1
TESIS
KINERJA PENYULUH PERTANIAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN SAPI BALI DI KABUPATEN MUNA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
AWAL MAULID SARI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
2
TESIS
KINERJA PENYULUH PERTANIAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN SAPI BALI DI KABUPATEN MUNA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
AWAL MAULID SARI NIM 1191361008
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013 i
3
KINERJA PENYULUH PERTANIAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN SAPI BALI DI KABUPATEN MUNA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Peternakan Program Pascasarjana Universitas Udayana
AWAL MAULID SARI NIM 1191361008
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013 ii
4
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 20 SEPTEMBER 2013
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. I Nyoman Suparta, M.S., M.M NIP. 19530319 198003 1 002
Ir. Ni Ketut Nuraini, M.Agr.Sc NIP. 19490517 197602 2 001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Ilmu Peternakan Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. Ir. G. A. M. Kristina Dewi, M.S NIP. 19590813 198503 2 001
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP. 19590215 198510 2 001
iii
5
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 31 Juli 2013 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, Nomor: 1361/UN14.4/HK/2013
Ketua: Prof. Dr. Ir. I Nyoman Suparta, M.S., M.M Anggota: 1. Ir. Ni Ketut Nuraini, M.Agr.Sc 2. Prof. Dr. Ir. Sentana Putra, M.S 3. Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika, M.S 4. Prof. Ir. I Gusti Agung Ayu Ambarawati, M.Ec. Ph.D
iv
6
Surat Pernyataan Bebas Plagiat
NAMA
: AWAL MAULID SARI
NIM
: 1191361008
PROGRAM STUDI
: Ilmu Peternakan
JUDUL TESIS/DESERTASI : Kinerja Penyuluh Pertanian Dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Bali di Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis/Desertasi * ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 20 September 2013
AWAL MAULID SARI Ket : *) Coret yang tidak perlu
v
7
UCAPAN TERIMA KASIH
Rasa syukur tanpa batas penulis panjatkan atas kekuasaan dan keridhaan Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penelitian dan penulisan tesis yang berjudul Kinerja Penyuluh Pertanian
dalam
Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Bali di Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara dapat diselesaikan. Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, memiliki banyak kekurangan, namun hal tersebut sangatlah wajar karena terkait dengan proses dalam menuntut ilmu. Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak akan selesai, tanpa bantuan dari berbagai pihak. Karena itu, sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada yang terhormat: 1) Prof. Dr. Ir. I Nyoman Suparta, M.S., M.M., selaku pembimbing I yang penuh perhatian telah memberikan bimbingan serta dorongan dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. Kepada Ir. Ni Ketut Nuraini, M.Agr.Sc., selaku pembimbing II yang juga telah memberikan bimbingan kepada penulis selama ini. 2) Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika, M.S., Prof. Dr. Sentana Putra, M.S., dan Prof. Ir. I Gusti Agung Ayu Ambarawati, M.Ec. Ph.D., sebagai tim penguji juga banyak memberikan bantuan baik berupa komentar, kritik maupun saran atas bagian-bagian tertentu atau keseluruhan naskah tesis ini.
vi
8
3) Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD., sebagai rektor Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Magister di Universitas Udayana. 4) Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K)., sebagai Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. 5) Ketua Program Studi Magister Ilmu Peternakan Universitas Udayana, Prof. Dr. Ir. G. A. M. Kristina Dewi, M.S., serta seluruh staf pengajar Program Magister Ilmu Peternakan, yang telah banyak mentransformasikan ilmu pengetahuan dan membantu penulis dalam melaksanakan studi selama ini. 6) Staf administrasi Program Magister Ilmu Peternakan Universitas Udayana, yang selama ini telah banyak memberikan kemudahan kepada penulis dalam hal administrasi perkuliahan. 7) Semua rekan-rekan Program Magister Ilmu Peternakan Universitas Udayana, khususnya angkatan 2011 yaitu Rambu, Yanuar, Indra, Rama Bargawa, Tutik, Yogi, dan I Gusti Suartika. 8) Sahabat seperjuanganku Rambu Eryani Diki Dongga telah bersama-sama suka maupun duka. Juga ucapan terima kasih banyak kepada para responden yang telah mau meluangkan waktunya dan memberikan informasi. 9) Semua pihak keluarga dan juga pihak lain yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan studi dan penulisan tesis ini, yang namanya saya tidak bisa sebut satu demi satu. Paling teristimewa kepada ibuku, penulis vii
9
mengucapkan terima kasih banyak atas semua motivasi, dan do’anya untuk kesuksesan penulis dari sejak kecil hingga saat ini. Semoga setiap derap langkah kaki, ayunan tangan beliau selalu mendapat imbalan kebaikan dari Allah SWT, amin. 10) Rektor Universitas Haluoleo di Sulawesi Tenggara Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Rianse, M,S., dan Pembantu Dekan I Syam Rahadi, S.Pt, M.P., yang telah memberikan kesempatan dan membukakan jalan penulis sehingga dapat melanjutkan studi di Program Studi Magister Ilmu Peternakan Universitas Udayana. 11) Keluarga besar Syahrun, S.Pd, M.Si yang telah memberikan nasehat, dukungan, bantuan, serta doanya kepada penulis, dan kepada orang yang saya tuakan La Batia, S.Pd., M.Hum., Abdul Alim S.Pd, M.Si., Hamirudi Udu, S.Pd, M.Hum., Jafar Karim, S.Pd serta Kakanda saya Hardin, S.Pd., M.Si., Briptu Ismail Story, Ali Azhar, S.Pd, M.Si dan istri, Mustaman, S.Pd, M.Si., juga penulis ucapkan terima kasih banyak atas segala do’a dan bantuannya demi tercapainya studi penulis. 12) Untuk ketiga saudara saya, Darwan Sari, S.Pd, M.Si., Siti Kadri Yanti Sari, S.Sos., Putri Suswani Sari, serta sahabat saya Mustakim, S.Pt., Surahmanto, S.Pt., M.Si., La Ode Muhamad Ichsan, S.Pt., Irshan Basri, S.Pd., dan Sarifudin Detikoa, S.Pd., penulis ucapkan terima kasih banyak atas dukungannya semoga mereka juga lebih termotivasi untuk melanjutkan studi. Semoga semua amal kebaikan mereka mendapatkan balasan kebaikan pula dari Allah SWT, amin. viii
10
Walaupun dalam penulisan tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak berupa pemikiran melalui komentar, kritik maupun saran, tanggung jawab terakhir tetap berada kepada penulis sendiri. Banyak atau sedikitnya kekurangan dan kesalahan dalam tesis ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri dan mohon ampunan atas segala kesalahan. Kepada-Nya jugalah penulis menyerahkan semua amal kebaikan pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya pada kita semua, amin. Denpasar, 20 September 2013
Penulis,
ix
11
ABSTRAK KINERJA PENYULUH PERTANIAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN SAPI BALI DI KABUPATEN MUNA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Usaha peternakan sapi bali di Kabupaten Muna masih menghadapi berbagai permasalahan. Salah satu diantaranya adalah masih memelihara sapi bali secara tradisional. Menyadari berbagai permasalahan yang dihadapi oleh sektor peternakan sapi bali di daerah ini maka kinerja penyuluh pertanian perlu lebih ditingkatkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja penyuluh pertanian, keberhasilan peternak, menganalisis hubungan antara kinerja penyuluh pertanian dengan keberhasilan peternak dan hubungan pengetahuan, keterampilan, motivasi, sikap, jarak tempat tinggal, fasilitas penyuluh pertanian dengan kinerja penyuluh pertanian. Penentuan responden peternak dilakukan secara classified random sampling dengan tehnik proposional yaitu sebanyak 10% dari populasi setiap kecamatan, sedangkan responden penyuluh pertanian diambil semuanya (sensus). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja penyuluh pertanian termasuk dalam kategori baik (69,13%), keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali termasuk kategori kurang berhasil (53,02%), terdapat hubungan yang tidak nyata antara kinerja penyuluh pertanian dengan keberhasilan peternak, sedangkan pengetahuan, motivasi, keterampilan, sikap dan jarak tempat tinggal berhubungan positif nyata dengan kinerja penyuluh pertanian. Kesimpulannya adalah kinerja penyuluh pertanian termasuk dalam kategori baik, keberhasilan peternak termasuk kategori kurang berhasil, kinerja penyuluh pertanian berhubungan tidak nyata dengan keberhasilan peternak, sedangkan pengetahuan, keterampilan, motivasi, sikap, dan jarak tempat tinggal penyuluh pertanian berhubungan positif nyata dengan kinerja penyuluh pertanian. Kata Kunci: Kinerja Penyuluh Pertanian, Keberhasilan Peternak
x
12
ABSTRACT THE PERFORMANCE OF AGRICULTURAL EXTENSION IN DEVELOPING BALI CATTLE BUSINESS IN MUNA REGENCY OF SOUTHEAST SULAWESI TENGGARA
Bali cattle business in Muna regency is still facing several problems. One of them is maintaining for Bali cattle traditionally. Aware to the problem faced by bali cattle farming sector in this area, so that the performance of agricultural extension should be improved. This study aims able to know performance of agricultural extension success of farmer, analyzing of relationship between performance of agricultural with success of farmer and relation of knowledge, skill, motivation, act, range of place of living, facility of agricultural extension toward performance of agricultural extension. Those respondents in this study determined by classified random sampling by proportional technique namely 10 % performance of agricultural extension taken by census. Based on result the agricultural extension categorize as good (69,13%), whereas the successful of farmer in term of bali cattle production categorized as less success (53,02), There is unreal relationship between the performance of agricultural extension and success of farmer, whereas knowledge, skill, motivation, act, range of place of living relate real positive toward the performance of agricultural extension. Conclusions of this study are Performance of agricultural extension workers in this area is included in good category, and success of farmer categorize as less success. Performance of agricultural extension relates unreal positive success of farmer. Whereas knowledge, skill, motivation, act, range of place of living relate real positive toward the performance of agricultural extension Keywords: Agricultural Extension Performance, Successful Breeder
xi
13
RINGKASAN
Usaha peternakan sapi bali di Kabupaten Muna masih menghadapi beberapa permasalahan. Bentuk permasalahan, diantaranya: (a) sistem pemeliharaan sapi bali kebanyakan masih secara tradisional; (b) peternak sapi bali kebanyakan tidak melakukan sistem seleksi yang benar dalam pemeliharaan sapinya; (c) kurangnya pemanfaatan lahan untuk ditanamai hijauan makanan ternak, sehingga terkendala dalam penyediaan pakan; (d) lokasi budidaya yang terpencil dengan skala pemilikan ternak yang tergolong rendah; dan (e) peternak belum menguasai cara-cara pemasaran yang baik. Belum berhasilnya pembangunan di sub sektor peternakan, selain dipengaruhi oleh permasalahan tersebut, mungkin juga diakibatkan oleh kinerja penyuluh pertanian yang masih tergolong rendah. Dalam kinerja penyuluh pertanian dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu kinerja berdasarkan sifat personalitas dan berdasarkan hasil. Dalam meningkatkan keberhasilan sub sektor peternakan di daerah ini diperlukan penyuluh pertanian yang memiliki pengetahuan, keterampilan, motivasi, dan sikap yang mendukung, sehingga penyuluh pertanian dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dengan baik. Selain faktor-faktor tersebut, ada faktor lain yang juga mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian yaitu fasilitas dan jarak tempat tinggal. Penyuluh pertanian yang memiliki fasilitas seperti komputer, OHP, slide projector dapat berfungsi untuk memperlancar atau mempermudah pelaksanaan penyuluhan pengembangan usaha peternakan sapi bali. Untuk penyuluh pertanian yang memiliki jarak tempat tinggal yang dekat akan mampu melaksanakan komunikasi dan kunjungan kepada peternak sapi bali dengan lebih baik daripada yang betempat tinggal jauh dari pemukiman peternak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali, untuk mengetahui keberhasilan peternak dalam mengembangkan usaha peternakan sapi bali, untuk menganalisis hubungan antara kinerja penyuluh pertanian dengan keberhasilan peternak dalam mengembangkan usaha peternakan sapi bali, dan untuk menganalisis hubungan masing-masing faktor: pengetahuan, keterampilan, motivasi, sikap, jarak tempat tinggal, dan fasilitas dengan kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali di Kabupaten Muna. Populasi penelitian ini adalah semua penyuluh pertanian dan peternak-peternak yang ada di 15 Kecamatan yakni Kecamatan Watopute, Kontunaga, Kusambi, Napano Kusambi, Barangka, Sawerigadi, Lawa, Wadaga, Kabangka, Kabawo, Parigi, Tiworo Tengah, Tiworo Kepulauan, Tiworo Selatan dan Tiworo Utara. Penentuan responden dalam penelitian ini dilakukan secara classified random sampling dari semua peternak di daerah penelitian yang banyak memiliki populasi sapi bali di Kabupaten Muna. Responden untuk penyuluh pertanian ditentukan dengan cara mengambil penyuluh pertanian yang ada di limabelas kecamatan di lokasi penelitian, dengan menerapkan metode sensus. Responden untuk peternak yang dipakai dalam penelitian ini ditentukan secara proporsional xii
14
yaitu diambil 10% dari setiap kecamatan yang diteliti. Jumlah sampel ditentukan berdasarkan rumus Slovin. Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah kinerja, pengetahuan, keterampilan, sikap, motivasi, jarak tempat tinggal, fasilitas penyuluh pertanian, dan keberhasilan peternak. Data mengenai variabel kinerja penyuluh pertanian, pengetahuan, keterampilan, motivasi, jarak tempat tinggal, fasilitas dan keberhasilan peternak diukur dengan skala jenjang lima (1,2,3,4,5). Skala ini menggunakan lima kategori jawaban dari setiap pertanyaan yang disusun. Setiap jawaban diberi skor secara konsisten. Sikap penyuluh mengenai pengembangan usaha sapi bali diukur dengan menerapkan “Skala Likert”, dengan membentuk lima kategori jawaban dari pertanyaan yang diajukan. Skor dinyatakan dalam bilangan bulat (1,2,3,4,5). Untuk pertanyaan positif respon sangat setuju diberikan skor 5, sebaliknya sangat tidak setuju diberikan skor 1, sedangkan untuk pertanyaan negatif respon sangat tidak setuju diberi skor 5, sebaliknya sangat setuju diberi skor 1. Hal ini sesuai dengan metode Singarimbun dan Effendi (1989). Hubungan antara kinerja penyuluh pertanian dengan kondisi usaha peternakan sapi bali dan hubungan antara pengetahuan, keterampilan, motivasi, sikap, jarak tempat tinggal, dan fasilitas dengan kinerja penyuluh pertanian masing-masing diuji dengan menggunakan uji koefisien korelasi jenjang Spearman. Korelasi jenjang Spearman biasa juga disebut korelasi berjenjang (rs) kegunaannya adalah untuk mengukur tingkat keeratan hubungan antara dua variabel atau variabel bebas dengan variabel terikat yang berskala ordinal. Secara keseluruhan sebagian besar 8 orang (53,33%) penyuluhan pertanian memiliki kinerja termasuk kategori baik dan sisanya sebanyak 7 orang (46,67%) memiliki kinerja sedang. Rataan pencapaian skor kinerja penyuluh pertanian yaitu 69,13 atau 69,13% dari skor maksimal ideal 100 (kinerja termasuk dalam kategori baik). Hal ini menunjukkan bahwa penyuluh dengan kinerja yang baik diharapkan akan dapat meningkatkan keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali. Faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali seperti pengetahuan, keterampilan, motivasi, sikap, jarak tempat tinggal, fasilitas penyuluh pertanian. Selajutnya kinerja penyuluh pertanian berhubungan dengan keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali. Hasil analisis data dengan Uji Koefisien Korelasi Jenjang Spearman menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan positif nyata (p<0,10) yaitu masing-masing antara pengetahuan, motivasi, dan jarak tempat tinggal dengan kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali. Keterampilan dan sikap masing-masing faktor berhubungan positif nyata (p<0,05) dengan kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali. Sedangkan fasilitas berhubungan tidak nyata (p>0,10) dengan kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali. Sifat personalitas dan hasil ternyata berhubungan tidak nyata (p>0,10) dengan keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dan simpulan, maka dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut: Mengingat kinerja penyuluh pertanian sangat penting dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali, maka diperlukan xiii
15
sifat bertanggungjawab, inovatif, dan keteladanan yang tinggi. Selain itu diperlukan juga teknik penyuluhan yang lebih baik juga sehingga dapat meningkatkan keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali. Perlu penelitian lanjutan mengenai Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Bali di Kabupaten Muna dari aspek sinergitas peran penyuluh pertanian, peternak dan pemerintah.
xiv
16
DAFTAR ISI
Halaman SAMPUL DALAM ................................................................................. PRASYARAT GELAR .......................................................................... LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...................................................... SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ...................................... UCAPAN TERIMAKASIH .................................................................. ABSTRAK .............................................................................................. ABSTRACT ............................................................................................ RINGKASAN ......................................................................................... DAFTAR ISI .......................................................................................... DAFTAR TABEL ................................................................................... DAFTAR GAMBAR .............................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
i ii iii iv v vi x xi xii xv xviii xxi xxii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................
1 3 3 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kinerja ................................................................... 2.2 Kinerja Penyuluh Pertanian ..................................................... 2.3 Manajemen Kinerja .................................................................. 2.4 Penilaian Kinerja ...................................................................... 2.5 Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja .................................... 2.5.1 Tujuan penilaian kinerja ................................................. 2.5.2 Manfaat penilaian kinerja ............................................... 2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh Penyuluhan Pertanian............................................................... 2.7 Penyuluhan Pertanian............................................................... 2.8 Program Penyuluhan ................................................................ 2.9 Tugas Pokok Penyuluh Pertanian ............................................ 2.10 Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Bali .......................... 2.11 Keberhasilan Usaha Peternakan Sapi Bali ............................. BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP 3.1 Kerangka Berpikir dan Konsep ................................................ 3.2 Hipotesis ..................................................................................
xv
5 9 11 13 16 16 17 18 32 34 36 37 42 43 44
17
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian ............................................................... 4.2 Lokasi Penelitian ...................................................................... 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ............................................... 4.3.1 Populasi penelitian .......................................................... 4.3.2 Sampel penelitian ............................................................ 4.4 Pengumpulan Data ................................................................... 4.4.1 Jenis dan sumber data .................................................... 4.4.2 Tehnik pengumpulan data ............................................... 4.5 Instrumen Penelitian ................................................................ 4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ................................................... 4.6.1 Uji validitas ..................................................................... 4.6.2 Uji reliabilitas.................................................................. 4.7 Pengukuran Variabel dan Defenisis Operasional..................... 4.7.1 Pengukuran variabel........................................................ 4.7.2 Defenisi operasional variabel penelitian ........................ 4.7 Analisis Data ............................................................................ BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Daerah Penelitian Kabupaten Muna ........................................ 5.1.1 Letak geografis dan letak astronomis.............................. 5.1.2 Luas wilayah dan batas wilayah...................................... 5.1.3 Iklim dan curah hujan ..................................................... 5.1.4 Penduduk dan tenaga kerja ............................................. 5.1.4.1 Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk ............ 5.1.4.2 Persebaran penduduk .......................................... 5.1.4.3 Jenis kelamin, struktur umur dan rumah tangga ..................................................... 5.1.4.4 Angkatan kerja .................................................... 5.2 Sistem Penyuluhan Pertanian di Kabupaten Muna .................. BAB IV HASIL PENELITIAN 6.1 Karakteristik Penyuluh Pertanian ............................................ 6.1.1 Umur penyuluh pertanian................................................ 6.1.2 Tingkat pendidikan penyuluh pertanian .......................... 6.1.3 Masa kerja penyuluh pertanian ....................................... 6.1.4 Jumlah tanggungan keluarga penyuluh pertanian ........... 6.2 Karakteristik Peternak .............................................................. 6.2.1 Umur peternak ................................................................ 6.2.2 Tingkat pendidikan peternak ........................................... 6.2.3 Jumlah tanggungan keluarga peternak ............................ 6.2.4 Luas lahan garapan peternak ........................................... 6.2.5 Lama beternak ................................................................. 6.2.6 Pemilkan ternak .............................................................. 6.3 Kinerja Penyuluh Pertanian dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengannya ................................................. xvi
45 45 46 46 46 48 48 49 50 50 50 51 52 52 59 61
62 62 62 64 65 65 66 68 70 72
73 73 74 75 76 77 77 78 79 79 80 81 82
18
6.3.1 Kinerja berdasarkan sifat personalitas ............................ 6.3.2 Kinerja berdasarkan hasil ................................................ 6.3.3 Pengetahuan penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali .............................................. 6.3.4 Keterampilan penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali .............................................. 6.3.5 Motivasi penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali .............................................. 6.3.6 Sikap penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali ............................................. 6.3.7 Jarak tempat tinggal penyuluh pertanian ........................ 6.3.8 Fasilitas penyuluh pertanian ........................................... 6.3.9 Keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali ........................................................................... BAB VII PEMBAHASAN 7.1 Kinerja Penyuluh Pertanian dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengannya ................................................. 7.1.1 Kinerja penyuluh pertanian ............................................. 7.1.2 Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja penyuluh pertanian ................................. 7.2 Hubungan antara Sifat Personalitas dan Hasil dengan Keberhasilan Peternak ...........................................................
82 82 84 85 86 87 88 89 90
93 93 99 106
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN 8.1 Simpulan .................................................................................. 8.2 Saran ........................................................................................
111 112
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
113
LAMPIRAN-LAMPIRAN .....................................................................
120
xvii
19
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Populasi Ternak Sapi Bali di Lokasi Penelitian ......................
46
Tabel 4.1 Populasi dan Sampel Peternak di Lokasi Penelitian ...............
48
Tabel 4.2 Konstruk, Variabel, Indikator dan Parameter Kinerja Penyuluh Pertanian ....................................................
52
Tabel 4.3 Kategori Variabel Penelitian ...................................................
59
Tabel 5.1 Luas Wilayah masing-masing Kecamatan di Kabupaten Muna 2011 ........................................................
63
Tabel 5.2 Banyaknya Hari Hujan dan Curah Hujan di Kabupaten Muna 2011 .......................................................
65
Tabel 5.3 Penduduk, Rumah Tangga, Penduduk per Rumah Tangga, dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan 2011 .......................................................
67
Tabel 5.4 Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin 2011 ...............................................
69
Tabel 5.5 Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin 2011 .................................................................
70
Tabel 5.6 Penduduk Berumur 15 Tahun keatas Menurut Jenis Kegiatan ..........................................................
71
Tabel 5.7 Penduduk Berumur 15 Tahun keatas yang Bekerja Menurut Jenis Lapangan Usaha 2011.....................................
71
Tabel 6.1 Distribusi Penyuluh Pertanian Berdasarkan Umur .................
74
Tabel 6.2 Distribusi Penyuluh Pertanian Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...........................................
75
Tabel 6.3 Distribusi Penyuluh Pertanian Berdasarkan Masa Kerja ........
76
Tabel 6.4 Distribusi Penyuluh Pertanian Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga ................................................
77
Tabel 6.5 Distribusi Peternak Berdasarkan Umur .................................
77
xviii
20
Tabel 6.6 Distribusi Peternak Berdasarkan Tingkat Pendidikan ............
78
Tabel 6.7 Distribusi Peternak Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga ................................................
79
Tabel 6.8 Distribusi Peternak Berdasarkan Luas Lahan Garapan ..........
80
Tabel 6.9 Distribusi Peternak Berdasarkan Lama Beternak ...................
81
Tabel 6.10 Distribusi Peternak Berdasarkan Jumlah Pemilikan Ternak......................................................
81
Tabel 6.11 Kinerja Penyuluh Pertanian Berdasarkan Sifat Personalitas dan Hasil...................................................
83
Tabel 6.12 Distribusi Responden Berdasarkan Unsur-unsur Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Bali ..................................................
84
Tabel 6.13 Distribusi Penyuluh Pertanian Berdasarkan Pengetahuan dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Bali .............................................................
85
Tabel 6.14 Distribusi Penyuluh Pertanian Berdasarkan Keterampilan dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Bali .............................................................
86
Tabel 6.15 Distribusi Penyuluh Pertanian Berdasarkan Motivasi dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Bali ............
87
Tabel 6.16 Distribusi Penyuluh Pertanian Berdasarkan Sikap dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Bali ...........
88
Tabel 6.17 Distribusi Penyuluh Pertanian Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal............................................................
89
Tabel 6.18 Distribusi Penyuluh Pertanian Berdasarkan Fasilitas ...........
89
Tabel 6.19 Keberhasilan Peternak dalam Usaha Peternakan Sapi Bali .............................................................
90
Tabel 6.20 Distribusi Responden Berdasarkan Unsur-unsur Keberhasilan dalam Usaha Peternakan Sapi Bali ................
91
Tabel 6.21 Hubungan antara Beberapa Faktor dengan Kinerja xix
21
Penyuluh Pertanian dan Hubungan Kinerja dengan Keberhasilan Peternak dalam Usaha Peternakan Sapi Bali ..
xx
92
22
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Muna .....................................................
xxi
44
23
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Analisis Data dengan Uji Korelasi Jenjang Spearmen Hubungan antara Pengetahuan, Keterampilan, Motivasi, dan Sikap dengan Kinerja serta Hubungan antara Kinerja dengan Keberhasilan ....................................
120
Lampiran 2 Hasil Uji Reliabilitas ..........................................................
127
Lampiran 3 Kuesioner untuk Penyuluh Pertanian tentang Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Pengembangan Usaha Peternakan Usaha Sapi Bali .................................................................. 132 Lampiran 4 Nama-nama Penyuluh dan Peternak di Kabupaten Muna ...
147
Lampiran 5 Peta Provinsi Sulawesi Tenggara dan Peta Kabupaten Muna .........................................................
151
xxii
24
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Usaha peternakan sapi bali merupakan salah satu sektor yang paling penting dalam perekonomian di Kabupaten Muna, karena usaha peternakan sapi bali ini juga merupakan salah satu penyedia utama pendapatan dan lapangan kerja bagi sebagian penduduk Kabupaten Muna ke depan. Usaha peternakan sapi bali diharapkan dapat memperluas kesempatan kerja. Dalam pelaksanaan usaha peternakan sapi bali di daerah ini mengalami berbagai permasalahan, di antaranya: (a) sistem pemeliharaan sapi bali kebanyakan masih secara tradisional; (b) kurangnya pemanfaatan teknologi seperti inseminasi buatan; (c) kurangnya pemanfaatan lahan untuk ditanamai hijauan makanan ternak, sehingga terkendala dalam penyediaan pakan; (d) lokasi budidaya yang terpencil dengan skala pemilikan ternak yang tergolong rendah; dan (e) peternak belum menguasai cara-cara pemasaran yang baik. Belum berhasilnya pembangunan pada sub-sektor peternakan, selain dipengaruhi oleh permasalahan tersebut, diduga diakibatkan oleh kinerja penyuluh pertanian yang masih tergolong rendah. Dalam penelitian kinerja penyuluh pertanian dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu kinerja berdasarkan sifat personalitas dan berdasarkan hasil.
1
225
Dalam upaya meningkatkan keberhasilan sub sektor peternakan di daerah ini diperlukan penyuluh pertanian yang memiliki pengetahuan, keterampilan, motivasi, dan sikap, sehingga penyuluh pertanian dapat melaksanakan tupoksinya dengan baik. Selain faktor-faktor tersebut, ada faktor lain yang juga mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian yaitu fasilitas dan jarak tempat tinggalnya dengan peternak. Penyuluh pertanian yang memiliki fasilitas seperti komputer, OHP, slide projector dapat berfungsi untuk memperlancar atau mempermudah pelaksanaan penyuluhan pengembangan usaha peternakan sapi bali. Untuk penyuluh pertanian yang memiliki jarak tempat tinggal yang dekat akan mampu melaksanakan komunikasi dan kunjungan kepada peternak sapi bali. Tinggi rendahnya kinerja penyuluh pertanian akan berdampak pada keberhasilan peternak dalam mengembangkan usaha peternakan sapi bali. Keberhasilan peternak mencakup: (a) peningkatan pertambahan bobot badan sapi bali; (b) penurunan persentase kematian sapi bali; (c) meningkatkan jumlah kepemilikan skala usaha ternak sapi bali; (d) menerapkan teknologi tepat guna; (e) dapat mengendalikan penyakit pada ternak sapi bali; (f) terampil membuat kandang yang memenuhi persyaratan; (g) mampu mencari modal untuk meningkatkan usahanya; (h) terampil memasarkan ternaknya; (i) dan mampu meningkatkan pendapatannya. Oleh karena itu, maka penelitian tentang “Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Pengembangan Usaha Sapi Bali di Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara” sangat perlu untuk dilaksanakan.
26 3
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali di Kabupaten Muna? 2. Bagaimanakah
keberhasilan
peternak
dalam
mengembangkan
usaha
peternakan sapi bali di Kabupaten Muna? 3. Bagaimanakah
hubungan
antara
kinerja
penyuluh
pertanian
dengan
keberhasilan peternak dalam mengembangkan usaha peternakan sapi bali di Kabupaten Muna? 4. Bagaimanakah hubungan secara parsial antara pengetahuan, keterampilan, motivasi, sikap, jarak tempat tinggal, dan fasilitas dengan kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali di Kabupaten Muna? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali di Kabupaten Muna. 2. Untuk mengetahui keberhasilan peternak dalam mengembangkan usaha peternakan sapi bali di Kabupaten Muna. 3. Untuk menganalisis hubungan antara kinerja penyuluh pertanian dengan keberhasilan peternak dalam mengembangkan usaha peternakan sapi bali di Kabupaten Muna.
427
4. Untuk
menganalisis
hubungan
masing-masing
faktor:
pengetahuan,
keterampilan, motivasi, sikap, jarak tempat tinggal, dan fasilitas dengan kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali di Kabupaten Muna. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi mahasiswa, agar dapat menambah khazanah pengetahuan tentang kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha ternak sapi bali di Kabupaten Muna. 2. Bagi penyuluh, agar dapat melakukan introspeksi dan selanjutnya memberikan masukan dan pertimbangan kepada pemerintah di daerah ini tentang kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha ternak sapi bali di Kabupaten Muna. 3. Bagi peternak, agar dapat menambah pengetahuan tentang pengembangan usaha sapi bali di Kabupaten Muna, sehingga diharapkan akan dapat memotivasi mereka agar lebih giat dan serius dalam mengembangkan usaha ternak sapi bali.
28
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kinerja Kinerja sama artinya dengan performance. Performance ialah hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk berlangsungnya proses pekerjaan. Kinerja adalah hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi (Armstrong dan Baron, 1998). Kinerja ialah cara melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Jadi kinerja ialah hal-hal yang dikerjakan dan cara mengerjakannya. Kinerja (prestasi kerja) ialah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara dan Prabu, 2000). Menurut Sulistiyani (2003) kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dinilai dari hasil kerjanya.” Bernadin dan Russel (dalam Sulistiyani, 2003) menjelaskan bahwa kinerja merupakan dampak yang dihasilkan dari fungsi pegawai tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Gibson et al. (2002) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil yang diinginkan dari perilaku, dan kinerja individu adalah dasar kinerja organisasi.
