ISSN 1907-3046
JURNAL ILMIAH
PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery, Environment, Dentist) VOL. 11, NO. 2, SEPTEMBER-DESEMBER 2016 TERBIT TIGA KALI SETAHUN (PERIODE JANUARI, MEI, SEPTEMBER)
Penanggung Jawab: Dra. Ida Nurhayati, M.Kes. Redaktur: Drg. Herlinawati, M.Kes. Penyunting Editor: Soep, SKp., M.Kes. Ir. Zuraidah Nasution, M.Kes. Nelson Tanjung, SKM., M.Kes. Fauzi Romeli, SKM, M.Kes. Cecep Triwibowo, S.Kp., M.Kes. Desain Grafis & Fotografer: Nastika Sari Lubis, S.Kep., Ns. Julia Hasanah Sekretariat: Sumarni, SST Robert Boyke R. Sinaga Mitra Bestari: Dr. dr. Juliandi Harahap, M.A. (FK. USU Medan) Dr. Saryono, S.Kp., M.Kes. (FIKes Universitas Jenderal Sudirman, Purwokerto) Alamat Redaksi: Jl. Let Jend Jamin Ginting KM 13.5 Kelurahan Laucih Kec. Medan Tuntungan Telp: 061-8368633 Fax: 061-8368644
DAFTAR ISI Editorial Gambaran PH Saliva Terhadap Karies Gigi pada Siswa/i Kelas IV SD Negeri 065015 Kemenangan Tani Medan Tuntungan oleh Sri Junita Nainggolan, Nur Anjelina.....................................................................74-76 Perbedaan Penggunaan Kepala Sikat Gigi Lurus dan Kepala Sikat Gigi Melengkung Terhadap Penurunan Indeks Plak pada Siswa-Siswi Kelas VI SD Negeri 066038 Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan oleh Rawati Siregar, Jessi Sihotang.....77-81 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pre-Eklamsia pada Hamil di Poli Kebidanan Rumah Sakit Tingkat II Iskandar Muda Banda Aceh Tahun 2014 oleh Fithriany, Fitri Susana, Cut Yuniwati.....................82-86 Gambaran Kebersihan Tangan dan Kuku dengan Infeksi Enterobiasis pada Siswa Sekolah Dasar di Kota Medan oleh Salbiah.................................................87-92 Pengetahuan HIV/AIDS pada Remaja di Kelas XI SMA Negeri 1 Dolok Panribuan oleh Dodoh Khodijah…………..................................................93-96 Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Susu Formula dengan Terjadinya Karies Anak pada Usia 3-5 Tahun di Desa Sena Perumahan Cendana Asri Kec. Batang Kuis Tahun 2016 oleh Manta Rosma, Susy Adrianelly Simaremare..........................…...........97-100 Tingkat Pengetahuan Orang Tua (Ibu) Tentang Makanan Kariogenik dengan Kejadian Karies Gigi Pada Siswa-Siswi Kelas III di SDN 060971 Medan oleh Rosdiana Tiurlan Simaremare..............101-104 Gambaran Penggunaan Obat Kumur Ekstrak Tanaman Serai (Cymbopogon Nardus) Terhadap Penurunan Indeks Plak pada Mahasiswa KSO Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Medan oleh Intan Aritonang, Yetti Lusiani, Hasny.........................105-107 Hubungan Kehamilan Lewat Waktu dengan Kejadian Bayi Lahir Asfiksia di RSUP. H. Adam Malik Medan oleh Elizawarda....................................................108-112
Hubungan Pengetahuan Nutrisi Ibu Hamil Terhadap Anemia di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Tahun 2015 oleh Risma Dumiri Manurung.............................................................113-116 Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Sistem Informasi yang Dimiliki Keluarga Terhadap Tindakan Penatalaksanaan Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Tuntungan Tahun 2016 oleh Soep......................................................................117-120
Diterbitkan oleh : POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN Jl. Jamin Ginting KM. 13,5 Kel. Lau Cih Medan Tuntungan Kode Pos : 20136 www.poltekkes-medan.ac.id/pannmed
PENGANTAR REDAKSI Jurnal PANNMED merupakan salah satu wadah untuk menampung hasil penelitian Dosen Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan. Jurnal PANNMED Edisi September-Desember 2016 Vol. 11 No. 2 yang terbit kali ini menerbitkan sebanyak 11 Judul Penelitian. Redaksi mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Direktur atas supportnya sehingga Jurnal ini dapat terbit 2. Dosen-dosen yang telah mengirimkan tulisan hasil penelitiannya dan semoga dengan terbitnya jurnal ini dapat memberi semangat kepada dosen yang lain untuk berkreasi menulis hasil penelitian sehingga bisa diterbitkan ke Jurnal Pannmed ini. Akhir kata, kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun agar jurnal ini dapat menjadi jurnal yang berkualitas seperti harapan kita bersama.
Redaksi
GAMBARAN PH SALIVA TERHADAP KARIES GIGI PADA SISWA/I KELAS IV SD NEGERI 065015 KEMENANGAN TANI MEDAN TUNTUNGAN Sri Junita Nainggolan, Nur Anjelina Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes RI Medan
`
Abstrak pH is the level of acidity or base which is measured by using pH scale from 0 to 14 in which the lower the pH is, the more the acid in solution, and the higher the pH is, the more the base in solution. In ph 7, there is no acidity or base in solution which is called neutral. The objective of the research was to find out the description of pH Saliva and caries in Grade IV students at SD Negeri 065015 Kemenangan Tani, Medan Tuntungan, in 2016. The data were gathered by conducting direct examination on the respondents. The research was descriptive; it was conducted from Februariy until June. The population was 36 Grade IV students at SD Negeri 065015 Kemenangan Tani, Medan Tuntungan, in 2016. The result of the research showed that 17 respondents (47,2 %), had acid pH saliva, 7 respondents (19,4 %), had neutral pH, and 12 respondents (33,3%) had base Ph. 42 respondents had acid ph caries with the mean of 2,42, 6 respondents had neutral pH caries with the mean of 0,9, 19 respondents had base pH caries with the mean of 1,59, and 1 respondents was free from caries that had neutral pH. The conclusion was that Grade IV students at SD Negeri 065015 Kemenangan Tani, Medan Tuntungan had high acid pH and high caries. Kata kunci :pH Saliva, Caries
PENDAHULUAN Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan. Gigi merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan mempertahankan bentuk muka. Saliva adalah cairan oral yang kompleks yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar air liur. Semua kelenjar ludah mempunyai fungsi untuk membantu mencerna makanan (Kidd,1991). Saliva terdapat sebagai lapisan setebal 0,10,01 mm yang melapisi seluruh jaringan rongga mulut, banyaknya air ludah normal adalah 1-2 ml/menit. Menurunnya pH air ludah (kapasitas asam) dan jumlah air ludah yang kurang menunjukkan adanya resiko terjadinya karies yang tinggi. Dan meningkatnya pH air ludah (basa) akan mengakibatkan pembentukan karang gigi. Kurang lebih 80% bau mulut timbul dari dalam rongga mulut. Air ludah atau saliva memegang peranan dalam masalah bau mulut, gigi berlubang dan penyakit rongga mulut/penyakit tubuh secara keseluruhan karena air ludah melindungi gigi dan selaput lunak di rongga mulut. Karies gigi merupakan penyakit yang tersebar luas di seluruh dunia, serta telah ditemukan ribuan tahun sebelum Masehi pada gigi-gigi mummi pharao di
Mesir Kuno. Struktur elemen gigi dan fakta - fakta yang mempengaruhi terjadinya karies gigi, etiologi, serta cara untuk mencegah terjadinya karies gigi harusla dipahami secara jelas. Oleh karena itu kalau sudah berlubang, lubang pada gigi hanya dapat dihambat prosesnya dengan melakukan penambalan yang baik. Menurut penelitian di negara-negara Eropa, Amerika dan Asia termasuk Indonesia ternyata bahwa 80–90% dari anak-anak di bawah umur 18 tahun terserang karies gigi (Tarigan, 2014). Karies gigi adalah sebuah penyakit infeksi yang merusak struktur gigi.Penyakit ini menyebabkan gigi berlubang, Jika tidak ditangani, penyakit ini dapat menyebabkan nyeri, penanggalan gigi, infeksi, berbagai kasus berbahaya, dan bahkan kematian. Penyakit ini telah dikenal sejak masa lalu, berbagai bukti telah menunjukkan bahwa penyakit ini telah dikenal sejak zaman perunggu, zaman besi, dan zaman pertengahan. Peningkatan prevalensi karies banyak dipengaruhi perubahan dari pola makan. Kini karies gigi telah menjadi penyakit yang tersebar di seluruh dunia. Karies gigi disebabkan oleh beberapa tipe dari bakteri penghasil asam yang dapat merusak karena reaksi fermentasikarbohidrat termasuk sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Asam yang diproduksi tersebut mempengaruhi mineral gigi sehingga menjadi sensitif pada pH rendah. Sebuah gigi akan mengalami demineralisasi dan remineralisasi. Ketika pH turun menjadi di bawah 5,5, proses demineralisasi menjadi lebih cepat dari remineralisasi. Hal ini menyebabkan lebih banyak mineral gigi yang luluh dan membuat lubang pada gigi.
74
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran pH Saliva Terhadap Karies Gigi Pada Siswa/i Kelas IV SD Negeri 065015 Kemenangan Tani Medan Tuntungan. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui jenis pH saliva siswa/i Kelas IV SD Negeri 065015 Kemenangan Tani Medan Tuntungan 2. Untuk mengetahui Karies Gigi siswa/i Kelas IV SD Negeri 065015.Kemenangan Tani Medan Tuntungan Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini di harapkan dapat menambah pengetahuan siswa/i SD Negeri 065015 Kemenangan Tani Medan Tuntungan tentang Gambaran pH Saliva Terhadap Karies Gigi 2. Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi bahan informasiuntukpenelitianselanjutnya. 3. Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi bahan refrensi di Perpustakaan Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Medan Jurusan Keperawatan Gigi. METODE Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk membuat gambaran (deskriptif) tentang suatu keadaan secara objektif. Penelitian ini dilakukan dengan Metode survei. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di SD Negeri 065015 Kemenangan Tani Medan Tuntungan. Waktu Penelitian Waktu penelitian dilakukan dari bulan April - Juni 2016.
Populasi Penelitian Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006). dalam penelitian ini populasi terdiri dari siswa/i kelas SD Negeri 065015 Kemenangan Tani Medan Tuntungan yang berjumlah 36 orang. Sampel Penelitian Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti(Arikunto 2006) Apabila objek peneliti kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua, Jika jumlah subjek lebih dari 100 dapat diambil 10-15 % atau lebih. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah siswa/i kelas IV SD Negeri 065015 Kemenangan Tani Medan Tuntungan yang berjumlah 36 orang. Jenis Data Jenis data yang digunakan ada dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung diperoleh atau diambil peneliti. Data sekunder adalah data yang dibutuhkan sebagai pelengkap didalam
75
penelitian. Dalam penelitian ini data diperoleh secara langsung dari siswa/i kelas IV SD Negeri 065015 Kemenangan Tani Medan Tuntungan. Cara pengumpulan data dilakukan dengan Metode survey yaitu pengambilan data secara langsung dengan melakukan pemeriksaan kepada siswa/i kelas IV SD Negeri 065015 Kemenangan Tani Medan Tuntungan yang berjumlah 36 orang. Teknik pengukuran yang dilakukan dalam pemeriksaan pH saliva dan karies gigi dengan menggunakan alat dan bahan sebagai berikut: a. Alat terdiri dari: 1. Kaca mulut 2. Sonde 3. Pinset 4. Cangkir plastik 5. Handuk dan lap bersih 6. Handscon 7. masker 8. Formulir pemeriksaan b. Bahan terdiri dari: 1. Kertas lakmus 2. Air ludah (saliva) Cara Pengumpulan Data Dalam melakukan pemeriksaan peneliti membuat suatu tim yang terdiri dari 3 orang yaitu: 1. Orang pertama sebagai pemeriksa yang bertugas untuk memeriksa sampel. 2. Orang kedua dan ketiga sebagai orang yang membantu untuk memanggil nama satu persatu untuk diperiksa serta mencatat hasil pemeriksaan. Prosedur pemeriksaan 1. Peneliti bertugas sebagai pemeriksa dan sekaligus mencatat hasil pemeriksaan. 2. Sampel yang akan diperiksa diambil salivanya dengan meludahkan salivanya kedalam cangkir plastik yang telah disediakan, lalu kertas lakmus dicelupkan kedalam saliva dengan menggunakan pinset. Setelah itu kertas lakmus diangkat kembali menggunakan pinset kemudian disesuaikan dengan menggunakan indikator untuk mengetahui pH saliva. 3. Tulis hasil pemeriksaan pH Saliva. 4. Setelah didapat hasil pemeriksaan seluruhnya, lembaran pemeriksaan tersebut dikumpulkan dan dihitung serta disesuaikan dengan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan agar menghindari kekurangan data dan mempermudah pengolahan data tersebut. Pengolahan Data Hasil data yang di peroleh dalam pengisian kuesioner dan pemeriksaan langsung, diolah dan melakukan proses sebagai berikut: 1. Proses Editing Proses Editing dilakukan dengan memeriksakan kuesioner yang telah diisi dengan tujuan agar data yang masuk dapat diolah secara benar sehingga pengolahan
2.
3.
data member hasil yang dapat menjelaskan masalah yang diteliti, kemudian data dikelompokan dengan menggunakan aspek pengukuran. Proses Coding Proses Coding dilakukan dengan merubah jawaban responden kedalam bentuk angka-angka sehingga mempermudah dalam bentuk pengolahan data. Proses Tabulating Proses tabulating dilakukan dengan memasukan data penelitian kedalam table untuk mempermudah analisa data, pengolahan data, serta pengambilan keputusan (Arikunto, 2006).
HASIL Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 36 orang siswa/i kelas IV SD Negeri 065015 Kemenangan Tani Medan Tuntungan maka data yang terkumpul dapat dibuat dengan tabel distribusi frekuensi yaitu jenis pH saliva dan karies gigi. Tabel 4.1 Disrtibusi Responden Berdasarkan Jenis pH Saliva pH Saliva Jumlah Persentase siswa/i (n) Asam 17 orang 47,2% Netral 7 orang 19,4% Basa 12 orang 33,3% Jumlah 36 orang 100% Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa jenis ph saliva siswa/i kelas IV SD Negeri 065015 Kemenangan Tani Medan Tuntungan yang mempunyai pH Saliva Asam yaitu sebanyak 17 siswa/i (47,2 %), pH Saliva Netral yaitu sebanyak 7 siswa/i (19,4 %), dan pH Saliva Basa yaitu sebanyak 12 siswa/i (33,3%). Tabel 4.2 Distibusi Responden Berdasarkan Karies Gigi Karies gigi pH Saliva Jumlah Rata-Rata Asam 42 2,48 Netral 6 0,9 Basa 19 1,59
Medan Tuntungan yang berjumlah 36 siswa/i dengan rata-rata usia 10-11 tahun. Dari Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan jenis pH Saliva yang bersifat Asam sebanyak 17 siswa/i (47,2%), jenis pH Saliva yang bersifat Netral Sebanyak 7 siswa/i (19,4%), dan pH Saliva yang bersifat Basa 12 siswa/i (33,3%). pH adalah tingkat keasaman atau kebasaan suatu benda yang diukur dengan menggunakan skala pH antara 0 hingga 14. keasaman dapat diukur dengan satuan pH, Skala pH berkisar 0-6 memiliki nilai pH asam dalam larutan, pada pH 7 memiliki pH netral tidak ada keasaman atau kebasaan larutan, dan 8-14 memeliki nilai pH basa dalam larutan. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah di lakukan dan pembahasan dapat disimpulkan bahawa pH saliva dan karies gigi pada siswa/i kelas IV SD Negeri 065015 Kemenangan Tani adalah sebagai berikut : 1. pH saliva pada siswa/i kelas IV SD Negeri 065015 Kemenangan Tani Medan Tuntungan yang paling banyak adalah pH Asam sebanyak 17 siswa/i (47,2%) 2. pH saliva terhadap karies gigi pada siswa/i kelas IV SD Negeri 065015 Kemenangan Tani Medan Tuntungan yang paling banyak adalah pH Asam 17 siswa/i dan memiliki jumlah karies gigi 42 dengan rata – rata (2,48) dan 1 siswa bebas karies yang memiliki pH Netral. Saran 1. Diharapkan kepada pihak Sekolah SD Negeri 065015 Kemenangan Tani Medan Tuntungan membuat suatu program UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Sekolah) bekerja sama dengan Puskesmas setempat, agar diperoleh tingkat kebersihan gigi dan mulut pada siswa/i terutama dalam hal mencegah terjadinya karies gigi 2. Diharapkan kepada orang tua dan seluruh siswa/i SD Negeri 065015 Kemenangan Tani Medan Tuntungan lebih memperhatikan pola makan dan minuman, terutama dalam hal frekuensi mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung karbohidrat karena makanan tersebut dapat merusak jaringan keras gigi sehingga terjadinya karies yang cenderung meningkat.
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa Karies gigi siswa/i kelas IV SD Negeri 065015 Kemenangan Tani Medan Tuntungan yang mempunyai pH Saliva Asam memiliki 42 karies gigi rata-rata (2,42), pH Saliva Netral sebanyak 6 karies gigi rata-rata (0,9) dan pH Saliva Basa sebanyak 19 karies gigi ratarata (1,59) dan 1 siswa Bebas Karies yang mempunyai pH Saliva Netral. Pembahasan Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada siswa/i kelas IV SD Negeri 065015 Kemenangan Tani 76
PERBEDAAN PENGGUNAAN KEPALA SIKAT GIGI LURUS DAN KEPALA SIKAT GIGI MELENGKUNG TERHADAP PENURUNAN INDEKS PLAK PADA SISWA-SISWI KELASVI SD NEGERI 066038 KELURAHAN MANGGA KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN
Rawati Siregar, Jessi Sihotang Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan
Abstrak Saat ini banyak ditemukan di pasaran bentuk kepala sikat gigi yang rata dan melengkung. Hal ini bermanfaat untuk membantu menyingkirkan plak pada gigi selain dengan menggunakan teknik menyikat gigi yang baik dan benar. Untuk mengetahui gambaran umum tentang indeks plak dan perbedaan penggunaan kepala sikat gigi lurus dan melengkung pada siswa-siswi maka diadakan penelitian disekolah tersebut. Penelitian ini bersifat analitik dengan Metode quasi experiment (eksperimen semu) dengan rancangan pretest dan posttest yang bertujuan untuk mengetahui perbandingan penggunaan kepala sikat gigi lurus dan melengkung terhadap penurunan indeks plak. Sampel dalam penelitian ini adalah 30 orang siswa-siswi. Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa indeks plak sebelum menyikat gigi dengan kepala sikat gigi lurus untuk kriteria baik 2 orang, sedang 3 orang, buruk 10 orang. Sedangkan sesudah menyikat gigi diperoleh kriteria baik 7 orang, sedang 8 orang, buruk 0. Sebelum menyikat gigi dengan kepala sikat gigi melengkung diperoleh kriteria baik tidak ada, sedang 3 orang, buruk 12 orang, sedangkan sesudah menyikat gigi diperoleh kriteria baik 15 orang.Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah ada perbedaan antara menyikat gigi dengan kepala sikat gigi lurus dan melengkung terhadap penurunan indeks plak pada siswa-siswi. Kata kunci : Indeks plak, kepala sikat gigi lurus, kepala sikat gigi melengkung
Pendahuluan Menurut Undang – Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 Bab I Pasal 1 menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun social yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara social maupun ekonomi. Tujuan pembangunan kesehatan yaitu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara social dan ekonomis. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (2011) menunjukkan angka kejadian masalah kesehatan gigi dan mulut mengalami kenaikan yang signifikan terjadi pada anak usia 3-5 tahun sebesar 81,2%. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010 menunjukkan bahwa prevalensi karies di Indonesia mencapai 60-80% dari populasi, serta menempati peringkat ke-6 sebagai penyakit yang paling diderita (www.depkes.go.id). Kesehatan gigi dan mulut berperan besar pada kesehatan tubuh secara umum. Hal ini dikarenakan area gigi dan mulut merupakan awal dari dimulai proses pencernaan pada makanan. Apabila fungsi gigi dan mulut tidak optimal maka hal tersebut juga akan mempengaruhi kesehatan tubuh dan dapat menimbulkan penyakit77
penyakit lain. Untuk itulah mengapa penting sekali memiliki kesehatan gigi dan mulut yang berkualitas. Salah satu indikator kesehatan gigi dan mulut adalah tingkat kebersihan rongga mulut. Hal tersebut dapat dilihat dari ada tidaknya deposit-deposit organik, seperti pelikel, materi alba, sisa makanan, kalkulus, dan plak gigi. Plak merupakan deposit lunak yang membentuk lapisan biofilm dan melekat erat pada permukaan gigi dan gusi serta permukaan keras lainnya dalam rongga mulut. Pengendalian plak adalah upaya membuang dan mencegah penumpukan plak pada permukaan gigi. Upaya tersebut dapat dilakukan secara mekanis maupun kimiawi. Pembuangan secara mekanis merupakan metoda yang efektif dalam mengendalikan plak dan inflamasi gingival. Pembuangan mekanis dapat meliputi penyikatan gigi dan penggunaan benang gigi (www.pdgi-online.com, 2009). Plak inilah yang menjadi fokus utama dalam menjaga kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut. Walaupun plak memiliki konsistensi yang lunak sehingga mudah dibersihkan dengan melakukan penyikatan gigi. Kebersihan gigi dan plak sangat penting, agar si plak ini tidak bertambah banyak dan tebal (Ramadhan A.G, 2010). Menurut American Dental Association, sebuah sikat gigi harus menunjukkan beberapa hal. Diantaranya harus terbuat dari komponen yang aman untuk digunakan di dalam mulut, bulu sikat tidak boleh tajam, gagang sikat
harus teruji awet dalam penggunaan normal, bulu sikat H. tidak rontok dengan penggunaan normal. Ukuran kepala sikat harus sesuai dengan ukuran mulut sehingga dapat digunakan dengan nyaman. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, berbagai produsen sikat gigi membuat inovasi untuk membuat macam-macam bentuk permukaan bulu sikat gigi, ada yang berbentuk datar (rata), zigzag dan melengkung. Saat ini banyak ditemukan di pasaran bentuk kepala sikat gigi yang rata dan melengkung. Hal ini bermanfaat untuk membantu menyingkirkan plak pada gigi selain dengan menggunakan teknik menyikat gigi yang baik dan benar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan penggunaan kepala sikat gigi lurus dan kepala sikat gigi melengkung terhadap penurunan indeks plak pada siswa/i SD Negeri 066038 Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui indeks plak sebelum menyikat gigi dengan kepala sikat gigi lurus pada siswa-siswi kelas VI SD Negeri 066038 Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan. 2. Untuk mengetahui indeks plak sebelum menyikat gigi dengan kepala sikat gigi melengkung pada siswa-siswi kelas VI SD Negeri 066038 Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan. 3. Untuk mengetahui indeks plak sesudah menyikat gigi dengan kepala sikat gigi lurus pada siswa-siswi kelas VI SD Negeri 066038 Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan. 4. Untuk mengetahui indeks plak sesudah menyikat gigi dengan kepala sikat gigi melengkung pada sisa-siswi kelas VI SD Negeri 066038 Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai informasi bagi sekolah untuk mengetahui kondisi kesehatan gigi dan mulut siswa-siswi kelas VI SD Negeri 066038 Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan referensi bagi peneliti berikutnya. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian quasi experiment atau eksperimen semu, dengan rancangan pretest dan posttest dengan kelompok control, yaitu pertama-tama dilakukan pengukuran pada kedua kelompok (kelompok eksperimen dan kelompok control), lalu dikenakan perlakuan dalam jangka waktu tertentu, kemudian dilakukan pengukuran untuk kedua kalinya. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di SD Negeri 066038, Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan. Waktu Penelitian Waktu penelitian, dilakukan mulai dari bulan April 2016 sampai bulan Juni 2016.
