KEBERPERANAN KOMPENSASI DAN MOTIF BERPRESTASI DALAM PENINGKATAN KINERJA DOSEN (Studi Analitik Terhadap Dosen di Perguruan Tinggi Ilmu pendidikan ) H. Yusep Mulyana,S.Pd.,M.Pd. Dosen STKIP Sebelas April Sumedang Jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) Abstraction Lecturer duty have very strategic role and function in supporting the of reaching purpose of higher education, because of lecturer participation related to development of quality assurance in each management of higher education, therefore, development of High Teacher require management functioning send lecturer reach optimal performance, with quality either from the profession and also rank career facet.Firstly, Based on research finding is recommended some thingses, for example compensation which given require to be evaluated to can be adapted growth of increase of price of requirement of the family and lecturer, to increase compensation side achievement motif which received also require to give opportunity to lecturer for developing the creativity and ability in executing the management study and construction from various party sides, thereby enable reached by better lecturer performance. (lecturer participation related to development of quality assurance in each management of higher education) Abstraksi Tugas dosen memiliki fungsi dan peran yang sangat strategis dalam menunjang tercapainya tujuan pendidikan tinggi, dikarenakan terkait dengan quality assurance pendidikan tinggi, pengembangan Perguruan Tinggi memerlukan manajemen yang berfungsi menghantarkan dosen mencapai kinerja yang optimal,untuk menjawab permasalahan Berdasarkan temuan direkomendasikan beberapa hal, antara lain kompensasi yang diberikan perlu ditinjau agar dapat disesuaikan dengan perkembangan kenaikan harga kebutuhan dosen dan keluarganya, untuk meningkatkan motif berprestasi disamping kompensasi yang diterima juga perlu memberi kesempatan kepada dosen untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya dalam melaksanakan pembelajaran yang dikelolanya dan pembinaan dari berbagai pihak, dengan demikian memungkinkan dicapai kinerja dosen yang lebih baik. Kata Kunci ; Dosen pengembang Quality Assurance di Perguruan Tinggi A. PENDAHULUAN Perguruan Tinggi di Indonesia khususnya Perguruan Tinggi Swasta yang mengalami masalah jatuh bangun, bertahan hidup, ditutup, menurun atau berkembang, beberapa PTS terkenal dengan program studinya serta cukup banyak diminati oleh mahasiswa baru dan lama, ternyata yang mendaftar ulang kembali menurun dari tahun ketahun dengan tajam, sehingga kelangsungan hidupnya dikhawatirkan, apalagi sekarang bangsa ini sedang menghadapi berbagai krisis yang berdampak luas bagi dunia pendidikan tinggi (Sjarief, 1999). Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
44
Berbagai upaya perlu dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut diberbagai jalur, jenjang dan jenis pendidikan melalui sinkronisasi kerjasama semua pihak yang termasuk dalam komponen persekolahan. Banyak faktor yang berkaitan dengan masalah mutu pendidikan khususnya di tingkat perguruan tinggi, seperti kurikulum, fasilitas penunjang serta sumber daya lainnya, namun faktor yang paling menentukan adalah dosen dan mahasiswa yang menjadi subjek pendidikan. Berdasarkan itu, upaya yang paling utama bagi perbaikan segala kekurangan tersebut adalah peningkatan kinerja dosen yang akan berimplikasi terhadap perkembangan kepribadian mahasiswa. Fungsi pendidikan telah di didesentralisasikan sebagai implikasi dari UU Otonomi Daerah yang berlaku secara efektif mulai tahun 2001, dimana penyelenggaraan pendidikan telah menjadi kewenangan otonomi daerah, namun secara umum pelaksanaan kebijakan pendidikan belum berubah dari tahun ke tahun, yang terjadi di negara kita kebijakan dari pemerintah, baik pemerintah pusat, daerah, ataupun lembaga yang melaksanakan pendidikan tinggi belum dapat memecahkan persoalan yang ada. Menurut Rosser dan Penrod (1991), ada tiga kondisi yang menyebabkan terjadinya berbagai perubahan dalam perguruan tinggi yakni adanya: tekanan dari pihak luar, pemimpin yang bermotivasi tinggi dan berpandangan jauh kedepan”. Pengolahan terhadap perubahan strategik merupakan penentu kinerja jangka panjang suatu organisasi yang didalamnya termasuk proses perekaman lingkungan, perencanaan jangka panjang, evaluasi dan pengendalian terhadap kinerja dari rencana yang telah dilaksanakan, namun banyak yang mengalami kegagalan dalam proses implementasinya, karena strategi peningkatan kinerja hanya sekedar pajangan sebagian atau seluruhnya dan tidak dilaksanakan disamping belum tumbuh dan berkembangnya budaya organisasi, sehingga komitmen dalam implementasi kinerja tidak memenuhi sasaran yang diinginkan. (Thomson Jr. dan Stricland III, 1989). Sedangkan menurut Glickman (Bafadal, 2003:5). Seseorang akan bekerja secara professional bilamana memiliki kemampuan (ability) dan motivasi (motivation), dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, baik sebagai pengajar maupun sebagai pendidik, dosen akan selalu menghadapi problema. Problema yang dihadapi dosen dapat pula berasal dari kebutuhankebutuhan yang kurang terpenuhi sehingga berpengaruh terhadap proses belajar mengajar yang dikelolanya. Hal ini diperkuat pendapat Siagian (1999:52) yang menyatakan : “Motivasi dasar bagi kebanyak orang menjadi pegawai pada suatu organisasi adalah untuk mencari nafkah. Berarti apabila seseorang menggunakan pengetahuan, keterampilan, tenaga dan sebagian waktunya untuk berkarya pada suatu organisasi, di lain pihak ia mengharapkan menerima imbalan tertentu”. Analisis sementara penulis bahwa kompensasi finansial yang diterima dosen, khususnya dosen swasta di Indonesia pada saat ini masih kurang mencukupi untuk bisa menutupi kebutuhan hidupnya beserta keluarga, sehingga masih ada dosen yang
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
45
belum terkonsentrasi penuh kepada tugasnya, walaupun dapat dikatakan bahwa kompensasi bukanlah satu-satunya faktor yang dapat memberikan motivasi kerja, namun Keith Davis (Timple, 2000: 148) berpendapat bahwa : “Pegawai yang masih berketetapan untuk kerja keras menemukan bahwa gaji dan tabungan mereka habis digerogoti oleh inflasi. Imbalan bersih kerja keras mereka rendah, hampir tidak seimbang dengan biaya bagi mereka dan keluarga mereka”. Sejauh ini, setiap Perguruan Tinggi di Indonesia diharuskan atau diwajibkan oleh ketentuan yang berlaku memiliki Rencana Induk Pengembangan (RIP) untuk masa 5 tahun yang harus selalu diperbaharui dari satu periode ke periode dalam mengelola masa depannya, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah menerbitkan buku dan menyebarluaskan dikalangan PTN dan PTS, buku yang menjelaskan tentang pedoman kebijakan pengembangan pendidikan tinggi jangka panjang, ternyata dalam implementasinya Perguruan Tinggi khususnya Perguruan Tinggi Swasta tetap mengalami kesulitan yang memprihatinkan seperti : Penurunan jumlah mahasiswa baru dan lama cukup drastis sehingga mempengaruhi eksistensi lembaga dan tidak mampu mempertahankan dirinya, apalagi mengembangkan program yang direncanakan. Menutup satu atau lebih program studi, bahkan ada yang berakhir dengan menutup lembaganya atau bergabung dengan perguruan tinggi lainnya. Di tutup oleh pemerintah karena tidak aktif lagi menjalankan tugas pendidikan tinggi Memberikan kompensasi dalam bentuk uang di bawah standar minimum dan memberikan kompensasi dalam bentuk non moneter yang tidak sesuai dengan beban yang ditanggung seorang dosen. Hanya mampu menjalankan salah satu fungsi dari Tridarma Perguruan Tinggi dan itupun terlihat jalan ditempat dan lain hal yang akhirnya berpengaruh pada kinerja. Perkembangan motif berprestasi dosen, terutama untuk mencapai target kompentensi dosen untuk peningkatan kinerja seringkali diabaikan. Pernyataan di atas mengandung makna bahwa kebijakan sistem adanya kompensasi dan motif berprestasi yang rendah mempengaruhi kinerja Dosen dan motivasi kerja yang diduga akan menghasilkan kinerja yang rendah pula, begitu juga sebaliknya kompensasi dan tumbuhnya motif berprestasi kerja yang tinggi dan baik akan membuat dosen berusaha bekerja lebih baik. B. Asumsi Tentang kompensasi, motif berprestasi dan kinerja ini dilakukan berdasarkan pada beberapa asumsi berikut ini : Kompensasi diantaranya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan, mengikat dan memotivasi karyawan untuk mencapai kinerja yang diharapkan (Alma 1998:203). Motif Berprestasi adalah proses yang sangat penting untuk mengerti mengapa dan bagaimana perilaku seseorang dalam bekerja atau dalam melakukan suatu tugas tertentu. Proses ini dapat diselesaikan dalam tiga tahap, pertama: menetapkan sebuah nilai terhadap sebuah imbalan yang mungkin diterima
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
46
jika melakukan sebuah pekerjaan, kedua: berdasarkan kerja ini individu berharap untuk mendapatkan imbalan yang layak dan kemudian mendapat imbalan yang baik secara intrinsik maupun ekstrinsik. Ketiga, proses ini disempurnakan dengan timbal balik (feedback), satu arah berasal dari persepsi individu mengenai kemungkinan bahwa upaya itu memang akan menghasilkan imbalan yang diharapkan. feedback yang lainnya berasal dari penilaian individu yang berkaitan dengan nilai imbalan yang diterima, model ini menunjukan bahwa kerja akan berdampak pada motif berprestasi dan kinerja. (Suryana Sumantri ,2001:53). Kegiatan mengukur/menilai kinerja seseorang untuk menetapkan kinerjanya bagus atau dianggap gagal dalam melaksanakan pekerjaannya dilakukan dengan mempergunakan standar pekerjaan sebagai titik tolak ukurnya. (Nawawi 2003:395) Kinerja Dosen sebagai bagian dari sumber daya manusia, dipengaruhi antara lain oleh kompensasi yang mereka terima, salah satu tujuan dari pemberian kompensasi adalah untuk memotivasi personel untuk menampilkan kinerja yang optimal (Castetter, 996:459, Schuler, 1987:289, Sustermeister, 1976:66) Gambar kerangka Hubungan ; kompensasi dan motif berprestasi terhadap Kinerja Dosen Dapat dilihat dalam bagan di bawah : KOMPENSASI 1. Imbalan Moneter/penghargaan berupa uang (Monetary Rewards): Gaji pokok, Insentif dan Bonus. 2. Imbalan Non Moneter/Penghargaan berupa selain uang (Monetary Non Rewards) : Simbol status (Status Symbol) Penghargaan sosial (Social Rewards) Penghargaan terhadap tugas dan pribadi (Task Self Rewards)
