perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERANCANGAN STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) PENGELOLAAN PASCA PANEN DAUN KUMIS KUCING DENGAN METODE PLAN DO CHECK ACTION (PDCA) DI KLASTER BIOFARMAKA KARANGANYAR
Skripsi
JINGGA NUANSA NARWASTUJATI I0308050
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Jingga Nuansa Narwastujati, NIM : I0308050, PERANCANGAN STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) PENGELOLAAN PASCA PANEN DAUN KUMIS KUCING DENGAN METODE PLAN DO CHECK ACTION (PDCA) DI KLASTER BIOFARMAKA KARANGANYAR. Skripsi. Surakarta : Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Februari 2013.
Penelitian ini bertujuan untuk merancang Standard Operating Procedures (SOP) proses pasca panen Kumis Kucing yang dapat diterapkan di Klaster Biofarmaka Karanganyar. Selama ini para petani di klaster melakukan pengelolaan pasca panen, khususnya untuk Daun Kumis Kucing belum dengan prosedur standar atau hanya berdasarkan pengalaman mereka. Hal ini menyebabkan kualitas simplisia yang dihasilkan tidak memenuhi standar kualitas. Standar kualitas tersebut antara lain adalah kadar air maksimal 10% dan tidak mengandung serangga. SOP ini dibuat dengan melihat proses penanganan pasca panen tanaman obat Daun Kumis Kucing di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu. Untuk perancangan dan penyusunan SOP tersebut, digunakan metode Plan Do Check Action (PDCA). Metode atau siklus PDCA juga disebut dengan Deming cycle, Shewhart cycle, Deming wheel, atau Plan–Do–Study–Act (PDSA). Metode ini merupakan penyusunan langkah-langkah perbaikan dengan menggunakan macam-macam tools kualitas atau biasa disebut dengan Seven tools. PDCA ini digunakan dalam upaya perbaikan dan implementasi SOP agar berjalan secara terus menerus (continuous improvement) untuk mempertahankan kualitas proses dan produk pasca panen. Hasil dari penelitian ini ialah prosedur standar untuk meningkatkan kualitas proses dan produk pasca panen khususnya simplisia tanaman Kumis Kucing di Klaster Biofarmaka Karanganyar. Kata kunci: Daun Kumis Kucing, Klaster Biofarmaka, Pasca panen, PDCA, Simplisia, SOP, Tanaman obat xii + 73 , 9 gambar, 8 tabel, 3 lampiran, daftar pustaka: 21 (1979-2012)
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Jingga Nuansa Narwastujati, NIM : I0308050, DESIGNING STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) OF AFTER-HARVEST KUMIS KUCING PLANT USING PLAN. DO. CHECK, ACTION (PDCA) IN KARANGANYAR BIOFARMAKA CLUSTER. Skripsi. Surakarta : Departement of Industrial Engineering Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, February 2013.
This research has aim to design Standard Operating Procedures (SOP) of after-harvest Kumis Kucing Plant which can be implemented in Karanganyar Biofarmaka Cluster. For all the time, farmers in this cluster manage after-harvest activity with their own experiences and neglecting the use of standard procedures. However, the quality of dried slice does not conform with standard of quality. Those standard qualities for dried slice are the maximum moisture content 10% and not bugs containing. This SOP is designed by observing after-harvest process of Kumis Kucing Plant in Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu. This SOP used Plan Do Check Action (PDCA) method. This method or PDCA cycle also called as Deming cycle, Shewhart cycle, Deming wheel, or Plan–Do–Study–Act (PDSA). This method conducts the improvement by using quality tools or usually it called Seven Tools. PDCA has effort for improving and applying the SOP to develop continuous improvement of after-harvest quality in its process and product. The result of this research is standard procedures to improve process and product qualities of after-harvest, especially dried slice of Kumis Kucing Plant in Karanganyar Biofarmaka Cluster.
Keywords: Kumis Kucing Plant, Biofarmaka Cluster, After-harvest, PDCA, Dried slice, SOP, Plant medicne xii + 73 , 9 figures, 8 tables, 3 attachments, bibliography: 21 (1979-2012)
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian yang telah dilakukan, serta sistematika penulisan untuk menyelesaikan penelitian.
1.1 LATAR BELAKANG Kabupaten Karanganyar sangat potensial untuk mengembangkan sektor pertanian karena sebagian besar wilayahnya masih didominasi oleh lahan-lahan pertanian. Salah satunya ialah pertanian tanaman obat. Tanaman obat di Kabupaten Karanganyar memiliki nilai ekonomis tinggi bagi masyarakat, namun belum dimanfaatkan secara optimal. Melihat kondisi tersebut, maka dibentuklah Klaster Biofarmaka Karanganyar yang terdiri atas 10 Gapoktan dari 6 kecamatan di Karanganyar, yaitu Kecamatan Jumantono, Jumapolo, Jatipuro, Ngargoyoso, Mojogedang dan Kerjo. Komoditas utama klaster ini ialah tanaman obat yang berasal dari rimpang. Tanaman obat selain rimpang masih sekadar untuk memenuhi kebutuhan petani sendiri. Tanaman obat misalnya yang berasal dari daun sebenarnya memiliki potensi yang sama. Salah satunya adalah Daun Kumis Kucing. Daun ini memiliki banyak khasiat, seperti di Indonesia daun ini digunakan sebagai obat yang memperlancar pengeluaran air kemih (diuretik), penyembuhan batuk, encok, masuk angin, sembelit, pengobatan radang ginjal, batu ginjal, kencing manis, dan albuminuria (Rukmana, 2000). Walaupun banyak manfaatnya, tanaman ini belum banyak dibudidayakan secara intensif. Di klaster juga belum ada kebijakan untuk mengembangkan tanaman tersebut, dikarenakan budidaya Kumis Kucing yang secara monokultur dianggap menyebabkan produktivitas tanaman dan tingkat pendapatan rendah. Padahal, Daun Kumis Kucing ini dapat menambah potensi
commit to user I-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan peluang klaster untuk lebih mengembangkan keanekaragaman dan pemasaran produk biofarmakanya. Menurut Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional atau B2P2TO-OT (2011), daun ini memiliki prospek ekonomi yang cukup menjanjikan. Jika dihitung berdasarkan tingkat produktivitas minimalnya yaitu 6 ton/Ha/tahun dengan harga simplisia Rp 6.000,-/kg maka akan menghasilkan Rp 36.000.000,-/Ha/tahun. Selain melihat prospek ekonominya, dari segi potensi pasar menurut Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik atau Balittro (2009), daun ini biasa dipasarkan untuk industri farmasi dan jamu, sedangkan ekspornya ditujukan ke negeri Belanda, Jerman, Eropa Barat dan Amerika Serikat. Permintaan simplisia Kumis Kucing menurut Trubus (2009), untuk industri obat tradisional lokal pada tahun 2009 sebanyak 10 ton/tahun dan berfluktuasi setiap tahunnya. Namun, suatu produk biofarmaka yang akan dipasarkan baik dalam bentuk segar, serbuk, maupun simplisia harus memenuhi standar kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Ketiga hal tersebut selain ditentukan oleh proses budidayanya, pengelolaan pasca panen juga memegang peranan penting dalam segi kualitas. Pengelolaan pasca panen ini meliputi kegiatan penyortiran, pencucian, pengolahan hasil, pengeringan, pengemasan, sampai pada penyimpanan. Kegiatan pengeringan, pengemasan, dan penyimpanan menjadi hal yang penting dalam pengelolaan pasca panen karena dapat berpengaruh terhadap kualitas simplisia. Standar kualitas simplisia menurut Balittro (2009) ialah kadar air maksimal 10% dan tidak terjangkit serangga. Kegiatan pengeringan yang tidak sempurna akan menyebabkan tingginya kadar air pada simplisia sehingga simplisia mudah busuk dan berjamur. Begitu juga pada kegiatan pengemasan dan penyimpanan, jika kemasan tidak kedap udara, serta gudang penyimpanan kotor dan lembab maka kadar air simplisia akan meningkat sehingga simplisia mudah berjamur.
commit to user I-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Selama ini beberapa petani yang tertarik dengan budidaya Daun Kumis Kucing melakukan pengelolaan pasca panen Daun Kumis Kucing hanya berdasarkan pengalaman. Hal ini menyebabkan kualitas simplisia yang dihasilkan tidak memenuhi standar kualitas. Maka dari itu, perlu disusun suatu pedoman pengelolaan pasca panen yang berisi prosedur standar atau biasa disebut dengan Standard Operating Procedures (SOP). SOP dibuat dengan melihat proses penanganan pasca panen tanaman obat Daun Kumis Kucing di B2P2TO-OT Tawangmangu. Untuk perancangan dan penyusunan SOP tersebut, digunakan metode Plan Do Check Action (PDCA). PDCA ini merupakan metode problem solving yang terdiri atas empat langkah proses, yaitu Perencanaan (Plan), Pelaksanaan / Implementasi (Do), Pemeriksaan (Check), dan Tindak Lanjut (Action). PDCA ini digunakan dalam upaya perbaikan dan implementasi SOP agar berjalan secara terus menerus (continuous improvement) untuk mempertahankan kualitas proses dan produk pasca panen. 1.2 PERUMUSAN MASALAH Permasalahan yang dapat dirumuskan adalah bagaimana merancang Standard Operating Procedures (SOP) dengan metode Plan Do Check Action (PDCA) yang dapat diterapkan pada pengelolaan pasca panen Daun Kumis Kucing? 1.3 TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menghasilkan rancangan Standard Operating Procedures (SOP) pengelolaan pasca panen Daun Kumis Kucing yang dapat diterapkan di Klaster Biofarmaka Karanganyar.
commit to user I-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1.4 MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian ini adalah menstandarkan prosedur untuk meningkatkan kualitas proses dan produk pasca panen khususnya tanaman Kumis Kucing di Klaster Biofarmaka Karanganyar. 1.5 BATASAN MASALAH Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini ialah : 1. Penyusunan SOP untuk proses produksi simplisia Daun Kumis Kucing. 2. Sampel penelitian dilakukan pada kelompok tani Sumber Rejeki I. 1.6 SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang mengenai permasalahan yang akan dibahas, perumusan masalah yang diangkat, tujuan dan manfaat yang ingin dicapai, batasan masalah, serta sistematika penulisan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Berisi landasan teori yang merupakan penjelasan secara terperinci mengenai teori-teori yang digunakan, sebagai landasan pemecahan masalah, serta memberikan penjelasan secara garis besar metode yang digunakan sebagai kerangka pemecahan masalah. Tinjauan pustaka ini diambil dari berbagai sumber.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini merupakan gambaran terstruktur tahap demi tahap proses pelaksanaan penelitian yang digambarkan dalam bentuk flowchart dan tiap tahapnya diberi penjelasan.
commit to user I-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini menguraikan data-data yang diperlukan untuk penyelesaian masalah dan cara pengolahan data yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian. BAB V
ANALISIS Bab ini berisi analisis dari pengolahan data sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dari permasalahan yang dibahas dan saransaran yang berkaitan dengan permasalahan yang ada.
commit to user I-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini berisi tentang tinjauan umum tempat studi kasus dan konsepkonsep teori yang menjadi tinjauan pustaka dalam penulisan laporan.
2.1 TINJAUAN
UMUM
TEMPAT
STUDI
KASUS
KLASTER
BIOFARMAKA Kabupaten Karanganyar sangat potensial untuk mengembangkan pertanian karena sebagian besar wilayahnya masih didominasi oleh lahan-lahan pertanian. Sektor pertanian sendiri memiliki kontribusi sebesar 21% terhadap PDRB kabupaten Karanganyar. Salah satu pertanian yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan ialah tanaman obat. Terdapat banyak jenis tanaman obat di Kabupaten Karanganyar yang memiliki nilai ekonomis tinggi bagi masyarakat, namun belum dimanfaatkan secara optimal. Melihat kondisi tersebut maka dibentuklah Klaster Biofarmaka Karnganyar. Klaster Biofarmaka Karanganyar ini terdiri atas 10 Kelompok Tani dari 6 kecamatan di Karanganyar, yaitu Kecamatan Jumantono, Jumapolo, Jatipuro, Ngargoyoso, Mojogedang dan Kerjo. Berikut visi dan misi dari Klaster Biofarmaka: Visi
: Mewujudkan Kabupaten Karanganyar sebagai sentra Biofarmaka di Indonesia.
Misi
: 1. Peningkatan luas lahan dan produksi biofarmaka. 2. Peningkatan kualitas budidaya dan pasca panen sesuai SAPSOP. 3. Peningkatan kerja sama dengan pelaku usaha serta pelaku pasar biofarmaka. 4. Pelatihan yang terintegrasi dan berkesinambungan bagi petani
commit to user II-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
klaster. 5. Pengembangan usaha berbasis teknologi dan pemberdayaan masyarakat. 6. Pemanfaatan sumber daya modal dan perbankan untuk pengembangan usaha. Tujuan dibentuknya klaster biofarmaka di Kab Karanganyar adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan jumlah produksi dan penghasilan petani yang didukung dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai dan tepat guna. 2. Terbentuknya home industri klaster biofarmaka (simplisia, tepung, dan jamu instan) sehingga berperan dalam penciptaan lapangan kerja masyarakat. 3. Meningkatkan kesejahteraan para anggota klaster. Struktur organisasi dari Klaster Biofarmaka ialah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Klaster Biofarmaka Sumber: Klaster Biofarmaka, 2012
commit to user II-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Adapun tugas, wewenang, serta tanggung jawab pada setiap struktur organisasi klaster biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut: 1. Ketua a. Bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang ada di klaster. b. Mengkoordinir semua kelompok tani yang menjadi anggota klaster. c. Menyelesaikan dan mencari solusi atas semua permasalahan yang terjadi dari hulu ke hilir yang meliputi budidaya, panen, pasca panen, pengolahan, pemasaran, permodalan, serta sarana dan prasarana yang dapat menunjang produktivitas klaster. 2. Wakil Ketua I dan II Membantu kerja ketua untuk mengkoordinir semua kegiatan yang ada di klaster. 3. Sekretaris Mencatat dan melaporkan semua kegiatan dari hulu ke hilir berdasarkan laporan dari tupoksi (tugas pokok dan fungsi) terkait kegiatan. 4. Wakil Sekretaris Membantu kerja sekretaris dalam hal kearsipan laporan semua kegiatan yang dilaksanakan di klaster. 5. Bendahara Mencatat semua pengeluaran yang berkaitan dengan keuangan termasuk permodalan. 6. Produksi Usaha Mengkoordinir semua kegiatan yang terkait dengan budidaya dan pengolahan. 7. Pengolahan dan Pemasaran Mengkoordinir dan memfasilitasi semua kegiatan yang terkait dengan pemasaran.
