KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DI BIDANG PARIWISATA DALAM PENINGKATAN PAD DI KABUPATEN MUNA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan untuk Mencapai Derajat Sarjana S-1
Program Studi Ilmu Pemerintahan
Oleh SRI NUR WAHYUNI E121 12 256
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016
ii
LEMBARAN PENGESAHAN SKRIPSI
KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DI BIDANG PARIWISATA DALAM PENINGKATAN PAD DI KABUPATEN MUNA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Yang dipersiapkan dan disusun oleh SRI NUR WAHYUNI E121 12 256 Telah dipertahankan didepan panitia ujian skripsi Pada tanggal 18 mei 2016 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Telah disetujui oleh : Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Jayadi Nas M.Si NIP. 19710501 199803 1 004
Rahmatullah S.IP, Msi NIP. 19770513 200302 1 002 Mengetahui :
Mengetahui Ketua Jurusan Ilmu Politik dan Pemerintahan FISIP Unhas
Menyetujui, Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Unhas
Dr. H. A. Samsu Alam. M.Si NIP. 19641231 198903 1 027
Dr. Hj. Nurlina, M.Si NIP. 19630921 1987 02 2 001
iii
iv
KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirahim... Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh… Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat, ridho, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DI BIDANG PARIWISATA DALAM PENINGKATAN PAD DI KABUPATEN MUNA PROVINSI SULAWESI TENGGARA”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S1) pada Prodi Ilmu Pemerintahan, Jurusan Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin Makassar. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidaklah mudah dan tidak dalam waktu yang singkat. Selama penyusunan skripsi ini, penulis menemukan berbagai hambatan dan tantangan, namun hambatan dan tantangan tersebut dapat teratasi berkat tekad yang kuat, segala upaya dan usaha yang keras serta tentunya dukungan tenaga, pikiran dan doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini izinkan penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada orang tua tercinta, Ayah Adi Prayitno dan Ibunda Sitti Pelita yang telah melahirkan, membesarkan, dan mendidik penulis hingga
v
sampai seperti saat ini. Terima Kasih tak terhingga karena telah memberikan segala dukungan yang luar biasa kepada penulis. Baik berupa kasih sayang, dukungan moral dan materi, semangat serta doa yang tak pernah ada hentinya selalu diberikan dengan ikhlas kepada penulis. Semoga Allah SWT selalu melindungi, memberikan kesehatan, melimpahkan rezeki
serta
kebahagiaan yang tak henti kepada beliau. Aamiin. Terimakasih yang sebesar-besarnya serta penghargaan yang setinggitingginya juga penulis sampaikan kepada: 1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Palubuhu, MA selaku Rektor Universitas Hasanuddin yang telah memberikan kesempatan kepada penulis mengikuti pendidikan pada program S1 Universitas Hasanuddin. 2. Bapak Prof. Dr. Andi Alimuddin M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin beserta seluruh stafnya. 3. Dr. H. Andi Samsu Alam, M.Si, selaku ketua jurusan Ilmu Politik dan Pemerintahan, beserta seluruh staf pegawai di lingkup Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universita Hasanuddin khususnya jurusan Ilmu Pemerintahan. 4. Dr. Hj. Nurlinah, M.Si selaku ketua prodi ilmu pemerintahan fakultas ilmu sosial dan Ilmu politik dan seluruh staf pegawai di lingkungan Prodi Ilmu Pemerintahan. 5. Bapak Dr. Jayadi Nas, M.Si selaku pembimbing I dan Bapak Rahmatullah S.IP, M.Si selaku Pembimbing II yang telah meluangkan
vi
waktu untuk membimbing penulis dari awal penyusunan proposal hingga skripsi ini selesai. 6. Para tim penguji yang telah banyak memberikan masukan dan saran dalam upaya penyempurnaan skripsi ini Dr. H. Andi Samsu Alam, M.Si, Dr. Hj. Nurlinah, M.Si, dan Lukman Irwan S.IP, M.Si. 7. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah membagi ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis. 8. Pemerintah Kabupaten Muna yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Kabupaten Muna. Terkhusus untuk pihak yang terlibat dalam penelitian sehingga penulis dapat dengan mudah mendapatkan data untuk menyelesaikan skripsi ini, dalam hal ini Ketua Bappeda Kabupaten Muna, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna beserta seluruh staff, Tokoh masyarakat dan Wisatawan. 9. Terima Kasih kepada saudara kandung penulis, Dwi Nur Anindya yang senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan serta semangat yang tiada hentinya kepada penulis selama ini. Terima kasih telah menjadi saudara sekaligus teman terbaik. Semoga kita selalu bisa membahagiakan ayah dan ibu. 10. Terima kasih kepada kakek dan nenek penulis, Laode Bolombo dan Waode Ido, terima kasih atas segala doa kalian.
vii
11. Terima kasih untuk saudara-saudara seperjuangan Fraternity: Latippa, Defi, Irma, Eka, Mety, Pera, Eva, Sari, Rewo, Nida, Fitrah, Cali, Dio, Ruri, Erwin, Indra, Randi, Alif, Aan, Tirto, Afdal, Opik, Dondo’, Aji, Hadi, Ammang, Ipul, Marwan, JS, Urlick, Eky, Wahyu, Patung, Chaidir, Ardi, Nurhaq, Dedi, Ilham dan Muchlis. Terima kasih atas segala kenangan dan pelajaran yang kalian berikan selama ini dan buat uchi yang selalu membantu dan membimbing. Terkhusus kepada Sita, Tari, Willy dan Lifia, terima kasih untuk setiap waktu yang telah kita lalui, canda tawa bahkan tangis yang pernah ada akan selamanya menjadi kenangan yang indah. Semoga kita akan menemui kesuksesan masing-masing kelak di masa depan. 12. Terima Kasih Kepada Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan
(HIMAPEM)
FISIP
Unhas,
Respublika
2006,
Renessaince 2007, Glasnost 2008, Aufklarung 2009, Volksgeist 2010, Enlightment 2011 yang telah memberikan banyak pelajaran. Dan Penulis Titipkan Rumah Jingga kepada Adinda Lebensraum 2013, Fidelitas 2014 dan Federasi 2015. Jayalah Himapemku Jayalah Himapem Kita. Salam Merdeka Militan ! 13. Terima kasih kepada sahabat kampus UMI penulis yaitu Lulu, Sisma, Dhani, Kiki dan Uli yang senantiasa mendampingi dan mendoakan. 14. Terima kasih kepada sahabat penulis yaitu Nia Hamsah, Muna Hijriana, Fauziah Faniawati dan Amelia Annisa yang senantiasa mendoakan.
viii
15. Terima kasih kepada keluarga penulis selama penelitian yaitu bapak samahu, bibi dewi sartika dan la jami yang telah mendampingi, membantu dan mendoakan selama penyusunan skripsi ini. 16. Terima Kasih kepada seluruh keluarga, sahabat, dan teman-teman penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih untuk kasih sayang, doa, dukungan, pelajaran dan kenangan yang telah kalian berikan. Semoga penulis mampu membahagiakan kalian. Akhirnya kepada Allah SWT penulis serahkan segalanya serta panjatkan doa yang tiada henti, rasa syukur yang teramat besar penulis haturkan kepadaNya, atas segala izin dan limpahan berkah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga amal kebajikan semua pihak yang telah membantu diterima disisi-Nya dan diberikan pahala yang berlipat ganda sesuai dengan amal perbuatannya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, serta bagi para pembaca pada umumnya. Amin Ya Rabbal ‘Alamin. Makassar, 5 April 2016
Penulis,
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL....................................................................................
i
LEMBARAN PENGESAHAN...................................................................
ii
KATA PENGANTAR................................................................................
iii
DAFTAR ISI..............................................................................................
viii
DAFTAR TABEL.......................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….
xiv
INTISARI...................................................................................................
xx
ABSTRACT...............................................................................................
xvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang................................................................................. 1
1.2
Rumusan Masalah............................................................................ 6
1.3
Tujuan Penelitian.............................................................................
7
1.4
Manfaat Penelitian...........................................................................
8
x
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Kebijakan................................................................................ 9 2.2.1 Implementasi Kebijakan........................................................... 16 2.2 Tinjauan Pendapatan Asli Daerah......................................................... 21 2.2.1 Hasil Pajak Daerah.................................................................. 22 2.2.2 Hasil Retribusi Daerah.............................................................. 25 2.3 Tinjauan Pariwisata...............……………………………………………… 26 2.3.1 Jenis-Jenis Pariwisata............................................................... 29 2.3.2 Industri Pariwisata..................................................................... 31 2.3.3 Potensi Pariwisata.................................................................. 34 2.3.4 Obyek dan Daya Tarik Pariwisata............................................ 36 2.3.5 Faktor Pendukung Pengembangan Pariwisata....................... 41 2.3.6 Faktor Penghambat Pengembangan Pariwisata...................... 42 2.4 Kerangka Konsep………………………………………………………..
43
xi
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian.................................................................................. 46 3.2 Jenis Penelitian.................................................................................... 46 3.3 Sumber Data........................................................................................ 47 3.4 Teknik Pengumpulan Data.................................................................... 48 3.5 Defenisi OperasionaL............................................................................ 48 3.6 Analisis Data......................................................................................... 51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum.............………………………………………………….. 53 4.1.1 Sejarah Terbentuknya Pemerintah Kabupaten Muna............... 53 4.1.2 Kondisi Pemerintahan.............................................................. 61 4.1.3 Kondisi Geografis dan Luas Wilayah....................................... 63 4.1.4 Keadaan Alam......................................................................... 65 4.1.5 Iklim dan Curah Hujan.............................................................. 66 4.1.6 Penduduk................................................................................. 67 4.2 Pembahasan………………………………………………....……………… 69 4.2.1 Kebijakan Pemerintah Daerah di Bidang Pariwisata
xii
Kabupaten Muna...................................................................... 69 4.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Sektor Pariwisata di Kabupaten Muna.................................... 85 4.2.2.1 Faktor Yang Mendukung Pengembangan Pariwisata
86
4.2.2.2 Faktor Yang Menghambat Pengembangan Pariwisata 104 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan........................................................................................... 123 5.2 Saran................................................................................................... 124 DAFTAR PUSTAKA................................................................................. Lampiran-Lampiran…………………...………..........…………………..........
126 128
xiii
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Rincian Program/Kegiatan Urusan Pariwisata tahun 2013...............5 Tabel 4.1 Banyaknya Desa/Kelurahan menurut Kecamatan..........................61 Tabel 4.2 Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Muna..............................64 Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Kabupaten Muna..............................................68 Tabel 4.4 Rincian Program/Kegiatan Urusan Pariwisata tahun 2013.............73 Tabel 4.5 Rincian Program/Kegiatan Urusan Pariwisata tahun 2014.............77 Tabel 4.6 Rincian Program/Kegiatan Urusan Pariwisata tahun 2014.............81 Tabel 4.7 Pendapatan Asli Daerah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tahun 2013 dan 2014....................................................................84 Tabel 4.8 Potensi Pariwisata kabupaten Muna berdasarkan Kecamatan...... 88 Tabel 4.9 Kondisi Internal Pengembangan Pariwisata Kabupaten Muna.......90 Tabel 4.10 Jumlah Kunjungan Wisata Beberapa Destinasi Wisata...............92 Tabel 4.11 Kondisi Internal Pengembangan Pariwisata Kabupaten Muna...110 Tabel 4.12 Nama, Lokasi dan Tarif Hotel di Kabupaten Muna.....................113 Tabel 4.13 Kondisi Fasilitas Destinasi Wisata Alam dan Sejarah.................114 Tabel 4.14 Kondisi Beberapa Infrastruktur di Kabupaten Muna...................116 Tabel 4.15 Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan dan Kondisi Jalan Tahun 2013...............................................................................117 Tabel 4.16 Bandara Terdekat di Kabupaten Muna......................................118 Tabel 4.17 Banyaknya Kunjungan Kapal dan Penumpang di Kabupaten Muna Tahun 2009-2013............................................................119 Tabel 4.18 Faktor yang mempengaruhi pengembangan obyek wisata........121
xiv
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Tiga Elemen Sistem Kebijakan.................................................. 13 Gambar 2. Kerangka Konsep....................................................................... 45 Gambar 3. Peta Administrasi Wilayah Kabupaten Muna............................. 63
xv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Bukti Penelitian Lampiran 2. Foto penelitian Lampiran 3. Dokumen RPJMD Kabupaten Muna tahun 2011-2015 (Tentang Urusan Pariwisata)
xvi
INTISARI SRI NUR WAHYUNI, Nomor Pokok E12112256, Program Studi Ilmu Pemerintahan, Jurusan Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin. Menyusun skripsi dengan judul : “Kebijakan Pemerintah Daerah Di Bidang Pariwisata Dalam Peningkatan PAD di Kabupaten Muna”, di bawah bimbingan Dr. Jayadi Nas M.Si sebagai pembimbing I dan Rahmatullah, S.IP, M.Si sebagai pembimbing II. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan Pemerintah Daerah dibidang pariwisata dalam meningkatkan PAD di Kabupaten Muna dan mengetahui faktor yang mempengaruhi pengembangan sektor pariwisata di Kabupaten Muna. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif, yaitu suatu analisis yang berusaha mencari hubungan dan makna dari data yang dinyatakan dalam bentuk pernyataan-pernyataan, tafsiran-tafsiran setelah menggali informasi dari para informan yang selanjutnya di deskripsikan dan diinterprestasikan serta disimpulkan sebagai jawaban dari masalah pokok yang diteliti. Pengumpulan data dilakukan menggunakan teknik wawancara, observasi, dokumentasi, dan penelusuran data secara online. Hasil penelitian menunjukkan 2 hal yakni, Pertama pengelolaan pariwisata dilakukan melalui tiga program yaitu program pengembangan pemasaran pariwisata, program pengembangan destinasi pariwisata dan program pengembangan sumber daya kebudayaan dan priwisata. Kedua program pariwisata di Kabupaten Muna dalam implementasinya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor pendukung meliputi, daya tarik obyek wisata dan partisipasi masyarakat lokal dan faktor penghambat meliputi, status lahan, sumber daya manusia, keamanan kawasan wisata dan sarana dan prasarana.
xvii
ABSTRACT SRI NUR WAHYUNI , id number E12112256 , Governance Studies Program , Department of Political Science and Public Administration , Faculty of Social and Political Sciences , University of Hasanuddin. Thesis with the title : " Local Government Policy in the Field of Tourism in The increase in revenue in Muna ", under the guidance of Dr. Jayadi Nas M.Si as supervisor I and Rahmatullah , S.IP , M.Si as supervisor II . This study aims to determine Government policy in the field of tourism in increasing revenue in Muna and determine the factors that influence the development of the tourism sector in Muna . The method used is a qualitative research method , which is an analysis that seeks relationships and the meaning of the data expressed in the form of statements , interpretations after digging for information from informants hereinafter described and interpreted and summarized in answer to the main problem researched. Data is collected using interview, observation , documentation , and search data online. The results show two things namely , the First of tourism management is performed through three programs, namely the development program of tourism marketing , tourism destination development program and resource development programs and priwisata culture . Both the tourism program in Muna implementation is influenced by two factors: the supporting factors include, tourist attraction and participation of local communities and inhibiting factors include, land status , human resources , security, tourist areas and infrastructure.
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan pembangunan daerah pada dasarnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah dan menserasikan laju pertumbuhan antar daerah di Indonesia. Dalam pengembangan daerah sudah dibutuhkan peningkatan pendayagunaan, potensi daerah secara optimal. Undang-undang nomor 23 Tahun 2014 yang kemudian di revisi kembali kedalam Perpu nomor 2 tahun 2015 yang selanjutnya di undangundangkan kedalam undang-undang nomor 9 tahun 2015 Tentang Pemerintahan
Daerah
adalah
salah
satu
landasan
yuridis
bagi
pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Undang-undang ini disebutkan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945, pemerintahan daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi mempercepat
dan
terwujudnya
tugas pembantuan, diarahkan kesejahteraan
masyarakat
untuk melalui
peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2
Otonomi yang diberikan kepada daerah Kabupaten dan Kota dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya, nyata, dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah secara proporsional. Pelimpahan tanggung jawab akan diikuti oleh pengaturan pembagian, dan pemanfaatan serta sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dalam mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri, daerah memerlukan biaya yang cukup besar guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah. Oleh karena itu daerah diberi hak dan wewenang untuk menggali sumber-sumber pendapatan daerahnya sendiri. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 285 UU No. 23 Tahun 2014 yang mengatur sumber-sumber pendapatan daerah, yang terdiri atas: a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu terdiri dari: 1) Hasil pajak daerah 2) Hasil retribusi daerah 3)Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; 4) Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah b. Dana Perimbangan; dan c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah Pendapatan Asli Daerah yang merupakan gambaran potensi keuangan daerah pada umumnya mengandalkan unsur pajak daerah dan retribusi daerah. Berkaitan dengan pendapatan asli daerah dari sektor retribusi, maka daerah dapat menggali potensi sumber daya alam yang
3
berupa sektor pariwisata. Pemerintah menyadari bahwa sektor pariwisata bukanlah merupakan sektor penyumbang terbesar dalam pendapatan daerah, tetapi berpotensi dalam meningkatkan PAD. Di Indonesia mempunyai potensi alam dan seni budaya yang besar yang dapat dimanfaatkan oleh daerah untuk meningkatkan PAD. Bidang pariwisata merupakan salah satu kegiatan yang mempunyai peranan
yang
sangat
strategis
dalam
menunjang
pembangunan
perekonomian nasional. Sektor ini dicanangkan selain sebagai salah satu sumber penghasil devisa yang cukup handal, juga merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dan mendorong perkembangan investasi. Dalam mengembangkan sektor ini pemerintah berusaha keras membuat rencana dan berbagai kebijakan yang mendukung kearah kemajuan sektor
ini.
Salah
satu
kebijakan
tersebut
adalah
menggali,
menginventarisir dan mengembangkan obyek-obyek wisata yang ada sebagai daya tarik utama bagi wisatawan. Pariwisata merupakan sumber daya yang penting bagi daerah yang menjadi tempat tujuan wisata . Pariwisata dapat menjadi sumber pemasukan uang dari daerah lain dengan sedikit dampak lingkungan pariwisata dapat menjadi sumber daya untuk melaksanakan upaya preservasi berbagai hasil budaya masa lampau . Sebagai sumber daya , pariwisata perlu dikelola dengan tepat supaya pengembangannya tidak malah menjadi sumber kerusakan atau sumber bencana .1 Dalam konteks pengembangan pariwisata daerah khusunya di Kabupaten Muna, Pemerintah Daerah belum maksimal meningkatkan potensi wisata yang tersedia. Padahal, jika potensi wisata di Kabupaten 1
Drs. Wardiyanta, H.Hum, Metode Penelitian Pariwisata, Yogyakarta, Andi, Hal. 51.
4
Muna dikelola dengan baik, mampu memberikan sumbangan bagi PAD. Berdasarkan capaian PAD dalam beberapa tahun terakhir, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Muna, langganan menjadi SKPD dengan kontribusi terminim di Muna.2 Tabel 1.1 Rincian Program/Kegiatan Urusan Pariwisata tahun 2013 Program Kegiatan
NO
15
16
02
16
08
Program Pengembanga n Pemasaran Pariwisata Pelaksanaan promosi pariwisata nusantara didalam dan diluar negeri Peningkatan pembangunan sarana dan prasarana pariwisata (UL)
Target
Alokasi Anggaran Realisasi
1.874.510.000
1.837.483.000
Capaian (100%) 98,02
1.852.200.000
1.837.483.000
98,02
22.310.100
-
-
Target
Capaian Kinerja Realisasi Capaian
100.000.000
7.700.000
(100%) 7,70
-
-
-
Sumber : LKPJ Bupati Muna 2013 Berdasarkan table 1.1 menjelaskan bahwa alokasi anggaran dari Pemerintah Kabupaten Muna kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sebesar Rp. 1.874.510.000. Anggaran yang melebihi 1M ini telah digunakan oleh Dinas terkait sebesar Rp. 1.837.483.000 yang mencapai 98,02%. Sementara hasil yang diperoleh dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata hanya mencapai 7,70% dengan nominal Rp 7.700.000,- dari target Rp. 100.000.000,-. Besarnya alokasi anggaran yang diberikan kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tidak sesuai dengan hasil kinerja dinas tersebut. Sementara penggunaan alokasi anggaran tersebut 2
Arl, “Muna Barat lepas , Bupati Muna lirik pariwisata genjot PAD, ini pernyataan LM Baharuddin”, Zona Sultra.com, 28 Jan 2015, file:///D:/PROPOSAL/3245-muna-barat-lepas-bupatimuna-lirik-pariwisata-genjot-pad.htm 23 okt 2015, pukul 08:54 wita.
5
hampir mencapai 100% namun, pencapiannya tidak mencapi 10% dari target pencapaian dinas. Pariwisata di Kabupaten Muna memiliki potensi membawa nama Kabupaten Muna hingga ke mancanegara. Apalagi, jika dilihat dari beberapa daerah yang mengembangkan potensi pariwisata dengan baik dan tepat mampu memberikan pemasukan bagi daerah yang sangat besar.
Dalam
sebuah
pernyataan
Bupati
Muna
LM
Baharuddin
mengatakan : “berdasarkan pengalaman sejumlah daerah, potensi wisata dan budaya apabila dikembangkan secara maksimal bisa meraup pendapatan yang signifikan untuk daerah. Hal itu diungkapkan Baharuddin saat membuka festival seni dan budaya di Pantai Walengkabola, Kecamatan Tongkuno, Rabu (28/1/2015).” 3 Pada dasarnya di Kabupaten Muna terdapat puluhan objek wisata alam maupun wisata sejarah seperti : Pantai Pulau Munante, Pantai Walengkabola,
Teluk
Matanue,
Permandian
Mata
air
Kamonu,
Kontukowuna, Kapal Sawerigading, Makam Omputo, Mesjid Tua Muna, Benteng Kora Wuna, Benteng Lapadaku, Gua Lansirofa, Benteng Lapute, Pantai maleura, Gua Liang Kabori, Kompleks Makam Lohia, Gua Wambikido, Gua Metanduno, Permandian Danau Napabale, Permandia Mata Air Fotunorete, Kompleks Makam Kamono Kamba, Permandian Mata Air Jompi, Permandian Air Terjun Kalima-lima, Benteng Kontunaga, Gua Kontunaga, Gua Kontudopi, Benteng Kasaka, Benteng Sangia, Mata Air Sangia Pure-Pure, Air Terjun Fari, Kawali, Pantai Towea. Beberapa 3Arl,
Ibid.
