KARAKTER AGRONOMIS DAN KETAHANAN GENOTIPE KEDELAI TOLERAN NAUNGAN TERHADAP HAMA PENGISAP POLONG Sutrisno dan Kurnia Paramita Sari Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Jl. Raya Kendalpayak. KM 8. Kotak Pos 66 Malang e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Karakter Agronomis dan Ketahanan Genotipe Kedelai Toleran Naungan terhadap Hama Pengisap Polong. Kedelai toleran naungan memiliki prospek untuk dikembangkan di wilayah perkebunan Indonesia. Salah satu hambatan dalam pengembangan kedelai adalah serangan hama pengisap polong (Riptortus linearis). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan agronomis dan ketahanan genotipe kedelai toleran naungan terhadap pengisap polong R. linearis. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Kendalpayak, Malang, Jawa Timur, pada bulan Oktober 2013 – Januari 2014. Perlakuan terdiri atas sepuluh genotipe toleran naungan dan tiga varietas pembanding (Burangrang, G100H, dan Wilis). Penelitian menggunakan rancangan kelompok lengkap tiga ulangan. Setiap satuan percobaan terdiri atas dua polibag dan setiap polibag terdiri atas dua tanaman. Pengujian ketahanan serangan hama pengisap polong dilakukan dengan cara menyungkup setiap kelompok percobaan dengan kerangka besi bujur sangkar dan menutup dengan kain kasa. Investasi hama dilakukan selama dua minggu dimulai pada fase pengisian polong. Setiap rumpun tanaman diinvestasi lima ekor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa genotipe kedelai memiliki karakter agronomis penting berupa persentase polong isi, bobot 100 biji dan hasil biji yang lebih tinggi daripada varietas pembanding. Genotipe unggul tersebut adalah genotipe GH12, GH10, dan GH14 dengan persentase polong isi berturut-turut 89.9%, 92.7%, dan 91.7%. Pada karakter bobot 100 biji, genotipe yang lebih unggul adalah genotipe GH12, GH10, dan GH9 dengan nilai berturut-turut 9,8, 8,2, dan 8,1 gram/ 100 biji. Pada karakter daya hasil, genotipe yang lebih unggul adalah genotipe GH12, GH10, dan GH14 dengan hasil berturut-turut 7,40, 7,12, dan 6,93 g/tanaman. Semua genotipe dan varietas pembanding memiliki ketahanan yang sama terhadap serangan hama pengerek polong. Kata kunci: kedelai toleran naungan, karakter agronomis, hama pengisap polong, R. linearis
ABSTRACT Agronomy Character and Resilance of Shade-Tolerant Genotype to Pod Sucking Bug. Shade-tolerant soybean have a prospect was developed in the agricultural land area in Indonesia. One of the obstacles in the development of soybean is pod sucking bug (Riptortus linearis). This study aimed to determine both character of agronomy and resistance pod sucking bug R. linearis. Study was conducted at the Kendalpayak Research Station, Malang, East Java, in October 2013 until January 2014. The treatment consisted of ten shade-tolerant genotypes and three chek varieties (Burangrang, GH100, and Wilis). The research was applied in randomized completely block design (RCBD) by three replications. Each experimental unit consisted of two polybags and each polybag consisted of two plants. Each group of experiment was capped with square metal frame and closes with gauze. Pest was invested for two weeks at the initial of pod filling phase. The crops was invested with five pod sucking bugs. The result showed that some soybean genotypes had an important character i.e. percentage of filling pods, 100 seed weight, and seed yield per plant were higher than benchmarks. Those superior Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
431
