JURNAL SOSIALITA Volume 3 Nomor 1 Maret 2011 UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS MELALUI MODEL PAKEM DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA MURAH (APM) PADA SISWA KELAS VI SDN KEDUNGPUCANG BENER PURWOREJO TAHUN PELAJARAN 2008/2009 Tukimin dan Salamah Abstrak Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPS di kelas VI SD Negeri Kedungpucang Bener Purworejo setelah dilakukan pembelajaran menggunakan model PAKEM dengan menggunakan Mat Peraga Murah (APM). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan penelitian tindakan kelas. Lokasi penelitian ini di dalam kelas, di lingkungan Kelas VI SD Negeri Kedunpucang Bener Purworejo. Teknikteknik yang digunakan untuk menggali data adalah tes, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi, terlihat bahwa rata-rata nilai pre-test dan rata-rata nilai post-test terlihat bahwa terjadi kenaikan yaitu dari 4,17 (pretest Siklus I) menjadi sebesar 8,56 (Post Test Siklus III). Ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan pembelajaran terjadi peningkatan kemampuan kognitif. Penggunaan media pembelajaran visual yang dikombinasikan dengan diskusi kelompok ternyata sudah mampu memunculkan pembelajaran yang membuat siswa menjadi aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Keaktifan siswa terlihat mulai dari ketika proses pengamatan gambar-gambar berlangsung sampai dengan ketika hasil diskusi dilaporkan di depan kelas. Katakunci: Alat Peraga Murah, Media Pembelajaran Visual, Model PAKEM Pendahuluan Perubahan terjadi dimana-mana, tidak terkecuali dalam dunia pendidikan. Dalam UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 berbunyi "Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab". Undang-undang tersebut mengisyaratkan adanya upaya-upaya mengembangkan kemampuan siswa agar lebih taat kepada Tuhan, berilmu, cakap, kreatif, dan tanggung jawab. Hal itu dibutuhkan adanya pembelajaran yang berkualitas dan salah satunya adalah pembelajaran llmu PengetahuanSosial. Kondisi yang terjadi di SDN Kedungpucang Bener Purworejo menunjukkan bahwa dari ujian akhir sekolah kelas VI di SD Negeri Kedungpucang Bener Purworejo untuk tiga tahun terakhir nilai IPS dengan KKM 66 rata-rata kelas baru 60, 64, 64, untuk nilai ulangan umum semester sedangkan ujian akhir sekolah rata-rata nilai IPS tiga tahun terakhir 58, 63, 62,5. Data tersebut menunjukkan bahwa kemampuan dari siswa pada mata pelajaran llmu Pengetahuan Sosial di SDN Kedungpucang Bener Purworejo relatif lebih rendah dari pelajaran yang lain.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diatas peneliti ingin memecahkan permasalahan tersebut dengan melakukan penelitian tindakan kelas yang berjudul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Melalui Model PAKEM dengan menggunakan Mat Peraga Murah (APM) pada Siswa Kelas VI. Rencana pemecahan masalah dalam penelitian upaya meningkatkan hasil belajar IPS memalui model PAKEM dengan menggunakan Alat Peraga Murah (APM) kelas VI SD Negeri Kedungpucang Bener Purworejo tahun 2008-2009 dilakukan Penelitian Tindakan Kelas. Tindakan Pembelajaran dilaksanakan melalui siklus-siklus tindakan selama tiga siklus setiap siklus dilakukan evaluasi dan refleksi. Tinjauan Pustaka 1. Pendidikan IPS llmu Pengetahuan Sosial masuk ke Indonesia berasal dari Amerika Serikat dengan nama asli social studies. Pertama kali social studies dimasukaan dalam kurikulum sekolah di Rugby (Inggris) pada tahun 1927 (Mujinem, 2009:75). Pada pertenggahan abad 18 di Inggris terjadi revolusi industri yang ditandai dengan perubahan penggunaan tenaga manusia menjadi tenaga mesin. Revolusi industri membawa perubahan yaitu mendatangkan kemakmuran bagi sebagian masyarakat Inggris. Di sisi lain menimbulkan paham kapitalisme dan dehumanisasi yaitu tidak memanusiakan manusia. Thomas Arnold bermaksud menanggulangi proses dehumanisasi dengan cara memasukkan social studies ke dalam kurikulum di sekolahnya. Tujuannya adalah agar anak didik mempelajari masalah interaksi manusia serta ikut aktif dalam kehidupan masyarakat. Sebutan llmu Pendidikan Sosial sebagai mata pelajaran dalam dunia pendidikan