6
pariwisata yang dimiliki Kabupaten Muna telah diperbaiki agar lebih layak lagi untuk dikunjungi oleh para wisatawan misalnya pantai Maleura dan Danau Napabale. Namun, kedua tempat wisata ini dalam bentuk pengelolaan dan promosi masih sangat minim. Padahal, sektor pariwisata di Kabupaten Muna dapat memberikan sumbangan peningkatan terhadap PAD. Berdasarkan
hal
tersebut
penulis
tertarik
mengambil
judul
“KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DI BIDANG PARIWISATA DALAM PENINGKATAN PAD DI KAB MUNA”
1.2 Rumusan masalah Masalah pengembangan pariwisata di Kabupaten Muna sebagai salah satu sektor yang mampu memberikan peningkatan terhadap PAD dalam pengembangan dan pengelolaannya belum maksimal. Pengelolaan objek wisata belum dikelola secara merata. Pengelolaannya hanya lebih menitik beratkan
terhadap
beberapa
obyek
wisata saja. Proses
pemasaran/promosi yang masih minim sehingga terkadang ada orang yang tidak tahu sama sekali mengenai pesona obyek wisata di Kabupaten Muna.
7
Berdasarkan rumusan masalah ini, penulis menetapkan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana kebijakan Pemerintah Daerah dibidang pariwisata dalam meningkatkan PAD di Kabupaten Muna? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengembangan sektor pariwisata di Kabupaten Muna?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kebijakan Pemerintah Daerah dibidang pariwisata dalam meningkatkan PAD di Kabupaten Muna. 2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pengembangan sektor pariwisata di Kabupaten Muna.
8
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat akademis, yakni diharapkan membantu memberikan informasi pengetahuan dan ilmu khususnya perkembangan ilmu pemerintahan. 2. Manfaat praktis, yakni diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait, terkhusus pemerintah daerah yang mengelola daerah-daerah wisata untuk dijadikan bahan acuan dan bahan pembelajaran. 3. Manfaat metodologis, hasil dari penelitian ini diharapkan memberi nilai tambah yang selanjutnya dapat dikomparasikan dengan penelitian-penelitian ilmiah lainnya, khususnya yang menkaji kebijakan pengelolaan pariwisata.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka merupakan uraian tentang konsep yang digunakan dalam penelitian untuk menjelaskan masalah penelitian sekaligus juga menjadi landasan teori dalam penelitian. Pada bagian ini
akan
diuraikan
mengenai
Tinjauan
Kebijakan,
Tinjuauan
Pendapatan Asli Daerah, Tinjauan Pariwisata dan Kerangka Konseptual.
2.1 Tinjauan Kebijakan Kebijakan sesungguhnya merupakan tindakan-tindakan terpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang disepakati dan bukan sekedar keputusan acak untuk melakukan sesuatu. Hal ini berarti bahwa pemerintah kepentingan
dalam
membuat
pribadinya
saja,
suatu
kebijakan
namun
tidak
berdasarkan
hanya
untuk
kepentingan
masyarakat. Konsep kebijakan atau dalam bahasa inggris sering kita dengar dengan
istilah
policy.
Menurut James Anderson, kebijakan itu ialah
suatu “purposive course of action or inaction undertaken by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern” (langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor
10
berkenan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi).4 Titmuss mendefenisikan kebijakan sebagai prinsip–prinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan–tujuan tertentu. Kebijakan menurut Titmuss senantiasa berorientasi kepada masalah (problemoriented) dan berorientasi kepada tindakan (action–oriented) dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip–prinsip untuk mengarahkan cara–cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu.5 Carl J.
Federick
sebagaimana dikutip Leo Agustino
mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan–hambatan (kesulitan–kesulitan) dan kesempatan–kesempatan (tantangan) terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.6Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi kebijakan, karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah. Menurut Charles O. Jones, kebijkan itu tak lain adalah “a standing decision characterized by behavioral consistency and repetitiveness on 4
Prof.Dr.H.Solichin Abdul Wahab, M.A. Analisis Kebijakan, PT Bumi aksara, 2012, Hal. 8 Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik, Alfabeta, Bandung, 2007, hal. 7. 6 Leo Agustino, Dasar – Dasar Kebijakan Publik, Alfabeta, Bandung 2006, hal. 7. 5
11
the part of both those who make it and those who abide by it” (berdirinya keputusan ditandai dengan konsistensi perilaku dan berulang yang membuatnya dan orang-orang baik dipihak mereka yang mematuhinya) (Jones, 1997)7. Versi formal yang dibuat oleh Perserikatan BangsaBangsa (PBB), agaknya lebih luas dan cukup rinci ketimbang pandangan diatas, karena lembaga dunia ini telah memberikan makna pada kebijakan sebagai berikut : “Kebijakan ialah pedoman untuk bertindak. Pedoman itu bisa saja amat sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, bersifat kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat. Kebijakan dalam maknanya seperti ini mungkin berupa suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitasaktivitas tertentu, atau suatu rencana” (United Nation, 1957).8 Kebijakan dapat disebut sebagai kebijakan jika memiliki 4 (empat) unsur, yaitu : 1) Adanya pernyataan kehendak. Ini berarti ada keinginan atau sejumlah kemauan untuk melakukan sesuatu atau untuk tidak melakukan sesuatu. 2) Pernyataan
didasarkan
pada
otoritas.
Ini
berarti
ada
kewenangan yang dimiliki atau yang melekat pada diri seseorang pemegang atau pemilik kewenangan dan atau pada kesatuan system seperti lembaga atau asosiasi, terlepas dari mana
7 8
Op.Cit. Analisis Kebijakan, PT Bumi aksara, 2012, Hal. 8-9 Prof.Dr.H.Solichin Abdul Wahab, M.A.Ibid, Hal. 9
12
kewenangan itu diperoleh, apakah lewat penunjukan dan pengangkatan atau melalui suatu proses demokratisasi. 3)
Adanya kewenangan untuk melakukan pengaturan dan jika perlu melakukan pemaksaan kehendak. Ini berarti, bahwa untuk mencapai kehendak yang di inginkan otoritas diperlukan kegiatan pengaturan dalam artian yang seluas-luasnya.
4) Adanya tujuan yang dikehendaki. Ini berarti mengandung arti yang luas, dapat saja tujuan dalam konteks ruang dan waktu capaian, dapat saja tujuan dalam konteks situasi dan keadaan seperti upaya peredaman konflik atau penciptaan kesepakatan dalam kehidupan kebersamaan dengan mempertimbangkan peran dan status.9 Menurut Thomas R Dye dalam Dunn terdapat tiga elemen kebijakan yang membentuk sistem kebijakan. Dye menggambarkan ketiga elemen kebijakan
tersebut
kebijakan/policy
sebagai
kebijakan
stakeholders,
dan
publik/public
policy,
pelaku
lingkungan
kebijakan/policy
environment.
9
Faried Ali dan Syamsu Alam, Studi Kebijakan Pemerintah, Bandung : Refika Aditama, 2012, hal 8
13
Pelaku
Lingkungan
Kebijakan
Gambar 1. Tiga element sistem kebijakan Defenisi dari masalah kebijakan tergantung pada pola keterlibatan pelaku kebijakan (policy stakeholders) yang khusus, yaitu para individu atau kelompok yang mempunyai andil di dalam kebijakan karena mereka mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusan pemerintah. Pelaku kebijakan, misalnya kelompok warga negara, perserikatan buruh, partai politik, agen–agen pemerintah, pemimpin terpilih, dan para analis kebijakan sendiri sering menangkap secara berbeda informasi yang sama mengenai
lingkungan
kebijakan.
Lingkungan
kebijakan
(policy
environment) yaitu konteks khusus di mana keajaiban–keajaiban di sekeliling isu kebijakan publik.10 Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah tindakan–tindakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan atau tidak dilakukan oleh seseorang, suatu
kelompok atau pemerintah yang di dalamnya terdapat unsur
keputusan berupa upaya pemilihan
10
diantara
berbagai
alternatif,
William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik edisi kedua, Gadjah Mada Uneversity Press, Yogyakarta, 2003, hal. 111
14
hambatan–hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatan-kesempatan (tantangan)
terhadap
pelaksanaan
usulankebijakan
tersebut
untuk
mencapai maksud dan tujuan tertentu. Melalui kebijakan, pemerintah ingin melakukan pengaturan dalam masyarakat untuk mencapai visi dari pemerintah itu sendiri dengan tetap mengedepankankepentingan rakyat. Menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di masyarakat sehingga keikutsertaan masyarakat dalam menjalankan suatu kebijakan tersebut berakselerasi dengan pembangunan di daerah. Pemerintah dalam membuat sebuah kebijakan harus dapat melakukan suatu tindakan yang merupakan suatu bentuk dari pengalokasian nilai-nilai masyarakat itu sendiri. Kebijakan bertujuan untuk mempengaruhi kehidupan rakyat. Pada lokus pemerintahan, menurut Hoogerwerf kebijakan harus dipahami sebagai kebijakan pemerintah yang dapat diartikan sebagai suatu penyataan kehendak yang dilakukan oleh pemerintah atas dasar kekuasaan yang dimilikinya. Pemerintah adalah kekuasaan, tanpa kekuasaan maka pemerintah tidak punya arti apa-apa.11Sementara subtansi
dari
kebijakan
pemerintah
adalah
membuat/melakukan
pengambilan keputusan untuk kemudian melakukan tindakan oleh pemerintah secara bersama-sama dengan pihak rakyat yang dikuasi dan diatur dan atau secara sepihak oleh pemerintah terhadap rakyat.12 Seorang pemimpin atau pimpinan yang memiliki intergrasi melalui pengakuan atas kekuasaan yang dimiliki akan melahirkan kewenangan 11 12
Faried Ali, Syamsu Alam, dan Sastro M. Wantu,Op Cit, hal. 8 Faried Ali, Syamsu Alam, dan Sastro M. Wantu, Ibid, hal. 13.
15
untuk dapat berbuat. Demikian pula dengan kemampuan penciptaan tujuan yang sama dengan cara berpikir yang sama. Kekuasaan melahirkan kewenangan bagi pemerintah untuk bisa mengeluarkan suatu kebijakan, berbicara tentang kekuasaan, maka subtansi yang harus diperhatikan
adalah
influencing
atau
sejauh
mana
kita
mampu
mempengaruhi publik memberikan dukungan terhadap kehendak yang diinginkan. Disinilah faktor kepemimpinan sebagai hal strategis. Begitu pula dengan konsep “kewenangan”, subtansi yang harus diperhatikan adalah the willingness to serve atau sejauh mana kemampuan dalam menciptakan kesediaan publik untuk membantu. Kemampuan yang diperlukan untuk menciptakan 3 (tiga) faktor utama, yaitu: (1) intergrity (kejujuran), (2) Common purpose (tujuan yang sama), (3) Common method of thinking (metode berpikir yang sama). Setiap kehendak yang dinyatakan, pada hakikatnya adalah merupakan hasil pilihan dari sejumlah alternatif yang ada dan atau tersedia guna melakukan sesuatu atau untuk tidak melakukan sejalan dengan konsep kebijakan yang dikemukakan oleh Dye.13 Berdasarakan uraian di atas, maka kebijakan pemerintah merupakan pernyataan berdasarkan kekuasaan yang melekat pada pemerintah yang bersangkutan. Kebijakan tersebut dikeluarkan melalui pengambilan keputusan bersama pemerintah dengan rakyat sehingga kebijakan yang dikeluarkan tetap berpihak pada rakyat. Kebijakan pemerintah khususnya
13
Faried Ali, Syamsu Alam, dan Sastro M. Wantu, Ibid, hal. 9
16
bertujuan untuk melakukan pengaturan di masyarakat sehingga kebijakan ini akan terus berjalan dan mengalami perubahan hingga masalah– masalah sosial dapat dikendalikan demi pembangunan daerah.
2.1.1. Implementasi kebijakan Ada beberapa tahapan dalam siklus kebijakan publik dan salah satu tahapan penting dalam siklus kebijakan publik adalah implimentasi kebijakan. Implementasi sering dianggap hanya sebagai pelaksanaan dari apa yang telah diputuskan oleh legislatif atau para pengambil keputusan, terkadang tahapan ini kurang berpengaruh. Akan tetapi dalam kenyataannya, tahapan implementasi menjadi begitu penting karena suatu kebijakan tidak akan berarti apa-apa jika tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Dengan kata lain implementasi merupakan tahap dimana suatu kebijakan dilaksanakan secara maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan itu sendiri. Terdapat beberapa konsep mengenai implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah sebagai berikut, secara Etimologis, implementasi menurut kamus Webster yang dikutib oleh Solichin Abdul Wahab adalah sebagai berikut. Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement. Dalam kamus besar webster, to implement (mengimplementasikan) berati to providethe means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); dan to give practical effect to (untuk menimbulkan
17
dampak/akibat terhadap sesuatu.14menurut Van Meter dan Van Horn bahwa Implementasi adalah “tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh
individu-individu/pejabat-pejabat
atau
kelompok-kelompok
pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.15Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usah-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusankeputusan kebijakan. Berdasakan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan publik merupakan proses kegiatan adminsitratif yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan dan disetujui. Kegiatan ini terletak di antara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan mengandung logika top-down, maksudnya menurunkan atau menafsirkan alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro menjadi alternatif yang bersifat konkrit atau mikro.
2.1.2 Model Implementasi Kebijakan a) Model Van Meter dan Van Horn Model pertama adalah model yang paling klasik, yakni model yang diperkenalkan oleh Donald Van Meter dan Carl Van Horn 14
Prof.Dr.H.Solichin Abdul Wahab, M.A.Op Cit, Hal. 135 Van Meter dan Van Horn dalam Wahab, Analisis Kebijakan Publik, Arena Kami, 2006, hal. 65.
15
18
(1975). Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan seara linear dari kebijakan publik, implementator, dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang dimasukkan sebagai variabel yang mempengaruhi kebijakan publik adalah variabel berikut: • Aktivitas implementasi dan komunikasi antar organisasi • Karakteristik agen pelaksana/implementator • Kondisi ekonomi, sosial, dan politik • Kecenderungan (disposition) pelaksana/implementor. b) Model Mazmanian dan Sabatiar Model ini dikemukakan oleh Hogwood dan Sabiter, model yang disusun atas dasar proses implementasi kebijakan. Sebagai suatu proses, ditegaskan bahwa dalam tahapan implementasi kebijakan terdapat tiga variabel bebas yang dapat berpengaruh, yaitu: (1) Mudah/tidaknya masalah dikendalikan, (2) Kemapuan kebijakan untuk menstruktur proses implementasi, dan (3) variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi. Di antara ketiga variabel bebas, variabel (1) berpengaruh secara langsung terhadap variabel (2) dan (3). Adapun yang menjadi indikator dari variabel mudah/tidaknya masalah kebijakan adalah terdiri dari: • Kesukaran–kesukaran kelompok sasaran.
teknis
keseragaman
perilaku
19
• Presentase
kelompok
sasaran
dibandingkan
jumlah
penduduk. • Ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan.16 c) Model Grindle Model ini menjelaskan bahwa implementasi kebijakan ditentukan oleh isi dan konteks implementasinya. Kedua hal tersebut harus didukung oleh program aksi dan proyek individu yang didesain dan dibiayai berdasarkan tujuan kebijakan, sehingga dalam pelaksanaan kegiatan akan memberikan hasil berupa dampak pada masyarakat individu dan kelompok serta perubahan dan penerimaan oleh masyarakat terhadap kebijakan yang dilaksanakan.
Indikator isi kebijakan menurut Grindle
adalah (1) Kepentingan yang dipengaruhi; (2) Tipe manfaat; (3) Derajat perubahan yang diharapkan; (4) Letak pengambilan keputusan; (5) Pelaksanaan program; (6) Sumber daya yang dilibatkan.
Sedangkan
kontesk
implementasi
indikator–
indikatornya adalah: (1) Kekuasaan, strategi aktor yang terlibat; (2) Karakteristik lembaga penguasa; (3) Kepatutan daya tanggap.17
16 17
Faried Ali, Syamsu Alam, dan Sastro M. Wantu, Op.Cit., hal. 94-95. Faried Ali, Syamsu Alam, dan Sastro M. Wantu, Ibid, hal. 95-96
20
d) Model Hogwood dan gunn Model ini dikembangkan oleh Hogwood dan Gunn yang mejelaskan bahwa dalam mengimplementasi kebijakan negara secara sempurna diperlukan beberapa syarat berikut: (1) Hal yang akan menimbulkan gangguan/kendala yang serius; (2) Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber–sumber yang cukup memadai; (3) Perpaduan sumber–sumber yang diperlukan benar–benar tersedia; (4) Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang andal; (5) Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya; (6) Hubungan saling ketergantungan harus kecil; (7) Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan; (8) Tugas–tugas terperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat; (9) Komunikasi dan koordinasi yang sempurna; (10) pihak–pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan sempurna.18 Dari serangkaian model implementasi
kebijakan yang
dikemukakan di atas, model implementasi kebijakan dari Grindle yang sesuai dengan penelitian ini. Model implementasi ini menyangkut 6 (enam) variabel bebas yang saling berpengaruh. Keenam variabel ini memiliki indikator yang dapat dikaitkan pada
18
Faried Ali, Syamsu Alam, dan Sastro M. Wantu, Ibid, hal. 95
21
implementasi setiap program kerja pengembangan pariwisata di Kabupaten
Muna.
perubahan
yang
Kelompok
kepentingan,
diharapkan,
tipe
pengambilan
manfaat, keputusan,
pelaksanaan program kerja dansumber daya yang dilibatkan, dari semua sumber yang berkaitan dengan program ini dapat menjadi pengaruh dalam implementasi setiap program yang akan dijalankan.
2.2 Tinjauan Pendapatan Asli daerah Pendapatan merupakan
(revenues)
pendapatan
yang
berbeda belum
dengan
income.
dikurangi
Revenues
biaya-biaya
untuk
memperoleh pendapatan tersebut, sedangkan Income adalah pendapatan yang telah dikurangi dengan biaya-biaya untuk memperoleh pendapatanpendapatan itu. Income lebih tepat diterjemahkan sebagai penghasilan. Pasal 285 UU No. 23 Tahun 2014 menyebutkan bahwa sumber pendapatan asli daerah terdiri atas : 1) pendapatan asli Daerah meliputi : a) pajak daerah b) retribusi daerah c) hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan d) lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah : • pendapatan transfer • lain-lain pendapatan Daerah yang sah.
22
Dari ketentuan pasal tersebut di atas, maka pendapatan daerah dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu : 1) Pendapatan Asli Daerah 2) Pendapatan Non Asli Daerah Sampai saat ini yang termasuk Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatanyang berasal dari daerah itu sendiri dan didapat melalui pajak daerah, retribusi daerah,BUMD, dan hasil kerjasama dengan pihak ketiga.
2.2.1 Hasil Pajak Daerah Pajak daerah termasuk sumber keuangan pokok bagi daerah di samping retribusi daerah. Pajak adalah iuran masyarakat kepada pemerintah
berdasarkan
undang-undang
yang
berlaku,
guna
membiayai pengeluaran pemerintah yang prestasinya kembali, tidak dapat
ditunjuk
secara
langsung
tetapi
pelaksanaannya
dapat
dipaksakan19. Sedangkan pajak daerah itu sendiri menurut UU No. 28 Tahun 2009 yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orangpribadi atau badan yang bersifat
memaksa
berdasarkan
Undang-Undang,
dengan
tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selanjutnya pada pasal 2 ayat (2) UU No 28 Tahun 2009, jenis pajak kabupaten atau kota terdiri dari: 19
Ibnu, Syamsi,. Dasar-dasar Kebijaksanaan Keuangan Negara, Bina Aksara, Jakarta, 1994, hal 201.
23
1) Pajak Hotel 2) Pajak Restoran 3) Pajak Hiburan 4) Pajak Reklame 5) Pajak Penerangan Jalan 6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 7) Pajak Parkir Dari jenis pajak, Kabupaten atau Kota dapat tidak memungut salah satu dari beberapa jenis pajak yang telah ditentukan apabila potensi pajak di daerah Kabupaten atau Kota tersebut dipandang kurang memadai. Adapun penjelasan dari ketujuh jenis pajak kabupaten atau kota sebagai berikut : 1) Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan hotel Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk menginap atau istirahat, memperoleh pelayanan dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran. 2) Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan restoran Restoran adalah tempat menyantap makanan dan atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga atau catering.
24
3) Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua
jenis pertunjukan, permainan,
permainan ketangkasan dan atau kesamaan dengan nama dan bentuk apapun yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga. 4) Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau mengujikan suatu barang, jasa atau orang ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum kecuali yang dilakukan oleh pemerintah. 5) Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah 6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah pajak atas pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
25
7) Pajak Parkir adalah pajak yang dikenakan atas pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor yang memungut bayaran.
2.2.2 Hasil Retribusi Daerah Di samping pajak daerah, sumber pendapatan daerah dapat diperoleh melalui retribusi. Ibnu Syamsi mendefinisikan retribusi sebagai berikut : Retribusi adalah iuran dari masyarakat tertentu (orang-orang tertentu) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang prestasinya dikembalikan ditunjuk secara langsung, tetapi pelaksanaannya tidak dapat dipaksakan meskipun tidak mutlak.20 Sedangkan menurut UU No. 28 Tahun 2009 retribusi dibagi tiga golongan, yaitu : 1) Retribusi Jasa Umum. Jasa yang dimaksud merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 2) Retribusi Jasa Usaha Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki 20
Syamsi, Ibnu, Dasar-dasar Kebijaksanaan Keuangan Negara, Jakarta: Bina Aksara, 1994, hal 201.
26
atau dikuasai Daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah Daerah 3) Retribusi Perijinan tertentu Perijinan tersebut termasuk kewenangan pemerintah yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka asas desentralisasi (Pasal 140 uu no 28 tahun 2009) Penetapan jenis-jenis Retribusi Jasa Umum, Jasa Usaha, dan Perijinan tertentu dimaksudkan untuk tercipta ketertiban dalam penerapannya, sehingga dapat memberikan kepastian bagi masyarakat dan disesuaikan
dengan
kebutuhan
nyata
daerah
yang
bersangkutan.