commit to user II-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8. Usaha Membantu kelancaran kegiatan setiap unit usaha yang terdapat di klaster. 2.2 BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN OBAT DAN OBAT TRADISIONAL (B2P2TO2T) TAWANGMANGU Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu berada di desa Kalisoro dan Tlogodlingo, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah dan memiliki ketinggian ± 1.200 m dpl dilereng Barat Gunung Lawu, 45 km di sebelah Timur Kota Surakarta. B2P2TO-OT Tawangmangu ini berdiri sejak tahun 1978. Semula balai ini bernama Hortus Medicus Tawangmangu, namun atas dasar pertimbangan bahwa Hortus Medicus merupakan tempat Penelitian Tanaman Obat, maka sesuai surat keputusan Menteri Kesehatan R.I No. 149/Men.Kes/SK/IV/78 tanggal 28 April 1978, Hortus Medicus Tawangmangu diubah menjadi Balai Besar Penelitian Tanaman Obat (BPTO) yang merupakan Unit Pelaksanaan Teknis Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. B2P2TO-OT mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan tanaman obat dan obat tradisional. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut B2P2TO-OT Tawangmangu mempunyai fungsi sebagai berikut : 1. Perencanaan, pelaksanaan, evaluasi penelitian dan atau pengembangan di bidang tanaman obat dan obat tradisional. 2. Pelaksanaan eksplorasi, iventarisaasi, identifikasi, adaptasi dan koleksi plasma nutfah tanaman obat. 3. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi konservasi dan pelestarian plasma nutfah tanaman obat. 4. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi standarisasi tanaman obat dan bahan baku obat tradisional.
commit to user II-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Pelaksanaan dan pengembangan jejaring kerjasama dan kemitraan di bidang
tanaman obat dan obat tradisional. 6. Pelaksanaan kajian dan diseminasi informasi tanaman obat dan obat tradisional. 7. Pelaksanaan dan pelatihan teknis di bidang pembibitan, pembudidayaan, pasca panen, analisa, koleksi spesimen tanaman obat serta uji keamanan dan
kemanfaatan obat tradisional. 8. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. Di B2P2TO-OT ini dilakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan prosedur pengelolaan pasca panen di lembaga tersebut dengan Klaster Biofarmaka. Prosedur ini sebenarnya hampir sama dengan prosedur pasca
panen di Klaster Biofarmaka, namun dilengkapi dengan beberapa proses, yaitu penyortiran basah dan kering, penimbangan basah dan kering, pelabelan, serta pengamatan. Berikut Gambar 2.2 menunjukkan bagan pasca panennya:
A Gambar 2.2 Proses Pasca Panen B2P2TO-OT Sumber: B2P2TO-OT, 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
A
Gambar 2.2 Proses Pasca Panen B2P2TO-OT (lanjutan) Sumber: B2P2TO-OT, 2011
1. Pengumpulan
Panen Kumis Kucing dilakukan ketika tanaman berumur sekitar 10 minggu. Pada saat itu, tanaman sudah berbunga tapi belum keluar buah, karena pada fase awal pembungaan diperoleh kandungan bahan aktifnya yang tinggi. Pemanenan dilakukan dengan memetik langsung langsung daun yang berada pada pucuk tanaman. Daun hasil panen dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam karung atau bagor yang bersih. 2. Penyortiran basah
Penyortiran basah bertujuan memisahkan bahan dari kotoran-kotoran seperti misalnya kerikil, tanah, gulma, dan rumput. rumput. Selain itu, penyortiran basah bertujuan untuk memilah bahan berdasarkan panjang, lebar, besar, kecil, layak atau tidaknya daun sehingga nantinya akan diperoleh ukuran simplisia yang seragam.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Pencucian Pencucian ini untuk membersihkan daun dari tanah, kotoran-kotoran maupun mikroba yang menempel. Pencucian ini akan menurunkan jumlah mikroba pathogen yang menyebabkan pembusukan. Pencucian menggunakan air yang mengalir sehingga kotoran yang sudah lepas tidak menempel lagi. Proses pencucian hendaknya tidak terlalu lama / direndam, agar senyawa aktifnya tidak larut dalam air. Kualitas air yang dipakai hendaknya diperhatikan. Tidak dianjurkan memakai air sungai, karena dikhawatirkan sudah tercemar bakteri, Setelah pencucian selesai, bahan ditiriskan untuk mengurangi kandungan air.
.
4. Penimbangan Basah Penimbangan basah ini bertujuan untuk mengetahui berat bersih bahan yang akan diproses menjadi simplisia. Kapasitas,
ketelitian
dan
ketepatan
alat
timbang dan alat ukur yang dipakai hendaklah sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang atau ditakar (BPOM, 2011). 5. Pelayuan / Peram Pelayuan / peram bertujuan agar bahan mengalami fermentasi dan pelayuan sebelum dikeringkan. Bahan / daun dihamparkan di atas alas anyaman bambu (widig) dan dibiarkan selama 1-2 malam. Pada proses ini daun tidak boleh ditumpuk terlalu tebal sebab akan menghasilkan daun yang tidak kering merata dan kualitasnya rendah. 6. Pengeringan Pengeringan dapat dilakukan secara manual maupun dengan menggunakan oven. Untuk pengeringan manual, dijemur di atas nampan bambu dengan menggunakan sinar matahari langsung selama 3 hari hingga diperoleh daun yang kering dan mati. Jika menggunakan oven, maka suhunya tidak boleh di atas 60o C.
commit to user II-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pengeringan dengan cara dibolak-balik agar diperoleh hasil daun yang kering merata. Pengeringan ini dilakukan hingga kadar air mencapai di bawah 10%. 7. Penyortiran Kering Penyortiran kering bertujuan memisahkan simplisia dari kotoran-kotoran seperti misalnya kerikil, debu, dan tanah. Penyortiran ini bertujuan simplisia tidak tercemar oleh benda-benda asing sehingga kualitasnya dapat terjaga. Selain itu, penyortiran kering juga bertujuan untuk memilih antara simplisia yang sudah kering sempurna maupun yang belum. 8. Penimbangan Kering Penimbangan kering ini bertujuan untuk mengetahui bobot susut dari simplisia. Bobot susut yang dimaksud ialah membandingkan bobot basah bahan segar dengan bobot kering sesudah menjadi simplisia. Perbandingan bobot tersebut sekitar 5:1, yaitu 5 kg saat bobot basah dan 1 kg saat bobot kering. Kapasitas, ketelitian dan ketepatan alat timbang dan alat ukur yang dipakai hendaklah sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang atau ditakar (BPOM, 2011). 9. Pengepakan dan Pelabelan Simplisia yang sudah kering dimasukkan ke dalam plastik kedap udara agar tidak lembab dan menyebabkan timbulnya jamur pada simplisia. Pelabelan memuat informasi tentang no.kode, nama simplisia, tanggal penyimpanan, berat simplisia, 10. Penyimpanan Simplisia yang sudah dikemas, disimpan di dalam gudang penyimpanan. Setiap simplisia dikelompokkan sesuai dengan jenisnya, tidak tercampur antar simplisia yang lain. Simplisia disusun dengan metode FIFO (First In First Out) sesuai dengan tanggal penyimpanannya (BPOM, 2011). Gudang penyimpanan hendaknya bersih, tidak lembab, dan terlindung dari sinar matahari langsung.
commit to user II-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11. Pengamatan Pengamatan pada produk simplisia dilakukan dalam jangka waktu tertentu, misalnya 3 bulan sekali. Pengamatan ini meliputi pengecekan dan pengujian mutu yang ada dalam gudang. Kerusakan akibat penyimpanan dapat berupa hancurnya simplisia, berjamur, terkena serangga, berubah dalam hal warna, rasa, dan bau. 2.3 KUMIS KUCING (ORTHOSIPHON STAMINEUS, BENTH) Berikut merupakan taksonomi dari tanaman Kumis Kucing: Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Keluarga
: Lamiaceae
Genus
: Orthosiphon
Spesies
: Orthosiphon stamineus, Benth
Tanaman Kumis Kucing merupakan tanaman terna yang tumbuh tegak, pada buku-bukunya berakar tetapi tidak tampak nyata, tinggi tanaman sampai 2 m. Batang bersegi empat agak beralur. Helai daun berbentuk bundar telur lonjong, lanset, lancip atau tumpul pada bagian ujungnya, ukuran daun panjang 1 – 10 cm dan lebarnya 7.5 mm – 1.5 cm, urat daun sepanjang pinggir berbulu tipis atau gundul, dimana kedua permukaan berbintik-bintik karena adanya kelenjar yang jumlahnya sangat banyak, panjang tangkai daun 7 – 29 cm. Kelopak bunga berkelenjar, urat dan pangkal berbulu pendek dan jarang sedangkan di bagian yang paling atas gundul. Bunga bibir, mahkota berwarna ungu pucat atau putih, dengan ukuran panjang 13 – 27mm, di bagian atas ditutupi oleh bulu pendek yang berwarna ungu atau putih, panjang tabung 10 – 18mm, panjang bibir 4.5 – 10 mm, helai bunga tumpul, bundar. Benang sari ukurannya lebih panjang dari tabung bunga dan melebihi bibir bunga bagian atas. Buah geluk berwarna coklat gelap, panjang 1.75 – 2 mm.
commit to user II-9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.3 Kumis Kucing Sumber : B2P2TO-OT, 2011
Untuk prosedur pasca panen Kumis Kucing menurut Balittro (2009) adalah sebagai berikut: 1. Pemanenan Pemetikan yang terbaik bila umur tanaman sudah mencapai 10 minggu. Cara memetiknya dengan 4 - 6 helai daun paling atas beserta batangnya di petik, daun dibawahnya dipetik karena termasuk daun tua. 2. Pencucian Daun yang sudah dipetik, kemudian melalui proses pencucian. Pencucian dengan menggunakan air mengalir. 3. Pengeringan Daun yang sudah dicuci kemudian dijemur dipanas matahari (merupakan cara konvensional). Untuk cara pengeringan yang baik ialah dengan menggunakan panas buatan (oven). Caranya ialah daun diangin-anginkan di tempat atau di bangsal-bangsal yang mempunyai sirkulasi udara baik. Lalu letakan daun di atas para-para, suhu dalam oven antara 50o C sampai 60o C. Tempat pengeringan
commit to user II-10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dibuat dari papan dan jangan dari logam. Pengeringan dianggap cukup bila daun sudah kering dan mudah hancur jika diremas. Biasanya penyusutan dari daun basah menjadi daun kering dengan perbandingan 5 : 1. 4. Pengemasan Daun yang telah kering harus segera dikemas dengan cara dibungkus dan dimasukan ke dalam kaleng yang dilapisi aluminium dan tertutup rapat agar tidak menghisap uap air. Berikut merupakan standar kualitas Daun Kumis Kucing: a. Warna
: daun hijau kecoklatan atau hijau kelabu.
b. Bau
: harum, tidak tajam
c. Rasa
: asin agak pahit
d. Kadar air
: max 10%
e. Kotoran
: max 2%
f. Abu
: 10%
g. Tidak mengandung serangga dan cendawan / jamur. 2.4 PENGELOLAAN PASCA PANEN TANAMAN OBAT Pengelolaan pasca panen adalah suatu perlakuan yang diberikan pada hasil pertanian hingga produknya siap konsumsi (Siswanto, 2004). Tujuan dari pengelolaan pasca panen ini antara lain: 1. Mencegah kerugian karena perlakuan prapanen yang tidak tepat. 2. Menghindari kerusakan karena teknologi pasca panen yang kurang tepat, seperti misalnya mencegah terjadinya perubahan fisiologis bahan, mencegah timbulnya patogen, dan mencegah kerusakan penyimpanan akibat gangguan hama. 3. Menekan penyusutan kuantitatif dan kualitatif hasil. 4. Terjaminnya suplai bahan baku produksi tanaman obat meskipun tidak pada musimnya.
commit to user II-11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pengelolaan pasca panen ini meliputi kegiatan penyortiran, pencucian, pengolahan hasil, pengeringan, pengemasan, sampai pada penyimpanan. Berikut penjelasan tentang kegiatan pasca panen menurut Siswanto (2004): 1. Pencucian Pencucian bertujuan untuk memperoleh simplisia yang bersih serta bebas dari kotoran yang mungkin terbawa saat pemanenan atau pengangkutan. Perlakuan ini akan menurunkan jumlh mikroba patogen yang menyebabkan pembusukan dan membuat tampilan simplisia menjadi lebih menarik. Untuk simplisia yang banyak memgandung senyawa aktif yang mudah larut dalam air sebaiknya tidak dicuci atau cukup direndam air sebentar saja, Selain teknik pencucian, kualitas air yang dipakai juga dapat mempengaruhi mutu simplisia. Pencucian bahan dengan air sungai tidak dianjurkan karena dikhawatirkan air telah tercemar bakteri, antara lain Pseudomonas, Proteus,
Micrococcus, Bacillus cereus, Streptococcus, Enterobacter, dan Escherichia coli. Pencucian yang benar dilakukan pada air yang mengalir atau bak bertingkat, sehingga kotoran yang terlepas tidak menempel kembali. Setelah dicuci, bahan ditiriskan,. Penirisan dilakukan di tempat yang teduh karena bila setelah dicuci bahan langsung dikeringkan di bawah sinar matahari, maka akan menyebabkan pembusukan. 2. Sortasi Tujuan dari sortasi atu penyortiran adalah untuk memperoleh simplisia seperti yang dikehendaki baik kebenaran bahan maupun kebersihannya. Sortasi sekaligus berperan untuk memilah bahan berdasarkan panjang, lebar, besar, atau kecil sehingga diperoleh ukuran yang seragam. Sortasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu sortasi basah dan sortasi kering. Sortasi basah dilakukan saat bahan masih segar dan bertujuan untuk memisahkan bahan dari kotoran-kotoran atau benda-benda asing, misalnya tanah, kerikil,
commit to user II-12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
gulma, dan sebagainya. Sortasi kering dilakukan ketika bahan sudah melalui proses pengeringan dan bertujuan untuk membersihkan kotoran-kotoran seperti debu, kerikil, tanah, dan sebagainya. 3. Pengubahan Bentuk Pengubahan bentuk tanaman obat menjadi bentuk lain, seperti irisan, potongan, dan serutan bertujuan untuk memudahkan kegiatan pengeringan, pengepakan, serta pengolahan lebih lanjut menjadi bahan baku obat atau kosmetika. Beberapa jenis simplisia yang sering mengalami perubahan bentuk, ialah akar, batang, umbi, rimpang, dan kulit batang. Pada umumnya, semakin tipis bahan, maka proses pengeringan akan semakin cepat karena proses penguapan air yang cepat. Namun, irisan yang terlaalu tipis juga tidak baik karena senyawa aktif yang terkandung akan mudah menguap dan simplisia lebih mudah rusak saat dikemas. 4. Pengeringan Pengeringan pada dasarnya merupakan upaya untuk menurunkan kadar air bahan sampai pada tingkat yang diinginkan. Pengeringan ini berfungsi untuk mencegah terjadinya pencemaran serta kontaminasi oleh jamur atau patogen yang dapat menurunkan kualitas atau mengakibatkan keracunan pada saat bahan dikonsumsi. Secara garis besar pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan secara alami dan dengan bantuan alat. Pengeringan secara alami pada dasarnya melibatkan unsur iklim, yaitu cahaya matahri, hembusan angin, atau pergantian udara. Pengeringan dengan menggunakan alat tidak bergantung terhadap iklim. Alat pengeringan dapat menggunakan berbagai tenaga, misalnya listrik, energi panas, dan api. 5. Pengemasan Syarat bahan pengemas yang baik adalah sebagai berikut: a. Mampu melindungi simplisia dari kerusakan mekanis.
