8
KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT DAN HUBUNGANNYA DENGAN EMISI GAS RUMAH KACA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI RIAU DAN JAMBI
Sukarman, Suparto, dan Mamat H.S. Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No.12 Bogor 16114
Abstrak. Tanah gambut merupakan salah satu tanah yang sangat potensial untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit. Pembu kaan lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit banyak dilakukan di Provinsi Riau dan Jambi. Peman faatan tanah gambut untuk pengembangan kelapa sawit banyak disorot karena pembukaan t anah gambut menghasilkan emisi gas rumah kaca yang tinggi sebagai salah satu penyebab pemanasan global. Tinggi rendahnya potensi tanah gambut dalam menghasilkan emisi gas ru mah kaca sangat ditentukan oleh karakteristik tanah gambutnya itu sendiri dan perubahan faktor lingkungan akibat pengelolaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik tanah gambut di perkebunan kelapa sawit dengan emisi gas rumah kaca. Penelitian dilakukan di perkebunan kelapa sawit rakyat di Provinsi Riau dan Jamb i. Pengamatan karakteristik tanah di masing-masing lo kasi dilaku kan pada lima satuan peta tanah. Pada setiap satuan peta tanah diamb il masing -masing di tiga lokasi (site) pengamatan, sehingga untuk setiap lokasi di Riau dan Jambi masing-masing terdiri 15-16 lokasi pengamatan. Bersamaan dengan waktu pengamatan karakteristik tanah, pada masing-masing lokasi pengamatan diambil contoh gas rumah kaca menggunakan chambers dengan dua kali u langan. Karakteristik tanah yang diamati adalah kedalaman air tanah, kandungan air tanah, dan tingkat deko mposisi sampai kedalaman 50 cm. Sifat tanah lainnya yang dianalisis di laboratorum meliputi kadar abu, kadar serat, KTK tanah, dan kemasaman total. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat-sifat tanah yang sangat berkaitan erat dengan emisi gas rumah kaca (flux CO2 ) adalah kandungan air tanah, kemasaman total, dan kapasitas tukar kation. Hal lainnya menunjukkan bahwa besaran emisi gas rumah kaca tidak hanya ditentukan oleh satu faktor tetapi ditentukan oleh beberapa faktor dan interaksi diantara faktor-faktor tersebut. Katakunci: Gambut, gas ru mah kaca (GRK), Riau, Jamb i. Abstract. Peat soil is one with high potential for development of oil palm plantations. The peatlands for oil palm development is mostly done in Riau and Jambi Province. Utilization of peatland for oil palm development is highlighted because a lot of clearing of peat generate GHG emissions that can lead to higher global warming. High and low potential for peat soil in greenhouse gas emissions is determined by the characteristics of peat soil itself and changes in environmental factors due to its management. This study aims to determine the relationship between characteristics of peat soils in oil palm plantations in greenhouse gas emissions. The study was conducted in oil palm plantations in Riau and Jambi Province. Observations of soil characteristics at each site performed on five soil map units that have different characteristics. At each soil map unit is taken
95
Sukarman et al.
each at three sites observations. So that for each location in Riau and Jambi each comprising 15-16 observation locations. Along with the observation of soil characteristics, at each observation site was taken using the example of greenhouse gas chambers with two replications. Soil characteristics observed were depth of groundwater, soil water content, and the rate of decomposition up to a depth of 50 cm. Other soil properties are analyzed in laboratorum include ash content, fiber content, total acidity, and CEC. The study found that soil properties that are intimately associated with greenhouse gas emissions (CO2 flux) is the soil water content, total acidity, and cation exchange capacity. This shows that the amount of greenhouse gas emissions is not only determined by one factor but is determined by several factors and the interaction between these factors. Keywords: Peat soil, greenhouse gas (GHG), Riau, Jambi.
PENDAHULUAN Perkebunan kelapa sawit saat ini banyak dikembangkan di tanah gambut. Konversi hutan gambut menjadi lahan pertanian dapat mengubah stabilitas tanah gambut dan mempercepat dekomposisinya. Deko mposisi tanah gambut menghasilkan gas metan (CH4 ) dan karbon dioksida (CO2 ) yang diemisikan ke udara sebagai gas rumah kaca. Gas rumah kaca ini menyebabkan terjadinya pemanasan global (global warming). Berbagai sektor perlu berupaya untuk menurunkan ju mlah gas ru mah kaca yang diemisikan ke udara. Sektor pertanian menargetkan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca antara lain melalu i kegiatan pengelolaan gambut di perkebunan kelapa sawit. Program penurunan emisi gas ru mah kaca di lahan gambut dapat terlaksana dengan baik jika d ilakukan perencanaan mitigasi lahan gambut secara benar. Kegiatan mit igasi tersebut harus dilaku kan melalu i kegiatan yang dapat diukur (measureable), dilaporkan (reportable), dan diverifikasi (verificable) atau disingkat MRV. Tanah gambut merupakan tanah hasil aku mu lasi timbunan bahan organik dengan ko mposisi >65%. Timbunan in i terbentuk secara alami dari lapukan vegetasi yang tumbuh di atasnya dalam jangka waktu ratusan tahun. Proses dekomposisi bahan ini terhambat karena kondisi anaerob dan basah. Itulah sebabnya tanah gambut diju mpai di rawa -rawa, baik rawa lebak maupun rawa pasang surut. Tanah gambut umu mnya mengandung <5% fraksi anorganik dan sisanya adalah fraksi organik. Fraksi organik sebagian besar terdiri dari senyawa non humat, sedangkan senyawa humat hanya sekitar 10-20% (Andriesse, 1974). Senyawa-senyawa non humat meliputi antara lain senyawa lignin, selu losa, hemiselulosa, lilin, tanin, resin, dan subresin. Sementara itu senyawa humat terdiri dari asam hu mat , himato melamat, dan humin (Stevenson, 1994 dan Tan, 1994).