2.3 Tinjauan Pariwisata Pariwisata adalah aktivitas bersantai atau aktivitas waktu luang. Perjalanan wisata bukanlah wisata suatu ‘kewajiban’ dan umumnya dilakukan pada saat seseorang bebas dari pekerjaan yang wajib dilakukan yaitu pada saat mereka cuti atau libur 21. Pariwisata juga merupakan suatu aktivitas yang kompleks yang dapat dipandang sebagai suatu sistem yang besar, yang mempunyai berbagai komponen, seperti ekonomi, sekologi, politik, social, budaya dan seterusnya. Melihat pariwisata sebagai sebuah system berarti analisis mengenai berbagai aspek kepariwistaan tidak bisa dilepaskan dari
21
I Gde Pitana dan Putu G. Gayatri, Sosiologi Pariwisata, Andi, Yogyakarta, 2005 hal 47
27
subsitem yang lain, seperti politik, ekonomi, budaya dan seterusnya, dalam hubungan saling ketergantungan dan saling terkait. Pariwisata sebagai suatu sistem juga dijelaskan oleh Fennel, yang memandang pariwisata sebagai : ….. the interrelated system that includes tourist and the associated services that are provided and utilized (facilities, attractions,
transportation,
and
accommodation)
to
aid
in
their
movement”22. Pariwisata dapat pula menjadi suatu tuntutan hasrat seseorang untuk mengenal kebudayaan dan pola hidup bangsa lain dan sebagai suatu upaya untuk mengerti mengapa bangsa lain itu berbeda. Pariwisata menjadi suatu sarana untuk memulihkan kesehatan moral seseorang dan untuk memantapkan kembali keseimbangan emosi seseorang23. Dalam bahasa Inggris wisata disebut dengan “Tour” yang berarti berdarmawisata atau berjalan-jalan melihat pemandangan, sedangkan secara etimologi, pariwisata berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu kata “Pari” yang berarti halus maksudnya mempunyai tata karma tinggi dan “Wisata”
yang
berarti
kunjungan
atau
perjalanan
untuk
melihat,
mendengar, menikmati dan mempelajari sesuatu. Jadi, Pariwisata berarti menyuguhkan suatu kunjungan secara bertatakrama dan berbudi. 24
22
I Gde Pitana dan Putu G Gayatri, Ibid. hal 91 Salah Wahab, Manajemen Kepariwisataan, Pradyna Paramita, Jakarta, 1992 hal 60 24 Inu Kencana Syafie, Pengantar Ilmu Pariwisata (Mandar Maju, Bandung) 2009 hal 14 23
28
H.Kodhyat adalah sebagai berikut : Pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu25. Salah Wahab mengemukakan definisi pariwisata, yaitu : pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya26. Selanjutnya,
sebagai
sektor
yang
komplek,
pariwisata
juga
merealisasi industri-industri klasik seperti industri kerajinan tangan dan cinderamata, penginapan dan transportasi. Definisi yang dikemukakan oleh Prof. Salah Wahab dalam Oka Yoeti Pariwisata adalah suatu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan secara bergantian diantara orang-orang dalam suatu Negara itu sendiri/diluar negeri, meliputi pendiaman orang-orang dari daerah lain untuk sementara waktu mencari kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda dengan apa yang dialaminya, dimana ia memperoleh pekerjaan tetap27.
25
Salah Wahab, Op Cit, hal. 65. Salah Wahab, Ibid, hal 66. 27 Salah Wahab, Ibid, Hal. 116. 26
29
2.3.1 Jenis - Jenis Pariwisata Berikut ini adalah beberapa jenis- jenis pariwisata :28 1) Wisata Agro, ragam pariwisata baru yang dikaitkan dengan industri pertanian, misalnya wisata durian pada saat musim durian, atau wisata tani, yakni para wisatawan turun terjun aktif menanam padi dan memandikan kerbau di sungai. 2) Wisata Belanja, dilakukan karena kekhasan barang yang ditawarkan atau bagian dari jenis pariwisata lain, misalnya bandung dengan pusat Jins di Jl. Cihampelas, Sidoarjo dengan pusat Tas di Tanggulangin. 3) Wisata Budaya, berkaitan dengan ritual budaya yang sudah menjadi tradisi misalnya mudik lebaran setahun sekali atau ada peristiwa budaya yang digelar pada saat-saat tertentu, misalnya: Sekaten di Surakarta dan Yogyakarta, Ngaben di Bali, Labuhan di Cilacap, pemakaman jenazah di Tana Toraja. 4) Wisata Iklim, bagi negara beriklim empat, pada saat tertentu benar-benar
dilakukan
untuk
melakukan
perjalanan
mengunjungi tempat-tempat lain hanya untuk ‘berburu’ panas sinar matahari. Begitu juga untuk masyarakat tropis seperti Indonesia, penduduk kota pantai berwisata ke pegunungan dan sebaliknya.
28
Warpani P. Suwarjoko, Warpani P. Indira, pariwisata dalam tata ruang wilayah, ITB Bandung, 2007, hal.13.
30
5) Wisata Karya, jenis pariwisata yang para wisatawannya berkunjung dengan maksud dinas atau tugas-tugas lain, misalnya : peninjauan/inspeksi daerah, sigi lapangan. 6) Wisata
Kesehatan,
berhubungan
dengan
maksud
penyembuhan suatu penyakit. 7) Wisata Konvensi atau Seminar, dilakukan dengan sengaja memilih salah satu DTW sebagai tempat penyelenggaraan seminar dikaitkan dengan upaya pengembangan DTW yang bersangkutan. 8) Wisata Niaga, berkaitan dengan kegiatan perniagaan(usaha perdagangan).
Wisatawan
datang
karena
ada
urusan
perniagaan di tempat tersebut, misalnya mata niaga atau tempat perundingan niaga ada disana. 9) Wisata Olahraga, yakni mengunjungi peristiwa penting di dunia olahraga, misalnya pertandingan perebutan kejuaraan, Pekan Olahraga Nasional, Asean Games, Olimpiade, atau sekedar pertandingan persahabatan. 10) Wisata
Pelancongan/Pesiar/Pelesir/Rekreasi,
dilakukan
untuk berlibur, mencari suasana baru, memuaskan rasa ingin tahu, melihat sesuatu yang baru, menikmati keindahan alam, melepaskan ketegangan(lepas dari kesibukan kerja rutin).
31
11) Wisata Petualangan, dilakukan lebih ke arah olahraga yang sifatnya
menantang
kekuatan
fisik
dan
mental
para
wisatawan. 12) Wisata Ziarah, dalam katan dengan agama dan budaya. Mengunjungi tempat ibadah atau tempat ziarah pada waktu tertentu, misalnya: waisak di kompleks candi borobudur– magelang, menyepi di pantai parangkusumo–yogyakarta, mengunjungi tempat yang dianggap keramat, ziarah ke makam tokoh-tokoh masyaarakat atau pahlawan bangsa. 13) Darmawisata, perjalanan beramai-ramai untuk bersenangsenang, atau berkaitan dengan pelaksanaan darma di luar ruangan, atau ekskursi: atau melaksanakan pengabdian kepada masyarakat di luar waktu kerja sehari-hari. 14) Widiawisata (pendidikan),
perjalanan ke luar (daerah,
kampung) dalam rangka kunjungan studi: dilakukan untuk mempelajari seni budaya rakyat, mengunjungi dan meneliti cagar alam dan atau budaya atau untuk kepentingan ilmu selama waktu tertentu, misalnya tugas bela negara.
2.3.2 Industri Pariwisata Industri Pariwisata adalah gambaran suatu industri adalah suatu bangunan pabrik yang mempunyai cerobong dan mengunakan mesinmesin tetapi Industri pariwisata merupakan suatu industri yang terdiri
32
dari dari serangkaian perusahaan yang menghasilkan jasa atau produk yang berbeda satu dengan yang lain. Produk Industri Pariwisata adalah semua jasa yang diberikan oleh macam-macam perusahaan, semenjak seorang wisatawan meninggalkan tempat kediamannnya, sampai di tempat tujuan, hingga ketempat asalnya.Sedangkan produk wisata merupakan rangkaian dari berbagai jasa yang saling terkait, yaitu jasa yang dihasilkan dari berbagai perusahaan (segi ekonomis), jasa masyarakat (segi sosial) dan jasa alam.29 Sejak calon wisatawan memilih-milih destinasi yang akan dikunjungi dan merencanakan meninjau objek dan melakukan berbagai kegiatan di daerah tujuan, mulailah industri informasi memasuki lahan kepariwisataan. Selanjutnya, sepanjang perjalanan dari rumah sampai di destinasi dan kembali ke rumah, berbagai macam produk industri menjadi bagian pariwisata. Pengangkutan, perhotelan, perbankan, rumah makan, pertokoan, produk seni-budaya, komunikasi, pakaian dan lain-lain.30 Leiper mengemukakan tujuh klasifikasi sektor utama dalam industri pariwisata yaitu :31 1) Sektor Pemasaran (The Marketing Sector) Mencangkup
semua
unit
pemasaran
dalam
industri
pariwisata, misalnya kantor biro perjalanan dengan jaringan 29
Suwantoro,2007, Pariwisata, Edisi Pertama Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta hal.75 Warpani P. Suwarjoko, Warpani P. Indira, pariwisata dalam tata ruang wilayah, ITB Bandung, 2007, hal.63. 31 Pitana I Gde, Diarta I Ketut Surya, 2009, Pengantar Ilmu Pariwisata, Edisi pertama Andi, Yogyakarta hal 63-65 30
33
cabangnya, kantor pemasaran maskapai penerbangan (air lines), kantor promosi daerah tujuan wisata tertentu, dan sebagainya. 2) Sektor Perhubungan (The Carrier Sector) Mencangkup semua bentuk dan macam transportasi publik, khususnya yang beroperasi sepanjang jalur transit yang menghubungkan tempat asal wiatawan (traveller generating region) dengan tempat tujan wisatawan (tourist destinantion region). 3) Sektor Akomodasi (The Accommodation Sector) Sebagai penyedia tempat tinggal sementara (penginapan) dan pelayanan yang berhubungan dengan hal itu, seperti penyediaan makanan dan minuman (food and beverage). 4) Sektor Daya Tari/atraksi Wisata (The Attraction Sector) Sektor ini berfokus pada penyediaan daya tarik atau atraksi wisata bagi wisatawan.Lokasi utamanya berada pada daerah tujuan wisatawan di daerah transit. Misalnya taman budaya, hiburan, even olah raga, dan peninggalan budaya. 5) Sektor Tour Operator (The Tour Operator Sector) Mencangkup perusahaan penyelanggara dan penyedia paket wisata. Perusahaan ini membuat dan mendesain paket pejalanan dengan memilih dua atau lebih komponen (baik tempat,paket, atraksi wisata).
34
6) Sektor Pendukung/rupa-rupa (The Miscellaneous Sector) Sektor
ini
mencangkup
pendukung
terselenggaranya
kegiatan wisata baik di negara/tempat asal wisatawan, sepanjang rute transit, maupun di negara/tempat tujuan wisata.Misalnya toko oleh-oleh (Souvenir). 7) Sektor Pengkoordinasi/regulator (The Coordinating sector) Mencangkup peran pemerintah selaku regulator dan asosiasi di bidang pariwisata selaku penyelenggara pariwisata, baik ditingkat lokal,regional, maupun internasional. Sektor ini biasanya menangani perencanaan dan fungsi manajerial untuk membuat sistem koordinasi antara seluruh sektor dalam industri pariwisata.
2.3.3 Potensi Pariwisata Potensi Pariwisata adalah kemampuan, kesanggupan, kekuatan, dan daya untuk mengembangkan segala sesuatu yang berhubungan dengan perjalanan, pelancongan, atau kegiatan pariwisata lainnya dalam hal ini pengembangan produk objek dan daya tarik wisata. Kepariwisataan mengandung potensi untuk dikembangkan menjadi atraksi wisata. Maka untuk menemukan potensi kepariwisataan di suatu daerah, orang harus berpedoman kepada apa yang dicari oleh wisatawan.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 disebutkan bahwa kepariwisataan merupakan bagian integral dari
35
pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan, bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestrarian dan mutu lingkungan hidup, serta kepentingan nasional. Potensi kepariwisataan merupakan suatu hal yang mempunyai kekuatan dan nilai tambah tersendiri untuk dikembangkan menjadi suatu atraksi wisata. Potensi pariwisata dapat dibagi tiga menurut Yoeti (1982), yaitu : 1) Potensi Alam Potensi alam adalah keadaan dan jenis flora dan fauna suatu daerah, bentang alam suatu daerah, misalnya pantai, hutan, dan lain-lain (keadaan fisik suatu daerah). Kelebihan dan keunikan yang dimiliki oleh alam jika dikembangkan dengan memperhatikan keadaan lingkungan sekitarnya niscaya akan menarik wisatawan untuk berkunjung ke objek tersebut. 2) Potensi Kebudayaan Potensi budaya adalah semua hasil cipta, rasa dan karsa manusia baik berupa adat istiadat, kerajinan tangan, kesenian, peninggalan bersejarah nenek moyang berupa bangunan, monument.
36
3) Potensi Manusia Manusia juga memiliki potensi yang dapat digunakan sebagai
daya
tarik
wisata,
lewat
pementasan
tarian/pertunjukan dan pementasan seni budaya suatu daerah.
2.3.4 Obyek dan daya Tarik Pariwisata Undang-Undang Repulik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan Pasal 1 mengatakan bahwa : “Daya tarik wisata adalah sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan”. Unsur yang terkandung dalam pengertian di atas dapat disimpulkan, yaitu: (1) setiap daya tarik wisata memiliki keunikan, keindahan; (2) daya tarik dapat berupa alam, budaya, atau hasil karya manusia yang berseni tinggi dan layak untuk dijadikan suatu produk; (3) yang menjadi sasaran utama adalah wisatawan. Pengertian objek dan daya tarik wisata menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan yang menjadi sasaran perjalanan wisata meliputi : “Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam serta flora dan fauna, seperti: pemandangan alam, panorama indah, hutan rimba dengan tumbuhan hutan tropis, serta binatang-binatang langka.Karya manusia yang berwujud museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro (pertanian), wisata tirta
37
(air), wisata petualangan, taman rekreasi, dan tempat hiburan.Sasaran wisata minat khusus, seperti: berburu, mendaki gunung, gua, industri dan kerajinan, tempat perbelanjaan, sungai air deras, tempat-tempat ibadah, tempat-tempat ziarah, dan lain-lain”.
Pasal 1 dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan dijelaskan pula pengertian kepariwisataan adalah : “Keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah, dan pengusaha”. Pengertian di atas, dengan demikian dapat dijelaskan pada Pasal 4 dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, bertujuan untuk : a) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi; b)
Meningkatkan kesejahteraan rakyat;
c) Menghapus kemiskinan; d) Mengatasi pengangguran; e) Melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya; f)
Memajukan kebudayaan;
g) Mengangkat citra bangsa; h) Memupuk rasa cinta tanah air; i)
Memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan
j)
Mempererat persahabatan antar bangsa”.
38
Konsep pengertian pariwisata di atas memang sudah cukup untuk menentukan atau menilai apakah suatu daerah dapat dikatakan sebagai Daerah Tujuan Wisata, Tetapi objek wisata tersebut sebaiknya memiliki kriteria-kriteria yang memenuhi syarat serta berpotensi sehingga layak untuk dijual. Yoeti, mengatakan bahwa ada tiga kriteria yang menentukan suatu objek wisata dapat diminati wisatawan, yakni: “Pertama, Something To See adalah objek wisata tersebut harus mempunyai sesuatu yang biasa dilihat atau dijadikan tontonan oleh pengunjung wisata. Dengan kata lain objek tersebut harus mempunyai daya tarik khusus yang mampu untuk menyedot minat dari wisatawan yang berkunjung ke daerah tersebut.Kedua, Something To Do adalah agar wisatawan bisa melakukan sesuatu yang berguna untuk memberikan perasaan senang, bahagia, relax, berupa fasilitas rekreasi baik arena bermain atau tempat makan, terutama makanan khas dari tempat tersebut sehingga mampu membuat wisatawan lebih betah tinggal di sana. Ketiga, Something To Buy adalah fasilitas untuk wisatawan berbelanja yang pada umumnya adalah ciri khas atau ikon dari daerah tersebut, sehingga bisa dijadikan sebagai oleole”32.
Objek wisata dapat dijadikan sebagai salah satu objek wisata yang
menarik,
maka
faktor
yang
sangat
menunjang
adalah
kelengkapan dari sarana dan prasarana objek wisata tersebut. Karena sarana dan prasarana juga sangat diperlukan untuk mendukung pengembangan objek wisata.
32
A. OKA ,Yoeti, Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung, Angkasa, 1982, hal. 164.
39
Yoeti, mengatakan bahwa : “Prasarana kepariwisataan adalah semua fasilitas yang memungkinkan agar sarana kepariwisataan dapat hidup dan berkembang, sehingga dapat memberikan pelayanan untuk memuaskan kebutuhan wisatawan yang beraneka ragam.”33
Prasarana tersebut antara lain: a) Perhubungan : jalan raya, rel kereta api, pelabuhan udara dan laut, terminal. b) Instalasi pembangkit listrik dan instalasi air bersih. c) Sistem telekomunikasi, baik telepon, telegraf, radio, televisi, kantor pos dan lain-lain. d) Pelayanan kesehatan, baik puskesmas atau rumah sakit. e) Pelayanan keamanan, baik pos satpam penjaga objek wisata maupun pos-pos polisi untuk menjaga keamanan di sekitar objek wisata. f) Pelayanan wisatawan, baik berupa pusat informasi atau kantor pemandu wisata. g) Pom bensin. h) Dan lain-lain. Objek wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu Daerah Tujuan Wisata. Objek dan daya tarik wisata merupakan salah satu unsur dalam produk pariwisata yang
33
A. OKA ,Yoeti,Ibid, hal. 181.
40
harus mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak guna menunjang perkembangan kepariwisataan. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata dikelompokkan ke dalam : a) Pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam b) Pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya c) Pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus Daya tarik wisata harus dirancang dan dibangun secara profesional
sehingga
dapat
menarik
wisatawan
untuk
datang.
Membangun suatu objek wisata harus dirancang sedemikian rupa berdasarkan kriteria tertentu. Umumnya daya tarik suatu objek wisata berdasarkan pada: a) Adanya sumber daya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman dan bersih. b) Adanya
aksesibilitas
yang
tinggi
untuk
dapat
mengunjunginya. c) Adanya ciri khusus/spesifikasi yang bersifat langka. d) Adanya sarana/prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan yang hadir. e) Objek wisata alam mempunyai daya tarik karena keindahan alam pegunungan, sungai, pantai, pasir, hutan, dan sebagainya.
41
f) Objek wisata budaya mempunyai daya tarik tinggi karena memiliki nilai khusus dalam bentuk atraksi kesenian, upacara-upacara adat, nilai luhur yang terkandung dalam suatu objek buah karya manusia pada masa lampau.
2.3.5 Faktor pendukung pengembangan pariwisata Pariwisata dalam pengembangan dan Pengelolaan harus melibatkan masyarakat setempat. Hal ini merupakan hal penting karena dari pengalaman pada beberapa daerah tujuan wisata, apabila tidak melibatkan masyarakat setempat, akibatnya tidak ada sumbangsih ekonomi yang diperoleh masyarakat sekitar. Kegiatan promosi harus beraneka ragam, selain dengan mencanangkan cara kampanye dan programyang sudah dilakukan sebelumnya.
Kegiatan
promosi
juga
perlu
dilakukan
dengan
membentuk system informasi yang handal dan membangun kerjasama yang baik dengan pihak tertentu. Perlu menentukan daerah tujuan wisata yang memiliki keunikan dibanding dengan daerah tujuan wisata lain, terutama yang bersifat tradisional dan alami. Karena era kekinian lah objek wisata yang alami dan tradisional yang menjadi sasaran wisatawan asing. Pemerintah daerah membangun kerjasama dengan kalangan swasta dan pemerintah pusat, dengan system terbuka, jujur dan adil.
42
Kerja sama ini penting karena untuk mempelancar pengelolah secara professional dengan mutu pelayanan yang memadai. Ketersediaan sumber daya manusia yang berkompeten dalam pelaksanaan pengembangan dan pengawasan di sektor pariwisata. Hal ini dikarenakan pengelolaan dan pengawasan yang tepat akan memberikan dampak yang baik bagi pendapatan asli daerah tersebut. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan perlu dipersiapkan secara baik untuk menunjang kelancaran pariwisata. misalnya dengan pengadaan perbaikan jalan, telepon, internet dan pusat pembelanjaan disekitar lokasi daerah wisata.34
2.3.6
Faktor
penghambat
pengembangan
pariwisata
Dalam pengembangan pariwisata ada beberapa faktor yang dapat menghambat, seperti Keamanan kawasan wisata yang masih kurang. Hal tersebut dapat memberikan rasa yang kurang nyama terhadap wisatawan dalam melakukan perjalanan pariwisata. Lingkungan
objek wisata
yang
kurang terpelihara
harus
diperhatikan oleh setiap pengelolah pariwisata. Ketersedian pemandu wisata di setiap daerah yang kurang memahami bahasa asing. Travel ataupun biro perjalanan yang terbatas dan sulit untuk ditemukan
memberikan
kesulitan
bagi
para
wisatawan
dalam
melakukan kegiatan wisata. Ketersediaan sarana dan prasarana, 34
Pembangunan dan perkembangan pariwisata di Indonesia http://makalahmantap.blogspot.co.id/2014/05/pembangunan-dan-perkembangan-pariwisata.html diakses pada 13 November 2015 pukul 10.15 Wita
43
seperti restoran, penginapan, bank, akses jalan yang sulit dijangkau, dan jaringan komunikasi yang terbatas. Sulitnya untuk menjangkau objek wisata dikarenakan kurang memadainya sarana perhubungan. Sumber daya manusia yang tersedia memiliki keterbatasan tentang pengembangan pariwisata.35
2.4
Kerangka Konsep
Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan gambaran potensi keuangan daerah yang pada umumnya mengandalkan unsur pajak daerah dan retribusi daerah. Berkaitan dengan pendapatan asli daerah dari sektor retribusi, maka daerah dapat menggali potensi sumber daya alam yang berupa obyek wisata. Pariwisata bukanlah merupakan sektor penyumbang terbesar dalam pendapatan daerah, tetapi berpotensi dalam meningkatkan Pendapatan Asli daerah (PAD). Dalam era globalisasi sekarang ini, bidang pariwisata merupakan salah satu kegiatan yang mempunyai peranan yang sangat strategis untuk menunjangpembangunan perekonomian nasional. Melalui kebijakan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Muna tahun 2011-2015 35
Faktor pendukung dan penghambat pengembangan pariwisata file:///E:/PROPOSAL/faktorpendukung-dan-penghambat.html diakses pada 10 desember 2015 pukul 06:43 WITA
44
tentang
Program
pengembangan
pemasaran
pariwisata,
Program
pengembangan destinasi pariwisata, Program pengembangan sumber daya kebudayaan dan pariwisata.Kebijakan pemerintah daerah di bidang Pariwisata diharapkan mampu memberikan peningkatan pendapatan asli daerah bagi Kabupaten Muna. Kebijakan pariwisata di Kabupaten Muna dalam implementasinya akan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, faktor pendukung pengembangan pariwisata
dan
faktor
penghambat
pariwisata.
Faktor
pendukung
pengembangan pariwisata tersebut meliputi, daya tarik obyek wisata dan partisipasi
masyarakat
lokal.
