Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
KARAKTERISTIK RUMEN DOMBA YANG DIBERI PAKAN JERAMI PADI FERMENTASI DENGAN SUPLEMENTASI VITAMIN A INTRAMUSKULER PADA WAKTU YANG BERBEDA (Rumen Characteristics of Sheep Fed Fermented Rice Straw Supplemented with Intramuscular Injected Vitamin A at Different Time) BUDI HARYANTO, AMLIUS THALIB, SUPRIYATI dan SRI NASTITI JARMANI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT Rumen characteristics such as pH, ammonia and volatile fatty acid concentrations are indicators of the effectiveness of feed degradability. An experiment has been carried out in sheep to find out the effect of vitamin A supplement through intramuscular injection at different time when fed entirely with fermented rice straw as the source of fibrous feed. Concentrate was fed at 200 g/head/day before offering the fermented rice straw. The fermented rice straw was offered ad libitum. Initially 30 heads of growing male sheep were divided into 6 groups to receive 5 dietary treatments, however, only 20 heads were used for the rumen characteristic studies. The vitamin A (500000 IU) was injected intramuscularly as pulse dose at time 0, 28, 56 and 84 days after 2-weeks adaptation to feeding the fermented rice straw, subsequently for treatment B, C, D and E. The individuals without vitamin A supplement were used as control (Treatment A). Results indicated that rumen fluid pH, concentrations of ammonia and volatile fatty acids were not significantly different among treatment means. The values of pH ranged from 6.01 to 6.41; ammonia concentrations ranged from 1.41 to 2.83 mM; acetate ranged from 94 to 111 mM; propionate ranged from 17.6 to 23.8 mM and butyrate ranged from 12.1 to 14.8 mM. The molar proportion of each volatile fatty acids fell within a normal range, but slightly greater in the acetate (> 72%) and lower in propionate (< 16%). It is concluded that supplementation of intramuscular injected vitamin A at different time was not necessary, especially under the present experimental conditions, i.e. feeding fermented rice straw to sheep for a relatively short period. Key Words: Sheep, Fermented Rice Straw, Vitamin A, Intramuscular ABSTRAK Karakteristik cairan rumen seperti pH, konsentrasi amonia dan asam lemak mudah terbang adalah indikator degradabilitas pakan. Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh suplementasi vitamin A intramuskuler pada waktu yang berbeda pada domba yang diberi pakan jerami padi fermentasi sebagai sumber serat. Pakan konsentrat diberikan 200 g/ekor/hari. Pada awal penelitian digunakan 30 ekor domba jantan yang sedang tumbuh dibagi menjadi 6 kelompok untuk mendapatkan 5 macam perlakuan, namun hanya 20 ekor domba yang diambil sampel cairan rumennya. Suplementasi vitamin A intramuskuler (500000 IU) dilakukan sekali pada hari ke 0, 28, 56 dan 84 setelah periode adaptasi pemberian jerami padi fermentasi selama 2 minggu, berturut-turut untuk perlakuan B, C, D dan E. Domba yang tidak mendapatkan suplementasi vitamin A intramuskuler digunakan sebagai kontrol (Perlakuan A). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH cairan rumen, konsentrasi amonia dan asam lemak mudah terbang tidak berbeda nyata antar perlakuan. Derajat keasaman (pH) bervariasi dari 6,01 hingga 6,41; konsentrasi amonia bervariasi dari 1,41 sampai 2,83 mM; asam acetat bervariasi dari 94 hingga 111 mM, propionat 17,6 hingga 23,8 mM dan butirat bervariasi dari 12,1 hingga 14,8 mM. Proporsi molar asam lemak mudah terbang berada pada kisaran normal, namun cenderung tinggi pada proporsi molar asam asetat (> 72%) dan rendah pada propionat (< 16%). Disimpulkan bahwa pada domba yang diberi pakan jerami padi fermentasi dalam periode yang relatif singkat sebagaimana pada kondisi penelitian ini, tidak memerlukan suplementasi vitamin A intramuskuler. Kata Kunci: Domba, Jerami Padi Fermentasi, Vitamin A, Intramuskuler
366
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