96
Karakteristik tanah gambut dan hubungannya dengan emisi GRK
Karena kandungan fraksi organik yang lebih tinggi dalam gambut, tanah ini mempunyai stabilitas yang rendah. Tanah gambut mudah sekali terdeko mposisi yang menghasilkan antara lain gas ru mah kaca terutama karbon dioksida (CO2 ) dan gas metan (CH4 ). Tinggi rendahnya stabilitas tanah gambut menunjukkan tinggi rendahnya potensi tanah gambut dalam mengemisikan gas ru mah kaca. Tinggi dan rendahnya stabilitas tanah gambut ditunjukkan oleh berbagai parameter yang mempengaruhi kandungan fraksi organik dalam tanah tersebut. Oleh karena itu parameter tersebut perlu diketahui untuk mengetahui potensi gambut dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca. Hal ini penting diketahui dalam perencanaan mit igasi lahan gambut. Dengan diketahuinya parameterparameter tanah gambut yang mempengaruhi emisi gas rumah kaca, maka akan dapat diketahui tindakan-t indakan apa yang harus dilakukan agar emisi yang terjadi dapat ditekan seminimal mungkin. Penelit ian ini bertujuan untuk mendapatkan parameter sebagai faktor yang mempengaruhi emisi gas ru mah kaca tanah gambut pada perkebunan kelapa sawit di Provinsi Jamb i dan Riau.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelit ian dilaksanakan di: (1). Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat di Desa Arangarang, Kecamatan Ku mpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi , dan (2). Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat di Desa Lubuk Ogong, Kecamatan Bandar Sei Kijang, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Kedua lokasi tersebut merupakan lokasi percobaan proyek ICCTF (Indonesian Climate Change Trust Fund). Dipilihnya lokasi ini, karena akan dijadikan lo kasi untuk penelitian jangka menengah/panjang dari kegiatan ICCTF. Bahan dan Peralatan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelit ian ini adalah peta tanah detail lokasi percobaan ICCTF d i Desa Arang-arang, Kecamatan Ku mpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jamb i, Provinsi Jambi dan di Desa Lubuk Ogong, Kecamatan Bandar Sei Kijang, Kabupaten Pelalawan, Prov insi Riau (Wahdini et al. 2010). Peralatan untuk penelitian lapang terdiri atas bor gambut, cangkul, sekop, pH Truogh, GPS, ko mpas, abney level, altimeter, meteran, pisau tanah, kantong plastik, label, form isian data lapang dan manual pengisian, sungkup, dan portable gas chomatography (GC portable).
97
Sukarman et al.
Metode Rancangan Pengambilan Contoh Pengambilan contoh tanah, pengamatan morfo logi tanah dan lingkungannya serta pengukuran emisi gas ru mah kaca di masing-masing lokasi dilakukan pada lima satuan peta tanah (SPT) yang mempunyai sifat-sifat berbeda, terutama dari ketebalan gambut, tingkat deko mposisi dan ada tidaknya bahan campuran tanah mineral. Pada setiap SPT diambil t iga site dan pada setiap site dilakukan pengamatan dan pengukuran emisi gas rumah kaca dengan dua ulangan. Pengambilan contoh tanah, pengamatan sifat-sifat tanah dan pengukuran emisi gas ru mah kaca dilakukan pada tempat yang sama atau sangat berdekatan sehingga data yang diperoleh merupakan data yang berpasangan.
Gambar 1. Skema rancangan pengambilan contoh pada peta tanah detil di Jamb i Pengamatan Lapangan Pengamatan di lapangan dilakukan melalui pengamatan profil setiap site hasil pemboran mempergunakan bor gambut tipe Eijkamp. Pada setiap profil diamati ciri morfologi (kedalaman, warna, tekstur, struktur, konsistensi, bahan kasar, sementasi, dll), klasifikasi tanah, dan pengambilan contoh tanah. Pengamatan sifat morfo logi tanah di lapangan mengikuti panduan dari Soil Survey Manual (Soil Survey Staff, 1993) dan Petunjuk Tekn is Pengamatan Tanah di Lapangan (Balai Penelitian Tanah, 2004).
