JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: 2301-9271
1
ANALISA KEGAGALAN LOW PRESSURE TURBINE BLADE PADA MESIN APU TSCP700-4B PESAWAT DC-10-30 Felix Tjiang, Prof. Dr. Ir. Wajan Berata, DEA. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected]
Abstrak—Low pressure turbine merupakan salah satu peralatan vital pada sebuah pesawat. Fungsi dari low pressure turbine adalah mengekstraksi energi kinetik gas panas menjadi energi mekanik yang digunakan untuk menggerakan bagian – bagian yang berada di dalam mesin seperti kipas dan kompresor. Kegagalan pada low pressure turbine ini dapat menyebabkan mesin tersebut mengalami inflight shutdown. Pada kasus ini, low pressure turbine blade ditemukan mengalami kegagalan pada mesin Auxiliary Power Unit TCSP700-4B. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisa kegagalan. Analisa kegagalan ini dilakukan dengan pengambilan data yang terdiri dari data awal kerusakan, pengamatan makroskopik, pengujian komposisi kimia, pengamatan mikroskopik, dan pengujian metalografi. Dengan melaksanakan penelitian ini, diketahui bahwa kegagalan disebabkan karena adanya kontak antara blade dengan shroud. Mekanisme catastrophic failure ini diawali dengan kegagalan pada oil supply. Kata Kunci—analisa kegagalan, APU, inflight shutdown, low pressure turbine blade.
I. PENDAHULUAN Pada industri transportasi, kegagalan merupakan suatu hal yang bersifat kritikal dan harus mendapatkan perhatian lebih. Kegagalan suatu komponen dalam media transportasi bersifat kritikal karena dapat menyebabkan kerugian material dan juga mengancam keselamatan para penumpang dari media transportasi tersebut. Oleh karena itu, proses perawatan memegang peranan utama dalam menjaga kapabilitas dari media transportasi agar dapat beroperasi dengan aman.
Gambar 1 Lokasi Low Pressure Turbine Blade yang Mengalami Kerusakan.
Ketika sedang beroperasi, pesawat DC-10-30 milik salah satu perusahaan penerbangan Bangladesh mengalami kegagalan pada Auxiliary Power Unit (APU). APU tersebut tidak dapat mencapai performanya berdasarkan standar yang sudah ditentukan. Hal ini mengindikasikan operator pesawat terbang bahwa ada komponen yang bermasalah dalam APU
tersebut. Pada engine defect investigation, ditemukan komponen yang mengalami kegagalan adalah low pressure turbine blade tingkat kedua [1]. Gambar 1 menunjukkan lokasi kegagalan yang terjadi pada APU. Dari gambar ini juga dapat dilihat bahwa hanya terdapat satu buah blade yang mengalami patah dan beberapa blade yang mengalami deformasi plastik. Berawal dari kasus kegagalan pada low pressure turbine blade ini, beserta informasi yang telah terkumpul, maka dilakukan analisa kegagalan secara sistematis (systematic failure analysis). II. METODE PENELITIAN Analisa kegagalan ini dilakukan pada blade yang mengalami patah. Pengambilan data yang dilakukan terdiri dari data awal kerusakan, pengamatan makroskopik, pengamatan mikroskopik, pengujian komposisi kimia, pengujian metalografi, dan analisa tegangan. Data awal kerusakan digunakan untuk mempermudah dalam analisis dan pembahasan kegagalan yang terjadi. Permukaan patahan dan permukaan blade dianalisa dengan menggunakan pengamatan makroskopik dan mikroskopik. Komposisi kimia dari blade diuji dengan menggunakan metode X-Ray Fluorescence (X-RF). Sedangkan mikrostruktur dari blade diobservasi dengan menggunakan mikroskop optis dan SEM. III. HASIL DAN DISKUSI A. Data Awal Kerusakan Berikut adalah data awal berupa kronologi kegagalan yang terjadi pada mesin APU TSCP700-4B dengan serial number P90388 di mana low pressure turbine blade tingkat kedua mengalami kegagalan:[1] Pada tanggal 22-12-2012, setelah menjalani perawatan rutin di salah satu perusahaan maintenance nasional di Indonesia, APU P90388 berhasil dipasang pada pesawat terbang DC 10-30 dengan kode registrasi S2-ACO milik salah satu maskapai penerbangan Bangladesh dan dapat dijalankan dengan baik. Pada tanggal 03-01-2013 terjadi auto shut down pada APU saat dinyalakan di Chittagong. Kegagalan yang dapat dideteksi adalah low pressure monopole hanya dapat mencapai performa 15% dari kecepatan putar normal. Pengantian pada APU starter motor dilakukan, namun berhasil. Monopole 1 dan monopole 2 dibersihkan dan dipasang kembali. Pada tanggal 06-01-2013 pada inspeksi yang dilakukan pada APU ditemukan adanya kebocoran oli pada bagian turbin. Perbaikan dilakukan pada
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: 2301-9271
2
APU dan APU dapat berjalan dengan normal dan kebocoran oli sudah teratasi. Pada tanggal 07-01-2013 terjadi auto shut down pada APU ketika boarding. Pada tanggal 12-01-2013 ditemukan bahwa poros mesin tidak dapat berputar dan sulit untuk digerakkan. Investigasi lebih lanjut ditemukan partikel metal pada metal chip detector dan kerusakan pada low pressure turbine blade tingkat kedua (gambar 2).
