Kebijakan Jender 1.0 The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 2015
1
Latar Belakang Jender dipahami sebagai pembedaan sifat, peran, dan posisi perempuan dan lakilaki yang dibentuk oleh masyarakat, dipengaruhi oleh sistem kepercayaan/agama, budaya, politik, dan sistem ekonomi. Konsep jender bisa berubah dalam kurun waktu, konteks wilayah dan budaya tertentu1. Pembedaan perempuan dan laki-laki yang dibentuk secara sosial telah melekat dalam kurun waktu yang panjang sehingga sering dianggap sebagai sesuatu yang alamiah. Proses ini membentuk norma tersendiri yang berisi sehimpunan pemahaman dan praktek seputar gagasan ideal tentang apa artinya menjadi lakilaki atau menjadi perempuan. Norma jender tersebut mengatur perilaku, peran, dan posisi individu dalam masyarakat, menentukan perilaku mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dalam situasi-situasi tertentu, serta menentukan peran dan posisi tertentu bagi perempuan dan laki-laki dalam masyarakat. Di banyak tempat norma jender sangat dipengaruhi oleh budaya patriarki yakni budaya yang menempatkan laki-laki di posisi yang lebih tinggi dari perempuan. Pembedaan yang ketat antara perempuan dan laki-laki yang kemudian membentuk norma jender yang menimbulkan ketidakadilan. Ketidakadilan yang disebabkan oleh pembedaan tersebut juga dikenal sebagai ketidakadilan berbasis jender; sering pula disebut sebagai ketidakadilan jender2. Terdapat 5 bentuk ketidakadilan jender, yakni sub-ordinasi (penomorduaan), marginalisasi (peminggiran), beban ganda (double burden), kekerasan, dan pemberian label negatif (stereotyping)3. Di Indonesia, ketimpangan berbasis jender masih terjadi. Hal ini terbukti dari masih tingginya angka kekerasan terhadap satu jenis kelamin tertentu, yakni kelompok perempuan. Data Komnas perempuan 4 menyebutkan bahwa pada 1
Kabeer, Naila. 2005. Jender Equality and Women's Empowerment: A Critical Analysis of the Third Millennium Development Goal. Jender and Development Vol. 13, No. 1, Edition on Millennium Development Goals, pp. 13‐24 dan Fakih, Mansour. 2008. Analisis Jender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Insist Press 2 Fakih, Mansour. 2008. Analisis Jender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Insist Press 3 Ibid 4 http://www.komnasperempuan.or.id/2014/11/catatan‐tahunan‐komnas‐perempuan‐2014‐kegentingan‐ kekerasan‐seksual‐lemahnya‐upaya‐penanganan‐negara/
2
tahun 2014, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan berjumlah 293.220. Angka kekerasan tersebut berada di ranah personal, komunitas, maupun negara. Dalam catatan tahunan tersebut, Komnas Perempuan juga mencatat terdapat 37 kasus kekerasan terhadap Komunitas LBT (Lesbian-Biseksual-Transjender) dan 40 kasus kekerasan terhadap Perempuan dengan Disabilitas. Situasi ini semakin diperburuk dengan masih banyaknya stereotype negative untuk perempuan yang kemudian berujung pada Peraturan Daerah yang sangat diskriminatif dan membatasi ruang gerak perempuan. Sebagai contoh, diperlukannyan tes keperawanan di sekolah-sekolah dan larangan keluar malam hari bagi perempuan sebagai mekanisme pencegahan kejahatan terhadap perempuan. Terdapat 365 Perda yang dinilai diskriminatif bagi Komnas Perempuan5. Bentuk ketidakadilan jender lain, seperti marjinalisasi, subordinasi, serta beban ganda juga masih banyak terjadi di Indonesia. Berbagai bentuk ketidakadilan jender ini juga bisa terjadi di berbagai ranah, seperti di rumah, negara, komunitas, bahkan kantor. Di dalam lingkungan kantor, bisa saja terjadi bentuk subordinasi dan marjinalisasi dalam proses rekrutmen dan promosi kenaikan jabatan. Atau stereotipi dengan melekatkan pekerjaan tertentu dengan jenis kelamin tertentu, semisal; sekretaris diidentikkan sebagai pekerjaan perempuan, supir diidentikkan dengan pekerjaan laki-laki, posisi pimpinan diidentikkan dengan laki-laki, dan lain sebagainya dan bukan pada jenis pekerjaan dan kriteria pekerja yang dibutuhkan untuk memenuhi tanggung-jawab pekerjaan tersebut. Melihat berbagai kondisi tersebut, maka Kemitraan meyakini bahwa permasalahan ketidakadilan berbasis jender harus diatasi melalui pengembangan pemahaman dan membangun perangkat yang mendukung kesetaraan dan keadilan jender. Konsep kesetaraan dan keadilan jender merupakan prinsip utama yang harus didahulukan.