98
Karakteristik tanah gambut dan hubungannya dengan emisi GRK
Pengambilan contoh tanah dilakukan antara permukaan sampai kedalaman 50 cm atau sampai horison kedua jika leb ih dalam dari 50 cm. Sifat-sifat morfo logi tanah yang diamati adalah ketebalan horison/lapisan, warna tanah, tingkat dekomposisi, tekstur, konsistensi, elastisitas, kemasaman tanah (pH), ketebalan gambut, dan jen is substratum. Contoh tanah fisika diamb il menggunakan ring sampel. Sifat-sifat fisika tanah yang dianalisis meliputi analisis sebaran besar butir (untuk gambut yang mengandung bahan tanah mineral), analisis kandungan air, berat isi, ruang pori total, dan permeabilitas. Analisis sifat-sifat kimia tanah yang dianalisis meliputi pH (H2 O dan KCl), C-organik dengan metode Walkley dan Black, N-total dengan metode Kjeldahl, P2 O5 dan K2 O dengan pelarut 25% HCl 1N, basa-basa dapat tukar dan kapasitas tukar kation dengan pelarut NH4 OAc pH 7,0, Al dan H dapat tukar dengan pelarut KCl 1N, Al, Fe dan Si menggunakan pelarut amoniu m oksalat. Sifat-sifat tanah lainnya yang dianalisis adalah kemasaman total. Analisis kimia dan fisika mengikuti metode yang tercantum dalam buku Soil Survey Laboratory Staff (1991). Analisis Data Analisis regresi dilakukan untuk mengetahui variabel sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap besarnya emisi gas rumah kaca menggunakan program SPSS (Santoso, 2003). Dalam analisis ini, sifat-sifat tanah pada kedalaman 0-25/ 50 cm dan sifat lingkungannya dipilih sebagai variabel independen, sementara itu emisi gas rumah kaca dipilih sebagai variabel dependen.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Gambut Tanah gambut di kedua lokasi penelitian dicirikan oleh kondisi yang sudah tidak alamiah. Lahan ini sudah dibuka untuk perkebunan kelapa sawit lebih dari lima tahun yang lalu. Permu kaan tanah sebagian besar dalam keadaan anaerob. Pada puncak musim hujan permu kaan air tanah sekitar 20 cm sampai tergenang dan pada musim kemarau air tanah mencapai lebih dari 1,5 meter. Pada saat pelaksanaan penelitian di lapangan, yaitu pada awal musim hujan, air tanah berkisar dari 40 cm sampai leb ih dari 1,5 meter. Saluran drainase utama di dekat perkebunan yang mempunyai kedalaman 1,5-2 meter dalam keadaan kering. Karakteristik penting dari tanah gambut di lokasi penelitian d isajikan pada (Tabel 1). Ketebalan gambut bervariasi dari sedang sampai sangat tebal (>3 meter). Secara u mu m gambut di lokasi Riau leb ih tebal daripada di lokasi Jamb i. Tingkat deko mposisi gambut di lo kasi Jamb i lebih matang dibandingkan dengan di lokasi Riau. Hasil analisis kadar
99
Sukarman et al.
serat menunjukkan bahwa tingkat dekomposisi di kedua lokasi tersebut tergolong hemik (kadar serat 20-50%). Kandungan C-organik dan BD tanah gambut di lokasi Jamb i lebih tinggi dibandingkan dengan di lokasi Riau. Kadar serat gambut di lo kasi Jambi lebih rendah dibandingkan dengan gambut di lo kasi Riau, yang menunjukkan bahwa tanah gambut di lokasi Jamb i sudah mengalami t ingkat pelapukan yang leb ih lan jut dibandingkan dengan tanah gambut di lokasi Riau. Hal in i sejalan dengan kadar abu yang lebih tinggi di lokasi Jambi, yang menunjukkan tingkat deko mposisi tanah gambut Jambi lebih lanjut dibandingkan dengan di lokasi Riau. Kadar abu juga dapat dijadikan indikasi bahwa tanah gambut di Jambi mengalami pengayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan gambut di lokasi Riau. Tabel 1. Beberapa karakteristik tanah gambut daerah penelitian No. 1 2
3 4 5 6
Karakteristik Ketebalan (m) Tingkat Dekomposisi - Lapisan atas - Lapisan bawah Kisaran dan rata-rata C organik (%) Kisaran dan rata-rata BD (g cm-3) Kisaran dan rata-rata kadar serat (%) Kisaran dan rata-rata kadar abu (%)
Riau 1,2 - 5,7
Jambi 1,1 - 3,0
Hemik Fibrik 29,89 - 43,51 (37,17) 0,15 - 0,23 (0,18) 30,00 - 50, 00 (36,29) 0,78 - 17,73 (7,8)
Saprik Hemik 46,11 - 54,57 (50,48) 0,18 - 0,43 (0,27) 20,21 - 35,71 (26,10) 1,95 - 19,0 (8,63)
Hasil Pengukuran Emisi Gas Rumah Kaca Pengukuran emisi gas rumah kaca telah dilakukan di 15 t itik pengamatan di lokasi Jamb i dan 16 t itik pengamatan di lokasi Riau. Setiap tit ik pengamatan dilakukan pengukuran dua kali u langan. Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata flux emisi yang dihasilkan dari lahan gambut di perkebunan kelapa sawit di Jamb i dan Riau masing-masing sebesar 1,16 mg cm-2 menit 1 dan 4,05 mg m-2 menit -1 . Data tersebut menunjukkan bahwa flux rata-rata emisi GRK di lokasi Riau hampir empat kali leb ih besar daripada di lokasi Jamb i. Faktor penyebab terjadinya perbedaan tersebut dibahas dalam uraian selanjutnya.
