1
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUME KUBUS DAN BALOK Eta Karina, Sarson W. Dj. Pomalato, Abdul Wahab Abdullah Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo Email:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII-B SMP Negeri 1 Kabila pada materi Luas Permukaan dan Volume Kubus dan Balok dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL). Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII-B SMP Negeri 1 Kabila, yang terdiri dari 13 orang laki-laki dan 17 orang perempuan. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus yang terdiri dari empat komponen, yaitu: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, serta analisis dan refleksi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan atau observasi, dan pemberian tes pada setiap akhir siklus pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I terdapat 19 dari 30 siswa (63,3%) yang dikenai tindakan memperoleh nilai di atas 70. Persentase keberhasilan siswa pada siklus I ini belum mencapai indikator kinerja yang ditetapkan, untuk itu perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya. Belum tercapainya indikator kinerja, disebabkan persentase kegiatan guru mencapai 81,4% dan kegiatan siswa hanya mencapai 80,6% pada kategori baik dan sangat baik. Berdasarkan hasil yang belum mencapai indikator kinerja pada siklus I maka dilaksanakan perbaikan strategi pembelajaran pada siklus II. Hasil tindakan pada siklus II menunjukkan bahwa 26 dari 30 siswa (86,7%) yang dikenai tindakan, memperoleh nilai di atas 70. Disebabkan persentase kegiatan guru mencapai 91,3% dan kegiatan siswa mencapai 88,2%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa “Jika model Problem Based Learning diterapkan pada pembelajaran materi luas permukaan dan volume kubus dan balok, maka kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa kelas VIII-B SMP Negeri 1 Kabila tahun 2012/2013 dapat meningkat”. Kata Kunci: Kemampuan Pemecahan Masalah, Problem Based Learning I.
PENDAHULUAN Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir. Salah satu hal yang
sangat penting dalam pembelajaran matematika adalah pemecahan masalah. Hampir disemua Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ditegaskan perlunya kemampuan pemecahan masalah. Salah satu tujuan mata pelajaran matematika adalah agar siswa mampu memecahkan masalah matematika yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Untuk mencapai tujuan tersebut, pembelajaran matematika seharusnya memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat melatih kemampuannya dalam memecahkan masalah.
2
Uraian diatas menjelaskan bahwa dalam matematika, kemampuan pemecahan masalah sangatlah penting. Tetapi dilain pihak kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika masih jauh dari apa yang diharapkan. Hal ini berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan guru matematika di kelas VIII SMP Negeri 1 Kabila. Dari wawancara penulis memperoleh informasi bahwa masih banyak siswa kelas VIII, khususnya kelas VIII-B yang kesulitan menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah berupa soal cerita yang berkaitan dengan materi luas permukaan dan volume kubus dan balok. Ketika siswa disodorkan soal pemecahan masalah tentang luas permukaan dan volume kubus dan balok, siswa sulit memahami soal tersebut secara menyeluruh. Seperti menganalisis apa yang diketahui, ditanyakan, serta bagaimana cara menyelesaikan soal pemecahan masalah dengan benar. Selain itu, kesulitan siswa dalam memahami soal menyebabkan siswa tidak berkeinginan untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah yang sudah diberikan. Hal tersebut terjadi karena guru kurang melatih siswa untuk melakukan pemecahan masalah. Pada pokok bahasan kubus dan balok guru lebih memfokuskan pada penguasaan konsep-konsep matematika. Di dalam kelas, guru biasanya memulai proses pembelajaran dengan menjelaskan konsep matematika, memberikan contoh bagaimana mengerjakan suatu soal, kemudian meminta siswa untuk mengerjakan soal yang sejenis dengan soal yang sudah diterangkan oleh guru