Tujuan 5
http://nasional.kompas.com/read/2015/03/20/11583441/Komnas.Perempuan.Minta.Presiden.Jokowi.Hapus.365. Perda.yang.Diskriminatif
3
Kemitraan adalah sebuah organisasi parapihak yang bekerja dengan badanbadan pemerintah dan organisasi masyarakat sipil untuk memajukan reformasi tata pemerintahan di berbagai bidang di tingkat nasional dan sub-nasional. Kemitraan membangun hubungan penting antara berbagai tingkat pemerintahan, masyarakat sipil dan sektor swasta guna meningkatkan tata pemerintahan yang baik di Indonesia secara berkelanjutan. Dalam menyikapi situasi masih banyaknya terjadi ketidakadilan berbasis jender di dunia pada umumnya, dan Indonesia pada khususnya, maka Kemitraan meyakini pentingnya kesetaraan dan keadilan jender menjadi salah satu prinsip utama dalam berbagai aspek pengelolaan organisasi serta perencanaan, implementasi dan evaluasi program. Hal ini sesuai dengan Konvesi tentang Penghapusan Segala Bentuk Kekerasan terhadap Perempuan atau Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No 7 Tahun 1984. Hal mana menjadi landasan pengembangan visi dan misi Kemitraan. Visi organisasi mewujudkan pemerintahan yang adil, demokratis dan berkelanjutan untuk kesejahteraan warga negara Indonesia ini dipertegas dengan misinya untuk menyebarkan, memajukan dan melembagakan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan bersih antara pemerintah, masyarakat sipil dan bisnis, dengan mempertimbangkan hak asasi manusia, kesetaraan jender, kelestarian lingkungan dan terpinggirkan. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, tujuan kebijakan jender Kemitraan dirumuskan sebagai berikut: 1. Mendorong terciptanya good governance dengan prinsip kesetaraan dan keadilan jender 2. Memastikan program-program yang dijalankan menganut prinsip kesetaraan dan keadilan jender 3. Mendorong terciptanya suasana kerja tanpa diskriminasi, marjinalisasi, kekerasan, khususnya terhadap satu jenis kelamin tertentu. 4. Mengadvokasikan pengarusutamaan jender dalam berbagai aspek baik untuk mitra kerja maupun mitra organisasi pengelola dana hibah.