Kronologi di atas merupakan rangkuman dari maintenance report yang dibuat oleh maskapai pemilik APU ini di mana posisi APU masih berada di Bangladesh . Gambar 5 Low Pressure Turbine Shroud Tingkat Kedua Mengalami Kerusakan yang Mengindikasikan Adanya Kontak antara Shroud dengan Low Pressure Turbine Blade.
Gambar 2 (A) Blade yang Masih Terpasang pada Rotor (B) & (C) Blade yang Mengalami Deformasi Dilihat dari Sisi Cembung dan Cekung.
Gambar 3 Internal Oil Supply Tube yang Turun setelah Sleeve Tube Dilepas (di mana seharusnya Tube ini Berada di Posisi Tengah) yang Mengindikasikan Kerusakan pada Pipa bagian Dalam.
Pada tanggal 04-02-2013 salah satu perusahaan maintenance pesawat di Indonesia melakukan investigasi lebih lanjut pada APU ini. Pada investigasi ini ditemukan kerusakan pada internal oil supply tube (gambar 3), low pressure bearing cage (gambar 4), dan low pressure turbine blade shroud tingkat kedua (gambar 5).
Dari kronologi kegagalan di atas kegagalan APU diawali oleh kebocoran oli dan APU dihidupkan dalam kondisi keadaan kekurangan oli dalam sistem pelumasan. Kebocoran oli disebabkan karena ada kerusakan pada inner dan outer oil supply tube. Kerusakan pada inner dan outer oil supply tube karena overtorque pada saat pengencangan pipa dan tidak dipasangnya gasket flare pada troubleshooting yang dilakukan oleh pemilik APU pada saat kebocoran oli pertama. Pipa yang rusak diduga mengalami pengencangan pada ujung pipa tanpa menahan pipa bagian dalam sehingga torsi yang terjadi melebihi dari yang ditentukan oleh manual yaitu hanya 100 in-lb. Dengan kurangnya oli yang digunakan untuk melumasi turbine bearing. Karena kondisi APU tetap hidup, low pressure turbine bearing mengalami overheat yang menyebabkan kegagalan pada bearing cage. Kegagalan pada bearing ini menyebabkan poros turun dan turbine rotor berputar dengan kondisi unbalance dan bergetar. Kondisi ini menyebabkan blade dan shroud mengalami kontak sehingga mengalami kegagalan [1]. B. Pengamatan Makroskopik Pengamatan ini sendiri dibagi menjadi dua tahap yaitu pengamatan makroskopik secara fotografi dan secara stereomikroskopik.
Gambar 6 Penampakan dari Blade yang Mengalami Patah (A) Sisi Cembung (B) Sisi Cekung. Gambar 4 Low Pressure Bearing Cage yang Mengalami Kerusakan karena Overheat.
Gambar 6 menunjukkan bahwa lebih dari 1/2 airfoil bagian atas hilang mulai dari leading edge sampai pada trailing edge. Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa panjang dari sisa
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: 2301-9271 blade yang patah adalah 17 mm berbeda dengan blade yang belum mengalami deformasi yang memiliki panjang 70,1 mm. Hal ini menunjukkan bahwa patahan pada spesimen terjadi pada daerah yang dekat dengan root dari blade. Pasangan dari blade yang patah ini yang patah tidak dapat ditemukan. Diduga bahwa bagian patahan tersebut terlempar keluar dari APU dikarenakan debit gas panas yang tinggi sehingga menghasilkan momentum yang cukup untuk mendorong potongan blade keluar dari APU. Pada hasil pengamatan fotografi di atas tidak terlihat adanya perubahan warna pada permukaan kedua spesimen blade tersebut.