tadi. Jadi proses pembelajarannya masih didominasi model pembelajaran biasa yang hanya berpusat pada guru. Dampak dari proses pembelajaran seperti ini adalah siswa cenderung menyelesaikan suatu masalah dengan meniru penyelesaian masalah yang diperagakan oleh guru ketika membahas soal-soal. Selain itu siswa nantinya akan kesulitan dalam menerapkan konsep-konsep untuk menyelesaikan permasalahan yang tidak rutin maupun permasalahan nyata yang berkaitan dengan konsep yang sudah dipelajari tersebut. Hal inilah yang menyebabkan rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Mengatasi persoalan tersebut, kemampuan pemecahan masalah matematika perlu dibiasakan pada siswa sedini mungkin. Kemampuan ini diperlukan siswa sebagai bekal dalam memecahkan masalah matematika dan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran yang bisa digunakan dalam upaya menumbuhkembangkan kemampuan pemecahan masalah pada materi luas permukaan dan volume kubus dan balok dengan menyuguhkan situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa adalah model
3
Problem Based Learning (PBL). Problem Based Learning merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang memberi kondisi belajar aktif kepada siswa dalam kondisi dunia nyata (Yamin & Maisah, 2012: 149). Robbin (dalam Yusdi, 2011) mengartikan bahwa kemampuan merupakan kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Sedangkan Ruseffendi (2006: 336-337) mengemukakan bahwa suatu persoalan merupakan masalah bagi siswa jika, (1) persoalan itu tidak dikenalnya sehingga belum mempunyai prosedur untuk menyelesaikannya, (2) siswa tersebut mempunyai niat/keinginan untuk menyelesaikannya, (3) siswa harus mampu menyelesaikannya, terlepas apakah akhirnya ia sampai atau tidak kepada jawaban masalah itu. Ruseffendi (2006: 241) mengatakan bahwa pemecahan masalah adalah pendekatan yang bersifat umum, yang lebih mengutamakan kepada proses daripada hasilnya (out put). Jadi, aspek proses merupakan aspek yang utama dalam pembelajaran pemecahan masalah, bukannya aspek produk. Indikator yang menunjukkan pemecahan masalah menurut Shadiq (2009: 14-15), antara lain adalah: (1) menunjukkan pemahaman masalah, (2) mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah, (3) menyajikan masalah secara matematika dalam berbagai bentuk, (4) memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat, (5) mengembangkan strategi pemecahan masalah, (6) membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah, serta (7) menyelesaikan masalah yang tidak rutin. Jadi berdasarkan kajian tersebut, maka yang dimaksud dengan kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kesanggupan seseorang untuk mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi, baik masalah dalam kehidupan sehari-hari maupun masalah yang tidak rutin dengan mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya pada situasi yang baru untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan pemecahan masalah matematika tersebut ditunjukkan dengan menyelesaikan soal/masalah matematika berdasarkan indikator pemecahan masalah, yaitu mengidentifikasi masalah, merencanakan penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah, serta menafsirkan solusinya. Menurut Arends (2008: 56) PBL merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inquiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Selanjutnya Dutch (dalam Amir, 2010: 21) merumuskan bahwa
4
PBL merupakan model instruksional yang menantang siswa agar “belajar untuk belajar”, bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata. Dari pendapat para ahli diatas diambil kesimpulan bahwa Model Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai titik tolak pembelajaran. Masalah-masalah yang dijadikan sebagai sarana belajar dalam model PBL ini adalah masalah yang memenuhi konteks dunia nyata. Melalui masalah-masalah yang kontekstual ini, para siswa akan menemukan kembali pengetahuan konsep-konsep dan ide-ide yang esensial (mendasar) dari materi pelajaran dan mengkontruksi sendiri pengetahuannya. Yazdani (dalam Rusmono, 2012: 82) mengatakan