Faktor
penghambat
pengembangan
pariwisatan tersebut meliputi, status lahan, sumber daya manusia, keamanan kawasan wisata dan sarana dan prasarana.
45
Untuk lebih jelas kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat dalam bagan dibawah ini :
Kebijakan Pemerintah daerah Kabupaten Muna di Bidang Pariwisata (RPJMD 2011-2015)
Faktor Pendukung : • Daya tarik obyek wisata • Partisipasi masyarakat lokal dan Faktor penghambat : • Status lahan • Sumber daya manusia • Keamanan kawasan wisata • Sarana dan prasarana
-Program pengembangan pemasaran pariwisata -Program pengembangan destinasi pariwisata -Program pengembangan sumber daya kebudayaan dan pariwisata
Peningkatan PAD
Gambar 2. Kerangka Konsep
46
BAB III Metode Penelitian Bagian ini menjelaskan desain penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang diajukan di dalam rumusan penelitian. Pembahasan ini menjelaskan rasionalisasi terhadap rancangan penelitian yang dipilih, dan perdebatannya untuk memahami secara proporsional metode yang digunakan :
3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara.
Adapun tempat penelitian ini dilaksanakan di kantor Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna yang didasarkan pada tugas pokok dan fungsi yang telah diembannya dan di beberapa obyek wisata lainnya, seperti Danau Napabale dan Pantai Maleura.
3.2 Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif yang memberikan gambaran tentang pelaksanaan kebijakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dalam meningkatkan PAD di Kabupaten Muna. Pada umumnya kegiatan penelitian deskriptif meliputi pengumpulan data, analisis data, interprestasi data serta diakhiri dengan kesimpulan pada penganalisisan data tersebut.
47
3.3 Sumber Data 1. Data Primer a. Hasil observasi visual untuk mengetahui keberadaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna, potensi pariwisata dan faktor yang mendukung dan menghambat pengembangan obyek wisata di Kabupaten Muna b. Hasil
wawancara,
dilakukan
pada
informan
dari
sisi
pengambil kebijakan (Kepala Dinas), Tokoh masyarakat, dan wisatawan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Tujuan akhir yang dicapai adalah memperoleh dan mengetahui peranan diskebpar dalam peningkatan PAD melalui pengelolaan pariwisata yang ada di Kabupaten Muna. Adapun Informan yang menjadi sumber data adalah sebagai berikut : (1). Ketua Bappeda Kabupaten Muna (2). Kepala Dinas pariwisata Kabupaten Muna (3). Tokoh Masyarakat (4). Wisatawan
2. Data Sekunder Data yang diperoleh dari dokumen-dokumen, catatancatatan,
laporan-laporan,
maupun
arsip-arsip
resmi
yang
diperoleh di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna.
48
3.4 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : a. Observasi yaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan langsung terhadap objek penelitian b. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dimana peneliti secara langsung mengadakan tanya jawab dengan narasumber. c. Studi Kepustakaan, yaitu dengan membaca buku, majalah, surat kabar,
dokumen-dokumen,
undang-undang
yang
ada
hubungannya dengan penelitian yang akan dilaksanakan. d. Penelusuran data online, yaitu data diperoleh dengan mengakses internet untuk mencari sumber data yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksankan.
3.5 Definisi Operasional Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis menjabarkan definisi oprasional agar dapat dijadikan sebagai acuan : 1. Kebijakan adalah tindakan–tindakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan
atau
tidak
dilakukan
oleh
seseorang,
suatu
kelompok atau pemerintah yang di dalamnya terdapat unsur keputusan berupa upaya pemilihan diantara berbagai alternatif, hambatan–hambatan
(kesulitan-kesulitan)
dan
kesempatan-
kesempatan (tantangan) terhadap pelaksanaan usulan kebijakan
49
tersebut untuk mencapai maksud dan tujuan tertentu. Melalui kebijakan, pemerintah ingin melakukan pengaturan dalam masyarakat untuk mencapai visi dari pemerintah itu sendiri dengan tetap mengedepankan kepentingan rakyat. 2. Pendapatan
Asli
Daerah
merupakan
gambaran
potensi
keuangan daerah yang pada umumnya yang mengandalkan unsur pajak daerah dan retribusi daerah. Berkaitan dengan pendapatan asli daerah dari sektor retribusi, maka daerah dapat menggali potensi sumber daya alam yang berupa sektor pariwisata. 3. Bidang
pariwisata
merupakan
salah satu
kegiatan
yang
mempunyai peranan yang sangat strategis dalam menunjang pembangunan perekonomian. Sektor ini dicanangkan selain sebagai salah satu sumber penghasil devisa yang cukup handal, juga merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dan mendorong perkembangan investasi. Dalam mengembangkan sektor ini pemerintah berusaha keras membuat rencana dan berbagai kebijakan yang mendukung kearah kemajuan sektor ini. Salah satu kebijakan tersebut adalah menggali, menginventarisir dan mengembangkan obyek-obyek wisata yang ada sebagai daya tarik utama bagi wisatawan. 4. Kebijakan
yang
dimaksud
di
bidang
pariwisata
dalam
peningkatan PAD adalah program prioritas pembangunan urusan
50
pariwisata
yang
tertuang
dalam
Rencana
Pembangunan
Jangkah menengah Daerah (RPJMD) 2011 – 2015 Kabupaten Muna. Adapun program yang dimaksud adalah program pengembangan pemasaran pariwisata, program pengembangan destinasi pariwisata, program pengembangan sumber daya kebudayaan dan priwisata. 5. Kebijakan pariwisata di Kabupaten Muna dalam implementasinya dipengaruhi
oleh
dua
faktor
yaitu,
faktor
pendukung
pengembangan pariwisata dan faktor penghambat pariwisata. Faktor pendukung pengembangan pariwisata meliputi, daya tarik obyek
wisata
dan
partisipasi
masyarakat
lokal.
Faktor
penghambat pengembangan pariwisata meliputi, status lahan, sumber daya manusia, keamanan kawasan wisata dan sarana dan prasarana.
51
3.6 Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif. Dalam penelitian kualitatif tersebut pengelolaan data tidak harus dilakukan setelah data terkumpul atau analisis data tidak mutlak dilakukan setelah pengelolaan data selesai. Analisis data adalah proses penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara bersamaan dengan proses pengumpulan data, proses analisis yang dilakukan merupakan suatu proses yang panjang. Data dari hasil wawancara dan observasi
yang diperoleh kemudian dicatat dan
dikumpulkan sehingga menjadi sebuah catatan lapangan.
52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan tentang gambaran umum lokasi penelitian dan kebijakan pemerinta daerah di bidang pariwisata dalam peningkatan PAD di
Kabupaten
Muna
serta
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
Pengembangan sektor Pariwisata di Kabupaten Muna. Dalam Bab IV ini penulis menfokuskan penulisan pada hasil penelitian
dan
pembahasannya.
Bab
ini
membahas
beberapa
permasalahan yang menjadi indikator penelitian tentang Kebijakan Pemerintah Daerah di Bidang Pariwisata Dalam Peningkatan PAD serta Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Sektor Pariwisata di Kabupaten Muna. Poin-poin pembahasan dalam Bab ini meliputi, gambaran umum lokasi penelitian, kebijakan pariwisata di Kabupaten Muna dimana didalamnya membahas tentang proses pengembangan potensi pariwisata dalam implementasinya di Kabupaten Muna, obyek-obyek wisata yang ada
di
Kabupaten
Muna
dan
faktor-faktor
yang
pengembangan potensi obyek wisata di Kabupaten Muna.
mempengaruhi
53
4.1 Gambaran Umum 4.1.1 Sejarah Terbentuknya Pemerintahan Kabupaten Muna Muna pada awalnya dikenal dengan nama ‘WUNA’.yang dalam Bahasa Munaberati ‘bunga’. Merujuk pada tradisi lisan masyarakat Muna, nama itu
memberi makna spiritual kepada kejadian alamnya,
dimana terdapat gugusan batu yang berbunga yang menyerupai batu karang. Gugusan batu tersebut pada waktu-waktu tertentu kerap mengeluarkan tunas-tunas yang tumbuh seperti bunga karang. Oleh karena kejadian itulah maka masyarakat Muna menyebutnya sebagai ‘Kontu Kowuna’ artinya Batu Berbunga . Gugusan batu berbunga tersebut terletak di dekat Masjid tua Wuna di Kota Muna yang bernama bahutara. Tempat dimana Kontu Kowuna tersebut berada dipercaya sebagai tempat terdamparnya kapal Sawerigading, Putra Raja Luwu di Sulawesi Selatan Yang melegenda. Perjuangan Pembentukan Kabupaten Muna seiring dengan perjuangan pembentukan propinsi Sulawesi tengara. Dalam perjuangan ini dilakukan secara sinergis antara tokoh muda dan tokoh tua baik yang ada di muna ataupun yang ada diperantauan, baik perorangan maupun organisasi.Tokoh Muda seperti Idrus Efendi, Halim Tobulu, La Ode Enda
dan La Ode Taeda Ahmad dikenal sangat gigih
memperjuangkan
pembentukan
Kabupaten
Muna
dan
Propinsi
Sulawesi Tenggara.Dengan oraganisasi para militer yang dibentuknya seperti Batalyon SADAR ( Sarekat Djasa Rahasia) dan Barisan 20
54
mereka terus menggalang dukungan guna perwujudan pembentukan kabupaten Muna dan Propinsi Sulawesi Tenggara. Bataliyon SADAR dan Barisan 20 pada awalnya dibentuk untuk melakukan perlawanan terhadap pasukan sekutu ( NICA ) yang diboncengi penjajaahan
Belanda
yang
terhadap
mencoba
Indonesia
kembali
yang
telah
untuk
melakukan
memproklamirkan
kemerdekaannya pada Tanggal 17 Agustus 1945. Dengan Jiwa patriotism yang
tinggi
Tokoh-Tokoh
Muna
tersebut
melakukan
perlawanan melalui gerakan bawah tanah dan perang terbuka. Tujuannya adalah mengusir colonial tersebut dari bumi Indonesia dalam hal ini termasuk di Muna. Pemerintahan Muna pada fase pertama berstatus Swapraja dengan raja yang terakhir Laode Pandu yang dilantik oleh pemangku adat menjadi Raja Muna tanggal 24 Februari 1947 di Kota Wuna. Pada fase ini tidak dapat dilepaskan dengan perjuangan mempertahankan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Para pejuang Muna dengan dipelopori tokoh-tokoh Muna melakukannya dengan cara-cara yang lebih cerdik. Para tokoh dan rakyat pejuang daerah Muna baik perorangan maupun organisasi perjuangan antara lain Batalyon Sadar (Serikat Djasa Rahasia), Barisan 20 dan lain-lain. Mereka dipimpin oleh para tokoh dianataranya, Laode Muh Idrus Efendy dengan nama samaran Sitti Goladria, Laode Enda Anwar dengan nama samaran Soneangka, Laode Taeda Ahmad dan Halim Toboeloe. S
55
Pada fase kedua ditandai dengan dibubarkan Daerah Afdeling Buton dan Laiwoi berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Tenggara Nomor 18 Tahun 1951 tanggal 20 Oktober 1951. Ini didasrakan Peraturan Pemerintah (Permen) Nomor 34 Tahun 1952 tentang
pembentukan
7
(tujuh)
Daerah
Administratif
Sulawesi
Tenggara, pemerintahan Muna beralih status menjadi Kewedanan bersama-sama dengan Kewedanan Buton, Kendari, dan Kolaka. Masing-masing Kewedanan dipimpin oleh seorang KPN (Kepala Pemerintahan Negeri), dalam sejarahnya Kewedanan Muna dipimpin, oleh : 1. Abdul Razak, 2. Ngitung, 3. Andi Pawilloi, 4. H Lethe, 5. H Suphu Yusuf, 6. Andi Jamuddin, dan, 7. F Latana. Pada fase ketiga Pemerintahan di Kabupaten Muna dimulai. Bupati Sulawesi Tenggara yang kelima adalah Drs Laode Manarfa, tanggal 26 Juni S/D 31 Juli 1954 mengadakan sidang DPRD-SGR Sulawesi Tenggara di Raha, dengan menghasilkan ketetapan
antara
lain,
Kabupaten
Sulawesi
ketetapan-
Tenggara
meliputi
Kewedanan Kendari, Kolaka, dan Boea Pinang. Hasil keputusan
56
tersebut harus mendapat persetujuan Pemerintah Pusat, sehingga untuk kepentingan perjuangan tersebut, anggota DPRD-SGR Sulawesi Tenggara berangkat ke Jakarta. Delegasi Muna diwakili oleh Laode Ado dan Supphu Yusuf.Hasil perjuangan tersebut disetujui oleh Menteri Dalam Negeri tanggal 3 Januari 1955. Berdasarkan ketetapan Menteri Dalam Negeri tentang pembentukan dan pemekaran kabupaten Sulawesi Tenggara menjadi dua Kewedanan, maka terjadilah polemik dan protes dari para tokoh masyarakat dan pemuda baik di Muna maupun di Makassar. Karena tujuan akhir terbentuknya Kewedanan Muna belum terwujud. Protes dan unjuk rasa dilakukan oleh para pemuda Muna baik yang ada di Muna maupun yang ada di Makassar. Unjuk rasa tesebut selalu ditujukan kepada Laode Ado sebagai delegasi Muna yang menghadap kepada Menteri Dalam Negeri. Berdasarkan kenyataan tersebut, Raja Muna, Laode Pandu mengadakan rapat pada hari Senin, tanggal 12 September 1955 di Raha yang dihadiri tiga Kepala Distrik, yaitu Kepala Distrik Katobu, Kepala Distrik Kabawo, Kepala Distrik Tongkuno, dan Kepala Distrik Lawa tidak hadir. Selain itu turut pula hadir para Kepala Kampung, Ketua-ketua
Partai/Organisasi,
Pemuka
Masyarakat,
dan
Pihak
Kepolisian. Agenda rapat yakni mendengarkan delegasi DPRD-SGR SULTRA pada bulan Januari 1955, membicarakan tentang status daerah-daerah otonom dan status swapraja. Dan keputusannya antara
57
lain, Muna diperjuangkan untuk menjadi daerah Swatantra dengan otonomi penuh. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka hasil rapat memutuskan memberikan mandat kepada Laode Rasjid dan Laode Ado untuk melaksanakan tugas menyusun program dan menetapkan langkah perjuangan untuk terbentuknya daerah Swatantra Muna, dan membentuk daerah persiapan pembentukan Kabupaten Muna. Pemberi mandat untuk melaksanakan tugas-tugas dimaksud ditanda tangani oleh sebanyak 102 orang. Selanjutnya, pada tanggal 5 Agustus 1956, para tokoh masyarakat Muna di Makassar yang tergabung
dalam
PRIM
(Persatuan
Rakyat
Indonesia
Muna),
membentuk panitia pembentukan kabupaten Muna yang ditanda tangani oleh Laode Walanda sebagai Ketua dan Laode Hatali sebagai sekretaris yang ditujukan kepada MENDAGRI di Jakarta dan Gubernur Sulawesi Selatan di Makassar dan 13 alamat lainnya. Tanggal 2 September 1956 dibentuk Panitia Dewan Penuntut Kabupaten Muna di Raha dengan Ketua dan Sektretarisnya masing-masing Laode Hibi dan Laode Tuga dan disetujui oleh Raja Muna. Gelombang penuntutan pembentukan daerah setingkat Kabupaten juga muncul dari generasi muda Muna yang ada di Makassar. Pada tanggal 8 Februari 1958 terbentuk panitiaa penuntutan percepatan pembentukan Kabupaten Muna Muna dengan Ketua La Ode Walanda dan sekretaris Ando Arifin. Panitia ini kemudian mengutus delegasinya untuk mengahadap
58
MENDAGRI di Jakarta. Delegasi ini dipimpin oleh La Ode Muh. Idrus Efendi. Tanggal
20
Maret
1958
Pemerintah
Swapraja
Buton
mengeluarkan Surat Pernyataan yang ditanda tangani Sultan Buton Laode Falihi, yang intinya menyetujui terbentuknya Kabupaten Muna. Mengenai batas-batas akan ditetapkan pada perundingan-perundingan yang akan datang. Sebagai realisasi pernyataan Sultan Buton tersebut maka diadakan rapat bertempat di Pendopo Sri Sultan Buton, yang hadir pada rapat tersebut ialah, Drs Laode Manarfa, Kepala Daerah Sulawesi Tenggara, Laode Falihi, Sultan Buton, Laode Pandu, Raja Muna, Laode A Salam dan Laode Hude masing-masing Kepala Distrik yang diperbantukan pada Kantor Swapraja Buton, sebagai yang mewakili Buton. Hadir juga Laode Muh Shalihin, Kepala Distrik Katobu dan Laode Rianse sebagai Distrik Lawa, mewakili Muna. Wujud dari pertemuan diatas yang disertai pernyataan-pernyatan Panitia dari tiap tingkat pejabat pemerintah, maka pada tanggal 6 Desember 1958 diutuslah empat orang Delegasi Muna untuk menghadap pemerintah pusat yakni Laode Muh Idrus Efendi, La Sipala, Laode Muh Badia Rere dan Laode Ado. Adapun penyandang dana keberangkatan Delegasi adalah Ham Ahing, Darwis Tungguno dan Wahid Kuntarati. Hasil perjuangan tersebut oleh Mendagri menetapkan, Pulau Sulawesi dibagi 4 (empat) propinsi yaitu Sulawesi utara, Sulawesi
Tengah,
Sulawesi
Selatan
dan
Sulawesi
Tenggara.
59
Pemerintah Pusat mengajukan para delegasi agar dipenuhi syaratsyarat berdirinya propinsi Sulawesi Selatan Tenggara, antara lain Sulawesi Selatan dibagi 4 (empat) Kabupaten, yaitu KPN Kolaka, KPN Kendari, KPN Buton, dan KPN Muna. Pada tanggal 20 hingga 22 Juli 1959 diadakan rapat raksasa yang dihadiri utusan Buton, Muna, Kendari, Kolaka masing-masing 15 orang, lima orang dari staf Kepala Daerah, empat KPN, dan empat Swapraja. Musyawarah itu dipimpin langsung Laode Manarfa dan dihadiri pula oleh unsur TNI, Abdul Kahar (Kuasa Perang), H Abdul Halik (Buton), Abdul Rahim Daeng Muntu (Muna), H L Lethe (Kendari), Abdul Wahab (Kolaka). Pada fase keempat Kabupaten Muna terbentuk setelah melalui perjuangan yang panjang oleh para tokoh pejuang Muna dan dilakukan tanpa
pamrih
dalam
menghadapi
berbagai
tantangan,
maka
berdasarkan berbagai pertimbangan yang logis dan pertimbangan strategis, oleh pemerintah pusat menindaklanjuti yang ditandai dengan lahirnya Undang-undang Nomor 29 tahun 1959 tentang pembentukan daerah-daerah tingkat II di Sulawesi, termasuk didalamnya Kabupaten Muna dengan ibukotanya Raha. Pada awal pengusulan Kabupaten Muna terdiri dari empat Ghoerah (distrik) yaitu distrik Katobu, Distrik Lawa, Distrik Kabawo, dan Distrik Tongkuno. Dari empat distrik itu belum memenuhi kriteria untuk membentuk suatu kabupaten, maka diadakan pendekatan dengan
60
beberapa tokoh pada saat itu yaitu tokoh Masyarakat Kulisusu, tokoh Masyarakat Wakorumba, dan tokoh Masyarakat Tiworo Kepulauan, yang pada saat itu ketiga distrik tersebut adalah distrik Kulisusu diwakili oleh Laode Ganiru dan Laode Ago, Distrik Wakorumba diwakili oleh Laode Hami dan Laode Haju, Distrik Tiworo diwakili oleh La Baranti. Berdasarkan kesepakatan yang utuh dan bulat dari tokoh – tokoh tersebut untuk bergabung dalam pemerintahan Kabupaten Muna, maka doktrin untuk terbentuknya Kabupaten Muna sudah tidak ada masalah lagi. Terbentuknya Kabupaten Muna, secara administratif dan yuridis pada tanggal 2 Maret 1960, maka para Bupati yang menjabat sebagai Bupati Muna, adalah,: 1.Laode Abdul Kudus (1960-1961) 2. Lettu INF. M Tholib (1961-1965) 3. Laode rasyid (1965-1970) 4. RS La Ute (1970-1974) 5. Drs Laode Kaimoeddin (1974-1981) 6. Drs Laode Saafi Amane (1981-1986) 7. Drs Maola Daud (1986-1997) 8. KOL ART H M Saleh Lasata (1997-1999) 9. KOL INF H M Djamaluddin Beddu (1998-2000) 10.Ridwan Bae-Drs Syarif Arifin S (2000-2005) 11. Ridwan Bae-Drs H LA Bunga Baka (2005-2010) 12. Dr. LM. Baharuddin M.KES-DRS. Malik Ditu, M.Si (2010-2015)
61
4.1.2 Kondisi Pemerintahan Kabupaten Muna merupakan kebupaten yang berada dibawah administrasi pemerintahan
Provinsi Sulawesi
Tenggara.
Ibukota
Kabupaten Muna adalah Raha yang merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Muna. Kabupaten Muna terdiri dari 22 kecamatan yang terbagi lagi menjadi 132 desa, 26 kelurahan, dan 2 Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT). Masing-masing kecamatan mempunyai ibukota kecamatan yang merupakan pusat pemerintahan dari kecamatan tersebut. Tabel 4.1 Banyaknya Desa/Kelurahan menurut Kecamatan
Kecamatan Tongkuno Tongkuno Selatan Parigi Bone Marobo Kabawo Kabangka Kontu kowuna Kontunaga Watopute Katobu Lohia Duruka Batalaiworu Napabalano Laselepa Towea Wakorumba Selatan Pasir Putih Pasi Kolaga Maligano Batukara Jumlah
Desa 9 5 7 5 5 10 9 6 6 6 0 9 5 2 4 7 5 4 6 4 6 4 132
Sumber: BPS Kabupaten Muna
Kelurahan 3 1 4 0 0 1 0 0 0 2 8 0 2 2 2 0 0 1 0 0 0 0 26
Jumlah 11 6 11 5 5 11 9 6 6 8 8 9 7 4 6 7 5 5 6 4 6 4 158
62
Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD) di Kabupaten Muna dengan jumlah anggota terbanyak adalah fraksi karya pembangunan yaitu sebanyak 12 orang, fraksi Madani yaitu sebanyak 6 orang, fraksi demokrat yaitu sebanyak 6 orang, fraksi PDI-P yaitu sebanyak 3 orang, fraksi Pan yaitu sebanyak 3 orang, total keseluruhan anggota DPRD Kabupaten Muna berjumlah 30 orang. Selama
tahun
2013,
anggota
DPRD
Kabupaten
Muna
menghasilkan beberapa keputusan, antara lain peraturan daerah, keputusan DPRD, pernyataan, permintaan pendapat, kesimpulan rapat, keputusan panitia musyawarah dan lain-lain. Jumlah keseluruhan keputusan yang telah dihasilkan DPRD Kabupaten Muna selama tahun 2013 adalah sebanyak 504 keputusan. Keputusan yang terbanyak dihasilkan berupa kesimpulan rapat yaitu sebanyak 127 buah. Pada tahun 2013 terdapat 8.261 orang PNS yang terdiri dari 4.647 PNS laki-laki dan 3.614 PNS perempuan. PNS yang terbanyak adalah PNS golongan III sebesar 4.459 orang. Dari keseluruhan PNS ada 1.083 orang yang memiliki jabatan eselon, 36 orang eselon II, 205 orang eselon III dan 842 eselon IV.