5
29 6
Gomes (2001) menyatakan bahwa kinerja seseorang dapat diukur dalam hal: (a) Quantity of work, yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan; (b) Quality of work, yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya; (c) Job knowledge, yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya; (d) Creativeness, yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul; (e) Cooperation, yaitu kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain (sesama anggota organisasi); (f) Dependability, yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja; (g) Initiative, yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya; dan (h) Personal qualities, yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah tamahan, dan integritas pribadi. Kinerja dapat diartikan sebagai hasil dari suatu perkerjaan yang dapat dilihat atau yang dapat dirasakan. Kinerja bisa diukur melalui standar kompetensi kerja dan indikator keberhasilan yang dicapai seseorang dalam suatu jabatan/pekerjaan tersebut (Padmowihardjo, 2010). Kinerja seseorang ditentukan oleh kemampuan ketiga aspek perilaku yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Selama antara kinerja yang dimiliki petugas dengan kinerja yang dituntut oleh jabatannya terdapat kesenjangan, petugas tersebut tidak dapat berprestasi dengan baik dalam menyelesaikan tugas pokoknya. Kesenjangan kinerja adalah perbedaan kinerja yang dimiliki petugas saat ini dengan yang diharapkan oleh organisasi atau tuntutan pekerjaan (Hickerson
730
dan Middleton, 1975). Pekerjaan (jobs) tidak lain sebagai rangkaian dari sejumlah tugas spesifik yang dikerjakan petugas, dimana rincian tugas pekerjaan satu dan lainnya sangat luas dan bervariasi. Agar seseorang dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik diperlukan adanya pengetahuan, sikap mental dan keterampilan yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut. Dengan demikian, kinerja (performance) petugas menunjuk kepada tingkat kemampuan seseorang melaksanakan tugas-tugasnya berkaitan dengan perkerjaannya. Seseorang dikatakan memiliki kinerja yang bagus bila berkaitan dan memenuhi standar tertentu (Hickerson dan Middleton, 1975). Arnold dan Feldman (1986) menyatakan sebuah model yang menyebutkan bahwa kinerja dalam suatu organisasi merupakan fungsi dari motivasi, kemampuan, persepsi, ciri-ciri personalitas, sistem organiasasi (struktur organisasi, kepemimpinan, sistem imbalan) dan sumberdaya (fasilitas fisik). Dari model tersebut, faktor motivasi dan kemampuan merupakan faktor penting dalam menentukan kinerja individu dalam organisasi. Dari aspek individu, Hickerson dan Middleton (1975) secara spesifik menjelaskan bahwa ada tiga kondisi yang menyebabkan timbulnya kesenjangan (diskrepansi)
kinerja
petugas,
yakni:
(a)
tidak
mengetahui
bagaimana
mengerjakan keseluruhan atau sebagian dari pekerjaannya; (b) mempunyai tugas baru (new tasks) dalam mengerjakan pekerjaannya yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan sikap baru; dan (c) memperoleh pekerjaan yang sama sekali baru sehingga diperlukan pengetahuan, keterampilan dan sikap baru.
31 8
Ketiga aspek perilaku yang dikembangkan dalam rangka memperbaiki kinerja petugas dapat dilakukan melalui pelatihan, baik pelatihan kognitif, afektif maupun psikomotor. Bila kesenjangan yang berkaitan dengan pekerjaan petugas dalam rangka jabatannya didalam suatu organisasi telah diidentifikasi akan diketahui permasalahan nyata dari kinerja yang selanjutnya dilakukan upaya peningkatan kemampuan berbagai aspek tersebut dalam menunjang pekerjaan petugas (Hickerson dan Middleton, 1975). Simanjuntak (2003) menjelaskan bahwa kinerja individu adalah tingkat pencapaian atau hasil kerja seseorang dari sasaran yang harus dicapai atau tugas yang harus dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu, sedangkan kinerja organisasi adalah tingkat pencapaian sasaran atau tujuan yang harus dicapai oleh organisasi tersebut dalam kurun waktu tertentu. Menurut John Withmore (dalam Wibowo, 2007), “kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan.” Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi. Kinerja dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional. Berdasarkan uraian diatas, maka yang dimaksud dengan kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya selama periode waktu tertentu.
932
2.2 Kinerja Penyuluh Pertanian Disahkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan disatu sisi memberikan kepastian hukum tentang peran penyuluhan diberbagai bidang (pertanian, perikanan dan kehutanan), tetapi disisi lain juga menyisakan permasalahan mendasar seperti penyiapan sumberdaya manusia penyuluh. Sumberdaya manusia yang handal akan mampu meningkatkan kinerja pelayanan kepada masyarakat. Sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yaitu menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam menghadapi persaingan global yang selama ini terabaikan. Dalam kaitan itu ada dua hal yang penting yang menyangkut kondisi sumberdaya manusia pertanian di daerah yang perlu mendapatkan perhatian yaitu sumberdaya petugas dan sumberdaya petani. Kedua sumberdaya tersebut merupakan pelaku dan pelaksana yang mensukseskan program pembangunan pertanian. Penyuluh adalah salah satu unsur penting yang diakui peranannya dalam memajukan pertanian di Indonesia. Penyuluh yang siap dan memiliki kemampuan dengan sendirinya berpengaruh pada kinerjanya (Marius et al., 2006). Kinerja adalah prestasi yang dicapai karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan dalam suatu organisasi. Kinerja seorang penyuluh dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu: (a) bahwa kinerja merupakan fungsi dari karakteristik individu, karakteristik tersebut
33 10
merupakan variabel penting yang mempengaruhi perilaku seseorang termasuk penyuluh pertanian; dan (b) bahwa kinerja penyuluh pertanian merupakan pengaruh dari situasional di antaranya terjadi perbedaan pengelolaan dan penyelenggaraan penyuluhan pertanian di setiap kabupaten yang menyangkut beragamnya aspek kelembagaan, ketenagaan, program penyelenggaraan dan pembiayaan (Jahi dan Leilani, 2006). Menurut Berlo et al. (1960) ada empat kualifikasi yang harus dimiliki setiap penyuluh pertanian untuk meningkatkan kinerjanya, yaitu: (a) kemampuan untuk berkomunikasi yaitu kemampuan dan keterampilan penyuluh untuk berempati dan berinteraksi dengan masyarakat sasarannya; (b) sikap penyuluh antara lain sikap menghayati dan bangga terhadap profesinya, sikap bahwa inovasi yang disampaikan benar-benar merupakan kebutuhan nyata sasarannya, dan sikap menyukai dan mencintai sasarannya dalam artian selalu siap memberi bantuan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan demi adanya perubahan-perubahan pada sasaran; (c) kemampuan pengetahuan penyuluh, yang terdiri dari isi, fungsi, manfaat serta nilai-nilai yang terkandung dalam inovasi yang disampaikan, latar belakang keadaan sasaran; dan (d) karakteristik sosial budaya penyuluh. Departemen Pertanian (2009), merinci standar kinerja seorang penyuluh dapat diukur berdasarkan 9 (sembilan) indikator keberhasilan yakni: (a) tersusunnya programa penyuluhan pertanian; (b) tersusunnya recana kerja tahunan penyuluh pertanian; (c) tersusunnya data peta wilayah untuk pengembangan teknologi spesifik lokasi; (d) terdesiminasinya informasi teknologi pertanian secara merata; (e) tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian pelaku
34 11
utama dan pelaku usaha; (f) terwujudnya kemitraan pelaku utama dan pelaku usaha yang menguntungkan; (g) terwujudnya akses pelaku utama dan pelaku usaha ke lembaga keuangan, informasi, dan sarana produksi; (h) meningkatnya produktivitas agribisnis komoditas unggulan di wilayahnya; dan (i) meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan pelaku utama. Berdasarkan pada berbagai pendapat dan teori tentang kinerja penyuluh tersebut, maka disimpulkan bahwa kinerja penyuluh adalah prestasi kerja yang dicapai seorang penyuluh sesuai dengan tugas pokok dan fungsi penyuluh. 2.3 Manajemen Kinerja Kinerja juga dapat dilihat dari sisi manajemen. Hal ini sesuai dengan pendapat Simanjuntak (2003), bahwa manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja organisasi, termasuk kinerja setiap individu dan kelompok kerja. Kinerja individu dan kinerja kelompok dipengaruhi oleh banyak faktor intern dan ekstern organisasi. Menurut Wibowo (2007), manajemen kinerja adalah manajemen tentang menciptakan hubungan dan memastikan komunikasi yang efektif. Manajemen kinerja memfokuskan pada apa yang diperlukan oleh organisasi, manajer dan pekerja untuk berhasil. Manajemen kinerja adalah bagaimana kinerja dikelola untuk memperoleh sukses. Bacal (2004) memandang manajemen kinerja sebagai proses komunikasi yang dilakukan secara terus-menerus dalam kemitraan antara karyawan dengan atasan langsungnya. Proses komunikasi ini meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan. Proses komunikasi merupakan suatu sistem, memiliki sejumlah bagian yang semuanya
35 12
harus diikutsertakan, apabila manajemen kinerja ini hendak memberikan nilai tambah bagi organisasi, manajer dan karyawan. Armstrong (2004) melihat manajemen kinerja sebagai sarana untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari organisasi, tim dan individu dengan cara memahami dan mengelola kinerja dalam suatu kerangka tujuan, standar dan persyaratan-persyaratan atribut yang disepakati. Armstrong dan Baron (1998) berpandangan bahwa manajemen kinerja adalah pendekatan strategis dan terpadu untuk menyampaikan sukses berkelanjutan pada organisasi dengan memperbaiki kinerja karyawan yang bekerja di dalamnya dan dengan mengembangkan kapabilitas tim dan kontributor individu. Menurut Schwartz (1999), manajemen kinerja ialah gaya manajemen yang berdasarkan komunikasi terbuka antara manajer dan karyawan dalam penetapan tujuan selain itu juga memberikan umpan balik, baik, dari manajer kepada karyawan maupun sebaliknya dari karyawan kepada manajer, maupun penilaian kinerja. Costello (1994) menyatakan bahwa manajemen kinerja merupakan dasar dan kekuatan pendorong yang berada dibelakang semua keputusan organisasi, usaha kerja dan alokasi sumberdaya. Selanjutnya Costello (1994) menyatakan bahwa
manajemen kinerja
mendukung tujuan menyeluruh organisasi dengan mengaitkan pekerjaan dari setiap pekerja dan manajer pada misi keseluruhan dari unit kerjanya. Seberapa baik kita mengelola kinerja bawahan akan secara langsung mempengaruhi tidak hanya kinerja masing-masing pekerja secara individu dan unit kerjanya, tetapi juga kinerja seluruh organisasi. Pekerja perlu memahami dengan jelas tentang apa
36 13
yang diharapkan dari mereka dan mendapat dukungan yang diperlukan untuk memberikan kontribusi pada organisasi secara efisien dan produktif, maka pemahaman akan tujuan, harga diri dan motivasinya akan meningkat. Manajemen kinerja memerlukan kerjasama, saling pengertian, dan komunikasi secara terbuka antara atasan dan bawahan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja organisasi, termasuk kinerja setiap individu dan kelompok kerja untuk menciptakan hubungan dan memastikan komunikasi yang efektif secara terus-menerus dalam kemitraan antara karyawan dengan atasan langsungnya. 2.4 Penilaian Kinerja Penilaian kinerja sebagai alat evaluasi untuk melihat efektivitas karyawan dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam pencapaian tujuan organisasi di kemukakan oleh Blanchard dan Spencer (1982), bahwa penilaian kinerja ialah proses kegiatan organisasi mengevaluasi seorang karyawan. Muchinsky (1993) mendefinisikan penilaian kinerja adalah suatu peninjauan yang sistematis prestasi kerja individu untuk menetapkan efektivitas kerja. Bittel dan Newsroom (1996) menyatakan bahwa, penilaian kinerja adalah suatu evaluasi formal dan sistematis tentang seberapa baik seseorang melakukan tugasnya dan menjalankan perannya sesuai dengan tujuan organisasi. Menurut Armstrong dan Baron (1998), penilaian kinerja merupakan kegiatan yang difokuskan pada usaha mengungkapkan kekurangan dalam bekerja untuk diperbaiki dan kelebihan bekerja untuk
37 14
dikembangkan, agar setiap karyawan mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas pekerjaannya guna mencapai tujuan organisasi. Pengertian penilaian kinerja yang dikemukakan diatas tidak semata-mata didasarkan pada penilaian buruk tidaknya karyawan melaksanakan tugasnya untuk kemudian diambil tindakan organisasi. Tetapi penilaian kinerja dapat menjadi proses pembelajaran bagi organisasi dan pihak manajemen agar dapat menentukan langkah-langkah strategis untuk mengarahkan aktivitas organisasi, memperbaiki tindakan-tindakan manajemen, dan terus
melaksanakan penilaian untuk
melakukan adaptasi terhadap proses manajemen dan mengarahkannya kepada tujuan penting organisasi. Penilaian kinerja yang didasarkan pada standar atau ukuran tertentu dengan parameter yang dimensinya terlebih dahulu ditetapkan oleh organisasi dan dijadikan acuan oleh organisasi dalam penilaian dan pengukuran kinerja. Penilaian kinerja berdasarkan standar kinerja seperti yang dikutip Sudarmanto (2009) dari Bohlander et al. (2001) mengemukakan bahwa standar kinerja seharusnya didasarkan pada pekerjaan, dikaitkan dengan persyaratan yang dijabarkan dari analisis pekerjaan dan tercermin dalam deskripsi pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan. Menurut Gomes (dalam Sudarmanto, 2009) mengukur kinerja pegawai terkait dengan alat pengukuran kinerja, secara garis besar diklasifikasikan dalam dua, yaitu: (a) tipe penilaian yang dipersyaratkan yaitu dengan penilaian relatif dan penilaian absolut. Penilaian relatif merupakan model penilaian dengan membandingkan kinerja seseorang dengan orang lain dalam jabatan yang sama.
38 15
Model penilaian absolut merupakan penilaian dengan menggunakan standar penilaian kinerja tertentu, dan (b) fokus pengukuran kinerja dengan tiga model, yaitu penilaian kinerja berfokus sifat (trait), berfokus perilaku dan fokus hasil. Terkait penilaian kinerja dengan pendekatan standar penilaian yang di rangkum dari tulisan Dick Grote (dalam Sudarmanto, 2009) bahwa penilaian atau pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan pendekatan, yaitu: (a) pendekatan atau penilaian kinerja berbasis pelaku; (b) pendekatan atau penilaian kinerja berbasis personality trait; (c) pendekatan atau penilaian kinerja berbasis perilaku; dan (d) pendekatan atau penilaian kinerja berbasis hasil. Selanjutnya Parmenter (2010) mengemukakan tipe-tipe ukuran kinerja, yaitu: (a) indikator hasil utama (key result indicators), menggambarkan bagaimana keberhasilan secara perspektif; (b) indikator kinerja (performance indicators), menjelaskan apa yang harus dilakukan; dan (c) indikator kinerja utama (key performance indicators), menjelaskan apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kinerja secara dramatis. Berbagai pengertian penilaian kinerja tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja dalam penelitian ini yaitu diukur berdasarkan penilaian kinerja secara personality trait dan hasil. Penilaian kinerja secara personality trait yaitu mencakup tekun, disiplin, kerja keras, bertanggung jawab, inovatif, kreatif, dan teladan. Penilaian kinerja berdasarkan hasil yaitu mencakup frekuensi penyuluhan, materi penyuluhan, program penyuluhan, kehadiran sasaran, interaksi penyuluh dengan peternak, perubahan perilaku sasaran, perkembangan dan manajemen agribisnis ternak sapi bali.
39 16
2.5 Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja 2.5.1 Tujuan penilaian kinerja Tujuan utama penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personel dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi seperti dinyatakan oleh Mulyadi dan Johny Setiawan (2001). Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam rencana strategik, program, dan anggaran organisasi. Suatu pengukuran kinerja dapat digunakan untuk memotivasi personel dengan memanfaatkan informasi hasil pengukuran kinerja sebagai dasar dari pemberian “reward dan punishment”. Menurut Susilo (2002), penyelenggaraan penilaian kinerja yang efektif adalah kesadaran bahwa keberhasilannya paling tidak dipengaruhi oleh masalah prosedur dan proses maupun jenis, bentuk atau sistem pencatatan standar yang digunakan. Seringkali
perusahaan khususnya manajemen penilai terlalu
menitikberatkan pada bagaimana penilaian yang tepat dan sangat langka yang memperhatikan bagaimana sebenarnya penilaian kinerja dilaksanakan. Tujuan dilakukan penilaian kinerja adalah sebagai berikut: (a) sumber data untuk perencanaan ketenagakerjaan dan kegiatan pengembangan jangka panjang bagi perusahaan atau instansi terkait; (b) nasihat yang perlu disampaikan kepada para tenaga kerja dalam perusahaan atau instansi; (c) alat untuk memberikan umpan balik (feed back) yang mendorong kearah kemajuan dan kemungkinan memperbaiki/meningkatkan kualitas kerja bagi para tenaga kerja; (d) salah satu
40 17
cara untuk menetapkan kinerja yang diharapkan dari seorang pemegang tugas dan pekerjaan; dan (e) landasan/bahan informasi dalam pengambilan keputusan pada bidang ketenagakerjaan, baik promosi, mutasi, maupun kegiatan ketenagakerjaan lainnya. 2.5.2
Manfaat penilaian kinerja Manfaat penilaian kinerja yang baik adalah sebagai berikut: (a) menelusuri
kinerja terhadap harapan pelanggan, sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlihat dalam upaya memberikan kepuasan kepada pelanggan; (b) memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok
internal;
(c)
mengidentifikasi
berbagai
pemborosan
sekaligus
mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste); (d) membantu suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkrit, sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi; dan (e) Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi “reward” atas perilaku yang diharapkan tersebut (Lynch dan Cross dalam Sony Yuwono et al., 2007). Mulyadi (1997) menyatakan manfaat penilaian kinerja manajemen yaitu: (a) mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum; (b) membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti promosi transfer dan pemberhentian; (c) mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan serta untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan; (d)
41 18
menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan menilai kinerja karyawan; dan (e) menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan. 2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian adalah sebagai berikut: 1. Umur Robbins (2003) menyatakan bahwa kinerja akan merosot dengan bertambahnya usia. Pekerja tua dianggap kurang luwes dan menolak teknologi baru, namun begitu pekerja tua punya pengalaman, etos kerja yang kuat dan komitmen terhadap mutu. Umur berbanding terbalik terhadap pengunduran diri, dimana pekerja yang tua lebih kecil kemungkinan untuk berhenti bekerja. Umur juga berpengaruh terhadap produktivitas, dimana makin tua pekerja makin merosot produktivitasnya, karena keterampilan, kecepatan, kecekatan, kekuatan dan koordinasi menurun dengan berjalannya waktu. Berdasarkan kajian diatas berarti dapat dikatakan bahwa semakin tua umur tenaga kerja semakin berkurang kinerjanya. Semakin tua individu semakin kecil kemungkinan baginya untuk berhenti/keluar dari pekerjaaannya. Hal ini tidak mengherankan karena semakin tua seseorang, maka semakin sedikit alternatif kesempatan kerja. Selain itu semakin tua seseorang individu, berarti masa jabatan mereka juga sudah panjang, dimana hal ini cenderung memberikan mereka kompensasi yang relatif baik berupa gaji yang relatif tinggi, paket wisata/cuti yang menarik, maupun paket pensiun yang baik (Suprihanto et al., 2003).
42 19
Banyak orang percaya bahwa produktivitas akan menurun seiring dengan bertambahnya usia karena melemahnya kekuatan yang dimiliki oleh seorang individu. Namun beberapa penelitian telah membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara usia dan kinerja karyawan (Suprihanto et al., 2003). 2. Jenis Kelamin Robbins (2003) menyatakan bahwa wanita lebih mematuhi wewenang sedang pria lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya dalam memiliki pengharapan untuk sukses. Tidak ada perbedaan berarti dalam produktivitas pekerjaan antara pria dan wanita, dan tidak ada bukti yang menunjukkan jenis kelamin karyawan mempengaruhi kepuasan kerja. Gibson et al. (1996), menyatakan bahwa tidak ada data pendukung yang menyatakan bahwa pria atau wanita adalah pekerja yang lebih baik, dalam hal absensi wanita lebih besar, karena wanita mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap keluarganya. Pada masyarakat yang menekankan perbedaan jenis kelamin dan memperlakukan mereka sangat berbeda, ada beberapa perbedaan dalam bidang-bidang tertentu yang dijadikan dasar pandangan seperti agresivitas dan perilaku sosial. 3. Pendidikan Pendidikan merupakan proses pembelajaran melalui proses dan prosedur yang sistematis yang terorganisir baik teknis maupun manajerial yang berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Menurut Suprihanto et al. (2003) pendidikan mempunyai fungsi penggerak sekaligus pemacu terhadap potensi kemampuan sumber daya manusia dalam melakukan prestasi kerjanya, dan nilai
43 20
kompetensi seorang pekerja dapat dipupuk melalui program pendidikan, pengembangan dan pelatihan. Notoatmojo (2003) menyatakan bahwa pendidikan merupakan upaya untuk menjadikan sumber daya manusia yang lebih baik, terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian. Pendidikan berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga yang diperlukan oleh suatu instansi atau organisasi sehingga cara pekerjaannya pada kemampuan psikomotor menjadi baik. Pendidikan merupakan proses pembelajaran proses dan prosedur yang sistematis baik teknis maupun manajerial yang berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Pendidikan dengan berbagai programnya mempunyai peranan penting dalam proses memperoleh dan meningkatkan kualitas kemampuan profesional individu. Melalui pendidikan seseorang dipersiapkan untuk memiliki bekal agar siap tahu, mengenal dan mengembangkan metode berpikir secara sistematik agar dapat memecahkan masalah yang akan dihadapi dalam kehidupan dikemudian hari (Sedarmayanti, 2001). 4. Pengetahuan Pengetahuan menurut Mardikanto (1993) berasal dari kata “tahu” yang diartikan sebagai pemahaman seseorang tentang sesuatu yang nilainya lebih baik dan bermanfaat bagi dirinya. Pengertian tahu dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengidentifikasi setiap ragam stimulus yang berbeda, memahami beragam konsep, pikiran bahkan cara pemecahan terhadap masalah tertentu, sehingga pengertian tahu tidak hanya sekedar mengemukakan/mengucapkan apa yang di
44 21
ketahui, tetapi sebaliknya dapat menggunakan pengetahuan dalam praktek dan tindakannya. Tindakan yang dilakukan berdasarkan pengetahuan akan langsung dirasakan manfaatnya dibandingkan dengan tindakan tanpa didasari pengetahuan. Hal ini sesuai pendapat Ray (1998) bahwa pengetahuan terjadi pada saat atau unit pengambil keputusan lainnya, kontak dengan inovasi dan mendapatkan suatu fungsi inovasi tersebut. Jadi fungsi pengetahuan pada intinya bersifat kognitif atau sekedar mengetahui. Depdikbud Republik Indonesia (2000) menyebutkan bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang adalah hasil belajar baik formal maupun non formal dan terutama hasil interaksi dengan masyarakat. Selajutnya disebutkan bahwa luasnya cakrawala budaya seseorang tidak terlepas dari pengetahuannya dalam hidup bermasyarakat. Akibatnya, pengetahuan seseorang tidaklah berbeda jauh dengan warga lainnya, apabila pengetahuan yang didapatkan semata-mata berasal dari interaksi sosial dengan sesama warga tempat ia hidup. Supriyanto et al. (2003) mendefinisikan pengetahuan sebagai hasil (output) dari ilmu. Pengetahuan adalah segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek tertentu termasuk didalamnya adalah ilmu, seni dan agama. Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung memperkaya kehidupan kita. Menurut Soekanto (1982), pengetahuan adalah kesan dalam pikiran manusia sebagai hasil proses panca indera, yang berbeda dengan kepercayaan, takhyul dan penerangan yang keliru. Selanjutnya disebutkan bahwa pengetahuan
45 22
berbeda dengan buah pikiran, karena tidak semua buah pikiran merupakan pengetahuan. Pengetahuan itu bisa diperoleh dari pengalaman-pengalaman, baik dari pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain. Pengetahuan merupakan aspek perilaku, yang terutama berhubungan dengan kemampuan mengingat materi yang dipelajari dan kemampuan mengembangkan intelegensia. Unsur-unsur perilaku pengetahuan tersebut termasuk dalam golongan aspek perilaku pengetahuan. Menurut Soedijanto (1987) pengetahuan dapat dikatakan sebagai kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat dari suatu yang telah dilakukan atau yang dipelajari Dari pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan hasil pemahaman seseorang terhadap suatu obyek, yang diperoleh baik secara formal maupun non formal melalui pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain, sehingga mereka lebih terbebas dari keterbatasan dan subyektivitasnya. Dengan adanya pemahaman seseorang tentang suatu hal secara obyektif atau seseorang memiliki pengetahuan yang memadai terhadap suatu hal maka diharapkan dapat memberikan peran serta secara lebih optimal dalam kegiatan produksi sehingga dapat meningkatkan produktifitasnya terhadap hal tersebut, guna mewujudkan tujuan bersama. 5. Persepsi Desiderato (dalam Rakhmat, 2004) mendefinisikan persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi. Hubungan sensasi dan stimuli sudah
46 23
jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, espektasi, motivasi dan memori. Suprihanto et al. (2003) mendefinisikan persepsi sebagai proses dimana individu memberi arti terhadap lingkungan. Sesuatu yang sama dilihat dengan cara yang berbeda maka akan dihasilkan arti yang berbeda. Gibson et al. (1996) mendefinisikan bahwa persepsi sebagai proses dari seseorang dalam memahami lingkungannya yang melibatkan pengorganisasian dan penafsiran sebagai rangsangan dalam suatu pengalaman psikologis. Persepsi membantu individu dalam memilih, mengatur, menyimpan dan menginterpretasikan rangsangan menjadi dunia yang utuh dan berarti. Robbins (2003) mendefinisikan persepsi sebagai proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka. Perilaku individu didasarkan pada persepsinya mengenai apa realitas itu, bukan mengenai realitas itu sendiri. 6. Keterampilan Keterampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat saraf dan otot-otot yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah, seperti menulis, mengetik, olahraga dan sebagainya (Muhibbin, 1995). Menurut Reber (dalam Muhibbin, 1995) keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara meluas dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu.
47 24
Ahmadi (1991) berpendapat bahwa keterampilan dapat diperoleh melalui pendidikan formal, non formal, dan informal. Pendidikan formal misalnya sekolah dan pendidikan non formal diperoleh dari luar sekolah. Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang berdasarkan pengalaman hidup sehari-hari secara sadar maupun tidak sadar, sepanjang hidupnya, di dalam lingkungan keluarga, masyarakat atau dalam lingkungan pekerjaan sehari-hari. Keterampilan adalah kemampuan seseorang menerapkan pengetahuan kedalam bentuk tindakan. Menurut Gibson et al. (1996) keterampilan adalah kecakapan yang berhubungan dengan tugas yang dimiliki dan dipergunakan oleh seseorang pada waktu yang tepat. Keterampilan seorang karyawan diperolah melalui pendidikan dan latihan. Ada beberapa manfaat yang diperolah dengan adanya pendidikan dan latihan yaitu: (a) membantu individu untuk dapat membuat keputusan dan pemecahan masalah secara baik; (b) internalisasi dan operasionalisasi motivasi kerja, prestasi, tanggung jawab, dan kemajuan; (c) mempertinggi rasa percaya diri dan pengembangan diri; dan (d) membantu mengurangi rasa takut dalam menghadapi tugas-tugas baru (Justine Sirait, 2006). 7. Motivasi Istilah motivasi berasal dari bahasa latin movere, yang berarti “bergerak.” Menurut Linder (1998), motivasi didefenisikan sebagai proses psikologis yang menentukan kegunaan dan arah perilaku, kecenderungan untuk bertindak dalam mencapai kebutuhan tertentu yang belum terpenuhi, suatu dorongan internal untuk memuaskan kebutuhan yang belum terpenuhi dan kemauan untuk mencapainya. Nelson dan Spitzer (2003) mendefinisikan motivasi sebagai energi internal
48 25
manusia yang mendorong manusia memuaskan kebutuhannya, sedangkan Mwangi dan McCaslin (1994) mengutip tulisan Kreitner dan Lawler III menuliskan motivasi sebagai suatu proses psikologi dalam mencapai tujuan, arah dan intensitas dalam berperilaku merupakan tanggungjawab yang utama bagi hasil kerja yang berbeda dan juga merupakan faktor menentukan yang penting dalam pengukuran kinerja. Johansen dan Page (Crawford, 2005) mendefinisikan motivasi sebagai proses-proses atau faktor-faktor yang menyebabkan orang-orang bertindak atau berperilaku dengan cara-cara tertentu. Proses motivasi meliputi: (a) identifikasi terhadap kebutuhan yang tidak memuaskan; b) pembentukan suatu tujuan yang dapat memuaskan kebutuhan; dan (c) menentukan tindakan yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan. Nawawi (1997) menyatakan motivasi adalah kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan sesuatu kegiatan. Istilah motivasi berkaitan erat dengan timbulnya kecenderungan untuk membuat sesuatu guna mencapai tujuan. Menurut Hersey dan Blanchard (2005), motivasi berasal dari kata motif, merupakan dorongan utama seseorang beraktivitas atau kekuatan dari dalam yang mendorong seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu melalui tindakan yang mengarah kepada pencapaian tujuan. Motivasi seseorang bergantung pada kuat lemahnya motif. Motif diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, dorongan, gerak hati dalam diri seseorang. Motif timbul, mempertahankan aktivitas serta menentukan arah perilaku seseorang.
49 26
Didalam diri seseorang, terdapat dua jenis kekuatan sebagai pendorong motivasi; pertama kekuatan yang bersifat positif (keinginan, hasrat, atau kebutuhan) yang mendorong seseorang kearah obyek atau kondisi tertentu, kedua, yang bersifat negatif (kekhawatiran, tidak suka atau menolak) yang mendorong seseorang menjauh dari obyek atau kondisi tertentu. Motivasi juga merupakan faktor penting dalam mendorong terbentuknya kompetensi. Hamalik (1993) mengemukakan bahwa motivasi merupakan perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Memahami hal-hal yang memotivasi dan perilaku pegawai atau karyawan dan bagaimana mereka termotivasi merupakan hal yang penting dalam elemen organisasi. Hersey dan Blanchard (2005) mendiskusikan penyebab munculnya perilaku seseorang pada saat tertentu adalah karena adanya kebutuhan yang sangat kuat, karena itu penting untuk memahami kebutuhan yang umumnya sangat penting bagi seseorang. Faktor motivasi dalam lingkungan pekerjaan adalah pekerjaan itu sendiri, pencapaian,
pertumbuhan,
tanggung
jawab,
kemajuan
dan
pengakuan.