KINERJA DOSEN MOTIF BERPRESTASI
Upaya dalam melaksanakan pekerjaan Prestasi individu Umpan balik terhadap pekerjaan
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
Pendidikan & pengajaran. Penelitian Pengabdian masyarakat
47
C. Kompensasi a. Konsep Dasar Kompensasi menurut Alma (1998:185) adalah,” imbalan atau jasa yang diberikan perusahaan yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kedalam kompensasi ini adalah upah ,gaji, insentif, komisi dan sebagainya yang mengikat karyawan agar bekerja”.Sedangkan menurut Silalahi (1996:259) kompensasi adalah,”Sebagai apa yang diterima karyawan dari organisasi sebagai pengganti untuk kontribusi yang ia berikan kepada organisasi”. Selanjutnya Werther, Jr dan Darwis (1996:259) mengartikan kompensasi adalah , ”Apa yang diterima karyawan sebagai pengganti atas kontribusi yang ia berikan kepada organisasi”. Sedangkan Sastrowardoyo (3003:181) mengemukakan bahwa : ”Kompensasi adalah imbalan jasa atau balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada semua tenaga kerja, karena tenaga kerja tersebut telah memberikan sumbangan tenaga dan pikiran demi kemajuan perusahaan guna mencapai tujuan yang di tetapkan”. Sehingga seseorang yang bekerja atau memberikan kontribusi terhadap organisasi yang berupa badan usaha, lembaga, industri dan sebagainya, berhak memperoleh kompensasi. Sedangkan Schuler (1987:287) menyatakan bahwa kompensasi merupakan kegiatan dimana organisasi menilai kontribusi pekerja yang akan ditukarkan dengan imbalan moneter dan non moneter, atau disebut dengan istilah total compensation. Senada dengan itu, Castetter (1996:467) yang melihat kompensasi secara keseluruhan atau total compensation perspektive menyatakan bahwa perencanaan kompensasi memperhatikan seluruh personel pada setiap level tugas dalam sebuah sistim dan seluruh bentuk kompensasi personel, termasuk ”salaries, collateral benefit, non salary payment, and non economic provision”, jelasnya perencanaan total compensation berhubungan dengan kebijakan, struktur, level pekerjaan, metode pembayaran, analisis, dan perbandingan posisi dan penilaian kinerja personel. Penetapan rencana kompensasi tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan faktor psikologis, sosiologis, politis, dan ekonomi. Semuanya itu merupakan bentuk langsung tanggug jawab administrasi untuk mendesain dan mengelola proses kompensasi dengan minimalisasi ketidakpuasan personal, sistim dan pihak-pihak yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan sekolah. Kompensasi dalam organisasi dapat ditetapkan berdasarkan kontrak kerja, dimana pegawai akan mengetahui tentang kompensasi yang akan diterimanya nanti, dengan demikian pegawai memiliki kepastian individu dalam melaksanakan tugas dan akan mendapatkan motivasi, seperti kata Siagian (1991:253) suatu sistem kompensasi yang baik adalah ,”sistim yang mampu menjamin kepuasan para anggota organisasi sehingga meningkatkan kinerjanya”. Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, maka dapat ditarik simpulannya kompensasi adalah imbalan yang diterima oleh pekerja sebagai balas jasa atas kontribusi yang diberikannya kepada organisasi dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
48
b. Fungsi dan Tujuan Kompensasi dalam bentuk Moneter Kompensasi memiliki fungsi untuk menjamin kehidupan yang layak bagi para pekerja dan keluarganya, dengan kompensasi, pekerja dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi dan anggota keluarganya, selain itu, kompensasi mencerminkan imbalan atas jasa seseorang terhadap organisasi. Besar kecilnya kompensasi menggambarkan tingkat kontribusi yang diberikan oleh karyawan terhadap organisasinya. Pada sisi yang lainnya, kompensasi berfungsi sebagai faktor motivasi dalam meningkatkan kinerja dan produktifitas kerja karyawan. Kompensasi yang lebih baik akan menciptakan kepuasan kepada karyawan dan akan memotivasi karyawan untuk bekerja lebih baik. Sebaliknya untuk memperoleh kompensasi yang lebih baik karyawan akan berusaha bekerja lebih baik. Adapun tujuan kompensasi menurut Alma (1998:203) antara lain,” kompensasi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan, mengikat dan memotivasi karyawan karena uang bisa menjadi motivator kinerja yang baik”. Pada dasarnya tujuan dan pentingnya kompensasi berdasarkan kinerja adalah: Mencapai sasaran strategis dengan cara menghubungkan langsung kompensasi dengan kinerja, menegakan norma lembaga, memotivasi kinerja, dan menyadari kontribusi perbedaan. Meskipun semua kondisi tertentu sesuai dengan yang diharapkan sulit ditemui di banyak lembaga, keberhasilan lebih besar akan didapat sebuah organisasi ketika kondisi seperti berikut ini : rencana dengan jelas dikomunikasikan, rencana dipahami, dan bonus mudah untuk dihitung, dosen ikut serta menetapkan dan mengatur rencana, dosen diperlakukan wajar, dosen mempunyai suatu jalan pendekatan jika merasa mereka sedang diperlakukan tidak adil, dosen mampu mempercayai insitusi dan percaya mereka mempunyai jaminan kerja, bonus diberi secepat mungkin setelah dosen melakukan apa yang diharapkan lembaga. Kompensasi yang dikelola secara benar akan membantu organisasi mencapai tujuan dan untuk mendapatkan, memelihara, dan mempertahankan pekerja yang produktif karena itu pengelolaan kompensasi perlu memperhatikan berbagai faktor yang berpengaruh agar tujuan memberikan kompensasi bagi para pekerja dapat terwujud seperti yang diinginkan. Seseorang bekerja secara umum adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan sikis, secara fisik seseorang ”menukarkan” jasa tenaga dan pikirannya dengan uang (imbalan moneter) yang akan digunakan memenuhi sebagian besar kebutuhan pada tingkat dasar, kebutuhan makanan, pakaian, perumahan, dan keperluan hidupnya. Secara psikis seseorang yang bekerja akan terpenuhi kebutuhan rasa amannya, yaitu rasa aman dalam memenuhi kebutuhan karena sudah ada pekerjaan, lebih jauh lagi dengan bekerja seseorang dapat berkenalan dan bergaul dengan orang lain sesama teman kerjanya, mereka yang bekerja juga akan memiliki rasa kepercayaan dan harga diri yang lebih tinggi, pada tingkat yang lebih tinggi dengan bekerja seseorang dapat mengaktualisasikan kompentensi yang dimilikinya, ketika seseorang telah bekerja menyumbangkan tenaga dan pikirannya guna mencapai tujuan-tujuan organisasi maka
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
49
seharusnya pula organisasi memberikan imbalan (kompensasi) demi mewujudkan tujuan individu yang bekerja. Belcher dan Atchison (Castetter, 1996:460) melihat pentingnya tujuan kompensasi dalam sebuah organisasi karena kompensasi dalam sebuah organisasi karena kompensasi merupakan bentuk transaksi antara organisasi dengan karyawan, transaksi tersebut dapat ditinjau dari perspektif transaksi ekonomi, psikologis, social, politik, dan etik, jelasnya yaitu : - Transaksi Ekonomi: Dengan imbalan terhadap jasa karyawan, organisasi akan berproduksi lebih banyak dengan kualitas lebih baik sedangkan karyawan memperoleh pendapatan untuk memenuhi kebutuhannya. - Transaksi Psikologis: Menggambarkan sebuah kontrak psikologi antara manusia dengan organisasi dimana individu menukarkan beberapa tipe perilaku yang diinginkan organisasi bagi suatu bayaran dan sumbersumber kepuasan lainnya. - Transaksi Sosial: Kompensasi menggambarkan sebuah transaksi sosial karena organisasi merupakan kumpulan orang-orang dan pekerjaan adalah suatu yang penting dalam hubungan antara individu dan organisasi. - Transaksi Politis : Kompensasi menggambarkan politik karena menyangkut penggunaan kekuatan dan pengaruh. - Transaksi Etis : Menggambarkan transaksi etis dalam istilah keadilan kompensasi yang berkeadilan bagi organisasi dan pekerja. Schuller (1987:388-387) mengemukakan beberapa tujuan dan pentingnya kompensasi sebagai berikut a) Menarik potensi yang potensial dan mempertahankan pekerja yang baik, b) Memtotivasi pekerja, c) Mengelola gaji berdasarkan peraturan legal, d) Memberi fasilitas untuk tujuan dan sasaran strategis organisasi, e) Memperkuat dan memperjelas struktur organisasi. Secara lebih luas, Castetter (1996:459-460) menyebutkan bahwa tujuan kompensasi adalah : a). Menarik dan mempertahankan pegawai tetap yang kompeten b). Motivasi personel agar menunjukkan kinerja optimum c). Menciptakan insentif bagi pertumbuhan kompentensi individu, d). Meraih ”maximum return” dalam layanan bagi investasi ekonomi yang dibuat dalam rencana kompentensi, e). Mengembangkan rasa percaya diri personal di dalam maksud organisasi,f). Membangun keadilan dan objektivitas kedalam rencana kompenasis, g). Membuat rencana menjadi konsisten secara internal dan kompenitif secara eksternal, h). Menghubungkan kompensasi dengan tingkat kepentingan dan kesulitan posisi, i). Membuat gaji sepadan dengan macam-macam personel yang dibutuhkan organisasi, j). Menetapkan sebuah struktur kompenasi secara kondusif, k. Memberikan kepuasan ekonomi, social, psikologis kepada karyawan, l). Minimalisasi keluhan karyawan dari serikat pekerja, m). Mengontrol kelebihan gaji sebagai suatu item penganggaran yang secara umum mencakup empat sampai lima persen dari rencana pengeluaran, n).