3
Gambar 8 Transverse Microcracks yang Terjadi pada Bagian Sisi dari Blade dengan Perbesaran 30x (a) Sisi Cembung (b) Sisi Cekung.
Gambar 8(a) dan 8(b) menunjukkan penampakan dari transverse microcrack cluster. Transverse mikrocrack cluster adalah sekumpulan microcrack yang terjadi pada permukaan tranversal dari blade. Crack ini memiliki karakteristik intergranular cracking yang diduga disebabkan oleh adanya oksidasi. Secara kualitatif, crack yang terjadi pada permukaan cekung lebih banyak daripada crack yang terjadi pada permukaan cembung. Panjang orientasi crack secara transversal lebih besar daripada arah orientasi lainnya [3]. C. Pengujian Komposisi Kimia Pengujian komposisi kimia dilakukan dengan menggunakan metode X-Ray Fluorescence (X-RF). Data hasil pengujian komposisi kimia tersebut dibandingkan dengan komposisi standar yang terdapat pada AMS 5391 [4]. Hasil pengujian komposisi kimia dengan menggunakan metode pengujian tersebut ditampilkan pada tabel 1.
Gambar 7 Hasil Stereomikroskopik Spesimen 1 dengan Perbesaran 12x (A) Sisi Cembung (B) Permukaan Radial (C) Sisi Cekung.
Pengamatan stereomikroskopik ini dilakukan dengan menggunakan alat stereobinocular microscope. Gambar 7(B) menunjukkan penampakan dari permukaan patahan dari blade. Tidak ditemukan cacat seperti beachmark, chevron, atau ratchetmark pada permukaan patahan. Dapat dilihat bahwa pada daerah leading edge dan trailing edge terlihat lebih terang daripada bagian tengah dari blade. Daerah yang lebih terang ini dapat mengindikasikan bahwa pola patahan yang terjadi adalah pola patah getas. Sedangkan daerah yang lebih gelap menunjukkan pola patahan yang relatif lebih ulet [2]. Gambar 7(A) merupakan hasil pengamatan stereomikroskopik pada spesimen dari sisi cembung dan gambar 7(C) merupakan hasil pengamatan dari sisi cekung. Hasil pengamatan dari sisi cembung dan cekung dapat dikatakan hampir serupa. Pada daerah dekat dengan trailing edge dapat dilihat topografi permukaan dengan profil yang datar. Profil yang datar ini dapat mengindikasikan terjadi pola patahan getas yang terjadi pada daerah ini. Pada daerah tengah dari blade ini menunjukkan profil patahan yang bergelombang. Profil yang bergelombang ini bersama dengan warna permukaan yang gelap menunjukkan bahwa patahan yang terjadi pada daerah ini termasuk ke dalam patah ulet [2].
Tabel 1 Hasil Uji Komposisi Kimia dengan Metode X-RF yang Dikomparasikan dengan Material IN-713 yang Ada pada Standar AMS 5391. Unsur AMS 5391 X-RF (%) Al 5,50-6,50 3,6 Si 0,5 max 0,06 Ti 0,50-1,00 0,58 Cr 12,00-14,00 12,25 Mn 0,25 max 0,12 Fe 2,5 max 0,05 Co+Ta 1,80-2,80 0,04 Ni Bal 77,57 Nb 2 max 1,53 Mo 3,80-5,20 3,9 W ... 0,04 V ... 0,0038 C 0,08-0,20 -* Zr 0,05-0,15 0,09 Cu 0,5 max 0,17 100,00 Total
Keterangan *menunjukkan unsur tidak dapat diukur oleh alat uji Warna merah menunjukkan nilai yang berada di luar batas yang sudah ditentukan oleh AMS 5391 Dari hasil pengujian komposisi kimia di atas dapat diketahui bahwa material dari low pressure blade tingkat 2 ini adalah IN-713. Material ini termasuk polycristalline precipitation hardenable Ni-Cr based superalloy, yang memiliki properties yang baik hingga sampai pada temperatur 1800oF (982oC). Paduan ini mempunyai castability yang baik, daya tahan terhadap oksidasi dan thermal fatigue yang baik dan salah satu paduan yang terbaik dalam hal stabilitas mikrostrukturnya. Material ini tidak mengalami proses heat treatment [5].