bahwa dalam proses pembelajaran dengan model PBL, ditandai dengan karakteristik: (1) siswa secara berkelompok aktif merumuskan masalah, (2) pertemuan-pertemuan pelajaran berlangsung open-ended atau berakhir dengan masih membuka peluang untuk berbagi ide tentang pemecahan masalah, sehingga memungkinkan pembelajaran tidak berlangsung dalam satu kali pertemuan, (3) tutor (dalam hal ini guru) adalah seorang fasilitator dan tidak seharusnya bertindak sebagai pakar yang merupakan satu-satunya sumber informasi, (4) tutorial (pembimbingan kelas) berlangsung sesuai dengan tutorial PBL yang berpusat pada siswa. Problem Based Learning (PBL) terdiri dari lima tahap utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa pada situasi masalah yang kemudian diakhiri dengan penyajian dan analisa hasil kerja siswa. Problem Based Learning terdapat lima tahapan utama seperti berikut (Arends, 2008: 57). Fase
Kegiatan
Tingkah Laku Guru
1
Memberikan orientasi tentang Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, permasalahan kepada siswa memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya
2
Mengorganisasikan siswa untuk meneliti
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait/ berhubungan dengan permasalahannya
3
Membantu investigasi (membimbing pemecahan masalah) secara individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan solusi dari permasalahan
5
Fase
Kegiatan
Tingkah Laku Guru
4
Mengembangkan dan Guru membantu siswa dalam perencanaan dan mempresentasikan hasil karya menyiapkan karya seperti laporan serta membantu mereka untuk menyampaikan kepada teman lainnya
5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasi dan proses-proses yang mereka gunakan
Beberapa kelebihan model Problem Based Learning (Ambarjaya, 2012: 91): a) Merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran. b) Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menentukan pengetahuan baru bagi siswa. c) Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa. d) Membantu siswa tentang bagaimana cara mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. e) Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. f) Melalui Problem Based Learning dianggap lebih menyenangkan. Beberapa kelemahan model Problem Based Learning (Ambarjaya, 2012: 92): a) Ketika siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba. b) Keberhasilan Problem Based Learning melalui pemecahan masalah membutuhkan cukup waktu untuk persiapan. c) Tanpa pemahaman awal mengapa mereka harus belajar untuk memecahkan masalah yang sedang mereka pelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
II. METODE PENULISAN Penelitian tindakan ini dilakukan di kelas VIII-B SMP Negeri 1 Kabila Kabupaten Bone Bolango pada Bulan Mei sampai dengan Juni 2013 tahun ajaran 2012/2013. Siswa yang menjadi subjek penelitian tindakan kelas ini berjumlah 30 orang yang terdiri dari 13 orang laki-laki dan 17 orang perempuan dengan kemampuan yang berbeda-beda.
6
Penelitian ini merupakan suatu Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Pelaksanaan penelitian tindakan berlangsung dalam siklus berulang. Banyaknya siklus yang dilaksanakan nantinya disesuaikan dengan dampak dari pelaksanaan tindakan. Apabila pada akhir pelaksanaan siklus I hasil evaluasi siswa belum mencapai ketuntasan belajar, maka akan dilaksanakan siklus tambahan yaitu siklus II. Siklus tambahan akan terus dilaksanakan sampai hasil evaluasi siswa mencapai ketuntasan belajar. Secara garis besar dapat dijelaskan dengan bagan berikut. SIKLUS I
SIKLUS II
1. Rencana
1. Rencana
2. Tindakan
4. Refleksi
4. Refeksi
2. Tindakan
3. Observasi
3. Observasi
Dilanjutkan ke siklus berikutnya hingga indikator keberhasilan tercapai (Mulyasa, 2010: 73) III. HASIL DAN PEMBAHASAN 1) Siklus I (a) Hasil Observasi Kegiatan Pembelajaran 1. Rata-rata hasil pengamatan kegiatan guru dalam proses pembelajaran Kriteria
Jumlah
Persentase (%)
Sangat Baik (SB)
2
18,6
Baik (B)
9
62,8
Cukup (C)
4
18,6
18,6
Kurang (K)
-
-
-
15
100
100
Jumlah
Total (%) 81,4