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
50
Mengembangkan rencana untuk kelanjutan dana yang dibutuhkan bagi suatu gaji dan benefit yang efektif, dan o). Meminimalisasi penggantian personel. Selain fungsi dan tujuan kompensasi yang sedemikian strategis dalam organisasi, satu hal yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa kompensasi dalam segala bentuk menghabiskan lebih kurang lima puluh persen dari keseluruhan biaya organisasi (Schuler, 1987:289), sehingga banyaknya tujuan dan fungsi kompensasi sebagaimana diatas mengisyaratkan bahwa kompensasi perlu mendapat perhatian serius dari manajer/pimpinan agar dikelola secara tepat dan sebaik-baiknya. 1. Bentuk-Bentuk Kompensasi Kompensasi yang diberikan oleh organisasi kepada para pekerjanya terdapat dalam beberapa bentuk. Perbedaan desain dan struktur kompensasi tersebut sesuai dengan karakteristik dan kemampuan organisasi, karakteristik organisasi dimaksud dapat digambarkan menurut perspektif lingkungan (environmental persvective), baik lingkungan ektrnal (eksternal envirovment) maupun lingkungan internal (internal envirovment) Castetter (1996:461) mengatakan : Berikut disajikan potret situasi lingkungan dimana proses kompensasi termasuk kedalam berbagai kekuatan, faktor, dan kondisi yang mempengaruhi outcome kompensasi untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam gambar berikut ini : Internal Envirovment Variabel Eksternal Envirovment Variabel Human Variabel Organization Variabel Compritition, Economic, Abilities, Age, Levels, Climate, Communication Image, Legal, Market, Attitudes, Performance Culture, Delegation, Planning, Sosial Cultural, Skills, Work group Processes, Structure, Technology Technolog, Union
Compensation System, Administration, Base Pay Added, Benefits, Process, Rewards, Structure Total Compensation
Compensation Decision
Compensation Outcome (Castetter, 1996:462)
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
51
Beberapa bentuk kompensasi dengan istilahnya masing-masing dijelaskan oleh Castetter (1996:467) sebagai berikut: - Wages merujuk pengertian kompensasi yang dibayarkan kepada pekerja yang secara umum tidak mempunyai pekerjaan tetap sepanjang tahun, biasanya berbentuk kompensasi seperti ini diberikan dengan dasar perhitungan pekerjaan perjam. - Salary mengandung pengertian kompensasi yang dibayarkan kepada pekerja profesional, supervisor dan pekerja yang dikontrak dan dibayarkan berdasarkan hitungan perminggu, perbulan atau pertahun. - Collateral Benefits adalah bentuk kompensasi langsung maupun tidak langsung yang diberikan kepada personel tanpa memerlukan layanan tambahan. - Non Salary payments meliputi bayaran ekstra bagi pekerja profesional yang bekerja melebihi jam kerja dan intensif karena kinerja yang melebihi standar kinerja. - Non Economic Benefits: merujuk kepada kompensasi bersifat psikis seperti keleluasaan karena tambahan penghargaan finansial, penghargaan, keamanan posisi, kebebasan untuk berinisiatif, apresiasi simbol, status, hak-hak istimewa, wewenang dan kekuasaan, informasi, fasilitas kerja dan kesesuaian posisi. - Base Pay merujuk pada bayaran yang didasarkan kepada berbagai level pekerjaan dan organisasi. - Performance (merit)Pay: adalah tambahan kompensasi yang ditambahkan berdasarkan kinerja personel. - Differential Pay adalah wages atau salary yang dihitung berdasarkan seberapa penting sebuah posisi dalam organisasi. - Market Sensitive Pay merujuk pada gaji pokok yang didasarkan kepada suplay dan demand bagi personel untuk suatu posisi. Sedangkan Baron dan Kreps (1999:297) mengatakan bahwa kompensasi juga meliputi imbalan jasa intrinsik/psikis seperti status indenvendensasi, kekuasaan dan sebagainya, selain itu Farrel sebagaimana dikutip Beatty dan Scheier (1982:459) mengemukakan: ”Struktur kompensasi sebagai sebuah metode untuk menyesuaikan antara kompensasi dengan kebutuhan pekerja, kebutuhan yang dimaksud meliputi kebutuhan hidup, perlindungan, harapan yang tinggi, dan peningkatan standar hidup pekerja”. Secara lebih lengkap, Podsacof et. Al. (Schuler, 1987:290) mengemukakan beberapa bentuk kompensasi yang disediakan organisasi kepada pekerja untuk meningkatkan kinerja pekerja, meliputi penghargaan uang, fringle benefits, simbol status, penghargaan sosial, dan penghargaan terhadap tugas. Bentukbentuk kompensasi dengan segala jenis tersebut disajikan secara lengkap dalam tabel 2.3
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
52
Schuler (1987:288) menggambarkan komponen bawah ini.
kompensasi total di
Total Compensation
Intrinsic rewards (job factors)
Extrinsic rewards (monetary)
Indirect Compensation
Protection programs
Pay for time not worked
Direct Compensation
Employee Serviced and Perquisites
Basic Wage
Performance -Based Pay
Secara lebih komprehensif, kompensasi bisa dibagi menjadi lima bagian, yaitu : Penghargaan berupa uang meliputi: gaji, pembagian keuntungan lembaga, bonus, tunjangan hari raya, dan lain-lain. Fringe benefits meliputi: asuransi kesehatan, mobil lembaga, waktuliburan, fasilitas rekreasi, tunjangan perumahan, perlindungan karyawan, penjaga atau pembantu rumah tangga, dan lain-lain. Simbol status: Ukuran dan lokasi ruang kerja, penerangan dan sirkulasi ruang kerja, penataan ruang kerja, penghargaan khusus dan lain-lain. Penghargaan sosial: penghargaan informal, persahabatan, umpan balik penilaian, bahasa non verbal, minum makan siang dan lain-lain. Penghargaan terhadap tugas dan pribadi: pekerjaan yang menarik, prestasi, variasi tugas, umpan balik kinerja, penghargaan diri, kesempatan untuk menyusun jadwal sendiri, partisipasi dalam kegiatan organsasi, memilih tempat kerja, otonomi dalam pekerjaan dan lain-lain. 2. Kompensasi Berdasar Kinerja Seringkali kelayakan gaji menjadi masalah penting dalam sistem penggajian berikutnya adalah masalah keadilan, keadilan dalam masalah kompensasi menyebutkan bahwa seseorang mendapatkan sesuai dengan apa yang dikerjakannya, pernyataan ini membawa implikasi pada penciptaan struktur yang luas dalam sistem penggajian, sesuai pendapat Ruky (1987:5): Dalam kenyataannya, kita masih sering melihat upah dan gaji yang dianggap layak atau wajar sangat penting bagi sebagian terbesar orang yang menjual tenaga untuk mendapatkannya, jika gaji dan upah yang diterima relatif cukup dan layak, barulah kebutuhan lain dirasakan penting, selama gaji dan upah belum dirasakan cukup dan layak maka
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
53
gaji dan upah akan tetap dianggap sebagai faktor yang paling dapat menurunkan kegairahan kerja dan menimbulkan keresahan kerja”. Banyak faktor yang menjadi tuntutan pekerjaan dijadikan pertimbangan dalam penetapan kompensasi, meliputi faktor kinerja, jabatan dan karakteristik individu yang meliputi tanggung jawab, pendidikan, keterampilan, pengalaman, masa kerja dan lain-lain. Perbedaan individu dalam berbagai faktor tersebut akan dapat menjelaskan tentang bagaimana sistem penggajian yang diciptakan, Ruky (1987:7) mengatakan : Suatu sistem penggajian yang berimbang (equity) akan menghasilkan suatu keadaan, dimana ...Upah/gaji seorang pegawai dari suatu bagian dengan upah/gaji pegawai dibagian lain yang mengerjakan pekerjaan yang sama bobotnya, relatif akan sama besarnya ..... sistem penggajian yang berimbang akan menyajikan penjelasan atau alasan yang rasional mengenai perbedaan tersebut, misalnya seorang tukang sapu akan mengetahui bahwa ia mendapat upah lebih rendah dari seorang tukang listrik, tapi iapun tahu faktor-faktor yang menjadi pertimbangan untuk mengandalkan perbedaan tersebut, tukang sapu mungkin tidak menyukai perbedaan tersebut tetapi ia mampu menjelaskan sendiri sebab-sebabnya. Berdasarkan penjelasan di atas, maka kompensasi terhadap kinerja dosen dapat dilihat juga dari pendekatan sistem kompensasi yang efektif dan faktor penentu dalam kompensasi yaitu : 1. Pendekatan Sistem Kompensasi yang Efektif Menurut Siagian (2002:18-20): ”Ada dua konsep yang penting mendapat perhatian dalam menciptakan dan memelihara sistem kompensasi yang efektif untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas, konsep tersebut adalah : a. Menerapkan prinsip dalam menentukan dan menggunakan sistem imbalan yaitu prinsip keadilan, kesetaraan, kewajaran, dan kemampuan organisasi. Prinsip keadilan: dalam teori motivasi, prinsip ini dicakup oleh teori harapan. Maksudnya bahwa seorang karyawan akan merasa diperlakukan adil jika imbalan yang diterimanya sesuai dengan keinginan dan harapannya. Namun prinsip ini mengandung unsur subjektivitas yang besar karena tolok ukurnya didasarkan pada keinginan, harapan, dan kepentingan penerima imbalan pada waktu dia memasuki organisasi. Prinsip kesetaraan: prinsip ini didasarkan pada perbandingan antara apa yang diterima seseorang sebagai imbalan dengan apa yang diterima oleh orang lain. Alat pembanding yang digunakan ialah orang lain dalam organisasi dan orang lain di organisasi lain. Jumlah dan jenis imbalan yang diterima dikaitkan dengan berbagai tolok ukur yang sama, seperti usia, tingkat pendidikan, jenis pelatihan yang pernah diikuti, pengalaman, beban kerja, dan beratnya tanggung
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
54
jawab. Tolok ukur tersebut digunakan dalam mengukur kesetaraan imbalan yang diterima seseorang dengan yang diterima orang lain dalam organisasi yang sama dan oleh orang lain yang bekerja di organisasi lain tetapi bergerak dalam bidang usaha yang sejenis dan terdapat di lokasi yang sama. Prinsip kewajaran: maksud dari kewajaran disini ialah jumlah dan jenis imbalan yang memungkinkan pegawai dan orang lain menjadi tanggungannya (istri dan anak-anaknya) menikmati taraf hidup yang layak. Sulit menentukan taraf hidup yang layak, dan siapa yang menentukan kelayakan tersebut. Jika diserahkan kepada karyawan untuk menentukan ukurannya, akan timbul pendapat karena kebutuhan manusia terus bertambah dan meningkat, ukuran kelayakanpun akan terus berubah dan imbalan yang cukup tidak pernah cukup. Sebaliknya, jika penentuan ukurannya diserahkan kepada manajemen, kecenderungan untuk mengatakan bahwa imbalan yang diberikan kepada karyawan sudah sangat wajar dan pantas, biasanya digunakan dalam menentukan kewajaran imbalan ialah pada waktu negosiasi antara manajemen dengan serikat pekerja. Kemampuan organisasi: manajemen cenderung menonjolkan keterbatasan kemampuannya, sedangkan pihak karyawan cenderung melihat kepentingannya dan membesar-besarkan kemampuan organisasi. Untuk mengatasi perbedaan, pihak manajemen perlu keterbukaan mengenai posisi organisasi menyangkut berbagai hal seperti tingkat persaingan yang dihadapi, keuntungan yang diraih, investasi yang harus dilakukan, kewajiban organisasi kepada pihak lain, dan hal lain yang menggambarkan situasi finansial organisasi secara faktual. 2. Menerapkan Pendekatan Kafetaria Menurut pendekatan ini, suatu imbalan yang efektif terdiri dari komponen imbalan yang bersifat instrinsik dan yang bersifat ekstrinsik . Imbalan instrinsik diberikan kepada karyawan yang atas kemauan dan keinginan sendiri bersedia melakukan hal-hal tertentu, seperti kesediaan memikul tanggung jawab yang lebih besar, partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan, bekerja tekun tanpa harus didorong atau diawasi, dan kesediaan melakukan berbagai kegiatan di luar pekerjaan sendiri. Imbalan ekstrinsik adalah berbagai jenis imbalan yang diberikan organisasi kepada karyawannya, meskipun tidak semua karyawan menerima imbalan yang sama, dengan jenis imbalan finansial langsung, finansial tidak langsung dan imbalan non finansial. Sedangkan menurut Schuler (1987:314) ada tiga faktor penentu dalam kompensasi sehubungan dengan perbaikan kesejahteraan untuk meningkatkan kinerja, yaitu : ”Keadilan bayaran, tingkat bayaran, dan praktek administrasi bayaran”.