commit to user II-13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Tidak mengandung zat kimia yang menyebabkan perubahan rasa, aroma, dan kadar air simplisia. c. Sesuai dengan kebutuhan konsumen, misalnya tidak terlalu berat, praktis, ukuran, dan bentuk menarik. d. Mampu mencegah penambahan air atau menghindari kelembaban. e. Mampu menahan pengaruh cahaya. f. Memiliki daya lindung yang dapat diandalkan, tidak bersifat racun, dan murah. 6. Penyimpanan Dalam dunia pertanian, penyimpanan merupakan bagian dari proses produksi sebelum hasil tersebut digunakan oleh konsumen. Untuk itu, dalam membangun gudang penyimpanan simplisia perlu memperhatikan hal-hal berikut: a. Memiliki ventilasi yang baik. b. Bebas dari kebocoran. c. Terpisah dari tempat penyimpanan bahan atau alat-alat lain yang tidak sejenis. d. Penerangan cukup serta dapat mencegah masuknya sinr matahari yang berlebih. e. Bersih dan bebas dari sampah dan limbah yang memungkinkan menjadi sarang serangga dan hama. 2.5 KONSEP SIMPLISIA Pengertian simplisia menurut Katno (2008) adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apa pun, kecuali dinyatakan lain, umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia merupakan bahan alamiah yang yang digunakan sebagai obat baik dalam bentuk bahan asli atau sebagai bahan baku obat yang dikeringkan (Siswanto,2004).
commit to user II-14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Simplisia digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu sinplisia nabati, hewani, dan pelikan (mineral). 1. Simplisia Nabati Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan/diisolasi dari tanamannya. 2. Simplisia hewani Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni, misalnya minyak ikan dan madu. 3. Simplisia pelikan atau mineral Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni, contoh serbuk seng dan serbuk tembaga. Simplisia berdasarkan bagian-bagian yang dipakai dapat dikelompokkan menjadi 14 macam, yaitu simplisia daun, kulit, kayu, herba, bunga, akar, umbi, rimpang, buah,kulit buah, biji, ekstrak, tingtur, dan getah (Siswanto,2004). Untuk tanaman obat Kumis Kucing termasuk dalam simplisia daun. Simplisia daun dapat berupa lembaran daun tunggal maupun majemuk. 2.6 KONSEP KUALITAS Berbagai definisi tentang kualitas telah banyak diusulkan, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Kualitas adalah kecocokan untuk digunakan (Juran, 1988). 2. Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan – yang telah ditetapkan (Crosby, 1979).
commit to user II-15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Kualitas harus berorientasi pada kebutuhan konsumen, sekarang dan yang akan datang (Deming, 1986). 4. Kualitas adalah gabungan seluruh karakteristik produk dan pelayanan yang meliputi pemasaran, keteknikan, manufaktur, dan perawatan, di mana seluruh produk dan pelayanan yang digunakan disesuaikan dengan harapan / kebutuhan konsumen (Feigenbaum, 1983). Dari sisi mana kualitas dinilai disebut dimensi kualitas. Suatu perusahaan dalam melihat sisi kualitas biasanya hanya memakai salah satu dimensi yang ada. Garvin (1987) mendefinisikan delapan dimensi yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik kualitas sebagai berikut: 1. Performance, yaitu karakteristik operasi pokok dari produk inti atau kinerja. 2. Feature, yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap atau ciri khas yang membedakan dengan produk lain. 3. Reliability, yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai atau kepercayaan pelanggan terhadap produk lain yang merupakan karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan kesan baik kepada pelanggan. 4. Conformance to specifications, yaitu sejauh mana karakteristik desain atau operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya atau sejauh mana kesesuaian produk dengan standar yang telah ditetapkan. 5. Durability, berkaitan dengan beberapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. 6. Serviceability,
meliputi
kecepatan,
kompetensi,
kenyamanan,
mudah
diperbaiki, penanganan keluhan yang memuaskan. 7. Aesthetic, yaitu daya tarik produk tersebut. 8. Perception, yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya yang menyebabkan fanatisme konsumen.
commit to user II-16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.7 KONSEP STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP)
Standard Operating Procedures (SOP) pada dasarnya adalah pedoman yang berisi prosedur-prosedur operasional standar yang ada di dalam suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa semua keputusan dan tindakan, serta penggunaan fasilitas-fasilitas proses yang dilakukan oleh orang-orang di dalam organisasi berjalan secara efektif (dan efisien), konsisten standar, dan sistematis (Tambunan, 2011). SOP sebenarnya bukan hanya merupakan pedoman prosedur rutin yang harus dilaksanakan, tetapi SOP juga berfungsi untuk mengevaluasi pekerjaan yang telah dilakukan, apakah pekerjaan tersebut telah dikerjakan dengan baik atau tidak, kendala yang dihadapi, atau mengapa kendala tersebut terjadi. Dengan adanya SOP yang jelas maka akan lebih mengefektifkan dan mengefisiensikan waktu dan pekerjaan, dimana hal tersebut berhubungan dengan kualitas mutu, dan berimplikasi pada kepuasan pelanggan. Tambunan (2011) menyebutkan beberapa manfaat teknis SOP bagi organisasi antara lain adalah sebagai berikut: 1. Menjamin adanya standarisasi kebijakan, peraturan, baik yang dibuat intern organisasi maupun dari ekstern, misalnya undang-undang, maupun yang berupa aturan lainnya dari institusi seperti Bapepam, dan lain-lain. 2. Menjamin adanya standarisasi pelaksanaan setiap prosedur operasional standar yang telah ditetapkan menjadi pedoman baku organisasi. 3. Menjamin adanya standarisasi untuk penggunaan dan distribusi formulir, blanko, dan dokumen dalam prosedur operasional standar. 4. Menjamin adanya standarisasi sistem administrasi (termasuk kegiatan penyimpanan arsip dan sistem dokumentasi). 5. Menjamin adanya standarisasi validasi dalam alur kegiatan yang telah ditetapkan. 6. Menjamin adanya standarisasi pelaporan.
commit to user II-17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Menjamin adanya standarisasi kontrol. 8. Menjamin adanya standarisasi untuk pelaksanaan evaluasi dan penilaian kegiatan organisasi. 9. Menjamin adanya standarisasi untuk pelayanan dan tanggapan kepada pihak luar organisasi. 10. Menjamin adanya standarisasi untuk keterpaduan dan keterkaitan di antara prosedur dengan prosedur operasional lainnya di dalam konteks dan kerangka tujuan organisasi. 11. Menjamin adanya acuan yang formal bagi anggota organisasi untuk menjalankan kewajiban di dalam prosedur operasional standar. 12. Menjamin adanya acuan yang formal untuk setiap perbaikan serta pengembangan prosedur-prosedur operasional standar di masa datang. Untuk dasar sistematika penyajian SOP dapat ditentukan sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Berikut dasar sistematika penyajian SOP menurut Tambunan (2011): 1. Tujuan SOP Mencerminkan yang akan dan seharusnya dicapai apabila SOP dijalankan. 2. Penjelasan Singkat tentang SOP Penjelasan singkat ini ditulis dengan tujuan agar pengguna dapat memahami isi SOP secara umum. 3. Peraturan dan Kebijakan terkait SOP Penjelasan tentang peraturan kebijakan secara internal dan eksternal dari perusahaan. 4. Teknik yang Digunakan dalam SOP Penjelasan tentang teknik yang digunakan dalam penyusunan SOP, yaitu dapat berupa teknik naratif, diagram alir, atau tabular.
commit to user II-18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Pihak yang Terlibat Penjelasan tentang pihak yang terlibat dalam SOP, baik pihak internal maupun eksternal perusahaan. 6. Formulir dan Dokumen yang digunakan dalam SOP Pencantuman formulir dan dokumen apa saja yang digunakan dalam SOP. 7. Laporan-laporan yang dihasilkan SOP Pencantuman laporan-laporan yang dihasilkan pada saat pelaksanaan SOP. 8. Kaitan dengan SOP lain Pencantuman prosedur-prosedur lain yang terkait dengan pelaksanaan SOP. 9. Lampiran SOP Berisi lampiran contoh format dari formulir, dokumen, atau laporan-laporan. 2.8 KONSEP PLAN DO CHECK ACTION (PDCA) Siklus Plan Do Check Action (PDCA) ini merupakan empat langkah proses
problem solving yang dapat digunakan untuk mengkoordinasi upaya dengan tujuan mencapai quality improvement atau perbaikan secara terus menerus. Konsep dari siklus PDCA pertama dikemukakan oleh Walter Shewhart tahun 1930 yang kemudian dikembangkan oleh W. Edwards Deming, pada tahun 1950. Siklus PDCA juga disebut dengan Deming cycle, Shewhart cycle, Deming wheel, atau Plan–Do–Study–Act (PDSA).
Gambar 2.4 Siklus PDCA Sumber: Foster, 1995
commit to user II-19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari gambar tersebut dapat diketahui masing-masing tahapan dalam siklus PDCA. Tahapan tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1. Fase Plan, yang dilakukan pada tahap ini adalah a. Mendifinisikan hal-hal yang dapat menjadi sebagai improvement
opportunity b. Menunjukkan proses yang berlangsung saat ini. c. Mengukur keefektifan proses yang berlangsung saat ini. d. Merencanakan perubahan berupa alternatif perbaikan 2. Fase Do, yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan perubahan proses dengan cara menjalankan proses baru yang memuat alternatif perbaikan. 3. Fase Check, yang dilakukan pada tahap ini adalah mengevaluasi hasil dari perubahan proses yang dijalankan. 4. Fase Act, yang dilakukan pada tahap ini adalah memberikan reaksi terhadap hasil yang didapat dari hasil proses yang memuat alternatif perbaikan. Proses problem solving dengan PDCA atau PDSA ini merupakan penyusunan langkah-langkah perbaikan dengan menggunakan macam-macam tools kualitas atau biasa disebut dengan Seven tools (Summers, 2000). Namun, tidak ditutup kemungkinan
untuk
menggunakan
tools
lain,
misalnya
dengan
cara
brainstorming. Bentuk pengulangan atau kontinuitas dari lingkaran PDCA tersebut menjurus pada semakin efektifnya perencanaan, maka akan semakin efisien pengendaliannya (Mizuno, 1994). 2.9 FISHBONE DIAGRAM Bentuk diagram ini mirip dengan kerangka ikan sehingga disebut sebagai
fishbone diagram. Fishbone diagram terdiri dari garis dan simbol yang dirancang untuk mewakili hubungan antara efek dan penyebabnya, sehingga disebut juga sebagai cause and effect diagram (Besterfield, 1998). Selain itu diagram ini biasanya disebut diagram Ishikawa, setelah Dr. Kaoru Ishikawa yang dianggap
commit to user II-20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebagai bapak QC Circles. Fishbone diagram adalah alat yang sangat efektif untuk menganalisis penyebab terjadinya masalah.
Gambar 2.5 Diagram Fishbone Sumber: Besterfield, 1998
2.10 KONSEP FOCUSSED GROUP DISCUSSION (FGD) Metode Focused Group Discussion (FGD) adalah suatu proses pengumpulan data dan informasi yang sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok (Irwanto, 2006). FGD ini merupakan teknik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna menurut pemahaman sebuah kelompok. Teknik ini digunakan untuk mengungkap pemaknaan dari suatu kelompok berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu. FGD juga dimaksudkan untuk menghindari pemaknaan yang salah dari seorang peneliti terhadap fokus masalah yang sedang diteliti. Setiap FGD dibutuhkan satu orang moderator, satu pencatat proses, 1 satu pengembang peserta dan satu atau 2 dua orang logistik dan blocker (Irwanto, 2006). Berikut merupakan tugas masing-masing pihak: 1. Moderator, yaitu fasilitator diskusi yang terlatih dan memahami masalah yang dibahas serta tujuan penelitian yang hendak dicapai (ketrampilan substantif), serta terampil mengelola diskusi (ketrampilan proses).
commit to user II-21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Pencatat Proses / Notulen, yaitu orang bertugas mencatat inti permasalahan yang didiskusikan serta dinamika kelompoknya. Umumnya dibantu dengan alat pencatatan berupa satu unit komputer atau laptop yang lebih fleksibel. 3. Pengembang / Penghubung Peserta, yaitu orang yang mengenal, menghubungi, dan memastikan partisipasi peserta. Biasanya disebut mitra kerja lokal di daerah penelitian. 4. Penyedia Logistik, yaitu orang-orang yang membantu kelancaran FGD berkaitan dengan penyediaan transportasi, kebutuhan rehat, konsumsi, akomodasi (jika diperlukan), insentif (bisa uang atau barang/cinderamata), alat dokumentasi, dll. 5. Blocker, yaitu penjaga “keamanan” FGD, dari pengaruh negatif.
commit to user II-22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini membahas secara sistematis tentang langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian. Langkah-langkah yang dilakukan dapat dilihat pada gambar 3.1.