Populasi Penelitian Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi dalam penelitian adalah Siswa/I Kelas VI SD Negeri 066038, Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan yang berjumlah 30 orang. Sampel Penelitian Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Tetapi, jika jumlah subjeknya besar, dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih (Arikunto, 2006). Peneliti mengambil sampel penelitian berjumlah 30 orang Jenis dan Cara Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer dan data skunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung oleh sipeneliti. Data primer yang diambil oleh peneliti adalah data tentang indeks plak dengan teknik pemeriksaan langsung kemulut siswa/I yang menjadi sampel. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi tertentu. Dalam penelitian ini instansi yang digunakan adalah pihak sekolah yaitu data tentang siswa/i kelas VI SD Negeri 066038, Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan. Sebelum dilakukan pemeriksaan, peneliti terlebih dahulu menjelaskan maksud dan tujuan peneliti datang ke SD Negeri 066038 Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan. Membagi responden menjadi 2 kelompok. Kelompok I berjumlah 15 siswa dan kelompok II berjumlah 15 siswa. Kelompok I dan II sama-sama dilakukan pemeriksaan indeks plak sebelum dan sesudah menyikat gigi. Kelompok I menyikat gigi dengan kepala sikat gigi lurus. Kelompok II menyikat gigi dengan kepala sikat gigi melengkung. Pada bagian bawah lidah seluruh siswa-siswi ditetesi disclosing solution lalu siswa-siswi mengoleskan keseluruh permukaan gigi. Kemudian melakukan pemeriksaan indeks plak menggunakan bantuan kaca mulut dan sonde sebelum menyikat gigi untuk 30 orang siswa-siswi. Menginstruksikan responden untuk menyikat gigi Melakukan pemeriksaan indeks plak menggunakan bantuan kaca mulut dan sonde setelah menyikat gigi untuk 30 orang siswa-siswi. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer, selanjutnya data tersebut dianalisa secara analitik dengan menggunakan uji t-Test. Hasil Penelitian Analisa Univariat Data yang dikumpulkan adalah hasil penelitian yang dilakukan terhadap siswa/I kelas VI SD Negeri 066038 Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan 78
Tuntungan. Pengumpulan data dilakukan dengan pemeriksaan langsung ke mulut siswa/I yang menjadi sampel. Dari penelitian yang dilakukan, maka diperoleh data siswa, skor indeks plak sebelum dan sesudah menyikat gigi dengan kepala sikat gigi lurus dan melengkung. Setelah seluruh data terkumpul, maka dibuat analisa data dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi untuk sampel. Kemudian dilakukan pengolahan data secara statistik dengan menggunakan uji t-Test Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Siswa-siswi Kelas VI SD Negeri 066038 Jenis Kelamin n Persentase (%) Laki-laki 12 40% Perempuan 18 60% Jumlah 30 100% Dari tabel 1 dapat dilihat jumlah siswa-siswi berdasarkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 12 orang sedangkan untuk perempuan sebanyak 18 orang. Hal ini menyimpulkan bahwa lebih banyak perempuan daripada laki-laki pada siswa kelas VI SD Negeri 066038 Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan Tabel. 2. Distribusi Frekuensi Indeks Plak Sebelum Menyikat Gigi dengan Kepala Sikat Gigi Lurus Kriteria Indeks Plak n Persentase(%) Baik 2 13,4% Sedang 3 20% Buruk 10 66,6% Jumlah 15 100% Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa dari seluruh siswasiswi yang mempunyai kriteria indeks plak baik 2 orang, kriteria sedang 3 orang dan kriteria buruk 10 orang. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Indeks Plak Sesudah Menyikat Gigi dengan Kepala Sikat Gigi Lurus Kriteria Indeks Plak n Persentase (%) Baik 7 46,6% Sedang 8 53,4% Buruk 0 0% Jumlah 15 100% Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa dari seluruh siswasiswi yang mempunyai kriteria indeks plak baik 2 orang, kriteria sedang 8 orang. Tabel 4. Distribusi Frekuensi Indeks Plak Sebelum Menyikat Gigi dengan Kepala Sikat Gigi Melengkung Kriteria Indeks Plak n Persentase (%) Baik 0 0% Sedang 3 20% Buruk 12 80% Jumlah 15 100% Dari table 4. dapat dilihat bahwa yang mempunyai kriteria indeks plak sedang 3 orang dan kriteria buruk 12 orang.
79
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Indeks Plak Sesudah Menyikat Gigi dengan Kepala Sikat Gigi Melengkung Kriteria Indeks Plak n Persentase (%) Baik 15 100% Sedang 0 0% Buruk 0 0% Jumlah 15 100% Dari tabel 5. dapat dilihat bahwa yang mempunyai kriteria baik 15 orang. Tabel 6 Perbandingan Kriteria Skor Plak Sebelum dan Sesudah Menyikat Gigi dengan Kepala Sikat Gigi Lurus dan Kepala Sikat Gigi Melengkung Pada Siswa-siswi SD Negeri 066038 Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan No Kriteria Indeks Plak
1 2 3
Baik Sedang Buruk Jumlah
Kepala Sikat Gigi Kepala Sikat Gigi Lurus Melengkung Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah n n n n 2 7 0 15 3 8 3 0 10 0 12 0 15 15 15 15
Dari tabel 6. dapat dilihat bahwa menyikat gigi dengan kepala sikat gigi lurus dan kepala sikat gigi melengkung memiliki perbedaan dalam penurunan indeks plak setelah menyikat gigi yaitu sebesar 8. K. Analisa Bivariat Dependent t-Test Untuk menguji dua sampel yang berpasangan maka digunakan paired sample t-Test. Dimana dengan uji t-Test ini dapat diketahui apakah ada perbedaan menyikat gigi dengan menggunakan sikat gigi dengan kepala lurus dan melengkung terhadap penurunan indeks plak. Adapun hasil t-Test yang dilakukan dengan menggunakan Komputer adalah sebagai berikut : Tabel 7. Paired Sample Statistic Indeks Plak Sebelum dan Sesudah Menyikat Gigi dengan Kepala Sikat Gigi Lurus PERLAKUAN Kepala Sikat Gigi Lurus
Df 14
T 12,011 (1, 711 9 –1,0214)
P 0,000
Dari hasil uji t berpasangan diatas, maka dapat diambil kesimpulan dari dua sisi yaitu : 1. Berdasarkan Perbandingan t Hitung dengan t Tabel: - Jika t hitung < t Tabel → Hipotesis diterima - Jika t hitung > t Tabel → Hipotesis ditolak Dari tabel diatas diketahui bahwa t hitung adalah 12,011, sedangkan t Tabel bisa dihitung menggunakan tabel t dengan cara : tingkat signifikat (a) adalah 5% dan df (degree of freedom) atau derajat kebebasan = n-1=15-1 = 14 T-Tabel adalah 1,761 Oleh karena t hitung > t tabel → Hipotesis ditolak 12,011 > 1,761 → Ho ditolak
Hasil perhitungan dari uji t-Test dependent terlihat bahwa hipotesis nol (Ho) ditolak yang berarti ada perbedaan menggunakan sikat gigi dengan kepala sikat gigi lurus terhadap penurunan indeks plak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa menggunakan kepala sikat gigi lurus dapat menurunkan indeks plak 2. Berdasarkan Nilai Probabilitas : - Jika probabilitas > 0,05 → Ho diterima - Jika probabilitas < 0,05 → Ho ditolak Dari tabel diatas diketahui bahwa probabilitas adalah 0,000. Oleh karena probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak atau bahwa menggunakan kepala sikat gigi lurus dapat menurunkan indeks plak. Tabel 8. Paired Stample Statistic Indeks Plak Sebelum dan Sesudah Menyikat Gigi dengan Kepala Sikat Gigi Melengkung PERLAKUAN Df T P Kepala Sikat 14 14,751 Gigi Melengkung (1,2010 0,000 – 1,6097) Dari hasil uji t berpasangan diatas, maka dapat diambil kesimpulan dari dua sisi yaitu : 1. Berdasarkan Perbandingan t Hitung dengan t Tabel : - Jika t hitung < t Tabel → Hipotesis diterima - Jika t hitung > t Tabel → Hipotesis ditolak Dari tabel diatas diketahui bahwa t hitung adalah 14,751, sedangkan t Tabel bisa dihitung menggunakan tabel t dengan cara : tingkat signifikat (a) adalah 5% dan df (degree of freedom) atau derajat kebebasan = n1=15-1 = 14 T-Tabel adalah 1,761 Oleh karena t hitung > t tabel → Hipotesis ditolak 14,751 > 1,761 → Ho ditolak Hasil perhitungan dari uji t-Test dependent terlihat bahwa hipotesis nol (Ho) ditolak yang berarti ada perbedaan menggunakan kepala sikat gigi melengkung terhadap penurunan indeks plak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa menggunakan kepala sikat gigi melengkung dapat menurunkan indeks plak 2. Berdasarkan Nilai Probabilitas : - Jika probabilitas > 0,05 → Ho diterima - Jika probabilitas < 0,05 → Ho ditolak Dari tabel diatas diketahui bahwa probabilitas adalah 0,000. Oleh karenaOleh karena probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak atau bahwa menggunakan kepala sikat gigi lurus dapat menurunkan indeks plak. L. Independent t-Test Untuk menguji apakah ada perbedaan antara menggunakan kepala sikat gigi lurus dan melengkung terhadap penurunan indeks plak maka dilakukan t-Test independent. Adapun hasil dari t-Test independent yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Tabel 9. Independent Sample Test Indeks Plak Dengan Menggunakan Sikat Gigi Dengan Kepala Sikat Gigi Lurus dan Melengkung PERLAKUAN Mean F Sign T df P Kepala Sikat 1,007 Gigi Lurus 0,098 0,756 3,767 28 Kepala Sikat Gigi 0,633 Melengkung Dari tabel hasil pemeriksaan diketahui bahwa F hitung untuk uji sample t-Test independent dengan Equal Varians Assumsede adalah 0,098 dengan probabilitas > 0,05 maka Ho diterima atau kedua varians diasumsikan sama. Dari tabel diatas diketahui bahwa terhitung (diasumsikan kedua varians sama) adalah 0,098 dengan probabilitas 0,098 > 0,05, maka Ho diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara kepala sikat gigi lurus dan kepala sikat gigi melengkung terhadap penurunan indeks plak. Pembahasan Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 30 siswa-siswi SD Negeri 066038 Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan yang dipilih secara acak yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama menggunakan kepala sikat gigi lurus dan kelompok kedua menggunakan kepala sikat gigi melengkung. Dari hasil penelitian awal yang telah dilakukan maka diketahui bahwa seluruh responden memiliki indeks plak dengan kriteria baik, sedang dan buruk yang berarti masih rendahnya tingkat kebersihan gigi dan mulut. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri dari kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak diatas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Berdasarkan hasil pemeriksaan awal yang telah dilakukan terhadap seluruh sampeldiketahui bahwa kriteria indeks plak baik 7 orang, sedang 8 orang setelah menyikat gigi dengan kepala sikat gigi lurus. Sedangkan pemeriksaan setelah menyikat gigi dengan kepala sikat gigi melengkung diketahui bahwa kriteria indeks plak baik 15 orang. American Dental Association menganjurkan ukuran maksimal kepala sikat gigi orang dewasa 29x10 mm, anak-anak 20x7 mm dan balita 18x7 mm. Banyak berbagai model sikat gigi yang ada di pasaran. Ada yang permukaan bulu sikatnya rata, zig-zag, saling silang, ada juga yang tangkai sikatnya fleksibel ataupun bersudut (Gilang A, 2010). Dengan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa menyikat gigi dengan kepala sikat gigi lurus dan kepala sikat gigi melengkung mempunyai perbedaan yang bermakna dalam penggunaannya dalam menghilangkan plak.
80
Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kriteria indeks plak sebelum menyikat gigi dengan kepala sikat gigi lurus adalah 2 orang dengan kriteria baik, 3 orang dengan kriteria sedang, 10 orang dengan kriteria buruk sedangkan sesudah menyikat gigi dengan kepala sikat gigi lurus adalah 7 orang dengan kriteria baik, 8 orang dengan kriteria sedang. Kriteria indeks plak sebelum menyikat gigi dengan kepala sikat gigi melengkung adalah 3 orang dengan kriteria sedang, 12 orang dengan kriteria buruk sedangkan sesudah menyikat gigi dengan kepala sikat gigi melengkung adalah 15 orang dengan kriteria baik. 2. Kriteria indeks plak sesudah menyikat gigi dengan kepala sikat gigi lurus adalah 7 orang dengan kriteria baik sedangkan sesudah menyikat gigi dengan kepala sikat gigi melengkung adalah 15 orang dengan kriteria baik. 3. Ada perbedaan antara sikat gigi dengan kepala sikat gigi lurus dan kepala sikat gigi melengkung dalam hal penyingkiran plak pada 30 orang siswa-siswi SD Negeri 066038 Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan. Saran Dengan selesainya penelitian ini disarankan : 1. Penggunaan sikat gigi harus sesuai dengan syaratsyarat sikat gigi yang baik dan benar disertai dengan teknik menyikat gigi yang baik dan benar. 2. Pemeliharaan kesehatan gigi disarankan agar dilakukan sejak usia dini untuk mempertahankan fungsi gigi sebagai pengunyahan dan estetika Daftar Pustaka Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta: Rineka Cipta. Besford John. 1996. Mengenal Gigi Anda. Jakarta: Arca. Hongini,S.Y dan M Aditiawarman. 2012. Kesehatan Gigi & Mulut. Bandung: PRC.
81
Machfoedz Ircham dan A Yetti Zein. 2005. Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut Anak-anak dan Ibu Hamil. Yogyakarta: Fitramaya. Panjaitan Monang. 1995. Etiologi Karies Gigi dan Penyakit Periodontal. Medan: USU PRESS. Pintauli Sondang dan T Hamada. 2012. Menuju Gigi & Mulut Sehat Pencegahan dan Pemeliharaan. Medan: USU PRESS. Putri M.H. dkk. 2013. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi. Jakarta: EGC. Ramadhan A.A. 2010. Serba SerbiKesehatan Gigi & Mulut. Jakarta Selatan: Bukune. Sariningsih Endang. 2012. Merawat Gigi Anak Sejak Usia Dini. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Srigupta,A.A. 2004. Perawatan Singkat Perawatan Gigi & Mulut. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Tarigan Rasinta. 2014. Karies Gigi. Jakarta: EGC. www.cerminduniakedokteran.com, 2009. www.pdgi-online.com, 2009. www.depkes.go.id www.purbalinggakab.com, 2009.
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRE-EKLAMSIA PADAHAMIL DI POLI KEBIDANAN RUMAH SAKIT TINGKAT II ISKANDAR MUDA BANDA ACEH TAHUN 2014
Fithriany1, Fitri Susana2, Cut Yuniwati3 1
Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Aceh 2 Universitas Ubudiyah Indonesia 3 Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Aceh
Abstract Based the data obtained in Poly Midwifery of Grade II Hospital of IskandarMuda Banda Aceh, obtained that in 2013, of amount of pregnancy was 3.787, found 44 persons (1,16%) of pregnant mother have hypertension, as many 106 (2,79%) of pregnant mothers have severe pre-eklampsia and 2 (0,05%) of pregnant mothers have eklampsia. Whereas period of 2014, of 3.188 of pregnant mothers who came to visit to Poly Midwifery of Grade II Hospital of IskandarMuda Banda Aceh, was 49 (1,53%) have hypertension, as many 126 persons (3,95%) have severe pre-eklampsia and as many 4 persons (0,15%) have eklampsia.Purpose of Study: To find out factors related to pre-eklampsia in pregnant mother in PolyMidwifery of Grade II Hospital of IskandarMuda Banda Aceh, period of January up to December 2014. Method of Study: This study is in analytical survey by cross sectional approach, it was conducted in May 27th up to June 1st, 2015, population in this study was whole pregnant mothers who came to visited to PolyMidwifery of Grade II Hospital of IskandarMuda Banda Aceh, January up to December 2014 periods, amounted to 3.188 persons, where sampling technique was using random sampling that taken randomly was 97 persons, the data is processed and analysed using chi-square (x2) test.Results of Study: There was correlation age to pre-eklampsia in pregnant mother with p=0,017 (p<0,05), there was correlation parity to pre-eklampsia in pregnant mother with p=0,021 (p<0,05), there was correlation history of hypertension to pre-eklampsia in pregnant mother with p=0,035 (p<0,05)Conlusion and Suggestion: There was correlation between age, parity and history of hypertension to pre-eklampsia in pregnant mother, expected to midwife for can give midwifery care to pregnant mother by pre-eklampsia so that may decrease the illness and death rates effect of pre-eklampsia. Keywords : Age, Parity, History of Hypertension, Pre-eklampsia
PENDAHULUAN Angka Kematian ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator penting untuk menilai tingkat kesejahteraan suatu negara dan status kesehatan masyarakat, dan bila AKI ini masih tinggi disuatu negara berarti sistem pelayanan obstetri di negara terdebut masih buruk, dan memerlukan perbaikan (Ambarwati dan Rismintari, 2009). Masalah kematian dan kesakitan ibu di Indonesia masih merupakan masalah besar dibidang kesehatan. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2012, diperoleh hasil yang sangat mengejutkan, dimana AKI melonjak sangat signifikan dari 228/100.000 kelahiran hidup (KH) pada tahun 2007 menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup, kondisi ini menunjukkan bahwa sistem pelayanan obstetri kembali pada kondisi tahun 1997. Ini berarti kesehatan ibu justru mengalami kemunduran selama 15 tahun. Sedangkan untuk provinsi Aceh AKI ibu mencapai
158/100.000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, 2013. Kematian ibu terjadi karena berbagai penyebab. Penyebab langsung kematian ibu terjadi akibat perdarahan mencapai 28%, eklamsia 24%, infeksi 11%, dan lain-lain (33%), sedangkan penyebab tidak langsung kematian ibu terjadi karena Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada kehamilan (37%), dan anemia pada kehamilan (40%) (Depkes RI, 2010). Pre-eklamsia dan eklamsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortilitas ibu dan janin. Di dunia angka kejadian pre-eklamsia berkisar antara 5-15% dari seluruh kehamilan (Rahajuningsih, 2005). Pipkin dalam Betty (2012) juga mengemukakan menurut perkiraan 50.000 wanita pertahun meninggal dunia karena preeklampsia. Sedangkan di negara maju angka kejadian preeklampsia berkisar 6-7% dan eklampsia 0,1-0,7%. Di Indonesia, angka kematian ibu akibat pre-eklampsia di Indonesia juga cukup tinggi yaitu berkisar antara 9,8% sampai 25% (Amelda, 2009).
82
Pre-eklamsi dalam kehamilan dapat menimbulkan dampak negatif bagi ibu dan janin, diantaranya solusio plasenta, hipofibrinogenmia, hemolisis, perdarahan otak, kelainan mata, edema, paru-paru, nekrosis hati, sindroma HELLP (Hemolisis, Elevated Liver Enzymes, dan Low Platelet). Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan kematian janin intra-uterin (Wiknjosastro, 2007). Penyebab pasti dari pre-eklampsia sampai kini masih belum diketahui, sehingga pre-eklampsia disebut sebagai “the disease of theories” dalam (Betty, 2012). Namun, berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Cooper dan Fraser (2009), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian pre-eklamsi yaitu keadaan sosial yang buruk, usia dan paritas ibu, riwayat gangguan hipertensi dalam keluarga, riwayat hipertensi terdahulu, dan adanya gangguan medis lainnya (penyakit ginjal, diabetes melitus, dan gangguan tromboembolisme). Pre-eklamsia kemungkinan juga dapat disebabkan oleh faktor lain yang lebih dominan dari karakteristik, namun insiden ini sangat dipengaruhi oleh paritas yang berkaitan dengan ras dan etnis, sedangkan faktor resiko lain yang berkaitan dengan pre-eklamsia adalah kehamilan multiple, riwayat hipertensi kronik, usia ibu lebih dari 35 tahun, dan obesitas (Cuningham, 2005). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Langelo (2011), diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian pre-eklampsia; ada hubungan antara paritas dengan kejadian pre-eklampsia, ada hubungan pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan kejadian pre-eklampsia, dan ada hubungan antara riwayat hipertensi dengan kejadian pre-eklampsia. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Asitah (2009), diperoleh hasil bahwa angka kejadian pre-eklamsia pada kehamilan menurut umur ditemukan pada kelompok umur 20-35 tahun sebanyak 73%, pre-eklamsia ditemukan pada paritas primipara sebanyak 82%, pre-eklamsia ditemukan pada usia kehamilan trimester ke III sebanyak 94%, dan pre-eklamsia ditemukan pada ibu hamil dengan riwayat kehamilan terdapat pada resiko tinggi sebanyak 67%. Berdasarkan study Pendahuluan di Poli Kebidanan Rumah Sakit Tingkat II Iskandar Muda Banda Aceh pada tahun 2013, dari jumah kehamilan sebanyak 3.787 kehamilan, dijumpai sebanyak 44 orang (1,16%) ibu hamil mengalami hipertensi, sebanyak 106 orang (2,79%) ibu hamil mengalami pre-eklamsia berat dan 2 orang (0,05%) ibu hamil mengalami eklamsi. Sedangkan periode pada tahun 2014, dari 3.188 orang ibu hamil yang datang berkunjung ke Poli Kebidanan Rumah Sakit Tingkat II Kesdam, sebanyak 49 orang mengalami hipertensi (1,53%), sebanyak 126 orang (3,95%) mengalami preeklamsia berat dan sebanyak 4 orang (0,15%) mengalami eklamsi. Menunjukkan bahwa angka kejadian pre-eklamsia di Rumah Sakit Tingkat II Kesdam meningkat setiap tahunnya. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui hubungan umur, paritas dan riwayat hipertensi dengan pre-eklamsia pada ibu hamil di
83
Poli Kebidanan Rumah Sakit Tingkat II Iskandar Muda Banda Aceh Tahun 2014. METODE Jenis penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional, yang dilakukan sejak bulan Januari sampai dengan Juli 2015 di Poli Kebidanan Rumah Sakit Tingkat II Iskandar Muda Banda Aceh. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang datang berkunjung ke Poli Kebidanan Rumah Sakit Tingkat II Iskandar Muda Banda Aceh, periode Januari sampai dengan Desember 2014, berjumlah 3.188 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan random sampling.Besarnya sampel dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:
n
N 1 N (d 2 )
3188 1 3188(0,12 ) 3188 n 1 3188(0,01) 3188 n 1 31,88 3188 n 32,88 n 96,95 n
n = 97 orang Keterangan : N: Besar populasi n : Besar sampel d : Tingkat kepercayaan (ketepatan yang diinginkan) sebesar 90 % Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang diperoleh dari buku register atau rekam medik di Poli Kebidanan Rumah Sakit Tingkat II Iskandar Muda Banda Aceh, pada periode Januari sampai dengan Desember 2014. Analisa data pada penelitian ini dilakukan analisa statistik dengan uji Chi-square. Dengan batas kemaknaan (α = 0,05) atau Convident Internal (CI=95%). HASIL Kejadian Pre-eklamsia Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kejadian Pre-Eklamsia Pada Ibu Hamil di Poli Kebidanan Rumah Sakit Tingkat II Iskandar Muda Banda AcehTahun 2014 No Kejadian pre-eklamsia Frekuensi % 1 Ya 60 61,9 2 Tidak 37 38,1 Jumlah 97 100
Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 97 responden, sebagian besar responden mengalami preeklamsia sebanyak 61,9% Umur Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Umur Ibu Hamil yang MengalamiPre-eklamsidi Poli Kebidanan Rumah Sakit Tingkat II Iskandar Muda Banda Aceh Tahun 2014 Umur Frekuensi % Berisiko 34 35,1 Tidak berisiko 63 64,9 Jumlah 97 100
No 1 2
Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 97 responden, sebagian besar umur responden berada pada kategori tidak berisiko sebanyak 64,9%. Paritas Distribusi Frekuensi ParitasIbu Hamil yang Mengalami Pre-eklamsi di Poli Kebidanan Rumah Sakit Tingkat II Iskandar Muda Banda Aceh Tahun 2014 Paritas Frekuensi % Berisiko 55 56,7 Tidak berisiko 42 43,3 Jumlah 97 100
Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 97 responden, sebagian besar paritas responden berada pada kategori berisiko sebanyak 56,7% Riwayat hipertensi Tabel 4.4
No 1 2
Distribusi Frekuensi Riwayat Hipertensi Ibu Hamil yang Mengalami Pre-eklamsi di Poli Kebidanan Rumah Sakit Tingkat II Iskandar Muda Banda AcehTahun 2014 Riwayat Hipertensi Frekuensi % Ada 46 47,4 Tidak ada 51 52,6 Jumlah 97 100
Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa responden yang memiliki riwayat hipertensi dan tidak memiliki riwayat hanya ada sedikit perbedaan, yang tidak memiliki riwayat hanya52,6%. Hubungan umur ibu hamil dengan kejadian pre-eklamsi Tabel 4.5
No 1 2
Hubungan paritas ibu hamil dengan kejadian pre-eklamsi Tabel 4.6
No
Tabel 4.3
No 1 2
Berdasarkan Tabel 4.5 diperoleh hasil bahwa responden yang memiliki umur pada kategori berisiko lebih banyak mengalami pre-eklamsi yaitu79,4%, dibandingkan responden yang memiliki umur pada kategori tidak berisiko dan mengalami kejadian preeklamsi hanya 52,4%. Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan Chi-Square dengan tingkat kepercayaan 95%, diperoleh nilai p=0,017 (p<0,05), menunjukkan bahwa ada hubungan umur dengan preeklamsia pada ibu hamil di Poli Kebidanan Rumah Sakit Tingkat II Iskandar Muda Banda Aceh.
Umur Berisiko Tidak berisiko
Hubungan Umur Ibu Hamil Dengan Kejadian Pre-eklamsi di Poli Kebidanan RumahSakit Tingkat IIIskandar Muda Banda AcehTahun 2014 Kejadian Pre-eklamsia Ya Tidak f % f % 27 79,4 7 20,6 33 52,4 30 47,6
Total f 34 63
% 100 100
pValue
95% CI
0,017
0,05
1 2
Hubungan Paritas Ibu Hamil Dengan Kejadian Pre-eklamsi di Poli KebidananRumah Sakit Tingkat II Iskandar Muda Banda AcehTahun 2014 Kejadian Pre-eklamsia Ya Tidak f % f % 40 72,7 15 27,3 20 47,6 22 52,4
Paritas Berisiko Tidak berisiko
Total f 55 42
% 100 100
pValue
95% CI
0,021
0,05
Berdasarkan Tabel 4.6 diperoleh hasil bahwa responden yang memiliki paritas pada kategori berisiko dan mengalami pre-eklamsi 72,7%. Sedangkan pada responden yang memiliki paritas pada kategori tidak berisiko dan mengalami pre-eklamsi hanya 47,6% Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan Chi-Square diperoleh nilai p=0,021 (p<0,05), menunjukkan bahwa ada hubungan paritas dengan pre-eklamsia pada ibu hamil di Poli Kebidanan Rumah Sakit Tingkat II Iskandar Muda Banda Aceh. Tabel 4.7
No 1 2
Hubungan Paritas Ibu Hamil Dengan Kejadian Pre-eklamsi di Poli Kebidanan Rumah Sakit Tingkat II Iskandar Muda Banda AcehTahun 2014
Riwayat Hipertensi Ada Tidak ada
Kejadian PreTotal peklamsia Value Ya Tidak f % f % f % 34 73,9 12 26,1 46 100 0,035 26 51 25 49 51 100
95% CI
0,05
Berdasarkan Tabel 4.7 diperoleh hasil bahwa responden yang memiliki riwayat hipertensi dan mengalami pre-eklamsi sebanyak 73,9% dibandingkan dengan yang tidak mengalami pre-eklamsi hanya 26,1%. Responden yang tidak ada riwayat hipertensi dan mengalami pre-eklamsi 51% sedangkan yang tidak mengalami pre-eklamsi 49%. Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan Chi-Square diperoleh nilai p=0,035 (p<0,05), menunjukkan bahwa ada hubungan riwayat hipertensi dengan pre-eklamsia pada ibu hamil di Poli Kebidanan Rumah Sakit Tingkat II Iskandar Muda Banda Aceh.