genotypes were genotype GH12, GH10, and GH14 with percentages of pods 89,9%, 92,7%, and 91, 7% respectively. In the otherwise, genotype GH12, GH10, and GH9 were superior in carachter 100 weight seed i.e. 9,8, 8,2, dan 8,1 g/ 100 seed. However, the highest yield was achieved by genotypes GH12, GH10, GH14 with yield 7,40, 7,12, dan 6,93 g/plant respectively. Moreover, all of genotype have a similar tolerance level. Keywords: shade-tolerant soybean, agronomy character, pod sucking bug, R. linearis
PENDAHULUAN Kedelai merupakan sumber protein murah bagi masyarakat. Salah satu tipe kedelai yang sedang dan berpotensi dikembangkan adalah kedelai toleran naungan. Kedelai tipe ini memiliki kemampuan adaptasi yang baik pada kondisi ternaungi hingga 30%. Kedelai toleran naungan dapat dikembangkan secara tumpang sari dengan tanaman perkebunan. Perakitan varietas kedelai toleran naungan diharapkan tidak hanya memiliki keunggulan terhadap cekaman abiotik berupa kekurangan cahaya tetapi juga ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit. Perakitan varietas tahan harus dilakukan karena merupakan alternatif terbaik dalam menghadapi kendala serangan hama dan penyakit. Pemanfaatan varietas tahan akan meringankan biaya pemeliharaan, menurunkan risiko gagal panen, menurunkan penggunaan pestisida kimia, dan menekan kerusakan lingkungan akibat aplikasi pestisida kimia secara berlebihan. Ada banyak jenis hama yang menyerang tanaman kedelai, diantaranya pengisap polong Riptortus linearis F. Hama ini tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia. Pada intensitas tinggi, serangan hama ini dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai 80% (Tengkano, et al. 1992, Paramitha 2013). Hama ini menyerang tanaman kedelai pada saat mulai berbunga hingga masa pengisian polong. Hama meletakkan telurnya pada permukaan bawah dan atas daun, atau polong bagian luar untuk dibiarkan menetas (Talekar et al. 1995, Prayogo dan Suharsono 2005, Thippeswamy dan Rajagopal 2010). Setelah menetas nimfa instar kemudian akan memperoleh makanan dengan cara menusukkan stiletnya ke dalam polong untuk mengisap cairan polong yang akan menjadi biji. Akibatnya polong menghasilkan biji hampa. Jika serangan rendah, biji tetap terbentuk tetapi biasanya mengalami bekas tusukan pada permukaan biji. Hingga saat ini belum ada varietas kedelai yang tahan terhadap serangan hama R. linearis F. Upaya untuk mendapatkan varietas tahan terus dilakukan. Paramitha (2013) mengemukakan bahwa varietas Wilis, Ryokkoh, dan Kaohsiung lebih tahan terhadap serangan R. linearis F. Asadi et al. (2012) menemukan bahwa ketahanan varietas kedelai terhadap R. linearis dikendalikan oleh faktor genetik. Secara fisik, ketebalan kulit polong, ukuran trikoma, dan kerapatan trikoma polong dapat menghambat serangan hama pengisap polong (Sulistyowati dan Suharsono 2012). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketahanan galur kedelai toleran naungan terhadap serangan hama R. linearis F.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Kendalpayak, Malang, Jawa Timur pada bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014. Perlakuan terdiri atas sepuluh genotipe toleran naungan (GH1, GH2, GH3, GH4, GH5, GH6, GH7, GH8, GH9, GH10, GH11, GH12, GH13, GH14) dan tiga varietas pembanding yaitu Burangrang, G100H, dan Wilis. Penelitian menggunakan rancangan kelompok lengkap, tiga ulangan. Setiap satuan percobaan 432
Sutrisno dan Sari: Karakter Agronomis dan Ketahanan Genotipe Kedelai Toleran Naungan
