Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
1
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH KETUA TIM RISET
Berpijak pada Islam, sebagai agama monoteis, menegaskan bahwa kekuasaan, kekuatan dan kebesaran hanyalah milik Allah. Tuhanlah pemegang otoritas absolut atas seluruh eksistensi alam semesta. Berdasarkan pandangan teologis tersebut agama Islam menafikan superioritas manusia atas manusia yang lain atas dasar identitas kultural apapun. Al-Quran mengatur, posisi relasi perempuan dan laki-laki dalam Islam ada tiga komponen penting yang dapat dijadikan rujukan. Pertama Islam memiliki risalah (pesan) abadi yang secara substantif mengajarkan nilai-nilai dan prinsipprinsip universal yang antara lain; kesetaraan, keberagaman (pluralisme) dan demokrasi. Kedua, teks-teks Islam juga memuat teks-teks partikular (spesifik) yang sengaja diturunkan untuk menjawab kasus-kasus yang terjadi dalam konteks sosialnya. Ketiga, Islam mengajarkan tentang rasionalitas dan latar belakang (asbab al nuzul) turunnya teks-teks suci. Keduanya merupakan media untuk mempertautkan prinsip universalitas dan partikularitas Islam tersebut. Pernyataan paling eksplisit mengenai kesetaraan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan dinyatakan dalam A-Quran surah al-Ahzab, 35 sebagai berikut: "Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan ampunan dan pahala yang besar". Demikian juga dalam al Nahl, 97, Ali Imran, 195, al Mukmin 40, dan lain-lain. Nabi Muhammad Saw, dalam satu kesempatan seusai menjalankan haji wada’, secara tegas menyerukan kepada umatnya untuk peduli dan menghormati perempuan. Pernyataan Rasulullah tersebut seolah kurang bergema. Hanya sedikit umat yang memahaminya secara benar. Lebih dari 1500 tahun sejak berpulangnya Nabi kehadirat Allah azza wa Jalla, situasi yang dialami oleh perempuan bukannya membaik, malah seolah kembali ke zaman jahiliyah. Keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman dan tenteram dan damai merupakan dambaan setiap orang dalam rumah tangga. Untuk mewujudkan keutuhan dan kerukunan tersebut, sangat tergantung pada setiap
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
2
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
orang dalam lingkup rumah tangga, terutama kadar kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut. Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga tersebut. Untuk mencegah dan melindungi korban, dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, negara dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan, dan penindakan pelaku. Negara berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi. Fakta-fakta sosial yang terjadi selama ini menunjukkan, kaum perempuan merupakan jenis kelamin yang masih tersubordinasi, termarginalisasi dan akibatnya mereka paling rentan terhadap kekerasan dalam berbagai bentuknya, baik fisik maupun non fisik. Kekerasan-kekerasan terhadap perempuan, merupakan akibat dari sistem relasi gender yang timpang. Tegasnya perempuan masih dipandang sebagai makhluk inferior, sementara laki-laki makhluk superior dan menentukan segala-galanya. Inilah wajah kebudayaan patriarkhis yang masih berlangsung sampai saat ini di Indonesia termasuk di Provinsi Aceh. Ketika masuknya instrumen hukum untuk memajukan hak asasi perempuan dan keadilan gender ke arena sosial kehidupan masyarakat, regulasi tersebut akan bertemu dengan berbagai aturan yang telah ada sebelumnya, juga memiliki aturan tersendiri dan memiliki sanksi. Aturan dan sanksi tersebut dapat bersumber dari agama, adat, kebiasaan-kebiasaan atau pengaruh dari perkembangan global. Artinya UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga No. 23 Tahun 2004, tidak bekerja di ruang kosong dan hampa. Dia akan berbenturan, berpengaruh dan mengadopsi antara berbagai aturan-aturan yang telah lebih dulu muncul dalam kehidupan masyarakat di Indonesia khususnya di Provinsi NAD. Norma dan pola berbentuk aturan yang hidup dalam masyarakat terkait erat dengan pandangan hidup, filosofi, pengalaman dan karater serta budayanya. Di Aceh pola perilaku sosial digambarkan seperti ”Adat ngon agama lagee zat ngon sifeut”. Artinya cerminan agama Islam tergambar dalam budaya orang Aceh dalam kehidupan sosialnya. Tentu saja kata-kata bijak tersebut jauh dari data yang didapatkan oleh tim peneliti Pusat Studi Gender (PSG) Universitas Syiah Kuala. Berdasarkan data yang ada ditemukan peningkatan angka perceraian setelah tsunami di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar, sebagiannya berasal dari KDRT. Di Banda Aceh sendiri angka perceraian telah meningkat dari 133 kasus pada tahun 2005 menjadi 165 kasus pada tahun 2006. Adanya kenaikan juga terjadi di Kabupaten Aceh Besar dari 74 kasus di tahun 2005 meningkat menjadi 109 kasus pada tahun 2006. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan intensitas dan eskalasi
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
3
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
terjadinya KDRT atau KTP di Banda Aceh dan Aceh Besar pasca gempa bumi dan tsunami Riset Intensitas dan Eskalasi KDRT ini dilaksanakan secara rapid assesment. Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data-data intensitas dan eskalasi yang terjadi dalam lingkup rumah tangga di masa rekonstruksi di Aceh. Sekaligus mencari tahu sejauhmana potensi dan peran yang telah dilakukan oleh masingmasing pihak dalam upaya mencegah berbagai bentuk kekerasan dalam rumah tangga. Tentu saja riset ini masih jauh dari kesempurnaan, dan masih banyak yang perlu dikritisi melalui penelitian lanjutan lainnya. Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih atas bantuan moril dan immateril sehingga riset ini terlaksana sebagaimana diharapkan. Penghargaan yang setinggi-tingginya diucapkan kepada nama-nama sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia; Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; Rektor Universitas Syiah Kuala; Pembantu Rektor I Bidang Akademik Universitas Syiah Kuala; Ketua Lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala; Sekretaris Lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala; Kepala Biro Pemberdayaan Perempuan Setda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; Seluruh Partisipan (responden dan informan) di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar yang sangat membantu PSG Unsyiah dalam riset ini; Masyarakat luas yang memberi perhatian ketika riset ini didesiminasikan Peneliti yang bekerja keras menghasilkan yang terbaik untuk riset ini; Semua pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Semoga apa yang kita kerjakan sebetapapun kecilnya amal kebaikan akan dicatat oleh Allah SWT sebagai pahala yang bermanfaat. Amin. Banda Aceh, 21 Maret 2007 Kepala Pusat Studi Gender Universitas Syiah Kuala
Sri Walny Rahayu, S.H., M.H.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
4
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Telah banyak instrumen hukum nasional dan internasional yang melarang
terjadinya praktik kekerasan terhadap perempuan (selanjutnya KTP), namun seolah-olah tidak ada korelasi antara hadirnya hukum yang mengaturnya dengan maraknya kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang masih terus berlangsung di Indonesia. Pemerintah Indonesia pada tanggal 29 Juli 1980 telah membuat komitmen di PBB, untuk menandatangani Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan atau The Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination against Women-CEDAW. Tindak lanjutnya adalah meratifikasi CEDAW melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 (selanjutnya disebut UU No. 7 Tahun 1984), pada tanggal 24 Juli 1984. Konvensi tersebut berkaitan dengan prinsip adanya kewajiban negara untuk menghapus berbagai bentuk diskriminasi baik secara hukum (de jure) maupun secara kenyataan (de facto). Berdasarkan latar belakang ini terjadi kemajuan (progress) dalam upaya pencegahan dan penanggulangan masalah kekerasan terhadap perempuan baik yang dilakukan oleh pemerintah, maupun masyarakat sipil di berbagai negara termasuk Indonesia. Istilah diskriminasi adalah: “Setiap pembedaan, pengucilan, pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
5
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
menghapuskan pengakuan, penikmatan, atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, social, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan” 1 Hal yang penting dalam konvensi ini adalah adanya penegasan prinsip
tentang
kewajiban Negara untuk mengubah hukum, menghapus streotip dan
kebiasaan yang diskriminatif, serta melakukan upaya atau langkah khusus untuk memastikan adanya persamaan secara de facto. Dalam konteks ini, konvensi mengakui sifat diskriminasi terhadap perempuan adalah historis dan sistemik. Artinya dilatari atau terbentuk dari baik secara sejarah maupun sistem), sehingga tujuannya diarahkan secara de facto melalui jaminan konstitusional, hukum dan sejumlah regulasi, termasuk menempuh jalur khusus seperti halnya affirmative action dalam Undang-undang Pemilu di Indonesia2 Diskriminasi terhadap perempuan termasuk juga kekerasan berbasis gender, yaitu kekerasan yang langsung ditujukan terhadap sosok perempuan secara proporsional. Hal tersebut termasuk tindakan-tindakan yang mengakibatkan kerugian fisik, mental dan seksual atau penderitaan atau ancaman, atas tindakan tersebut atau kekerasan/paksaan dan perampasan kebebasan3 Selanjutnya Pasal 2 huruf (f), Pasal 5, dan Pasal 10 huruf (c) menyebutkan bahwa sikap-sikap tradisional dimana perempuan dianggap sebagai subordinasi laki-laki atau juga pembakuan peran-peran gender (stereotype) yang dalam praktiknya terus meluas, yang dalam hubungannya dengan kekerasan atau
1
Bagian I Pasal 1 UU No. 7 Tahun 1984. Afirmative action adalah suatu tindakan sementara untuk mengangkat kaum minoritas atau marginal untuk mengangkat kum minoritas atau marginal (masyarakat yang terpinggirkan). Misalnya kebijakan tentang kuota perempuan 30% untuk melibatkan perempuan di parlemen sehingga kebijakan-kebijakan untuk penghapusan diskriminasi terhadap perempuan dapat terakomodasi. 3 Komentar Umum Pasal 1 CEDAW. 2
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
6
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
paksaan, misalnya kekerasan dan penganiayaan dalam keluarga, kawin paksa, mas kawin, kematian, penyerangan dalam keluarga, kawin paksa.4 Kondisi
riil
yang
ada
menunjukkan
betapa
susahnya
perempuan
menegakkan haknya untuk keluar dari mahluk subordinasi di bidang partisipasi politik,
pendidikan,
kesempatan
mengekspresikan
dan
mengaktualisasikan
kemampuannya untuk bekerja dan memperoleh perlakuan yang sama di lingkup publik. Landasan generik yang menjadi acuan kajian ini adalah pada Pasal 16 dan
Pasal 5 UU No. 7 tahun 1984 seperti yang dijelaskan oleh Rita Serena Kalibonso 5 adalah : “KDRT adalah bentuk kekerasan yang paling berbahaya. Sebab KDRT telah lama dianggap lazim bagi masyarakat di banyak Negara. Dalam hubungan kekeluargaan di segala umur perempuan menderita segala macam penderitaan termasuk pemukulan, perkosaan dan bentuk-bentuk lain dari penyerangan seksual serta mental yang dilakukan oleh sikap-sikap tradisional. Ketergantungan ekonomi dalam hal ini memaksa perempuan untuk bertahan pada hubungan yang dijalankan berdasarkan tindakan kekerasan. Pencabutan atau pengambil-alihan tangungjawab oleh laki-laki dapat juga disebut sebagai bentuk kekerasan dan paksaan. Selain itu bentukbentuk dari kekerasan juga menempatkan perempuan pada risiko kesehatan dan menghalangi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupan keluarga dan kehidupan umum atas dasar suatu kesamaan. Perempuan dan anak, rentan terhadap perlakuan diskriminatif dan kekerasan. Jika berbicara tentang KDRT, perempuan bahkan mengalami tindak kekerasan di dalam rumahnya sendiri yang seharusnya memberikan suasana nyaman dan melindunginya. Hampir tidak dapat dipercaya pelaku kekerasan justru orang yang dicintai, disayangi untuk menjaganya, seperti ayah, suami, paman, kerabat dan orang-orang di dalam rumah sendiri. Laporan yang datang Op. Cit. Penjabaran bebas dari Pasal 2, 5 dan 10 UU No. 7 Tahun 1984. Rita Serena Kolibonso, Optional Protokol Terhadap Konvensi penghapusan segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Mitra Perempuan, Jakarta, 2001 4 5
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
7
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
dari berbagai penjuru dunia mencatat bahwa KDRT terjadi di segala lapisan masyarakatat. Pelaku dan korban berasal dari berbagai suku bangsa, ras, agama, kelas sosial dan tanpa memandang tingkat pendidikan manapun. 6 Untuk konteks Indonesia, dimilikinya Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) Nomor 23 Tahun 2004 dapat diharapkan sebagai babak permulaan yang baik bagi upaya menghapus KDRT. Berikut ini dipaparkan data statistik nasional tentang kasus KTP, seperti tabel di bawah ini: TABEL I REALITAS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Tahun Kasus 2001
3.160
2002
5.163
2003
7.787
2004
14.020
2005
20.391
Sumber data: Komnas Perempuan 2006
Profil data di atas menunjukkan angka KTP dari tahun ke tahun meningkat tajam. Selama tahun 2005 angka kekerasan naik menjadi 6.731 kasus dari tahun sebelumnya. Sementara itu, dalam tahun 2004 KTP mengalami kenaikan hampir 100 % dari 7.787 di tahun 2003 menjadi 14.020 pada tahun 2004. Menurut catatan Komnas Perempuan dari tahun ke tahun angka KTP bergerak naik. Tahun 2001 tercatat 3.160 kasus mengalami peningkatan pada tahun berikutnya yaitu tahun 2002, sebanyak 5. 163 kasus KTP. Dari sejumlah 14.020 kasus KTP sebanyak 4.310
Sulistyowati Irianto, dalam Perempuan dan Hukum Menuju Hukum yang Berperspektif Kesetaraan dan Keadilan, NZAID bekerjamasa dengan CW UI dan Yayasan Obor, Jakarta, 2006, hlm. 311-312. 6
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
8
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
adalah kasus KDRT, 2.470 kasus terjadi dalam komunitas, 6.634 terjadi dalam rumah atau komunitas, 562 kasus traficking dan 302 merupakan kasus yang pelakunya adalah oknum aparat negara. 7 Agar lebih memahami hubungan (relasi) antara pelaku dengan korban KTP berikut ini disajikan data dalam Tabel sebagai berikut: TABEL II RELASI PELAKU DENGAN KORBAN KDRT DAN KEKERASAN THADAP PEREMPUAN
No
Pelaku
Korban KDRT
1
Suami
77,36 %
Perempuan Korban Kekerasan -
2
Mantan Suami
3,08 %
-
3
Orang Tua/saudara/anak
6,15 %
-
4
Majikan
0,22 %
-
5
Pacar/teman dekat
-
9,01 %
6
Tetangga
-
1,54 %
7
lainnya
-
2,64 %
86,81 %
13,19%
Sumber data: Mitra Perempuan 2002 – 2005
Berdasarkan kasus tersebut pun diketahui beban kekerasan terhadap perempuan lebih banyak menunjukkan kekerasan yang berlapis atau dalam berbagai bentuk seperti psikis, fisik, penelataran ekonomi atau rumah tangga. 8 Atau berdasarkan data tersebut dapat diinventarisir: 9 1. Angka KTP selalu meningkat bahkan yang terakhir terjadi kenaikan hampir 10 % 2. 80 % atau 8 (delapan) dari 10 (sepuluh) tindak KTP terjadi dalam KDRT
7.
Jurnal Perempuan. Com. tahun 2005. Mitra Perempuan, Informasi Tahun 2005 Statistik Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 9 Flyer yang diterbitkan secara kerjasama antara Komnas Perempuan dan Body Shop dalam Sulistyowati Irianto, Loc. Cit. 8
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
9
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
3. satu dari empat perempuan pernah mengalami tindak kekerasan selam hidupnya. UU PKDRT yang sudah lebih dua tahun diundangkan sebenarnya akan
dapat dijadikan sebagai alat untuk menguji apakah kasus-kasus KDRT dapat diminimalisir atau bahkan tidak pernah terjadi lagi dalam rumah tangga. Musibah dahsyat gempa bumi dan tsunami tanggal 26 Desember 2004 yang
terjadi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), mengakibatkan 124.946 jiwa meninggal dunia dan telah dimakamkan. Dinyatakan hilang sebanyak 94.994 jiwa. Sebagai pengungsi yang kehilangan tempat tinggal sebanyak 400.376 jiwa. Korban terbesar pada musibah tersebut adalah perempuan dan anak-anak.10 Tidak ingin tenggelam dalam derita yang berkepanjangan Provinsi NAD
mengejar ketinggalannya dengan berbagai upaya dan dibantu oleh segenap kekuatan dan elemen yang ada. Dalam kaitannya dengan UU PKDRT pun seminasi, sosialisasi dan advokasi undang-undang ini sangat gencar dilakukan oleh pihak pemerintah dalam hal ini Biro Pemberdayaan Perempuan (Biro/bag PP) bekerja sama dengan Dinas terkait dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal, nasional dan internasional serta segenap komunitas di NAD. Suatu kajian haruslah sangat hati-hati, ketika masuknya instrumen hukum yang bertujuan untuk memajukan hak asasi perempuan dan keadilan gender. Hal ini karena ketika sebuah regulasi masuk ke dalam arena sosial kehidupan masyarakat, arena tersebut telah dipenuhi terlebih dahulu dengan berbagai aturan yang telah ada sebelumnya yang juga memiliki aturan tersendiri yang juga memiliki sanksi. Aturan dan sanksi tersebut dapat bersumber dari agama, adat, kebiasaan-kebiasaan atau pengaruh dari perkembangan global. Artinya UU PKDRT tidak bekerja di ruang kosong dan hampa, dia akan berbenturan, berpengaruh dan mengadopsi antara berbagai aturan-aturan yang telah lebih dulu muncul dalam 10
Data diperoleh dari BAPPEDA Propinsi NAD, Maret 2005.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
10
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
kehidupan masyarakat di Indonesia khususnya di Provinsi NAD.
