KATA PENGANTAR Kegiatan Penyusunan Kajian Desa Wisata di DIY merupakan langkah penting yang diperlukan untuk menyusun Instrumen standardisasi/guidelines desa wisata sebagai paduan pengembangan sebuah kampung/desa untuk menjadi
desa
wisata. Melalui kegiatan ini, diharapkan seluruh upaya pembangunan dan penataan desa wisata di DIY yang dilakukan oleh pemangku kepentingan terkait dapat
dilaksanakan
secara
lebih
terarah,
dalam
kerangka
keterpaduan
pemanfaatan potensi desa sebagai destinasi pariwisata, tanggap terhadap dinamika pasar, serta dikelola secara berkelanjutan. Laporan ini merupakan “Laporan Akhir” yang disusun sebagai laporan ketiga dari tiga tahap pelaporan pekerjaan “Kajian Desa Wisata di DIY”. Laporan akhir ini di dalamnya memuat uraian mengenai pendahuluan, pendekatan, batasan kajian desa wisata serta profil desa amatan yang menjadi dasar penyusunan Instrumen standardisasi/guidelines desa wisata sebagai paduan pengembangan sebuah kampung/desa untuk menjadi
desa
wisata, analisis, instrumen
standarisasi/ guidelines pengembangan desa wisata serta strategi dan program pengembangan desa wisata. Sekaligus studi kasus penerapan program pada desa wisata Pentingsari. Atas terselesaikannya laporan ini, Tim Penyusun menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta serta semua pihak yang telah membantu selama proses penyusunan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI Laporan Akhir Kajian Pengembangan Desa Wisata di DIY
Kata Pengantar
i
Daftar Isi
ii
Daftar Gambar
vi
Daftar Tabel
vii
1.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1–1
1.2. Tujuan dan Sasaran
1 – 10
1.3. Lingkup Keluaran
1 – 12
1.4. Alur Pikir
1 – 13
2.
ii
BAB 2 BATASAN KAJIAN DESA WISATA 2.1. Pengertian Wisata Pedesaan dan Desa Wisata
2–1
2.2. Tipologi Desa Wisata di Indonesia
2–5
2.3. Prinsip-Prinsip Pengembangan Desa Wisata
2–8
2.4. Model Pengembangan Desa Wisata
2 – 11
2.5. Prinsip dasar Pengembangan Desa Wisata
2 – 13
2.6. Komponen Kajian Pengembangan Desa Wisata
2 – 14
2.6.1. Daya Tarik
2 – 14
2.6.2. Aksesibilitas
2 – 19
2.6.3. Fasilitas
2 – 20
2.6.4. Pemberdayaan Masyarakat
2 – 21
2.6.5. Pemasaran dan Promosi
2 – 27
2.6.6. Kelembagaan dan SDM
2 – 31
3.
BAB 3 PROFIL DESA WISATA AMATAN 3.1. Batasan Lingkup Amatan
3–1
3.1.1. Justifikasi Batasan Amatan
3–1
3.1.2. Pemilihan Desa Wisata Amatan
3–1
3.2. Profil Desa Wisata Amatan 3.2.1. Desa Wisata berbasis Keunikan Sumber Daya Budaya Lokal
3–3 3–6
3.2.1.1.
Desa Wisata Kebon Agung
3.2.1.2.
Desa Wisata Tanjung
3 – 13
3.2.1.3.
Kampung Wisata Ketandan
3 – 15
3.2.2. Desa Wisata berbasis Keunikan Sumber Daya Alam
3–7
3 – 19 iii
3.2.2.1.
Desa Wisata Nglanggeran
3 – 19
3.2.2.2.
Desa Wisata Ketingan
3 - 23
3.2.2.3.
Desa Wisata Nglinggo
3 – 27
3.2.3. Desa Wisata berbasis Perpaduan Keunikan Sumber Daya Budaya dan Alam
3 – 31
3.2.3.1.
Desa Wisata Srowolan
3 – 31
3.2.3.2.
Desa Wisata Kembangarum
3 – 37
3.2.3.3.
Desa Wisata Pentingsari
3 – 42
3.2.4. Desa Wisata berbasis Keunikan Aktifitas Ekonomi Kreatif
3 – 48
3.2.4.1.
Desa Wisata Bobung
3 – 48
3.2.4.2.
Desa Wisata Kasongan
3 – 52
3.2.4.3.
Kampung Wisata Prawirotaman
3 – 56
3.3. Isu-isu Strategis yang Berkaitan dengan Pengembangan Desa Wisata
3 – 60
4.
BAB 4 PENDEKATAN PENGEMBANGAN DESA WISATA 4.1. Pendekatan Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism Development)
4–1
4.2. Pendekatan Ekowisata
4–1
4.3. Pendekatan Pariwisata berbasis Pemberdayaan Masyarakat (Community Based Tourism)
4–3
4.4. Pendekatan Budaya
4–4
4.5. Pendekatan Good Tourism Governance
4–6
4.6. Pendekatan Kesesuaian antara Permintaan dan Penawaran (Demand and Supply)
4–7
4.7. Pendekatan Pengembangan Wilayah
4 – 10
iv
5. BAB 5 ANALISIS PENGEMBANGAN DESA WISATA 6.
BAB 6 INSTRUMEN STANDARISASI/ GUIDELINES PENGEMBANGAN DESA WISATA 6.1. Instrrumen Dasar Pengembangan Desa Wisata
6–1
6.1.1. Instrumen Dasar Desa Wisata
6–1
6.1.2. Komponen Dasar Desa Wisata
6–6
6.1.3. Persyaratan Dasar Pembentukan Desa Wisata
6–7
6.2. Instrumen Standarisasi/ Guidelines Pengembangan Desa Wisata 6.2.1. Embrio/ Potensial
6–9 6–9
6.2.2. Berkembang
6 – 10
6.2.3. Maju
6 – 11
7.
BAB 7 PROGRAM IMPLEMENTASI BERDASAR TINGKAT PERKEMBANGAN 7.1. Strategi Pengembangan
7–1
7.2. Program Pengembangan
7-4
8.
BAB 8 MONITORING DAN EVALUASI 8.1. Tujuan dan Sasaran
8–1
8.2. Instrumen Evaluasi
8-3 v
9.
BAB 9 STUDI KASUS – DESA WISATA PENTINGSARI 9.1. Justifikasi Pemilihan
9–1
9.2. Profil Singkat Desa Wisata Pentingsari 9.3. Program Pengembangan 10.
BAB 10 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 10.1. Kesimpulan
10 – 1
10.2. Rekomendasi
10 – 3
vi
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1.
Contoh Desa Wisata Candirejo di kawasan Borobudur, Jawa Tengah
1–7
Gambar 2.1.
Tipologi Desa Wisata
2–5
Gambar 2.2.
Skema Upaya Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat
2 – 23
Gambar 2.3.
Aspek Keterlibatan Masyarakat dalam Konsep Pemberdayaan
2 – 26
Gambar 2.4.
Skema Proses Pembentukan Branding
2 – 30
Gambar 3.1.
Peta Administratif Daerah Istimewa Yogyakarta
3–3
Gambar 3.2.
Peta Sebaran Desa Wisata di DIY
3–5
Gambar 3.3.
Peta Sebaran Desa Wisata Amatan
3–6
Gambar 4.1.
Skema Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan
4-2
Gambar 4.2.
Pemangku Kepentingan dalam Pengembangan Pariwisata
4–5
Gambar 4.3.
Diagram Good Tourism Governance Model
4 – 10
Gambar 4.4.
Diagram Kesesuaian Permintaan dan Penawaran
4 – 11
Gambar 4.5.
Konsep Pengembangan Wilayah Berdasar pada Penataan Ruang
4 – 13
vii
DAFTAR TABEL Tabel 2.1.
Pengelompokkan SDM pariwisata
Tabel 3.1.
Luas Wilayah, Ketinggian, dan Jarak Lurus ke Ibukota Provinsi menurut Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta
3 - 34 4–4
11.
viii
1
BAB PENDAHULUAN
KAJIAN PENGEMBANGAN DESA WISATA DI DIY
Laporan Akhir 1 - 0
1.1.
LATAR BELAKANG
1.1.1. KONDISI UMUM KEPARIWISATAAN INDONESIA Industri pariwisata merupakan industri yang dikembangkan dan diandalkan sebagai salah satu sektor pendorong pertumbuhan ekonomi, karena sektor pariwisata berpengaruh signifikan terhadap perekonomian masyarakat. Industri Pariwisata merupakan kegiatan yang tidak mengenal batas ruang dan wilayah (borderless). Pengaruh globalisasi akibat perkembangan teknologi informasi yang diikuti dengan kemudahan akses membuat pergerakan manusia menjadi lebih cepat, lebih bervariasi, lebih nyaman, lebih ekonomis, lebih mudah. Berwisata merupakan salah satu kebutuhan manusia. Rekreasi, relaksasi, mencari pengalaman, kekaguman, nostalgia, keindahan dan beberapa alasan lain, membuat orang untuk melakukan perjalanan ke berbagai destinasi untuk menikmati berbagai produk pariwisata dan fasilitas yang tersedia. Beberapa negara bahkan mengandalkan industri pariwisata sebagai pandapatan utamanya (sektor yang diandalkan untuk perkembangan ekonomi). Agar mampu bersaing dengan Destinasi lain, mereka mengemas potensi obyek dan tujuan wisatanya secara sistematis, terprogram, terencana, konsisten, integrated dan holistik. Berbagai kemudahan, fasilitas, pelayanan prima, kemudahan iklim dan regulasi dijadikan sebagai alat promosi. Komitmen yang tinggi dengan perencanaan yang berkelanjutan (sustainable) serta penjagaan (pelestarian) yang benar menjadi ciri beberapa destinasi yang mampu bertahan. Mereka sadar akan konsekuensi yang akan diterimanya, apabila tidak menjaga potensi dan produk wisatanya secara komprehensif. Industri Pariwisata memiliki konsumen (pasar) yang tak dapat diatur atau dipaksa agar pergi kesuatu destinasi tertentu. Kebebasan wisatawan untuk berkunjung ke destinasi tertentu bersifat absolut. Suatu Destinasi harus mengubah sikap dari eksklusif kedaerahan (spasial) ke sikap yang saling bekerja sama, menjalin kemitraan dan mengembangkan jejaring (networking) dengan program-program
Laporan Akhir 1 - 1
yang integrated dan saling menguntungkan (simbiosis mutualisme). Namun, sesuai hukum pasar, suatu destinasi harus mengerti benar kaidah dan permasalahan pasar. Kepercayaan, adalah kata kunci bila akan bergerak dibidang jasa. Berbagai bidang jasa saling berhubungan erat dalam Industri Pariwisata seperti perbankan, money changer, jasa tranportasi, pertanian dan perkebunan (agro wisata), dan masih banyak lagi. Persaingan, perjanjian, penghindaran klaim, proteksi, inteljen bisnis dilakukan oleh para pelaku dan pengelola pariwisata. Dia harus mengenal siapa konsumennya, kompetitornya dan potensinya sehingga destinasi tersebut dapat mengerti posisi dan kemampuannya dalam mempengaruhi pasar. Analisa komprehensif terhadap keinginan konsumen diperlukan untuk mengetahui varian dan kualitas produk yang diinginkan atau laku Dijual. Kualitas dan bauran (keanekaragaman) produk yang dihasilkan, merupakan cermin kemampuan produsen. Kemampuan produsen merupakan output dari proses pembinaan dan pembelajaran. Pemberdayaan masyarakat dengan model atur diri sendiri dibarengi dengan kualitas dan bauran produksi signifikan serta ketergantungan penghidupan pada kelestrian destinasi, merupakan salah satu cara untuk meningkatkan ekonomi rakyat, utamanya disekitar destinasi. Kualitas, validitas, ketersediaan dan menejemen data merupakan hal terpenting dalam upaya untuk mengerti terhadap kemampuan diri sendiri dan kemampuan pesaing. Output Perencanaan (solusi) yang tepat hanya akan diperoleh apabila masukan (data) tentang permasalahan dapat diperoleh dengan cepat dan tepat. Pariwisata sering dipersepsikan sebagai wahana untuk meningkatkan pendapatan, terutama meningkatkan pendapatan pemerintah, khususnya pendapatan devisa, sehingga perkembangannya lebih bersifat ekonomi-sentris dan berorientasi pada pertumbuhan. Karena jumlah pendapatan devisa ditentukan oleh jumlah kunjungan, pengeluaran, dan lama kunjungan wisatawan ke negara destinasi, maka tolok ukur keberhasilan pengembangan pariwisata sering dinilai dengan pencapaian target : a. Jumlah kunjungan wisatawan
Laporan Akhir 1 - 2
b. Pengeluaran wisatawan (expenditures) c. Lama tinggal wisatawan (lengh of stay) (Renstra Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata Nasional tahun 2005 – 2009) WTO (World Tourism Organization) memprediksi bahwa pertumbuhan Industri Pariwisata Dunia (travel Industry) adalah 4,2% pertahun dalam jangka waktu 10 tahun (2000 s/d 2010). Tingkat pertumbuhan terbesar akan dimiliki oleh beberapa negara dikawasan Asia. Optimisme yang sama disampaikan oleh World Travel & Tourism Council (WWTC) yang menyatakan bahwa :” Disadari atau tidak, Kepariwisataan dunia akan menjelma menjadi ‘Mega Industri’ dan diperkirakan akan menjadi salah satu penggerak utama perekonomian di abad 21”. WWTC juga memprediksikan Industri pariwisata akan menggerakkan antara 850 juta hingga 1 miliar wisatawan mancanegara di seluruh dunia pada tahun 2005. Bahkan, melihat tren perkembangan pariwisata tahun 2020, perjalanan wisata dunia akan mencapai 1,6 milyar orang, 438 juta orang akan berkunjung ke kawasan Asia-pasifik dan 100 juta ke Cina. Pada tahun 2002, pengeluaran wisatawan internasional di seluruh dunia mencapai US$ 474 miliar, dimana US$ 94,7 miliar diantaranya diterima oleh negara-negara di kawasan Asia-Pasifik (WTO,2003). Dengan perolehan US$ 4,496 miliar pada tahun 2002, penerimaan devisa Indonesia baru mewakili 0,95% dari pengeluaran wisatawan dunia. Indonesia diperkirakan akan dikunjungi oleh 10 juta orang wisatawan pada tahun 2009 dengan perolehan devisa (diperkirakan) sebesar US$ 10 miliar.
1.1.2. SADAR WISATA DAN PERAN PENTINGNYA DALAM PENGEMBANGAN DESTINASI PARIWISATA Dalam pengembangan kepariwisataan, Destinasi Pariwisata merupakan unsur vital sekaligus penggerak utama bagi wisatawan dalam memutuskan perjalanan dan kunjungan ke suatu daerah atau
Laporan Akhir 1 - 3
negara. Destinasi Pariwisata yang dibentuk oleh serangkaian komponen produk, wilayah dan citra atau karakter atraksi menjadi fokus penting dalam pengembangan kepariwisataan, khususnya dalam mengembangkan keunggulan banding dan keunggulan saing dalam berkompetisi untuk menarik pasar wisatawan regional maupun internasional. Dalam konteks Indonesia, pengembangan destinasi pariwisata masih mengalami sejumlah kendala dan hambatan, baik dari manajemen produk wisata yang dikembangkan didalamnya, maupun koordinasi dan dukungan sektoral yang masih terbatas serta koordinasi lintas wilayah/ daerah yang belum bisa berjalan efektif karena ego/ semangat kedaerahan. Di lain pihak, perkembangan pariwisata dan tren pasar dunia semakin menuntut pengembangan dan pengelolaan destinasi pariwisata yang mampu memberikan daya tarik yang atraktif, manajemen atraksi yang kreatif dan non konvensional, pengalaman wisata dan pelayanan yang berkualitas serta berbagai kemudahan dari segi akses informasi, aksesibilitas inter-regional maupun kemudahan dan kenyamanan berwisata lainnya. Dari dinamika perkembangan kepariwisataan nasional sangat terlihat bagaimana implikasi sektor kepariwisataan terhadap pembangunan ekonomi. Pariwisata sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi perekonomian. Dengan ekonomi yang maju pariwisata akan berkembang karena didukung oleh kesejahteraan penduduk dan fasilitas daerah tujuan wisata yang memadai. Hal sebaliknya juga dapat terjadi yaitu pariwisata dapat mendorong perekonomian regional dan nasional. Kegiatan pariwisata akan menimbulkan demand akan barang dan jasa yang selanjutnya akan merangsang pertumbuhan produksi. Pengembangan destinasi pariwisata memiliki keterkaitan lintas sektor yang mampu membuka peluang investasi sangat luas. Sektor pariwisata bukanlah sektor yang berdiri sendiri, tetapi merupakan industri multi sektor. Karena itu maka dampak ekonomi yang ditimbulkan pariwisata juga berdimensi multi sektor. Dampak ekonomi tersebut dapat berupa pertumbuhan industri/usaha yang
Laporan Akhir 1 - 4
terkait dengan pariwisata atau industri/usaha yang berkarakteristik pariwisata, peningkatan pendapatan penduduk, kesempatan kerja dan investasi. Sektor pariwisata berkaitan secara langsung dan tak langsung dengan berbagai sektor perekonomian yang memproduksi barangbarang dan jasa-jasa yang sebagian atau seluruhnya dikonsumsi oleh wisatawan, baik itu wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Dengan demikian berarti pertumbuhan sektor pariwisata dapat dianggap sebagai pendorong laju pertumbuhan sektor-sektor lain termasuk pertanian. Dampak ekonomis pariwisata yang lintas sektor ini bahkan juga melintas multi sektor dalam bentuk pemerataan pendapatan, kesempatan kerja dan investasi. Sistem keterkaitan produk dan jasa layanan dalam kegiatan kepariwisataan akan melibatkan unsur-unsur jaringan maskapai penerbangan, tranportasi, jaringan hotel, biro-biro perjalanan, industri jasa boga dan berbagai jasa terkait lainnya dari seluruh dunia. 1.1.3. TUMBUHNYA TREN WISATA MINAT KHUSUS DAN PENGARUHNYA TERHADAP KUNJUNGAN DESA WISATA Pariwisata sebagai salah satu sektor dalam pembangunan Indonesia, merupakan sektor yang sangat dinamis didalam menagkap berbagai kecenderungan perkembangan global. Hal ini terlihat dari terjadinya pergeseran orientasi motivasi kunjungan wisatawan dari mass tourism kepada suatu bentuk kunjungan individual/kelompok kecil yang berminat pada kehidupan keseharian. Disamping itu, pariwisata adalah suatu sektor yang dinamis dan sangat tanggap terhadap berbagai kecenderungan dan perkembangan nilai kehidupan baru (Machin, 1986) dan (Hughes-Freeland, 1990). Desa wisata merupakan salah satu jawaban dari perkembangan kecenderungan pasar, dimana orientasi pilihan wisatawan pada hotel besar dan modern telah bergeser pada pilihan-pilihan tipe akomodasi atau juga produk yang berskala kecil, tetapi unik. Melalui desa wisata, diharapkan terjadi permerataan yang sesuai dengan konsep pembangunan pariwisata yang berkesinambungan.
Laporan Akhir 1 - 5
Bercermin kepada pola konsumsi wisatawaan terutama mancanegara maka dewasa ini banyak bermunculan wisatawan minat khusus yang orientasinya tidak lagi terbelenggu oleh keindahan alam semata tetapi lebih kepada suatu interaksi baik terhadap budaya, masyarakat maupun alam setempat. Effektifitas dan wujud dari interaksi yang maksimal dapat direalisasikan melalui keunikan suatu kawasan. Terutama jika dikawasan tersebut ditemui hal– hal yang tidak lazim dan berbeda dari kesehariam wisatawan tersebut. Keunikan tersebut dapat tertuang dalam suatu bentuk kebiasaan, aktivitas sehari-hari, ritual serta pola hidup yang harmonis dengan alam. Berlandaskan semangat untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat serta menyikapi keinginan wisatawan untuk mencari sesuatu hal yang baru, eksotisme, maka konsep desa wisata merupakan salah satu sarana untuk menyatukan kedua elemen tersebut. Adanya trend atau kecenderungan yang signifikan pada dua dekade terakhir ini, yaitu segmen pasar wisata minat khusus memberikan pengaruh kepada perkembangan desa wisata. Wisatawan dengan berbagai motivasi melakukan perjalanan wisata ke desa wisata untuk bisa menikmati kehidupan masyarakat, berinteraksi secara aktif dalam berbagai aktivitas di lokasi desa wisata dan juga belajar kebudayaan lokal setempat. Atraksi yang ada pada desa wisata akan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pola kunjungan wisatawan di desa wisata. Beberapa desa wisata seperti Candirejo di kawasan Borobudur dan desa wisata Karangbanjar di Purbalingga menawarkan suasana dan aktivitas pedesaan yang dikemas dalam bentuk paket wisata. Menurut Daldjoeni (1998), setiap desa akan memiliki geographical setting dan human effort yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Hal ini akan mempengaruhi strategi masyarakat sebagai host community dalam memanfaatkan potensi yang ada untuk dikemas sebagai atraksi yang menarik bagi wisatawan. Wisatawan memiliki preferensi tertentu dengan atraksi yang disajikan sehingga atraksi harus dikembangkan dan dikelola sesuai dengan potensi desa sehingga mampu memenuhi apa yang diharapkan oleh wisatawan.
Laporan Akhir 1 - 6
Gambar 1.1. Contoh Desa Wisata Candirejo di kawasan Borobudur, Jawa Tengah
1.1.4. WISATA PEDESAAN SEBAGAI SALAH SATU BENTUK KEGIATAN WISATA ALTERNATIF YANG PROSPEKTIF Bentuk-bentuk kegiatan wisata alternatif perlu menjadi perhatian penting dalam pengembangan daya tarik wisata di Indonesia, khususnya terkait dengan keragaman budaya dan keunikan alam. Sejalan dengan pemikiran tersebut, maka pengembangan wisata pedesaan (village tourism) atau desa wisata (tourism village) sebagai aset pariwisata menjadi alternatif yang dipandang sangat strategis untuk menjawab sejumlah agenda dalam pembangunan kepariwisataan. Melalui pengembangan wisata pedesaan atau desa wisata, maka suatu destinasi pariwisata akan memiliki keragaman atau diversifikasi produk yang akan membuka peluang kunjungan ulang bagi wisatawan yang pernah berkunjung ke daerah atau destinasi tersebut. Pengembangan wisata pedesaan atau desa wisata juga
Laporan Akhir 1 - 7
dianggap mampu meminimalkan potensi urbanisasi masyarakat dari pedesaan ke perkotaan dikarenakan mampu menciptakan aktifitas ekonomi di wilayah pedesaan yang berbasis pada kegiatan pariwisata (ekonomi pariwisata). Daya produktif potensi lokal termasuk didalamnya adalah potensi-potensi wilayah pedesaan akan dapat didorong untuk tumbuh dan berkembang dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki oleh desa, sehingga akan dapat menjadi instrumen yang efektif dalam mendorong pengembangan bidang sosial budaya dan ekonomi masyarakat pedesaan. Lebih lanjut, akan dapat didorong berbagai upaya untuk melestarikan dan memberdayakan potensi keunikan berupa budaya lokal dan nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) yang ada di masyarakat yang cenderung mengalami ancaman kepunahan akibat arus globalisasi yang sangat gencar dan telah memasuki wilayah pedesaan. Sejalan dengan mengemukanya agenda pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development) sebagai respon atas kepedulian yang semakin tinggi akan lingkungan, serta nilai manfaat pariwisata bagi masyarakat, maka dalam konteks pengembangan kepariwisataan muncul konsep wisata alternatif (alternative tourism) sebagai bentuk penyeimbang atas dominannya perkembangan wisata massal (mass tourism) dalam ranah pengembangan produk kepariwisataan. Salah satu bentuk wisata alternatif yang menyentuh langsung kepada masyarakat dan secara signifikan dapat mengurangi kecenderungan fenomena urbanisasi masyarakat dari desa ke kota adalah pengembangan wisata pedesaan (village tourism) yangberbasis pada pemanfaatan potensi desa dengan segala entitas masyarakat, alam, dan budaya yang ada di dalamnya sebagai kekuatan daya tarik wisata. Lebih darisatu dekade terakhir, pengembangan wisata pedesaan dan desa wisata berjalan begitu pesat dan menyebar di hampir seluruh wilayah provinsi di Indonesia, terlebih dengan adanya dorongan program PNPM Mandiri Pariwisata, banyak desa wisata baru bermunculan diberbagai daerah yang mencoba untuk
Laporan Akhir 1 - 8
menangkap peluang perkembangan kepariwisataan serta minat pasar untuk mencari destinasi wisata alternatif diluar destinasidestinasi populer yang sudah banyak dikenal dalam konteks wisata massal (mass tourism) dan wisata konvensional.
1.1.5. NILAI STRATEGIS KEGIATAN PENGEMBANGAN DESA WISATA
PENYUSUNAN
KAJIAN
Desa wisata dalam konteks produk wisata umumnya memiliki penduduk yang masih memegang teguh tradisi dan budaya yang relatif masih asli, begitu pula halnya dengan alam dan lingkungan yang masih terjaga kelestariannya. Selain keunikan dan kekhasan yang dimilikinya, kawasan desa wisata harus memiliki berbagai fasilitas pendukung untuk menunjang kegiatan kepariwisataan yang berlangsung didalamnya, yang akan memudahkan para pengunjung atau wisatawan dalam melakukan kegiatan wisata. Desa wisata adalah suatu wilayah dengan luasan tertentu dan memiliki potensi keunikan daya tarik wisata yang khas dengan komunitas masyarakatnya yang mampu menciptakan perpaduan berbagai daya tarik wisata dan fasilitas pendukungnya untuk menarik kunjungan wisatawan termasuk tumbuhnya fasilitas akomodasi yang disediakan oleh masyarakat setempat. Pengembangan desa wisata harus direncanakan secara tepat agar dampak yang timbul dapat dikontrol. Adanya perkembangan desa wisata yang begitu pesat perlu didukung dengan kajian pengembangan desa wisata yang selanjutnya dapat digunakan bagi segenap pemangku kepentingan dalam pengembangan desa wisata yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat setempat melalui pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development) yang berbasis pemberdayaan masyarakat lokal (community based tourism). Kajian yang ada diharapkan dapat mendorong terciptanya pengembangan dan pengelolaan desa wisata yang lebih terarah, terencana, dan berkelanjutan. Lebih lanjut, dapat didukung oleh
Laporan Akhir 1 - 9
semua pihak, serta memberi manfaat yang signifikan bagi seluruh masyarakat desa melalui tumbuh dan berkembangnya ekonomi pariwisata berbasis pemberdayaan masyarakat. Pengembangan sebuah desa wisata memerlukan kajian sehingga dampak dari pengembangan kegiatan kepariwisataan di kawasan pedesaan dapat dikontrol, diantaranya melalui pengembangan skala terbatas (small scale development), dengan memperhatikan faktor daya dukung (carrying capacity) dan keberlangsungan (sustainability) serta dapat memberikan manfaat ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat desa. Oleh karenanya, pengembangan suatu desa wisata perlu menitikberatkan pada pentingnya pemberdayaan masyarakat melalui Community Based Tourism.
1.2.
TUJUAN DAN SASARAN
1.2.1. TUJUAN Tujuan dari kegiatan Kajian Pengembangan Desa Wisata di DIY adalah: 1. Meningkatkan pemberdayaan masyakat lokal dalam pariwisata, khususnya dalam konsep desa wisata berbasis alam dan ekonomi kreatif 2. Membangun sektor pariwisata sebagai salah satu pilar utama pembangunan perekonomian Yogyakarta yang berkelanjutan 3. Memetakan potensi dan permasalahan desa wisata Yogyakarta sebagai media edukasi, pariwisata dan peningkatan sosial ekonomi masyarakat pedesaan.
Laporan Akhir 1 - 10
1.2.2. SASARAN Sasaran dari kegiatan Kajian Pengembangan Desa Wisata di DIY adalah: 1. Tersusunnya dokumen pemetaan potensi desa wisata Yogyakarta sebagai media edukasi, pariwisata dan peningkatan sosial ekonomi masyarakat pedesaan 2. Tersusunnya dokumen klasifikasi desa wisata yang sesuai dengan tipologi desa-desa wisata sehingga program pengembangan desa wisata DIY dapat tepat sasaran dan sesuai dengan kondisi desa wisata tersebut 3. Meningkatnya pemberdayaan masyakat lokal dalam pariwisata
1.3.
LINGKUP KELUARAN Kajian Pengembangan Desa Wisata DIY akan menghasilkan: A. Batasan/ cakupan desa wisata amatan B. Profil dan kondisi desa wisata amatan, yang mencakup di dalamnya: a. Profil dan kondisi daya tarik wisata b. Profil dan kondisi aksesibilitas/ transportasi c. Profil dan kondisi fasilitas pariwisata d. Profil dan kondisi pemberdayaan masyarakat e. Profil dan kondisi pemasaran dan promosi f.
Profil dan kondisi Kelembagaan dan SDM
C. Analisis desa wisata amatan yang mencakup analisis lingkungan internal maupun eksternal a. Analisis lingkungan internal yang mencakup analisis kondisi komponen: daya tarik wisata, aksesibilitas, fasilitas, pemberdayaan masyarakat, pemasaran dan promosi, serta kelembagaan dan SDM
Laporan Akhir 1 - 11
b. Analisis lingkungan eksternal, mencakup analisis dinamika eksternal baik dalam konteks paradigma, regulasi atau kesepakatan global/ internasional, tren dan aspek-aspek lain yang berkaitan langsung dan tak langsung terhadap konteks pengembangan desa wisata D. Isu-isu strategis sebagai dasar perencanaan dan pengembangan desa wisata di DIY E. Instrumen standardisasi/guidelines desa wisata sebagai paduan pengembangan sebuah kampung/desa untuk menjadi desa wisata, yang mencakup di dalamnya: a. Instrumen daya tarik wisata b. Instrumen aksesibilitas/ transportasi c. Instrumen fasilitas pariwisata d. Instrumen pemberdayaan masyarakat e. Instrumen pemasaran dan promosi f.
Instrumen Kelembagaan dan SDM
Laporan Akhir 1 - 12
1.4.
ALUR PIKIR
Laporan Akhir 1 - 13
2
BAB BATASAN KAJIAN DESA WISATA
KAJIAN PENGEMBANGAN DESA WISATA DI DIY Usulan Teknis - 0
2.1.
PENGERTIAN WISATA PEDESAAN DAN DESA WISATA
2.1.1. WISATA PEDESAAN Wisata Pedesaan atau village tourism telah dikenal secara luas sebagai salah satu bentu produk wisata yang dikembangkan di kawasan atau area pedesaan (country side) di berbagai tempat di dunia, sebagai bentuk kegiatan wisata yang membawa wisatawan pada pengalaman untuk melihat dan mengapresiasi keunikan kehidupan dan tradisi masyarakat di pedesaan dengan segala potensinya 2.1.2. DESA WISATA A. Pengertian Desa Wisata memiliki beberapa pengertian sebagai berikut: 1) Suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. 2) Suatu wilayah pedesaan yang memiliki keunikan dan daya tarik yang khas (baik berupa daya tarik/ keunikan fisik lingkungan alam pedesaan maupun kehidupan sosial budaya kemasyarakatan), yang dikelola dan dikemas secara alami dan menarik dengan pengembangan fasilitas pendukung wisata dalam suatu tata lingkungan yang harmonis dan pengelolaan yang baik dan terencana Sehingga daya tarik pedesaan
tersebut
mampu
menggerakkan
kunjungan
wisatawan ke desa tersebut, serta menumbuhkan aktifitas ekonomi pariwisata yang meningkatkan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat setempat. 3) Definisi Desa Wisata lainnya adalah: Village Tourism, where small groups of tourist stay in or near traditional, often
Laporan Akhir 2 - 1
remote villages and learn about village life and the local environment. Terjemahan bebas : Wisata pedesaan dimana sekelompok kecil wisatawan tinggal dalam atau dekat dengan suasana tradisional, sering di desa-desa yang terpencil dan belajar tentang kehidupan pedesaan dan lingkungan setempat. Desa Wisata dalam konteks wisata pedesaan tersebut dapat disebut sebagai asset kepariwisataan yang berbasis pada potensi pedesaan dengan segala keunikan dan daya tariknya yang dapat diberdayakan dan dikembangkan sebagai produk wisata untuk menarik kunjungan wisatawan ke lokasi desa tersebut. B. Kriteria Desa Wisata Suatu Desa dapat dikembangkan sebagai DESA WISATA apabila memiliki kriteria-kriteria dan faktor-faktor pendukung sebagai berikut : Potensi produk/ obyek dan daya tarik wisata yang unik dan khas
Memiliki potensi produk/ daya tarik yang unik dan khas yang mampu dikembangkan sebagai daya tarik kunjungan wisatawan (sumber daya wisata alam, budaya).
Potensi
obyek
dan
daya
tarik
wisata
merupakan modal dasar bagi pengembangan suatu kawasan pedesaan menjadi Desa Wisata. Potensipotensi tersebut dapat berupa :
potensi
fisik
perbukitan,
lingkungan bentang
alam
alam,
(persawahan,
tata
lingkungan
perkampungan yang unik dan khas, arsitektur bangunan yang unik dan khas, dsbnya).
potensi kehidupan sosial budaya masyarakat (pola kehidupan keseharian masyarakat yang unik dan
Laporan Akhir 2 - 2
khas, adat istiadat dan tradisi budaya, seni kerajinan dan kesenian tradisional, dsbnya). Tingkat penerimaan dan komitmen yang kuat dari masyarakat setempat
Tingkat
penerimaan
dan
komitmen
masyarakat
terhadap kegiatan kepariwisataan; yaitu adanya sikap keterbukaan dan penerimaan masyarakat setempat terhadap kegiatan pariwisata sebagai bentuk kegiatan yang akan menciptakan interaksi antara masyarakat lokal (sebagai tuan rumah/ host) dengan wisatawan (sebagai tamu/ guest) untuk dapat saling berinteraksi, menghargai dan memberikan manfaat yang saling menguntungkan, khususnya bagi masyarakat local adalah bagi penghargaan dan pelestarian budaya setempat
dan
manfaat
ekonomi
kesejahteraan
masyarakat lokal. Sedangkan bagi wisatawan adalah pengkayaan wawasan melalui pengenalan budaya local. Untuk itu perlu adanya semangat dan motivasi yang kuat dari masyarakat dalam menjaga karakter yang khas dari lingkungan fisik alam pedesaan dan kehidupan budaya yang hidup dan tumbuh dalam masyarakat setempat. Hal tersebut juga merupakan faktor yang sangat mendasar, karena komitmen atau motivasi tersebut sesungguhnya yang akan menjamin kelangsungan daya traik dan kelestarian sumber daya wisata yang dimiliki desa tersebut. Karena apabila hal tersebut tidak terjaga maka modal dasar yang menjadi daya tarik dan magnet wisatawan untuk berkunjung ke desa tersebut akan hilang, dan kegiatan pariwisata tidak dapat berlangsung kembali. Oleh karena itu kelembagaan
yang mendukung pengembangan dan
pengelolaan desa wisata menjadi faktor pendukung keberhasilan pengembangan desa wisata.
Laporan Akhir 2 - 3
Potensi SDM lokal yang mendukung
Memiliki
dukungan
ketersediaan
sumber
daya
manusia (SDM) lokal yang cukup dan memadai untuk mendukung pengelolaan desa wisata. Hal tersebut sangat penting dan mendasar karena pengembangan desa
wisata
dimaksudkan
untuk
memberdayakan
potensi SDM setempat sehingga mampu meningkatkan kapasitas dan produktifitasnya secara ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan melalui
bidang-bidang
yang
dimilikinya.