terdiri atas dua polibag dan setiap polibag terdiri atas dua tanaman. Pupuk NPK diberikan lima hari setelah tanam (HST) dengan dosis 2 g/polibag. Penyiangan gulma dilakukan sesuai keadaan. Pengairan diberikan 3 hari sekali atau sesuai kebutuhan tanaman. Uji ketahanan hama pengisap polong dilakukan pada saat tanaman telah menghasilkan polong muda. Setiap kelompok disungkup dengan kerangka besi berbentuk bujur sangkar dan ditutup dengan kain kasa berwarna putih agar hama pengisap polong tidak keluar dari pertanaman. Hama pengisap polong diambil dari pertanaman kedelai di Kebun Percobaan Kendalpayak. Hama ditangkap menggunakan sweeping dan tabung reaksi. Hama kemudian diinvestasikan ke dalam tanaman pada setiap kelompok. Setiap polibag diinfestasi hama sebanyak 5 ekor instar dewasa sehingga dalam setiap kelompok diinfestasi hama sebanyak 130 ekor. Infestasi hama dilakukan selama dua minggu. Setelah dua minggu kain kasa dilepas dan tanaman dipelihara hingga panen. Pengamatan dilakukan pada saat panen. Komponen hasil yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah buku subur, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, persentase polong isi, jumlah biji per tanaman, bobot 100 biji, dan bobot biji pertanaman. Tingkat ketahanan genotipe terhadap hama pengisap polong diamati pada karakter kerapatan trikoma polong, jumlah polong sehat, jumlah polong terserang, persentase polong terserang, jumlah biji sehat, jumlah biji terserang, dan persentase biji terserang.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakter Agronomis Genotipe Kedelai Toleran Naungan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah buku subur, jumlah polong hampa, bobot 100 biji, dan bobot biji per tanaman setiap varietas yang diuji beragam, sedangkan jumlah polong isi dan jumlah biji per tanaman tidak berbeda (Tabel 1). Perbedaan keragaan karakter ini disebabkan oleh perbedaan genetik masing-masing genotipe (Dong. et al. 2004). Tabel 1. Kuadrat tengah hasil analisis ragam komponen vegetatif dan generatif genotipe kedelai toleran naungan pada pengujian ketahanan terhadap hama pengisap polong. Malang 2013. Sumber Derajat Tinggi keragaman bebas tanaman1
Jumlah cabang1
Jumlah buku subur2
Jumlah polong isi2
Jumlah polong hampa3
Polong isi (%)
Jumlah biji total1
Bobot 100 biji
Bobot biji per tan1
Kelompok
2
0,01 ns
0,10 ns
0,10**
0,08 ns
0,04 ns
230,42**
4,91 ns
0,87 ns
0,36**
Genotipe
12
3,02**
0,13**
0,04**
0,10 ns
0,24**
426,81**
4,57 ns
10,57**
0,79**
Galat
24
0,43
0,04
0,02
0,05
0,05
65,30
2,68
1,16
0,12
10,64
11,82
7,81
9,66
12,09
10,75
19,21
17,25
16,77
KK (%)
Keterangan: 1) transformasi √x; 2) transformasi √ (√x ); 3) √x (√x)+1);
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa semua genotipe memiliki tingkat ketahanan yang sama terhadap serangan hama pengisap polong (Tabel 2). Hal ini terlihat pada pengamatan polong dan biji terserang yang tidak berbeda pada semua genotipe. Hal ini juga terlihat pada jumlah trikoma yang tidak berbeda pada semua genotipe.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
433
Tabel 2. Kuadrat tengah hasil analisis ragam polong genotipe kedelai toleran naungan pada pengujian ketahanan terhadap hama pengisap polong. Malang 2013. Sumber Derajat keragaman bebas
Trikoma polong
Kelompok Genotipe Galat KK (%)
620,33ns 181,19ns 133,08 20,76
2 12 24
Polong terserang (%) 7,37ns 176,57ns 192,65 16,34
Jumlah polong terserang1 0,08ns 0,11ns 0,06 11,02
Jumlah Biji polong terserang sehat2 (%) 0,02ns 158,45ns 0,07ns 284,32ns 0,09 165,99 20,87 16,01
Jumlah biji terserang1 0,23 ns 0,21ns 0,12 13,42
Jumlah biji sehat2 0,06ns 0,23ns 0,17 19,12
Keterangan: 1) transformasi √ (√x ); 2) √x (√x)+1).