Uraian data pada tabel diatas, terlihat bahwa dari 15 aspek kegiatan guru yang diamati dan dinilai, 2 aspek mencapai kriteria nilai pengamatan Sangat Baik (SB) dengan persentase 18,6%, 9 aspek mencapai kriteria nilai pengamatan Baik (B) dengan persentase 62,8%, dan 4 aspek mencapai kriteria nilai pengamatan Cukup (C) dengan persentase 18,6%. Dengan demikian keseluruhan aspek yang memperoleh kategori sangat baik dan baik adalah 11 aspek dengan jumlah persentase 81,4%. Hal ini menunjukkan
7
bahwa kegiatan guru dalam mengelola pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning pada siklus I belum mencapai batas terendah kriteria atau indikator keberhasilan yang telah ditetapkan, sehingga kegiatan siswa tersebut perlu untuk lebih ditingkatkan lagi pada pertemuan berikutnya. 2. Rata-rata hasil pengamatan kegiatan siswa selama proses pembelajaran Kriteria Sangat Baik (SB)
Jumlah 1
Persentase (%) 12,9
Total (%)
Baik (B)
7
67,7
Cukup (C)
3
19,4
19,4
Kurang (K) Jumlah
11
100
100
80,6
Uraian data pada tabel diatas, terlihat bahwa dari 11 aspek kegiatan siswa yang diamati dan dinilai, 1 aspek mencapai kriteria nilai pengamatan Sangat Baik (SB) dengan persentase 12,9%, 7 aspek mencapai kriteria nilai pengamatan Baik (B) dengan persentase 67,7%, dan 3 aspek mencapai kriteria nilai pengamatan Cukup (C) dengan persentase 19,4%. Dengan demikian keseluruhan aspek yang memperoleh kategori sangat baik dan baik adalah 8 aspek dengan jumlah persentase 80,6%. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan siswa dalam mengikuti model Problem Based Learning pada siklus I belum mencapai batas terendah kriteria yang ditetapkan, sehingga kegiatan siswa tersebut perlu untuk lebih ditingkatkan lagi pada pertemuan berikutnya. (b) Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa No 1
Skor Capaian Kurang dari 42
Jumlah Siswa 11
Persentase (%) 36,7
42
19 30
63,3 100
2 Jumlah
Berdasarkan analisis data diatas, terlihat bahwa 19 dari 30 siswa yang dikenakan tindakan atau 63,3% memperoleh nilai 70 keatas dan dinyatakan tuntas belajar, sedangkan 11 siswa lainnya atau 36,7% memperoleh nilai kurang dari 70 sehingga dinyatakan tidak tuntas belajar. 2) Siklus II (a) Hasil Observasi Kegiatan Pembelajaran 1. Rata-rata hasil pengamatan kegiatan guru dalam proses pembelajaran
8 Kriteria Sangat Baik (SB)
Jumlah 3
Persentase (%) 26,1
Total (%)
Baik (B)
10
65,2
Cukup (C)
2
8,7
8,7
Kurang (K) Jumlah
15
100
100
91,3
Uraian data pada tabel diatas, terlihat bahwa dari 15 aspek kegiatan guru yang diamati dan dinilai, 3 aspek mencapai kriteria nilai pengamatan Sangat Baik (SB) dengan persentase 26,1%, 10 aspek mencapai kriteria nilai pengamatan Baik (B) dengan persentase 65,2%, dan 2 aspek mencapai kriteria nilai pengamatan Cukup (C) dengan persentase 8,7%. Dengan demikian keseluruhan aspek yang memperoleh kategori sangat baik dan baik adalah 13 aspek, dapat dilihat juga guru berhasil mengelola pembelajaran dengan jumlah persentase 91,3%. 2. Rata-rata hasil pengamatan kegiatan siswa selama proses pembelajaran Kriteria Sangat Baik (SB)
Jumlah 3
Persentase (%) 35,3
Total (%)
Baik (B)
6
52,9
Cukup (C)
2
11,8
11,8
Kurang (K)
-
-
-
Jumlah
11
100
100
88,2
Uraian data pada tabel diatas, terlihat bahwa dari 11 aspek kegiatan siswa yang diamati dan dinilai, 3 aspek mencapai kriteria nilai pengamatan Sangat Baik (SB) dengan persentase 35,3%, 6 aspek mencapai kriteria nilai pengamatan Baik (B) dengan persentase 52,9%, dan 2 aspek mencapai kriteria nilai pengamatan Cukup (C) dengan persentase 11,8%. Dengan demikian keseluruhan aspek yang memperoleh kategori sangat baik dan baik adalah 9 aspek, dapat dilihat siswa berhasil mencapai indikator yang telah ditetapkan dengan jumlah persentase 88,2%. (b) Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa No 1
Skor Capaian Kurang dari 42
Jumlah Siswa 4
Persentase (%) 13,3
42
26 30
86,7 100
2 Jumlah
9