Dengan
demikian dampak positif pengembangan pariwisata di desa
tersebut
akan
dapat
dirasakan
langsung
masyarakat setempat, dan bukannya pihak lain. Peluang akses terhadap pasar wisatawan
Potensi dasar yang dimiliki oleh suatu desa untuk menjadi desa wisata selanjutnya perlu didukung dengan faktor peluang akses terhadap akses pasar. Faktor ini memegang peran kunci, karena suatu desa yang telah memiliki kesiapan untuk dikembangkan sebagai desa wisata tidak ada artinya manakala tidak memiliki akses untuk berinteraksi dengan pasar/ wisatawan. Oleh karena itu kesiapan desa wisata harus diimbangi dengan
kemampuan untuk membangun
jejaring pasar dengan para pelaku industri pariwisata, dengan berbagai bentuk kerjasama dan pengembangan media promosi sehingga potensi desa tersebut muncul dalam peta produk dan pemaketan wisata di daerah, regional, nasional maupun inernasional. Sedemikian sehingga dapat dijaring peluang kunjungan wisatawan ke desa tersebut.
Laporan Akhir 2 - 4
Memiliki alokasi ruang/ area untuk pengembangan fasilitas
pendukung
wisata
pedesaan,
seperti
:
akomodasi/ homestay, area pelayanan umum, area kesenian dan lain sebagainya. Hal tersebut sangat Ketersediaan area/ ruang untuk pengembangan fasilitas pendukung wisata pedesaan.
penting
dan
mendasar
karena
aktifitas
wisata
pedesaan akan dapat berjalan baik dan menarik apabila
didukung
penunjang
yang
dengan
ketersediaan
memungkinkan
wisatawan
fasilitas dapat
tinggal, berinteraksi langsung dengan masyarakat lokal, dan belajar mengenai kebudayaan setempat, kearifan lokal dan lain sebagainya.
2.2.
TIPOLOGI DESA WISATA DI INDONESIA Tipologi desa wisata didasarkan atas karakteristik sumber daya dan keunikan yang dimilikinya dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kategori, yaitu:
Gambar 2.1. Tipologi Desa Wisata
Laporan Akhir 2 - 5
Gambaran tipologi desa wisata tersebut, selanjutnya dapat diuraikan sebagai berikut: 1)
Desa wisata berbasis keunikan sumber daya budaya lokal (adat tradisi kehidupan masyarakat,artefak budaya, dsb) sebagai daya tarik wisata utama Yaitu wilayah pedesaan dengan keunikan berbagai unsur adat tradisi dan kekhasan kehidupan keseharian masyarakat yang melekat sebagai bentuk budaya masyarakat pedesaan, baik terkait dengan aktifitas mata pencaharian, religi maupun bentuk aktifitas lainnya.
2)
Desa wisata berbasis keunikan sumber daya alam sebagai daya tarik utama (pegunungan, agro/ perkebunan dan pertanian, pesisir – pantai, dsbnya) Yaitu wilayah pedesaan dengan keunikan lokasi yang berada di daerah pegunungan, lembah, pantai, sungai, danau dan berbagai bentuk bentang alam yang unik lainnya, sehingga desa tersebut memiliki potensi keindahan view dan lansekap untuk menarik kunjungan wisatawan.
3)
Desa wisata berbasis perpaduan keunikan sumber daya budaya dan alam sebagai daya tarik utama Yaitu wilayah pedesaan yang memiliki keunikan daya tarik yang merupakan perpaduan yang kuat antara keunikan sumber daya wisata budaya (adat tradisi dan pola kehidupan masyarakat) dan sumber daya wisata alam (keindahan bentang alam/ lansekap).
4)
Desa wisata berbasis keunikan aktifitas ekonomi kreatif (industri kerajinan, dsb) sebagai daya tarik wisata utama.
Laporan Akhir 2 - 6
Yaitu wilayah pedesaan yang memiliki keunikan dan daya tarik sebagai tujuan wisata melalui keunikan aktifitas ekonomi kreatif yang tumbuh dan berkembang dari kegiatan industri rumah tangga masyarakat local, baik berupa kerajinan, maupun aktifitas kesenian yang khas. Kriteria Desa Wisata yang bisa menjadi acuan lain dalam menentukan tipologi desa wisata yaitu : 1) Atraksi wisata; yaitu semua yang mencakup alam, budaya dan hasil ciptaan manusia. Atraksi yang dipilih adalah yang paling menarik dan atraktif di desa. 2) Jarak Tempuh; adalah jarak tempuh dari kawasan wisata terutama tempat tinggal wisatawan dan juga jarak tempuh dari ibukota provinsi dan jarak dari ibukota kabupaten. 3) Besaran Desa; menyangkut masalah-masalah jumlah rumah, jumlah penduduk, karakteristik dan luas wilayah desa. Kriteria ini berkaitan dengan daya dukung kepariwisataan pada suatu desa. 4) Sistem Kepercayaan dan kemasyarakatan; merupakan aspek penting mengingat adanya aturan-aturan yang khusus pada komunitas sebuah desa. Perlu dipertimbangkan adalah agama yang menjadi mayoritas dan sistem kemasyarakatan yang ada. 5) Ketersediaan infrastruktur; meliputi fasilitas dan pelayanan transportasi, fasilitas listrik, air bersih, drainase, telepon dan sebagainya. Masing-masing
kriteria
di
atas
digunakan
untuk
melihat
karakteristik utama suatu desa untuk kemudian menetukan apakah suatu desa akan menjadi desa dengan tipe berhenti sejenak, tipe one day trip atau tipe tinggal inap.
Laporan Akhir 2 - 7
2.3.
PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN DESA WISATA Pengembangan desa wisata sebagai suatu aset kepariwisataan dan aset ekonomi untuk menumbuhkan ekonomi pariwisata di daerah, khususnya di wilayah pedesaan, disamping perlu didukung dengan pemenuhan atas sejumlah kriteria dasar diatas, juga harus dikembangkan dengan menjaga dan memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut: a.
Tidak bertentangan dengan adat istiadat atau budaya masyarakat
desa setempat.
Pengembangan
suatu
desa
menjadi desa wisata harus memperhatikan sebagai aspek yang berkaitan
dengan
pencaharian
desa
kehidupan
sosial,
tersebut.
budaya
Suatu
dan
desa
mata dalam
pengembangannya atraksi wisata harus disesuaikan dengan adat, budaya ataupun tata cara yang berlaku di desa tersebut. Wisatawan yang berkunjung ke desa tersebut harus mengikuti tata cara dan adat istiadat yang berlaku di desa tersebut. b.
Pembangunan fisik ditujukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan desa. Pengembangan pariwisata di suatu desa pada hakekatnya tidak merubah apa yang sudah ada di desa tersebut, tetapi lebih kepada upaya merubah apa yang ada di desa dan kemudian mengemasnya sedemikian rupa sehingga menarik untuk dijadikan atraksi wisata. Pengembangan fisik seperti penambahan sarana jalan setapak, penyediaan MCK, penyedeiaan sarana dan prasarana ait bersih dan sanitasi lebih dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang ada sehingga desa tersebut dapat dikunjungi dan dinikmati oleh wisatawan.
c.
Memperhatikan unsur kelokalan dan keaslian. Arsitektur bangunan, pola lansekap serta material yang digunakan dalam pembangunan haruslah menonjolkan ciri khas
Laporan Akhir 2 - 8
desa tersebut sehingga dapat mencerminkan kelokalan dan keaslian
wilayah
setempat.
Bahan-bahan/material
untuk
bangunan
rumah,
digunakan
interior,
yang
peralatan
makan/minum dan fasilitas lainnya hendaknya memberikan nuansa yang alami dan menggambarkan unsur kelokalan dan keaslian. Bahan-bahan seperti kayu, gerabah, bambu dan sirap serta material alami lainnya hendaknya mendominasi suasana, sehingga
menyatu
dengan
lingkungan
alami
sekitarnya.
Penggunaan bahan-bahan tersebut selain meningkatkan daya tarik desa yang bersangkutan juga sesuai dengan konsep dasar lingkungan. d.
Memberdayakan Masyarakat Desa Wisata. Unsur penting dalam pengembangan desa wisata adalah keterlibatan masyarakat desa dalam setiap aspek wisata yang ada
di
desa
tersebut.
pengejawantahan
dari
mengandung
bahwa
arti
Pengembangan konsep
wisata
pariwisata
masyarakat
desa
inti
sebagai rakyat
memperoleh
manfaat sebesar-besarnya dalam pengembangan pariwisata. Masyarakat terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata dalam bentuk pemberian jasa dan pelayanan yang hasilnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di luar aktivitas mereka sehari-hari.
Beberapa
bentuk
keterlibatan
masyarakat
tersebut adalah penyediaan fasilitas akomodasi berupa rumahrumah penduduk (homestay), penyediaan kebutuhan konsumsi wisatawan, pemandu wisata, penyediaan transportasi lokal seperti andong/dokar, kuda, pertunjukan kesenian, dan lain sebagainya.
Laporan Akhir 2 - 9
e.
Memperhatikan Daya Dukung dan Daya Tampung serta Berwawasan Lingkungan. Pembangunan
suatu
desa
menjadi
desa
wisata
harus
memperhatikan kapasitas desa tersebut, baik kapasitas fisik maupun kesiapan masyarakat. Prinsip-prinsip pariwisata yang berkelanjutan
(sustainable
tourism)
harus
mendasari
pengembangan desa wisata. Pengembangan yang melampaui daya dukung akan menimbulkan dampak yang besar tidak hanya pada lingkukngan alam tetapi juga pada kehidupan sosial budaya masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi daya tarik desa tersebut. Pendekatan lain dalam memandang prinsip-prinsip pengembangan desa wisata adalah: a.
Pengembangan fasilitas-fasilitas wisata dalam skala kecil beserta pelayanan di dalam atau dekat dengan desa.
b.
Fasilitas-fasilitas
dan
pelayanan
tersebut
dimiliki
dan
dikerjakan oleh penduduk desa, salah satu bisa bekerja sama atau individu yang memiliki. c.
Pengembangan desa wisata didasarkan pada salah satu “sifat” budaya tradisional yang lekat pada suatu desa atau “sifat” atraksi yang dekat dengan alam dengan pengembangan desa sebagai pusat pelayanan bagi wisatawan yang mengunjungi kedua atraksi tersebut.
Pengembangan desa wisata harus direncanakan secara hati-hati agar dampak yang timbul dapat dikontrol. Berdasar dari penelitian dan studi-studi dari UNDP/WTO dan beberapa konsultan Indonesia, dicapai dua pendekatan dalam menyusun rangka kerja/konsep kerja dari pengembangan sebuah desa menjadi desa wisata.
Laporan Akhir 2 - 10
2.4.
MODEL PENGEMBANGAN DESA WISATA Model pengembangan desa wisata adalah: 1)
Interaksi tidak langsung Model pengembangan didekati dengan cara bahwa desa mendapat
manfaat
tanpa
interaksi
langsung
dengan
wisatawan. Bentuk kegiatan yang terjadi semisal: penulisan buku-buku tentang desa yang berkembang, kehidupan desa, arsitektur tradisional, latar belakang sejarah, pembuatan kartu pos dan sebagainya. 2)
Interaksi setengah langsung Bentuk-bentuk one day trip yang dilakukan oleh wisatawan, kegiatan-kegiatan meliputi makan dan berkegiatan bersama penduduk dan kemudian wisatawan dapat kembali ke tempat akomodasinya. Prinsip model tipe ini adalah bahwa wisatawan hanya singgah dan tidak tinggal bersama dengan penduduk.
3)
Interaksi Langsung Wisatawan
dimungkinkan
untuk tinggal/bermalam dalam
akomodasi yang dimiliki oleh desa tersebut. Dampak yang terjadi dapat dikontrol dengan berbagai pertimbangan yaitu daya dukung dan potensi masyarakat setempat. Alternatif lain dari model ini adalah penggabungan dari model pertama dan kedua. Berikut
ini
adalah beberapa
langkah penerapan
aktivitas
konservasi dalam pengembangan Desa Wisata, antara lain: 1. Mengonservasi sejumlah rumah yang memiliki nilai budaya dan arsitektur yang tinggi dan mengubah fungsi rumah tinggal menjadi sebuah museum desa untuk menghasilkan biaya
untuk
perawatan
dari
rumah
tersebut.
Contoh
pendekatan dari tipe pengembangan model ini adalah Desa
Laporan Akhir 2 - 11
Wisata di Koanara, Flores. Desa wisata yang terletak di daerah wisata Gunung Kelimutu ini mempunyai aset wisata budaya berupa rumah-rumah tinggal yang memiliki arsitektur yang
khas.
Dalam
rangka
mengkonservasi
dan
mempertahankan rumah-rumah tersebut, penduduk desa menempuh cara memuseumkan rumah tinggal penduduk yang masih ditinggali. Untuk mewadahi kegiatan wisata di daerah tersebut dibangun juga sarana wisata untuk wisatawan yang akan mendaki Gunung Kelimutu dengan fasilitas berstandar resor minimum dan kegiatan budaya lain. 2. Mengonservasi keseluruhan desa dan menyediakan lahan baru untuk menampung perkembangan penduduk desa tersebut dan sekaligus mengembangkan lahan tersebut sebagai area pariwisata
dengan
fasilitas-fasilitas
wisata.
Contoh
pendekatan pengembangan desa wisata jenis ini adalah Desa Wisata Sade, di Lombok. 3. Mengembangkan bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah desa tersebut yang dioperasikan oleh penduduk desa tersebut sebagai
industri
skala
kecil.
Contoh
dari
bentuk
pengembangan ini adalah Desa wisata Wolotopo di Flores. Aset wisata di daerah ini sangat beragam antara lain : kerajinan tenun ikat, tarian adat, rumah-rumah tradisional dan pemandangan ke arah laut. Wisata di daerah ini dikembangkan dengan membangun sebuah perkampungan skala kecil di dalam lingkungan Desa Wolotopo yang menghadap ke laut dengan atraksi-atraksi budaya yang unik. Fasilitas-fasilitas wisata ini dikelola sendiri oleh penduduk desa setempat. Fasilitas wisata berupa akomodasi bagi wisatawan, restaurant, kolam renang, peragaan tenun ikat, plaza, kebun dan dermaga perahu boat.
Laporan Akhir 2 - 12
2.5.
PRINSIP PENGEMBANGAN DESA WISATA Prinsip pengembangan desa wisata adalah sebagai salah satu produk wisata
alternatif
yang
dapat
memberikan
dorongan
bagipembangunan pedesaan yang berkelanjutan serta memiliki prinsip-prinsip pengelolaan antara lain, ialah: (1) memanfaatkan sarana dan prasarana masyarakat setempat, (2) menguntungkan masyarakat setempat, (3) berskala kecil untuk memudahkan terjalinnya hubungan timbal balik dengan masyarakat setempat, (4) melibatkan masyarakat setempat, (5) menerapkan pengembangan produk wisata pedesaan, dan beberapa kriteria yang mendasarinya seperti antara lain: 1. Penyediaan fasilitas dan prasarana yang dimiliki masyarakat lokal yang biasanya mendorong peran serta masyarakat dan menjamin adanya akses ke sumber fisik merupakan batu loncatan untuk berkembangnya desa wisata. 2. Mendorong peningkatan pendapatan dari sektor pertanian dankegiatan ekonomi tradisional lainnya. 3. Penduduk setempat memiliki peranan yang efektif dalam proses pembuatan
keputusan
tentang
bentuk
pariwisata
yang
memanfaatkan kawasan lingkungan dan penduduk setempat memperoleh pembagian pendapatan yang pantas dari kegiatan pariwisata. 4. Mendorong
perkembangan
kewirausahaan
masyarakat
setempat. Sedangkan dalam prinsip perencanaan yang perlu dimasukkan dalam “prelemenary, planning” yaitu (1) meskipun berada di wilayah pariwisata tak semua tempat dan zona lingkungan harus menjadi daya tarik wisata dan (2) potensi desa wisata tergantung juga kepada kemauan masyarakat setempat untuk bertindak
Laporan Akhir 2 - 13
kreatif, inovatif, dan kooperatif. Tidak semua kegiatan pariwisata yang dilaksanakan di desa adalah benar-benar bersifat desa wisata, oleh karena itu agar dapat menjadi pusat perhatian pengunjung, desa tersebut pada hakikatnya harus memiliki hal yang penting, antara lain: 1. Keunikan, keaslian, sifat khas 2. Letaknya berdekatan dengan daerah alam yang luar biasa 3. Berkaitan
dengan
kelompok
atau
masyarakat
berbudaya
yangsecara hakiki menarik minat pengunjung 4. Memiliki peluang untuk berkembang baik dari sisi prasarana dasar, maupun sarana lainnya. Perencanaan pariwisata di desa wisata bukanlah tugas yang mudah terutama dalam keadaan yang mempunyai lingkungan alam dan budaya yang peka.
2.6.
KOMPONEN PENGEMBANGAN DESA WISATA
2.6.1. DAYA TARIK Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Jenis-Jenis Daya Tarik Wisata terdiri dari 3 (tiga) kategori: 1)
Daya tarik wisata alam adalah daya tarik wisata yang berupa keanekaragaman dan keunikan lingkungan alam.Daya tarik wisata alam selanjutnya dapat dijabarkan, meliputi:
Laporan Akhir 2 - 14
a) Daya
tarik
wisata
alam
yang
berbasis
potensi
keanekaragaman dan keunikan lingkungan alam di wilayah perairan laut, yang berupa antara lain : bentang
pesisir
pantai;
contoh : pantai Kuta, pantai Pangandaran,
pantai
Gerupuk, dan sebagainya. bentang laut (baik perairan di
sekitar
pesisir
pantai
maupun lepas pantai yang menjangkau jarak tertentu yang
memiliki
bahari);contoh laut
potensi
:
perairan
Kepulauan
Seribu,
perairan
laut
kepulauan
Wakatobi, dan sebagainya kolam
air
dan
dasar
laut;contoh : taman laut Bunaken,
taman
laut
Wakataboi, taman laut dan gugusan pulau-pulau kecil Raja
Ampat,
atol
pulau
Kakaban, dan sebagainya. b) Daya
tarik
wisata
alam
yang
berbasis
potensi
keanekaragaman dan keunikan lingkungan alam di wilayah daratan, yang berupa antara lain: pegunungan alam/
dan
taman
hutan nasional/
taman wisata alam/ taman hutan raya (Contoh : TN
Laporan Akhir 2 - 15
gunung Rinjani, TN Komodo, TN
Bromo
–
Tengger
–
Semeru, dsbnya). perairan sungai dan danau (contoh danau
:
danau
Maninjau,
Toba, danau
Sentani, sungai Musi, sungai Mahakam, situ Patengan). perkebunan; contoh : agro wisata Gunung Mas,dsbnya. pertanian; contoh : area persawahan
Jatiluwih,
dsbya. bentang alam khusus(gua, karst, padang pasir, dan sejenisnya); contoh : Karst Gunung Kidul, Karst Maros.
2)
Daya tarik wisata budaya adalah daya tarik wisata berupa hasil olah cipta, karsa, dan rasa manusia sebagai makhluk budaya.
Daya
tarik
wisata
budaya
selanjutnya
dapat
dijabarkan, meliputi: a) Daya tarik wisata budaya yang bersifat berujud (tangible); yang berupa antara lain : cagar meliputi:
budaya; bangunan
komplek keraton,
yang atau
percandian, situs
purbakala/
artefak historis (a.l: tugu/
Laporan Akhir 2 - 16
monumen), museum, kota tua, dan sejenisnya. Contoh : Candi Borobudur, Keraton Kasunanan
Surakarta,
Komplek
Trowulan,
Monumen Tugu Pahlawan, Museum Nasional, Kuta Tua Jakarta
–
Sunda
Kelapa,
dsbnya. perkampungan
tradisional
dengan
adat
dan
tradisi
budaya
masyarakat
yang
khas; (misalnya: kampung Naga, perkampungan suku Badui,
desa
Sade,
desa
Penglipuran) museum, galeri seni, rumah budaya, dll. b) Daya tarik wisata budaya yang bersifat tidak berujud (intangible), yang berupa antara lain: Kehidupan adat dan tradisi masyarakat dan budaya
aktifitas
masyarakat
yang
khas di suatu area/ tempat; (misalnya: Sekaten, Karapan sapi,
Pasola,
Toraja,
pemakaman
Ngaben,
pasar
Kuin,
dan
terapung, sejenisnya).
Laporan Akhir 2 - 17
Kesenian; contoh : kesenian angklung, kesenian sasando, kesenian reog, dsb. 3) Daya tarik wisata hasil buatan manusia adalah daya tarik wisata khusus yang merupakan kreasi artifisial (artificially created) dan kegiatan-kegiatan manusia lainnya di luar ranah wisata alam dan wisata budaya. Daya tarik wisata hasil
buatan
manusia/
khusus,
selanjutnya
dapat
dijabarkan meliputi antara lain: fasilitas
rekreasi
hiburan/taman yaitu
bertema;
fasilitas
yang
berhubungan motivasi
dengan
untuk
hiburan/
dan
rekreasi,
entertainment
maupun penyaluran hobby; contoh:
taman
bertema
(theme
park)/
taman
hiburan
(kawasan
Trans
Studio,
TI
Taman
Jaya
Mini
Ancol,
Indonesia
Indah). fasilitas
peristirahatan
terpadu (integrated resort); yaitu peristirahatan komponen
kawasan dengan pendukungnya
yang membentuk kawasan terpadu; misalnya :kawasan Nusa Dua resort, kawasan
Laporan Akhir 2 - 18
Tanjung
Lesung,
dan
sebagainya. fasilitas rekreasi dan olah raga,
misalnya: kawasan
rekreasi
dan
(kawasan
olahraga Senayan),
kawasan padang golf, area sirkuit olah raga.
2.6.2. AKSESIBILITAS Semua jenis sarana prasarana, transportasi yang mendukung pergerakan wisatawan dari wilayah asal wisatawan ke destinasi pariwisata, contohnya adalah: Jalan Raya, jalan Tol, jembatan, transportasi darat, laut, udara, penyeberangan, dan sebagainya.
2) Jasa / Pelaku Pariwisata
Unsur pelaksana/ jasa terkait yang berfungsi sebagai operator pelayanan kebutuhan wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata, contohnya adalah: tour operator, pemandu wisata, pengelola usaha transportasi, dan sebagainya.
Laporan Akhir 2 - 19
3) Durasi Waktu & Aktifitas
Rentang waktu yang diperlukan dan aktifitas yang dilakukan wisatawan dalam melakukan kunjungan perjalanan wisata untuk menyusun program kegiatan.
2.6.3. FASILITAS UMUM DAN FASILITAS WISATA Semua jenis sarana yang secara khusus ditujukan untuk mendukung penciptaan kemudahan, kenyamanan, keselamatan wisatawan dalam melakukan kunjungan ke destinasi pariwisata. Contoh
Fasilitas
akomodasi
(tempat
homestay),
Wisata
adalah:
mengiap,
restoran,
hotel,
artshop,
workshop, dan sebagainya Contoh
Fasilitas
Umum
telekomunikasi, warnet,
adalah:
kantor pos,
Laporan Akhir 2 - 20
bank/money changer, rest area, dan sebagainya.
2.6.4. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Pemberdayaan
masyarakat
merupakan
aspek
penting
dalam
pengembangan desa wisata. Hal ini dikarenakan pengembangan desa wisata banyak memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakat. Masyarakat memiliki peran penting untuk menunjang keberhasilan pengembangan desa wisata sehingga masyarakat yang tidak berdaya (powerless) perlu diberdayakan untuk menciptakan kemandirian dan peningkatan kesejahteraan ekonomi (powerfull). Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata yang dilakukan oleh pihak pengelola Desa Wisata diterapkan dalam bidang
atraksi,
akomodasi,
penyiapan
SDM
yaitu
a)
pertemuan/serasehan, b) pendampingan, c) bantuan modal, d) pembangunan sarana dan prasarana, e) pembentukan organisasi desa wisata, f) kerja bakti, g) pemasaran. Kegiatan pemberdayaan tersebut diharapkan akan memberikan dampak sosial-budaya, ekonomi kepada masyarakat Desa Wisata. Pemberdayaan masyarakat sering dijadikan alternatif pertama yang dipilih dalam pendekatan pembangunan yang melibatkan partisipasi masyarakat. Dalam pembangunan kepariwisataan, pemberdayaan masyarakat juga dinilai sebagai salah satu model pendekatan yang sangat efektif dalam menstimulasi partisipasi aktif dari segenap pemangku kepentingan, khususnya adalah masyarakat setempat.
Laporan Akhir 2 - 21
Pentingnya pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan digaris bawahi
oleh
Murphy
(1988),
yang
memandang
bahwa
pengembangan kegiatan pariwisata merupakan “kegiatan yang berbasis komunitas”, yaitu bahwa sumber daya dan keunikan komunitas lokal baik berupa elemen fisik maupun non fisik (tradisi dan budaya) yang melekat pada komunitas tersebut merupakan unsur penggerak utama kegiatan pariwisata itu sendiri; di lain pihak komunitas lokal yang tumbuh dan hidup berdampingan dengan suatu objek wisata tidak dapat dipungkiri sebenarnya telah menjadi bagian dari sistem ekologi yang saling kait mengkait. Pada dasarnya, pendekatan yang melibatkan partisipasi masyarakat ini dilakukan sebagai pelengkap sistem perencanaan terpusat yang dilakukan oleh pemerintah. sistem perencanaan yang terpusat yang dilakukan oleh pemerintah memiliki baik kekuatan maupun kelemahan. Dengan adanya sistem perencanaan yang terpusat, akan lebih efisien apabila dilihat dari sudut pandang sistem penyuluhan yang seragam, yang terkadang juga memberikan hasil yang baik. Namun, dengan sistem tersebut, tidak dapat mengembangkan masyarakat
untuk
mempunyai
tanggung
jawab
dalam
mengembangkan ide-ide baru yang lebih sesuai dengan kondisi setempat. Di samping itu pula, sistem top-down yang memposisikan masyarakat selalu mendapat “suapan” dari pemerintah dapat mengakibatkan ketergantungan, karena semua komponennya telah disediakan, sehingga tidak mendidik masyarakat untuk mandiri dalam
memanfaatkan
potensi
yang
mereka
miliki.
Adanya
kecenderungan kegiatan yang tidak berkelanjutan setelah proyek berakhir yang dilakukan dengan sistem perencanaan terpusat juga merupakan salah satu kelemahan yang pada akhirnya juga akan berdampak kepada masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat merupakan pendekatan yang
saat
ini
dinilai
sangat
strategis
dalam
meningkatkan
Laporan Akhir 2 - 22
kesejahteraan masyarakat. Hasil yang lebih berkelanjutan akan dicapai
jika
masyarakat
diberikan
kepercayaan
agar
dapat
menentukan proses pembangunan yang dibutuhkan oleh mereka sendiri. Masyarakat dapat menganalisa masalah dan peluang yang ada serta mencari jalan keluar sesuai sumber daya yang mereka miliki. Masyarakat sendiri yang membuat keputusan dan rencana, mengimplementasikan serta mengevaluasi keefektifan kegiatan yang dilakukan. Peran dari pemerintah dan lembaga lain sebatas mendukung dan memfasilitasi. Harmonisasi program yang outputnya dapat meringankan konsumsi masyarakat miskin.
KONSUMSI
Menekan laju pertumbuhan penduduk miskin.
•Unit simpan pinjam. •Kelompok usaha bersama •Pekerjaan sektor informal. •Pekerjaan konstruksi.
DEMOGRAFI •KB. •Kesejahteraan RTM.
PENDAPATAN Kebutuhan pokok. Pendidikan. Kesehatan. Transportasi. Prasaran Fisik. Dll.
Harmonisasi program yang outputnya dapat memberikan kesempatan berusaha dan menciptakan penghasilan bagi18 masyarakat miskin.
Gambar 2.2. Skema Upaya Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat terjadi pada saat masyarakat mampu:
Mengidentifikasi masalah/ penyebab kemiskinan dan alternatif penyelesaiannya.
Mengidentifikasi sumber daya yang tersedia di wilayahnya.
Laporan Akhir 2 - 23
Memutuskan
tindakan
yang
harus
dilaksanakan
(peningkatan
kemampuan masyarakat berorganisasi dalam skala kelompok dan menjadi mitra pemerintah dalam pembangunan desa/ kelurahan). Prinsip-prinsip
dalam
upaya
memberdayakan
masyarakat,
diantaranya: 1. Enabling: menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang 2. Empowering: memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat 3. Protecting:
mencegah
terjadinya
persaingan
yang
tidak
seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah Tujuan
dari
adanya
pemberdayaan
masyarakat
dalam
pengembangan desa wisata adalah memfasilitasi masyarakat agar mampu menganalisis perikehidupan dan masalah-masalahnya, serta mencari
pemecahan
masalah
berdasarkan
kemampuan
dan
keterbatasan yang mereka miliki. Di samping itu pula, dengan adanya pemberdayaan masyarakat diharapkan mampu menstimulasi untuk mengembangkan usahanya sendiri dengan segala kemampuan dan sumber daya yang dimiliki dan mengembangkan sistem untuk mengakses sumberdaya yang diperlukan. Dasar-dasar pemberdayaan masyarakat yang seharusnya dianut di antaranya: 1. Mengutamakan
masyarakat,
khususnya
kaum
miskin
dan
kelompok terpinggirkan; 2. Menciptakan hubungan kerjasama antara masyarakat dan lembaga-lembaga pengembangan; 3. Memobilisasi dan optimalisasi penggunaan sumber daya lokal secara keberlanjutan;
Laporan Akhir 2 - 24
4. Mengurangi ketergantungan; 5. Membagi kekuasaan dan tanggung jawab; 6. Meningkatkan tingkat keberlanjutan. Manfaat yang diharapkan dari adanya pemberdayaan masyarakat antara lain: 1. Peningkatan
kesejahteraan
jangka
waktu
panjang
yang
berkelanjutan; 2. Peningkatan penghasilan dan perbaikan penghidupan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah; 3. Peningkatan penggunaan sumberdaya daerah yang tersedia secara efektif dan efisien; 4. Program pengembangan dan pemberian pelayanan yang lebih efektif, efisien, dan terfokus; 5. Proses pengembangan yang lebih demokratis. Dalam
konteks
pemberdayaan
masyarakat
lokal
dalam
pengembangan pariwisata, selanjutnya ditegaskan bahwa aspek keterlibatan masyarakat dapat diimplementasikan dalam tiga area, yaitu tahap perencanaan (planning stage), implementasi atau pelaksanaan (implementation stage), serta dalam hal mendapatkan manfaat atau keuntungan (share benefits) baik secara ekonomi maupun sosial budaya.
Laporan Akhir 2 - 25
Gambar 2.3. Aspek Keterlibatan Masyarakat dalam Konsep Pemberdayaan
1. Pada tahap perencanaan, keterlibatan masyarakat lokal terutama berkaitan dengan identifikasi masalah atau persoalan, identifikasi potensi pengembangan, pengembangan alternatif rencana dan fasilitas, dan sebagainya 2. Pada tahap implementasi, bentuk keterlibatan masyarakat berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pengembangan, pengelolaan objek atau usaha terkait dengan kegiatan, dan sebagainya Sementara
aspek
nilai
manfaat,
maka
bentuk
pertisipasi
masyarakat terwujud dalam peran dan posisi masyarakat dalam memperoleh nilai manfaat secara ekonomi maupun sosial budaya, yang
berdampak
pada
peningkatan
kesejahteraan
ekonomi
masyarakat lokal.
Laporan Akhir 2 - 26
2.6.5. PEMASARAN DAN PROMOSI Secara umum tujuan dari pembangunan pemasaran Desa Wisata adalah menyiapkan data dan informasi wisatawan nusantara dan mancanegara yang akan digunakan secara optimal bagi pengambil kebijakan dalam pemasaran pariwisata dalam negeri (pasar wisatawan nusantara) dan pariwisata luar negeri (pasar wisatawan mancanegara). Ruang lingkup pembangunan pemasaran meliputi pembekalan berbagai aspek, sebagai berikut: 1. Pasar Desa Wisata Pasar Desa Wisata mencakup batasan segmentasi wisatawan yang satu sama lainnya memiliki perbedaan, baik dalam hal negara asal, usia, jenis kelamin, pendapatan, pekerjaan, keinginan, sikap, daya beli dan cara-cara pembeliannya. Berbagai variabel tersebut yang dapat digunakan untuk mensegmenkan suatu pasar. Variabel utama yang dapat dilakukan untuk melakukan segmentasi adalah: a. Segmentasi geografis Segmentasi ini membagi pasar ke dalam unit-unit geografis, misalkan daerah/negara asal wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Desa Wisata. Unit-unit geografis disini dapat berupa negara, provinsi, kota, kabupaten, dan kecamatan. b. Segmentasi demografis Segmentasi
ini
membagi
pasar
ke
dalam
kelompok-
kelompok berdasar pada variabel demografis seperti, umur, jenis kelamin, jumlah keluarga, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, agama dan kebangsaan. Segmentasi ini paling banyak digunakan oleh para pemasar, karena kebutuhan
Laporan Akhir 2 - 27
dan keinginan konsumen paling sering dipengaruhi oleh variabel-variabel demografis ini. c. Segmentasi psikografis Segmentasi
ini
membagi
pasar
ke
dalam
kelompok-
kelompok berdasar pada orientasi nilai dan perilaku wisatawan yang merepresentasikan kelas sosial, gaya hidup, dan karakteristik pribadi/ individu. Seseorang yang berada pada kelompok demografis yang sama bisa memiliki profil psikografis yang berbeda. d. Segmentasi berdasar perilaku (behavior segmentation) Segmentasi ini membagi pasar kedalam kelompok-kelompok berdasar pengetahuan mereka, sikap, penggunaan atau tanggapan terhadap suatu produk. Setelah segmen pasar diidentifikasi, selanjutnya dipilih segmen yang paling menarik dan menguntungkan untuk dijadikan sasaran pasar (target market), yaitu pasar utama dan pasar potensial. Pengertian dari kedua kategori pasar ini adalah: a. Pasar utama merupakan pasar yang memiliki kontribusi signifikan
(10
besar)
sebagai
penyumbang
kunjungan
terbesar secara nasional dan telah berlangsung dalam kurun waktu setidaknya 5 – 10 tahun terakhir. b. Pasar potensial adalah negara-negara sumber pasar yang karena faktor-faktor tertentu (kemampuan pembelanjaan, kecenderungan kunjungan yang tumbuh signfikan, dan aspek-aspek lain yang mengindikasikan nilai penting pasar tersebut, seperti lama tinggal /LOS dan revenue).
Laporan Akhir 2 - 28
2. Pencitraan Desa Wisata dan Media Komunikasi Pemasaran a. Slogan (Branding) Brand merupakan identitas yang dimiliki suatu destinasi wisata dalam hal ini adalah Desa Wisata, dan juga merupakan cerminan citra destinasi wisata (brand image). Setiap destinasi wisata mempunyai citra atau image tertentu yaitu mental maps seseorang terhadap satu destinasi wisata yang mengandung keyakinan, kesan dan persepsi (I Gde Pitana dan Putu G. Gayatri, 2005). Pencitraan
merupakan
bagian
dari
Positioning,
yaitu
kegiatan untuk membangun citra atau image dibenak pasar melalui
desain
terpadu
antara
produk,
komunikasi
pemasaran, kebijakan harga, dan saluran pemasaran yang tepat dan konsisten dengan citra atau image yang ingin dibangun serta ekspresi yang tampak dari sebuah produk. Positioning
bertujuan
membantu
wisatawan
untuk
mengetahui perbedaan yang sebenarnya antara suatu destinasi dengan destinasi pesaing. Untuk membangun citra atau image maka perlu diketahui bagaimana persepsi wisatawan. Persepsi adalah bagaimana wisatawan melihat atau berpendapat mengenai suatu destinasi wisata. Persepsi tersebut terbentuk sejalan dengan pengalaman wisatawan terhadap suatu destinasi wisata selama berkunjung. Untuk menunjukkan perbedaan dengan Branding
destinasi adalah
pesaing, proses
perlu
dilakukan
komunikasi
dari
branding. sebuah
brand/produk.