Gambar 3.1 Metodologi Penelitian
commit to user III-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Metodologi penelitian pada Gambar 3.1 diuraikan dalam beberapa tahap. Uraian tiap tahapnya akan dijelaskan sebagai berikut : 3.1 TAHAP AWAL Tahap awal pada penelitian ini meliputi observasi awal, identifikasi masalah, pemilihan produk, perumusan masalah dan studi pustaka yang akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Observasi awal Observasi awal merupakan tahap awal dalam penelitian ini. Observasi dilakukan di Klaster Biofarmaka dan kelompok tani Sumber Rejeki I Desa Sambirejo Kecamatan Jumantono. Dalam proses ini bertujuan untuk melihat secara langsung kondisi yang ada di klaster sehingga dapat dengan mudah mengidentifikasi masalah yang ada, yaitu perlunya suatu standar untuk menjamin produknya yang berupa Standard Operating Procedure (SOP). 2. Identifikasi Masalah Tahap ini digunakan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi, kemudian dapat dicari bahan, materi, serta literatur yang digunakan agar dapat menentukan metode yang tepat digunakan untuk memecahkan permasalahan yang terjadi. 3. Perumusan masalah Perumusan masalah dilakukan untuk merangkum permasalahan yang terjadi dan bagaimana memecahkan masalah yang ada. Pada penelitian ini dirumuskan masalah tentang bagaimana merancang Standard Operating Procedures (SOP) dengan metode PDCA yang dapat diterapkan pada proses pasca panen Kumis Kucing? 4. Studi Pustaka Studi pustaka diperlukan untuk mencari landasan teori yang dipakai untuk memecahkan masalah. Studi pustaka ini mengacu pada literatur baik text book maupun jurnal yang membahas tentang penyusunan SOP (Standard Operating
commit to user III-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Procedures) untuk pengelolaan pasca panen Daun Kumis Kucing, metode dan konsep PDCA, dan Focused Group Discussion. 3.2 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 1. Pengumpulan Data Proses pengumpulan data meliputi pengolahan lebih lanjut dari data hasil penelitian di B2P2TO-OT dan studi pustaka dengan melakukan Focussed Group Discussion (FGD) di Klaster Biofarmaka. 2. Pengolahan Data Tahap pengolahan data pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: a. Identifikasi Akar Masalah Permasalahan yang dibahas di sini ialah peningkatan kualitas hasil pasca panen agar mencapai standar kualitas. Identifikasi akar penyebab masalah dari kualitas simplisia tidak sesuai standar menggunakan Fish bone diagram. Identifikasi akar masalah ini ditinjau dari segi Method dan Material. b. Perancangan Standard Operating Procedures dengan menggunakan Plan, Do, Check, Act Setelah diketahui akar penyebab masalahnya, maka dilakukan problemsolving atau pemecahan masalah. Pemecahan masalah yang direncanakan ialah perancangan Standard Operating Procedures (SOP) pengelolaan pasca panen untuk tanaman obat yang berasal dari daun dan dilengkapi dengan form kegiatan pasca panen. Perancangan SOP ini dengan menggunakan metode PDCA. Berikut langkah-langkahnya: •
Tahap Plan Pada tahap Plan ini dilakukan perencanaan terhadap pemecahan masalah.
Rencana ini disusun berdasarkan hasil dari FGD, serta sumber lain yang terkait.
commit to user III-3
perpustakaan.uns.ac.id
•
digilib.uns.ac.id
Tahap Do Pada tahap ini dilakukan implementasi atau pelaksanaan dari rencana yang
telah disusun sebelumnya (tahap Plan) dan memantau proses pelaksanaan dalam skala kecil (proyek uji coba). Proses pemantauan dilakukan secara langsung dan dicatat pada checklist. •
Tahap Check Pada tahap ini dilakukan evaluasi dari data hasil checklist pada tahap
proyek uji coba (tahap Do). Evaluasi ini dilakukan terhadap hal-hal apa saja yang harus diperbaiki menurut hasil checklist. •
Tahap Action Pada tahap ini merupakan tindak lanjut atas hasil evaluasi. Tahapan ini
meliputi revisi dan perbaikan lebih lanjut terhadap hasil evaluasi. Hasil dari tahapan ini dapat langsung diimplementasikan, atau digunakan untuk tahap perencanaan selanjutnya. 3.3 ANALISIS DAN KESIMPULAN 1.
Analisis Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan analisis dan interpretasi hasil. Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap hasil pengolahan data yaitu analisis penyusunan SOP dengan metode PDCA pada proses pasca panen Kumis Kucing. 2.
Kesimpulan dan saran Tahap akhir adalah menarik kesimpulan berdasar hasil analisis data, serta
memberikan saran-saran yang dapat dijadikan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
commit to user III-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pada bab ini dijelaskan mengenai pengumpulan dan pengolahan data. Data yang sudah terkumpul diolah untuk mengidentifikasi akar masalah keseragaman kualitas produk simplisia. Setelah diketahui akar penyebab masalahnya, dilakukan problem-solving atau perbaikan terhadap masalah tersebut.
4.1
PENGUMPULAN DATA Dari data hasil penelitian di B2P2TO-OT dan studi pustaka kemudian
dilakukan pengolahan lebih lanjut dengan Focussed Group Discussion (FGD) di Klaster Biofarmaka. Berikut adalah pelaksanaan teknis FGD: Tanggal FGD : Senin, 30 April 2012 Waktu FGD
: 11.45-13.00 WIB
Tempat FGD : Klaster Biofarmaka, Desa Sambirejo, Kecamatan Jumantono, Kabupaten Karanganyar Narasumber
: 1. Bapak Suparman selaku ketua Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar. 2. Bapak Sarwoko selaku perwakilan dari Kelompok Tani Sumber Rejeki I Kecamatan Jumantono. 3. Bapak Widodo selaku perwakilan dari Kelompok Tresno Asih Mulyo Kecamatan Jumapolo. 4. Bapak Wiratno selaku Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Kecamatan Jumantono. 5. Bapak Amat selaku tenaga kerja di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar.
Moderator
: Jingga Nuansa N
Peserta FGD : 1. Nia Kartika Wuri 2. Martha Cintya 3. Sony Irwan Prabowo 4. Pungky Nor Kusumawardhani Hasil FGD
: terlampir pada Tabel 4.1
commit to user IV-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hasil FGD tersebut kemudian dicatat dan dirangkum. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil FGD Topik yang
Hasil FGD
dibahas
Pengumpulan daun segar
1. Daun segar dikumpulkan dari hasil panen lahan milik klaster dan lahan petani, apabila ada petani yang ingin menjual keluar harus lapor ke klaster. 2. Daun yang dikumpulkan dimasukkan ke dalam karung / bagor yang bersih.
Tahap
1. Siapkan karung (bagor).
penyortiran
2. Setelah panen, kumpulkan semua daun hasil panen dan
basah
masukkan ke dalam karung. 3. Mengisi form kegiatan pengumpulan.
Tahap pencucian
1. Daun dicuci dengan air mengalir untuk membersihkan dari sisa tanah dan bakteri yang masih menempel kemudian dibilas pada bak air. 2. Daun kemudian ditiriskan dan hindari kontaminasi langsung dengan tanah atau lantai. 3. Menimbang daun untuk mengetahui berat daun basah.
Tahap
1. Penggantian alat timbang yang sudah tidak layak.
penimbangan
2. Pencatatan berat bersih
basah
Tahap pelayuan
1. Bahan / daun dihamparkan di atas alas anyaman bambu (widig) dan dibiarkan selama 1-2 malam. 2. Daun tidak boleh ditumpuk terlalu tebal sebab akan menghasilkan
daun
yang
tidak
kering
merata
dan
kualitasnya rendah.
Tahap pengeringan
1. Pengeringan secara manual / menggunakan sinar matahari dengan cara dijemur di atas nampan bambu (widig) dan ditutup dengan kain hitam selama 3 hari. 2. Pengeringan menggunakan oven, suhunya tidak boleh di a-
commit to user IV-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.1 Hasil FGD (lanjutan) Topik yang
Hasil FGD
dibahas
tas 60o C. 3. Daun diletakkan di atas widig yang terletak > 30 cm dari tanah untuk menghindari kontaminasi tanah, asap, dan gangguan binatang. 4. Daun yang diletakkan di atas widig tidak boleh ditumpuk. 5. Pengeringan dengan cara dibolak-balik 4 jam sekali agar diperoleh hasil daun yang kering merata. Daun dijemur sampai kadar air 10% yang ditandai dengan daun kering yang mudah dihancurkan.
Tahap
Simplisia yang telah kering disortir, yaitu memisahkan
penyortiran
simplisia dari benda-benda asing (seperti kerikil, debu, dan
kering
tanah) dan pengotor lainnya yang masih tertinggal.
Tahap
1. Menimbang
penimbangan kering
simplisia
kering
untuk
mengetahui
perbandingan hasil daun kering dengan daun basah. 2. Perbandingan bobot basah dengan kering sebesar 5:1, atau 5 kg saat bobot basah dan 1 kg saat bobot kering. 3. Pencatatan berat bersih. 4. Penggantian alat timbang yang sudah tidak layak.
Tahap pengemasan dan pelabelan
1. Menyiapkan bahan pengemas yang berupa plastik yang kedap udara. 2. Menimbang berat bersih untuk setiap kemasan. 3. Memberi silica gel agar simplisia tetap kering dan tidak lembab. 4. Memberi label produk yang memuat informasi tentang simplisia,
seperti no.kode,
nama
simplisia, tanggal
penyimpanan, berat simplisia. 5. Menutup kemasan dengan menggunakan mesin pres. 6. Jika simplisia akan dikirim, simplisia dimasukkan ke dalam plastik, kemudian dibungkus di dalam karung. Karung ditu-
commit to user IV-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.1 Hasil FGD (lanjutan) Topik yang
Hasil FGD
dibahas
tup dengan cara dijahit hingga rapat sehingga tidak terkontaminasi udara dari luar.
Tahap
1. Simplisia disusun dengan metode FIFO (First In First Out)
penyimpanan
sesuai dengan tanggal penyimpanannya. 2. Simplisia dikelompokkan sesuai dengan jenisnya. 3. Lakukan pembersihan terhadap gudang penyimpanan yang kotor dan lembab, serta pengecekan terhadap simplisia yang tersimpan di gudang. 4. Ventilasi udara cukup baik dan bebas dari kebocoran atau kemungkinan masuk air hujan dan suhu gudang tidak melebihi 300C. 5. Gudang harus terpisah dari tempat penyimpanan bahan lainnya ataupun penyimpanan alat dan dipelihara dengan baik.
Tahap
1. Jangka waktu pengamatan selama 3 bulan sekali.
pengamatan
2. Bila simplisia hancur, berjamur, terkena serangga, atau berubah dalam hal warna, rasa, dan bau, maka simplisia ini sudah tidak layak dan tidak dapat digunakan lagi. 3. Bila kadar air meningkat atau simplisia lembab, maka lakukan penjemuran ulang terhadap simplisia.
4.2
PENGOLAHAN DATA Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah untuk proses perbaikan
pasca panen Daun Kumis Kucing di Klaster Biofarmaka Karanganyar. Perbaikan yang harus dilakukan adalah berkaitan dengan kualitas hasil pasca panen. 4.2.1 Identifikasi Akar Masalah Tahapan ini merupakan identifikasi akar penyebab masalah. Fokus permasalahan yang dibahas di sini ialah peningkatan kualitas hasil pasca panen
commit to user IV-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Daun Kumis Kucing agar mencapai standar kualitas di Klaster Biofarmaka. Untuk mengidentifikasi akar penyebab masalahnya, digunakan Fish bone diagram. Fish bone diagram atau diagram tulang ikan merupakan diagram yang menunjukkan hubungan sebab akibat untuk mencari akar dari suatu pokok permasalahan yang ditinjau dari berbagai faktor yang ada. Identifikasi akar permasalahan ini ditentukan dari masalah umum yang dihadapi oleh klaster yaitu kadar air lebih dari 10% dan adanya serangga pada simplisia. Berikut penjabaran akar permasalahan dengan menggunakan Fish bone Diagram pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.
Gambar 4.1 Fish Bone Diagram Masalah Kadar Air Simplisia
Gambar 4.2 Fish Bone Diagram Masalah Simplisia yang Terjangkit Serangga
commit to user IV-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Kadar Air Simplisia a. Method Ditinjau dari segi metode, kadar air simplisia Klaster Biofarmaka masih di atas 10% karena pengelolaan pasca panen tanaman Kumis Kucing belum dilakukan dengan prosedur baku pasca panen, khususnya pada tahap pengeringan, pengemasan, dan penyimpanan. Tanpa adanya prosedur yang baku, petani menjalankan kegiatan pasca panen sesuai dengan pengalaman masing-masing. Selain itu, simplisia yang sudah tersimpan di gudang tidak terdapat data informasi lamanya penyimpanan, sehingga simplisia yang sudah disimpan terlalu lama tidak terdeteksi. Penyimpanan simplisia yang terlalu lama akan mengakibatkan simplisia menjadi meningkat kadar airnya dan menjadi tidak layak, berjamur, serta rusak kandungan zat aktifnya. Maka perlu adanya formulir kegiatan pasca panen tanaman obat di Klaster Biofarmaka Karanganyar. Formulir pencatatan kegiatan pasca panen ini dimaksudkan sebagai alat untuk mendokumentasikan dan mengontrol kegiatan pasca panen. b. Environment Ditinjau dari segi lingkungan, kadar air simplisia Klaster Biofarmaka masih di atas 10% karena kondisi gudang penyimpanan yang kurang layak. Gudang penyimpanan di klaster kurang layak disebabkan karena ventilasi yang tersedia kurang memadai serta gudang masih tercampur dengan bahan panen lain. Ventilasi yang kurang, dapat menyebabkan udara di dalam gudang menjadi meningkat kelembabannya. Hal ini berpengaruh terhadap kadar air di dalam simplisia juga akan ikut meningkat. Jika hal ini dibiarkan terlalu lama, maka simplisia akan ditumbuhi jamur. c. Machine Ditinjau dari segi peralatan, kadar air simplisia Klaster Biofarmaka masih di atas 10% karena pengecekan kadar air masih secara manual / organoleptik. Klaster tidak memiliki alat pengecek kadar air untuk mengetahui secara pasti jumlah kandungan kadar air pada simplisia.
commit to user IV-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Material Ditinjau dari segi material, kadar air simplisia Klaster Biofarmaka masih di atas 10% karena belum tersedia bahan pendukung agar simplisia terjaga kadar airnya, seperti penyediaan silica gel dan kemasan kedap udara. 2. Serangga pada Simplisia a. Method Ditinjau dari segi metode, simplisia yang terjangkit serangga di Klaster Biofarmaka karena pengelolaan pasca panen tanaman Kumis Kucing belum dilakukan dengan prosedur baku pasca panen. Tanpa adanya prosedur yang baku, petani menjalankan kegiatan pasca panen sesuai dengan pengalaman masingmasing. Selain itu kendali terhadap kegiatan pasca panen terutama dalam hal pengamatan terhadap simplisia yang telah tersimpan di gudang belum dilakukan. Maka perlu adanya formulir kegiatan pasca panen di Klaster Biofarmaka Karanganyar. Formulir pencatatan kegiatan pasca panen ini dimaksudkan sebagai alat untuk mendokumentasikan dan mengontrol kegiatan pasca panen. b. Environment Ditinjau dari segi lingkungan, simplisia yang terjangkit serangga di Klaster Biofarmaka disebabkan karena kondisi gudang penyimpanan yang kurang layak: Ventilasi di gudang penyimpanan tidak ditutup dengan kasa. Hal ini akan memudahkan serangga dan binatang pengerat masuk ke dalam gudang. Selain itu, gudang masih tercampur dengan bahan panen lain. Bahan panen lain inilah yang akan mengundang serangga maupun binatang pengerat ke dalam gudang. c. Material Ditinjau dari segi material, simplisia yang terjangkit serangga di Klaster Biofarmaka disebabkan karena bahan kemasan yang mudah rusak. Kemasan cacat / terkoyak dapat disebabkan karena binatang pengerat atau pun kemasan yang memang cacat produksi. Selain itu, simplisia yang sudah tersimpan di gudang tidak terdapat data informasi lamanya penyimpanan, sehingga simplisia yang sudah disimpan terlalu lama tidak terdeteksi. Penyimpanan simplisia yang terlalu lama akan mengakibatkan simplisia menjadi sudah tidak layak, rusak, atau terjangkit serangga. Maka perlu adanya formulir kegiatan pasca panen tanaman obat di Klaster Biofarmaka Karanganyar. Formulir pencatatan kegiatan pasca
commit to user IV-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
panen ini dimaksudkan sebagai alat untuk mendokumentasikan dan mengontrol kegiatan pasca panen.