Sangatlah
disadari bahwa aturan yang hidup dalam masyarakat terkait erat dengan budayanya. Di Aceh digambarkan bahwa budayanya seperti ”Adat ngon agama lagee zat
ngon sifeut”. Artinya cerminan agama Islam tergambar dalam budaya orang Aceh dalam kehidupan sosialnya. Tentu saja kata-kata bijak tersebut jauh dari data yang didapatkan oleh tim peneliti Pusat Studi Gender (PSG) Universitas Syiah Kuala. Berdasarkan data yang ada ditemukan peningkatan angka perceraian setelah tsunami di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar, sebagiannya berasal dari KDRT. Di Banda Aceh sendiri angka perceraian telah meningkat dari 133 kasus pada
tahun 2005 menjadi 165 kasus pada tahun 2006. Adanya kenaikan juga terjadi di Kabupaten Aceh Besar dari 74 kasus di tahun 2005 meningkat menjadi 109 kasus pada tahun 2006.11 Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan intensitas dan eskalasi terjadinya KDRT atau KTP di Banda Aceh dan Aceh Besar pasca gempa bumi dan tsunami. Oleh karena itu penelitian ini penting untuk dilakukan di kedua wilayah tersebut. Sekaligus ingin mengetahui sejauhmana efektivitas dan upaya yang telah dilakukan oleh pihak pemerintah dan segenap komunitas setelah hadirnya UU PKDRT No. 23 Tahun 2004. Berdasarkan data yang telah diuraikan maka penelitian ini memfokuskan pada masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut : 1. Bagaimana pemahaman masyarakat Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ? 2. Sejauhmana terjadi ekskalasi dan intensitas KDRT di Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh ?
Sumber Data Primer dari Mahkamah Syar’iyah Kota Banda Aceh dan Mahkamah Syar’iyah Jantho Kabupaten Aceh Besar, Tahun 2006. 11
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
11
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
3. Bagaimana
upaya
komunitas
dalam
menanggulangi
KDRT
dan
penanganan secara adat KDRT di tingkat gampong? 4. Bagaimana sistem pendukung dan layanan yang dibutuhkan untuk menangani kasus KDRT dan apakah sistem tersebut telah bekerja dengan baik? 5. Bagaimana strategi-strategi intervensi untuk pencegahan dan treatment berbasis pada sumberdaya lokal dan kekuatan masyarakat?
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Rapid Assessment Rapid assessment
12
dilaksanakan untuk menggali informasi dari berbagai
partisipan berkaitan dengan permasalahan KDRT, yang terjadi di Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh. Penggalian informasi dilakukan terhadap anak, orang dewasa, penegak hukum, pemuka masyarakat, penentu kebijakan, kelompok profesional dan jasa kemasyarakatan, berkaitan dengan KDRT. Informasi yang diperoleh dianggap mampu mendeskripsikan bagaimana intensitas dan eskalasi kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi. Penelitian juga menyajikan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya KDRT di keluarga dan masyarakat. Selanjutnya berdasarkan analisis data yang dilakukan, penelitian ini menghasilkan sejumlah rekomendasi yang ditujukan untuk dilaksanakan oleh Pemerintah c.q instansi/badan terkait (Biro/bag Pemberdayaan perempuan, Dinas Sosial,
Metode Rapid Assessment digunakan juga dalam penelitian Abuse, exploitation and Trafficking In NAD Province and Nias After Tsunami (mengambil sampel kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Kota Lhokseumawe, Kabupaten Nagan Raya dan Meulaboh serta Nias di Sumatera Utara). Riset ini dilakukan oleh Tim Pusat Studi Gender Unsyiah, dibimbing sepenuhnya oleh Ketua Tim Peneliti, Emmy Lucy Smith (Yayasan Kakak-Solo) dan Technical Advisor dari Universitas Sebelas Maret Solo Retno Setyowati dan Antarini dengan biaya sepenuhnya dari Unicef, Desember 2005 – Maret 2006. Hasil penelitian sudah diseminasikan di Kota banda Aceh, Meulaboh dan Nias, dari Mei – Juli 2006. 12
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
12
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
Majelis Adat Aceh (MAA), MPU, BKKBN, dan lain-lain), legislatif, yudikatif (aparat penegak hukum), masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal, nasional, dan internasional. Tujuan dari penelitian ini akan meliputi beberapa area, yaitu : a)
Untuk mengetahui dan menginventarisir persepsi komunitas yang menjadi partisipan mengenai KDRT meliputi fisik, psikis (non-fisik), seksual, dan penelantaran rumah tangga
b)
Untuk mengetahui dan menjelaskan eskalasi dan intensitas dari berbagai bentuk KDRT (fisik, psikis, seksual dan penelantaran rumah tangga), yang sedang terjadi atau telah terjadi dalam komunitas di desa dan level kecamatan di kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh.
c)
Untuk
mengetahui
dan
menjelaskan
kekuatan,
peluang
dan
sumberdaya individual, komunitas dan kewenangan lokal dalam menanggulangi KDRT d)
Untuk mengetahui dan menjelaskan sistem pendukung dan layanan yang dibutuhkan untuk menangani kasus kekerasan KDRT.
e)
Untuk
menjelaskan
strategi-strategi
intervensi
pencegahan
dan
treatment berbasis pada sumberdaya lokal dan kekuatan masyarakat. 2. Penentuan lokasi Berdasarkan informasi penelitian awal ditemukan data tingginya angka perceraian di Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh yang didominasi kasus KDRT, sehingga lokasi tersebut menjadi alasan dipilih ke 2 (dua) lokasi ini sebagai daerah penelitian. Dengan mempertimbangkan keluasan permasalahan kekerasan, maka hanya akan difokuskan kepada isu KDRT saja.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
13
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
3. Teknik penentuan partisipan Teknik penentuan partisipan berdasarkan purposive sampling. Artinya penetapan seseorang/individu untuk menjadi partisipan disebabkan karena alasan-alasan yang telah ditetapkan sesuai dengan kebutuhan penelitian.
4. Jenis data yang digunakan Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui library research dan data primer yang didapat melalui field research. Data sekunder dilakukan dengan studi kepustakaan dari literatur, laporan dan penelitian yang telah ada sebelumnya. Data primer dilakukan dengan penelitian ke lapangan, mempergunakan alat pengumpul data seperti, Focus Group Discussion (FGD), Wawancara Semi Terstruktur (WST) untuk partisipan dewasa. Metode child history dan body mapping, untuk partisipan anak.
Selanjutnya observasi
dilakukan untuk melihat gambaran umum lokasi penelitian dan aktivitas masyarakat, serta fasilitas yang tersedia di instansi terkait dalam rangka pelayanan kepada korban KDRT.
C. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini merupakan penyajian informasi serta rekomendasi tindakan yang harus dilakukan oleh pemerintah (khususnya Biro PP/Bagian PP), Legislatif, yudikatif, dan pihak-pihak lain yang terkait, beserta seluruh komunitas dalam upaya memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak di NAD terhadap KDRT. D. Metode Penelitian 1. Katagori Penelitian: Penelitian ini termasuk katagori penelitian penilaian secara cepat (rapid assessment), merupakan penelitian yang dilaksanakan dengan mengikuti rangkaian proses pengumpulan data dengan menggunakan berbagai metode seperti, pengkajian laporan atau data sekunder yang telah ada. Selanjutnya
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
14
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
mengumpulkan dan mengkaji data primer dengan menggunakan berbagai metode pengkajian laporan-laporan yang sudah ada. 2. Jenis dan Analisis Data Dilihat dari jenis data yang dikumpulkan dan dianalisa adalah sebagai berikut: a)
Data primer. Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan atau diperoleh oleh peneliti dari partisipan dikelompokkan ke dalam partisipan anak dan orang dewasa. Partisipan dewasa, partisipan anak, unsur profesional dan penentu kebijakan.
b)
Data sekunder Data sekunder terdiri dari berbagai informasi baik berupa data tertulis maupun rekaman film, video dan lain-lain, yang berkaitan dengan fenomena KDRT. Penggunaan data sekunder adalah untuk informasi awal dan pelengkap informasi yang telah dikumpulkan oleh peneliti dengan tujuan untuk memperkuat penemuan atau informasi yang telah dikaji oleh peneliti. Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa dokumen, instrumen hukum dalam bentuk undang-undang, Instruksi Presiden, peraturan daerah/qanun, jurnal ilmiah, publikasi dari berbagai organisasi, laporan tahunan lembaga pemerintah. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis
kuantitatif dilakukan dengan analisis frequensi dan tabulasi silang sederhana, sedangkan analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan analisis indepth sesuai dengan jenis dan metode yang dipakai.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
15
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
3. Karakteristik Responden Responden penelitian terdiri dari dewasa dan anak-anak.
Responden
dewasa terdiri dari komunitas ibu rumah tangga, nelayan, tani, tokoh perempuan, tokoh masyarakat/agama pada dua gampong di setiap satu kecamatan. Selain itu pada tingkat kecamatan yang menjadi partisipan adalah kepala instansi terkait seperti Kepala KUA, Kepala Puskesmas, dan Kapolsek. Pada tingkat Kabupaten Kota yang menjadi partisipan adalah individu dari unsur dinas atau instansi terkait baik instansi pemerintah maupun non pemerintah seperti Mahkamah Syar’iyah, Kepolisian Kota Besar (Poltabes), Pengadilan Negeri/Mahkamah Syar’iyah, Sub Bag PP, Rumah Sakit, dan P2TP2. Pada tingkat provinsi yang menjadi partisipan penelitian ini adalah Kepala Biro Pemberdayaan Perempuan Setda Provinsi NAD dan Ketua Majelis Adat Aceh (MAA). Adapun partisipan anak-anak adalah di bawah umur 18 tahun yaitu pelajar dan mahasiswa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel rekapitulasi III dan IV seperti di bawah ini :
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
16
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
TABEL III REKAPITULASI KARAKTERISTIK LOKASI, INSTRUMEN PENELITIAN DAN RESPONDEN Lokasi/instrumen/karakteriktik responden Aceh Besar
Lokasi Penelitian 1. 2. 3. 4. 5.
Kecamatan Indrapuri Kecamatan Jantho Kecamatan Darul Imarah Kecamatan Lhoknga Kecamatan Darussalam
Jumlah
Total
2 2 2 2 2
Jumlah
Kota Banda Aceh
1. 2. 3.
Kecamatan Meuraxa Kecamatan Syiah Kuala Kecamatan Baiturrahman
10 2 2 2
Jumlah
Instrumen yang digunakan
1. Wawancara Semi Terstruktur (WST) 2. Focus Group Discussion (FGD) 3. Body Mapping 4. Observasi 5. Child History
6 64 154 39 31 5
Jumlah Jenis Kelamin Usia
1. Laki-laki 2. Perempuan 1. Anak (18 Thn Ke bawah) 2. Dewasa (18 Thn Ke atas)
294 63 200 45 218
Jumlah
263
Sumber : Data Primer yang diolah, bulan Nopember – Desember 2006
Berdasarkan data di atas diketahui instrumen yang paling banyak digunakan adalah FGD yaitu, sebanyak 154 buah, selanjutnya WST sejumlah 64 buah, body mapping 39 buah, dan observasi 31 buah, child history 5 buah. Jumlah responden yang menjadi partisipan dalam penelitian ini sebanyak 263 yang terdiri dari
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
17
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
partispan dewasa sejumlah 218 orang dan anak-anak 45 orang dengan jenis kelamin laki-laki sejumlah 63 orang dan peremuan sejumlah 200 orang. TABEL IV PEKERJAAN RESPONDEN PekerjaanResponden
PNS (termasuk hakim) Ibu Rumah Tangga Tani
41 140 5
Nelayan TNI/Polri Tokoh agama/Tokoh perempuan/ /Tokoh adat/Swasta
1 5 26
Pelajar/Mahasiswa Jumlah Sumber : Data Primer yang diolah, bulan Nopember – Desember 2006
45 263
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa, partisipan yang memiliki
pekerjaan rumah tangga menempati angka paling tinggi keterlibatannya dalam partisipan ini, selanjutnya diikuti oleh pelajar/mahasiswa, PNS, swasta, tani dan TNI/Polri dengan jumlah yang sama. Partisipan paling sedikit ditempati oleh mereka yang bekerja sebagai nelayan. Kapasitas partisipan dalam memberikan data primer dalam penelitian ini, diharapkan dapat mewakili dari keseluruhan populasi di Aceh Besar dan Kota Banda Aceh. Masyarakat awam menempati jumlah terbanyak dalam penelitian ini. Selanjutnya tokoh adat/tokoh ulama/tokoh mayarakat, pengambil kebijakan dan tokoh perempuan. Masyarakat biasa dipilih sebagai partisipan yang utama ditujukan untuk menjawab kondisi riil dan persepsi dari KDRT dan apakah sejumlah program dan sosialisasi KDRT yang telah dilaksanakan oleh Biro PP Provinsi NAD dan Bagian PP kabupaten, telah sampai dan diketahui oleh masyarakat tersebut dengan baik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
18
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
TABEL V KAPASITAS RESPONDEN
Kapasitas Responden
Tokoh Adat/Tokoh Ulama/Tokoh Masyarakat Tokoh Perempuan
19
Masyarakat Biasa
218
Badan/Dinas/Intansi Teknis terkait dengan perempuan
16
Jumlah
10
263
Sumber : Data Primer yang diolah, bulan Nopember – Desember 2006
4.
Teknik Penentuan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh besar.
Dari 9 (sembilan) kecamatan yang ada di Banda Aceh dan 22 kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Besar, ditarik sampel lokasi penelitian sebesar 25%. Selanjutnya secara purposive dipilih 5 (lima) kecamatan di Kabupaten Aceh Besar, yaitu Kecamatan Darusalam, Jantho, Indarapuri, Darul Imarah, dan Lhoknga. Adapun di Kota Banda Aceh penelitian dilakukan pada Kecamatan Meuraxa, Syiah Kuala, Baiturrahman. Berdasarkan tiap kecamatan dipilih 2 (dua) desa secara purposive. Nama-nama desa yang menjadi lokasi penelitian seperti diuraikan dalam Tabel berikut:
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
19
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
TABEL VI NAMA-NAMA DESA LOKASI PENELITIAN Nama Kabupaten/Kota Aceh Besar
Kota Banda Aceh
Kecamatan 1.
Kecamatan Indrapuri
2.
Kecamatan Jantho
3.
Kecamatan Darul Imarah
4.
Kecamatan Lhoknga
5.
Kecamatan Darussalam
Desa Desa Pasar Indrapuri Sinye Barueh Jantho Makmur Kuta Lamreung Guegajah
Lamkruet Lampaya Lambada Peukan Lampeudaya
1.
Kecamatan Meuraxa
Deah Baro Deah Glumpang
2.
Kecamatan Syiah Kuala
Rukoh Gampong Pineung
3.
Kecamatan Baiturrahman
Desa Ateuk Jawo Kelurahan Sukaramai
Sumber : Data Primer yang diolah, bulan Nopember 2006
5.
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data primer melalui metode pengumpulan data, yakni, FGD,
WST, Observasi, Body Map, dan Child History. Penggunaan berbagai metode pengumpulan data dilakukan agar diperoleh data yang valid menyangkut data dan informasi yang diberikan oleh partisipan. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi pustaka. Secara lebih rinci, instrumen penelitian yang digunakan serta contohnya dapat dilihat sebagai berikut :
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
20
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
Focus Group Discussion (FGD) Focus Group Discussion/Diskusi Kelompok Terarah adalah metode penggalian data yang dilakukan dengan cara mengumpulkan sejumlah partisipan dengan persyaratan tertentu, misalnya usia sebaya, jenis kelamin sama, status dalam masyarakat seimbang atau kelompok yang dikenai perlakuan tertentu yang sama. Tujuan metode ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai suatu hal dengan lebih spesifik dan mendalam dan terhindar dari bias kelompok lain.
Wawancara Semi Terstruktur Wawancara semi terstruktur adalah metode penggalian data dengan melakukan wawancara dengan partisipan dengan menggunakan alat bantu daftar pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya. Pada saat dilakukan pengumpulan data, maka pertanyaan dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan data yang diperlukan.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
21
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
Observasi Observasi adalah metode penggalian data yang dilakukan dengan cara melihat secara langsung suatu obyek dan mengamati gerak atau perubahan-perubahan/fenomena yang terjadi pada obyek pengamatan tersebut
Body Map/Peta Badan Peta badan adalah metode penggalian data yang dilakukan dengan cara meminta partisipan membuat jiplakan gambar badannya di atas kertas plano. Salah satu partisipan diminta berbaring telentang di atas kertas, kemudian temannya mengikuti garis badannya sehingga diperoleh satu gambar figur kekerasan/abuse yang pernah dialami partisipan
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
22
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
Contoh Body Map
Child History Child history adalah metode penggalian data yang dilakukan dengan cara meminta partisipan menuliskan pengalaman masa lalu, lalu, misalnya pengalaman menyenangkan, menyenangkan, pengalaman menyedihkan. menyedihkan. Pengalaman yang dapat diceritakan/ diceritakan/ dituliskan dan akan memberikan informasi yang berarti bagi sebuah fenomena yang sedang diteliti seperti kejadian/ kejadian/ pengalaman kekerasan, kekerasan, eksploitasi ataupun perdagangan terhadap diri partisipan.Partisipan bebas menggunakan jenis bahasa yang dikuasainya dan dijamin kerahasiaan informasi yang mereka berikan
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
23
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
6.