Laporan Akhir 2 - 29
Gambar 2.4. Skema Proses Pembentukan Branding
Sumber: Tourist Destination Image, Risk De Keyser, 1993
b. Media Komunikasi Pemasaran Berbagai program termasuk slogan tidak akan mampu menjamin keberhasilan tanpa adanya strategi komunikasi yang tepat. Salah satu cara menentukan strategi komunikasi yang baik adalah dengan memiliki media komunikasi pemasaran yang relevan, dan prosesnya disebut dengan promosi. Promosi
(promotion)
itu
sendiri,
adalah
suatu
cara
menginformasikan atau memberitahukan kepada calon wisatawan
tentang
memberitahukan
produk
yang
tempat-tempat
ditawarkan
dimana
orang
dengan dapat
melihat atau melakukan kunjungan ke suatu destinasi wisata secara tepat. Cara berpromosi akan berbeda-beda, tergantung dimana akan berpromosi, target promosi, dan media promosi yang digunakan.
Laporan Akhir 2 - 30
2.6.6. KELEMBAGAAN DAN SDM A. Aspek Kelembagaan Berdasarkan
UU
No
10/2009,
ruang
lingkup
organisasi
kepariwisataan meliputi: Organisasi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, dan Masyarakat a. Organisasi Pemerintah Merupakan unsur pelaksana Pemerintah, dipimpin oleh Menteri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan
mempunyai
tugas
membantu
Presiden
dalam
menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kepariwisataan.
Urusan
Pemerintahan
bidang
Pariwisata
merupakan urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah. b. Organisasi Pemerintah Daerah Merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah dalam rangka penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah. Pembagian urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, urusan pemerintahan bidang pariwisata merupakan urusan pilihan. c. Organisasi Swasta Merupakan orang atau sekelompok orang (pengusaha) yang menyediakan barang dan atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. d. Organisasi Masyarakat Merupakan masyarakat yang mengorganisir dan bertempat tinggal di dalam wilayah destinasi pariwisata dan diprioritaskan untuk mendapatkan manfaat dari penyelenggaraan kegiatan pariwisata di tempat tersebut.
Laporan Akhir 2 - 31
e. Regulasi
dan
Mekanisme
Operasional
di
Bidang
Kepariwisataan Pemberlakuan Otonomi Daerah yang dimulai sejak 1 Januari 2001 dengan UU Otonomi Daerah No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, memberikan
sinyal
bahwa
Pemerintah
Daerah
diberi
kewenangan untuk mengatur daerahnya baik dalam hal pendanaan kegiatan pemerintah maupun pelayanan kepada masyarakat. Perubahan yang penting dari hubungan pemerintah pusat dan daerah dalam desentralisasi adalah kewenangan dan tanggung jawab pembangunan daerah yang semakin luas. Pemerintah Daerah, terutama tingkat kabupaten, bukan lagi berperan
sebagai
“operator”
pembangunan,
namun
juga
inisiator, motivator, planner, controller, supervisor, dan fund raising. Salah satu faktor penghambat lingkungan investasi di Indonesia adalah kebijakan Pemerintah Daerah yang tidak jelas akibat dari tumpangtindih peraturan pusat dan daerah maupun antar daerah menjadi satu hal yang sering dikeluhkan oleh investor dan calon investor yang mau menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa era otonomi daerah ternyata tidak diikuti oleh reformasi regulasi terutama di tingkat daerah otonomi, serta masih ada beberapa fakta yang menunjukkan masih adanya inefisiensi dalam hal regulasi, terutama berkaitan dengan iklim usaha yang mendukung investasi di Indonesia. Mengingat pentingnya aspek regulasi, maka tidak dapat dihindarkan lagi bahwa diperlukan suatu tata-pengaturan regulasi yang baik (good regulation governance), sehingga sektor publik, swasta, dan masyarakat dapat memperoleh
Laporan Akhir 2 - 32
kondisi yang selaras. Tiga elemen good regulation governance yang dirancang untuk memaksimumkan efisiensi dan efektivitas regulasi didasarkan pada pendekatan terpadu yang saling sinergi, yaitu: (1) adopsi kebijakan regulasi pada tingkat politis, (2) alat kontrol kualitas regulasi, dan (3) kapasitas manajemen regulasi yang berkelanjutan melalui kelembagaan. Sehingga diharapkan dapat menghasilkan regulasi yang berdampak positif terhadap semua stakeholders. Diharapkan tidak ada lagi regulasi yang tumpang tindih (overlapping), meningkatnya persepsi positif dunia usaha terhadap regulasi pemerintah dan terciptanya
iklim
investasi
yang
mendukung
dalam
kelembagaan, serta berkembangnya kegiatan ekonomi daerah dan nasional. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka regulasi dan mekanisme operasional adalah pengaturan perilaku dan cara kerja untuk memaksimumkan
efektivitas
dan
efisiensi
pembangunan
kepariwisataan (didasarkan pada pendekatan terpadu lintas sektoral dan antar level pemerintahan). B. Aspek SDM Pemahaman Aspek SDM Pariwisata Berdasarkan UU No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan Nasional
maka
kebutuhan
SDM
Pariwisata
menurut
penggolongan berdasarkan institusinya adalah: a. Institusi Pemerintah Pusat b. Institusi Pemerintah Daerah c. Institusi Swasta
Laporan Akhir 2 - 33
Tabel 2.1. Pengelompokkan SDM pariwisata NO 1
SDM PARIWISATA SDM Pemerintah
TINGKATAN
KETERANGAN
KOMPETENSI a. Akademisi/
dan Non Pemerintah
Perguruan Tinggi
Peneliti/ Ilmuwan
Negeri, PNS, Lembaga Peneliti
b. Teknokrat
2
SDM Usaha
Swasta dan LSM
a. Professional
Pariwisata/Industri
Usaha Pariwisata: pengelola, top
b. Tenaga teknis
hingga low management dan craft level.
Kompetensi yang dibutuhkan SDM Pariwisata dalam berbagai tingkatan (Koster; 2005) adalah: a. Akademisi/ kompetensi
peneliti/ilmuwan: untuk
SDM
mengembangkan
yang ilmu
memiliki
pengetahuan
kepariwisataan. b. Teknokrat:
SDM
yang
memiliki
kompetensi
untuk
mengembangkan rancang bangun, kebijakan, diversifikasi produk wisata dan pemasaran pariwisata. c. Professional: SDM yang memiliki keahlian untuk mengelola dan mengembangkan usaha pariwisata. d. Tenaga teknis: SDM yang memiliki kompetensi berupa ketrampilan untuk melaksanakan tugas-tugas yang bersifat teknis dalam pariwisata.
Laporan Akhir 2 - 34
3
BAB PROFIL DESA WISATA AMATAN
KAJIAN PENGEMBANGAN DESA WISATA DI DIY Laporan Pendahuluan 4 - 0
3.1.
BATASAN LINGKUP AMATAN
3.1.1. JUSTIFIKASI BATASAN AMATAN Dalam pekerjaan Kajian Desa Wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta diperlukan batasan amatan dalam pemilihan desa wisata di setiap kabupaten/ kota di Daerah Istimewa Yogyakarta yang akan menjadi kawasan pengamatan di dalam kajian ini. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam pengambilan kawasan amatan dari kajian desa wisata ini antara lain: a. Memiliki
daya
tarik yang
unik
dan
khas
yang
mampu
dikembangkan sebagai daya tarik kunjungan wisatawan b. Memiliki pasar wisatawan yang cukup signifikan c. Memiliki dukungan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) lokal d. Memiliki alokasi ruang/ area untuk pengembangan fasilitas pendukung e. Masuk di dalam paket-paket wisata kepariwisataan Yogyakarta f.
Menjadi daerah penerima PNPM Pariwisata
g. Mendapatkan penghargaan dalam bidang pariwisata sebagai desa wisata h. Telah siap sebagai destinasi pariwisata dalam menerima wisatawan nusantara maupun mancanegara
3.1.2. PEMILIHAN DESA WISATA AMATAN Ruang lingkup amatan dalam studi Kajian Desa Wisata di DIY meliputi Desa-desa wisata yang terdapat di Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Gunungkidul dan Kota Yogyakarta. Desa wisata terpilih adalah desa yang
Laporan Akhir 3 - 1
mewakili Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menentukan pola Kajian Desa Wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari Beberapa hal yang menjadi pertimbangan di atas, dapat diambil beberapa desa wisata yang menjadi amatan, antara lain: a. Desa wisata berbasis keunikan sumber daya budaya lokal: 1) Desa wisata Kebon Agung 2) Desa wisata Tanjung 3) Kampung wisata Ketandan b. Desa wisata berbasis keunikan sumber daya alam: 1) Desa wisata Nglanggeran 2) Desa wisata Ketingan 3) Desa Wisata Ndlinggo c. Desa wisata berbasis perpaduan keunikan sumber daya budaya dan alam: 1) Desa wisata Srowolan 2) Desa wisata Kembangarum 3) Desa wisata Pentingsari d. Desa wisata berbasis keunikan aktifitas ekonomi kreatif: 1) Desa wisata Bobung 2) Desa wisata Kasongan 3) Kampung wisata Prawirotaman
Laporan Akhir 3 - 2
3.2.
PROFIL DESA WISATA AMATAN
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu dari 33 provinsi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara geografis, Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di tengah Pulau Jawa bagian selatan. Bentuk wilayahnya menyerupai bangun segitiga dengan puncak Gunung Merapi di bagian utara dengan ketinggian 2.911 meter di atas permukaan air laut, sedangkan pada bagian kaki, dua buah dataran membentang ke arah selatan membentuk dataran pantai yang memanjang di tepian Samudera Indonesia.
Gambar 3.1. Peta Administratif Daerah Istimewa Yogyakarta
Laporan Akhir 3 - 3
Secara astronomis Daerah Istimewa Yogyakarta terletak antara 7.33° 8.12° Lintang Selatan dan 110° - 110.50° Bujur Timur. Adapun batas-batas wilayahnya sebagai berikut : a.
Sebelah Barat Laut berbatasan dengan Kabupaten Magelang
b.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Purworejo
c.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia
d.
Sebelah Tenggara berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri
e.
Sebelah Timur Laut berbatasan dengan Kabupaten Klaten
Dengan luas wilayah 3.185,80 km² atau 0,17 dari luas wilayah Indonesia, Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi terkecil setelah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dan secara administatif meliputi 4 kabupaten dan 1 kota, yaitu : a.
Kota Yogyakarta dengan luas 32,50 Km² (1,02)
b.
Kabupaten Bantul dengan luas 506,85 Km² (15,91)
c.
Kabupaten Kulonprogo dengan luas 586,27 Km² (18,40)
d.
Kabupaten Gunungkidul dengan luas 1.485,36 Km² (46,62)
e.
Kabupaten Sleman dengan luas 574,82 Km² (18,04)
Tabel 3.1. Luas Wilayah, Ketinggian, dan Jarak Lurus ke Ibukota Provinsi menurut Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta Kabupaten/Kota
Ibukota
Luas Wilayah (km²)
Luas Persentasi (%)
Ketinggian
Jarak Lurus
Kulonprogo
Wates
586,27
18,40
50
22
Bantul
Bantul
506,85
15,91
45
12
Gunungkidul
Wonosari
1.485,36
46,63
185
30
Sleman
Sleman
574,82
18,04
145
9
Yogyakarta
Yogyakarta
32,50
1,02
75
2
DIY
Yogyakarta
3.185,80
100,00
Laporan Akhir 3 - 4
Gambar 3.2. Peta Sebaran Desa Wisata di DIY
Laporan Akhir 3 - 5
Gambar 3.3. Peta Sebaran Desa Wisata Amatan
Laporan Akhir 3 - 6
3.2.1. DESA WISATA BERBASIS KEUNIKAN SUMBER DAYA BUDAYA LOKAL 3.2.1.1. Desa Wisata Kebon Agung Desa Wisata Kebon Agung terletak di wilayah Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, DI. Yogyakarta. Dengan letak geografis sebagai berikut :
2 Km sebelah selatan Raja-Raja Mataram, 15 Km sebelah selatan ibukota DIY, 15 Km utara dari Pantai Parang Tritis, 1 Km selatan Kantor Kecamatan Imogiri.
Desa Wisata Kebon Agung terbagi menjadi 5 pedukuhan : Kanten, Mandingan, Kalangan, Tlogo. Jumlah RT 23. Jumlah Penduduk 3376 jiwa, dengan jumlah 1368 Kepala Keluarga (KK). Luas wilayah 187, 11Ha : Lahan pertanian 117,670 ha, dan 70,435 ha sisanya: lahan perumahan, dll. A. Daya Tarik Beberapa daya tarik yang ada di desa wisata Kebonagung, antara lain: a. Wisata Tani Desa Wisata Kebon agung memiliki daya tarik sebagai desa wisata tani, dimana kegiatan wisatawan mengamat dan ikut merasakan cara membajak sawah, menanam padi, menyemprot, memanen, menumbuk padi dengan lesung, serta menanak nasi secara tradisional. Selain itu, wisatawan juga dapat merasakan mengangon atau mengembala bebek dan cara berternak sapi.
Laporan Akhir 3 - 7
b. Wisata Air Wisata ini merupakan salah satu paket wisata yang dapat dinikmati wisatawan. Keberadaan Bendungan Tegal yang membendung aliran Kali Opak menjadi daya tarik utama dari wisata ini. Di tempat ini para wisatawan dapat menikmati pemandangan sambil berwisata air dengan menggunakan perahu naga. Selain itu, wisatawan juga dapat menyaksikan para penggemar olahraga dayung melakukan latihan serta lomba perahu aga yang sering digelar ditempat ini.
c. Wisata Budaya 1) Kenduri,
yaitu
suatu
kegiatan
yang
biasa
dilakukan
masyarakat setempat untuk merayakan atau memperingati momen-momen
tertentu
seperti
perayaan
selamatan
menempati rumah baru, upacara tujuh bulanan bagi ibu hamil, serta doa atau tahlilan kematian. 2) Wiwit atau labuh, yaitu upacara pemberian sesajen berupa hasil pertanian sebagai ungkapan rasa syukur atas segala karunia yang diberikan Tuhan Yang Mahakuasa kepada seluruh warga sekaligus sebagai pengharapan agar mereka mendapat keselamatan dan kedamaian dalam melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk permohonan kesuburan atas tanaman mereka. 3) Wisata kesenian daerah, wisatawan yang berkunjung ke Desa Kebon Agung selain menikmati berbagai pertunjukkan
Laporan Akhir 3 - 8
seni juga dapat belajar cara menabuh gamelan serta tembang-tembang yang sering dilantunkan oleh masyarakat setempat misalnya :seni karawitan/gamelan, macapat, solawatan/ shalawatan, jathilan/kuda kepang dan gejok lesung.
d. Wisata Kerajinan Tangan Salah satu paket wisata yang ditawarkan Desa Kebon Agung ini adalah belajar membuat kerajinan dari desa ini antara lain : tatah sungging, natik tulis, batik keramik, batik topeng kayu dan wisata kuliner.
Laporan Akhir 3 - 9
e. Wisata Museum Selain berbagai sajian paket wisata tersebut diatas, wisatawan juga dapat mengunjungi sebuah Museum Tani Jawa yang berlokasi di Dusun Candran. Di dalam museum ini dipajang berbagai jenis alat pertanian tradisional Jawa misalnya : ani-ani, jodang, luku, ganco, tlenyem, garu, singkal,kejen, dan gosrok. Selain itu museum ini juga dipamerkan berbagai alat dapur tradisional seperti tungku, keren, anglo, kendil, telenan potong, sothil, serta pipisan ( batu untuk membuat jamu). Museum yang dikepalai oleh Kristya Bintara ini juga kerap menyelenggarakn berbagai festival, seperti Festival Ngliwet dan Festival Memedi Sawah.
B. Aksesibilitas Desa Wisata Kebon Agung terletak sekitar 17 kilometer arah selatan Kota Yogyakarta atau sekitar 3 kilometer dari ibu kots Kecamatan Imogiri. Lokasi ini dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat maupun roda dua dari arah Kota Yogyakarta dengan waktu tempuh sekitar 25 menit.
Laporan Akhir 3 - 10
C. Fasilitas Fasilitas yang tersedia di Desa Wisat Kebon Agung cukup lengkap. Homestay yang tersedia di desa ini ada sekitar 130 buah yang berada di 60 rumah penduduk. Setiap rumah dapat ditempati sekitar 6 orang dengan biaya sekitar Rp.100.000,00/hari untuk satu orang. Biaya ini termasuk biaya makan tiga kali, yaitu makan pagi, makan siang, dan makan mlam. Fasilitas lainnya yaitu berupa toilet 2 buah, pusat informasi 1 buah, pusat jajanan yang menjual beragam jenis makanan khas Jawa seperti bakpia, kue apem, dan gula merah. Selian itu, ditempat ini juga tersedia tempat parkir uang luas dengan kapasitas sekitar 50 buah mobil, 200 buah motor, dan 4 buah untuk bus.
D. Pemberdayaan Masyarakat Pada tahun 2010
Desa Wisata Kebon Agung dilaksanakan
Pencanangan Desa Wisata Kebon Agung sebagai percontohan desa wisata nasional, untuk
mendorong
program PNPM Mandiri
pariwisata agar lebih fokus dalam memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.Program pemberdayaan masyarakat mandiri pariwisata akan mendapat dana Rp 60 juta untuk menghidupkan kembali kelompok tari, gejog lesung, kentongan, jathilan, laras madya (rebana untuk lansia), serta membeli seragam dan alat-alat yang diperlukan untuk proses pengembangan.
Laporan Akhir 3 - 11
E. Pemasaran dan Promosi Strategi pemasaran yang selama ini sudah dilakukan oleh Desa Wisata Kebon Agung adalah pemasaran melalui brosur atau leaflet, selebihnya pemasaran hanya dilakukan dari mulut ke mulut oleh wisatawan yang pernah berkunjung ke Desa Wisata Kebon Agung, di dunia mayapun Kebon Agung dipromosikan oleh wisatawan yang pernah berkunjung bukan dari pengelola Desa Wisata Kebon Agung sendiri,
karena
pengelola
tidak
memiliki
kemampuan
dan
pengetahuan di bidang IT. Dalam hal pelayanan, Desa Wisata Kebon Agung sudah berusaha memberikan pelayanan yang terbaik, namun ada beberapa pengelola yang terkadang masih terlalu pasif dan canggung dalam melayani tamu, cara berpakaian dan tingkah lakunya pun terkadang masih kurang dari standar pelayanan yang baik.
F. Kelembagaan dan SDM Kualitas SDM pengelola Desa Wisata Kebonagung tergolong rendah dilihat dari latar belakang pendidikan dan pengalaman yang minim, pekerjaan, serta usia yang sudah tidak muda lagi, kemampuan dan pengetahuan dalam bidang IT pun juga sangat rendah. Kualitas SDM sangat berpengaruh dalam strategi pemasaran dan pelayanan suatu desa wisata. Kualitas SDM pengelola Desa Wisata Kebon Agung tergolong rendah sehingga strategi pemasaran dan pelayanannya pun sulit berkembang, karena minimnya pengetahuan yang mereka miliki, sehingga tidak adanya inovasi yang coba dibuat dalam strategi pemasaran dan pelayanan Desa Wisata Kebonagung sendiri.
Laporan Akhir 3 - 12
3.2.1.2. Desa Wisata Tanjung Desa wisata Tanjung berada di Jalan Palagan Tentara Pelajar Km. 11, tepatnya di Donoharjo, Ngaglik, Sleman atau 5 km dari Monumen Yogya Kembali kearah Utara atau 30 menit dari kota Yogyakarta. Desa wisata Tanjung berpenduduk sekitar 1.600 jiwa yang berprofesi sebagai petani dan terbagi dalam 3 pedukuhan yakni Tanjung, Panasan dan Bantarjo dengan 6 RW dan 11 RT. Desa ini diresmikan menjadi desa wisata sejak 1 juli 2001. A. Daya Tarik Desa wisata tanjung terletak 2 Km dari kota Yogyakarta. Meliputi tiga pedukuhan, yaitu Tanjung, Panasan, dan Bantarjo yang dibagi dalam 6 RW dan 11 Rt dengan mayoritas penduduk sebagai petani. Wisata pendidikan yang ditawarkan meliputi pertanian, masih menggunakan peralatan tradisional, seperti kegiatan membajak, membersihkan tanah, menanam, memanen, beternak bebek dan sebagainya. Home stay yang ditawarkan berupa rumah joglo yang telah berusia ± 200 tahun. Rumah Joglo atau yang lebih dikenal dengan nama Joglo Tanjung merupakan joglo tertua dan masih memiliki bentuk aslinya meskipun telah beberapa kali di renovasi. Bahkan beberapa diantaranya masih asli, seperti : sentong, gandok kiwo-tengen, dan gebyok yang merupakan bangunan 9 X 10 meter dengan rangka dari kayu nangka. Relief gaya kuno menghiasi pada tiang dan dinding bagian dalam Joglo Tanjung ini.
Laporan Akhir 3 - 13
B. Aksesibilitas Desa Tanjung Wisata terletak 5 Km sebelah utara Monumen Jogja Kembali ( Monjali) yang terletak di desa Tanjung Donoharjo Ngaglik Sleman. Setelah melewati tikungan desa Rejodani, terus menuju barat, akan terlihat gapura. Masuk sekitar 3 menit, maka disana terdapat rumah Joglo di Desa Tanjung Wisata. Untuk memasuki kawasan ini relatif mudah karena jalan sudah bagus dan bisa dilewati kendaraan baik roda dua maupun roda empat. C. Fasilitas Home stay yang ditawarkan berupa rumah joglo yang telah berusia ± 200 tahun. Untuk berkunjung ke desa ini, pengunjung dikenakan biaya Rp. 40.000,-/hari sudah termasuk makan 3 kali sehari. Untuk biaya pelatihan seperti membatik dan kesenian tradisional, pengunjung dikenakan biaya tambahan masing - masing Rp. 20.000,-/orang/2 jam untuk belajar membatik dan Rp. 5.000,/orang/2 jam untuk belajar kesenian tari tradisional.
D. Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah sebagai stakeholder memberikan dukungan penuh untuk meningkatkan nilai pariwisata di Desa Tanjung ini. Masyarakat berperan aktif dalam menyediaan sarana dan prasarana di Desa Wisata Tanjung ini. Baik dari penyediaan homestay, kuliner sampai atraksi kerajinan dan kesenian merupakan hasil karya masyarakat setempat.
Laporan Akhir 3 - 14
E. Pemasaran dan Promosi Untuk menarik wisatawan berkunjung ke Desa Wisata Tanjung selain dengan promosi melalui media cetak dan mendia elektronik masyarakat juga berperan aktif mengikuti perlombaan kesenian dan mengadakan festival pentas kesenian guna meningkatkan daya tarik kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara. F. Kelembagaan dan SDM Kegiatan peningkatan sumber daya manusia di Desa Tanjung ini sering dilakukan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan desa wisata. Melalui kerja sama dengan pihak swasta , pemerintah dan masyarakat
desa
Tanjung
saling
berperan
aktif
dalam
pengembangan IPTEK dengan sistem tata kerja dan manajemen yang efektif sehingga dihasilkan sistem yang komprehensif tetapi efisien.
3.2.1.3. Kampung Wisata Ketandan
Kampung Ketandan merupakan saksi sejarah akulturasi antara budaya Tionghoa, Keraton dan warga Kota Yogyakarta. Terletak di pusat Kota, tepatnya di Jalan Ahmad Yani, Jalan Suryatmajan,
Laporan Akhir 3 - 15
Jalan Suryotomo dan Jalan Los Pasar Beringharjo. Sejak 200 tahun yang lalu daerah ini menjadi tempat masyarakat Tionghoa tinggal dan mencari nafkah, sehingga diakui sebagai kawasan Pecinan kota Jogja. Kampung Ketandan lahir pada akhir abad 19, sebagai pusat permukiman orang Cina pada jaman Belanda. Pemerintah Belanda kemudian
menerapkan
(passentelsel)
serta
aturan
membatasi
pembatasan wilayah
tinggal
pergerakan Tionghoa
(wijkertelsel). Tetapi dengan izin Sri Sultan Hamengku Buwono II, warga Tionghoa tersebut tetap dapat menetap di tanah yang terletak di utara Pasar Beringharjo ini, dengan maksud turut memperkuat aktivitas perdagangan dan perekonomian masyarakat. Masyarakat Tionghoa sangat berperan dalam penguatan kegiatan perekonomian Jogja semenjak 200 tahun yang lalu. Mereka bisa membaur dengan pedagang pasar, pedagang Malioboro dan warga Jogja pada umumnya. Sampai sekarang daerah ini masih menjadi salah satu pusat keramaian yang selalu dikunjungi para penggiat ekonomi. Pemerintah Kota Yogyakarta kemudian menetapkan Kampung Ketandan sebagai daerah cagar budaya kawasan Pecinan yang akan dikembangkan terus menerus. Bangunan Tionghoa yang masih ada sudah rapuh, maka Pemkot selalu mendorong agar renovasinya mempertahankan arsitekstur khas Tionghoa. Bahkan bangunan baru yang akan atau telah dibangun diusulkan kembali berasitektur Tionghoa. A. Daya Tarik Kampung ketandan merupakan saksi sejarah akulturasi antara budaya Tionghoa, keraton dan masyarakat Yogyakarta. Dikawasan ini banyak masyarakat Tionghoa tinggal dan membangun kehidupan, sehingga akhirnya masyarakat umum mengakui Ketandan sebagai kawasan pecinan kota Jogja. Akulturasi budaya tersebut juga
Laporan Akhir 3 - 16
tercermin pada arsitektur bangunan akulturasi budaya Cina dengan kebudayaan Jawa.
B. Aksesibilitas Akses menuju kawasan Kampung Pecinan Ketandan sangatlah mudah karena sarana dan prasarana yang ada sangat memadai dan terjangkau. Jika menggunakan kendaraan pribadi, wisatawan bisa masuk ke Jalan Ketandan ke arah Timur dari Jalan Malioboro. Jika menggunakan angkutan umum, wisatawan akan diantar hingga pintu masuk Jalan Ketandan.
C. Fasilitas Di Kampung Pecinan Ketandan ini terdapat ornamen-ornamen kuno pada bangunan yang bertingkat. Ciri khas bangunan cina pun bisa dilihat seperti aksesoris yang terpasang di hampir setiap pintu rumah. Selain itu di kawasan Ketandan ini juga banyak terdapat toko-toko emas yang merupakan usaha utama para warga Tionghoa yang sudah ada sejak lama. Di Kampung Ketandan ini, juga terdapat
Laporan Akhir 3 - 17
becak yang siap mengantar para wisatawan jalan-jalan melihat suasana kampung Ketandan dan Malioboro. D. Pemasaran dan Promosi Lokasi yang strategis memiliki keunggulan tersendiri dalam hal promosi. Kampung Ketandan ini sudah terlihat menonjol dikawasan sekitarnya. Selain brosur, leaflet, media cetak dan elektronik bahkan dari wesite juga sudah tersedia sehingga memudahkan wisatawan untuk mendapatkan informasi. Selain itu sejak tahun 2006 strategi pemasaran yang dilakukan oleh Kampung Ketandan ini melalui event menyambut Tahun Baru imlek dengan diadakannya Pekan Budaya Tionghoa. Dan kawasan Kampung Ketandan ini dihiasi dengan ornamen-ornamen dan gapura berarsitektur Tionghoa.
E. Kelembagaan dan SDM Jejaring dan kerjasama yang sudah ada akan diperkuat. Jejaring tersebut adalah antara kampung wisata dengan pemerintah, biro perjalanan wisata, serta industri pariwisata lain. Jejaring dengan hotel terdekat atau yang berada di lokasi kampung wisata akan diperkuat, dan jika memungkinkan bisa dikembangkan skema CSR antara hotel dengan kampung wisata.
Laporan Akhir 3 - 18
3.2.2. DESA WISATA BERBASIS KEUNIKAN SUMBER DAYA ALAM 3.2.2.1. Desa Wisata Nglanggeran
Gunung
Nglanggeran
terletak
di
Desa
Nglanggeran,
Patuk,
Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, 25 Km dari Kota Yogyakarta. Gunung purba Nglanggeran pernah aktif puluhan juta tahun yang lalu. Gunung nglanggeran mempunyai 2 puncak yakni puncak barat dan puncak timur serta kaldera ditengahnya. Gunung Nglanggeran ini merupakan deretan gunung batu yang besar dengan bentuk dan nama yang unik, seperti Gunung 5 jari, Gunung kelir dan gunung wayang. Disebut gunung wayang karena susunan bebabtuanh
yang
mirip
tokoh
pewayangan
dan
menurut
kepercayaan masyarakat sekitar Gunung ini djaga oleh Kiai Ongko Wijoyo dan punokawan yakni Kiai Semar, Kiai Gareng, Kiai Petruk dan Kiai Bagong, denikian pula dengan sebutan Gunung Kelir karena menyerupai kelir dan dipercaya sebagai tempat tinggal Kiai Ongko Wijoyo dan Punokawan, selain itu masih ada sumber air yang ada di puncak gunung Nglanggeran dan
tidak pernah mengalami
kekeringan yakni sumber air comberan. UNESCO menyatakan Gunung Nglanggeran/Gunung Api Purba layak dijadikan Geopark (Taman Bumi) saat kunjungannya didampingi
Laporan Akhir 3 - 19
pemerintah kabupaten Gunungkidul bersama pihak akademisi pada tanggal 8 Oktober tahun 2010. A. Daya Tarik Terdapat dua daya tarik wisata di Desa Nglanggeran, yakni gunung api purba dan embung besar. Gunung api purba merupakan gunung batu dari karst atau kapur. Jutaan tahun lalu, gunung itu pernah aktif. Puncak gunung tersebut adalah Gunung Gedhe di ketinggian sekitar 700 meter dari permukaan laut, dengan luas kawasan pegunungan mencapai 48 hektar.
Embung adalah bangunan berupa kolam seperti telaga di ketinggian sekitar 500 meter dari permukaan laut. Embung dengan luas sekitar 5.000 meter persegi itu berfungsi menampung air hujan untuk mengairi kebun buah kelengkeng, durian, dan rambutan di sekeliling embung. Pada musim kemarau, para petani bisa memanfaatkan airnya untuk mengairi sawah. Pengunjung dapat naik ke embung dengan tangga. Sampai di sisi embung, kita bisa melihat matahari terbenam yang indah. Kita juga bisa melihat gunung api purba di seberang embung.
Laporan Akhir 3 - 20
B. Aksesibilitas Lokasinya hanya berjarak 22 kilometer (km) dari Wonosari, ibu kota Kabupaten Gunung Kidul, atau 25 km dari Yogyakarta. Lokasi Desa Wisata Nglanggeran dapat dicapai melalui jalan raya yang sudah cukup baik. Trayek transportasi lokal seperti bus maupun angkot banyek menuju Desa Wisata Nglanggeran, sehingga memudahkan pengunjung untuk menuju Desa Wisata Nglanggeran. C. Fasilitas Pengelola Desa Wisata Nglanggeran mengembangkan kawasan wisata ini dengan membuat penginapan dan menyiapkan rumah penduduk untuk tempat live in. Program live in banyak diikuti pelajar dan wisatawan mancanegara. Lewat program itu, wisatawan bisa berinteraksi dengan penduduk dan belajar budaya Desa Nglanggeran, seperti membatik topeng, membuat kerajinan dari janur (daun kelapa yang masih muda), belajar tari tradisional Jathilan dan Reog, ikut kenduri, menangkap dan melepas ikan di sungai, menanam padi di sawah, dan belajar memasak kuliner ala Desa Nglanggeran.
Laporan Akhir 3 - 21
Pengunjung dapat menikmati fasilitas berbagai kegiatan luar ruang, seperti rock climbing dengan 28 jalur, trekking, dan pengenalan budaya daerah Nglanggeran D. Pemberdayaan Masyarakat Masyarakat setempat juga turut andil dalam kegiatan pariwisata di Desa Wisata Nglanggeran, Penberdayaan masyarakat berupa antara lain; penggunaan rumah warga sebagai Home Stay dalam program live in, keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan wisata nglanggeran baik secara kelembagaan untuk menjadi pengelola kawasan wisata maupun secara individual seperti menjadi guide bagi pengunjung maupun penyediaan kios – kios penjaja makanan maupun souvenir. E. Pemasaran dan Promosi Pemasaran Desa Wisata Nglanggeran dilakukan melalui media massa baik secara cetak maupun elektronik, banyaknya media massa yang melakukan peliputan terhadap kawasan wisata ini membuat sudah dikenal secara nasional dan internasional. F. Kelembagaan dan SDM Tahun 1999, Desa Wisata Nglanggeran dikelola Karang Taruna Bukit Putra Mandiri, namun karena keterbatasan dana dan sumber daya manusia mengakibatkan kawasan ini kekurangan fasilitas penunjang untuk kegiatan berwisata. Mengingat banyaknya potensi budaya dan ekowisata di situs gunung api tersebut, tahun 2008 Badan Pengelola Desa Wisata Nglanggeran mengambil alih pengelolaannya. Badan pengelola ini kemudian menambahkan beberapa fasilitas pendukung guna menunjang kegiatan wisata di Desa Wisata Nglanggeran
Laporan Akhir 3 - 22
3.2.2.2. Desa Wisata Ketingan
Salah satu desa wisata yang ada di Kabupaten Sleman adalah Desa Wisata Ketingan atau sering juga disebut dengan desa wisata burung kuntul (bangau). Desa ini menjadi begitu istimewa karena keberadaan koloni burung kuntul dan burung blekok yangberjumlah ribuan.
Setiap
pagi,
burung-burung
tersebut
akan
terbang
berpencar meninggalkan desa menuju ke persawahan yang banyak airnya untuk mencari makan. Saat menjelang senja, burung-burung ini akan kembali ke Dusun Ketingan. Mereka akan bertengger dan bersarang di pepohonan yang memang masih banyak terdapat di Desa Ketingan. Keberadaan burung kuntul dan bleok di Dusun Ketingan ini sebenarnya sudah berlangsung sejak lama, yakni sekitar tahun 1997. Kala itu, koloni burung kuntul mulai berduyun-duyun datang ke wilayah Ketingan setelah persemian gapura desa oleh Sultan Hamengku Buwono X. Pada tahun 2005 digagaslah usaha untuk menjaga keberadaan burung kuntul tersebut. Akhirnya diputuskan bahwa Dusun Ketingan menjadi sebuah desa wisata yang menawarkan keindahan serta keasrian desa, serta tak ketinggalan koloni burung kuntul. Oleh karena itu, Desa Wisata Ketingan dikenal sebagai Desa Wisata Fauna Burung Kuntul. Selain pengamatan burung kuntul, Dusun Ketingan
Laporan Akhir 3 - 23
juga
menawarkan
paket
wisata
pembuatan
jamu,
bertani,
menyaksikan upacara daur hidup, serta kesenian gejog lesung. A. Daya Tarik Di Dusun Ketingan terdapat banyak gardu yang dapat digunakan sebagai tempat pengamatan burung (bird watching). Saat paling tepat untuk mengamati pola perilaku burung-burung tersebut adalah di pagi hari atau di sore hari. Saat pagi, burung-burung akan terbang secara berkelompok meninggalkan desa, sedangkan saat sore, koloni burung kuntul akan pulang kembali ke sarangnya. Pagi dan sore juga merupakan saat yang pas untuk berburu foto burung kuntul.