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
55
D. Motivasi (Motivation) a. Konsep Dasar Motivasi adalah dorongan kerja yang timbul pada diri seseorang untuk berperilaku dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan (Sumidjo, 1984). Motivasi juga merupakan dorongan pada diri manusia yang menyebabkan ia bertindak, berbicara dan berfikir dengan cara tertentu. Motivasi juga didefinisikan sebagai berikut : Motivation is concerned with understanding how disposition lead to action through the interaction of biological, learned, and cognitive processes” (Robert Franken, 1994:19). Dapat diartikan bahwa motivasi bahwa motivasi mempunyai kaitan dengan pemahaman bagaimana disposisi dapat mendorong kearah tindakan melalui interaksi biologi, pembelajaran dan proses kognitif. Latar belakang munculnya teori ini, yaitu dengan adanya pertanyaan “what creates action”, apa yang menciptakan tindakan. motivasi sebagai “a state or condition of being induced to do something”, maksudnya bahwa motivasi dikatakan sebagai status atau kondisi sebagai bujukan untuk melakukan sesuatu., senada dengan Torington & Hall (1991:422) yang menyatakan bahwa motivasi adalah “a physiological concept related to strength and direction of behavior”. Disini juga dijelaskan bahwa orang yang motivasinya tinggi akan tampak dalam perilakunya. Apabila ditelusuri lebih dalam, istilah motivasi itu sendiri merupakan turunan dari kata “motive” yang berasal dari bahasa latin “movere” yang berarti to move “bergerak”, istilah ini menurut Sumantri (2001:53) biasanya digunakan untuk menunjukkan suatu pengertian yang melibatkan tiga komponen utama yaitu : 1) Pemberi daya pada perilaku manusia (energizing) 2) Pemberi arah para perilaku manusia (directing), 3) Bagaimana perilaku itu dipertahankan (sustaining). Jadi, pada dasarnya perilaku diarahkan pada satu tujuan dalam rangka memenuhi kebutuhan individu. Proses motivasi sebagai pengarah perilaku dapat dikatakan sebagai suatu siklus dan merupakan suatu system yang terdiri dari tiga elemen (Suryana Sumantri, 2001. Luthans, 1973) ketiga elemen tersebut adalah: kebutuhan (need), dorongan (drives), dan tujuan (goals). Ketiga elemen tersebut saling mendukung dan saling mempengaruhi, seperti diuraikan sebagai berikut ini: Sedangkan menurut pendapat Bassano (2000:130) motivasi adalah “Set process that arouse, direct, and maintain human behavior toward attaining some goal”. Motiv masih bersifat potensial dan aktualisasi dinamakan motivasi, yang pada umumnya diwujudkan dalam bentuk perbuatan nyata. Dengan demikian, motivasi adalah keinginan untuk berbuat sesuatu karena adanya faktor luar, sedangkan motiv adalah kebutuhan, keinginan, dorongan atau impuls dari individu. b. Teori-Teori Motivasi Berikut ini dikemukakan Abin (1999:29) beberapa teori yang berhubungan dengan motivasi, dimana ada motivasi intrinsic dan motivasi ekstrinsik sebagai berikut: “motif dapat tumbuh dan berkembang dengan dua jalan yaitu yang datang dari dalam diri individu itu sendiri (intrinsik) dan motivasi yang datang dari lingkungan (ekstrinsik)”.
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
56
Teori motivasi menekankan arti pentingnya pemahaman faktor-faktor yang berpengaruh pada motivasi yang ada dalam individu, secara spesifik teori ini dijelaskan oleh para tokoh manajemen seperti Wursanto (1989:131), mengemukakan bahwa: “Pada dasarnya motivasi itu timbul dari dua faktor”, yaitu : Faktor Instrinsik adalah faktor dari dalam diri manusia yang berupa kepribadian, pendidikan, pengalaman, dan cita-cita. Faktor Ekstrinsik adalah faktor dari luar diri manusia, seperti gaya kepemimpinan seorang atasan, bimbingan seseorang, perkembangan situasi dan sebagainya”. Selanjutnya motivasi dapat di bagi ke dalam beberapa golongan, penggolongan motivasi itu ada yang disebut sebagai : Motiv Primer (primary motive) atau motive dasar (basic motive) yang menunjukan motiv yang tidak dipelajari (unlearned motive), dan istilah ini sering disebut sebagai dorongan (drive) Motiv Sekunder (secondary motives), yang menunjukan kepada motiv yang berkembang dalam diri individu karena pengalaman dan dipelajari (conditioning and reinforcement) seperti takut yang dipelajari (lerned fears), motiv-motiv social (ingin diterima, dihargai, kompromi, afiliasi, persetujuan, status, merasa aman, dan sebagainya), motiv objektif dan interes (eksplorasi, manipulasi, minat) maksud (purpose) dan aspirasi serta motiv berprestasi (achievement motive) (Abin, 2000:38). Menurut pendapat Irwanto, et al. (1994:193) Motivasi sering disebut sebagai penggerak perilaku (the energizer of behavior) motivasi adalah penentu (determinan) perilaku dengan kata lain motivasi adalah suatu kontruk teoritis mengenai terjadinya, perilaku. Kontruk teoritis ini meliputi aspek-aspek pengaturan (regulasi), pengarahan (direksi) serta tujuan (insetif global) dari perilaku. Seluruh aktivitas mental yang dialami atau dirasakan dan memberikan kondisi hingga terjadinya perilaku disebut motiv. Berikut ini beberapa ciri motivasi dalam perilaku. o Penggerakan perilaku menggejala dalam bentuk tanggapan yang bervariasi. Motivasi tidak hanya merangsang suatu perilaku tertentu saja, tetapi merangsang berbagai kecenderungan berperilaku yang memungkinkan tanggapan yang berbeda-beda. o Kekuatan dan efesiensi perilaku mempunyai hubungan yang bervariasi dengan kekuatan determinasi. o Motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu o Motivasi positif (positive reinforcement) menyebabkan satu perilaku tertentu cenderung untuk diulangi kembali. Dari uraian diatas maka teori-teori motivasi yang akan dibahas lebih lanjut adalah teori motivasi menurut Stoner (1982:55) yang mengelompokkan berbagai faktor motivasi kedalam tiga macam aliran, yaitu : 1. Teori Kepuasan (Contens Theory) yang terdiri dari Teori Motivasi Klasik, Teori Hirarki Kebutuhan, Teori Motivasi Dua Vaktor, Teori Motivasi ERG, Teori Pretasi, Teori Y dan X.
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
57
2. Teori Proses (Procces Theory) yang terdiri dari Teori Harapan (Expectancy Theory) dan Teori Keadilan (Equity Theory) 3. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory) terdiri dari Teori Pengukuhan Positif dan Teori Pengukuhan Negatif. a) Teori Kepuasan (Contens Theory) Teori ini mengungkapkan kebutuhan apa yang memuaskan seseorang dan apa yang mendorong semangat kerja seseorang, yang termasuk teori kepuasaan adalah: Teori Motivasi Klasik, dari Taylor dan Weber, Teori Hirarki Kebutuhan dari Maslow, Teori Motivasi Dua Vaktor dari F. Herzberg, Teori Motivasi ERG dari Aldefer, Teori Prestasi dari Mc. Clelland, dan Teori Y dan X dari Mc. Gregor. 1) Teori Motivasi Klasik Teori motivasi klasik memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut (Suryana Sumantri, 2001:21:22) : Devision of Labour, prosedurnya adalah tugas-tugas dibagikan sesuai dengan fungsi-fungsi khusus dan dilakukan oleh orang-orang yang sesuai dan memiliki keterampilan dan kemampuan yang cocok dengan tugasnya. Clearly defined duties, rules, and responsibilities, yaitu setiap orang dalam organisasi hendaknya memiliki batas-batas mengenai tugas-tugas dan tanggung jawab yang jelas dan disusun secara rinci. Unity of Command, prosedurnya harus ada rangkaian perintah yang jelas dari atas kebawah. Tidak seorangpun menerima perintah lebih dari satu atasan dan tidak boleh tumpang tindih kekuasaan atau tanggungjawab pada tingka yang sama. Unity of direction, yaitu jabatan-jabatan harus dikelompokkan sehingga untuk mencapai tujuan yang sama, bergerak dengan rencana yang sama dan diarahkan oleh seorang manager. Narrow Span of Control, yaitu setiap manager bertanggung jawab untuk mengawasi sejumlah kecil bawahan, agar dapat mengadakan pengawasan yang efektif dan mudah mengkoordinasikan tugas bawahan. Authority Commensurate With responsibility yaitu wewenang yang didelegasikan harus cukup. Yang termasuk teori ini adalah Scientific Management dari Taylor (1911), Bureaucratic Organization dari Weber (1947), dan Administrative Management dari Fayol (1929), Mooney & Relley (1939), Urwick (1940. Pada dasarnya pendekatan yang digunakan hampir sama dengan teori motivasi yang lainnya, yaitu mencapai efesiensi di dalam organisasi dengan membagi-bagi tugas sesuai dengan peran yang organisasi dengan membagi-bagi sesuai dengan peran yang khusus, menetapkan prosedur dan aturan-aturan secara rinci, dan menetapkan hirarki otoritas yang ketat untuk menjamin bahwa prosedur dan aturan-aturan tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
58
2) Hirarki Kebutuhan (Needs Hierarchy) Menurut teori motivasi hirarki kebutuhan dari Abraham H. Maslow mengatakan bahwa kebutuhan manusia itu dapat diklasifikasikan pada lima hierarkhi kebutuhan yaitu: kebutuhan fisikologis (physiological), kebutuhan keamanan (safety), kebutuhan social (social love), status (esteem), dan aktualisasi diri (self-actualization).