Contoh Child History
Etika Penelitian Penelitian ini menerapkan etika penelitian. Yakni etika bagi peneliti dan
partisipan. Partisipan dapat memperoleh kebebasan untuk menyetujui terlibat dalam penelitian atau tidak. Prosedur yang dilakukan adalah, calon partisipan diberi penjelasan akan adanya penelitian dan akan dilakukan pengumpulan data. Apabila calon partisipan setuju maka diberikan lembar persetujuan (inform consent) atas kesediaan untuk memberikan informasi dalam baik dalam bentuk data berupa angka, informasi maupun gambar yang dibutuhkan oleh peneliti, maka lembar inform consent akan ditandatangani oleh partisipan. Dalam hal etika penelitian, maka penyebutan nama, pemuatan foto partisipan akan dilindungi/tidak akan di ekspose tanpa persetujuan partisipan. Contoh inform consent dapat dilihat berikut ini.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
24
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
Lembar persetujuan (inform Concent)
7. Tim Peneliti Penelitian ini melibatkan 1 (satu) orang koordinator peneliti sebagai ketua tim sekaligus technical advisor bagi penelitian ini dan 7 (tujuh) orang anggota yang telah terlatih menggunakan metode participatory action research baik dengan partisipan dewasa maupun dengan anak. Keseluruhan peneliti berasal dari Pusat Studi Gender (PSG) Universitas Syiah Kuala yang juga merupakan staf pengajar dalam berbagai disiplin ilmu yang berbeda di Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh. 8.
Definisi Operasional Variabel Beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Intensitas, adalah segala bentuk tindakan yang melukai dan merugikan fisik, non fisik/psikis termasuk hinaan, perlakuan buruk, seksual, dan penelantaran ekonomi.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
25
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
2.
Eskalasi adalah, kenaikan, pertambahan, volume atau jumlah terjadinya KDRT bak data secara sekunder maupun primer.
3.
Kekerasan adalah, bersifat/berciri keras, perbuatan tersebut bisa dilakukan oleh individu ataupun sekelompok.
4.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
5.
Lingkup Rumah Tangga adalah, suami, istri, anak termasuk anak tiri dan
anak
angkat.
Orang-orang
yang
mempunyai
hubungan
darah/keluarga dengan , suami, istri, anak termasuk anak tiri dan anak angkat dan orang yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar, dan besan) atau pembantu. 6.
Bentuk-bentuk KDRT, kekerasan fisik, psikis, seksual dan penelantaran rumah tangga.
7.
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat.
8.
Kekerasan psikis adalah, perbuatan yang mengakibatkan ketakutan hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
9.
Kekerasan seksual, setiap perbuatan pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan atau tujuan tertentu, yaitu pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga dan terhadap salah
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
26
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial atau tujuan tertentu. 10.
Penelantaran rumah tangga, yaitu seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
Selain itu berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan
ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut. 11.
Anak, adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
27
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
A.
2 LANDASAN TEORI Kerangka Hukum Keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman dan tenteram
dan damai merupakan dambaan setiap orang dalam rumah tangga,
Negara
Republik Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dijamin oleh Pasal 29 UUD 1945. Dengan demikian setiap orang dalam lingkup rumah tangga dalam melaksanakan hak dan kewajibannya harus didasari oleh agama.
Untuk
mewujudkan keutuhan dan kerukunan tersebut, sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga, terutama kadar kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut. Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga tersebut. Untuk mencegah dan melindungi korban, dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, negara dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan, dan penindakan pelaku.
Negara berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan, terutama
kekerasan dalam rumah tangga adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi. 13
13
Pelasan Umum UU PKDRT No. 23 Tahun 2004.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
28
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
B.
Regulasi Nasional Dan Internasional Yang Berhubungan Dengan PKDRT 1.
UU PKDRT Berkaitan Erat Dengan Regulasi Lainnya Yang Sudah Ada Sebelumnya, Antara Lain : a.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP);
b.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana;
c.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;
d.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita – CEDAW;
2.
e.
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
f.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh.
Peraturan Yang Mengatur Tentang Perempuan Dan Anak Pada Tingkat Daerah (Qanun) Tahun 2001 Provinsi NAD diberi otonomi khusus melalui UU Nomor 18 Tahun 2001 Tentang Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. UU ini mengatur sejumlah hal secara umum, dan kemudian harus dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan daerah. Setelah otonomi khusus nama peraturan daerah diganti dengan qanun, yang bernuansa Islami. Hal ini karena di NAD juga diberlakukan hukum Islam.
Sebagai pelaksanaan UU Otonomi Khusus tersebut, berkaitan
dengan isu perempuan dan masalah KDRT, Pemerintah daerah Provinsi NAD (melalui inisiator Biro Pemberdayaan Perempuan dan Biro Hukum) akan mengeluarkan rancangan qanun antara lain:
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
29
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
a.
Rancangan
Qanun
Tentang
Perlindungan
dan
Pemberdayaan
Perempuan; b.
Rancangan Qanun tentang Perlindungan Anak
c.
Rancangan Qanun tentang Anggaran Responsif Gender
Tentu saja ketiga produk rancangan qanun tersebut diharapkan dapat cepat
disahkan menjadi qanun, dan secara legal representatif dan sensitif bagi perempuan dan anak dalam memberi persamaan hak dan keadilan. 3.
Islam dan Kesetaraan gender Islam sebagai agama monoteis (tauhid) menegaskan bahwa kekuasaan,
kekuatan dan kebesaran hanyalah milik Allah. Tuhanlah pemegang otoritas absolut atas seluruh eksistensi (al Mawjudat) alam semesta. Berdasarkan pandangan teologis ini agama ini (Islam) menafikan superioritas manusia atas manusia yang lain atas dasar identitas kultural apapun. Hal ini tercermin dalam ayat-ayat AlQuran sebagai berikut:14 a. Al- Qur-an dengan sangat tegas : "Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri (entitas) yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan pasangannya, dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak".(Q.S. an Nisa, 1). b. Pada ayat lain disebutkan : "Hai manusia, Kami ciptakan kamu dari lakilaki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara kamu" (Q.S. al Hujurat, 13). Dua ayat al Qur-an ini dengan gamblang menegaskan 14
H. Husein Muhammad, Perempuan dalam Pandangan Agama, Makalah disampaikan dalam Pelatihan Penyadaran Gender di KPMM tanggal 20-23 Juli 2006. Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
30
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
doktrin
egalitarianime
(persamaan
manusia)
Islam,
termasuk
di
dalamnya persamaan jenis kelamin dan menafikan diskriminasi yang diakibatkan oleh jenis kelamin, ras, suku, bangsa, c. warna kulit, teritorial dan sebagainya. Semua manusia dengan berbagai latarbelakangnya itu pada ujungnya berasal dari sumber yang tunggal yaitu sama-sama ciptaan Tuhan. Keunggulan yang dimiliki manusia satu atas manusia yang lain hanyalah pada aspek kedekatannya yang diukur dengan taqwa kepada-Nya. d. Pernyataan paling eksplisit lainnya mengenai kesetaraan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan dinyatakan dalam al Qur-an surah al Ahzab, 35 : "Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, lakilaki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan
dan
perempuan
memelihara
perempuan
yang
bersedekah,
laki-laki
yang berpuasa, laki-laki dan perempuan
kehormatannya,
laki-laki
dan
perempuan
yang yang
banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan ampunan dan pahala yang besar". Demikian juga dalam al Nahl, 97, Ali Imran, 195, al Mukmin 40, dan lain-lain. e. Doktrin egalitarianisme (al musawah) Islam di atas juga dinyatakan oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam salah satu sabdanya beliau mengatakan : "Manusia bagaikan gigi-gigi sisir, tidak ada keunggulan orang Arab atas non Arab, orang kulit putih atas kulit hitam, kecuali atas dasar ketakwaan kepada Tuhan". Sabda beliau yang lain : "Sungguh, Allah tidak menilai kamu pada tubuh dan wajahmu melainkan pada tindakan dan hatimu". Dan "Kaum perempuan adalah saudara kandung kaum
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
31
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
laki-laki". Pernyatan-pernyataan Nabi Muhammad SAW di atas bukan tanpa bukti dalam realitas sosial waktu itu. Kaum perempuan seperti halnya kaum laki-laki dilibatkan dalam urusan-urusan sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan kebudayaan. Aisyah adalah isteri Nabi yang sangat cerdas, guru besar para sahabat laki-laki, ahli sastra, hafal lebih dari 2000 hadits, seorang politisi dan panglima perang. Demikian pula sahabat perempuan yang lain. Sejarah Indonesia dan di Aceh sendiri mencatat sejumlah pemimpin perempuan yang pintar dan perempuan pejuang kemerdekaan. f. Jika keunggulan laki-laki atas perempuan merupakan konstruksi sosial, maka tidak dapat diberlakukan secara tetap, melainkan tergantung pada perubahan-perubahan
sosial yang berlangsung.
Fakta-fakta
sosial
memperlihatkan tidak sedikit perempuan yang memiliki keunggulan intelektual daripada laki-laki dan memiliki kemampuan menghasilkan sumber ekonomi bagi keluarganya. Karena itu perempuan memiliki kemampuan untuk mengurus negara, menjadi politisi, hakim, direktur perusahaan dan sebagainya. Relasi konstruksionis adalah nisbi dan terbuka untuk konstruksi baru. Keterbukaan akses bagi perempuan untuk memasuki pendidikan yang lebih luas dan lebih tinggi ternyata telah memberinya kesempatan untuk menduduki posisi-posisi baik struktural maupun kultural di atas. g. Posisi relasi perempuan dan laki-laki dalam Islam ada tiga komponen penting yang dapat dijadikan rujukan dari Al-Quran. Pertama Islam memiliki risalah (pesan) abadi yang secara substantif mengajarkan nilainilai dan prinsip-prinsip universal yang antara lain; kesetaraan, keberagaman (pluralisme) dan demokrasi.
Kedua, teks-teks Islam juga
memuat teks-teks partikular (spesifik) yang sengaja diturunkan untuk
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
32
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
menjawab kasus-kasus yang terjadi dalam konteks sosialnya. Ketiga, Islam mengajarkan tentang rasionalitas dan latar belakang (asbab al nuzul) turunnya teks-teks suci. Keduanya merupakan media untuk mempertautkan prinsip universalitas dan partikularitas Islam tersebut. h. Dalam satu kesempatan seusai menjalankan haji wada’, secara tegas Muhammad menyerukan umatnya untuk peduli dan menghormati perempuan. Pernyataan Rasulullah tersebut seolah kurang bergema. Hanya sedikit umat yang memahaminya secara benar. Lebih dari 1500 tahun sejak berpulangnya Nabi kehadirat Allah azza wa Jalla, situasi yang dialami oleh perempuan bukannya membaik, malah seolah kembali ke zaman jahiliyah. i. Fakta-fakta sosial tersebut menunjukkan bahwa kaum perempuan ternyata
merupakan
jenis
kelamin
yang
masih
tersubordinasi,
termarginalisasi dan akibatnya mereka paling rentan terhadap kekerasan dalam berbagai bentuknya, baik fisik maupun non fisik. Kekerasankekerasan terhadap perempuan, merupakan akibat dari sistem relasi gender yang timpang.15 Tegasnya perempuan masih dipandang sebagai makhluk inferior, sementara laki-laki makhluk superior dan menentukan segala-galanya. Inilah wajah kebudayaan patriarkhis yang masih berlangsung d iIndonesia. 4.
Pendekatan Analisis Gender Analisis gender adalah serangkaian kriteria yang digunakan gerakan feminisme
untuk
mempertanyakan
ketidakadilan
sosial
dari
aspek
hubungan antar jenis kelamin. Dalam melakukan identifikasi terhadap ketidakadilan ini analisis gender mula-mula membuat pembedaan antara
15
Mansour Faqih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, hlm. 17
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
33
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
apa yang disebut "seks" dan "gender". Seks, demikian didefinisikan, adalah pembedaan laki-laki dan perempuan berdasarkan atas ciri-ciri biologis. Sedangkan gender adalah pembedaan laki-laki dan perempuan secara sosial. Pada
prinsipnya
analisis
gender
tidak
mempermasalahkan
pembedaan-pembedaan itu selama tidak melahirkan ketidakadilan. Akan tetapi, analisis ini melihat pembedaan secara gender (gender differences) sangat potensial melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Oleh karena itu, langkah selanjutnya yang dilakukan analisis gender adalah menggugat pembedaan gender, khususnya yang melahirkan ketidakadilan. 16
Ketidak adailan gender dalam analisis gender, dapat diidentifikasi melalui 5 (lima) manifestasi ketidakadilan, yakni: marjinalisasi (proses pemiskinan ekonomi), subordinasi (anggapan tidak penting), pelabelan negatif (stereotype), kekerasan (violence), dan beban kerja ganda (double burden). Inilah kriteria yang menjadi acuan kaum feminis dalam melihat secara kritis setiap aturan sosial tentang relasi laki-laki dengan perempuan, termasuk yang lahir dari doktrin agama Para pionir pejuang hak-hak perempuan mengemukakan bahwa berbagai analisa ketertindasan perempuan selama ini disebabkan oleh lima manifestasi ketidakadilan tersebut (marjinalisasi, subordinasi, streotype, violence, double burden). Selain itu penindasan
terhadap perempuan juga terjadi dalam
kaitannya dengan soal seksualitas, keluarga, kerja, hukum, politik, budaya dan seni. Para feminis berusaha untuk melihat wacana patriarchal yang tampil agresif terhadap perempuan atau sebaliknya justru tidak memasukkan
Acep Sugiri dalam Harian Kompas, Mencari Teori Kesetaraan: (Analisis Gender VS Teori Hukum Hukum Islam, Senin, 23 Agustus 2004. 16
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
34
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
persoalan-persoalan perempuan di dalamnya. Kemudian dalam perkembangan teori feminis ada upaya untuk memasukan Konsep-konsep seperti yang dijelaskan sebagai berikut: 17 a. Perempuan dan feminitas menjadi objek teori dan penelitian yang luas. Alasan yang sangat jelas karena untuk kurun waktu yang lama perempuan telah diabaikan dalam kajian baik teoritis maupun empiris b. perempuan dan feminitas yang telah sekian lama dieksklusifkan dan diabaikan dalam teori tradisional kini dikonsepsikan sebagai setara dengan penelitian-penelitian seperti kajian sosial ekonomi c. wacana patriarchal sendiri mendapat kritik yang tajam dan pada saat bersamaan sebagai tanggapannya, ada upaya-upaya untuk membuat kerangka kerja teori wacana feminis secara ontology, epistimologi dan juga politis d. teori feminis ingin melihat pendekatan wacana patriarchal melalui pengaitannya
dengan
permasalahan
perempuan
dan
juga
dengan
permasalahan yang lebih luas atau publik e. wacana dikotomis yang selama ini sering digunakan harus ditolak atau diadakan penyesuaian.
17
Gadis Arivia, Filsafat Perspektif Feminis, YJP, Jakarta, 2003, hlm. 83.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
35
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
3 HASIL PENELITIAN
A.