63
4.1.3 Kondisi Geografis dan Luas Wilayah Secara geografis Kabupaten Muna terletak di jazirah Sulawesi Tenggara yang meliputi Pulau Muna bagian utara dan sebagian Pulau Buton bagian utara, serta pulau-pulau kecil lainnya yang tersebar di kawasan tersebut. Wilayah Kabupaten Muna terletak dibagian selatan khatulistiwa pada garis lintang 4o30’ sampai 5o15’ lintang selatan dan dari Barat ke Timur 122 o10’ Bujur Timur sampai 123o00’ Bujur Timur. Secara administratif Kabupaten Muna berbatasan dengan : •
Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Spelman,
•
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Buton,
•
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Muna Barat,
•
Sebelah Timur berbatasan dengan Buton Utara. Peta Administrasi Kabupaten Muna
Gambar 3. Peta Administrasi Muna
64
Luas wilayah Kabupaten Muna 2.057,69 Km2 yang terdiri dari wilayah
perairan dan wilayah daratan/pegunungan. Terdapat pulau-
pulau yang
tersebar disekitar wilayah daratan Muna, yaitu Tobea
Kecil, Pulau Tobea Besar, Pulau Wataitonga, Pulau Munante, dan Pulau Bakealu. Adapun luas Wilayah Kecamatan secara rinci dapat dilihat dalam tabel berikut ini : Tabel 4.2 Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Muna
No.
Kecamatan
Tongkuno Tongkuno Selatan Parigi Bone Marobo Kabawo Kabangka Kontu kowuna Kontunaga Watopute Katobu Lohia Duruka Batalaiworu Napabalano Laselepa Towea Wakorumba Selatan Pasir Putih Pasi Kolaga Maligano Batukara Kabupaten Muna Sumber : BPS Kabupaten Muna 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Luas (Km2)
Persentase terhadap Luas Kabupaten (%)
440,98 57,26 123,76 130,09 41,37 204,94 97,62 70,56 50,88 100,12 12,88 49,81 11,52 22,71 105,47 107,92 29,02 95 89,53 48,77 98,09 69,39
21,43 2,78 6,01 6,32 2,01 9,96 4,74 3,43 2,47 4,87 0,63 2,42 0,56 1,10 5,13 5,20 1,41 4,62 4,35 2,37 4,77 3,37
2.057,69
100, 00
65
Berdasarkan data yang telah dipaparkan diatas dapat diketahui bahwa luas wilayah kabupaten Muna 2.057,69 km atau 205.769 ha, terbagi menjadi 22 kecamatan yaitu Kecamatan Tongkuno 440,98 (Km2), Tongkuno Selatan 57,26 (Km2), Parigi 123,76 (Km2), Bone 130,09 (Km2), Marobo 41,37 (Km2), Kabawo 204,94 (Km2), Kabangka 97,62 (Km2), Kontu Kowuna 70,56 (Km2), Kontunaga 50,88 (Km2), Watopute 100,12 (Km2), Katobu 12,88 (Km2), Lohia 49,81 (Km2), Duruka 11,52 (Km2), Batalaiworu 22,71 (Km2), Napabalano105,47 (Km2), Lasalepa 107,92 (Km2), Towea 29,02 (Km2), Wakorumba Selatan 95 (Km2), Pasir Putih 89,53(Km2), Pasi kolaga 48,77 (Km2), Maligano 98,09 (Km2), Batukara 69,39 (Km2). Kecamatan Tongkuno merupakan wilayah kecamatan yang terluas di Kabupaten Muna dengan luas wilayah 440,98 Km persegi, sedangkan yang menjadi wilayah kecamatan dengan cakupan yang paling kecil merupakan Kecamatan Duruka dengan luas wilayah yang hanya mencakup 11,52 Km persegi.
4.1.4 Keadaan Alam Secara garis besar, ketinggian daratan Kabupaten Muna bervariasi antara 0->1000 m di atas permukaan laut (dpl). Namun, sebagian besar dari luas daratan Kabupaten Muna berada pada ketinggian 25-100m dpl, yaitu sebesar 33,13% dari luas daratan Kabupaten Muna. Sedangkan luas daratan yang mempunyai ketinggian
66
>1000 m dpl hanya sekitar 0,02% dari luas keseluruhan daratan Kabupaten Muna. Secara geologis, Kabupaten Muna terdiri dari beberapa batuan.
4.1.5 Iklim dan Curah Hujan Kabupaten Muna mempunyai iklim tropis seperti sebagian besar daerah di Indonesia, dengan suhu rata-rata sekitar 25-27ºC. Demikian, juga dengan musim, Kabupaten Muna mengalami 2 musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada umumnya musim hujan terjadi pada bulan Desember sampai dengan Juni dimana angin yang mengandung banyak uap air bertiup dari Benua Asia dan samudera pasifik sehingga menyebabkan hujan. Sedangkan musim kemarau terjadi antara bulan Juli sampai November, pada bulan ini angin bertiup dari Benua Australia yang sifatnya kering dan sedikit mengandung uap air. Secara rata-rata, banyaknya hari hujan tiap bulan dalam setahun meningkat dari 7,4 hari hujan pada tahun 2012 menjadi 8,0 hari hujan pada tahun 2013. Meskipun rata-rata hari hujan di Kabupaten Muna tahun 2013 mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya, namun rata-rata curah hujan pada tahun 2013 mengalami penurunan yang cukup signifikan, yaitu rata-rata 162,5 mmpada tahun 2012 turun menjadi 111,3 mm pada tahun 2013 atau mengalami penurunan sekitar
67
31,51 persen. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Juli sebesar 353 mm dengan jumlah hari hujan terbanyak pula, yaitu 4 hari hujan.
4.1.6 Penduduk Penduduk Kabupaten Muna berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2013 berjumlah 210.098 jiwa , yang tersebar di 22 Kecamatan, dengan jumlah penduduk terbesar yakni 29.593 jiwa yang mendiami Kecamatan Katobu. Secara umum, keterbandingan antara penduduk laki-laki dengan perempuan (sex ratio), perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Tingkat pendapatan penduduk tertinggi ditemukan di Kecamatan Katobu, 29.593 jiwa. Sedangkan yang terendah di Kecamatan Batukara 2.341 jiwa. Persebaran penduduk yang disajikan dalam persebaran menurut kecamatan di Kabupaten Muna dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut:
68
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Kabupaten Muna
Jumlah Penduduk Perempuan Total 15.005 7.797
No.
Kecamatan
1
Tongkuno
Laki-laki 7.208
2
Tongkuno Selatan
2.562
2.932
5.494
3
Parigi
5.426
5.952
11.378
4
Bone
2.554
2.801
5.355
5
Marobo
3.111
3.270
6.381
6
Kabawo
6.028
6.672
12.700
7
Kabangka
4.720
4.826
9.546
8
Kontu Kowuna
1.836
2.062
3.898
9
Kontunaga
3.837
4.114
7.951
10
Watopute
5.951
6.240
12.191
11
Katobu
14.148
15.445
29.593
12
Lohia
6.497
7.361
13.858
13
Duruka
5.694
6.000
11.694
14 15 16 17 18 19 20 21 22
Batailaiworu Napabalano Laselepa Towea Wakorumba Selatan Pasir Putih Pasi Kolaga Maligano Batukara
6.360 5.541 5.096 2.433 2.134 2.011 1.902 2.641 1.126
6.829 5.712 5.343 2.495 2.258 2.237 2.122 2.688 1.215
98.816
111.282
Jumlah
13.189 11.253 10.439 4.928 4.392 4.248 4.024 5.329 2.341 210.098
Sumber : BPS Kabupaten Muna
Berdasarkan data yang telah dipaparkan diatas dapat diketahui bahwa Jumlah penduduk Kabupaten Muna sebanyak 210.098 jiwa dengan perbandingan rasio kelamin antaralaki-laki dan perempuan
69
yakni sebanyak 98.816 jiwa penduduk laki-laki dan 111.282 jiwa penduduk perempuan. Perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan di Kabupaten Muna secara umum dapat diketahui memiliki jumlah yang hampir berbanding imbang antara laki-laki dan perempuan.
4.2 Pembahasan 4.2.1 Kebijakan
Pemerintah
Daerah
di
bidang
pariwisata
Kabupaten Muna Pendapatan
Asli
Daerah
merupakan
gambaran
potensi
keuangan daerah yang pada umumnya mengandalkan unsur pajak daerah dan retribusi daerah. Berkaitan dengan pendapatan asli daerah dari sektor retribusi, maka daerah dapat menggali potensi sumber daya alam yang berupa sektor pariwisata. Pemerintah menyadari bahwa sektor pariwisata bukanlah merupakan sektor penyumbang terbesar dalam pendapatan daerah, tetapi berpotensi dalam meningkatkan PAD. Di Indonesia mempunyai potensi alam dan seni budaya yang besar yang dapat dimanfaatkan oleh daerah untuk meningkatkan PAD. Bidang mempunyai
pariwisata peranan
merupakan
yang
sangat
salah satu strategis
kegiatan
dalam
yang
menunjang
pembangunan perekonomian nasional. Sektor ini dicanangkan selain sebagai salah satu sumber penghasil devisa yang cukup handal, juga merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dan mendorong perkembangan investasi. Dalam mengembangkan sektor ini pemerintah
70
berusaha keras membuat rencana dan berbagai kebijakan yang mendukung kearah kemajuan sektor ini. Salah satu kebijakan tersebut adalah menggali, menginventarisir dan mengembangkan obyek-obyek wisata yang ada sebagai daya tarik utama bagi wisatawan. Kabupaten Muna memiliki potensi wisata yang beragam jenis, keindahan maupun keunikan yang hampir tersebar pada semua kecamatan. Selain itu peluang pengembangan dan nilai jual memiliki segmen pasar mulai dari lokal, nasional/nusantara hingga internasional. Potensi keunikan dan keindahan alam, nilai-nilai sejarah, kekayaan dan keragaman budaya, dan daya tarik atraksi minat khusus merupakan item-item wisata yang dapat dijadikan sebagai sektor andalan dalam mendukung pembangunan daerah. Di Kabupaten Muna terdapat puluhan objek wisata alam maupun wisata sejarah seperti: Pantai Pulau Munante, Pantai Walengkabola, Teluk Matanue, Permandian Mata air Kamonu, Kontukowuna, Kapal Sawerigading, Makam Omputo, Mesjid Tua Muna, Benteng Kora Wuna, Benteng Lapadaku, Gua Lansirofa, Benteng Lapute, Pantai maleura, Gua Liang Kabori, Kompleks Makam Lohia, Gua Wambikido, Gua Metanduno, Permandian Danau Napabale, Permandia Mata Air Fotunorete, Kompleks Makam Kamono Kamba, Permandian Mata Air Jompi, Permandian Air Terjun Kalima-lima, Benteng Kontunaga, Gua Kontunaga, Gua Kontudopi, Benteng Kasaka, Benteng Sangia, Mata Air Sangia Pure-Pure, Air Terjun Fari, Kawali, Pantai Towea.
71
Puluhan potensi yang ada di Kabupaten Muna memberikan peluang besar dalam memberikan sumbangan PAD bagi Kabupaten Muna. Pada bagian ini penulis akan menjabarkan program prioritas pembangunan urusan pariwisata yang ada dalam RPJMD 2011-2015 Kabupaten Muna yang kemudian akan menghasilkan turunan berupa program/kegiatan urusan pariwisata tahun anggaran 2013 dan tahun anggaran 2014. Adapun 3 (tiga) program prioritas pembangunan urusan pariwisata dalam RPJMD 2011-2015 sebagai berikut :
1. Program pengembangan pemasaran pariwisata Program ini merupakan program promosi yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna. Promosi yang dilakukan
melalui
media
cetak
maupun
eletronik
bahkan
melaksanakan sebuah festival dalam negeri bahkan sampai ke mancanegara. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Sarwati selaku Kepala Bidang Perencanaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna, “Beberapa tahun terakhir ini kami dari dinas pariwisata telah melakukan berbagai macam bentuk promosi pariwisata seperti misalnya pembuatan booklet yang kami bagikan dalam berbagai festival yang kami adakan didalam maupun luar negeri, kerja sama dengan media elektronik yaitu iklan dengan beberapa televisi swasta yaitu metro tv, TVRI, dan TV ONE dan tentunya ikut serta dalam festival di dalam maupun luar negeri. (Kamis,tanggal 21 Januari pukul 11:00 wita)”
72
Berdasarkan
wawancara
diatas,
penulis
melihat
bahwa
program promosi yang dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
memperkenalkan
pesona
dan
daya
tarik
alam
Kabupaten Muna keluar dari Sulawesi. Promosi melalui festival dan iklan diberbagai stasiun Televisi adalah program strategis dalam memperkenal dan mempromosikan pesona kebudayaan dan panorama alam di kabupaten Muna. Hal ini menjadi program positif yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dalam mengundang wisatawan domestik maupun mancanegara umtuk berkunjung ke setiap objek wisata yang ada di Kabupaten Muna Adapun turunan dari program ini sebagai berikut : a. Program/Kegiatan Urusan Pariwisata tahun 2013 1. Pelaksanaan promosi pariwisata nusantara di dalam dan diluar negeri. Promosi nusantara didalam dan diluar negeri merupakan salah satu dari turunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah di bidang pariwisata yang bertujuan memperkenalkan kebudayaan dan objek wisata yang ada di Kabupaten Muna. Promosi Nusantara didalam maupun diluar negeri yang dilakukan seperti festival Tong-tong Fair di Deenhaag, Gebyar wisata di Jakarta, Sulawesi Expo di menado, dan Hallo Sultra dalam rangka HUT Sulawesi Tenggara di Kendari. Capaian
73
kinerja
dari
promosi
yang
dilakukan
oleh
Dinas
kebudayaan dan Pariwisata adalah 100% seperti yang dijabarkan pada Tabel 4.4. Semua program yang dicanangkan terealisasi sesuai rencana dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna. Hal ini dijabarkan pada Tabel 4.4 seperti berikut : Tabel 4.4 Rincian Program/Kegiatan Urusan Pariwisata tahun 2013 NO
Program Kegiatan
Target (Rp)
Program Pengembangan Pemasaran Pariwisata 1
2
Pelaksanaan promosi pariwisata nusantara didalam dan diluar negeri
Peningkatan pembangunan sarana dan prasarana pariwisata (UL)
Alokasi Anggaran Realisasi (Rp)
1.852.200.000
1.837.483.000
Capaian (100%)
Indikator
Capaian Kinerja Target Realisasi
99,21
Presentase potensi wisata/budaya yang di promosikan
100%
100%
1 kali di Belanda dan 3 kali di dalam negeri
1 kali di Belanda dan 3 kali di dalam negeri
-
-
1.852.200.000
1.837.483.000
99,21
Jumlah pelaksanaan promosi wisata
-
-
-
-
Sumber : LKPJ Bupati Muna Tahun 2013
a. Program/kegiatan urusan pariwisata tahun anggaran 2014 1. Pelaksanaan promosi pariwisata nusantara di dalam dan di luar negeri Promosi nusantara di dalam dan di luar negeri merupakan
salah
satu
dari
turunan
Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah di bidang pariwisata. Promosi Nusantara didalam maupun diluar
74
negeri yang dilakukan seperti festival layang-layang Internasional di Johor-Malaysia, Festival Layang-Layang Internasional di kalimantan dan jakarta, Hallo Sultra dalam rangka launching Sulawesi Tenggara di Jakarta, HUT Sultra di Kendari, dan Festival Keraton Nusantara di Bima. Capaian kinerja dari promosi yang dilakukan oleh Dinas kebudayaan dan Pariwisata adalah 100% seperti yang dijabarkan pada Tabel 4.5. Semua program yang dicanangkan terealisasi sesuai rencana dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna. 2. Festival Keraton Nusantara Festival keraton nusantara(FKN) merupakan sarana silaturahmi budaya yang sangat positif untuk para Raja, Sultan dan Pemangku Adat untuk melakukan evaluasi, introspeksi dan sikap agar di jaman modern ini budaya harus diperhatikan. Festival Keraton Nusantara bertujuan bertemunya silang budaya agar terjalin pelestarian budaya-budaya
dan
keragaman
budaya.
Properti
Kerajaan Muna terutama berupa pakaian kebesaran raja ditampilkan melalui kirab prajurit pada acara festival keraton nusantara. Bupati Muna LM Baharuddin ikut dalam
kirab
kebesaran
tersebut
Raja
dan
Muna.
menggunakan
Kirab
adalah
pakaian
perjalanan
75
bersama-sama atau beriring-iring secara teratur dan berurutan dari muka ke belakang dalam suatu rangkaian upacara (adat, keagamaan, dan sebagainya). Pada
Festival keraton Nusantara
memperkenalkan
berbagai tradisi budaya Muna, termasuk benda-benda pusaka kerajaan, cerita sejarah, kesenian dan adat istiadat masyarakat Muna. Selain itu juga menampilkan makanan khas daerah Muna, terutama “Kabuto”. Kabuto merupakan makanan tradisional Masyarakat Muna yang bahan bakunya terdiri dari ubi kayu yang dikeringkan dan kelapa parut. Capaian kinerja dari promosi yang dilakukan oleh Dinas kebudayaan dan Pariwisata adalah 100% seperti yang dijabarkan pada Tabel 4.5. Semua program yang dicanangkan terealisasi sesuai rencana dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna. 3. Festival layang-layang internasional Festival layang-layang internasional merupakan acara yang
diselenggarakan
dalam
rangka
menampilkan
berbagai macam layang-layang dari berbagai daerah di indonesia hingga mancanegara. Berbagai bentuk layanglayang dan atraksi dipertunjukan oleh semua peserta. Bicara soal layang-layang, bumi Nusantara memiliki
76
layang-layang yang patut dibanggakan. Layang-layang itu berasal dari Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara dan biasa disebut "kaghati" (sebutan layang-layang dalam bahasa setempat).
Kaghati dipercaya sebagai
peninggalan bersejarah yang telah berumur ribuan tahun. Layang-layang tradisional dari Pulau Muna ini terbuat dari lembaran daun kolope (umbi hutan) yang telah dikeringkan. Daun kolope kering yang telah dipotong ujungnya itu lantas, dijahit satu per satu dengan menggunakan lidi dari bambu sebagai rangka layangan. Sedangkan talinya dijalin dari serat nanas hutan. Capaian kinerja dari promosi yang dilakukan oleh Dinas kebudayaan dan Pariwisata adalah 100% seperti yang dijabarkan pada Tabel 4.5. Semua program yang dicanangkan terealisasi sesuai rencana dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna. 4. Pembuatan media promosi wisata daerah Media promosi yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata berbagai macam. Mulai dari promosi melalui media cetak seperti booklet, media elektronik seperti iklan di beberapa stasiun Televisi swasta seperti Tv One, TVRI, dan Metro Tv, serta ikutserta dalam
77
berbagai festival seperti festival Keraton Nusantara dll. Melalui media promosi ini, menjadi media informasi bagi calon wisatawan untuk berkunjung dan menikmati keindahan kebudayaan dan panorama alam yang ada di Kabupaten Muna. Capaian kinerja dari promosi yang dilakukan oleh Dinas kebudayaan dan Pariwisata adalah 80% seperti yang dijabarkan pada Tabel 4.5. Dari 5 jenis media promosi pariwisata hanya 4 jenis yang terlaksana dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna. Hal ini dijabarkan pada Tabel 4.5 seperti berikut : Tabel 4.5 Rincian Program/Kegiatan Urusan Pariwisata tahun 2014 NO
1
Program/ Kegiatan Program Pengembangan Pemasaran Pariwisata Pelaksanaan Promosi Pariwisata Nusantara di Dalam dan luar Negeri
Alokasi Anggaran Target (Rp)
Realisasi (Rp)
2.216.350.000
2.063.277.789
Capaiaan Kinerja Capai an(%)
939.000.000
830.971.825
88,5
505.000.000
504.255.764
99,85
638.350.000
634.421.700
99,38
134.000.000
93.628.500
69,87
Festival Keraton Nusantara 2
Festival Layanglayang Internasional 3
4
Pembuatan Media Promosi Wisata daerah
Sumber : LKPJ Bupati Muna Tahun 2014
Indikator
Jumlah mengikuti promosi wisata didalam dan luar negeri Presentase penyelenggara an festival keraton nusantara Presentase penyelenggara an festival layang-layang internasional Jumlah dan jenis media promosi wisata daerah yang dibuat
Target
Realisasi
3 event
3 event
100%
100%
100%
100%
5 jenis
4 jenis
78
Berdasarkan tabel diatas, penulis melihat bahwa Program Pengembangan Pemasaran Wisata memiliki alokasi anggaran dengan target Rp. 2.216.350.000 dan realisasi sebesar Rp. 2.063.277.789. Program yang dilaksanakan pertama adalah pelaksanaan promosi pariwisata nusantara di dalam dan luar negeri dengan target alokasi anggaran sebesar Rp. 939.000.000 dan realisasi sebesar Rp. 830.971.825 dengan capaian kinerja kerja yang terealisasi adalah 3 event. Program kedua festival keraton nusantara
dengan
target
alokasi
anggaran
sebesar
Rp.
505.000.000 dan realisasi sebesar Rp. 504.255.764 dengan capian kinerja kerja 100% terlaksana. Program ketiga Festival layanglayang internasional dengan target alokasi anggaran sebesar Rp. 638.350.000 dan realisasi sebesar Rp. 634.421.700 dengan capian kinerja
kerja
100%
terlaksana.
Program
keempat
adalah
pembuatan media promosi wisata dengan target alokasi anggaran sebesar Rp. 134.000.000 dan realisasi sebesar Rp. 93.628.500 dengan capaian kinerja kerja jumlah dan media promosi wisata daerah yang dibuat sebanyak 4 jenis dari target 5 jenis.
2. Program pengembangan destinasi pariwisata Program ini merupakan salah satu program yang dilakukan untuk memberikan peningkatan kemudahan dalam mengakses objek wisata bagi wisatawan domestik maupun internasional.