dasar dan menengah di negara kita, secara historis munculnya bersamaan dengan diberlakukan kurikulum SD, SMP, dan SMA tahun 1975. IPS memiliki kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lain sebagai pendidikan disiplin ilmu, yakni kajian yang bersifat terpadu, interdisipliner, multidimensional bahkan cross diciplinary (Kawuryan, 2008:22). Karakteristik ini terlihat dari perkembangan IPS sebagai mata pelajaran di sekolah yang cakupan materinya semakin meluas. Dinamika cakupan semacam itu dapat dipahami mengingat semakin kompleks dan rumitnya permasalahan sosial yang memerlukan kajian secara terintegrasi dari berbagai disiplin ilmu sosial, ilmu pengetahuan alam, teknologi, humaniora, lingkungan, bahkan sistem kepercayaan. Dengan demikian pula diharapkan pendidikan IPS terhindar dari sifat ketinggalan zaman, di samping keberadaannya yang diharapkan tetap koheren dengan perkembangan sosial yang terjadi. Adapun tujuan utama pembelajaran IPS adalah untuk melatih siswa bertanggung jawab sebagai warga negara yang baik. Lewat kegiatan pembelajaran pendidikan IPS di sekolah, sesuai dengan tingkat perkembangan psikologisnya, siswa diajak menghayati situasi sosial. Harapannya, siswa terpandu dengan baik untuk dapat aktif berpengetahuan, siap menjadi manusia yang mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungannya. 2. Hasil Belajar Siswa Hasil belajar biasanya mengacu pada tercapainya tujuan belajar (Hamzah B. Uno, 2007:210). Hasil belajar yang nampak dari kemampuan yang diperoleh siswa, menurut Gagne (Hamzah B. Uno, 2007:210) dapat dilihat dari lima kategori, yaitu keterampilan intelektual (intelectual skills), informasi verbal (verbal information), strategi kognitif (cognitive strategies), keterampilan motorik (motor skills), dan sikap (attitudes). Dalam
kegiatan belajar mengajar, keterampilan intelektual dapat dilihat ketika siswa menggunakan simbol untuk berinteraksi dengan lingkungan. Informasi verbal dapat dilihat ketika siswa menyatakan suatu konsep atau pengertian. Strategi kognitif digunakan ketika memecahkan suatu masalah dengan menggunakan cara-cara tertentu. Keterampilan motorik digunakan ketika menggunakan perkakas atau alat-alat tertentu. Kemudian sikap digunakan untuk memilih perbuatan atau perilaku tertentu. Hasil belajar siswa yang tampak dalam sejumlah kemampuan atau kompetensi setelah melewati kegiatan belajar mengajarsering hanya dinilai dari aspek kognitif saja. Padahal dalam kenyataannya siswa yang belajar pengetahuan tertentu sebenarnya tidak hanya memperoleh keterampilan kognitif saja, tetapi pada saat yang sama juga memperoleh keterampilan yang lain. 3. Model PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) Pembelajaran PAKEM adalah pembelajaran bermakna yang dikembangkan dengan cara membantu peserta didik membangun keterkaitan antara informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman (pengetahuan lain) yang telah dimiliki dan dikuasai peserta didik. Peserta didik dibelajarkan bagaimana mereka mempelajari konsep dan bagaimana konsep tersebut dipergunakan diluarkelas. Sebuah proses pembelajaran dianggap PAKEM apabila sekurang-kurangnya meliputi ketujuh ciri, yaitu (Tukimin Taruna, 2002:70) : a), guru tidak menganggap anak sebagai botol kosong ataupun kertas putih, b). hubungan guru-murid berlangsung dalam kekerabatan tanpa jarak menegangkan, c). guru terus-menerus menggali dan menghargai pendapat anak, mengembangkan yang benardan meluruskan yang kurang tepat, d). guru memanfaatkan dan menggunakan pengalaman langsung anak, e). pembelajaran selalu berupa proses pemecahan masalah secara praktis, sehingga anak tahu cara menyelesaikan kesulitan sesuai dengan umurnya, f). guru memanfaatkan semua sarana dan metode yang ada, tidak hanya menceramahi saja, g). guru bersama anak setiap kali membuat, mengembangkan, dan memanfaatkan alat peraga sederhana, mudah dan murah. Dengan adanya ciri-ciri di atas, terlihat bahwa PAKEM mengajak agar guru tidak hanya menyuruh anak menghafal atau mencatat semata-mata. Guru harus memberi kesempatan kepada anak untuk bertanya, berdiskusi, menyelidik, bereksperimen, dan sebagainya. Guru sebaiknya tidak hanya menepati target waktu saja, tetapi pada proses pembelajaran guru setiap saat mengajak anak untukaktif dan belajardalam suasanayang menyenangkan. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM) bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang kaya, membekali siswa dengan keterampilanketerampilan, pengetahuan dan sikap untuk hidup. Sebagai hasil dari pelatihan PAKEM, para guru mengadopsi strategi pembelajaran yang berbeda, termasuk belajar yang lebih interaktif dalam kelompok, dan tugas lebih praktis. Anak-anak diharapkan untuk lebih berpikir sendiri, bukan disuruh menjawab dan menulis, mereka melakukannya dengan kata-kata mereka sendiri, bukan mengutip dari papan tulis atau buku. Lingkungan kelas dibuat lebih ramah terhadap anak, dan memiliki pajangan hasil karya siswa serta alat Bantu belajar yang menarik. 4. Penggunaan Media Pembelajaran Menurut Tjipto Utomo dan Kees Ruijter (1990:233) media merupakan alat penunjang bagi berbagai bentuk pendidikan, terutama untuk bentuk-bentuk yang mempunyai fungsi orientasi/tujuan. Media dapat digunakan untuk menjelaskan suatu keterangan, memberikan
tekanan pada bagian-bagiannya, memberikan variasi dalam cara penyajian, dan kadangkadang malahan merupakan cara yang lebih baik untuk menyampaikan informasi. Dengan demikian yang dimaksud dengan media belajar adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk membantu penyampaian proses belajar mengajar. Media tersebut memiliki bermacammacam bentuk dan fungsi tergantung pada tujuan penggunaan media tersebut. Suatu media tidak selalu berbentuk rumit karena suatu tulisan ataupun kata-kata sudah termasuk sebagai media. Secara umum kegunaan media dalam proses pembelajaran, adalah sebagai berikut (HujairAH. Sanaky, 2009:34-36): a. Memperjelas sajian pesan dan tidak terlalu bersifat verbalistik dalam bentuk kata-kata tertulis dan lisan belaka. b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, misalnya: 1) Dengan menggunakan media pembelajaran secara tepat dan bervariasi dapat di atasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pembelajaran berguna untuk: a) Menimbulkan kegairahan belajar, b) Memungkinkan interaksi langsung antara pembelajaran dengan lingkungan kenyataan, dan c) Memungkinkan pembelajaran dapat belajar sendiri menurut kemampuan dan minatnya. 2) Dengan sifat yang unik pada masing-masing pembelajran ditambah dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda antara pengajar dan pembelajar, sedangkan kurikulum dan materi pengajaran ditentukan sama untuk semua pembelajar, maka pengajar akan mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus ditangani sendiri. Pengajar dapat mengatasi hal-hal tersebut dengan menggunakan media pembelajaran, yaitu; a) Kemampuan pengajar memberikan perangsang yang sama, b) Kemampuan pengajar dalam mempersamakan pengalaman, dan c) Kemampuan pengajar untuk menimbulkan persepsi yang sama. Alat Peraga Murah (APM) Alat peraga dalam proses pembelajaran memiliki peran yang penting karena memiliki fungsi pokok sebagai berikut (Suryosubroto, 2002:48): a. Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran mempunyai fungsi sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajaryang efektif b. Penggunaan alat peraga merupakan bagian integral dari keseluruhan situasi belajar c. Alat peraga dalam pengajaran penggunaannya integral dengan tujuan dan isi pelajaran d. Penggunaan alat peraga dalam proses pengajaran lebih diutamakan untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan guru. Visualisasi pesan, informasi atau konsep yang ingin disampaikan kepada siswa dapat dikembangkan dalam berbagai bentuk, seperti foto, gambar/ilustrasi, sketsa/gambar, grafik, bagan, chart, dan gabungan dari dua bentuk atau lebih (Azhar Arsyad, 2009:106). Keberhasilan penggunaan media pembelajaran berbasis visual ditentukan oleh kualitas dan efektivitas bahan-bahan visual dan grafik. Hal tersebut dapat dicapai dengan mengatur dan mengorganisasikan gagasan yang timbul, merencanakan dengan seksama, dan menggunakan teknik-teknik dasarvisualisasi objek, konsep, informasi, dan situasi.