LATAR BELAKANG WILAYAH
1.
a. Kondisi Geografis Provinsi NAD Setelah Tsunami Provinsi NAD merupakan kawasan paling barat Indonesia yang berbatasan
dengan wilayah laut negara Thailand. Sebagai kawasan paling barat, provinsi ini sangat strategis dari aspek ekonomi, politik, sosial dan budaya. Luas wilayah NAD, sebelum tsunami melanda provinsi ini pada tanggal 26 Desember 2004 adalah sekitar 57.365,57 km2 atau mencapai 2, 88% dari luas keseluruhan NKRI.18 Secara administratif dan pemerintahan pada tahun 2006 provinsi NAD terdiri dari 16 kabupaten (sagoe) dan 4 buah kota otonom (banda), 139 kecamatan (sagoe cut), 159 mukim dan 5463 buah desa (gampong).19 Lebih jelasnya letak Provinsi NAD dapat dilihat pada gambar sebagai berikut di bawah ini:
Rusdi Sufi dan Agus Budi Wibowo, Budaya Masyarakat Aceh, Badan Perpustakaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Aceh, 2004, hlm. 8. 19 Aceh Dalam Angka, 2004. 18
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
36
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
GAMBAR I. PETA PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Menurut data sensus penduduk tahun 2005, total penduduk provinsi NAD adalah 4.031.589 jiwa. Jumlah penduduk jenis kelamin perempuan sebanyak 2.025.826 dan jenis kelamin laki-laki 2.005.763 jiwa. Kondisi ini menunjukkan jumlah penduduk perempuan lebih besar dibandingkan dengan penduduk lakilaki, dengan rasio 99.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
37
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
Secara keseluruhan diuraikan pula jumlah penduduk Provinsi NAD
berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2005 disajikan dalam Tabel VIII sebagai berikut: TABEL VIII JUMLAH PENDUDUK MENURUT KELOMPOK UMUR DAN JENIS KELAMIN Kelompok Umur (tahun)
Laki-laki (orang)
Persen (%)
Perempuan (orang)
Persen (%)
Total (orang)
Persen (%)
0-19 882.898
44,77
854.688
42,76
1.737.586
38,36
1.022.325
51,83
1.620.062
53,14
2.642.387
58,34
66.581
3,38
81.278
4,07
147.859
3,26
426
0,02
595
0,03
1.021
0,04
1.972.230 100,00 Sumber Data : Analisis data SPAN 2005
1,998.623
100,00
4.528.853
100,00
20-64 > 65 TT Jumlah
Berdasarkan Tabel VIII diketahui bahwa penduduk berusia produktif (15-19 tahun) sebanyak 38,36 persen dari keseluruhan jumlah penduduk NAD. Penduduk berusia 20-64 tahun sebanyak 58,34 persen dan penduduk lanjut usia (lansia) sebanyak 3,26 persen. Lebih jelasnya pembagian penduduk kelompok usia muda/produktif di NAD, dapat dilihat pada Tabel IX sebagai berikut:
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
38
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
TABEL IX JUMLAH ANAK BERDASARKAN KELOMPOK UMUR DAN JENIS KELAMIN Kelompok umur (tahun) 0-4
Laki-laki (orang)
Persen (%)
Perempuan (orang)
Persen (orang)
Jumlah (orang)
Persen (%)
202.700
22,96
199.763
23,37
402.463
23,16
225.618
25,55
213.140
24,94
438.758
25,25
232.313
26,31
219.419
25,68
451.732
25,99
222.267
25,18
222.366
26,01
444.633
25,60
100,00
1.737.586
5-9 10-14 15-19
Jumlah 882.898 100,00 Sumber Data: Analisis data SPAN 2005
854.688
100,00
Berdasarkan data SPAN 2005, maka anak berjenis kelamin laki-laki yang
berusia di bawah 5 (lima) dan perempuan sebanyak 23,16 persen. Anak berusia 5 -9 tahun sebanyak 25,25 persen. Anak berusia 10-14 tahun sebanyak 25,99 persen dan mereka yang berusia 15-19 tahun sebanyak 25,60 persen. Dilihat dari data pembagian anak menurut kelompok usia lima tahunan tersebut maka, jumlah perkelompok umur secara absolut dapat dikatakan jumlahnya tidak terlalu berbeda. Namun demikian meski berdasarkan data SPAN 2005, diperoleh persentase kasar perbandingan jumlah usia anak dengan usia dewasa dan perbandingan berdasarkan jenis kelamin tetapi persentase ini masih sebatas perkiraan dengan memasukan kelompok umur 0 -19 tahun. Perkiraan ini juga tidak memasukan kategori data “tidak terjawab”. Batasan tegas umur anak antara 0-18 tahun ,20 sendiri tidak terpilah dalam data SPAN 2005. Selengkapnya disajikan dalam diagram di bawah ini: 21
Dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan batasan usia anakanak dari masih berbentuk janin/dalam kandungan sampai dengan 18 tahun. 21 Unicef, Assesment of Child Abuse, Exploitation and Trafficking in NAD Province and Nias After Tsunami, dilaksanakan oleh Tim Peneliti PSG Unsyiah dibantu sepenuhnya oleh Emmy LS, Retno dan Rino Antarini. 20
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
39
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI DIAGRAM 1 PERSENTASE JUMLAH USIA ANAK DAN ORANG DEWASA BERDASAR JENIS KELAMIN SERTA JUMLAH USIA ANAK LAKI-LAKI DENGAN ANAK PEREMPUAN anak-anak
Anak-anak 44%
Dew asa 56%
Perempua n 49%
Laki-laki 51%
Sumber : SPAN, 2005, Data Primer yang sudah diolah.
1.1 Perbandingan Jumlah Persentase Anak dan Orang Dewasa
1.2 Perbandingan jumlah Persentase anak perempuan dan laki-laki
Berdasarkan data SPAN 2005, dengan mengasumsikan bahwa penduduk
berusia 19 tahun dimasukkan kedalam kelompok penduduk dengan katagori usia anak, maka jumlah usia anak sebesar 44 persen dan usia dewasa 56 persen. Selanjutnya dilihat dari proporsi penduduk usia anak-anak menurut jenis kelamin, maka penduduk anak laki-laki jumlahnya lebih banyak dari pada penduduk anak perempuan. Yaitu anak laki-laki sejumlah 51 persen dan anak perempuan sebesar 49 persen. Secara umum, laju pertumbuhan penduduk di Provinsi NAD periode tahun 1980- 2005, mengalami penurunan. Tercatat dari 2000-2005 berdasarkan data SPAN sebesar 0,47 % pertahun. Selengkapnya data tersebut disajikan dalam Tabel X sebagai berikut:
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
40
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
TABEL X PERTUMBUHAN PENDUDUK NAD TAHUN 1980 - 2005 TAHUN
PENDUDUK (ORANG)
1980
2.610.128
PERTUMBUHAN PENDUDUK (PERSEN) -
1990
3.415.674
2.73
2000
3.930.905
1.46
2005
4.031.589
0.47
Sumber Data : Analisis data SPAN 2005
Berdasarkan Tabel X diketahui bahwa, pada periode tahun 1980 jumlah
penduduk NAD sejumlah 2.610.128 orang. Selanjutnya mengalami kenaikan sebesar 2,73 % pada tahun 1990 menjadi 3.415.674 orang. Periode tahun 1990 hingga tahun 2000 jumlah tersebut mengalami penurunan sebesar 1,46 persen, dari penduduk dari 3.415.674 orang menjadi 3.930.905 orang jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk tahun 1980 – 1990. tahun 2000 – 2005 keadaan turun drastis sebesar 0,47 % ketika bencana gempa bumi dan tsunami yang menelan banyak korban jiwa.
Tahun 2005 jumlah penduduk Provinsi NAD sebanyak
4.031.589 orang. Perubahan alam merupakan salah satu faktor yang menentukan bagaimana sistem politik, sosial dan budaya berlangsung di dalam masyarakat. Demikian juga halnya dengan perubahan alam di NAD akibat gempa bumi dan tsunami. Kondisi ini dapat menjadi faktor determinan pengubah pola relasi dan sistem budaya, sosial dan politik dalam masyarakat Aceh. Bencana Gempa bumi dan tsunami secara dramatis telah mengubah angka dan komposisi demografis serta angka indeks pembangunan menuju ke titik nol (negatif) dengan banyaknya infrastruktur yang harus dibangun kembali, ratusan ribu orang kehilangan mata pencaharian dan perumahan, serta tidak lagi tersedianya akses layanan publik. Meskipun tidak Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
41
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
semua wilayah di Pprovinsi NAD terkena dampak langsung dari bencana besar ini, akan tetapi sempat terjadi kelumpuhan luar biasa terutama pada tahun pertama terjadinya bencana Tsunami di bidang pemerintahan dan perekonomian serta pada jantung kebudayaan bumi NAD, akibat hancurnya pusat-pusat kota administratif, transportasi dan perekonomian, infrastruktur jalan, listrik, komunikasi. Sebelum gempa bumi dan tsunami 26 Desember 2004 melanda NAD,
sebagian besar mata pencaharian masyarakatnya berada di sektor pertanian. Luas lahan yang digunakan untuk pertanian sebesar 643.008 hektar. Selain pertanian, perkebunan, nelayan dan hutan produksi juga menjadi mata pencaharian utama masyarakat Aceh. Luas hutan produksi di Aceh, mencapai 74,56% dari total luas wilayah NAD22. Selain sektor bergerak di produksi tradisional, di Aceh terdapat perkembangan yang cepat dalam sektor jasa dan sektor industri modern yang berbasis peralatan berat, padat modal dan padat teknologi. Untuk situasi ketenagakerjaan secara umum, menurut data SPAN 2005 dari total seluruh penduduk laki-laki di Aceh, ada sebesar 68.4% penduduk laki-laki usia 15 tahun ke atas yang bekerja. Dalam usia itu sebesar 18.5% yang bersekolah. Anak-anak usia ini ada yang bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT) sebanyak 7.9%. Mereka ada juga yang mencari pekerjaan, sejumlah 4.6% anak. Penduduk jenis kelamin perempuan, mereka yang bekerja sebesar 38,5%, bersekolah sembari bekerja sebagai PRT 49.8%, dan yang sedang mencari pekerjaan 5.4%. Persentase terbesar penduduk yang bekerja berdomisili di kabupaten Bener Meriah, sedangkan prosentase paling kecil adalah di Lhokseumawe. Hampir di sebagian besar Kabupaten, perempuan melakukan pekerjaan sebagai buruh dan pekerja tak dibayar. Pekerjaan sebagai buruh ini terkonsentrasi di wilayah perkotaan seperti Banda Aceh, Sabang, Langsa dan Lhokseumawe. Sebagian besar laki-laki memilih untuk berusaha sendiri. Kota Banda Aceh memiliki jumlah
22
Rusdi Sufi dan Agus Budi Wibowo, Op. Cit. hlm. 2.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
42
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
terbesar laki-laki usia prima yang bekerja, yaitu sebesar 59.1%, sedangkan untuk perempuan berusia prima yang bekerja adalah 50.6%. Hal ini berkolerasi dengan perbandingan tingkat pendidikan di beberapa Kabupaten/Kota di provinsi NAD, dimana jumlah pekerja yang berpendidikan tinggi SLTA ke atas berada di Banda Aceh yaitu sebesar 74,4%. 23 Pada saat tsunami, korban yang paling banyak meninggal berasal dari
wilayah dataran rendah dan wilayah sepanjang garis pantai. Hal ini terjadi karena sebaran tempat tinggal penduduk Aceh tidak merata. Menurut data SPAN 2005, 4 juta penduduk Aceh terkonsentrasi berada pada 5 (lima) wilayah kabupaten yaitu Aceh Utara, Pidie, Bireun, Aceh Timur dan Aceh besar. Kepadatan geografis penduduk paling tinggi berada di Kota Banda Aceh, sebanyak 2.916 orang/km2. Kota Lhokseumawe menduduki peringkat kedua dalam hal jumlah kepadatan penduduknya sebanyak 854 orang/km2. Adapun Kabupaten Aceh Besar memiliki kepadatan penduduk lebih sedikit dari Kota Banda Aceh dan Lhokseumawe, yaitu sejumlah 110 orang/km2. Untuk lebih jelasnya kepadatan jumlah penduduk setelah gempa bumi dan tsunami dapat dilihat Tabel XI di bawah ini, akan tetapi data yang disajikan hanya wilayah yang dijadikan lokasi penelitian saja, yaitu Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar saja.
23
Unicef, Assesment of Child Abuse, Exploitation and Trafficking in NAD Province and Nias After Tsunami, Op.cit. Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
43
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
TABEL XI PENDUDUK KOTA BANDA ACEH DAN KABUPATEN ACEH BESAR BERDASARKAN JENIS KELAMIN TAHUN 2005
Kabupaten/Kota Provinsi NAD
Laki-laki (orang) 2.005.763
Persen (%) 49,75
Perempuan (orang) 2.025.826
Persen (%) 50,25
Total (orang) 4.031.589
Persen ( %) 100,00
1. Banda Aceh
94.052
52,87
83.829
47,13
177.881
100,00
2. Aceh Besar
152.377
51,38
144.164
48,62
296.541
100,00
Sumber Data: Analisis data SPAN 2005, data diolah berrdasarkan lokasi penelitian
Berdasarkan Tabel XI di atas diketahui bahwa, Kota Banda Aceh memiliki
jumlah penduduk 177.881 jiwa yang terdiri dari 94.052 laki-laki dan 83.829 perempuan. Jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Besar, sebesar 296.541 jiwa yang terdiri dari 152.377 jiwa laki-laki dan 144.164 jiwa perempuan. Dengan demikian jumlah penduduk perempuan di kedua kabupaten dan kota ini lebih sedikit daripada jumlah penduduk laki-laki. b. Kehidupan Sosio-Politik-Kultural Masyarakat NAD 24 Masyarakat Aceh adalah masyarakat yang terdiri dari beragam etnis. Setidaknya semenjak abad ke-16, dikenal ada empat kawom (kaum) atau sukee yang ada di Aceh. Keempat kawom tersebut menandakan kelompok keturunan. Kawom atau sukee lhee reutoh adalah orang-orang keturunan Mante-Batak dan merupakan penduduk asli Aceh, kawom imuem peut merupakan keturunan orang-orang Hindu dari India sebagai pendatang, kawom tok Batee merupakan keturunan dari berbagai suku, pendatang dan dari berbagai tempat. Terakhir adalah kawom Ja Sandang yaitu para imigran agama Hindu yang telah memeluk agama Islam.25 Akan tetapi dari
24
Unicef, Op. Cit. Sufi dan Agus Budi Wibowo, Op. Cit., hlm 18-19.
25.Rusdi
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
44
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
keragaman tersebut, tampak ada satu perekat bagi masyarakat Aceh yang masih kuat bertahan hingga saat ini yaitu nilai adat dan agama Islam. Terdapat beberapa hal yang semakin menunjukkan bahwa rakyat Aceh memiliki keteguhan dalam menjalankan nilai-nilai adat dan Islam. Dalam Penjelasan UU Nomor 18 tahun 2001 mengenai pemberian Otonomi Khusus kepada NAD, disebutkan prinsip adat bak Poteumeureuhom; hukom bak Syiah Kuala; Qanun bak Putro Phang, Reusam bak Laksamanana yang berarti adat dari Sultan, hukum dari Ulama, Qanun dari Putroe Phang, dan Reusam dari Laksamana. Hal ini menggambarkan adanya pembagian kewenangan masing-masing di antara struktur pemerintahan akan tetapi tetap menunjukkan bahwa adat dan agama (Islam) tidak dapat dipisahkan, keduanya saling berjalinan membentuk karakter khas masyarakat Aceh, yang diibaratkan adat ngon agama lagee zat ngon sifeut. c. Situasi Politik dan Proses Pembuatan Kebijakan dan Peran Tokoh Formal-Informal 26 Otonomi khusus dan pemberlakuan syariat Islam yang disyaratkan oleh UU No 44 tahun 1999 tentang Status Keistimewaan Aceh yang memberi kewenangan bagi Provinsi NAD untuk mengatur penyelanggaraan kehidupan yang terkait adat, agama, pendidikan, dan penetapan kebijakan daerah. Diakuinya lembaga adat oleh negara memberi perubahan dalam struktur pemerintah dan terdapat batasan yang melebur antara tokoh formal dan informal. Status Keistimewaan Aceh ini kemudian ditindak lanjuti dengan beberapa aturan daerah yang menguatkan identitas keIslaman masyarakat Aceh, yaitu syariat Islam. Peran tokoh formal dan informal atau peran yang telah melebur di antara keduanya dapat dijelaskan dengan mencermati struktur pemerintahan NAD.
26
Unicef, Op. Cit.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
45
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
BAGAN 1 STRUKTUR PEMERINTAH DAN BIROKRASI SETELAH OTONOMI KHUSUS
Provinsi NAD Gubernur Provinsi NAD
Sagoe/Kabupaten/kota Bupati,wali sagoe/wali kota
Sagoe Cut/Kecamatan Camat Mukim Imuem Mukim Gampong Keuchik Baris pertama dari tiap kotak adalah merupakan pemimpin administratif,
merupakan bagian dari birokrasi negara dan baris kedua adalah sebutan bagi pemimpinnya. Munculnya pengakuan identitas agama dalam peristilahan pemimpin birokrasi dapat dimaknai sebagai cara mengakomodasi kekuatan adat dan agama (baca ulama) oleh negara. Pengakuan identitas keagamaan ini diperkuat oleh UU Nomor 44 Tahun 1999 yang dalam salah satu pasalnya termaktub bahwa dalam “penyelenggaraan kehidupan beragama, provinsi NAD dapat menerapkan aturan sesuai syariat Islam bagi pemeluknya”. Peran pemuka agama dan adat menjadi sangat penting bagi masyarakat Aceh. Posisi penting pemuka adat dan agama tersebut digambarkan oleh Rusdi Sufi dan Agus Budi Wibowo, dengan hirarkhi pelapisan sosial sebagai berikut: 1. Golongan penguasa yang terdiri dari penguasa pemerintah dan pegawai negeri. Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
46
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
2. Kelompok Ulama yaitu orang-orang yang memiliki pengetahuan di bidang agama
3. Kelompok hartawan atau golongan orang yang memiliki kekayaan 4. kelompok rakyat biasa (Ureung leue) Dalam struktur sosial yang demikian bisa ditemui dualitas kepemimpinan
antara penguasan negara/adat dan pemimpin agama. Pemuka agama yang sering disebut sebagai “ulama” menjadi rujukan untuk menetapkan aturan hukum tertentu, terutama terkait dengan Syariat Islam. Pemuka agama meskipun termasuk golongan kedua dalam masyarakat, keberadaannya didistribusikan ke kelompok sosial yang lain. Golongan ulama yang berada di kalangan orang kebanyakan dengan gelar “Teungku Meunasah” memimpin masalah-masalah keagamaan pada unit pemerintahan terkecil gampong (kampung). Di tingkat Mukim (setara dengan kecamatan) golongan ulama bergelar “imuem mukim”. Kemudian di lembaga pemerintahan juga terdapat posisi bagi golongan ulama, Qadli yang memimpin pengadilan agama. Di lembaga pendidikan keagamaan seperti dayah dan rangkang ada Teungku atau Teungku Chiek. Dalam kenyataanya, antar golongan dalam struktur sosial ini sangat mungkin keberadaannya bisa tumbuh, dalam arti ulama bisa saja berasal dari golongan hartawan, dan juga penguasa pemerintah sangat mungkin adalah mereka yang memiliki kekayaan. Hal-hal khusus yang tidak terdapat di wilayah lain tapi terdapat di wilayah Aceh berdasarkan otonomi khusus ini adalah : 1. Wali Nanggroe, lembaga simbol pelestarian penyelenggaraan kehidupan adat, budaya dan pemersatu masyarakat NAD dan bukan sebagai lembaga politik 2. Mahkamah Syari’iah Provinsi NAD, lembaga peradilan yang bebas dari pengaruh pihak manapun dalam provinsi NAD yang berlaku untuk pemeluk
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
47
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
agama Islam. Merupakan bagian dari peradilan nasional sebagai peradilan syariat Islam di provinsi NAD.