84
PEMBAHASAN 1. Hubungan umur dengan kejadian pre-eklamsia pada ibu hamil Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Rejeki (2010), bahwa secara statistik ada hubungan yang signifikan umur dengan pre-eklamsi Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Achsin dan Ngatimin (2008) juga mengemukakan bahwa wanita yang belum berusia 20 tahun atau berusia diatas 35 tahun saat kehamilan pertama kemungkinan akan munculnya eklamsia (keracunan kehamilan). Salah satu penyakit yang tercatat sebagai penyebab kematian maternal. Ibu yang berusia tua dapat berisiko lebih besar untuk mengalami komplikasi kehamilan, disebabkan karena kelainan kromosom yang lebih tinggi terutama sindrom down. Wanita yang berusia 35 tahun cendrung untuk mempunyai masalah kronis seperti tekanan darah tinggi yang dapat mempengaruhi kehamilan dibandingkan dengan wanita yang lebih muda. Teori ini juga didukung oleh Solihah (2008) juga mengemukakan semua ibu hamil bisa terkena pre-eklamsia. Namun yang lebih berisiko adalah ibu hamil untuk pertama kali, ibu dengan kehamilan kembar, penderita diabetes, memiliki hipertensi sebelum hamil, punya masaah ginjal dan ada riwayat pre-eklamsia dalam keluarga atau pernah menderita pre-eklamsia pada kehamilan sebelumnya, atau kehamilan pertama dibawah usia 20 tahun atau di atas 35 tahun. 2. Hubungan paritas dengan kejadian pre-eklamsia pada ibu hamil Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Utami (2007), bahwa ibu yang memiliki paritas yang beresiko memiliki 3,3 kali untuk mengalami pre-eklamsi Faktor paritas memiliki pengaruh terhadap persalinan dikarenakan Ibu hamil memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan selama masa kehamilannya terlebih pada ibu yang pertama kali mengalami masa kehamilan (Langelo, 2011). Teori ini juga didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Achsin dan Ngatimin (2008) juga mengemukakan bahwa wanita yang belum berusia 20 tahun atau berusia diatas 35 tahun saat kehamilan pertama kemungkinan akan munculnya eklamsia (keracunan hamil). Salah satu penyakit yang tercatat sebagai penyebab kematian maternal. Ibu yang berusia tua dapat berisiko lebih besar untuk mengalami komplikasi kehamilan, disebabkan karena kelainan kromosom yang lebih tinggi terutama sindrom down. Wanita yang berusia 35 tahun cendrung untuk mempunyai masalah kronis seperti tekanan darah tinggi yang dapat mempengaruhi kehamilan dibandingkan dengan wanita yang lebih muda.
85
3. Hubungan riwayat hipertensi dengan kejadian preeklamsia pada ibu hamil Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Utami (2007), bahwa ibu yang mempunyai riwayat hipertensi memiliki peluang 7 kali untuk mengalami pre-eklamsi Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Rukiyah dan Yulianti (2011) mengemukakan faktor resiko yang dapat meningkatkan terjadinya preeklamsia adalah riwayat tekanan darah tinggi sebelum kehamilan, riwayat mengalami preeklamsia sebelumnya, riwayat pre-eklamsia pada ibu atau saudara perempuan. Teori ini juga didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Cuningham (2005) mengemukakan ibu hamil dengan riwayat hipretensi sebelumnya terjadi apabila ibu mengalami hipertensi kronik sebelum kehamilan. Hipretensi kronik adalah terdapat hipertensi persisten, tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg sebelum kehamilan, atau sebelum 20 minggu. Wanita dengan penyakit vaskuler kronik, yang pertama kali diperiksa pada usia kehamilan 20 minggu, sering kali memperlihatkan tekanan darah yang normal. Namun selama trimester ketiga tekanan darah dapat kembali ke tingkat hipertensif semua, sehingga timbul masalah diagnostik dalam menentukan hipertensi yang bersifat kronik atau dipicu oleh kehamilan. Hipertensi kronik ini menyebabkan hipertrofi ventrikel dan dekompensatia kordis, cedera serebrovaskuler atau kerusakan intrinsik ginjal, yang berisiko menimbukan pre-eklamsia, yang mungkin jumpai hampir 25% diantara para wanita ini. Pada sebagian wanita, hipertensi kronik yang sudah ada sebelumnya akan semakin memperburuk setelah usia gestasi 24 minggu Apabila disertai oleh proteinuria, akan muncul lebih dini daripada preeklamsia murni serta cenderung cukup parah dan disertai dengan hambatan pertumbuhan janin KESIMPULAN Ada hubungan umur, paritas dan riwayat hipertensi dengan pre-eklamsia pada ibu hamil di Poli Kebidanan Rumah Sakit Tingkat II Iskandar Muda Banda Aceh DAFTAR PUSTAKA Ambarwati dan Rismintari, 2009. Asuhan Kebidanan (Nifas). Jakarta : Mitra Cedikia. Amelda, 2009. Pre-eklamsi. http://etc.ugm.com (dikutip tanggal 23 Januari 2015). Asitah, N, 2009. Gambarankasus preeklamsiapadaibuhamil di RumahSakit Dr.Pirngadi.MedanJurnalPenelitianUniversitas Sumatera Utara. Achsin, A & Ngatimin, R, 2008. Untukmu ibu tercinta, Cetakan ke 1, Jakarta Timur: Prenada media.
Betty, 2012. Hubungan Karakteristik Ibu Dengan Kejadian Pre-Eklamsia Di Rsui Yakssi Sragen. Karya Tulis Ilmiah. Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali. Cooper dan Fraser, 2009. Myles Buku Ajar Bidan. Jakarta : EGC. Cunningham, 2005. Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta : EGC Depkes RI, 2010. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA), Jakarta : Departemen Kesehatan Kesehatan Republik Indonesia. Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, 2013. Profil Kesehatan Provinsi Aceh. Banda Aceh. Langelo, 2011. Faktor Risiko Kejadian Preeklampsia di RSKD Ibu Dan Anak Siti Fatimah Makassar tahun 2011-2012. Makassar : Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin Prawirohadjo, 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo. Rahajuningsih, D, 2005. Disfungsi Endotel pada preeklamsia, journal Makara, Kesehatan, Vol. 9, No.2,
Desember 2005: 63-69 (dikutip tanggal 23 Januari 2015 Rejeki, 2010. Perilaku Patuh Perawatan Ibu Primigravida Dengankejadian Preeklamsi Berat Eklamsia di RSUD Soewondo Kendal. http://jurnal.unimus.ac.id (dikutip tanggal 23 Januari 2015). Rukiyah dan Yulianti, 2011. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta : Trans Info Media. Rumah Sakit Tingkat II Kesdam, (2015). Register Rekam Medik Ruang Bersalin. Banda Aceh. Solihah, L, 2008. Panduan Lengkap Hamil sehat, cetakan ke x. Jogjakarta : Tiga Serangkai. Utami, 2007. Faktor-Faktor Risiko Preeklampsia Pada Kehamilan (Studi di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten). http://srirezkiamelia.com/(dikutip tanggal 23 Januari 2015).
86
GAMBARAN KEBERSIHAN TANGAN DAN KUKU DENGAN INFEKSI ENTEROBIASIS PADA SISWA SEKOLAH DASAR DI KOTA MEDAN
Salbiah Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Medan
Abstrak Enterobius vermicularis adalah Nematoda usus yang sering dijumpai pada anak-anak, penyakitnya disebut Enterobiasis. Penularannya dapat terjadi pada suatu keluarga atau kelompok-kelompok yang hidup dalam satu lingkungan yang sama. Keadaan higiene perorangan yang kurang akan meningkatkan prevalensi infeksi kecacingan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Higiene Tangan Dan Kuku dan Infeksi Enterobiasis Pada Siswa SDN 060818 Jalan M. Nawi Harahap Kecamatan Medan Kota. Metode yang digunakan adalah Metode survey deskriptif dengantekhnik anal swab. Populasi penelitian adalah sebanyak 125 siswa. Sampel penelitian berdasarkan rumus sebanyak 40 siswa. Pengumpulan data diambil dari kuesioner dan pemeriksaan swab. Pengolahan data dilakukan secara manual dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi. Hasil wawancara melalui kuesioner ditemukan 21 siswa (52,5%) yang higiene perorangannya dalam kategori baik dan 19 siswa (47,5%) yang higiene perorangannya buruk. Pemeriksaan telur cacing atau cacing dilaboratorium didapatkan sebanyak 16 siswa (40%) yang positif terinfeksi Enterobius Vermicularis dan 24 siswa (60%) yang negatif. Berdasarkan jenis kelamin siswa, siswa laki-laki yang terinfeksiyaitu sebanyak 11 siswa (27,5%), dan siswa perempuan sebanyak 5 siswa (12,5%) yang terinfeksi Enterobius vermicularis. Berdasarkan kelas yang positif terinfeksi E.Vermicularis, kelas I 4 siswa (10%), kelas II 6 siswa (15%), kelas III 2 siswa (5%), kelas IV 3 siswa (7,5%), kelas V 1 siswa (2,5%).. Kata kunci :Higiene Perorangan Tangan dan Kuku, Infeksi E. Vermicularis A. PENDAHULUAN 1. Pendahuluan Infeksi cacing merupakan penyakit parasit yang endemik di Indonesia. Sebanyak 60–80% penduduk Indonesia, terutama di daerah pedesaan menderita infeksi cacing terutama infeksi cacing perut. Hal ini disebabkan banyak sekali faktor yang “melindungi” kehidupan parasitnya. Telah banyak upaya untuk pemberantasan penyakit ini, akan tetapi sampai sekarang masih belum terlihat hasil yang memuaskan. Dari banyaknya faktor yang menunjang kehidupan penyakit infeksi kecacingan ini, faktor sosial ekonomi yang masih rendah bagi kebanyakan masyarakat Indonesia merupakan salah satu faktor penting. (Natadisastra,2014). Penyakit kecacingan ini disebabkan banyak faktor, antara lain kondisi alam dan lingkungan, iklim, suhu, kelembapan serta juga hal-hal yang berhubungan dengan orang(masyarakat) yang disebabkan kekurangan mengertian, pendidikan yang kurang, sosial ekonomi rendah yang muncul, antara lain sebagai keadaan sanitasi lingkungan kurang baik, kepadatan penduduk, hygiene perorangan kurang baik serta kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik misalnya buang air besar dimana saja; penggunaan air yang kurang baik untuk mencuci alat makan maupun air untuk minum; tidak mencuci tangan sebelum makan, tidak mencuci dengan baik sayuran atau buah-buahan sebelum dimakan, kebiasaan anak main di
87
tanah serta hal-hal lainnya yang kesemuanya akan sangat menunjang tumbuh berkembangnya infeksi cacing di Indonesia (Natadisastra,2014). Enterobiasis adalah penyakit infeksi yang tersebar luas di seluruh belahan dunia, baik di negara-negara maju maupun berkembang. Cacing ini menginfeksi sekitar 500 juta penduduk dunia. Enterobius vermicularis adalah salah satu jenis cacing usus yang masih tinggi infeksinya di Indonesia (Soedarto,2011). Enterobius vermicularis telah diketahui sejak dulu dan telah banyak dilakukan penelitian mengenai biologi, epidemiologi dan gejala klinisnya. Manusia adalah satu- satunya hospes dan penyakitnya disebut enterobiasis atau oksiuriasis. Parasit ini kosmopolit tetapi lebih banyak ditemukan di daerah dingin dari pada di daerah panas (Sutanto,dkk,2008). Cacing ini relative tidak berbahaya, jarang menimbulkan lesi besar. Gejala klinis kebanyakan bersumber pada iritasi dii daerah sekitar anus, perineum, dan vagina oleh migrasi cacing betina yang hamil, jarang disebabkan oleh aktivitas cacing di dalam usus. Menimbulkan rasa gatal di sekitar anus disebut pruritus ani. Metode yang paling baik digunakan adalah Metode Scotch adhesive tape swab menurut Graham (Natadisastra,2014). Studi di Amerika Serikat menyatakan bahwa ada sekitar 20-42 juta orang yang terinfeksi, dengan prevalensi tertinggi pada anak-anak dan kontak dalam keluarga (Lohiya dalam Laras, 2008). Penelitian di beberapa negara berkembang menunjukkan prevalensi sebesar 14% - 19%
(Chaisalee dalam Laras, 2008). Di Indonesia dikatakan angka prevalensi E. vermicularis pada berbagai golongan manusia yaitu sebesar 3% - 80%, dengan kelompok usia terbanyak yang terinfeksi adalah kelompok usia antara 5-9 tahun (Yuliati dalam Laras, 2008). Penelitian di Pekalongan Jawa Tengah pada dua SD didapatkan hasil 62,96% dari 54 siswa dan 74,31% dari 109 siswa yang menderita enterobiasis (Hendratno dalam Andhika, 2013). Pada Penelitian Andhika (2013) di Surabaya yang meneliti kejadian enterobiasis pada siswa SD di daerah tertinggal yaitu Kenjaren, didapatkan posotif 86,7% dari 15 siswa dan negatif 33,3% dari 27 siswa yang menderita enterobiasis. Penyakit kecacingan menyerang semua golongan umur dan jenis kelamin, namun paling sering ditemukan pada anak usia pra sekolah dan sekolah dasar (usia antara 5-10 tahun). Diare , badan kurus, kekurangan cairan (dehidrasi), anemia serta badan lemas, lesu, perdarahan kecil pada lambung, lubang anus terasa gatal dan mata sering berkedip-kedip merupakan gejala awal yang ditimbulkan oleh adanya infeksi cacing. Kejang-kejang pada seluruh anggota gerak, perut membuncit dank eras akibat adanya timbunan gas (kembung) merupakan tanda bahwa racun telah menyebar ke seluruh tubuh. Anemia gizi merupakan masalah sangat penting, dampak yang ditimbulkan mempengaruhi tingkat kecerdasan dan produktivitas (Waris dan Rahayu, 2011). Dari survey Pendahuluan yang telah dijumpai, sekolah SD Negeri 060818 Jalan M. Nawi Harahap Kecamatan Medan Kota, memiliki lingkungan sekolah yang kurang bersih. Sekolah dengan lokasi yang sempit dan keadaan higienis sanitasi lingkungan yang buruk serta keadaan sosial ekonomi yang rendah. Melihat pola bermain anak-anak sehari-hari dengan kontak langsung oleh tanah dan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu ketika hendak makan makanan dari kebiasaan jajan sembarangan di tempat-tempat penjual makanan di pinggir jalan yang tidak tertutup dengan baik. Kemungkinan besar lingkungan di daerah sekolah tersebut terdapat telur cacing. 2.
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian Pendahuluan di atas, penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah gambaran higiene tangan dan kuku dengan kejadian infeksi Enterobiasis pada anak SDN Jalan M.Nawi Harahap Kecamatan Medan Kota?” 3. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui bagaimanakah gambaran higiene tangan dan kuku dengan kejadian infeksi Enterobiasis pada anak SDN 060818 Jalan M.Nawi Harahap Kecamatan Medan Kota. Tujuan Khusus - Untuk mengetahui prevalensi infeksi Enterobiasis yang disebabkan oeleh cacing Enterobius Vermicularis pada siswa SDN 060818 Jalan M.Nawi Harahap Kecamatan Medan Kota. - Untuk mengetahui tingkat infeksi Enterobiasis yang disebabkan oleh cacing Enterobius
-
-
4.
vermicularis pada siswa SDN 060818 Jalan M.Nawi Harahap Kecamatan Medan Kota berdasarkan jenis kelamin. Untuk mengetahui tingkat infeksi Enterobiasis yang disebabkan oleh cacing Enterobius vermicularis pada siswa SDN 060818 Jalan M.Nawi Harahap Kecamatan Medan Kota berdasarkan kelas. Untuk mengetahui gambaran higiene perorangan siswa yang meliputi :kebiasaan cuci tangan, pemakaian alas kaki, dan kebersihan tangan dan kuku.
Manfaat Penelitian - Hasil penelitian ini diharapkan menambah wawasan bagi penulis dan memberikan informasi kepada anak-anak terutama siswa yang berada di sekitar SDN tersebut mengenai tingkat infeksi kecacingan atau Enterobius vermicularis. - Memberikan informasi kepada dinas kesehatan setempat tentang intensitas kecacingan agar dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk mengurangi penyebaran penyakit kecacingan - Sebagai penambah wawasan dan penerapan ilmu pengetahuan yang diperoleh dalam bidang parasitologi tentang infeksi Enterobius vermicularis. B. METODE
1. Jenis dan Desain Penelitian Jenis dan Desain Penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Penelitian survey deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran keadaan higiene tangan dan kuku dengan infeksi Enterobiasis pada siswa. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 060818 Jalan M. Nawi Harahap Kematan Medan Kota. Pemeriksan telur cacing dilakukan di Laboratorium Terpadu Poltekkes Kemenkes Medan pada bulan Juli – September 2016. 3. Populasi dan sampel Populasi dalam penelitian ini ialah seluruh siswa-siswi SD Negeri M. Nawi Harahap Kecamatan Medan Kota yaitu sebanyak 125 anak, dan sampel berjumlah 40 siswa. 4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer untuk mengetahui higiene tangan dan kuku siswa yang diperoleh melalui wawancara dalam bentuk kuesioner dan data tentang infeksi E. Vermicularis diperoleh melalui pemeriksaan anal swab di laboratorium. 5. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan secara manual dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi.
88
A. HASIL Tabel.1 Distribusi Frekuensi Enterobiasis pada siswa SDN Jalan
M.Nawi Harahap Kecamtan Medan Kota
Diagram Distribusi Frekuensi Infeksi E.Vermicularis pada Siswa SDN 060818 Jalan M.Nawi Harahap Kecamatan Medan Kota 25
24
20 16 15 10 5 0 Positif
Negatif
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium mengenai infeksi E.Vermicularis siswa SDN 060818 Jalan M.Nawi Harahap Kematan Medan Kota menunjukkan bahwa yang positif terinfeksi E. Vermicularis sebanyak 16 siswa (40%), dan yang tidak terinfeksi sebanyak 24 siswa (60%). Tabel 2 Distribusi Frekuensi Enterobiasis berdasarkanJenis kelamin.
Diagram Distribusi Infeksi E.Vermicularis Bedasarkan Jenis Kelamin Pada Siswa SDN 060818 Jalan M.Nawi Harahap Kecamatan Medan Kota
12
11
10 8 6
5
4 2 0 Laki-laki
Perempuan
Dari table diatas dan Diagram, dapat dilihat bahwa siswa laki-laki lebih banyak terinfeksi Enterobius Vermicularis yaitu 11 siswa (27,5%) dari pada siswa perempuan yaitu 5 siswa (12,5%).
89
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Infeksi Enterobiasis berdasarkan Kelas Diagram Distribusi Frekuensi Infeksi Enterobius Vermicularis berdasarkan Kelas pada Siswa SDN 060818 Jalan M.Nawi Harahap Kecamatan Medan Kota
6 6
5 4 4 3
3 2
2
1
1
0 I
II
III
IV
V
Dari tabel dan diagram diatas dapat dilihat infeksi Enterobius Vermicularis pada kelas I sebanyak 4 siswa (10%), kelas II sebanyak 6 siswa (15%), kelas III sebanyak 2 siswa (5%), kelas IV sebanyak 3 siswa (7,5%), kelas V sebanyak 1 siswa (2,5%). Tabel 4.Distribusi Frekuensi Higiene Perorangan Tangan dan Kuku siswa.
Diagram Distribusi Frekuensi Higiene perorangan Tangan dan Kuku Siswa SDN 060818 Jalan M. Nawi Harahap Kecamatan Medan Kota 25 21 19
20
15
10
5
0 Baik
Buruk
Dari Tabel dan diagram di atas, dapat dilihat bahwa siswa yang higiene tangan dan kukunya dalam kategori baik sebanyak 21 siswa (52,5%), lebih tinggi dari pada siswa yang higiene tangan dan kukunya dalam kategori buruk yaitu sebanyak 19 siswa (47,5%).
90
Tabel 5 :Gambaran Kebersihan Tangan dan Kuku Siswa
Diagram Distribusi Frekuensi Kebersihan Tangan dan Kuku Siswa SDN 060818 Jalan M.Nawi Harahap Kecamatan Medan Kota 25 24 20
16
15
10
5
0 Bersih
Tidak Bersih
Dari Tabel dan diagram di atas, dapat dilihat bahwa siswa yang Kebersihan tangan dan kukunya dalam kategori baik sebanyak 24 siswa (60%), lebih tinggi dari pada siswa yang kebersihan tangan dan kukunya dalam kategori tidak bersih yaitu sebanyak 16 siswa (40%). PEMBAHASAN Sekolah Dasar Negeri 060818 Jalan M.Nawi Harahap merupakan salah satu sekolah di Kelurahan Sidorejo I yang ada di Kecamatan Medan Kota. Sekolah SD Negeri 060818 Jalan M. Nawi Harahap ini memiliki lingkungan sekolah yang kurang bersih dan sekolah dengan lokasi yang sempit serta sebagian besar mata pencaharian orang tua siswa siswi yg bersekolah ditempat tersebut adalah berjualan dipasar, tukang becak, dan supir angkot. Lingkungan disekitar sekolah tersebut masih ada lahan kosong yang sering menjadi tempat bermain anak-anak sekolah tersebut sehingga kemungkinan besar terinfeksi kecacingan. Berdasarkan hasil wawancara melalui kuesioner terhadap 40 siswa mengenai higiene perorangan tangan dan kuku siswa yang meliputi kebiasaan mencuci tangan, kebersihan kuku, dan penggunaan alas kaki, ditemukan 19 siswa (47,5%) yang higiene perorangannya dalam kategori tidak baik (buruk). Dari hasil pengamatan terhadap kuku siswa di dapat 24 siswa yang kukunya bersih (60%), dan 16 siswa yang kukunya kotor (tidak bersih) (40%). Dari hasil pengamatan yang dilakukan didapatkan hasil yang seimbang antara higiene perorangan dan kebersihan kuku siswa. Tangan merupakan organ tubuh yang paling mudah memindahkan penyakit. Suatu penyakit akan mudah 91
berpindah dari orang sakit ke orang sehat atau berpindah ketika mengambil makanan atau setelah ia pergi dari tempat kotor. Salah satu Metode penularan cacing E.Vermicularis adalah dengan autoinfection yaitu penularan dari tangan ke mulut sendiri atau pada orang lain sesudah memegang benda yang terkontaminasi telur cacing Enterobius Vermicularis infektif (Soedarto dalam Andhika 2013). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari 40 siswa yang dilakukan pemeriksaan secara laboratorium di dapat sebanyak 16 siswa (40%) yang positif terinfeksi Enterobius Vermicularis dan 24 siswa (60%) yang tidak terinfeksi cacing E.Vermicularis. Dengan demikian dapat disimpulkan di Sekolah SDN 060818 Jalan M.Nawi Hapahap ini angka kejadian infeksi Enterobiasis tidak terlalu tinggi atau signifikan. Higiene tangan dan kuku yang bersih bisa memengaruhi hasil pemeriksaan Enterobius vermicularisnegative, higiene tangan dan kuku yang kotor bisa memengaruhi hasil pemeriksaan Enterobius vermicularis yang positif. Berdasarkan jenis kelamin siswa, siswa laki-laki yang terinfeksi Enterobius vermicularis yaitu sebanyak 11 siswa (27,5%), sedangkan pada siswa perempuan sebanyak 5 siswa (12,5%) yang terinfeksi Enterobius vermicularis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa laki-laki lebih tinggi terinfeksi Enterobius vermicularis dibandingkan dengan siswa perempuan. Hal ini dimungkinkan karena siswa laki-laki lebih sering kontak dengan tanah, tidak rajin mencuci tangan, sering bermain-main diluar rumah atau dilingkungan sekitar rumah tanpa menggukan alas kaki seperti ketika bermain bola, sedangkan siswa perempuan yang lebih
memperhatikan kebersihan dirinya dan lebih cenderung berada di dalam rumah. Berdasarkan kelas, pada siswa kelas I ditemukan 4 dari 10 siswa terinfeksi Enterobius vermicularis (10%), pada kelas II sebanyak 6 dari 10 siswa terinfeksi Enterobius vermicularis (15%), pada siswa kelas III sebanyak 2 dari 10 siswa terinfeksi Enterobius vermicularis (5%), pada kelas IV sebanyak 3 dari 5 siswa terinfeksi Enterobius vermicularis (7,5%), pada siswa kelas V sebanyak 1 dari 5 siswa yang terinfeksi Enterobius vermicularis. Dalam hal ini, siswa kelas I dan II lebih tinggi terinfeksi Enterobius vermicularis dibandingkan dengan siswa kelas III, IV,dan V. Sesuai dengan hasil kuesioner, memang terlihat bahwa siswa kelas III,IV, dan V lebih mengetahui tentang menjaga kebersihan dirinya atau higiene pribadinya. KESIMPULAN 1.