5. Aktualisasi diri (self-actualization)
4. Status (esteem)
3. Sosial (social love)
2. Keamanan (safety) 1. Sosiologis. Biologis fisikologis (physiological) Hirarki Kebutuhan dari Maslow (Needs Hierarchy) dari Wursanto, (1998:137-138). Untuk menjelaskan motivasi individu bekerja, Maslow, 1965 (Merseyet, Al, 1996:40-42) mengemukakan teori kebutuhan yang intinya sebagai berikut Physiological, kebutuhan pada tingkat yang paling bawah dalam hirarki ini merupakan kebutuhan akan makan, tempat berteduh, air, termasuk kebutuhan fisiologis. Kebutuhan ini merupakan salah satu dorongan yang sangat kuat pada diri manusia karena merupakan kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya. Safety, termasuk didalamnya keamanan dan perlindungan dari bahaya fisik dan emosi. Pada tingkat kebutuhan kedua ini adalah kebutuhan akan rasa aman. Orang mempunyai harapan dapat memenuhi standar hidup yang dianggap sangat wajar. Sekali seorang mencapai tingkat standar hidup (ekonomi) ini, mereka membutuhkan jaminan bahwa sekurang-kurangnya akan tetap berada pada tingkat tersebut. Bila kebutuhan akan rasa aman ini belum terpenuhi, maka orang akan merasa takut sekali kehilangan pekerjaan atau kehilangan pendapatnya. Social love: termasuk didalamnya rasa kasih sayang, rasa memiliki, penerimaan, dan persahabatan. Satu tingkat diatas kebutuhan rasa aman
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
59
adalah kebutuhan sosial. Kebutuhan sosial ini sering juga disebut sebagai kebutuhan untuk dicintai dan mencintai, atau kebutuhan untuk merasa menjadi bagian dari suatu kelompok tertentu. Esteem: termasuk didalamnya faktor-faktor penghargaan internal seperti menghargai diri sendiri, otonomi, pencapaian prestasi dan faktor penghargaan eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian. Kebutuhan pada tingkat keempat ini adalah kebutuhan akan harga diri atau martabat yang termasuk kebutuhan akan status dan penghargaan, orang mempunyai kecenderungan untuk dipandang bahwa mereka adalah penting, bahwa mereka memiliki kontribusi terhadap organisasi atau lingkungan dimana mereka berbeda. Self-actualization, merupakan dorongan untuk menjadi seseorang yang mendekati kesempurnaan termasuk didalamnya adalah pertumbuhan pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri. Kebutuhan ini digolongkan sebagai kebutuhan pada tingkat yang paling tinggi. Kebutuhan-kebutuhan fisiologis atau biologis adalah kebutuhan primer individu seperti misalnya kebutuhan akan makan, minum, dan rumah serta menghindari diri dari rasa sakit, bernafas, dan sebagainya, jika kebutuhan primer ini sedikitnya sudah terpenuhi, maka tingkat kebutuhan yang lebih tinggi (rasa aman) dianggap menjadi motivator, jika kebutuhan fisiologis, rasa aman telah terpuasakan maka kebutuhan social menjadi dominan, kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan persahabatan, afiliasi dan mendapat kepuasan akan interaksi dengan orang lain, tingkat kebutuhan yang lebih tinggi antara lain ego, status, penghargaan dari orang lain, dan kebutuhan akan pengembangan rasa percaya diri dan prestise. Aktualisasi diri merupakan kebutuhan akan menyempurnakan diri sendiri, dengan menggunakan kemampuan, keterampilan, dan potensi maksimal, adalah tingkat tertinggi hirarki kebutuhan. Orang-orang dengan kebutuhan akan aktualisasi diri yang dominan, dapat digambarkan sebagai individu-individu yang mencari kegiatan yang menantang keterampilan, kemampuan mereka yang dapat mengembangkan mereka dan dapat menguatkan pendekatan kreatif dan inovatif, serta memberikan kemajuan dan pertumbuhan serta pribadi. 3) Teori Motivasi Dua Faktor Menurut Frederick Herzber (1986:33) terdapat dua macam pengaruh yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu : a. Faktor-faktor Pemeliharaan (Maintenance): Faktor-faktor pemeliharaan meliputi hal-hal seperti : gaji, kondisi kerja, fisik, kepastian kerja, supervisi yang menyenangkan, dan aneka macam tunajangan-tunjangan. Dilain pihak, kontek pekerjaan mencakup faktor-faktor pemeliharaan, karenanya dinamakan ekstrinsik disebabkan oleh karena faktor-faktor pemeliharaan berada diluar pekerjaan itu sendiri dan pekerja yang bersangkutan, maintenance factor merupakan faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat pekerja yang ingin memperoleh ketentraman jasmani dan rohani.
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
60
b. Faktor-faktor Motivasional (motivational). Faktor-faktor pemeliharaan biasanya dinamakan alat-alat pemuas (satisfiers) karena dapat menyebabkan pekerja menjadi puas. Agar dapat memotivasi pekerja perlu adanya kesempatan untuk memenuhi kebutuhan akan otonomi, kompensasi dan prestasi. Karena faktor-faktor motivasi timbul dari pekerjaan itu sendiri, maka faktor motivational disebut juga faktor intrinsik, didalamnya termasuk tantangan, kesempatatan, untuk mencapai pertumbuhan pribadi dan feedback tentang hasil pekerjaan. Teori dua faktor ini sering disebut juga konsep Hygiene yang mencakup : Isi pekerjaan: prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, dan pengembangan potensi individu. Faktor Hygiene: gaji dan upah kondisi kerja, kebijakan dan administrasi perusahaan, hubungan antar pribadi dan kualitas supervisi. Lebih lanjut Herzberg menegaskan bahwa lawan kata dari kepuasan (satisfaction) itu bukan ketidakpuasan (dissatisfaction) seperti diyakini banyak orang, disini Herzberg mengajukan bahwa temuannya menunjukan adanya dual continum (skala ganda), lawan dari : ”satifaction” adalah ”no satisfaction” dan lawan kata dari ”Dissatisfaction” adalah ”no dissatisfaction”. Faktor-faktor yang mengarah pada kepuasan kerja itu terpisah dan berbeda dari faktor-faktor yang mengarah pada ketidakpuasan kerja dengan demikian, manajer yang ingin mengurangi faktor-faktor yang bisa menciptakan ketidakpuasan kerja itu menghasilkan kedamaian atau ketentraman bawahannya ketimbang memotivasi pekerjanya. Akibatnya, kondisi sekitar pekerjaan seperti kualitas pengawasan, upah, kebijakan organisasi, kondisi tempat kerja fisik, hubungan dengan orang lain, dan keamanan kerja itu disebut Herzberg disebut Hygene’s. Jika faktor-faktor tersebut mencukupi, orang tidak akan tidak puas mereka juga tidak puas, jika organisasi ingin memotivasi orang dalam pekerjaannya Herzber menyarankan penekanan faktor-faktor yang berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri atau pada outcomes yang secara langsung dari pekerjaan tesebut, seperti peluang naik pangkat, peluang untuk pertumbuhan pribasi, pengakuan, tanggung jawab, dan pencapaian prestasi, karakteristik ini ternyata dirasakan bisa memberikan imbalan intrinsik. 4) Teori Motivasi ERG Teori ini merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan Maslow oleh Clayton A Werfer agar lebih bisa diterapkan dalam penelitian empiris. Revisi atas hierarki kebutuhan itu disebut teori ERG. Alderfer menyatakan bahwa ada tiga kelompok utama kebutuhan, existence, relatedness, dan growth (ERG). Teori ERG adalah suatu pendekatan motivasi yang diajukan akhirakhir ini, berupaya menetapkan kebutuhan-kebutuhan manusia dalam lingkungan organisasi, teori ERG ini didasarkan pada tiga dalil pokok
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
61
berikut : Makin kurang terpuaskan kebutuhan, dan kebutuhan tersebut makin diinginkan (need satisfaction) Makin terpuaskan kebutuhan-kebutuhan pada tingkat bawah, makin besar keinginan akan kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi (Desire Stregth) Makin kurang terpuaskan kebutuhan-kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi, makin diinginkan kebutuhan pada tingkat lebih bawah (Need Fustration) Teori Maslow ini oleh Suryana Sumantri, 2001:67 dibagi menjadi tiga katagori kebutuhan, yaitu : existence (E), relatedness (R), growth (G), dimana : Kebutuhan Existence: mencakup semua kebutuhan yang bersifat fisikologikal dan material, seperti lapar, dahaga dan rumah. Di sini existence dapat disejajarkan dengan kebutuhan physiological dan safely dari Maslow Kebutuhan Relatedness: mencakup semua yang melibatkan hubungan interpersonal dengan orang lain dalam suatu situasi social. Jenis kebutuhan ini bergantung pada proses memberi dan perasaan timbal balik antara individu-individu untuk mencapai kepuasan, atau hasrat yang dimiliki untuk mempertahankan hubungan penting dengan orang lain. Hasrat sosial dan status ini memerlukan interaksi dengan orang lain jika ingin dipuaskan, dan ini dapat disejajarkan dengan kebutuhan social/love Maslow dan komponen eksternal dari kelompok esteem Maslow. Kebutuhan Growth: mencakup semua kebutuhan yang melibatkan upaya pribadi untuk mencapai perkembangan kreativitas atau pribadi, atau suatu hasrat intrinsik untuk pengembangan pribadi. Ini antara lain adalah komponen intrinsik dari kategori esteem Maslow dan karakteristik yang termasuk ke dalam self actualization kebutuhan aktualisasi diri dan kebutuhan akan penghargaan diri dari Maslow. Tampaknya teori ERG ini hanya menggantikan lima kebutuhan menjadi tiga kebutuhan saja. Namun demikian, yang membedakan teori ini dari teori hierarki kebutuhan Maslow adalah bahwa teori ERG ini menunjukkan bahwa: (1) lebih dari satu kebutuhan akan berjalan pada waktu yang sama, dan (2) jika pemenuhan kebutuhan yang tingkatannya lebih tinggi itu mandeg, keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih rendah semakin meningkat, berbeda dalam masalah motivasi, yaitu faktorfaktor yang dapat menyebabkan atau mencegah timbulnya ketidakpuasan (Hygiene Faktors), dan faktor-faktor yang menyebabkan atau mencegah tumbuhnya kepuasan (motivator). Pada penelitian ini indikator untuk variabel motivasi kerja dosen dipergunakan motivasi dengan menggunakan pendekatan motivasi berprestasi berdasarkan teori motivasi ERG Theory yaitu sebagai berikut: existence, relatedness, dan growth
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
62