PENDAHULUAN Degradasi komponen serat pakan yang terdiri atas selulosa, hemiselulosa dan lignin didalam rumen dipengaruhi oleh sifat ikatan struktural komponen tersebut dan intensitas pemecahan oleh ensim yang dihasilkan mikroba rumen. Degradasi komponen serat yang diikuti oleh fermentasi mikrobial antara lain menghasilkan asam lemak mudah terbang, CO2, metan dan massa mikroba. Pada umumnya komposisi asam lemak mudah terbang yang mengandung 2 karbon (asetat), 3 karbon (propionat) dan 4 karbon (butirat) mempunyai proporsi molar yang mendekati konstan yaitu 63 : 21 : 16 (HUNGATE, 1988). Meskipun demikian, kandungan dan jenis bahan organik dalam pakan akan menyebabkan perubahan proporsi molar asam lemak rantai pendek tersebut. Lingkungan mikro rumen seperti pH, konsentrasi amonia, konsentrasi asam lemak mudah terbang dan tekanan osmose cairan rumen merupakan faktor yang saling berkaitan dalam mempengaruhi efektivitas mikroba dalam memecah komponen serat pakan. Jerami padi yang mempunyai kandungan serat tinggi dan kandungan nitrogen rendah mempunyai nilai nutrisi yang relatif rendah sehingga perlu perlakuan bioproses fermentatif agar meningkat nilai nutrisinya. Ternak domba membutuhkan vitamin A sebesar 17 IU per kg bobot hidup per hari (NRC, 1985) untuk mencegah rabun senja (night blindness) yang kemudian diperbarui menjadi 47 IU per kg bobot hidup per hari berdasarkan kenyataan bahwa tekanan cairan cerebrospinal (sumsum tulang belakang) lebih nyata dipengaruhi oleh vitamin A. Satu IU (International Unit) vitamin A setara dengan 0,300 mikrogram retinol atau 0,550 mikrogram retinil palmitat. Sementara itu, dugaan bahwa jerami padi dapat menyebabkan defisiensi vitamin A pada ternak karena kandungan provitamin A yang tidak terdeteksi dan didasari oleh kenyataan bahwa sebagian besar vitamin A dalam pakan akan mengalami degradasi di dalam rumen sehingga efektivitas suplementasi vitamin A melalui pakan relatif rendah (BALLET et al., 2000), maka penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh suplementasi vitamin A intramuskuler terhadap efektivitas degradasi komponen serat yang dapat diindikasikan oleh pH, konsentrasi
amonia dan konsentrasi asam lemak mudah terbang didalam rumen. MATERI DAN METODE Penelitian ini menggunakan 30 ekor domba jantan yang masih tumbuh dengan rataan bobot badan 24,0 ± 2,7 kg yang dibagi kedalam 6 kelompok untuk menguji 5 perlakuan pemberian suplementasi vitamin A intramuskuler. Perlakuan yang diuji adalah pemberian suplementasi vitamin A intramuskuler pada waktu t = 0; 28; 56 dan 84 hari setelah masa adaptasi selama 2 minggu sebagai perlakuan B, C, D dan E. Ternak yang tidak mendapatkan suplementasi vitamin A digunakan sebagai kontrol (Perlakuan A). Vitamin A diberikan sebanyak 500.000 IU per ekor dalam satu kali injeksi. Jerami padi fermentasi diberikan ad libitum sedangkan konsentrat diberikan sebanyak 200 g/ekor/hari. Cairan rumen diambil dari 20 ekor domba pada akhir penelitian untuk dianalisis kandungan amonia, asam lemak mudah terbang dan derajat keasaman (pH). Konsentrasi amonia dianalisis menurut metode CONWAY (1957) sedangkan konsentrasi asam lemak mudah terbang dianalisis menggunakan gas chromatograph Crompack 9002. Derajat keasaman (pH) cairan rumen ditentukan menggunakan pH meter segera setelah pengambilan sampel. Data dianalisis statistik menggunakan dasar rancangan acak lengkap (STEEL dan TORRIE, 1980). HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik cairan rumen domba yang diberi pakan jerami padi fermentasi yang terdiri atas pH, konsentrasi amonia dan konsentrasi asam lemak mudah terbang ditunjukkan dalam Tabel 1. Derajat keasaman (pH) cairan rumen bervariasi dari 6,01 hingga 6,41 yang menunjukkan kondisi rumen yang mengarah pada keadaan asam, meskipun masih berada pada kisaran pH cairan rumen yang normal. Pengamatan pH cairan rumen domba yang diberi pakan jerami padi fermentasi dengan suplementasi zinc organik mendapatkan nilai antara 5,93 – 6,2 (HARYANTO et al., 2005).