Burung kuntul yang ada di Dusun Ketingan juga memiliki perilaku yang unik. Setiap malam purnama dan Jumat Kliwon (penanggalan Jawa), mereka memiliki kebiasaan berkumpul. Ribuan burung kuntul akan terbang dan mengepak-kepakkan sayapnya yang putih bersih di atas desa mulai sore hari hingga malam. Terntu saja kebiasaan berkumpul ini menjadi pemandangan tersendiri dan momen yang sangat bagus bagi para fotografer. Selain menyaksikan koloni burung kuntul beserta habitatnya, wisatawan yang berkunjung ke tempat ini juga dapat belajar
Laporan Akhir 3 - 24
bertani, membuat jamu, gejog lesung, serta menyaksikan upacara daur hidup. Wisatawan yang memilih paket liburan dengan belajar bertani, wisatawan dapat mencoba menggarap tegal (ladang), menanam padi, membajak sawah, atau memanen padi yang sudah menguning.
Ritual khusus Merti Bumi yang digelar setahun sekali. Ritual ini digelar sebagai bentuk ucapan syukur atas hasil bumi yang melimpah. Dalam kegiatan ini warga Ketingan akan mengenakan pakaian tradisional, kemudian berjalan mengelilingi desa sambil membawa gunungan hasil bumi.
Laporan Akhir 3 - 25
B. Aksesibilitas Desa Wisata Ketingan terletak di Desa Tirtoadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Jarak dari pusat kota Yogyakarta ke Desa Wisata Ketingan hanya 10 km, sedangkan dari Jalan Magelang hanya berjarak 3 km. Wisatawan yang membawa kendaraan
pribadi
dapat
menempuh
rute
Yogyakarta-Jalan
Magelang–Mlati–Desa Wisata Ketingan. Terdapat petunjuk arah menuju Desa Wisata Ketingan. Jalan menuju Desa Ketingan cukup mudah dan mendatar Pengelola Desa Wisata Ketingan menyediakan fasilitas penjemputan bagi wisatawan yang akan mengunjungi Desa Ketingan. Akses lain dapat ditempuh melalui kendaran umum berupa angkot khusus untuk menuju Desa Wisata Ketingan yang tersedia di Terminal Jombor. C. Fasilitas Sebagai Desa Wisata yang terus berbenah diri guna menyambut kedatangan wisatawan, beberapa fasilitas dan akomodasi guna memudahkan wisatawan mulai dilengkapi. Fasilitas yang ada di Dusun Ketingan antara lain, pemandu lokal, menara pengamatan burung, tempat menginap ala pedesaan yang mampu menampung sekitar 30 orang, serta kendaraan antar jemput wisatawan bila diperlukan. D. Pemberdayaan Masyarakat Masayarakat Dusun Ketingan terlibat langusng dalam pengelolaan Kawasan Desa Wisata Ketingan, keterlibatan masyarakat berupa kelembagaan pengelola desa wisata, pelestarian alam sebagai tujuan utama wisata di desa ketingan, penyediaan rumah warga sebagai home stay bagi wisatawan yang akan menginap, sebagai pemandu wisata maupun pengelola kegiatan kesenian yang ada di Dusun Ketingan, penyediaan kios maupun warung – warung kuliner,
Laporan Akhir 3 - 26
serta berbagai macam kegiatan lain yang menunjang kegiatan wisata di Dusun Ketingan. E. Pemasaran dan Promosi Pemasaran Desa Wisata Ketingan dilakukan melalui media massa cetak maupun elektronik, selain pengelolaan pemasaran secara swakelola oleh pengelola desa wisata, pemasaran desa wisata juga mendapat
bantuan
oleh
pihak
pemerintah
melalui
website
pemereintah Kabupaten Sleman maupun Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. F. Kelembagaan dan SDM Kelembagaan dilakukan secara swadaya masyarakat dengan adanya bantuan baik secara financial maupun pelatihan pelatihan oleh pemerintah.
3.2.2.3. Desa Wisata Nglinggo
Desa Wisata Nglinggo adalah sebuah dusun di Desa Pagerharjo, Kecamatan
Samigaluh
di
Pegunungan
Menoreh.
Dusun
ini
mempunyai daya tarik alam pegunungan, wisata trekking, air terjun, nuansa pedesaan, perkebunan teh dan kopi.
Laporan Akhir 3 - 27
Masyarakat Nglinggo masih menjaga tradisi kehidupan Jawa dan kesenian tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Para pengunjung bisa tinggal bersama keluarga di rumah pedesaan termasuk terlibat dalam aktivitas penderesan gula aren, memetik teh, kopi dan memerah susu kambing Peranakan Etawa. A. Daya Tarik Desa Wisata Nglinggo memiliki keistimewaan yang disebut puncak Nglinggo. Dari puncak ini, pengunjung dapat merasakan udara yang sejukdan kesegaran dari hawa perbukitan dan gunung yang berkabut. Pengunjung juga dapat menikmati keindahan hamparan perkebunan the dan hutan pinus serta air terjun di kaki hutan pinus. Selain itu, Desa Wisata Nglinggo juga memiliki keistimewaan lain yang terletak pada wilayah desa yang dikelilingi oleh beberapa gunung, yaitu: Gunung Widosari, Bentarm, Tritisan dan Kukusan. Keunggulan wilayah ini menjadi nilai tersendiri bagi pengunjung yang juga merencanakan untuk mengadakan paket wisata ke beberapa gunung yang mengelilingi Desa Wisata Nglinggo.
Laporan Akhir 3 - 28
Pesona wisata yang bisa menjadi paket kunjungan di Dusun Nglinggo antara lain: Wisata trekking pedesaan (nuansa pedesaan & panorama Menoreh/sunrise, air terjun Watu Jonggol, Watu Bentar, Perkebunan teh), Wisata pertanian (proses pemetikan teh & kopi, pembuatan minyak atsiri, peternakan kambing PE), Wisata budaya penderesan gula aren, rumah pedesaan (joglo, kampung, dan limasan)
B. Aksesibilitas Akses Menuju Lokasi Desa Wisata Nglinggo cukup mudah, baik menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Untuk menggunakan kendaraan umum, dari terminal Giwangan, Yogyakarta, pengunjung dapat menggunakan bus umum jurusan Kulon Progo dan turun di Terminal Wates, Dari Terminal Wates terdapat kendaraan umum yang menuju arah Dusun Nglinggo dan turun di jalan desa dan dilanjutkan dengan Ojek menuju Dusun Nglinggo. C. Fasilitas Desa Wisata Nglinggo menyediakan berbagai akomodasi dan fasilitas pendukung, antara lain: a. Home stay sebanyak 5 buah berkapasitas 30 orang b. Satu Buah tempat pertemuan berkapasitas 100 orang
Laporan Akhir 3 - 29
c. Pusat Informasi yang akan melayani wisatawan pengunjung Desa Wisata Nglinggo setiap hari. d. Kios – kios sebagai pusat jajanan yang menawaran makanan dan minuman khas Kulon Progo e. Area parkir.
D. Pemberdayaan Masyarakat Dengan
bantuan
secara
financial
maupun
bimbingan
dari
Pemerintah Kbupaten kulon Progo, Masyarakat Desa Wisata Nglinggo mampu melakukan kegiatan pelestarian dan pengelolaan desa untuk tujuan pariwisata Peran serta masyarakat desa dalam pengelolaan dapat berupa dalam kelembagaan pengelolaan desa wisata maupun dalam sector informal seperti sebagai penjual di kios kios yang ada di desa wisata. Kegiatan dalam perkebunan the seperti pemetikan pucuk daun the juga menjadi sebuah daya tarik wisata tersendiri di Kawasan Desa Wisata Nglinggo E. Kelembagaan dan SDM Desa Wisata Nglinggo hingga saat ini dikelola secara sinergis antara Pemerintah Kabupaten Kulon (Pemkab) Kulon Progo dan masyarakat desa secara swadaya. Keduanya saling bekerja sama untuk menjaga keasrian dan kelestarian wilayah desa dengan berbagai program pembangunan berbasis masyarakat, dengan model pengelolaan ini, masyarakat diajak untuk ikut memiliki desa dengan harapan, mereka akan menjaga keasrian dan kealamian lingkungan Desa Nglinggo dan sekitarnya secara mandiri.
Laporan Akhir 3 - 30
3.2.3. DESA WISATA BERBASIS PERPADUAN KEUNIKAN SUMBER DAYA BUDAYA DAN ALAM 3.2.3.1. Desa Wisata Srowolan
Desa Wisata Pasar Perjuangan Srowolan merupakan gabungan dari Pedukuhan
Srowolan
Gatep,
Pedukuhan
Karanggeneng
dan
Pedukuhan Gandok Kadilobo, Desa Purwobinangun Kecamatan Pakem,Kabupaten Sleman. A. Daya Tarik a. Wisata Budaya Masyarakat ingin mengenalkan wisata dengan nilai sejarah yaitu pasar Srowolan sebagai icon kepariwisataan karena pasar ini selain merupakan pasar kuno juga jadi saksi bisu perjuangan masyarakat melawan tentara Belanda pada tahun 1948. Selain dari Pasar dan Gudang Garam terdapat juga rumah kuno berukuran 10 x 12 m berbentuk Sinom yang merupakan bekas kecamatan Pakem Lama yang berada di sebelah timur pasar. Rumah kuno ini dahulu merupakan pusat Kecamatan.
Laporan Akhir 3 - 31
Selain Bangunan bersejarah, di lokasi ini juga terdapat rumah yang dahulu ditinggali oleh Sayuti Melik, penulis naskah Proklamasi Kemerdekaan yang berada di dusun Kadisobo untuk mengenang kembali
sejarah
perjuangan
bangsa
pada
waktu
itu
untuk
memperoleh kemerdekaan. Kesenian yang ada di Desa wisata Perjuangan Pasar Srowolan antara lain seni tari, seni suara dan seni. Kesenian tersebut dapat menjadi alternatif bagi pengunjung apabila ingin menikmati kesenian yang terdapat di Desa Wisat srowolan. Tradisi Pertanian juga masih dilakukan di Desa wisata ini. Beberapa kegiatan tradisi pertanian yang masih dilaksanakan diantaranya angler, tedun dan wiwit. Selain itu terdapat juga upacara adat/keagamaan yang masih ada yaitu ruwatan atau membuang sukerto, nyadran/ngirim leluhur, bersih desa/wujud syukur kepada Tuhan atas panen yang melimpah serta midang atau melaksanakan nadar atas cita-citanya yang berhasil. Kerajinan yang ditonjoljkan dari desa wisata ini antara lain tunggak bambu berupa kentongan dan bebek-bebekan sedang industri kecil berupa pembuatan tempe dan slondok.
b. Wisata Alam Bagi anda yang mempunyai hobi memancing, terdapat kolam pemancingan seluas 2 hektar yang keberadaannya menyebar di Dusun Srowolan Karanggeneng dan Kadilobo dengan fasilitas warung
Laporan Akhir 3 - 32
makan spesial air tawar. Terdapat juga embung yang dapat dimanfaatkan sebagai wisata tirta. Srowolan juga mempunyai hamparan sawah dan kebun salak yang dapat menjadi daya tarik tersendiri, selain dapat melakukan kegiatan persawahan juga dapat melakukan wisata petik salak.
B. Aksesibilitas Jarak
tempuh
dari
pusat
Pemerintahan
Kecamatan
Pakem
sepanjang 4 Km ditempuh selama 10 menit.8 km menuju kota Kabupaten Sleman dengan jarak tempuh 15 menit. 20 km menuju kota propinsi dengan jarak tempuh kurang lebih 30 menit dengan kendaraan bermotor.
Laporan Akhir 3 - 33
C. Fasilitas Desa wisata Srowolan adalah desa yang dikelilingi sawah-sawah dan sungai yang mengalir asri. Hawa sejukpun selalu terasa ketika memasuki desa wisata srowolan. Untuk resmi dijadikan sebagai desa wisata oleh dinas pariwisata tentu mempunyai sarana dan keunikan tersendiri. Sarana Desa Wisata Srowolan adalah: a. Banyu Sumilir
1) Family Gathering Family Gathering merupakan program untuk tamu di pondok makan Banyu Sumilir. Di tempat ini, wisatawan dapat mengadakan kegiatan, baik perorangan maupun kelompok dari institusi atau lembaga, dalam skala kecil (kurang dari 20 orang), sedang (antara 20-100 orang), maupun besar (lebih dari 100 orang). Sedangkan untuk materi kegiatan yang akan diselenggarakan menyesuaikan keinginan tamu. Dalam program Family Gathering ditawarkan berbagai fasilitas antara lain:
Area dan fasilitas bermain (kolam air, kolam lumpur, kebun salak,
pemancingan, sarana outbound)
Area makan keluarga dan kuliner tradisional keluarga
Pertunjukan kesenian tadisional
Rumah tinggal sementara (homestay)
Laporan Akhir 3 - 34
2) Adventure Education Based Outdoor Activity Program ini dibuat khusus bagi para pelajar mulai dari tingkat SD, SMP, dan SMA yang menginginkan sebuah kegiatan wisata alam selama sehari semalam dengan berbagai kegiatan outward bound basic
level.
Program
ini
dikemas
sebagai
sarana
untuk
meningkatkan komunikasi, toleransi, kerjasama (kekompakan) antarteman dalam satu kelompok. Untuk biaya fasilitas program ini tiap orang dikenai biaya Rp150.000. Biaya ini mencakup fasilitator, makan, minum, dan snack. Dalam program Adventure Education Based Outdoor Activity ditawarkan:
Tim fasilitator outward bound,
Camping ground,
Wisata alam,
Sarana outward bound, dan
Wisata kuliner tradisional
Sarana akomodasi bagi pengunjung yang ingin menginap berupa penginapan/home stay siap huni sejumlah 50 buah dengan jumlah kamar 159 kamar dan dapat menampung 318 orang wisatawan. Yang tersebar di Dusun Srowolan, Karanggeneng dan Kadilobo. Paket wisata yang disediakan dapat dinikmati pengunjung dengan biaya yang relative murah yaitu untuk Menginap bersama penduduk hanya dikenakan biaya Rp. 45.000,-/orang (3 x makan). Untuk Menyaksikan hiburan cokekan hanya perlu mengeluarkan biaya Rp. 150.000,-. Sementara untuk belajar karawitan cukup membayar Rp. 10.000,-. Pengunjung juga dapat belajar Belajar membajak, bertanam padi dengan biaya Rp. 10.000,-/orang. Transportasi dan akses menuju Desa wisata Srowolan sangat mudah karena dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda
Laporan Akhir 3 - 35
empat. Hal tersebut dikarenakan jalan menuju lokasi telah diaspal meskipun transportasi umum tidak tersedia di lokasi ini. b. Panggung Kesenian Panggung kesenian ini difungsikan untuk menyelenggarakan eveneven kesenian lokal serta acara-acara khusus lainnya
D. Pemasaran dan Promosi Promosi adalah kegiatan pemasaran produk yang ingin kita tawarkan
kepada
public
dengan
tujuan
agar
lebih
dikenal
masyarakat sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomis. Promosi harus dilakukan secara rutin, tidak bisa hanya sekali promosi tetapi harus berulang-ulang. Promosi yang paling baik adalah promosi melalui media, bisa televisi, radio, surat kabar dan internet. Promosi yang dilakukan oleh karang taruna pengurus desa wisata adalah melalui kegiatan sosial seperti sepeda santai, dan melalui surat kabar. Tetapi didalam pengembangan desa wisata berbasis intenasional tidak cukup dengan surat kabar. Cara yang paling efisien adalah merancangkan sebuah website pribadi yang berisikan tentang semua hal mengenai desa wisata Srowolan. Memang saat ini Srowolan sudah bisa diexpose melalui media internet, tetapi website itu bukan milik mereka. Saat ini website biasapun sulit menembus internasional, website yang disajikan harus mempunyai 2 bahasa, yaitu bahasa nasional dengan
Laporan Akhir 3 - 36
bahasa internasional. Masalah promosi ini juga merupakan salah satu penghambat desa wisata Srowolan untuk mendatangkan tourist dengan skala besar ke dusun tersebut. E. Kelembagaan dan SDM Di desa wisata Srowolan memiliki karang taruna yang terorganisir. Banyak aktifitas yang dikerjakan di Srowolan antara lain aktif dalam sinoman, merti dusun, pengembangan desa. Tetapi struktur organisasi di Desa Wisata berbeda dengan organisasi dimasyarakat biasa. Di desa wisata ada sie keamanan, promosi,perlengkapan dan lain-lain yang tidak dimiliki dalam struktur organisasi kemasyarakatan biasa. Aktifitas karang taruna di desa wisata yaitu mulai dari mempersiapkan sarana dan prasarana, menjadi guide (pemandu wisata) wisatawan yang berkunjung, promosi desa wisata, dan juga bekerjasama dalam pembangunan desa wisata. Guide adalah hal wajib yang harus dilakukan oleh pengurus maupun anggota. 3.2.3.2. Desa Wisata Kembangarum
Desa wisata Kembangarum merupakan desa wisata yang diresmikan pada pertengahan tahun 2005. Desa ini menawarkan edukasi dan
Laporan Akhir 3 - 37
alam sebagai sajian wisata bagi pengunjung. Program-program yang dirancang dan dibangun di desa wisata ini mengedepankan edukasi atau pendidikan bagi anak-anak khususnya. A. Daya Tarik Sebuah desa wisata yang terletak 20 km dari pusat kota Yogyakarta. Desa ini mempunyai pemandangan alam yang menakjubkan. Sawah yang hijau terbentang, perkebunan salak yang tertata rapi, sungai yang jernih dan jalan yang diperindah dengan tembok terbuat dari batu membuat desa ini layak mendapat predikat sebagai salah satu desa wisata terindah di Yogyakarta. Desa wisata yang berawal karena adanya sanggar lukis di Kembang Arum kemudian berkembang menjadi desa wisata pendidikan, wisata pertanian, perkebunan, wisata air, perikanan, pemukiman, seni budaya, kuliner, dan outbound. Yang tidak kalah menariknya adalah wisata perfilman. Sudah banyak film/feature yang dibuat di Desa Wisata Kembang Arum ini seperti Si Bolang, Wisata Kuliner, Jelang Siang. Sekitar 27 film yang sudah dibuat dan ditayangkan oleh RCTI, TPI, Indosiar, TVRI Jogja, dll. Selain itu ada wisata yang hanya ada satu di Indonesia yaitu wisata baksos yaitu dengan menggunakan motor trail dan mobil offroad. Tiap motor trail ada mekanik yang dibekali dengan makanan. Jadi di tengah-tengah perjalanan menuju lereng merapi, peserta baksos akan memberi makanan pada orang yang membutuhkan yang ditemui di jalan.
Laporan Akhir 3 - 38
Paket –paket wisata Desa Wisata Kembangarum antara lain: a. Paket creative camp, yaitu belajar memainkan gamelan tradisional, melukis dengan media kertas dan kanvas, belajar membatik, membuat layang-layang, bermain angklung, dan membuat kerajinan janur. b. Paket wisata outbound dan olahraga tradisional, yaitu balap dinglik, balap egrang, balap bakiak, bambu salak glundong, tarik tambang lumpur, bambu keseimbangan, bambu pancuran, tampah bola, gebuk bantal di atas air, mencari ikan, sepak bola lumpur, bola basket lumpur, kenthos keseimbangan, bola volly geber, dan flying fox. c. Paket wisata petulangan, yaitu tracking menyusuri desa wisata dan perkebunan salak, tracking menyusuri sungai, serta motor trail, dan off road ke lerang Gunung Merapi. d. Paket wisata pertunjukan dan hiburan, yaitu wayang kulit pentilan, wayang kulit semalam suntuk, jathilan dan tarian rampak buto, karawitan atau cokekan, jathilan kelinthing (jathilan anak-anak), organ tunggal, campur sari, musik akustik, dan musik band (jazz, blues, reggae). e. Paket wisata pertanian, yaitu membajak sawah dengan kerbau, nutu (menumbuk) padi, dan menanam padi. f.
Paket wisata perkebunan, yaitu menanam salak, singkong, dan jagung.
g. Paket wisata peternakan, yaitu memberi makan kambing. h. Paket wisata permukiman tradisional, yaitu Griya Sekar Arum, Joglo Sempor Sungai, Penginapan Gubug Pereng, Gubug Pereng bawah, Griya Arum Sari, dan Rumah Joglo. i.
Wisata pengambil foto untuk prewedding dan film.
j.
Paketiwisata aneka kuliner tradisional, jajanan pasar, dan minuman tradisional.
k. Paket pijat di pinggir sungai.
Laporan Akhir 3 - 39
B. Aksesibilitas Desa Wisata Kembangarum terletak di Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Untuk menuju desa wisata Kembangarum, wisatawan bisa menggunakan angkutan umum yang tersedia di terminal jombor, dengan jurusan jombor tempel,dan dilanjutkan dengan jalur D4. Jika membutuhkan privasi dan kenyamanan bersama keluarga atau teman terdekat, bisa dengan menggunakan jasa sewa mobildari Jogja Empat Roda. C. Fasilitas Berbagai fasilitas yang bisa dinikmati di desa wisata kembangarum seperti sanggar lukis, disini wisatawan akan diajari bagaimana melukis dengan cara yang benar diatas kanvas menggunakan cat minyak, dengan ditemani suasana yang nyaman dan gemericik ari sungai yang ada disekitar sanggar lukis bersama kicauan burung akan membuat suasana hati semakin nyaman saat melukis. Anakanak juga bisa belajar banyak dan membaca diperpustakaan yang ada didesa kembangarum ini. Tak kalah dengan wahan pendidikan sanggar lukis dan perpustakaan wisata, disini wisatawan bisa menemukan fasilitas pijat, rasa lelah dan beban akan hilang seketika, saat dipijat wisatawan juga ditemani dengan keindahan alam dan sungai yang jernih, karena fasilitas pijat ini dilakukan dipinggiran sungai yang ada didesa kembangarum. berbagai fasilitas lain yang bisa wisatawan nikmati disini seperti, mobil untuk jeljah alam, arena permainan, dan rumah makan tradisonal dengan masakan khasnya nasi takir. Didesa wisata kembangarum ini wisatawan juga bisa menikmati fasilitas kolam pemancingan dan kolam renang alami, anda bisa berenang dan memancing bersama keluarga, dengan kegiatan seperti itu tentunya kehangantan keluarga akan di dapatkan. Wisatawan juga bisa bertempat tinggal sementara disini, disediakan
Laporan Akhir 3 - 40
rumah khusus dengan bangunan unik, dengan suasana udara yang sejuk dan nyaman. Jadikan desa wisata kembangarum sebagi tempat
singgah
sementara
untuk
keluarga,
kehangatan,
kebersamaan dan pendidikan.
D. Pemberdayaan Masyarakat Kegiatan-kegiatan dalam desa wisata ini banyak melibatkan peran masyarakat Kembang Arum sendiri. Misalnya seperti pijat massal, warga menjadi pemijat dan akan diberi tip dan fee. Wisata kulinernya yang khas melibatkan ibu-ibu PKK, wisata seni dan budayanya melibatkan bapak-bapak dan pemuda menjadi pemandu outbound. Orang yang umurnya sudah sangat tua pun tidak ketinggalan, mereka juga mempunyai kontribusi dalam wisata budi pekerti. Contohnya nenek-nenek mengunyah sirih atau menumbuk padi akan menggugah keingintahuan anak-anak yang datang berkunjung ke desa ini. Pemasaran dan Promosi E. Pemasaran dan Promosi Sistem pemasaran desa wisata ini masih dikelola oleh Sanggar Pratista. Awalnya adalah dengan sistem gethok tular yaitu informasi dari mulut ke mulut. Dengan memanfaatkan koneksi sanggar yang mengajar di 79 sekolah ini, Pratista melakukan sosialisasi kepada murid dan orang tua murid. Hal ini lalu berkembang sehingga muncul makelar wisata yang menghubungkan antara wisatawan dengan pengelola Kembang Arum. Untuk mendukung ini, Pratista
Laporan Akhir 3 - 41
juga mencetak brosur kemudian disebarkan pada para tamu atau koneksi. F. Kelembagaan dan SDM lima orang tim kreatif yang terdiri dari Pak Marsaid, Pak Ngatiman, Pak Muji, Pak Yuli dan Bu Jarwati. Tim ini menangani acara-acara yang diinginkan oleh tamu. Tamu yang ingin beriwisata di desa ini awalnya akan melakukan survey lalu reservasi ke kantor yang ada di Sanggar Pratista. Dengan reservasi, pengelola Kembang Arum bisa menyiapkan segala hal yang dibutuhkan oleh tamu secara maksimal dan hampir semua keinginan tamu diakomodasi oleh pengelola. Kemudian Pak Hery akan menyampaikan ini kepada tim kreatif yang sudah terbentuk. Tim kreatif akan membuat anggaran untuk akomodasi dan lain-lainnya untuk disampaikan kepada ketua RT dan ibu-ibu PKK. Ketua RT membagi tugas warga untuk menjadi pemandu di acara outbound dan sebagai guide wisata sedangkan ibu-ibu PKK menyediakan masakan untuk wisata kulinernya. Sistem pembagian keuntungan antara Sanggar Pratista dengan warga sudah dimusyawarahkan di awal pendirian desa wisata. Jika ada tamu yang datang, uang yang didapat dari tamu tersebut akan digunakan untuk mengisi kas wisata yaitu sebesar 5000 rupiah per tamu. Kas lain yang juga diisi adalah kas kumpulan bapak-bapak, kas PKK serta infaq masjid. Warga yang terlibat membantu kegiatan outbound juga akan mendapat fee sesuai dengan jam kerjanya.
3.2.3.3. Desa Wisata Pentingsari Dusun Pentingsari berbentuk seperti semenanjung dimana sebelah barat terdapat lembah yang sangat curam yaitu kali Kuning dan sebelah selatan terdapat lebah yang berupak Goa Ledok / Ponteng dan Gondoran sebelah timur terdapat lembah yang curam yaitu Kali Pawon
dan
sebelah
utara
merupakan
dataran
yang
dapat
Laporan Akhir 3 - 42
berhubungan langsung dengan tanah di sekeliling kelurahan Umbulharjo sampai ke pelataran gunung Merapi. Dusun Pentingsari terdiri dari dua dusun yaitu Bonorejo dan Pentingsari. Pentingsari ditetapkan sebagai desa wisata pada tanggal 15 Mei 2008.
A. Daya Tarik a. Pancuran Suci Sendangsari Pancuran ini dipercaya oleh masyarakat dusun Pentingsari dan sekitarnya sebagai tempat bertemunya Dewi Nawang Wulan dan Joko Tarup bisa menyembuhkan berbagai penyakit dan membuat awet muda dengan minum atau cuci muka dengan air ini, lokasi obyek ini sangat dekat dengan nuansa mistis dan nuansa keindahan lembah sungai kuning. b. Luweng Luweng merupakan salah satu bukti betapa luasnya perjuangan Pangeran
Diponegoro
dalam
mengusir
penjajah
Belanda
di
Yogyakarta , luweng pada saat itu digunakan sebagai alat masak warga dusun Pentingsari dalam menyediakan konsumsi bagi tentara Pangeran Diponegoro, disamping sebagai tempat persembunyian bila dalam posisi terdesak.
Laporan Akhir 3 - 43
c. Rumah Joglo Rumah ini merupakan rumah adat di DIY dan Jawa Tengah. Rumah Joglo berada di
poros
Desa Wisata Pentingsari, disamping
menampilkan karakteristik keindahan dan budaya di rumah Joglo ini dapat digunakan sebagai tempat pertemuan, diklat, pentas seni dan budaya d. Wisata Alam Kondisi lingkungan di Dewi Peri masih sangat alami hembusan udara yang sejuk, rindangnya berbagai jenis tanaman, riuhnya suara ocehan burung di alam bebas, ramahnya penduduk desa bisa dijumpai di sepanjang jalan dusun Pentingsari, sementara di sisi yang lain hamparan sawah, berbagai jenis tamanan sayur-sayuran yang sudah dikelola dengan system yang baik oleh penduduk memberi warna keindahan tersendiri Desa Wisata Pentingsari. e. Batu Dakon Batu dakon yang ada di Dewi berbeda dengan batu dakon pada umunya
yang
biasa
digunanakan
untuk
bermain
anak-anak
,disamping memiliki nilai mistis batu dakon ini konon masih ada kaitanya dengan obyek Luweng, batu ini dipercaya sebagai tempat mengatur setrategi perang dan meramal nasip
pada waktu
perjuangan mengusir penjajah Belanda. f.
Batu Persembahan
Batu
Persembahan
dipercaya
digunakan
sebagai
tempat
persembahan kepada ular besar yang singgah di Ponteng yang dipercaya sebagai anak dari Baru Klinting yang singgah di Gunung Merapi, bentuk persembahan dipercaya seekor kera yang datang dari Gunung Merapi tiap bulan Suro ( bulan jawa)
Laporan Akhir 3 - 44
g. Ponteng Tempat pertemuan sungai Kuning dan Sungai Pawon ( tempuran ) di Ujung Selatan Dusun Pentingsari di percaya ada sebuah goa sebagai tempat singgahnya ular besar anak dari baruklinting. h. Jalur Traking Kondisi alam di Desa Wisata Pentingsari yang diapait oleh Dua Sungai (Sungai Pawon dan Sungai Kuning ) sangat cocok untuk traking remaja, anak-anak,dewasa dan orang tua dengan melewati jalur susur sungai, melewati hamparan sawah, naik turun tebing dengan terowongan yang sangat unik dan indah, melewati ditengah rindangnya berbagai jenis tanaman kehutanan. B. Aksesibilitas Untuk saat ini, belum ada transportasi umum yang dapt mencapai kawasan Desa Pentingsari. Oleh karena itu, disarankan bagi para wisatawan yang berkunjung untuk menggunakan kendaraan sewaan jika ingin menyambangi desa wisata ini. Di Yogyakarta, mobil sewaan bisa didapat dengan kisaran harga Rp.250.000 hingga Rp.400.000, tergantung jenis mobil yang ingin disewa. Namun, bagi pengunjung yang datang dari luar Yogyakarta, pengurus Desa Wisata Pentingsari akan menyediakan sarana penjemputan di Bandara Adi Sutjipto. C. Fasilitas Di Desa Pentingsari, wisatawan yang datang akan difasilitasi oleh penginapan berupa rumah-rumah penduduk setempat. Dengan menginap di rumah penduduk, para wisatawan dapat merasakan kehidupan sehari-hari masyarakat pedesaan. Selain itu, Desa Pentingsari juga menyediakan beberapa fasilitas, baik tempat maupun jasa, yang diharapkan mampu menambah kenyamanan para wisatawan.
Laporan Akhir 3 - 45
D. Pemberdayaan Masyarakat Keberhasilan Pentingsari sebagai desa wisata terbaik tidak lepas dari peran masyarakat penting sari itu sendiri. Saat pentingsari diresmikan sebagai desa wisata, masyarakat dengan kesadaran diri sendiri mengelola dan mengembangkan desa ini sehingga menjadi sekarang. Keadaan ekonomi masyarakat penting sari pun ikut terangkat sejalan dengan perkembangan desa mereka. Masyarakat penting sari benar-benar mengelola desa nya dengan sangat baik. Selain masyarakatnya yang sangat ramah ramah, banyaknya pilihan wisata, serta keikutsertaan ibu ibu karang taruna dalam pelayanan para wisatawan. Kini masyarakat Pentingsari menggantungkan hidup dari keberadaan desa wisata. Masyarakat penting sari hidup dari desa ini, semua masyarakat diikutsertakan kedalam pengelolaan desa. Seperti homestay, konsumsi untuk wisatawan, paket paket wisata di pentingsari, semua terlibat. Tidak ada yang merasakan sendiri, karna ini dari desa dan untuk desa. Pemberdayaan
masyarakat
sekitar
Pemberdayaan
masyarakat
sekitar dilakukan dengan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif sebagai pelaku wisata baik homestay, sebagai tempat kunjungan dan pelatihan, penyediaan makanan dan kuliner maupun sebagai pemandu kegiatan wisata.
Laporan Akhir 3 - 46
E. Pemasaran dan Promosi Di
desa
wisata
Pentingsari
masih
menggunakan
pemasaran
konvensional untuk memasarkan daya tarik yang dimiliki oleh desa wisata Pentingsari. Bagi pihak desa wisata permasalahan yang timbul yaitu dalam hal pemasaran produknya ke masyarakat luas yang kurang cepat dan kurang mudah. Sulitnya pelanggan yang berada diluar daerah dalam melakukan pemesanan, sulitnya pelanggan dalam melihat atraksi dan keunikan desa wisata menjadi bagian dari permasalahan bagi desa wisata Pentingsari, sehingga dibutuhkan media yang efektif dan efisien yang bisa menyebarkan informasi secara cepat dan mudah, maka dibuatlah sistem pemasaran dan pemesanan berbasis internet.
Sedangkan untuk menjaring kunjungan tamu selain
bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman dan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, juga dengan media cetak (koran) dan elektronik (televisi), biro perjalanan dan sekolahsekolah unggulan baik di Yogyakarta maupun di Kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Kerjasama juga dilakukan dengan kelompok masyarakat sekitar seperti kelompok ternak sapi perah, kelompok petani jamur, kelompok tani kopi Merapi dan sebagainya yang berada di sekitar lereng Merapi. F. Kelembagaan dan SDM Kelembagaan dan SDM di Desa Wisata Pentingsari dikelola oleh masyarakat,
perangkat
desa,
karang
taruna
dibantu
pihak
pemerintah daerah dan pihak swasta yang memberikan hibah untuk pengembangan Desa Wisata Pentingsari.
Laporan Akhir 3 - 47
3.2.4. DESA WISATA BERBASIS KEUNIKAN AKTIFITAS EKONOMI KREATIF 3.2.4.1. Desa Wisata Bobung
Desa Wisata Bobung terletak di desa Putat, kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Letaknya sekitar 10 km menuju arah barat Kota Wonosari atau sekitar 30 km menuju arah timur Kota Yogyakarta. Daerah ini dikenal sebagai sentra kerajinan batik kayu di Yogyakarta. Sejarah dari kerajinan batik kayu ini dipercaya oleh masyarakat sekitar dimulai oleh Sunan Kalijaga. Awalnya Kerajinan batik kayu di Bobung berawal dari kebutuhan topeng kayu untuk lakon-lakon dalam seni tari Topeng Panji yang berkembang di dusun ini sejak sekitar
1960.
Tarian
Panji
itu
berkembang
yang
membuat
kebutuhan akan topeng juga bertambah. Tari Panji konon diciptakan Sunan Kalijaga sebagai media dakwah. Tarian ini juga masih dipentaskan untuk menghibur pengunjung yang datang. Bentuk topeng sangat
khas karena mirip dengan penggambaran
tokoh wayang purwa yang matanya tertarik ke atas dengan hidung lancip, motif batik yang mendasari pewarnaan topeng menambah nilai keindahan topeng. Dari tahun ke tahun akhirnya daerah ini berkembang sebagai sentra kerajinan batik kayu. Bukan hanya topeng yang diproduksi,tetapi berbagai bentuk kerajinan lain. Hingga pada akhirnya, saat ini warga yang semua menjadi petani
Laporan Akhir 3 - 48
sejak pertengahan 1980-an masyarakat mulai bergeser menjadi perajin. Kerajinan batik kayu dari Bobung sudah menembus dunia. A. Daya Tarik Desa Bobung merupakan desa wisata yang mempunyai daya tarik utama sebagai sentra kerajinan batik kayu. Beberapa produk kerajinan
seperti
topeng
dan
patung
kayu
bermotif
batik
merupakan hasil karya yang unik dan menarik. Kerajinan batik kayu lainnya adalah berbagai model binatang seperti jerapah, kuda, dan lainnya. Desa Wisata Bobung, hampir semua penduduknya ber-mata pencaharian sebagai pengrajin topeng, patung kayu serta kerajinan batik kayu lainnya.