5) Teori Prestasi MC. Clelland Teori kebutuhan ini dikembangkan oleh David Mc. Clelland et all. (1953:58). Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan: Achievement, power, dan affiliation, ketiga kebutuhan tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut : Need For Achievement: dorongan untuk mengungguli, untuk mencapai sebuah standar dan untuk berjuang agar berhasil. Sebagian orang memiliki suatu pendorong yang memaksa agar berhasil, orang-orang tersebut berjuang demi pencapaian pribadi ketimbang demi imbalan atas keberhasilan itu sendiri, mereka memiliki keinginan untuk berbuat sesuatu secara lebih baik atau lebih efisien ketimbang yang dilakukan sebelumnya. Dorongan ini merupakan achievement need (nAch) dari penelitiannya Mc. Clelland menemukan bahwa orang-orang yang prestasinya pencapaiannya tinggi itu membedakan diri mereka sendiri dari orang lain dengan keinginan mereka untuk berbuat sesuatu dengan lebih baik. Need for Fover: kebutuhan untuk membuat orang lain bertindak seperti yang kita inginkan dan bukan bertindak sebaliknya. Kebutuhan akan fower (nPow) merupakan hasrat untuk memiliki dampak, untuk berpengaruh, dan untuk mengendalikan orang lain, orang yang nPownya tinggi menyukai suatu jabatan atau yang bertanggung jawab berupaya untuk mempengaruhi orang lain, lebih suka ditempatkan diposisi yang kompentitif dan berorientasi pada status, dan cenderung lebih memperhatikan gengsi dan mendapatkan pengaruh atas orang lain ketimbang kerja yang efektif. Need for Affiliation, keinginan memiliki hubungan yang bersahabat dan intim dengan orang lain. Kebutuhan yang ketiga adalah affiliation (nAff) atau hubungan, affiliation ini dapat dikaitkan dengan keinginan untuk disukai dan diterima oleh orang lain, orang yang motiv affliasinya tinggi akan berupaya untuk berteman, lebih menyukai situasi yang kooperatif ketimbang situasi yang kompentitif, dan menginginkan hubungan dengan tingkat saling memahami yang tinggi. David Mc. Clelland, 1951 (Hersey et al 1996:53-56) mengusulkan suatu teori kebutuhan yang menitikberatkan pada tiga kebutuhan : Kebutuhan akan prestasi (need for achievement) Dorongan untuk mengungguli, beprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, berjuang untuk sukses. Orang yang memiliki kebutuhan akan prestasi yang tinggi akan memiliki hasrat yang tinggi untuk menyelesaikan hal-hal dengan lebih baik, lebih efisien dari sebelumnya, mencari situasi dimana mereka dapat mencapai tanggung jawab pribadi untuk menemukan pemecahan atas problem, dimana mereka dapat menerima umpan balik yang cepat atas kinerja mereka, dan dimana mereka dapat menentukan tujuan-tujuan dengan tantangan yang sedang. Kebutuhan akan kekuasaan (need for power) Kebutuhan untuk membuat orang-orang lain berperilaku dalam suatu cara yang orang-orang itu (tanpa dipaksa) tidak akan berperilaku
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
63
demikian. Orang-orang dengan kebutuhan akan kekuasaan yang tinggi akan menikmati untuk dibebani, berjuang untuk mempengaruhi orang lain, lebih menyukai ditempatkan dalam situasi kompetitif dan berorientasi status, dan cenderung lebih peduli akan prestise dan memperoleh pengaruh terhadap orang-orang lain dari pada kinerja yang efektif. Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation) Hasrat untuk hubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individuindividu dengan motiv afiliasi yang tinggi berjuang keras untuk persahabatan, lebih menyukai situasi kooperatif dari pada situasi kompetitif, dan sangat menginginkan hubungan yang melibatkan derajat pemahaman timbal balik yang tinggi. 6) Teori X dan Y Konsep motivasi tidak bisa terlepas dari Teori X dan Y. Studi psikologi menunjukkan bahwa persepsi kita terhadap orang lain, dalam banyak hal, akan menentukan cara kita memperlakukan dan merespon orang lain. Persepsi kita merupakan lensa yang kita gunakan untuk menilai dan melihat orang lain. Mc Gregor (1983) membagi dua lensa pembeda yang banyak digunakan oleh para manajer. Teori X dan Y (Razik dan Swanson, 1995:276-277). Teori X, yang mewakili pandangan meknistis tradisional, berasumsi bahwa : Pada umumnya manusia memiliki suatu keengganan yang inheren (inherent dislike) untuk bekerja dan akan menghindari pekerjaan itu sebisa mungkin karena karakteristik ini, sebagian besar manusia harus dipaksa, dikendalikan, diarahkan, dan diancam dengan hukuman agar mereka mengerahkan upayanya untuk mencapai tujuan organisasi. Pada umumnya manusia cenderung untuk diarahkan, ingin menghindari tanggung jawab, relatif hanya sedikit memiliki ambisi, dan menginginkan keamanan (security) diatas segalanya. Teori Y, yang mendukung pandangan hubungan manusia, memberikan asumsi yang sangat berbeda mengenai sifat manusia. Teori ini mengatakan bahwa: Pengerahan upaya fisik dan mental dalam pekerjaan itu bersifat alami seperti bermain atau beristirahat, Kontrol external dan ancaman hukuman bukan merupakan satu-satunya cara untuk membangkitkan upaya dalam mencapai tujuan organisasi. Orang akan melatih self-direction dan self-control dalam menyesuaikan tujuan yang disepakati bersama, Komitmen terhadap tujuan merupakan fungsi dari imbalan yang berkaitan dengan prestasi yang dicapai. Umumnya orang belajar, dalam kondisi yang tepat, untuk tidak hanya menerima melainkan juga mencari tanggung jawab, Kapasitas untuk melatih tingkat imajinasi yang tinggi, kecerdasan, dan kreativitas tersebar secara luas didalam populasi,
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
64
Dalam kondisi kehidupan industri modern, potensi intelektual manusia pada umumnya tidak hanya digunakan sebagian. Douglas Mc Gregor (1983:237) melihat teori motivasi dengan melihat manusia sebagai teori X (bersifat negatif) dan teori Y (bersifat positif) menurut ciri-ciri organisasi tradisional pada dasarnya bertolak dari asumsi mengenai sifat manusia. Teori X mengungkapkan sebagian besar manusia lebih suka diperintah dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab, dan masih bersifat anak-anak. Sebaliknya teori Y mengungkapkan bahwa manusia itu suka bekerja, dapat mengontrol diri sendiri, dan memiliki kemauan untuk berkreativitas. Untuk lebih jelasnya kita lihat tabel yang menggambarkan teori X dan Y. Teori X dan Y dari Douglas Mc Gregor(1983:237) Teori X Teori Y Para pekerja pada dasarnya tidak Mereka memandang kegiatan senang bekerja dan apabila bekerja sebagai hal yang mungkin akan berusaha alamiah seperti halnya mengelakannya. beristirahat dan bermain. Karena pekerja tidak senang Para pegawai akan berusaha bekerja, dia harus dipaksa, melakukan tugas tanpa terlalu diawasi atau diancam dengan banyak diarahkan dan akan berbagai tindakan agar tujuan berusaha mengendalikan diri organisasi tercapai. sendiri. Para pekerja akan berusaha Karyawan akan berusaha mengelak dari tanggung jawab menunjukkan kreativitasnya dan hanya akan bekerja apabila dan oleh karenanya akan menerima perintah untuk berpendapat bahwa melakukan sesuatu. pengambilan keputusan merupakan tanggung jawab Kebanyakan pekerja akan bersama. menempatkan keamanan diatas faktor-faktor lain yang berkaitan dengan pekerjaannya dan tidak akan menunjukkan keinginan maju. Dari sini dapat dikatakan bahwa Teori X menawarkan suatu rasionalisasi untuk kinerja organisasi dan hakikat sumber daya manusia yang tidak efektif. Sebaliknya Teori Y menunjukkan bahwa ketidakefektifan perilaku organisasi itu terletak pada berbagai konteks dan proses organisasi. Prinsip utama dari organisasi dalam Teori X adalah direction dan control. Prinsip yang dihasilkan dari Teori Y menuntut bahwa, baik kebutuhan organisasi maupun individu itu memang diakui. Mc Gregor (Razik dan Swanson, 1995:277) bahwa pengendalian dan pengarahan eksternal itu merupakan cara yang sesuai dalam keadaan ini, asumsi-asumsi dalam Teori Y tidak meniadakan Teori X secara keseluruhan. Dalam hal ini Teori Y hanya menunjukkan bahwa Teori X itu tidak dapat diterapkan dalam semua kasus.
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
65
E. Kinerja (Performance) 1. Pengertian Kinerja Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang berarti : 1. Melakukan, menjalankan, dan melaksanakan, 2. Memenuhi atau menjalankan kewajiban sebuah nazae, 3. Melaksanakan dan menyempurnakan tanggung jawab, 4. Melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang. (Prawirosentono, 1992:2). Katzenbach (1998:34) menyamakan istilah kinerja dengan prestasi kerja atau performance, dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kinerja diartikan sebagai ”sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, kemampuan kerja”. (Depdikbud, 1997:503). Para ahli memberikan batasan tentang kinerja yang disesuaikan dengan sudut pandangnya masing-masing. Hendry Simamora (1995:327) kinerja karyawan adalah,” tingkat karyawan mencapai persyaratan pekerjaan”. Sedangkan Hadari Nawawi (1997:235) menyatakan kinerja yang diistilahkan sebagai karya adalah ”hasil pelaksanaan sebuah pekerjaan, baik bersifat fisik/non materail”. hal tersebut senada dengan Idochi Anwar (1984:86) yang menyatakan bahwa, ”kinerja sama dengan performent yaitu berapa besar dan berapa jauh tugas-tugas yang telah dijabarkan telah dapat diwujudkan atau dilaksanakan yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab yang menggambarkan pola perilaku sebagai aktualisasi dari kompetensi yang dimiliki”. Selanjutnya Bernardin dan Rusell (1998:239) memberikan batasan mengenai kinerja sebagai: The record outcomer produced on a specified job fungsion or activity during a specified time periode, yang artinya catatan yang dihasilkan outcome dari fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama satu periode/waktu tertentu, sehingga kinerja dalam konteks tenaga pengajar senada dengan Johnson (dalam Suriani, 2002:17) adalah,” seperangkat perilaku yang ditunjukkan oleh seorang pengajar pada waktu melaksanakan proses pembelajaran”. Dalam Webster’s Third New International (Gove&Webster, 1996:1678) disebutkan beberapa pengertian performance diantaranya: the ach or process of carrying out something: the execution of an action: the ability to perform, capacity to achieve a desired result, yang berarti aktivitas atau proses penyelesaian sesuatu, pelaksanaan kegiatan, kemampuan berprestasi, kemampuan untuk mencapai hasil yang telah ditentukan. Dengan demikian berdasarkan definisi yang diungkapkan di atas bahwa kinerja (performent) merupakan suatu prestasi kerja yang dicapai oleh seseorang dan hasilnya memenuhi persyaratan kualitas, yang tidak pernah lepas dari kemampuan, aktivitas dan proses. 2. Dimensi Kerja Kinerja memiliki banyak dimensi, yang masing-masing mempunyai arti penting. Dimensi yang satu tidak lebih penting dan dimensi yang lainnya, maka dalam proses pengukuran kinerja sebaiknya semua dimensi diukur dan diberlakukan sama. Meskipun, dimensi kinerja dan suatu pekerjaan kepada pekerjaan yang lab
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
66
bisa berbeda-beda dan tergantung dan uraian pekerjaannya (job description) masing-masing, akan tetapi masih dapat ditentukan dimensi-dimensi umumnya, antara lain disebutkan oleh T.R. Mitcheil (1978:343) bahwa kinerja mempunyai lima dimensi, yaitu: ”kualitas kerja (quality of work), ketepatan waktu (promptness), inisiatif (initiative), kemampuan (capability), komunikasi (communication)”. Hasibuan (1997:106) menyebutkan banyak dari dimensi kinerja yang biasanya dinilai, yaitu: ”kesetiaan, prestasi kerja, kejujuran. Kedisiplinan, kreativitas, kerjasama, kepemimpinan, kepribadian, prakarsa, kecakapan dan tanggung jawab”. Sedangkan Davis dan Werther (1998:71) melengkapi dimensidimensi lain yang belum disebut oleh Mitchell dan Hasibuan, yaitu,” dimensi ketergantungan (divendenahility), sikap kerja (attitude, dan kehadiran (attendance)”. 3. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Darma (1998:11) berpendapat ada empat faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai, diantaranya adalah ,”Pegawai: berkenaan dengan kemauan dan kemampuan dalam melaksanakan pekerjaan. Kemudian Gibson (1985:5153), secara lebih komprehensif mengemukakan adanya tiga kelompok variabel sebagai faktor yang mempengaruhi performance dan potensi individu dalam organisasi, yaitu: Variabel Individu, meliputi: Kemampuan keterampilan (fisik), latar belakang (keluarga, tingkat sosial, pengalaman), dan demografi (umur, asal-usul dan jenis kelamin). Variabel Organisasi, meliputi: Sumber daya, kemimpinan, kompensasi, struktur, dan desain pekerjaan. Variabel Psikologis, meliputi: Mental/intelektual, persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi.