367
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 1. Derajat keasaman (pH), konsentrasi amonia dan konsentrasi asam lemak mudah terbang cairan rumen domba Parameter pH Amonia, mM Asam lemak mudah terbang, mM Asetat Propionat Isobutirat Butirat Isovalerat Valerat Total
Perlakuan
Rataan
A
B
C
D
E
6,41 2,83
6,01 2,14
6,33 1,41
6,17 1,89
6,17 2,17
6,22 2,13
104,3 22,5 1,0 12,9 0,8 0,3 141,7
94,8 17,6 0,7 14,8 0,6 td 128,5
97,1 22,6 0,7 12,1 0,7 0,2 133,3
111,4 23,8 0,9 13,9 0,7 0,3 150,9
94,8 21,4 1,2 12,3 0,8 0,2 130,7
100,4 21,7 0,9 13,1 0,7 0,2 137,0
Perlakuan A: Tanpa suplementasi vitamin A Perlakuan B: Suplementasi vitamin A pada t = 0 hari setelah adaptasi 2 minggu Perlakuan C: Suplementasi vitamin A pada t = 28 hari setalah adaptasi 2 minggu Perlakuan D: Suplementasi vitamin A pada t = 56 hari setelah adaptasi 2 minggu Perlakuan E: Suplementasi vitamin A pada t = 84 hari setelah adaptasi 2 minggu
SUGORO et al. (2005) mendapatkan nilai pH berkisar dari 6,35 – 6,56 pada cairan rumen secara in vitro apabila ditambahkan khamir. Sementara itu, hasil penelitian UHI et al.. (2006) mendapatkan kisaran pH cairan rumen domba antara 6,15 – 6,85 apabila diberikan suplemen katalitik yang terbuat dari gelatin sagu dengan kandungan mineral 0,2 ppm Co dan 35 ppm Zn ke dalam pakannya. Konsentrasi amonia berkisar antara 1,41 – 2,83 mM. Nilai ini relatif rendah untuk mendukung pertumbuhan mikroba rumen secara optimal, meskipun konsentrasi amonia tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya (HARYANTO et al.., 2005). Menurut HOBSON dan JOUANY (1988) beberapa penelitian dengan kondisi pakan yang berbeda mendapatkan kisaran konsentrasi amonia dari 18 – 46 mg/L yang setara dengan 1,05 hingga 2,71 mM. Sementara itu, menurut SATTER dan SLYTER (1974) konsentrasi amonia yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal mikroba rumen secara in vitro seharusnya tidak kurang dari 3,57 mM. Apabila dilihat pada proporsi molar komponen asam lemak mudah terbang (Tabel 2), pemberian jerami padi fermentasi cenderung menyebabkan proporsi molar asam
368
asetat lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa laporan terdahulu yaitu dapat mencapai lebih dari 72% sedangkan pada umumnya adalah sekitar 60%. Sementara itu, proporsi asam propionat cenderung lebih rendah yaitu mencapai kurang dari 16% sedangkan pada umumnya adalah sekitar 20%. HUNGATE (1988) menyatakan bahwa proporsi molar asam lemak mudah terbang di dalam rumen adalah 63 : 21 : 16 berturut-turut untuk asam asetat, propionat dan butirat. Menurut HOBSON dan JOUANY (1988) porporsi molar asam asetat dari berbagai kondisi pakan yang diberikan berkisar antara 53 – 72, sedangkan proporsi molar asam propionat berkisar antara 15 – 30 dan proporsi asam butirat berkisar antara 7 – 21. Kecenderungan proporsi molar asam asetat yang lebih tinggi menggambarkan adanya potensi menghasilkan energi yang lebih tinggi pula bagi ternak, karena adanya produksi Adenosine triphosphate (ATP) yang lebih tinggi melalui jalur phosphorilasi pada tingkat substrat (DURAND, 1989). Data yang ditunjukkan dalam Tabel 1 tersebut menggambarkan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada semua parameter yang diamati diantara perlakuan suplementasi vitamin A intramuskuler yang diberikan.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 2. Proporsi molar asam lemak mudah terbang di dalam cairan rumen domba Perlakuan
Parameter A
B
C
Rataan D
E
Asetat
73,7
73,7
72,6
73,8
71,7
72,9
Propionat
15,8
13,9
16,4
15,6
16,8
15,9
Isobutirat
0,7
0,6
0,6
0,6
0,9
0,7
Butirat
9,1
11,4
9,8
9,4
9,8
9,8
Isovalerat
0,6
0,4
0,5
0,5
0,7
0,6
Valerat
0,2
0
0,1
0,2
0,.2
0,1