Dari Tabel 4.6 diatas, terlihat bahwa 26 dari 30 siswa yang dikenakan tindakan atau 86,7 % memperoleh nilai 70 keatas dan dinyatakan tuntas belajar, sedangkan 4 siswa lainnya atau 13,3 % memperoleh nilai kurang dari 70 sehingga dinyatakan tidak tuntas belajar. Dari hasil penelitian, baik pada siklus I maupun siklus II menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kualitas pembelajaran, baik menyangkut aspek-aspek kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru maupun aspek-aspek kegiatan siswa dalam proses pembelajaran. Data hasil pembelajaran siklus I menunjukkan bahwa hasil tes kemampuan pemecahan masalah siswa pada materi luas permukaan kubus dan balok belum mencapai indikator seperti yang diharapkan. Hanya 19 dari 30 siswa atau 63,3 % dari keseluruhan siswa yang dikenai tindakan, memperoleh nilai ketuntasan yang ditetapkan. Dari penjelasan diatas, melalui penerapan model Problem Based Learning, hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII-B SMP Negeri 1 Kabila dapat meningkat. Terjadinya peningkatan kualitas pembelajaran serta dampaknya terhadap peningkatan hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII-B SMP Negeri 1 Kabila tahun 2012/2013 pada materi luas permukaan dan volume kubus dan balok yang dibelajarkan dengan menggunakan model Problem Based Learning sebagaimana diuraikan diatas, berarti hipotesis tindakan “Jika model Problem Based Learning diterapkan pada pembelajaran materi luas permukaan dan volume kubus dan balok, maka kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa kelas VIII-B SMP Negeri 1 Kabila tahun 2012/2013 dapat meningkat” dapat diterima.
IV. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan uraian data hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi luas permukaan dan volume kubus dan balok di kelas VIII-B SMP Negeri 1 Kabila tahun pelajaran 2012/2013. Peningkatan yang terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Kegiatan guru dalam melaksanakan pembelajaran untuk kriteria Sangat Baik (SB) sebesar 26,1% dan kriteria Baik (B) sebesar 65,2%. Dengan demikian, kriteria ketuntasan kegiatan guru telah tercapai dengan perolehan sangat baik dan baik sebesar 91,3%.
10
2.
Kegiatan siswa selama proses pembelajaran untuk kriteria Sangat Baik (SB) sebesar 35,3% dan kriteria Baik (B) sebesar 52,9%. Dengan demikian, kriteria ketuntasan kegiatan siswa telah tercapai dengan perolehan sangat baik dan baik sebesar 88,2%.
3.
Hasil tes kemampuan pemecahan masalah siswa pada materi Luas Permukaan dan Volume Kubus dan Balok yang memperoleh nilai 70 ke atas sebesar 86,7% dari seluruh siswa yang dikenai tindakan. Dengan demikian, kriteria ketuntasan hasil belajar telah tercapai.
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti mengemukakan saran-saran sebagai berikut. 1.
Penggunaan model Problem Based Learning hendaknya dijadikan salah satu alternatif untuk dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
2.
Dalam proses pembelajaran hendaknya guru dapat memberikan variasi model pembelajaran, dan dalam memilih model, metode, dan pendekatan hendaknya memilih yang tepat dan sesuai dengan karakteristik siswa dengan lebih memperhatikan materi yang akan diajarkan.
11
DAFTAR PUSTAKA Agus, Nuniek Avianti. 2008. Mudah Belajar Matematika untuk Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. Ambarjaya, Beni S. 2012. Psikologi Pendidikan & Pengajaran (Teori & Praktik). Yogyakarta: Caps. Amir, M. Taufiq. 2010. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning (Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan). Jakarta: Prenada Media Group. Arends, Richard I. 2008. Learning To Teach (Belajar untuk Mengajar). Edisi Ketujuh, Buku Dua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mulyasa, E. 2010. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Ruseffendi, E.T. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Rusmono. 2012. Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning Itu Perlu (Untuk Meningkatkan Profesionalitas Guru). Bogor: Ghalia Indonesia. Shadiq, Fajar. 2009. Kemahiran Matematika. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Yamin, Martinis dan Maisah. 2012. Orientasi Baru Ilmu pendidikan. Jakarta: Referensi. Yusdi, Milman. 2011. Pengertian Kemampuan. [Online]. Tersedia dalam: http://milmanyusdi.blogspot.com/2011/07/pengertian-kemampuan.html. [19 April 2013].