Tinggi tanaman genotipe kedelai yang diuji memiliki rentang antara 21,3 cm hingga 53,8 cm. Tanaman terpendek dihasilkan oleh GH3 dan GH4 dengan tinggi berturut-turut 21,3 dan 23,8 cm sedangkan tanaman tertinggi dihasilkan oleh varietas Burangrang, GH13, dan varietas Wilis dengan tinggi berturut-turut 53,8 cm, 52,4 cm, dan 51,4 cm. Secara umum varietas pembanding memiliki keragaan lebih tinggi daripada genotipe yang diuji kecuali Genotipe GH11, GH12, GH13, dan GH14. Genotipe GH13 memiliki keragaan setara dengan Burangrang dan Wilis sedangkan Genotipe GH11, GH12, GH14 setara dengan G100H. Genotipe kedelai toleran naungan lebih pendek karena penelitian dilakukan pada lahan tanpa naungan. Genotipe kedelai toleran naungan umumnya lebih pendek jika tumbuh pada kondisi tidak ternaungi (Susanto dan Sundari 2011). Jumlah cabang tanaman berkisar antara 1,98 dihasilkan oleh genotipe GH11 hingga 4,8 cabang (Wilis). Tiga genotipe toleran naungan yaitu Genotipe GH13, GH9, dan GH8 memiliki jumlah cabang setara dengan Varietas Wilis, sedangkan varietas Burangrang memiliki jumlah cabang lebih sedikit dibanding varietas pembanding lain yang memiliki jumlah cabang setara dengan Genotipe GH10. Perbedaan jumlah cabang pada setiap genotipe atau varietas disebabkan karena setiap genotipe atau varietas memiliki kemampuan berbeda dalam memproduksi cabang. Perbedaan tersebut disebabkan oleh faktor genetik masing-masing genotipe. Jumlah buku subur pada masing-masing genotipe yang diuji memiliki kisaran yang luas. Jumlah paling sedikit dihasilkan oleh Genotipe GH4, GH7 dan GH8 sedangkan jumlah terbanyak dihasilkan oleh varietas Wilis dan Genotipe GH13 dengan jumlah berturutturut 17,2 dan 12,1 buku. Varietas Burangrang dan G100H memiliki jumlah buku subur setara dengan Genotipe GH3, GH9, GH10, GH11, GH12, dan GH14. Secara umum jumlah buku subur pada varietas pembanding lebih banyak daripada genotipe yang diuji. Jumlah polong isi pada semua perlakuan memiliki jumlah setara sedangkan jumlah polong hampa memiliki jumlah berbeda. Jumlah polong hampa terbanyak diperoleh varietas Wilis sedangkan jumlah paling sedikit diperoleh Genotipe GH14. Perbedaan jumlah polong hampa pada masing-masing genotipe menghasilkan persentase polong isi berbedabeda. Persentase polong isi terendah dihasilkan oleh Genotipe GH7 sebanyak 70,9% sedangkan persentase tertinggi dihasilkan oleh Genotipe GH10, GH14, dan GH12 dengn nilai berturut-turut 92,7%, 91,7%, dan 89,9%. Varietas pembanding memiliki persentase polong isi lebih rendah karena memiliki jumlah polong hampa lebih banyak. Setiap genotipe atau varietas menghasilkan jumlah biji pertanaman setara dengan kisaran antara 38,8 hingga 93,8 biji. meskipun jumlah biji setara, ukuran biji atau bobot 100 biji menghasilkan bobot berbeda-beda. Ukuran biji terbesar dihasilkan oleh Genotipe 434
Sutrisno dan Sari: Karakter Agronomis dan Ketahanan Genotipe Kedelai Toleran Naungan