79
Hal ini juga diungkapkan oleh Kepala Desa Walengkabola Kabupaten Muna Pak Sarmada, “Akses jalan yang dimiliki Pantai Walengkabola memang belum memadai namun yang dilihat sekarang sudah ada peran dari Pemerintah Daerah yaitu dengan melakukan pelebaran di beberapa titik jalan yang dianggap sempit saat dilewati oleh pengunjung. (Kamis, Tanggal 28 Januari Pukul 13:00 Wita)” Berdasarkan wawancara diatas, penulis melihat bahwa peran pemerintah dalam mengembangkan destinasi pariwisata tidak lepas dari pengamatan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan salah satu tokoh masyarakat di atas yang mengungkapkan adanya peran
pemerintah
daerah
dalam
pengembangan
destinasi
pariwisata berupa pelebaran jalan menuju objek wisata. Program ini memudahkan para wisatawan untuk berkunjung ke tempat wisata salah satunya seperti di Pantai Walengkabola. Adapun turunan dari program ini sebagai berikut : a. Program/kegiatan urusan pariwisata tahun 2013 1. Peningkatan dan pembangunan sarana dan prasarana pariwisata Peningkatan
pembangunan
sarana
dan
prasarana
terhadap obyek wisata di Kabupaten muna merupakan program turunan dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah
tahun 2011-2015. Program ini
bertujuan untuk meningkatkan sarana dan prasarana
80
objek wisata agar mempermudah wisatawan untuk mengakses objek wisata dan memberikan kenyamanan terhadap pengunjung. Pada tahun 2013 dari Dinas Kebudayaan
dan
Pariwisata
tidak
melaksanakan
program kerja tersebut. Capaian kinerja dari promosi yang dilakukan oleh Dinas kebudayaan dan Pariwisata seperti yang dijabarkan pada Tabel 4.4. Tidak semua program yang dicanangkan terealisasi sesuai rencana dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna. b. Program/kegiatan urusan pariwisata tahun 2014 1. Peningkatan dan pembangunan sarana dan prasarana pariwisata Peningkatkan pembangunan sarana dan prasarana pariwisata merupakan program yang
memudahkan
wisatawan dan utamanya masyarakat setempat dalam mengakses
berbagai
daerah
di
Kabupaten
Muna
khususnya di daerah objek wisata. Program ini selain bertujuan untuk memudahkan akses pengunjung dan wisatawan, juga untuk memberikan kenyamanan dalam menikmati objek wisata. Sarana dan prasarana ini bisa berupa
perbaikan
pedangang
yang
jalan,
gazebo
mejajakan
–
makanan
gazebo
dan
khas
dari
81
Kabupaten Muna. Capaian kinerja dari promosi yang dilakukan oleh Dinas kebudayaan dan Pariwisata adalah 100% seperti yang dijabarkan pada Tabel 4.6. Semua program yang dicanangkan terealisasi sesuai rencana dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna. Tabel 4.6 Rincian Program/Kegiatan Urusan Pariwisata tahun 2014
NO
1
Program Kegiatan Program Pengembang an Destinasi Pariwisata Peningkatan dan pembangunan sarana dan prasarana pariwisata
Alokasi Anggaran Capaian Target Realisasi (100%) (Rp) (Rp) 1.244.200.000
1.244.200.000
1.212.277.000
1.212.277.000
Capaian Kinerja Target Realisasi
Indikator
97,43
97,43
Jumlah objek wisata yang terbangun
4 objek
Sumber : LKPJ Bupati Muna Tahun 2014
Berdasarkan tabel diatas, penulis melihat bahwa Program Pengembangan
Destinasi
Pariwisata
memiliki
target
alokasi
anggaran sebesar Rp. 1.244.200.000 dengan realisasi sebesar Rp. 1.212.277.000. Program yang dilaksanakan adalah peningkatan pembangunan sarana dan prasarana pariwisata dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 1.244.200.000 dengan realisasi sebesar Rp. 1.212.277.000 dan capaian kinerja Kerja adalah jumlah objek wisata yang terbangun adalah 4 objek sesuai dengan target.
4 objek
82
3.
Program
pengembangan
sumber
daya
kebudayaan
dan
pariwisata Program ini dari awal perencanaan dalam RPJMD 2011 sampai 2014 tidak direalisasikan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna. Serangkaian program yang telah direncanakan baik yang terealisasi
maupun
yang
tidak
direalisasikan
oleh
Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna telah memberikan peningkatan terhadap PAD Kabupaten Muna. Hasil yang diperoleh menggambarkan bahwa program yang dilaksankan dapat dianggap berhasil karena memberikan peningkatan pendapatan bagi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna dan menambah sumbangan PAD-nya dari tahun ke tahun bagi Pemerintah Kabupaten Muna. Adapun hasil atau capaian pelaksanaan pembangunan pada urusan pariwisata dalam Program pengembangan pemasaran pariwisata : 1. Pada tahun 2013 jumlah event pariwisata yang diikuti sebanyak 4 event diantaranya adalah 1 event ke luar negeri yakni mengikuti festival tong-tong fair di Deenhaag, 3 event lainnya yakni mengikuti gebyar wisata di Jakarta, Sulawesi Expo di manado, Hallo Sultra dalamrangka HUT Sulawesi Tenggara di kendari.
83
2. Jumlah usaha yang bergerak dibidang pariwisata sebanyak 3 jenis usaha yakni : produk kain tenunan, Souvenir hasil kerajinan tangan dari nentu dan limbah jati, dan produk kerajinan Gembol jati 3. Pada tahun 2013 jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung sebanyak 20 0rang dan wisatawan domestik yang berkunjung sebanyak 2000 orang. 4. Pada tahun 2014 jumlah event pariwisata yang diikuti sebanyak 5 event diantaranya adalah 1 event ke Luar Negeri yakni mengikuti festival layang-layang Internasional di JohorMalaysia, 4 event lainnya yakni mengikuti Festival LayangLayang Internasional di kalimantan dan jakarta, Hallo Sultra dalam rangka launching Sulawesi Tenggara di Jakarta, HUT Sultra di Kendari, dan Festival Keraton Nusantara di Bima. 5. Pada tahun 2014 jumlah usaha yang bergerak dibidang pariwisata sebanyak 3 jenis usaha yakni : produk kain tenunan, Souvenir hasil kerajinan tangan dari nentu dan limbah jati, dan produk kerajinan Gembol jati 6. Pada tahun 2014 jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung sebanyak 20 0rang dan wisatawan domestik yang berkunjung sebanyak 2000 orang.
84
Adapun hasil atau capaian pelaksanaan pembangunan pada urusan
pariwisata
dalam Program pengembangan
destinasi
pariwisata yakni pada tahun 2013 dan 2014 dilakukan Perbaikan pada 4 obyek pariwisata. Serangkaian program kerja dan hasil yang telah dicapai baik tahun 2013 dan tahun 2014 telah memberikan sumbangsi bagi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna. Pada tahun 2013, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna telah menyumbang PAD sebesar Rp. 7.700.000,- dan pada tahun 2014 Rp. 25.000.000. Peningkatan PAD ini tidak lepas dari keberhasilan setiap program yang dilaksanakan. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Amsir, selaku Kepala Pengembangan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna “Sumbangsi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata terhadap PAD di Kabupaten Muna memang bukan yang paling besar namun setiap tahunnya mengalami peningkatan misalnya saja pada tahun 2013 kami menghasilkan Rp. 7.000.000, dan pada tahun 2014 kami menghasilkan Rp. 25.000.000. (Rabu, Tanggal 20 Januari Pukul 10:00 Wita)” Tabel 4.7 Pendapatan Asli Daerah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 2013 dan 2014
NO
1
Jumlah lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
Peningkatan
Tahun
Pendapatan lain-lain
2013
2014
Dinas Kebudayaan & Pariwisata
Rp. 7.700.000
Rp. 25.000.000
Rp. 17.300.000
85
Berdasarkan tabel dan wawancara diatas, penulis melihat bahwa pendapatan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata mengalami peningkatan dari tahun 2013 dan tahun 2014. Hal ini dilihat dari peningkatan pada tahun 2014
mencapai
Peningkatan
ini
menunjukkan
bahwa
Kebudayaan
dan
Pariwisata
Kabupaten
Rp. 17.300.000,-.
kinerja Muna
dari
Dinas
mengalami
peningkatan dari tahun 2013 ke tahun 2014.
4.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Sektor Pariwisata di Kabupaten Muna Program yang dilakukan dalam pelaksanaannya tidak lepas dari berbagai faktor, baik faktor mendukung maupun faktor penghambat. Faktor yang mendukung dan menghambat akan muncul dalam pelaksanaan sebuah kebijakan atau program. Dalam pelaksanaan program prioritas pembangunan urusan pariwisata yang ada dalam RPJMD
2011-2015
mempengaruhi
Kabupaten
pelaksanaan
Muna
program
terdapat kerja
faktor
tersebut.
yang Penulis
membaginya dalam 2 (dua) poin yakni faktor yang mendukung dan menghambat.
86
4.2.2.1 Faktor yang Mendukung Pengembangan Pariwisata Pariwisata dalam pengembangan dan Pengelolaan harus melibatkan masyarakat setempat. Hal ini merupakan hal penting karena dari pengalaman pada beberapa daerah tujuan wisata, apabila tidak melibatkan masyarakat setempat, akibatnya tidak ada sumbangsih ekonomi yang diperoleh masyarakat sekitar. Kegiatan promosi harus beraneka ragam, selain dengan mencanangkan cara kampanye dan program yang sudah dilakukan sebelumnya. Kegiatan promosi juga perlu dilakukan dengan membentuk system informasi yang handal dan membangun kerjasama yang baik dengan pihak tertentu. Perlu menentukan daerah tujuan wisata yang memiliki keunikan dibanding dengan daerah tujuan wisata lain, terutama yang bersifat tradisional dan alami. Karena era kekinian lah objek wisata yang alami dan tradisional yang menjadi sasaran wisatawan asing.
Pemerintah
daerah
membangun
kerjasama
dengan
kalangan swasta dan pemerintah pusat, dengan system terbuka, jujur dan adil. Kerja sama ini penting karena untuk mempelancar pengelolah secara professional dengan mutu pelayanan yang memadai. Ketersediaan sumber daya manusia yang berkompeten dalam pelaksanaan pengembangan dan pengawasan di sektor pariwisata. Hal ini dikarenakan pengelolaan dan pengawasan yang
87
tepat akan memberikan dampak yang baik bagi pendapatan asli daerah tersebut. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan perlu dipersiapkan secara baik untuk menunjang kelancaran pariwisata. misalnya dengan pengadaan perbaikan jalan, telepon, internet dan pusat pembelanjaan disekitar lokasi daerah wisata. Berdasarkan
hasil
penelitian
yang
diperoleh
dari
pengamatan langsung, wawancara dan dokumen di obyek wisata, maka peneliti mengidentifikasikan hasil penilaian terhadap potensi obyek wisata. 1. Daya tarik obyek wisata Kabupaten Muna memiliki daya tarik obyek wisata yang beragam jenis, keindahan maupun keunikan yang hampir tersebar
pada
semua
kecamatan.
Selain
itu
peluang
pengembangan dan nilai jual memiliki segmen pasar mulai dari lokal, nasional/nusantara hingga internasional. Potensi keunikan dan
keindahan
alam,
nilai-nilai
sejarah,
kekayaan
dan
keragaman budaya, dan daya tarik atraksi minat khusus merupakan item-item wisata yang dapat dijadikan sebagai sektor andalan dalam mendukung pembangunan daerah. Kabupaten Muna memiliki puluhan objek wisata alam maupun
wisata
sejarah
yang
tersebar
Kecamatan sebagaimana pada Tabel 4.8
pada
beberapa
88
Tabel 4.8 Potensi pariwisata Kabupaten Muna berdasarkan Kecamatan
NO Kecamatan 1 Pasir Putih 2 Tongkuno
3
Lohia
4
Parigi
5
Katobu
6
Maligano
7
Kontunaga
8
Kabawo
9
Wakorumba Selatan
10
Towea
Potensi Wisata Pantai Pulau Munante Pantai Walengkabola Teluk Matanue Permandian Mata air Kamonu Kontukowuna Kapal Sawerigading Makam Omputo Mesjid Tua Muna Benteng Kora Wuna Benteng Lapadaku Gua Lansirofa Benteng Lapute Pantai maleura Gua Liang Kabori Kompleks Makam Lohia Gua Wambikido Gua Metanduno Permandian Danau Napabale Permandia Mata Air Fotunorete Kompleks Makam Kamono Kamba Permandian Mata Air Jompi Permandian Air Terjun Kalima-lima Benteng Kontunaga Gua Kontunaga Gua Kontudopi Benteng Kasaka Benteng Sangia Mata Air Sangia PurePure Air Terjun Fari Kawali Pantai Towea
Jenis Wisata Alam laut/Bahari Alam laut/Bahari Alam Pegunungan/Hutan Wisata budaya/Sejarah
Alam laut/Bahari Wisata Budaya/Sejarah
Alam pegunungan/Hutan Alam pegunungan/Hutan Wisata Budaya/Sejarah Alam pegunungan/Hutan Alam pegunungan/Hutan Wisata Budaya/Sejarah Wisata Budaya/Sejarah Wisata Alam
Wisata Alam Laut
Sumber RTRW Kabupaten Muna 2014-2035, www.bkpm.go.id dan RIPARDA Sultra 2014
89
Berdasarkan Tabel diatas penulis melihat bahwa terdapat 38 obyek wisata di Kabupaten Muna. Obyek wisata tersebar di 10 Kecamatan yang ada di Kabupaten Muna. Kecamatan tersebut meliputi Pasir Putih, Tongkuno, Lohia, Parigi, Katobu, Maligano, Kontunaga, Kabawo, Wakorumba Selatan dan Towea. Obyek wisata paling banyak tersebar di Kecamatan Tongkuno meliputi Pantai Walengkabola, Teluk Matanue, Permandian Mata air Kamonu, Kontukowuna, Kapal Sawerigading, Makam Omputo, Mesjid Tua Muna, Benteng Kora Wuna, Benteng Lapadaku, Gua Lansirofa, Benteng Lapute. Jenis wisata yang ada di Kabupaten Muna terbagi atas tiga jenis yaitu wisata bahari, wisata alam, wisata budaya dan pegunungan. Keaslian dan keindahan kawasan wisata alam yang dimiliki Kabupaten Muna menjadi faktor yang memberikan kuatan terhadap pengembangan obyek wisata. Obyek-obyek wisata yang terbentuk secara alami tanpa campur tangan manusia. Seperti yang ditampilkan pada tabel 4.9 keindahan dan keaslian kawasan obyek wisata di Kabupaten Muna memiliki nilai ratarata 7,69 yang berada pada posisi pertama dari faktor kekuatan lainnya.
90
Tabel 4.9 Kondisi internal pengembangan pariwisata di Kabupaten Muna NO 1 2
3 4
Faktor Visi Misi Bupati yang mendorong pengembangan kawasan wisata Keramah-tamahan masyarakat terhadap pendatang termaksud wisatawan Keaslian dan keindahan kawasan wisata alam Dukungan tokoh masyarakat dalam pengembangan wisata budaya
Rerata Keterangan Penilaian 6,67 Kekuatan 6,88
Kekuatan
7,69
Kekuatan
7,24
Kekuatan
Sumber : RIPPARDA Kabupaten Muna tahun 2015
Berdasarkan tabel diatas, penulis melihat bahwa dalam pengembangan obyek wisata di Kabupaten Muna keaslian dan keindahan kawasan wisata alam merupakan faktor yang paling pertama mendukung pengembangan obyek wisata. Nilai keaslian dan keindahan kawasan wisata alam adalah 7,69 yang merupakan paling tinggi dari ke empat faktor lainnya. Faktor lainnya
seperti
dukungan
tokoh
masyarakat
dalam
pengembangan wisata budaya berada pada urutan kedua dengan nilai 7,24. Keramah-tamahan masyarakat terhadap pendatang termaksud wisatawan dan visi misi Bupati yang mendorong pengembangan kawasan wisata merupan faktor pendukung lainnya dengan nilai 6,88 dan 6,67.
91
Seperti yang diungkapkan pula oleh Ibu Ruga salah satu pengunjung obyek wisata Danau Napabale “Obyek wisata yang ada di Kabupaten Muna sangat indah dan memiliki potensi yang sangat besar. Saya dan keluarga sering skali datang kesini karena tidak pernah bosan dengan keindahannya. Keindahan dan keaslian panorama alamnya yang terbentuk secara alami tanpa sentuhan tangan manusia. (minggu, tanggal 31 januari pukul 10:30 wita)”
Berdasarkan wawancara diatas, penulis melihat bahwa obyek wisata yang ada di Kabupaten Muna memiliki panorama yang indah. Keindahan obyek wisata tersebut bahkan belum disentuh oleh masyarakat ataupun pemerintah daerah sehingga masih bersifat asli dan alami. Obyek wisata yang tersedia di Kabupaten Muna tidak pernah memberikan rasa bosan kepada pengunjung. Dari tabel dan wawancara diatas, penulis melihat bahwa keindahan panorama obyek wisata yang ada di Kabupaten Muna memang sangat indah dan berlimpah. Melimpahnya obyek wisata yang dimiliki Kabupaten Muna merupakan salah satu hal yang dapat mendukung pengembang obyek wisata tersebut. Obyek wisata yang dimiliki masih sangat terjaga keindahan dan keasliannya
sehingga
pengunjung obyek wisata.
memberikan
kepuasaan
kepada
92
Dari puluhan obyek wisata yang dimiliki oleh Kabupaten Muna, ada 9 yang sering dikunjungi oleh wisatawan. Obyek wisata tersebut meliputi pantai walengkabola, permandian moko, pantai towea, pantai napabale, batu berbunga, air terjun kalimalima, sejarah gua liang kabori, sejarah liang metanduno, sejarah liang sugi patani dan pertunjukan tari (Tari Linda, Tari Dalego, Tari fari). Jumlah kunjungan wisatawan di beberapa obyek wisata dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut: Tabel 4.10 Jumlah Kunjungan Wisata Beberapa Destinasi Wisata
Jenis Wisata Alam
Nama destinasi
Pantai Walengkabola Permandian Moko Pantai Towea Pantai Napabale
Budaya
Batu Berbunga Air Terjun Kalima-lima Sejarah Liang Kabori Sejarah Liang Metanduno Sejarah Liang Sugi Patani Pertunjukkan Tari (Tari Linda, Tari Dalego, Tari fari)
Lokasi
Desa Oempu Kec Tongkuno Desa Oempu Kec Tongkuno Desa Lakarama Kec Towea Desa Lohia Kec Lohia Kec Tongkuno Kec batukara Desa Liang kabori Kec Lohia Desa Liang kabori Kec Lohia Desa Liang kabori Kec Lohia Kab Muna
Jumlah Pengunjung / Tahun 5000 860 1360 25395 1223 2446 2196 2193 +-3500
Sumber : RIPARDA Sultra 2014 Berdasarkan tabel diatas, penulis melihat bahwa ada 9 destinasi wisata yang paling sering dikunjungi oleh wisatawan. Destinasi wisata yang ada di Kabupaten Muna terbagi menjadi
93
dua yaitu wisata alam dan wisata budaya. Wisata alam meliputi pantai walengkabola, permandian moko, pantai towea, Danau Napabale, batu berbunga, air terjun kalima-lima dan wisata budaya meliputi sejarah liang kabori, sejarah liang metanduno, sejarah liangsugi patani dan berbagai macam tarian tradisional. Danau napabale merupakan obyek wisata yang paling banyak dikunjungi yaitu 25.395 orang pada tahun 2014. Obyek wisata yang
paling
sedikit
dikunjungi
olehn
wisatawan
adalan
permandian moko yaitu 850 orang pada tahun 2014. Obyek wisata yang sering dikunjungi oleh wisatawan ada sebanyak 9, meliputi : a. Pantai Walengkabola Permandian walengkabola, sebuah pantai yang memiliki panjang kurang lebih 1 km tersebut dengan pasir putihnya nampak dari lautan luas mirip sebuah lukisan, permandian ini
terletak
di
Kecamatan
Tongkuno,
Kabupaten
Munasekitar 72 Km dari kota Raha dengan jarak tempuh selama 1 ½ jam. Pada mulanya Walengkabola adalah sebuah nama perkampungan, permandian ini tidak hanya kuat dengan motif keindahannya alam pantainya, akan tetapi juga nuansa mistiknnya, disebabkan disekelilingnya banyak pekuburan orang-orang jaman dahulu kala yang menghuni pantai ini.