2. 3. 4.
Infeksi Enterobiasispada siswa SDN 060818 Jalan M.Nawi Harahap Kecamatan Medan Kota sebanyak 40%. Infeksi Enterobiasissebagian besar dijumpai pada siswa laki-laki Infeksi Enterobiasis terbanyak pada siswa kelas II dan menyusul kelas IV, II, I dan V. Kebersihan tangan dan kuku siswa masih tergolong kurang (60%)
SARAN Berdasarkan simpulan di atas, maka beberapa saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut : 1. Dengan masih adanya tingkat infeksi Enterobius Vermicularis yang walaupun frekuensinya tidak terlalu tinggi sebaikknya perlu dilakukan pemberian obat cacing secara berkala pada siswa agar tidak meningkatkan resiko infeksi kecacingan yang lebih tinggi lagi. 2. Kepada pihak Puskesmas setempat agar meningkatkan penyuluhan untuk pemberantasan cacing melalui orang tua, supaya meningkatkan pengetahuan orang tua dan memiliki kesadaran untuk melakukan upaya pencegahan dan pengobatan sendiri. 3. Kepada pihak sekolah hendaknya menegakkan kedisiplinan kepada siswa terutama terhadap kebersihan diri, misalnya kebersihan kuku.
DAFTAR PUSTAKA Anonim.http://hermanypk.blogspot.com/2010_03_01_a rchive.html, diakses (09 Mei 2015) Anonim.http://www.asm.org/division/c/photo/pinworm 2.jpg, diakses (09 Mei 2015) Anonim.http://www.virtualpediatrichospital.org/patient .cqqa/pinworm.shtml, diakses (09 Mei 2015) Anonim.http://www.britannica.com.sg/zoologi/pinwor m-375316.html, diakses (09 Mei 2015) Andhika, P, 2013. Hubungan Higiene Tangan dan Kuku Dengan Kejadian Enterobiasis Pada siswa SDNKenjeran No. 248 Kecamatan Bulak Surabaya. Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Jalaluddin, 2009. Pengaruh Sanitasi Lingkungan, Personal Hygiene Dan Karakteristik Anak Terhadap Infeksi Kecacingan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kecamatn Bilang Mangat Kota Lhoksumawe. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan. Laras, W., 2008. Hubungan Status Ekonomi Dengan Kejadian Infeksi Cacing Enterobius Vermicularis Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Panggung Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Semarang, Jawa Tengah. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang. Linda, T, 2004. Panduan Pencegahan Infeksi dan fasilitas Pelayanan kesehatan dan sumber daya terbatas. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Natadisastra, D., 2014. Parasitologi Kedokteran. Di tinjau dari organ Tubuh yang Diserang.Jakarta : Buku Kedokteran EGC Notoatmodjo, S, 2010. Metodologi Penelitian Ksehatan.Jakarta : Rineka Cipta Prasetyo,H., 2013. Buku AjarParasitologi Kedokteran Parasit Usus. Jakarta : Sagung Seto Soedarto,2011. Buku AjarParasitologi Kedokteran. Jakarta : Sagung Seto Sri Hidajati B.S, dkk, 2014. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Buku Kedokteran ECG Sutanto,I,dkk., 2008. Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta: Gaya Baru.
92
PENGETAHUAN HIV/AIDS PADA REMAJA DI KELAS XI SMA NEGERI 1 DOLOK PANRIBUAN
Dodoh Khodijah Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Medan
Abstrak Resiko penularan HIV/AIDs di Indonesia, 80% disebabkan oleh tranmisi seksual tidak aman atau bergantiganti pasangan seksual tanpa menggunakan kondom. ILO mencatat lebih dari 80% kasus HIV berada di usia produktif 15-49 tahun dan diprediksi 1 dari 25 orang berusia 15-49 tahun terinfeksi HIV, hanya 11,4% penduduk umur 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan benar dan komprehensif tentang HIV/AIDs. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan HIV/AIDs pada Remaja di kelas XI SMA Negeri 1 Dolok Panribuan. Metode: Rancangan penelitian deskriptif untuk mengetahui gambaran pengetahuan HIV AIDs pada remaja di SMA Negeri 1 Dolok Panribuan. Sampel sebanyak 60 orang kelas XI SMA Negeri 1 Dolok Panribuan. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner tertutup. Analisis data dengan menggunakan distribusi frekwensi. Hasil: Hanya sebesar (21%) remaja mempunyai pengetahuan yang baik tentang HIV/AIDs. Distribusi remaja berdasarkan jenis kelamin mempunyai jumlah yang hamper sama yaitu perempuan : laki-laki ( 51,7%) : ( 48,3%). Sebanyak (48,3%) memperoleh informasi dengan sumber yang baik. Kesimpulan: Pengetahuan remaja tentang HIV/AIDs masih rendah di SMA Negeri 1 Dolok Panribuan. Kata kunci :Pengetahuan, HIV AIDS
Pendahuluan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDs) adalah suatu kumpulan gejala penyakit kerusakan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Penyakit ini telah menjadi masalah internasional karena dalam waktu yang relatif singkat terjadi peningkatan jumlah pasien dan semakin melanda banyak negara. Sampai saat ini belum ditemukan vaksin atau obat yang relatif efektif untuk AIDs sehingga menimbulkan keresahan di dunia (Widoyono, 2008 ). HIV dapat menyebar melalui sexual intercourse yang bergantiganti pasangan, jarum suntik yang digunakan secara bersamaan oleh para pecandu obat, jarum tato, dan transfusi darah.Virus HIV ini juga dapat ditularkan melalui darah, sperma, dan cairan vagina, juga pada ASI ibu (Suherman 2013). Pada tahun 2013 Penyebaran HIV/AIDs pada usia muda makin memprihatinkan, saat ini di seluruh dunia lebih dari setengah infeksi HIV/AIDs baru terjadi pada usia muda. Di Asia Pasifik sekitar 350.000 orang terinfeksi HIV/AIDs, lebih dari 6% diantaranya adalah anak-anak di bawah usia 14 tahun, sementara di usia 10 sampai 19 tahun sekitar 17%. Selain itu, sekitar 240.000 remaja saat ini hidup dengan HIV di wilayah Asia Pasifik (UNICEF, 2013). WHO (World Health Organization) memperkirakan sekitar 170.000 sampai 210.000 dari 220 juta penduduk Indonesia mengidap HIV/AIDS, di mana angka kejadian diperkirakan mencapai 2,4%, dan cara penularan utamanya adalah melalui hubungan 93
seksual tanpa menggunakan pelindung. Jumlah kasus kematian akibat AIDs di Indonesia diperkirakan mencapai 5.500 jiwa. Epidemi tersebut terutama terkonsentrasi di kalangan pengguna obat terlarang melalui jarum suntik dan pasangan intimnya, orang yang berkecimpung dalam kegiatan prostitusi dan pelanggan mereka, dan pria yang melakukan hubungan seksual dengan sesama pria (Komisi Penanggulangan AIDs, 2013). Resiko penularan HIV/AIDs di Indonesia, 80% disebabkan oleh tranmisi seksual tidak aman atau berganti-ganti pasangan seksual tanpa menggunakan kondom. International Labaour Organization (ILO) mencatat lebih dari 80% kasus HIV berada di usia produktif 15-49 tahun dan diprediksi 1 dari 25 orang berusia 15-49 tahun terinfeksi HIV (Komisi Penanggulangan AIDs, 2013). Tingginya persentase wanita umur 15–49 tahun dan pria kawin umur 15-54 tahun yang pernah mendengar tetang HIV/AIDs, tidak sesuai dengan tingkat pengetahuan tentang cara mengurangi resiko tertular HIV/AIDs (Komisi Penanggulangan AIDs, 2012). Secara nasional terdapat 44% kelompok remaja usia 15-24 tahun yang kurang mengetahui cara pencegahan HIV/AIDs (,Basuki 2012) dan hanya 11,4% penduduk umur 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan benar dan komprehensif tentang HIV/AIDs (Depkes RI, 2010). Angka kejadian HIV tertinggi di DKI Jakarta diikuti oleh Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, dan Bali (Widoyono, 2011)
Komisi Penanggulangan AIDs Pematangsiantar melaporkan, di Sumatera Utara terdapat 1224 kasus HIV dan ada 515 kasus AIDs. Jumlah komulatif kasus HIV/AIDs sampai Januari 2014 di Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun terdapat 283 kasus. Distribusi Orang dengan HIV/AIDs (ODHA) berdasarkan umur yaitu jumlah laki-laki 206 orang, perempuan 77 orang, sedangkan distribusi berdasarkan umur sekuruh ODHA berada pada rentang usia 25-49 tahun (Komisi Penanggulangan AIDs, 2013) Berdasarkan survey awal yang dilakukan di kelas XI SMA NEGERI 1 Dolok Pangaribuan, dari 10 orang siswa/i yang diberi pertanyaan singkat tentang HIV AIDs hanya 4 orang yang mengetahui salah satu cara mencegah HIV/AIDs, 3 orang tidak tahu gejala yang timbul pada penderita HIV/AIDs. Maka penulis tertarik mengadakan penelitian tentang Gambaran Pengetahuan HIV/AIDs pada remaja di SMA Negeri 1 Dolok Panribuan. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan HIV/AIDs pada Remaja di kelas XI SMA Negeri 1 Dolok Panribuan . Manfaat Penelitian Sebagai bahan masukan dan informasi bagi remaja di SMA Negeri 1 Dolok Panribuan dalam mengembangkan penegetahuan HIV/AIDs pada remaja khususnya di SMA Negeri 1 Dolok Panribuan. Metode Jenis penelitian ini bersifat deskriptif untuk melihat gambaran pengetahuan tentang HIV AIDs pada remaja di SMA Negeri 1 Dolok Panribuan. Populasi dalam penelitian ini semua remaja di kelas XI SMA Negeri 1 Dolok Panribuan, sampel berjumlah 60 orang, pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana pada bulan Maret – mei 2014. Data diambil dengan melalui wawancara langsung terhadap responden menggunakan kuesioner. Data dihitung secara distribusi frekwensi. Hasil Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Remaja tentang HIV/AIDs di SMA Negeri 1 Dolok Panribuan Tahun 2014 NoKategori Pengetahuan F % 1 Sangat Baik 5 8,3 2 Baik 13 21,7 3 Cukup 19 31,7 4 Kurang 23 38,3 Total 60 100 Berdasarkan tabel di atas, dari 60 responden menunjukkan bahwa distribusi pengetahuan remaja tentang HIV/AIDs (hanya 21%) mempunyai pengetahuan yang baik tentang HIV/AIDs.
Tebel 2. Distribusi Karakteristik Remaja tentang HIV/AIDs Berdasarkan Jenis Kelamin dan Sumber Informasi di SMA Negeri 1 Dolok Panribuan Tahun 2014 No Karakteristik Remaja F % 1 Jenis Kelamin Laki-laki 29 48,3 Perempuan 31 51,7 Total 60 100 2 Sumber Informasi Baik 29 48,3 Buruk 31 51,7 Total 60 100 Berdasarkan tabel 2, dari 60 responden yang di data menunjukkan bahwa distribusi remaja berdasarkan jenis kelamin mempunyai jumlah yang hamper sama yaitu perempuan : laki-laki ( 51,7%) : ( 48,3%). Dan sebanyak (48,3%) memperoleh informasi dengan sumber yang baik. Pembahasan 1. Pengetahuan HIV/AIDs pada Remaja Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010). Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 60 responden yang diteliti hanya 21.7% responden remaja di SMA Negeri 1 Dolok Panribuan mempunyai pengetahuan HIV/AIDs yang baik tentang HIV AIDs. Hal ini dikarenakan penyakit ini apabila belum berlanjut ke AIDs tidak mempunyai gejala yang khas yang bisa dilihat secara kasat mata. Hasil wawancara mereka tidak pernah mengetahui penderita HIV Aids. Selain itu daerah Pangaribuan berada cukup jauh dari kota yang memungkinkan informasi tentang HIV AIDs sulit diakses. Hasil penelitian ini sejalan dengan Putri (2015) yang meneliti tentang pengetahuan Remaja Tentang HIV/AIDS di SMA Kemala Bhayangkari II Rantau Utara Kabupaten didapatkan bahwa responden yang mempunyai berpengetahuan baik sebesar (27,17%). HIV AIDs menjadi masalah di semua Negara di belahan dunia manapun. Data menunjukan adanya peningkatan kasus pada setiap tahunnya. Kasus HIV di kalangan remaja sepuluh daerah terbanyak hingga mencapai 98 persen dari remaja berusia 10 sampai 19 hidup dengan HIV di Asia-Pasifik. Ini adalah: Kamboja, Cina, India, Indonesia, Myanmar, Pakistan, Papua Nugini, Filipina, Thailand dan Viet Nam.Papua Nugini dan Filipina memiliki proporsi tertinggi remaja yang hidup dengan HIV. Di Filipina, infeksi HIV baru di kalangan anak usia 15-19 tahun telah meningkat 50
94
persen selama empat tahun, dari sekitar 800 pada 2010 menjadi 1.210 pada tahun 2014.Di Asia Selatan, kematian terkait AIDS di kalangan anak usia 10-19 tahun telah hampir empat kali lipat dari sekitar 1.500 pada tahun 2001 menjadi 5.300 di tahun 2014. Di Asia Timur dan Pasifik, kematian telah meningkat dari 1.000 menjadi 1.300 pada periode yang sama (UNICEF. 2015) Shiferaw dkk (2011) di Ethiopia menyatakan semua siswa telah mendengar tentang AIDS Pengetahuan tentang beberapa aspek dari penyakit ini cukup rendah pada kelompok penelitian. Hanya setengah dari siswa tahu bahwa saat ini, AIDS tidak dapat disembuhkan dan infeksi HIV dapat diperoleh melalui kontak seksual dengan orang yang 'akrab'. Pengetahuan tentang IMS juga cukup rendah, 39% tahu bahwa nanah dalam urin merupakan gejala IMS dan 45,4% tahu bahwa akuisisi IMS lain adalah meningkatkan kemungkinan penularan HIV berikut seks yang tidak aman dengan kasus yang diketahui. 25% dari kelompok studi melakukan hubungan seksual sebelumnya dan terkena perilaku berisiko seksual lainnya. Sekitar 34% dari responden memiliki sikap negatif terhadap AIDS dan PMS. Masa remaja adalah masa transisi dan penuh risiko, perubahan dari masa anak-anak menuju dewasa. Remaja mempunyai sifat yang unik, salah satunya adalah sifat ingin meniru sesuatu hal yang dilihat, kepada keadaan, serta lingkungan di sekitarnya. Sehingga kasus HIV pada remaja merupakan populasi kunci untuk penyebaran HIV selanjutnya, khususnya laki-laki gay muda. Kenaikan infeksi baru bertepatan dengan peningkatan perilaku berisiko, seperti banyak pasangan seksual dan penggunaan kondom yang tidak konsisten.orang-orang transgender, pengguna narkoba suntik, dan orang-orang yang membeli dan menjual seks. Ini sebagai ancaman kesehatan masyarakat pada tahun 2030 apabila tanpa menanggulangi epidemi HIV di kalangan remaja (UNICEF. 2015) Pengetahuan HIV/AIDs pada remaja berdasarkan jenis kelamin lebih mengarah kepada pergaulan. Laki-laki cenderung lebih cepat terbawa dengan pergaulan lingkungan luar seperti ajakan teman untuk meroko, narkoba, seks bebas.Semakin banyak bergaul dengan lingkungan luar semakin tinggi tingkat pengetahuannya, tetapi juga semakin tinggi beresiko pada hal-hal negatif untuk ikut terbawa dengan lingkungan yang berdampak pada kesehatan misalnya resiko tinggiuntuk terkena HIV/AIDs (Depkes RI, 2004). Penyebaran HIV yang cepat selain karena penularan yang sangat cepat dan disamping itu belum ditemukannya obat/vaksin yang efektif terhadap AIDs. Oleh karena itu penelitian tentang HIV/AIDs telah dilaksanakan dengan sangat insentif dan informasi mengenai penyakit ini semakin bertambah dan menyebar dengan cepat. Informasi yang banyak, masalah yang kompleks dan penemuan penyakit yang relative baru, sering menimbulkan kesalahpahamanan dan ketakutan yang berlebihan (Depkes RI, 2002).
95
Berdasarkan hasil penelitian gambaran pengetahuan HIV/AIDs pada remaja di SMA Negeri 1 Dolok Panribuan diperoleh hasil sebagai berikut : Dari hasil analisa terlihat bahwa dari 60 responden, mayoritas adalah jenis kelamin perempuan dengan jumlah 31 orang (51,7) dan minoritas adalah jenis kelamin laki-laki dengan jumlah 29 orang (48,3). 2.
Sumber Informasi Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Salah satu kebijakan/keputusan yang telah diambil oleh Panitia Nasional Penanggulangan AIDs yang telah diterima oleh Departemen Kesehatan adalah penyuluhan kesehatan kepada masyarakat dengan menyebarkan informasi mengenai AIDs melalui media cetak dan lainnya. Siswa yang semakin banyak mencari informasi atau semakin tinggi keingintahuannya akan HIV/AIDs maka akan mencari sendiri informasi tersebut. Dengan demikian keterpaparan dengan media cetak akan semakin tinggi. Oleh karena itu perlu untuk terus memberikan informasi tentang HIV/AIDs melalui media cetak yang khusus untuk para remaja. Peran media elektronik sangat penting dalam memberikan informasi tentang apa pun juga baik bidang pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, politik, dan tidak ketinggalan informasi kesehatan. Media elektronik seperti TV, radio, internet, dan HP sangat cepat dapat memberikan informasi. Untuk mendapatkan informasi tersebut tergantung dari kepentingan – kepentingan seseorang. Remaja sekarang ini cenderung untuk mendapatkan informasi dengan cepat melalui internet. Pengetahuan akan kesehatan khususnya HIV/AIDs akan meningkat jika siswa/remaja mau menggunakan fasilitas tersebut dengan mencari informasi sendiri dari internet maupun media elektronik lainnya. Kesimpulan Pengetahuan remaja tentang HIV/AIDs di SMA Negeri 1 Dolok Panribuan mayoritas dalam kategori kurang. Saran Pihak sekolah diharapkan pihak sekolah dapat memberikan informasi tenteng HIV/AIDs kepada siswa siswinya dengan mengundang tenaga kesehatan kesekolah bekerjasama dengan puskesmas terdekat. Bagi Remaja diharapkan agar lebih aktif lagi mencari informasi tentang HIV/AIDs selain dapat menambah pengetahuan remaja, juga mampu menjaga pergaulan. Daftar Pustaka Depkes RI, 2005, Penderita HIV/AIDS Remaja Memperihatinkan, Tempo Interaktif, www.tempo.co
__________, 2008, Gambaran Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Awam Terhadap Penderita HIV/AIDS di kelurahan Petisah tengah tahun 2009, Universitas Sumatera Utara, Medan. __________, 2010, Riset Kesehatan Dasar 2010,[Online] Available at : http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/b uku_laporan, diakses tanggal 29 Maret 2014. Dewi, M.U.K. 2013, Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana, Penerbit Tim Info Media, Jakarta. id.wikipedia.org, 2013, HIV/AIDS di Indonesia, http://id.wikipedia.org/HIV Klatt, C, 2013, Pathology of AIDS, Savanah : Mercer University School of Medicine Komisi Penanggulangan AIDS, 2013, Laporan Triwulan III, http://aidsindonesia.or.id/ck_uploads/final%20La poran%20HIV%AIDS%20Triwulan.pdf diunduh tanggal 30 Desember 2013 Mulyani, NS., Rinawati M. 2013, Kanker Payudara dan PMS pada Kehamilan, Penerbit Nuha Medika, Yogyakarta. Notoatmodjo. 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku, Penerbit Renika cipta, Jakarta ___________. 2010, Kesehatan Reproduksi, Penerbit Renika cipta, Jakarta Prawiroharjo, Sarlito W. 2012, Psikologi Remaja, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta Sastrawinata, Ucke S, 2008, Virologi Manusia, PT. Alumni, Bandung.
Shiferaw. 2011. Assessment of knowledge, attitude and risk behaviors towards HIV/AIDS and other sexual transmitted infection among preparatory students of Gondar town, north west Ethiopia. BMC Reserch. DOI: 10.1186/1756-0500-4-505. Socviani V. 2012, mengungkap Tuntas 9 Jenis PMS (Penyakit Menular Seksual), Penerbit Nuha Medika, Yogyakarta Soetjiningsih. 2010, Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya, Penerbit Sagung Seto, Jakarta. Suherman, A, S. 2013, Yuks Kenali Seks (Edukasi Seks Untuk Remaja), Penerbit Yrama Widya, Bandung. Sumiati dkk. 2009, Kesehatan jiwa Remaja dan Konseling, Penerbit Trans Info Media, Jakarta UNICEF, 2013, http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@ed_p rotect/@protav/ @ilo_aids/documents/publication/wcms_116. UNICEF, UNAIDS. 2015. Asia-Pacific region facing a „hidden epidemic‟ of HIV among adolescents, new report finds. Bangkok Widoyono, 2008, Perjalanan Bidan, dalam http://perjalananbidan.blogspot.com ________. 2011, Penyakit Tropis (Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya), Penerbit Erlangga, Jakarta.
96
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN SUSU FORMULA DENGAN TERJADINYA KARIES ANAK PADA USIA 3-5 TAHUN DI DESA SENA PERUMAHAN CENDANA ASRI KEC. BATANG KUIS TAHUN 2016
Manta Rosma, Susy Adrianelly Simaremare Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Medan
Abstrak Susu formula merupakan pengganti makanan tambahan sering diberikan untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat anak. Kebiasaan anak minum susu formula dengan menggunakan botol saat menjelang tidur dapat menyebabkan karies gigi. Laktosa dalam sisa susu yang tergenang dalam mulut sepanjang malam akan mengalami proses hidrolisa oleh bakteri plak menjadi asam. Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan Metode survey. Sampel penelitian ini adalah ibu dari anak usia 3-5 tahun yang mengkonsumsi susu formula di Desa Sena Perumahan Cendana Asri Kec. Batang Kuis yang berjumlah 30 orang.Data pengetahuan tentang pemberian susu fomula dapat diperoleh dari kuesioner yang dibagikan kepada seluruh sampel, sedangkan data karies gigi diperoleh dari hasil pemeriksaan gigi. Hasil penelitian tingkat pengetahuan ibu dengan kriteria baik yaitu 33,3% (10 orang) dengan karies gigi anak 6,7% (2 orang) dan yang tidak karies 26,7% (8 orang), kriteria sedang yaitu 30% (9 orang) dengan karies gigi anak 26,7% (8 orang) dan yang tidak karies 3,3% (1 orang), sedangkan kriteria buruk yaitu 36,7% (11 orang) dengan karies gigi anak 33,3% (10 orang) dan yang tidak karies 3,3% (1 orang). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian susu formula sangat berpengaruh dengan terjadinya karies anak. Diharapkan kepada ibu-ibu balita agar memperhatikan pemberian susu formula pada anak agar gigi sehat dan tidak ada peningkatan karies gigi yang semakin parah lagi. Kata kunci : pengetahuan, susu formula, karies
Pendahuluan Karies gigi merupakan suatu penyakit yang tersebar luas pada sebagian besar penduduk di dunia, sehingga menjadi masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat. Berdasarkan laporan United States Surgeon General pada tahun 2000 menyatakan bahwa karies gigi merupakan penyakit infeksi kronis yang paling umum dan banyak diderita anak, khususnya usia balita(Sihombing, 2015). Prevalensi karies di negara-negara Eropa, Amerika, dan Asia termasuk di Indonesia, 80-90% anak terserang karies. Persentase karies gigi bertambah dengan meningkatnya peradaban manusia dan hanya 5% yang tidak mengalami karies gigi(Tarigan, 2014). Perkembangan zaman yang menuntut segalanya serba praktis menjadikan susu formula lebih dilirik oleh para ibu,untuk memenuhi kebutuhan anaknya(Khasanah, 2011). Susu sebagai pengganti makanan tambahan sering diberikan untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat. Karbohidrat yang terkandung dalam bahan makanan ada tiga jenis yaitu, polisakarida, disakarida, dan monosakarida. Laktosa merupakan jenis gula yang dijumpai pada susu hewani maupun susu ibu. (Santoso dan Ranti, 2009). Susu yang diberikan menggunakan botol menjadi asal mula gigi berlubang pada anak. Mengkonsumsi susu
97
menggunakan botol sebelum tidur dan tidak sempat membersihkan gigi sampai anak tertidur dan bangun untuk mengkonsumsi susu lagi. Kandungan gula dari susu menempel pada mahkota gigi dan menyebabkan gigi berlubang (Erwana, 2013). Kondisi yang memperparah terjadinya karies pada anak adalah karena ketidakpahaman orang tua terhadap penyebab utama terjadinya karies tersebut. Karies pada gigi sulung disebabkan karena terpaparnya gigi oleh cairan manis dalam jangka waktu lama (Sihombing, 2015). Pada anak balita pengaruh orang tua sangat berperan dalam membentuk perilaku anak. Sikap dan perilaku orang tua terutama ibu yang biasanya orang terdekat dengan anak dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut memberi pengaruh yang cukup signifikan terhadap sikap dan perilaku anak. Pengetahuan ibu tentang kesehatan gigi akan sangat menentukan status kesehatan gigi anaknya kelak (Gultom, 2009). Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 prevalensi nasional masalah gigi dan mulut adalah 25,9%, di Sumatera Utara prevalensi masalah gigi dan mulut sebesar 19,4% dan untuk kelompok umur 1-4 tahun prevalensi masalah gigi dan mulut sebesar 10,4% (RISKESDAS, 2013). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurhidayah pada tahun 2012 menunjukkan bahwa
sebanyak 58,3% anak yang diberikan susu formula dalam botol mengalami karies. Tingginya angka kejadian karies pada anak dengan kebiasaan minum susu botol juga dilaporkan oleh Kompas tahun 2009 bahwa masalah karies gigi di Indonesia dialami oleh anak usia dibawah 5 tahun sebanyak 85% salah satu penyebabnya adalah minum susu botol (Sihombing, 2015). Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan di Desa Sena Perumahan Cendana Asri, banyak dijumpai anak usia 3-5 tahun yang mengalami karies gigi, yang salah satu faktornya yaitu mengkonsumsi susu formula dengan menggunakan botol serta hasil tanya jawab dengan ibu-ibu dari anak tersebut, mereka kurang memperhatikan kesehatan gigi anaknya dan sering kali membiarkan anaknya minum susu sampai anak tertidur. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian susu formula dengan terjadinya karies anak pada usia 3-5 tahun di desa Sena Perumahan Cendana Asri Kec. Batang Kuis. Rumusan Masalah Berdasarkan Pendahuluan diatas, maka dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut yaitu: ”Bagaimanakah gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian susu formula dengan terjadinya karies anak pada usia 3-5 tahun di Desa Sena Perumahan Cendana Asri Kec. Batang Kuis”. Tujuan Penelitian Mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian susu formula dengan terjadinya karies anak pada usia 3-5 tahun di Desa Sena PerumahanCendana Asri Kec. Batang Kuis. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan melatih peneliti mengembangkan pengetahuan berfikir secara objektif dan menjadi bahan untuk penelitian lebih lanjut. 2. Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan edukasi kepada orang tua mengenai pengaruh pemberian susu formula dalam botol terhadap karies sehingga dapat melakukan pencegahan dalam upaya meningkatkan dan menjaga kesehatan gigi anak sejak dini. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan sebagai bahan referensi diperpustakaan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Medan Jurusan Keperawatan Gigi Medan. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan Metode survey yang bertujuan untuk memperoleh gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian susu formula dengan terjadinya karies anak pada usia 3-5
tahun di Desa Sena Perumahan Cendana Asri Kec. Batang Kuis tahun 2016. Penelitian ini diarahkan untuk mendeskripsikan atau menguraikan suatu keadaan didalam suatu komunitas atau masyarakat,tanpa melakukan intervensi terhadap subyek penelitian sehingga sering disebut penelitian noneksperimen. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Perumahan Cendana Asri kec. Batang kuis.