Wisatawan yang berkunjung ke sana selain memnikmati aneka kerajinan kayu juga menikmati udara segar lereng bukit pedesaan dengan pola kehidupan yang khas. Atraksi lain yang juga dapat dinikmati adalah tari topeng, cara bercocok tanam serta menikmati kehidupan dengan alam pedesaan, karena sudah tersedia beberapa home stay. Penduduk Desa Wisata Bobung juga menyelenggarakan acara rasulan yang diadakan setiap tahunya. Awalnya, rasulan merupakan tradisi petani. Namun, ritual di dusun yang mayoritas warganya
Laporan Akhir 3 - 49
bekerja di sektor kerajinan topeng dan batik kayu itu kini bukan hanya menjadi milik petani. Seiring perjalanan waktu rasulan menjadi syukuran sekitar 250 warga yang bekerja di sektor kerajinan topeng dan batik kayu Terdapat 10 gunungan hasil bumi yang dibentuk secara rapi. Pembuatnya adalah tiap RT di Bobung. Roeg, jatilan dan tarian topeng mengiringi arak-arakan yang menjadi bagian tradisi rasulan atau bersih desa di Dusun Bobung.
B. Aksesibilitas Desa Wisata Bobung terletak di Desa Putat Kecamatan Patuk 10 Km arah Barat Kota Wonosari atau 30 Km arah Timur Kota Yogyakarta. Akses menuju lokasi Desa Wisata bobung ini sangatlah mudah. Karena lokasi berdekatan dengan jalan utama Jogja-Wonosari, maka kondisi jalan telah halus di aspal serta sering dilewati kendaraan umum. Wisatawan dapat memanfaatkan kendaraan umum tersebut maupun menggunakan kendaraan pribadi baik roda dua maupun roda empat.
Laporan Akhir 3 - 50
C. Fasilitas Fasilitas yang dimiliki oleh Desa Wisata Bobung ini juga relatif lengkap. Fasilitas yang ada diantaranya adalah tempat parkir yang luas dan kamar mandi umum. Wisatawan juga dapat menyaksikan langsung proses pembuatan topeng - topeng kayu di bengkel kerja para pengerajin. Lokasi tersebut juga dilengkapi dengan t ruang gallery / ruang pameran dimana kita bisa melihat produk -produk hasil kerajinan tangan para pengerajin. Tersedia juga home visit yang diperuntukan bagi wisatawan yg ingin belajar membuat topeng kayu. D. Pemberdayaan Masyarakat Sebagian besar masyarakat Desa Wisata Bobung berprofesi sebagai pengrajin batik kayu, keunikan kegiatan masyarakat ini yang menjadikan Bobung sebagai sebuah desa wisata yang layak untuk dikembangkan. Masyarakat juga menjadikan rumahnya sebagai Home stay bagi wisatawan yang ingin berwisata dan menginap di Desa Wisata Bobung. E. Kelembagaan dan SDM Pengelolaan
Desa
Wisata
Bobung dilakukan
secara
swadaya
masyarakat dengan mendapatkan bantuan baik secara financial maupun bimbingan dan pelatihan pelatihan dari Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul.
Laporan Akhir 3 - 51
3.2.4.2. Desa Wisata Kasongan
Desa Wisata Kasongan merupakan pusat kerajinan gerabah yang berbahan dasar tanah liat atau lempung. Jenis tanah ini memang mendominasi kontur tanah Desa Kasongan. Jenis Kerajinan gerabah yang diproduksi oleh desa kasongan sangat variatif. Pada jaman dulu warga Desa Kasongan cenderung hanya membuat perkakas untuk kebutuhan rumah tangga saja, seperti kendi, kendilm gentong, anglo dan sejenisnya. Namun semakin meningkatnhya nilai ekonomis dan estetis dari gerabah, warga Desa Kasongan juga memproduksi gerabah sebagai kerajinan. Asal usul daerah Kasongan menjadi sentra industry gerabah berawal pada masa penjajahan Belanda. Pada masa itu, di salah satu daerah di sebelah selatan kota Yogyakarta pernah terjadi peristiwa yang mengejutkan warga setempat, seekor kuda milik reserse Belanda ditemukan mati di atas lahan sawah milik seorang warga. Hal tersebut membuat warga ketakutan. Karena takut akan hukuman, warga akhirnya melepaskan hak tanahnya dan tidak mengakui kepemilikan atas tanah tersebut. Hal ini diikuti ileh warga lainya. Tanah yang telah dilepas ini pin kemudian diakui oleh penduduk desa lain. Karena tidak memiliki lahan persawahan lagi, maka untuk mengisi hari , mereka memanfaatkan apa saja yang ada disekitar. Salah satunya, mereka memanfaatkan tanah yang ada untuk
Laporan Akhir 3 - 52
mebuat gerabah perkakas untuk keperluan dapur ataupun mainan untuk anak – anak. Berawal dari kegiatan seperti itulah kebiasaan membuat gerabah dimulai. A. Daya Tarik Di kawasan Kasongan, akan terlihat galeri – galeri keramik di sepanjang jalan yang menjual berbagai barang hiasan dan souvenir, bentuk dan fungsi yang beraneka ragam, mulai dari asbak rokok kecil atau pot dan vas bunga yang berukuran besar.
Salah satu produk gerabah yang cukup terkenal adalah sepasang patung pengantun dalam posisi duduk berdampingan. Patung ini dikenal dengan nama loro blonyo. Patung ini diadopsi dari sepasang patung
pengantin
milik
Keraton
Yogyakarta,
Wisatawan
mancanegara yang menyukai model patung loro blonyo memesan khusus berbagai bentuk seperti penari, pemain gitar, peragawati dan lain sebagainya. Saat ini pengunjung dapat menjumpai berbagai macam produk kerajinan selain gerabah. Pendatang yang membuka galeri di Kasongan turut mempengaruhi berkembangnya berbagai jenis usaha kerajinan. Produk yang dijual masih termasuk kerajinan lokal seperti
kerajinan
batok
kelapa,
kerjainan
tumbuhan
yang
dikeringkan atau kerajinan kerang. Usaha kerajinan Kasongan berkembang mengikuti arus peluang yang ada. Namun demikian, kerajinan gerabah tetap menjadi tonggak utama mata pencaharian warga setempat
Laporan Akhir 3 - 53
B. Aksesibilitas Desa Kasongan terletak di daerah dataran rendah bertanah gamping di Pedukuhan Kajen, Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Untuk
menuju
Desa
Wisata
Kasongan,
wisatawan
dapat
menggunakan moda angkutan umum darat yang tersedia. Dari arah Kota Yogyakarta, Desa Kasongan dapat dicapai sekitar 8 km ke arah barat daya dari pusat Kota Yogyakarta atau sekitar 15-20 menit berkendara. Sarana transportasi yang disediakan menuju Desa Kasongan ini antara lain bus antar kota dalam propinsi jurusan Yogyakarta – Bantul dan Taksi. C. Fasilitas Di Desa Wisata Kasongan, wisatawan dapat tinggal di home stay di beberapa lokasi yang telah disediakan, berbelanja di toko-toko kerajinan yang berderet di sepanjang jalan – jalan lingkungan, dan melihat langsung proses pembuatan berbagai produk kerajinan dan seni gerabah di bengkel –bengkel kerja. Di kawasan sentra kerajinan gerabah Kasongan juga terdapat ATM dari berbagai bank yang tersebar di berbagai titik. Bagi para wisatawan yang ingin secara khusus mempelajari pembuatan kerajinan gerabah disediakan beberapa kursus singkta yang diselenggarakan oleh rumah – rumah atau galeri gerabah.
Laporan Akhir 3 - 54
D. Pemberdayaan Masyarakat Sebagian penduduk kasongan membuka galeri – galeri kerajinan di penggir jalan utama kawasan Desa Wisata Kasongan, sedangkan sebagian penduduk lainya berprofesi sebagai pengrajin kerajinan gerabah yang akan di jual ke dalam galeri galeri yang ada di sana. Beberapa profesi penunjang kegiatan wisata di Desa Wisata Kasongan antara lain sebagai tukang parkir, penjaja makanan di kios – kios makanan yang ada di sana dan berbagai macam profesi lain. E. Pemasaran dan Promosi Pemasaran Kasongan sebagai desa wisata dilakukan dalam berbagai cara baik secara media cetak maupun media elektronik. Pemasaran Desa Wisata Kasongan juga tak lepas dari pemasaran produk kerajinan dari Kaosngan yang sudah go internastional dari galeri – galeri kerajinan yang ada. Pada jaman dahulu pemasaran produk – produk kerajinan hanya dilakukan melalui pemasaran langusng dibawa menggunakan sepeda oleh pengrajin itu sendir ke rumah – rumah penduduk di sekitar Yogyakarta. Namun saat ini kerajinan dari Kasongan telah dikenal dunia Internasional, beberapa produk kerajinan dikirim ke berbagai kota yang banyak dikunjungi wisatawan asing seperti Bali, sebagian produk lain langsung dikirim ke Negara pemesan produk kerajinan. F. Kelembagaan dan SDM Kelembagaan dan SDM di Desa Wisata Kasongan dikelola swadaya oleh masyarakat, perangkat desa, karang taruna dengan dibantu oleh pemerintah Kabupaten Bantul serta pihak swasta dan stakeholder terkait dengan pengembangan sentra industri gerabah Kasongan.
Laporan Akhir 3 - 55
3.2.4.3. Kampung Wisata Prawirotaman
Prawirotaman adalah sebuah kampung yang sudah dikenal sejak abad ke-19, saat seorang bangsawan Keraton Yogyakarta bernama Prawirotomo menerima hadiah sepetak tanah dari keraton. Sejak awal, kamopung ini mempunyai peran yang sangat besar bagi Yogyakarta, pada masa pra-kemerdekaan, kampung ini menjadi pusat
konsentrasi
lascar
pejuang,
hingga
kemudian
pasca
kemerdekaan, kampung ini dikenal sebagai pusat industry batik cap yang dikelola oleh keturunan Prawirotomo. Sementara sejak tahun 70-an seiring dengan meredupnya industry batik cap, para pengusaha batik cap beralih ke dalam jasa penginapan dan Prawirotaman pun mulai dikenal sebagai kampung turis. Meski banyak
kepemilikan
kebanyakan
tempat
penginapan
usaha
masih
telah dikelola
berpindah oleh
tangan,
keturunan
Prawirotomo, yang terdiri dari tiga keluarga besar Werdoyoprawiro, Suroprawiro dan Mangunprawiro. Memasuki kawasan Prawirotaman, pengunjung akan disambut dengan nuansa kampung di tengah kota. Mulai dari lalu lalang kendaraan hingga sapaan warga yang umumnya menguasai bahasa Inggris. Sederetan penginapan dengan keunikan rancang bangunnya, mulai Jawa klasik hingga hotel modern ada di kawasan ini.
Laporan Akhir 3 - 56
A. Daya Tarik Prawirotaman adalah sebuah kawasan yang bias menjadi alternatif untuk mencari penginapan ketika berlibur di Kota Yogyakartam kawasan Prawirotaman tidak hanya menyediakan penginapan unik dan terjangkau, tetapi juga banyak terdapat artshop, café, toko buku hingga pasar tradisional
Kampung Prawirotaman mendapat julukan Kampung Turis atau Kampung Bodypacker karena setiap saat banyak dikunjungi para wisatawan asing yang menginap di hotel – hotel di kawasan ini. Di
kawasan
Prawirotaman,
beberapa
artshop
juga
berjejer
menjajakan pernak – pernik seni yang unik, mulai dari patung tradisional, cap batik yang memiliki nilai seni tinggi hingga furnitur klasik yang berharga jutaan rupiah. Selain
dapat
menyaksikan
hiruk
pikuk
warga
yang
tengah
berbelanja, dan juga menyaksikan wisatawan asing, pengunjung Prawirotaman juga dapat mencicipi penganan khas Yogyakarta yang banyak di jual terutama di dalam Pasar Prawirotaman.
Laporan Akhir 3 - 57
B. Aksesibilitas Kampung Prawirotaman terletak sekitar lima kilometer dari pusat Kota Yogyakarta. Bagi pengunjung yang ingin dating ke Kampung Prawirotamanm selain dapat menggunakan kendaraan pribadi, pengunjung juga dapat menggunakan bus umum jurusan YogyaParangtritis ataupun bus kota jalur 12. Jika menggunakan kendaraan pribadi, dari kawasan Pojok Beteng Wetan, Anda bias menuju kea rah selatan yakni ke Jalan Parangtritis, hingga menemukan sebuah pasar di timur jalan. di kawasan tersebut Kampung Prawirotaman berada. C. Fasilitas Selain penginapan yang banyak terdapat di Prawirotaman, kawasan ini juga terdapat beberapa fasilitas wisata lain seperti agen tour and travel, warnet dan wartel, money changer, hingga bookshop. Café dan restoran tersedia di sepanjang Jalan Prawirotaman dan sekitarnya. Berbagai macam makanan seperti masakan khas Jawa, Eropa maupun perpaduan dari keduanya. D. Pemberdayaan Masyarakat Peran serta masyarakat lokal, sebagai pemilik usaha penginapan dan perhotelan maupun fasilitas penunjang wisata lain seperti travef agent, bookshop dan jasa wisata lain. Dilain pihak keberadaan Kampung Wisata Prawirotaman juga memberikan peluang usaha lain antara lain sebagi penarik becak, pemandu wisata maupun karyawan hotel dan penginapan yang ada di kawasan Prawirotaman.
Laporan Akhir 3 - 58
E. Pemasaran dan Promosi Pemasaran dan promosi Kampung Wisata Prawirotaman termasuk cukup baik dikarenakan banyaknya hotel dan penginapan serta travel agent yang berskala nasional maupun internasional Pemasaran yang dilakukan baik melalui media cetak maupun elektronik telah dilakukan membuat Kawasan Kampung Wisata Prawirotaman telah dikenal secara internasional. F. Kelembagaan dan SDM Kerjasama antara pihak-pihak terkait membentuk sebuah jejaring sosial antara warga lokal, stakeholder, dukungan pemerintah serta agen lainnya seperti tukang becak, sopir taksi dan travel agent yang memiliki tugas masing-masing untuk ikut serta membangun dan mempromosikan baik melalui media cetak dan elektronik bahkan media yang masih tradisional pun seperti mulut ke mulut sebagai modal dan kemampuan individu sendiri, yang menjadi dasar modal sosial untuk membangun tujuan yang diinginkan bersama.
Laporan Akhir 3 - 59
3.3.
ISU-ISU
STRATEGIS
TERKAIT
PENGEMBANGAN
DESA
WISATA Dalam upaya pengembangan desa wisata, berikut ini merupakan beberapa isu yang teridentifikasi dari berbagai sumber terutama terkait dengan tata kelola Desa Wisata. Isu-isu ini masih bersifat secara umum. A. Penetrasi Modal Luar Desa wisata yang sudah berkembang mudah terkena “penetrasi modal luar”, sehingga formatnya berubah dari kegiatan dan modal berskala kecil ke “kegiatan kecil dengan modal berskala menengahbesar”. Pada awalnya masyarakat lokal akan mengembangkan fasilitas dasar di desa, sekaligus menyediakan fasilitas atraksi maupun akomodasi. Namun dalam perkembangan selanjutnya, penyediaan fasilitas-fasilitas tersebut diambil-alih aleh pemodal besar, misalnya dengan mendirikan akomodasi eksklusif, yang pada gilirannya mempersempit kesempatan masyarakat lokal untuk mengembangkan usaha. Pola “penetrasi modal luar” juga dapat terjadi dalam bentuk jaringan permodalan, di mana pemilik modal berinvestasi di berbagai jenis usaha pariwisata di desa, sementara masyarakat berperan sebagai mitranya.
B. Stagnasi Pengembangan Daya Tarik Desa wisata berpotensi terjebak oleh stagnasi. Setelah sekian lama dikunjungi wisatawan, aktivitas pariwisata semakin menurun. Hal ini muncul akibat terbatasnya inovasi pengembangan atraksi. Sejak dipasarkan sebagai destinasi, desa wisata tetap menawarkan atraksi yang “itu-itu saja”, kurang terorganisir (atraksi ditata bagus ketika wisatawan menjelang datang), kinerjanya jarang dievaluasi. Kasus di Tunisia dilaporkan oleh Ludwig (1990) dengan menyebutkan
Laporan Akhir 3 - 60
monotoni atraksi sebagai ancaman serius bagi aktraktivitas desadesa wisata negeri tersebut. Pengelola desa wisata terlalu cepat puas ketika rombongan wisatawan berkunjung dalam jumlah besar dalam jangka pendek, kemudian tidak tahu ingin berbuat apa ketika masa
kunjungan
berlalu.
Hal
ini
diperburuk
oleh
program
pemasaran yang tidak tepat membidik sasaran. Tidak jarang juga pengelola desa wisata cenderung menunggu pasar daripada proaktif menyisir segmen pasar potensial.
C. Daya Saing Desa Wisata yang Lemah Dalam suatu kawasan destinasi, desa wisata cenderung berkembang secara kuantitatif, tetapi lemah dalam daya saing. Terinspirasi oleh kesuksesan yang dicapai oleh satu desa wisata, maka desa-desa lain seakan berlomba untuk menjadi destinasi wisata baru. Penataan fisik dilakukan dengan cara mobilisasi warga desa. Sepintas hal ini tampak sebagai suatu bukti penyiapan diri menyongsong geliat pariwisata yang menjanjikan keuntungan besar atau sikap respansif desa terhadap induksi perubahan-perubahan sosial; ekonomi dan budaya di desa. Namun dalam banyak kasus sebenarnya upaya itu lebih dipicu kegairahan memperoleh simbol status baru yang lebih bergengsi; yakni desa wisata. Tentu patut dibanggakan kalau semakin banyak desa wisata yang layak untuk dijual dan dikunjungi. Sebaliknya akan sangat kontraproduktif, apabila penamaan desa wisata hanya mengisi kekosongan angka-angka statistik. Faktanya, tidak sedikit dari desa-desa wisata baru ini mengimitasi atraksi dan produk-produk
wisata
yang
ditawarkan
oleh
desa
wisata
sebelumnya. Akibatnya, bukan daya saingnya yang dibangun, tetapi aura persaingan antar-desa wisata yang semakin tajam dan condong tidak sehat.
Laporan Akhir 3 - 61
D. Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) Pariwisata di Desa Wisata Desa wisata sebaiknya dikelola oleh sumberdaya manusia yang memiliki karakter entrepreneur. Pariwisata apa pun bentuknya adalah
entitas
bisnis
yang
menuntut
kejelian
pengelolanya
menciptakan dan menangkap peluang keuntungan. Pengelola yang memiliki semangat wirausaha dan kemampuan menjalankan praktek bisnis merupakan salah satu faktor penentu sukses desa wisata. Di pedesaan Australia, Ollenburg (2006) menemukan kisah-kisah keberhasilan desa wisata berbasis pertanian sangat terkait dengan spirit wirausaha yang kuat di kalangan penggiat pariwisata. Kalangan petani melihat pariwisata bukan sebagai pelarian aktivitas ekonomi, tetapi menjadikannya sebagai bagian dari kegiatan pertanian keluarga. Barangkali hal ini berbeda dengan kondisi di desa-desa kita yang menempatkan pariwisata sebagai aktivitas pendamping dan belum sepenuhnya terintegrasi dengan aktivitas pertanian. Pada umumnya sumberdaya manusia yang mumpuni relatif sulit ditemukan di desa karena lebih tertarik dengan daya pikat-atau terbawa arus migrasi ke-perkotaan.
E. Dampak Lingkungan Perkembangan Pariwisata Desa
wisata
perkembangan
cenderung pariwisata
mudah itu
terkena sendiri.
dampak
lingkungan
Meskipun
kesadaran
lingkungan pada masyarakat setempat cukup baik, misalnya mengkonservasi lahan dan hutan di sekitar desa, namun hal itu dilakukan karena nilai tambahnya tidak sepadan dengan keuntungan dari pemanfaatannya. Kesadaran ini dapat berubah cepat, ketika lahan tersebut memberikan keuntungan ekonomi lebih tinggi, misalnya melalui pembangunan amenitas dan fasilitas pariwisata lainnya. Di samping itu, pemanfaatan bahan baku lokal semakin
Laporan Akhir 3 - 62
terbatas,
sedangkan
penggunaan
bahan
baku
asing
sering
diutamakan di dalam pembangunan infrastruktur pariwisata, baik karena alasan kepraktisan, maupun karena tututan citra modern.
F. Ketidakseimbangan Distribusi dan Redistribusi Sumberdaya Pariwisata. Distribusi dan redistribusi sumberdaya pariwisata yang tidak seimbang antar-warga masyarakat. Barangkali struktur sosial masyarakat desa lebih sederhana daripada masyarakat kota, namun relasi kekuasaan, budaya dan ekonomi mereka cukup rumit. Okupasi mereka tak lagi seragam, tetapi beragam, meskipun komposisinya
tidak
proporsional.
Misalnya,
sebagian
besar
bergantung pada pertanian, tetapi ada sebagian kecil lainnya sudah bekerja di sektor off-farm dan non-farm. Jelas bahwa lingkungan dan pengalaman kerja mereka berbeda dengan rekannya di sektor pertanian. Keterkaitan okupasional dan ekonomi seperti itu juga dipraktekkan
dalam
pengelolaan
desa
wisata.
Sebagaimana
digambarkan oleh Page dan Getz (1997), pariwisata pedesaan lebih banyak dimotori oleh sekelompok orang yang memiliki sumberdaya ekonomi (lahan, modal, bergerak, status pekerjaan yang baik) dan modal sosial (jaringan sosial, pengaruh, otoritas, pendidikan, status dan kedudukan sosial) di atas rata-rata warga desa. Hal ini berakibat pada ketimpangan distribusi sumberdaya pariwisata antar anggota masyarakat yang tidak jarang berujung pada disharmoni aatau bahkan konflik. Oleh sebab itu, penduduk miskin yang kebetulan memiliki modal sosial dari ekonomi yang terbatas akan sangat sulit menjadi pelaku utama atau pihak yang diberdayakan melalui pariwisata. Redistribusi sumberdaya pariwisata, atau jelasnya arus uang dan jasa yang masuk ke desa melalui kunjungan
Laporan Akhir 3 - 63
wisatawan, berpeluang untuk tidak menjangkau segmen penduduk miskin. Peran golongan perbankan tergolong masih kecil, kecuali jika unit usaha yang dikelola sudah mapan. Berbeda dengan tipe usaha lain seperti perdagangan, hasil usaha pariwisata tidak dapat dipetik dalam jangka pendek karena harus melalui rangkaian promosi yang khusus. Hal ini dipersulit lagi oleh fluktuasi pasar yang cukup tinggi. Selain membutuhkan waktu panjang, keberhasilan promosi usaha akomodasi di pedesaan tidak semata ditentukan oleh jenis dan mutu akomodasi itu sendiri, seperti bangunan fisik dan layanan bagi tamu, tetapi juga oleh realitas daya tarik destinasi secara keseluruhan. Semua ini sangat menentukan kemapanan usaha pariwisata.
Laporan Akhir 3 - 64
BAB
4
PENDEKATAN PENGEMBANGAN DESA WISATA
KAJIAN PENGEMBANGAN DESA WISATA DI DIY
Laporan Pendahuluan 2 - 0
4.1.
PENDEKATAN PARIWISATA BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE TOURISM DEVELOPMENT) Pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism adalah sebuah konsep turunan dari konsep pembangunan berkelanjutan yang ada pada laporan World Commission on Environment and Development, berjudul Our Common Future (atau lebih dikenal dengan the Brundtland Report) yang diserahkan ke lembaga PBB pada tahun 1987 (Mowforth dan Munt 1998). Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan sekarang dan selanjutnya diwariskan kepada
generasi
berkelanjutan
mendatang.
generasi
Singkat
sekarang
dan
kata,
dengan
generasi
yang
pembangunan akan
datang
mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk menikmati alam beserta isinya. Sedangkan pariwisata berkelanjutan sendiri adalah sebuah proses dan sistem pembangunan pariwisata yang dapat menjamin keberlangsungan atau keberadaan sumber daya alam, kehidupan sosial-budaya dan ekonomi hingga generasi yang akan datang. Intinya, pariwisata berkelanjutan adalah pariwisata yang dapat memberikan manfaat jangka panjang kepada perekonomian lokal tanpa merusak lingkungan. Salah satu mekanisme dari pariwisata berkelanjutan adalah ekowisata yang merupakan perpaduan antara konservasi dan pariwisata, yaitu pendapatan yang diperoleh dari pariwisata seharusnya dikembalikan untuk kawasan yang perlu dilindungi untuk pelestarian dan peningkatan kondisi social ekonomi masyarakat di sekitarnya. Sementara itu, menurut United Nations Environment Programme on Tourism, sustainable tourism merupakan pengembangan pariwisata yang mempertemukan antara kebutuhan wisatawan pada saat ini dengan tetap mempertimbangkan, melindungi dan mempertinggi potensi asset untuk masa yang akan datang. Hal ini juga berarti mempertimbangkan potensi masa yang akan datang dalam segala sektor, termasuk di dalamnya adalah faktor ekonomi, sosial, dan budaya yang akan dipenuhi, yang didukung oleh
Laporan Akhir 4 - 1
sistem integrasi kebudayaan, proses ekologi yang esensial, keragaman biologi, dan life support. Mekanisme pembangunan secara keseluruhan yang berlangsung pada suaut wilayah tertentu akan selalu memiliki pengaruh terhadap semua aspek pembangunan pada suatu wilayah, berupa efek langsung (direct effect), efek tak langsung (indirect effect), maupun efek ikutan (induced effect). Sehubungan dengan hal tersebut kebijakan serta arahan dan program – program implementasi yang direkomendasikan akan bertumpu pada tatanan: 1. Layak secara ekonomi (economically visible) 2. Berwawasan lingkungan (enviromentaly sustainable) 3. Diterima secara sosial (socially acceptable) 4. Dapat diterapkan secara teknologis (tecnologically appropriate)
Gambar 4.1. Skema Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan
Laporan Akhir 4 - 2
4.2.
PENDEKATAN EKOWISATA Rumusan 'ecotourism' sebenarnya sudah ada sejak 1987 yang dikemukakan oleh Hector Ceballos-Lascurain yaitu sbb: "Nature or ecotourism can be defined as tourism that consist in travelling to relatively undisturbed or uncontaminated natural areas with the specific objectives of studying, admiring, and enjoying the scenery and its wild plantas and animals, as well as any existing cultural manifestations (both past and present) found in the areas." "Wisata alam atau pariwisata ekologis adalah perjalanan ketempat-tempat alami yang relatif masih belum terganggu atau terkontaminasi (tercemari) dengan
tujuan
untuk
mempelajari,
mengagumi
dan
menikmati
pemandangan, tumbuh-tumbuhan dan satwa liar, serta bentuk-bentuk manifestasi budaya masyarakat yang ada, baik dari masa lampau maupun masa kini." Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip konservasi,
bahkan
dalam
strategi
pengembangan
ekowisata
juga
menggunakan strategi konservasi. Dengan demikian ekowisata sangat tepat dan berdayaguna dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami. Bahkan dengan ekowisata pelestaraian alam dapat ditingkatkan kualitasnya karena desakan dan tuntutan dari pada eco – traveler. Sementara itu destinasi yang diminati wisatwan ecotour adalah daerah alami. Pendekatan lain bahwa ekowisata harus dapat menjamin kelestarian lingkungan. Maksud dari menjamin kelestarian ini seperti halnya tujuan konservasi (UNEP, 1980) sebagai berikut: 1.
Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan
2.
Melindungi keanekaragaman hayati
3.
Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya.
Laporan Akhir 4 - 3
Untuk mengembangkan ekowisata dilaksanakan dengan cara pengembangan pariwista pada umumnya, ada dua aspek yang perlu dipikirkan, pertama aspek
destinasi,
kemudia
kedua
adalah
aspek
market.
Untuk
pengembangan ekowisata dilaksanakan dengan konsep product driven. Meskipun aspek market perlu dipertimbangkan namun macam, sifat dan perilakuk obyek dan daya tarik wisata alam dan budaya diusahakan untuk menjaga kelestarian dan keberadaannya. Pada hakekatnya ekowisata yang melestarikan dan memanfaatkan alam dan budaya masyarakat, jauh lebih ketat dibanding dengan hanya keberlanjutan. Pembangunan ekowisata berwawasan lingkungan jauh lebih terjamin
hasilnya
dalam
melestarikan
alam
dibanding
dengan
keberlanjutan pembangunan. Sebag ekowisata tidak melakukan eksploitasi alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan
pengetahuan
fisik
dan
psikologi
wisatawan.
Ekowisata bukan menjual destinasi tetapi menjual filosofi. Dari aspek inilah ekowisata tidak akan mengenal kejenuhan pasar.
4.3.
PENGEMBANGAN
PARIWISATA
BERBASIS
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT (COMMUNITY BASED TOURISM) Community-based tourism merupakan suatu pendekatan yang menyeluruh dari pariwisata yang menyatukan dampak aspek lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi dari pariwisata. Pada bulan Juli 2000, Bank Dunia mulai memikirkan bagaimana caranya menanggulangi masalah kemiskinan melalui sektor pariwisata yang kemudian dikenal dengan “ community-based tourism ” (CBT). Selanjutnya diidentifikasi adanya tiga kegiatan pariwisata yang dapat mendukung konsep CBT yakni adventure travel, cultural travel dan ecotourism. CBT akan melibatkan pula masyarakat dalam proses pembuatan keputusan, dan dalam perolehan bagian pendapatan terbesar secara langsung dari kehadiran para wisatawan. Sehingga dengan demikian CBT akan dapat menciptakan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan dan membawa
Laporan Akhir 4 - 4
dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga dari penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan pariwisata. Jadi sesungguhnya CBT adalah konsep ekonomi kerakyatan di sektor riil, yang langsung dilaksanakan oleh masyarakat dan hasilnyapun langsung dinikmati oleh mereka.
Gambar 4.2. Pemangku Kepentingan dalam Pengembangan Pariwisata
Pentingnya peran masyarakat atau komunitas lokal juga digarisbawahi oleh Wearing (2001) yang menegaskan bahwa sukses atau keberhasilan jangka panjang industri pariwisata sangat tergantung pada tingkat penerimaan dan dukungan dari komunitas lokal. Karena itu, untuk memastikan bahwa pengembangan pariwisata di suatu tempat dapat dikelola dengan baik dan berkelanjutan,
maka
hal
mendasar
yang
harus
diwujudkan
untuk
mendukung tujuan tersebut adalah bagaimana memfasilitasi keterlibatan yang luas dari komunitas lokal dalam proses pengembangan dan memaksimalkan nilai manfaat sosial dan ekonomi dari kegiatan pariwisata. Ilustrasi yang dikemukakan oleh Wearing tersebut menegaskan bahwa
Laporan Akhir 4 - 5
masyarakat lokal memiliki kedudukan yang sama pentingnya sebagai salah satu
pemangku
kepentingan
(stakeholders)
dalam
pengembangan
pariwisata, selain pemerintah dan swasta. Pendekatan perencanaan pariwista pada masyarakat ini melalui proses dialog antara wisatawan sebagai guest dan masyarakat sebagai host, yaitu pengembangan pariwisata memandang masyarakat lokal sebagai sumber daya yang berkembang dinamis untuk berperan sebagai subyek dan bukan sekedar obyek. Dalam kaitan ini pengembangan pariwisata pada dasarnya adalah pengembangan masyarakat dan wilyah yang selanjutnya didasarkan pada kriteria sebagai berikut: a. Memajukan tingkat hidup masyarakat sekaligus melestarikan identitas budaya dan tradisi lokal; b. Meningkatkan
tingkat
pendapatan
secara
ekonomis
sekaligus
mendistribusikan secara merata pada penduduk lokal; c. Berorientasi
pada
pengembangan
wirausaha berskala
kecil dan
menengah dengan daya serap tanaga kerja besar dan berorientasi pada teknologi kooperatif; d. Memanfaatkan pariwisata seoptimal mungkin sebagai penyumbang tradisi budaya dengan dampak negatif yang seminimal mungkin.
4.4.
PENDEKATAN BUDAYA Pariwisata budaya adalah kegiatan kepariwisataan yang memanfaatkan dan mengembangkan secara selektif, terencana dan terprogram, berbagau asset budaya masyarakat, baik berupa tata nilai, adat – istiadat, mapun produk budaya fisik sebagai daya tarik wisata. Termasuk dalam pengertian tata nilai budaya adalah segala nilai – nilai/norma – norma kehidupan masyarakat yang masih ada dan digunakan sebagai pegangan hidup maupun yang telah ditinggalkan. Termasuk dalam pengertian adat – istiadat adalah segala bentuk perilaku dan tingkah laku kehidupan masyarakat sehari – hari yang dilakukan berdasar tata nilai yang dianut dan yang berlaku.
Laporan Akhir 4 - 6
Dr. Heddy Shri Ahimsa – Putra (2000) menjelaskan bahawa pengembangan wisata budaya pada dasarnya tidak hanya mencakup obyke wisata ataupun paket wisata itu sendiri, tetapi juga unsur – unsur lain yang terkait di dalamnya, yang juga tidak dapat diabaikan, jika pengembangan tersebut diinginkan keberhasilannya. Paling tidak ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan wisata budaya; (1) pengembangan obyek wisata itu sendiri; (2) pengembangan paket wisata budaya; (3) pengembangan pelayanan wisata budaya ; (4) pengembangan promosi wisata budaya tersebut. Tiga hal ini terkait satu sama lain. Kegagalan yang satu akan dapat menyebabkan terjadinya kegagalan pada keseluruhan. Pendekatan budaya dalam perencanaan pariwisata Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melalui: a. Mengidentifikasi
wisata
budaya
yang
potensial
dikembangkan
berdasarkan kajian budaya dalam bentuk obyek wisata maupun atraksi wisata budaya. b. Pengamatan langsung pada sosial budaya masyarakat tradisional terutama dalam bentuk obyek dan atraksi budaya yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta c. Melakukan wawancara dennga para budayawan – budayawan yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta terutama budayawan dari Yogyakarta
4.5.
PENDEKATAN GOOD TOURISM GOVERNANCE Istilah “governance” sudah dikenal dalam literature adminstrasi dan ilmu politik hamper 120 tahun, wacana tentang governance dalam pengertian yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah sebagai bentuk dari tata pemerintahan, penyelenggaraan pemerintah atau pengelolaan pemerintah,
tata
pamong.