3. qanun provinsi adalah peraturan daerah dalam rangka pelaksanaan uu di wilayah Provinsi NAD dalam rangka penyelenggaraan otonomi khusus Identitas keagamaan telah mengejawantah di semua lapis kekuasaan negara,
seperti mengenai Mahkamah Syari’ah dan mahkamah Syar’iah Provinsi. Melalui Keputusan Presiden (Keppres) No 11 tahun 2003 ditetapkan bahwa pengadilan agama di tingkat kabupaten dan kota diubah sebagai Mahkamah Syar’iah Kabupaten/Kota dan pengadilan agama di tingkat provinsi berubah menjadi Mahkamah Syar’iah Provinsi. Melalui Keppres ini diatur bahwa, seluruh kekuasaan dan kewenangan
pengadilan agama menjadi kekuasaan dan kewenangan mahkamah syar’iah. Adapun untuk kewenangan tambahan lain dalam ibadah dan syiar akan ditetapkan dalam qanun. Penambahan kewenangan hukum di mahkamah syar’iah tersebut kemudian
ditetapkan
melalui
Keputusan
Mahkamah
Agung
RI
tentang
Pelimpahan Sebagian Wewenang Peradilan Umum kepada Mahkamah Syar’iah Provinsi NAD. Pelimpahan wewenang tersebut menyangkut kewenangan mengadili perkara-perkara Mu’amalah (perkara perdata) dan Jinayah (perkara pidana) bagi subyek hukum yang beragama Islam, sesuai dengan pembatasan dan aturan yang termuat dalam qanun. Adapun yang dimaksud dengan Mu’amalah adalah ketentuan yang berkaitan dengan, jual beli dan hutang piutang, Qiradh atau permodalan, bagi hasil pertanian, kuasa dan perkongsian, pinjam meminjam, penyitaan harta, hak langgeh, gadai, pembukaan lahan, tambang, barang temuan, sewa menyewa, perburuhan, harta rampasan, waqaf, hibah, shadaqah, hadiah. Termasuk dalam perkara Jinayah seperti zina, menuduh berzina, mencuri, merampok, minum minuman keras dan pengunaan narkotika, dan penggunaan zat
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
48
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
adiktif (NAPZA), murtad, pemberontakan, pembunuhan, penganiayaan, perjudian, penipuan, pemalsuan, mesum, meninggalkan shalat fardhu dan puasa ramadhan. Sejak diberlakukannya status Istiwewa bagi Provinsi NAD, pemerintah telah
melakukan respon, terkait kewenangan dalam bidang agama. Melalui Perda No.3 tahun 2000, Pemerintah Provinsi NAD menetapkan Pembentukan Organisasi Tata Kerja Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Provinsi NAD. MPU ini merupakan cerminan penghargaan dan penghormatan masyarakat Aceh terhadap para ulama. Pengertian “ulama” dalam Bab Ketentuan Umum Pasal 1 Perda tersebut adalah Ulama Dayah/pesantren dan cendekiawan muslim Aceh yang kharismatik, intelektual dan memahami secara mendalam soal-soal keagamaan dan menjadi panutan masyarakat. MPU bertugas untuk memberi masukan, pertimbangan, bimbingan dan nasehat serta saran baik diminta maupun tidak, dalam menentukan kebijakan daerah dari aspek syariat Islam. MPU juga berhak menetapkan fatwa hukum di bidang syariat, termasuk dalam memberi pertimbangan terhadap kebijakan daerah terkait pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan serta tatanan ekonomi yang Islami. Walaupun bukan merupakan bagian baik dari badan pemerintah maupun legislatif, MPU merupakan mitra sejajar dari legislatif dan eksekutif di NAD dan strukturnya terdapat atau dapat dibentuk di kabupaten/kota. Dalam qanun pemerintah Provinsi NAD mengenai hubungan tata kerja MPU dengan legislatif dan eksekutif, disebutkan bahwa baik legislatif maupun eksekutif diwajibkan untuk mendengarkan fatwa hukum dari MPU terkait kebijakan daerah, wajib meminta pertimbangan dan saran dari MPU dan wajib menempatkan MPU sebagai badan independen dan mitra kerja. MPU dibentuk pertama kali lewat musyawarah, ulama dan cendekiawan muslim Provinsi NAD. Untuk periode lima tahun selanjutnya kepengurusan MPU ditetapkan dalam rapat Permusyawaratan Ulama dan Cendekiawan Muslim yang diprakarsai oleh MPU sendiri.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
49
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
Dalam rangka otonomi khusus, Pemerintah Provinsi NAD melalui Perda
Nomor 5 telah mengeluarkan peraturan mengenai pemberlakuan syariat Islam yang diwajibkan bagi seluruh pemeluk agama Islam. Sebagai unsur pelaksana syariat Islam ini dibentuklah “Dinas Syariat” Islam yang bertugas antara lain untuk merencanakan program, penelitian, pengembangan unsur-unsur syariat Islam, membimbing pelaksanaan syariat Islam dan mengawasi pelaksanaan syariat Islam. Dalam Dinas Syariat Islam inilah qanun-qanun Syariat Islam dihasilkan. Untuk melakukan fungsi peradilan syariat Islam, Pemerintah Aceh juga membentuk peradilan syariat Islam yang dilakukan oleh Mahkamah Syar’iah. Ketentuanketentuan yang termasuk dalam syariat Islam dan termaktub dalam Qanun Provinsi NAD No 11 tahun 2002 antara lain adalah masalah Aqidah, Ibadah dan Syiar. Untuk melaksanakan syariat Islam ini maka dibentuklah wilayatul hisbah (WH) yaitu “polisi syariat” yang dapat dibentuk mulai dari tingkat gampong dan di lingkungan lainnya. Kewenangan WH adalah menegur, menasehati ataupun menyerahkan pelanggar syariat Islam kepada penyidik kepolisian. Pelanggaran atas ketentuan syariat Islam diputuskan oleh mahkamah syar’iah, bagi mereka yang melanggar akan mendapat uqubah atau hukuman.
d. Penyelenggaraan Kehidupan Adat Selain penerapan syariat Islam dan perangkatnya, ada juga struktur lembaga adat yang kemudian diakui oleh pemerintah pusat dan Provinsi NAD yang kemudian melembaga dalam struktur pemerintah. Menurut Perda provinsi NAD No. 7 tahun 2000, lembaga adat adalah suatu organisasi kemasyarakatan adat yang dibentuk oleh suatu kemasyarakatan hukum adat tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak dan berwenang untuk mengatur dan mengurus serta menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan adat Aceh. Hukum adat, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan yang masih berlaku, hidup dan berkembang dalam masyarakat Aceh, sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam boleh Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
50
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
dipertahankan karena dapat dipakai sebagai alat kontrol sosial. Syariat Islam tetap menjadi tolak ukur penyelenggaraan adat masyakarat. Adapun yang dimaksud dengan lembaga-lembaga adat adalah sebagai berikut: 1. Mukim, adalah kesatuan masyarakat hukum adat berkedudukan sebagai unit pemerintahan yang terdiri dari beberapa gampong yang mempunyai batas wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri;
2. Imam Mukim , adalah pemangku adat di pemukiman atau kepala mukim; 3. Tuha Lapan, adalah badan kelengkapan gampong dan mukin yang terdiri dari unsur pemerintah, agama, pimpinan adat, pemuka masyarakat, unsur cerdik pandai, unsur kelompok organisasi masyarakat lainnya;
4. Gampong, adalah suatu wilayah yang terdiri dari beberapa jurong/dusun, ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat yang terendah, dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri;
5. Keuchiek, adalah orang yang dipilih dan dipercaya oleh masyarakat, serta diangkat oleh kabupaten/kota untuk memimpin gampong; 6. Tuha puet, adalah kelengkapan gampong dan mukim yang terdiri dari unsur pemerintah, agama, pimpinan adat, unsur cerdik pandai yang berada di gampong dan mukim berfungsi memberi nasehat kepada keuchiek, imuem mukim dalam bidang pemerintahan, hukum adat dan adat istiadat, kebiasaankebiasaan, serta menyelesaikan segala senketa di gampong dan mukim. 7. Imuem Meunasah adalah, orang yang memimpin kegiatan di gampong berkaitan dengan bidang agama Islam dan pelaksanaan syariat Islam. 8. Keujreun Blang adalah, orang yang membantu keuchiek dalam bidang pengaturan dan penggunaan irigasi untuk persawahan 9. Panglima laot adalah, orang yang memimpin adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di bidang penangkapan ikan di laut, termasuk mengatur area penangkapan ikan dan sengketa-sengketa
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
51
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
10. Peuteua seuneubok adalah, orang yang memimpin dan mengatur pembukaan dan penggunaan lahan untuk perlandangan dan perkebunan
11. Haria Peukan adalah, orang yang mengatur ketertiban, keamanan, kebersihan pasar serta mengutip retribusi pasar gampong
12. Syahbanda adalah, orang yang memimpin dan mengatur tambahan kapal atau perahu, lalu lintas keluar masuk kapal di bidang angkutan laut, danau dan sungai. Bupati dan walikota adalah pemangku dan pembina adat yang dibantu oleh
Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh (LAKA). Kepengurusan LAKA dibentuk, diangkat dan diberhentikan oleh gubernur. Pemerintah Gampong terdiri dari keuchiek dan imeum meunasah beserta perangkat gampong yang semuanya terdiri dari sekretariat gampong dan 8 (delapan) kepala urusan (Tuha Lapan).
Pemerintah
gampong ini mendapatkan gaji tetap yang berasal dari APBD. Keuchiek dan imuem mukim diberi kewenangan untuk dalam tahap awal menyelesaikan sengketa di wilayah masing-masing sebelum dibawa ke penegak hukum. Permasalahan tersebut bisa menyangkut permasalahan keluarga, antara keluarga atau masalah sosial yang hendaknya diselesaikan dalam suatu rapat adat gampong atau mukim. Rapat adat gampong dipimpin oleh Keuchiek dan Tengku gampong (Imuem Meunasah) dibantu Tuha Peuet. Apabila terjadi persengketaan dan pimpinan adat tidak bisa menyelesaikan sengketa tersebut dalam jangka waktu satu bulan, ia dapat mengajukan sengketa tersebut ke aparat penegak hukum. Keuchiek sebagai eksekutor kebijakan yang telah digariskan Tuha Peuet Gampong dipilih secara langsung oleh penduduk gampong. 2.
Gambaran Umum dan Kondisi Geografis Kota Banda Aceh Kota Banda Aceh merupakan ibukota Provinsi NAD. Dahulu, bernama
Kutaradja, yang lahir pada 22 April tahun 1205. Sejak 28 Desember 1962 berubah
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
52
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
namanya menjadi ”Banda Aceh”. Sebagai pusat pemerintahan, Kota Banda Aceh menjadi pusat segala kegiatan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Luas wilayah Banda Aceh sebesar 61,36 km2, dan terletak di 05,300 hingga
05,300 Lintang Utara, 95,300 hingga 99, 160 Bujur Timur. Ketinggian Kota Banda Aceh dari permukaan air laut adalah 0,80 . Secara administrasi pemerintah kota Banda Aceh terdiri dari 9 (sembilan) kecamatan, 69 desa dan 20 kelurahan. 27 Masing-masing 9 (sembilan) kecamatan tersebut adalah, Kecamatan Meuraxa, Baiturrahman, Kuta Alam, Syiah Kuala, Jaya Baru, Banda Raya, Lueng Bata, Kuta Raja, dan Ulee Kareng. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada gambar peta di bawah ini: GAMBAR II PETA KOTA BANDA ACEH NANGGROE ACEH DARUSSALAM KOTA BANDA ACEH
KODE PETA KECAMATAN
010 MEURAXA 011 JAYA BARU
040
012 BANDA RAYA 030
031
020 BAITURRAHMAN 021 LUENG BATA
010
041 020
030 KUTA ALAM 031 KUTA RAJA 040 SYIAH KUALA
021 011
041 ULEE KARENG
012
Seperti yang sudah diuraikan pada BAB I, maka lokasi penelitian di Kota Banda Aceh dilakukan di 3 (tiga) kecamatan yaitu, Kecamatan Meuraxa dengan mengambil 2 (dua) desa yakni, Desa Baro dan Deah Glumpang, Kecamatan Syiah Kuala pada Desa Rukoh dan Gampong Pineung dan Kecamatan Baiturrahman pada Desa Ateuk Jawo dan Kelurahan Sukaramai. Pemilihan Desa dilakukan mewakili 27
Aceh Dalam Angka, Op. Cit.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
53
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
pesisir, perkotaan dan komunitas sekitar dua lembaga pendidikan di kota Banda Aceh yaitu,
Universitas Syiah Kuala dan IAIN Arraniry. Selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel XII di bawah ini: TABEL XII KECAMATAN DI KOTA BANDA ACEH YANG MENJADI SAMPEL PENELITIAN Kriteria
Kecamatan
Pesisir
Kecamatan Meuraxa
Lingkungan lembaga pendidikan
Kecamatan Syiah Kuala
Perkotaan
Kecamatan Baiturrahman
Sumber Data: Data primer Tahun 2006
3.
Gambaran Umum dan Kondisi Geografis Kabupaten Aceh Besar Kabupaten Aceh Besar terletak pada 5, 20 hingga 5, 80 Lintang Utara, 95, 00
hingga 95, 80 Bujur Timur dengan luas daerah 2.974,12 km2. Secara administratif Pemerintah Kabupaten Aceh Besar terdiri dari 22 Kecamatan, 68 kemukiman, 5 kelurahan dan 596 desa.
28
Lebih detil dapat dilihat pada peta Kabupaten Aceh
Besar di bawah ini:
28
Ibid.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
54
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
GAMBAR II PETA KABUPATEN ACEH BESAR NANGGROE ACEH DARUSSALAM
KODE
KABUPATEN ACEH BESAR
PETA
130
061 120
050
060 091
020
080
110 090 111
040 070
100
021
102
042 101
030
031 010 041
KECAMATAN
010
LHOONG
020
LHO'NGA/LEUPUNG
021
LEUPUNG
030
INDRAPURI
031
KUTA COT GLIE
040
SEULIMEUM
041 042
KOTA JANTHO LEMBAH SEULAWAH
050
MESJID RAYA
060
DARUSSALAM
061
BAITUSSALAM
070
KUTA BARO
080
MONTASIK
090 091
INGIN JAYA KRUENG BARONA JAYA
100
SUKA MAKMUR
101 102
KUTA MALAKA SIMPANG TIGA
110
DARUL IMARAH
111
DARUL KAMAL
120
PEUKAN BADA
130
PULO ACEH
Dari 22 kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Besar, maka hanya 5 (lima) kecamatan yang diambil sebagai lokasi penelitian yang dipilih secara purposive yaitu Kecamatan Indra Puri mengambil lokasi penelitian pada Desa Pasar Indra Puri dan Sinye. Kecamatan Jantho di Desa Barueh dan Jantho Makmur, Kecamatan Darul Imarah di Desa Kuta Lamrueng dan Guegajah, Kecamatan Lho’nga di Desa Lamkruet dan Lampaya, serta Kecamatan Darussalam di Desa Lambada Peukan dan Lampeudaya. Berdasarkan penelusuran pra research yang dilakukan oleh Tim PSG Unsyiah maka diketahui ada peningkatan KDRT setelah tsunami di Kabupaten Aceh Besar
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
55
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
dan Kota Banda Aceh. Atas dasar hal tersebutlah maka penelitian yang dibiayai sepenuhnya oleh Biro Pemberdayaan Perempuan ini memfokuskan pada dua kabupaten/kota tersebut. B. TEMUAN-TEMUAN DI LAPANGAN 1. Pemahaman Masyarakat terhadap KDRT Umumnya
masyarakat
mengatakan
KDRT
adalah
melakukan
pemukulan terhadap salah satu anggota keluarga sampai melukai fisiknya atau mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas yang dapat menyebabkan korban sakit hati. Sementara sebagian masyarakat lain seperi Keuchik Lambada Peukan dan masyarakat Lhoknga umumnya mengatakan jika hanya terjadi perang mulut biasa tidak sampai melukai fisik, hal itu bukan merupakan kekerasan dalam rumah tangga, hal seperti ini sering terjadi antara suami isteri, atau orang tua terhadap anak. Menurut partisipan, “perang mulut” antara suami dengan isteri diibaratkan bagai “aweuk ngon beulangong” ibarat (wajan dengan centong), meskipun sama-sama membutuhkan mesti ada saja masalah yang dihadapi. Keuchik, imuem, serta masyarakat awam lainnya yang menjadi partisipan dalam penelitian ini belum mengetahui bahkan ada yang tidak mengetahui sama sekali tentang UU PKDRT.
Fakta ini terungkap ketika pada awalnya
“keuchik Desa Deah Baro” mengatakan bahwa tidak pernah ada KDRT di desanya. Akan tetapi ketika dijelaskan lebih lanjut ternyata dia mengatakan bahwa ada bentuk-bentuk KDRT yang dialami oleh warganya.