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: 2301-9271 Pada hasil pengukuran yang ditunjukkan pada tabel 1 menunjukkan bahwa beberapa unsur seperti Co, Ta, dan Al tidak mencapai ukuran standar yang telah ditetapkan. Keganjilan yang tejadi dari hasil pengujian X-RF tersebut kemungkinan karena identifikasi tidak menyeluruh pada permukaan patahan tersebut.
4
menyerang unsur Cr, Al, dan Ti. Produk oksidasi ini biasanya bersifat getas [5].
D. Pengamatan Mikroskopik Pengamatan mikroskopik dilakukan untuk mencari bukti (evidence) penyebab kegagalan dan mengamati pola patahan yang terbentuk setelah terjadi patah pada permukaan radial low pressure turbine blade. Pengamatan fraktografi dilakukan menggunakan metode Scanning Electron Microscope (SEM). Berikut adalah hasil dari pengamatan mikroskopik dengan menggunakan SEM pada permukaan radial dari spesimen.
Gambar 11 Hasil Pengamatan SEM pada Area 2 (Tengah Blade) Menunjukkan adanya Fitur Dimple (A) M150x (B) M1500x (C) M5000x (D) M10000x
Gambar 9 Hasil Pengamatan SEM pada Spesimen 1 dengan Perbesaran 60x.
Gambar 9 merupakan gambar permukaan patahan spesimen 1 secara keseluruhan. Kotak yang berwarna merah menunjukkan area yang akan diamati dengan lebih teliti.
Gambar 10 Hasil Pengamatan SEM pada Area 1 Menunjukkan Adanya Fitur Chevron dengan Perbesaran 300x.
Pada gambar 10 di atas menunjukkan fitur patahan chevron. Ujung dari fitur chevron yang ditandai dengan lingkaran merah ini merupakan inisiasi dari patahan yang terjadi pada blade. Chevron juga dapat menunjukkan arah propagarasi yang ditunjukan oleh arah panah pada gambar di atas. Chevron biasanya mengindikasikan awal retakan ini yang bersifat getas dan tejadi secara cepat [2]. EDS dilakukan pada area ini dan hasil dari EDS tersebut menunjukkan nilai O, Nb, dan Mo yang cukup tinggi. O diduga merupakan unsur pembentuk produk oksidasi sedangkan Nb dan Mo adalah unsur pembentuk karbida. Dari hasil yang didapat ini, diduga terjadi degradasi material yang terjadi pada daerah ini yaitu terjadi oksidasi. Oksidasi yang terjadi pada superalloy ini biasanya
Pada gambar 11 di atas tidak ditemukan fitur seperti beachmark atau striasi yang menunjukkan modus kegagalan fatigue. Area 2 ini pada pengamatan stereomikroskopi terlihat berwarna gelap dan bergelombang yang mengindikasikan patahan yang terjadi adalah patahan ulet. Hal ini diperkuat dengan hasil pengamatan SEM mikroskopik ini yang menunjukkan adanya fitur dimple yang dapat dilihat pada gambar 11(D). Fitur dimple ini memang dapat terjadi pada spesimen ini mengingat material IN-713 memiliki elongation yang cukup tinggi yaitu sekitar 5,9% pada temperatur kerja dari blade ini [4].
Gambar 12 Hasil pengamatan pada area 3 (trailing edge) menunjukkan adanya fitur cleavage (A) M200x (B) M1300x.
Gambar 13 Hasil Pengamatan SEM pada Area 4 (Leading Edge) dengan Perbesaran 200x Menunjukkan Adanya Fitur Cleavage.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: 2301-9271 Hasil pengamatan pada daerah trailing edge dan leading edge ditunjukkan pada gambar 12 dan gambar 13. Pengamatan mikroskopik pada kedua daerah ini menunjukkan fitur patahan yang hampir sama yaitu adanya cleavage. Cleavage merupakan salah satu fitur patahan berenergi rendah yang berpropagarasi sepanjang bidang kristalografi. E. PENGUJIAN METALOGRAFI Pengujian metalografi dilakukan untuk mengamati struktur mikro yang terdapat dalam sampel material komponen blade. Pada penelitian ini, pengujian metalografi dilakukan pada kondisi setelah dilakukan pengetsaan dengan larutan etsa Kalling’s no 2. Sebelum dilakukan pangamatan metalografi sebelumnya material harus dipreparasi terlebih dahulu. Spesimen dipotong menjadi 2 bagian seperti yang ditunjukkan pada gambar 14. Bagian yang akan diamati adalah bagian leading dari blade tersebut. Bagian leading edge tersebut diharapkan dapat mewakili kondisi dari masing-masing blade. Setelah dipotong, spesimen yang akan diamati dimounting untuk mempermudah proses pengamatan. Pengamatan metalografi ini dibagi menjadi dua tahap yaitu pengamatan dengan menggunakan mikroskop optis dan Scanning Microscope Electron (SEM).