4.2.2 Perancangan Standard Operating Procedures dengan Menggunakan Plan, Do, Check, Action Setelah diketahui akar penyebab masalahnya, maka dilakukan problemsolving atau pemecahan masalah. Pemecahan masalah yang direncanakan ialah perancangan Standard Operating Procedures (SOP) pengelolaan pasca panen untuk tanaman obat yang berasal dari daun dan dilengkapi dengan form kegiatan pasca panen. Dengan adanya Standard Operating Procedures (SOP) pengelolaan pasca panen ini diharapkan agar para petani dapat menerapkannya sehingga proses pasca panen berjalan secara efektif dan efisien. Berikut pada Gambar 4.4 langkah-langkah perancangan SOP dengan menggunakan metode Plan, Do, Check, Action (PDCA) secara garis besar:
Menyusun rancangan awal SOP
Perbaikan prosedur dan menyusun dokumen SOP pasca panen
Melakukan uji coba prosedur dalam skala kecil.
Mengevaluasi hasil uji coba terhadap rancangan awal SOP.
Gambar 4.3 Siklus PDCA 1.
Tahap Plan Tahap perencanaan ini meliputi pembuatan draft atau rancangan awal SOP
proses pasca panen dan dilengkapi dengan form kegiatan pasca panen. Rancangan awal SOP ini meliputi prosedur dari tiap tahapan pasca panen Daun Kumis Kucing yang disusun sesuai dengan format SOP. Prosedur ini disusun berdasarkan hasil dari FGD, serta sumber lain, yaitu BPOM, Depkes, dan Keputusan Menkes.
commit to user IV-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Rancangan awal prosedur operasional pada tiap tahap proses pasca panen daun Kumis Kucing dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Rancangan Awal Prosedur Operasional Tahap
Prosedur Operasional
Pengumpulan
1. Siapkan karung (bagor).
daun segar
2. Setelah pemanenan, kumpulkan semua daun hasil panen dan masukkan ke dalam karung. 3. Mengisi form kegiatan pengumpulan.
Tahap penyortiran basah
1. Cuci tangan atau gunakan sarung tangan bersih sebelum proses penyortiran. 2. Pilih daun yang cukup umur panennya (umur: 10 minggu), layak atau tidak busuk. 3. Bersihkan daun dari kerikil, tanah, gulma, dan rumput dengan cara dipukul perlahan-lahan. 4. Memilah daun berdasarkan ukuran agar ukuran simplisia seragam. 5. Mengisi data kegiatan penyortiran basah pada form kegiatan pencucian dan sortasi basah.
Tahap pencucian
1. Daun dicuci dengan air mengalir untuk membersihkan dari sisa tanah dan bakteri yang masih menempel kemudian dibilas pada bak air. 2. Daun kemudian ditiriskan dan hindari kontaminasi langsung dengan tanah atau lantai. 3. Menimbang daun untuk mengetahui berat daun basah. 4. Mengisi form kegiatan pencucian dan sortasi basah.
Tahap penimbangan basah
1. Cuci tangan atau gunakan sarung tangan bersih sebelum proses penimbangan basah. 2. Bersihkan terlebih dahulu alat timbang baik bagian luar maupun bagian dalam sebelum digunakan (BPOM, 2011). 3. Periksa kapasitas, ketelitian dan ketepatan alat timbang agar sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang atau ditakar (BPOM, 2011). Ganti alat timbang yang tidak layak.
commit to user IV-9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.2 Rancangan Awal Prosedur Operasional (lanjutan) Tahap
Prosedur Operasional
4. Timbang daun pada alat timbang. 5. Catat berat daun pada form kegiatan pencucian dan sortasi basah.
Tahap
1. Siapkan alas anyaman bambu (widig).
pelayuan
2. Hamparkan daun di atas alas anyaman bambu (widig), jangan ditumpuk terlalu tebal (Priadi, 2004). 3. Biarkan selama 1-2 malam.
Tahap pengeringan
1. Siapkan alat/sarana pengeringan Sarana
pengeringan
yang
dapat
digunakan
untuk
pengeringan daun yaitu : a. Cahaya matahari dibawah naungan (manual). b. Alat pengering / oven. c. Kombinasi keduanya. 2. Pengeringan secara manual / menggunakan sinar matahari: a. Letakkan daun secara merata di atas nampan bambu (widig), jangan ditumpuk. b. Letakkan widig di atas 30 cm dari tanah. c. Tutup dengan kain hitam. d. Bolak-balik daun setiap 4 jam sekali. e. Daun dijemur selama 3 hari atau sampai kadar air 10% yang ditandai dengan daun kering / simplisia yang mudah dihancurkan. f. Mengisi form kegiatan pengeringan. 3. Pengeringan menggunakan oven: a. Letakkan daun pada alat pengering secara merata. b. Set suhu pengeringan sebesar 60o C. c. Bolak-balik daun setiap 4 jam sekali. d. Angkat simplisia dari alat pengering setelah kadar air mencapai 10 %. e. Mengisi form kegiatan pengeringan.
commit to user IV-10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.2 Rancangan Awal Prosedur Operasional (lanjutan) Tahap
Tahap penyortiran kering
Prosedur Operasional
1. Cuci tangan atau gunakan sarung tangan bersih sebelum proses penyortiran. 2. Pisahkan simplisia dari benda-benda asing dan pengotor lainnya yang masih tertinggal. 3. Pilih / sortir simplisia yang sudah kering sempurna, yaitu ditandai dengan daun yang mudah hancur jika diremas serta warnanya hijau kecokelatan atau hijau kelabu. 4. Mengisi form kegiatan penyortiran kering.
Tahap penimbangan kering
1. Cuci tangan atau gunakan sarung tangan bersih sebelum proses penimbangan. 2. Bersihkan terlebih dahulu alat timbang baik bagian luar maupun bagian dalam sebelum digunakan (BPOM, 2011). 3. Periksa kapasitas, ketelitian dan ketepatan alat timbang agar sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang atau ditakar (BPOM, 2011). Ganti alat timbang yang sudah tidak layak. 4. Timbang simplisia pada alat timbang. Perbandingan bobot basah dengan kering sebesar 5:1, atau 5 kg saat bobot basah dan 1 kg saat bobot kering. 5. Catat berat simplisia pada form kegiatan penyortiran kering.
Tahap pengemasan dan pelabelan
1. Cuci tangan atau gunakan sarung tangan bersih sebelum proses pengemasan. 2. Siapkan bahan pengemas yang berupa plastik yang kedap udara. 3. Masukkan simplisia ke dalam kemasan. 4. Bersihkan terlebih dahulu alat timbang baik bagian luar maupun bagian dalam sebelum digunakan. 5. Menimbang berat bersih untuk setiap kemasan. 6. Masukkan silica gel ke dalam kemasan agar simplisia tetap kering dan tidak lembab.
commit to user IV-11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.2 Rancangan Awal Prosedur Operasional (lanjutan) Tahap
Prosedur Operasional
7. Tutup kemasan dengan menggunakan mesin pres. 8. Beri label produk yang memuat informasi tentang simplisia, seperti no.kode, nama simplisia, tanggal penyimpanan, berat simplisia. 9. Jika simplisia akan dikirim, masukkan simplisia yang sudah dikemas ke dalam karung. Karung ditutup dengan cara dijahit hingga rapat. 10. Pengisian form kegiatan pengemasan.
Tahap penyimpanan
1. Penyimpanan
dilakukan
di
gudang
bersih,
sirkulasi
udaranya baik dan tidak lembab, suhu tidak melebihi 30o C (Sembiring, 2007). 2. Melakukan penyimpanan simplisia yang sudah dikemas dengan
susunan
sesuai
dengan
jenis
dan
waktu
penyimpanan atau dengan metode FIFO (First In First Out) (BPOM, 2011). 3. Menjaga kebersihan gudang. 4. Mengisi form penyimpanan.
Tahap pengamatan
1. Melakukan
pengamatan
simplisia
dalam
gudang
penyimpanan dengan jangka waktu pengamatan selama 3 bulan sekali. 2. Bila
ditemukan
simplisia
hancur,
berjamur,
terkena
serangga, atau berubah dalam hal warna, rasa, dan bau, maka simplisia ini sudah tidak layak dan tidak dapat digunakan lagi. 3. Bila ditemukan simplisia dengan kadar air meningkat atau simplisia lembab, maka lakukan penjemuran ulang terhadap simplisia. 4. Pengisian form laporan pengamatan
commit to user IV-12
perpustakaan.uns.ac.id
2.
digilib.uns.ac.id
Tahap Do Tahap Do atau pelaksanaan ini merupakan tahapan implementasi dari tahap
Plan. Dalam tahap ini, dilakukan pelaksanaan rencana yang telah disusun sebelumnya (tahap Plan) dan memantau proses pelaksanaan dalam skala kecil (proyek uji coba) dengan cara mengimplementasi draft SOP pengelolaan pasca panen Daun Kumis Kucing pada proses pasca panen. Pelaksanaan uji coba ini dilakukan oleh Bapak Sarwoko selaku Ketua Kelompok Tani Sumber Rejeki I dan praktisi budidaya tanaman Kumis Kucing pada tanggal 17 Mei 2012 pukul 09.00selesai. Pada tahap Do ini pelaksanaan uji coba disertai dengan checklist. Checklist ini digunakan untuk membantu konfirmasi proses pasca panen dalam draft SOP dengan kondisi lapangan yang sebenarnya saat pelaksanaan uji coba. Checklist dari pengamatan uji coba rancangan awal prosedur dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Pengamatan Uji Coba Rancangan Awal Prosedur Tahap
Prosedur Operasional
Pengumpulan 1. Siapkan karung (bagor). daun segar
2. Setelah
Check
Keterangan
√
pemanenan,
kumpulkan semua daun hasil panen dan masukkan ke dalam
√
karung.
3. Mengisi
form
kegiatan
pengumpulan.
Tahap
√
1. Cuci tangan atau gunakan
penyortiran
sarung tangan bersih sebelum
basah
proses penyortiran.
Belum melakukan -
secara konsisten.
2. Pilih daun yang cukup umur panennya (umur: 10 minggu),
√
layak atau tidak busuk.
3. Bersihkan daun dari kerikil, tanah, gulma, dan rumput dengan cara dipukul perlahanlahan.
commit to user IV-13
prosedur tersebut
√
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.3 Pengamatan Uji Coba Rancangan Awal Prosedur (lanjutan) Tahap
Prosedur Operasional
Check
4. Memilah daun berdasarkan ukuran agar ukuran simplisia
√
seragam.
5. Mengisi
data
kegiatan
penyortiran basah pada form
√
kegiatan pencucian.
Tahap pencucian
1. Daun
dicuci
dengan
air
mengalir untuk membersihkan dari sisa tanah dan bakteri yang
masih
√
menempel
kemudian dibilas pada bak air.
2. Daun kemudian ditiriskan dan hindari kontaminasi langsung
√
dengan tanah atau lantai.
3. Menimbang
daun
untuk
mengetahui berat daun basah.
4. Mengisi
form
kegiatan
pencucian.
Tahap
√
√
1. Cuci tangan atau gunakan
penimbangan
sarung tangan bersih sebelum
basah
proses penimbangan basah.
√
2. Bersihkan terlebih dahulu alat timbang maupun
baik
bagian
bagian
luar dalam
sebelum digunakan (BPOM, 2011).
commit to user IV-14
√
Keterangan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.3 Pengamatan Uji Coba Rancangan Awal Prosedur (lanjutan) Tahap Prosedur Operasional Check Keterangan
3. Periksa kapasitas,
ketelitian
dan ketepatan alat timbang agar sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang atau
√
ditakar (BPOM, 2011). Ganti alat timbang yang sudah tidak layak.
4. Timbang
daun
pada
alat
timbang.
5. Catat berat daun pada form kegiatan pencucian.
Tahap pelayuan
1. Siapkan alas anyaman bambu (widig).
√
√
√
2. Hamparkan daun di atas alas anyaman
bambu
(widig),
jangan ditumpuk terlalu tebal
√
(Priadi, 2004).
3. Biarkan selama 1-2 malam.
Tahap pengeringan
1. Siapkan
alat
atau
sarana
pengeringan. pengeringan
√
Sarana yang
dapat
digunakan untuk pengeringan daun yaitu : a. Cahaya
√
matahari
dibawah
naungan (manual). b. Alat pengering / oven. c. Kombinasi keduanya.
2. Pengeringan secara manual / menggunakan sinar matahari:
commit to user IV-15
√
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.3 Pengamatan Uji Coba Rancangan Awal Prosedur (lanjutan) Tahap Prosedur Operasional Check Keterangan
a. Letakkan daun secara merata di
atas
nampan
bambu
√
(widig), jangan ditumpuk.
b. Letakkan widig di atas 30 cm dari tanah.
c. Tutup dengan kain hitam.
-
-
d. Bolak-balik daun setiap 4 jam sekali.
Peletakkan
widig
>50 cm dari tanah.
Tidak
tersedianya
kain hitam.
Belum melakukan -
prosedur tersebut secara konsisten.
e. Daun dijemur selama 3 hari atau sampai kadar air 10% yang ditandai dengan daun
√
kering / simplisia yang mudah dihancurkan.
f. Mengisi
form
kegiatan
pengeringan.
3. Pengeringan
√
menggunakan
Tahap Pengeringan
oven: a. Letakkan
dengan daun
pada
alat
menggunakan oven
pengering secara merata.
ini tidak dilakukan
b. Set suhu pengeringan sebesar 60o C.