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
67
Untuk lebih jelasnya, ketiga variabel yang diadopsi dari Gibson, Ivancevich dan Donely (1985:53) dapat digambarkan sebagai berikut: Variabel Individu
Variabel Psikologis
Kinerja Dosen
Kemampuan keterampilan Fisik Mental Latar belakang Keluarga Tingkat sosial Pengalaman Demografi Umur Asal usul Jenis kelamin
Mental/intelektual Persepsi Sikap Kepribadian Belajar Motivasi
Variabel Organisasi
Sumber daya Kepemimpinan Kompensasi Struktur Desain pekerjaan
Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Kinerja (Diadopsi dari Gibson, Ivancevich dan Donnely, 1985:53) Mangkunegara (2002:67) mengemukakan ada dua faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu,” faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation)”. Dapat dijelaskan kedua faktor yang disebutkan ahli di atas tersebut adalah : Faktor kemampuan terdiri dari kemampuan prestasi (IQ) dan kemampuan riil (knowledge+skill). Artinya seseorang yang mempunyai IQ tinggi dan ditunjang dengan pendidikan yang memadai serta terampil dalam melaksanakan tugasnya, maka ia akan lebih mudah mencapai hasil kerja yang diharapkan. Faktor motivasi terbentuk dari sikap (antitude) individu dalam menghadapi situasi kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dikaitkan dengan kinerja dosen menurut Sutermeiter dapat dipahami sebagai suatu tahapan yang dibutuhkan dosen sebagai upaya untuk meningkatkan kinerjanya. Melalui diagram yang dibahas sebelumnya dapat dilihat bahwa kualitas dipengaruhi oleh kemampuan dan motivasi individu, dan dapat dipahami sebagai suatu tahapan yang dibutuhkan oleh seorang dosen atau karyawan sebagai upaya untuk meningkatkan kinerjanya, karena seorang dosen tidak akan memiliki kemampuan melaksanakan Tridarma Perguruan Tinggi dengan baik dan benar jika tidak memiliki pengetahuan (knowledge) yang dalam dan luas serta pengalaman (experience) yang memadai. Pengetahuan ini dapat diperoleh melalui pendidikan yang bergelar atau tanpa gelar, seminar, dan program pengembangan lainnya yang dapat meningkatkan pengetahuannya, sedangkan pengalaman dapat diperoleh dari
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
68
magang, percobaan di laboratorium atau bengkel serta kegiatan yang telah dilakukan sebagai dosen selama melaksanakan tugas, keterampilan (skill) yang berperan meningkatkan kemampuan seorang dosen atau karyawan dipengaruhi oleh pelatihan (training) yang dilakukan, minat (interest), sikap (antitude) dan kemampuan individu (personality). Uraian di atas menguatkan peran kemampuan (ability) dalam meningkatkan kualitas kinerja sedang aspek-aspek lain adalah faktor motivasi yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu kondisi fisik tempat kerja, kondisi sosial tempat kerja, kepuasan akan kebutuhan individu, dimana: Kondisi fisik tempat kerja terdiri atas tingkat kebisingan, pencahayaan, musik, waktu istirahat, sirkulasi udara, suhu udara, kelembaban dan keselamatan. Kondisi sosial tempat kerja meliputi organisasi formal, serikat pekerja, organisasi informal, dan kemampuan. Organisasi formal adalah organisasi sebagaimana yang terdapat dalam struktur formal, hubungan yang baik antara individu dalam organisasi mempengaruhi kondisi sosial tempat kerja. Demikian juga halnya dengan serikat pekerja yang berfungsi menampung aspirasi para pekerja untuk disampaikan kepada para pimpinan jika serikat pekeja mampu menyampaikan aspirasi pekerja akan memotivasi pekerja untuk berprestasi. Adapun organisasi informal merupakan organisasi yang tidak terkait dengan struktur organisasi formal, tetapi dapat berpengaruh pada kondisi sosial tempat kerja, jika memenuhi kebutuhan sosial karyawan dan dihargai oleh pimpinan, sedangkan kepemimpinan yang dimaksud dalam hal ini adalah gaya kemimpinan yang diterapkan dalam organisasi. Kepuasan akan kebutuhan individu dapat dipenuhi di luar lingkungan kerja atau kombinasi keduanya. 4. Tujuan dan Fungsi Kinerja b. Tujuan Utama Penilaian Kinerja Castetter (1981:23) menyatakan bahwa tujuan penilaian kinerja adalah untuk menentukan status jabatan, mengimplementasikan kegiatan-kegiaan, memperbaiki kinerja, individu, mencapai tujuan-tujuan investasi, menterjemahkan sistem otoritas ke dalam kontrol-kontrol yang mengatur kinerja. Hal itu senada dengan Gibson, Ivancevich dan Donnelly (1996:280) yang menyatakan bahwa tujuan utama penilaian kinerja adalah pertimbangan dan perkembangan tujuan, dimana pertimbangan lebih kepada bagaimana mengetahui, menilai, menyimpulkan, dan memberikan imbalan sesuai dengan tingkat kinerjanya masing-masing, sedangkan tujuan perkembangan menunjukan bagaimana mengetahui, menilai, menyimpulkan, dan mengantisipasi, kendala-kendala yang dihadapi pegawai selama bekerja. Disamping faktor dan fungsi kinerja tidak boleh dilupakan juga yaitu sasaran kinerja itu sendiri, karena sasaran kinerja merupakan pernyataan secara spesifik yang menjelaskan hasil yang harus dicapai,kapan dan oleh
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
69
siapa sasaran yang ingin dicapai tersebut diselesaikan.Sifatnya dapat dihitung,prestasi dapat diamati,dan dapat diukur.Sebagai sasaran suatu kinerja mencakup unsur-unsur seperti pendapat Wibowo (2007:49) menyatakan sebagai berikut: a.the performers,yaitu orang yang menjalankan kinerja; b.the action atau performance,yaitu tentang tindakan atau kinerja yang dilakukan oleh performer; c. a time element,menunjukan waktu kapan pekerjaan dilakukan; d. an evaluation method,tentang cara penilaian bagaimana hasil pekerjaan dapat dicapai; dan e. the place,menunjukan tempat di mana pekerjaan dilakukan. Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik simpulan bahwa tujuan utama penilaian kinerja adalah pertimbangan dan perkembangan tujuan, dimana pertimbangan lebih kepada bagaimana mengetahui, menilai, menyimpulkan, dan memberikan imbalan sesuai dengan tingkat kinerjanya masing-masing, sedangkan tujuan perkembangan menunjukan bagaimana mengetahui, menilai, menyimpulkan, dan mengantisipasi, kendala-kendala yang dihadapi pegawai selama bekerja. Hal tersebut tergambar dalam tabel berikut ini: BUTIR TUJUAN UTAMA PERBANDINGAN PERIMBANGAN PERKEMBANGAN Orientasi Waktu Prestasi masa lalu Prestasi yang akan datang Sasaran Meningkatkan prestasi dengan Meningkatkan pretasi mengubah perilaku dengan melalui pembelajaran sistem imbalan sendiri akan pertumbuhan pribadi Metode Menggunakan skala penilaian/ Konseling, kepercayaan, peringkat, perbandingan dan penetapan sasaran dan distribusi prekuensi. perencanaan Peran Seorang penilai yang Seseorang yang melakukan Penyelia/Penilai memberikan penilaian konseling dan mendorong seseorang yang mendengarkan, membantu dan memandu. Peran Bawahan Mendengarkan, bereaksi dan Secara aktif terlibat dalam yang Dinilai mencoba membela prestasi menggambarkan rencana masa lalu. prestasi pekerjaan dimasa yang akan datang. 5. Penilaian Kinerja Dosen Penilaian kinerja dosen diperlukan untuk mengukur, menilai, mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil kerja termasuk tingkat ketidak hadiran sehingga kita mengetahui seberapa besar kinerjanya yang mengacu pada sistem formal dan terstruktur (Schuler dan Jacson, 1999:3).
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
70
Dosen mempunyai jabatan fungsional yang ditugaskan pada Perguruan Tinggi oleh pejabat yang berwenang dengan tugas pokok melaksanakan tri darma Perguruan Tinggi, dengan adanya tugas pokok yang merupakan deskprisi pekerjaan dosen, maka ada pedoman yang dapat dijadikan kriteria standar kinerja dalam pelaksanaan tugas. Berangkat dari pemikiran bahwa pengukuran kinerja seorang pekerja haruslah berdasarkan analisa pekerjaan dosen, fokus pengukuran penilaian kinerja menurut Nathawidjaya dan Sanusi (1991:39) secara konseptual menyatakan bahwa kinerja dosen mencakup aspek: kemampuan professional, kemampuan sosial dan kemampuan personal yaitu: Kemampuan Profesional meliputi penguasaan materi bahan ajar, konsepkonsep keilmuan bahan ajar tersebut, landasan kependidikan, proses-proses pendidikan dan pembelajaran peserta didik. Kemampuan Sosial meliputi kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tujuan kerja dan lingkungan sekitar sewaktu menjalankan tugasnya sebagai pengajar. Kemampuan Personal meliputi penampilan sikap positif atas situasi kerja sebagai pengajar dan situasi pendidikan, pemahaman atas nilai-nilai yang seharusnya dianut oleh seorang pengajar dan penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan anak didiknya. Selain itu untuk tenaga pendidikan di Perguruan Tinggi yang diukur diantara adalah apakah sudah melaksanakan pendidikan dan pengajaran dengan baik, melakukan penelitian yang produktif, serta telah menerapkan penelitian kepada masyarakat sehingga manfaat bisa diambil secara langsung atau tidak langsung sehingga untuk menilai itu semua dibutuhkan deskripsi pekerjaan yang dijadikan kriteria standar penilaian kinerja dosen. Menurut Rahman (dalam Kusumastuti 2000:80) mutu kinerja dosen dapat diukur atau dinilai dengan melihat kemampuan dosen dalam melaksanakan sejumlah aspek sebagai berikut: Sikap dosen dalam melaksanakan tugas pendidikan dan pengajaran: Sikap menganggap mahasiswa lebih rendah statusnya dalam penguasaan pengetahuan, sikap kehati-hatian dalam penjalankan kuliah, sikap kehatihatian dalam membedakan fakta dengan hipotesa, sikal toleran dalam perbedaan pendapat, minat terhadap mata kuliah yang diajarkan, sikap ingin menularkan perasaan senang kepada mahasiswa. Perencanaan pendidikan dan pengajaran: menyesuaikan dengan perkembangan iptek, konsultasi dengan teman sejawat, membuat SAP dengan jelas menyiapkan catatan kuliah, menyiapkan hand out kuliah memilih buku referensi, mengajukan buku perpustakaan pegangan, merencanakan tugas terstruktur. Proses Pembelajaran: Penjelasan tujuan mata kuliah, penjelasan sasaran mata kuliah, mengetahui kemampuan awal mahasiswa, menempati jadwal, berusaha mengetahui penguasaan mahasiswa, memberikan pertanyaan dugaan, mengkaitkan antar materi, melakukan problem solving approach menyediakan waktu bertanya, menggunakan bahan peraga, menggunakan alat bantu audio visual menjelaskan pentingnya mata kuliah, mempelajari
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
71