5. Metode Penelitian di bagian depan mau? Adapun setting penelitian yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah di dalam kelas, di lingkungan Kelas VI SD Negeri Kedunpucang Bener Purworejo. Lokasi di dalam kelas ini digunakan untuk pengamatan tentang pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model PAKEM dengan menggunakan alat peraga murah(APM). Adapun subjek yang direncanakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VI di SD Negeri Kedungpucang Bener Purworejo. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Januari sampai dengan bulan April 2009. Adapun lokasi penelitian di tetapkan di SD Negeri Kedungpucang UPTD Pendidikan Kecamatan BenerKabupaten Purworejo. Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan penelitian tindakan kelas. Menurut Hopkins (1993:x) dalam Rochiati Wiriaatmadja (2005:11) penelitian tindakan kelas didefinisikan sebagai penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substansif, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuiri, atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi, sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan. Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Cara merujuk pada sesuatu yang abstrak, tetapi dapat diwujudkan dalam benda yang kasat mata, tetapi hanya dapat dipertontonkan penggunaannya (Suharsimi Arikunto, 2005:100-101). Teknik-teknik yang bisa digunakan untuk menggali data adalah sebagai: 1. Tes Tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa. Dalam penelitian ini menggunakan tes buatan guru yang disusun oleh guru. Tes ini berbentuk uraian sehingga siswa diharuskan menuliskanjawabantanpapilihan yang sudah disediakan. 2. Metode Observasi Peneliti melakukan pengamatan dan pencatatan dengan sistematis terhadap fenomena yang diteliti. Observasi adalah mengumpulkan data dengan cara mengamati langsung dan mencatat secara sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki (Sutrisno Hadi, 1989:135). Observasi digunakan disini adalah observasi terfokus yang secara cukup spesifik ditujukan pada aspek tindakan guru atau siswa dan observasi sistematik yang dilakukan secara sistematis tentang segala sesuatu yang diamati untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Observasi dilakukan di Kelas VI SD Negeri Kedunpucang Bener Purworejo untuk mengetahui proses pembelajaran model PAKEM dengan menggunakan alat peraga murah (APM) yang dilakukan oleh guru kelas (Instrumen lihat Lampiran). 3. Metode Wawancara Wawancara adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab sepihak yang dilakukan secara sistematis dan berdasarkan tujuan penelitian. Metode ini merupakan alat pengumpulan data atau informasi yang langsung tentang beberapa jenis data sosial, baik yang terpendam maupun yang manifest. Metode ini sangat baik untuk mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan serta motivasi seseorang. Tipe wawancara yang digunakan adalah tipe wawancara yang terstruktur artinya peneliti terlebih dahulu mempersiapkan daftar pertanyaan sebagai pedoman dan kontrol terhadap masalah yang akan ditanyakan sesuai dengan sasaran penelitian. Wawancara dilakukan kepada guru
kelas maupun kepada siswa Kelas VI SD Negeri Kedunpucang Bener Purworejo (Instrumen lihat Lampiran). 4. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan cara pencarian dan pencatatan terhadap arsip atau dokumen yang telah ada sesuai dengan obyek yang diteliti, sehingga dapat memenuhi kebutuhan penelitian. Data yang diperoleh melalui dokumentasi untuk melengkapi data pokok yang diperoleh dari observasi dan wawancara. Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Instrumen pada penelitian ini menggunakan terdiri dari : (1) tes, (2) panduan wawancara dan (3) panduan observasi (Instrumen lihat Lampiran). Analisis Data Kemudian Suharsimi Arikunto (1989) menjelaskan bahwa: "Terdapat data kualitatif yaitu data yang dijabarkan dengan kata-kata menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan, sedangkan untuk data kuantitatif yang berwujud angka-angka hasil pengukuran atau perhitungan dapat diproses dengan cara : (1) dijumlahkan, dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan dan diperoleh prosentase, (2) dijumlahkan, diklasifikasikan sehingga merupakan susunan urut data, dibuat tabel dan diproses lebih lanjut untuk pengambilan kesimpulan" Sesuai dengan pendapat di atas, maka data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif, maka teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan deskripsi kuantitatif. Deskripsi kualitatif dilakukan dengan menggunakan tehnik naratif untuk menceritakan data yang digali dari subjek sesuai dengan kondisi sebenamya. Adapun deskriptif kuantitatif dilakukan dengan mencari persentase, rerata dan standar deviasi dari skor soal-soal yang sudah diberikan kepada siswa. Hasil ratarata skor dan standar deviasi yang diperoleh dari hasil perhitungan tersebut selanjutnya dikaitkan dengan data hasil observasi untuk memperjelas makna dari data kuantitatif tersebut. Selain itu dilakukan pengkategorian pencapaian hasil belajar siswa digunakan kriteria yang dikemukakan oleh Masidjo (1995:153) sebagai berikut: Tabel 1 Kriteria Efektivitas Pembelajaran Tingkat Penguasaan Kompetensi Nilai Huruf Kualifikasi 90% - 100% A Amat baik 80% - 89% B Baik 65% - 79% C Cukup 55% - 64% D Kurang/meragukan dibawah 55% E Kurang sekali/gagal Adapun pengkategorian persentase jawaban untuk angket yang digunakan ditafsirkan dengan kategori interpretasi yang menurut Suharsimi Arikunto (2005: 271) adalah sebagai berikut: Tabel 2 Kriteria Efektivitas Pembelajaran Persentase Jawaban Keterangan 68%-100% Sebagian besar 34% - 67% Lebih dari separoh < 33% Sebagian kecil
Keuntungan menggunakan persentase sebagai alat untuk menyajikan informasi adalah pembaca laporan penelitian akan mengetahui seberapa jauh sumbangan tiap-tiap bagian (aspek) di dalam konteks permasalahan yang sedang dibicarakan. Pelaksanaan Tindakan dan Hasil Penelitian 1. Siklus I Berdasarkan hasil dari kegiatan pratindakan dapat diketahui bahwa kemampuan siswa masih rendah, dengan indikator sebagai berikut: (1) Siswa kesulitan dalam memahami konsep-konsep IPS, (2) Kurangnya imajinasi dan kretivitas siswa, (3) Jawaban yang dihasilkan masih kurang variatif, (4) Minat dan motivasi siswa masih kurang, dan (5) Siswa tidak ikut aktif daiam pembelajaran. Sedangkan dari pihakguru kendalanya sebagai berikut: (1) Belum tersedianya media pembelajaran, (2) Metode pembelajaran kurang tepat, (3) Kurangnya alokasi waktu pembelajaran, dan (4) Guru belum mampu membangkitkan minat dan motivasi siswa. Materi pokok dalam proses pembelajaran adalah "Gejala alam di indonesia dan negaranegara tetangga" dengan kompetensi dasarnya adalah mendeskripsikan gejala (peristiwa) alam yang terjadi di Indonesia dan Negara tetangga. Indikator untuk menilai kompetensi siswa terdiri dari dua aspek, Pertama, siswa mampu Menjelaskan pengaruh iklim, mendeskripsikan pegunungan Mediterina dan Pegunungan Pasifik,serta Tiga Lempeng, dan Kedua siswa mampu Mengidentifikasikan proses terjadinya peristiwa gunung meletus. Adapun pendekatan yang akan digunakan adalah dengan pendekatan Pakem dan kooperatif. Ketika proses pembelajaran berlangsung dilakukan penggunaan alat peraga murah, tanya jawab, diskusi, pemberian tugas kepada siswa. Dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti diperoleh hasil sebagai berikut: (1) Guru sudah tidak lagi mendominasi pembelajaj-an, pelaksanaan pembelajaran sudah mulai bersifatdua arah dan sudah mulai diberikan balikan atau penguatan, (2) siswa mengikuti pembelajaran dengan suasana yang menyenangkan karena siswa diajak untuk keluar dari kelas, (3) siswa merespon dengan positif kegiatan diskusi, terbukti dengan siswa sangat antusias untuk melakukan diskusi di kelas, (4) guru berkeliling untuk mendampingi kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh siswa tapi pada saat berada di dalam kelas guru masih memfokuskan perhatiannya pada siswa yang berada di bangku depan, (5) guru dan siswa sudah mampu membuat simpulan materi yang diajarkan, (6) metode yang digunakan tanya jawab, diskusi, pemberian tugas kepada siswa. Dari perbandingan nilai terlihat bahwa telah terjadi peningkatan kemampuan kognitif siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model PAKEM. Dari hasil ratarata nilai pre-testdan rata-rata nilai post-test terlihat bahwa terjadi kenaikan yaitu dari 4,17 menjadi sebesar 5,84. Ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan pembelajaran terjadi peningkatan kemampuan kognitif. Dari hasil evaluasi yang dilakukan dengan menggunakan post test, maka dibuat klasifikasi sebagai berikut: Tabel 4. Klasifikasi Hasil Post Test Siklus I Cumulative Valid Frequency Percent Valid Percent Percent Kurang Sekali 5 17,2 17,2 17,2
Kurang Cukup Baik Total
4 19 1 29
13,8 65,5 3,4 100,0
13,8 65,5 3,4 100,0
31,0 96,6 100,0
Penggunaan alat peraga dalam penelitian ini memiliki nilai yang penting karena mampu mendukung pembelajaran IPS sehingga penyampaian konsep lebih bermakna. Tapi yang menjadi catatan bahwa alat peraga bukanlah sesuatu yang mutlak harus ada dalam melakukan aktivitas pembelajaran apalagi bagi sekolah yang masih baru dan belum mampu dari segi finansial. Namun demikian, guru hendaknya mampu menciptakan alat peraga yang murah dan mampu mendukung kefektifan proses belajar mengajar. 2. Siklus II Gambar berseri dalam penelitian ini memiliki fungsi sebagai berikut: menambahkan motivasi siswa dalam pembelajaran; menumbuhkan daya khayal siswa untuk merangkaikan suatu proses gelaja alam; dan menginformasikan kepada siswa tentang objek, kejadian dan hubungan antar kejadian. Adapun kelebihan yang dirasakan dengan penggunaan media pembelajaran gambar berseri memiliki kelebihan sebagai berikut: umumnya harganya murah; mudah didapat; mudah dipergunakan; dapat memperjelas suatu masalah; lebih realistis dibandingkan dengan metode ceramah; dapat mengatasi keterbatasan pengamatan; dan dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu. Namun demikian media gambar berseri memiliki kekurangan, antara lain: (1) untuk memperbesar gambar memerlukan proses dan biaya yang cukup besar; (2) pada umumnya hanya 2 dimensi yang nampak pada gambar;dan (3)tanggapan bisaberbedadarigambaryang sama. Dari hasil evaluasi yang dilakukan dengan menggunakan post test, maka dibuat klasifikasi sebagai berikut: Tabel 5. Klasifikasi Hasil Post Test Siklus II Siklus II Cumulative Valid Frequency Percent Valid Percent Percent Kurang Sekali 1 3,4 3,4 3,4 Kurang 1 3,4 3,4 6,9 Cukup 20 69,0 69,0 75,9 Baik 7 24,1 24,1 100,0 Total 29 100,0 100,0 3. Siklus III Dilihat secara keseluruhan pembelajaran pada siklus II, sudah cukup baik tetapi belum memuaskan masih terdapat kekurangan pada sempitnya cakupan diskusi dan keterbatasan waktu yang dimiliki oleh siswa, sehingga memerlukan perbaikan. Kekurangan pembelajaran pada siklus II adalah banyak gejala alam di Indonesia yang belum dipahami prosesnya. Kunci utama pelaksanaan tindakan pada siklus III adalah mengajak siswa untuk mengenal secara langsung perilaku manusia yang merusak alam. Perilaku-perilaku tersebut di antaranya adalah penebangan hutan secara liar, perladangan berpindah, membuang sampah sembarangan,, dan kegiatan penambangan. Dari perbandingan nilai terlihat bahwa telah terjadi peningkatan kemampuan kognitif
siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model PAKEM. Dari hasil ratarata nilai pre-testdan rata-rata nilai post-test terlihat bahwa terjadi kenaikan yaitu dari 5,17 menjadi sebesar 8,56. Ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan pembelajaran terjadi peningkatan kemampuan kognitif. Dari hasil evaluasi yang dilakukan dengan menggunakan post test, maka dibuat klasifikasi sebagai berikut: Tabel 6. Klasifikasi Hasil Post Test Siklus II Siklus III Cumulative Valid Frequency Percent Valid Percent Percent Kurang 2 6,9 6,9 6,9 Cukup 6 20,7 20,7 27,6 Baik 7 24,1 24,1 51,7 Sarigat Baik 14 48,3 48,3 100,0 Total 29 100,0 100,0 Penggunaan media pembelajaran visual yang dikombinasikan dengan diskusi kelompok ternyata sudah mampu memunculkan pembelajaran yang membuat siswa menjadi aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Keaktifan siswa terlihat mulai dari ketika proses pengamatan gambar-gambar berlangsung sampai dengan ketika hasil diskusi dilaporkan di depan kelas. Temuan positif yang diperoleh adalah siswa lebih bergairah dalam belajar, siswa terbiasa untuk melakukan pengamatan, dan siswa terbantu untuk memahami materi ajar. Kesimpulan Berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi siklus I, terlihat bahwa hasil rata-rata nilai pre-test dan rata-rata nilai post-test terlihat bahwa terjadi kenaikanyaitudari4,17 menjadisebesar5,84. Ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan pembelajaran terjadi peningkatan kemampuan kognitif. Kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh siswa dengan tanya jawab, diskusi, pemberian tugas temyata sudah mampu memunculkan pembelajaran yang membuat siswa menjadi aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Keaktifan siswa terlihat mulai dari ketika proses pengamatan berlangsung sampai dengan ketika hasil diskusi dilaporkan di depan kelas. Berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi siklus II, terlihat bahwa penggunaan gambar berseri dalam penelitian ini memiliki fungsi sebagai berikut: menambahkan motivasi siswa dalam pembelajaran; menumbuhkan daya khayal siswa untuk merangkaikan suatu proses gelaja alam; dan menginformasikan kepada siswa tentang objek, kejadian dan hubungan antar kejadian. Adapun kelebihan yang dirasakan dengan penggunaan media pembelajaran media gambar berseri memiliki kelebihan sebagai berikut: umumnya harganya murah; mudah didapat; mudah dipergunakan; dapat memperjelas suatu masalah; lebih realistis dibandingkan dengan metode ceramah; dapat mengatasi keterbatasan pengamatan; dan dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu. Berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi siklus III, terlihat bahwa rata-rata nilai'pre-test dan rata-rata nilai post-test terlihat bahwa terjadi kenaikan yaitu dari 5,17 menjadi sebesar 8,56. Ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan pembelajaran terjadi peningkatan kemampuan kognitif. Penggunaan media pembelajaran visual yang dikombinasikan dengan diskusi kelompok ternyata sudah mampu memunculkan pembelajaran yang membuat siswa menjadi aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Keaktifan siswa terlihat mulai dari ketika proses pengamatan gambar-
gambar berlangsung sampai dengan ketika hasil diskusi dilaporkan di depan kelas. Temuan positif yang diperoleh adalah siswa lebih bergairah dalam belajar, siswa terbiasa untuk melakukan pengamatan, dan siswa terbantu untuk memahami materi ajar. Pustaka Azhar Arsyad, (2009). Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Burhanudin. (2006). Upaya Meningkatkan Minat Belajar Geografi Melalui Model Pembelajaran Group Investigation Kelas XI IPS SMA Muhammadiyah II Mojosari Mojokerto tahun pelajaran 2006/2007. Tesis. Program Studi Teknologi Pendidikan Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dewi Salma Prawiradilaga. (2007). Prinsip Desain Pembelajaran Instructional Design Principles. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Eko Srihartanto. (2007). Implementasi Pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan". Studi kasus pada SDN I Wonogiri. Tesis Program Studi Teknologi Pendidikan Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Elaine B. Johnson. (2009). Contextual Teaching & Learning. Bandung: Mizan Learning Center. Fenwick W. Engglish (2005). The Sage Handbook of Educational Leadership, Advences in Theory, Research, and Practice. United States of America. Sage Publications. Fred N. Keriinger. (2000). Foundations of Behavioral Research. Fourth Edition. United States of America. Thomson Learning. Hamzah B. Uno, (2007). Model Pembelajaran, Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Bandung: Penerbit Bumi Aksara. Hartati Sukirman, (2005). Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Fakultas llmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Hujair AH. Sanaky, (2009). Media Pembelajaran. Yogyakarta: Penerbit Safirialnsania Press Ikhrom. (2009). Meningkatkan Kreatifitas dan Inovasi Guru dalam Pembelajaran dengan Penguasaan PAIKEM. Artikel. Di Presentasikan pada Materi Seminar Sehari - Menjadi Guru yang Mencerdaskan dan Menyenangkan oleh Ikatan Sarjana Muslim Indonesia (ISMI) JawaTengah 2009 John W. Sanrrock (1997). Life - Span Development. Sixth Edition. Buduque, United States of America. Brown & Benchmark. Kawuryan, Sekar Purbarini (2008). Pentingnya Pendidikan IPS di Sekolah Dasar sebagai Kerangka Dasar Nation and Character Building. Dinamika Pendidikan. No. 1/Th.XV, hal. 21-33. Margaret E. Bell-Gredler. (1986). Learning and Instruction, Theory into Practice. Canada:
Collier Macmillan. Masidjo, (1995). Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. MK Wirasti, (2002). Kecakapan Hidup di Sekolah. Dinamika Pendidikan. No.2 Tahun IX. Mohammad Uzer Usman, (2002). Menjadi Guru Profesional. Jakarta: Remaja Rosdakarya. Mudhoffir, (1987). Teknologi Instruksional sebagai Landasan Perencanaan dan Penyusunan Program Pengajaran. Bandung: CV RemadjaKarya. Mujinem. (2009). Pembelajaran llmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar pada Era Global. Dinamika Pendidikan. No. 1/Th.XVI, hal. 72-87. Munandar (1999). Kreativitas dan Keberbakatan, Strategi Mewujudkan Potensi Kreati fdan Bakat. Jakarta: PTGramedia Pustaka Utama. Oemar Hamalik, (2008). Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Penerbit: PT. Bumi Aksara Pratiwi Pujiastuti, (2009). Pembelajaran Kreatif-Produktif untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif bagi Mahasiswa. Dinamika Pendidikan. No. 1 Tahun XVI. Robert E. Slavin (2003). Cooperatif Learning, Theory, Research, and Practice. Center for Research an Effective Schooling for Disadvantaged Student, The Johns Hopkins University. Singapore. Rochiati Wiriaatmadja. (2005). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Suharman, (2002). Skala C.O.R.E sebagai alternatif mengukur Kreativitas: Suatu Pendekatan Kepribadian. Surabaya. Jurnal PsikologiAnima. Vol. 18, No.1 h.36-56. Suharsimi Arikunto. (2005). Manajemen Penelitian. Jakarta: Penerbit RinekaCipta. Sukamto, Sukardjono, dan Ngatoillah, I. (1998). Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika Dan Remediasinya Melalui Penelitian Tindakan. Artikel. Jurnal Kependidikan. Nomor 2, Tahun XXVIII, 1998. Suparwoto, (2004). Panduan Kuliah Kemampuan Dasar Mengajar. Yogyakarta: Fakultas llmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Suprijono, Agus (2009). Cooperative Learning, Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suryosubroto, (2002). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Penerbit RinekaCipta Sutopo dan Ristasdi, F.A. (2004). Orientasi Pembelajaran Dalam Penerapan Kurikulum
Berbasis Kompetensi Di Sekolah Menengah Kejuruan. Artikel. Jurnal Dinamika. Volume 2, Nomor 1 Mei 2004. Sutrisno Hadi.(1989). Metodologi Research II. Yogyakarta: Andi Offset. Syaiful Sagala, (2000). Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: Penerbit CV Alfabeta Tjipto Utomo dan Kees Ruijter, (1990). Peningkatan dan Pengembangan Pendidikan. Jakarta: Penerbit PTGramedia. Trianto, (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Prenada Media. Tukimin Taruna, (2002). PEDAS dan PAKEM, Komitmen dan Revolusi Pembelajaran. Artikel. Basis. Nomor07-08,Tahun ke-51. Yatim Riyanto, (2009). Paradigma Baru Pembelajaran sebagai Referensi bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektifdan Berkualitas. Jakarta: Prenada Media. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003