100
Karakteristik tanah gambut dan hubungannya dengan emisi GRK
Tabel 2.
Hasil pengamatan flux emisi gas rumah kaca (GRK) di Jamb i dan Riau.
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Rata-rata Standar deviasi
Flux emisi GRK di Jambi (mg m-2 menit -1) 3,57 2,37 1,24 0,18 1,13 1,51 0,81 1,22 0,94 0,79 1,00 0,36 0,29 0,69 0,27 1,16 0,86
Flux emisi GRK di Riau (mg m-2 menit -1) 2,92 5,33 2,16 0,18 5,78 4,97 5,27 4,06 6,25 2,25 4,23 5,13 1,12 7,09 5,41 2,60 4,05 1,96
Hubungan Sifat Tanah Gambut dan Lingkungan dengan Flux Emisi GRK (CO2 ) Hubungan Kedalaman Air Tanah dan Emisi GRK Hasil pengukuran emisi GRK dan pengukuran kedalaman air tanah di kedua lokasi (Jamb i dan Riau) menunjukkan bahwa semakin d alam air tanah, emisi GRK dari tanah gambut semakin tinggi. Gambar 2 menunjukkan hubungan antara kedalaman air tanah dengan flux emisi GRK, d inyatakan dalam regresi exponensial sebagai berikut :
Y = 0,593e 0,015X, dengan R2 = 0,3764; Keterangan: Y = flux emisi GRK dan X = kedalaman air tanah
Meskipun dari persamaan regresi menunjukkan adanya hubungan antara kedalaman air tanah dengan flux emisi GRK, tetapi nilai R2 hanya 0,3764. In i dapat diinterpretasikan bahwa kedalaman air tanah berperanan (37%) terhadap besaran emisi GRK dan sekitar 63% dipengaruhi oleh faktor lain yang berjalan secara simu ltan. Kedalaman air tanah di lahan gambut (lahan pertanian) dipengaruhi oleh kedalaman saluran drainase. Menurut Agus dan Subiksa (2008), emisi pada lahan gambut yang dibudidayakan untuk tanaman pertanian terjadi karena deko mposisi gambut oleh mikroorganis me. Tingkat deko mposisi gambut tersebut diantaranya dipengaruhi oleh kedalaman saluran drainase. Semakin dalam saluran drainase, semakin cepat terjad inya dekomposisi gambut.
101
Sukarman et al.
Flux CO2 (mg/m2/menit)
8.00
7.00 6.00
y = 0.593e 0.015x R² = 0.376
5.00
4.00 3.00 2.00
1.00 0.00 0
50
100
150
200
Kedalaman Air Tanah (cm) Gambar 2. Hubungan antara Kedalaman Air Tanah dan Flu x CO 2 Dari hasil review sejumlah literatur (Hooijer et al. 2006) mengemukakan bahwa untuk kedala man drainase antara 30-120 cm, emisi akan meningkat setinggi 0,91 t CO2 ha1 tahun -1 untuk setiap penambahan kedalaman drainase sedalam 1 cm. Hubungan Kandungan Air Tanah dan Emisi GRK Dari data yang terkumpul, hasil pengukuran emisi GRK dan pengukuran kandungan air tanah pada kedalaman 0-40/50 cm di kedua lokasi tersebut (Jambi dan Riau) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara kandungan air tanah dengan emisi GRK. Semakin tinggi kandungan air tanah , emisi dari tanah gambut semakin rendah. Gambar 3 menunjukkan hubungan antara kandungan air tanah dengan flux emisi GRK yang dinyatakan dalam bentuk regresi eksponensial sebagai berikut:
Y = 41,582e -0,007X, dengan R2 = 0,6002 Keterangan: Y = flux emisi GRK dan X = kandungan air tanah
Persamaan regresi tersebut menunjukkan adanya hubungan antara kandungan air tanah dengan flux emisi GRK, dengan nilai R2 = 0,6002. Ini dapat diinterpretasikan bahwa kandungan air tanah di kedua lokasi ini cukup besar peranannya terhadap tingginya emisi GRK yang terjadi d i kedua lokasi tersebut. Kandungan air tanah gambut sangat berpengaruh terhadap emisi CO2 dan CH4 . Pengurangan kadar air tanah gambut menyebabkan terjadinya perubahan peristiwa kimia
102
Karakteristik tanah gambut dan hubungannya dengan emisi GRK
dan biologi di dalam tanah. Pengurangan kadar air tanah atau pengeringan menyebabkan menurunnya konsentrasi gugus fungsional COOH dan fenolat OH d imana keduanya merupakan gugus fungsional yang bersifat hidrofilik dan polar. Pada keadaan ini derivat asam fenolat akan men ingkat yang dapat menyebabkan kehilangan karbon organik karen a asam fenolat mudah mengalami oksidasi sehingga terjadi pelepasan CO 2 dan CH4 (Azri, 1999). Pengeringan tanah gambut menyebabkan peningkatan aktivitas biologi tanah sehingga proses dekomposisi tanah gambut lebih dipercepat yang menyebabkan terjadinya peningkatan produk CO2 .