bahan kepustakaan, memberi tugas mahasiswa, memberikan balikan tugas mahasiswa, membahas tugas mahasiswa, mengaitkan mata kuliah dengan bidang profesi. Hal ini diperkuat oleh buku pedoman tenaga akademik Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) sebelas April Sumedang yang membahas tentang unsur kegiatan yang dinilai dalam memberi penilaian angka kredit yang berhubungan dengan kinerja yang terdiri dari dua unsur, ada unsur utama dan unsur penunjang, dimana unsur utama terdiri dari: 3. Pendidikan: Mengikuti pendidikan sekolah dan memperoleh gelar/sebutan, mengikuti pendidikan sekolah dan memperoleh gelar/sebutan tambahan yang setingkat atau lebih tinggi diluar bidang ilmunya, mengikuti pendidikan dan pelatihan fungsional dosen dan memperoleh surat tanda tamat pendidikan dan pelatihan (STTPP) termasuk yang berbentuk kegiatan magang dosen yunior. 4. Melaksanakan Tridarma Perguruan Tinggi yang terdiri dari : Melaksanakan pendidikan dan pengajaran, memenuhi semua perkuliahan tepat pada waktunya, memberikan pelayanan bantuan/bimbingan pada mahasiswa pada waktu yang telah ditentukan, memperbaharui bahan perkuliahan secara teratur, menyusun dan mengembangkan bahan ujian, membicarakan hasil ujian dengan mahasiswa sebagai bantuan umpan balik yang positif, memberikan kuliah secara efektif, menciptakan fasilitas bagi terlaksananya diskusi kelas maupun kegiatan belajar mahasiswa, dapat merangkum materi kuliah sebagaimana yang disusun dalam rencana dan silabus perkuliahan, menggunakan berbagai media belajar untuk memperjelas dan membangkitkan minat belajar mahasiswa, membimbing dalam kegiatan semiar mahasiswa, laporan ilmiah, pembuatan makalah, dan kegiatan akademik lainnya. Penelitian dan pengembangan ilmu: Merancang dan mengadakan penelitian baik kelompok maupun mandiri, membuat laporan karya ilmiah atau penelitian secara tepat berdasarkan syarat keilmuan, menyajikan karya tulis dalam diskusi ilmiah, seminar jurusan, fakultas, regional, nasional dan internasional, menulis buku ilmiah, membimbing penelitian mahasiswa. Pengabdian pada masyarakat : Mengkaji bahan-bahan ilmiah mutakhir seperti hasil-hasil penelitian, memberikan latihan, penyuluhan pada masyarakat baik mengenai kemanfaatan bidang spesialisasi maupun yang berhubungan dengan masalah pembangunan masyarakat pada umumnya, mengambil bagian secara aktif dalam memecahkan secara konkret masalah yang dihadapi masyarakat dan lingkungannya menulis karya pengabdian pada masyarakat. Unsur penunjang adalah kegiatan yang mendukung tugas pokok dosen meliputi: Menjadi anggota dalam suatu panitia/badan, menjadi anggota dalam suatu panitia/bahan pada lembaga pemerintah, menjadi anggota organisasi profesi mewakili sekolah tinggi/lembaga pemerintah, duduk dalam panitia antar lembaga menjadi anggota delegasi nasional
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
72
kepertemuan internasional berperan serta aktif dalam pertemuan ilmiah, mendapat tanda jasa/penghargaan, menulis buku pelajaran slta kebawah, mempunyai prestasi dibidang olahraga, kesenian dan sosial. F. Rekomendasi Berdasarkan temuan-temuan dengan ini penulis kemukakan rekomendasi yang dianggap relevan. Kepada dosen agar : 1. Selalu memotivasi diri untuk meningkatkan kinerjanya hal ini memerlukan kesadaran diri disertai rasa pengabdian diri yang tulus 2. Berusaha meningkatkan kompensasi diri melalui peningkatan kualifikasi pendidikan, belajar semakin mandiri dengan banyak membaca dan belajar dari teman sejawat. Kepada pimpinan, pimpinan sebagai penanggung jawab keberhasilan tujuan sekolah tinggi, agar : 1. Selalu memotivasi mengajar dosen yang sudah cukup baik untuk tetap konsisten dan dapat terus ditingkatkan, motivasi guru yang demikian memungkinkan dosen yang lain dapat mengajar cadangan baik dan mengerahkan segala upaya bagi keberhasilan belajar peserta didik. 2. Sebagai pimpinan tidak hanya menuntut dosen agar menunjukkan kinerjanya yang baik tapi juga turut memperhatikan kesejahteraan dosen, kesejahteraan dalam arti bukan hanya dalam bentuk materi seperti tunjangan kesejahteraan dosen, melainkan dalam bentuk lain seperti menciptakan hubungan yang harmonis diantara dosen dan karyawan, memberikan pujian dan penghargaan kepada yang berprestasi, memberikan pembinaan dan cara lainnya yang menunjang dan meningkatkan motivasi dan kinerja dosen. 3. Memberikan kesempatan kepada dosen untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitas dalam pelaksanaan pembelajaran yang dikelolanya, dengan demikian dapat dicapai kinerja yang lebih baik. Kepada pengambil kebijakan dari pemerintah baik daerah ataupun pusat. Memperhatikan dan memperjuangkan kesejahteraan para pegawainya termasuk dosen sebagai tenaga pengajar, agar dengan kesejahteraan itu guru-guru dapat lebih berkonsentrasi kepada pelaksanaan tugasnya dan memberikan pelayanan untuk pencapaian hasil belajar masksimal peserta didiknya tenaga pengajar tidak lagi berusaha untuk mencari tambahan pendapatan untuk mencukupi kebutuhannya dirinya dan keluarganya, karena hal tersebut akan mengurangi konsentrasi saat pelaksanaan tugasnya. G. Simpulan Berdasarkan hasil kajian pembahasannya dapat ditarik hal-hal sebagai berikut : i. Pemberian kompensasi memberi kontribusi positif yang signifikan terhadap kinerja dosen ii. Motif Berprestasi dosen memberi pengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja dosen
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
73
Pemberian kompensasi dan Motif Berprestasi mengajar dosen secara sama memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap kinerja dosen Berdasarkan uji signifikan regresi ganda, pemberian kompensasi dan motivasi kerja dosen dapat digunakan untuk memprediksi kinerja dosen apabila kedua variabel bebas tersebut diketahui. Secara parsial memberikan kompensasi tambahan memberi kontribusi dan motif berprestasi memberi kontribusi terhadap kinerja dosen. Sedangkan kompensasi dan motif berprestasi secara bersama-sama memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kinerja disen.
DAFTAR PUSTAKA Aang Karyana (2003), Hubungan Antara Penempatan, Motivasi dan Kinerja Dosen (Tesis Tidak Dipublikasikan), Bandung UPI Achmad Sanusi dkk (1991). Studi Pengembangan Model : Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan. Bandung : IKIP Bandung. Badudu,Yus (1994) Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Karya Pustaka. Burhanuddin (1999). Implikasi Otonomi Daerah di Bidang Manajemen Pendidikan. Malang, Universitas Negeri Malang. Castetter, William B (1996), The Human Resource Function In Educational Aministration, New Jersey, Englewood Cliffs. Cushway, Barry (2002), Human Resource Management (terj. Rahadjeng). Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Danim, S. (2000), Inovasi Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia. Depdiknas (2003), Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003. Jakarta : CV. Tamita Utama. Dedi Supriadi/ (1999). Mengingat Citra dan Martabat Dosen. Yogyakarta. Adicita Karya Nusa. Dedi Supriadi dan Fasli Jalal (Edt) (2001). Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Djaman Satori, (1999). Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah. Bandung : Naskah Akademik. Engkoswara. (2002). Dasar-Dasar Administrasi Pendidikan. Jakarta : Depdikbud. Engkoswara. (2002). Lembaga Pendidikan sebagai Pusat Pembudayaan. Bandung: Yayasan Amal Keluarga. Erly Tjahya (Eds). (2004). Pengembangan Lembaga dan Profesionalisme Dosen. Bandung : PPPG IPA. Furqon,(1999).Statistik Terapan Untuk Penelitian.Bandung.Afabeta. Handari Nawawi dan Hadari Martini (1997). Instrumen Bidang Sosial. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. Handari Nawawi (1998), Administrasi Pendidikan. Jakarta : Ilahi Masasgung. Hany. T. Handoko (1995). Pendidikan Untuk Indonesia Baru. Jakrta : Gramedia Widia Sarana Indonesia. Hopkins, D. dan Reynold. D (ed) (1994), School Development Series : Improving Education. London Cassel
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
74
Hoy, Wayne K dan Misekl. Cecil G. (2001). Educational Administration : Theori, Research And Practice, New York Mc. Graw-Hill. I Made Putrawan (1995), Pengujian Hipotesis dalam Penelitian-Penelitian Sosial, Jakarta : Rineka Cipta. Jujun S Suria Sumantri (2000). Filsafat Umum : Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Ki Hadjar Dewantara (1962). Pendidikan (Eds 1). Jogyakarta. Taman Siswa Lomri Mustari (2002), Pengarah Kompensasi Terhadap Produktivitas Kerja Dosen Pasca UPI M. Fakry Gaffar (1987), Perencanaan Pendidikan Teori dan Metodologi, Jakarta : P2LPTK Ditjen Dikti-Depdikbud. Oteng Sutisna (1993). Administrasi Pendidikan : Dasar Teoritis Untuk Praktek Profesional. Bandung : IKIP Bandung. Oteng Sutisna (1991). Studi Pengembangan Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan. Bandung : Angkasa. Robbins P Stephen (2002), Perilaku Organisasi (jilid 2). Jakarta : Prenhallindo. Schuler, Randall S. (1987). Personel And Human Resource Managemen, New York : West Publishing Company. Sugiyono (2003). Statistika untuk Penelitian Bandung : CV. Alfabeta. SP. Malayu Hasibuan (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara. Sujana,nana (1996).Metoda Statistika.Bandung:Tarsito. Sukidjo Notoatmodjo (1998), Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta : Rineka Cipta. Schumacher sally Millan Mc,H James (1996).Research In Education.New York & London.Longman. Sculler, S Randall dan Jackson, E Susan (1999). Manajemen Sumber Daya Manusia: Menghadapi Abad ke-21 (Jilid 1). Jakarta : Erlangga. Sondang P Siagian (2003) Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara. Soetjipto dan Kosasih Raflis (2000), Profesi Kedosenan. Jakarta : PT. Renika Cipta. Sanusi Uwes (1999). Manajemen Pengembangan Mutu Dosen, Jakarata. Logos Wacana Ilmu. Sutarto (2001). Dasar-Dasar Kepemimpinan Administrasi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Team Dosen (2003). Pengantar Pengelolaan Pendidikan. Bandung : UPI Bandung. Timple, A. Dale (2000). Seri Manajemen Sumber Daya Manusia : Kepemimpinan. Jakarta : PT. Gramedia Asri Media. Ulbert Silalahi (1996). Asas-Asas Manajemen. Bandung, Maju Mundur Undang-Undang RI No. 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah dan UU RI No. 25 Tahun 1999, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Jakarta : BP. Dharma Bakti. Wayne K. and Cecil G. Miskel (1987). Educational Administration, New York: Random Ilouse, Inc. Wibowo,(2007).Manajemen kerja,Jakarta.PT Raja grafindo Persada. Winarno Surakhmad (1982). Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar, Metode, Teknik Bandung : Tarsito.
Jurnal Infoman’s > Jurnal Ilmu-ilmu Manajemen dan Informatika STMIK Sumedang
75