5
menunjukkan bahwa blade terbentuk dari proses polycrytalline investment casting [5]. Dari gambar 15 pada spesimen menunjukkan adanya retakan-retakan yang merupakan transversal microcrack yang telah ditemukan pada pengamatan stereomicroscopy. Microcrack ini terdapat pada sisi cembung dan sisi cekung dari potongan blade tersebut. Dilihat dari bentuknya, crack ini ini merambat secara intergranular. Pengamatan dengan SEM ini perlu dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih banyak mengenai kerusakan yang terjadi pada blade. Pengamatan SEM ini juga membandingkan mikrostruktur pada daerah yang dekat dengan patahan dan mikrostruktur bagian root dari blade. Root blade diasumsikan sebagai cold zone yang dapat menjadi referensi derajat degradasi material dari blade karena temperatur tinggi. Root blade dapat diasumsikan menjadi cold zone karena tidak terekspos gas panas dan perubahan mikrostruktur tidak banyak [6].
Gambar 16 Area Pengujian EDS pada Salah Satu Crack yang Ada pada Blade.
Gambar 14 Pemotongan Spesimen Menjadi 2 Bagian.
Gambar 15 Hasil Pengamatan Metalografi pada Spesimen 1 dengan Menggunakan Mikroskop Optis (A) M50x (B) & (C) M200x.
Hasil pengamatan metalografi dengan mikroskop optis pada spesimen yang telah dietsa di atas tidak menunjukkan adanya coating yang melapisi blade ini. Dari gambar di atas terlihat pola butiran-butiran terlihat jelas pada spesimen ini. Struktur butiran pada blade yang sudah dietsa ini
Tabel 2 Hasil Pengujian EDS pada Salah Satu Crack Yang Ada pada Blade Massa % Unsur Area Area Area Area 1 2 3 4 C 27,00 53,62 72,92 70,50 O 1,60 13,85 4,87 13,43 Al 3,52 2,55 0,44 0,51 Si 0,42 Cl 0,39 Ti 0,44 0,42 3,33 0,08 Cr 9,47 3,56 2,45 1,98 Fe 5,29 Ni 55,49 28,39 11,60 Nb 33,16 0,24 Mo 2,48 1,51 7,67 0,64 100,00 Total
Pengujian EDS juga dilakukan pada salah satu microcrack yang ditunjukkan pada gambar 16. Sedangkan hasil dari pengujian EDS ditunjukkan pada tabel 2. Berdasarkan hasil pengujian pada area 1 ada memiliki kandungan yang hampir sama dengan matriks gamma dari paduan Ni based superalloy ini kecuali kandungan unsur C yang tinggi. Matriks gamma adalah fase non magnetik yang biasanya mengandung persentase elemen solid solution seperti Co, Fe, Cr, Mo dan W. Dalam hasil EDS ini gamma matrix hanya terdeteksi unsur Ni dengan Cr dan Mo. Kandungan Al dan Ti yang ada dalam EDS kemungkinan membentuk fase gamma prime. Gamma prime dari Al dan Ti bereaksi dengan Ni dan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: 2301-9271 berpresipitasi dengan fase austenitik matriks gamma. Unsur lain seperti Ni dan Cr kemungkinan masuk dalam gamma prime [5]. Komposisi dari area pengujian 2 dan 4 mengandung banyak C dan O. Tingginya konsentrasi C pada turbine airfoil, kemungkinan disebabkan terjadi pada saat mesin dihidupkan, dimatikan, atau karena pembakaran yang tidak sempurna yang disebabkan karena nozzle bahan bakar yang buntu atau cacat. Unsur C ini juga diduga mempercepat terjadinya korosi panas. Walaupun efek dari karbon tidak dipelajari lebih lanjut seperti kontaminan yang lainnya, namun peran dari karbon ini dapat dijelaskan secara teoritikal. Degradasi unsur paduan pada batas butir yang dekat dengan permukaan mempercepat terjadinya oksidasi pada studi terkini [5]. Komposisi pada area pengujian 3 mengandung banyak unsur C dan Nb. Dari bentuk dan komposisi yang didapat, fase pada area 3 ini adalaha karbida MC. Karbida Mc biasanya berbentuk kasar, acak, bulat, atau kotak pada mikrostrukturnya. MC, sepeti TC dan HfC adalah paduan yang bersifat stabil. Formasi yang diinginkan dalam sebuah superalloy untuk karbida jenis ini adalah HfC, TaC, NbC, dan TiC. Paduan terbaru dengan Nb dan Ta seperti IN-713 ini tidak dapat dirusak dengan mudah pada proses atau perlakuan panas pada range temperatur 1200 sampai dengan 1260oC [5].