Sena
Waktu Penelitian Penelitian dilakukan mulai dari September sampai Nopember tahun 2016.
bulan
Populasi penelitian Populasi adalah keseluruhan objek yang diteliti.Adapun populasi yang akan diteliti disini adalahibu dari anak usia 3-5 tahun yang mengkonsumsi susu formula di Desa Sena Perumahan Cendana Asri Kec. Batang Kuis yang berjumlah 30 orang. Sampel penelitian Sampel adalah sebagian objek yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili populasi.Menurut Arikonto,jika populasi lebih kecil 100 sampel yang dapat diambil seluruhnya dari populasi.Dalam penelitian ini sampel yang diambil seluruh ibu yang berjumlah 30 orang (total sampling). Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang relevan dikumpulkan untuk memperoleh jawaban atas masalah penelitian yang dirumuskan.Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas dua jenis yaitu : 1) Data Primer Data primer adalah data yang langsung diperoleh atau diambil oleh peneliti diperoleh dari jawaban terhadap kuesioner yang dibagikan secara langsung kepada ibu dan pemeriksaan karies secara langsung pada anak usia 3-5 tahun yang mengkonsumsi susu formula di Desa Sena Perumahan Cendana Asri Kec. Batang Kuis. 2) Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari data yang sudah ada atau sudah dikumpulkan oleh pihak posyandu Desa Sena,misalnya jumlah ibu dari anak usia 3-5 tahun yang mengkonsumsi susu formula sebanyak 30 orang di Desa Sena Perumahan Cendana Asri Kec. Batang Kuis seperti, nama, alamat, usia (data ibu dan anak yang menjadi sampel penelitian). Analisa Data Analisa data dilakukan secara manual untuk: a. Melihat gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian susu formula dengan terjadinya karies anak pada usia 3-5 tahun. Pengukuran pengetahuan ibu sang anak dengan memberikan kuisioner yang berisi tentang pertanyaan – pertanyaan yang berhubungan dengan pemberian susu
98
formula kepada anak, partisipan menjawab 12pertanyaan pilihan ganda dengan 3 pilihan jawaban. Rumus :
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖𝑀𝑎𝑥𝑖𝑚𝑢𝑚 –𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ𝑘𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖 12−0
= 3 = 4 Maka, tingkat pengetahuan ibu diklasifikasikan, sebagai berikut : - Buruk =0-4 - Sedang =5-8 - Baik = 9 – 12 b. Pemeriksaan klinis gigi Pemeriksaan dilakukan pada anak-anak usia 3-5 tahun. Penelitian di lakukan di Desa Sena Perumahan Cendana Asri Kec. Batang Kuis. Adapun langkah-langkah pemeriksaan yang dilakukan yaitu: - Mencatat identitas sampel (nama,usia,dan jenis kelamin). - Pemeriksaan karies gigi dilakukan dengan mendudukan anak menghadap pemeriksa, pemeriksaan dengan menggunakan alat – alat diagnostik. Pemeriksaan gigi klinis dengan melihat ada tidaknya gigi yang terkena karies. - Dan hasil pemeriksaan dimasukkan dalam format pemeriksaan karies gigi. Hasil Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 30 ibu dari anak usia 3-5 tahun yang mengkonsumsi susu formula di Desa Sena Perumahan Cendana Asri Kecamatan Batang kuis, data yang diperoleh dimasukan ke dalam tabel distribusi frekuensi dan selanjutnya dilakukan analisa data. Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Ibu tentang PemberianSusu Formula pada Anak Usia 3-5 Tahun di Desa Sena PerumahanCendana Asri Kecamatan Batang Kuis Tahun 2016 No Kriteria n Frekuensi 1. Baik 10 33,3 2. Sedang 9 30 3. Buruk 11 36,7 Jumlah 30 100 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa persentase pengetahuan ibu tentang pemberian susu formula pada anak usia 3-5 tahun di Desa Sena Perumahan Cendana Asri Kecamatan Batang Kuis Tahun 2016 dengan kriteria baik adalah sebanyak 10 orang ibu (33,3%), kriteria sedang adalah 9 orang ibu (30%) dan kriteria buruk adalah 11 orang ibu (36,7%).
99
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Ada Tidaknya Karies Gigi Pada Anak Usia 3-5 Tahun di Desa Sena Perumahan Cendana Asri Kecamatan Batang Kuis Tahun 2016 No Status Karies N Persentase % 1. Ada 20 66,7 2. Tidak Ada 10 33,3 Jumlah 30 100 Berdasarkan tabel diatas bahwa jumlah persentase anak dengan karies gigi di Desa Sena Perumahan Cendana Asri Kec. Batang Kuis tahun 2016, jumlah anak yang mempunyai karies gigi adalah sebanyak 20 orang anak (66,7%) dan anak yang tidak mempunyai karies gigi adalah sebanyak 10 orang anak (33,3%). Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa dari 30 ibu di Desa Sena Perumahan Cendana Asri Kec. Batang Kuis Tahun 2016 diketahui bahwa persentase gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian susu formula dengan terjadinya karies anak usia 3-5 tahun, pengetahuan dengan kriteria baik yaitu 10 orang (33,3%), kriteria sedang yaitu 9 orang (30%) dan kriteria buruk yaitu 11 orang (36,7%). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang over behavior (Notoatmodjo, 2011). Hasil penelitian karies gigi menunjukkan anak yang mempunyai karies gigi adalah sebanyak 20 orang anak (66,7%) dan anak yang tidak mempunyai karies gigi adalah sebanyak 10 orang anak (33,3%).Karies yang terjadi pada anak balita terjadinya kerusakan pada gigi sulung.Kondisi yang memperparah terjadinya karies pada anak karena ketidakpahaman orang tua terhadap penyebab utama terjadinya karies tersebut. Karies pada gigi sulung disebabkan karena terpaparnya gigi oleh cairan manis dalam jangka waktu lama. Lamanya larutan tersebut berada di rongga mulut, seperti ketika anak tertidur sambil mengedot air susu atau cairan manis lainnya menggunakan botol yang akan menyebabkan terjadinya karies (Sihombing, 2015). Hasil penelitian juga menunjukkan kriteria tingkat pengetahuan ibu terhadap adanya karies gigi anak yaitu, ibu dengan dengan kriteria baik yaitu 10 orang (33,3%)anak yang memiliki karies sebanyak 2 orang (6,7%), kriteria sedang yaitu 9 orang (30%) anak yang memiliki karies sebanyak 8 orang (26,7%) dan kriteria buruk yaitu 11 orang (36,7%) dengan anak yang memiliki karies sebanyak 10 orang (33,3%). Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa pengetahuan ibu terhadap bagaimana menjaga kesehatan gigi dan mulut sangat penting dalam mendasari terbentuknya perilaku yang mendukung kebersihan gigi dan mulut anak, sehingga kesehatan gigi dan mulut anak baik. Pengetahuan ibu tentang kesehatan gigi akan sangat menentukan status kesehatan gigi anaknya kelak. Figur pertama yang
dikenal anak begitu dia lahir adalah ibu. Oleh karena itu perilaku dan kebiasaan ibu dapat dicontoh oleh sianak. Namun, pengetahuan saja tidak cukup, perlu diikuti dengan sikap dan tindakan yang tepat (Gultom, 2009). Simpulan 1. Tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian susu formula dengan terjadinya karies anak pada usia 3-5 tahun yaitu kriteria baik sebanyak 10 orang ibu (33,3 %), kriteria sedang sebanyak 9 orang ibu (30%) dan kriteria buruk sebanyak 11 orang ibu (36,7%). 2. Anak yang memiliki karies gigi sebanyak 20 orang anak (66,7%) dan anak yang tidak mempunyai karies gigi adalah sebanyak 10 orang anak (33,3%). 3. Tingkat pengetahuan ibu sangat mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut anak, semakin baik tingkat pengetahuan ibu maka akan semakin sedikit anak yang terkena karies dan sebaliknya semakin buruk pengetahuan ibu maka akan semakin banyak anak yang terkena karies. Saran 1. Diharapkan kepada ibu-ibu balita agar memiliki kepedulian untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut anak serta memperhatikan pemberian susu formula pada anak agar gigi sehat dan tidak ada peningkatan karies gigi yang semakin parah lagi. 2. Diharapkan kepada tenaga kesehatan setempat atau Puskesmas agar memberi penyuluhan dan motivasi kepada ibu-ibu serta masyarakat mengenai kesehatan gigi dan mulut terutama tentang karies gigi yang sasarannya ibu-ibu yang mempunyai balita.
Mumpuni, Dr Yekti. 2013. 45 Masalah & Solusi Penyakit Gigi dan Mulut. Jogjakarta: Rapha Publishing. Nirwana, A. 2014. Asi dan Susu Formula. Jogjakarta: Nuha Media. Notoatmodjo, S. 2011. Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rhineka Cipta. Santosa, S, Ranti A.L. 2009. Kesehatan dan Gigi. Jakarta: Rhineka Cipta. Septiari, B.B.2012. Mencetak Balita Cerdas dan Pola Asuh Orang Tua. Yogyakarta: Medical Book. Tarigan, R. 2014. Karies Gigi. Jakarta: EGC. Berkat. 2013. Defenisi pengetahuan. Diakses tanggal 22 Oktober 2015 melalui: http://berkatnias.blogspot.co.id/2013/12/defenisipengetahuan. Gultom, M. 2009. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Ibu-Ibu Rumah Tangga. Diakses tanggal 28 Oktober 2015 melalui: http://repository.usu.ac.id/bitsteam. Http://yulisantycarza.blogspot.co.id?2013/06/dampaksusu-formula.html. http://srtkksmdw.wordpress.com/2013/07/11/kariesgigi/Diakses tanggal 25 Oktober 2015. Sihombing, S. 2015. Pengaruh Kebiasaan Minum Susu Formula dalam Botol Terhadap Indeks Karies pada Anak Usia 3-4 Tahun diakses tanggal 20 Oktober 2015 melalui: http://repository,maranatha.edu
Daftar Pustaka Erwana AF, Drg. 2013. Seputar Kesehatan Gigi dan Mulut. Jogjakarta: Rapha Publishing. Khasanah, N. 2011. Asi Atau Susu Formula ya?. Jogjakarta: Flash Book. Kidd, E, dkk. 2013. Dasar-dasar Karies Penyakit dan Penanggulangan. Jakarta: EGC. Mahfoedz, Ms. 2008. Menjaga Kesehatan Gigi & Mulut Anak & Ibu Hamil. Jogjakarta: Firtramaya.
100
TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA (IBU) TENTANG MAKANAN KARIOGENIK DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI PADA SISWA-SISWI KELAS III DI SDN 060971 MEDAN
Rosdiana Tiurlan Simaremare Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Medan
Abstract Carcinogenic food is a type of food which cause the incidence of caries. The type of food which can cause the incidence of caries is sweet food which contains a lot of sugar or sucrose. Most children like sweet and sticky food which is one of the causes of the incidence of caries. The research used descriptive survey method with 35 parents and 35 students as the samples. It was aimed to find out the level of knowledge of parents (mothers) in carcinogenic food with the incidence of caries in grade III student of SDN 060971, Medan, in 2016. It was conducted in june , 2016. Primary data were gathered by conducting direct examination and secondary data were obtained from questionnaires. The results of the research showed that 30 respondent (85,7%) had good knowledge of carcinogenic food and the incidenci caries, 3 respondent (8,6%) had moderate knowledge, and 2 respondent (5,7%) had bad knowledge . the result of the research concerning caries of milk teeth showed that the amount def-t was 91 and the mean def-t was 2,6. The result of the reseach concerning the status of caries of permanent teeth showed that amount of DMFT was 75 and the mean DMF-T was 2,14. The concution was that parents (mothers) had good knowledge of SDN 060971, Medan , was bad or surpassed the target of ≤ 2. Keywords: Carcinogenic food, Incidence of caries
PENDAHULUAN Undang – Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 memberikan batasan: kesehatan adalah keadaaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang yang menmungkinkan seseorang untuk hidup prokduktif secara sosial dan ekonomi. Menurut WHO, kesehatan adalah keadaan sempurna baik fisik, mental, maupun sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat.Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal maka individu, masyarakat serta bangsa harus hidup sehat dan memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu ( Notoatmadjo, S, 2010 ). serta bangsa harus hidup sehat dan memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu ( Notoatmadjo, S, 2010 ). Pemerintah telah mencanangkan ”Indonesia Sehat 2015” sebagai paradigma baru, yaitu paradigma sehat melalui pendekatan promotif dan preventif dalam mengatasi permasalahan kesehatan masyarakat termasuk kesehatan gigi dan mulut. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian terpenting dari integral di pembangunan kesehatan yang semakin muncul di permukaan.
101
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan memberikan prioritas kepada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dengan tidak mengabaikan upaya penyembuhan atau pemulihan kesehatan. Untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal diperlukan pencegahan dan penanganan kesehatan secara dini dengan sasaran anak sekolah dasar. Usia anak sekolah dasar berkisar 6-12 tahun. Gigi merupakan bagian dari anggota tubuh yang harus dijaga dari kerusakan gigi.kerusakan gigi yang paling sering terjadi dan banyak dialami masyarakat adalah karies gigi. Karies gigi banyak terjadi pada anak-anak karena anak-anak cenderung lebih menyukai makanan yang manis dan lengket yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi. Mulut bukan sekedar untuk pintu masuknya makanan dan minuman, tetapi fungsi mulut lebih dari itu dan tidak banyak orangmengetahuinya. Mulut merupakan bagian terpenting dari tubuh kita dapat dikatakan bahwa mulut adalah cerminan dari kesehatan gigi dan mulut. Proses terjadinya karies dan penyakit periodontal disebabkan karena adanya interaksi antara tiga faktor yaitu host (gigi, saliva, gingiva) penjamu (bakteri, plak) dan makanan kariogenik (sukrose). Anak usia 6-12 tahun di perlukan pengawasan lebih intensive karena pada usia tersebut terjadinya pergantian gigi sulung menjadi gigi permanen. Anak
memasuki usia sekolah mempunyai resiko mengalami karies yang tinggi. Makanan manis dan lengket dengan berkonsistensi yang mudah melekat diatas permukaan gigi akan lebih berbahaya, karena lebih sulit dibersihkan dan merugikan kesehatan gigi, makanan manis dan lengket akan melekat pada permukaan gigi dan teselip diantara celah-celah gigi sehingga merupakan makanan yang peling merugikan kesehatan gigi. Kerugian ini terjadi akibat proses metabolisme oleh bakteri yang berlangsung lama sehingga menurunkan Ph mulut untuk waktu yang lama. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapat perhatian serius dari tenaga kesehatan, baik dokter dan perawat gigi, hal ini terlihat bahwa penyakit gigi dan mulut masih diderita oleh 90 % penduduk Indonesia. Penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita di Indonesia adalah penyakit jaringan penyangga gigi dan karies gigi (Depkes, 2014). Berdasarkan hasil studi Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2011, menunjukkan angka kejadian masalah kesehatan gigi dan mulut mengalami kenaikan yang signifikan terjadi pada anak usia 3-5 tahun sebesar 81,2 %. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010 menunjukkan, bahwa prevalensi karies di Indonesia mencapai 60-80 % dari populasi, serta menempati peringkat ke-6 sebagai penyakit yang paling banyak diderita. Di SDN 060971 masalah yang masih banyak dijumpai adalah karies gigi yang sebagian besar di sebabkan oleh makanan yang bersifat kariogenik. Dari Pendahuluan maka penulis tertarik ingin meneliti tingkat pengetahuan orangtua tentang makanan kariogenik dengan kejadian karies gigi pasa siswa/i kelas III SDN 060971 Medan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang makanan kariogenik dengan kejadian karies gigi pada siswa/i kelas III SDN 060971 Medan. Manfaat Penelitian 1. Sebagai informasi bagi orangtua terutama para ibu tentang makanan kariogenik dengan kejadian karies gigi pada siswa/i kelas III di SDN 060971 Medan. 2. Sebagai bahan referensi dan informasi di Perpustakaan Jurusan Kesehatan Gigi Politeknik Kesehatan Medan. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan metide survey yang bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan orang tua(Ibu) tentang makanan kariogenik dengan kejadian karies gigi pada siswa-siswi Kelas III SDN 060971 Medan Tahun 2016 Populasi dan Sampel Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh orang tua (ibu) siswa-siswi Kelas III
SDN 060971 Medan Tahun 2016 dan Siswa-siswi Kelas III SDN 060971 Medan. Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua siswa-siswi kelas III sebanyak 35 dan siswa-siswi Kelas III SDN 060971 Medan sebanyak 35 orang dari keseluruhan populasi penelitian. Hasil Setelah melakukan penelitian Tingkat Pengetahuan Orang Tua (Ibu) tentang Makanan Kariogenik dengan terjadinya karies gigi pada Siswa/i Kelas III SDN 060971 Medan Tahun 2016 di peroleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Orang Tua (Ibu) tentang Makanan Kariogenik dengan kejadian karies gigi padaSiswa/i Kelas III SDN 060971 Medan Kategori Tingkat n % Pengetahuan Baik 30 85,7 % Sedang 3 8,6 % Buruk 2 5,7 % Jumlah 35 100 % Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa dari 35 orang tua (ibu) siswa/i kelas III SDN 060971 Medan Tahun 2016, yang memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 30 orang (85,7%), yang memiliki tingkat pengetahuan sedang sebanyak 3 orang (8,6%), dan tingkat pengetahuan buruk sebanyak (5,7%) Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Status Karies Gigi Susu pada Siswa/Siswi Kelas III SDN 060971 MedanTahun 2016 Status karies Jumlah Jumlah Ratadef-t (n) rata d e f 0 0 91 35 2,6 91 Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat diketahui dari 35 Siswa/i Kelas III SDN 060971 Medan Tahun 2016, jumlah def-t 91dan rata-rata def-t 2,6. Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Status Karies Gigi Tetap Pada Siswa/Siswi Kelas III SDN 060971 MedanTahun 2016 Status karies Jumlah Jumlah RataDEF-T (n) rata D M F 0 0 75 35 2,14 75
Berdasarkan tabel 4.3 diatas diperoleh data dari 35 Siswa/i Kelas III SDN 060971 Medan jumlah DMF-T adalah dan jumlah DMF-T 75 rata-rata adalah 2,14
102
Tabel 4.4
Disrtibusi Frekuensi Kejadian Karies Gigi Pada Siswa/Siswi Kelas III SDN 060971 Medan Tahun 2016 Kejadian Karies n % Ada karies 35 100% Tidak ada karies 0 0 Jumlah 35 100 %
Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat diketahui dari 35 Siswa/i Kelas III SDN 060971 Medan, jumlah siswa yang mengalami karies adalah seluruh siswa/i kelas III SDN 060971 Medan 35 orang (100%) mengalami karies dan yang tidak mengalami karies 0 (0%). PEMBAHASAN Tingkat Pengetahuan Orangtua( Ibu) Tentang Makanan Kariogenik pada siswa/siswi kelas III SDN 060971 Medan dan Kejadian Karies Gigi pada Siswa/i Kelas III SDN 060971 Medan. Hasil penelitian mengenai pengetahuan orang tua (ibu) tentang makanan kariogenik pada siswa/siswi kelas III SDN 060971 Medan diperoleh data sebanyak 30 orang (85,7%) yang memiliki pengetahuan baik, 3 orang (8,6%) yang memiliki pengetahuan sedang dan 2 orang (5,7%) yang memiliki pengetahuan buruk. Menurut (Notoatmodjo, 2010 ) bahwa : pengetahuan (knowledge) merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.penginderaan terjadi melalui pengindera, yaitu indera penglihatan, pendengaran dan penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan (cognitive) merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti : pengalaman,tingkat pendidikan, usia, frekuensi, penerimaan informasi yang dapat berupa pelatihan – pelatihan, seminar, dan lain lain Setelah dilakukan pengkategorian tingkat pengetahuan ibu tentang makanan kariogenik dengan kejadian karies gigi, diperoleh data masih ada 2 orang (5,7%) yang belum mengetahui dengan tepat. Dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu sangat menentukan terjadinya kejadian karies gigi pada anak, serta derajat kesehatan gigi dan mulut. Menurut Notoatmodjo (2007), bahwa pendidikan merupakan faktor yang sering di hubungkan dengan derajat kesehatan seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi juga pengetahuannya, maka akan semakin mudah untuk menyerap informasi dalam bidang kesehatan. Banyaknya informasi yang diperoleh ibu akan berpengaruh terhadap upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut anaknya.