Flux CO2 (mg/m2/menit)
12.00 10.00 8.00
y = 41.58e -0.00x R² = 0.600
6.00 4.00 2.00 0.00 100.0
300.0
500.0
700.0
Kandungan Air Tanah (%) Gambar 3. Hubungan antara Kandungan Air Tanah d an Flux CO2 Hubungan Kadar Abu dan E misi GRK Kadar abu dari tanah gambut menunjukkan tingkat deko mposisi gambut tersebut dan kandungan bahan tanah mineral yang tercampur di dalamnya. Semakin tinggi kadar abu, semakin lan jut tingkat deko mposisinya atau semakin tinggi campuran tanah mineralnya. Hasil pengukuran emisi GRK dan kadar abu pada kedalaman 0-40/50 cm di kedua lokasi tersebut (Jamb i dan Riau) menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan dengan semakin tinggi kadar abu maka emisi dari tanah gambut semakin rendah. Gambar 4 menunjukkan hubungan antara kadar abu dengan flux emisi GRK dinyatakan dalam regresi eksponensial sebagai berikut: Y = 7,5078e
- 0,182X,
dengan R2 = 0,4631
Keterangan: Y = flux emisi GRK dan X = kadar abu
103
Sukarman et al.
Flux CO2 (mg/m2/menit)
8.00 7.00 6.00 5.00 4.00
y = 7.507e -0.18x R² = 0.463
3.00 2.00 1.00 0.00 0.00
10.00
20.00
Kadar Abu (%) Gambar 4. Hubungan antara Kadar Abu dan Flux CO2 Persamaan regresi menunjukkan adanya hubungan antara kadar abu dengan flux emisi GRK, dengan nilai R2 = 0,4631. In i dapat diinterpretasikan bahwa terdapat peranan kadar abu di kedua lokasi in i meskipun peranannya tidak terlalu besar. Hasil penelitian mengenai hubungan antara kadar abu dengan emisi GRK ini serupa dengan yang dihasilkan dari hasil penelit ian IPB-BBSDLP (2011) di perkebunan kelapa sawit Kalimantan Tengah. Hasil penelitian IPB-BBSDLP mendapatkan persamaan regresi eksponensial dengan nilai R2 yang lebih tinggi (R2 = 0,7). Nilai ini dari tempat satu ke tempat lain cu kup berbeda. Menurut Sabiham (2011, ko munikasi pribadi), besarnya pengaruh kadar abu terhadap emisi sangat ditentukan oleh ukuran besar butir (tekstur) dari bahan tanah mineral yang tercampur dalam gambut tersebut. Semakin halus ukuran besar butir, maka pengaruhnya akan semakin nyata menurunkan emisi. Hubungan Kadar Serat dan Emisi GRK Gambut terbentuk dari t imbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Bahan yang belum melapuk dapat dikenali sebagai serat, oleh karena itu persentase kandungan serat dalam gambut dijad ikan penciri tingkat dekomposisi gambut tersebut. Semakin tinggi kadar serat, semakin mentah gambut tersebut. Dari data yang terku mpul hasil pengukuran emisi GRK dan pengukuran kadar serat dari tanah pada kedalaman 0-40/50 cm di kedua lokasi tersebut (Jamb i dan Riau) menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan dengan semakin tinggi kadar sera t maka
104
Karakteristik tanah gambut dan hubungannya dengan emisi GRK
emisi dari tanah gambut semakin tinggi. Gambar 5 menunjukkan hubungan antara kadar serat flux emisi GRK yang dinyatakan dalam regresi eksponensial sebagai berikut:
Y = 0,4088e 0,0433X, dengan R2 = 0,1229 Keterangan: Y = flux emisi GRK dan X = kadar serat
Persamaan regresi tersebut menunjukkan adanya hubungan antara kadar abu dengan flux emisi GRK, meskipun hanya mempunyai nilai R2 = 0,1229. In i dapat diinterpretasikan bahwa peranan kadar serat di kedua lokasi ini tidak terlalu besar, yang berarti terdapat faktor lain yang berpengaruh terhadap emisi GRK di kedua lokasi tersebut.