Karena
ketidakpahaman keuchik maka masalah-masalah KDRT tidak diangap sebagai suatu perbuatan kekerasan dalam rumah tangga.
Padahal seharusnya ada
kewajiban bagi negara dan komunitas untuk mencegah dan melindungi korban dari tindakan kekerasan yang dimunculkan oleh pelaku KDRT.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
56
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
Banyak juga warga masyarakat yang tidak pernah melaporkan jika terjadi KDRT. Umumnya masyarakat belum menerima sosialisasi UU PKDRT. Kondisi seperti ini dirasakan oleh semua masyarakat di lokasi desa sampel, bahkan Ketua KUA Kecamatan Darussalam juga mengatakan dirinya bersama staf yang bekerja di KUA tersebut belum pernah mendapat sosialisasi mengenai UU PKDRT, dan juga Undang-Undang Perlindungan anak. Sebahagian dari partisipan lainnya pernah mendengar dan melihat sepintas sosialisasi yang dilakukan di TV, ditulis di koran. Hanya satu partisipan yaitu keuchik di Desa Deah Glumpang pernah mengikuti pelatihan PKDRT. Selanjutnya ada pandangan terhadap tidak perlunya cuti haid bagi perempuan yang bekerja pada perusahaan-perusahaan. Hal tersebut karena
“haid”
merupakan kodrat perempuan. Kecuali jika perempuan tersebut mengalami sakit ketika haid, maka baru dia diperkenankan untuk diberikan “izin sakit”. Selama ini belum ada forum khusus yang mempertemukan pihak aparat penegak hukum dengan masyarakat yang membahas tentang PKDRT di lokasilokasi di mana penelitian ini dilakukan.
2. Bentuk-Bentuk KDRT yang Terjadi di Lingkungan Masyarakat Menurut masyarakat bentuk-bentuk KDRT yang pernah terjadi pada di lingkungan mereka, seperti perang mulut suami isteri hingga suami memukul isteri, memukul anak anak, suami tidak memberi nafkah, suami kawin lagi. Adapun kekerasan yang dilakukan terhadap anak, menurut partisipan, hampir semua orang pernah memukul anaknya tapi bukan memukul sampai melukai atau menyiksa, seperti kasus-kasus yang sering dilihat di televisi. Bentuk-bentuk pemukulan menggunakan tangan dengan mencubit atau memukul di pantat, karena anaknya bandel (nakal), atau tidak mau mendengar kata orang tuanya. Anak-anak juga suka dipukul ketika tidak mau disuruh mandi, atau tidak mau belajar. Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
57
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
Hal ini juga diperkuat oleh partisipan anak. Semua anak yang dijadikan
partisipan dalam penelitian ini pernah mengalami KDRT dari orang tua mereka. Menurut anak, pelaku utama KDRT terhadap anak-anak adalah ibunya. Hasil observasi di Desa Kuta Lamreung Kecamatan Darul Imarah, saat sedang melakukan wawancara dengan seorang responden, peneliti melihat seorang ibu/tetangga dari responden yang menghardik dan memukul anaknya dengan keras, karena anak tersebut tanpa sengaja melempar bola dan menjatuhkan pot bunga kepunyaan ibunya. 3.
Intensitas dan Eskalasi Terjadinya KDRT Pada dasarnya kasus KDRT ibarat kasus “Gunung Es”. Dapat saja dialami
oleh banyak orang, namun karena masalah ini masih dianggap sangat tabu untuk di laporkan, maka-kasus-kasus KDRT tidak banyak yang muncul ke permukaan. Hal tersebut dikatakan oleh hampir semua partisipan dewasa yang menjadi responden dalam penelitian ini, seperti dikatakan oleh Kapolsek, dokter puskesmas, keuchik, Imuem dan sebahagian besar masyarakat lainnya. Bahkan menurut dokter–dokter yang bekerja di puskesmas mengatakan banyaknya perempuan yang berobat ke puskesmas tersebut karena menderita migrain (sakit kepala sebelah) yang diperkirakan ada masalah dalam keluarga.
Namun yang
bersangkutan tidak mau terbuka untuk menjelaskan persoalannya. Biasanya mereka cenderung mempersalahkan anak-anaknya yang bandel yang membuat mereka pusing memikirkannya. Berikut intensitas dan eskalasi KDRT yang dapat diidentifikasi oleh masyarakat baik yang terjadi di Kota Banda Aceh, maupun Kabupaten Aceh Besar yaitu: a. Pertengkaran suami isteri sangat sering terjadi dan hampir di semua keluarga; b. Pemukulan (mencubit) anak oleh ibunya sangat sering terjadi ditemukan hampir di semua keluarga yang dijadikan partisipan;
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
58
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
c. Pemukulan (menampar) yang dilakukan oleh suami terhadap isteri/perempuan sering tapi pada keluarga-keluarga tertentu khususnya di Desa Deyah Baro Kecamatan Meraxa tergolong sering;
d. Pemukulan yang dilakukan oleh ayah terhadap anaknya sering dilakukan namun pada keluarga-keluarga tertentu;
e. Nafkah yang dirasakan tidak cukup, banyak dialami oleh hampir di semua keluarga disemua desa yang diteliti;
f. Suami melakukan poligami; g. Suami berselingkuh ada dua kasus di desa Lamreung dan Guegajah; h. Isteri berselingkuh 2 (dua) kasus di Desa Lamreung dan Guegajah. Bentuk KDRT yang dilakukan terhadap anak-anak oleh orang-orang yang
memiliki relasi paling dekat dengan anak, tidak jarang hanya disebabkan masalahmasalah kecil akan tetapi memiliki efek yang sangat menyedihkan dapat dilihat dalam ilustrasi di bawah ini sebagai berikut:
Sementara partisipan anak mengatakan anggota tubuh yang paling sering dipukul oleh ibunya dicubit dibahagian paha, perut dan pipi, dijewer kupingnya. Rata-rata anak mengalami pukulan oleh ibunya satu hingga tiga kali dalam sehari. Selain dipukul anak juga sering dimarahi dan dipermalukan di depan teman-temannya. Salah seorang anak yang berada di desa Lambada Peukan mengatakan “dia sering mengalami pukulan oleh ayahnya karena tidak mau menimba air untuk kebutuhan warung kopi yang menjadi tempat usaha ayahnya”, padahal anak tersebut baru berusia 10 tahun atau kelas 4 SD. Sementara menurut salah seorang responden di Desa Deyah Baro “ada dua orang anak yang sering mengalami perlakuan kasar, dan cacimaki, serta mengekang dalam berbagai hal yang dilakukan oleh kakak iparnya bersama abang kandungnya yang sering mendapat pengaduan dari isterinya sehingga kini anak tersebut sangat terpukul mentalnya”. Anak tersebut diasuh oleh abang dan kakak iparnya karena ibu dan ayah kandungnya telah meninggal saat tsunami.
Sumber data primer yang diolah Nopember-Desember 2006.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
59
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
Menurut sebahagian besar responden kasus-kasus KDRT yang terjadi dalam
masyarakat tidak terlalu jauh berbeda antara sebelum dan sesudah tsunami. Kondisi ini karena kasus-kasus-kasus yang spesifik seperti pemukulan yang dilakukan oleh suami terhadap isterinya terjadi pada keluarga-keluarga tertentu yang memang suaminya termasuk dalam tipe suami “bingkeng” atau kejam/kasar. Sebelum tsunami pun suami-suami tersebut memang sudah punya sifat seperti itu. Namun masyarakat tidak tahu persis apakah telah terjadi peningkatan KDRT setelah tsunami. Sementara masyarakat Kecamatan Darul Imarah dan Kecamatan Lhoknga mengatakan telah terjadi peningkatan kasus-kasus KDRT di dalam masyarakat pasca tsunami. Berdasarkan data primer diketahui memang terjadi peningkatan setelah
tsunami. Hal ini dapat dilihat berdasarkan data yang ada pada Mahkamah Syar’iah. Kenaikan frekuensi angka perceraian terjadi baik di Mahkamah Syar’iah Kota Banda Aceh, maupun Mahkamah Syar’iah Kabupaten Aceh Besar. Angka perceraian dapat menjadi salah satu tolok ukur adanya kekerasan dalam lingkup rumah tangga yang mengakibatkan banyak pasangan melakukan cerai talak (pihak suami) maupun cerai gugat (pihak isteri). Selain KDRT, alasan suami melakukan ”poligami” paling dominan terjadinya perceraian secara ”cerai gugat” berdasarkan perkara yang masuk atau yang diputuskan di Mahkamah Syar’iah Kabupaten/Kota yang dijadikan lokasi penelitian. Adapun angka perceraian yang terjadi di dua kabupaten/kota yaitu Banda Aceh dan Aceh Besar dapat dilihat dalam Tabel XIII dan Tabel XIV sebagai berikut:
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
60
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
TABEL XIII ANGKA PERCERAIAN PADA MAHKAMAH SYAR’IAH BANDA ACEH Perkara Masuk Perkara yang Diputuskan Cerai Talak Cerai Gugat Cerai Talak Cerai Gugat 2005 27 106 25 83 2006 45 120 56 105 Sumber data : Data primer diolah pada Mahkamah Syar’iah Kota Banda Aceh, Nopember 2006 - Januari 2007. Tahun
Berdasarkan data pada Tabel XIII diketahui, terjadi peningkatan yang tajam
angka perceraian pada tahun 2005 -2006, justru paling banyak dilakukan oleh pihak perempuan yang melakukan cerai gugat, dari 106 menjadi 120 kasus. Begitupun dengan jumlah kasus-kasus yang diputus dari 83 kasus menjadi 105 kasus. Tidak sebagaimana data anagka perceraian Kabupaten Aceh Besar, data pada Kota Banda Aceh sebelum tahun 2005 tidak dapat ditemukan lagi, karena kantor Mahkamah Syar’iahnya terkena dampak tsunami, yang mengakibatkan hancur dan musnahnya semua data dan dokumen yang ada. Oleh sebab itulah untuk angka perceraian di Mahkamah Syar’iah di kota Banda Aceh dimulai setelah tsunami , tahun 2005 – 2006. Latar belakang penyebab suami melakukan melakukan “cerai talak” terhadap isterinya Kota Banda Aceh adalah : a. Karena tidak harmonis b. Perselisihan (cekcok terus menerus) Alasan isteri melakukan cerai gugat terhadap suaminya adalah sebagai berikut: a. Suami tidak bertanggung jawab/meninggalkan kewajiban b. Suami berpoligami c. Suami berselingkuh d. Suami suka memukul isteri dan anak.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
61
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
Berikut ini disajikan juga data angka perceraian pada Mahkamah Syar’iah
Kabupaten Aceh Besar yang dapat dilihat pada Tabel XIV di bawah ini: TABEL XIV ANGKA PERCERAIAN PADA MAHKAMAH SYAR’IAH KABUPATEN ACEH BESAR Perkara Masuk Perkara yang Diputuskan Tahun Cerai Talak Cerai Gugat Cerai Talak Cerai Gugat 2002 40 15 37 14 2003 42 14 38 10 2004 63 21 43 15 2005 57 17 56 15 2006 85 24 74 21 Sumber data : Mahkamah Syar’iah Kabupaten Aceh Besar, data primer diolah, Nopember 2006 – Januari 2007.
Oleh karena Mahkamah Syar’iah yang berada di Kota Jantho tidak terkena
tsunami maka data-data yang ada berdasarkan lima tahunan dapat ditelusuri dengan baik. Dilihat berdasarkan perkara yang masuk, maka sejak tahun 2002 – 2006 yang terbanyak adalah cerai talak dibandingkan cerai gugat.
Dari segi
eskalasi perkara yang masuk, kasus “cerai talak” mengalami peningkatan setiap tahunnya. Frekuensi paling tajam terjadi setelah tsunami, tahun 2005 – 2006 dari 57 kasus cerai talak menjadi 85 kasus. Adapun perkara yang masuk untuk cari gugat tidak stabil setiap tahun, namun terjadi peningkatan cerai gugat tahun 2005 -2006 dari 17 kasus menjadi 24 kasus. Demikian pula untuk perkara yang diputuskan cerai talak masih dominan dibandingkan dengan putusan cerai gugat. Secara umum ditemukan frekuensi kenaikan dan eskalasi jumlah baik perkara yang masuk untuk cerai talak maupun cerai gugat demikian pula terhadap perkara yang diputuskan. Alasan-alasan yang menjadi penyebab terjadinya cerai talak dari pihak suami lebih disebabkan tidak adanya keharmonisan dalam rumah tangga, sedangkan alasan isteri menggugat cerai suaminya sangat berfariasi : a. Suami tidak bertanggung jawab/meninggalkan kewajiban Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
62
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
b. Poligami c. Kawin paksa d. Adanya gangguan pihak ke tiga Dari alasan-alasan gugat talak dan gugat cerai baik yang terjadi di Kota Banda Aceh, maupun Kabupaten Aceh Besar dapat diketahui bahwa pihak perempuan (isteri) mengalami KDRT yang variatif berlapis bentuknya.
Berikut dapat
diperlihatkan kasus-kasus KDRT yang terjadi di berbagai instansi terkait :
Sumber data
Rumah Sakit Umum Jantho Pengadilan Negeri Jantho
Rumkit Kesdam
KUA Kec Baiturrahman
Polsek
TABEL XV
INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT Jumlah Kasus 1
Thn
2005
1
2006
1 1
2004 2004
1 1
2005 2005
1 1 1 1 5
2005 2003 2004 2005 2006
1
2005
Bentuk KDRT
Dipukul di muka sampai bernanah Dimarahi, dihina, disentil, kepala dipukul dengan centong, muka dipukul dengan botol, ditampar di hidung dan mulut Puting payudara digigit Masuk Kelereng dalam Hidung anak Vagina pecah Tersiram air panas, minyak goreng akibat kelalaian ibu Memar karena kena pukul Cekcok, suami tidak bertanggung jawab pada anak, istri, mencurigai suami/istri, tidak memberi nafkah lahir batin. Pemukulan
Pelaku
Korban
Suami
Istri
Suami
Istri
Suami anak
Istri ibu
Suami anak
Istri Ibu
istri
suami
Suami suami
isteri
Baiturrahman
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
63
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
Ruang Pelayanan Khusus (RPK) Polres Banda Aceh Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Rumkid Bhayangkara
KUA Kecamatan Darul Imarah
Puskesmas Lampeuneurut
14
2006
Penganiayaan fisik (pemukulan), kekerasan seksual, Penelantaran ekonomi dan poligami
suami
istri
6
2006
suami
istri
1
2006
Penganiayaan fisik (pipi ditampar, dipukul dikepala sampai berdarah dengan botol, ditendang, dicekik, punggung ditinju, kepala dipukul) Kekerasan psikis dimaki-maki dan dikatai dengan kasar sampai menyebut orangtua korban tidak punya otak, dihina)
suami
istri
Suami tidak memberi nafkah selama setahun, suami poligami, tidak ada kecocokan
suami
istri
7 kasus pelakunya suami dan 1 kasus pelakunya istri
7 kasus korbannya istri dan 1 kasus korbannya suami
Suami
istri
Suami
istri
Suami
istri
3
2005
8
2006
4
2003
2
2004
1
2005
Suami poligami, istri menghina suami, suami impotent, suami tidak bertanggungjawab dan tidak memberi nafkah, suami selingkuh, suami sering marah dan mengucapkan kata talak, suami memaksa berhubungan saat istri sedang haids. Penyiksaan fisik (luka-luka dan lebam pada daerah kepala dan wajah, lebam dan memar pada tangan) Penyiksaan fisik (gigi goyang akibat ditampar, bibir pecah, pipi bengkak, kepala bengkak, tangan memar) Penyiksaan fisik (pendarahan pada mata, luka memar pada daerah wajah)
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
64
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
Puskesmas Lhoknga
2
2006
Kekerasan fisik (dipukul di daerah kepala, kepala bengkak, wajah lebam)
Puskesmas Kecamatan Darussalam
1
2005
Kasus Luka memar di bagian muka akibat di tampar suami,
1
2006
Kasus memar di bagian dagu akibat kena tendangan
1
2006
Stres akibat tekanan mental, suami selalu marah-marah.
Polsek Darussalam
1
2006
Kasus memar di bagian dagu akibat kena tendangan
Suami, anak tiri laki-laki, mantan suami
istri
suami
isteri
suami
isteri
suami
isteri
suami
isteri
Sumber : Data Primer yang diolah Nopember- Desember 2006.
Berdasarkan Tabel XV di atas diketahui bahwa, perempuan dan anak
mengalami kekerasan yang berlapis dalam rumah tangga. Seorang perempuan/istri dapat mengalami kekerasan fisik, non fisik, seksual bahkan ekses dari suami yang melakukan poligami menelantarkan rumah tangganya. Berdasarkan data tersebut hanya ada 2 (dua) buah kasus di mana perempuan sebagai pelaku KDRT terhadap anaknya. Data lainnya menunjukkan hampir 100 % perempuan sebagai korban KDRT yang dilakukan orang-orang yang paling dekat, dikenalnya bahkan dicintainya yaitu, suami, mantan suami, bahkan anak tirinya yang laki-laki. Kekearasan tersebut justru paling banyak dilakukan di rumahnya sendiri yang seharusnya memberi rasa aman dan melindungi bagi setiap penghuninya. Data KDRT yang masuk ke Ruang Pelayanan Khusus (RPK) Banda Aceh tahun 2006 terjadi peningkatan lebih dari 4 (empat) kali jumlah kasus yang masuk pada tahun 2005, yaitu dari 4 (empat) kasus menjadi 26 kasus yang 100 persen korbannya adalah perempuan. Selengkapnya disajikan pada Tabel XVI sebagai berikut:
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
65
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
TABEL XVI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DAN PERKOSAAN Tahun
Jumlah Kasus
Korban
2004
Tidak ada data
-
2005
4
Perempuan
2006
26
Perempuan
Sumber : Data primer yang diolah RPK Resort Kepolisian Banda Aceh, 2006.