103
Status dan Kejadian Karies GigiPada Siswa- Siswi Kelas III SDN 060971 Medan Tahun 2016 Berdasarkan hasil data status karies gigi diperoleh rata-rata skor def-t adalah sebesar 2,6 yang berarti bahwa rata-rata seorang murid kelas III SDN 060971 Medan memiliki 2 atau lebih gigi susu yang telah dan atau yang sedang mengalami karies. untuk mengetahui kejadian karies gigi pada 35 orang siswa di peroleh jumlah def-t adalah adalah 91 gigi yang mengalami karies. Status karies gigi sulung dapat dilihat dengan indikator def-t, yang merupakan penjumlahan dari indeks d (decayed), e (extractie), dan f (filled). Hal ini masih jauh dari target WHO dimana indeks def-t dan DMF-T rata-rata ≤ 2. Jumlah DMF-T adalah 75 dan DMF-T ratarata 2,14. Artinya setiap anak memiliki 2 atau 3 gigi susu yang berlubang dan 1 atau 2 gigi permanen yang sudah berlubang. Hal ini masih jauh dari target WHO dimana indeks def-t dan DMF-T rata-rata ≤ 2. Jadi secara umum tingkat pengetahuan seseorang yang dikategorikan sudah baik, namun belum tentu sepenuhnya dapat menurunkan angka kejadian karies gigi seseorang. Menurut Maulani, 2005 makanan yang manis dan mudah melekat adalah makanan yang mudah mengenyangkan, namun tidak mendapatkan asupan gizi lain. Selain rasa kenyang, akibatnya selera makan terganggu. Menurut WHO dalam penelitian Ita Yunita (2013), memberikan kategori dalam perhitungan DMFT dan def-t berupa derajat interval sebagai berikut: 1) Sangat Rendah: 0.0 – 1.1, 2) Rendah: 1.2 – 2.6, 3) Moderat: 2.7 – 4.4, 4) Tinggi: 4.5 – 6.5, dan 5) Sangat Tinggi: > 6.6. Dari kategori WHO itu terlihat bahwa indeks dmf-t pada siswa kelas III SDN 060971 Medan termasuk dalam kategori rendah. Karena masih banyak orang beranggapan bahwa gigi sulung nantinya akan digantikan oleh gigi tetap, akan tetapi perlu diingat bahwa gigi sulung merupakan pemandu bagi tumbuhnya gigi tetap di posisinya yang benar, sehingga kesehatan gigi sulung pun perlu dijaga. Menurut Desi dan Dwi, 2009 makanan adalah merupakan salah satu komponen yang sangat penting jika dimakan, dicerna dan diserap oleh tubuh sangat bermanfaat bagi tubuh untuk mendapatkan energi. Menurut Tarigan R, 2012 karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang di tandai dengan kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (ceruk, fisura, dan daerah interpoksimal) dan meluas ke daerah pulpa yang mana salah satu penyebabnya adalah makanan yang bersifat kariogenik. Simpulan 1. Tingkat pengetahuan ibu tentang makanan kariogenik dengan kejadian karies gigi siswa/i kelas III SDN 060971 Medan dikategorikan baik sebanyak 30 orang (85,7%) 2. Status karies gigi siswa/i kelas III SDN 060971 Medan memiliki status karies buruk atau melebihi target ≤ 2 dimana angka rata-rata def-t sebesar 2,6 dan rata-rata DMF-T sebesar 2,14
Saran 1. Diharapkan kepada orang tua supaya membimbing dan mengontrol anak –anak dalam mengonsumsi makanan kariogenik yang merupakan sumber kerusakan gigi dan mengingatkan anak untuk berkumur dengan air mineral setelah mengkonsumsi makanan kariogenik dan mampu menyikat gigi dua kali sehari. 2. Diharapkan kepada pihak sekolah SDN 060971 Medan agar melakukan kerja sama dengan instansi kesehatan terkait agar lebih sering memberikan penyuluhan kepada siswa-siswi tentang pentingnya pencegahan terjadinya karies gigi. DAFTAR PUSTAKA Bataha Y. 2016. Hubungan Frekuensi Konsumsi Makanan Kariogenik Dengan Kebiasaan Menggosok Gigi Dengan Kejadian Karies Gigi. Avaible at:
Notoatmodjo, S., 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta. Jakarta. . 2010. Metodologim Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan., 2015. Panduan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah, USU Press, Medan . 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Purwitasari, Dewi dan Dwi Maryanti., 2009. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Nuha Medika Tarigan, R., 2012. Karies Gigi. Jakarta : Kedokteran EGC Prihastari , L. 2013. Kajian Riskesdas 2007 Dan 2013 Kesehatan Gigi Dan Mulut http://www.academia.edu/9995778/Kajian_Riske sdas_2007_dan_2013_Kesehatan_Gigi_dan_mul ut (Akses 22 Maret 2016)
104
GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT KUMUR EKSTRAK TANAMAN SERAI (CYMBOPOGON NARDUS) TERHADAP PENURUNAN INDEKS PLAK PADA MAHASISWA KSO JURUSAN KEPERAWATAN GIGI POLTEKKES MEDAN
Intan Aritonang, Yetti Lusiani, Hasny Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Medan Abstrak Mouthwash (gargarisma) is medicinal preparation of solution which is usually thick so that should be liquefied before using it. Plaque is soft sediment which sticks tightly on tooth surface and can cause caries and periodontal disease. Plaque index is an index which is used to measure plaque score based on location and the amount of plaque on the edge of gum.The research was a descriptive survey which was aimed to find out the decrease in plaque index by using mouthwash from citronella grass (Cymbopogon nardus) in the KSO students, Dental Hygiene Department, Poltekkes, Medan. The result of the direct examination showed that the mean plaque index before gargling with mouthwash of citronella grass extract was 0.34 and after gargling with mouthwash of citronella grass extract was 0.21. Meanwhile, the mean plaque index before gargling with plain water was 0.31 and after gargling with plain water was 0.25. Thus, the decrease in the plaque index and after gargling with plain water was 0.06.The conclusion was that gargling with mouthwash of citronella grass could decrease plaque index. It is recommended that the KSO students always maintain their dental and oral hygiene. Kata kunci : Mouthwash of Citronella Grass Extract, Plaque Index, Caries,Periodontal
PENDAHULUAN Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan, dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2009). Masalah terbesar yang dihadapi penduduk Indonesia seperti di negara-negara berkembang lainnya di bidang kesehatan gigi dan mulut adalah karies gigi dan penyakit periodontal. Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan bahwa prevalensi nasional masalah gigi dan mulut dijumpai sebesar 25,9 % sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut diatas angka nasional. Indeks DMF-T di Indonesia sebesar 4,6 dengan nilai masing-masing : D-T = 1,6; M-T = 2,9; F-T = 0,08 yang berarti kerusakan gigi penduduk Indonesia berjumlah 460 buah gigi per 100 orang sedangkan penyakit periodontal mencapai 23,5 %. Faktor penyebab yang mendominasi terjadinya penyakit periodontal dan karies adalah plak. Plak gigi
105
merupakan deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi, terdiri atas mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matrik interseluler jika seseorang melalaikan kebersihan gigi dan mulutnya. Plak gigi dapat menimbulkan karies gigi (kerusakan gigi) yaitu penghancuran lokal dari jaringan gigi oleh asam yang dihasilkan dari degradasi bakteri difermentasi gula, dan masalah periodontal seperti gingivitis dan periodontitis kronis (Hongini, 2012). Plak gigi merupakan etiologi utama penyakit periodontal dan berhubungan dengan karies gigi (Carranza,dkk, 2001). Karies gigi merupakan penyakit kronis yang sangat lazim pada rongga mulut. Penyakit tersebut tergantung pada mikroorganisme yang ada dalam plak gigi. Mengontrol plak gigi sangat penting bagi pencegahan karies dan bagi kesehatan gigi (Cahyanti, 2014). Kontrol plak merupakan cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit periodontal dan dapat dilakukan secara mekanis maupun kimiawi. Kontrol plak secara mekanis meliputi penggunaan sikat gigi, pembersih interdental seperti dental floss, sikat interdental serta alat pembersih interproksimal. Sedangkan kontrol plak secara kimiawi meliputi penggunaan obat kumur yang bersifat antiplak seperti klorheksidin dan larutan kumur dari minyak essensial yaitu minyak atsiri. Dari berbagai hasil penelitian, penggunaan larutan kumur minyak atsiri menunjukkan adanya pengurangan plak sebesar 20-30 % dan pengurangan gingivitis sebesar 25-35 %. Penggunaan
obat kumur sebagai kontrol plak secara kimiawi telah lama digunakan. Kontrol plak secara kimiawi dapat membantu kontrol plak secara mekanik menjadi lebih kuat. Sehingga obat kumur menjadi sangat berkembang dan terdiri dari beberapa golongan seperti golongan fenol, campuran fenol dan minyak esensial, triklosan,dan obat kumur bahan herbal (Dewi, 2014). Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti gambaran penggunaan obat kumur ekstrak tanaman serai (Cymbopogon nardus) terhadap penurunan indeks plak pada mahasiswa KSO Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Medan. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran penggunaan obat kumur ekstrak tanaman serai (Cymbopogon nardus) terhadap penurunan indeks plak pada mahasiswa KSO Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Medan. Manfaat Penelitian 1. Pihak Asrama KSO Menjadi bahan masukan kepada pihak asrama agar dapat menggunakan obat kumur ekstrak tanaman serai (Cymbopogon nardus) karena dapat mengurangi perlekatan plak. 2. Responden (Mahasiswa KSO) Menjadi bahan informasi bagi mahasiswa tentang perlunya penggunaan obat kumur ekstrak tanaman serai (Cymbopogon nardus) terhadap penurunan indeks plak. 3. Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan, khususnya kesehatan gigi dan sebagai referensi untuk peneliti lain. METODE Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakandalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan Metode survey, dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penurunan rata-rata indeks plak dengan menggunakan obat kumur ekstrak tanaman serai (Cymbopogon nardus) pada mahasiswa KSO Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Medan. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah keseluruhan obyek yang diteliti (Notoadmodjo, 2005). Adapun populasi yang diteliti disini adalah seluruh mahasiswa KSO Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Medan yang berjumlah 38 orang. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan 38 orang (total sampling) karena jumlah populasi ≤100 orang. Hasil Berdasarkan pengumpulan data tentang gambaran penggunaan obat kumur ekstrak tanaman serai (Cymbopogon nardus) terhadap penurunan indeks plak
pada mahasiswa KSO Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Medan yaitu sebanyak 38 orang diperoleh hasil penelitian berdasarkan variabel yang ditentukan sebagai berikut. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Menggunakan Obat Kumur Ekstrak Tanaman serai (Cymbopogon nardus) dan Air Putih Pada Mahasiswa KSO Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Medan. Bahan Kumur n Persentase (%) Ekstrak Tanaman serai 19 50,0 (Cymbopogon nardus) Air Putih 19 50,0 Total 38 100% Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa dari total 38 orang sampel, sebanyak 19 orang sampel (50%) berkumur dengan obat kumur ekstrak tanaman serai (Cymbopogon nardus) dan 19 orang sampel (50%) berkumur dengan air putih. Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Penurunan Rata-rata Indeks Plak Sebelum Dan Sesudah Menggunakan Obat Kumur Ekstrak Tanaman serai (Cymbopogon nardus) pada mahasiswa KSO Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Medan Rata-rata Indeks Plak Penurunan Bahan Kumur Sebelum Sesudah Indeks Plak Ekstrak Tanaman serai (Cymbopogon 0,34 0,13 0,21 nardus) Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa penurunan indeks plak sebelum dan sesudah menggunakan obat kumur ekstrak tanaman serai (Cymbopogon nardus) sebesar 0,21. Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Penurunan Rata-rata Indeks Plak Sebelum Dan Sesudah Menggunakan Air Putih pada mahasiswa KSO Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Medan Rata-rata Indeks Plak Bahan Penurunan Kumur Indeks Plak Sebelum Sesudah Air Putih 0,31 0,25 0,06 Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa penurunan indeks plak sebelum dan sesudah menggunakan air putih sebesar 0,06. Pembahasan Berdasarkan penelitian tentang gambaran penggunaan obat kumur ekstrak tanaman serai (Cymbopogon nardus) terhadap penurunan indeks plak pada mahasiswa KSO Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Medan bahwa rata-rata indeks plak sebelum menggunakan obat kumur ekstrak tanaman serai 106
(Cymbopogon nardus) sebesar 0,34 dan rata-rata indeks plak sesudah menggunakan obat kumur ekstrak tanaman serai (Cymbopogon nardus) sebesar 0,13. Maka didapatkan hasil penurunan indeks plak sebesar 0,21. Sedangkan rata-rata indeks plak sebelum menggunakan air putih sebesar 0,31 dan rata-rata indeks plak sesudah menggunakan air putih sebesar 0,25. Maka dapat dilihat bahwa hasil penurunan indeks plak sebesar 0,06. Hal ini sesuai dengan penelitian Putri,dkk (2009) bahwa plak gigi merupakan deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi, terdiri atas mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matrik interseluler jika sesorang melalaikan kebersihan gigi dan mulutnya. Plak merupakan penyebab utama penyakit gigi dan mulut seperti karies dan penyakit periodontal. Oleh karena plak tidak dapat dihindari pembentukannya, maka mengurangi alumulasi plak adalah hal yang sangat penting untuk mencegah terbentuknya penyakit gigi dan mulut. Pengendalian plak bisa dilakukan secara mekanis dan kimiawi. Dapat disimpulkan bahwa berkumur dengan obat kumur ekstrak tanaman serai (Cymbopogon nardus) memiliki kemampuan dalam menurunkan indeks plak, dimana rata – rata indeks plak sebelum berkumur sebesar 0,34 dan rata – rata indeks plak sesudah berkumur sebesar 0,13. Jadi penurunan rata-rata indeks plak sebelum dan sesudah berkumur dengan obat kumur ekstrak tanaman serai (Cymbopogon nardus) adalah sebesar 0,21 dan penurunan rata-rata indeks plak sebelum dan sesudah berkumur dengan air putih sebesar 0,06.
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang gambaran penggunaan obat kumur ekstrak tanaman serai (Cymbopogon nardus) dalam menurunkan indeks plak pada mahasiswa KSO Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Medan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Kelompok sampel sebelum berkumur dengan obat kumur ekstrak tanaman serai (Cymbopogon nardus) memiliki rata-rata indeks plak sebesar 0,34 dan kelompok sampel sesudah berkumur dengan obat kumur ekstrak tanaman serai (Cymbopogon nardus) memiliki rata-rata indeks plak sebesar 0,13. 2. Kelompok sampel sebelum berkumur dengan air putih memiliki rata-rata indeks plak sebesar 0,31 dan kelompok sampel sesudah berkumur dengan air putih memiliki rata-rata indeks plak sebesar 0,25. 3. Penurunan rata-rata indeks plak sebelum dan sesudah berkumur dengan obat kumur ekstrak tanaman serai (Cymbopogon nardus) sebesar 0,21. Sedangkan penurunan rata-rata indeks plak sebelum dan sesudah berkumur dengan air putih sebesar 0,06.
107
Saran 1.
2.
Diharapkan kepada seluruh mahasiswa KSO Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Medan agar selalu menjaga tingkat kebersihan gigi dan mulut dengan cara yang baik dan benar, sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya penyakit gigi dan mulut. Hasil penelitian ini menjadi bahan informasi bagi masyarakat tentang perlunya penggunaan obat kumur ekstrak tanaman serai (Cymbopogon nardus) terhadap penurunan indeks plak.
DAFTAR PUSTAKA Hongini, S.Y. dan Aditiawarman, M., 2012. Kesehatan Gigi dan Mulut . Bandung: Penerbit Pustaka Reka Cipta. Kidd, E.A.M. dan Joyston, S., 1991. Dasar-Dasar Karies Penyakit dan Penanggulangan. Jakarta: EGC. Machfoedz, I., 2008. Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut Anak-Anak dan Ibu Hamil. Yogyakarta: Fitramaya. Notoadmodjo, S, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Putri, M.H. dkk, 2009. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi. Jakarta: EGC. Prasetyono, D.S., 2012. A-Z Daftar Tanaman Obat Ampuh di Sekitar Kita. Jakarta: Flashbooks. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Acuan Sediaan Herbal. Jakarta, 2008. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta, 2013. Dewi, V.A., 2015. Efektivitas Ekstrak Daun Serai (Cymbopogon nardus (L.) Rendle 3 % dalam Menurunkan Akumulasi Plak Pada Mahasiswa Fkg USU Angkatan 2014. http://respository.usu.ac.id/ Suprianto, 2008. Potensi Ekstrak Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L.) sebagai Anti Streptococcus mutans. http://respository.ipb.ac.id/handle/123456789/33 645, 10 Agustus 2014. http://lansida.blogspot.co.id/2011/03/sereh-cymbopogonnardus-l-rendle.html (www.depkes.com, 2013) Laporan Survei Kesehatan Rumah Tangga.
HUBUNGAN KEHAMILAN LEWAT WAKTU DENGAN KEJADIAN BAYI LAHIR ASFIKSIADI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
Elizawarda Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Medan Abstrak Menurut Yuliana penyebab langsung terjadinya kematian pada bayi baru lahir di sebabkan berat badan lahir rendah (BBLR) 29%, asfiksia 13%, tetanus 10%, masalah pemberian makan 10%, infeksi 6,7%, gangguan hematologik 5 %.dan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya asfiksia adalah faktor ibu yaitu usia kehamilan ibu yang melewati bulan (posterm). Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kehamilan lewat waktu dengan kejadian bayi asfiksia di RSUP.H.Adam Malik Medan Tahun 2011/2012.Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari rekam medik dengan jumlah populasi 62 responden dan semuanya dijadikan sebagai objek penelitian (total populasi/total sampling). Analisa data dilakukan dengan uji Chi Kuadrat yaitu menghitung secara manual dengan taraf signifikasi 0,05.Hasil penelitian ini di dapatkan bahwa hubungan kehamilan lewat waktu dengan kejadian bayi lahir asfiksia hasil analisis diperoleh x2tabel sebesar 3,481 dan x2hitung sebesar 3,91 dan dk = 1. Oleh karena x2hitung lebih besar dari x2tabel (3,91>3,481) maka Ho ditolak dan Ha diterima atau berhubungan.Untuk meningkatkan mutu pelayanan dalam memberikan asuhan kepada wanita khususnya wanita hamil diharapkan petugas kesehatan dapat memotivasi ibi-ibu hamil agar memeriksakan kehamilanya minimal 4 kali selama kehamilan untuk mendeteksi penyulit pada kehamilan untuk mendeteksi adanya penyulit pada kehamilan sehingga dapat dilakukan antisipasi pada masalah tersebut. Kata kunci : Ibu Hamil, Asfiksia
PENDAHULUAN Kehamilan lewat waktu atau postmatur adalah kehamilan yang berlangsung lebih dari 294 atau 42 minggu lengkap sejak dari pertama haid terakhir. Kira-kira 10% kehamilan berlangsung terus sampai 42 minggu, 4% berlanjut sampai usia 43 minggu. Penyebab pasti pada kehamilan lewat waktu belum diketahui. Faktor yang dikemukakan adalah hormonal, yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus akan oksitosin berkurang. Faktor lain adalah faktor herediter (Faisal,2011). Angka kematian ibu menunjukan angka yang cukup tinggi mencapai 98 per 1000 kelahiran hidup, dengan Angka Kematian Bayi tahun 2008 sedikitnya mencapai 38 per 1000 kelahiran hidup (Holland,2012). Berdasarkan data dinas kesehatan tahun 2009 AKI sebesar 24 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 165 per kelahiran hidup. Dibandingkan dengan tahun 2008, AKI sebesar 20 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 98 per 1000 kelahiran hidup, maka AKI dan AKB tahun 2009 lebih meningkat dibandingkan tahun 2008 sebesar (0,004%) sedangkan AKB sebesar (0,067%). AKI diakibatkan oleh perdarahan, eklamsi dan lain-lain, sedangkan penyebab AKB yaitu asfiksia, BBLR, infeksi, laktasi dll (Faisal,2011).
Salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi pada saat kelahiran bayi dan mengakibatkan kematian bayi adalah asfiksia, Di indonesia angka kejadian asfiksia kurang lebih 40 per 1000 kelahiran hidup, secara keseluruhan 110.000 neonatus meninggal setiap tahun karena asfiksia. Asfiksia merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna (Dewi dkk,2009). Kejadian kematian ibu dan bayi yang terbanyak terjadi pada saat persalinan, pasca persalinan, dan hari-hari pertama kehidupan bayi masih terjadi teragedi yang terus terjadi dinegri ini. Untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir diperlukan upaya dan inovasi baru, tidak bisa dengan cara-cara biasa (Depkes,2011). Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir harus melaluijalan yang terjal. Terlabih kala itu dikaitkan dengan target Millenium Development Goals (MGDs) 2015, yakni menurunkan angka kematian ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup, dan angka kematian bayi (AKB) menjadi 23 per 100.000 kelahiran hidup yang harus dicapai. Waktu yang tersisa
108
hanya tinggal tiga tahun ini, tidak akan cukup untuk mencapai sasaran itu tanpa upaya-upaya yang luar biasa (Depkes,2011) Kematian bayi adalah kematian yang yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayyi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan aksogen. Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatalkematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawah anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Kematian bayi eksogenatau kematian post neonatal adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar (Grevada,2011) Beberapa penyebab kematian bayi dikarenakan berat badan lahir rendah, asfiksia, tetanus, infeksi, dan masalah pemberian minuman. Dalam Millenium DevelopmentGoals (MDGs), indonesia menargetkan pada tahun 2015 AKB menurun menjadi 17 bayi per 1000 kelahiran. Sedangkan AKB ditergetkan menjadi 23 per 1000 Balita “ Untuk menghadapi tantangan dan target MDGs disebut maka perlu adanya program kesehatan anak yang mampu menurunkan angka kesakitan dan kematian pada anak,” kata Chandra. Bali merupakan wilayah di indonesia yang memiliki angka kematian bayi dibawah rata-rata nasional. Angka kesehtan bayi dan jangkauan tenaga kesehatanya pun tinggi (Grevada,2011). Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kematian suatu negara dan juga derajat kesehatan suatu daerah atau wilayah dalam suatu negara. Maka dari itu sangat perlu bagaimana cara menanggulangi kematian bayi dan penyebab-penyebab kematian tersebut (Grevada,2011) Adapun penyebab langsung kematian bayi baru lahir 29 % disebabkan berat bayi lahir rendah (BBLR), asfiksia (13%), tetanus (10%) masalah pemberian makan (10%), infeksi (6,7%), gangguan hematologik (5%), dan lain-lain (27%) (Yuliana,2012). Asfiksia neonaturum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Yuliana,2012). Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainya (Yuliana,2012) Faktor yang menyebabkan kejadian asfiksia adalah faktor ibu yaitu usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun (Yuliana,2012). Kehamilan pada usia yang terlalu muda dan tua termasuk dalam kriteria kehamilan resiko tinggi dimana keduanya berperan meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun janin (Yuliana,2012). Umur muda (<20 tahun) beresiko karena ibu belum siap secara medis (organ reproduksi) maupun secara
109
mental. Hasil penelitian menunjukan bahwa primiparity merupakan faktor resiko yang mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan umur tua (>35 tahun), secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut memberikan predisposisi untuk terjadi perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio plasenta yang dapat berakhir dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir (Yuliana, 2012). Faktor resiko terjadi asfiksia yaitu usia kehamilan sangat berpengaruhpada bayi yang akan dilahirkan, faktor bayi premature sebelum 37 minggu kehamilan posterm atau kehamilan melebihi 42 minggu (Yuliana,2012). Adapun usia kehamilan >42 minggu (posterm) atau disebut dengan lewat bulan juga merupakan faktor resiko dimana bayi yang dilahirkan dapat mengalami asfiksia yang bisa disebabkan oleh fungsi plasenta yang tidak maksimal lagi akibat proses penuaan mengakibatkan transportasi oksigen dari ibu ke janin terganggu (Yuliana,2012). Adapun sindrom kehamilan lewat waktu ini terjadi pada 25% kehamilan lewat waktu akibat penurunan fungsi plasenta. Bayi lewat waktu atau bulan dapat terlihat keriput, dengan kulit mengelupas, tidak memiliki vernik atau lanugo, raut wajahnya siaga, terdapat lipatan diseluruh telapak kaki, kuku jari-jarinya panjang, dan badan tampak lemah dan kurus, berisiko mengalami gejala gawat nafas (asfiksia), hipoglikemia, pilisitemia, dan ketidak setabilan suhu tubuh (Sinclair, 2009). Hasil survey awal penulis penulis yang dilakukan di RSUP.H.Adam Malik Medan ditemukan ibu yang melahirkan bayi asfiksia sebesar 62 orang. Pada tahun 2011/2012 tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian “Apakah ada hubungan kehamilan lewat waktu dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSUP.H.Adam Malik Medan Tahun 2011/2012”. Perumusan Masalah Berdasarkan Pendahuluan diatas dapat dirimuskan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah ada hubungan kehamilan lewat waktu dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSUP.H.Adam Malik Medan Tahun 2011/2012. Tujuan Peneliti Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antatra kehamilan lewat waktu dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSUP.H.Adam Malik Medan Tahun 2011/2012. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui jumlah ibu hamil lewat waktu yang mengalami kelahiran bayi asfiksia di RSUP.H.Adam Malik Medan Tahun 2011/2012. 2. Untuk mengetahui jumlah kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSUP.H.Adam Malik Medan Tahun 2011/2012. Untuk mengetahui hubungan antara kehamilan lewat waktu dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSUP.H.Adam Malik Medan Tahun 2011/2012.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: Bagi RSUP.H.Adam Malik Medan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi rumah sakit mengenai informasi tentang hubungan kehamilan lewat waktu dengan kelahiran bayi asfiksia di RSUP.H.Adam Malik Medan. Bagi Penulis Untuk menambah wawasan pengetahuan dalam mengaplikasikan ilmu terutama mata kulia Metode dan pengalaman penulis tentang pentingnya pengetahuan apa yang terjadi juka terjadi kelahiran bayi asfiksia pada ibu hamil lewat waktu. Bagi Institusi Pendidikan Dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi mahasiswa Akademi Kebidanan Bakti Inang Persada Medan. Untuk lebih memperdalam dan mempelajari mengenali kasus kehamilan lewat waktu dan masukan untuk bacaan pada perpustakaan Akademi Kebidanan Bakti Inang Persada Medan.