Kesemuanya ini termasuk motivator ekstrinsik. Bagi penyuluh pertanian, beberapa hal yang menjadi motivator antara lain: pengembangan potensi diri, pengakuan petani, adanya tambahan materi sebagai akibat logik dari fungsi perannya, adanya kesempatan untuk berprestasi dan adanya keinginan untuk berkuasa atau memiliki pengaruh.
50 27
8. Sikap Robbins pertimbangan
(2003) evaluatif
mendefinisikan mengenai
sikap
obyek,
sebagai
orang
atau
pernyataan
atau
peristiwa. Sikap
mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu. Dalam organisasi, sikap itu penting karena mereka mempengaruhi perilaku. Gibson et al. (1996) menyatakan bahwa sikap adalah perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari, dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyekobyek, dan keadaan. Sikap adalah determinan perilaku, sebab sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Gibson et al. (1996) lebih lanjut menyatakan bahwa afeksi, kognisi, dan perilaku menentukan sikap dan bahwa sikap, sebaliknya menentukan afeksi, kognisi dan perilaku. Afeksi, emosi atau perasaan, komponen dari sikap dipelajari dari orang tua, guru, anggota kelompok sebaya. Komponen kognisi dari sebuah sikap terdiri dari persepsi, pendapat, dan kepercayaan seseorang. Ini mengacu pada proses berpikir, dengan penekanan khusus pada rasionalitas dan logika. Komponen perilaku dari sebuah sikap mengacu pada kecenderungan seseorang untuk bertindak terhadap seseorang atau sesuatu dengan cara tertentu misalnya ramah, hangat, agresif, tidak ramah atau apatis. Suprihanto et al. (2003) menyatakan bahwa sikap adalah pernyataan yang bersifat evaluatif atau menunjukkan rasa suka atau tidak suka seseorang kepada suatu obyek atau kejadian. Sikap seseorang sangat dipengaruhi oleh kriteria
51 28
penilaiannya, sementara kriteria tersebut terbentuk melalui suatu proses interaksi sosial. Sikap merupakan respon evaluatif atau suatu bentuk evaluasi atau suatu kesiapan perasaan yang mendukung terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Menurut Azwar (1988) sikap dikatakan sebagai respon. Respon hanya akan terjadi apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki timbulnya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk respon yang dinyatakan sebagai sikap itu didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu, yang diungkapkan dalam bentuk baik atau buruk. Positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan, suka atau tidak suka. Dilihat dari strukturnya Azwar (1988) juga mengemukakan bahwa sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu, komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif. Komponen kognitif berupa apa yang di percayai oleh subyek pemilik sikap, komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional dan komponen konatif merupakan kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki subyek. Sanafiah (1982) menyatakan bahwa sikap adalah perasaan seseorang dari apa yang dia yakini. Pengukuran sikap biasanya dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan tertentu, sehingga sebagian pendapat dari orang teresebut dapat di ketahui. Dari pendapat ini dapat diperkirakan sikapnya yaitu, apa yang sesungguhnya dia yakini. Selanjutnya Sherif (dalam Gerungan, 1981) menyatakan bahwa objek sikap itu dapat berupa suatu hal tertentu, tetapi dapat juga
52 29
merupakan kumpulan dari hal-hal tertentu. Jadi sikap itu dapat berkenaan dengan sederetan objek serupa. Pembentukan dan perubahan sikap tidak terjadi dengan sendirinya (Azwar, 1988). Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial individu. Dalam interaksi sosial terjadi hubungan yang saling mempengaruhi diantara individu yang satu dengan yang lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan orang lain yang dianggap penting, media massa, lembaga pendidikan serta faktor emosi dalam diri individu. Dari pendapat-pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap pada hakikatnya merupakan tanggapan atau penilaian seseorang terhadap suatu hal atau suatu obyek tertentu, sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya, yang disertai kecenderungan untuk bertindak. Tindakan atau perilaku seseorang terhadap suatu hal sangat dipengaruhi dari bagaimana tanggapan seseorang terhadap hal tersebut, apakah setuju atau tidak atau mendukung atau tidak dalam batas skala sikap tertentu. 9. Jarak Tempat Tinggal Jarak adalah jauh antara dua benda atau tempat, sedangkan tempat tinggal adalah rumah yang didiami (ditinggali) atau ditempati. Jadi jarak tempat tinggal atau jarak fisik adalah faktor pengaruh mutlak yang mempengaruhi seseorang ditempat lain. Kemampuan seseorang tidak saja disebabkan oleh potensi yang ada dalam dirinya (faktor internal), tetapi juga oleh faktor diluar dirinya (faktor eksternal). Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungannya, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi) maupun lingkungan horizontal (geografik,
53 30
fisik dan sosial). Perilaku manusia akan terbentuk tidak saja secara alami, tetapi juga karena faktor lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat secara umum (Ndraha, 1999). Jarak tempat tinggal juga dapat dikategorikan dalam lingkungan eksternal yang dapat mempengaruhi kinerja seorang penyuluh pertanian. Penyuluh yang berdomisili dan sering berinteraksi dengan petani peternak akan mempengaruhi kinerjanya dibandingkan apabila penyuluh jauh dari lokasi tugasnya sebagai seorang penyuluh pertanian. Tempat tinggal penyuluh yang terlalu jauh dengan Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian (WKPP) tempat penyuluh bertugas bisa menjadi penyebab penyuluh tidak mengetahui masalah masalah yang dihadapi petani, karena petani tidak bisa menceritakan masalahnya kepada penyuluh. Selain itu, penyuluh juga akan mengeluarkan biaya yang lebih besar jika jarak tempat tinggal penyuluh dengan WKPP tempat penyuluh bertugas terlalu jauh, dan dapat menyebabkan keterlambatan hadir penyuluh (google.co.id). 10. Fasilitas Menurut Zakiah Daradjat (google.co.id) fasilitas adalah segala sesuatu yang dapat mempermudah dan memperlancar suatu usaha atau kegiatan dapat berupa benda-benda, maupun uang atau dengan kata lain fasilitas dapat disamakan dengan sarana dan prasarana”. Fasilitas yang memadai mampu menciptakan produktivitas kerja yang efisien. Suatu pekerjaan akan dikatakan efisien jika orang tersebut dapat melakukannya dengan mudah, murah, singkat waktu, ringan bebannya, dan pendek jaraknya. Kalangan dunia usaha baik instansi pemerintah maupun instansi swasta dalam melakukan usaha sangat mengandalkan fasilitas
54 31
atau peralatan kerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan efisien dan hasil kerja yang optimal. Oleh karena itu, dituntut kesiapan dan kesanggupan dari manusia itu sendiri dalam mengoperasikan fasilitas atau peralatan kerja tersebut. Fasilitas
adalah
sarana
dan
prasarana
untuk
melancarkan
atau
mempermudah pelaksanaan suatu pekerjaan. Kerja adalah kegiatan melakukan sesuatu. Jadi, pengertian fasilitas kerja adalah segala sesuatu berupa sarana dan prasarana yang dapat membantu memudahkan suatu kegiatan atau aktivitas. Dalam pelaksanaan proses perkantoran yang produktif, maka perusahaan harus menyediakan fasilitas kerja yang lengkap. Dalam proses penyediaan fasilitas yang baik dibutuhkan perencanaan fasilitas. Perencanaan fasilitas merupakan suatu kegiatan yang dilakukan sebelum dan sesudah operasi. Perencanaan fasilitas tersebut dilakukan sebelum atau setelah melakukan proses produksi. Jadi, dilakukan pemantauan ulang tentang sarana apa saja yang masih dibutuhkan pegawai dalam bekerja. Adapun fungsi dari perencanaan fasilitas tersebut yakni menunjang peningkatan produksi, menggunakan tenaga kerja, penggunaan ruang dengan tepat guna,
meminimalkan
investasi
modal,
mempermudah
pemeliharaan,
meningkatkan keselamatan dan kepuasan kerja. Fasilitas dikatakan baik apabila terdiri dari dua bagian yaitu fasilitas sarana kantor dan fasilitas prasarana kantor seperti: (a) fasilitas sarana kantor, contohnya: komputer, telepon, faksimile, printer, fotocopy, mesin tik, kursi, meja, filling kabinet, kertas, tinta, dan In foccus serta peralatan tulis lainnya, dan (b) fasilitas prasarana kantor, contohnya: fasilitas pendidikan, fasilitas olahraga, tempat ibadah, kantin dan fasilitas kesehatan.
55 32
2.7 Penyuluhan Pertanian Penyuluhan adalah pendidikan non formal diluar bangku sekolah untuk melatih dan mempengaruhi petani (dan keluarganya) agar menerapkan praktek maju dalam bidang pertanian, peternakan, manajemen penyimpanan dan pemasaran (Maunder dalam Hawkins et al., 1982). Tujuannya tidak hanya memperhatikan pendidikan dan percepatan penerapan praktek maju tertentu, tetapi juga mengubah pandangan petani, sehingga ia lebih bersedia menerima dan atas prakarsanya sendiri terus-menerus mencari cara untuk memperbaiki usaha taninya. Penyuluhan adalah suatu sistem atau pelayanan yang diarahkan untuk membantu masyarakat petani melalui proses pendidikan, memperbaiki tingkat kehidupan mereka, serta meningkatkan pendidikan dan standar sosial kehidupan pedesaan (Farquhar dalam Hawkins et al., 1982). Departemen Pertanian Republik Indonesia mendefenisikan penyuluhan sebagai suatu upaya pemberdayaan petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis terutama melalui pendidikan non formal di bidang pertanian agar mereka mampu menolong dirinya sendiri baik di bidang ekonomi, sosial dan politik sehingga dapat meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesehjateraan mereka. Sebagai kegiatan pendidikan, penyuluhan pertanian adalah upaya untuk membantu dan menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif bagi petani dan keluarganya, agar mereka dinamis dan berkemampuan untuk memperbaiki kehidupannya dengan kekuatan sendiri sehingga mampu mewujudkan agribisnis yang sejahtera (Departemen Pertanian, 2003).
56 33
Wiriaatmadja (1973) mendefinisikan penyuluhan sebagai pendidikan diluar sekolah untuk keluarga tani di pedesaan, dengan cara belajar sambil berbuat sehingga mereka menjadi mau, tahu dan mampu menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapi secara baik, menguntungkan serta memuaskan. Jadi penyuluhan adalah suatu bentuk pendidikan yang cara, bahan dan sasarannya disesuaikan dengan keadaan, kebutuhan, dan kepentingan sasaran. Karena sifatnya yang demikian itu maka penyuluhan biasa juga disebut pendidikan non formal. Margono Slamet (1992), mengaplikasikan konsep penyuluhan dalam konteks yang lebih luas yaitu konteks pembangunan dengan mengembangkan ilmu penyuluhan pembangunan yang didefinisikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari bagaimana pola perilaku manusia dapat berubah atau diubah sehingga mau meninggalkan kebiasaan yang lama dan menggantikannya dengan perilaku baru yang berakibat kualitas kehidupan orang yang bersangkutan menjadi lebih baik. Menurut Mardikanto (1993), tujuan penyuluhan adalah terjadinya perubahan perilaku sasarannya. Hal ini merupakan perwujudan dari pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung dengan indera manusia. Dengan demikian penyuluhan dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku di kalangan masyarakat agar mereka memiliki pengetahuan, kemauan dan kemampuan serta memiliki keterampilan dalam melaksanakan perubahan-perubahan demi tercapainya peningkatan produksi, pendapatan dan perbaikan kesehjateraan masyarakat yang ingin dicapai melalui pembangunan pertanian. Dengan kata lain, penyuluhan sebagai ilmu yang
57 34
mempelajari bagaimana pola perilaku manusia terbentuk, perilaku manusia dapat berubah atau dirubah sehingga mau meninggalkan kebiasan yang lama dan menggantinya dengan perilaku baru yang meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih baik. Menurut Jabal (2003), proses pendidikan dan dorongan yang dilakukan pada penyuluhan pertanian ditujukan pada: (a) menimbulkan perubahan dalam hal pengetahuan, kecakapan, sikap, dan motif tindakan kepada petani kearah tujuan yang telah ditentukan; (b) menuntun, mempengaruhi pikiran, perasaan dan kelakuan para petani kearah mencapai jarak dan tingkat semangat yang lebih baik; (c) menimbulkan dan memelihara semangat para petani supaya selalu giat memperbaiki usahataninya; dan (d) membantu para petani agar mereka mampu memecahkan dan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya. Secara lebih detail, Rivera (1988), menjelaskan bahwa penyuluhan pertanian terdiri atas tiga komponen yaitu: (a) kinerja pertanian; (b) pembangunan masyarakat pedesaan; dan (c) pendidikan non formal secara komprehensif untuk masyarakat pedesaan. 2.8 Program Penyuluhan Program penyuluhan adalah rencana tertulis tentang kegiatan penyuluhan yang menggambarkan keadaan sekarang, tujuan yang ingin dicapai, masalahmasalah dalam mencapai tujuan dan alternatif terbaik untuk memecahkan masalah diwilayah masing-masing penyuluh pertanian (Balai Informasi Pertanian NTB, 1987). Penyelenggaraan penyuluhan pertanian di Wilayah Kerja Penyuluhan Pertanian (WKPP) oleh PPL dapat berjalan dengan baik, bila pelaksanaannya berpedoman pada programa penyuluhan pertanian. Program penyuluhan pertanian
58 35
dibuat setelah penyuluh mengetahui gambaran umum tentang kondisi dan situasi usahatani yang tengah dilakukan di pedesaan terutama mengenai masalah-masalah yang dihadapi oleh para petani, sehingga dapat diprioritaskan kegiatan penyuluh tersebut (Kartasapoetra, 1994). Jadwal kegiatan yang disusun oleh penyuluh dalam bentuk Rencana Kerja Tahunan (RKT) dibuat berdasarkan programa penyuluhan setempat yang di lengkapi dengan hal-hal yang dianggap perlu untuk berintegrasi dengan pelaku utama dan pelaku usaha. Program penyuluhan yang baik adalah program yang dibuat dengan memperhitungkan serta mempertimbangkan gambaran-gambaran yang tersusun dalam monografi wilayah, terutama situasi dan kondisi serta masalah-masalah yang ada atau tengah dihadapi oleh para petani, peranan dan kemampuan penyuluh, alat-alat pembantu penyuluh serta hambatan-hambatan yang mungkin timbul selama pelaksanaannya (Kartasapoetra, 1994). Program kerja/rencana kerja penyuluhan pertanian adalah lanjutan dari program penyuluhan, yaitu dibuat berdasarkan program penyuluhan pertanian yang akan menjadi pedoman dalam pelaksanaan penyuluhan pertanian (Kartasapoetra, 1994). Menurut Jabal (2003), sinkronisasi program penyuluhan pertanian dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi penyuluhan pertanian meliputi: (a) melakukan kegiatan penyuluhan untuk mengembangkan kemampuan
petani/nelayan
dalam
menguasai
materi
penyuluhan;
(b)
memanfaatkan dan menerapkan teknologi baru sehingga mampu bertani lebih baik; (c) berusaha lebih menguntungkan; dan (d) membina kehidupan berkeluarga yang sejahtera.
59 36
2.9 Tugas Pokok Penyuluh Pertanian Sistem kerja penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugas-tugas pokoknya sebagai penyuluh pertanian baik berhadapan langsung dengan khalayak sasaran (petani) maupun unsur-unsur pendukung lainnya seperti aspirasi petani dan keluarganya, kebijaksanaan pembangunan pertanian, program penyuluhan pertanian, sumber informasi teknologi, inovasi sosial ekonomi serta pendekatan, metode, teknik penyuluhan pertanian harus mampu menampilkan kelangsungan proses belajar-mengajar, yang dilandasi dengan interaksi, komunikasi dan penampilan berbagai aspirasi dalam kegiatan usahatani (Adjid, 1994). Untuk itu diperlukan sistem penyuluhan yang partisipatif, dengan komitmen bekerja berdasarkan kebutuhan petani dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan
Pembangunan
dan
Pendayagunaan
Aparatur
Negara
No.9/KEP/MK.Waspan/5/1999, tugas pokok penyuluh pertanian adalah: (a) menyiapkan
penyuluhan
yang
meliputi
identifikasi
potensi
wilayah
agroekosistem, penyusunan programa penyuluhan pertanian dan penyusunan rencana kerja penyuluhan pertanian; (b) melaksanakan penyuluhan meliputi penyusunan materi penyuluhan pertanian, penerapan metode penyuluhan pertanian dan pengembangan keswadayaan masyarakat; (c) evaluasi dan pelaporan penyuluhan; (d) pengembangan penyuluhan meliputi penyusunan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis penyuluhan pertanian, perumusan kajian arah kebijakan pengembangan penyuluhan pertanian dan pengembangan
60 37
metode dan sistem kerja penyuluhan pertanian; (e) pengembangan profesi penyuluhan meliputi penyusunan karya tulis ilmiah penyuluhan pertanian, penerjemahan atau penyaduran buku penyuluhan pertanian dan bimbingan penyuluh pertanian; dan (f) penunjang penyuluhan meliputi seminar dan lokakarya penyuluhan pertanian serta mengajar pada diklat bidang penyuluhan. 2.10 Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Bali Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat dan aplikasi ilmu pengetahuan serta teknologi yang telah ada atau menghasilkan teknologi baru (Undang-Undang Republik
Indonesia
Nomor
18,
2002).
Menurut
Harrisfadilah
(2012).
pengembangan usaha adalah tugas dan proses persiapan analitis tentang peluang pertumbuhan potensial, dukungan dan pemantauan pelaksanaan peluang pertumbuhan usaha, tetapi tidak termasuk keputusan tentang strategi dan implementasi dari peluang pertumbuhan usaha. Negara Indonesia adalah negara agraris dimana sumber-sumber alam masih memungkinkan untuk pengadaan kebutuhan pokok yang berasal dari ternak. Untuk itu pengembangan dalam bidang peternakan sangat memungkinkan, disamping agar terpenuhinya kebutuhan manusia akan protein hewani, juga merupakan sumber dana yang besar sekali (Soeyanto, 1981). Menurut Dwipa dan Dania (dalam Yasin S, 1993) bahwa pengembangan usaha peternakan diperlukan rumusan kebijaksanaan dan program yang dapat mendorong partisipasi masyarakat luas yang terlibat dalam pembangunan peternakan, baik secara
61 38
langsung maupun tidak langsung dengan memperhatikan kendala pengembangan itu sendiri. Berbagai faktor kendala yang mempengaruhi perkembangan peternakan adalah faktor ekologis, biologis dan sosial ekonomis. Faktor ekologis termasuk keadaan tanah dan iklim, faktor biologis meliputi genotip ternak (produksi dan sifat-sifat adaptasi), pakan ternak (termasuk air) dan kesehatan ternak (penyakit dan parasit). Faktor sosial ekonomis termasuk ketersediaan tenaga kerja dan keterampilan pelaku-pelaku peternakan, kesukaan konsumen dan pendapatannya, ketersediaan modal, kebijaksanaan perdagangan dan harga serta penguasaan tanah. Besarnya peranan masing-masing faktor tidak sama untuk semua lokasi, daerah atau wilayah. Keadaan yang terbaik adalah bila faktor-faktor tersebut sangat mendukung perkembangan peternakan. Kemampuan untuk mengubah faktor ekologisnya umumnya terbatas. Misalnya iklim, demikian pula dengan tanah dan bahkan sampai batas-batas tertentu terhadap keadaan pakan. Kendalakendala biologis dan sosial ekonomi lebih memungkinkan untuk dapat mengubahnya atau mengatasinya. Karena kemampuan yang terbatas maka untuk setiap keadaan harus dapat memilih bentuk usaha dan metode produksi yang sesuai dengan keadaan yang bersangkutan. Menurut Rochadi Tawaf et al. (dalam Amin Aziz, 1993) pengembangan usaha peternakan sapi bali untuk dapat memenuhi kebutuhan akan protein yang berasal dari hewan merupakan suatu keharusan. Hal ini disebabkan jumlah penduduk akan bertambah terus. Dengan adanya pertambahan jumlah penduduk
62 39
yang terus menerus maka kebutuhan protein hewani akan meningkat pula. Ini berarti akan mendorong masyarakat untuk memajukan usaha peternakan. Pengembangan usaha peternakan sapi bali dapat dilakukan dengan berbagai cara: (a) Dengan memperluas daerah peternakan. Usaha ini dapat dilakukan di tempattempat atau daerah-daerah yang cocok untuk daerah peternakan. Daerahdaerah tersebut merupakan daerah padang rumput tempat pengembalaan ternak. (b) Mengembangkan usaha ternak kurungan. Dengan berkembangnya usaha ternak kurungan, perlu dibarengi dengan usaha memperluas kebun-kebun rumput. Dengan demikian persediaan rumput untuk makanan ternak dapat terpenuhi. Pemeliharaan kurungan ini dapat menghemat tanah. Dengan demikian sebagian besar dari tanah-tanah yang tidak dipergunakan sebagai usaha ternak, dapat dipergunakan untuk bercocok tanam. Sapi kereman adalah contoh dari usaha ternak kurungan. Usaha ternak sapi kereman dapat dilakukan dengan seefisien mungkin, sehingga mendapat keutungan yang maksimal. (c) Dengan menggunakan bibit-bibit ternak jenis unggul. Bibit ternak jenis unggul dapat memberikan hasil yang lebih baik. (d) Dengan menjaga kesehatan ternak. Dengan menjaga kesehatan ternak secara kontinyu maka kemungkinan angka kematian ternak akan menurun. (e) Dengan meningkatkan usaha bimbingan dan penyuluhan kepada para peternak.
63 40
(f) Usaha melaksanakan penyuluhan kepada para peternak bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang cara-cara beternak yang baik kepada peternak dengan melalui bimbingan dan penyuluhan diharapkan usaha peternakan dapat berkembang lebih pesat lagi. (g) Pengembangan pakan ternak yaitu dengan melanjutkan usaha pembibitan hijauan, penanganan hijauan unggul, memanfaatkan hasil limbah pertanian dan teknologi pengawetan pakan, sehingga ketersediaan baik kuantitas maupun kualitas pakan ternak dapat terjamin sepanjang tahun. Usaha lain yang sedang dikembangkan ialah pembiakkan ternak dengan cara inseminasi buatan, maka ini merupakan suatu cara yang ampuh yang di ciptakan manusia untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak secara kuantitatif dan kualitatif. Inseminasi buatan telah lama dilakukan dan merupakan salah satu cara beternak yang mantap (Amin Aziz, 1993). Sejalan dengan arahan GBHN maka pengembangan peternakan perlu didorong kearah usaha maju, efisien dan tangguh, maka perhatian secara khusus tetap diberikan kepada perkembangan peternakan rakyat, meningkatkan peranan koperasi dan keikutsertaan swasta. Bertolak dari arah GBHN yakni untuk tetap mendorong perkembangan industri peternakan sapi, beberapa langkah penting telah dilakukan antara lain dengan mendorong kerjasama dengan perusahaan terutama untuk membantu permodalan, memperbaiki teknologi peternakan, menyempurnakan pengorganisasian peternak dan menciptakan pasaran (Amin Aziz, 1993).
64 41
Operasionalisasi kebijakan tersebut adalah industri peternakan rakyat, melalui pendekatan agribisnis. Adapun industri peternakan rakyat tersebut antara lain dilakukan dengan cara maju, cirinya melibatkan peternakan rakyat dan coraknya berupa industri untuk menghasilkan produksi berkualitas, usahanya efisien dengan penerapan teknologi maju. Adapun pola pengembangan yang selama ini telah diperkenalkan oleh berbagai pihak baik pemerintah maupun swasta yaitu melakukan mitra kerja dengan peternakan rakyat yang dikenal dengan Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Sesuai dengan model operasionalnya di lapangan, PIR pada sapi dibedakan menjadi: PIR penggemukan, PIR bakalan, PIR pakan dan yang terakhir muncul PIR pelayanan. Pola pengembangan agroindustri peternakan sapi melalui sistem PIR nampaknya adalah yang ideal untuk kondisi saat ini. Dengan pola ini pemerataan pembangunan akan dirasakan sampai ke pihak petani ternak rakyat. Meskipun demikian sistem ini memiliki kelemahan yang bisa mengancam usaha peternakan yaitu lemahnya ikatan antara perusahaan inti dengan plasma. Peternak plasma dapat dengan mudah melakukan transaksi dagang untuk bakalan atau pakan yang dikelolanya dengan pihak ketiga, apalagi harga di pihak inti kurang menguntungkan bagi peternak. Dilain pihak perusahaan inti dapat menentukan sendiri harga beli sapi atapun pakan dari peternak (Amin Aziz, 1993). Berpijak dari kondisi kelemahan di atas maka pola pengembangan tersebut perlu dilengkapi dengan suatu ikatan yang kuat antara inti dengan plasma yaitu dengan pemilikan saham bagi petani atas perusahaan inti.
65 42
2.11 Keberhasilan Usaha Peternakan Sapi Bali Keberhasilan usaha menurut Moch. Kohar Mudzakar dalam Reni Fithriani (2002) merupakan sesuatu keadaan yang menggambarkan keadaan lebih baik daripada yang lainnya yang sederajat. Indikator keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali yaitu: (a) meningkatnya pertambahan bobot badan sapi bali; (b) menurunnya persentase kematian sapi bali; (c) meningkatnya perkadangan sapi yang memenuhi persyaratan; (d) meningkatnya pendapatan peternak; (e) meningkatnya jumlah kepemilikan sapi bali (skala usaha ternak sapi bali); (f) bertambahnya penggunaan teknologi; (g) berkurangnya penyakit pada sapi bali; dan (h) tersedianya pasar untuk ternak sapi bali.
66
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP 3.1 Kerangka Berpikir dan Konsep Keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali salah satunya ditentukan oleh kinerja penyuluh pertanian. Dalam kinerja penyuluh pertanian dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu
pengetahuan, motivasi, sikap,
keterampilan, motivasi, jarak tempat tinggal dan fasilitas penyuluh itu sendiri. Selain faktor-faktor tersebut, ada faktor lain yang juga mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian yaitu fasilitas dan jarak tempat tinggal. Penyuluh pertanian yang memiliki pengetahuan, keterampilan, motivasi, sikap yang positif akan mampu meningkatkan kinerja penyuluh pertanian yang pada akhirnya keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali diharapkan akan tercapai. Penyuluh pertanian yang memiliki fasilitas yang lengkap akan memperlancar atau mempermudah pelaksanaan penyuluhan pengembangan usaha peternakan sapi bali. Penyuluh pertanian yang memiliki jarak tempat tinggal yang dekat akan mampu melaksanakan komunikasi dan kunjungan kepada peternak sapi bali. Keterkaitan antara faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian dan keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali dijadikan kerangka berpikir konsep dari penelitian ini dan dapat dilihat pada Gambar 3.1.
43
67 44
Jarak Tempat Tinggal
Pengetahuan Keterampilan Motivasi
Kinerja Penyuluh Pertanian
Keberhasilan Peternak dalam Usaha Peternakan Sapi Bali
Sikap
Fasilitas
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Bali di Kabupaten Muna
3.2 Hipotesis Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dijelaskan, dapat dirumuskan hipotesis kerja penelitian sebagai berikut: 1. Pengetahuan, keterampilan, sikap, motivasi, jarak tempat tinggal, dan fasilitas masing-masing berhubungan positif dengan kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali di Kabupaten Muna. 2. Kinerja penyuluh pertanian berhubungan positif dengan keberhasilan peternak
dalam usaha peternakan sapi bali di Kabupaten Muna.
68
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dirancang berbentuk survai dengan penjelasan (explanatory research) yaitu menjelaskan hubungan variabel-variabel penelitian yakni hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha sapi bali yaitu pengetahuan, keterampilan, motivasi, sikap, jarak tempat tinggal dan fasilitas. Dijelaskan pula hubungan antara kinerja penyuluh pertanian dengan keberhasilan peternak dalam usaha sapi bali. 4.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di kantor Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Peternakan, dan Kehutanan serta dilakukan penelitian juga di limabelas kecamatan dari 33 kecamatan yang ada di Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara yakni Kecamatan Watopute, Kontunaga, Kusambi, Napano Kusambi, Barangka, Sawerigadi, Lawa, Tiworo Tengah, Tiworo Kepulauan, Kabangka, Kabawo, dan Parigi. Pemilihan lokasi ini ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu suatu metode penentuan lokasi/sampel penelitian yang didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan tertentu (Hadi, 1988). Dasar pertimbangan yang dipakai dalam memilih lokasi penelitian ini adalah: (a) Pada 15 kecamatan ini memiliki populasi sapi bali yang cukup banyak yaitu dapat dilihat pada Tabel 4.1.