Alasan terjadinya KDRT yang masuk ke RPK Kota Banda Aceh disebabkan
karena : a. Komunikasi antara suami dan istri b. Kurang perhatian baik istri maupun suami c. Kekurangan ekonomi d. Adanya kecemburuan yang berlebihan antara suami dan istri e. Adanya selisih paham antara suami dan istri f. Pengaruh lingkungan Kasus KDRT yang dilaporkan ke RPK Banda Aceh, rata-rata satu sampai empat kasus setiap bulannya. Dari kasus-kasus tersebut ada yang dilanjutkan dan diproses ke tingkat pengadilan ada juga yang ditarik kembali oleh penggugat (pihak istri/perempuan) sebelum sempat diproses lebih lanjut oleh pihak kepolisian. 4.
Konstruksi Adat Tentang Hubungan Laki-laki dan Perempuan Dalam Rumah Tangga Hasil wawancara dengan Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) mengatakan bahwa, konstruksi adat Aceh yang mengatur hubungan dan hak serta kewajiban antara suami isteri dalam rumah tangga tidak bisa dijeneralkan antar satu kelompok masyarakat dengan masyarakat lainnya dalam masyarakat Aceh.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
66
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
Misalnya antara kelompok petani akan berbeda dengan kelompok
nelayan. Pada dasarnya semua adat istiadat di Aceh bersendikan Islam yang diibaratkan seperti, adat ngon agama ibarat zat ngon sifeut. Pada kelompok petani misalnya, ada pepatah Aceh “ Ureung agam geujak
meuue ureung inong geujak bak dapu “ artinya orang laki-laki (suami) pergi ke sawah, orang perempuan (isteri) pergi kedapur. Ini lebih kepada pembagian peran-peran dalam rumah tangga agar tercipta suatu keseimbangan dalam membina rumah tangga. Pada kelompok nelayan keseimbangan itu baru tercipta jika suami bekerja mencari ikan di laut, maka isteri yang menyiang ikan tersebut atau dibelah untuk dijadikan ikan kering sementara suami kembali melaut. Jika terjadi KDRT di NAD lebih disebabkan karena penyimpangan perilaku yang dapat terjadi di negara mana saja dan di daerah mana saja bukan karena adat Aceh-nya yang keras. Dengan demikian penyimpangan perilaku dengan timbulnya KDRT sebenarnya juga penyimpangan dari adat istiadat Aceh. Menurut Ketua MAA, tidak ada pepatah Aceh atau hadih maja yang cenderung merendahkan kaum perempuan. Namun demikian dapat saja ditelusuri lagi kepustakaannya. Jikapun ada jangan terlalu mencari-cari keburukan dari pepatah tersebut. Menurutnya harus ada pemikiran bijak dalam menelaahnya. Kondisi ini karena sumber kekuatan masyarakat Aceh adalah kekompakan penilaian terhadap apa yang menjadi identitas Aceh, salah satunya adalah adat istiadat tersebut. Penyelesaian kasus KDRT menurut hukum adat, menurut Ketua MAA,
bersendikan simbol mukim adalah mesjid, simbol gampong adalah meunasah. Hal ini berarti, semua persoalan-persoalan masyarakat termasuk KDRT diselesaikan oleh tokoh-tokoh gampong seperti tuha peut atau tuha lapan namun penyelesaiannya dilakukan di meunasah atau di mesjid. Meunasah/mesjid punya nuansa tersendiri
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
67
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
untuk
menyelesaikan
setiap
persoalan
gampong
dibandingkan
dengan
penyelesaiannya yang dilakukan di luar tersebut. Lebih jauh ditemukan fenomena tentang “kebiasaan” yang dilakukan
masyarakat (kaum laki-laki). Hal ini seperti yang dikemukakan partisipan oleh ibuibu/perempuan di “Desa Lampeudaya” bahwa banyak kaum laki-laki/suami yang menghabiskan waktunya di warung-warung kopi atau duduk di tempat umum, sementara isteri mengerjakan semua urusan rumah tangga dan juga mengasuh anak. Kondisi yang demikian erat kaitannya dengan sejumlah peribahasa Aceh yang antara lain: 1.“Lagee aneuk hana ma” Dikatakan kepada anak yang tidak ada yang mengurusnya, baik badan, pakaian, akhlak dan budi pekerti. Simbul ibu (ma) adalah orang yang berperan mengurus anak.29
2. “Paleh aneuk muda hana lob pakat”. Maksudnya pemuda (laki-laki) harus masuk dalam masyarakat, buruk sekali kalau anak muda tidak masuk dalam pergaulan 30 3. “Paleh aneuk dara hana jeut buet jaroe”. Maksudnya setiap anak gadis harus pandai mengerjakan pekerjaan tangan yang berhubungan dengan kewanitaan.31 Ketiga peri bahasa tersebut cenderung mengatur pembakuan peran-peran domestik kepada perempuan dan peran publik hanya milik laki-laki. Kegiatan publik yang digambarkan dalam peri bahasa tersebut lebih kepada pergaulan antar sesama dan pengambilan-pengambilan keputusan-keputusan yang dimulai pada tingkat gampong. Peran perempuan lebih berorientasi pada pekerjaan fisik dalam ranah domestik. Pada dasarnya bukan berarti laki-laki boleh saja lebih banyak bersantai menghabiskan waktunya, tanpa membawa nafkah kepada isteri dan keluarganya. Jika suami termasuk tipe pemalas dalam mencari nafkah dan hanya 29
Hasyim, MK, CS, Peri Bahasa Aceh , Penerbit Dinas P&K Daerah Istimewa Aceh, 1977. Ibid. 31 Ibid. 30
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
68
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
menikmati hasil dari kerja keras isterinya, maka ada sindiran kasar untuk tipe suami seperti itu, yaitu, “ Manok Agam tuleueng rapoh, inong mita agam pajoh” Artinya, laki-laki yang malas mencari nafkah, hidupnya tergantung kepada jerih payah isteri. Fakta yang ada, kata-kata bijak tersebut seperti kurang menjadi spirit bagi suami untuk bekerja lebih giat. Sehingga keadaan yang ditemukan adalah banyak perempuan baik di kota maupun di desa-desa yang gigih bekerja untuk mendapatkan pendapatan, guna memenuhi kebutuhan keluarganya, seperti yang dialami oleh hampir semua ibu-ibu yang menjadi responden dalam penelitian ini. Fakta yang paling menyedihkan penghasilannya masih tetap dianggap
sebagai penghasilan tambahan, baik oleh kacamata budaya, adat setempat bahkan produk hukum di Indonesia sekalipun. Konsekuensi dari bekerja mencari nafkah adalah kelelahan yang luar biasa karena harus mengerjakan urusan-urusan rumah tangga yang dilekatkan kepadanya. Hal tersebut akan menjadi awal mula pertengkaran suami isteri yang berujung pada pemukulan isteri dan juga anak. Pada tataran realitas sosial, kecenderungan umum/arus utama (mainstream) tentang relasi gender sampai hari ini masih memperlihatkan pandanganpandangan yang diskriminatif terhadap perempuan. Meskipun modernitas telah menciptakan perubahan dalam banyak hal, baik struktural maupun kultural, tetapi norma-norma sosial yang masih hidup dan berlaku hingga dewasa ini masih tetap menempatkan perempuan sebagai makhluk domestik dan subordinat di bawah laki-laki.
Tugas utama perempuan adalah mengasuh dan mendidik anak,
mengurus dapur, kasur dan melayani suami. Sementara laki-laki bertugas sebagai kepala rumah tangga, pencari nafkah dan menentukan hampir segalanya. Tegasnya laki-laki diposisikan sebagai tenaga kerja produktif, sementara perempuan sebagai kerja reproduktif. Posisi dan relasi laki-laki-perempuan/suami-isteri seperti ini dalam kurun waktu yang panjang masih diyakini sebagai ketentuan baku, norma yang tetap dan tidak boleh diubah sepanjang masa.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
69
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
5.
Upaya Komunitas Dan Instansi Terkait Dalam Mencegah dan Menanggulangi KDRT Serta Fasilitas Pendukung Di tengah masih kuatnya nilai-nilai patriarkhal yang dianggap sebagai nilai
satu-satunya di masyarakat, terdapat peluang untuk mengubah situasi yang tidak demokratis itu. Peluang tersebut ada pada masyarakat sendiri. Tetapi, untuk memanfaatkan peluang tersebut, masyarakat, lembaga legislatif, eksekutif, yudikatif, mesti diubah perspektifnya lebih dulu. Artinya peran semua elemen masyarakat sangat besar dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan. Meskipun masyarakat dengan semangat kepedulian tinggi juga telah
membuat layanan-layanan untuk perempuan korban kekerasan seperti women crisis center, lembaga bantuan hukum, rumah lindung (shelter), atau pendampingan korban, jumlahnya masih jauh dari memadai dari kebutuhan. Apalagi jumlah perempuan korban kekerasan tidak selalu berada di kota-kota besar. Pekerja sosial menjadi penting dalam hal ini menjadi penting, yang dibantu oleh segenap elemen komunitas dan pemerintah gampong yang ada. Dapat dicontohkan bagaimana upaya yang dilakukan komunitas tersebut, dalam mencegah dan menangulangi perempuan dan anak-anak korban kekerasan yang berada jauh dari lokasi dari pusat informasi, komunikasi dan transportasi yang sulit. Dapat dibayangkan bagaimana jika perempuan dan anak di daerah tersebut menjadi korban KDRT. Selain hal tersebut, korban kekerasan membutuhkan bukan hanya pengobatan secara fisik, tetapi juga penanganan masalah psikososial dan hukum dengan pendampingan untuk mengatasi trauma. Dengan kata lain, penanganan korban kekerasan memerlukan layanan terpadu multidisiplin. Berdasarkan hasil temuan yang ada, jika masalah KDRT yang terjadi adalah pertengkaran suami isteri masyarakat cenderung diam, karena tidak mau ikut
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
70
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
campur urusan rumah tangga orang lain. Bahkan keuchik sekalipun umumnya tidak mau ikut campur, kecuali yang bersangkutan melapor kepadanya.
Mereka
memahami jika pemukulan terhadap istri dan atau anak-anak yang sifatnya mendidik, masyarakat juga tidak terlalu ikut campur, tetapi ketika pemukulan telah melukai fisik anaknya, partisipan menyatakan masyarakat gampong akan melerai dan membawa yang bersangkutan ke posyandu untuk diobati oleh bidan. Hal ini seperti yang dilakukan oleh warga gampong “Deyah Baro” terhadap isteri yang dipukul oleh suaminya. Kenyataan yang terdapat dalama masyarakat, kasus-kasus seperti suami
memukul isteri sangat tertutup sifatnya sehingga masyarakat sering tidak tahu persis saat terjadi karena banyak isteri yang diam saja. Isteri hanya mengadu pada orang-orang tertentu yang dapat menjaga kerahasiaannya. Orang lain yang menerima pengaduan tersebut biasanya akan menasehati agar isteri tersebut, bersabar dan berdoa supaya suami mereka dapat berubah sifatnya. Hal ini diungkapkan oleh hampir semua partisipan perempuan yang ada, kecuali partisipan yang ada di “Desa Lambada Peukan”, mereka menyarankan kepada ibuibu yang mendapatkan perlakuan kasar dari suaminya agar membalasnya kembali jangan mau menerima, walaupun nanti akan berisiko terhadap terjadi kekerasan berlapis terhadap istri-istri tersebut. Jika kekerasan yang terjadi terhadap anak akan sangat mudah diketahui warga karena anak cenderung berontak dan menangis sekuat-kuatnya. Kalau sudah demikian mau tak mau warga ikut menanyakan penyebab anak tersebut menangis.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
71
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
Upaya yang dilakukan oleh instansi-instansi terkait untuk menanggulangi
dan mencegah terjadinya KDRT sebenarnya telah banyak. diantaranya: a.
Biro Pemberdayaan Perempuan Setda Provinsi NAD Biro
Pemberdayaan
Perempuan
Provinsi
NAD
telah
banyak
melakukan sejumlah kegiatan dalam rangka mencegah segala bentuk KTP termasuk KDRT dan kekerasan terhadap anak. Diantaranya adalah sosialisasi Undang-Undang PKDRT, dan Undang-Undang Perlindungan Anak ke berbagai kabupaten kota, ke barak-barak pengungsi korban tsunami, sosialisasi ke dinas-dinas terkait di kabupaten kota. Sosialisasi juga dilakukan diberbagai media cetak dan elektronik, seperti radio, televisi, buklet-buklet dan juga dalam bentuk buku yang telah disebar-luaskan ke berbagai daerah di Provinsi NAD. Namun karena aktifitas Biro PP sangat padat, ketika dilakukan penelitian, data konkret dokumentasi kegiatan tersebut belum sempat direkap dengan baik. Di Kota Banda Aceh dan Jantho Kabupaten Aceh Besar juga telah dibangun Pusat Pelayanan Terpadu Perberdayaan Perempuan (P2TP2). bentuk
layanan
pendidikan,
dalam
kesehatan,
upaya ekonomi,
32
Konsep P2TP2 adalah salah satu
pemenuhan
kebutuhan
penanggulangan
peningkatan
tindak
kekerasan
terhadap perempuan dan perlindungan anak serta peningkatan posisi dan 32
Di Kota Banda Aceh, P2TP2 dibentuk tahun 2003. Sebelum tsunami program kerjanya lebih diarahkan kepada sosialisasi Syariat Islam dan konsep gender. Pasca tsunami Isu KDRT menjadi prioritas utama dalam kegiatannya dan melakukan sosialisasi ke barak-barak pengungsi seperti, Barak Lambaro siron, Lambaro Bada, Lambaro Skep, Rukoh. Di samping itu P2TP2 tetap melakukan sosialisasi syariat Islam. Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
72
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
b.
kondisi peremuan dalam masyarakat. Selain itu P2TP2 berperan sebagai wadah pelayanan pemberdayaan perempuan dan anak berbasis masyarakat. Pembentukan P2TP2 adalah suatu proses bottom up yang difasilitasi oleh pemerintah daerah (dalam hal ini terkait peran dari Biro PP Provinsi NAD)
yang
berkomitmen
memberikan
dukungan
serta
melibatkan
komponen masyarakat lainnya seperti LSM, Ormas, sektor swasta, dunia usaha dan donor. Poltabes Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar Telah melakukan sosialisasi kepada segenap jajarannya terutama Kapolsek-Kapolsek yang ada di kecamatan, mengenai UU PKDRT dan juga Undang-Undang Perlindungan Anak. Poltabes juga telah menyediakan Ruang Pelayanan Kusus (RPK) berikut peningkatan kualitas sumber daya Polisi Wanita (Polwan) yang akan menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak termasuk didalamnya kasus kekerasan dalam rumah tangga. Adapun di Kabupaten Aceh Besar, pelayanan yang diberikan terhadap KTP khususnya fungsi RPK belum semaksimal di Kota Banda Aceh.
Sumber daya manusia Polisi Wanita (Polwan) yang memahami
masalah kekerasan terhadap perempuan dan Kekerasan dalam rumah tangga masih sangat terbatas. c.