Setelah
berbagai
lembaga
pembiayaan
menetapkan good governance sebagai persyaratan utama untuk setiap program bantuan meraka. Oleh para teoritisi dan praktisi adminisitrasi Negara Indonesia ; istilah “good governance” telah diterjemahkan ke berbagai istilah, misalnya ; penyelengaraan pemerintahan yang amanah
Laporan Akhir 4 - 7
(Bintarao Tjokroamidjojo), tata-pemerintahan yang baik (UNDP), dan ada juga yang mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih (clean government). Ada tiga pokok pendukung kemampuan suatu bangsa dalam melaksanakan good governance, yakni: pemerintah (the state), civil society (masyarakat adab, masyarakat madani, masyarakat sipil) dan pasar atau dunia usaha. Penyelengaraan pemerintahaan yang baik dan bertanggung jawab baru tercapai bila dalam penerapan otoritas politik,ekonomi dan administrasi ketiga unsur tersebut memiliki jaringan dan interaksi yang setara dan sinerjik. Interaksi dan kemitraan seperti itu biasannya baru dapat berkembang subur bila ada kepercayaan (trust), transparansi, partisipasi, serta tata aturan yang jelas dan pasti, good governance yang sehat juga akan berkembang sehat dibawah kepemimpinan yang beribawa dan memiliki visi yang jelas. Seperti pernah dikemukakan oleh Mahathir dan Ishihara (1995) yang mengatakan bahwa; Pengalaman telah menunjukan bahwa dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance), ternyata sangat
memerlukan
terciptanya
kondisi
ideal
dari
ketiga
petaruh
(stakeholders) sebagai berikut: a. Partisipatif ; Dalam arti semua anggota/ warga masyarakat mampu memberikan suaranya dalam pengambilan keputusan, langsung ataupun melalui lembaga perantara yang diakui mewakili kepentingannya. Partisipasi yang luas dibangun atas kebebasan berorganisasi dan menyampaikan pendapatnya secara konstruktif. b. Penegakan dan kepatuhan pada peraturan perundangan; Dalam arti hukum harus ditegakkan atas dasar keadilan tanpa memandang golongan dan perbedaan yang ada. c. Transparansi; Dalam arti adanya aliran informasi yang bebas, serta adanya kelembagaan dan informasi yang langsung dapat diakses oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Disamping itu, informasi juga harus cukup tersedia untuk dimengerti dan dipantau oleh semua fihak yang berkepentingan. Laporan Akhir 4 - 8
d. Daya tanggap (responsiveness); dalam arti adanya kemampuan kelembagaan dari pemerintah untuk memproses dan melayani keluhan dan pendapat semua anggota masyarakat. e. Orientasi pada konsesus; Di sini kepemerintahan yang baik dituntut harus dapat menjembatani perbedaan kepentingan antar warga masyarakat
untuk
mencapai
konsesus
yang
luas
dan
mampu
mengakomodasi kepentingan kelompok serta mencari kemungkinan dalam penentuan kibijakan dan prosedur yang dapat diterima. f.
Bersikap adil; Dalam arti harus diupayakan bahwa semua warga masyarakat mempunyai kesempatan untuk meperbaiki dan memelihara kesejahteraannya.
g. Efektivitas dan efisiensi; Disini berarti setiap kinerja kelembagaan yang ada dan prosesnya mampu membuahkan hasil yang memadahi untuk memenuhi
kebutuhan
dengan
pemanfaatan
sumberdaya
secara
bijaksana (best use). h. Akuntabilitas dan pertanggungjawaban; Harus selalu diupayakan bahwa pengambilan keputusan pada institusi pemerintah, sektor swasta dan organisasi kemasyarakatan bisa dipertanggungjawabkan kepada publik dan segenap stakeholders. Kadar dan takaran akuntabilitas ini memang berbeda antara satu organisasi dengan organisasi yang lain serta tergantung juga pada apakah kebijakan itu diambil untuk keperluan internal atau eksternal. i.
Visi strategik: disini berarti bahwa pemimpin dan publik harus sama sama memiliki perspektif yang luas dan jauh kedepan tentang pemerintahan yang baik, pengembangan manusia dan kebersamaan serta
mempunyai
kepekaan
atas
apa
yang
diperlukan
untuk
pembangunan dan perkembangan bersama. Secara diagramatis, visi penyelenggaraan pemerintahan yang baik, dengan bersendikan kepada proses kolaborasi sinergis antara para stakeholders dalam penyelenggaraan pengembangan kebudayaan dan pariwisata ini dapat digambarkan dalam model bagan alir (flow chart) berikut ini:
Laporan Akhir 4 - 9
Gambar 4.3. Diagram Good Tourism Governance Model
4.6.
PENDEKATAN
KESESUAIAN
ANTARA
PERMINTAAN
DAN
PENAWARAN (DEMAND AND SUPPLY) Perencanaan pengembangan pariwisata pada dasarnya adalah mencari titik temu antara permintaan (demand) dan penawaran (supply). Dengan mengacu pada sisi permintaan dan penawaran yang ada, maka akan diketahui tingkat perkembangan yang telah dicapai. Pendekatan Demand and Supply dilakukan melalui pasar wisatawan (domestik dan mancanegara) yang akan menuntut barang/obyek yang baik, yang disertai dengan pelayanan yang baik. Disamping obyek wisata yang menarik, obyek tersebut harus didukung oleh sarana dan prasarana yang memuaskan wisatawan. Wisatawan akan menuntut pelayanan transportasi yang baik, akomodasi yang baik, hiburan yang segar, makanan – minuman yang menarik sesuai selera, dan pelayanan lain – lainnya. Jika supply (obyek wisata) sudah ditingkatkan dan dikemas dengan baik sesuai dengan
Laporan Akhir 4 - 10
tuntutan permintaan pasar (wisatawan), maka dapat diperkirakan bahwa arus wisatwan akan meningkat di masa depan. Aspek-aspek yang akan dikaji dalam tinjauan terhadap komponen penawaran (supply), akan mencakup: 1. Kualitas dan kuantitas (jenis dan jumlah) atraksi wisata yang telah berkembang dan dikunjungi/ dimanfaatkan wisatawan 2. Kualitas dan kuantitas ameniti (akomodasi, restoran, informasi dan fasilitas yang lain) menurut wisatawan 3. Kualitas
dan
kuantitas
akses
terhadap
atraksi
wisata
(sistem
transportasi) menurut wisatawan 4. Sistem promosi dan pemasaran yang telah dilakukan, direncanakan dan efektifitasnya terhadap tingkat kunjungan dan motivasi wisatawan 5. Jumlah, jenis, dan asal wisatawan (jumlah kunjungan), Length of Stay, pola/ besaran pengeluaran.
Gambar 4.4. Diagram kesesuaian permintaan dan penawaran
Laporan Akhir 4 - 11
4.7.
PENDEKATAN PENGEMBANGAN WILAYAH Tiga konsep utama pengembangan wilayah yang mengacu pada penataan ruang yaitu pusat pertumbuhan (growth pole), integrasi fungsional (functional integration) dan pendekatan desentralisasi (decentralization approach) merupakan teori yang relevan untuk diterapkan dalam program pengembangan
pariwisata.
Sebagai
sebuah
komoditi,
pariwista
dimaksudkan menjadi penggerak kegiatan perekonomian wilayah dalam pengertian yang luas, sehingga perlu disediakan secara lengkap fasilitas – fasilitas pelayanan regional untuk memfasilitasinya. a. Pusat pertumbuhan Konsep pusat pertumbuhan adalah mengembangkan wilayah sebagai pusat pertumbuhan berdasarkan potensi yang dimilikinya (area strategis, ekonomi, produk, image dan sebagainya) serta mengintegrasikan pusat tersebut dalam pengembangan sistem infrastruktur pendukung yang efisien. b. Integrasi fungsional Konsep integrasi fungsional adalh merupakan alternatif pendekatan yang mengutamakan adanya integrasi yang diciptakan secara sengaja di berbagai pusat pertumbuhan karena adanya fungsi – fungsi yang komplementer. c. Desentralisasi Konsep desentralisasi adalah mencegah terjadinya aliran yang keluar (outflow) dari sumber daya manusia (braindrain). Melalui konsep ini diharapkan pengelola wilayah (dengan daerah yang lebih kecil) memiliki kewenangan lebih dalam memutuskan jenis strategi dan kebijakan untuk daerahnya.
Laporan Akhir 4 - 12
Gambar 4.5. Konsep Pengembangan Wilayah Berdasar pada Penataan Ruang
Laporan Akhir 4 - 13
BAB
5
ANALISIS PENGEMBANGAN DESA WISATA
KAJIAN PENGEMBANGAN DESA WISATA DI DIY
Laporan Akhir 5 - 0
Kajian pengembangan desa wisata menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan desa wisata di DIY, diantaranya adalah: A. Keunggulan dan keunikan per aspek kajian B. Kelemahan per aspek kajian C. Peluang dan dukungan ke depan pengembangan aspek kajian Dengan meliputi beberapa aspek kajian sebagai berikut: A. Daya Tarik B. Aksesibilitas C. Fasilitas D. Pemberdayaan Masyarakat E. Pemasaran dan Promosi F. Kelembagaan dan SDM Berikut adalah matrik analisis desa wisata amatan:
Laporan Akhir 5 - 1
INSTRUMEN KAJIAN DAYA TARIK
AKSESIBILITAS
FASILITAS
Potensi utama berupa kehidupan masyarakat pedesaan seperti bercocok tanam, permainan tradisional, pembuatan masakan kuliner khas Desa Kebon Agung, acara kenduri, dsb.
Akses menuju Desa Wisata Kebun Agung mudah dicapai dengan kendaraan umum, lokasi desa yang tidak jauh dengan Makam Imogiri, Pasar Imogiri serta Terminal Imogiri, memudahkan wisatawan untuk mengunjungi Desa Wisata Kebun Agung.
Rumah warga Kebon Agung sebagai homestay yang mampu menampung sebanyak 60 orang wisatawan
Festival kesenian tradisional gejog lesung
KEBONAGUNG
DESA WISATA BERBASIS KEUNIKAN SUMBER DAYA BUDAYA LOKAL
DESA WISATA AMATAN
Pengunjung diajak untuk tinggal dan mengikuti kegiatan keseharian para penduduk Desa Wisata Kebun Agung di dalam rumah rumah penduduk yang dijadikan sebagai homestay bagi para wisatawan yang ingin menginap. Kegiatan wisata alam berupa hiking menyusuri kawasan Desa Kebon Agung, Flyingfox, serta Kegiatan wisata berperahu naga menyusuri Sungai Opak yang terletak di sebelah desa Kegiatan pendukung berupa kegiatan kerajinan dan kesenian dari desadesa lain disekitar yang didatangkan ke Desa Kebon Agung seperti kegiatan membatik, pembuatan kerajinan gerabah tradisional, kesenian karawitan dsb.
Terdapat bangunan Museum Tani Jawa Indonesia
Dengan kondisi jalan raya hotmix yang terawat dengan baik, wisatawan dapat berkunjung, dari arah Terminal Giwangan Yogyakarta, wisatawan dapat berkunjung dengan kedaraan pribadi maupun kendaraan umum, cukup menyusuri Jalan Imogiri Timur ke arah Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri, Desa Wisata Kebon Agung hanya terletak kurang lebih satu kilometer dari Makam Imogiri.
Pendopo yang disediakan khusus untuk ruang pertemuan di Desa Wisata Kebon Agung. Beberapa bangunan Joglo tradisional untuk kegiatan seperti acara kenduri, kegiatan membatik, dan kegiatan karawitan. Bangunan Rumah sebagai kantor sekretariat Desa Wisata Kebon Agung. Puskesmas, sebagai pendukung kegiatan wisata di Desa Kebon Agung.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PEMASARAN DAN PROMOSI
KELEMBAGAAN DAN SDM
Pengelolaan Desa Wisata Kebon Agung di lakukan oleh warga Desa Kebon Agung sendiri sepenuhnya, dengan bantuan pelatihan dan pendampingan dari Pemerintah Kabupaten
Melalui cetak berupa leaflet dan brosur-brosur tentang Desa Wisata Kebon Agung.
Peningkatan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam menunjang kegiatan wisata di Desa Wisata Kebon Agung.
Pendampingan dari pemerintah daerah, melalui pameran – pameran yang diikuti pemda di berbagai kota
Awal terbentuknya Desa Wisata Kebon Agung, pada tahun 1998, melalui prakarsa penduduk desa dan Kepala Desa kala itu, membentuk sebuah usaha untuk mengenalkan dan mendidik masyarakat yang sudah mulai melupakan kehidupan pedesaan yang masih tradisional.
Karang Taruna Desa Kebon Agung yang dilibatkan dalam sebagai pemandu dalam kegiatan-kegiatan kepariwisataan di Desa Kebon Agung. Penduduk Desa Kebon Agung menyediakan Rumahnya, sebagai homestay bagi para wisatawan untuk tinggal bersama penduduk Penyediaan warungwarung yang menjajakan makanan tradisional
Penggunaan Media promosi online melalui media jejaring sosial
Kerja sama dengan beberapa travel agent yang telah menjadi rekanan pihak pengelola Desa Wisata Kebon Agung. Kerja sama dengan pihak – pihak sekolah untuk mengenalkan kehidupan masyarakat pedesaan. Kerja sama promosi dengan desa wisata lain
Oleh beberapa pemrakarsa Desa Wisata kemudian dibentuk badan pengelolaan Desa Wisata Kebon Agung, yang di anggotai warga Desa Kebon Agung sendiri. Peningkatan SDM bagi para pengelola Desa Wisata berupa pendampingan dan pelatihan dari pemerinatah antara lain melalui PNPM dan Pokdarwis. Pengelola Desa Wisata Kebon Agung melakukan kerjasama dengan desadesa lain di sekitarnya untuk menunjang kegiatan wisata di Desa Wisata Kebon Agung, antara lain berupa, mendatangkan tenaga pelatihan untuk kegiatan membatik, maupun kerajinan gerabah dari desa lain, kegiatan promosi bersama dengan desa lain.
Laporan Akhir 5 - 2
INSTRUMEN KAJIAN DESA WISATA AMATAN DAYA TARIK
TANJUNG
Memiliki adat joglo Tanjung, yaitu rumah berarsitektur Jawa yang utuh dengan usia 200 tahun, yang sering digunakan untuk studi arsitektur Jawa. pola kehidupan masyarakatnya yang masih tradisional.
AKSESIBILITAS
FASILITAS
Akses sangat mudah, terletak di sebelah utara kota Yogyakarta. Berjarak 5km dari Monumen jogja Kembali.
Terdapat rumah Joglo yang masih terjaga keaslianya, yang dapat digunakan untuk makan siang dan sebagai tempat studi arsitektur rumah adat Jawa (Joglo).
Akses jalan raya baik Kendaraan umum untuk mencapai lokasi relatif terbatas
Pada hari tertentu dan malam bulan purnama masyarakat melakukan aktivitas tradisional seperti: dolanan anak, menari Angguk dan Pekbung oleh remaja putri, Jathilan oleh remaja putra, dan Cokekan oleh orang yg sudah tua.
Tersedia rumah-rumah penduduk yang dapat ditinggali (sekitar 40 rumah disewakan, dari total 320 rumah yang ada di desa ini)
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PEMASARAN DAN PROMOSI
Masyarakat mempertahankan pola kehidupan tradisional
Melalui travel Agent
Masyarakat menyediakan sarana akomodasi di rumah-rumah mereka dengan imbalan tertentu, sesuai peraturan yang telah ditetapkan oleh pengelola.
Media promosi online melalui media jejaring sosial
Melalui berapa Hotel di Yogyakarta
KELEMBAGAAN DAN SDM Juli 2001 awal terbentuknya desa wisata Tanjung. Terdiri dari 3 Pedukuhan: Banteran, Bakalan, dan Bantarjo. Biaya akomodasi dan konsumsi terjangkau, dengan pembagian 50% untuk pemilik rumah, sekitar 40% utk makan, dan 10% untuk kas desa. Pengelolaan wisata di Desa Tanjung sudah terbentuk termasuk dengan peraturan mengenai pembagian dari kunjungan wisata.
Pengunjung dapat belajar membatik dan tari klasik di desa ini
KETANDAN
Merupakan saksi sejarah akulturasi masyarakat Tionghoa dengan keraton serta masyarakat Yogyakarta. Kampung Pecinan Ketandan, peninggalan yang diunggulkan adalah ciri khas perkampungan Tionghoa seperti bangunan berarsitektur Cina. Namun sebagian besar adalah bangunan yang telah direnovasi dan menjadi toko yang sebagian besar adalah toko mas.
Akses sangat mudah, terletak di pusat kota Yogyakarta. Moda transportasi mudah, dapat ditempuh dengan kendaraan umum seperti trans Jogja, bus kota, taksi. Untuk berkeliling dapat digunakan becak.
Terdapat berbagai bangunan berasitektur Cina, namun sebagian telah mengalami perubahan karena digunakan sebagai tempat usaha berupa toko (sebagian berupa toko mas/perhiasan).
Keterlibatan masyarakat tinggi, terutama saat perayaan Imlek dimana seluruh komunitas masyarakat Ketandan turut serta memeriahkan event tahunan yang diselenggarakan di Kampung Ketandan ini.
Fasilitas disekitar memadai dan lengkap, karena terletak di pusat Kota Yogyakarta di dekat Jl. Malioboro dan Ps. Beringharjo.
Sebagian besar warga Kampung Ketandan merupakan warga Tionghoa dengan tingkat ekonomi menengah keatas (sebagian besar pedagang), sehingga warganya secara ekonomi relatif kuat.
Kampung ini terletak di wilayah yang sangat strategis, yaitu di icon Yogyakarta (JL. Malioboro), sehingga sangat diuntungkan dari segi pemasaran Kampung ini bekerjasama dengan Pemerintah Kota Yogyakarta dan komunitas masyarakat Tionghoa di Yogyakarta. Event tahunan yang diselenggarakan adalah Pekan Kebudayaan Tionghoa
Kampung Ketandan muncul pada pada akhir abad 19 dan awal abad 20, sebagai akibat kebijakan Belanda (wijkertersel), yaitu pembatasan wilayah tinggal bagi warga Tionghoa. Pengunjung tidak ditarik biaya untuk berkunjung Sebagian bangunan tua tidak dihuni, namun diupayakan dirawat dan direnovasi oleh Pemerintah DIY.
Laporan Akhir 5 - 3
INSTRUMEN KAJIAN
DESA WISATA BERBASIS KEUNIKAN SUMBER DAYA ALAM
NGLANGGERAN
DESA WISATA AMATAN DAYA TARIK
AKSESIBILITAS
Ada 2 (dua) daya tarik utama dari Desa Wisata Nglanggeran, yaitu Puncak Gunung Api Purba dan Embung Nglanggeran.
Jalan menuju Desa Wisata Nglanggeran cukup bagus, dengan kondisi jalan yang lebar, dan mudah dilalui.
Selain dua wisata alam tersebut, Desa Wisata Ngalnggeran juga memiliki kekayaan potensi wisata budaya, agrowisata. Tema wisata homestay dan live-in juga diusung oleh Desa Wisata Nglanggeran Wisata budaya juga disajikan di Desa Wisata Nglanggeran untuk kegiatan live-in, menyambut tamu, memberikan pelatihan kepada para tamu, sampai dengan perform para tamu yang mengikuti pelatihan kegiatan budaya di Desa Wisata Nglanggeran.
KETINGAN
Daya tarik utama desa wisata Ketingan adalah Wisata Fauna Burung Kuntul dan Blekok (AlamAgro) Daya dukung konservasi daya tarik menjadi sangat penting bagi keberadaan desa Ketingan ini, dikarenakan daya tarik utama dari desa wisata ini adalah Fauna Burung Kuntul, maka keberadaan daya dukung sangat diperlukan. Daya dukung konservasi yang ada di Desa Ketingan adalah pohon melinjo, sawo, mahoni, johar, nangka, flamboyan dan bambu yang tersebar hampir diseluruh penjuru desa, diantara rumahrumah penduduk.
Lokasi parkir di kedua daya tarik wisata cukup memadai. Penanda (signing) sudah cukup jelas dan mencukupi. Penempatannya juga sesuai dengan kebutuhan. Moda transportasi yang dapat digunakan ke lokasi desa wisata ini adalah maksimal menggunakan micro bus (bus sedang, kapasitas 25 seat)
FASILITAS Akomodasi disediakan pihak desa wisata menggunakan beberapa rumah penduduk yang telah dipersiapkan untuk homestay. Pusat cenderamata dan tempat makan/restoran belum dibangun secara layak di wilayah Desa Wisata Nglanggeran, hanya beberapa kios telah tersedia untuk membeli jajanan khas Nglanggeran, dan beberapa pernakpernik khas Nglanggeran yang dikelola oleh masyarakat sekitar.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Masyarakat sangat mendukung dengan adanya Desa Wisata Nglanggeran. Masyarakat sangat berperan dan terlibat langsung dalam semua kegiatan desa wisata (pemandu, tim SAR, petugas kebersihan, petugas parkir, tuan rumah untuk kegiatan live-in, pelaku seni dan budaya, pembuat makanan khas) Masyarakat juga menjadi pengurus desa wisata, yang melibatkan kaum muda Desa Nglanggeran.
PEMASARAN DAN PROMOSI Desa Wisata Nglanggeran sudah sangat terkenal, baik di dunia pariwisata pada umumnya, maupun dunia maya di bidang pariwisata. Diawali dengan promosi kepada pihak-pihak sekolah, akademisi (penelitian), instansi sampai dengan menjalin kerjasama dengan tour operator dan tour agent yang ada di Prov. DI Yogyakarta.
KELEMBAGAAN DAN SDM Pembentukan Desa Wisata Nglanggeran pada tahun 1999, diawali dengan ide/gagasan dari pemudapemuda Desa Nglanggeran untuk membuka Gunung Api Purba menjadi lokasi wisata minat khusus (camping, hiking, adventure). Dengan dana swadaya masyarakat, mulai membuat lapangan parkir yang layak. Peningkatan promosi dan pembangunan jaringan yang kuat, serta beberapa kali meraih penghargaan sebagai desa wisata terbaik tingkat nasional, menjadikan Desa Wisata Nglanggeran semakin terkenal. Sebagian besar SDM yang bekerja untuk mengelola desa wisata ini adalah kaum muda Desa Nglanggeran.
Akses menuju Desa Ketingan sangat mudah, baik itu menggunakan fasilitas transportasi umum, maupun transportasi pribadi, karena disamping jalan menuju Desa Wisata Ketingan bagus, juga adanya penanda (sign) yang mudah untuk dijadikan panduan. Apabila menggunakan fasilitas transportasi umum, dapat ditempuh dengan colt micro umum, dilanjutkan dengan jasa ojek. Pengelola desa wisata juga menyediakan transportasi jemputan pada lokasi yang telah ditentukan.
Beberapa fasilitas dan akomodasi telah dibenahi guna memudahkan wisatawan untuk menikmati Desa Wisata Ketingan ini. Fasilitas yang ada di Dusun Ketingan ini antara lain: pemadu lokal, menara pengamat burung, homestay pedesaan yang dapat menampung kurang lebih 250 orang (48 rumah), dan kendaraan antar jemput wisatawan. Program andalan yang ditawarkan oleh Desa Wisata Ketingan adalah program pengamatan burung (bird watching), kegiatan pertanian, seni pertunjukan (upacara daur hidup, rumawahan, gejog lesung yang umurnya sudah ratusan tahun), serta membuat makanan dan minuman khas (jamujamuan tradisional).
Masyarakat dilibatkan hampir disetiap jenis kegiatan yang ditawarkan oleh Desa Wisata Ketingan ini, mulai dari pemandu wisata, pelatih dalam pembuatan makananminuman tradisional khas Desa Ketingan, sampai dengan pelaku kegiatan pertanian dan seni pertunjukan. Selain berbekal tenaga dan keterampilan, sebagian masyarakat juga sudah mempersiapkan rumahnya untuk menjadi homestay bagi wisatawan, dengan melakukan pembenahan pada beberapa bentuk bagian rumah, sehingga dapat diterima sebagai standard wisatawan.
Seiring berkembangnya teknologi yang semakin memudahkan manusia untuk berinteraksi dengan yang lainnya melalui jejaring sosial, maka Desa Ketingan juga menggunakan media tersebut sebagai salah satu media promosi.
Desa Wisata Ketingan terbentuk karena banyaknya koloni (kelompok) burung kuntul dan blekok yang datang dan singgah di Desa Ketingan mulai tahun 2005, setelah peresmian Gapura Desa Ketingan oleh Sri Sultan HB X.
Kemitraan dengan pihak lain seperti tour operator, desa wisata yang lain telah dilakukan sejak awal pembentukan desa wisata ini.
Desa Wisata Ketingan dikelola oleh warga masyarakat Desa Ketingan.
Laporan Akhir 5 - 4
INSTRUMEN KAJIAN DESA WISATA AMATAN DAYA TARIK Potensi utama desa Nglinggo adalah agrowisata, berupa perkebunan teh, kopi, tanaman buah, karet.
NGLINGGO
Potensi yang lainnya berupa wisata yang mengandung sisi edukasi, seperti peternakan kambing etawa, mulai dari memberi makan, memeras susu, sampai dengan mengolah susu menjadi minuman siap saji; pembuatan gula aren. Dari segi seni dan budaya, Desa Wisata Nglinggo memiliki upacara adat merti desa dengan menampilkan kesenian daerah sambil berkeliling ke seluruh wilayah desa, dalam rangka upacara nyadran. Jathilan, Tarian Lengger Tapeng, yang merupakan sajian khas tarian tradisonal Desa Nglinggo Wisata tema alam dan tema minat khusus menjadi daya tarik lainnya dari desa wisata Nglinggo, disamping lokasi yang berada pada puncak perbukitan Menoreh, pemandangan alam (Curug Watu Jonggol, Puncak Perkebunan Teh) yang ada di Desa Wisata Nglinggo menjadi daya tarik tersendiri. Beberapa rumah penduduk telah disiapkan untuk menjadi tempat homestay bagi wisatawan yang ingin menginap dan melakukan live-in bersama masyarakat desa nglinggo.
AKSESIBILITAS
FASILITAS
Akses untuk menuju Desa Wisata Nglinggo masih sangat kurang memadai, mengingat jalan masuk ke Desa Wisata Nglinggo merupakan jalan yang masuk dalam kelas jalan lokal, sempit, banyak tikungan tajam, tanjakan dan turunan yang ekstrim.
Akomodasi tersedia untuk sekitar 200 orang yang akan ditempatkan di rumah-rumah warga yang telah disiapkan untuk homestay dengan fasilitas yang memadai.
Sudah disediakan angkutan jemputan berupa mobil berjenis van, apabila memerlukan transit dari jalan utama (Kalibawang, Kulonprogo-Kalikotak, Purworejo). Perlu disediakan lokasi transit untuk kendaraan massal ukuran besar yang tidak dapat langsung menjangkau Desa Wisata Nglinggo, baik berupa area parkir maupun tempat peristirahatan sementara (rest area). Penanda (signing) masih sangat kurang. Terumata di bagian jalan masuk pada jalur utama. Moda transportasi umum, microbus, hanya bisa sampai pintu masuk di jalur utama KalibawangKalikotak, sedangkan untuk jalur masuk menuju lokasi jalan kaki, atau menggunakan mobil jemputan yang telah disiapkan oleh pihak desa wisata.
Belum ada pusat cinderamata, pusat oleholeh yang ada di kawasan Desa Wisata Nglinggo. TIC masih bergabung dengan pengurus pemerintahan desa, belum berdiri sendiri sebagai suatu organisasi kepariwisataan yang khusus menangani bidang desa wisata.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Desa Wisata Nglinggo merupakan desa wisata yang mengedepankan kesejahteraan masyarakat, sehingga peran serta masyarakat dalam memajukan Desa Wisata Nglinggo sangat tinggi. Kesadaran wisata bagi masyarakat Nglinggo untuk menjadi tuan rumah yang baik bagi wisatawan menjadikan Desa Wisata Nglinggo menjadi semakin maju dan berkembang baik. Masyarakat secara langsung dapat menerima manfaat yang baik dengan adanya Desa Wisata Nglinggo, sehingga keingin ikut sertaan masyarakat dalam semua kegiataan desa wisata sangat tinggi.
PEMASARAN DAN PROMOSI
KELEMBAGAAN DAN SDM
Media promosi Desa Wisata Nglinggo masih sebatas promosi yang sederhana dan terkesan tradisional, yaitu hanya mengandalkan promosi dari para wisatawan dan pelaku wisata yang pernah hadir dan menikmati suguhan Desa Wisata Nglinggo.
Desa Wisata Nglinggo terbentuk atas desakan wisatawan yang menemukan keindahan, keaslian Desa Nglinggo. Kepala Dusun Nglinggo, saat itu mencoba mendesain sendiri bentuk desa wisata beserta organisasi karang taruna, dengan referensi dari dinas, studi banding, dan berbagai sumber yang lain.
Selain promosi yang sederhana, Desa Wisata Nglinggo telah merambah ke dunia maya, melalui situs resmi dinas pariwisata Kabupaten Kulonprogo, web/blog dari wisatawan yang pernah ke Desa Wisata Nglinggo.
Sistem pengelolaan sepenuhnya masih menjadi tanggung jawab kepala Dusun Nglinggo, sedangkan untuk teknis pelaksanaan diberikan kepada organisasi Karang Taruna Nglinggo. Kedepan, administrasi dan keorganisasian Desa Wisata Nglinggo ini akan diberikan sepenuhnya masalah pengelolaannya kepada Karang Taruna Nglinggo. Desa Wisata Nglinggo telah membangun kerjasama yang cukup rapi dan saling menguntungkan dengan daya tarik wisata maupun desa wisata yang lain di Kabupaten Kulonprogo.
Laporan Akhir 5 - 5
INSTRUMEN KAJIAN
SROWOLAN
DESA WISATA BERBASIS PERPADUAN KEUNIKAN SUMBER DAYA BUDAYA DAN ALAM
DESA WISATA AMATAN DAYA TARIK
AKSESIBILITAS
FASILITAS
Daya tarik utama adalah wisata sejarah dengan keberadaan: a. Pasar Pejuangan Srowolan, pasar kuno yang menjadi saksi bisu perjuangan masyarakat melawan tentara Belanda pada saat clas ke II tahun 1948. Pasar ini tempat bagi penjual untuk menawarkan kuliner tradisional, seperti: opor bebek, sayur lompong dan salak pondoh. Sekaligus sebagai tempat bagi even-even temporer (senam, merti bumi, wayang orang) b. Gudang Garam, bangunan kuno yang dahulu sebagai tempat penyimpanan garam pada waktu jaman Belanda, bangunan ini berada di sebelah Utara Pasar Srowolan. c. Rumah Kuno, berukuran 10 x 12 m berbentuk Sinom, bekas Kecamatan Pakem Lama, berada disebelah Timur Pasar Srowolan. d. Rumah Tinggal Sayuti Melik, pengetik naskah Proklamasi Kemerdekaan, berada di dusun Kadilobo. e. Sekolah Kasultanan, tempat pendidikan pada jaman dahulu, berada di Barat Pasar Srowolan.
Akses jalan, diantaranya: jalan tanah sepanjang 1100 m, jalan conblock sepanjang 600 m, jalan aspal sepanjang 3550 m, namun belum di lalui oleh angkutan umum.
Sarana akomodasi berupa penginapan atau home stay siap huni sejumlah 159 kamar dan dapat menampung 318 wisatawan, yang tersebar di Dusun Srowolan, Kadilobo dan Karanggeneng
Daya tarik wisata pendukung: a. Kesenian yang ada di Pasar Srowolan, antara lain: seni tari, seni suara, membatik, kuda lumping dan karawitan. b. Tradisi Pertanian, kegiatan pertanian seperti angler, tedun dan wiwit. c. Tradisi Daur Hidup, seperti selapanan, mitoni, mantenan dan ruwatan. d. Upacara Adat, seperti
Srowolan belum terjangkau layanan mobil angkutan umum. aksesibilitas masih terbatas dalam pengelolaan infrastruktur, seperti: kondisi jalan dan rambu-rambu penanda. Sebagian besar jalan sudah beraspal, hanya sebagian kecil jalan setapak yang masih tanah. Kondisi jalan cukup baik untuk dilalui oleh kendaraan roda empat, dengan kondisi aspal yang halus, namun di beberapa titik terdapat lubang pada aspal. Lebar jalan dapat dilalui oleh dua kendaraan roda empat, namun untuk bus ukuran besar masih kesulitan untuk mengakses jalan di desa wisata Srowolan. Ada beberapa jalan masuk untuk menuju desa wisata Srowolan, antara lain: jalan Palagan Tentara Pelajar Utara dan Selatan, jalan Turi – Pakem dan jalan Magelang. Diantara beberapa jalan masuk tersebut, kondisi jalan Palagan Tentara Pelajar Selatan merupakan jalan yang paling sering dilewati oleh wisatawan, selain kondisi jalannya yang cukup baik, namun juga mempunyai jarak yang cukup dekat dari jalan utama (Jalan Palagan Tentara Pelajar) menuju desa wisata Srowolan. Mempunyai potensi moda transportasi lokal, yaitu sepeda dan gerobak sapi sebagai moda sekaligus daya tarik
Belum ada pusat cinderamata, pusat oleholeh yang ada di kawasan Desa Wisata Srowolan. Lingkungan desa wisata Srowolan masih sangat alami dengan atmosfer pedesaan yang sangat kental, sehingga pada waktu malam hari kondisi lingkungan desa masih minim penerangan, seperti lampu jalan ataupun lampu di pemukiman. Desa wisata Srowolan mempunyai beberapa rumah makan yang layak untuk menampung wisatawan, antara lain: Rumah makan dan pemancingan“Mina Raharja”; Rumah makan, pemancingan dan outbound “Banyu Sumilir”; Rumah makan “Shaba” Sarana utilitas di desa wisata Srowolan, yaitu meliputi: air bersih serta jaringan sanitasi dan drainase. Di desa wisata Srowolan, persediaan air bersih cukup melimpah hal ini disebabkan oleh adanya sumur yang dapat menyediakan air bersih untuk satu RT, air dari sumur ini disalurkan dengan adanya pompa air. Pompa air tersebut diperoleh dari dana yang dikumpulkan secara swadaya oleh penduduk setempat.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Pemberdayaan masyarakat di Desa Wisata Srowolan cukup mendapat apresiasi yang baik dari masyarakat lokal, hal ini terbukti dengan adanya organisasi pengurus desa wisata Srowolan Pengelolaan desa wisata juga sebagian besar dilakukan oleh masyarakat lokal itu sendiri, dengan beberapa bantuan dari tenaga profesional, misalnya dalam kegiatan outbound sebagai instruktur atau pemandu wisata Rumah-rumah penduduk juga banyak yang difungsikan menjadi homestay, sehingga masyarakat dapat merasakan langsung manfaat dari pariwisata Hal ini masih perlu ditingkatkan terutama kualitas homestay dan kualitas masyarakat sebagai tuan rumah
PEMASARAN DAN PROMOSI
KELEMBAGAAN DAN SDM
Sudah terdapat biro perjalanan yang secara khusus menawarkan desa wisata sebagai suatu paket wisata, seperti Tourista Tour yang menawarkan desa-desa wisata di DIY termasuk desa wisata Srowolan, seperti yang dapat dilihat dari situs internet http://www.bhutours.com /desawisata
Organisasi yang secara khusus mengelola desa wisata Srowolan sudah terbentuk, organisasi ini terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat, ibu-ibu PKK dan Karang Taruna dari dusun Srowolan, dusun Kadilobo dan dusun Karanggeneng. Organisasi tersebut belum secara khusus mengadakan pertemuan, pertemuan diadakan saat akan mengadakan kegiatan atau komunikasi untuk membicarakan masalah dalam lingkup desa wisata Srowolan.
informasi tentang desa wisata Srowolan belum dapat menjangkau daerah yang luas, hal ini kemungkinan disebabkan adanya media promosi yang kurang. Brosur wisata merupakan sumber informasi yang paling banyak diakses wisatawan sebagai salah satu media promosi, sedangkan brosur wisata tidak bisa diperoleh setiap saat karena hanya bisa diperoleh wisatawan saat berkunjung ke suatu destinasi wisata dimana akses dan jumlahnya terbatas.