45
69 46
Tabel 4.1 Populasi Ternak Sapi Bali di Lokasi Penelitian No Kecamatan Populasi Sapi Bali 1 Watopute 2.748 2 Kontunaga 710 3 Kusambi 4.294 4 Napano Kusambi 2.151 5 Barangka 2.068 6 Sawerigadi 2.948 7 Lawa 2.229 8 Wadaga 898 9 Kabangka 2.172 10 Kabawo 1.673 11 Parigi 3.808 12 Tiworo Tengah 3.986 13 Tiworo Kepulauan 3.424 14 Tiworo Selatan 1.724 15 Tiworo Utara 350 Badan Pusat Statistik Kabupaten Muna (2012) (b) Lokasi penelitian ini sudah dikenal oleh peneliti dan mudah dicapai dengan sarana transportasi. 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi penelitian Populasi penelitian ini adalah semua penyuluh pertanian dan peternak yang ada di 15 kecamatan yakni Kecamatan Watopute, Kontunaga, Kusambi, Napano Kusambi, Barangka, Sawerigadi, Lawa, Wadaga, Kabangka, Kabawo, Parigi, Tiworo Tengah, Tiworo Kepulauan, Tiworo Selatan dan Tiworo Utara. 4.3.2 Sampel penelitian Penentuan responden dalam penelitian ini dilakukan secara classified random sampling dari semua peternak di daerah penelitian yang banyak memiliki populasi sapi bali di Kabupaten Muna. Responden untuk penyuluh pertanian ditentukan dengan cara mengambil penyuluh pertanian yang ada di limabelas
70 47
kecamatan di lokasi penelitian, dengan menerapkan metode sensus. Responden untuk peternak yang dipakai dalam penelitian ini ditentukan secara proporsional yaitu diambil 10% dari setiap kecamatan yang diteliti. Jumlah sampel ditentukan berdasarkan rumus Slovin (Consuelo, 1993). Rumus Slovin: n
N 1 N
2
=
6596 1 6596(10%) 2
=
6596 98,506 99 1 6596(0,01)
Penentuan jumlah sampel yang akan diambil dimasing-masing kecamatan sesuai dengan rumus Slovin adalah populasi peternak sapi bali masing-masing kecamatan dibagi dengan total populasi peternak yang ada di limabelas kecamatan (6596 orang), kemudian dikalikan dengan jumlah sampel (n=99) maka didapat: Untuk kecamatan yang dekat dengan kota Raha yaitu “Kecamatan Watopute = 433 99 6,498 6 orang, dan seterusnya dengan cara yang sama digunakan 6596
untuk kecamatan yang agak dekat dari kota Raha dan jauh dari kota Raha dapat dilihat pada Tabel 4.2. Kota Raha adalah sebagai pusat kantor Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Peternakan, dan Kehutanan yang ada di Kabupaten Muna. Untuk mendapatkan sampel dari populasi peternak peneliti menggunakan cara proposional random sampling dari daftar nama peternak sebagai populasi. Penentuan responden dimasing-masing kelas lokasi penelitian dilakukan dengan cara penetapan skala tertentu berdasarkan jarak dari kota Raha dan dari daftar
71 48
daftar nama peternak. Hal ini dimaksudkan agar pengambilan sampel diambil secara adil dan semua populasi peternak terwakili. Tabel 4.2 Populasi dan Sampel Peternak di Lokasi Penelitian No
Jarak/Kelas
1
Sangat dekat dengan kota Raha Dekat dengan kota Raha
2
3
4
5
Kecamatan
Watopute Kontunaga Kusambi Lawa Sawerigadi Wadaga Barangka Agak dekat dengan Napano Kusambi kota Raha Kabawo Kabangka Parigi Jauh dari kota Raha Tiworo Kepulauan Tiworo Tengah Sangat jauh dari kota Tiworo Utara Raha Tiworo Selatan Total
Populasi Peternak Setiap Kecamatan 433 141 758 354 538 182 295 412 326 531 742 590
Sampel
805 61
12 1
428 6596
7 99
7 2 11 5 8 3 4 6 5 8 11 9
4.4 Pengumpulan Data 4.4.1 Jenis dan sumber data Dilihat dari jenis dan sumber data, maka data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapat langsung dari responden, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh melalui catatan-catatan atau laporan yang ada di Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Peternakan, dan Kehutanan serta Dinas Peternakan Kabupaten Muna atau sumber lain yang dapat dipercaya.
72 49
Data primer bersumber dari para peternak sapi bali dan penyuluh pertanian sebagai responden penelitian. Data primer ini terdiri atas data kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif adalah data yang tidak berbentuk angka, tapi diangkakan dengan teknik skoring. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari instansi terkait, yaitu Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Peternakan, dan Kehutanan, Dinas Peternakan, Badan Pusat Statistik Kabupaten Muna, dan publikasi pendukung lainnya yang ada kaitannya dengan penelitian ini. 4.4.2 Teknik pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa metode yaitu : 1. Wawancara langsung kepada penyuluh pertanian dan peternak sapi bali yang menjadi sampel penelitian dengan menggunakan kuesioner terstruktur yang telah dipersiapkan sebelumnya. Wawancara kepada penyuluh pertanian dilakukan dengan cara mendatangi responden ke kantor Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Peternakan dan Kehutanan sedangkan untuk peternak dilaksanakan di lokasi peternak, kemudian melakukan wawancara langsung terinci dan terurut sesuai daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan. 2. Observasi yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung ke kantor Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Peternakan dan Kehutanan serta lokasi peternakan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kondisi dari objek penelitian, juga untuk memperoleh informasi yang lebih jelas mengenai keadaan responden. 3. Dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan cara meneliti dokumendokumen yang ada untuk dapat digunakan menurut keperluan peneliti,
73 50
dilakukan dengan cara mengambil data sekunder dari catatan atau buku yang ada pada instansi Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Peternakan dan Kehutanan, Dinas Peternakan, Badan Pusat Statistik Kabupaten Muna dan lainnya seperti jumlah peternak, keadaan umum daerah penelitian dan lain-lain. 4.5 Instrumen Penelitian Data primer diperoleh dengan teknik wawancara mendalam dan diskusi secara langsung yang didukung oleh sejumlah instrument/alat: kuisioner dan alat dokumentasi seperti kamera foto. Selain itu peneliti juga melakukan observasi yaitu melakukan pengamatan langsung ke lokasi peternak dan penyuluh pertanian. Hal ini dimaksudkan untuk mengamati kondisi peternak dan penyuluh pertanian secara
langsung.
Kuesioner
untuk
penyuluh
pertanian
berupa
kinerja,
pengetahuan, keterampilan, sikap, motivasi, jarak tempat tinggal, dan fasilitas dalam kegiatan penyuluhan mengenai pengembangan usaha sapi bali. Kuisioner untuk peternak terdiri dari keberhasilan peternak dalam meningkatkan pertambahan bobot badan sapi bali, persentase kematian sapi bali, perkandangan sapi, pendapatan peternak, jumlah kepemilikan, penerapan teknologi, penyakit, permodalan, dan pemasaran sapi bali. 4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas 4.6.1 Uji validitas Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur sesuai dengan ukuran yang sebenarnya. Dalam penelitian ini, cara yang digunakan untuk menguji validitas alat ukur adalah validitas konstruk, yaitu penyusunan tolok ukur operasional dari suatu kerangka berpikir. Upaya
74 51
yang dilakukan yaitu sebagai berikut: (a) membuat tolok ukur berdasarkan kerangka berpikir yang diperoleh dari beberapa kajian pustaka; (b) berkonsultasi dengan dosen pembimbing dan berbagai pihak yang dianggap menguasai materi yang akan diukur; (c) membuat kuisioner penelitian; dan (d) menetapkan lokasi uji. Langkah pengujian sebagai berikut: (a) membuat tabulasi skor untuk setiap nomor pertanyaan untuk setiap responden dan (b) pengujian validitas menggunakan rumus korelasi “Product Moment” (Singarimbun dan Effendi, 1995) yang rumusnya sebagai berikut:
r
XY X Y N X X N Y Y 2
2
2
2
Keterangan: r = Koefesien korelasi “Product moment” N = Banyaknya soal X = Skor pertanyaan no 1, 2 dst Y= Skor total 4.6.2 Uji reliabilitas Reliabilitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan dalam mengukur gejala yang sama dalam waktu yang berbeda. Hal ini sama dengan uji validitas dilakukan pada tempat dan responden yang sama. Hasil pengujian reliabilitas alat ukur menggunakan teknik belah dua, yaitu mengkorelasikan jawaban belahan pertama dan belahan kedua. Rumus yang digunakan adalah: r- total = 2 (r.tt) 1 + r.tt
75 52
Keterangan: r-total = Angka reliabilitas keseluruhan item atau koefisien reliabilitas r.tt = Angka korelasi belahan pertama dan belahan kedua Nilai Reliabilitas Guttman Split-Half adalah 0,756 ≥ r-tabel, hal ini menunjukkan bahwa alat ukur tersebut mempunyai reliabilitas yang tinggi. Langkah pengujian yaitu sebagai berikut: (a) membuat tabulasi skor untuk setiap nomor pertanyaan untuk setiap responden dan (b) pengujian reliabilitas dengan menggunakan rumus korelasi sederhana. 4.7 Pengukuran Variabel dan Definisi Operasional 4.7.1 Pengukuran variabel Untuk dapat mengambil suatu kesimpulan dari data yang diperoleh dalam pengolahan data digunakan metode deskriptif dan analisis statistika inferatif. Tabel 4.3 Konstruk, Variabel, Indikator dan Parameter Kinerja Penyuluh Pertanian Konstruk
Variabel 1. Sifat Personalitas
Indikator Tekun
Disiplin
Kerja keras Kinerja Penyuluh Bertanggung jawab
Inovatif
Parameter a. Rajin b. Konsisten c. Kontinyu a. Tertib b. Patuh c. Tepat waktu a. Sungguhsungguh b. Lama waktu kerja a. Membantu b. Meperhatikan c. Mengerjakan dengan benar d. Konsekuen a. Rajin menerapkan hal yang baru b. Senang mencari atau mempelajari
Skor 1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
76 53 53
Kreatif Teladan
2. Hasil
Frekuensi penyuluhan
Materi penyuluhan
Program penyuluhan
Kehadiran sasaran
Interaksi
hal-hal yang baru a. Menghasilkan ide baru a. Memberi contoh yang baik pada peternak a. Frekuensi bertemu dengan penyuluh b. Frekuensi kehadiran dalam setiap kegiatan penyuluhan c. Frekuensi kunjungan kepada peternak lain yang lebih berhasil a. Memilih bibit sapi bali yang baik b. Membuat kandang sapi bali yang baik c. Memilih dan membuat pakan yang baik untuk sapi bali d. Mengendalikan penyakit sapi bali e. Memasarkan sapi bali f. Memanajemen usaha sapi bali a. Ada program tersusun dengan baik b. Ada tabel rencana kerja yang jelas a. Kehadiran peternak b. Mengetahui alasan ketidakhadiran a. Mengadakan
1,2,3,4,5 1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
77 54
penyuluh dengan peternak
b.
Perubahan a. perilaku sasaran
Perkembangan a. usaha peternakan sapi bali b.
c.
d.
e. Manajemen a. usaha peternakan sapi bali b.
Pengetahuan penyuluh pertanian
Pengertian penyuluhan
a. b.
Metode penyuluhan
c. a. b. c.
komunikasi dengan peternak agar tercipta keakraban Mengadakan kunjungan ke peternak untuk melihat perkembangan usaha peternak Terjadi perubahan perilaku dan penerapan usaha ternak sapi bali Meningkatnya populasi ternak sapi bali Meningkatnya pemilikan ternak sapi bali Tersedianya sarana produksi peternakan Tersedianya industri pemotongan sapi Tersedianya pasar sapi bali Tehnik pemeliharaan sapi bali Adanya hubungan kerja antara peternak dengan penyedia bibit maupun pedagang Tahu apa itu penyuluhan Prinsip penyuluhan Asas penyuluhan Perorangan Kelompok Massal
1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
78 55
Perencanaan penyuluhan
Keterampilan penyuluh pertanian
Motivasi penyuluh pertanian
a. Cara membuat rencana kerja penyuluhan b. Rencana kerja penyuluhan Pelaksanaan a. Fasilitas dan penyuluhan tempat b. Alat bantu atau visual aid c. Kehadiran peserta dan antusias peserta d. Kelengkapan bahan ajar penyuluhan Kemampuan a. Kemampuan menyuluh menerapkan konsep penyuluhan b. Kemampuan merubah perilaku peternak kearah yang lebih maju Kreatifitas a. Kemampuan untuk menerapkan teknologi baru Penggunaan alat a. Terampil bantu menggunakan alat bantu penyuluhan Tingkat gaji a. Pendapatan Prestasi a. Keberhasilan menyelesaikan pekerjaan b. Keberhasilan memecahkan masalah Hubungan a. Komunikasi interpersonal dengan atasan b. Komunikasi antara sesama anggota penyuluh c. Komunikasi dengan peternak
1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
1,2,3,4,5 1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
79 56
Harapan untuk a. Peningkatan maju pengalaman kerja b. Naiknya tingkat upah atau gaji Sikap penyuluh pertanian Ketulusan a. Kesungguhan membantu Keteguhan hati a. Ketegaran mengahadapi peternak b. Ketabahan dalam menjalankan tugas a. Keyakinan akan Keyakinan manfaat materi penyuluhan bagi peternak Jarak tempat tinggal penyuluh Keterjangkauan a. Jarak tempat pertanian tinggal dengan lokasi tugas Fasilitas penyuluh pertanian Sarana dan a. Fasilitas yang prasarana dimiliki seorang penyuluh Keberhasilan peternak dalam Pertambahan a. Berat badan usaha peternakan sapi bali berat badan ternak sapi bali Persentase a. Jumlah ternak kematian sapi bali yang mati Perkandangan a. Letak kandang sapi bali b. Bahan dan kontruksi kandang c. Ukuran kandang d. Bentuk kandang e. Perlengkapan kandang Pendapatan a. Jumlah peternak penghasilan peternak Jumlah a. Banyaknya pemilikan ternak yang dimiliki Penerapan a. Pemanfaatan teknologi teknologi oleh peternak
1,2,3,4,5
1,2,3,4,5 1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
1,2,3,4,5 1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
80 57
Penyakit
a. Mencegah dan 1,2,3,4,5 mengendalikan penyakit a. Sumber 1,2,3,4,5 a. Informasi pasar 1,2,3,4,5 b. Kelancaran pemasaran
Permodalan Pemasaran
Data mengenai variabel kinerja, pengetahuan, keterampilan, motivasi, jarak tempat tinggal, fasilitas penyuluh pertanian dan keberhasilan peternak diukur dengan skala jenjang lima (1,2,3,4,5). Skala ini menggunakan lima kategori jawaban dari setiap pertanyaan yang disusun. Setiap jawaban diberi skor secara konsisten. Sikap penyuluh pertanian mengenai pengembangan usaha sapi bali diukur dengan menerapkan “Skala Likert”, dengan membentuk lima kategori jawaban dari pertanyaan yang diajukan. Skor dinyatakan dalam bilangan bulat (1,2,3,4,5). Untuk pertanyaan positif respon sangat setuju diberikan skor 5, sebaliknya sangat tidak setuju diberikan skor 1, sedangkan untuk pertanyaan negatif respon sangat tidak setuju diberi skor 5, sebaliknya sangat setuju diberi skor 1. Hal ini sesuai dengan metode Singarimbun dan Effendi (1989). Perolehan
total
skor
kinerja
penyuluh
pertanian,
pengetahuan,
keterampilan, motivasi, sikap, jarak tempat tinggal, fasilitas dan keberhasilan peternak dalam usaha sapi bali disajikan dalam bentuk persen (%) berdasarkan jumlah skor maksimum ideal (Singarimbun dan Effendi, 1989) dengan rumus sebagai berikut: Proporsi skor =
X 100% SMI
81 58
Keterangan: X = Perolehan skor SMI = Skor maksimum ideal
Mengacu pada hasil kuesioner pada lampiran 1 bahwa didapatkan untuk konstruk kinerja dengan skor tertinggi 100 (100%) dan skor terendah 20 (20%), variabel pengetahuan skor tertinggi 30 (100%) dan skor terendah 6 (20%), variabel keterampilan skor tertinggi 30 (100%) dan skor terendah 6 (20%), variabel motivasi skor tertinggi 45 (100%) dan skor terendah 9 (20%), dan variabel sikap skor tertinggi 45 (100%) dan skor terendah 9 (20%). Variabel jarak tempat tinggal skor tertinggi 15 (100%) dan skor terendah 3 (20%), serta variabel fasilitas skor tertinggi 15 (100%) dan skor terendah 3 (20%). Untuk variabel keberhasilan skor tertinggi 70 (100%) dan skor terendah 14 (20%). Untuk mengetahui nilai-nilai kinerja, pengetahuan, keterampilan, motivasi, sikap, jarak tempat tinggal, fasilitas penyuluh pertanian, dan keberhasilan peternak, masing-masing kategori dapat dilihat dari persentase pencapaian skornya dengan menggunakan rumus Interval Kelas yang dikemukakan oleh Dajan (1986), dengan rumus sebagai berikut: I = Kisaran proporsi Banyaknya kategori Keterangan: I Kisaran proporsi
= interval kelas = persentase pencapaian skor maksimal dikurangi dengan persentase pencapaian skor minimal Banyaknya kategori = jumlah kategori yang ditentukan Dengan menggunakan rumus interval kelas tersebut maka dapat diketahui nilai kategori untuk setiap variabel sebagai berikut ini:
82 59
1. Untuk kategori kinerja, pengetahuan, keterampilan, motivasi, sikap, fasilitas penyuluh pertanian dan keberhasilan peternak masing-masing dikelompokkan seperti pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Kategori Variabel Penelitian Persentase Skor
Kinerja Penyuluh
Pengetahuan Penyuluh
Keterampilan Penyuluh
Motivasi Penyuluh
Sikap Penyuluh
Fasilitas Penyuluh
Keberhasilan Peternak
> 84100%
Sangat baik
Sangat tinggi
Sangat terampil
Sangat kuat
Sangat positif
Sangat lengkap
Sangat berhasil
> 68-84% > 52-68%
Baik Sedang
Tinggi Sedang
Terampil Sedang
Kuat Sedang
Positif Raguragu
Lengkap Kurang lengkap
Berhasil Kurang berhasil
> 36-52%
Tidak baik
Rendah
Rendah
Lemah
Negatif
Tidak berhasil
20-36%
Sangat tidak baik
Sangat rendah
Sangat rendah
Sangat lemah
Sangat negatif
Sangat kurang lengkap Sangat tidak tersedia
Sangat tidak berhasil
2. Untuk kategori jarak tempat tinggal penyuluh pertanian yaitu sebagai berikut: a. Sangat dekat
: 1-10 kilometer
b. Dekat
: 11-20 kilometer
c. Sedang
: 21-30 kilometer
d. Jauh
: 31-40 kilometer
e. Sangat jauh
: 41-50 kilometer
Data tentang identitas pribadi responden dianalisis sampai tahap tabulasi. 4.7.2 Definisi operasional variabel penelitian Definisi operasional penelitian adalah penjelasan atau pengertian dari peubah-peubah yang terlibat dalam penelitian dengan maksud untuk membatasi lingkup makna peubah kearah objek pengamatan sehingga dapat dilakukan
83 60
pengukuran. Definisi operasional dalam rencana penelitian ini adalah sebagai berikut: (a) Kinerja penyuluh pertanian adalah hasil kerja yang dicapai seorang penyuluh sesuai dengan tugas pokoknya dan fungsi penyuluh dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali (b) Pengetahuan penyuluh pertanian adalah hasil pemahaman penyuluh pertanian terhadap segala ikhwal yang berkaitan dengan program, persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi penyuluhan pengembangan usaha peternakan sapi bali. (c) Keterampilan penyuluh pertanian adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat syaraf dan otot-otot yang lazimnya tampak dalam kegiatan penyuluhan pengembangan usaha peternakan sapi bali. (d) Motivasi penyuluh pertanian adalah dorongan utama seorang penyuluh pertanian beraktivitas untuk bertindak dengan cara tertentu melalui tindakan yang mengarah kepada pencapaian tujuan penyuluhan pengembangan usaha peternakan sapi bali. (e) Sikap penyuluh pertanian adalah tanggapan atau penilaian seorang penyuluh pertanian terhadap pengembangan usaha peternakan sapi bali sebagai hasil interaksi dengan peternak yang disertai kecenderungan untuk bertindak. (f) Jarak tempat tinggal penyuluh pertanian adalah panjangnya kilometer dari jarak tempat tinggal seorang penyuluh dengan lokasi peternak sapi bali binaannya.
84 61
(g) Fasilitas penyuluh pertanian adalah sarana dan prasarana yang dimiliki seorang penyuluh pertanian untuk melancarkan atau mempermudah pelaksanaan penyuluhan pengembangan usaha peternakan sapi bali. (h) Keberhasilan peternak adalah suatu keadaan peternak yang lebih baik dari pada masa sebelumnya dalam mengembangkan usaha peternakan sapi bali. 4.8 Analisis Data Hubungan antara kinerja penyuluh pertanian dengan keberhasilan peternak dan hubungan antara pengetahuan, keterampilan, motivasi, sikap, jarak tempat tinggal, dan fasilitas penyuluh pertanian dengan kinerja penyuluh pertanian masing-masing diuji dengan menggunakan uji koefisien korelasi jenjang Spearman. Korelasi jenjang Spearman biasa juga disebut korelasi berjenjang (rs) kegunaannya adalah untuk mengukur tingkat keeratan hubungan antara dua variabel atau variabel bebas dengan variabel terikat yang berskala ordinal (Riduwan, 2010). Rumus korelasi jenjang Spearman yang digunakan yaitu:
N
6 rs 1
d
i 1 3
2 i
N N
Keterangan: rs = Nilai korelasi jenjang Spearman d = Selisih setiap pasang jenjang N = Jumlah pasang jenjang untuk Spearman
85
BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1 Daerah Penelitian Kabupaten Muna 5.1.1 Letak geografis dan letak astronomis Kabupaten Muna dengan ibu kotanya Raha, merupakan salah satu dari 12 Kabupaten/Kota di Propinsi Sulawesi Tenggara. Secara geografis, Kabupaten Muna merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara yang terletak di Pulau Muna bagian utara dan sebagian Pulau Buton bagian utara, serta beberapa pulau kecil di sekitarnya. Sedangkan secara astronomis, Kabupaten Muna berada pada posisi 4° 30′ LS - 5°15′ LS serta 122°10′ BT - 123° 00′ BT. 5.1.2 Luas wilayah dan batas wilayah Kabupaten Muna yang mempunyai luas daratan sebesar 2.963,97 km2 atau 296.397 ha, terbagi menjadi 33 kecamatan, yaitu Kecamatan Tongkuno, Tongkuno Selatan, Parigi, Bone, Marobo, Kabawo, Kabangka, Kontu Kowuna, Tiworo Kepulauan, Maginti, Tiworo Tengah, Tiworo Selatan, Tiworo Utara, Lawa, Sawerigadi, Barangka, Wadaga, Kusambi, Kontunaga, Watopute, Katobu, Lohia, Duruka, Batalaiworu, Napabalano, Lasalepa, Napano Kusambi, Towea, Wakorumba Selatan, Pasir Putih, Pasi Kolaga, Maligano, dan Batukara. Kabupaten Muna di sebelah Utara berbatasan dengan Selat Spelman, di sebelah Barat berbatasan dengan Selat Tiworo, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Buton Utara, dan di sebelah Selatan Kabupaten Muna berbatasan langsung dengan Kabupaten Buton.
62
86 63
Tabel 5.1 Luas Wilayah masing-masing Kecamatan di Kabupaten Muna 2011 No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Kecamatan
Tongkuno Tongkuno Selatan Parigi Bone Marobo Kabawo Kabangka Kontu Kowuna Tiworo Kepulauan Maginti Tiworo Tengah Tiworo Selatan Tiworo Utara Lawa Sawerigadi Barangka Wadaga Kusambi Kontunaga Watopute Katobu Lohia Duruka Batalaiworu Napabalano Lasalepa Napano Kusambi Towea Wakorumba Selatan Pasir putih Pasi Kolaga Maligano Batukara Muna Sumber: BPN Provinsi Sulawesi Tenggara
Luas Area (km2) 440,98 57,26 123,76 130,09 41,37 204,94 97,62 70,56 77,9 40,57 82,35 66,98 62,05 85,17 102,6 33,09 175,05 103,33 50,88 100,12 12,88 49,81 11,52 22,71 105,47 107,92 77,19 29,02 95 89,53 48,77 98,09 69,39 2.963,97
Persentase Persentase (%) 14,88 1,93 4,18 4,39 1,40 6,91 3,29 2,38 2,63 1,37 2,78 2,26 2,09 2,87 3,46 1,12 5,91 3,49 1,72 3,38 0,43 1,68 0,39 0,77 3,56 3,64 2,60 0,98 3,21 3,02 1,65 3,31 2,34 100,00
87 64
5.1.3 Iklim dan curah hujan Seperti sebagian besar daerah di Indonesia, Kabupaten Muna mempunyai iklim tropis dengan suhu rara-rata sekitar 25-27ºC. Demikian juga dengan musim, di Kabupaten Muna terdapat dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan pada umumnya terjadi pada November sampai dengan Juni dimana angin yang mengandung banyak uap air bertiup dari benua Asia dan Samudra Pasifik sehingga menyebabkan hujan. Untuk musim kemarau terjadi antara Juli dan Oktober, pada bulan ini angin bertiup dari Benua Australia yang sifatnya kering dan sedikit mengandung uap air. Khusus bulan April, di Kabupaten Muna seperti halnya daerah Sulawesi Tenggara pada umumnya angin bertiup dengan arah yang tidak menentu, yang berakibat pada curah hujan yang tidak menentu pula dan keadaan ini dikenal sebagai musim pancaroba. Pada Tabel 5.2 disajikan banyaknya hari hujan dan curah hujan di Kabupaten Muna. Pada Tahun 2011, rata-rata hari hujan sekitar 7 hari perbulan dimana Maret adalah bulan dengan hari hujan terbanyak yaitu 12 hari hujan. Rataan curah hujan mencapai 81 mm dengan curah hujan terbesar terjadi pada bulan April dengan intensitas 155 mm.
88 65
Tabel 5.2 Banyaknya Hari Hujan dan Curah Hujan di Kabupaten Muna 2011 No
Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Rata-rata
2010 Hari Hujan Curah Hujan (mm) 11 161 9 160 13 78 10 97 17 371 23 631 18 299 17 236 17 183 14 175 11 114 11 97 171 2602 14 217
2011 Hari Hujan Curah Hujan (mm) 10 87 9 91 12 102 11 155 11 110 4 149 5 42 4 32 3 24 5 48 8 71 5 59 86 969 7 81
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Muna
5.1.4 Penduduk dan tenaga kerja 5.1.4.1 Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Kabupaten Muna pada tahun 2011 diproyeksikan sebanyak 273.616 jiwa terdiri dari 132.113 jiwa penduduk laki-laki dan 141.503 jiwa penduduk perempuan. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Muna selama sepuluh tahun terakhir dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 rata-rata sebesar 1,36 persen pertahun. Pertumbuhan ini lebih kecil dibanding laju pertumbuhan penduduk Provinsi Sulawesi Tenggara, yaitu rata-rata 2,07 persen pertahun serta lebih kecil dibanding pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,47 persen pertahun pada periode yang sama.
89 66
Laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Napabalano merupakan yang tertinggi dibanding dengan pertumbuhan penduduk kecamatan lain di Kabupaten Muna yaitu sebesar 2,08 persen pertahun diikuti Kecamatan Tiworo Kepulauan dan Tongkuno, masing-masing tumbuh sebesar 1,78 persen dan 1,76 persen pertahun. Untuk
kecamatan yang paling lambat pertumbuhan penduduknya
adalah Kecamatan Lawa dengan rata-rata pertumbuhan 0,07 persen pertahun dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010. 5.1.4.2 Persebaran penduduk Pada Tabel 5.3 disajikan data tentang persebaran penduduk menurut kecamatan pada tahun
2011. Kecamatan Katobu adalah paling padat
penduduknya yaitu sebanyak 2.246 jiwa per km2 diikuti oleh Kecamatan Duruka 992 jiwa per km2 dan Kecamatan Batalaiworu sebesar 568 jiwa per km2. Kecamatan yang paling jarang penduduknya adalah Kecamatan Tongkuno, Wadaga dan Batukara yaitu rata-rata 33 jiwa per km2.
90 67
Tabel 5.3 Penduduk, Rumah Tangga, Penduduk per Rumah Tangga, dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan 2011 No Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Luas (Km2)
Tongkuno 440,98 Tongkuno Selatan 57,26 Parigi 123,76 Bone 130,76 Marobo 41,37 Kabawo 204,94 Kabangka 97,62 Kontukowuna 70,56 Tiworo Kepulauan 77,90 Maginti 40,57 Tiworo Tengah 82,35 Tiworo Selatan 66,98 Tiworo Utara 62,05 Lawa 85,17 Sawerigadi 102,60 Barangka 33,09 Wadaga 175,05 Kusambi 103,33 Kontunaga 50,88 Watopute 100,12 Katobu 12,88 Lohia 49,81 Duruka 11,52 Batalaiworu 22,71 Napabalano 105,47 Lasalepa 107,92 Napano Kusambi 77,19 Towea 29,02 Wakorumba 95,00 Selatan 30 Pasir Putih 89,00 31 Pasi Kolaga 48,77 32 Maligano 98,09 33 Batukara 69,39 Muna 2.963,97 Sumber: Hasil Proyeksi BPS
Rumah Tangga (orang)
Penduduk (orang)
Kepadatan Penduduk (orang)
14.667 5.369 11.122 5.235 6.237 12.414 9.330 3.810 6.533 8.390 6.632 4.926 4.960 7.578 6.409 6.097 5.819 10.912 7.771 11.917 28.925 13.546 11.430 12.891 11.000 10.204 4.801 4.816 4.293
Rata-rata Penduduk/ Rumah Tangga (orang) 4 4 4 4 5 5 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 5 5 5 5 5 4 5 5 5
3.371 1.268 2.566 1.204 1.201 2.641 2.225 839 1.558 1.908 1.649 1.190 1.004 1.793 1.480 1.427 1.337 2.387 1.794 2.741 6.020 2.945 2.533 2.778 2.417 2.442 1.012 1.064 923 892 857 1.128 522 61.116
4.152 3.933 5.209 2.288 273.616
5 5 5 4 4
46 81 53 33 92
33 94 90 40 151 61 96 54 84 207 81 74 80 89 62 184 33 106 153 119 2246 272 992 568 104 95 62 166 45
91 68
5.1.4.3 Jenis kelamin, struktur umur dan rumah tangga Jumlah penduduk laki-laki Kabupaten Muna pada tahun 2011 sebanyak 132.113 jiwa, penduduk perempuan sebanyak 141.503 jiwa. Rasio Jenis Kelamin (Sex Ratio) penduduk Kabupaten Muna adalah 93,36 yang berarti setiap 100 penduduk perempuan terdapat 93 penduduk laki-laki. Dengan kata lain, jumlah penduduk laki-laki di Kabupaten Muna tahun 2011 lebih kecil dibanding penduduk perempuan. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.4.
92 69
Tabel 5.4 Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin 2011 No Kecamatan
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
7.046 2.504 5.304 2.497 3.040 5.892 4.613 1.795 3.196 4.188 3.348 2.528 2.460 3.503 3.107 2.808 2.723 5.272 3.750 5.817 13.829 6.351 5.566 6.216 5.416 4.981 2.392 2.378 2.086 1.966 1.859 2.582 1.100 132.113
7.621 2.865 5.818 2.738 3.197 6.522 4.717 2.015 3.337 4.202 3.284 2.398 2.500 4.075 3.302 3.289 3.096 5.640 4.021 6.100 15.096 7.195 5.864 6.675 5.584 5.223 2.409 2.438 2.207 2.186 2.074 2.627 1.188 141.503
14.667 5.369 11.122 5.235 6.237 12.414 9.330 3.810 6.533 8.390 6.632 4.926 4.960 7.578 6.409 6.097 5.819 10.912 7.771 11.917 28.925 13.546 11.430 12.891 11.000 10.204 4.801 4.816 4.293 4.152 3.933 5.209 2.288 273.616
Tongkuno Tongkuno Selatan Parigi Bone Marobo Kabawo Kabangka Kontukowuna Tiworo Kepulauan Maginti Tiworo Tengah Tiworo Selatan Tiworo Utara Lawa Sawerigadi Barangka Wadaga Kusambi Kontunaga Watopute Katobu Lohia Duruka Batalaiworu Napabalano Lasalepa Napano Kusambi Towea Wakorumba Selatan Pasir Putih Pasi Kolaga Maligano Batukara Muna Sumber: Proyeksi BPS
Rasio Jenis Kelamin 92,46 87,40 91,17 91,20 95,09 90,34 97,80 89,08 95,77 99,67 101,95 105,42 98,40 85,96 94,09 85,38 87,95 93,48 93,26 95,36 91,61 88,27 94,92 93,12 96,99 95,37 99,29 97,54 94,52 89,94 89,63 98,29 92,59 93,36
Jumlah penduduk Kabupaten Muna menurut kelompok umur tahun 2011 dapat dilihat lebih lengkap pada Tabel 5.5.