Flux CO2 (mg/m2/menit)
8.00
6.00
y = 0.408e 0.043x R² = 0.122
4.00 2.00 0.00 20.00
40.00 Kadar Serat (%)
60.00
Gambar 5. Hubungan antara Kadar Serat dan Flux CO2 Tanah gambut di Indonesia sebagian besar tersusun dari bahan lignin dibandingkan dengan bahan moss atau sphagnum. Bahan lignin merupakan bahan yang sulit me lapuk, sehingga semakin t inggi kandungan serat bahan gambut maka sebagian besar merupakan bahan lignin. Menurut Flaig, Beuteelspacer, dan Riet z (1975) proses perombakan lignin akan lebih banyak menghasilkan gas CO2 dibandingkan dengan proses perombakan sphagnum, dengan demikian maka semakin tinggi kadar serat maka emisi yang terjadi juga semakin t inggi. Hubungan KTK Tanah dan E misi GRK Dari data yang terku mpul hasil pengukuran emisi GRK dan pengukuran kapasitas tukar kat ion (KTK) dari contoh tanah pada kedalaman 0-40/ 50 cm di kedua lo kasi tersebut (Jambi dan Riau) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara KTK dengan flux emisi GRK. Semakin tingginya KTK maka emisi dari tanah gambut semakin rendah. Gambar 6 menunjukkan hubungan antara KTK dengan flux emisi GRK yang dinyatakan dalam regresi eksponensial sebagai berikut: 105
Sukarman et al.
Y = 122,09e
-0,053X
2
, dengan R = 0,5171
Keterangan: Y = flux emisi GRK dan X = kapasitas tukar kation (KTK)
Flux CO2 (mg/m2/menit)
10.00 8.00 y = 122.0e -0.05x R² = 0.517
6.00 4.00 2.00
0.00 45
65 85 105 KTK (cmol/100 g)
125
Gambar 6. Hubungan antara KTK dan Flux CO2 Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara KTK dengan flux emisi GRK, mempunyai nilai R2 cukup besar yaitu 0,5171. Ini dapat diinterpretasikan bahwa nilai KTK di kedua lokasi ini sangat berhubungan erat emisi GRK yang terjadi di kedua lokasi tersebut. Kapasitas tukar kation (KTK) ternyata berhubungan erat dengan besarnya flux emisi gas ru mah kaca. Semakin besar nila i KTK tanah gambut maka potensi emisi GRK juga semakin rendah. Hal ini d ikaitkan dengan bahan penyusun tanah gambut terutama menyangkut kandungan lignin di dalam tanah gambut. Menurut Andriesse (1988) tanah gambut yang tersusun dari bahan yang mempunyai kandungan lignin tinggi mempunyai KTK jauh lebih rendah dari pada gambut yang tersusun dari sphagnun atau moss. Nilai KTK d i kedua lokasi tersebut berkaitan dengan bahan gambut. Semakin tinggi bahan lignin maka nilai KTK semakin rendah, sehingga semakin tinggi KTK atau bahan lignin semakin rendah, maka emisi yang terjadi juga akan semakin rendah. Hubungan Kemasaman Total dan Emisi GRK Kemasaman total gambut menunjukkan total kemasaman yang berasal dari asamasam fenolat dan asam-asam karboksilat. Asam-asam ini jika teroksidasi akan melepaskan CO2 dan CH4 yang diemisikan ke udara. Hasil pengukuran emisi GRK dan kemasaman total dari contoh tanah pada kedalaman 0-40/50 cm di kedua lokasi tersebut (Jambi dan Riau) menunju kkan bahwa
106
Karakteristik tanah gambut dan hubungannya dengan emisi GRK
terdapat hubungan yang erat antara kemasaman total dengan emisi GRK. Semakin tingginya kemasaman total maka emisi dari tanah gambut semakin tinggi. Gambar 7 menunjukkan hubungan kemasaman total dengan flux emisi GRK yang dinyatakan dalam regresi eksponensial sebagai berikut: Y = 0,000001e
-152,16X,
dengan R2 = 0,5891
Flux CO2 mg/m2/menit
Keterangan: Y = flux emisi GRK dan X = kemasaman total
8.00
6.00 4.00
2.00 0.00 0.080
0.085
0.090
0.095 0.100 0.105 y =0,000001e 152,16x Kemasaman Total (%) R² = 0,5891
Gambar 7. Hubungan antara Kemasaman Total dan Flux CO2 Persamaan regresi menunjukkan adanya hubungan antara kemasaman total dengan flux emisi GRK, dengan nilai R2 = 0,5891. Ini dapat diinterpretasikan bahwa kemasaman total di kedua lokasi ini mengindikasikan besaran emisi GRK yang terjadi di kedua lokasi tersebut. Menurut Flaig, Beuteelspacer, dan Rietz (1975) dari hasil b iodegradasi lignin akan dihasilkan asam-asam fenolat, sedangkan dari selulosa dan hemiselulosa akan dihasilkan asam-asam karboksilat. Dari sisi emisi gas rumah kaca, p roses perombakan lignin akan lebih banyak menghasilkan gas CO2 dibandingkan dengan proses perombahan sphagnum.