Dalam pengembangannya sebagai desa wisata, Srowolan telah bekerjasama dengan berbagai pihak dalam hal peningkatan kualitas sumber daya masyarakat dan pemasaran desa wisata Srowolan. Kerjasama yang pernah dilakukan misalnya dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman, universitas-universitas dan pecinta alam untuk mengadakan pelatihan dan Kuliah Kerja Nyata. Kerjasama dengan biro perjalanan wisata dan instansi-instansi dalam memasarkan desa wisata Srowolan. Pengelola desa wisata Srowolan telah bekerjasama dengan pihak lain, misalnya Disparda Sleman, universitasuniversitas, tour operator, pecinta alam dan instansiinstansi dalam pengembangan SDM dan usaha untuk menarik serta mempromosikan desa wisata Srowolan. Pelatihan dan peningkatan SDM masyarakat desa wisata Srowolan belum dapat memberi manfaat secara langsung kepada Laporan Akhir 5 - 6 masyarakat karena belum adanya ketertarikan dan keseriusan untuk
INSTRUMEN KAJIAN
KEMBANGARUM
DESA WISATA AMATAN DAYA TARIK
AKSESIBILITAS
FASILITAS
Daya tarik utama: wisata pendidikan (sanggar lukis, perpustakaan, membatik) yang dikemas secara alam
Akses dari kota Jogja cukup mudah untuk dijangkau oleh kendaraan pribadi dan angkutan umum (Terminal Giwangan (bus Jogja-Tempel) – turun di Pasar Sleman – naik jalur D4)
Terdapat rumah yang dibangun khusus untuk para tamu dan penginapan. Rumah ini dibangun dari bambu, berlantai tanah, dan dihiasi dengan wayang dan lukisan-lukisan
Jalan di kawasan desa Kembangarum ditata sedemikian rupa dengan Pagar batu yang ditata, tampak menyatu dengan alam, natural dan sederhana. Berbagai tanaman hias ditanam di sepanjang gang. Perpaduan ini jelas membedakan desa Kembangarum dari desa biasa.
Masjid
Daya tarik pendukung: Agrowisata salak, Permainan tradisional seperti enggrang, engklek, dakon, gobak sodor, dan lainnya dapat dimainkan di lokasi tersebut. Terdapat juga Sungai di desa ini juga dijadikan sebagai sarana permainan (outbound), area pemancingan, kuliner khas (nasi takir), pijat dengan nuansa alami dan tradisional,
Homestay Arena pemainan Sanggar lukis Perpustakaan wisata Mobil untuk jelajah alam Rumah makan
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Melibatkan masyarakat langsung sebagai pengelola desa wisata Masyarakat terjun langsung sebagai pelaku wisata (pembimbing, instruktur, pemandu wisata)
PEMASARAN DAN PROMOSI Website Brosur Kerjasama dengan pihak lain melalui sanggar Pratista Penyelenggaraan even (pijat massal, lomba dll) Acara di televisi nasional (Si Bolang, Wisata Kuliner, Jelang Siang dll)
KELEMBAGAAN DAN SDM Kawasan merupakan tanah kas daerah dan sanggar Pratista yang di kelola oleh Pengelola desa wisata Kembangarum Kegiatan-kegiatan dalam desa wisata ini banyak melibatkan peran masyarakat Kembang Arum sendiri. Dengan melibatkan warga secara langsung (pengelola, pendamping dll) Pelatihan sebagai instruktur lukis, pemandu, pemijat dll Desa mendapatkan keuntungan langsung dari retribusi pengunjung
Laporan Akhir 5 - 7
INSTRUMEN KAJIAN DESA WISATA AMATAN DAYA TARIK
AKSESIBILITAS
FASILITAS
Daya Tarik Utama: Watu Gendong, Watu Payung, Watu Gajah, Watu Persembahan, Watu Dakon, Makam Pentingsari (lokasi pejuang tahun 1948-1949), Sendang Sari, Luweng Sunan Kalijaga (sejak tahun 1477).
Akses masuk ke lokasi Desa Wisata Pentingsari cukup memadai dan terbilang cukup memadai.
Akomodasi tersedia dalam bentuk homestay yang menjadi satu dengan permukiman warga yang berjumlah 70 rumah, yang didalamnya termasuk menyediakan makanan harian. Selain itu akomodasi juga didukung homestay yang masih dalam tahap pengembangan sebanyak 52 rumah.
PENTINGSARI
Daya Tarik Pendukung: Camping, Outbound, Kesenian (kuda lumping, angguk, Sholawatan, karawitan, cokekan, tarian jawa, tradisi manten/pernikahan, tradisi kenduri, gamelan, membatik, kreasi janur).
Penanda (signage) yang dipasang cukup jelas. Micro bus dapat digunakan sampai ke area parkir yang telah disiapkan oleh desa wisata.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Masyarakat sangat antusias dan berperan aktif dalam mengelola dan mengembangkan desa wisata Pentingsari, hal ini terlihat dari kesiapan masyarakat menyediakan fasilitas-fasilitas dan kegiatan pendukung kepariwisataan bagi wisatawan. Masyarakat desa wisata Pentingsari juga berperan aktif dalam setiap kegiatan yang seringkali diadakan dalam menyambut wisatawan yang datang, baik dalam bentuk pentas kesenian (tari penyambutan, gamelan, karawitan, dll), dan kegiatan kepariwisataan yang lainnya.
PEMASARAN DAN PROMOSI
KELEMBAGAAN DAN SDM
Desa wisata Pentingsari telah bekerjasama secara aktif dengan Pemerintah Pusat melalui Kemenparekraf dan pemerintah Kota Yogyakarta dalam kegiatan promosinya. Selain itu desa wisata Pentingsari telah menjadi desa wisata unggulan yang menjadi percontohan bagi desa wisata-desa wisata yang lain.
Desa wisata Pentingsari ditetapkan menjadi desa wisata pada tanggal 15 April 2008 berdasarkan surat Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman nomor 556/336, dengan mengangkat tema alam budaya dan pertanian yang berwawasan lingkungan. Berangkat dari kehidupan sederhana masyarakat desa yang ingin mengembangkan desa Pentingsari sebagai desa wisata agar dapat memberikan tambahan nilai ekonomi, social dan budaya bagi warganya.
Desa Wisata Pentingsari sudah sangat terkenal, baik di dunia pariwisata pada umumnya, maupun dunia maya di bidang pariwisata. Desa wisata Pentingsari juga menjalin kerjasama dengan tour operator dan travel agent yang ada di Provinsi DI Yogyakarta.
Dengan dukungan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif melalui PNPM Mandiri Pariwisata yang diterima sejak tahun 2009, maka desa wisata Pentingsari menjadi salah satu desa wisata yang paling diminati wisatawan dari berbagai kalangan. Sebagian besar SDM di desa wisata ini terlibat aktif dalam mengelola desa wisata Pentingsari. Dalam memenuhi kebutuhan daya tarik pendukungnya, desa wisata Pentingsari bekerjasama dengan desa wisata-desa wisata lainnya, seperti dalam memenuhi pertunjukan kesenian, atau pertunjukan budaya lainnya yang dipesan secara khusus oleh wisatawan yang akan datang berkunjung.
Laporan Akhir 5 - 8
INSTRUMEN KAJIAN DESA WISATA AMATAN
BOBUNG
DESA WISATA BERBASIS KEUNIKAN AKTIFITAS EKONOMI KREATIF
DAYA TARIK
AKSESIBILITAS
FASILITAS
Daya tarik utama desa wisata Bobung adalah kerajinan topeng (batik kayu)
Akses masuk ke lokasi Desa Wisata Bobung sangat memadai dan terbilang cukup bagus.
Pendukung daya tarik utamanya adalah belajar membuat topeng, membatik kayu, dan pagelaran kesenian budaya Desa Bobung.
Penanda yang dipasang juga sangat jelas.
Akomodasi hanya tersedia di beberapa rumah, hanya untuk 50an tamu menginap, karena sebagaian besar wisatawan ke desa wisata ini ratarata hanya membutuhkan waktu setengah hari untuk mengikuti kegiatan pelatihan membatik kayu.
Micro bus dapat digunakan sampai ke area parkir yang telah disiapkan oleh desa wisata.
Pusat cenderamata ada di hampir setiap rumah di pinggir jalan Desa Bobung, yaitu berupa showroom kerajinan topeng, dan ukir kayu.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Sebagian besar masyarakat Desa Bobung berprofesi sebagai pengrajin topeng kayu (batik kayu), dengan penetapan Desa Bobung menjadi desa wisata, maka profesi masyarakat Bobung menjadi bertambah, yaitu sebagai pelaku wisata (pemandu wisata, pengelola desa wisata) Masyarakat sangat antusias dengan adanya desa wisata Bobung, hal ini terlihat dengan kesiapan masyarakat untuk membuat area parkir bagi wisatawan.
PEMASARAN DAN PROMOSI
KELEMBAGAAN DAN SDM
Desa Wisata Bobung lebih terkenal sebagai desa pengrajin topeng kayu daripada desa wisata pada umunya. Sehingga promosi dan kemitraan yang dilakukan sebatas dalam hal pengembangan usaha penjualan hasil kerajinan topeng kayu.
Banyaknya permintaan untuk ikut mempelajari cara pembuatan topeng, maka tahun 2006 dibentuklah desa wisata yang disyahkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Gunung Kidul.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kegiatan kepariwisataan di Desa Wisata Bobung mulai terasa dampaknya, masyarakat disamping menjadi pengrajin, juga dapat menjadi pemandu wisata yang bagus, kesenian tradisi diaktifkan kembali, bahkan diajarkan kepada masyarakat yang masih berusia sekolah.
Selain untuk pertunjukan menerima tamu di desa wisatanya sendiri, kesenian Desa Wisata Bobung sering digunakan untuk membantu pertunjukan di desa wisata yang lain (seperti, Nglanggeran). Mendapatkan bantuan bibit, pupuk untuk tanaman kayu yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kerajinan. Bibit dan pupuk di bagikan kepada seluruh masyarakat, dengan harapan, hasilnya disamping untuk mencukupi kebutuhan dasar barang kerajinan seluruh Bobung, juga dapat meningkatkan penghasilan masyarakat sekitar.
Laporan Akhir 5 - 9
INSTRUMEN KAJIAN DESA WISATA AMATAN DAYA TARIK
AKSESIBILITAS
FASILITAS
Daya tarik utama berupa wisata belanja kerajinan gerabah dan kerajinan lain dari desa disekitar kasongan
Akses menuju Desa Wisata Ksongan dari arah Kota Yogyakarta melalui Jalan Raya Bantul. Dengan kualitas jalan raya antar kota.
Terdapat banyak showroom di sepanjang jalan desa yang digunakan untuk memasarkan kerajinan gerabah kasongan
Pengunjung dapat menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum jurusan Jogja Bantul.
Beberapa rumah warga yang digunakan sebagai homestay
KASONGAN
Kegiatan pelatihan pembuatan gerabah khas kasongan Kegiatan live in di beberapa homestay yang disediakan di Kasongan
Terdapat Gerbang Desa Wisata Kasongan yang unik dan sangat mudah dikenali untuk memasuki kawasa Kasongan.
bangunan koperasi dan UPT Setya Bawana yang disediakan oleh pemerintah sebagai tempat pelatihan pembuatan gerabah Edotel kasongan, kerja sama antara pemerintah desa dengan SMK N 1 Sewon Area parkir yang cukup luas yang dapat menampung bus pariwisata maupun kendaraan umum lain
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PEMASARAN DAN PROMOSI
KELEMBAGAAN DAN SDM
Pengelolaan desa wisata belum terstruktur
Pemasaran yang paling banyak berasal dari kegiatan perdagangan kerajinan gerabah Kasongan, termasuk ekspor barang kerajinan hingga ke luar negeri.
Kegiatan pembuatan kerajinan gerabah kasongan telah dilakukan sejak jaman kolonial Belanda, dilakukan secara turun temurun.
Wisatawan sebagian besar datang untuk berbelanja gerabah, maupun kerajinan lain ditampung oleh showroom secara personal
Pemasaran melalui kunjungan wisata dari travel agent
98% Penduduk Dusun Kasongan bermata pencaharian sebagai pengrajin gerabah tradisional
Pengunjung yang ingin melakukan kegiatan pelatihan pembuatan kerajinan gerabah dipandu oleh pengelola UPT Setya Bawana. Kegiatan wisata lain yang ada di Desa Wisata Kasongan dilakukan oleh individu.
Melalui media massa elektronik dari televisi maupun online
Tidak ada sistem pengelolaan secara khusus untuk kegiatan Desa Wisata Kerajinan yang di pasarkan di Desa Wisata Kasongan terdapat berbagai macam, khusus untuk kerajinan gerabah berasal dari Dusun Kasongan, sedangkan kerajinan lain berasal dari desa – desa lain yang ada disekitarnya. Pemerintah Desa Bangunjiwo membentuk sebuah jejaring KAJIGELEM (Kasongan, Jipangan, Gendheng dan Lemah Dadi) sebuah jejaring antar dusun penghasil kerajinan didalam Desa Bangunjiwo.
Laporan Akhir 5 - 10
INSTRUMEN KAJIAN DESA WISATA AMATAN DAYA TARIK
AKSESIBILITAS
FASILITAS
Prawirotaman sebagai sebuah kampung pusat industri batik cap yang dikelola oleh keturunan seorang bangsawan kraton yang bernama Prawirotomo.
Akses sangat terjangkau, terletak di bagian selatan kota Yogyakarta.
Terdapat berbagai macam penginapan mulai dari guest house, hotel melati, hotel bintang hingga boutique hotel
PRAWIROTAMAN
Prawirotaman dikenal sebagai kampung turis. Penginapan murah untuk turis dengan rate 50rb sampai 300rb
Keanekaragaman daya tarik wisata (alam, budaya dan khusus) baik masih embrional dan sudah berkembang Keunikan daya tarik wisata unggulan dan adanya daya tarik wisata pendukung sebagai pelengkap konsep something to see, something to do dan something to buy
Terdapat berbagai macam restaurant dengan nuansa tradisional, nasional internasional, pastry cafe, bakery, warung dan sebagainya Terdapat fasilitas bank, atm, mini market 24 jam, apotek 24 jam, tour agent, tour operator, souvenir shop
Hingga sekarang sebagian besar penginapan masih dikelola oleh leh keturunan Prawirotomo, terdiri dari tiga keluarga besar yaitu Werdoyoprawiro, Suroprawiro, dan Mangunprawiro.
KESIMPULAN
Moda transportasi mudah, dapat ditempuh dengan kendaraan umum seperti trans Jogja, bus kota, taksi, becak, andong, . Untuk berkeliling dapat digunakan becak.
Akses menuju desa wisata yang terjangkau dengan kendaraan pribadi maupun umum Kondisi akses di dalam desa wisata yang baik dan mempunyai rambu-rambu yang cukup jelas Mempunyai moda transportasi yang khas di dalam kawasan desa wisata Penanda kawasan (landmark) yang mudah dikenali sebagai suatu daya tarik wisata.
Mempunyai fasilitas pariwisata yang cukup lengkap (penginapan/ homestay, rumah makan, toko cinderamata) Kualitas fasilitas pariwisata yang baik yang mencukupi kebutuhan wisatawan Mempunyai/ dekat dengan fasilitas umum lainnya
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PEMASARAN DAN PROMOSI
Masyarakat sebagai pengelola utama kawasan prawirotaman, sekaligus perencana kawasan tersebut. Pengelolaan kebersiha dan keamanan merupakan tanggung jawab dari seluruh masyarakat prawirotaman.
Melalui travel Agent
Sebagian besar hotel dan fasilitas pariwisata lainnya dimiliki dan atau dikelola oleh masyarakat prawirotaman.
agoda.com
Media promosi online melalui media jejaring sosial facebook, twitter, path, instagram Group Backpacker Brosur pariwisata milik pemerintah id.hotel.com www.yogyes.com www.tripadvisor.com
Masyarakat secara langsung dapat menerima manfaat yang baik dengan adanya Kampung Wisata Prawirotaman, bahkan manfaat tersebut menyebar hingga kampung-kampung yang ada disekitarnya.
Pelibatan masyarakat lokal/ asli yang tinggi pada kegiatan kepariwisataan di desa wisata tersebut (sebagai pengambil keputusan, pegelola, pelaku wisata) Usaha pariwisata di kawasan desa wisata (homestay, toko cinderamata, rumah makan) yang langsung dikelola oleh masyarakat lokal
KELEMBAGAAN DAN SDM Prawirotaman sebagai sebuah kampung dikenal sejak abad ke-19, saat seorang bangsawan kraton bernama Prawirotomo menerima hadiah sepetak tanah dari kraton. Sejak awal, kampung ini memang mempunyai peran yang tak kecil bagi Yogyakarta. Masa pra kemerdekaan, kampung ini menjadi konsentrasi laskar pejuang. Pasca kemerdekaan, tepatnya tahun 60-an, kampung ini dikenal sebagai pusat industri batik cap yang dikelola oleh keturunan Prawirotomo. Sementara sejak tahun 70an, seiring meredupnya industri batik cap, para keturunan Prawirotomo banting setir ke jasa penginapan dan Prawirotaman pun mulai dikenal sebagai kampung turis.
Promosi melalui media website, brosur, dan even rutin Ikut serta dalam website pemerintah daerah Kerjasama dengan pihak lain dalam memasarkan desa wisatanya (tour agent, hotel dll)
Adanya paguyuban/ organisasi pengurusan desa wisata yang dikelola langsung oleh masyarakat lokal Terdapat pelatihan dari pemerintah maupun dari organisasi desa wisata langsung untuk pengembangan ketrampilan para masyarakat desa wisata dalam hal pengelolaan desa wisata
Laporan Akhir 5 - 11
BAB
6
INSTRUMEN STANDARISASI/ GUIDELINES PENGEMBANGAN DESA WISATA
KAJIAN PENGEMBANGAN DESA WISATA DI DIY
Laporan Akhir 6 - 0
6.1.
INSTRUMEN DASAR PENGEMBANGAN DESA WISATA
6.1.1. INSTRUMEN DASAR DESA WISATA Suatu desa dapat dikembangkan menjadi Desa Wisata apabila memiliki kriteria dasar sebagai berikut: A. Potensi Daya Tarik Wisata yang Unik dan Khas Memiliki potensi produk/ daya tarik yang unik dan khas yang mampu dikembangkan sebagai daya tarik kunjungan wisatawan (sumber daya wisata alam, budaya). Potensi obyek dan daya tarik wisata merupakan modal dasar bagi pengembangan suatu kawasan pedesaan menjadi Desa Wisata. Potensi-potensi tersebut dapat berupa: 1) Potensi fisik (persawahan, perbukitan, bentang alam, lingkungan perkampungan yang unik dan khas, arsitektur bangunan yang unik dan khas, dan sebagainya). 2) Potensi kehidupan sosial budaya masyarakat (pola kehidupan keseharian masyarakat yang unik dan khas, adat istiadat dan tradisi budaya, dan sebagainya). 3) Potensi industri kreatif dari hasil karya (kerajinan tangan, gerabah, dan sebagainya)
masyarakat
Laporan Akhir 6 - 1
B. Dukungan aksesbilitas yang baik, baik menuju dan di dalam kawasan Memiliki daya dukung berupa aksesibilitas yang mudah dijangkau oleh wisatawan, baik dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Dan didukung dengan rambu-rambu penanda yang memudahkan wisatawan dalam menuju kawasan desa wisata tersebut. Serta mempunyai dukungan akses yang baik di dalam kawasan desa wisata (akses jalan yang aman dan nyaman, rambu-rambu penanda, moda transportasi lokal yang unik dan menarik yang dapat menjadi daya tarik tersendiri dalam menikmati wisata di kawasan tersebut.)
C. Peluang dan Dukungan Ketersediaan Fasilitas dan Sarana Prasarana Dasar Memiliki
peluang
dan
dukungan
ketersediaan
untuk
pengembangan fasilitas dan sarana prasarana pedesaan, seperti: akomodasi (homestay), area pelayanan umum, area kesenian dan lain sebagainya. Aktifitas wisata pedesaan akan
Laporan Akhir 6 - 2
dapat berjalan baik dan menarik apabila didukung dengan ketersediaan fasilitas penunjang yang memungkinkan wisatawan dapat tinggal, berinteraksi langsung dengan masyarakat lokal, dan belajar mengenai kebudayaan setempat, kearifan lokal dan lain sebagainya.
D. Komunitas Masyarakat, Sikap Menerima dan Komitmen yang Kuat dari Masyarakat Setempat Memiliki komunitas masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut, serta memiliki sikap menerima dan komitmen yang kuat terhadap kegiatan kepariwisataan sebagai bentuk kegiatan yang akan menciptakan interaksi antara masyarakat lokal (sebagai tuan rumah/ host) dengan wisatawan (sebagai tamu/ guest) untuk dapat saling berinteraksi, menghargai dan memberikan manfaat yang saling menguntungkan, khususnya bagi masyarakat lokal adalah penghargaan dan pelestarian budaya setempat dan adanya manfaat ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat lokal, melalui pemberdayaan masyarakat di bidang pariwisata. Sedangkan bagi wisatawan adalah pengkayaan wawasan melalui pengenalan budaya lokal.
Laporan Akhir 6 - 3
Untuk itu perlu adanya semangat dan motivasi yang kuat dari masyarakat dalam menjaga karakter yang khas dari lingkungan fisik alam pedesaan dan kehidupan budaya yang hidup dan tumbuh dalam masyarakat setempat.
E. Potensi SDM Lokal yang Mendukung Memiliki dukungan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) lokal yang cukup dan memadai untuk mendukung pengelolaan dan pengembangan desa wisata. Pengembangan desa wisata dimaksudkan untuk memberdayakan potensi SDM setempat sehingga mampu meningkatkan kapasitas dan produktifitasnya secara ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan melalui bidang-bidang yang dimilikinya. Dengan demikian dampak positif pengembangan pariwisata di desa tersebut akan dapat dirasakan langsung masyarakat setempat.
Laporan Akhir 6 - 4
F. Potensi dan Wisatawan
Kemampuan
dalam
Menciptakan
Pasar
Memiliki potensi dan kemampuan dalam menciptakan pasar wisatawan sebagai salah satu unsur pendukung kesinambungan pengembangan desa wisata. Kesiapan desa wisata harus diimbangi dengan kemampuan untuk membangun jejaring pasar dengan para pelaku industri pariwisata, dengan berbagai bentuk kerjasama dan pengembangan media promosi sehingga potensi desa tersebut muncul dalam peta produk dan pemaketan wisata di daerah, regional, nasional maupun internasional. Sehingga dapat dijaring peluang kunjungan wisatawan ke desa tersebut, termasuk promosi dan pemasaran juga dilakukan oleh pengelola Desa Wisata langsung kontak kepada Pasar.
Laporan Akhir 6 - 5
6.1.2. KOMPONEN DASAR DESA WISATA
Terdapat beberapa komponen pembentuk desa wisata, antara lain: 1) Batasan geografis ataupun administratif yang jelas. 2) Potensi daya tarik wisata baik alam, budaya maupun karya kreatif sebagai unsur penarik kunjungan wisatawan. 3) Masyarakat yang antusias dan mendukung pengembangan desa wisata. 4) Fasilitas pariwisata sebagai unsur pendukung wisatawan dalam melakukan aktifitas wisata di desa tersebut (akomodasi/ homestay, warung makan yang dikelola oleh masyarakat, pusat informasi wisata dan lainnya). 5) Sarana prasarana yang berupa jaringan jalan, moda angkutan wisata yang mendukung kemudahan wisatawan dalam mencapai desa tersebut. 6) Organisasi pengelolaan desa wisata yang berfungsi sebagai unit pengelola kegiatan wisata di desa tersebut (merencanakan, melaksanakan, mengelola, mengevaluasi/ monitoring kegiatankegiatan pengembangan). 7) Sumber daya manusia yang menjadi motor pengelolaan kegiatan wisata di desa tersebut.
penggerak
Laporan Akhir 6 - 6
6.1.3. PERSYARATAN DASAR PEMBENTUKAN DESA WISATA A. Maksud Dengan maksud agar pembentukan dan pengelolaan desa wisata yang tidak sedikit melibatkan anggota masyarakat pendukungnya dapat berjalan sebagaimana mestinya, terarah/ terpandu atas kreatifitas dan solidaritas serta keterlibatan social yang tumbuh atau ditumbuhkan maka, diperlukan semacam surat keputusan pengukuhan dari pemerintah (Gubernur/ Bupati) atas keberadaan desa wisata. Selanjutnya surat keputusan pengukuhan dari pemerintah ini diarahkan untuk: 1) Meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya pengelolaan desa wisata. Pariwisata pedesaan adalah pariwisata dengan daya tarik berupa kehidupan desa yang memiliki ciri – ciri khusus dalam masyarakatnya. 2) Membangun generasi muda berkenaan dengan pentingnya daya baca dan daya paham generasi dimaksud terhadap pelestarian, pengelolaan, pun pemeliharaan desa wisata yang melingkupi budaya dan alam desa itu. 3) Menumbuh – kembangkan sikap apresiasi masyarakat terhadap potensi daya tarik alam dan budaya. 4) Dapat berupaya “mendiskripsikan” dan “mendistribusikan” berbagai hal terkait dengan produk wisata berbasis potensi wisata pedesaan tanpa mengabaikan aspek lingkungan. 5) Dapat berupaya untuk senantiasa peduli terhadap masa depan desa untuk pengelolaan/ pengembangan wisata. Dengan demikian masyarakat lebih tergerak hatinya untuk bertanggung jawab melestarikan dengan menjual desa tanpa kehilangan desanya. 6) Menghimpun berbagai masukan untuk menyusun dan mengembangkan kebijakan pembangunan yang berkaitan dengan upaya pelestarian dan pengembangan desa wisata yang sejalan dengan pendekatan pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Laporan Akhir 6 - 7
B. Persyaratan Bagi masyarakat yang ingin membentuk, mengelola desanya menjadi desa wisata harus memiliki surat keputusan Pengukuhan dari pemerintah (Gubernur/ Bupati) dengan persyaratan yang harus dipenuhi, antara lain; sebagai berikut: 1) Desanya memiliki daya tarik yang aseli, otentik, dan unik berciri khas pedesaan/ perkampungan. 2) Memiliki sumber daya manusia dan lembaga yang mumpuni untuk mengelola desanya. 3) Memperoleh daya dukung yang sungguh – sungguh dari masyarakat yang dapat terpresentasikan melaui pengamalan sapta pesona pariwista (aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah – tamah, dan kenangan). 4) Memiliki sarana/ prasarana penunjang yang memadai. Misal: sekretariat, akses, MCK, homestay, kesenian, tempat pentas, penunjang atraksi, papan nama/ petunjuk, sarana teknologi informasi. 5) Memiliki aktifitas sebagai upaya tindakan pengelolaan yang “kredibel” dan laku “jual”. Mampu melakukan atau membuat pelatihan, pengemasan produk wisata, kegiatan usaha, Data kunjungan, marketing dan promosi, “net – working”. 6) Mengajukan permohonan untuk memperoleh Surat Keputusan di maksud, siap dan sanggup dilakukan penilaian oleh pihak yang “berwenang” dengan apa adanya. (Dinas Pariwisata DIY, 2012 dalam Purwanggono, 2013)
Laporan Akhir 6 - 8
6.2.
INSTRUMEN STANDARISASI/ GUIDELINES PENGEMBANGAN DESA WISATA Untuk mengembangkan sebuah desa wisata, penting untuk mengetahui terlebih dahulu sejauh mana potensi dan perkembangan yang sudah terjadi di sebuah desa wisata sehingga dapat disusun strategi dan program yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. Berdasarkan Tourism Life Cycle dan Product Life Cycle maka tingkat perkembangan suatu desa wisata sebagai sebuah produk wisata dapat dikategorikan ke dalam 3 (tiga) tahapan yaitu embrio/ potensial, berkembang, dan maju. Sementara, indikator untuk masing-masing tahapan adalah sebagai berikut:
6.2.1. EMBRIO/ POTENSIAL Tahapan Embrio/ Potensial. Pada tingkatan ini, sebuah desa dicirikan sebagai berikut: No.
INSTRUMEN
INDIKATOR
1.
Daya Tarik
a. Masih berupa potensi yang dapat dikembangkan untuk menjadi daya tarik wisata b. Pemanfaatan potensi masih sebatas digunakan oleh masyarakat lokal dan sekitar
2.
Aksesibilitas
a. Pengembangan aksesibilitas wisata masih terbatas b. Akses ke kawasan masih berupa transportasi umum belum transportasi wisata
3.
Fasilitas
a. Pengembangan fasilitas wisata masih terbatas
4.
Pemberdayaan Masyarakat
a. Kesadaran masyarakat terhadap potensi wisata belum tumbuh/ masih rendah. b. Masyarakat sebatas melakukan aktifitas sehari-hari untuk mencari nafkah (bertani, beternak dan
Laporan Akhir 6 - 9
No.
INSTRUMEN
INDIKATOR sebagainya)
5.
Pemasaran dan promosi
a. Belum ada/ masih sedikit sekali wisatawan yang berkunjung b. Belum adanya media promosi tentang desa wisata tersebut
6.
Kelembagaan dan SDM
a. Belum memiliki organisasi kepengurusan desa wisata b. Masih secara spontan dalam menerima kunjungan wisatawan c. Belum adanya pengembangan kualitas dalam bidang kepariwisataan
6.2.2. BERKEMBANG Berkembang. Pada tingkatan ini, sebuah desa dicirikan sebagai berikut: No.
INSTRUMEN
INDIKATOR
1.
Daya Tarik
a. Potensi daya tarik sudah mulai dikelola b. Munculnya aktifitas perdagangan disekitar daya tarik wisata c. Munculnya daya tarik wisata dari aktifitas dan budaya lokal dari masyarakat
2.
Aksesibilitas
a. Terdapat rambu-rambu penanda keberadaan desa wisata b. Terdapat angkutan umum menuju kawasan tersebut c. Mempunyai akses untuk kendaraan pribadi
3.
Fasilitas
a. Sudah terdapat pengembangan sarana prasarana dan fasilitas pariwisata b. Pengunaan fasilitas umum desa dan fasilitas pribadi masyarakat sebagai fasilitas wisata secara spontan
4.
Pemberdayaan
a. Sudah mulai tercipta lapangan
Laporan Akhir 6 - 10
No.
INSTRUMEN Masyarakat
INDIKATOR pekerjaan dan aktifitas ekonomi bagi masyarakat setempat b. Kesadaran masyarakat terhadap potensi wisata sudah mulai tumbuh.
5.
Pemasaran dan promosi
a. Sudah mulai dikenal dan dikunjungi wisatawan b. Sudah mempunyai media promosi (website, brosur)
6.
Kelembagaan dan SDM
a. Mempunyai organisasi kepengurusan desa wisata b. Masih memerlukan pendampingan dari pihak terkait (pemerintah, swasta)
6.2.3. MAJU Maju. Pada tingkatan ini, sebuah desa dicirikan sebagai berikut: No.
INSTRUMEN
INDIKATOR
1.
Daya Tarik
a. Daya tarik wisata sudah berkembang dan menjadi tujuan wisata rutin para wisatawan b. Terdapat aktifitas perdagangan di sekitar daya tarik wisata, sekaligus sebagai daya tarik tersendiri c. Daya tarik wisata dari aktifitas dan budaya masyarakat sudah berkembang
2.
Aksesibilitas
a. Memiliki rambu-rambu penanda yang jelas untuk menuju kawasan tersebut b. Mempunyai akses untuk kendaraan pribadi dan kendaraan umum besar c. Mempunyai moda transportasi di dalam kawasan yang sekaligus dapat menjadi daya tarik
3.
Fasilitas
a. Sarana prasarana dan fasilitas pariwisata sudah memadai b. Berkembangnya fasilitas wisata yang memanfaatkan potensi dari
Laporan Akhir 6 - 11
No.
INSTRUMEN
INDIKATOR masyarakat (homestay, persawahan, kebun dsb)
4.
Pemberdayaan Masyarakat
a. Masyarakat sudah sepenuhnya sadar akan potensi wisata termasuk pengembangannya. b. Masyarakat terlibat langsung dalam pengelolaan daya tarik wisata
5.
Pemasaran dan promosi
a. Sudah menjadi destinasi wisata yang dikenal dan banyak dikunjungi oleh wisatawan b. Mampu melakukan promosi dan pemasaran secara swadaya serta mengembangkan jaringan kerjasama dengan pihak luar.
6.
Kelembagaan dan SDM
a. Masyarakat sudah mandiri dan mampu mengelola usaha pariwisata secara swadaya (SDM, produk, organisasi, dsb). b. Dapat menjadi model percontohan bagi pengembangan desa-desa wisata lainnya.
Laporan Akhir 6 - 12
BAB
7
PROGRAM PENGEMBANGAN DESA WISATA
KAJIAN PENGEMBANGAN DESA WISATA DI DIY Laporan Akhir 7 - 0
7.1.
STRATEGI PENGEMBANGAN Dalam rangka mengantisipasi berbagai dinamika yang terkait dengan pengelolaan desa wisata, dan mempertimbangkan kondisi objektif sebagian besar desa-desa wisata saat ini dan dengan tujuan untuk mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya yang tersedia desa wisata agar dapat dilakukan dan dikendalikan oleh masyarakat lokal. Beberapa langkah yang dapat ditempuh antara lain. A. Skala Usaha Kecil Idealnya usaha tersebut berskala kecil agar mampu menjadi jembatan bagi masyarakat untuk mengasah ketrampilan bisnis (Nasikun, 1997; WTO, 2003). Salah satu bentuk konkretnya adalah jasa akomodasi, seperti homestay atau jenis usaha lain yang berskala kecil. Seperti umum diketahui, bahwa usaha-usaha kecil nonpertanian sudah cukup lama berkembang di pedesaan dan memberikan kontribusi penting bagi diversifikasi dan peningkatan pendapatan rumahtangga (Sawit, et.al, 1993; Effendi, et.al, 1996; Abdullah, et.al, 1995). Meskipun usaha-usaha demikian umumnya berskala mikro, namun pengelolanya memiliki ketrampilan khusus, keuletan, kerja keras yang produktif di dalam menjalankan usahanya. Hal ini dapat lebih mudah ditransformasikan ke sektor jasa, seperti usaha pariwisata.
B. Padat Karya Usaha pariwisata di desa sebaiknya tidak padat modal (capital intensive), tetapi berbasis padat karya (labour intensive). Besaran modal ini lebih sesuai dengan kondisi umum yang dihadapi oleh pengelola usaha pariwisata tentang kesulitan memperoleh modal. Sebaliknya, membiarkan modal besar sebagai kekuatan pengembangan akan mengakibatkan tersingkirnya penduduk lokal dari arena kompetisi.
Laporan Akhir 7 - 1
C. Penyerapan Tenaga Kerja Lokal Dalam pengelolaan usaha pariwisata sebaiknya menggunakan tenaga kerja setempat, agar dapat menghindari marjinalisasi penduduk lokal dalam pengembangan pariwisata pedesaan. Namun demikian, syarat pemanfaatan tenaga kerja lokal ini cukup dilematis ketika berhadapan dengan realitas mutu atau kompetensi yang masih rendah. Di sisi lain keterbatasan jumlah tenaga kerja trampil ini mengakibatkan okupasi-okupasi strategis di sektor pariwisata dikuasai oleh kaum pendatang (Vorlaufer, 1979; Damanik, 2001; Karim, 2008). Oleh sebab itu harus dicari solusi cerdas berupa pemberian pelatihan yang berorientasi pada kompetensi teknis bagi tenaga kerja lokal.
D. Bahan Baku Lokal Pengelolaan desa wisata sedapat mungkin menggunakan bahan baku lokal. Penggunaan bahan baku lokal memiliki manfaat ganda, yakni memberikan efek atau nilai ekonomi sumberdaya lokal dan menguatkan citra lokal dalam desa wisata. Banyak contoh positif maupun negatif pengembangan desa wisata yang terkait dengan bahan baku lokal ini dengan segala konsekuensi yang menyertainya. Di sebuah desa wisata di Sumba Barat Daya, terdapat bangunan akomodasi yang 90 persen berbahan baku lokal, mulai dari lantai, dinding, tiang, atap, pintu sampai perlengkapan tidur. Bambu, batang kelapa, pasir, dan ilalang yang tersedia melimpah menjadi lebih bernilai dari sebelumnya dan masyarakat setempat menikmati keuntungan dari pemanfaatan bahan baku tersebut. Berbeda dengan itu di Nias, masyarakat terlanjur menyukai bahan baku asing, seperti seng, asbes, beton dan kaca sebagai bahan bangunan akomodasi yang jelas bukan produk lokal, melainkan bahan yang didatangkan dari daratan Sumatera dengan biaya tinggi, Bisa dipastikan bahwa potensi rembesan keluar (leakages) dari hasil pariwisata setempat cukup besar, sementara peningkatan nilai ekonomi komoditas lokal menjadi macet.