93 70
Tabel 5.5 Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin 2011 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kelompok Umur 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75+ Jumlah Sumber: Proyeksi BPS
Laki-laki 17.796 18.366 17.790 13.349 8.808 9.320 8.028 8.807 7.571 5.711 4.923 3.771 2.684 2.034 1.450 1.705 132.113
Perempuan 16.759 17.346 16.359 13.276 10.264 10.954 9.736 10.028 8.166 6.692 6.043 4.072 3.607 2.774 2.206 3.221 141.503
Jumlah 34.555 35.712 34.149 26.625 19.072 20.274 17.764 18.835 15.737 12.403 10.966 7.843 6.291 4.808 3.656 4.926 273.616
5.1.4.4 Angkatan kerja Tahun 2011, penduduk yang termasuk angkatan kerja sebanyak 121.833 orang terdiri dari yang bekerja sebanyak 119.008 orang dan pengangguran sebanyak 2.825 orang. Kemudian, yang bukan termasuk angkatan kerja sebanyak 48.745 orang. Sebagian besar penduduk bekerja pada sektor pertanian yaitu sebesar 49,82 persen dari total keseluruhan penduduk yang bekerja. Berdasarkan lapangan pekerjaan utama, sebagian besar penduduk bekerja sebagai tenaga usaha pertanian yaitu sebanyak 59.284 orang. Menurut status pekerjaan utama mereka, sebagian besar penduduk berusaha sendiri. Pendidikan yang ditamatkan oleh sebagian besar penduduk yang bekerja adalah belum tamat SD/sederajat dengan persentase sebesar 23,41 persen dari total keseluruhan penduduk yang bekerja. Adapun penduduk yang berhasil
94 71
menamatkan jenjang pendidikan hingga level sarjana ke atas sebanyak 4,46 persen. Ditinjau dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) penduduk Kabupaten Muna yang berumur 15 tahun ke atas tahun 2011 sebesar 71,42 persen (Tabel 5.6). Tabel 5.6 Penduduk Berumur 15 Tahun keatas Menurut Jenis Kegiatan No 1
Jenis Kegiatan Angkatan kerja a. Bekerja b. Pengangguran 2 Bukan angkatan kerja a.Sekolah b. Mengurus rumah tangga c. Lainnya 3 Penduduk umur 15 tahun ke atas 4 % Bekerja terhadap angkatan kerja 5 % Angkatan kerja terhadap penduduk 15 tahun ke atas (TPAK) Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional 2011
2010 118.534 114.420 4.114 48.694 5.597 35.852 7.263 167.228 96,53 70,88
2011 121.833 119.008 2.825 48.745 7.017 33.856 7.872 170.578 97,68 71,42
Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Jenis Lapangan Usaha tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 5.7. Tabel 5.7 Penduduk Berumur 15 Tahun keatas yang Bekerja Menurut Jenis Lapangan Usaha 2011 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Lapangan Kerja Utama/ Industri Jumlah Pertanian 59.284 Pertambangan dan Penggalian 826 Industri 7.742 Listrik, Gas, dan Air Minum 301 Konstruksi 6.592 Perdagangan 18.109 Transportasi/Komunikasi 11.126 Lembaga Keuangan 877 Jasa Kemasyarakatan 14.151 Jumlah 119.008 Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional 2011
Persentase 49,82 0,69 6,51 0,25 5,54 15,22 9,35 0,74 11,89 100
95 72
5.2 Sistem Penyuluhan Pertanian di Kabupaten Muna Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Kabupaten Muna nomor 204 tahun 2012 bahwa jumlah penyuluh di Kabupaten Muna sebanyak 117 Pegawai Negri Sipil (PNS) dan 121 THL (Tenaga Harian Lepas), tiap kecamatan dikoordinir oleh satu orang koordinator yang ditunjuk langsung oleh Bupati. Penyuluh tersebar diberbagai kecamatan di Kabupaten Muna. Tiap kecamatan terdapat 9 sampai 12 orang penyuluh. Penyuluh dengan spesifikasi bidang peternakan dalam setiap kecamatan terdiri dari 1 sampai 2 orang penyuluh, selebihnya merupakan spesifikasi bidang pertanian. Untuk Kecamatan Parigi, Kontunaga, Kabangka, Kabawo, Barangka, Sawerigadi, Tiworo Tengah, Tiworo Kepulauan, Tiworo Selatan, Tiworo Utara terdiri dari 1 orang penyuluh peternakan PNS. Kecamatan Watopute, Wadaga, dan Lawa hanya terdapat penyuluh THL. Untuk Kecamatan Napano Kusambi dan Kusambi masing-masing terdapat 1 orang penyuluh PNS dan 1 orang penyuluh THL. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku bahwa semua penyuluh yang ditugaskan di lapangan wajib untuk menangani semua permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat desa binaan baik bidang pertanian maupun bidang peternakan. Selanjutnya penyuluh harus membina dan mengarahkan serta membimbing petani peternak skala kecil dan skala besar di suatu desa atau kecamatan dan kabupaten yang telah ditentukan oleh Badan Penyuluhan kepada pegawai penyuluh, baik yang PNS maupun THL.
96
BAB VI HASIL PENELITIAN
6.1 Karakteristik Penyuluh Pertanian Karakteristik penyuluh pertanian di Kabupaten Muna yaitu meliputi tentang umur, tingkat pendidikan, masa kerja dan jumlah tanggungan keluarga penyuluh pertanian. 6.1.1 Umur penyuluh pertanian Jumlah penyuluh sebagai responden dalam penelitian ini adalah 15 orang. Sebagian besar 40% penyuluh pertanian masing-masing berumur antara 33-40 dan 41-47 tahun dan sebagian kecil 7% berumur antara 41-55 dengan rataan umur responden adalah 42,66 tahun. Umur penyuluh pertanian yang paling muda yaitu 33 tahun dan umur tertua 55 tahun. Penyuluh pertanian yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 11 orang dan penyuluh pertanian yang berjenis kelamin perempuan adalah sebanyak 4 orang. Umur penyuluh pertanian dalam penelitian ini termasuk dalam kategori umur produktif. Hal ini menunjukkan bahwa penyuluh yang berumur produktif, seyogianya akan
semakin baik tingkat kreativitasnya dalam merencanakan
program penyuluhan dan lebih mudah membangun komunikasi dengan sasaran penyuluhan. Semakin tua umur seseorang akan semakin berkurang atau menurun kinerjanya, karena itu umur erat kaitannya dengan kinerja seseorang. Rincian data selengkapnya mengenai umur penyuluh dapat dilihat dalam Tabel 6.1.
73
97 74
Tabel 6.1 Distribusi Penyuluh Pertanian Berdasarkan Umur No 1 2 3
Kisaran Umur (tahun) 33-40 41-47 48-55 Jumlah
Jumlah (orang) 6 6 3 15
Persentase (%) 40 40 20 100
6.1.2 Tingkat pendidikan penyuluh pertanian Tingkat pendidikan formal penyuluh akan menunjukkan perbedaan tingkat pengetahuan, sikap dan keterampilan penyuluh dalam melaksanakan tugas, sehingga yang berpendidikan lebih tinggi mampu berpikir lebih abstrak dan memiliki wawasan yang lebih luas. Pendidikan yang lebih tinggi akan berpengaruh pada tingkat adaptasi, mempunyai pilihan-pilihan yang lebih luas dalam kehidupannya, termasuk dalam melaksanakan penyuluhan. Hal tersebut senada dengan pendapat Slamet (1992) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, ada kecenderungan semakin tinggi pula pengetahuan, sikap dan keterampilan, efisien bekerja dan semakin banyak tahu cara-cara dan teknik bekerja yang lebih baik dan lebih menguntungkan. Tingkat pendidikan dari penyuluh di lokasi penelitian, sebagian besar berpendidikan sarjana dengan persentase 60% dan sebagian kecil 7% berpendidikan SMA. Rincian data selengkapnya mengenai tingkat pendidikan penyuluh dapat dilihat dalam Tabel 6.2.
98 75
Tabel 6.2 Distribusi Penyuluh Pertanian Berdasarkan Tingkat Pendidikan No 1 2 3 4
Tingkat Pendidikan (tahun) SMA D3 Sarjana Magister Jumlah
Jumlah (orang) 1 3 9 2 15
Persentase (%) 7 20 60 13 100
6.1.3 Masa kerja penyuluh pertanian Masa kerja penyuluh menunjukkan lama penyuluh menduduki jabatan fungsional sebagai penyuluh pertanian. Masa kerja sebagai salah satu faktor penting karena semakin lama masa kerja, penyuluh pertanian akan semakin menguasai bidang pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya sehingga akan semakin matang dan berpengalaman dalam melaksanakan fungsi tugasnya. Pengalaman kerja membuat para pekerja lebih produktif, dan bersamaan dengan kemampuan kerja menentukan kinerja kerja (Schmidt et al., 1986). Masing-masing sebanyak 20% penyuluh pertanian memiliki masa kerja antara 26-30, 16-20, 6-10, dan 1-5 tahun. Sebagian kecil 7% masa kerja penyuluh pertanian bekerja 11-15 tahun. Rata-rata masa kerja penyuluh pertanian di daerah ini adalah 17 tahun. Rincian data selengkapnya mengenai masa kerja penyuluh yaitu dapat dilihat dalam Tabel 6.3.
99 76
Tabel 6.3 Distribusi Penyuluh Pertanian Berdasarkan Masa Kerja No 1 2 3 4 5 6
KisaranMasa Kerja (tahun) 1-5 6-10 11-15 16-20 21-25 26-30 Jumlah
Jumlah (orang) 3 3 1 3 2 3 15
Persentase (%) 20 20 7 20 13 20 100
6.1.4 Jumlah tanggungan keluarga penyuluh pertanian Jumlah tanggungan keluarga penyuluh pertanian dalam penelitian ini adalah sebagian besar 60% dengan jumlah tanggungan 3-4 orang dan sebagian kecil (13%) dengan jumlah tanggungan 5-6 orang. Rataan jumlah tanggungan keluarga adalah sebanyak 3,4 orang. Menurut Ilyas (1987), bahwa jumlah tanggungan keluarga berkisar antara 3-4 orang tergolong sedang dan lebih dari 5 orang tergolong besar. Sesuai dengan pendapat Ilyas tersebut jumlah tanggungan keluarga penyuluh pertanian di Kabupaten Muna tergolong sedang. Hal ini akan menyebabkan kepala keluarga tidak terlalu sulit melakukan penyuluhan karena tanggungan keluarga yang ratarata tergolong sedang. Rincian data selengkapnya mengenai jumlah tanggungan keluarga penyuluh dapat dilihat dalam Tabel 6.4.
100 77
Tabel 6.4 Distribusi Penyuluh Pertanian Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga No. 1 2 3
Kisaran Jumlah Tanggungan Keluarga (orang) ≤2 3-4 5-6 Jumlah
Jumlah (orang) 4 9 2 15
Persentase (%) 27 60 13 100
6.2 Karakteristik Peternak Karakteristik peternak di Kabupaten Muna yaitu meliputi tentang umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, lama beternak, dan pemilikan ternak. 6.2.1 Umur peternak Umur dapat mempengaruhi atau berkaitan erat dengan kegiatan berusahatani terutama dalam mengadopsi suatu teknologi baru. Semakin tua umurnya biasanya semakin lamban dalam mengadopsi inovasi dan cenderung hanya melaksanakan kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh warga setempat (Mardikanto, 1993). Rincian data selengkapnya mengenai umur peternak dapat dilihat dalam Tabel 6.5. Tabel 6.5 Distribusi Peternak Berdasarkan Umur No. 1 2 3 4 5
Kisaran Umur (tahun) 20-30 31-40 41-50 51-60 >60 Jumlah
*Umur 68 = 1 orang Umur 61 = 1 orang
Jumlah (orang) 16 24 38 19 2 99
Persentase (%) 16,17 24,24 38,38 19,19 2,02 100
101 78
Berdasarkan Tabel 6.5 menunjukkan bahwa sebagian besar peternak (38,38%) berumur antara 41-50 tahun dan sebagian kecil (2,02%) di atas 60 tahun. Umur tertua peternak yaitu 68 tahun. Secara umum hasil penelitian menunjukkan rata-rata umur peternak adalah 43,52 dan ini menunjukkan bahwa peternak dalam kategori berumur produktif. Umur usia kerja produktif yaitu 15-64 tahun. Sedangkan umur diatas 65 tahun yaitu tidak produktif. 6.2.2 Tingkat pendidikan peternak Tingkat pendidikan akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menerapkan suatu teknologi atau melaksanakan suatu kebijakan yang dikeluarkan atau yang ditetapkan oleh pemerintah. Umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin cepat seseorang untuk memahami suatu teknologi. Rincian data selengkapnya mengenai tingkat pendidikan peternak dapat dilihat dalam Tabel 6.6. Tabel 6.6 Distribusi Peternak Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. 1 2 3 4
Tingkat Pendidikan (tahun) SD SMP SMA Sarjana Jumlah
Jumlah (orang) 6 5 69 19 99
Persentase (%) 6,06 5,05 69,69 19,20 100
Berdasarkan Tabel 6.6 tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh responden cukup bervariasi yaitu dari SD sampai dengan perguruan tinggi. Sebagian besar responden (69,69%) berpendidikan SMA dan sebagian kecil (5,05%) berpendidikan SMP.
102 79
6.2.3 Jumlah tanggungan keluarga peternak Jumlah tanggungan keluarga akan mempengaruhi jumlah dana yang akan dialokasikan untuk keperluan usaha ternak. Tabel 6.7 dibawah ini menunjukkan jumlah tanggungan keluarga peternak responden sebanyak 3-4 orang merupakan porsi terbesar dari responden (56,57%) sedangkan sebagian kecil responden (12,12%) memiliki tanggungan keluarga 5-6 orang. Rataan jumlah tanggungan keluarga peternak adalah 3 orang. Hal ini dapat dikatakan bahwa jumlah tanggungan keluarga responden di daerah ini tergolong keluarga sedang, sehingga kepala keluarga tidak terlalu sulit menerapkan inovasi yang diterima dari penyuluh pertanian karena kemungkinan masih tersedia cukup dana yang bisa dialokasikan untuk penyediaan keperluan sarana produksi sapi bali. Rincian data selengkapnya mengenai jumlah tanggungan keluarga peternak yaitu dapat dilihat dalam Tabel 6.7. Tabel 6.7 Distribusi Peternak Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga No. 1 2 3
Kisaran Jumlah Tanggungan Keluarga (orang) ≤2 3-4 5-6 Jumlah
Jumlah (orang) 31 56 12 99
Persentase (%) 31,31 56,57 12,12 100
6.2.4 Luas lahan garapan peternak Luas lahan garapan adalah luas lahan yang dikuasai dan digunakan untuk usaha agribisnis yang terdiri dari lahan sawah dan non sawah. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan sebagian besar peternak 45,46% memiliki luas lahan pada kisaran 0,25-0,50 ha dan sebagian kecil peternak 9,09% memiliki lahan diatas 1
103 80
ha. Lahan garapan peternak di daerah ini merupakan milik sendiri dan lahan garapan yang terluas yaitu 1,5 ha. Rincian data selengkapnya mengenai luas lahan garapan peternak yaitu dapat dilihat dalam Tabel 6.8. Tabel 6.8 Distribusi Peternak Berdasarkan Luas Lahan Garapan No 1 2 3 4
Kisaran Luas Lahan Garapan (ha) ≤ 0.25 0,25-0,50 0,50-1,00 >1,00 Jumlah
Jumlah Petani orang 20 45 25 9 99
% 20,20 45,46 25,25 9,09 100
6.2.5 Lama beternak Sebagian besar peternak 61,62% memiliki pengalaman beternak paling lama yaitu pada kisaran 3-10 tahun dan sebagian kecil 3,03% memiliki pengalaman beternak diatas 26 tahun. Rataan lama beternak responden yaitu 11,72 tahun. Lama beternak responden dalam penelitian ini memiliki jangka waktu paling lama 31 tahun. Mardikanto (1992) mengemukakan bahwa dalam mengembangkan usaha peternakannya, seorang petani ternak untuk jangka waktu yang lebih lama akan mengalami proses belajar yang lebih banyak (baik dengan menggunakan pikiran, perasaan maupun keterampilannya), serta lebih banyak pengalaman akan lebih memudahkan dalam mengerjakan atau menerapkan inovasi. Dengan kata lain, kesempatan atau waktu untuk mencoba atau memperoleh pengalaman melalui pelaksanaan kegiatan secara nyata lebih banyak. Dalam hal ini masyarakat dapat belajar sambil bekerja atau belajar dari pengalaman tentang sesuatu yang ia
81 104
kerjakan. Rincian data selengkapnya mengenai lama beternak oleh peternak dapat disajikan dalam Tabel 6.9. Tabel 6.9 Distribusi Peternak Berdasarkan Lama Beternak No 1 2 3 4
Kisaran Lama Beternak (tahun) 3-10 11-18 19-26 >26 Jumlah
Jumlah orang 61 19 16 3 99
% 61,62 19,19 16,16 3,03 100
6.2.6 Pemilikan ternak Jumlah ternak sapi bali yang dimiliki oleh responden rata-rata 5 ekor. Sebagian besar (68,69%) memiliki ternak sapi bali pada kisaran 1-5 ekor dan sebagian kecil (4,04%) memiliki ternak sapi bali pada kisaran 11-15 ekor. Jumlah kepemilikan ternak sapi bali responden yang terbanyak adalah 12 ekor. Rincian data selengkapnya mengenai jumlah pemilikan ternak oleh peternak dapat dilihat dalam Tabel 6.10. Tabel 6.10 Distribusi Peternak Berdasarkan Jumlah Pemilikan Ternak No 1 2 3
Kisaran Jumlah Pemilikan Ternak (ekor) 1-5 6-10 11-15 Jumlah
Jumlah Peternak orang % 68 68,69 27 27,27 4 4,04 99 100
Dalam jumlah kepemilikan ternak, Rogers dan Shoemaker (1971) menyatakan bahwa petani peternak yang memiliki ternak lebih banyak akan lebih cepat menerima ide baru, jika dikaitkan dengan keuntungan ekonomi yang akan mereka peroleh dari ide baru tersebut. Hal ini berkaitan dengan besarnya risiko
105 82
yang akan mereka hadapi dalam mengelola usaha taninya. Dikatakan bahwa peternak yang memiliki ternak lebih banyak akan berhati-hati dalam menjalankan usaha ternaknya daripada peternak yang memiliki ternak lebih sedikit. 6.3 Kinerja Penyuluh Pertanian dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengannya Kinerja penyuluh pertanian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 6.3.1 Kinerja berdasarkan sifat personalitas Penyuluh pertanian yang dijadikan responden berjumlah 15 orang. Untuk kinerja penyuluh pertanian yang berbasis sifat personalitas yaitu dalam kategori “baik” sebanyak 7 orang (46,67%). Kinerja penyuluh pertanian yang berbasis sifat personalitas dalam kategori “sedang” yaitu sebanyak 8 orang (53,33%), seperti dipaparkan pada Tabel 6.11. Rataan pencapaian skor kinerja penyuluh pertanian yang berbasis sifat personalitas adalah 34,13 atau 68,26% dari skor maksimal ideal 50 (termasuk dalam sifat personalitas yang berkategori sedang). Hal ini menujukkan bahwa kinerja penyuluh pertanian yang berbasis sifat personalitas perlu ditingkatkan menjadi lebih tinggi agar menghasilkan kinerja yang lebih baik. 6.3.2 Kinerja berdasarkan hasil Penyuluh pertanian memiliki kinerja berdasarkan hasil dalam kategori “baik” yaitu sebanyak
12 orang (80%), sedangkan penyuluh pertanian yang
memiliki kinerja berdasarkan hasil dalam kategori “sedang” yaitu sebanyak 3 orang (20%). Rataan pencapaian skor kinerja penyuluh pertanian yang berdasarkan hasil adalah 35 atau 70% dari skor maksimal ideal 50 (termasuk kategori baik).
106 83
Hal ini menunjukkan bahwa kinerja penyuluh pertanian yang berdasarkan hasil adalah masih dalam kategori baik. Dengan demikian perlunya kinerja penyuluh yang berbasis hasil yang sangat baik agar menghasilkan kinerja yang sangat baik pula. Rincian data selengkapnya mengenai kinerja penyuluh pertanian berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat dalam Tabel 6.11 Tabel 6.11 Kinerja Penyuluh Pertanian Berdasarkan Sifat Personalitas dan Hasil
Kinerja Berdasarkan
Sifat Personalitas (orang) % Hasil (orang) % Kinerja Penyuluh %
Sangat Baik
Baik
Kategori Sedang
Jumlah
7 46,67
8 53,33
15 100
12 80 8 53,33
3 20 7 46,67
15 100 15 100
Tidak Baik
Sangat Tidak Baik
Secara gabungan sebagian besar 8 orang (53,33%) penyuluhan pertanian memiliki kinerja termasuk kategori baik dan sisanya sebanyak 7 orang (46,67%) memiliki kinerja sedang. Rataan pencapaian skor kinerja penyuluh pertanian yaitu 69,13 atau 69,13% dari skor maksimal ideal 100 (kinerja termasuk dalam kategori baik). Hal ini menunjukkan bahwa penyuluh dengan kinerja yang baik diharapkan akan dapat meningkatkan keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali. Kinerja penyuluh pertanian yang berkategori sangat baik adalah interaksi penyuluh dengan peternak, sedangkan yang berkategori baik yaitu tekun, disiplin, kerja keras, kreatif, frekuensi penyuluhan, materi penyuluhan, dan program penyuluhan. Kinerja yang berkategori sedang yaitu bertanggung jawab, inovatif,
107 84
dan teladan. Untuk kinerja penyuluh pertanian yang berkategori tidak baik adalah perubahan perilaku peternak, perkembangan usaha peternakan sapi bali peternak, dan manajemen usaha peternakan sapi bali peternak. Rincian data selengkapnya mengenai unsur-unsur kinerja penyuluh pertanian dapat dilihat dalam Tabel 6.12. Tabel 6.12 Distribusi Responden Berdasarkan Unsur-unsur Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Bali
1
Unsur-unsur Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Bali Tekun
2
Disiplin
3
Kerja keras
4
Bertanggung jawab
5
Inovatif
6
Kreatif
7
Teladan
8
Program penyuluhan
9
Materi penyuluhan
10
Frekuensi penyuluhan
11
Interaksi penyuluh dengan peternak Perubahan perilaku peternak Perkembangan usaha peternakan sapi bali peternak Manajemen usaha peternakan sapi bali peternak
No
12 13
14
9 (60) 12 (80)
Skor 3 orang % 16 (53,33) 16 (53,33) 15 (50) 9 (60) 10 (66,67) 4 (26,67) 10 (66,67) 2 (13,33) 12 (40) 13 (43,33) 4 (13,33) 6 (40) 3 (20)
8 (53,33)
7 (46,67)
1 orang %
2 orang %
1 (3,33)
1 (6,66) 1 (6,66) 1 (6,66)
6.3.3 Pengetahuan penyuluh peternakan sapi bali
Total 4 orang % 14 (46,67) 14 (46,67) 14 (46,67) 6 (40) 4 (26,67) 10 (66,67) 4 (26,67) 8 (53,34) 18 (60) 9 (30) 9 (30)
5 orang %
5 (33,33)
8 (26,67) 17 (56,67)
orang % 30 (100) 30 (100) 30 (100) 15 15 (100) 15 (100) 15 (100) 15 (100) 30 (100) 30 (100) 30 (100) 15 (100) 15 (100) 15 (100)
Rataan % skor
Kategori
69,33
Baik
69,33
Baik
68,66
Baik
68
Sedang
64
Sedang
72
Baik
64
Sedang
84
Baik
72
Baik
76,66
Baik
88,66
Sangat baik Tidak baik Tidak baik
48 44
49,33
Tidak baik
pertanian dalam pengembangan usaha
Sebagian besar 66,7% penyuluh pertanian (10 orang) memiliki pengetahuan termasuk dalam kategori “sangat tinggi”, sedangkan sisanya yaitu 6
108 85
orang
(33,3%)
memiliki
pengetahuan
dalam
kategori
“tinggi”
dalam
pengembangan usaha peternakan sapi bali. Rataan persentase pencapaian skor pengetahuan penyuluh mengenai pengembangan usaha peternakan sapi bali adalah 26,06 atau 86,86% dari skor maksimal ideal 30 (termasuk dalam kategori sangat tinggi). Dengan memiliki pengetahuan yang sangat tinggi diharapkan kinerja yang baik dari penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali semestinya akan tercapai. Rincian data selengkapnya mengenai pengetahuan penyuluh dalam pengembangan usaha sapi bali dapat dilihat dalam Tabel 6.13. Tabel 6.13 Distribusi Penyuluh Pertanian Berdasarkan Pengetahuan dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Bali No 1 2 3 4 5
Pengetahuan Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Jumlah
6.3.4 Keterampilan penyuluh peternakan sapi bali
Jumlah Penyuluh Pertanian orang % 10 66,7 5 33,3 15 100 pertanian dalam pengembangan usaha
Sebagian besar penyuluh pertanian memiliki keterampilan dalam kategori “sangat terampil” yaitu 11 orang (73,3%) sedangkan sisanya yaitu 4 (26,7%) memiliki keterampilan dalam kategori “terampil” dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali. Rataan pencapaian skor keterampilan penyuluh dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali adalah 26.46 atau 88,2% dari skor maksimal ideal 30 (termasuk dalam kategori sangat terampil).
109 86
Hal ini menunjukkan bahwa penyuluh pertanian mampu menerapkan pengetahuan yang dimilikinya kedalam bentuk kegiatan penyuluhan dalam pengembangan usaha sapi. Keterampilan yang dimiliki penyuluh pertanian dalam kategori sangat terampil akan menghasilkan kinerja yang baik sehingga pengembangan usaha peternakan sapi bali akan tercapai. Rincian data selengkapnya mengenai keterampilan penyuluh pertanian dalam peengembangan usaha peternakan sapi bali dapat dilihat dalam Tabel 6.14. Tabel 6.14 Distribusi Penyuluh Pertanian Berdasarkan Keterampilan dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Bali No 1 2 3 4 5
Keterampilan Sangat Terampil Terampil Sedang Rendah Sangat Rendah Jumlah
Jumlah Penyuluh Pertanian orang % 11 73,3 4 26,7 15 100
6.3.5 Motivasi penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali Sebagian besar penyuluh pertanian memiliki motivasi dalam kategori “kuat” yaitu 9 orang (60%) sedangkan sisanya yaitu 6 orang (40%) memiliki motivasi dalam kategori “sangat kuat” dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali. Rataan pencapaian skor motivasi penyuluh dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali adalah 38,33 atau 85,17% dari skor maksimal ideal 45 (termasuk dalam kategori sangat kuat). Dengan motivasi yang sangat kuat diharapkan mampu menghasilkan kinerja yang baik dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali. Rincian data
110 87
selengkapnya mengenai motivasi penyuluh dalam peengembangan usaha sapi bali dapat dilihat dalam Tabel 6.15. Tabel 6.15 Distribusi Penyuluh Pertanian Berdasarkan Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Bali No 1 2 3 4 5
Motivasi Sangat Kuat Kuat Sedang Lemah Sangat Lemah Jumlah
Motivasi dalam
Jumlah Peternak orang % 6 40 9 60 15 100
6.3.6 Sikap penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali Lebih banyak penyuluh yang memiliki sikap dalam kategori “sangat positif” yaitu 9 orang (60%) dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali, sedangkan penyuluh yang memiliki sikap positif yaitu 6 orang (40%). Tidak ada penyuluh pertanian yang memiliki sikap ragu-ragu, negatif, apalagi sangat negatif. Rataan tingkat sikap penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali yaitu 38,86 atau 86,35% dari skor maksimal ideal 45 (termasuk dalam kategori sangat positif). Dengan sikap yang sangat positif penyuluh pertanian memiliki keyakinan akan kebaikan/kemanfaatan materi yang dia suluhkan kepada peternak binaannya. Rincian data selengkapnya mengenai sikap penyuluh dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali dapat dilihat dalam Tabel 6.16.
111 88
Tabel 6.16 Distribusi Penyuluh Pertanian Berdasarkan Sikap dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Bali No 1 2 3 4 5
Sikap Sangat Positif Positif Ragu-Ragu Negatif Sangat Negatif Jumlah
Jumlah Peternak orang % 9 60 6 40 15 100
6.3.7 Jarak tempat tinggal penyuluh pertanian Penyuluh pertanian sebagian besar (93,3%) memiliki jarak tempat tinggal termasuk dalam kategori “sangat dekat” (1-10 km) yaitu 14 orang, sedangkan sisanya yaitu 1 orang (6,7%) memiliki jarak tempat tinggal dengan kategori “dekat” (11-20 km). Rataan pencapaian skor jarak tempat tinggal penyuluh dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali adalah 13,8 atau 92% dari skor maksimal ideal adalah 15 (termasuk kategori sangat dekat). Dengan sangat dekatnya jarak tempat tinggal penyuluh pertanian dengan peternak binaannya akan mampu memberikan kemudahan bagi penyuluh pertanian dalam menjalankan tugasnya sebagai penyuluh pertanian. Rincian data selengkapnya mengenai jarak tempat tinggal penyuluh dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali dapat dilihat dalam Tabel 6.17.