94
b. Permandian Moko seperti halnya danau napabale, moko adalah sebuah danau air tawar yang memiliki kedalaman sekitar 12 meter, uniknya air moko mengalami perubahan dari air tawar, berubah ketika air laut pasang maka airnya pun juga menjadi payau padahal danau ini memiliki jarak yang sangat jauh dari pinggiran pantai. Terlebih lagi di dalam permandian ini hanya terdapat 2 pasang ikan air tawar dan 1 pasang penyu yang sudah berumur hampir seratus tahun. Permandian Moko yang letaknya di kecamatan tongkuno, Kabupaten Muna, kini lebih banyak diminati oleh para wisatawan untuk berlibur atau perayaan hari hari besar ke agamaan. c. Pantai Towea Pantai towea merupakan pantai dengan potensi wisata mangrove (seperti beropa, uwesi, bakau, dan kontawu), wisata biota laut (seperti kuda laut lobster dan penyu), wisata bahari (diving, fishing, canoing dan swimming), terumbu karang dan keunikan seperti pohon pinungan, pohon santingi dan burung maleo. d. Danau napabale Danau Napabale terletak di kaki bukit, dihubungkan ke laut melalui sebuah terowongan alami. Pada saat air laut
95
surut para pengunjung dapat melintasi terowongan tersebut Namun apabila air laut sedang pasang sangat berbahaya untuk berenang karena air laut akan naik sampai ketinggian setengah meter di atas terowongan danau. Danau Napabale ini juga memiliki keindahan yang sangat memanjakan mata dengan angin sepoi-sepoi yang bertiup dari danau menuju daratan. Danau ini terletak di desa Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten Muna dan danau ini satu-satunya danau yang air asin, karena terhubung langsung dengan air laut dengan melalui terowongan yang panjangnya kira-kira 50 meter. letaknya ± 15 Km dari Raha ibukota Kabupten Muna. e. Batu Berbunga Tempat yang terdapat gugusan batu karang yang sewaktu-waktu mengeluarkan tunas-tunas baru yang tumbuh seperti bunga karang. Hal itulah yang mendasari masyarakat Muna menyebutnya sebagai Kontu Kowuna yang berarti batu berbunga. Gugusan batu berbunga tersebut terletak di dekat masjid tua bernama Bahutara (bahtera). Menurut legenda masyarakat, tempat tersebut merupakan tempat terdamparnya kapal Sawerigading, Putra Raja Luwu dari Sulawesi Selatan. Dalam hasil penelitian yang tercatat di Museum Karts Indonesia di
96
Wonogiri, Jawa Tengah, dijelaskan bahwa hampir seluruh daerah di Pulau Muna tersusun oleh batu gamping berumur pleistosen (sekitar 1,8 juta tahun yang lalu). Batu gamping ini merupakan terumbu karang yang terangkat dari dasar laut akibat desakan dari bawah dan membentuk tebing-tebing batu gamping (karts) yang sangat luas. Hal inilah yang secara ilmiah menjawab fenomena batu berbunga yang terjadi di Bahutara. f. Air Terjun Kalima-lima sebuah permandian air terjun yang berada di tengah hutan belantara, namun memiliki pesona alam yang tidak kala menariknya dengan berbagai permandian yang ada di Indonesia lainnya, dengan letaknya yang memiliki jarak tempuh 3 km dari perkampungan warga Desa Moolo, Kecamatan maligano, Kabupaten Muna, interfal waktu 4 jam dari pusat kota Raha untuk sampai ke permandian tersebut
dengan
menggunakan
kapal
motor
dan
dilanjutkan dengan berjalan kaki sepanjang 3 km. permandian kalima - Lima, sepintas terlihat seperti sebuah bongkahan batu-batu kecil yang dialiri air sungai mengalir, namun ternyata memiliki bebatuan rata-rata sebesar sebuah rumah dengan kedalaman kurang lebih 8 meter juga terdapat sebuah gua di atara air terjun tersebut
97
g. Gua liangkabori Adalah dua buah goa besar peninggalan nenek moyang bangsa Muna. Pada dinding goa tersebut bisa disaksikan lukisan dinding yang menggambarkan kehidupan suku Muna pada masa itu seperti perjuangan suku Muna dalam mempertahankan hidupnya yang digambarkan seorang menaiki seekor gajah, gambar matahari, gambar pohon kelapa yang menggambarkan tingkat pertanian suku Muna, gambar binatang ternak seperti sapi, kuda dan lainlainnya. Walaupun relief atau gambar tersebut terkesan sederhana tetapi kita dapat menangkap arti makna yang jelas yaitu keberadaan suku Muna pada saat itu. Selain gua yang melukiskan relief terdapat pula gua yang didiami oleh burung walet. Gua tersebut mempunyai stalaktit dan stalaknit
yang
sangat
indah
dengan
warna
yang
cenderung hitam mengkilap. Apabila kita menyelusuri gua kecil kita akan menyaksikan keindahan batu yang berbentuk bulatan-bulatan berwarna putih. Kawasan gua tsb. sangat cocok untuk rekreasi dan berkemah, berhawa sejuk dengan alamnya yang asli. Jarak menuju obyek ini sekitar satu jam atau sekitar 20 Km dari kota Raha ke arah Timur.
98
h. Sejarah Liang Metanduno Gua metanduno merupakan gua alam yang kita jumpai terlebih dahulu sebelum gua liangkabori. Pada gua ini kita dapat melihat berbagai hasil peninggalan manusia pra sejarah, misalnya saja lukisan-lukisan hewan pada dinding gua serta asap yang merupakan asap sisa kegiatan masak memasak yang dilakukan oleh manusia pra sejarah. Gua ini disebut sebagai gua metanduno karena kebanyakan
motif
yang
ditemukan
pada
gua
ini
merupakan motif hewan bertanduk, dalam bahasa Muna tandu berarti tanduk. Lukisan-lukisan ini merupakan lukisan yang dibuat oleh manusia prasejarah dari bahan berupa darah hewan buruan, tanah liat serta getah kayu yang belum diketahui jenisnya. Sebab pola kehidupan masyarakat prasejarah yang hidup didaerah ini adalah berburu, lalu darah hasil hewan buruan dikumpulakan agar dapat menjadi suatu lukisan.Ketika memasuki bibir gua, kita akan melihat suatu gua alam yang membentang dengan tinggi bevariasi antar 2-5m dan lebar sekitar 30m. Selain ornament- ornamen berupa lukisan kita dapat melihat berbagai struktur geologi pada gua ini misalnya saja talaktit yang berada pada bagian atas dan stalakmit
99
yang berada pada bagian bawah, yang apabila keduanya telah bertemu maka akan membetuk tiang batu. i. Sejarah Liang Sugi Patani Berbeda dengan Liang Kabori dan Metanduno, untuk mencapai Goa ini, pengunjung harus rela menmpuh jalan terjal yang tingkat kemiringannya berkisar 70 -80 derajat karena Goa
ini terletak di atas bukit batu yang
ketinggiannya mencapai 30M. Apa yang akan di temukan di Goa ini adalah bukti bahwa Sejarah Layang-Layang pertama di Dunia, berasal dari Kabupaten Wuna, Sulawesi Tenggara, Indonesia., bukan di China. Ini di perlihatkan dari Lukisan dalam Goa ini tentang sebuah layang-layang yang (seolah-olah) tengah dimainkan oleh seseorang. Bukan sebatas gosip, karena lukisan ini telah di teliti usianya oleh seorang penggemar layang-layang dari Jerman bernama Wolfgang Bieck, dan beberapa bulan lalu UNESCO juga mengirim utusannya utk meneliti usia Lukisan Layang-Layang tersebut, sekiranya benar bahwa usia layang-layang di lukisan itu lebiah tua dari temuan layang-layang di China yang berusia 2.400 tahun. j. Pertunjukan tari Menurut Etimologi penamaan Linda berasal dari bahasa Daerah Muna yang berarti menari berkeliling, laksana
100
burung yang terbang, berkeliling dengan sayap yang terkembang indah. Tarian ini adalah salah satu tarian rakyat di daerah muna yang telah lama berkembang di tengah-tengah masyarakat seiring dengan pertumbuhan tradisi adat di daerah itu. Tarian Linda lahir di tengahtengah masyarakat muna di sekitar abad ke-16,yakni di masa pemerintahan Laposasu (kobang kuduno). Tarian ini di ciptakan sebagai suatu perwujudan tradisi masyarakat di daerah muna dalam hal pemingitan anak-anak mereka di kala memasuki alam ke dewasaan. Pertumbuhan tarian tersebut kemudian meluas sampai kedaearah buton, sehingga sekarang ini telah menjadi tarian tradisional yang sangat popular di kea daerah tersebut. Pelakunya terdiri dari wanita yang jumlahnya terbatas sampai enam atau delapan orang saja. Pakaian mereka terdiri dari baju kombo yang bahannya terdiri dari kain polos. Leher dan pinggir bawah dibis dengan warnah merah.seluruh pakain ini di hiasi dengan manik-manik yang tebuat dari perunggu. Sarungnya di buat empat lapis, dimana lapisan yang paling dalam berwarna merah, kemudian menyusul warna hijau, putih dan paling luar berwarna hitam. Kepala mereka dihiasi dengan beberapa hiasan seperti tiga buah panto (gelang kepala) di pasang pada bagian atas dari
101
pada konde penari yang telah di lingkar dengan bandol konde dari kain berwarna merah yang di hiasi pula dengan picing dan manik-manik pada bagian belakang kepala di pasang kabunsale yang berwarna merah. Mereka juga memakai kalung leher dan beberapa gelang di kedua tangan mereka.
2. Partisipasi masyarakat Lokal Partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan dan pengelolaan pariwisata di Kabupaten Muna sangat penting sehingga masyarakat lokal akan memiliki rasa untuk peduli terhadap pariwisata. Masyarakat lokal harusnya menjadi pelaku bukan hanya sekedar menjadi penonton yang tidak melakukan apa-apa. Dengan adanya partisipasi masyarakat lokal yang membuka lapak jualan di sekitaran daerah obyek wisata tentunya akan memberikan
dampak
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
masyarakat sekitar. Dampak bukan hanya dirasakan bagi masyarakat lokal saja namun pengunjung wisatawan merasakan kemudahan dengan ketersediaannya para penjual di sekitar obyek wisata. Seperti yang diungkapkan oleh, Ibu Dasiah selaku Penjual di obyek wisata Danau Napabale
102
“Iye nak alhamdulillah saya jualan di sekitaran sini hanya setiap minggu saja karena kalau hari lainnya sunyi ji pengunjung wisatawan yang datang. Biasa yang saya dapat sekitar Rp.200.000 tiap minggu apalagi pemerintah daerah bantu menyediakan lokasi secara cuma-cuma. (Minggu tanggal 31 Januari 2016 pukul 11.00 wita)” Berdasarkan wawancara diatas penulis melihat bahwa pengembangan
yang
dilakukan
oleh
pemerintah
juga
mengikutsertakan peran masyarakat lokal, Sehingga masyarakat lokal merasa memiliki kepedulian terhadap pariwisata yang ada di Kabupaten Muna. Masyarakat lokal harus berperan aktif dalam pengembangan pariwisata bukan
hanya
sekedar sebagai
penonton. Peran masyarakat dapat membantu pelaksanakan setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Seperti penyediaan tempat jualan bagi masyarakat agar pengunjung dapat dengan mudah memperoleh makanan dan minuman. Seperti yang diungkapkan pula oleh, Ibu Sarwati selaku Kepala Bidang Perencanaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna, “Partisipasi masyarakat lokal memang cukup memberikan dukungan terhadap pengembangan dan pelolaan pariwisata di Kabupaten Muna, contohnya saja seperti penjual-penjual yang ada disekitaran area obyek wisata memberikan sumbangsi ekonomi bagi masyarakat lokal sekitar obyek wisata. (Kamis,tanggal 21 Januari pukul 11:00 wita)”
Berdasarkan wawancara diatas penulis melihat bahwa partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Muna merupakan hal yang mendukung karena
103
memberikan rasa nyaman terhadap pengunjung obyek wisata. Dukungan tersebut bukan hanya memberikan keuntungan bagi pengunjung obyek wisata namun masyarakat sekitar juga ikut merasakan
keuntungan
seperti
meningkatnya
pendapatan
ekonomi. Dari Kedua wawancara diatas penulis melihat bahwa partisipasi masyarakat lokal sangat berperan penting dalam pengembangan obyek wisata di Kabupaten Muna. Keramahtamahan masyarakat lokal dan pintarnya melihat peluang yang ada
memberikan
keuntungan
terhadap
pengunjung
dan
masyarakat sekitar. Hal tersebut dapat memberikan kesan yang baik bagi pengunjung obyek wisata sehingga akan memberikan rasa aman dan nyaman. Dalam pengembangan obyek wisata di Kabupaten Muna sangat dipengaruhi dengan adanya faktor pendukung. Faktor tersebut meliputi daya tarik obyek wisata dan partisipasi masyarakat lokal. Daya tarik obyek wisata yang ada di Kabupaten Muna meliputi Pantai Pulau Munante, Pantai Walengkabola, Teluk Matanue, Permandian Mata air Kamonu, Kontukowuna, Kapal Sawerigading, Makam Omputo, Mesjid Tua Muna, Benteng Kora Wuna, Benteng Lapadaku, Gua Lansirofa, Benteng Lapute, Pantai maleura, Gua Liang Kabori, Kompleks Makam Lohia, Gua Wambikido, Gua Metanduno, Permandian
104
Danau Napabale, Permandia Mata Air Fotunorete, Kompleks Makam
Kamono
Kamba,
Permandian
Mata
Air
Jompi,
Permandian Air Terjun Kalima-lima, Benteng Kontunaga, Gua Kontunaga, Gua Kontudopi, Benteng Kasaka, Benteng Sangia, Mata Air Sangia Pure-Pure, Air Terjun Fari, Kawali, Pantai Towea. Puluhan obyek wisata yang ada di Kabupaten Muna terbagi atas wisata alam dan wisata budaya. Peran masyarakat lokal dalam pengembangan obyek wisata di Kabupaten Muna memberikan dampak yang positif terhadap pengunjung maupun masyarakat yang berdagang di lokasi obyek wisata. Keramah-tamahan masyarakat lokal memberikan rasa nyaman terhadap wisatawan yang berkunjung di lokasi obyek wisata.
4.2.2.2 Faktor menghambat pengembangan pariwisata Dalam pengembangan pariwisata ada beberapa faktor yang dapat menghambat, seperti keamanan kawasan wisata yang masih kurang. Hal tersebut dapat memberikan rasa yang kurang nyama
terhadap
wisatawan
dalam
melakukan
perjalanan
pariwisata. Lingkungan objek wisata yang kurang terpelihara harus diperhatikan oleh setiap pengelolah pariwisata. Ketersedian
105
pemandu wisata di setiap daerah yang kurang memahami bahasa asing. Travel ataupun biro perjalanan yang terbatas dan sulit untuk ditemukan memberikan kesulitan bagi para wisatawan dalam melakukan kegiatan wisata. Ketersediaan sarana dan prasarana, seperti restoran, penginapan, bank, akses jalan yang sulit dijangkau, dan jaringan komunikasi yang terbatas. Sulitnya untuk menjangkau objek wisata dikarenakan kurang memadainya sarana perhubungan. Sumber daya manusia yang tersedia memiliki keterbatasan tentang pengembangan pariwisata. Berdasarkan
hasil
penelitian
yang
diperoleh
dari
pengamatan langsung, wawancara dan dokumen di obyek wisata, maka peneliti mengidentifikasikan hasil penilaian terhadap potensi obyek wisata. 1. Status lahan Status lahan merupakan hal yang paling penting dalam pengelolaan dan pengembangan obyek wisata dikarena status lahan yang bermasalah akan menimbulkan konflik di antara masyarakat dan pemerintah daerah. Status lahan dibeberapa obyek wisata yang ada di Kabupaten Muna cukup memberikan dampak negatif dikarenakan adanya pungutan yang dilakukan masyarakat karena memiliki lahan tersebut.
106
Pungutan yang dilakukan oleh masyarakat memberikan minimnya pendapatan yang masuk ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Sarwati selaku Kepala Bidang Perencanaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna, “Susah juga karena ada beberapa lahan yang memang masih berstatus tanak milik pribadi seseorang. Pihak Dinas kebudayaan dan pariwisata sulit untuk menarik full pendapatan dari lokasi obyek wisata karena masyarakat yang melakukan pungutan merasa bahwa ada hak mereka disana karena itu tanah mereka. Dinas Kebudayaan dan pariwisata pernah melakukan penawaran hanya saja masyarakat memberikan tawaran yang terlalu tinggi. (Kamis,tanggal 21 Januari pukul 11:00 wita)” Berdasarkan wawancara diatas penulis melihat bahwa status lahan yang masih bermasalah merupakan hal yang paling menghambat pengembangan pariwisata di Kabupaten Muna. Lahan yang sepenuhnya bukan milik pemerintah daerah tentunya akan menhasilkan berbagai macam sengketa dengan masyarakat sekitar obyek wisata. Sehingga sulit bagi Dinas kebudayaan dan pariwisata untuk mendapatkan pendapatan yang maksimal karena ada hak yang dimiliki oleh masyarakat sekitar. Pemerintah daerah pernah melakukan tawaran untuk membeli lahan sekitar obyek wisata namun harga yang terlalu tinggi menjadi hambatan bagi pihak dinas kebudayaan dan pariwisata.
107
Seperti yang diungkapkan pula oleh Ramadhan seorang penjaga pintu obyek wisata danau napabale, “kami biasanya hanya setiap hari minggu jaga pintu disini karena kalau hari biasanya kurang pengunjung yang datang. Penghasilan dari pengunjung biasanya kita bagi dua dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan sebagiannya lagi untuk pembangunan di desa. Kami tidak bisa memberikan semua sama Dinas Kebudayaan dan pariwisata karena lahan yang ada di obyek wisata juga punya masyarakat sekitar disini. (Minggu, tanggal 31 Januari pukul 12:00 wita)” Berdasarkan wawancara diatas penulis melihat bahwa masyarakat sekitar obyek wisata itu berpartisipasi dalam melakukan pungli atau pungutan terhadap pengunjung obyek wisata. Pungutan yang dilakukan masyarakat sekitar karena status lahan yang merupakan milik masyarakat sekitar. Hasil dari pungutan yang didapatkan oleh masyarakat di bagi dua dengan pihak dinas kebudayaan dan pariwisata dan pihak kepala desa sekitar obyek wisata. Dari kedua hasil wawancara diatas penulis melihat bahwa status lahan merupakan masalah terhadap pengembangan obyek wisata di Kabupaten Muna. Status lahan yang masih dimiliki oleh masyarakat merupakan kendala terbesar bagi pihak Dinas kebudayaan dan pariwisata. Pendapatan yang dihasilkan tiap obyek wisata harus dibagi antara pengelola obyek wisata yaitu Dinas kebudayaan dan pariwisata serta masyarakat lokal yang merupakan pihak yang memiliki hak atas lahan disekitar obyek wisata.
108
2. Sumber daya manusia Sumber Daya Manusia merupakan hal yang sangat penting dan berpengaruh dalam sebuah kinerja kerja organisasi. Keterbatasan sumber daya manusia yang tersedia akan memberikan dampak terhadap hasil kinerja kerja. Dinas kebudayaan dan pariwisata Kabupaten Muna memiliki keterbatasan terhadap sumber daya manusia yang dimiliki sehingga
pengembangan
dan
pengelolaan
pariwisata
di
Kabupaten Muna memiliki keterlambatan dibandingkan daerah lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Nursina taeda Ba. selaku Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna, “Saat ini Dinas kebudayaan dan pariwisata di Kabupaten Muna memiliki hambatan terhadap kinerja kerja sumber daya manusia yang tersedia sehingga pengelolaan dan pengawasan terhadap obyek pariwisata di Kabupaten Muna sangat lemah. Sumber daya manusia yang tersedia di Dinas kebudayaan dan pariwisata Kabupaten Muna masih sangat minim dan jauh dari harapan.(Senin tanggal 25 Januari 2016 Pukul 10:00 wita)” Berdasarkan wawancara diatas penulis melihat bahwa sumber daya manusia yang dimiliki oleh dinas kebudayaan dan pariwisata masih sangat minim. Sumber daya manusia yang tersedia
tentunya akan
berpengaruh
terhadap
hasil dari
pengembangan obyek wisata di Kabupaten Muna. Lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh pihak bersangkutan menjadi faktor menghambat.
109
Seperti pula yang diungkapkan oleh Ibu Sarwati selaku Kepala Bidang Perencanaan Dinas kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna, “Pengembangan pariwisata di Kabupaten Muna memang sangat lambat dibanding kabupaten lainnya di indonesia dikarenakan minimnya sumber daya manusia yang kami miliki. Terkadang saja di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata ini saya harus bekerja sendiri karena pegawai yang lain sibuk dengan urusan dan tugasnya masing-masing padahal kan kalau kita semua sama-sama berfikir mengenai pengembangan pariwisata di Kabupaten Muna tentunya akan menghasilkan pemikiran yang berkualitas. (Kamis,tanggal 21 Januari pukul 11:00 wita)” Berdasarkan wawancara diatas penulis melihat bahwa salah satu faktor yang menghambat pengembangan obyek wisata di kabupaten Muna adalah minimnya sumber daya manusia yang tersedia. Sumber daya manusia merupakan hal yang dapat mendukung keberhasilan kinerja kerja pengembangan obyek wisata. Kurangnya kerja sama dari berbagai bidak merupakan bentuk kurangnya partisispasi dari pegawai dinas tersebut. Dari kedua wawancara diatas penulis melihat bahwa sumber daya manusia yang dimiliki oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang dimiliki oleh
Kabupaten Muna
masih sangat lemah.
Banyaknya promosi yang dilakukan tidak memberikan hasil yang baik apabila tidak didukung oleh kinerja kerja sumber daya manusia yang maksimal.
110
3. Keamanan Kawasan Pariwisata Keamanan kawasan wisata di Kabupaten Muna merupakan kendala atau faktor yang memperhambat dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Muna Keamanan ini termaksud keamanan dalam pemanfaatan obyek wisata. Keamanan dalam pemanfaatan obyek wisata, dapat berupa belum adanya tandatanda larangan pada kawasan-kawasan wisata alam, begitupun juga minimnya petugas keamanan pada destinasi wisata. Sehingga keamanan hanya bergantung dari kewaspadaan para wisatawan, sementara tidak sedikit wisatawan yang belum mengenal destinasi yang dikunjungi. Hal ini berdasarkan tabel 4.11 yaitu olah data yang dilakukan pada penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPARDA) oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna. Tabel 4.11 Kondisi Internal Pengembangan Pariwisata di kabupaten Muna
NO 1 2 3
4
5
Faktor Keamanan di daerah wisata khususnya dan Kabupaten Muna umumnya Akses jalanan wisatawan yang memadahi Sarana dan prasarana wisata yang memadahi (termaksud tempat ibadah dan sanitasi/kebersihan) Ketersediaan sarana pemasaran dan promosi yang dapat di akses wisatawan domestik dan internasional Ketersediaan pendanaan pemerintah dalam program pariwisata di Kabupaten Muna
Sumber : RIPPARDA Kabupaten Muna tahun 2015
Rerata Keterangan Penilaian 5,94 Kelemahan 5,13
Kelemahan
4,31
Kelemahan
3,71
Kelemahan
4,89
Kelemahan
111
Dari tabel diatas penulis melihat bahwa faktor yang melemahkan pengembangan pariwisata di Kabupaten Muna selama ini adalah keamanan kawasan wisata di Kabupaten Muna dengan memperoleh nilai 5,94 mendekati sedikit baik. Nilai skor yang tidak mencapai 6 menunjukkan bahwa faktor keamanan masih merupakan kendala atau kelemahan dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Muna. Keamanan ini termaksud keamanan dalam pemanfaatan obyek wisata. Keamanan dalam pemanfaatan obyek wisata, dapat berupa belum adanya tanda-tanda larangan pada kawasan-kawasan wisata alam begitupun juga minimnya petugas keamanan pada destinasi wisata. Seperti pula yang diungkapkan oleh Ibu Rasma selaku pengunjung obyek wisata pantai maleura, “ obyek wisata pantai maleura memang belum dilengkapi dengan papan tanda larangan ataupun penjaga pantai jadi kadang kita sendiri yang harus lebih hati-hati atau mengawasi anak ataupun keluarga di lokasi obyek wisata. begitupun dengan akses jalan menuju lokasi pantai maleura, papan penunjuk jalan ataupun tanda lalu lintas masih sangat minim sehinggah harus lebih hati-hati. (minggu, tanggal 24 Januari pukul 11:00 wita)” Berdasarkan wawancara diatas penulis melihat bahwa salah satu faktor yang menghambat pengembangan obyek wisata di kabupaten Muna adalah tingkat keamanan kawasan wisata yang masih sangat minim. Tidak tersedianya tanda larangan dan penjaga
112
di kawasan obyek wisata memberikan yang yang tidak aman bagi pengunjung. Berdasarkan tabel dan wawancara diatas penulis melihat bahwa tingkat keamanan kawasan wisata yang masih minim memberikan dampak yang tidak nyaman bagi pengunjung kawasan obyek wisata. Keamanan di sekitar kawasan obyek wisata hanya bergantung pada sikap hati-hati pengunjung itu sendiri.