-
c. Bolak-balik daun setiap 4 jam sekali.
melakukan pengeringan secara manual.
d. Angkat simplisia dari alat pengering
karena klaster masih
setelah
kadar
air
mencapai 10 %.
commit to user IV-16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.3 Pengamatan Uji Coba Rancangan Awal Prosedur (lanjutan) Tahap Prosedur Operasional Check Keterangan
e. Mengisi
form
kegiatan
pengeringan.
Tahap
-
1. Cuci tangan atau gunakan
penyortiran
sarung tangan bersih sebelum
kering
proses penyortiran.
Belum melakukan -
prosedur tersebut secara konsisten.
2. Pilih / sortir antara simplisia yang sudah kering sempurna
√
maupun yang belum.
3. Pisahkan simplisia yang sudah kering dari benda-benda asing dan pengotor lainnya yang
√
masih tertinggal.
4. Mengisi
form
kegiatan
penyortiran kering.
Tahap
√ Belum melakukan
1. Cuci tangan atau gunakan
penimbangan
sarung tangan bersih sebelum
kering
proses penimbangan.
-
secara konsisten.
2. Bersihkan terlebih dahulu alat timbang maupun
baik
bagian
bagian
luar dalam
√
sebelum digunakan (BPOM, 2011).
3. Periksa kapasitas,
prosedur tersebut
ketelitian
dan ketepatan alat timbang agar sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang atau ditakar (BPOM, 2011). Ganti alat timbang yang sudah tidak layak.
commit to user IV-17
√
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.3 Pengamatan Uji Coba Rancangan Awal Prosedur (lanjutan) Tahap Prosedur Operasional Check Keterangan
4. Timbang simplisia pada alat timbang. Perbandingan bobot basah dengan kering sebesar 5:1, atau 5 kg saat bobot
√
basah dan 1 kg saat bobot kering.
5. Catat berat simplisia pada form
kegiatan
penyortiran
√
kering.
Tahap
1. Cuci tangan atau gunakan
pengemasan
sarung tangan bersih sebelum
dan pelabelan
proses pengemasan.
2. Siapkan yang
bahan
berupa
Belum melakukan -
prosedur tersebut secara konsisten.
pengemas
plastik
yang
√
kedap udara.
3. Masukkan simplisia ke dalam kemasan.
√
4. Bersihkan terlebih dahulu alat timbang
baik
maupun
bagian
bagian
luar dalam
√
sebelum digunakan.
5. Menimbang
berat
bersih
untuk setiap kemasan.
√
6. Masukkan silica gel ke dalam kemasan agar simplisia tetap
Tidak -
tersedianya
silica gel.
kering dan tidak lembab.
7. Tutup
kemasan
dengan
menggunakan mesin pres.
Tidak -
mesin pres saat uji coba.
commit to user IV-18
tersedianya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.3 Pengamatan Uji Coba Rancangan Awal Prosedur (lanjutan) Tahap Prosedur Operasional Check Keterangan
8. Beri
label
memuat
yang
informasi
tentang
seperti
no.kode,
simplisia,
tanggal
simplisia, nama
produk
√
penyimpanan, berat simplisia.
9. Jika simplisia akan dikirim, masukkan sudah
simplisia
dikemas
Opsional.
yang
ke
dalam
-
karung. Karung ditutup dengan cara dijahit hingga rapat.
10. Pengisian
form
kegiatan
pengemasan.
Tahap penyimpanan
1. Penyimpanan
dilakukan
gudang
bersih,
udaranya
baik
√ Gudang
di
sirkulasi dan
tercampur
tidak
lembab, suhu tidak melebihi
bahan -
30o C, ventilasi diberi kasa agar
serangga
/
masih lain
dengan selain
simplisia dan agak lembab.
hewan
pengerat tidak mudah masuk.
2. Melakukan
penyimpanan
simplisia yang sudah dikemas dengan susunan sesuai dengan jenis dan waktu penyimpanan
√
atau dengan metode FIFO (First In First Out) (BPOM, 2011).
Tahap pengamatan
3. Menjaga kebersihan gudang.
√
4. Mengisi form penyimpanan.
√
1. Melakukan
pengamatan
simplisia dalam gudang pe-
commit to user IV-19
-
Tahap Pengamatan akan dilakukan da-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.3 Pengamatan Uji Coba Rancangan Awal Prosedur (lanjutan) Tahap Prosedur Operasional Check Keterangan
nyimpanan dengan jangka waktu
lam jangka waktu 1
pengamatan selama 3 bulan
bulan sekali.
sekali.
2. Bila
ditemukan
hancur,
simplisia
berjamur,
terkena
serangga, atau berubah dalam hal warna, rasa, dan bau,
√
maka simplisia ini sudah tidak layak
dan
tidak
dapat
digunakan lagi.
3. Bila
ditemukan
simplisia
dengan kadar air meningkat atau simplisia lembab, maka lakukan
penjemuran
√
ulang
terhadap simplisia.
4. Pengisian
form
laporan
pengamatan
√
Dari hasil pengamatan checklist uji coba tersebut, terdapat beberapa hal yang tidak dapat diimplementasikan dengan baik, antara lain: a. Tahap Pengeringan dengan menggunakan oven ini tidak dilakukan karena klaster masih melakukan pengeringan secara manual. b. Pada tahap pengeringan tidak menggunakan kain hitam untuk menyerap panas matahari dan menjaga kandungan zat aktif daun. c. Pada tahap pengemasan tidak menggunakan mesin pres dan tidak diberikan silica gel untuk menjaga kadar air, sebab bahan tersebut tidak tersedia saat uji coba. d. Pada tahap penyimpanan, hasil uji coba tidak sesuai dengan rancangan awal SOP, sebab kondisi gudang masih lembab dan tercampur dengan bahan lain. e. Tahap Pengamatan akan dilakukan dengan jangka waktu 1 bulan sekali.
commit to user IV-20
perpustakaan.uns.ac.id
3.
digilib.uns.ac.id
Tahap Check Tahap pemeriksaan ini mengacu pada evaluasi hasil data checklist pada
tahap uji coba prosedur pasca panen (tahap Do). Evaluasi ini dilakukan terhadap prosedur-prosedur mana yang harus diperbaiki menurut hasil checklist. Tabel hasil evaluasi prosedur dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Hasil Evaluasi Tahap
Prosedur Awal
Prosedur Hasil Evaluasi
Pengumpulan 1. Siapkan karung (bagor). daun segar
2. Setelah pemanenan, kum-
1. Kumpulkan semua daun hasil panen.
pulkan semua daun hasil 2. Timbang hasil panen per kepanen dan masukkan ke dalam karung. 3. Mengisi
lompok tani. 3. Mengisi formulir pengumpul-
form
kegiatan
an 4. Kelompokkan hasil panen
pengumpulan.
sesuai dengan asal usul panen / kelompok taninya.
Pengeringan
1. Siapkan alat/sarana penge- 1. Siapkan alat/sarana pengeringan. Sarana pengeringan
ringan.
yang dapat digunakan untuk 2. Sarana pengeringan digunpengeringan daun yaitu : a. Cahaya matahari dibawah
akan untuk pengeringan daun yaitu
cahaya
matahari
naungan (manual).
dibawah naungan (manual).
b. Alat pengering / oven.
3. Letakkan daun secara merata
c. Kombinasi keduanya.
di
2. Pengeringan secara manual /
(widig), jangan ditumpuk.
menggunakan
nampan
bambu
sinar 4. Letakkan widig di atas 50 cm
matahari: a. Letakkan
atas
dari tanah. daun
secara 5. Tutup dengan kain hitam.
merata di atas nampan bam- 6. Bolak-balik daun setiap 4 bu (widig), jangan ditumpuk
commit to user IV-21
jam sekali.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.4 Hasil Evaluasi (lanjutan) Prosedur Awal Prosedur Hasil Evaluasi
Tahap
b. Letakkan widig di atas 30 7. Daun dijemur selama 3 hari cm dari tanah.
atau sampai kadar air 10%
c. Tutup dengan kain hitam.
yang ditandai dengan daun
d. Bolak-balik daun setiap 4
kering
/
simplisia
yang
mudah dihancurkan.
jam sekali.
e. Daun dijemur selama 3 hari 8. Mengisi atau sampai kadar air 10%
form
kegiatan
pengeringan.
yang ditandai dengan daun kering
/
simplisia
yang
mudah dihancurkan. f. Mengisi
form
kegiatan
pengeringan. 3. Pengeringan menggunakan oven: a. Letakkan daun pada alat pengering secara merata. b. Set
suhu
pengeringan
sebesar 60o C. c. Bolak-balik daun setiap 4 jam sekali. d. Angkat simplisia dari alat pengering setelah kadar air mencapai 10 %. e. Mengisi
form
kegiatan
pengeringan.
Pengamatan
1. Melakukan simplisia
pengamatan 1. Melakukan dalam
gudang
simplisia
pengamatan dalam
gudang
penyimpanan dengan jangka
penyimpanan dengan jangka
waktu pengamatan selama 3
waktu pengamatan selama 1
bulan sekali.
bulan sekali.
commit to user IV-22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.4 Hasil Evaluasi (lanjutan) Prosedur Awal Prosedur Hasil Evaluasi
Tahap
2. Bila
ditemukan
simplisia 2. Bila hancur,
serangga,
berubah
serangga, atau berubah dalam
dalam hal warna, rasa, dan
hal warna, rasa, dan bau,
bau,
ini
maka simplisia ini sudah
sudah tidak layak dan tidak
tidak layak dan tidak dapat
dapat digunakan lagi.
digunakan lagi.
maka
atau
simplisia
simplisia 3. Bila
ditemukan
berjamur,
simplisia
hancur, berjamur, terkena
3. Bila
ditemukan
terkena
simplisia
dengan kadar air meningkat
dengan kadar air meningkat
atau simplisia lembab, maka
atau simplisia lembab, maka
lakukan penjemuran ulang
lakukan penjemuran ulang
terhadap simplisia.
terhadap simplisia.
4. Pengisian
form
laporan 4. Pengisian
pengamatan
4.
ditemukan
form
laporan
pengamatan
Tahap Action Tahap action ini merupakan tindak lanjut atas hasil evaluasi. Tahapan ini
meliputi revisi dari draft SOP pengelolaan pasca panen dan menyusunnya menjadi sebuah dokumen SOP yang telah disesuaikan dengan format. Berikut sistem penomoran dokumen SOP: KBF-SOP-01 KBF menyatakan Klaster Biofarmaka. SOP menyatakan Standard Operating Procedures. 01 menyatakan nomor prosedur. Daftar nomor dokumen, nama dokumen SOP yang disusun dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Dokumen SOP Pasca Panen No. Dokumen
KBF-SOP-01 KBF-SOP-02 KBF-SOP-03
Nama Dokumen Standard Operating Procedures Pengumpulan Penyortiran Basah Pencucian
commit to user IV-23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.5 Dokumen SOP Pasca Panen (lanjutan) Nama Dokumen No. Dokumen Standard Operating Procedures KBF-SOP-04 Penimbangan Basah KBF-SOP-05 Pelayuan / Peram KBF-SOP-06 Pengeringan KBF-SOP-07 Penyortiran Kering KBF-SOP-08 Penimbangan Kering KBF-SOP-09 Pengemasan dan Pelabelan KBF-SOP-10 Penyimpanan KBF-SOP-11 Pengamatan Selain dokumen SOP dirancang juga form pencatatan pasca panen. Form
ini berfungsi sebagai bukti dokumentasi dari suatu proses. Form pencatatan pasca panen yang akan dirancang antara lain formulir pengumpulan bahan baku, formulir pencatatan pencucian dan sortasi basah, formulir pencatatan pengeringan, formulir pencatatan penyortiran kering, formulir pencatatan pengemasan, formulir pencatatan penyimpanan dan formulir pengamatan. Banyaknya form yang dihasilkan
maka
diperlukan
penomoran
dokumen
untuk
mempermudah
melakukan penelusuran pencatatan prosedur pasca panen. Penomoran form pencatatan pasca panen adalah sebagai berikut: KBF-FORM-01 KBF menyatakan Klaster Biofarmaka FORM menyatakan formulir. 01 menyatakan nomor formulir. Daftar nomor dokumen, nama dokumen formulir kegiatan yang disusun dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Dokumen Formulir Pencatatan Pasca Panen No. Dokumen Nama Dokumen KBF-FORM-01 Formulir Pengumpulan Bahan Baku KBF-FORM-02 Formulir Pencucian dan Sortasi Basah KBF-FORM-03 Formulir Pengeringan KBF-FORM-04 Formulir Penyortiran Kering KBF-FORM-05 Formulir Pengemasan KBF-FORM-06 Formulir Penyimpanan KBF-FORM-07 Formulir Pengamatan Untuk rangkuman proses PDCA secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4.7.
commit to user IV-24
Tabel 4.7 Rangkuman Proses PDCA Penyebab
PLAN DO CHECK ACTION Akar Masalah Tindakan Target Implementasi Hasil Hasil panen yang dimasukkan ke Karung yang Perbaikan SOP hasil panen Membuat rancangan Pengumpulan dalam karung (bagor ). digunakan harus awal SOP dimasukkan ke dalam karung baru dan bersih Pengumpulan Daun (bagor ). dan perubahan Segar terhadap prosedur
sesuai Pertahankan Daun dipilih yang layak (tidak Sudah busuk) dan terbebas dari benda rancangan awal SOP asing dan dipilah sesuai dengan SOP ukuran Melakukan Pasca Panen Belum ada Membuat rancangan Daun yang bersih dari bakteri dan Daun bersih dari bakteri dan benda- Sudah sesuai Pertahankan seluruh tahapan tanaman obat yang prosedur pasca awal SOP Pencucian benda-benda asing yang menempel rancangan awal SOP proses pasca benda asing yang menempel berasal dari daun panen tanaman SOP panen sesuai belum secara obat yang berasal Membuat rancangan Mengetahui berat bersih / berat sesuai Pertahankan dengan rancangan Berat bersih / berat awal daun Sudah intensif atau masih dari daun. diketahui rancangan awal SOP awal daun yang akan diproses awal SOP awal SOP secara perorangan. SOP Penimbangan Basah menjadi simplisia Membuat rancangan Daun yang layu / terperam Daun layu / terperam Sudah sesuai Pertahankan awal SOP Pelayuan rancangan awal SOP SOP Daun kering yang mudah Pengeringan yang Perbaikan SOP Membuat rancangan Daun dengan kadar air 10% yang dihancurkan. dilakukan hanya awal SOP ditandai dengan daun kering yang secara manual saja mudah dihancurkan. Pengeringan Membuat rancangan Daun yang layak atau tidak busuk awal SOP dan terbebas dari benda asing dan Penyortiran Basah dipilah sesuai dengan ukuran
IV-25
Tabel 4.7 Rangkuman Proses PDCA (lanjutan)
IV-26
Tabel 4.7 Rangkuman Proses PDCA (lanjutan)
IV-27
Tabel 4.7 Rangkuman Proses PDCA (lanjutan)
IV-28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V ANALISIS Pada bab ini berisi tentang analisa dan interprestasi hasil dari pengolahan data yang telah dibuat. Data-data penelitian yang telah diolah, kemudian dianalisis dan dijadikan pedoman dalam melakukan perbaikan.