4
Komitmen Kemitraan meyakini bahwa untuk mencapai tujuan yang tertuang diatas, diperlukan komitmen yang kokoh untuk pencapaian kondisi kesetaraan dan keadilan jender dalam organisasi dan program-program yang dilakukannya. Karenanya, Kemitraan berkomitmen untuk melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Menolak segala bentuk kekerasan, khususnya terhadap satu jenis kelamin tertentu 2. Nihil toleransi terhadap segala bentuk tindakan yang mengarah pada diskriminasi berdasarkan ras, jender, agama, kapabilitas fisik maupun mental, orientasi seksual maupun suku. 3. Menghormati kultur dan adat istiadatrespect yang konsisten dengan hak asasi manusia. 4. Mempromosikan secara berkelanjutan kesetaraan dan keadilan jender sebagai bagian dari hak asasi manusia kepada berbagai pemangku kepentingan. 5. Memastikan bahwa analisa dan indikator jender selalu digunakan dalam siklus pengelolaan proyek, mulai dari desain perencanaan, implementasi hingga evaluasi sebagai bagian dari promosi untuk kesetaraan dan keadilan jender 6. Memberdayakan perempuan dan kelompok marjinal lainnya dalam rangka memastikan tercapainya kesempatan yang sama bagi parapihak. 7. Bekerja bersama laki-laki untuk mempromosikan kesetaraan dan keadilan jender 8. Menciptakan situasi kerja yang nyaman bagi laki-laki dan perempuan 9. Memastikan adanya anggaran sensitif jender untuk diterapkan dalam level program/proyek maupun organisasi. Anggaran ini akan digunakan untuk tercapainya situasi kesetaraan dan keadilan jender 10. Memastikan mitra kerjanya juga menjunjung tinggi prinsip kesetaraan dan keadilan jender
Strategi untuk Pencapaian Komitmen
5
Untuk Organisasi Kemitraan menjamin terciptanya suasana kerja dengan kesempatan yang sama untuk laki-laki dan perempuan. Kemitraan menjamin tidak terjadinya diskriminasi dan kekerasan. Staf Kemitraan akan mendapatkan pelatihan pengarusutamaan dan penguatan pemahaman jender dan cara mengimplementasikannya. Manajemen Kemitraan menyediakan anggaran untuk peningkatan kapasitas staf dalam mempromosikan kesetaraan dan keadilan jender. Berbagai publikasi yang dikeluarkan oleh Kemitraan harus mendukung komitmen Kemitraan untuk prinsip kesetaraan dan keadilan jender. Manajemen Kemitraan harus menjamin adanya forum secara berkelanjutan untuk berdiskusi dan berbagi terkait dengan isu-isu jender.
Untuk Program Kemitraan menjamin indikator jender dan jender analisa digunakan dalam perencanaan, implementasi proyek, serta evaluasi akhir secara konsisten. Sebagai bagian dari pengelola dana, Kemitraan juga memastikan penerapan jender kepada mitra-mitra kerja serta pengelolaan dana program. Seluruh data yang dimiliki harus dipisahkan berdasarkan jenis kelamim (disaggregate data). Seluruh program yang dijalankan oleh Kemitraan harus melibatkan sekurang-kurangnya 30% partisipasi kelompok perempuan dan kelompok marjinal. Dalam menjalankan program, Kemitraan perlu memastikan tidak adanya berbagai bentuk diskriminasi dan kekerasan, baik terhadap mitra kerja, beneficiaries maupun partner kerja.
Untuk Sumber Daya Manusia Peraturan kepegawaian Kemitraan harus sesuai dengan komitmen Kemitraan dalam mempromosikan jender equality and equity. Prinsip kesempatan yang sama harus dilakukan dalam hal rekrutmen dan promosi jabatan. Kemitraan membangun mekanisme komplain untuk internal dan membangun instrumen yang memastikan penyelesaian hal-hal terkait pelanggaran berbasis jender, termasuk adanya sangsi bagi yang melanggar. Berbagai bentuk diskriminasi, kekerasan, pelecahan seksual yang dilakukan oleh karyawan harus mendapatkan teguran atau sanksi dengan tegas. Kemitraan juga harus memastikan bahwa seluruh karyawannya telah mendapatkan pelatihan jender paling kurang 1 kali dalam satu tahun dan pelatihan ini juga diintegrasikan dalam program induksi 6
karyawan baru. Pelatihan-pelatihan terkait peningkatan kemampuan karyawan untuk memastikan implementasi program yang sensitif terhadap jender juga harus dilakukan.
7