4. Sarana dan Prasarana Sarana dan Prasaran pariwisata merupakan faktor yang menghambat pengembangan pariwisata di Kabupaten Muna yang di tunjukkan dengan nilai 4,31 (pada Tabel 4.11). Faktor ini merupakan faktor kedua yang paling melemahkan pariwisata di kabupaten Muna setelah persoalan promosi. Sarana prasarana pariwisata akomodasi dan rumah makan masih minim. Hampir seluruh hotel terletak di Ibu Kota Kabupaten yaitu Kota Raha (pada Tabel 4.12), sementara beberapa destinasi wisata (seperti destinasi yang ada di kecamatan Batukara, Pasir Putih dan Kabawo) memiliki jarak yang cukup jauh dari Kota Raha.
113
Tabel 4.12 Nama, Lokasi, dan Tarif Hotel/Losmen di kabupaten Muna
NO Nama Hotel
Lokasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Raha Raha Raha Raha Raha Raha Raha Raha Raha Raha Raha Raha Raha Wakuru Raha Raha Raha Raha Raha
Hotel Rosydiyah Losmen Tani Hotel Jeneberang Hotel Alia Hotel Garuda Hotel Raudha Hotel Berlian Hotel Tiga Dara Hotel Andalas Hotel Rambutan Hotel Permatasari Hotel Muna Indah Hotel Ilham Hotel Ilham Syukur Hotel Napabale Hotel Radia Hotel Astika Hotel Somboya Hotel Ungu
Tarif Terendah 75000 60000 100000 150000 150000 110000 250000 150000 120000 100000 100000 60000 110000 50000 80000 150000 200000 100000 100000
Tarif Tertinggi 150000 100000 140000 300000 170000 200000 500000 200000 200000 150000 175000 80000 220000 100000 150000 375000 300000 150000 150000
Sumber BPS 2014
Dari tabel diatas penulis melihat bahwa hampir semua hotel yang tersedia di Kabupaten Muna terletak di Kota Raha. Hotelhotel yang terletak di Kota Raha yaitu Hotel Rosydiyah, Losmen Tani, Hotel Jeneberang, Hotel Alia, Hotel Garuda, Hotel Raudha, Hotel Berlian, Hotel Tiga Dara, Hotel Andalas, Hotel Rambutan, Hotel Permatasari, Hotel Muna Indah, Hotel Ilham, Hotel Napabale, Hotel Radia, Hotel Astika, Hotel Somboya, Hotel Ungu. Hanya hotel ilham syukur yang terletak di Kecamatan Tongkuno (Wakuru). Apabila dilihat berdasarkan lokasi obyek wisata di kabupaten Muna yang tersebar di Kecamatan Lohia,
114
Kecamata Batukara, Kecamatan Towea dan Kecematan Pasir Putih memiliki jarak yang cukup jauh. Minimnya penginapan yang tersedia di sekitaran lokasi obyek wisata tentunya menjadi faktor penghambat bagi pengembangan obyek wisata dan tentunya akan mempengaruhi pendapatan yang dihasilkan oleh kabupaten Muna. Fasilitas wisata di Kabupaten Muna belum menunjukkan kondisi yang memadai bahkan mendekati kurang baik yang diindikasi dengan nilai rata-rata di 2,375 untuk jarak tempuh dan 2,25 untuk kebersihan dan ketersediaan fasilitas seperti yang di tunjukkan pada Tabel 4.13 berikut : Tabel 4.13 Kondisi fasilitas Destinasi Wisata Alam dan Sejarah
NO
Nama Daya tarik Wisata
1 2 3 4 5
Pantai Walengkabola 3 2 3 Sejarah Liang Kabori 2 2 2 Pantai Towea 3 3 2 Pantai Napabale 3 3 3 Sejarah Liang 2 2 3 Metanduno Sejarah Liang Sugi 2 2 2 Patani Batu Berbunga 2 2 2 Air Terjun Kalima-lima 2 2 1 Rata-rata 2,375 2,25 2,25 Keterangan ; 4 = sangat baik, 3 = baik, 2 = Kurang Baik, 1 = Tidak Baik Sumber : RIPARDA Sultra 2014
6 7 8
Jarak Tempuh
Kebersihan
Ketersediaan Fasilitas
Rata-Rata Individual
Berdasarkan tabel diatas penulis melihat bahwa rata-rata kondisi fasilitas yang tersedia di obyek wisata yang tersebar di Kabupaten Muna masih sangat minim yaitu berkisaran 2,29
2,67 2,00 2,67 3,00 2,33 2,00 2,00 1,67 2,29
115
(kurang baik). Kondisi fasilitas destinasi wisata di Kabupaten Muna misalnya pada obyek wisata pantai walengkabola yaitu 2,67 (kurang baik), Sejarah liang kabori yaitu 2,00 (kurang baik), Pantai Towea yaitu 2,67 (kurang baik), Sejarah Liang Metanduno yaitu 2,33 (kurang baik), Sejarah Liang Sugi patani yaitu 2,00 (kurang baik), Batu berbunga yaitu 2,00(kurang baik), Air Terjun Kalima-lima merupakan destinasi wisata dengan bobot nilai yang paling rendah yaitu 1,67 (tidak baik) sedangkan dengan bobot tertinggi dimiliki oleh danau napabale yaitu 3,00 (baik). Minimnya kondisi fasilitas yang dimiliki oleh obyek wisata yang ada di Kabupaten Muna tentu akan berpengaruh terhadap minat wisatawan untuk berkunjung. Pemerintah daerah terutama Dinas Kebudayaan dan pariwisata tentunya harus lebih memperhatikan kondisi
fasilitas
obyek
wisata
yang
tersedia.
Kesadaran
masyarakat sekitar obyek wisata harus lebih meningkat agar tetap menjaga kestabilan dari fasilitas yang tersedia. Kondisi infrakstruktur lain di Kabupaten Muna seperti yang ditampilkan pada Tabel
4.14
yang menunjukkan bahwa
infrastruktur jalan raya dan terminal dalam kondisi kurang baik, sementara air, listrik dan Pelabuhan dalam kondisi baik. Kondisi kurang baik juga pada infrastruktur jalan tampak pada data hasil publikasi BPS sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 4.15.
116
Tabel 4.14 Kondisi Beberapa Infrastruktur di Kabupaten Muna
NO 1 2 3 4 5
Infrastruktur Jalan raya Air Kelistrikan Pelabuhan Terminal
Kondisi Kurang Baik Baik Baik Baik Kurang Baik
Sumber : RIPARDA SULTRA 2014
Berdasarkan tabel diatas penulis melihat bahwa kondisi infrastruktur yang tersedia di Kabupaten Muna belum
cukup
memadai. Tabel diatas menunjukkan bahwa infrastruktur air, kelistrikan dan pelabuhan dalam keadaan baik. Sedangkan, infrastruktur jalan raya dan terminal dalam keadaan yang kuran baik. Infrastruktur yang tersedia merupakan hal yang paling penting dalam mendukung pengembangan obyek wisata di Kabupaten Muna. Pada Tabel 4.15 menunjukkan bahwa total jalan di Kabupaten Muna (sebelum pemekaran Muna Barat) memiliki permukaan
beraspal
baru
mencapai
sekitar
50
persen,
sementara lainnya masih berbentuk kerikil dan tanah. Dari total jalan tersebut yang berada pada kondisi baik hanya 26,04 persen atau sebesar 386,17 km, sisanya dalam kondisi rusak, bahkan persentase jalan yang berada dalam kondisi rusak berat sekitar 30 persen, lebih tinggi dibanding panjang jalan dalam kondisi baik.
117
Tabel 4.15 Panjang jalan menurut jenis permukaan dan kondisi jalan tahun 2013
Perincian Propinsi Jenis Permukaan Diaspal 102,90 Kerikil Tanah Jumlah 102,90 Kondisi jalan Baik 63,50 Rusak Ringan 2,8 Rusak Berat 36,60 Jumlah 102,90
Nasional
Kabupaten
Jumlah
55,10 18,00 73,10
631,26 469,72 205,74 1306,72
789,26 487,73 205,74 1482
55,10 0,00 18,00 73,10
267,57 597,80 441,35 1306,72
386,17 600,60 441,35 1482,72
Sumber : BPS 2014
Berdasarkan Tabel diatas penulis melihat bahwa jenis permukaan jalan yang ada diKabupaten Muna 789,26 km dalam keadaan sudah diaspal yaitu meliputi 102,90 km jalan propinsi, 55,10 km jalan nasional dan 631,26 km jalan kabupaten. Kondisi jalan yang masih dalam kondisi krikil dan tanah adalah 693,47 km yaitu meliputi jalan nasional 18 km dan jalan Kabupaten 675,46 km. Kondisi jalan yang ada di Kabupaten Muna yang dalam kondisi baik hanya 386,17 km yaitu meliputi 63,50 km jalan propinsi, 55,10 km jalan nasional dan 267,57 km jalan kabupaten. Sementara 1041,95 km dalam keadaan rusak ringan dan rusak berat. Keadaan jalan yang rusak ringan dan berat meliputi 39,4 km jalan propinsi, 18 km jalan nasional, 1039,15 km jalan Kabupaten. Dari semua jenis jalan yang tersedia kondisi jalan-jalan Kabupaten yang paling banyak mengalami kerusakan.
118
Selain infrastruktur diatas, infrastruktur lainnya sebagai pengembangan pariwisata di Kabupaten Muna yaitu infrastruktur transportasi udara maupun transportasi laut. Kabupaten Muna memiliki beberapa bandara yang terdekat, yaitu bandara Suginamuru Kabupaten Muna Barat yang telah beroperasi sejak tahun 2010 yang melayani penerbangan Raha-Makassar (PP) dengan jadwal penerbangan 2 kali dalam seminggu namun sudah tidak digunakan dalam 2 tahun terakhir ini. Adapun bandara udara lain yang terdekat dengan Kabupaten Muna yang ditampilkan pada tabel 4.16 sebagai berikut : Tabel 4.16 Bandara terdekat di Kabupaten Muna No 1 2 3 4 5 6
Nama Bandara Bandara Sugimuru Bandara Latangi Bandara Beto Ambari Bandara Halu Oleo Bandara Matohara Bandara Dumatubun Langgur
Kabupaten
Provinsi
Kec. Kusambi Kab. Muna Barat
Sulawesi Tenggara Sulawesi Tenggara Sulawesi Tenggara Sulawesi Tenggara Sulawesi Tenggara
Kab. Buton Utara Kota Bau-bau Kab. Konawe Selatan Kabupaten Wakatobi Kabupaten Maluku Tenggara
Maluku
Jarak (km) 27,00 66,94 76,49 82,56 126,96 181,28
Ket : 1 dari Kota Raha , 2-6 dari Bandara Sugimuru Sumber : Departemen Perhubungan RI (www.hubud.dephub.go.id)
Berdasarkan tabel diatas penulis melihat bahwa transportasi udara yang tersedia memiliki jarak yang cukup jauh sehingga menjadi salah satu faktor yang menghambat pengembangan
119
pariwisata di Kabupaten Muna. Transportasi yang tersedia di provinsi Sulawesi Tenggara terdapat 5 yaitu, Bandara Sugimuru di Kabupaten Muna barat, Bandara Latangi di Kabupaten Buton, Bandara Beto Ambari di Kota Bau-bau, Bandara Halu Oleo di Kabupaten
Konawe
Selatan
dan
Bandara
Matohara
di
Kabupaten Wakatobi. Bandara yang terdekat dengan Kabupaten Muna adalah Bandara Sugimuru di Kusambi namun 2 tahun terakhir sudah di digunakan lagi. Adapun data transportasi laut yang ditampilkan pada tabel 4.17 menunjukkan bahwa jumlah kunjungan kapal setiap tahunnya mengalami fluktuasi mencapai sekitar 4000 per tahun, jumlah penumpang yang naik/turun untuk data tahun 2013 mendekati angka 450.000 jiwa. Tabel 4.17 Banyaknya kunjungan kapal dan penumpang di Kabupaten Muna tahun 2009-2013
Tahun
Call Kapal
GRT (gross register ton)
Turun
Naik
2009
4577
709815
126824
79350
2010
3875
1166869
168398
345403
2011
4181
832297
222594
161771
2012
3871
1613394
210955
178147
2013
3932
1699073
243733
205718
Sumber BPS 2014
Penumpang
120
Berdasarkan tabel diatas penulis melihat bahwa pengguna transportasi laut tiap tahunya mengalami peningkatan yang cukup baik. Penumpang yang paling banyak turun berada pada tahun
2013
yaitu
sebesar
243.737
orang
sedangkan,
penumpang yang paling banyak naik berada pada tahun 2010 yaitu sebesar 345.403 orang. Berdasarkan uraian di atas penulis berkesimpulan bahwa status lahan, sumber daya manusia, keamanan dan sarana dan prasarana
merupakan
faktor
penghambat
pengembangan
pariwisata di Kabupaten Muna. Status lahan yang sepenuhnya bukan milik pemerintah daerah menimbulkan berbagai macam sengketa dengan masyarakat sekitar objek wisata menyebabkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata memperoleh pendapatan yang maksimal dari objek wisata yang terkait.
Sumber daya
manusia yang dimiliki oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata masih sangat minim menyebabkan lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh yang pihak bersangkutan. Keamanan kawasan pariwisata yang masih minim dengan petugas keamanan pada destinasi wisata menyebabkan keamaman bergantung dari kewaspadaan para wisatawan. Sarana dan prasarana pariwisata masih minim rumah makan untuk wisatawan, jarak tempuh, kebersihan dan ketersediaan fasilitas serta kondisi jalan dan terminal masih perlu pembenahan lebih lanjut.
121
Tabel 4.18 Faktor yang mempengaruhi pengembangan obyek wisata NO
Faktor
Keterangan
1
Daya tarik obyek wisata
Mendukung
2
Partisipasi masyarkat lokal
Mendukung
3
Status lahan
Menghambat
4
Sumber daya manusia
Menghambat
5
Keamanan kawasan wisata
Menghambat
6
Sarana dan prasaran
Menghambat
Berdasarkan tabel diatas penulis melihat bahwah faktorfaktor yang mempengaruhi pengembangan obyek wisata di Kabupaten Muna lebih di dominasi oleh faktor penghambat. Faktor pendukung terhadap pengembangan obyek wisata di Kabupaten Muna meliputi daya tarik obyek wisata yang memiliki panorama yang indah dan keaslian alam yang masih terjaga serta partisipasi masyarakat lokal yang berperan aktiv ikut membantu peningkatan ekonomi masyarakat sekitar. Faktor penghambat meliputi status lahan yang masih bermasalah, sumber daya manusia yang minim, keamanan kawasan wisata yang tidak tersedia, sarana dan prasarana yang masih minim. Faktor yang paling mendukung pengembangan pariwisata di Kabupaten Muna adalah melimpahnya obyek wisata yang tersedia. Obyek wisata yang tersedia di Kabupaten Muna berdasarkan data yang ada di lapangan berjumlah 37 obyek
122
wisata yang terbagi menjadi wisata alam dan wisata budaya. Sedangkang faktor yang paling menghambat pengembangan obyek wisata di Kabupaten Muna adalah status lahan yang masih bermasalah dan minimnya sarana dan prasarana yang tersedia. Status lahan bermasalah di Kabupaten Muna adalah lahan sekitaran
obyek
wisata
yang
masih
milik
pribadi
masyarakat setempat sehingga pemerintah daerah terutama Dinas
Kebudayaan
dan
pariwisata
sangat
minim
dalam
mendapatkan pendapatan. Minimnya sarana dan prasara meliputi prasarana akomodasi (penginapan,perbankan,rumah makan) yang hampir semuanya tersedia di Ibukota kabupaten dan sarana akses jalan serta transportasi yang masih belum memadai memberikan dampak yang cukup besar terhadap hambatan pengembangan obyek wisata di Kabupaten Muna.
123
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Pengelolaan objek wisata di Kabupaten Muna dikelola sesuai kebijakan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Muna tahun 2011-2015. Pengelolaan pariwisata dilaksanakan melalui 3 program yakni program
pengembangan
pemasaran
pariwisata,
Program
pengembangan destinasi pariwisata dan Program pengembangan sumber daya kebudayaan dan pariwisata. Dari pengelolaan pariwisata, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna mengalami peningkatan Pendapatan Asli Daerah pada 2 (dua) tahun terakhir ini. Pada tahun 2013 mencapai Rp. 7.700.000,- dan pada tahun 2014 Rp. 25.000.000.
2. Pengembangan pariwisata di Kabupaten Muna tidak lepas dari faktor pendukung dan penghambat. Faktor pendukung terhadap pengembangan obyek wisata di Kabupaten Muna meliputi daya tarik obyek wisata yang memiliki panorama indah alam yang masih
terjaga
serta
partisipasi
masyarakat
lokal.
Faktor
penghambat meliputi status lahan yang masih bermasalah, sumber daya manusia yang minim, keamanan kawasan wisata yang tidak tersedia, sarana dan prasarana yang masih minim.
124
5.2 Saran Adapun saran dari penulis yang bisa diberikan adalah sebagai berikut : 1. Pengembangan pariwisata di Kabupaten Muna sebaiknya lebih diperluas lagi mengingat bahwa kabupaten Muna memiliki kawasan wisata yang sangat melimpah untuk dikelola agar bisa di kenal khususnya di Sulawesi Tenggara dan pada umumnya di Indonesia
hingga
Dunia.
Sistem pengawasan
oleh
Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata terhadap pengelolaan obyek wisata lebih tingkatkan lagi mengingat lemahnya pengawasan yang diterapkan selama ini. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata seharusnya mampu membuat program kerja yang lebih efektiv untuk meningkatkan sumbangsinya terhadap PAD Kabupaten Muna. 2. Penyelesaian permasalahan mengenai pembebasan status lahan yang bermasalah di setiap kawasan obyek wisata di Kabupaten Muna. Harus ada perbaikan terhadap sarana dan prasarana terutama bidang trasnportasi udara khususnya di Kabupaten Muna agar wisatawan lebih mudah menjangkau. Sarana dan prasaranan lainnya adalah penginapan yang hampir semuanya terletak di ibu kota kabupaten Raha seharusnya dapat disebarkan ke beberapa lokasi yang terdapat obyek wisata lainnya. Keamanan di setiap kawasan obyek wisata harus lebih diperhatikan karena mengenai keselamatan para pengunjung atau wisatawan. Promosi yang
125
dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata harus lebih inovatif dan kreatif menging indahnya panorama obyek wisata yang ada di Kabupaten Muna.
126
Daftar Pustaka Agustino, Leo. 2006. Dasar – Dasar Kebijakan Publik. Bandung:Alfabeta. A. Oka, Yoeti, 1982. Pengantar Ilmu pariwisata, Bandung:Angkasa. Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik edisi kedua, Yogyakarta:Gadjah Mada Uneversity Press. Faried Ali dan Syamsu Alam. 2012. Studi Kebijakan Pemerintah. Refika Aditama:Bandung. I Gde Pitana dan Putu G Gayatri. 2005. Sosiologi Pariwisata, Yogyakarta:Andi. M. Hum, Wardiyatama. 2006. Metode Penelitian Pariwisata, Yogyakarta:Andi. Nick, Devas. 1989. Keuangan Pemerintah Daerah Di Indonesia, Jakarta:UI Press Pitana I Gde, Diarta I Ketut Surya. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata, Edisi pertama. Yogyakarta:Andi. Syamsi, Ibnu. 1994. Dasar-dasar Kebijaksanaan Keuangan Daerah, Jakarta:Bina Aksara Suharto, Edi. 2007. Analisis Kebijakan Publik. Bandung:Alfabeta. Suwantoro. 2007. Pariwisata, Edisi Pertama Kepustakaan Populer. Jakarta:Gramedia. Syafie,Inu Kencana. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung:Mandar Maju. Salah Wahab. 1992. Manajemen Kepariwisataan. Jakarta:Pradyna Paramita. Wahab, Solichin Abdul, M.A. 2012. Analisis Kebijakan. Bandung:PT Bumi aksara. Warpani P. Suwarjoko, Warpani P. Indira. 2007.Pariwisata dalam Tata Ruang Wilayah. Bandung:ITB. Van Meter dan Van Horn dalam Wahab. 2006 Analisis Kebijakan Publik. Arena Kami. Internet Arl, “Muna Barat lepas , Bupati Muna lirik pariwisata genjot PAD, ini pernyataan LM Baharuddin”, Zona Sultra.com, 28 Jan 2015, file:///D:/PROPOSAL/3245-muna-barat-lepas-bupati-muna-lirik-pariwisatagenjot-pad.htm 23 okt 2015, pukul 08:54 wita. Arl, “Pembangunan dan perkembangan pariwisata di Indonesia http://makalah-mantap.blogspot.co.id/2014/05/pembangunan-danperkembangan-pariwisata.html diakses pada 13 November 2015 pukul 10.15 Wita
127
Arl, “I Gusti Bagus Rai Utama, Prinsip – prinsip Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan, https://tourismbali.wordpress.com/2013/03/10/prinsipprinsip-pembangunan-pariwisata-berkelanjutan-2/, (diakses 8 Nov 2015, pukul 14.05 Wita) TabeaTamang,diakseshttp://tabeatamang.wordpress.com/2012/08/24/defi nisi-pariwisata-menurut-beberapa-ahli/ pada 4 novenber 2015 pukul 15:22 Wita Arl,” Faktor pendukung dan penghambat pengembangan pariwisata file:///E:/PROPOSAL/faktor-pendukung-dan-penghambat.html (diakses pada 10 desember 2015 pukul 06:43 WITA) Peraturan Undang-Undang Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pariwisata Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Muna tahun 2011-2015 (tentang urusan pariwisata)
Lampiran 2. Foto-foto Penelitian
Lampiran 1. Surat Bukti Penelitian
Lampiran 3. Dokumen RPJMD 2011-2015 Kabupaten Muna
Urusan Pilihan Pariwisata Program prioritas pembangunan urusan pariwisata diarahkan untuk meningkatkan daya tarik tempat-tempat wisata. Program prioritas pembangunan urusan pariwisata di Kabupaten Muna tahun 2011-2015 yang akan dilaksanakan adalah : 1. Program Pengembangan Pemasaran Pariwisata 2. Program Pengembangan Destinasi Pariwisata 3. Program Pengembangan Sumber Daya Kebudayaan dan Pariwisata