PEMBAHASAN Tabel 3 menunjukkan bahwa karakteristik sifat gambut dan lingkungannya yang berpengaruh terhadap emisi GRK, d ilihat dari koefisen determinasinya (R2 ) adalah kandungan air tanah merupakan sifat yang paling berpengaruh terhadap emisi GRK, disusul oleh kemasaman total. Sifat-sifat gambut lain yang mempengaruhi besaran emisi GRK adalah kapasitas tukar kation (KTK), kadar abu, kedalaman air tanah , dan kadar serat. 107
Sukarman et al.
Hasil analisis tersebut di atas menunjukkan bahwa, besaran emisi GRK dari gambut, tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor saja, tetapi oleh beberapa faktor yang bekerja secara simu ltan dan saling berkaitan. Faktor -faktor tersebut berasal dari faktor lingkungan maupun dari sifat/karakteristik gambut itu sendiri. Tabel 3.
Persamaan regresi, koefisen diterminasi (R2 ) hubungan karakteristik gambut dan faktor lingkungannya dengan emisi GRK
Karakteristik Gambut dan lingkungan Kandungan air tanah Kemasaman total KTK Kadar abu Kedalaman air tanah Kadar serat
Persamaan Regresi Y = 41,582e -0,007x Y = 0,000001e -152,16x Y = 122,08e -0,053x Y = 7,5078 -0,182x Y = 0,593e 0,015x Y = 0,4088 0,433x
Koefisen Determinasi (R2) R2 = 0,6002 R2 = 0,5891 R2 = 0,5171 R2 = 0,4631 R2 = 0,3764 R2 = 0,1229
Kandungan air tanah merupakan fa ktor yang mempunyai koefisien determinasi (R ) paling besar. Namun demikian kandungan air tanah juga dipengaruhi oleh tinggi mu ka air tanah yang dikendalikan oleh pintu-pintu saluran drainase. Kandungan air tanah juga dipengaruhi air yang berasal dari presipitasi (air hujan). Kandungan air tanah sangat mempengaruhi p roses -proses dekomposisi tanah gambut, diantaranya berpengaruh terhadap jumlah asam-asam fenolat dan karboksilat yang dicirikan dari ju mlah total asam yang terdapat dalam gambut. 2
Dari (Tabel 3), t inggi muka air tanah tidak berpengaruh sangat nyata terhadap emisi GRK dibandingkan dengan kandungan air tanah, hal ini dikarenakan pelaksanaan dilakukan pada waktu akhir musim kemarau. Permu kan air di saluran -saluran drainase utama umu mnya berada pada kedalaman leb ih dari 1,5 meter, sehingga kandungan air tanah lebih banyak ditentukan oleh sumber air yang berasal dari air hujan. Pada saat penelitian hujan lebat sudah mulai turun, sehingga kandungan air tanah lebih ba nyak dipengaruhi oleh air hujan yang masuk ke dalam gambut. Sifat-sifat gambut lainnya yang berkaitan erat dengan besarnya emisi GRK di kedua lokasi tersebut adalah kapasitas tukar kation (KTK), kadar abu, dan kadar serat. Seperti telah dibahas sebelumnya, KTK berkaitan erat dengan jenis bahan penyusun gambut tersebut. Bahan lignin yang menjadi bahan penyusun utama tanah gambut diduga sangat menentukan besarnya KTK dan kadar serat. Secara keseluruhan, hasil penelitian menunjukkan bahwa emisi GRK yang terja di pada gambut yang telah dibuka men jadi areal p ertanian khususnya kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh faktor luar atau campur tangan manusia, pengaruh lingkungan lain (iklim terutama curah hujan), dan karakteristik tanah gambutnya itu sendiri. Dengan demikian, 108
Karakteristik tanah gambut dan hubungannya dengan emisi GRK
untuk tujuan mit igasi emisi GRK di perkebunan kelapa sawit, mengendalikan akibat perubahan lingkungan yang paling berpengaruh terhadap peningkatan emisi GRK adalah hal utama yang perlu dilakukan. Mempertahankan kandungan air yang cukup tinggi (>400%) merupakan syarat utama pengendalian emisi GRK di lahan gambut. Cara mempertahankan kandungan air tanah dapat dilaku kan dengan mempertahankan muka air tanah tetap tinggi, melalu i pengaturan pintu -pintu air. Pada musim kemarau, dimana keadaan air terbatas, maka penutupan permukaan tanah dengan mulsa atau cover crops, merupakan salah salah satu upaya yang perlu dilakukan. Untuk memperbaiki sifat -sifat tanah agar emisi GRK yang terjad i tidak semakin besar, maka upaya untuk mengurangi ju mlah asam-asam yang ada dalam gambut perlu dilakukan, demikian halnya kadar abu di dalam gambut juga perlu dilaku kan. Kedua sifat ini dapat diperbaiki melalui pemberian amelioran seperti pupuk gambut (pugam), tandan buah kosong, pupuk kandang, dan tanah mineral.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpul an 1.