Laporan Akhir 7 - 2
E. Menekan Eksploitasi Sumberdaya lokal dan Pencemaran Lingkungan Pengelolaan desa wisata sebaiknya mampu menekan potensi pencemaran lingkungan dan eksploitasi sumberdaya lokal. Salah satu kekuatan desa wisata adalah alam yang relatif asri dan lestari. Penggerusan kelestarian alam atas alasan apa pun pasti akan menjadi bumerang yang mematikan bagi desa wisata. Oleh sebab itu keseimbangan pemanfaatan kawasan menjadi syarat penting. Daerah pedesaan yang menawarkan pertanian sebagai basis atraksi wisata harus dikendalikan untuk tetap menjaga keseimbangan luas area pertanian dengan zona pengembangan infrastruktur pariwisata. Pemanfaatan sumberdaya lokal, misalnya air, yang digunakan baik untuk keperluan pertanian maupun pariwisata perlu dikendalikan agar tidak mematikan salah satu atau kedua aktivitas tersebut. Pedesaan yang mengembangkan pariwisata pantai dan bahari harus mampu menciptakan langkah pelestarian lingkungan, misalnya dengan membangun instalasi limbah cair dan padat, perluasan zona sempadan pantai yang steril dari bangunan buatan, ekspansi tanaman penyangga abrasi dan sebagainya.
F. Membuka Lapangan Kerja Desa wisata seharusnya mampu membuka peluang kerja dan berusaha bagi banyak kelompok masyarakat. Pariwisata pedesaan harus diarahkan untuk memberagamkan kesempatan kerja dan keberagaman pekerjaan tersebut harus pula ditujukan bagi masyarakat banyak, khususnya kalangan perempuan. Asumsi yang mengatakan pariwisata mampu menciptakan kesempatan kerja harus dibuktikan dengan tingkat presisi yang tinggi, tidak hahya dalam hal kuantitas dan kualitas, tetapi juga dalam hal efektivitas menjangkau kelompok masyarakat yang sering luput dari sasaran perubahan.
Laporan Akhir 7 - 3
7.2.
PROGRAM PENGEMBANGAN Dalam pengembangan desa wisata dibutuhkan strategi atau langkah yang tepat sesuai dengan tingkat perkembangan desa tersebut agar dapat memberikan hasil yang maksimal sesuai dengan yang diinginkan. Dengan memperhatikan aspek-aspek daya tarik, aksesibilitas, fasilitas, pemberdayaan masyarakat, pemasaran dan promosi serta kelembagaan dan SDM, maka bisa disusun implikasi program yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan desa wisata (embrio/ potensial-berkembang-maju), yang diuraikan dalam tahap perencanaanimplikasi, seperti yang tertera dalam matriks berikut:
NO
ASPEK
EMBRIO
BERKEMBANG
MAJU
1.
Daya Tarik Wisata
1. Mengidentifikasi dan menginventarisir potensi dan karakteristik desa dari semua aspek 2. Mensosialisasikan potensi kepada seluruh masyarakat 3. Menyusun rencana kerja pengembangan desa wisata
1. Implementasi rencana pengembangan potensi dan karakteristik desa menjadi daya tarik wisata utama dan pendukung 2. Menyusun paket wisata berdasarkan potensi dan karakter desa
1. Melakukan Inovasi terhadap produk yang ada 2. Memperkaya produk yang ada dengan produk baru yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan pasar
2.
Aksesibilitas
1. Mengidentifikasi permasalahan aksesibilitas desa wisata terkait 2. Mengidentifikasi potensi aksesibilitas yang dapat menjadi daya tarik
1. Mengembangkan aksesibilitas menuju dan di dalam kawasan desa wisata 2. Membuat rencana pengembangan daya tarik berbasis aksesibilitas/ transportasi
1. Mengemas potensi aksesibilitas menjadi sebuah daya tarik wisata 2. Mengembangkan daya tarik pendukung untuk memperkaya daya tarik berbasis aksesibilitas/ transportasi
Laporan Akhir 7 - 4
NO
ASPEK
EMBRIO
BERKEMBANG
MAJU
3.
Fasilitas
1. Merintis pengembangan fasilitas dan sarana prasarana
1. Pengembangan fasilitas dan sarana prasarana pendukung wisata
1. Melengkapi fasilitas pendukung yang sudah ada sesuai dengan kebutuhan wisata
4.
Pemberdayaan Masyarakat
1. Mengidentifikasi potensi masyarakat lokal dalam kegiatan pariwisata 2. Membangun/ membentuk sumber daya manusia lokal menjadi kelompok masyarakat yang mau bekerja/ berpartisipasi dalam pembangunan desanya
1. Memberikan pelatihan kepada kelompok masyarakat dengan berbagai macam keterampilan sesuai dengan karakter dan potensi produk yang dimiliki desa
1. Menjadikan kelompok masyarakat yang mandiri dan mampu membangun tim kerja yang kuat 2. Membangun kerjasama antara kelompok masyarakat dengan pihak lainnya
5.
Pemasaran dan Promosi
1. Menyusun informasi mengenai potensi dan karakter serta produk yang akan dipasarkan (profil desa) 2. Mengidentifikasi semua potensi lokal sebagai modal bersama (SDM, Kelompok Masyarakat, Aset Desa, Sarana dan Prasarana)
1. Menyusun paket wisata dan melakukan promosi dan pemasaran (fam trip, roadshow, penyebaran bahan promosi) 2. Membangun sistem promosi dan pemasaran melalui (brosur, leaflet, proposal, website statis, papan/ peta petunjuk dan informasi di tempat yang strategis) 3. Mengembangkan potensi lokal menjadi modal dalam bentuk daya tarik, produk wisata dan fasilitas pendukung
1. Memperluas pemasaran paket wisata 2. Mempresentasikan informasi mengenai potensi dan keunggulan/ karakteristik produk 3. Membangun kerjasama dan jaringan dengan berbagai pihak (ASITA, PHRI, BPW, dll) 4. Membuka peluang investasi baik di lingkup internal maupun eksternal desa dengan prinsip saling menguntungkan (win win solution).
Laporan Akhir 7 - 5
NO
ASPEK
6.
Kelembagaan dan SDM
EMBRIO 1. Merintis pengembangan kelembagaan lokal untuk pengelolaan potensi wisata 2. Mensosialisasikan manajemen dan kelembagaan desa wisata kepada masyarakat
BERKEMBANG 1. Memberikan pelatihan tentang kelembagaan dan manajemen yang lebih modern, misalnya koperasi 2. Membentuk Forum Komunikasi Desa Wisata di daerah
MAJU 1. Memperkuat kelembagaan dan manajemen dengan kelengkapan lainnya yang diperlukan untuk pelayanan 2. Mengembangkan Jaringan kerjasama Desa Wisata di tingkat regional/ nasional 3. Meningkatkan kompetensi dengan melakukan pelatihan secara rutin dengan yang materi yang lebih tinggi
Laporan Akhir 7 - 6
BAB
8
MONITORING DAN EVALUASI
KAJIAN PENGEMBANGAN DESA WISATA DI DIY Laporan Kemajuan 7 - 0
Dalam pengembangan desa wisata diperlukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan program dikaitkan dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dari implementasi program tersebut. Khususnya bagi masyarakat maupun bagi wilayah sasaran. Monitoring dan evaluasi tersebut sangat penting untuk menemukenali tingkat keberhasilan dan sekaligus kekurangan dan hambatan yang terjadi, sehingga dapat diperoleh solusi dan rekomendasi untuk pengembangan program desa wisata di masa mendatang
8.1.
TUJUAN DAN SASARAN Dalam rangka mengantisipasi berbagai dinamika yang terkait dengan pengelolaan desa wisata, dan mempertimbangkan kondisi objektif sebagian besar desa-desa wisata saat ini dan dengan tujuan untuk mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya yang tersedia desa wisata agar dapat dilakukan dan dikendalikan oleh masyarakat lokal. Beberapa langkah yang dapat ditempuh antara lain.
8.1.1. TUJUAN MONITORING DAN EVALUASI A.
Mengetahui kesesuaian rencana program kerja yang dibuat berdasarkan kebutuhan dan karakter dari desa wisata.
B.
Mengetahui proses pelaksanaan pengelolaan dan pengembangan desa wisata sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
C.
Mengetahui tingkat keberhasilan dalam pencapaian target yang telah ditentukan.
8.1.2. SASARAN MONITORING DAN EVALUASI Terciptanya kesesuaian rencana program kerja serta proses pelaksanaan dan pengembangan desa wisata sehingga tercapai tingkat keberhasilan sesuai dengan target yang telah ditentukan.
Laporan Akhir 8 - 1
8.2.
INSTRUMEN EVALUASI Instrumen evaluasi merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengevaluasi program pengembangan suatu desa wisata. Dalam penyusunan instrumen evaluasi desa wisata, dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasikan karakteristik desa wisata yang diteliti dan menjabarkan indikator dari setiap desa wisata yang diuraikan dalam matriks sebagai berikut: NO
KARAKTERISTIK
INDIKATOR
1.
DAYA TARIK
1. Peningkatan inovasi / penciptaan dan pengelolaan produk wisata berbasis potensi sumber daya lokal di desa wisata 2. Peningkatan modifikasi / daur ulang produk wisata sesuai dengan kebutuhan pasar 3. Peningkatan kunjungan wisatawan di desa wisata 4. Peningkatan lama tinggal wisatawan di desa wisata 5. Peningkatan pertumbuhan (jumlah dan kualitas) usaha pariwisata yang dikelola masyarakat setempat di desa wisata 6. Peningkatan kualitas lingkungan desa wisata (termasuk sarana prasarana lingkungan untuk mendukung kegiatan kepariwisataan) 7. Peningkatan konservasi sumber daya (alam dan budaya) di desa wisata
2.
AKSESIBILITAS
1. Peningkatan kemudahan akses menuju kawasan desa wisata 2. Peningkatan kemudahan akses si dalam kawasan desa wisata 3. Peningkatan moda transportasi lokal menjadi daya tarik wisata
3.
FASILITAS
1. Peningkatan kualitas fasilitas pariwisata (misalnya: homestay) 2. Peningkatan jumlah fasilitas pariwisata 3. Peningkatan pembangunan fasilitas pariwisata dalam mendukung pengembangan sebagai desa wisata (kios souvenir, parkir dll)
4.
PEMBERDAYAAN
1. Peningkatan kompetensi dan
Laporan Akhir 8 - 2
MASYARAKAT 2.
3. 4. 5. 6.
keterampilan masyarakat si desa wisata dalam bidang kepariwisataan Peningkatan kapasitas dan peran masyarakat/ SDM setempat dalam inisiasi dan pelaksaaan program desa wisata Peningkatan swadaya masyarakat di desa wisata Peningkatan penciptaan lapangan kerja di desa wisata Peningkatan penyerapan tenaga kerja lokal di desa wisata Peningkatan pendapatan masyarakat dari kegiatan kepariwisataan di desa wisata
5.
PEMASARAN DAN PROMOSI
1. Peningkatan kunjungan wisatawan di desa wisata 2. Peningkatan lama tinggal wisatawan di desa wisata 3. Peningkatan pangsa pasar / market share 4. Peningkatan minat / permintaan pasar terhadap desa wisata
6.
INVESTASI
1. Peningkatan modal dalam bentuk daya tarik, produk wisata dan fasilitas pendukung di desa wisata 2. Peningkatan investasi baik di lingkup internal maupun eksternal desa wisata dengan prinsip saling menguntungkan (win win solution)
7.
KELEMBAGAAN DAN SDM
1. Peningkatan jaringan kerjasama desa wisata di tingkat regional/ nasional 2. Peningkatan kinerja dan kemampuan lembaga masyarakat setempat dalam memfasilitasi dan mengelola program desa wisata 3. Peningkatan kompetensi dan keterampilan masyarakat si desa wisata dalam bidang kepariwisataan 4. Peningkatan kapasitas dan peran masyarakat/ SDM setempat dalam inisiasi dan pelaksaaan program desa wisata
Laporan Akhir 8 - 3
BAB
9
STUDI KASUS: DESA WISATA PENTINGSARI
KAJIAN PENGEMBANGAN DESA WISATA DI DIY Laporan Akhir 9 - 0
9.1.
JUSTIFIKASI PEMILIHAN Dalam studi kasus penerapan kajian pengembangan desa wisata di DIY ini dipilih desa wisata Pentingsari sebagai studi kasus serta percontohan penerapannya, hal ini dilandasi beberapa justifikasi, antara lain: 1.
Memiliki daya tarik wisata yang unik, yaitu perpaduan alam pegunungan dan daya tarik sejarah serta budaya sekaligus daya tarik khusus, seperti camping ground dan kolam pemancingan
2.
Sarana dan prasarana yang sudah cukup memadai
3.
Memiliki pasar wisatawan yang cukup signifikan
4.
Memiliki dukungan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) lokal dengan pengelolaan langsung dari masyarakat lokal
5.
Mendapatkan penghargaan dalam bidang pariwisata sebagai desa wisata
6.
Telah siap sebagai kawasan pariwisata dalam menerima wisatawan nusantara maupun mancanegara
Laporan Akhir 9 - 1
9.2.
PROGRAM PENGEMBANGAN Program pengembangan Desa Wisata Pentingsari sebagai salah satu desa percontohan, dapat di bagi menjadi 6 (enam) instrumen, antara lain: daya tarik, aksesibilitas, fasilitas, pemberdayaan masyarakat, pemasaran dan promosi serta kelembagaan dan SDM. Jabaran program dapat dilihat pada matrik berikut:
9.2.1. DAYA TARIK WISATA INDIKASI PROGRAM
TAHAPAN I
II
III
INSTANSI TERKAIT
ESTIMASI PEMBIAYAAN
1.1.
Indentifikasi dan inventarisasi ulang seluruh daya Tarik dan potensi keunikan yang tersedia di Desa Wisata Pentingsari
Dinas Pariwisata Masyarakat
Rp. 50.000.000,- tiap tahapan kegiatan
1.2.
Beautification daya Tarik wisata di desa wisata Pentingsari (penanaman vegetasi, jalur pedestrian dll)
Dinas Pariwisata Masyarakat
Rp. 300.000.000,- tiap tahapan kegiatan
1.3.
Peningkatan kebersihan di sekitar daya Tarik wisata desa wisata pentingsari antara lain Watu Gendong, Watu Payung, Watu Gajah, Watu Persembahan, Watu Dakon, Makam Pentingsari (lokasi pejuang tahun 1948-1949), Sendang Sari, Luweng Sunan Kalijaga (sejak tahun 1477), Camping, Outbound, Kesenian (kuda lumping, angguk, Sholawatan, karawitan, cokekan, tarian jawa, tradisi manten/pernikahan, tradisi kenduri, gamelan, membatik, kreasi janur).
Masyarakat Dinas Pariwisata
Rp. 50.000.000,- tiap tahapan kegiatan
Laporan Akhir 9 - 2
INDIKASI PROGRAM
TAHAPAN I
II
INSTANSI TERKAIT
III
ESTIMASI PEMBIAYAAN
1.4.
Studi penetapan tata aturan Tentang Tata Bangunan Dan Lingkungan di dalam kawasan Desa Wisata Pentingsari sesuai dengan tata aturan tentang desa wisata
Dinas Pariwisata Masyarakat
Rp. 50.000.000,- tiap tahapan kegiatan
1.5.
Penguatan modal bagi masyarakat terkait pengembangan pariwisata di Desa Wisata Pentingsari
Dinas Pariwisata BKPM Kemendag Masyarakat
Rp. 50.000.000,- tiap tahapan kegiatan
1.6.
Penanaman pohon dan penangkaran burung liar sebagai upaya konservasi dan pengelolaan berkelanjutan sumber daya kepariwisataan dan lingkungan di Desa Wisata Pentingsari
Dinas Pariwisata Kehutanan Masyarakat
Rp. 50.000.000,- tiap tahapan kegiatan
1.7.
Pembangunan dan renovasi sarana prasarana dasar seperti kamar mandi, pos kesehatan, pusat informasi dan pengelola untuk meningkatkan kualitas kegiatan kepariwisataan di sekitar lokasi daya tarik wisata
PU
Rp. 50.000.000,- tiap tahapan kegiatan
Dinas Pariwisata Masyarakat
Laporan Akhir 9 - 3
9.2.2. AKSESIBILITAS NO 1.
INDIKASI PROGRAM
I
II
III
INSTANSI TERKAIT
ESTIMASI PEMBIAYAAN
Pembuatan sign and posting (penanda) 1.1. Penanda di dalam kawasan Desa Wisata, yang menunjukkan lokasi daya tarik/ lokasi aktivitas, termasuk di dalamnya peta lokasi (you’re here map) 1.2. Penanda di jalur utama menuju Desa Wisata, mulai dari jalan penghubung antar provinsi, sampai jalan masuk ke Desa Wisata
1.3. Baliho/ penanda di jalan masuk Desa Wisata 2.
TAHAPAN
Dinas pariwisata
Rp. 10.000.000,tiap tahapan kegiatan
Rp. 50.000.000, Dinas pariwisata tiap tahapan kegiatan Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya Dinas pariwisata
Rp. 10.000.000,tiap tahapan kegiatan
2.1. Pelebaran jalan masuk menuju Desa Wisata: 2.1.1. Pembebasan Lahan 2.1.2. Pembuatan Drainase kanan-kiri jalan 2.1.3. Pembuatan Talud
PU
Rp. 1.000.000.000,tiap tahapan kegiatan
2.2. Pengerasan jalan masuk menuju Desa Wisata: 2.2.1. Pengerasan batu kali 2.2.2. Pengerasan aspal
PU
Rp. 500.000.000,tiap tahapan kegiatan
Perbaikan jalan masuk menuju Desa Wisata
Laporan Akhir 9 - 4
NO
INDIKASI PROGRAM
TAHAPAN I
II
III
INSTANSI TERKAIT
ESTIMASI PEMBIAYAAN
2.2.3. Pengecoran bahu jalan 3.
Pembuatan fasilitas aksesibilitas 3.1. Pembuatan terminal/transit zone di jalan masuk Desa Wisata
Dinas Pariwisata PU/Perhubungan
Rp. 500.000.000,tiap tahapan kegiatan
3.2. Pembuatan souvenir shop/toserba
Dinas Pariwisata BKPM Disperindakop
Rp. 150.000.000,tiap tahapan kegiatan
Laporan Akhir 9 - 5
9.2.3. FASILITAS NO
INDIKASI PROGRAM
1. 1.1. Peningkatan fasilitas homestay yang sudah ada sebanyak 70 unit
TAHAPAN I
II
III
INSTANSI TERKAIT
ESTIMASI PEMBIAYAAN
Dinas Pariwisata Masyarakat
Rp. 1.400.000.000,- tiap tahapan kegiatan
1.2. Pengembangan fasilitas homestay yang sedang dikembangkan sebanyak 52 unit
Dinas Pariwisata Masyarakat
Rp. 2.600.000.000,- tiap tahapan kegiatan
1.3. Pengembangan fasilitas Tourism Information Center (TIC)
Dinas Pariwisata
Rp. 150.000.000,- tiap tahapan kegiatan
1.4. Pengembangan fasilitas kios souvenir pada area parkir wisatawan/meeting point.
Dinas Pariwisata
Rp. 300.000.000,- tiap tahapan kegiatan
Laporan Akhir 9 - 6
9.2.4. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT NO
INDIKASI PROGRAM
TAHAPAN I
II III
INSTANSI TERKAIT
ESTIMASI PEMBIAYAAN
3. Menjadikan kelompok masyarakat yang mandiri dan mampu membangun tim kerja yang kuat; melalui berbagai kegiatan antara lain: 1.1. Penyuluhan / Sosialisasi Kelompok Sadar Wisata/pengelola desa wisata kepada Masyarakat tentang Sapta Pesona secara berkala dengan tujuan untuk mendorong dan memotivasi masyarakat agar menjadi TUAN RUMAH yang baik dalam mendukung kegiatan kepariwisataan di daerahnya.
Dinas terkait pemberdayaan masyarakat bidang pariwisata
Rp. 50.000.000,- tiap tahapan kegiatan
1.2. Penyuluhan / Sosialisasi Kelompok Sadar Wisata/pengelola desa wisata kepada Masyarakat tentang peningkatan kualitas lingkungan dan daya tarik wisata setempat
Dinas terkait pemberdayaan masyarakat bidang pariwisata Dinas terkait Lingkungan Hidup
Rp. 50.000.000,- tiap tahapan kegiatan
1.3. Bimbingan teknis peningkatan kualitas (ketrampilan) dan kuantitas usaha dan jasa wisata masyarakat lokal dalam rangka pelibatan aktif masyarakat dalam bidang kepariwisataan di desanya
Dinas terkait pemberdayaan masyarakat bidang pariwisata Dekranasda
Rp. 100.000.000,- tiap tahapan kegiatan
1.4. Bimbingan teknis penguatan kemampuan pengelola desa wisata dalam mengelola bidang usaha pariwisata dan usaha
Dinas terkait pemberdayaan
Rp. 50.000.000,- tiap
Laporan Akhir 9 - 7
NO
INDIKASI PROGRAM terkait lainnya.
TAHAPAN I
II III
INSTANSI TERKAIT masyarakat bidang pariwisatav
ESTIMASI PEMBIAYAAN tahapan kegiatan
4. Membangun kerjasama antara kelompok masyarakat dengan pihak lainnya; melalui berbagai kegiatan antara lain:
Dinas terkait pemberdayaan masyarakat bidang pariwisata
2.1. Pelatihan pembuatan proposal kerjasama dengan bidang usaha pariwisata dan usaha terkait lainnya
Dinas terkait pemberdayaan masyarakat bidang pariwisata
Rp. 50.000.000,- tiap tahapan kegiatan
2.2. Pelatihan peningkatan ketrampilan kelompok usaha pariwisata dan usaha terkait lainnya di luar desa wisata yang mendukung kegiatan wisata di desa wisata sebagai dampak multiganda pariwisata; (contohnya yaitu penyediaan buah dan sayuran, bahan baku cinderamata, grup kesenian, dan usaha jasa lainnya)
Dinas terkait pemberdayaan masyarakat bidang pariwisata
Rp. 100.000.000,- tiap tahapan kegiatan
2.3. Workshop jaringan komunikasi dan kerjasama antar pengelola desa wisata tingkat Kabupaten
Dinas terkait pemberdayaan masyarakat bidang pariwisata
Rp. 50.000.000,- tiap tahapan kegiatan
2.4. Workshop jaringan komunikasi dan kerjasama antar pengelola desa wisata tingkat Provinsi
Dinas terkait pemberdayaan
Rp. 50.000.000,- tiap tahapan kegiatan
Laporan Akhir 9 - 8
NO
INDIKASI PROGRAM
TAHAPAN I
II III
INSTANSI TERKAIT
ESTIMASI PEMBIAYAAN
masyarakat bidang pariwisata 2.5. Workshop jaringan komunikasi dan kerjasama antar pengelola desa wisata tingkat Nasional
Dinas terkait pemberdayaan masyarakat bidang pariwisata
Rp. 75.000.000,- tiap tahapan kegiatan
Laporan Akhir 9 - 9
9.2.5. PEMASARAN DAN PROMOSI NO
INDIKASI PROGRAM
1. 1.1. Pembuatan Website yang informatif tentang desa wisata Pentingsari, sekaligus perawatan dan pengelolaan website
TAHAPAN I
INSTANSI TERKAIT
II III
Pengelola Desa Wisata Dinas Kominfo Dinas Pariwisata
Rp. 100.000.000,- tiap tahapan kegiatan
Pengelola Desa Wisata Dinas Kominfo Dinas Pariwisata
Rp. 25.000.000,- tiap tahapan kegiatan
Pengelola Desa Wisata Dinas Kominfo
Rp. 25.000.000,- tiap tahapan kegiatan
Rp. 50.000.000,- tiap tahapan kegiatan
1.2. Pelatihan admin website yang bertugas untuk update informasi tentang desa wisata dan merespon dengan segera pertanyaan dan permintaan informasi.
1.3. Intensifikasi pemasaran melalui media sosial (Facebook, twitter, instagram, path) selain website yang up-to-date sebagai alat pemasaran wajib.
1.4. Identifikasi ulang daya tarik di masing-masing Desa Wisata dan explorasi daya tarik potensial yang akan dikembangkan agar pasar terhindar dari kejenuhan.
Pengelola Desa Wisata
ASITA
1.5. Pembentukan forum desa agar tercipta hubungan usaha yang baik dan berkelanjutan serta menghindari perang harga diantara desa wisata yang pada akhirnya akan merugikan Desa Wisata itu sendiri. Sekaligus penetapan harga yang jelas dan atraktif, baik bagi para wisatawan
Pengelola Desa Wisata ASITA
ESTIMASI PEMBIAYAAN
Rp. 50.000.000,- tiap tahapan kegiatan
Laporan Akhir 9 - 10
NO
INDIKASI PROGRAM
TAHAPAN I
INSTANSI TERKAIT
II III
ESTIMASI PEMBIAYAAN
maupun bagi para travel agent. 1.6. Pembentukan jejaring aktif dengan menjalin hubungan lembaga pendidikan terkait dengan Pariwisata, untuk menjalin kerjasama secara bekelanjutan, dapat berupa kegiatan pengiriman pelajar/mahasiswa dalam rangka praktek atau penelitian yang bermutu, membuka akses pasar baru, dan menjadi mitra dalam pengembangan Desa Wisata.
1.7. Pembentukan jejaring aktif menjajaki pasar lembaga dan korporasi, baik lembaga pendidikan maupun lembaga lainya, terutama untuk pangsa pasar live-in desa Wisata yang memungkinkan untuk diselenggarakan kegiatan semacam ini.
1.8. Pemantapan daya tarik utama desa wisata Pentingsari.
Pengelola Desa Wisata Institusi Pendidikan tinggi (terutama terkait pariwisata)
Rp. 25.000.000,- tiap tahapan kegiatan
Pengelola Desa Wisata Institusi Pendidikan (TK – Perguruan tinggi) Dinas Pendidikan
Rp. 25.000.000,- tiap tahapan kegiatan
Pengelola Desa Wisata Dinas Pariwisata
Rp. 25.000.000,- tiap tahapan kegiatan
Laporan Akhir 9 - 11
9.2.6. KELEMBAGAAN DAN SDM NO
INDIKASI PROGRAM
1. 1.1. Pembentukan forum pengelola desa wisata tingkat kabupaten dan provinsi
TAHAPAN I
II
INSTANSI TERKAIT
III
Dinas Pariwisata Masyarakat
ESTIMASI PEMBIAYAAN Rp. 100.000.000,- tiap tahapan kegiatan
1.2. Penyelenggaraan forum pengelola desa wisata tingkat kabupaten dan provinsi tiap 6 (enam) bulan
Rp. 50.000.000,- tiap 6 Dinas Pariwisata Forum desa wisata (enam) bulan Masyarakat
1.3. Pelatihan peningkatan kompetensi secara rutin dengan yang materi yang lebih tinggi
Rp. 150.000.000,- tiap Dinas Pariwisata Forum desa wisata kegiatan Masyarakat
1.4. Program magang (trainning program)
Rp. 150.000.000,- tiap Dinas Pariwisata Forum desa wisata kegiatan Masyarakat Swasta
1.5. Program pendidikan dengan bekerjasama dengan PTN/PTS yang mempunyai Jurusan Pariwisata untuk peningkatan mutu kualitas SDM pada desa wisata terkait (D2/D3/D4/S1/S2)
Rp. 10.000.000,- tiap Dinas Pariwisata Forum desa wisata SDM Masyarakat Swasta
Laporan Akhir 9 - 12
BAB
10
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
KAJIAN PENGEMBANGAN DESA WISATA DI DIY Laporan Kemajuan 7 - 0
10.1. KESIMPULAN Secara umum pengembangan desa wisata di DIY dapat digambarkan sebagai berikut : A.
DAYA TARIK WISATA
Belum mengemuka secara informatif , komunikatif dan menarik serta “menjual”. Masih diperlukan upaya untuk mendiskripsikan dan mendistribusikan potensi yang dimiliki agar dapat dikenal secara meluas.
Otensitas, originalitas, dan karakteristik desa belum begitu nampak. Namun masyarakat desa telah berusaha untuk menampakkannya.
Potensi pedesaan yang dimiliki perlu dipilih dan diklasifikasikan untuk menemukan “icon” yang ingin diandalkan.
Secara umum potensi berada pada posisi untuk dikembangkan.
Diperlukan upaya tekun mengolah diri agar potensi
sudah siap
tersebut dapat dikelola sedemikian rupa sehingga dapat memberi manfaat ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan.
B.
AKSESIBILITAS DAN FASILITAS
Secara umum masih diperlukan adanya papan nama petunjuk arah menuju ke lokasi, disamping akses ( berbagai kemudahan ).
Keberadaan prasarana penunjang sangatlah penting karena dapat mempengaruhi kondisi fisik dan mental wisatawan. Untuk itu hal-hal yang yang perlu mendapat perhatian adalah : -
Ketersediaan
-
Kualitas fisik dan non fisik
Laporan Akhir 10 - 1
C.
-
Setting tata ruang
-
Dukungan terhadap kegiatan wisata
-
Kontribusi terhadap kebutuhan wisatawan.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Secara umum nampak semangat warga untuk mewujudkan adanya desa wisata, namun masih perlu dipandu agar totalitas peran masyarakat dapat kompak dan “guyub”
Masih diperlukan upaya untuk mewujudkan pengamalan “sapta pesona pariwisata:, karena selama ini pengamalannya belum sepenuhnya menjadi kebutuhan, walau “pokdarwis” telah berusaha ke arah itu.
“Pokdarwis” merupakan suatu lembaga yang harus mendapatkan “dukungan masyarakat” untuk mewujudkan pengelolaan pariwisata yang baik, berkelanjutan dengan pengalaman sapta pesona pariwisata. Kelompok ini merupakan “agen” yang memediasi supaya pengelolaan pariwisata berjalan harmonis antara pemerolehan materi (ekonomi), sosial, budaya, dan lingkungan . Sedangkan “Desa Wisata” adalah lembaga pengelola yang juga harus mendapat “dukungan masyarakat” untuk “menjual” produk-produk wisata.
D.
PEMASARAN DAN PROMOSI
Pemasaran masih cukup tradisional, belum memanfaatkan media sosial yang mudah diakses oleh calon wisatawan
Keterbatasan pemaketan wisata yang menitik beratkan pada potensi daya tarik di desa wisata tersebut, sehingga belum siap dalam menerima wisatawan
Laporan Akhir 10 - 2
E.
Kemitraan dengan travel-travel agent yang masih terbatas, sehingga diperlukan jejaring kemitraan yang luas dalam memasarkan desa wisata.
KELEMBAGAAN dan SDM
Layak segera dipikirkan dan diwujudkan adanya pengelolaan yang lebih professional dengan SDM yang kompeten di bidang pengelolaan wisata pedesaan.
Lembaga yang ada masih bekerja secara sosial belum professional (pada umumnya).
Lembaga yang professional dan SDM yang kompeten akan sangat memberi peluang pengelolaan desa wisata bergerak “ maju “ tanpa mengabaikan aspek lingkungan dalam arti yang luas. Untuk itu diperlukan programprogram pelatihan dan atau bimbingan teknis yang terstruktur dan terarah.
F.
PENERAPAN INSTRUMEN DESA WISATA
STANDARISASI
PENGEMBANGAN
Dalam instrumen strandarisasi pengembangan desa wisata pada desa wisata di DIY dapat diterapkan dalam contoh sebagai berikut:
Tahapan Embrio/ Potensial : Desa Wisata Bangunrejo
Tahapan Berkembang
: Desa Wisata Nglinggo
Tahapan Maju
: Desa Wisata Pentingsari
10.2. REKOMENDASI Peningkatan kualitas desa wisata sangatlah diperlukan dengan cara mengoptimalkan potensinya dengan pengelolaan yang baik, benar dan tepat. Berikut rekomendasi yang dapat dilakukan dalam pengembangan desa wisata di DIY, antara lain:
Laporan Akhir 10 - 3
A.
MANAJEMEN DAYA TARIK Dapat merupakan tindakan pengelolaan yang membutuhkan kemampuan untuk :
B.
Penyelenggaraan atraksi
Penyajian keunikan dan keragaman obyek
Pengadaan akses & fasilitas
Kreasi aktifitas
Mengantisipasi aspek aspek teknis yang diperlukan, misalnya ; -
Tata tertib pengunjung
-
Pemeliharaan obyek
-
Aspek keamanan dan kenyamanan
-
SDM
MANAJEMEN INFORMASI Adalah tindakan layanan informasi, Misalnya :
Layanan informasi berkenaan dengan obyek
Layanan informasi berkenaan dengan atraksi
Layanan informasi berkenaan dengan amenitas
Layanan informasi dapat disajikan dalam bentuk :
C.
Media cetak /elektronik
Guide line (peta petunjuk)
Product knowledge yang tersaji
Pusat layanan informasi
MANAJEMEN AKSES & FASILITAS Adalah
tindakan
layanan
berkenaan
dengan
berbagai
kemudahan dan sejumlah fasilitas pendukung yang diperlukan.
Laporan Akhir 10 - 4
Hal ini sangat penting karena dapat mempengaruhi kondisi fisik dan mental wisatawan. Berbagai hal mengenai manajemen akses & amenitas ini sangat tergantung pada :
D.
Ketersediaan
Kualitas fisik & Non Fisik
Setting tata ruang
Dukungan terhadap kegiatan wisata
Kontribusi terhadap kebutuhan wisatawan
MANAJEMEN LINGKUNGAN Merupakan tindakan pengelolaan lingkungan demi keberlangsungan pariwisata itu sendiri. Hal demikian berhubungan dengan :
E.
F.
Keselamatan/ keamanan
Kebersihan lingkungan
Kualitas fisik lingkungan
Kualitas sanitasi
MANAJEMEN KELEMBAGAAN
Membangun jejaring pokdarwis dan desa wisata
Konsep pengembangan desa wisata yang sejalan seiring dengan “Jogja – Incorporated”
Desa wisata dapat berkerjasama dengan ASITA, PHRI, HPI, lembaga pendidikan, industri kerajinan dll dalam bentuk forum kemitraan
PENYUSUNAN PAKET WISATA a.
Identifikasi potensi dan jalur terpadu 1)
Identifikasi potensi
Laporan Akhir 10 - 5
2)
Sudah maju
Sudah berkembang
Baru mulai berkembang
Identifikasi jalur terpadu
b.
c.
d.
G.
Poros dan jeruji
Analisis pasar dan preferensi wisatawan 1)
Wisnus
2)
Wisman
3)
Produk tersaji
Pemekatan Produk (paket wisata) 1)
Paket wisata berbasis alokasi waktu
2)
Paket wisata berbasis tema
3)
Paket wisata berbasis “event”
4)
Paket wisata berbasis bauran
Pengelolaan dan pengembangan 1)
Pengelola
2)
Produk yang ditawarkan
3)
Contact person/address
4)
Promosi/ pemasaran (channel/outlet pemasaran)
PRODUK HUKUM Perlunya mengagas produk hukum desa wisata, dengan penyelenggaraan loka karya. Hal ini diperlukan untuk menjawab beberapa pertanyaan yang muncul dalam pengembangan desa wisata, khususnya di DIY
Laporan Akhir 10 - 6