5.1 Analisis Permasalahan di Klaster Biofarmaka Permasalahan kualitas simplisia tidak sesuai standar disebabkan beberapa faktor seperti ditinjau dari segi Method, Environment, Machine, dan Material. Dari hasil penelitian, tidak semua permasalahan dapat diatasi. Ada beberapa permasalahan yang membutuhkan tindakan lebih lanjut. Berikut pada tabel 5.1 dilakukan pemetaan terhadap permasalahan yang dapat maupun yang belum dapat diselesaikan pada penelitian ini: Tabel 5.1 Peta Permasalahan Klaster Biofarmaka Faktor
Permasalahan di Klaster
Masalah
Kadar Air Simplisia
Method
Diatasi dengan penyusunan SOP pasca panen yang dilengkapi dengan formulir kegiatan pasca panen.
Environment
Perlu penelitian lebih lanjut yang berfokus pada prosedur standar sanitasi atau biasa disebut dengan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP)
Machine
Klaster tidak memiliki alat pengukur kadar air simplisia. Maka, penelitian selanjutnya dapat diarahkan untuk perancangan alat pengecek kadar air simplisia yang terjangkau harganya.
Material
Dapat diatasi dengan penyediaan bahan pendukung agar simplisia terjaga kadar airnya, seperti silica gel dan kemasan kedap air.
Keterangan: : Masalah sudah teratasi : Masalah belum teratasi
commit to user V-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 5.1 Peta Permasalahan Klaster Biofarmaka (lanjutan) Faktor
Permasalahan di Klaster
Masalah
Simplisia yang Terjangkit Serangga
Method
Dapat diatasi dengan penyusunan prosedur penyimpanan pada SOP pasca panen yang dilengkapi dengan formulir kegiatan penyimpanan.
Environment
Kondisi gudang penyimpanan yang kurang layak dapat dikendalikan dengan prosedur penutupan ventilasi dengan kasa pada tahap penyimpanan. Hal ini dilakukan agar serangga atau hewan pengerat tidak mudah masuk. Selain itu gudang dijaga agar tidak tercampur dengan bahan panen lain.
Material
Bahan kemasan yang rusak, cacat, atau terkoyak karena hewan pengerat atau pun kemasan yang memang cacat produksi dapat dikendalikan dengan memilih kemasan kedap udara dan layak atau tidak cacat produksi. Pelaksanaan prosedur pada tahap penyimpanan jika dilakukan dengan benar, maka dapat mencegah hewan pengerat agar tidak mudah masuk dan merusak kemasan.
Keterangan: : Masalah sudah teratasi : Masalah belum teratasi
1. Kadar Air Simplisia Dari segi metode, kadar air simplisia Klaster Biofarmaka masih di atas 10% karena pengelolaan pasca panen tanaman Kumis Kucing belum dilakukan dengan prosedur baku pasca panen. Tahapan dari prosedur pasca panen yang sangat berpengaruh pada kadar air simplisia, yaitu tahap pengeringan, pngemasan, dan penyimpanan. Pada tahap pengeringan, permasalahan ini dikendalikan dengan prosedur menutup daun yang dijemur/dikeringkan dengan kain hitam. Kain hitam ini berfungsi untuk mempertahankan kandungan zat aktif daun agar tidak rusak oleh paparan sinar matahari langsung serta membantu menyerap panas agar
commit to user V-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
simplisia kering sempurna secara menyeluruh. Kemudian dengan prosedur membolak-balik daun setiap 4 jam sekali agar daun kering merata. Prosedur daun dijemur selama 3 hari atau sampai kadar air 10% agar simplisia kering sempuna. Simplisia yang kering sempurna ditandai dengan daun kering / simplisia yang mudah dihancurkan jika diremas, serta warnanya hijau kecokelatan atau hijau kelabu. Pada tahap pengemasan, permasalahan kadar air dikendalikan dengan prosedur menyertakan silica gel ke dalam kemasan agar simplisia tetap kering dan tidak lembab, kemudian menutup kemasan dengan menggunakan mesin pres. Pada tahap penyimpanan, permasalahan kadar air dikendalikan dengan prosedur melakukan penyimpanan simplisia yang sudah dikemas dengan disusun sesuai jenisnya. Penyimpanan juga dilakukan dengan metode FIFO (First In First Out) sesuai dengan tanggal masuk gudang. Selain itu, untuk permasalahan simplisia di gudang yang tidak terdapat data lama penyimpanan, diatasi dengan penyediaan formulir kegiatan penyimpanan. Formulir ini dimaksudkan sebagai alat untuk mendokumentasikan dan mengontrol kegiatan tersebut. Formulir ini juga memudahkan penelusuran proses, sehingga dapat meminimalkan terjadinya kesalahan yang mengakibatkan naiknya kadar air produk. Dari segi lingkungan, kadar air simplisia Klaster Biofarmaka masih di atas 10% karena kondisi gudang penyimpanan yang kurang layak. Gudang penyimpanan di klaster kurang layak disebabkan karena ventilasi yang tersedia kurang memadai serta gudang masih tercampur dengan bahan panen lain. Hal ini dikendalikan dengan prosedur penyimpanan simplisia diharuskan di gudang bersih, sirkulasi udaranya baik dan tidak lembab, suhu ruang tidak melebihi 30o. Kebersihan gudang juga sangat penting untuk menjaga agar kadar air simplisia agar tidak meningkat. Maka, penelitian selanjutnya dapat berfokus pada prosedur standar sanitasi atau biasa disebut dengan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) baik sanitasi peralatan, gudang, dan operator pasca panen. Dari segi Machine atau peralatan, kadar air simplisia Klaster Biofarmaka masih di atas 10% karena pemeriksaan kadar air masih secara manual / organoleptik. Klaster tidak memiliki alat pengukur kadar air untuk mengetahui secara akurat jumlah kandungan kadar air pada simplisia. Maka, penelitian
commit to user V-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
selanjutnya dapat diarahkan untuk perancangan alat pengecek kadar air simplisia yang terjangkau harganya. Dari segi material atau bahan, kadar air simplisia Klaster Biofarmaka masih di atas 10% karena belum tersedia bahan pendukung agar simplisia terjaga kadar airnya, seperti penyediaan silica gel dan kemasan kedap air. Selain itu, simplisia yang sudah tersimpan di gudang tidak terdapat data informasi lamanya penyimpanan, sehingga simplisia yang sudah disimpan terlalu lama tidak terdeteksi. Penyimpanan simplisia yang terlalu lama akan mengakibatkan simplisia menjadi meningkat kadar airnya. Tersedianya formulir kegiatan pasca panen tanaman obat di Klaster Biofarmaka Karanganyar. digunakan sebagai alat untuk mendokumentasikan data informasi simplisia dan mengontrol kegiatan pasca panen. 2. Simplisia yang Terjangkit Serangga Dari segi metode, simplisia yang terjangkit serangga di Klaster Biofarmaka karena pengelolaan pasca panen belum dilakukan dengan prosedur baku pasca panen terutama untuk tahap penyimpanan. Maka dengan adanya prosedur yang baku, petani menjalankan kegiatan penyimpanan sesuai dengan prosedur yang benar. Selain itu, kendali terhadap kegiatan penyimpanan dilakukan dengan penyediaan formulir kegiatan penyimpanan yang dimaksudkan sebagai alat untuk mendokumentasikan dan mengontrol kegiatan tersebut. Dari segi lingkungan, simplisia yang terjangkit serangga di Klaster Biofarmaka disebabkan karena kondisi gudang penyimpanan yang kurang layak. Hal ini dapat dikendalikan dengan prosedur penutupan ventilasi dengan kasa agar serngga atau hewan pengerat tidak mudah masuk. Selain itu gudang dijaga agar tidak tercampur dengan bahan panen lain. Dari segi material, simplisia yang terjangkit serangga di Klaster Biofarmaka disebabkan karena bahan kemasan yang mudah rusak. Kemasan cacat / terkoyak dapat disebabkan karena binatang pengerat atau pun kemasan yang memang cacat produksi. Hal ini dapat dikendalikan dengan memilih kemasan yang kedap udara dan layak atau tidak cacat produksi. Selain itu, dengan pelaksanaan prosedur pada tahap penyimpanan dengan benar untuk mencegah hewan pengerat agar tidak mudah masuk.
commit to user V-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5.2 Analisis Standard Operating Procedures Perancangan SOP diawali dengan pembuatan draft atau rancangan awal SOP proses pasca panen dan dilengkapi dengan form kegiatan pasca panen. Setelah itu dilakukan pelaksanaan terhadap rancangan SOP dan memantau proses pelaksanaan dalam proyek uji coba. Dari hasil pengamatan checklist uji coba tersebut, terdapat beberapa hal yang tidak dapat diimplementasikan dengan baik, hal ini dikarenakan terdapat beberapa kendala. Kendala tersebut diatasi pada tahap pemeriksaan. Dari hasil pemeriksaan, beberapa prosedur mengalami perubahan yaitu pada tahap pengumpulan, pengeringan, dan pengamatan. Berikut beberapa revisi yang dilakukan: 1. Pada tahap pengumpulan diberi keterangan penjelas tentang keadaan karung, yaitu harus baru dan bersih. Selain itu dilakukan perubahan prosedur, yang awalnya tahap pengumpulan ini dimulai dari pengumpulan hasil panen dari lahan, diubah menjadi pengumpulan hasil panen yang sudah berada dalam karung. Hal ini disebabkan karena proses pengumpulan hasil panen dari lahan termasuk dalam proses budidaya. 2. Pada tahap pengeringan yang digunakan hanya pengeringan secara manual, kemudian peletakkan widig saat pengeringan yang pada rancangan awal sebesar 30 cm dari tanah, direvisi menjadi 50 cm dari tanah. Selain itu, mempertahankan prosedur menutup daun dengan kain hitam walaupun saat uji coba tidak tersedia kain hitam. 3. Pada tahap pengamatan, jangka waktu pengamatan yang pada kesepakatan FGD dan rancangan awal prosedur selama 3 bulan sekali diubah menjadi 1 bulan sekali. Hal ini disesuaikan dengan kebijakan klaster yang akan memulai melakukan kontrol secara intensif terhadap gudang maupun simplisia yang tersimpan di dalamnya. Tahap selanjutnya merupakan tindak lanjut atas hasil evaluasi. Pada tahap ini dibuat standardisasi prosedur yaitu Standard Operating Procedures (SOP) pasca panen dan standardisasi formulir kegiatan pencatatan pasca panen yang berfungsi sebagai alat dokumentasi proses. Berikut penjelasannya:
commit to user V-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. SOP Pengumpulan (KBF-SOP-01) pada lampiran 1 dilengkapi dengan Formulir Pengumpulan Bahan Baku (KBF-FORM-01) pada lampiran 2. SOP Pengumpulan ini memuat definisi dan tujuan dari proses pengumpulan, standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan penyusunan prosedur, alat dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan urutan langkahlangkah bagaimana tahap ini dilakukan. Pada tahap pengumpulan, sebelumnya klaster tidak melakukan pengelompokkan hasil panen sesuai dengan kelompok tani. Selain itu hasil panen itu tidak dicatat dengan jelas, terutama asal usulnya. Hal ini akan menyebabkan kesulitan dalam menelusuri data dan asal-usul hasil panen tersebut jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai berkaitan dengan hasil panen. Maka prosedur di sini lebih ditekankan pada pendataan dan pengelompokkan hasil panen sesuai dengan asalasulnya atau dari kelompok tani apa. Tujuannya ialah jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai berkaitan dengan hasil panen, akan dengan mudah dilakukan penelusuran data dan asal-usul hasil panen itu untuk perbaikan lebih lanjut. Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan pengumpulan bahan baku. Formulir tersebut berisi nomor, tanggal, asal panen, jumlah panen (kg), petugas, dan keterangan. Hal yang penting disini ialah pengisian asal panen dan jumlahnya. Tujuannya ialah untuk mendukung keabsahan data jika nantinya dilakukan penelusuran terhadap hasil panen yang tidak sesuai. Selain itu, dengan adanya data tersebut, dapat diketahui kelompok tani mana yang berpotensi atau tidak dengan melihat kondisi, kuantitas, dan kualitas hasil panen. 2. SOP Penyortiran Basah (KBF-SOP-02) pada lampiran 1 dilengkapi dengan Formulir Pencucian dan Sortasi Basah (KBF-FORM-02) pada lampiran 3. SOP Penyortiran basah ini memuat definisi dan tujuan dari proses penyortiran basah, standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan penyusunan prosedur, alat dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan urutan langkah-langkah bagaimana tahap ini dilakukan. Pada tahap penyortiran basah dilakukan pemilihan layak tidaknya daun, membersihkan daun dari kotoran, serta pemilahan daun berdasarkan ukuran, sedangkan sebelumnya klaster belum memilahkan daun bedasarkan ukurannya. Prosedur di sini lebih ditekankan pada
commit to user V-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bagaimana cara penyortiran yang benar, sehingga menghasilkan Daun Kumis Kucing yang layak (tidak busuk), bersih dari bahan pengotor dan seragam ukurannya. Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan. Formulir tersebut memuat nomor, tanggal, jumlah panen (kg), lama sortasi, lama pencucian, berat setelah pencucian (kg), petugas. Namun, dalam tahap penyortiran basah, pengisian kolom formulir hanya sampai kolom lama sortasi. Untuk pengisian kolom selanjutnya dilakukan setelah tahap pencucian dan penimbangan basah. Tahap penyortiran basah, pencucian, dan penimbangan basah ini menggunakan satu formulir. Hal ini karena ketiga tahapan tersebut dilakukan dalam satu waktu. 3. SOP Pencucian (KBF-SOP-03) pada lampiran 1 dilengkapi dengan Formulir Pencucian dan Sortasi Basah (KBF-FORM-02) pada lampiran 3. SOP Pencucian basah ini memuat definisi dan tujuan dari proses pencucian, standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan penyusunan prosedur, alat dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan urutan langkahlangkah bagaimana tahap ini dilakukan. Tahap pencucian daun pada klaster awalnya dengan cara direndam. Proses pencucian dengan cara direndam akan menyebabkan senyawa aktif pada daun larut dalam air, selain itu kotoran yang sudah lepas cenderung akan menempel lagi. Maka, prosedur di sini lebih ditekankan pada cara pencucian yang benar, yaitu dengan air yang mengalir dan tidak direndam. Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan. Pengisian formulir pada tahap ini hanya pada kolom lama pencucian. Untuk kolom selanjutnya, diisi pada saat proses penimbangan basah selesai. Kolom lama pencucian ini digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang dihabiskan saat mencuci. Dari data tersebut maka dapat digunakan sebagai alat kendali agar waktu pencucian tidak terlalu lama, sehingga kandungan zat pada Daun Kumis Kucing tidak banyak yang hilang.