GH12 dan setara dengan Genotipe GH10 dan GH9 dengan bobot berturut-turut 9,8, 8,2, dan 8,1 g/100 biji. Ukuran biji terkecil dihasilkan oleh Genotipe GH3, GH4, GH7, GH13, G100H, dan Wilis dengan bobot 100 biji berturut-turut 4,4, 5,0, 4,5, 4,8, 4,0 dan 4,5 g. Perbedaan ukuran biji menyebabkan bobot biji pertanaman setiap genotipe atau varietas menjadi berbeda-beda. Bobot biji pertanaman bervariasi antara 1,5 hingga 7,4 g/tanaman. Hasil terendah diperoleh genotipe GH4 sedangkan hasil tertinggi diperoleh Genotipe GH12. Hasil tertinggi varietas pembanding diraih oleh varietas Burangrang dengan hasil 6,09 g/tanaman. Hasil ini menunjukkan bahwa beberapa genotipe memiliki tingkat hasil lebih tinggi dari pada varietas pembanding. Beberapa genotipe yang memperoleh hasil lebih tinggi adalah Genotipe GH12, GH10, GH14, dan GH9. Hasil biji pertanaman merupakan hasil akhir dari proses pertumbuhan tanaman. Hasil ini berasal dari kumpulan fotosintat yang diproduksi oleh daun pada proses pengisian biji. Hasil ini dipengaruhi oleh semua proses fisiologis yang terjadi selama siklus hidup tanaman. Semua organ tanaman seperti tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah buku, jumlah polong, dan jumlah biji berpengaruh terhadap hasil biji tanaman. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa tanaman semakin tinggi cenderung memiliki jumlah buku subur, jumlah polong isi, jumlah biji dan hasil biji/tanaman lebih banyak tetapi tidak meningkatkan jumlah cabang, jumlah polong hampa, dan bobot 100 biji. Peningkatan jumlah cabang berpengaruh terhadap peningkatan jumlah buku subur, jumlah polong hampa dan bobot 100 biji (Tabel 3). Tabel 3.
Perbandingan nilai tengah keragaan vegetatif dan generative sepuluh genotipe kedelai dan tiga varietas pembanding berdasarkan uji BNT pada taraf 5%.
Genotipe
Tinggi tanaman
Jumlah cabang
Jumlah Jumlah buku subur polong isi
Jumlah polong hampa
Persentas e polong Isi
Jumlah biji total
Bobot 100 biji
Bobot biiji per
GH3
21,33 e
3,33 abcd
8,60 bc
23,27 a
5,83 bcd
65,86 cd
47,60 a
4,36 d
GH4
23,79 e
3,15 bcd
6,41 c
18,60 a
5,35 bcd
64,86 cd
38,81 a
5,01 d
1,53 g
GH7 GH8
23,97 de
3,16 bcd
6,18 c
18,63 a
3,73 cde
70,94 c
45,57 a
4,52 d
2,01 fg
26,14 cde 3,30 abcd
7,34 c
30,58 a
8,42 abc
68,31 cd
67,35 a
5,77 cd
3,56 def
GH9 GH10
36,21 bc
3,45 abcd
9,91 bc
41,07 a
2,02 def
87,30 ab
88,43 a
8,12 ab
6,52 abc
35,77 bcd 2,81 bcde
7,90 bc
42,21 a
1,13 ef
92,72 a
92,95 a
8,19 ab
7,12 ab
GH11 GH12
45,55 ab
1,98 e
8,83 bc
22,22 a
2,96 cdef
75,92 bc
58,02 a
7,55 bc
4,17 cde
49,14 ab
2,48 de
8,12 bc
32,88 a
1,41 ef
89,86 a
86,62 a
9,80 a
7,40 a
GH13
52,40 a
4,25 abcd
12,12 ab
23,91 a
11,87 ab
56,13 d
86,07 a
4,79 d
3,77 def
GH14 Burangrang
42,39 ab
2,44 de
8,63 bc
30,15 a
0,58 f
91,67 a
85,57 a
7,55 bc
6,93 ab
53,75 a
2,59 cde
8,32 bc
36,08 a
7,08 abc
74,80 bc
93,79 a
7,09 bc
6,09 abcd
G100H Wilis
46,00 ab
3,81 abc
10,61 bc
44,13 a
8,40 abc
75,45 bc
92,76 a
4,03 d
3,29 efg
51,43 a
4,83 a
17,15 a
42,65 a
16,65 a
63,25 cd
80,12 a
4,53 d
4,55 bcde
1,94 fg
Keterangan: nilai yang diikuti huruf yang sama dinyatakan tidak berbeda berdasarkan uji BNT 0,05.