112 89
Tabel 6.17 Distribusi Penyuluh Pertanian Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal No 1 2 3 4 5
Jarak Tempat Tinggal Sangat Dekat Dekat Sedang Jauh Sangat Jauh Jumlah
Jumlah Penyuluh Pertanian Orang % 14 93,3 1 6,7 15 100
6.3.8 Fasilitas penyuluh pertanian Semua penyuluh pertanian yaitu 15 orang (100%) memiliki fasilitas yang kurang lengkap dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali. Rataan pencapaian skor fasilitas dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali adalah 9 atau 60% dari skor maksimal 15 (termasuk kategori kurang lengkap). Hal ini menunjukkan bahwa fasilitas penyuluh pertanian masih kurang lengkap, tentu akan mempengaruhi kinerja mereka. Apabila fasilitas lengkap, apalagi sangat lengkap seyogianya akan menghasilkan kinerja yang baik. Rincian data selengkapnya mengenai fasilitas penyuluh dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali dapat dilihat dalam Tabel 6.18. Tabel 6.18 Distribusi Penyuluh Pertanian Berdasarkan Fasilitas No 1 2 3 4 5
Fasilitas Sangat Lengkap Lengkap Kurang Lengkap Sangat Kurang Lengkap Sangat Tidak Tersedia Jumlah
Jumlah Penyuluh Pertanian Orang % 15 100 15 100
113 90
6.3.9 Keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali Sebanyak 55 orang peternak (55,56%) memiliki kategori “kurang berhasil” dan sisanya 44 orang peternak (44,44%)
memiliki kategori “tidak
berhasil” dalam usaha peternakan sapi bali. Rataan pencapaian skor keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali adalah 37,12 atau 53,02% dari skor maksimal 70 (termasuk kategori kurang berhasil). Hal ini menunjukkan bahwa peternak belum berhasil dengan baik dalam menjalankan usaha peternakan sapi bali. Rincian data selengkapnya mengenai keberhasilan peternak dalam usaha sapi bali dapat dilihat dalam Tabel 6.19. Tabel 6.19 Keberhasilan Peternak dalam Usaha Peternakan Sapi Bali No
Keberhasilan Peternak
1 2 3 4 5
Sangat Berhasil Berhasil Kurang Berhasil Tidak Berhasil Sangat Tidak Berhasil Jumlah
Jumlah Penyuluh Pertanian Orang % 55 55,56 44 44,44 99 100
Keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali yang berkategori kurang berhasil yaitu pertambahan bobot badan, sedangkan yang berkategori tidak berhasil diantaranya adalah pendapatan peternak, jumlah kepemilikan ternak sapi bali, penyakit, permodalan, dan pemasaran. Untuk keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali yang berkategori sangat tidak berhasil yaitu penerapan teknologi. Keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali ada juga berkategori berhasil yaitu pengetahuan peternak tentang perkandangan sapi bali. Untuk kategori sangat berhasil yaitu persentase kematian sapi bali mengalami
114 91
penurunan. Rincian data selengkapnya mengenai unsur-unsur keberhasilan dalam usaha peternakan sapi bali
dapat dilihat dalam Tabel 6.20.
Tabel 6.20 Distribusi Responden Berdasarkan Unsur-unsur Keberhasilan dalam Usaha Peternakan Sapi Bali No
1 2 3
4 5
Unsur-unsur Keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali Pertambahan berat badan Penurunan kematian sapi bali Pengetahuan peternak tentang perkandangan sapi bali Pendapatan peternak
6
Jumlah kepemilikan ternak sapi bali Penerapan teknologi
7
Penanganan penyakit
8
Permodalan
9
Pemasaran
1 (0,33)
2 orang (%) 15 (15,15) 2 (2,02) 19 (6,39)
Skor 3 4 orang orang (%) (%) 54 20 (54,55) (20,20) 25 18 (25,25) (18,18) 144 100 (48,49) (33,68)
6 (6,06) 6 (6,06) 52 (52,53)
75 (75,76) 45 (45,46) 32 (32,32)
18 (18,18) 35 (35,35) 15 (15,15)
42 (21,21) 35 (35,35)
99 (50) 36 (36,37)
57 (28,79) 28 (28,28)
86 (28,96)
90 (30,30)
31 (10,44)
1 orang (%)
5 orang (%) 10 (10,10) 54 (54,55) 33 (11,11)
13 (13,13)
51 (17,17)
39 (13,13)
Total orang (%) 99 (100) 99 (100) 297 (100)
Rataan % skor 65,05 85,05 69,76
99 (100) 99 (100) 99 (100)
42,42
198 (100) 99 (100)
41,51
297 (100)
51,04 (100)
51,11 32,52
38,58
Faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali seperti pengetahuan, keterampilan, motivasi, sikap, jarak tempat tinggal, fasilitas penyuluh pertanian, dan keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali. Hasil analisis data dengan Uji Koefisien Korelasi Jenjang Spearman menunjukkan bahwa faktorfaktor yang berhubungan positif nyata (p<0,10) yaitu masing-masing antara pengetahuan, motivasi, dan jarak tempat tinggal dengan kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali. Keterampilan dan sikap masing-masing faktor berhubungan positif nyata (p<0,05) dengan kinerja
Kategori
Kurang berhasil Sangat berhasil Berhasil
Tidak berhasil Tidak Berhasil Sangat tidak berhasil Tidak berhasil Tidak berhasil Tidak berhasil
115 92
penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali. Untuk fasilitas berhubungan tidak nyata (p>0,10) dengan kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali. Sifat personalitas dan hasil ternyata berhubungan tidak nyata (p>0,10) dengan keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali. Rincian data selengkapnya mengenai analisis data dengan menggunakan Uji Koefisien Korelasi Jenjang Spearman dapat dilihat dalam Tabel 6.21. Tabel 6.21 Hubungan antara Beberapa Faktor dengan Kinerja Penyuluh Pertanian dan Hubungan Kinerja dengan Keberhasilan Peternak dalam Usaha Peternakan Sapi Bali No
1 2 3 4 5 6 . . . . 7
Variabel
Pengetahuan Keterampilan Motivasi Sikap Jarak Tempat Tinggal Fasilitas . . . . Keberhasilan Peternak
Keterangan:
rs = Koefisien Korelasi sn = sangat nyata n = nyata tn = tidak nyata
Responden n = 15 rs 0,372 0,471 0,424 0,448 0,387 0,283 . . . . 0,211
t hitung 1,444n 1,925n 1,687n 1,806n 1,513n 1,063tn . . . . 0,778tn t0,01 db 13 = 2,650 t0,25 db 13 = 2,160 t0,05 db 13 = 1,771 t0,10 db 13 = 1,350
116
BAB VII PEMBAHASAN
7.1 Kinerja Penyuluh Pertanian dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengannya 7.1.1 Kinerja penyuluh pertanian Dari hasil analisis didapatkan bahwa rata-rata pencapaian kinerja penyuluh pertanian berdasarkan sifat personalitas adalah 34,13 atau 68,26% dari skor maksimal ideal 50 (termasuk dalam kategori sedang). Hal ini disebabkan oleh masih kurangnya tanggungjawab yang lebih besar yang harus dimiliki oleh penyuluh pertanian. Karena tanggungjawab ini adalah mengacu pada output keseluruhan pekerjaaan atau kegiatan yang harus dilakukan dalam rangka suatu pekerjaan. Bentuk tanggungjawab yang harus dimiliki oleh penyuluh pertanian di daerah ini yaitu penyuluh pertanian berusaha sedapat mungkin mencari pemecahan masalah yang selalu dihadapi oleh peternak sapi bali, membantu peternak sapi bali dalam hal memfasilitasi peternak dalam hal membutuhkan sarana produksi yang diperlukan, dan berusaha memotivasi peternak sapi bali agar bersungguh-sungguh dalam melaksanakan materi penyuluhan yang telah diberikan. Hal lain yang terpenting yang dimiliki oleh penyuluh pertanian di daerah ini adalah harus memiliki sifat inovatif. Bentuk sifat inovatif yang harus dilakukan oleh penyuluh pertanian yaitu selalu menerapkan teknologi baru yang dibutuhkan peternak sapi bali. Teknologi baru yang diterapkan oleh penyuluh pertanian di 93
117 94
daerah ini adalah inseminasi buatan, cara mengendalikan penyakit ternak sapi bali, dan sistem pemasaran yang baik untuk usaha peternakan sapi bali. Penerapan teknologi baru ini dilakukan karena sebagian besar peternak di daerah ini tidak menggunakan teknologi yang dapat mempercepat usaha peternakan sapi bali. Keleladanan merupakan faktor penting juga untuk meningkatkan kinerja penyuluh pertanian di daerah ini. Sifat keteledanan tinggi yang dimiliki oleh penyuluh pertanian akan dapat memotivasi peternak untuk berbuat lebih maju dalam usaha peternakan sapi bali. Bentuk keteladanan yang harus dimiliki oleh penyuluh pertanian adalah selalu memberi contoh yang baik dalam beternak sapi bali, kerja keras, rasa percaya diri, keinginan terus maju ke arah yang lebih baik, dan selalu tepat waktu dalam menjalankan tugas. Kinerja penyuluh pertanian berdasarkan sifat personalitas tidak semuanya berkategori sedang, tetapi ada juga berkategori baik. Kinerja penyuluh termasuk dalam kategori baik yaitu karena penyuluh pertanian di daerah ini memiliki sifat ketekunan yang tinggi. Bentuk ketekunan yang dilakukan oleh penyuluh pertanian adalah selalu membantu peternak sapi bali dalam menghadapi suatu masalah. Salah satu bentuk permasalahan yang dihadapi oleh peternak di daerah ini adalah masih banyaknya penyakit yang selalu menyerang ternak sapi bali. Dengan permasalahan tersebut, penyuluh pertanian selalu membantu peternak sapi bali yaitu berusaha mendiagnosa penyakit, mencarikan obat-obat yang tepat, mengobati ternak yang sakit, melatih peternak agar bisa menangani ternak yang sakit, dan memotivasi peternak agar peternak tetap berusaha mengobati ternak yang sakit.
118 95
Penyuluh pertanian di daerah ini memiliki sifat kedisiplinan yang tinggi. Bentuk kedisiplinan yang dilakukan yaitu penyuluh pertanian di daerah ini selalu tepat waktu dalam melakukan kunjungan ke peternak sapi bali. Selain itu, penyuluh pertanian di daerah ini juga memiliki sifat keras yang mampu bekerja dalam kurun waktu yang cukup lama dalam melakukan kinerjanya. Rata-rata lama kerja penyuluh pertanian adalah 8 jam. Penyuluh pertanian yang memiliki waktu kerja yang lama akan diharapkan akan mampu menghasilkan kinerja yang baik dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali. Bentuk kerja yang harus dilakukan oleh penyuluh pertanian di daerah ini yaitu memotivasi peternak agar mampu mencapai keberhasilan dalam usaha peternakan sapi bali, membimbing peternak dalam memelihara sapi bali, membimbing peternak dalam menerapkan teknologi, dan memberikan informasi kepada peternak tentang sistem pemasaran sapi bali yang baik. Penyuluh pertanian di daerah juga memiliki sifat kreatif yang baik. Penyuluh pertanian selalu mengahasilkan ide-ide baru yang dibutuhkan oleh peternak sapi bali. Dengan adanya ide-ide baru tersebut, peternak akan bertambah pengetahuannya. Bentuk ide-ide baru yang dihasilkan oleh penyuluh pertanian adalah pengadaan sarana pakan sapi bali, pemanfaatan feses sapi bali menjadi biogas, pemanfaatan inseminasi buatan untuk mempercepat proses perkawinan pada ternak sapi bali, dan memberikan informasi kepada peternak tentang sistem pemasaran sapi bali yang baik. Kinerja berdasarkan hasil yaitu didapatkan rataan pencapaian skor kinerja penyuluh pertanian adalah 35 atau 70% dari skor maksimal ideal 50 (termasuk
119 96
dalam kategori baik). Hal ini disebabkan oleh penyuluh pertanian selalu mengadakan komunikasi dan kunjungan kepada peternak untuk melihat usaha peternakan sapi bali. Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya dalam memberikan pendapat sehingga diperoleh keputusan yang benar. Komunikasi dan kunjungan penyuluh pertanian pada peternak sapi bali yaitu dilakukan 3 kali dalam seminggu. Komunikasi dan kunjungan antara penyuluh pertanian dengan peternak di daerah ini yaitu dilakukan di balai penyuluhan pertanian, balai desa, di rumah penyuluh pertanian dan peternak sapi bali. Komunikasi penyuluh pertanian di daerah ini dengan peternak masih terjalin dengan baik. Jumlah kehadiran peternak pada saat penyuluh melakukan kunjungan yaitu sebagian besar peternak ikut hadir dalam kegiatan tersebut. Hal ini dilakukan oleh peternak untuk menambah wawasan atau pengetahuan mereka tentang usaha peternakan sapi bali. Dalam kegiatan penyuluhan usaha peternakan sapi bali, penyuluh pertanian di daerah ini selalu menyampaikan materi sesuai dengan kebutuhan praktis peternak sapi bali. Dengan kegiatan penyuluh tersebut, peternak sapi bali dapat mengatasi masalah-masalah dalam usaha peternakan sapi bali. Penyuluh pertanian di daerah ini, dalam melakukan kegiatan penyuluhan peternakan sapi bali, penyuluh pertanian terlebih dahulu menyusun program penyuluhan. Penyusunan program dilakukan untuk mengetahui
kebutuhan
peternak sapi bali. Bentuk penyusunan program yang dilakukan oleh penyuluh
120 97
pertanian
ada
beberapa
tahapan,
yaitu:
(a)
tahap
pengumpulan
data
situasi/keadaan; (b) tahap analisis data; (c) tahap penetapan kebutuhan; (d) tahap perumusan masalah; (e) tahap penetapan tujuan; (f) tahap penetapan alternatif untuk mencapai tujuan; (g) tahap pemilihan alternatif yang terbaik; (h) tahap penetapan rencana kerja dan kalender kerja; (i) tahap pelaksanaan rencana kerja; (j) tahap evaluasi, dan (k) tahap rekonsiderasi. Kinerja penyuluh pertanian berdasarkan hasil kerja tidak semuanya berkategori baik, tetapi ada juga berkategori tidak baik. Hal ini disebabkan oleh rata-rata perilaku peternak di daerah ini yaitu belum mengarah kearah yang lebih maju. Selain itu peternak sapi bali yang tetap cenderung memelihara sapi bali sebagai usaha sampingan. Perkembangan usaha peternakan sapi bali di daerah ini yaitu masih tergolong lambat. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar peternak belum sepenuhnya memiliki kandang ternak sapi bali sebagai tempat makan dan minum, tempat untuk beristirahat, melindungi ternak sapi bali dari gangguan binatang luar, melindungi dari angin kencang, panas dan hujan, serta memberi rasa aman bagi ternak sapi bali. Selain itu peternak di daerah ini juga memiliki populasi ternak sapi bali dengan rataan 5 ekor. Hal ini menggambarkan bahwa jumlah kepemilikan ternak di daerah ini tidak terlalu meningkat. Manajemen usaha peternakan sapi bali di daerah ini yaitu masih tergolong rendah. Hal disebabkan oleh masih kurangnya pemasaran sapi bali, penanaman hijauan untuk pakan ternak masih belum dilakukan oleh peternak, dan belum adanya perkandangan untuk ternak sapi bali. Bentuk manajemen usaha peternakan
121 98
sapi bali yang dilakukan oleh peternak di daerah ini, yaitu hanya mampu mengendalikan penyakit pada ternak sapi bali dan melakukan komunikasi dengan penyuluh pertanian. Dari hasil analisis didapatkan bahwa rata-rata pencapaian persentase skor kinerja penyuluh pertanian adalah 69,13% dari skor maksimal 100% (termasuk dalam kategori baik). Hal ini dimengeri bahwa penyuluh pertanian telah mampu menghasilkan kinerja yang baik dengan harapan akan tercapai keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali. Penyuluh pertanian yang memiliki kinerja baik di daerah ini karena didukung dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Sebagian besar penyuluh (60%) memiliki jenjang pendidikan sarjana dan sebagian kecil (7%) memiliki jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal ini dapat dimengerti bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan penyuluh pertanian maka semakin tinggi pengetahuan, keterampilan, dan sikap penyuluh pertanian dalam menjalankan kinerjanya. Bahua (2010) menyatakan bahwa pendidikan formal yang diikuti penyuluh dapat mempengaruhi kinerja penyuluh, karena dengan pendidikan formal seorang penyuluh dapat meningkatkan kinerjanya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Penyuluh pertanian memiliki kinerja baik karena didukung dengan masa kerja yang cukup lama yaitu dengan rataan 17 tahun. Masa kerja berkaitan erat dengan pengalaman kerja. Penyuluh pertanian yang memiliki pengalaman kerja yang cukup lama akan mampu menambah pengetahuan keterampilan.
122 99
Pengalaman kerja yang didapat dari penyuluh pertanian ini yaitu dengan mengikuti banyaknya pelatihan. Semakin banyak pengalaman kerja yang didapat oleh penyuluh pertanian maka semakin baik kinerja yang dihasilkan. Hickerson dan Middleton (1975) menyatakan bahwa pada umumnya karyawan ditetapkan untuk promosi antara lain karena pengalaman kerjanya dan karyawan akan diberikan kedudukan atau jabatan lebih tinggi karena pengalaman, usia atau kemampuan karyawan yang diperoleh dari umur atau lamanya bekerja. Kinerja penyuluh yang baik karena nampaknya didukung oleh umur penyuluh pertanian (42,66 tahun) yang masih produktif. Dengan umur yang masih produktif penyuluh pertanian di daerah ini masih memiliki kemampuan untuk selalu aktif dalam setiap kegiatan pelatihan dan masih memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas penyuluhan serta terbuka terhadap hal-hal yang baru. Semakin tua umur penyuluh pertanian maka semakin rendah kinerjanya dalam melakukan kegiatan-kegiatan penyuluhan. 7.1.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Penyuluh Pertanian Pengetahuan mempunyai hubungan positif nyata (p<0,10) dengan kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali di Kabupaten Muna, berarti hipotesis penelitian ini diterima. Hal ini disebabkan karena banyaknya pelatihan yang sering diikuti oleh penyuluh pertanian. Pelatihan yang sering diikuti oleh penyuluh adalah pelatihan dasar penyuluhan pertanian, pelatihan inseminasi buatan, budidaya sapi potong, agribisnis sapi potong, manajemen agribisnis, recording sapi potong, pengolahan hasil ternak, pengawetan hijauan pakan ternak, dan pengembangan usaha agribisnis pedesaan.
123 100
Menurut Bahua (2010) bahwa pelatihan dilaksanakan sebagai usaha untuk memperlancar proses belajar seseorang, sehingga bertambah kompetensinya melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikapnya dalam bidang tertentu guna menunjang pelaksanaan tugasnya. Tingginya pengetahuan penyuluh pertanian di daerah ini juga didukung dengan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh penyuluh pertanian. Tingkat pendidikan paling rendah yang sudah ditempuh oleh penyuluh pertanian di daerah ini adalah berpendidikan SMA dan berjumlah 1 orang. Untuk pendidikan D3 yaitu berjumlah 3 orang dan sarjana berjumlah 9 orang. Pendidikan penyuluh yang sudah meraih gelar magister adalah berjumlah 2 orang. Hal ini dapat dikatakan bahwa rata-rata penyuluh pertanian di daerah ini memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Dengan pendidikan tinggi yang dimiliki oleh penyuluh pertanian akan memberikan pengetahuan yang tinggi pula. Slamet (1992) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, ada kecenderungan semakin tinggi pula pengetahuan, sikap dan keterampilan, efisien bekerja dan semakin banyak tahu cara-cara dan teknik bekerja yang lebih baik dan lebih menguntungkan. Pengetahuan penyuluh yang tinggi akan menyebabkan peningkatan kemampuan kerja penyuluh sehingga mampu memahami metode penyuluhan. Menurut Miftah Thoha (2003) bahwa kemampuan yang merupakan salah satu unsur kematangan berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dapat diperoleh dari pendidikan latihan atau pengalaman. Pengalaman kerja penyuluh pertanian di daerah ini rata-rata yaitu 17 tahun. Dengan pengalaman kerja cukup
124 101
lama akan menambah pengetahuan penyuluh pertanian. Gagne (2005) menyatakan bahwa, pengalaman adalah akumulasi dari proses belajar yang dialami seseorang, kemudian menjadi pertimbangan-pertimbangan baginya dalam menerima ide-ide baru. Sikap berhubungan positif nyata (p<0,05) dengan kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali, berarti hipotesis penelitian ini diterima. Hal ini dapat dimengerti bahwa sikap penyuluh pertanian yang positif dapat menunjang kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha sapi bali. Bentuk sikap positif yang dimiliki oleh penyuluh pertanian di daerah ini yaitu terdiri dari sikap penyuluh yang tulus membantu dan selalu menyisihkan waktunya untuk peternak sapi bali dalam mengembangkan usaha peternakan sapi bali. Dalam pelaksanaan penyuluhan peternakan sapi bali, penyuluh pertanian juga selalu tegar menghadapi peternak sekalipun pekerjaan yang dilakukannya relatif berat. Pembentukan sikap positif yang dimiliki oleh penyuluh pertanian di daerah ini tidak terjadi dengan sendirinya, sikap positif terbentuk dari adanya pengalaman kerja dan pengetahuan yang tinggi yang dimiliki oleh penyuluh pertanian. Menurut Azwar (1988) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengetahuan, pengalaman kerja, kebudayaan orang lain yang diangggap penting, media massa, lembaga pendidikan serta faktor emosi dalam diri individu. Keterampilan berhubungan positif nyata (p<0,05) dengan kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali, berarti hipotesis
125 102
penelitian ini diterima. Hal ini disebabkan karena penyuluh pertanian memiliki kemampuan dalam melakukan penyuluhan dengan baik. Di daerah ini penyuluh pertanian selalu kreatif dalam menjalankan kinerja sebagai penyuluh pertanian. Bentuk kreatifitas yang dilakukan oleh penyuluh pertanian adalah memiliki kemampuan untuk selalu menerapkan teknologi-teknologi baru yang sesuai dengan kebutuhan praktis peternak. Teknologi-teknologi baru yang dilaksanakan dan dibutuhkan oleh peternak adalah pencegahan penyakit, pengangkutan ternak, dan pemasaran sapi bali. Keterampilan penyuluh pertanian yang tinggi juga karena didukung dengan bentuk penguasaan alat-alat bantu penyuluhan yang sangat baik. Bentuk alat bantu yang digunakan dalam kegiatan penyuluhan agribisnis peternakan sapi adalah papan tulis, poster, dan brosur. Faktor lain yang menyebabkan keterampilan penyuluh pertanian yang tinggi karena didukung oleh pendidikan yang dimiliki juga sangat tinggi dan banyaknya pelatihan yang pernah dilaksanakan oleh penyuluh. Menurut Justine Sirait (2006) ada beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya pendidikan dan latihan yakni: (a) membantu individu untuk dapat membuat keputusan dan pemecahan masalah secara lebih baik; (b) internalisasi dan operasionalisasi motivasi kerja, prestasi, tanggung jawab, dan kemajuan; (c) mempertinggi rasa percaya diri dan pengembangan diri; dan (d) membantu untuk mengurangi rasa takut dalam menghadapi tugas-tugas baru Masa kerja yang cukup lama menyebabkan penyuluh pertanian memiliki keterampilan yang tinggi. Rata-rata masa kerja penyuluh pertanian adalah 17
126 103
tahun. Dengan masa kerja 17 tahun, penyuluh pertanian di daerah ini sudah memiliki pengalaman kerja yang cukup lama. Penyuluh pertanian yang memiliki pengalaman kerja yang cukup lama akan mampu menambah keterampilannya dalam melakukan penyuluhan peternakan sapi bali. Semakin banyak pengalaman kerja maka semakin tinggi keterampilan yang didapatkan oleh penyuluh pertanian. Menurut Hadi Pranata A.F (1998) keahlian kerja (professional) merupakan gambaran dasar bagi kinerja penyuluh, dimana keahlian adalah bagian dari keterampilan. Keterampilan penyuluh yang tinggi akan menghasilkan kinerja penyuluh yang tinggi pula, demikian sebaliknya. Motivasi berhubungan secara positif nyata (p<0,10) dengan kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali, berarti hipotesis penelitian ini diterima. Hal ini disebabkan karena penyuluh pertanian di daerah ini memiliki penghasilan yang cukup memadai yang dapat mendorong mereka dalam melaksanakan tugas di lapangan. Motivasi yang tinggi yang dimiliki oleh penyuluh pertanian didukung juga dengan masih terjalinnya dengan baik hubungan interpersonal penyuluh pertanian dengan atasan dan dengan sesama anggota penyuluh pertanian. Selain itu juga hubungan interpersonal antara penyuluh pertanian dengan peternak masih terjalin dengan baik. Bentuk hubungan interpersonal yang dilakukan oleh penyuluh pertanian adalah selalu mengadakan komunikasi dengan atasan, sesama anggota penyuluh pertanian, dan peternak.
127 104
Padmowihardjo (1994) menyatakan bahwa hubungan interpersonal merupakan kebutuhan setiap individu, karena pada dasarnya manusia memiliki naluriah untuk berkelompok dengan manusia lainnya. Margono Slamet (2010) menyatakan bahwa, dalam kegiatan penyuluhan, seorang penyuluh harus mengadakan hubungan dengan orang lain sehingga tercipta komunikasi yang baik, dimana komunikasi yang baik adalah komunikasi yang dapat menimbulkan hubungan timbal balik (feedback). Menurut Kusnadi et al. (1999) motivasi adalah semua upaya untuk memunculkan semangat dalam diri, atau bagi orang lain (bawahan) agar mau bekerja guna mencapai tujuan yang diinginkan melalui pemberian atau pemuasan kebutuhan mereka. Motivasi yang tinggi yang dimiliki oleh penyuluh pertanian karena didukung oleh prestasi. Bentuk prestasi yang dihasilkan oleh penyuluh pertanian yaitu selalu berhasil memecahkan masalah yang dialami peternak sapi bali. Masalah yang dialami oleh peternak adalah penyakit dan pengangkutan ternak sapi bali. Selain prestasi yang menjadi faktor pendukung motivasi penyuluh pertanian yaitu penyuluh pertanian memiliki harapan untuk selalu bisa melakukan kegiatan pelatihan dan studi banding di daerah-daerah yang memiliki usaha peternakan yang sudah maju dengan tujuan agar menambah pengetahuan, keterampilan dan pengalaman kerja. Jarak tempat tinggal penyuluh pertanian berhubungan positif nyata (p<0,10) dengan kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali, berarti hipotesis penelitian ini diterima. Penyuluh pertanian di daerah sebagian besar (93,3%) memiliki lokasi yang dekat dengan peternak
128 105
sapi bali yaitu antara 1-10 kilometer dan sebagian kecil (6,7%) memiliki jarak antara 10-20 kilometer. Semakin dekat jarak tempat tinggal penyuluh pertanian dengan peternak, maka penyuluh pertanian di daerah ini akan selalu melakukan kunjungan di lokasi peternak binaanya. Kunjungan yang dilakukan oleh penyuluh pertanian sangat dibutuhkan oleh peternak sapi bali karena dengan kunjungan tersebut peternak sapi bali akan dapat memecahkan masalah dalam usaha peternakan sapi bali. Fasilitas berhubungan tidak nyata (p>0,10) dengan kinerja penyuluh dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali, berarti hipotesis penelitian ini ditolak. Hal ini disebabkan karena berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara di lapangan bahwa fasilitas yang dimiliki penyuluh pertanian relatif sama. Fasilitas yang dimiliki penyuluh pertanian di daerah ini yaitu hanya kendaraan bermotor dan biaya operasional. Fasilitas yang dimiliki penyuluh pertanian yaitu hanya 12 orang yang memiliki kendaraan motor dinas penyuluh dan 3 orang lainnya tidak memiliki kendaraan motor dinas penyuluh. Fasilitas lain yang menjadi kebutuhan penyuluh pertanian di daerah ini juga adalah komputer, OHP, dan slide projector. Biaya operasional penyuluh pertanian pegawai negeri sipil untuk golongan IIa-IVa yaitu Rp 400.000, biaya operasional THL yang berpendidikan SMA yaitu Rp 200.000, biaya operasional yang bependidikan D3 yaitu Rp 400.000, dan biaya operasional Sarjana adalah Rp 600.00. Slamet (2001) berpendapat bahwa melemahnya kemampuan penyuluh selain disebabkan oleh faktor pengkotakan dalam kelembagaan penyuluhan, juga
129 106
disebabkan oleh kurangnya fasilitas penyuluh untuk menjangkau petani. Mardikanto (2009) mengemukakan bahwa upaya-upaya perubahan usaha tani yang disampaikan oleh penyuluh kepada petani sangat bergantung pada ketersediaan sarana produksi dan peralatan (baru) dalam bentuk jumlah, mutu dan waktu yang tepat. Jika sarana ini tersedia, maka akan lebih menjamin keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali. 7.2 Hubungan antara Sifat Personalitas dan Hasil dengan Keberhasilan Peternak Kinerja penyuluh pertanian berhubungan tidak nyata (p>0,10) dengan keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali, berarti hipotesis penelitian ini ditolak. Hal ini disebabkan oleh masih kurang berhasilnya kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali. Ditinjau dari segi sifat personalitas, hal ini disebabkan oleh: (a) belum sepenuhnya memiliki sifat rasa tanggung jawab tinggi; (b) penyuluh pertanian juga belum sepenuhnya memiliki sifat inovatif yaitu menerapkan teknologi baru yang sesuai dengan kebutuhan peternak; dan (c) masih kurangnya sifat keteladanan yang dimiliki oleh penyuluh pertanian. Ditinjau dari segi hasil kerja penyuluh pertanian, hal ini disebabkan oleh: (a) peternak sapi bali di daerah ini sebagian besar belum mengarah keperilaku yang lebih maju; (b) perkembangan usaha peternakan sapi bali masih tergolong rendah; dan (c) sebagian besar peternak sapi bali di daerah ini belum menerapkan manajemen usaha peternakan sapi bali yang lebih maju. Dari segi keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali, peternak di daerah termasuk kategori kurang berhasil. Dari hasil analisis bahwa rata-rata pencapaian skor keberhasilan
130 107
peternak dalam usaha peternakan sapi bali yaitu 37,12 atau 53,02% dari skor maksimal 70 (termasuk kategori kurang berhasil). Hal ini disebabkan oleh peternak yang masih memelihara ternak sapi bali sebagai usaha sampingan untuk menambah penghasilan keluarga. Di daerah ini peternak jarang memiliki kandang sapi bali yang sesuai dengan persyaratan. Apabila peternak memiliki kandang, letak kandang sapi bali yaitu sangat dekat dengan tempat tinggal peternak. Ukuran kandang ternak sapi bali yaitu jarang sesuai dengan kapasitas ternak yang masuk dalam kandang. Bentuk kandang sapi bali di daerah ini yaitu berbentuk satu petak dan dinding kandang berasal dari kayu dan papan. Kandang sapi bali di daerah ini juga tidak memiliki atap, untuk tempat berteduh dan tidak dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat minum. Peternak di daerah ini jarang membersihkan kandang. Untuk kebutuhan pakan ternak, ternak sapi bali hanya di lepas liar pada pagi harinya dan untuk malam harinya ternak dimasukkan dalam kandang. Hal ini disebabkan oleh rendahnya pengetahuan peternak tentang pentingnya kandang sapi bali untuk ternak sapi bali. Jumlah kepemilikan ternak di daerah ini yaitu termasuk kategori tidak berhasil. Hal ini disebabkan oleh ternak sapi bali di daerah ini jarang mengalami peningkatan. Peternak hanya memiliki jumlah kepemilikan ternak sapi bali dengan rata-rata 5 ekor. Dengan jumlah kepemilikan 5 ekor ternak sapi bali ini, maka akan mengakibatkan ketidaksesuaian antara penghasilan dengan beban kerja yang dilakukan sebagai peternak.