commit to user V-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. SOP Penimbangan Basah (KBF-SOP-04) pada lampiran 1 dilengkapi dengan Formulir Pencucian dan Sortasi Basah (KBF-FORM-02) pada lampiran 3. Awalnya di klaster tidak ada tahapan penimbangan basah. Dari hasil FGD, disepakati adanya tahapan penimbangan basah untuk mengetahui besarnya penyusutan berat setelah proses pengeringan. SOP Penimbangan basah ini memuat definisi dan tujuan dari proses penimbangan basah, standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan penyusunan prosedur, alat dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan urutan langkah-langkah bagaimana tahap ini dilakukan. Prosedur di sini dilakukan untuk mengetahui berat bersih / berat awal daun yang akan diproses menjadi simplisia. Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan. Pengisian formulir pada tahap ini ialah pada 2 kolom terakhir, yaitu kolom berat berat setelah pencucian dan kolom petugas. 5. SOP Pelayuan / Peram (KBF-SOP-05) pada lampiran 1 tidak dilengkapi dengan formulir. SOP Pelayuan / peram ini memuat definisi dan tujuan dari proses pelayuan / peram, standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan penyusunan prosedur, alat dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan urutan langkah-langkah bagaimana tahap ini dilakukan. Klaster awalnya belum melakukan tahapan pelayuan/peram, sehingga banyak ditemukan daun mengalami pembusukan saat proses pengeringan. Tahapan pelayuan/peram ini dilakukan karena jika setelah proses pencucian daun langsung dikeringkan / terkena panas matahari, maka daun akan cepat busuk. Prosedur yang terpenting ialah daun saat proses pelayuan ini jangan sampai saling bertumpuk terlalu tebal karena akan mempengaruhi kualitas daun. Pada tahapan ini tidak dilengkapi formulir kegiatan karena merupakan tahapan transisi sebelum proses pengeringan dan tidak ada data yang perlu didokumentasikan. 6. SOP Pengeringan (KBF-SOP-06) pada lampiran 1 dilengkapi dengan Formulir Pengeringan (KBF-FORM-03) pada lampiran 4. SOP Pengeringan ini memuat definisi dan tujuan dari proses pengeringan, standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan penyusunan prosedur, alat
commit to user V-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan urutan langkahlangkah bagaimana tahap ini dilakukan. Sebelumnya prosedur pengeringan di klaster tidak tepat karena hanya menggunakan sinar matahari langsung, tanpa ditutup dengan kain hitam. Kain hitam ini berfungsi untuk mempertahankan kandungan zat aktif daun agar tidak rusak oleh paparan sinar matahari langsung dan menyerap panas agar simplisia kering sempurna secara menyeluruh. Maka, prosedur pada tahap ini ditekankan pada cara pengeringan yang benar. Hal ini dikarenakan proses pengeringan inilah yang menentukan kualitas simplisia dari tingkat kadar airnya dan lamanya ketahanan produk simplisia. Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan. Formulir tersebut memuat nomor, tanggal, jumlah (kg), waktu pengeringan, cara pengeringan, lokasi pengeringan, lama pengeringan, petugas. Hal yang terpenting dalam pengisian kolom ini ialah pada kolom waktu pengeringan, cara pengeringan, lokasi pengeringan, lama pengeringan. Waktu, cara, dan lokasi sangat menentukan lamanya proses pengeringan. Sangat penting dalam menentukan waktu pengeringan terutama jika pengeringan dilakukan secara manual atau dengan menggunakan sinar matahari langsung. Waktu pengeringan terbaik ialah saat pagi hari antara pukul 08.00-11.00 dan udara sekitar juga belum tercemar. Lokasi pengeringan juga berpengaruh terhadap lamanya proses pengeringan secara manual. Lokasi pengeringan seharusnya tidak terhalang pepohonan dan di tempat yang cukup tinggi dari permukaan tanah. 7. SOP Penyortiran Kering (KBF-SOP-07) pada lampiran 1 dilengkapi dengan Formulir Penyortiran Kering (KBF-FORM-04) pada lampiran 5. SOP Penyortiran Kering ini memuat definisi dan tujuan dari proses penyortiran kering, standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan penyusunan prosedur, alat dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan urutan langkah-langkah bagaimana tahap ini dilakukan. Prosedur disini lebih ditekankan pada bagaimana cara penyortiran kering agar simplisia yang tersortir telah kering sempurna (kadar air ≤10 dan bebas dari benda-benda asing atau pengotor setelah proses pengeringan. Pada tahap penyortiran kering dilakukan penyortiran antara simplisia yang sudah kering sempurna maupun yang belum. Apabila terdapat simplisia yang
commit to user V-9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
belum kering sempurna ikut terkemas maka akan mempengaruhi kadar air simplisia yang lain sehingga akan lembab dan timbul jamur. Simplisia yang sudah kering pun dibersihkan dari benda-benda asing dan pengotor lainnya yang masih tertinggal. Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan. Formulir tersebut memuat nomor, tanggal, jumlah (kg), lama sortasi, berat setelah sortasi (kg), petugas, dan keterangan. Namun, dalam tahap penyortiran kering, pengisian kolom formulir hanya sampai kolom lama sortasi. Untuk pengisian kolom selanjutnya dilakukan setelah tahap penimbangan kering. Tahap penyortiran dan penimbangan kering ini menggunakan satu formulir. Hal ini karena kedua tahapan tersebut dilakukan dalam satu waktu. 8. SOP Penimbangan Kering (KBF-SOP-08) pada lampiran 1 dilengkapi dengan Formulir Penyortiran Kering (KBF-FORM-04) pada lampiran 5. SOP Penyortiran Kering ini memuat definisi dan tujuan dari proses penimbangan kering, standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan penyusunan prosedur, alat dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan urutan langkah-langkah bagaimana tahap ini dilakukan. Prosedur ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan berat daun saat basah dengan berat kering sebesar 5:1, atau 5 kg saat bobot basah dan 1 kg saat bobot kering. Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan. Pengisian formulir pada tahap ini ialah pada 2 kolom terakhir, yaitu kolom berat setelah sortasi, petugas, dan keterangan. Kolom keterangan disini digunakan untuk mencatat jumlah simplisia yang harus menjalani pengeringan ulang (jika ada). 9. SOP Pengemasan dan Pelabelan (KBF-SOP-09) pada lampiran 1 dilengkapi dengan Formulir Pengemasan (KBF-FORM-05) pada lampiran 6. SOP Pengemasan dan Pelabelan ini memuat definisi dan tujuan dari proses pengemasan dan pelabelan, standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan penyusunan prosedur, alat dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan urutan langkah-langkah bagaimana tahap ini dilakukan. Pada tahap pengemasan dan pelabelan di klaster, label produk memuat sedikit informasi tentang simplisia. Label produk seharusnya memuat informasi seperti
commit to user V-10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
no.kode, nama simplisia, tanggal penyimpanan, dan berat simplisia. Selain itu penggunaan silica gel belum dilakukan oleh klaster ke dalam kemasan agar simplisia tetap kering dan tidak lembab. Maka, prosedur di sini lebih kepada pemberian informasi tentang produk simplisia berupa label. Selain itu kemasan kedap udara dan pemberian silica gel untuk menjaga simplisia agar lebih tahan lama. Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan. Formulir tersebut memuat nomor, tanggal, no.label, jenis simplisia, jumlah (kg), waktu pengemasan, petugas. Formulir pada tahap ini berfungsi sebagai dokumentasi data yang sudah tercantum pada label kemasan simplisia. Dari data dalam formulir tersebut akan lebih memudahkan mengetahui berapa banyaknya simplisia yang dihasilkan, berapa yang akan masuk gudang, dan berapa yang akan dikirim. 10. SOP Penyimpanan (KBF-SOP-10) pada lampiran 1 dilengkapi Formulir Penyimpanan (KBF-FORM-06) pada lampiran 7. SOP Penyimpanan ini memuat definisi dan tujuan dari proses penyimpanan, standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan penyusunan prosedur, alat dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan urutan langkahlangkah bagaimana tahap ini dilakukan. Kondisi gudang penyimpanan klaster tidak layak sebab gudang tercampur dengan bahan panen lain dan ventilasi gudang yang kurang memadai tanpa adanya pelindung / kasa. Hal tersebut mempengaruhi tingkat kelembapan gudang yang dapat berakibat meningkatkan kadar air simplisia, serta memungkinkan terjadinya kontaminasi dari binatang pengerat dan serangga yang dapat mempengaruhi kualitas produk. Selain itu, klaster tidak menerapkan First in First Out (FIFO) dalam tahap penyimpanan produk di gudang, hal ini mengakibatkan kenaikan kadar air simplisia sebab simplisia yang lebih awal masuk gudang memiliki kemungkinan lebih lama berada di dalam gudang. Maka, prosedur pada tahapan ini lebih ditekankan pada cara penyimpanan yang benar agar simplisia tetap awet dan terjaga kualitasnya. Cara penyimpanan tersebut meliputi cara penyusunan, yaitu dengan metode FIFO (First In First Out) sesuai dengan tanggal penyimpanannya atau tanggal masuk gudang, dan pengelompokkan simplisia sesuai dengan
commit to user V-11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
jenisnya. Selain itu diatur juga tentang syarat kondisi gudang penyimpanan, yaitu bersih, tidak lembab, dan terlindung dari sinar matahari langsung. Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan. Formulir tersebut memuat nomor, jenis simplisia, no. label, tanggal masuk gudang, petugas. Pada formulir ini yang terpenting adalah pencatatan no.label dan tanggal masuk gudang. No.label digunakan untuk memudahkan dalam penelusuran data simplisia, sedangkan tanggal masuk gudang dapat digunakan untuk mengetahui berapa lamanya simplisia telah disimpan sejak pertama kali masuk gudang. Data ini juga dapat digunakan untuk mengetahui berapa lama daya tahan simplisia selama proses penyimpanan dan masa kadaluarsa produk. 11. SOP Pengamatan (KBF-SOP-11) pada lampiran 1 dilengkapi dengan Formulir Pengamatan (KBF-FORM-07) pada lampiran 8. SOP Pengamatan ini memuat definisi dan tujuan dari proses pengamatan, standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan penyusunan prosedur, alat dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan urutan langkahlangkah bagaimana tahap ini dilakukan. Klaster belum melakukan tahapan ini secara konsisten. Maka, prosedur ini lebih ditekankan bagaimana cara untuk menangani bila terdapat simplisia yang mengalami kerusakan akibat proses penyimpanan, misalnya dapat berupa hancurnya simplisia, berjamur, terkena serangga, berubah dalam hal warna, rasa, dan bau. Prosedur pengamatan ini tentu saja berlaku untuk pengujian secara organoleptik karena di klaster belum terdapat alat untuk pengujian laboratorium. Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan. Formulir tersebut memuat nomor, tanggal, no.label, tanggal pengemasan, tanggal masuk gudang, lama penyimpanan, jenis kerusakan, tindakan, petugas. Formulir ini mencatat simplisia yang masa kadaluarsanya sudah akan habis dan yang mengalami kerusakan. Formulir ini harus berdampingan dengan formulir penyimpanan karena untuk mengetahui lamanya masa penyimpanan dengan melihat tanggal masuk gudang. Selain itu data no.label simplisia pada formulir penyimpanan digunakan untuk mencocokkan data no.label berapa saja pada formulir pengamatan yang harus ditindaklanjuti atau keluar dari gudang.
commit to user V-12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini berisi tentang kesimpulan yang mencakup dari tujuan yang dicapai dalam penulisan laporan. Selain itu pada bagian ini dibahas juga tentang rekomendasi sebagai saran.
6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis, dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. SOP yang dibuat yaitu Standard Operating Procedures pengumpulan, penyortiran basah, pencucian, penimbangan basah, pelayuan, pengeringan, penyortiran kering, penimbangan kering, pengemasan dan pelabelan, penyimpanan, dan pengamatan, 2. Sebagai dokumentasi proses dibuat formulir pencatatan kegiatan pasca panen yaitu formulir pengumpulan bahan baku, formulir pencatatan sortasi basah dan pencucian, formulir pencatatan pengeringan, formulir pencatatan penyortiran kering, formulir pengemasan dan pelabelan simplisia, formulir penyimpanan simplisia, dan formulir pengamatan. 3. Setelah dilakukan dokumentasi terhadap SOP dan formulir pencatatan kegiatan pasca panen, dilakukan beberapa tindakan untuk menjaga konsistensi kualitas produk, seperti: a. Pengelolaan pasca panen dengan penerapan SOP secara konsisten dan benar. b. Pengisian formulir di setiap kegiatan pasca panen sesuai dengan SOP c. Selalu menyiapkan kain hitam sebelum pengeringan. d. Selalu menyiapkan silica gel sebelum pengemasan. e. Membersihkan gudang secara teratur. f. Mempertahankan penerapan FIFO. g. Pemisahan bahan panen lain dengan produk jadi untuk mencegah kontaminasi. h. Memberi pelindung ventilasi untuk menjaga sirkulasi udara pada gudang dan mencegah masuknya binatang pengerat dan serangga.
commit to user VI-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6.2 Saran Saran yang dapat diberikan kepada Klaster Biofarmaka dan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut: 1.
Klaster Biofarmaka sebaiknya memiliki komitmen yang mengatur seluruh sumber daya manusia yang ada agar mau melaksanakan prosedur pasca panen sesuai dengan SOP yang telah dibuat. Pada penelitian selanjutnya perlu dibuat prosedur yang mengatur kebijakan organisasi dan pelatihan untuk seluruh sumber daya manusia agar mau melaksanakan SOP dengan konsisten.
2.
Jika permasalahan penerapan SOP telah dapat diatasi, maka penelitian selanjutnya di Klaster Biofarmaka dapat berfokus ke arah perancangan alat pengukur tingkat kadar air simplisia yang terjangkau harganya.
3.
Untuk penelitian selanjutnya dapat juga berfokus ke arah prosedur standar sanitasi atau biasa disebut dengan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) baik sanitasi alat, bangunan, dan pekerja.
commit to user VI-2