Gambar 17 Mikrostruktur pada Daerah Dekat Patahan (A) M5000x (B) M10000x.
6
Apabila dilihat dari sisi sifat material IN-713, pada temperatur kerja 1350oF (±731oC) blade ini baru mengalami creep apabila diberi tegangan sebesar 50.000 psi atau sekitar 344,77.106 Pa dengan creep rate sebesar 0,00014 %/hr [4]. Namun dari hasil pengamatan di atas tanda-tanda terjadinya creep belum ada pada spesimen blade tersebut. IV. KESIMPULAN Setelah dilakukan rangkaian percobaan dan analisa data, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan dari penelitian tugas akhir yang dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Yang menjadi penyebab kegagalan adalah kontak antara blade dengan shroud sehingga menyebabkan instantaneous catastrophic failure. Modus kegagalan ini didukung dari pengamatan pada low pressure turbine shroud yang menunjukkan adanya rubbing yang membuktikan adanya kontak dengan low pressure turbine blade. Awalan retakan diduga karena adanya konsentrasi tegangan yang disebabkan oleh karbida dan oksidasi yang terjadi pada permukaan blade. Oksida dan karbida yang berada pada batas butir ini menyebabkan intergranular crack pada permukaan dan ketika diberi tegangan yang tinggi blade tidak dapat menahan beban tinggi yang diakibatkan konsentrasi tegangan tersebut sehingga terjadi kegagalan pada blade. 2. Mekanisme kegagalan ini diawali dengan adanya kebocoran oli karena kegagalan pada oil tube supply. Kegagalan pada oil tube supply ini terjadi karena overtorque. Kebocoran oli ini menyebabkan low pressure turbine bearing tidak mendapatkan pelumasan yang cukup sehingga menyebabkan overheat dan kerusakan pada bearing tersebut. Kerusakan bearing ini menyebabkan poros turun dan turbine rotor berputar dengan kondisi unbalance dan bergetar. Kondisi ini menyebabkan blade dan shroud mengalami kontak sehingga mengalami kegagalan. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3]
[4]
Gambar 18 Mikrostruktur pada Daerah Root (A) M5000x (B) M10000x.
[5] [6]
Menurut Floyd perubahan mikrostruktur yang terjadi ketika material terpapar panas pada temperatur tinggi antara lain adalah membesarnya ukuran butir gamma prime, gamma prime memanjang searah dengan beban (rafting), berkurangnya fraksi gamma prime, pembentukan karbida sekunder, dan creep cavities pada batas butir [7]. Dari hasil pengamatan mikrostruktur di daerah dekat patahan pada gambar 17 tidak ada tanda-tanda terjadi creep void, rafting, atau melting. Apabila apabila dibandingkan dengan mikrostruktur yang ada pada root yang ditunjukkan pada gambar 18, mikrostruktur pada daerah dekat patahan tidak mengalami perbedaan yang signifikan dalam ukuran gamma prime dan derajat rafting pada gamma prime. Hal ini mengindikasikan bahwa material blade masih bagus dan belum mengalami degradasi material yang berarti.
[7]
Iskandar, “Engine defect and investigation report form No. GMF/Q206”. Cengkareng : GMF Aeroasia. (2013) ASM Handbook Committee, “ASM metals handbook vol. 11: failure analysis and prevention”. Ohio, USA: ASM International. (1986) Zhi-wei Yu, Xiao-lei Xu, Shu-hua Liu, Yu Li, “Failure investigation on failed blades used in a locomotive turbocharger”. Dalian, China: Dalian Maritime University. (2007) Anonim, “Engineering properties of alloy 713”. USA: The International Nickel Company. (1999) J. Donachie, Matthew; J. Donachie, Stephen, “A Technical Guide of Superalloys”. Ohio, USA: ASM International. (2002) Carter Tim J., “Common failure in gas turbine blades. Johannesburg, South Africa. (2004) Floyd PH, Wallace W, dan Immarigeon, “Rejuvenation of properties in turbine engine hot section components by HIPing. USA: The Metals Society. (1981)