Penelit ian dan pengambilan contoh dilaku kan pada akhir musim kemarau atau awal musim hujan. Air tanah sebagian besar lebih dari 80 cm, meskipun pada beberapa daerah cekung air tanah berada pada kedalaman 40 cm, tetapi permu kaan air di saluran drainase umu mnya lebih dari 1,5 meter.
2.
Sifat-sifat tanah gambut dan faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap besarnya emisi gas rumah kaca terutama setara CO2 adalah kadar air tanah, kemasaman total, kapasitas tukar kation, kadar abu, kedalaman permukaan air tanah, dan kadar serat.
3.
Faktor-faktor yang berpengaruh tersebut tidak berdiri sendiri tetapi berjalan secara simu ltan dan satu dengan yang lainnya saling berkaitan.
4.
Untuk lahan gambut yang telah dibuka men jadi areal pertanian seperti contohnya perkebunan kelapa sawit, peningkatan emisi GRK terjad i akibat perubahan lingkungan, yang kemudian berpengaruh terhadap proses -proses dekomposisi tanah gambut.
5.
Bahan pembentuk tanah gambut di Jambi dan Riau yang didominasi oleh bahan kayu kayuan yang mempunyai kandungan lignin tinggi, sangat menentukan kapasitas tukar kation, kandungan serat, dan kemasaman total. Sifat-sifat in i sangat menentukan besarnya emisi GRK yang terjadi.
109
Sukarman et al.
Saran 1.
Sebagai salah satu upaya untuk mengurangi emisi GRK lahan gambut di kedua lokasi, maka kandungan air tanah gambut agar dipertahankan tetap tinggi (>300%) yaitu melalui pengaturan permu kaan air tanah di dalam saluran air.
2.
Untuk mengurangi agar tanah gambut relatif tetap lembab, perlu diupayakan agar gambut tidak dibiarkan dalam kondisi terbuka, yaitu harus ditutup dengan mulsa atau melalui penanaman cover crops. Sedangkan untuk memperbaiki sifat-sifat gambut untuk menekan emisi GRK dapat dilakukan melalui pemberian bahan amelioran.
DAFTAR PUSTAKA Agus, F. dan I G.M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF) Bogor, Indonesia. 36 hal. Andriesse, J.P. 1974. Tropical peats in South East Asia. Dept. of Agric. Res. of the Royal Trop. Inst. Co mm. 63. A msterdam. 63 p. Andriesse. J. P. 1988. Nature and Management of Tropical Peat Soils. FAO So ils Bulletin 59. Soil Resources Management and Conservation Service. FAO Land Water Develop ment Division, Ro me. Azri. 1999. Sifat kering tidak balik tanah gambut dari Jambi dan Kalimantan Tengah. Analisis berdasarkan kadar air krit is, kemasaman total gugus fungsional COOH dan OH-fenolat. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Balai Penelitian Tanah. 2004. Petunjuk Tekn is Pengamatan Tanah di Lapang. Balai Penelit ian Tanah, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelit ian dan Pengembangan Pertanian. Flaig, W., H. Beuteelspacher, and E. Rietz. 1975. Chemical co mposition and physical properties of humic substance. In J.E. Gieseking (Ed). Soil Co mponents. Vol I. Spinger-Verlag, New York. Hooijer, A., M. Silv ius, H. Wösten, and S. Page. 2006. PEAT -CO2 , Assessment of CO2 emissions from drained peatlands in SE Asia, Delft Hydraulics Report Q3943. Santoso, S. 2003. Buku Latihan SPSS Statistik Multivariat. PT. Elex Media Ko mputindo, Jakarta Soil Survey Laboratory Staff. 1991. So il Survey Laboratory Methode Manual. SSIR Nu mber 42. Version 1.0. United State Dept of Agric. p 611. Soil Survey Staff. 1993. So il Survey Manual. Agric. Handbook No. 18 SCA -USDA. Washington DC. Stevenson, F.J. 1994. Hu mus Chemistry: Genesis, composition, and reaction. Second Ed ition. John Willey and Sons Inc., New York. 496 p.
110
Karakteristik tanah gambut dan hubungannya dengan emisi GRK
Tan, K.H. 1994. Environmental Soil Science. Marcel Dekker Inc. New York. 304 p. IPB-BBSDLP. 2011. Mit igation plan and mitigation action on oil palm plantation in peatlands of Central and West Kalimantan. Final Report. Collaborative research between PT Smart Tbk and IPB-BBSDLP. Wahdini, W., Z. Abidin, dan Sukarman. 2010. Peta Tanah Detail (skala 1:1.000) Lokasi Percobaan ICCTF, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi. Balai Besar Penelit ian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.
111
Sukarman et al.
112