Kepekaan Genotipe terhadap Serangan Hama Pengisap Polong Keragaan agronomis tanaman kedelai berpengaruh terhadap tingkat serangan hama pengisap polong. Semakin tinggi tanaman menyebabkan serangan hama semakin meningkat. Hal ini terlihat pada nilai korelasi karakter jumlah polong terserang dan jumlah biji terserang. Selain itu, tingkat polong dan biji terserang juga dipengaruhi oleh jumlah buku, jumlah polong isi, jumlah biji dan hasil biji per tanaman (Tabel 4).
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
435
Tabel 4.
Korelasi antar karakter agronomis dan tingkat ketahanan genotipe kedelai toleran naungan terhadap hama pengisap polong. Malang 2013. TT
CAB
CAB
-0,02
1
BUKU
BUKU
-0,54** -0,54** 1
PISI
-0,39* -0,28
PHAM
-0,19
-0,60** -0,44**
-0,14
%PISI
-0,03
-0,40* -0,11
-0,42** -0,82**
1
JB
-0,57** -0,18
-0,80** -0,12
0,32*
-0,59**
-0,60** **
PISI
PHAM %PISI JB
B100
BBT
TRIK
PSHT PSER %PSER BSHT BSER
1 1 1
0,68** 0,22 1
-0,05
-0,16
-0,58** -0,09
-0,43**
-0,70** -0,27
0,62** 0,80** -0,68** 1
TRIK
-0,11
-0,13
-0,19
-0,07
-0,08
0,20
0,18 -0,05
0,19
1
PSHT
-0,08
-0,20
-0,22
-0,12
-0,04
0,04
0,19 -0,10
0,13
-0,08
PSER
-0,57** -0,15
-0,55**
-0,83** -0,18
0,28
0,89** -0,15
0,76** -0,13
-0,10
-0,06
-0,22
-0,11
0,00
0,19 -0,10
0,16
-0,82** 0,50** 1
-0,48** -0,14
0,11
0,55** -0,01
0,38** -0,10
B100
-0,30
BBT
-0,48
%PSER -0,29
-0,10
BSHT
-0,39* -0,46**
BSER
-0,10 -0,51
**
%BSER -0,16
-0,06 -0,33
-0,32 *
-0,20
*
-0,55
-0,66
**
**
-0,07
-0,03 -0,09
0,26 0,04
**
0,80 -0,19 0,08 -0,05
-0,04
**
0,60 0,00
1 1
-0,77** 0,34* -0,47** 1
-0,21
0,80** -0,59** -0,00
-0,29 **
-0,13
-0,71
0,21
-1
-0,73** -0,70** -0,66**
Tingkat kepekaan genotipe kedelai terhadap serangan hama pengisap polong disajikan pada Tabel 5. Pada tabel tersebut dapat diketahui semua genotipe dan varietas pembanding memiliki tingkat kepekaan sama terhadap serangan hama pengisap polong. Hal ini terlihat pada tingkat serangan pada polong dan biji. Tingkat serangan hama pada dua karakter tersebut berturut-turut antara 75–94% dan 62–93%. Tingkat kepekaan yang sama antargenotipe juga didukung oleh karakter agronomis tanaman berupa trikoma polong. Pada karakter tersebut tampak bahwa jumlah trikoma polong setara pada semua genotipe dan varietas pembanding yang diuji. Tabel 5.
Perbandingan Nilai Tengah Keragaan Vegetatif dan Generatif Sepuluh Genotipe Kedelai dan Tiga Varietas Pembanding Berdasarkan Uji BNT pada Taraf 5%.