1. Asfiksia ringan ( nilai APGAR 4-6) 2. Asfiksia sedang (nilai APGAR 6-8) 3. Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3) Skala Ukur : Ordinal Alat Ukur : Lembar checklist Cara ukur : melihat catatan rekam medik Sumber : rekam medik Hasil ukur : 1. Ya : Jika bayi tidak dapat bernafas secara spontan yang terdiagnosis oleh Tenaga Kesehatan APGAR <8 2. Tidak : Jika bayi dapat bernafas secara spontan yang terdiagnosis oleh Tenaga Kesehatan APGAR 8-10 Populasi dan Sampel Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah sebesar 62 orang ibu yang melahirkan bayi asfiksia di RSUP.H.Adam Malik Medan. Sampel
METODE Hipotesa Penelitian Ha : Ada hubungan antara kehamilan lewat waktu dengan kelahiran bayi asfiksia di RSUP.H.Adam Malik Medan Ho : Tidak ada hubungan antara kehamilan lewat waktu dengan kelahiran bayi asfiksia di RSUP.H.Adam Malik Medan. Defenisi Operasional Kehamilan Lewat Waktu Kehamilan lewat waktu adalah suatu kondisi di mana perempuan hamil melebihi 42 minggu sejak saat terjadinya pembuahan di dalam rahimnya. Usia kehamilan dianggap normal jika persalinan terjadi dalam usia kehamilan 38-42 minggu. Jika lebih, maka kehamilan dianggap melewati waktu dan dapat membahayakan baik ibu maupun janin. Skala Ukur : Ordinal Alat Ukur : Lembar checklist Cara Ukur : Melihat catatan rakam medik Sumber : Rekam medik Hasil Ukur : 1. Ya : Postterm, jika umur kehamilan lebih dari 42 minggu 2. Tidak : Aterm, jika umur kehamilan 37 – 42 minggu. Bayi Lahir Asfiksia Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan. dengan kategori :
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah jumlah seluruh populasi (total sampling) yaitu 62 orang ibu yang melahirkan bayi asfiksia. Jenis penelitian Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mempelajari faktor-faktor resiko / paparan dengan penyakit. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUP.H.Adam Malik Medan. Alasan penelitian ini dilakukan di RSUP.H.Adam Malik Medan yaitu: 1. Jumlah ibu yang melahirkan bayi asfiksia di RSUP.H.Adam Malik Medan yang mengalami kehamilan lewat waktu dapat dijadikan sampel. 2. Jarak tempat penelitian tidak terlalu jauh dari tempat tinggal penelitian sehingga memudahkan penelitian dalam pengambilan data dan menghemat waktu Waktu Penelitian Waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan penelitian ini adalah dimulai dari bulan November 2012 – Juli 2013. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan dengan melihat rekam medical record yaitu ibu yang melahirkan bayi asfiksia di RSUP.H.Adam Malik Medan.
110
Teknik Pengumpulan Data Data yang diambil atau diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan data skunder yang diperoleh dari dokumen Medical Record ibu yang melahirkan bayi asfiksia di RSUP.H.Adam Malik Medan. Dalam penelitian ini, baik variabel dependent maupun variabel independen diamati secara retrospective melalui catatan rekam medik. Dari rekam medik ibu yang melahirkan bayi asfiksia.
antara dua variabel kategori pada tingkat signifikasi (𝛼) yang sesuai.
Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan setelah pengumpulan data selesai dilakukan dengan maksud agar data dikumpulkan memiliki sifat yang jelas. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data yaitu: 1. Editing Dilakukan pengecekan data yang terkumpul, bila terdapat kesalahan dan kekeliruan dalam pengumpulan data diperiksa dan diperbaiki kembali yaitu memeriksa data yang telah dikumpulkan. 2. Coding Merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. 3. Entry Merupakan kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan kedalam master tabel atau database komputer kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel kontingensi. 4. Tabulating Untuk mempermudah pengolahan data, data akan dikelompokan kedalam suatu bentuk tabel. 5. Cleaning Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinankemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode dan ketidak lengkapan, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.
Distribusi Bayi Asfiksia Setelah diperoleh data ibu melahirkan bayi asfiksia di RSUP.H.Adam Malik, kemudian data dianalisis dan disajikan dengan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi seperti dibawah ini: Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Ibu Melahirkan Bayi Asfiksia Di RSUPH. Adam Malik Medan No Ibu Melahirkan Bayi F % Asfiksia 1 Posterm 54 87,1% 2 Aterm 8 12,9% Jumlah 62 100% Sumber : Rekam Medik RSUP.H.Adam Malik Medan
Analisa Data Analisis Univariate Yaitu dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dimana analisis data ini dilakukan untuk mengidentifikasi 1 variabel. Analisis Bivariate Untuk mengetahui adanya hubungan antara 2 variabel yang di duga berhubungan atau berkolerasi. Analisis data ini menggunakan tes kemaknaan chi square dengan tingkat signifikasi (𝛼= 0,05) dengan titik 𝑋 2 pada 𝛼 = 0,05. Hasil perhitungan statistik dapat menunjukan ada tidaknya hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti yaitu dengan melihat nilai 𝑋 2 hitung dan 𝑋 2 tabel. Bila nilai 𝑋 2 hitung >𝑋 2 tabel, maka Ho ditolak dan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
111
Hasil Dari hasil penelitian yang berjudul “Hubungan Kehamilan Lewat Waktu Dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir Di RSUP.H.Adam Malik Medan” pada rekam medik ditemukan 62 orang ibu melahirkan yang mengalami asfiksia pada bayi baru lahir dan disajikan dalam tabel-tabel berikut ini:
Analisa Data : Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat dilihat dari 62 responden yang diteliti mayoritas ibu yang melahirkan bayi asfiksia di RSUP.H.Adam Malik Medan yang melahirkan posterm sebanyak 54 responden (87,1%) dan melahirkan aterm sebanyak 8 responden (12,9%). Nilai Uji Statistik Hubungan Kehamilan Lewat Waktu Dengan Bayi Asfiksia Di RSUP.H.Adam Malik Medan Setelah dilakukan penelitian diperoleh hubungan kehamilan lewat waktu dengan bayi asfiksia di RSUP.H. Adam Malik dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Hubungan Kehamilan Lewat Waktu Dengan Bayi Asfiksia Di RSUP.H.A Dam Malik Medan Bayi Lahir Asfiksia Ya % Tidak %
Total %
Umur Kehamilan Posterm 48
88,8 6
11,1 54
87,1
Aterm Total
62,5 3 85,4 9
37,5 8 14,6 62
12,9 100
5 53
Chi2hitung
3,91
Sumber : rekam medik RSUP.H.Adam Malik Analisa Data : Berdasarkan tabel 4.2 diatas diperoleh hasil dari 62 responden, Hasil analisis statistik dengan menggunakaX2tabel 0.05 (5%) diperoleh X2hitung > X2 tabel (3,91>3,481) maka hipotesis nol di tolak dan peneliti menerima hipotesis alternatif. Hasil analisis tersebut menunjukan babhwa ada hubungan yang bermakna antara umur kehamilan dengan kelahiran bayi asfiksia.
Pembahasan Hubungan Kehamilan Lewat Waktu Dengan Bayi Lahir Asfiksia Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa kasus asfiksia di RSUP.H.Adam Malik Medan sebanyak 62 kasus bayi lahir asfiksia. Hasil analisis menunjukan bahwa ada hubungan antara kehamilan lewat waktu dengan kelahiran bayi yang mengalami asfiksia. Menurut Prawirohardjo (2007) bahwa faktor yang bisa menyebabkan asfiksia adalah faktor kehamilan ibu yaitu kehamilan yang lewat waktu (posterm/serotinus) yaitu usia hehamilan yang melewati 42 minggu dan kelahiran prematur yakni bayi yang dilahirkan kurang dari 38 minggu. hal ini di sebabkan karena pada bayi yang lahir preterm (kurang bulan) organ –organ tubuhnya belum mature hal ini di sebabkan sistem pernafasan khusunya paru-paru bayi belum bekerja secara optimal akibatnya bayi bisa mengalami asfiksia. Sedangkan pada bayi-bayi yang dilahirkan pada ibu-ibu dengan umur kehamilan melebihi 42 minggu kejadian asfiksia bisa di sebabkan karena fungsi plasenta yang tidak maksimal lagi akibat proses penuaan mengakibatkan trasportasi oksigen dari ibu kejanin terganggu. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu, hal ini dapat di buktikan dengan kadar estriol dan plasenta laktogen. Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan resiko 3 kali (Hutahaean, 2009). Faktor Predisposisi Asfiksia Neonatorum Biasanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan komplikasi, misalnya diabetes mellitus, pre eklampsia berat, eklampsia, eritroblastosis fetalis, persalinan preterm, persalinan lewat waktu, faktor umur ibu, plasenta previa, solusio plasenta, korioamnionitis, hidramion dan oligohidramnion, gawat janin, serta pemberian obat anestesi atau narkotika sebelum kelahiran (Mansjoer, 2000). Adapun faktor yang dapat mengakibatkan asfiksia pertama keadaan ibu seperti kehamilan postmatur, partus lama atau partus macet. Kedua keadaan tali pusat seperti lilitan tali pusat, tali pusat pendek. Ketiga keadaan bayi seperti bayi prematur, persalinan sulit, air ketuban bercampur mekonium (Wiknjosastro, 2008). Hal ini sejalan dengan hasil yang di dapat oleh peneliti yaitu terdapat hubungan kehamilan lewat waktu dengan kejadian bayi lahir asfiksia.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUP.H.Adam Malik Medan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kejadian asfiksia di RSUP.H.Adam Malik Medan sebanyak 62 responden 2 Kejadian kelahiran bayi pada kehamilan posterm sebanyak 54 orang (87,1%) dan yang aterm sebanyak 8 orang (12,9%). 3. Ada hubungan yang bermakna antara kehamilan lewat waktu dengan kejadian bayi asfiksia yaitu X2hitung > X2 tabel (3,91>3,481) maka hipotesis nol di tolak dan peneliti menerima hipotesis alternatif. Hasil analisis tersebut menunjukan babhwa ada hubungan yang bermakna antara umur kehamilan dengan kelahiran bayi asfiksia. Saran 1. Pada pengelola program kesehatan khususnya program ibu dan anak perlu strategi lain dalam merencanakan program penyuluhan kesehatan pada umumnya, khususnya mengenai komplikasi yang dapat terjadi pada kehamilan posterm agar ibu-ibu hamil dapat mewaspadai hal tersebut. 2. Agar ibu-ibu hamil sering memeriksa kehamilan ke tenaga kesehatan secara teratur untuk mendeteksi adanya kelainan yang membahayakan ibu dan janinnya. 3. Agar persalinan di tempat pelayanan kesehatan dan di tolong oleh tenaga kesehatan.
112
HUBUNGAN PENGETAHUAN NUTRISI IBU HAMIL TERHADAP ANEMIA DI RUMAH BERSALIN TUTUN SEHATI TANJUNG MORAWA TAHUN 2015
Risma Dumiri Manurung Jurusan Keperawatan Poltekes Kemenkes Medan
`
Abstrak Bronkitis merupakan salah satu masalah gangguan saluran pernafasan bagian bawah yaitu peradangan bronkhioli, bronkhus dan trakea yang disebabkan virus Rhinovirus, Respiratory Syncitial virus (RSV), virus influenza, virus parainfluenza, dan coxsakie virus (Mutaqqin, 2008). Terbagi atas bronkitis akut dan bronkitis kronis. Bronkitis akut adalah radang bronkus, mengenai trakhea dan laring dan timbul akibat kelainan jalan nafas sedangkan bronkitis kronis kelainan pada bronkhus bersifat menahun, berlangsung selama 3 bulan dalam 1 tahun selama 2 tahun berturut-turut (Somantri, 2007). Tindakan keperawatan pada pasien bronkitis berupa latihan pernafasan, pemantauan status pernafasan, membimbing pasien untuk memperlambat pernafasan dan mengendalikan respon dirinya. Salah satu tindakan keperawatan yang dapat diberikan adalah latihan nafas (Wilkinson, 2011). Latihan pernafasan bermanfaat untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol, efisien dan mengurangi kerja bernafas (Smetlzer & Bare, 2013). Latihan pernafasan yang dapat diterapkan pada pasien dengan bronkitis salah satunya adalah latihan pursed lips breathing (PLB) (Dufton, 2012). PLB bermanfaat meningkatkan kekuatan otot-otot inspirasi, dimana tahanan pada saat ekspirasi dapat mengurangi kolaps pada jalan nafas sehingga terjadi peningkatan kekuatan otot pernafasan dan pertukaran gas alveolar menjadi lebih baik. Terjadinya pertukaran udara secara menyeluruh di paru-paru dan memudahkan untuk bernafas, memberikan paru-paru tekanan kecil kembali dan menjaga saluran udara terbuka untuk waktu yang cukup lama sehingga dapat memperlancar proses oksigenasi di dalam tubuh, menurunkan kejadian hiperventilasi dan hipoksia (Smelzer & Bare, 2013). Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh latihan pursed lips breathing (PLB) terhadap Arus Puncak Ekspirasi (APE) dan status oksigenasi (RR, HR dan Saturasi Oksigen) pada Anak Penderita Bronkitis selama 2 minggu .Jenis penelitian quasi eksperiment dengan rancangan penelitian one group pre-postest design. Populasi penelitian anak dengan bronkitis yang dirawat di rumah sakit kota Medan dengan besar sampel 30 responden. Tehnik pengambilan sampel consecutive sampling yang dilakukan sebelum dan setelah latihan PLB. Analisa data secara univariat untuk proporsi umur dan jenis kelamin responden, analisa bivariat untuk mengetahui perbedaan Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan paired sample t test sebelum dan setelah pemberian latihan PLB dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan APE da SaO2 serta penurunan RR dan HR setelah dilakukan latihan PLB. Berdasarkan uji statistik diperoleh bahwa nilai p value <0,05 yang artinya ada pengaruh latihan pursed lips breathing (PLB) terhadap Arus Puncak Ekspirasi (APE) dan status oksigenasi (RR, HR dan Saturasi Oksigen) pada Anak Penderita Bronkitis. Kata kunci : latihan PLB, Arus Puncak Ekspirasi (APE), Status oksigenasi (RR, HR dan Saturasi Oksigen), Anak Penderita Bronkitis
PENDAHULUAN Kehamilan merupakan proses yang diawali dengan bertemunya sel telur dengan sel sperma membentuk sel yang akan bertumbuh. Pada proses kehamilan akan banyak terjadi perubahan baik fisik, sosial maupun mental. Calon ibu harus tetap berada dalam keadaan sehat karena seorang ibu tidak hidup dengan sendiri tetapi ibu hidup dengan janin yang ada didalam kandungnya, oleh karena itu, ibu harus memiliki gizi yang cukup sebelum dan ketika hamil (Kristiyanasari, 2010).
113
Makanan bernutrisi bagi ibu hamil merupakan salah satu faktor penentu terjadinya kehamilan yang sehat. Seorang ibu hamil harus memperhatikan nilai gizi atau nutrisi pada makanan yang hendak dikonsumsi. Artinya, bila kebutuhan gizi selama hamil terpenuhi, maka ibu dan bayi didalam kandungannya akan terhindar dari resiko kekurangan gizi (Aizid, 2010). Data WHO menyebutkan bahwa dua miliar penduduk dunia terkena anemia dengan tanda-tanda kulit pucat, rasa lelah, napas pendek, kuku mudah pecah, kurang selera makan, dan sakit kepala sebelah depan. Walau terkadang tidak ada keluhan pasien mengalami anemia
ringan. Anemia apabila Hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari 13 g/dl untuk pria dan kurang dari 12g/dl untuk wanita (Prasetyono, 2010). Sebagian besar perempuan mengalami anemia selama kehamilan, data World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa pada negara berkembang sekitar 35-75% ibu hamil mengalami anemia sedangkan di negara maju sekitar 18% ibu hamil mengalami anemia (Prawirohardjo, 2012). Anemia pada ibu hamil merupakan masalah di Indonesia yang dapat meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas bagi bayi dan ibu hamil yang disebabkan defesiensi zat besi. Anemia defesiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di negara sedang berkembang, dibandingkan negara yang sudah maju. Data menyebutkan 1400 juta orang (36%) dari perkiraan populasi 3800 juta orang pada negara berkembang menderita anemia, sedangkan prevalensi pada negara maju hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta orang) dari perkiraan populasi 1200 juta orang (Arisman, 2010). Tinggi rendahnya kematian ibu dan prenatal menjadi ukuran kemampuan pelayanan obstetri suatu negara. Indonesia dengan angka kematian ibu 390 per 100.000 kelahiran hidup, menunjukkan bahwa kemampuan pelayanan obstetri belum menyentuh masyarakat dengan cakupan bermutu dan menyeluruh. Bila di Indonesia persalinan diperkirakan 5.000.000, angka kematian ibu sekitar 18.500 - 19.000 pertahun. Kematian ibu berdampak bagi kerukunan keluarga dan bagi anak yang ditinggalkan. Oleh karena itu, harus diupayakan memberi pelayanan dan menekan angka kematian ibu dan prenatal (Manuaba, 2009). Kematian ibu saat hamil atau dalam waktu 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak bergantung pada tempat atau usia kehamilan. Dapat diakibatkan komplikasi kehamilan, persalinan, atau masa nifas, dan dalam penanganan yang adekuat. Disamping itu juga dapat di akibatkan dari penyakit yang sudah ada atau penyakit yang timbul sewaktu kehamilan, misalnya anemia (Prawirohardjo, 2012). Prevalensi anemia ibu hamil di Indonesia sebesar 70% atau 7 dari 10 wanita hamil menderita anemia. Anemia defesiensi besi dijumpai pada 40% ibu hamil. Angka kejadian anemia kehamilan di Surakarta tahun 2009 sekitar 9,39%. Tercatat bahwa dari 11.441 ibu hamil terdapat 1.074 yang mengalami anemia selama kehamilan (Dinkes Propsu, 2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh St. Fatimah Makasar (2012) dari 33 responden, terdapat 10 responden (30,3%) yang pengetahuannya rendah dan beresiko mengalami anemia selama kehamilan dan terdapat 3 responden (9,1%) yang pengetahuannya baik namun beresiko mengalami anemia selama kehamilan hasil pembentukan tersebut menunjukkan adanya hubungan yang segnifikan antara pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi dengan kejadian anemia selama kehamilan. Berdasarkan Profil Dinas Kesehan Kota Medan (2012), survei anemia pada ibu hamil adalah kondisi ibu dengan kadar Hb dalam darah dibawah 11g/dl pada trimester I dan III atau kadar hemoglobin < 10,5 g/dl pada trimester II (Dinkes Propsu, 2012).
Salah satu upaya yang dilakukan untuk menurunkan prevalensi anemia adalah dengan pemberian tablet besi (Fe) sebanyak 90 tablet selama masa kehamilan. Cakupan ibu hamil yang mendapat 90 tablet besi di Sumatera Utara menunjukkan kenaikan yaitu 33,03% tahun 2003, naik menjadi 53,09% tahun 2005 dan menjadi 75% di tahun 2007 dan tahun 2008 turun 0,3% angka ini masih jauh dari target yang di tentukan yaitu 80% (Dinkes Propsu, 2012). Dari survei awal yang telah dilakukan di RB Tutun Sehati Tanjung Morawa (Januari–Desember) ada 1125 orang yang kunjungan Ante Natal Care (ANC), 40 diantaranya melakukan pemeriksaan Hb dan terdapat 20 orang (55,5%) ibu hamil yang mengalami anemia. Berdasarkan Pendahuluan diatas peneliti merasa tertarik ingin mengetahui dan melakukan penelitian tentang Hubungan pengetahuan nutrisi ibu hamil terhadap anemia. TUJUAN PENELITIAN 1. Mengetahui proporsi pengetahuan nutrisi ibu hamil dan proporsi kejadian anemia pada ibu hamil di RB Tutun Sehati Tanjung Morawa 2. Mengetahui hubungan Pengetahuan Nutrisi Ibu hamil terhadap anemia di RB Tutun Sehati Tanjung Morawa Hipotesis : Ada hubungan Pengetahuan Nutrisi Ibu Hamil terhadap Anemia METODE Desain penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan cross sectional, populasi penelitian adalah seluruh ibu hamil yang datang berkunjung ke Rumah Bersalin Tutun Sehati yang melakukan pemeriksaan kehamilan dengan pemeriksaan hemoglobin pada tiap bulannya sebanyak 43 orang. Jumlah sampel 43 orang (total populasi) dengan tehnik pengambilan sampel Accidental Sampling. Metode pengumpulan data dengan cara membagi kuisioner dan melakukan cek hemoglobin (Hb) sesuai kriteria penelitian. Pengolahan Data dengan dengan proses editing, tabulating dan scoring.Analisa Data secara univariat : untuk mengetahui tingkat pengetahuan responden terhadap nutrisi ibu dengan 20 pertanyaan dengan kriteria jawaban yang benar diberi skor 1 dan salah diberi skor 0. a. Pengetahuan baik, apabila responden dapat menjawab dengan benar 17-20 pertanyaan dengan total skor 76100% b. Pengetahuan cukup, apabila responden dapat menjawab dengan benar 14-60% pertanyaan dengan total skor 56-75% c. Pengetahuan kurang, apabila responden dapat menjawab dengan benar 0-3 pertanyaan dengan total skor < 56%. Sedangkan analisa bivariat dengan menggunakan uji chi square. Hasil analisa statistik dianggap bermakna jika nilai p< 0,05 atau dengan kata lain Ha diterima apabila p< 0,05 dan Ha ditolak jika p > 0,05
114
HASIL a. Pengetahuan Tabel 4.1 : Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Hamil Di Klinik Tutun Sehati Tanjung Morawa Tahun 2015 tentang Nutrisi ibu hamil Pengetahuan F % Baik 26 60,5 Cukup 11 25,6 Kurang 6 13,9 TOTAL 43 100 Berdasarkan tabel 4.1 bahwa mayoritas responden yang berpengetahuan baik sebanyak 26 orang (60,5%). b. Anemia Tabel 4.2 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Anemia Di Klinik Tutun Sehati Tanjung Morawa Tahun 2015 Kejadian F % Anemia 16 37,2 Tidak Anemia 27 62,8 TOTAL 43 100 Pada tabel diatas bahwa mayoritas responden tidak anemia sebanyak 27 orang (62,8%). c. Hubungan pengetahuan nutrisi ibu hamil dengan kejadian anemia Tabel 4.3 : Distribusi Frekuensi Hubungan Pengetahuan Nutrisi Ibu Hamil terhadap Anemia di Klinik Tutun Sehati Tanjung Morawa Tahun 2015. pengetah uan Baik Cukup Kurang Total
Kejadian anemia Tdk anemia F % F % 3 11,5 23 88,5 7 63,6 4 36,4 6 100 0 0 16 37,2 27 62,8
Total F
%
26 11 6 43
100 100 100 100
p
0,000 0,000
Dari tabel 4.3 bahwa mayoritas responden yang tidak anemia memiliki pengetahuan baik sebanyak 23 orang (88,5%), mayoritas pengetahuan responden cukup sebanyak 63,6 % menderita anemia dan pengetahuan kurang sebanyak 6 orang (100%) menderita anemia. Hasil uji chi-square dapat dilihat dari nilai hitung p 0,000 ( α < 0,05), sehingga secara signifikan ada hubungan pengetahuan nutrisi ibu hamil dengan kejadian anemia pada ibu hamil. PEMBAHASAN a. Pengetahuan Ibu Hamil Pengetahuan adalah hasil tahu, dan hal ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan melalui indra penglihatan, pendengaran, penciuman, raba dan rasa sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012). Pada tabel 4.1 bahwa ibu hamil berpengetahuan baik sebanyak 26 orang (60,5%). Dimana hasil penelitian responden mengetahui tentang nutrisi selama masa kehamilan dan pentingnya zat besi untuk mencegah anemia.