Perlakuan A: Tanpa suplementasi vitamin A Perlakuan B: Suplementasi vitamin A pada t=0 hari setelah adaptasi 2 minggu Perlakuan C: Suplementasi vitamin A pada t=28 hari setalah adaptasi 2 minggu Perlakuan D: Suplementasi vitamin A pada t=56 hari setelah adaptasi 2 minggu Perlakuan E: Suplementasi vitamin A pada t=84 hari setelah adaptasi 2 minggu
Dengan demikian, hal ini mengindikasikan bahwa intensitas degradasi komponen serat pakan tidak berbeda nyata meskipun pemberian suplementasi vitamin A diberikan pada waktu yang berbeda. Ada kemungkinan bahwa untuk jangka waktu pemberian jerami padi fermentasi dalam waktu yang relatif pendek, suplementasi vitamin A intramuskuler belum diperlukan. Derajat keasaman (pH) cairan rumen tidak nyata berkorelasi linear dengan konsentrasi dan proporsi molar asam asetat cairan rumen. Dalam kondisi penelitian ini, hubungan antara pH cairan rumen yang berkisar antara 6,01 hingga 6,41 dengan konsentrasi asam asetat digambarkan dalam persamaan regresi Y = 6,374 – 0,002 X (r = - 0,146), dimana Y adalah pH cairan rumen dan X adalah konsentrasi asam asetat (mM). Sementara itu, hubungan antara pH cairan rumen dengan proporsi molar asam asetat ditunjukkan oleh persamaan regresi Y = 5,750 + 0,006 X (r = 0,120), dimana Y adalah pH cairan rumen dan X adalah proporsi molar asam asetat. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan konsentrasi asam asetat didalam rumen belum cukup besar mempengaruhi perubahaan pH cairan rumen. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa pemberian suplementasi vitamin A intramuskuler pada domba yang diberi pakan jerami padi fermentasi sebagai
sumber serat utama, tidak atau belum perlu dilakukan pada kondisi seperti penelitian ini. Periode pemberian jerami padi fermentasi yang relatif singkat belum menunjukkan gejala defisiensi vitamin A yang nyata. DAFTAR PUSTAKA BALLET, N., J. C. ROBERT and P.E.V. WILLIAMS. 2000. Vitamins in Forages. In: Forage Evaluation in Ruminant Nutrition. GIVENS, D.I., E. OWEN, R.F.E. AXFORD and H.M. OMED (Eds.). CAB International Publishing. Wallingford, Oxon. UK pp. 399 – 431 CONWAY, E.J. 1957. Microdiffusion Analysis and Volumetric Error. 4th Ed. Crosby Lockwood and Son Ltd. London. p. 98. DURAND, M. 1989. Condition for optimizing cellulolytic activity in the rumen. In: Evaluation of straws in ruminant feeding. CHENOST, M. and P. REINIGER (eds.). Elsevier Applied Science. N.Y. pp 3 – 19 HARYANTO, B. SUPRIYATI, A. THALIB dan Sri Nastiti Jarmani. 2005. Peningkatan nilai hayati jerami padi melalui bioproses fermentatif dan penambahan zinc organik. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12 – 13 September 2005. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 473 – 478 HOBSON, P.N. and J.P JOUANY. 1988. Models, mathematical and biological, of the rumen function. In: The Rumen Microbial Ecosystem. HOBSON, P.N. (Ed.). Elsevier Applied Science. N.Y. pp. 461 – 511.
369
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
HUNGATE, R.E. 1988. Introduction: The ruminant and the rumen. In: The Rumen Microbial Ecosystem. HOBSON. P.N. (Ed.). Elsevier Applied Science. N.Y. pp. 1 – 19. NRC. 1985. Nutrient Requirements of Sheep. 6th Revised Ed. National Academy Press. Washington DC. SATTER. L.D. and L.L. SLYTER. 1974. Effect of ammonia concentration on rumen microbial protein production in vitro. Br. J. Nutr. 22: 199 – 208. STEEL, R.G.D. and J.H. TORRIE. 1980. Principles and Procedures of Statistics. McGraw-Hill Book Co. New York.
370
SUGORO, I., I. GOBEL dan N. LELANANINGTYAS. 2005. Pengaruh probiotik khamir terhadap fermentasi dalam cairan rumen secara in vitro. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12 – 13 September 2005. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 455 – 460 UHI, H.T., A. PARAKKASI dan B. HARYANTO. 2006. Pengaruh suplemen katalitik terhadap karakteristik dan populasi mikroba rumen domba. Media Peternakan, Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Peternakan. 29(1): 20 – 26