Genotipe GH3 GH4 GH7 GH8
Trikoma polong 46,00 a
Persentase polong terserang 78,13 a
Jumlah polong terserang 15,78 a
Jumlah polong sehat
Persentase biji terserang
Jumlah biji terserang
Jumlah biji sehat
1,91 a
67,78 a
21,04 a
16,89 a
a
a
49,33 54,17 a
a
75,79 85,47 a
a
13,77 17,59 a
a
1,65 0,97 a
a
82,37 85,24 a
25,12 32,97 a
6,97 a 6,89 a
45,00 a
90,41 a
26,57 a
0,69 a
87,63 a
50,40 a
6,99 a
GH9 GH10
63,00 a 50,17 a
86,61 a 83,05 a
34,54 a 32,21 a
1,21 a 2,82 a
82,07 a 74,17 a
57,35 a 50,30 a
18,46 a 28,70 a
GH11
62,00 a 50,83 a
87,41 a 69,30 a
21,34 a 24,98 a
1,08 a 3,93 a
86,04 a 69,08 a
40,92 a 40,30 a
5,16 a 21,78 a
54,50 a 72,67 a
84,01 a 94,80 a
27,85 a 31,71 a
2,08 a 0,26 a
77,79 a 92,72 a
52,04 a 73,30 a
23,61 a 5,58 a
57,50 a
95,26 a
45,04 a
0,32 a
93,02 a
81,02 a
6,45 a
61,50 a 55,83 a
93,06 a 80,73 a
35,44 a 34,14 a
0,75 a 3,65 a
86,16 a 61,78 a
66,80 a 30,11 a
14,99 a 31,76 a
GH12 GH13 GH14 Burang G100H Wilis
Keterangan: nilai yang diikuti huruf yang sama dinyatakan tidak berbeda berdasarkan uji BNT 0,05.
436
Sutrisno dan Sari: Karakter Agronomis dan Ketahanan Genotipe Kedelai Toleran Naungan
KESIMPULAN Setiap genotipe memiliki keragaan agronomis berbeda-beda. Genotipe GH12, GH10, dan GH14 memiliki karakter agronomis lebih unggul daripada varietas pembanding pada karakter persentase polong isi, bobot 100 biji, dan hasil biji per tanaman. Semua genotipe yang diuji dan varietas pembanding memiliki tingkat kepekaan yang sama terhadap serangan hama pengisap polong R. linearis.
DAFTAR PUSTAKA Asadi, A., A. Purwantoro, et al. 2012. Genetic control of soybean resistance to soybean pod sucker (Riptortus linearis F.). J. of Agric. Sci. Agrivita 34(1): 28–35. Dong, Y. S., L. M. Zhao, B. Liu, Z. W. Wang, Z. Q. Jin, H. Sun. 2004. The genetic diversity of cultivated soybean grown in china. Theor Appl Genet 108: 931–936. Paramitha, R. 2013. Populasi dan intensitas kerusakan akibat hama penggerek polong dan hama penghisap polong pada dua belas genotipe kedelai. Pertanian. Jember, S–1. Prayogo, Y. and Suharsono 2005. Optimalisasi pengendalian hama pengisap polong kedelai (Riptortus linearis) dengan cendawan entomopatogen Verticillium lecanii. J. Litbang Pertanian 24 (4): 123–130. Sulistyowati, L. and Suharsono 2012. Expression of resistance of soybean to the pod sucking bug Riptortus linearis F. (Hemiptera: Coreidae). J. of Agric. Sci. Agrivita 34 (1): 55–59. Talekar, N. S., L.-Y. Huang, et al. 1995. Oviposition, Feeding and developmental characteristics of Riptortus Iinearis (Hemiptera: Alydidae), a Pest of Soybean. Zoological Studies 34(2): 111–116. Tengkano, W., M. Arifin, et al. 1992. Bioekologi, serangan dan pengendalian hama pengisap dan penggerek polong kedelai. Risalah Lokakarya Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Kedelai, Malang, Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Tengkano, W., M. Arifin, dan A.M. Tohir. 1992. Bioekologi, serangan dan pengendalian hama pengisap dan penggerek polong kedelai. Dalam Marwoto, N. Saleh, Sunardi, dan A. Winarto (Ed.). Risalah Lokakarya Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Kedelai, Malang 8−10 Agustus 1991. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. hlm. 117−153. Thippeswamy, C. and B. Rajagopal 2010. Comparative biology of Coptosoma cribraria Fabricius on field bean, soybean and redgram. Karnataka J. of Agric. Sci. 18 (1). Susanto, G. W. A. dan Sundari, T. 2011. Perubahan karakter agronomi aksesi plasma nutfah kedelai di lingkungan ternaungi the changes of agronomy characters of soybean germplasm under shading condition. J. Agron. Indonesia, 39(1): 1–6.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
437