131 108
Peternak di daerah ini jarang memperhatikan kebutuhan pakan yang baik untuk ternak sapi bali. Kurangnya perhatian peternak terhadap kebutuhan pakan ini, sehingga mengakibatkan tidak meningkatnya pertambahan bobot badan ternak sapi bali. Ternak sapi bali dapat tumbuh dengan baik maka dibutuhkan pakan yang baik pula. Dengan terpenuhinya kebutuhan pakan ternak sapi bali diharapkan dapat mendukung pertumbuhan serta perkembangan sapi bali. Di daerah ini juga sebagian besar peternak sapi bali belum menerapkan teknologi yang tepat untuk usaha peternakan sapi bali. Teknologi yang belum sepenuhnya diterapkan oleh peternak di daerah adalah penanganan penyakit, perkandangan, pengangkutan, dan pakan untuk ternak sapi bali. Hal ini disebabkan oleh rendahnya pengetahuan peternak tentang pentingnya teknologi untuk usaha peternakan sapi bali. Peternak di daerah ini juga belum sepenuhnya mampu mencegah dan mengendalikan penyakit yang menular pada ternak sapi bali yang dipelihara. Peternak hanya mampu meminta bantuan pada penyuluh pertanian untuk melaksanakan vaksinasi dan memisahkan ternak sapi bali yang sakit dari yang sehat. Peternak belum memiliki kemampuan dalam melaksanakan jadwal vaksinasi secara teratur, menjaga sanitasi kandang (membersihkan kandang dan peralatannya), dan melaksanakan spraying dengan insektisida pada ternak sapi bali yang sehat. Penyakit yang pernah menyerang ternak sapi bali yaitu ngorok, kembung, cacingan, keracunan, dan kudis. Dalam permodalan, peternak di daerah ini tidak memiliki kemauan dan kemampuan yang besar untuk meminjam modal kepihak bank dan koperasi. Hal
132 109
ini disebabkan oleh peternak tidak memiliki keberanian untuk meminjam modal. Peternak takut dengan risiko tidak mampu mengembalikan pinjaman karena tidak memiliki kepastian akan keberhasilan usaha peternakan mereka. Peternak di daerah ini hanya melakukan pinjaman modal dari keluarga dekat dan sahabat. Peternak di daerah memiliki pengetahuan yang baik tentang tujuan memasarkan ternak sapi bali yang dipelihara. Tujuan ternak sapi bali dipasarkan yaitu untuk memenuhi kebutuhan sendiri, keluarga, sebagai tambahan modal usaha, dan tabungan untuk masa depan. Tetapi peternak belum memiliki pengetahuan tentang cara pemasaran ternak sapi bali secara kontinyu. Cara memasarkan ternak sapi bali di daerah ini yaitu peternak memasarkan ternaknya melalui pedagang pengumpul dan dipasarkan sendiri. Untuk peternak yang memasarkan ternak sapi bali dengan cara sendiri yaitu dengan cara menunggu pembeli di lokasi peternakan sapi bali. Hal ini dilakukan oleh karena peternak di daerah ini tidak memiliki alat transportasi seperti mobil yang dapat mengangkut ternak untuk di pasarkan di daerah lain. Untuk pedagang pengumpul yaitu memasarkan ternak sapi bali di Kabupaten Buton, Kolaka, Kendari dan Wakatobi yang masih lingkup Propinsi Sulawesi Tenggara. Ternak sapi bali di daerah ini juga di pasarkan di luar dari provinsi Sulawesi Tenggara yaitu di daerah provinsi Sulawesi Selatan. Dalam mencari informasi pasar ternak sapi bali, peternak di daerah ini mencari informasi pasar ternak sapi bali melalui penyuluh pertanian, meminta bantuan kepada teman dan keluarga peternak. Hal ini dilakukan oleh karena
133 110
peternak tidak memiliki kemampuan dalam mengakses pemasaran melalui internet. Peternak sapi bali di daerah ini juga mengalami kesulitan dalam memperoleh sarana produksi yang diperlukan baik dalam pengadaan obat-obatan, vaksin, dan probiotik dan pakan ternak. Hal ini terjadi karena masih minimnya ketersediaan sarana produksi di daerah lokasi penelitian ini termasuk kios-kios yang menjual pakan ternak, obat-obatan, vaksin, dan probiotik. Perolehan sarana produksi yang sulit, akan mengurangi keberhasilan peternak dan apabila tersedia sarana produksi akan lebih menjamin keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali. Keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali tidak semuanya berkategori kurang berhasil, tetapi ada juga berkategori berhasil dan sangat berhasil. Peternak memiliki kategori berhasil yaitu karena didukung oleh tingginya pengetahuan peternak tentang perkandangan ternak sapi bali. Peternak mengetahui tentang fungsi kandang sapi bali, persyaratan untuk mendirikan kandang, dan bentuk pembersihan kandang pada ternak sapi bali. Peternak yang memiliki kategori sangat berhasil, hal ini didukung oleh menurunnya persentase kematian pada ternak sapi bali di daerah ini. Sekalipun banyak penyakit yang menyerang ternak sapi bali, tetapi persentase kematian pada ternak sapi bali jarang ditemukan. Hal ini disebabkan karena ternak sapi bali di daerah ini mampu beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan, baik terhadap suhu udara, kelembaban dan angin, maupun terhadap kondisi lahan, pakan, dan penyakit.
134
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN
8.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka disimpulkan sebagai berikut: 1. Kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali di Kabupaten Muna termasuk dalam kategori baik. 2. Keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali di Kabupaten Muna termasuk dalam kategori kurang berhasil. 3. Kinerja penyuluh pertanian berhubungan tidak nyata dengan keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali di Kabupaten Muna. 4. Pengetahuan, keterampilan, motivasi, sikap, dan jarak tempat tinggal penyuluh pertanian berhubungan positif nyata dengan kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali, sedangkan fasilitas penyuluh pertanian berhubungan tidak nyata dengan kinerja penyuluh dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali di Kabupaten Muna. 8.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka disimpulkan sebagai berikut: 1. Mengingat kinerja penyuluh pertanian sangat penting dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali, maka diperlukan teknik penyuluhan yang lebih baik yaitu berupa penyampaian materi penyuluhan yang sesuai dengan 111
135 112
kebutuhan sehingga terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan peternak. 2. Perlu penelitian lanjutan mengenai Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Bali di Kabupaten Muna dari aspek sinergitas peran penyuluh pertanian, peternak dan pemerintah.
136 113
DAFTAR PUSTAKA
Adjid, D. A. 1994. Posisi Penyuluhan Pertanian Dalam Dinamika Respon Usahatani terhadap Tantangan Kemajuan. Jakarta: Departemen Pertanian. Ahmadi, H. A. 1991. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Renika Cipta. Armstrong, M. 2004. Performance Management [terjemahan: Tony Setiawan]. Yogyakarta: Tugu. Armstrong M, Baron. 1998. A Hand Book of Personal Management Practice, Fouth Edition. London: Kogan Page. Arnold, H. J dan D.C. Feldman. 1986. Organizational Behavior. New York: McGraw-Hill Book Company. Azwar, S. 1988. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Aziz, A. 1993. Agroindustri Sapi Potong. Jakarta: Bangkit. Bacal. 2004. How to Manage Performance. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Badan Pusat Statistik Kabupaten Muna. 2012. Kabupaten Muna Dalam Angka 2012. Kabupaten Muna: Badan Pusat Statistik. Bahua, M. Ikbal. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian dan Dampaknya Pada Perilaku Petani Jagung di Provinsi Gorontalo (disertasi). Bogor: Sekolah Pascasarjana-IPB. Balai Informasi Pertanian NTB. 1987. Pembinaan Kelompok Tani Nelayan. Jakarta: Balai Pendidikan dan Penerapan Ekonomi Sosial. Berlo, D. K. 1960. The Process Of Communication Holt Rinehart And Winston Inc. New York. Bittel, R. Lester., dan John W. Newstrom. 1996. Pedoman Bagi Penyelia. (Terjemahan). Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo. Blanchard, P. K, Spencer. 1982. Management of Organizational Behavior. Utilizing Human Resources. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
137 114
Bohlander, George, Snell, Scott, Sherman, Arthur. 2001. Managing Human Resourse. Ed.12 Pgs. 102 & 571. Costello, S.J. 1994. Effective Performance Management. New York: McGrawHill Companies, Inc. Consuole, G, Seveela. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Crawford, M. 2005. Kepemimpinan dan Kerjasama Tim dalam Manajemen Kependidikan. (Leadership and Teams in Educational Managemenet). Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Dajan, A. 1986. Pengantar Metode Statistik Jilid II. Jakarta: LP3ES. Departemen Pertanian. 2003. Pedoman Umum Penyuluhan Pertanian dalam Bentuk Peraturan Perundangan Tentang Jabatan Fungsional Penyuluhan Pertanian dan Angka Kreditnya. Jakarta: Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian. Jakarta: Departemen Pertanian. Depdikbud, R.I. 2000. Pengetahuan, Sikap, Kepercayaan dan Perilaku Generasi Muda terhadap Upacara Perkawinan Adat di Kota Madang. Padang: PD Intisari, Cetakan Pertama. Fithriani, R. 2002. Keberhasilan Usaha. (serial online), 3 Desember 2013. http://repository.upi.edu/operator/upload/s_pea_045617_chapter2.pdf. Gagne, Marylene. 2005. Self – Determination Theory and Work Motivation. Journal of Organization Behavior. Departement of Management John Molson School of Business Concordia University 26, 331-362. Gerungan, W. A. 1981. Psikologi Sosial. Bandung: PT Eresko Gibson, J.L., J.M. Ivancevich, J.H. Donnelly, Jr. 1996. Organisasi, Perilaku, Struktur, dan Proses. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Gibson, J.L., John, M.I, James, H.D. 2002. Organisasi, Perilaku, Struktur dan Proses. Jakarta: Binarupa Aksara. Google.co.id. Fasilitas. (serial online), 3 Januari 2013. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23471/4/Chapter%20I.pdf. Google.co.id. Jarak Tempat Tinggal Penyuluh dengan WKPP Tempat Bertugas. (serial online), 3 Januari 2013. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30822/4/Chapter%20II.pf
138 115
Gomes, F. Cardoso. 2001. Manajemen Sumberdaya Manusia. Yogyakarta: Andi offset. Hadi, S. 1988. Statistik II. Bandung: PT Eresco. Hadi Pranata, A.F. 1998. Bahan Kuliah Perencanaan Sumber Daya Manusia.. MM-UII. Yogyakarta. Hamalik, O. 1993. Psikologi Manajemen. Penuntun Bagi Pemimpin. Bandung: Trigenda Karya. Harrisfadilah, 2012. Pengembangan Usaha. (serial online), 3 Januari 2013. http://harrisfadilah.wordpress.com/2012/04/17/pengembangan-usaha/. Hawkins, H. S., A. M. Dunn, dan J. W. Cary. 1982. A Course Manual in Agricultural and Livestock Extension. Volume 2: The Extension Process. AUIDP. Canbera. Hersey, P, dan Blanchard, K.H. 2005. Management of Organizational Behavior:Utilizing Human Resources. 4th Ed. [terjemahan]. Jakarta: Erlangga. Hickerson, F.J dan John, Middleton, 1975. Helping People Learn : A Module for Training Trainers. Hawai: East-West Comunnication Institut. Ilyas, Y. ,1987. Kinerja: Teori Penilaian dan Penelitian. Jakarta: FKM UI. IQ. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Jabal, Tarif. 2003. Komunikasi dan Penyuluha Pertanian. Malang: Banyu Media. Jahi, Amri dan Ani, Leilani. 2006. Kinerja Penyuluh Pertanian di Beberapa Kabupaten, Provinsi Jawa Barat. Jurnal Penyuluhan. Vol. 2 No.2. Justine T. Sirait. 2006. Memahami Aspek-Aspek Pengelolaan Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta: Grasindo. Kartasapoetra, A.G. 1994. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Bina Aksara. Kusnadi, Marwan SS, Lana S, Kadarisman D, Suherman. 1999. Pengantar Manajemen (Konseptual dan Perilaku). Jakarta: Penebar Swadaya. Linder, James R. 1998. Understanding Employe Motivation. (serial online), 9 Juni 2009. J. Extension. Vol. 36:3 http://.joe.org/joe/2002april/al.htm.
139 116
Mangkunegara dan Prabu, A. 2000. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Bandung: PT. Refika Aditama. Mardikanto. 1992. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta: Sebelas Maret Universitas Press. Mardikanto. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian, Acuan Untuk Pelajar, Mahasiswa, Dosen, Penyuluh, Pekerja Sosial, Penetu Kebijakan dan Peminat Ilmu/Kegiatan Penyuluhan Pembangunan. Surakarta: Sebelas Maret Universitas Press. Mardikanto. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS Press). Marius J.A, Sumardjo, Slamet Margono, Pang S Asngari. 2006. Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Penyuluh Terhadap Kompetensi Penyuluh di Nusa Tenggara Timur. Jurnal Penyuluhan. Edisi September.ISSN-2664. Vol.3 No. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Muchinsky, Paul M. 1993. Psychology Applied to Work. (Fourth Edition). New York: Brooks/ Cole Publishing Company. Muhibbin, S. 1995. Psikologi Kependidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosadakarya. Mulyadi. 1997. Akuntansi Manajemen Konsep, Manfaat dan Rekayasa. Yogyakarta: Aditya Media. Muliyadi dan Jhony S, 2001. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen: Sistem Pelipatgandaan Kinerja. Yogyakarta: Aditya Media. Mwangi JG, McCaslin NL. 1994. The Motivation of Kenya’s Rift Valley Extention Agent. (serial online), 10 Juni 2009. Journal of Agricultural Education Vol. 35 No. 3 1994: 35-43. http://pubs.aged.tamu.edu/jae//pdf/vol35-0335.pdf. Nawawi, Hadari. 1997. Manusia Berkualitas. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Ndraha, Taliziduhu. 1999. Pengantar Teori Pembangunan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta. Nelson B, Spitzer D. 2003. The 1001 Rewards and Recognition Fieldbook. New York: Workman Publishing.
140 117
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta. Padmowihardjo, S. 1994. Psikologi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka. Padmowihardjo, S. 2010. Psikologi Belajar Mengajar. Materi Pokok. Jakarta: Universitas Terbuka. Parmenter, D. 2010. Key Performance Indicators: Pengembangan, Implementasi, dan Penggunaan KPI Terpilih. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Rakhmat, J. 2004. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Ray, G.L. 1998. Extension Communication and Management. Naya Prokash: Calcuta. Riduwan. 2010. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: PT Alfabeta. Rivera, W. M. 1988. “An Overview of Agricultural Extension Systems”. Di dalam Teknologi System for Small Farmers Issues and Options. Diedit oleh Abbas M. Kesseba. London: Westview Press. Robbins, S. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta: PT Indeks. Rogers, E. M., and F. F. Shoemaker. 1971. Communication Of Inovations. New York: The Free Press. Sanafiah. 1982. Sikap Seseorang dan Aspek – Aspek yang Mempengaruhi. Jakarta: PT Eresco. Schmidt, F.L., J.E Hunter dan A.N. Outerbridge. 1986. “Impact of Job Experience and Ability on Job Knowledge, Work Sample Performance and Supervisory Ratings”. Journal of Applied Psychology, 71 (3).: 432-439. Schwartz, A. E. 1999. Performance Management. New York: Barron’s Educational Series, Inc. Sedarmayanti. 2001. Sumberdaya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju. Simanjuntak, P.J. 2003. Manajemen Hubungan Industri. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Singarimbun, M dan Effendi, S. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: Edisi Revisi LP3ES.
141 118
Singarimbun, M dan Effendi, S. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: Edisi Revisi LP3ES. Slamet, M. 1992. “Perspektif Ilmu Penyuluhan Pembangunan Menyongsong Era Tinggal Landas”. Dalam: Penyuluhan Pembangunan Indonesia Menyongsong Abad XXI. Diedit oleh: Aida V, Prabowo T, Wahyudi R. Jakarta: Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Slamet, M. 2001. Menata Sistem Penyuluhan Pertanian di Era Otonomi Daerah. (serial online), 2 Januari 2011. http://margonoipb.files.wordpress.com/2009/03/menata-sistem penyuluhanpertanian. Slamet, M. 2010. Teori Organisasi. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Soedijanto. 1987. Beberapa Konsepsi Konsep Belajar dan Implikasinya. CiawiBogor: Badan Pendidikan Latihan dan Penyuluhan Pertanian, Soekanto, S. 1982. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press. Soeyanto, T. 1981. Intensifikasi Peternakan. Jakarta: Yudistira. Sudarmanto. 2009. Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sulistiyani, R. 2003. Manajemen Sumberdaya Manusia. Konsep, Teori dan Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Suprihanto, J., TH. A. M. Harsiwi, P. Hadi. 2003. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara. Susilo, Willy. 2002. Audit Sumberdaya Manusia. Jakarta: Vorqistatama Binamega. Thoha, M. 2003. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18. 2002. (serial online) 3 Desember 2013.http://repository.upi.edu/operator/upload/s_mrl_0606401_chapter2.p df. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16. 2006. Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. (serial online) 10 November 2012. http://www.deptan.go.id/feati/dokumen/uu_sp3k.pdf.
142 119
van den Ban AW, Hawkins HS. 1999. Penyuluhan Pertanian. (Terjemahan). Herdiasti AD. Yogyakarta: Kanisius. Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Wiriaatmadja, S. 1973. Pokok-pokok Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Penerbit CV Yasaguna. Yasin, S. 1993. Peternakan Sapi Bali dan Permasalahannya. Jakarta: Bumi Aksara. Yuwono, Sony, Edy Sukarno, dan Muhammad Ichsan. 2007. Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Scorecard Menuju Organisasi yang Berfokus pada Strategi. Edisi 4. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
143 120
LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil Analisis Data dengan Uji Korelasi Jenjang Spearmen Hubungan antara Pengetahuan, Keterampilan, Motivasi, dan Sikap dengan Kinerja serta Hubungan antara Kinerja dengan Keberhasilan 1. Hubungan antara Pengetahuan dengan Kinerja Tabel Hasil Analisis Nonparametric Correlations Correlations Pengetahuan
Kinerja
1.000
.372
.
.172
15
15
Correlation Coefficient
.372
1.000
Sig. (2-tailed)
.172
.
15
15
Spearman's rho Pengetahuan Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Kinerja
N
t tabel dengan db 13 (0,10) = 1,350 jadi, t hitung (1,444) > t tabel (0,10) = 1,350 maka hipotesis diterima. Berarti terdapat hubungan yang positif nyata antara pengetahuan dengan kinerja penyuluh dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali.
144 121
2. Hubungan antara Keterampilan dengan Kinerja
Tabel Hasil Analisis Nonparametric Correlations
Correlations Keterampilan
Kinerja
1.000
.471
.
.076
15
15
Correlation Coefficient
.471
1.000
Sig. (2-tailed)
.076
.
15
15
Spearman's rho Keterampilan Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Kinerja
N
t tabel dengan db 13 (0,05) = 1,771 jadi, t hitung (1,925) > t tabel (0,05) = 1,771 maka hipotesis diterima. Berarti terdapat hubungan yang positif nyata antara keterampilan dengan kinerja penyuluh dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali.
145 122
3. Hubungan antara Sikap dengan Kinerja
Tabel Hasil Analisis Nonparametric Correlations
Correlations Sikap
Kinerja
1.000
.448
.
.094
N
15
15
Kinerja Correlation Coefficient
.448
1.000
.094
.
15
15
Spearman's rho Sikap
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
Sig. (2-tailed) N
t tabel dengan db 13 (0,05) = 1,771 jadi, t hitung (1,806) > t tabel (0,05) = 1,771 maka hipotesis diterima. Berarti terdapat hubungan yang positif nyata antara sikap dengan kinerja penyuluh dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali.
146 123
4. Hubungan antara Motivasi dengan Kinerja
Tabel Hasil Analisis Nonparametric Correlations
Correlations Motivasi
Kinerja
1.000
.424
.
.115
N
15
15
Kinerja Correlation Coefficient
.424
1.000
.115
.
15
15
Spearman's rho Motivasi Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
Sig. (2-tailed) N
t tabel dengan db 13 (0,10) = 1,350 jadi, t hitung (1,687) > t tabel (0,10) = 1,350 maka hipotesis diterima. Berarti terdapat hubungan yang positif nyata antara motivasi dengan kinerja penyuluh dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali.
147 124
5. Hubungan antara Jarak Tempat Tinggal dengan Kinerja Tabel Hasil Analisis Nonparametric Correlations
Correlations Jaraktempattinggal Kinerja Spearman's rho Jaraktempattinggal Correlation Coefficient
1.000
.387
.
.154
15
15
Correlation Coefficient
.387
1.000
Sig. (2-tailed)
.154
.
15
15
Sig. (2-tailed) N Kinerja
N
t tabel dengan db 13 (0,10) = 1,350 jadi, t hitung (1,513) > t tabel (0,10) = 1,350 maka hipotesis diterima. Berarti terdapat hubungan yang positif nyata antara jarak tempat tinggal dengan kinerja penyuluh dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali.
148 125
6. Hubungan antara Fasilitas dengan Kinerja Tabel Hasil Analisis Nonparametric Correlations
Correlations Fasilitas
Kinerja
1.000
.283
.
.307
15
15
Correlation Coefficient
.283
1.000
Sig. (2-tailed)
.307
.
15
15
Spearman's rho Fasilitas Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Kinerja
N
t tabel dengan db 13 (0,10) = 1,350 jadi, t hitung (1,063) < t tabel (0,10) = 1,350 maka hipotesis ditolak. Berarti terdapat hubungan tidak nyata antara fasilitas dengan kinerja penyuluh dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali.
149 126
8. Hubungan antara Kinerja dengan Keberhasilan Tabel Hasil Analisis Nonparametric Correlations
Correlations
Spearman's rho Kinerja
Correlation Coefficient
Kinerja
Keberhasilan
1.000
.211
.
.451
15
15
.211
1.000
.451
.
15
15
Sig. (2-tailed) N Keberhasilan Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
t tabel dengan db 13 (0,10) = 1,350 jadi, t hitung (0,778) < t tabel (0,10) = 1,350 maka hipotesis ditolak. Berarti terdapat hubungan tidak nyata antara variabel kinerja penyuluh dengan keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali.
127 150
Lampiran 2 Hasil Uji Reliabilitas 1. Kinerja Penyuluh Pertanian Reliability [DataSet0] Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary N Cases
Valid Excludeda Total
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .881
20
2. Pengetahuan Penyuluh Pertanian Reliability [DataSet0] Case Processing Summary N Cases
Valid Excludeda Total
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
151 128
Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .728
6
3. Keterampilan Penyuluh Pertanian Scale: ALL VARIABLES Reliability [DataSet1] D:\data uji validitas dan reliabilitas\data hasil spss\uji spss keterampila n.sav Case Processing Summary N Cases
Valid Excludeda Total
% 30
96.8
1
3.2
31
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .709
6
4. Motivasi Penyuluh Pertanian Reliability [DataSet0]
152 129
Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary N Cases
Valid Excluded
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a
Total
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .723
9
4. Sikap Penyuluh Pertanian Reliability [DataSet1] D:\data uji validitas dan reliabilitas\data hasil spss\uji spss sikap.sav Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary N Cases
Valid Excludeda Total
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .700
9
153 130
5. Jarak Tempat Tinggal Penyuluh Pertanian Reliability [DataSet1] D:\data uji validitas dan reliabilitas\data hasil spss\data uji jarak tempa t tinggal yg benar.sav Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary N Cases
Valid Excludeda Total
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .802
3
6. Fasilitas Penyuluh Pertanian Reliability [DataSet1] D:\data uji validitas dan reliabilitas\data hasil spss\data uji fasiliats yan g benarr.sav Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary N Cases
%
Valid
30
45.5
Excludeda
36
54.5
Total 66 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
100.0
131 154
Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .717
3
7. Keberhasilan Peternak Reliability [DataSet1] D:\data uji validitas dan reliabilitas\data hasil spss\uji spss keberhasila n.sav Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary N Cases
Valid Excludeda Total
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .774
14
155 132
Lampiran 3 Kuesioner untuk Penyuluh Pertanian Tentang Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Bali I
IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama Penyuluh 2. Umur 3. Pendidikan 4. 5. 6. 7. 8. 9.
: : :
1. SMA 2. Diploma
3. S1 4. S2
Masa kerja penyuluh (tahun) : Pangkat/golongan : Jabatan fungsional : Jenis kelamin : Kawin/tidak kawin : kawin/tidak kawin Isteri/suami : - Nama - Umur - Pendidikan - Pekerjaan 10. Anak : Ke L/P Umur Pendidikan di Bekerja di Satu Dua Tiga Empat Lima Enam 11. Apakah bapak pernah mengikuti pelatihan? YA atau TIDAK. Kalau YA, pelatihan apa yang pernah bapak ikuti? …………………………………………………………………………….. Berapa kali bapak mengikuti pelatihan?...................................................... 12. Apakah bapak pernah memberikan penyuluhan sistem peternakan sapi bali? Jika Ya, berapa kali bapak melakukan penyuluhan dalam sebulan atau setahun?................................................................................................ Metode penyuluhan apa yang bapak gunakan?............................................ ……………………………………………………………………………. II KINERJA PENYULUH PERTANIAN 2.1 Personality Trait Pilihlah salah satu jawaban yang dianggap paling benar! A. Tekun 1. Seberapa seringkah bapak mengunjungi peternak kelompok binaan bapak? a. Sangat sering mengunjungi peternak b. Sering mengunjungi peternak c. Kadang-kadang mengunjungi peternak
156 133
d. Jarang mengunjungi peternak e. Sangat jarang mengunjungi peternak 2. Kalau peternak binaan bapak menghadapi suatu masalah misalnya serangan penyakit pada ternaknya, sejauh mana bapak bisa membantu? a. Berusaha mendiagnosa penyakit b. Mencarikan obat-obat yang tepat c. Ikut mengobati ternak yang sakit d. Melatih peternaknya agar bisa menangani ternaknya yang sakit e. Memotivasi peternak agar peternak tetap berusaha mengobati ternaknya yang sakit B. Disiplin 1. Apakah bapak selalu tepat waktu mengunjungi kelompok peternak binaannya? a. Sangat sering tepat waktu b. Sering tepat waktu c. Kadang-kadang d. Kurang tepat waktu e. Sesuai dengan situasi dan kondisi Mohon dijelaskan, apa alasan bapak?................................................................. ........................................................................................................................... Pilihlah salah satu jawaban atau lebih yang dianggap paling benar! 2. Apakah bapak selalu menjalankan tugas pokok bapak sebagai penyuluh pertanian? a. Menyelenggarakan kunjungan secara berkesinambungan kepada kelompok tani sesuai sistem kerja latihan dan kunjungan. b. Menyelenggarakan penyuluhan pertanian dengan materi yang terpadu dan Menyusun bersama program penyuluhan c. Memanfaatkan metode penyuluhan dan memantapkan sistem kerja latihan dan kunjungan d. Bersama sama dengan kontak tani dan tokoh tokoh masyarakat menyelenggarakan gerakan massal e. Menyusun rencana kerja di tingkat WKPP, membantu menyusun RDK/ RDKK kelompok dan membantu menyusun administrasi kelompok. C. Kerja keras 1. Tindakan apa yang bapak lakukan dalam membantu peternak agar usaha peternakan sapi bali mereka berhasil? a. Memfasilitasi peternak agar dapat berhubungan dengan sumber modal seperti bank dan koperasi. b. Memotivasi petani/kelompoktani adalah tugas penyuluh untuk selalu membangkitkan semangat petani/kelompoktani c. Membimbing peternak dalam memelihara sapi bali d. Membimbing peternak dalam menerapkan teknologi e. Memberikan informasi kepada peternak tentang sistem pemasaran sapi bali. 2. Berapakah jam bapak bekerja kerja sebagai penyuluh? a. Rata-rata delapan jam kerja b. Tergantung dari masalah di lapangan, bisa lebih dari delapan jam kerja