Polsek – Polsek yang ada Di Kecamatan Pihak kepolisian sendiri cenderung mendamaikan kembali jika terjadi KDRT pada tingkat gampong yang dilaporkan kepada mereka. Seperi kasus yang terjadi di Polsek Darussalam yaitu suami yang menendang isterinya hingga memar di bagian dagunya, oleh karena banyak hal yang
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
73
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
d.
dipertimbangkan disamping faktor isteri yang sedang hamil, suami tersebut nampaknya tidak dengan sengaja menendang isterinya, namun kepada suami yang bersangkutan dikenakan sanksi wajib lapor. Pihak polsek sendiri sudah pernah juga melakukan sosialisasi PKDRT ke beberapa tempat tapi diakui masih sangat kurang. Jika terjadi kasus KDRT sebaiknya masyarakat yang ingin melapor ke pihak kepolisian, polsek Darussalam menganjurkan untuk melapor ke Poltabes saja yang ada di Jambo Tape. Hal ini disebabkan di Polsek sendiri tidak ada fasilitas seperti Ruang Pelayan Khusus (RPK) dan SDM Polwan yang sebaiknya menangani kasus KDRT karena biasanya korban utama KDRT adalah perempuan. Puskesmas-puskesmas Kecamatan Pemerintah Indonesia telah mengakui bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak (KTPA) merupakan masalah kesehatan masyarakat dan telah ada kesepakatan di antara Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (Menneg PP), Menteri Kesehatan (Menkes), Menteri Sosial (Mensos), dan Kepala Polri tentang pelayanan terpadu korban kekerasan terhadap perempuan dan anak pada bulan Oktober 2002. Saat ini sudah ada tiga rumah sakit milik kepolisian, yaitu RS Polri Mappaoudang di Makassar, RS. Bhayangkara di Surabaya, dan RS. dr R. Said Soekanto di Jakarta, dan Pusat Pelayanan Terpadu RS. Cipto Mangunkusumo di Jakarta, yang dijadikan sebagai model pusat pelayanan terpadu untuk perempuan korban kekerasan. 33
Harian Kompas, 10 Mei 2004. Lebih lanjut, di Provinisi NAD telah ada Pusat Pelayanan terpadu (PPT) di RS. Bhayangkara Polda – Lamteumen, yang didirikan atas inisiatif Biro PP Setda Prov. NAD dan sejumlah NGO atau UN di Aceh, pasca tsunami. 33
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
74
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
Potensi puskesmas Melihat luasnya permasalahan sementara jumlah korban kekerasan kian hari bertambah besarnya, bukan mustahil angka sesungguhnya jauh di atas angka yang dilaporkan, dan lokasi peristiwa kekerasan tersebar di berbagai tempat. Salah satunya adalah melihat kemungkinan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) sebagai tempat layanan bagi korban kekerasan serta bagaimana pekerja sosial bisa menjadi jembatan yang menghubungkan kerja multidisiplin dan multisektor itu. Petugas kesehatan memegang posisi strategis, tetapi ada hambatan, yaitu petugas kurang responsif dan belum memahami perannya. Selain itu, petugas kesehatan memang kurang terampil seperti luput dalam pendokumentasian kasus kekerasan secara baik. Selain itu bagaimana mereka dapat memberi tin dak lanjut sepertyi konseling, perawatan dan melakukan rujukan. Sikap yang masih dipengaruhi budaya dan sikap sosial yang memandang negatif terhadap perempuan korban, alokasi dana yang terbatas bagi penanganan KDRT, karena puskesmas tersebut juga punya skala prioritas seperti penurunan angka kematian ibu dan balita, demam berdarah. Pelayanan bagi korban KDRT masih disamakan dengan pasien-pasien lainnya. Namun direncanakan akhir bulan Januari akan ada ruang pelayanan kusus untuk pasien korban KDRT. Selain itu Puskesmas juga akan terus mengembangkan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menangani pasien-pasien kasus KDRT, seperti Puskesmas Darussalam yang akan mengikuti pelatihan pelayanan kasus KDRT dalam waktu dekat ini akan ada 3 (tiga) orang, terdiri dari satu orang dokter, satu orang bidan, dan satu orang perawat.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
75
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
e.
Peran Kantor Urusan Agama di Kecamatan Hampir semua Kantor urusan agama kecamatan (Kuakec) pernah menasehati/membimbing sejumlah pasangan suami isteri yang berselisih atas
permintaan
keuchik
gampong.
Jumlah
secara
otentik
tidak
terdokumentasi dengan baik, kecuali Kuakec Baiturrahman dan Darul Imarah yang memiliki data sekunder. Pasangan yang datang untuk meminta nasehat atau bimbingan perselisihan dalam keluarga pun menurun jumlahnya setelah tsunami. Kuakec hanya membimbing orang-orang yang mempunyai masalah dalam rumah tangganya namun mereka ingin keluarganya tetap utuh. Jika suami-isteri betul-betul ingin berpisah, mereka langsung ke Mahkamah Syar’iah. Penyebab dari perselisihan suami isteri sering tidak terungkap di Kuakec. karena pada prinsipnya mereka datang karena mau berdamai dan tidak mau memberitahukan aib pasangannya masing-masing. Berdasarkan
pengamatan
di
Kuakec
Darussalam,
kondisi
fisiknya
memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat antara lain dari ruangan pernikahan yang dimiliki kuakec tersebut sangat tidak representatif. Hanya ada beberapa tikar plastik yang dibentang untuk upacara pernikahan. Di samping itu fasilitas menyimpan arsip sangat tidak layak, hanya ada satu mesin ketik, dan beberapa kursi yang sudah sangat lusuh. Jika hujan atap gedung banyak yang bocor, bahkan ada beberapa ruangan yang terendam air jika hujan lebat. Karyawan yang bekerja 3 (tiga) orang ditambah dengan Ketua KUA. Semua mereka belum pernah mendapatkan sosialisasi UndangUndang PKDRT dan juga Undang-Undang Perlindungan Anak. Pada prinsipnya KUA adalah pihak pertama yang mencegah terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga melalui khotbah-khotbah nikahnya. Menurut Ketua KUA sebelum proses akad nikah berlangsung mereka juga memberi bimbingan kepada calon mempelai (catin). Bahkan jika ada calon suami yang Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
76
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
f.
menyebutkan pekerjaannya adalah wiraswasta ketua KUA meminta mereka untuk mengatakan pekerjaan kongkretnya, berapa pendapatan yang diterima perbulan dan berapa yang akan dinafkahkan untuk isterinya kelak. Dari pihak isteri juga diminta komitmennya untuk dapat atau tidak menerima calon suami yang punya penghasilan demikian sehingga pihak isteri kelak tidak terlalu banyak menuntut di luar kemampuan suami. Upaya Penyelesaian Kasus KDRT Pada Tingkat Gampong Menurut keuchik, dan masyarakat di semua desa yang dijadikan sampel dalam penelitian ini serta diperkuat lagi oleh hasil wawancara dengan
Ketua
Majelis
adat
Aceh
(MAA),
seharusnya
jika
terjadi
pertengkaran hebat antara suami isteri sampai menjurus kepada pemukulan penyelesaian yang harus ditempuh pada tingkat gampong adalah mengadu ke keuchik, yang akan menyelesaikan bersama-sama anggota tuha peut. Biasanya keputusan yang diambil tergantung kepada yang bersangkutan kalau memang masih bisa didamaikan tentu saja akan didamaikan, upaya perdamaian sangat kekeluargaan sifatnya artinya hanya beberapa orang saja dari pihak keluarga yang diikut sertakan karena bagaimanapun kejadiankejadian tersebut masih dianggap aip oleh masyarakat. Oleh karena kasuskasus tersebut masih dianggap aib keluarga, maka tidak diperlukan banyak orang untuk menyelesaikannya.
g.
Membangun jaringan Membangun jaringan multi sektor untuk sosialisasi dan advokasi mencegah dan menanggulangi KDRT berikut legislasinya perlu dilakukan secara berkelanjutan. Inti dari membangun jaringan di antara organisasi non pemerintah dan ormas perempuan dengan mengajak kelompok akademisi, penyintas, tokoh agama, adat, segenap elemen masyarakat, birokrat, aparat penegak hukum, legislatif serta media massa adalah membagi
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
77
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
tugas masing-masing ”siapa melakukan apa”.
Dalam hal ini termasuk
berjaringan dan memiliki akses terhadap produk
perundang-undangang
setingkat daerah (qanun) atau legislasi nasional bahkan juga memiliki akses dalam sistem perencanaan dan penganggaran pemerintah, sehingga dapat melihat celah di mana bisa melakukan advokasi kebijakan yang sensitif gender.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
78
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
4 3 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya,
ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1.
2.
Hampir keseluruhan partisipan belum memahami KDRT bahkan aturan yang melandasi pelarangan terhadap kekerasan tersebut.
Sosialisasi dan
Advokasi PKDRT dirasakan belum maksimal oleh partisipan. Intensitas dan eskalasi KDRT dalam masyarakat yang terjadi dalam masyarakat menunjukkan frekuensi yang meningkat pasca tsunami. Bentukbentuk KDRT yang diterima oleh perempuan secara berlapis (kekerasan fisik, psikis, seksual dan penelantaran ekonomi) bahkan bentuk tersebut berbarengan terjadinya. Salah satu alasan dominan dalam masalah gugat cerai yang dilakukan oleh perempuan/istri kepada suaminya, karena suami melakukan poligami. Sehingga ditemukan fakta bahwa, poligami memiliki relasi kuat dengan masalah KDRT, di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar.
3.
Relasi antara korban dengan pelaku baik kekerasan terhadap perempuan maupun anak-anak, adalah orang-orang yang dikenal baik oleh korban, bahkan memiliki hubungan darah.
4.
Masalah KDRT masih dianggap wilayah tertutup/privacy sifatnya. Hampir semua partisipan menyatakan bahwa komunitas baru bertindak jika diminta
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
79
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
5.
6.
oleh korban. Inisiatif untuk mencegah KDRT di tingkat gampong dilakukan oleh keuchik, tuha peut, tuha lapan. Belum ada inisiatif penanganan masalah KDRT oleh pemerintahan gampong, karena mereka bertindak selalu berdasarkan laporan dari pihak korban terlebih dahulu. Korban KDRT umumnya adalah perempuan/istri. Akan tetapi ada perempuan/seorang ibu juga berpotensi melakukan kekerasan di lingkup rumah tangga terutama pada anak-anaknya sendiri. Strategi atau treatment yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota selama ini belum cukup maksimal, bagi penanganan KDRT, meskipun telah melibatkan berbagai komponen masyarakat, LSM, tokoh ulama dan adat.
Rekomendasi –rekomendasi 1.
Dari Partisipan Dewasa Partisipan perempuan/ibu-ibu, partisipan laki-laki, keuchik, serta tokoh masyarakat gampong menginginkan mereka dilibatkan dalam berbagai pelatihan termasuk mendapatkan sosialisasi Undang-Undang PKDRT dan Undang-Undang Perlindungan anak.
2.
Partisipan anak Menginginkan agar orang tuanya jangan memukul mereka kalau salah tapi cukup menasehati saja dengan cara baik-baik, serta memberi contoh yang baik bagi anak-anaknya.
3.
Kantor Urusan Agama di Kecamatan Menginginkan pelatihan, workshop dan sosialisasi
menyangkut
KDRT,
UU PKDRT dan Undang-undang Perlindungan anak termasuk memberikan berbagai referensi tentang hal tersebut. 4.
Peneliti
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
80
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
a. Program sosialisasi KDRT berikut legislasi yang mengaturnya juga memperhatikan komunitas gampong, mukim, berikut pemerintahannya. Program KDRT termasuk bagaimana mencegah dan mengatasi korban KDRT sampai pendampingan korban dan pelaku di bidang agama yang dilakukan oleh tokoh agama/adat di gampong, atau mukim. b. Puskesmas merupakan garda terdepan dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan termasuk KDRT. Diperlukan sejumlah sarana dan prasarana yang memadai berikut kemampuan tenaga medis yang baik untuk menangani masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak. Adanya sejumlah pelatihan, workshop atau pendidikan lainnya bagi meningkatkan keterampilan tenaga medis untuk hal tersebut. Hal ini tentu saja disertai dengan adanya anggaran yang cukup bagi puskesmas-puskesmas dalam menangani masalah kekerasan. c. Harus terbangun koordinasi dan konsolidasi terhadap jaringan yang bekerja untuk menangani masalah kekerasan terhadap perempuan, dimana KDRT termasuk salah satu dari kekerasan tersebut. d. Diperlukan perluasan wilayah jaringan program penanganan kekerasan terhadap perempuan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat, LSM, Ormas, dan lain-lain, sehingga tidak hanya terfokus di wilayah yang mudah dijangkau oleh sarana komunikasi, transportasi dan teknologi, tetapi menyebar ke lokasi-lokasi yang sulit dijangkau oleh halhal tersebut.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
81
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU-BUKU Aceh Dalam Angka, 2004. BAPPEDA Propinsi NAD, 2005. Gadis Arivia, (2003) Filsafat Perspektif Feminis, YJP, Jakarta. Hasyim, MK, CS, (1997), Istimewa Aceh.
Peri Bahasa Aceh , Penerbit Dinas P&K Daerah
Mansour Faqih (1996), Mengeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Nursyahbani Katjasungkana dan Mumtahanah, (2002), Kasus-kasus Hukum Kekerasan Terhadap Perempuan, LBH Apik, Jakarta. Rita Serena Kolibonso (2001), Optional Protokol Terhadap Konvensi penghapusan segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Mitra Perempuan, Jakarta. Rusdi Sufi dan Agus Budi Wibowo, (2004), Budaya Masyarakat Aceh, Badan Perpustakaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Aceh. Singarimbun, Masri dan Sofian Efendi (ed), (1989), Metode Penelitian Survei. Edisi ke-2, Yogyayakarta, Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan, Universitas Gajah Mada. Seri Metodologi No. 6. Sulistyowati Irianto, (2006), dalam Perempuan dan Hukum Menuju Hukum yang Berperspektif Kesetaraan dan Keadilan, NZAID bekerjamasa dengan CW UI dan Yayasan Obor, Jakarta. Sulistyowati Irianto dan L.I. Nurtjahyo (2006), Perempuan di Persidangan: Pemantauan Peradilan Berperspektif Perempuan, Obor, Jakarta. Tapi Omas Ihromi, et. al (ed), Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, (2000), Alumni, Bandung.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
82
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
B.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Republik Indonesia, Perkawinan.
Undang-undang
Nomor
1
Tahun
1974
Tentang
Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Republik Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita – CEDAW Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Republik Indonesia UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Republik Indonesia, UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh.
D. HASIL PENELITIAN Unicef (2006), Assesment of Child Abuse, Exploitation and Trafficking in NAD Province and Nias After Tsunami, dilaksanakan oleh Tim Peneliti PSG Unsyiah dibantu sepenuhnya oleh Emmy LS, Retno dan Rino Antarini. Satker BRR NAD-NIAS (2006), Kondisi Riil Perempuan di 16 Kabupaten/Kota Provinsi NAD, Dilaksanakan oleh Tim Peneliti Pusat Studi Gender (PSG) Universitas Syiah Kuala. C.
MAKALAH/JURNAL/HARIAN Acep Sugiri dalam Harian Kompas, Mencari Teori Kesetaraan: (Analisis Gender VS Teori Hukum Hukum Islam, Senin, 23 Agustus 2004.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
83
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
E.
Flyer yang diterbitkan secara kerjasama antara Komnas Perempuan dan Body Shop dalam Sulistyowati Irianto. Harian Kompas, 10 Mei 2004. Husein Muhammad, (2006), Perempuan dalam Pandangan Agama, Makalah disampaikan dalam Pelatihan Penyadaran Gender di KPMM, tanggal 20-23 Juli. Mitra Perempuan, Informasi Tahun 2005 Statistik Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Ratna Batara Munti dalam Jurnal Perempuan No. 45, (2006), Sejauh mana Nagara Memperhatikan Masalah Perempuan? (Cedaw dan pertanyaan Tentang kebijakan-kebijakan Negara), YJP, Jakarta. __________________, dalam Jurnal Perempuan No. 45, (2006), Diskriminasi itu Bernama Kekerasan Terhadap Perempuan, YJP, Jakarta. SUMBER INTERNET Jurnal Perempuan. Com. tahun 2005.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
84
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
BIODATA SINGKAT TIM PENELITI
Sri Walny Rahayu
Ketua tim peneliti, adalah staf pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, sekaligus menjabat sebagai Kepala Pusat Studi Gender di Universitas yang sama. Menyelesaikan S1 di Universitas Syiah Kuala jurusan Hukum Dagang dan Menyelesaikan S2 di Universitas Padjadjaran Bandung Jurusan Hukum Bisnis. Saat ini aktif sebagai pembicara dan fasilitatior di berbagai seminar dan workshop baik di Provinsi NAD dan di luar daerah. Aktifitas lainnya juga terlibat sebagai anggota pembuatan qanun-qanun isu pemberdayaan perempuan serta responsive gender di NAD, juga melakukan berbagai advokasi kebijakan yang bergabung dalam Jaringan Perempuan Untuk Kebijakan (JpuK). Kegiatan lainnya aktif melakukan kajian/riset stentang perempuan dan anak.
Ruaida
Anggota tim, adalah staf pengajar pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala. Menyelesaikan S1 di Universiats yang sama dan melanjutkan S2 bidang Manajemen di Universitas Padjadjaran Bandung. Aktif mengikuti seminar, workshop dan penelitian yang berhubungan dengan perempuan dan anak.
Darwanis
Anggota tim, adalah staf pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala. Menyelesaikan S1 di Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala jurusan Akuntansi selanjutnya S2 serta S3 di Universitas Padjajaran Bandung. Aktif mengikuti seminar, workshop dan penelitian yang berhubungan dengan perempuan dan anak.
Raida Fuadi
Anggota tim, adalah staf pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala. Menyelesaikan S1 di Fakultas Ekonomi jurusan Akuntansi dan S2 di jurusan Manajemen di universitas yang sama. Aktif mengikuti seminar, workshop dan penelitian yang berhubungan dengan perempuan dan anak.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
85
Do Not Cop
Sri Walny Rahayu, dkk INTENSITAS DAN ESKALASI KDRT PASCA TSUNAMI
Eka Kurnia Sari
Anggota tim, adalah staf pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala. S1 mengambil jurusan Hukum Perdata dan S2 Jurusan Ilmu Hukum diselesaikan di Universitas Syiah Kuala. Aktif terlibat dalam penelitian tentang perempuan dan anak.
Sri Aprilia
Anggota tim, adalah staf pengajar pada Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala. Menyelesaikan S1 pada Fakultas Teknik Kimia pada Universitas yang sama dan melanjutkan S2 pada Institut Teknologi Bandung. Tahun 2007 melanjutkan S3 di Hongkong sampai sekarang. Aktif dalam penelitian tentang perempuan dan anak.
Safrina
enumerator tim, adalah staf pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala. S1 mengambil jurusan Hukum Perdata di Universitas Syiah Kuala dan saat ini sedang menyelesaikan S2 Jurusan Ilmu Hukum di Universitas yang sama. Aktif terlibat dalam penelitian tentang perempuan dan anak.
Ruhaya
Enumerator tim, menyelesaikan S1 di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) di Universitas Syiah Kuala. Aktif terlibat dalam penelitian tentang perempuan dan anak.
Kerjasama PSG Unsyiah dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi NAD
86