115
Sesuai dengan teori bahwa ibu hamil memerlukan nutrisi selama hamil sebesar mengandung 300 Kkal setiap hari, makanan dan gizi seimbang diperoleh dari karbohidrat, lemak, protein, serta vitamin dan mineral. Tambahan vitamin, baik B kompleks, vitamin A, vitamin C, vitamin E diperlukan ibu hamil untuk meningkatkan kebugarannya (Laila, 2011). Perlu lebih banyak zat besi untuk membentuk hemoglobin. Dalam keadaan hamil, suplai zat besi dari makanan masih belum mencukupi sehingga dibutuhkan suplemen berupa tablet zat besi (Depkes RI, 2009). Sejalan dengan hasil penelitian Sunarti Dode dkk (2012). Ibu hamil memiliki pengetahuan baik, dikarenakan ibu hamil mampu menyerap berbagai informasi, yang menyangkut kesehatannya salah satunya adalah pentingnya nutrisi selama kehamilan sebagai penunjang kesehatan ibu dan janin. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dina Setiawati (2012), bahwa semakin baik pengetahuan ibu, maka semakin baik pula pemahaman tentang nutrisi pada masa kehamilan, sehingga diharapkan ibu hamil mampu untuk memenuhi kebutuhan tentang pentingnya nutrisi selama kehamilan. Eka Wardani (2013), dalam penelitian yang dilakukannya, mengatakan peningkatan pengetahuan diperoleh melalui media massa ataupun media elektronik akan dapat meningkatkan pemahaman ibu hamil tentang pentingnya asupan nutrisi selama kehamilan dan anemia sebagai dampak kurangnya nutrisi selama kehamilan tidak dapat terjadi. Pada hasil penelitian ini ditemukan juga ibu yang berpengetahuan kurang sebanyak 6 orang (14,0%). Kurangnya pengetahuan responden akan informasi tentang asupan nutrisi yang adekuat semasa kehamilan dapat berdampak terhadap tumbuh kembang janin dan anemia. b. Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12 g/dl (Winkjosastro, 2002) sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11 g/dl pada trisemester I dan III atau kadar <10,5 g/dl pada trimester II (Saifuddin, 2002). Hasil tabel 4.2 menunjukkan bahwa mayoritas ibu tidak anemia sebanyak 27 orang (62,8%), dan ada 16 orang (37,2 % yang anemia. Asupan gizi dan nutrisi yang baik dan tepat sangat dibutuhkan untuk mengurangi resiko penurunan kesehatan bagi ibu dan janin. Setiap makanan yang dikonsumsi oleh ibu akan mempengaruhi kondisi kesehatan janin. Ibu hamil tidak lagi bertanggung jawab atas dirinya sendiri tetapi juga pada janin yang dikandungnya, karena itu kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi, karena itu membutuhkan energi dan zat gizi yang meningkat selama kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme ibu (Martini dan Prasetyowati, 2009) Penelitian sesuai dengan Tarwoto (2008), bahwa anemia adalah menurunnya hemoglobin sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organorgan vital pada ibu dan janin berkurang.Dan
pengetahuan ibu yang baik akan memperbaiki pola nutrisinya selama kehamilan, sehingga angka kejadian anemia pada ibu hamil dapat berkurang. Status gizi yang buruk berdampak sebagai faktor penyebab dari terjadinya kasus anemia (Atikah, 2009). c. Hubungan Pengetahuan Nutrisi Ibu Hamil dengan anemia Hubungan pengetahuan nutrisi ibu hamil dengan Kejadian Anemia berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 43 responden di Klinik Tutun Sehati Tanjung Morawa setelah diuji statistik dengan menggunakan uji chi-square menunjukkan ada hubungan signifikan pengetahuan ibu hamil dengan kejadian anemia, diperoleh nilai p value = 0,000 (p<0,05) dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian ini sesuai dengan Rustam Muchtar (2012), bahwa semakin baik pengetahuan ibu maka semakin banyak ibu hamil yang tidak terkena anemia karena ibu dapat memperbaiki pola makannya selama kehamilan. Apabila kebutuhan nutrisi ibu hamil terpenuhi maka akan didapat kehamilan yang sehat dan ibu bisa terhindar dari Anemia. Menurut penelitian Sunarti Dode dkk, (2012), bahwa pengetahuan sesorang yang rendah, maka berdampak terhadap ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan nutrisi selama kehamilan salah satunya terjadinya anemia selama kehamilan. Dari hasil penelitian juga menunjukkan responden yang berpengetahuan kurang sebanyak 6 orang (13,9%). Hasil penelitian bahwa adanya responden yang tidak mengetahui fungsi asam folat selama kehamilan, faktor penyebab anemia dan ukuran batasana normal hemoglobin ibu hamil. Hasil penelitian St. Fatimah Makasar, (2012) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi dengan kejadian anemia selama kehamilan. KESIMPULAN Berdasarkan dari hasil analisa data yang telah dilakukan tentang Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Nutrisi Selama Kehamilan dengan Kejadian Anemia di Klinik Tutun Sehati Tanjung Morawa dapat simpulkan sebagai berikut : 1. Mayoritas responden berpengetahuan baik tentang nutrisi selama kehamilan sebanyak 26 responden (60,5%). 2. Mayoritas responden tidak anemia yaitu sebanyak 27 responden (62,8%). 3. Adanya hubungan yang signifikan pengetahun ibu hamil tentang nutrisi terhadap kejadian anemia dengan nilai hitung p 0,000 (α < 0,05). SARAN 1. Diharapkan kepada pihak petugas kesehatan dalam hal ini perawat di Klinik Tutun Sehati Tanjung Morawa untuk dapat memberikan informasi melalui pemberian penyuluhan tentang anemia pada ibu
hamil dan nutrisi yang di butuhkan selama proses kehamilan. 2. Ibu hamil perlu periksa rutin ke klinik selama masa kehamilan seperti ANC, timbang berat badan dan periksa hemoglobin untuk mengetahui nutrisi dan hemoglobin anemia. 3. Penulis berharap agar penelitian ini dapat dilanjutkan dengan variabel yang lain seperti faktor sosial ekonomi dan pendidikan. 4. Bagi institusi pendidikan agar lebih menambah wawasan bagi mahasiswa tentang nutrisi selama kehamilan dengananemia pada ibu hamil. DAFTAR PUSTAKA Aizid,Rizem. 2010. Menu-Menu Murah Sehat Ibu Hamil. Yogyakarta: buku Biru Almatsier, Sunita. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Utama Jakarta Arisman, 2010. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC A, Laila. 2011. Ibu hamil sehat bayipun Sehat. Surabaya :Indah Devi, Nirmala. 2010. Nutrition and food Gizi Untuk Keluarga. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara Iman, Muhammad. 2011. Panduan penyusunan Karya Tulis Ilmiah Bidang Kesehatan. Medan : Cita Pustaka Media Perintis Kristiyanasari. 2010. Gizi Ibu Hamil. Yogyakarta: Nuha Medika Mangkuji, betty. 2013 . Asuhan kebidanan 7 Lnagkah Soap. Jakarta : EGC Mochtar, Rustam. 2012. Sinopsi Obstetri. Jakarta : EGC Muliarini, Prita. 2012. Pola Makan Dan Gaya Hidup Sehat Selama Kehamilan. Yogyakarta: Nuha Medika Notoadmodjo, Soekidjo. 2010. Meteologi penelitian Kesehatan . Jakarta :PT Rineke Cipta Nugroho, Taufan. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta. Nahu Medika Proverawati, Atikah. 2011. Anemia dan Anemia Kehamilan. Yogyakarta : Nuha Medika Prasetyono, 2009. Mengenal Menu Sehat Ibu Hamil. Yogyakarta : Ita Dewi Yanto Tarwoto. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sitem Hematologi. Jakarta Timur: Trans info Media Tarwoto. 2007. Anemia Pada Ibu Hamil. Jakarta: Trans Info Media Waryana. 2012. Gizi Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Rihama Fatimah, ST. 2012. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil Tentang Nutrisi dengan Kejadian Anemia Selama Kehamilan : Stikkes Nani Hasanuddin Makassar. Hidayah W. dkk. 2012. Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil Mengkonsumsu Tablet Fe dengan Kejadian Anemia di Desa Pageraji Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas. Purwokerto : Bidan Prada.
116
PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN SISTEM INFORMASI YANG DIMILIKI KELUARGA TERHADAP TINDAKAN PENATALAKSANAAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 2016
Soep Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan
`
Abstrak Tekanan darah tinggi atau yang juga dikenal sebutan hipertensi ini merupakan suatu meningkatnya tekanan darah di dalam arteri. Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran perilaku keluarga tentang penyakit hipertensi dan penatalaksanaannya di wilayah kerja Puskesmas Medan Tuntungan tahun 2016. Adapun jenis penelitianya Deskriptif yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan tujuan membuat gambaran atau suatu keadaan secara objektif. desain yang digunakan adalah cross sectional yaitu penelitian dengan melakukan pengukuran pada saat bersamaan atau sekali waktu. Populasi pada penelitian ini adalah jumlah pasien hipertensi yang melakukan pemeriksaan kesehatan di Puskesmas Medan Tuntungan pada bulan januari pada tahun 2016 sejumlah 156 orang. Penggambilan menggunakan Simple Random yaitu dengan pengambilan sampel dilakukan dengan secara acak, dengan 31 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perilaku keluarga terhadap penyakit hipertensi dan penatalaksanaannya dengan pengetahuan baik sebanyak 18 orang (58,1%). Perilaku Keluarga terhadap penyakit hipertensi dan penatalaksanaannya dengan sikap positif sebanyak 17 orang (54,8%). Perilaku keluarga terhadap penyakit hipertensi dan penatalaksanaannya dengan tindakan baik sebanyak 18 orang (58,1%). Kata kunci : Pengetahuan, Sikap, Sistim Informasi, Tindakan, Hipertensi
PENDAHULUAN Penyakit tidak menular (PTM) adalah penyebab kematian terbanyak di Indonesia dimana penyakit tidak menular masih merupakan masalah kesehatan yang penting sehingga dalam waktu bersama morbiditas dan mortalitas penyakit tidak menular makin meningkat. Penyakit tidak menular menjadi beban ganda dan tantangan yang harus dihadapi dalam membangun kesehatan di Indonesia Salah satu penyakit tidak menular tersebut yang banyak dimasyarakat saat ini yaitu penyakit hipertensi. Salah satu masalah kesehatan global yang membutuhkan perhatian yang besar karena dapat menyebabkan kematian utama di Negara maju maupun Negara berkembang adalah penyakit hipertensi. (Depkes, 2011 dalam fardya, 2013). Hipertensi keadaan yang meningkatnya tekanan darah tinggi diatas normal dengan sistolik/diastolik melebihi 140/90 mmHg Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu hipertensi primer atau esensial yang penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi sekunder yang dapat disebabkan oleh penyakit ginjal. Hipertensi sering tidak menimbulkan gejala, sementara tekanan darah yang terus menerus tinggi dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu, hipertensi perlu di deteksi dini yaitu dengan pemeriksaan tekanan darah secara berkala. 117
Menurut perkiraan Badan Kesehatan Dunia WHO, sekitar 30% penduduk dunia tidak terdiagnosa adanya hipertensi (underdiagnosed condition). Hal ini disebabkan tidah adanya gejala yang pasti bagi penderita hipertensi. Kalaupun ada gejala seperti sakit kepala, tengkuk nyeri, dan lain-lain, ini tidak pasti nenunjukkan penderita terkena hipertensi. Padahal hipertensi jelas merusak organ tubuh, seperti jantung (70% penderita hipertensi akan mengalami kerusakan jantung), ginjal, otak, mata, serta organ tubuh lainnya ( susilo, 2011). Menurut survey yang dilakukan oleh (WHO) pada tahun 2000, jumlah penduduk dunia yang menderita hipertensi untuk pria sekitar 26,6% dan wanita sekitar 26,1% dan diperkirakan pada tahun 2025 jumlahnya akan meningkat menjadi 29,2%. Sedangkan laporan WHO DI Jenewa tahu 2002 didapatka prevalensi penyakit hipertensi 15-37% dari populasi penduduk dewasa didunia. Setengah dari populasi penduduk dunia yang berusia dari 60 tahun menderita hipertensi. Angka proportional mortality rate akibat hipertensi di seluruh dunia adalah 13% atau sekitar 7,1 juta kematian. Sesuai dengan data WHO bulan September 2011, bahwa hipertensi menyebabkan 8 juta kematian pertahun di seluruh dunia dan 1,5 juta kematian pertahun diwilayah Asia Tenggara (kartikasari, 2012). Diperkirakan 30% penduduknya (±50 juta jiwa) menderita tekanan darah tinggi (≥140/90 mmHg), dengan persentase biaya kesehatan cukup besar setiap tahunnya,
menurut National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES), insiden hipertensi pada orang dewasa diamerika pada tahun 2010 - 2012 adalah sekitar 39-51 jiwa , yang berarti bahwa terdapat 58-65 juta orang menderita hipertensi, dan terjadi peningkatan 15 juta dari NHNdS IIID di Amerika (Triayant, 2014 dalam fardya, 2013). Pada tahun 2013, Joint Nation Committee telah mengeluarkan guideline terbaru mengenai tatalaksana hipertensi atau tekanan darah tinggi, Join Nation Committee mengingat bahwa hipertensi merupakan suatu penyakit kronis yang memerlukan terapi jangka panjang dengan banyak komplikasi yang mengancam nyawa seperti infak miokard, stroke, gagal ginjal, hingga kematian jika tidak di deteksi dini dan diterapi dengan tepat, dirasakan perlu untuk terus mengatur strategi tatalaksana yang efektif dan efisien. Dengan begitu, terapi yang dijalankan diharapkan dapat memberikan dampak maksimal. Penanganan hipertensi dengan mengubah gaya hidup yang sehat, seperti aktif berolahraga, mengatur diet/ pola makan seperti rendah garam, rendah kolestrol dan lemak dan tidak mengkonsumsi alkohol dan rokok. pada penderita hipertensi selain pemberian obatan anti hipertensi perlu terapi merubah gaya hidup. supaya tidak terjadi komplikasih ke organ lain khususnya otak, maka perlu mengatur makanan/diet khusus supaya tidak terjadi stroke, (Palmer 2010). Perilaku hipertensi dengan keluarga terhadap penderita hipertensi, dimana keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan penatalaksanaannya hipertensi, keluarga masih lebih banyak memilih makan siap saji yang umumnya makanan rendah serat, tinggi lemak, tinggi gula, dan mengandung banyak garam pula, makanan yang kurang sehat, maka keluarga diaharapkan mempunyai pengetahuan dan sikap tentang penyakit hipertensi agar tercipta suatu perilaku perawatan yang tepat penderita hipertensi, dalam hal pencegahan, penatalaksanaan yang benar, cepat pada penderita hipertensi (Notoadmodjo, 2010). Upaya penatalaksanaannya hipertensi antra lain diet, obat-obatan, control tekanan darah, pola hidup dan olahraga, dan faktor yang mempengaruhi penatalaksanaannya hipertensi antara lain, pendidikan, gaya hidup, dukungan social, tingkat ekonomi, sikap dan kepercayaan, pengetahuan dan keluarga (Mahmudh,2011). Masalah hipertensi cukup dominan di Negara maju. di Indonesia, ancaman hipertensi tidak boleh di abaikan, hal ini dapat di buktikan dengan setiap hari penderita hipertensi di Indonesia semakin meningkat, namun sayang nya dari jumlah total penderita hipertensi tersebut, baru sekitar 50% yang terdeteksi. Dan diantara penderita tersebut hanya setengahnya yang berobat secara teratur. Bagi golongan masyarakat tidak atas hipertensi benarbenar telah terjadi. Di Provinsi DKI Jakarta, angka kesakitan Hipertensi 2,45% dari kota kunjungan pasien puskesmas tahun 2006. Hipertensi menjadi penyebab sakit (29,52%) dan kematian (36,52%) terbanyak berbasis RS DI Jakarta Utara tahun 2005. Angka kesakitan hipertensi di Jakarta
utara tahun 2006 (6,8%) dimana total kunjungan pasien ke puskesmas adalah 19,7%. BPS di Jakarta Utara 2011, hipertensi merupakan penyakit kedua terbesar yang diderita oleh pasien rawat jalan usia >60 tahun di puskesmas, yaitu sebanyak 3748 orang (17,08). Di DKI Jakarta (Dinkes DKI,2006). Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Kota Medan, penderita penyakit hipertensi cukup tinggi sepanjang tahun 2008 sampai dengan 2014 ada sekitar 51.354 orang menderita hipertensi. Berdasarkan survey awal yang dilakukan pada penelitian ini di Puskesmas Medan Tuntungan, 10 februari tahun 2016 ditemukan kasus bulan januari sebanyak 156 orang penderita hipertensi dan menduduki peringkat ke 2 di Puskesmas Medan Tuntungan, data ini di dapatkan dari Rekan medis. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan Simple Random yaitu dengan pengambilan sampel dilakukan dengan secara acak, sehingga setiap kasus atau elemen dalam populasi memiliki kesempatan yang benar untuk dipilih sebagai sampel penelitian. Besar sampel dalam penelitian ditentukan dengan dengan menggunakan rumus Nursalam (2008) bila besar populasi ≤1000, maka besar sampel boleh 20%-30%. Disini peneliti mengambil 20% dari total populasi yaitu 30 orang. Jenis dan metode pengambilan data terdiri atas data primer yaitu data yang diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan responden menggunakan lembar kuesioner Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari bagian Rekanmedis Puskesmas Medan Tuntungan Tahun 2016. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. a.
Analisis Univariat Karakteristik Responden berdasarkan Umur, Pendidikan, Sumber Informasi Tabel 1 Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan Umur, Pendidikan, Sumber Informasi. kerja Puskesmas Medan Tuntungan Tahun 2016. Karakteristik (f) (%) Umur 17-25 tahun 13 43.33 >25-62 tahun 15 50.00 >62-70 tahun 2 6,67 Pendidikan Tidak Sekolah 1 3,33 SMP 6 20.00 SMA 15 50.00 PT 8 26.67 Sumber Informasi Keluarga,teman,orang lain 7 23.33 Tenaga Kesehatan 15 50.00 Media Cetak, Media Ele 8 26.67 ktronik Total 30 100
118
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa responden berdasarkan Usia mayoritasnya >25-62 tahun 15 orang (50.00%). Berdasarkan Pendidikan mayoritasnya SMA 16 orang (50.00%), dan berdasarkan Sumber Informasi mayoritasnya mereka mendapat informasi dari tenaga kesehatan yaitu 16 orang (50.00%). b. Pengetahuan Keluarga Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Keluarga Tentang Penyakit Hipertensi dan Penatalaksanaannya di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Tuntungan Tahun 2016 Pengetahuan (f) (%) Baik 13 43.3 Kurang 17 56.7 Total 30 100.0 Berdasarkan tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden pengetahuan Baik sebanyak 18 orang (60%). c. Sikap Keluarga Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Keluarga Tentang Penyakit Hipertensi dan Penatalaksanaannya di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Tuntungan Tahun 2016. Sikap (f) (%) Positif 18 60.0 Negatif 12 40.0 Total 30 100.0 Berdasarkan tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden Sikap positif 17 orang (56.7%). d. Sistem Informasi Keluarga Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sistem Informasi Keluarga Tentang Penyakit Hipertensi dan Penatalaksanaannya di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Tuntungan Tahun 2016 Sistem Informasi (f) (%) Banyak 13 56.7 Kurang 17 43.3 Total 30 100.0 Berdasarkan tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden mendapat sistem informasi banyak yaitu 23 orang (76.7%). e. Tindakan dalam Penatalaksanaan Hipertensi Tabel 5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tindakan dalam Penatalaksanaan Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Tuntungan Tahun 2016. Tindakan (f) (%) Baik 17 56.7 Tidak Baik 13 43.3 Total 30 100.0
119
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa mayoritas responden penatalaksanaan Baik 18 orang (60.0%). 2. Analisis Bivariat Tabel 5 Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Sistem Informasi Terhadap Tindakan dlam Penatalaksanaan Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Tuntungan Tahun 2016 Variabel
Tindakan Total Baik f %
Pengetahua n Baik Kurang Sikap Positif Negatif Sistem Informasi Banyak Kurang
Kurang f %
f
p
χ2
%
10 7
76.9 41,2
3 10
23,1 58,8
13 17
100,0 0,050 100,0
3,83
13 4
72,2 33,3
5 8
27,8 66.7
18 12
100,0 0,035 100,0
4,43
11 6
84,6 35,3
2 11
15,4 64,7
13 17
100,0 0,007 100,0
7.29
Berdasarkan analisis diketahui tindakan dalam penatalaksanaan hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Tuntungan Tahun 2016, yaitu bahwa dari 13 responden berpengetahuan baik terdapat 76,9% yang tindakan dalam penatalaksanaan hipertensi baik. Terdapat 41,2% responden yang berpengetahuan kurang tetapi tindakan dalam penatalaksanaan hipertensi baik. Hal ini menjelaskan bahwa terdapat perbedaan tindakan dalam penatalaksanaan hipertensi baik antara responden berpengetahuan baik dan responden berpengetahuan kurang. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p = 0,050 artinya ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan terhadap tindakan dalam penatalaksanaan hipertensi. Hasil analisis juga dapat menjelaskan pengaruh sikap terhadap tindakan dalam penatalaksanaan hipertensi baik, terdapat 18 responden yang memiliki sikap positif juga memiliki tindakan dalam penatalaksanaan hipertensi baik yaitu 72,2%. Namun diketahui pula terdapat 33,3% responden dengan sikap negatif tetapi memiliki tindakan dalam penatalaksanaan hipertensi baik. Hal ini menjelaskan bahwa terdapat perbedaan tindakan dalam penatalaksanaan hipertensi antara responden yang memiliki sikap positif dan responden yang memiliki sikap negatif. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p = 0,035 artinya ada pengaruh yang signifikan antara sikap terhadap tindakan dalam penatalaksanaan hipertensi. Penelitian ini juga menjelaskan pengaruh sistim informasi terhadap tindakan dalam penatalaksanaan hipertensi, yaitu dari 13 orang responden yang mendapat sistem informasi terdapat 84,6% yang tindakan dalam penatalaksanaan hipertensi baik. Sementara itu terdapat 35,3% responden yang mendapat sistem informasi yang kurang tetapi juga memiliki tindakan dalam penatalaksanaan hipertensi baik. Hal ini menjelaskan bahwa tidak terdapat perbedaan tindakan dalam penatalaksanaan hipertensi antara responden yang mendapat sistem informasi banyak dan responden dengan yang mendapat sistem informasi
kurang. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p = 0,007 artinya ada pengaruh yang signifikan antara sistem informasi terhadap tindakan dalam penatalaksanaan hipertensi. 3. Analisis Multivariat Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa sistem informasi paling memengaruhi tindakan keluarga dalam penatalaksanaan hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Tuntungan Tahun 2016 dengan exp β = 2,969. Tabel 6 Hasil Analisis Regresi Logistik Variabel Pengetahuan Sikap Sistem Informasi Constant
B
P
Exp (B)
1,076 2,404
0,283 0,039 0,015
2,934 11,073 19,469
0,039
0,104
2,969 -2,267
95% CI Lower Upper 0,411 20,969 1,123 109,151 1,799 210,718
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan yaitu sebagai berikut : 1. Pengetahuan keluarga responden meyoritas memiliki pengetahuan keluarga kurang yaitu sebanyak 17 responden atau 56,7%. 2. Sikap keluarga responden mayoritas memiliki sikap positif yaitu 18 responden (60,0%). 3. Sistem informasi keluarga responden mayoritas mendapatkan sistem informasi kurang yaitu 17 responden (56,7%). 4. Pengetahuan, sikap dan sistem informasi berpengaruh terhadap tindakan kelarga dalam penatalaksanaan hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Tuntungan Tahun 2016. 5. Sistem informasi paling memengaruhi tindakan keluarga dalam penatalaksanaan hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Tuntungan Tahun 2016. SARAN Adapun saran dalam penelitian ini adalah : 1. Diharapkan tenaga kesehatan meningkatkan pengetahuan dan sikap keluarga dalam melakukan penatalaksanaan hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Tuntungan Tahun 2016 2. Diharapkan sistem informasi tentang penatalaksanaan hipertensi lebih diperbanyak agar keluarga makin lebih mengerti tentang melakukan penatalaksanaan hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Tuntungan Tahun 2016
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakatra : Rineka Cipta. Dewi dan Dewa. 2011. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia Yogyakarta : Nuho Medika. Depkes, RI. 2012. Masalah Hipertensi Di Indonesia. Artikel Kesehatan (online). (http://www.depkes.go.id/index.php/berita/pressrelease/1909-masalah-hipertensi-di-indonesia.pdf diakses 21februari 2016. Depkes RI,2001.” Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000 Kantor Wilayah Departemen Kesehatan RI. Provinsi Sumatera Utar, Medan. Dinkes DKI 2006. Angka Kesakitan Hipertensi (online) (https://www.Dinkes.go.id/index.php/beritamasalah-hipertensi.di DKI Jakarta.pdf diakses 25.februari.2016. Bruner,2002.Hipertensi, Jakarta : Fmedia Fauzia, 2014. Hidup Sehat. Jakarta: Rineka.Cipta 2007 Proporsi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta. Haryono, Rudi. 2013. Musuh-musuh setelah 40 Tahun, Gosyem Publishing, Yogyakarta. Info data pusat dan informasi Dinkes, DKI ( penderitapenyakit hipertensi. Junaedi Edi, 2013. Hipertensi, Kandas Berkat Herbal, Jakarta: Fmedia. Kartika Sari, 2012.Hipertensi Waspada Ancamannya, Yogyakarta:cv andi offset. Notoatmodjo, 2010. Metode Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. Rudi Haryono, 2013. Musuh-musuh Anda Setelah Usia 40 Tahun, Yogyakatra: Gosyen Publishin. Suiraoka.IP, 2015.Penyakit Degeneratif, Jogjakarta: Nurha Medika. Skiner, 2012. Pembentukan Perilaku. Rineka Cipta : Jakarta. Setiadi,2010. Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan, Jakarta : Rineka Cipta Sanaryati, 2014. Gambaran, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan (online) (http.11dc312.45hared.com/doc/qrylxXJO/previe w.html. diakses.22.februari.2016 Poltekkes Kesehatan Kemenkes Medan, 2012. Panduan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah. Medan : Poltekkes Kesehatan Kemenkes Medan. Wawan. 2011. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Mulia Medika.
120
UNDANGAN MENULIS DI JURNAL POLTEKKES MEDAN Redaktur Jurnal Poltekkes Medan mengundang para pembaca untuk menulis di jurnal ini. Tulisan ilmiah yang dimuat adalah berupa hasil penelitian atau pemikiran konseptual dalam lingkup kesehatan. Persyaratan yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: 1. Tulisan adalah naskah asli yang belum pernah dipublikasikan. 2. Tulisan disertai abstrak, ditulis satu spasi dengan bahasa Indonesia atau Inggris, maksimal 200 kata. 3. Kata kunci (keywords) minimal dua kata, ditulis di bawah abstrak. 4. Setiap naskah memiliki sistematika sub judul Pendahuluan, diikuti oleh beberapa sub judul lain dan berakhir dengan sub judul penutup atau simpulan. 5. Naskah diketik rapi dua spasi dalam bahasa Indonesia atau Inggris, font: Times New Roman, size: 11, format: A4 justify. 6. Panjang naskah minimal empat dan maksimal 8 halaman, termasuk rujukan. 7. Sistem rujukan adalah yang lazim digunakan dalam tulisan ilmiah, dengan konsistensinya. 8. Sumber rujukan/kutipan dimasukkan dalam tulisan (tanpa footnote) 9. Tulisan dikirim dalam CD, disertai print out-nya satu eksemplar, atau dikirim lewat E-mail. 10. Redaktur berhak mengedit dengan tidak merubah isi dan maksud tulisan. 11. Redaksi memberikan hasil cetak sebanyak satu eksemplar bagi penulis. 12. Naskah yang tidak dimuat akan dikembalikan bila dalam pengirimannya disertakan perangko pengembalian, atau diambil langsung dari redaktur.
121