157 134
D. 1.
E. 1.
F. 1.
G. 1.
c. Bisa juga kurang dari delapan jam d. Tergantung dari perintah atasan e. Tergantung dari penyuluh itu sendiri Bertanggung jawab Bagaimana cara bapak melaksanakan pekerjaan agar tujuan kegiatan penyuluhan bapak tercapai dengan baik? a. Mempersiapkan diri dalam hal fisik, mental, dan penguasaan materi penyuluhan sistem peternakan sapi bali. b. Berusaha sedapat mungkin mencari pemecahan masalah yang sedang dihadapi oleh peternak. c. Membantu peternak dalam hal memfasilitasi peternak kalau peternak membutuhkan sarana produksi yang diperlukan. d. Berusaha memotivasi peternak agar bersungguh-sungguh dalam melaksanakan materi penyuluhan yang diberikan. e. Melibatkan peternak secara langsung dalam setiap kegiatan penyuluhan agar peternak ikut merasa memiliki. Inovatif Dalam kegiatan penyuluhan sistem peternakan sapi bali, teknologi baru apa saja yang bapak sering terapkan? a. Teknologi inseminasi buatan b. Teknologi pakan ternak c. Teknologi pengendalian penyakit sapi bali d. Teknologi sistem pemasaran e. Teknologi sistem permodalan Kreatif Dalam kegiatan penyuluhan peternakan sapi bali, ide-ide baru apa saja yang bapak berikan untuk kelompok ternak binaan bapak? a. Pengadaan sarana pakan sapi bali b. Pemanfaatan feses sapi bali menjadi biogas c. Pemanfaatan inseminasi buatan untuk mempercepat proses perkawinan pada ternak sapi bali. d. Memfasilitasi peternak agar dapat berhubungan dengan sumber modal seperti bank dan koperasi. e. Memberikan informasi kepada peternak tentang sistem pemasaran sapi bali Teladan Dalam setiap kegiatan penyuluhan peternakan sapi bali, contoh yang baik apa saja yang bapak berikan pada kelompok ternak binaan bapak? a. Memberi contoh dalam beternak sapi bali b. Memberi contoh dalam kerja keras c. Memberi contoh dalam rasa percaya diri d. Memberi contoh dalam keinginan terus maju ke arah yang lebih baik e. Memberi contoh disiplin dan selalu tepat waktu dalam menjalankan tugas
158 135
Pilihlah salah satu jawaban yang dianggap paling benar! 2.2 Hasil A. Frekuensi Penyuluhan 1. Berapa kali dalam seminggu bapak melakukan kunjungan ke kelompok binaan bapak? a. Empat kali dalam seminggu melakukan kunjungan b. Tiga kali dalam seminggu melakukan kunjungan c. Dua kali dalam seminggu melakukan kunjungan d. Satu kali dalam seminggu melakukan kunjungan e. Tidak menentu, tergantung dari situasi dan kondisi peternak 2. Bagaimana jumlah kehadiran kelompok binaan bapak setiap kali kunjungan? a. Hadir > 84-100% b. Hadir >64-84% c. Hadir >55-64% d. Hadir >36-55% e. Hadir 20-36% B. Materi Penyuluhan 1. Apakah bapak menyampaikan materi sesuai dengan kebutuhan praktis kelompok binaan bapak? a. Sangat sering sesuai dengan kebutuhan praktis b. Sering sesuai dengan kebutuhan praktis c. Kadang-kadang sesuai dengan kebutuhan praktis d. Jarang sesuai dengan kebutuhan praktis e. Tidak menentu, tergantung dari situasi dan kebutuhan praktis peternak 2. Dalam kegiatan penyuluhan peternakan sapi, apakah materi tersebut dapat membantu mengatasi masalah kelompok binaan bapak? a. Sangat sering membantu b. Sering membantu c. Kadang-kadang membantu d. Kurang membantu e. Sangat jarang membantu Mohon dijelaskan, alasan bapak?........................................................................ ........................................................................................................................... C. Program penyuluhan 1. Dalam melakukan penyuluhan sistem agribisnis peternakan sapi bali, apakah bapak sudah menyusun program penyuluhan sebelum melakukan kegiatan penyuluhan?........................................................................................................ ............................................................................................................................ Pilihlah salah satu jawaban atau lebih yang dianggap paling benar! 2. Bagaimana cara/proses bapak dalam menyusun program penyuluhan peternakan sapi bali? a. Tahap pengumpulan data situasi/keadaan, tahap analisis data, tahap penetapan kebutuhan b. Tahap perumusan masalah, tahap penetapan tujuan, tahap penetapan alternatif untuk mencapai tujuan
159 136
c. Tahap pemilihan alternatif yang terbaik, tahap penetapan rencana kerja dan kalender kerja d. Tahap pelaksanaan rencana kerja, tahap evaluasi e. Tahap rekonsiderasi Pilihlah salah satu jawaban yang dianggap paling benar! 3. Apakah pelaksanaan kegiatan penyuluhan sistem peternakan sapi bali sudah mengikuti program yang disusun?...................................................................... ............................................................................................................................ D. Interaksi penyuluh dengan peternak 1. Apakah bapak selalu mengadakan komunikasi dan kunjungan kepada kelompok ternak untuk melihat perkembangan usaha ternak sapi bali? a. Sangat sering mengadakan komunikasi dan kunjungan b. Sering mengadakan komunikasi dan kunjungan c. Kadang-kadang mengadakan komunikasi dan kunjungan d. Jarang mengadakan komunikasi dan kunjungan e. Tidak menentu, tergantung situasi dan kondisi Pilihlah salah satu jawaban atau lebih yang dianggap paling benar! 2. Dimanakah terjadinya interaksi antara bapak dengan peternak? a. Di kantor Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Peternakan dan Kehutanan b. Di rumah warga/peternak c. Di balai desa/kelurahan d. Di lokasi kegiatan penyuluhan e. Di rumah penyuluh pertanian D. Perubahan perilaku sasaran 1. Setelah diadakannya kegiatan penyuluhan peternakan sapi bali, apakah peternak sapi bali sudah mengarah keprilaku yang lebih maju? a. Peternak yang berprilaku agribisnis 85-100% b. Peternak yang berprilaku agribisnis 65-84% c. Peternak yang berprilaku agribisnis 56-64% d. Peternak yang berprilaku agribisnis 37-55% e. Peternak yang berprilaku agribisnis 20-36% 2. Setelah diadakannya kegiatan penyuluhan peternakan sapi bali, orientasi apakah yang diinginkan oleh peternak dalam mengembangkan usaha peternakan sapi bali?........................................................................................... ............................................................................................................................ E. Perkembangan usaha peternakan sapi bali 1. Dalam kegiatan penyuluhan peternakan sapi bali, perkembangan usaha apa saja yang berkembang dalam usaha peternakan sapi bali yang dimiliki peternak? a. Pemasaran sapi bali sudah tersedia secara kontinyu b. Penggunaan vaksin dan obat-obatan untuk ternak sapi bali c. Jumlah sapi bali meningkat d. Persentase kematian rendah e. Perkandangan sapi bali sudah memenuhi persyaratan
160 137
F. Manajemen usaha peternakan sapi bali 1. Dalam kegiatan penyuluhan peternakan sapi bali, manajemen usaha peternakan sapi bali apa saja yang sudah diterapkan oleh peternak? a. Perkandangan b. Pakan c. Pengendalian penyakit d. Pemasaran e. Komunikasi yang lancar antara peternak, penyuluh, dan pedagang IV. PENGETAHUAN Pilihlah salah satu jawaban atau lebih yang dianggap paling benar! A. Pengertian penyuluhan 1. Apa yang bapak ketahui tentang penyuluhan? a. Proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha. b. Proses perubahan sosial, ekonomi dan politik untuk memberdayakan dan memperkuat kemampuan semua “stakeholders” agribisnis. c. Sebuah intervensi sosial yang melibatkan penggunaan komunikasi informasi secara sadar. d. Suatu ilmu sosial yang mempelajari sistem dan proses perubahan pada individu dan masyarakat. e. Proses pendidikan dengan sistem pendidikan nonformal untuk mengubah perilaku orang dewasa. 2. Apa yang bapak ketahui tentang prinsip penyuluhan? a. Pedoman atau pegangan kerja yang lebih konkret dan operasional dalam menyelanggarakan kegiatan-kegiatan penyuluhan yang disepakati oleh pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan penyuluhan. b. Kegiatan yang harus dilakukan berkaitan dengan pengembangan individu petani, dan belum secara jelas melibatkan faktor lingkungan maupun komponen-komponen di luar yang terlibat dalam kegiatan penyuluhan. c. Bekerja bersama sasaran (klien), bukan bekerja untuk sasaran. d. Suatau pertanyaan tentang kebijaksanaan yang dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan dan melaksanakan kegiatan secara konsisten. e. Bekerja sendiri untuk sasaran. 3. Menurut bapak yang termasuk dalam kategori asas penyuluhan? a. Demokrasi, manfaat, dan kesetaraan b. Keterpaduan, keseimbangan, dan keterbukaan c. Kerja sama, partisipatif, dan kemitraan d. Berkelanjutan, berkeadilan, pemerataan e. Bertanggung gugat B. Metode penyuluhan 1. Apa yang bapak ketahui mengenai metode penyuluhan perorangan? a. Penyuluh menyampaikan pesan secara langsung maupun tidak langsung kepada masing-masing petani. b. Penyuluh berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan sasarannya secara perorangan. c. Metode pendekatan yang digunakan dengan melakukan kunjungan rumah, kunjungan kelokasi atau lahan usaha tani.
161 138
d. Pemberian bantuan secara perorangan dan pelaksanaannya dilakukan dengan tatap muka langsung dengan klien. e. Penyuluh memberikan bimbingan kepada sasaran secara perorangan. 2. Apa yang bapak ketahui tentang metode penyuluhan kelompok? a. Penyuluh berhubungan dengan sasaran penyuluh secara kelompok b. Penyuluh untuk menyampaikan pesan kepada kelompok tani. c. Metode pendekatan yang digunakan dengan diskusi, demontrasi cara dan demontrasi hasil. d. Penyuluh menyampaikan pesan secara langsung maupun tidak langsung kepada kelompok tani. e. Penyuluh memberikan bimbingan secara berkelompok. 3. Apa yang bapak ketahui tentang metode penyuluhan massal? a. Metode yang digunakan penyuluh dengan pendekatan sasaran dengan jumlah banyak. b. Metode pendekatan yang digunakan dengan melakukan pendekatan massal. c. Penyuluh menyampaikan pesan secara massal. d. Penyuluh menyampaikan pesan secara langsung maupun tidak langsung secara massal. e. Penyuluh memberikan pendekatan secara V. KETERAMPILAN Pilihlah salah satu jawaban yang dianggap paling benar! A. Kemampuan Menyuluh 1. Menurut bapak, apakah bapak sering melaksanakan konsep penyuluhan yang berorientasi agribisnis peternakan sapi bali? a. Sangat sering melaksanakan penyuluhan peternakan sapi bali b. Sering melaksanakan penyuluhan peternakan sapi bali c. Kadang-kadang melaksanakan penyuluhan peternakan sapi bali d. Jarang melaksanakan penyuluhan peternakan sapi bali e. Tidak pernah melaksanakan penyuluhan peternakan sapi bali 2. Dalam melaksanakan konsep penyuluhan peternakan sapi bali, apakah perilaku peternak berubah kearah yang lebih maju? a. Sangat sering berubah kearah yang lebih maju b. Sering berubah kearah yang lebih maju c. Kadang berubah kearah yang lebih maju d. Jarang berubah kearah perilaku agribisnis e. Tergantung situasi dan kondisi peternak Pilihlah salah satu jawaban atau lebih yang dianggap paling benar! B. Penguasaan materi penyuluhan 1. Materi apasajakah yang disampaikan dalam kegiatan penyuluhan peternakan sapi bali? a. Perkandangan sapi bali b. Pakan sapi bali c. Pengendalian penyakit sapi bali d. Cara pengangkutan ternak e. Pemasaran ternak sapi bali
162 139
C. Kreativitas 1. Teknologi baru apasajakah yang dilaksanakan untuk mengembangkan usaha sapi bali? a. Permodalan b. Perkandangan c. Penyakit d. Pengangkutan e. Pemasaran D. Penggunaan alat bantu 1. Alat bantu apasajakah yang digunakan dalam kegiatan penyuluhan peternakan sapi? a. Papan tulis, slide b. Slide, infokus (OHP) c. Poster, plakat d. Brosur, spanduk e. TV, Foto 2. Bagaimana cara bapak menyampaikan materi penyuluhan dalam kegiatan penyuluhan peternakan sapi bali? a. Penyampaian materi tidak terlalu lama/singkat b. Usaha menimbulkan rasa ingin tahu/tegang c. Menguasai keterampilan memakai (teknis / non teknis) d. Pandai mengendalikan perhatian sasaran (acara disusun beraturan) e. Berbicara penuh variasi Pilihlah salah satu jawaban yang dianggap paling benar! VI. MOTIVASI A. Tingkat gaji 1. Kaitannya dengan gaji yang bapak terima selama ini, sejauh mana hal ini dapat mendorong bapak melaksanakan tugas bapak dilapangan? a. Sangat mendorong b. Mendorong c. Cukup mendorong d. Kurang mendorong e. Sangat tidak mendorong B. Hubungan interpersonal 1. Bagaimana komunikasi bapak dengan atasan, menyenangkan bapak? a. Sangat menyenangkan b. Cukup menyenangkan c. Kadang-kadang menyenangkan d. Kurang menyenangkan e. Tergantung situasi dan kondisi 2. Bagaimana komunikasi bapak dengan teman-teman sesama penyuluh, menyenangkan bapak? a. Sangat menyenangkan b. Cukup menyenangkan c. Kadang-kadang menyenangkan d. Kurang menyenangkan
163 140
e. Tergantung situasi dan kondisi 3. Bagaimana komunikasi bapak dengan kelompok binaan, menyenangkan bapak? a. Sangat menyenangkan b. Cukup menyenangkan c. Kadang-kadang menyenangkan d. Kurang menyenangkan e. Tergantung situasi dan kondisi C. Prestasi 1. Dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan peternakan sapi bali, apakah bapak selalu sering berhasil memecahkan masalah yang dialami peternak binaan bapak? a. Sangat sering berhasil memecahkan masalah yang dialami peternak b. Sering berhasil memecahkan masalah yang dialami peternak binaan c. Kadang-kadang berhasil memecahkan masalah yang dialami peternak binaan d. Jarang berhasil memecahkan masalah yang dialami peternak binaan e. Tidak pernah berhasil memecahkan masalah yang dialami peternak binaan Pilihlah salah satu jawaban atau lebih yang dianggap paling benar! 2. Masalah apasajakah yang sering dialami peternak dalam mengembangkan usaha peternakan sapi bali? a. Perkandangan b. Pakan c. Penanganan penyakit d. Pengangkutan ternak e. Pemasaran 3. Menurut penilaian bapak, hal-hal apa saja yang bapak anggap berhasil yang dilakukan peternak dalam menerapkan usaha peternakan sapi bali? a. Budidaya atau produksi peternakan sapi bali b. Pengadaan sarana produksi peternakan sapi bali c. Pengangkutan ternak d. Pemasaran e. Jasa kelembagaan atau lembaga penunjang 4. Apakah bapak pernah mendapat penghargaan? Kalau jawaban Ya, penghargaan yang didapat?................................................................................. ............................................................................................................................. Pilihlah salah satu jawaban yang dianggap paling benar! D. Harapan untuk maju 1. Adakah kesempatan bapak untuk maju dalam peningkatan pengalaman kerja bapak sebagai penyuluh pertanian? a. Sangat sering ada kesempatan untuk maju b. Sering ada kesempatan untuk maju c. Kadang-kadang ada kesempatan untuk maju d. Jarang ada kesempatan untuk maju e. Tergatung situasi dan kondisi Mohon dijelaskan? …………………………………………………………….
164 141
2. Apabila ada kesempatan untuk maju dalam peningkatan pengalaman kerja, apakah bapak mengambil kesempatan itu? Kalau jawaban Ya, kesempatan apa yang diberikan untuk bapak untuk maju dalam meningkatkan pengalaman kerja?............................................................ ..................................................................…………………………………….. 3. Adakah kesempatan bapak memperoleh tambahan penghasilan lainnya tanpa mengganggu tugas pokok bapak sebagai penyuluh pertanian? a. Sangat sering ada b. Sering ada c. Kadang-kadang ada d. Jarang ada e. Tergatung situasi dan kondisi Mohon dijelaskan?.............................................................................................. ............................................................................................................................ VII. SIKAP PENYULUH Penyuluh diminta pendapatnya tentang berbagai pernyataan tertulis pada kolom sebelah kiri. Mohon memberikan tanda silang (X) untuk jawaban yang diberikan pada kolom sebelah kanan. Keterangan: SP = Sangat Positif P = Positif RR = Ragu-ragu N = Negatif SN = Sangat Negatif SIKAP SP S RR N SN A. Ketulusan 1. Penyuluh yang bersungguhsungguh melaksanakan tugasnya dengan baik dalam membantu peternak maka peternak akan berhasil mengembangkan usaha peternakan sapi bali 2. Penyuluh menyisikan waktunya untuk peternak dalam mengembangkan usaha peternakan sapi bali 3. Penyuluh tidak mengharapkan balas jasa dari peternak 4. Penyuluh merasa senang melihat peternak berhasil dalam mengembangkan usaha peternakan sapi bali 5. Penyuluh taat dalam menjalankan tugas dan kewajiban sebagai penyuluh pertanian B. Keteguhan 1. Penyuluh selalu tegar hati menghadapi peternak dalam mengembangkan uasaha
165 142
peternakan sapi bali 2. Penyuluh selalu tabah dalam menjalankan tugas sebagai penyuluh pertanian 3. Apabila ada masalah, penyuluh tidak cepat putus asa dalam menjalankan tugas dan kewajiban sebagai penyuluh pertanian 4. Walaupun pekerjaan relatif berat, penyuluh selalu tetap tegar dalam menjalankan tugas dan kewajiban sebagai penyuluh pertanian VIII. JARAK TEMPAT TINGGAL A. Keterjangkauan 1. Berapakah jarak kelompok binaan dengan tempat tinggal bapak? a. Jarak antara 1-10 kilometer b. Jarak antara 11-20 kilometer c. Jarak antara 21-30 kilometer d. Jarak antara 31-40 kilometer e. Jarak antara 41-50 kilometer 2. Komentar bapak tentang jarak tempat tinggal bapak dengan tempat tinggal bapak dalam melakukan kegiatan penyuluhan?.................................................. ............................................................................................................................ 3. Apa yang bapak lakukan jika lokasi kegiatan penyuluhan sangat jauh dengan tempat tinggal bapak? a. Melakukan kunjungan setiap tiga kali dalam seminggu b. Melakukan kunjungan dua kali dalam seminggu c. Melakukan kunjungan satu kali dalam seminggu d. Melakukan kunjungan pada saat peternak membutuhkan penyuluh e. Tergantung situasi dan kondisi penyuluh 4. Menurut bapak, siapakah yang lebih diutamakan dalam kegiatan penyuluhan yang berlokasi yang dekat atau jauh? a. Sangat sering mengutamakan keduanya yaitu berlokasi dekat dan jauh b. Sering mengutamakan keduanya yaitu berlokasi dekat dan jauh c. Kadang-kadang mengutamakan keduanya yaitu berlokasi dekat dan jauh d. Kurang mengutamakan keduanya yaitu berlokasi dekat dan jauh e. Tidak menentu, tergantung situasi dan kondisi IX. FASILITAS Pilihlah salah satu jawaban yang dianggap paling benar! A. Sarana dan prasarana 1. Untuk memperlancar kegiatan, apakah sarana dan prasarana sangat perlu dalam melakukan kegiatan penyuluhan peternakan sapi bali? a. Sangat perlu b. Perlu
166 143
c. Kadang-kadang perlu d. Kurang perlu e. Tidak perlu 2. Fasilitas apasajakah yang bapak miliki sekarang ini? a. Komputer b. OHP c. Slide projector d. Kendaraan bermotor e. Biaya Operasional Penyuluh Pertanain 3. Apakah sarana dan prasarana (sepeda motor dan BOP) yang bapak miliki sekarang bisa memperlacar kegiatan penyuluhan peternakan sapi bali? a. Sangat sering memperlancar kegiatan penyuluhan penyuluhan peternakan sapi bali b. Sering memperlancar kegiatan penyuluhan penyuluhan peternakan sapi bali c. Kadang-kadang memperlancar kegiatan penyuluhan penyuluhan peternakan sapi bali d. Jarang memperlancar kegiatan penyuluhan penyuluhan peternakan sapi bali e. Tidak pernah memperlancar kegiatan penyuluhan peternakan sapi bali
167 143
Kuesioner untuk Peternak Tentang Keberhasilan Peternak dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Bali 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Nama Peternak : Jabatan dalam Kelompok Ternak: Nama Kelompok Ternak : Kecamatan : Desa : Umur : Pendidikan : Jenis kelamin : Kawin/tidak kawin : kawin/tidak kawin Jumlah tanggungan keluarga : Isteri/suami : - Nama : - Umur : - Pendidikan : - Pekerjaan : 12. Anak : Ke L/P Umur Pendidikan di Bekerja di Satu Dua Tiga Empat Lima Enam 13. Pemilikan dan Penguasaan Lahan No Jenis Tanah Luas Garapan Total Milik Milik Orang Lain Sendiri Sewa Sakap
Pilihlah salah satu jawaban yang dianggap paling benar! A. Pertambahan berat badan 1. Menurut bapak, apakah umur ternak sapi bali yang bapak pelihara sudah sesuai dengan berat badan yang ideal? a. Sangat sesuai b. Sering sesuai c. Kadang-kadang sesuai d. Kurang sesuai e. Tidak pernah sesuai
168 144
Keterangan: No a b c d
Gigi/umur 0-1,5 2 2,5 3
Berat badan (kg) 110 200-250 275-300 350-400
Mohon dijelaskan berapa rata-rata pertambahan berat badan sapi per ekor selama satu kali periode pemeliharaan, berapa berat awal, berat dijual, dan lama pemeliharaan?............................................................................................ …………………………………....................................................................... B. Persentase kematian rendah 1. Menurut bapak, apakah ternak sapi bali yang bapak pelihara sering mengalami kematian? a. Tidak pernah mengalami kematian b. Kematian ternak sapi bali hanya terdapat 1-2 ekor c. Kematian ternak sapi bali hanya terdapat 3-4 ekor d. Kematian ternak sapi bali hanya terdapat 5-6 ekor e. Kematian ternak sapi bali hanya terdapat 7-8 ekor Mohon dijelaskan berapa jumlah sapi yang dipelihara, berapa ekor yang mati selama kurun waktu pemeliharaan?................................................................... C. Perkandangan sapi 1. Menurut pengetahuan bapak, apakah fungsi kandang untuk sapi? a. Tempat makan dan minum b. Tempat untuk tidur dan beristirahat c. Melindungi ternak sapi bali dari gangguan binatang luar d. Melindungi dari angin kencang, panas dan hujan e. Memberi rasa aman bagi ternak sapi bali 2. Bagaimana persyaratan untuk mendirikan kandang sapi bali? a. Lantai agak miring agar kencing dan kotoran saat dibersihkan dapat mengalir ketempat yang lebih rendah b. Ada tempat penampungan kotoran c. Ada tempat pakan dan minum d. Atap tidak bocor dan tidak terkena sinar matahari e. Lantai selalu kering dan tidak becek 3. Apakah bapak memiliki kandang sapi? YA dan TIDAK. Kalau jawaban YA, bagaimana bentuk kandang bapak?................................... ……………………………………………………………………………….. 4. Berapa kali dalam sehari sebaiknya kandang dibersihkan? a. Tiga kali sehari secara teratur b. Dua kali sehari secara teratur c. Satu kali sehari secara teratur d. Satu kali sehari secara tidak teratur e. Tergantung situasi dan kondisi
169 145
D. Pendapatan peternak 1. Apakah penghasilan yang bapak terima sudah sesuai dengan beban kerja bapak sebagai peternak? a. Sangat sering sesuai b. Sering Sesuai c. Kadang-kadang sesuai d. Jarang sesuai e. Tidak pernah sesuai E. Jumlah pemilikan meningkat 1. Menurut bapak, apakah ternak sapi bali yang bapak pelihara sekarang ini mengalami penambahan dari pada tahun sebelumnya? a. Tidak pernah mengalami peningkatan b. Terjadi peningkatan 1-3 ekor ternak sapi bali c. Terjadi peningkatan 4-6 ekor ternak sapi bali d. Terjadi peningkatan 7-9 ekor ternak sapi bali e. Terjadi peningkatan 10-12 ekor ternak sapi bali Mohon dijelaskan berapa jumlah sapi bali tahun 2011, 2012 dan 2013? ……………………………………………………………………………….. Pilihlah salah satu jawaban atau lebih yang dianggap paling benar! F. Penerapan teknologi 1. Teknologi apasajakah yang bapak terapkan dalam mengembangkan usaha sapi bali? a. Perkandangan b. Pakan c. Penanganan penyakit d. Pengangkutan e. Pemasaran G. Penyakit 1. Bagaimana cara bapak mencegah dan mengendalikan penyakit yang menular pada ternak sapi bali yang bapak pelihara? a. Melaksanakan jadwal vaksinasi secara teratur b. Mohon bantuan pada penyuluh untuk melaksanakan vaksinasi SE c. Menjaga sanitasi kandang (membersihkan kandang dan peralatannya) d. Memisahkan (mengisolasi) ternak sapi bali yang sakit dari yang sehat e. Melaksanakan spraying dengan insektisida pada ternak sapi bali yang sehat 2. Apakah bapak pernah melakukan vaksinasi? Ya/Tidak. Jika Ya, vaksinasi apasaja yang bapak berikan?.............................................................................. ............................................................................................................................ Jika tidak, mengapa?......................................................................................... …………………………………………………………………………. 3. Penyakit apa sajakah yang pernah menyerang ternak sapi bali bapak? a. Ngorok (Septichaemia epizootica) b. Penyakit mulut dan kuku c. Kembung (bloat) d. Kudis
170 146
H. 1.
2.
I. 1.
2.
3.
4.
e. Cacingan (Helminthiasis) Adakah penyakit yang lain (sebutkan)?.............................................................. ………………………………………………………………………………… Permodalan Dalam pengembangan usaha ternak sapi bali, darimanakah sumber modal yang bapak gunakan? a. Modal sendiri b. Pinjaman dari Bank c. Pinjaman dari KUD d. Pinjaman dari modal keluarga e. Pinjaman dari orang lain Apakah bapak menemui kendala dalam mendapatkan modal/tambahan modal dari lembaga keuangan yang ada di daerah bapak saat ini? a. Ya b Tidak Pemasaran Apakah tujuan pemasaran sapi bali yang bapak pelihara? a. Memenuhi kebutuhan diri sendiri b. Memenuhi kebutuhan keluarga c. Memenuhi kebutuhan kelompok tani d. Sebagai tambahan modal usaha e. Sebagai tabungan untuk masa depan Kalau dalam memasarkan ternak sapi bali, lewat manakah ternak bapak di pasarkan? a. Bursa ternak b. Pasar hewan c. Tengkulak d. Kelompok ternak lain e. Di pasarkan sendiri Apakah informasi pasar diperlukan dalam pemasaran ternak sapi bali? Jika Ya, apakah alasannya? …………………………………………………… …………………………………………………………………………………. Bagaimana biasanya bapak mencari informasi pasar? a. Mencari lewat internet b. Meminta bantuan ke penyuluh untuk mencarikan informasi pasar c. Meminta bantuan kepada teman dan keluarga untuk mencarikan informasi pasar d. Hanya mencari dari kelompok e. Tidak mencari
171 147
Lampiran 4 Nama Penyuluh Pertanian dan Peternak 1. Nama Penyuluh Pertanian
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nama La Hati La Ode Asmara, S.P Rusdin, S.P La Berita, S.P, M.MA Sukmawati, A.Md Rusdin, S.PKP Idham Ntigonu, S.Pt Muh. Ilham Kambaeda, S.P M. Yunus, S.P Syahrun, A.Md Alwi. A, S.P Nurhayati, S.P Risma. M, A.Md Yohanis. T, S.PKP Siti Rahmawati, S.Pt
Alamat Kecamatan Barangka Kecamatan Napano Kusambi Kecamatan Tiworo Kepulauan Kecamatan Parigi Kecamatan Tiworo Selatan Kecamatan Kontunaga Kecamatan Wadaga Kecamatan Watopute Kecamatan Sawerigadi Kecamatan Kusambi Kecamatan Tiworo Utara Kecamatan Tiworo Tengah Kecamatan Kabangka Kecamatan Kabawo Kecamatan Lawa
172 148
2. Nama Peternak No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Nama La Owi La Ode Tone Haridin, S.Pd Jumail Syahrun Jafar Kasim Irshan Basri Abdul Alim La Dio Rusli, S.Pt La Ode Ardi, S.E La Rumpa
Alamat Kecamatan Watopute Kecamatan Watopute Kecamatan Watopute Kecamatan Watopute Kecamatan Watopute Kecamatan Watopute Kecamatan Watopute Kecamatan Kontunaga Kecamatan Kontunaga Kecamatan Kusambi Kecamatan Kusambi Kecamatan Kusambi Kecamatan Kusambi
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
La Ode Dayat Andi Pata Ruslan, S.Pd Darwin, S.Pd Wa Ode Risma La Felamba La Salehata Siti Samia Mustakim, S.Pt La Ode Atho La Malihi Herman, S.P La Wute La Hati La Ami, S.T Hadirman Harudin, S.P La Oni Nafirun Syukur La Mbori Yamin, S.Pd Iksan
Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan
Kusambi Kusambi Kusambi Kusambi Kusambi Kusambi Kusambi Napano Kusambi Napano Kusambi Napano Kusambi Napano Kusambi Napano Kusambi Napano Kusambi Barangka Barangka Barangka Barangka Sawerigadi Sawerigadi Sawerigadi Sawerigadi Sawerigadi Sawerigadi
173 149
37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76
La Ode Pere Ade Haerudin Tirton Ali Faham La Rubu La Alefu L.M Rizqiniawan, S.P La Setia La Mponi La Keke Syafaat, S.Pt La Subuha Harmin, S.Pd Abdul Rizal, S.P Hasirudin Ramu Nesa, S.Pt La Bohori Ali Azhar Wa Niisa La Iwo, S.Pt La Topo Fandi Ahmad Zainal La Rifin La Nesa La Haidi La Wangi La Ungi Haruti La Halida La Rafiah La Ode Kudu Abdul Syukur La Ati Wa Pedamu La Ode Ikhlas, S. Kom La Ode Afwal Maun Asram Koela, S.Pi La Safarudi Wa Ndolele
Kecamatan Sawerigadi Kecamatan Sawerigadi Kecamatan Lawa Kecamatan Lawa Kecamatan Lawa Kecamatan Lawa Kecamatan Lawa Kecamatan Wadaga Kecamatan Wadaga Kecamatan Wadaga Kecamatan Kabawo Kecamatan Kabawo Kecamatan Kabawo Kecamatan Kabawo Kecamatan Kabawo Kecamatan Parigi Kecamatan Parigi Kecamatan Parigi Kecamatan Parigi Kecamatan Parigi Kecamatan Parigi Kecamatan Parigi Kecamatan Parigi Kecamatan Parigi Kecamatan Parigi Kecamatan Parigi Kecamatan Kabangka Kecamatan Kabangka Kecamatan Kabangka Kecamatan Kabangka Kecamatan Kabangka Kecamatan Kabangka Kecamatan Kabangka Kecamatan Kabangka Kecamatan Tiworo Tengah Kecamatan Tiworo Tengah Kecamatan Tiworo Tengah Kecamatan Tiworo Tengah Kecamatan Tiworo Tengah Kecamatan Tiworo Tengah
174 150
77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88
La Lilaho La Lira, S.Kom Wa Sia La Muslim La Kase La Halisi La Ode Ompo Haluma La Jiru La Ode Budi La Jamudi Sartiman, S.Pd
Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan
Tiworo Tengah Tiworo Tengah Tiworo Tengah Tiworo Tengah Tiworo Tengah Tiworo Tengah Tiworo Kepulauan Tiworo Kepulauan Tiworo Kepulauan Tiworo Kepulauan Tiworo Kepulauan Tiworo Kepulauan
89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99
La Juni, S.Pd La Guna La Ngkuti Wa Dina La Haniu La Ido Abdul Jafar, S.E Biamrin Salim Hidayat Syawal Zakaria
Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan
Tiworo Kepulauan Tiworo Kepulauan Tiworo Kepulauan Tiworo Selatan Tiworo Selatan Tiworo Selatan Tiworo Selatan Tiworo Selatan Tiworo Selatan Tiworo Selatan Tiworo Utara
175 151
Lampiran 5 Peta Provinsi Sulawesi Tenggara dan Peta Kabupaten Muna 1. Peta Provinsi Sulawesi Tenggara
Lokasi Kabupaten Muna
176 152
2. Peta Kabupaten Muna
Kontunaga
= Lokasi Penelitian