalam beberapa hal masih belum sama antara sektor terkait tingkat Pusat dengan daerah, khususnya mengenai desentralisasi asimetris (lex specialis derogate lex generalis). b. Hubungan antara pemangku kepentingan pelaksanaan otsus Papua (Gubernur, DPRP, DPRPB dan MRP) yang masih perlu harmonisasi/koordinasi khususnya dalam menyikapi kebijakan strategis di Papua dan Papua Barat. c. Percepatan program prioritas pembangunan otsus Papua, belum sepenuhnya didukung dengan kompetensi para pelaksana di lapangan. 1 0
….. LANJUTAN d. Ketiadaan Perdasus dalam pengelolaan dana e. f. g. h.
1 1
otsus; Ketidak jelasan formula distribusi perwilayah dan bidang pokok; Tidak terserapnya dana otsus; Kelemahan mekanisme akuntabilitas dalam bidang monitoring, pelaporan, evaluasi; Sangat sulit berkoordinasi antar provinsikabupaten dan antar kabupaten.
PENANGANAN ISU AKTUAL
1.
Pembentukan MRP di daerah Pemekaran
a. Ketentuan Yuridis, PP No.54/2004 tentang MRP Pasal 74 ayat (1) menyebutkan dalam hal pemekaran Provinsi Papua menjadi provinsi-provinsi baru dibentuk MRP, yang berkedudukan di masing-masing ibukota Provinsi. b. Sementara fakta lapangan, Aspirasi baik dari provinsi Papua dan Papua Barat menghendaki adanya satu MRP untuk seluruh Tanah Papua. Bahkan rancangan Perdasus tentang Pemilihan Anggota MRP telah mencerminkan adanya satu MRP untuk seluruh Tanah Papua. c. Konsekwensinya bila disetujui satu MRP maka akan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dipihak lain bila tidak disetujui menimbulkan gejolak politik di masyarakat. d. Alternatif solusi yang dapat ditawarkan adalah apabila “political will” pemerintah menghendaki adanya satu MRP maka PP No. 54 tahun 2004 harus diubah, namun solusi moderat lain yang dapat dilakukan adalah tetap 2 MRP namun dimungkinkan adanya joint session antara kedua MRP. Sementara proses pertimbangan dan persetujuan Ranc. Perdasus dilakukan di MRP masing-masing Provinsi. 1 2
2. MASA BHAKTI ANGGOTA MRP a. Masa bakti 42 (empat puluh dua) orang Anggota MRP periode 2005 – 2010 di Provinsi Papua akan berakhir pada akhir Oktober 2010, namun hingga saat ini pergantian anggota MRP yang baru belum dapat dilakukan. b. MRP Papua Barat belum terbentuk. c. Pemerintah Provinsi Papua telah menyusun Rancangan Peraturan Daerah Khusus (Raperdasus) tentang Tata Cara Pemilihan Anggota MRP dan sudah disampaikan kepada DPRP. d. Ketua MRP telah mengusulkan perpanjangan keanggotaan MRP periode 2005 – 2010 sampai dengan terbentuk dan dilantiknya anggota MRP yang baru. e. Gubernur Papua mengusulkan perpanjangan keanggotaan MRP kepada Menteri Dalam Negeri (Surat Nomor 150/3382/SET). f. Mendagri telah memperpanjang masa kerja MRP sampai dengan 31 Januari 2011 melalui KepMDN No. 161-91-853 Tahun 2010 (perpanjangan sampai dengan akhir Januari 2011). 1 3
.....lanjutan 3.
Orang Asli Papua sebagai kandidat Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota.
a. Perpu No. 1 Tahun 2008 telah menghapus kewenangan DPRP untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur. Penghapusan tersebut dilandasi keinginan yang telah disepakati bersama, untuk melibatkan masyarakat Papua sebagai pemegang kedaulatan rakyat untuk dapat menentukan sendiri pemimpin Papua. Ketentuan ini kemudian disetujui DPR-RI menjadi UU No. 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Menjadi Undang-Undang. 1 4
.....lanjutan b.
c.
1 5
Terkait dengan keinginan bahwa pencalonan Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota, sebagaimana diekspresikan dalam SK MRP No. 14 Tahun 2009, Pemerintah senantiasa tetap konsisten berpedoman pada UU No. 21 Tahun 2001. Ketentuan dalam pasal 12 UU No. 21 Tahun 2001 tersebut, hanya mensyaratkan Gubernur dan Wakil Gubernur yang harus berasal dari Orang Asli Papua. Sedangkan untuk persyaratan Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota tidak harus berasal dari Orang Asli Papua. Sekalipun demikian, sebagai informasi, dalam kenyataannya saat ini dari 40 Bupati/Walikota di Papua dan papua Barat hanya 1 orang yang bukan Orang Asli Papua. Dalam hal ada aspirasi lain yang tidak sesuai dan mengisyaratkan perlunya penyesuaian atas subsansi UU Otsus Papua tersebut, karena perkembangan dinamika politik lokal, kiranya rakyat Papua melalui DPRP dan MRP dapat mengajukan perubahan kepada DPR-RI atau Pemerintah (revisi UU No. 21 Tahun 2001).
.....lanjutan 4.Pengisian 11 kursi Anggota DPRP berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi. Putusan MK Nomor 116/PUU-VII/2009 mengamanatkan bahwa pengisian 11 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dari Orang Asli Papua harus dilakukan dengan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus). Perdasus ditetapkan oleh Gubernur dan DPRP dengan persetujuan MRP
1 6
.....lanjutan Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri telah melakukan langkahlangkah nyata antara lain: a.Segera setelah menerima amar putusan MK dibacakan dalam sidang MK tanggal 1 Februari 2010, pada tanggal 5 Februari 2010 Kementerian Dalam Negeri sudah mengundang Gubernur Papua dan Papua Barat, DPRP dan DPRD Papua Barat, serta MRP dan para SKPD terkait untuk memberikan penjelasan dan pengarahan atas langkah-langkah yang harus dilakukan di daerah. b.Telah menerima kunjungan konsultasi Tim pemohon uji materi ke MK, yaitu Barisan Merah Putih (BMP), untuk kemudian diberikan petunjuk dan arahan atas hal-hal yang secara sinergis perlu dilakukan bersamaan dengan langkah-langkah koordinasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. 1 7
.....lanjutan c. Telah melakukan fasilitasi terhadap penyusunan Perdasus melalui rapat teknis penyusunan Perdasus tentang pengisian 11 (sebelas) kursi anggota DPRP yang dihadiri oleh unsur pusat dan daerah secara lintas sektoral. d. Telah dua kali mengingatkan dan berkirim surat kepada Gubernur Papua, Ketua DPRP dan Ketua MRP pada tanggal 1 Maret 2010 dan pada tanggal 17 Mei 2010, untuk dapat segera menyusun dan menerbitkan Perdasus yang mengatur mengenai tata cara pengisian 11 kursi DPRP dari orang asli papua. 1 8
… Lanjutan 2. Pembentukan Daerah Otonom Baru di Tanah Papua,
Berkenaan dengan pembentukan Daerah Otonom Baru di Provinsi Papua dan Papua Barat, bahwa masyarakat melalui Pemerintahan Daerah di Papua telah menyampaikan beberapa usulan calon pembentukan daerah otonom baru/pemekaran daerah, namun hal ini akan menyesuaikan dengan kebijakan Pemerintah yang saat ini sementara menempuh langkah moratorium terkait dengan pemekaran daerah, serta disesuaikan dengan Desain Besar Penataan Daerah yang sementara dalam proses finalisasi atas revisi sebagaimana yang telah dikemukakan dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI. 1 9
… Lanjutan 3.
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua dan Papua Barat Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, Gubernur/Wakil Gubernur Papua dan Gubernur/Wakil Gubernur Papua Barat akan mengakhiri masa bhaktinya pada bulan Juli tahun 2011, terkait dengan hal tersebut Pemerintahan Daerah Papua dan Papua Barat telah melakukan koordinasi awal dengan KPU provinsi Papua dan Papua Barat dalam rangka persiapan penyelenggaraan Pilkada di kedua provinsi tersebut yang direncanakan awal tahun 2011.
2 0
WHAT NEXT…..? Evaluasi komprehensif OTSUS; Blue print pembangunan Papua; Integrasi tindakan /integrated action (central, local government and Donor/NGO)
2 1
2 2