PENELITIAN EVALUASI BANTUAN STIMULAN PEMULIHAN SOSIAL PADA PROGRAM BANTUAN STIMULAN BAHAN BANGUNAN RUMAH (BBR) BERUPA UANG MELALUI KELOMPOK MASYARAKAT PENERIMA BANTUAN A.
Situation/Background
Program Bantuan Bahan Bangunan Rumah (BBR) merupakan program yang relatif sudah lama dilaksanakan oleh Kementerian Sosial RI untuk membantu korban bencana. Namun sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah menyatakan bahwa kewenangan urusan sosial diserahkan ke daerah dan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mengatur bahwa kegiatan penanggulangan bencana dikoordinasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Hal tersebut menyebabkan perubahan siginifikan terhadap hubungan antara pusat dengan daerah dan peran lintas sektor dalam penanggulangan bencana. Merespon perubahan tersebut Kementerian Sosial RI mulai tahun 2011 melaksanakan program Bantuan Stimulan Pemulihan Sosial (BSPS) dengan nama Bantuan Stimulan Bahan Bangunan Rumah (BBR) berupa uang melalui kelompok masyarakat penerima bantuan yang terintegrasi pada program program Bantuan Stimulan Pemulihan Sosial (BSPS). Program BSPS ini diberikan kepada masyarakat korban bencana alam yang rumahnya rusak total/berat atau kepada masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana yang mau untuk direlokasi dengan maksud untuk meringankan beban dalam memperbaiki/membangun kembali rumahnya. Tabel 1. Jumlah Penerima Manfaat dan Jumlah Alokasi Anggaran BSPS tahun 2011 Jumlah Penerima Manfaat (KK) Berdasarkan Skema Rehabilitasi Relokasi 1 Aceh 165 2 Sumut 157 3 Banten 226 4 Jabar 76 5 Jatim 230 6 Kalbar 97 525 7 Kalteng 125 8 NTB 106 26 9 Sultra 103 286 10 Sulteng 120 11 Sulbar 41 12 Gorontalo 117 Jumlah 1.136 1264 2.400 Sumber: Direktorat PSKBA Kemensos RI, 2012 No
B.
Provinsi
Jumlah (Rp Juta) 1.350 1.286 3.390 1.140 2.300 8.845 540 1.450 4.890 1.200 410 1.170 28.271
Program Activities
Sebagai upaya untuk penyempurnaan program tersebut maka Puslitbang Kesos melaksanakan penelitian evaluasi terhadap Bantuan Stimulan Bahan Bangunan Rumah (BBR) Berupa Uang Melalui Kelompok Masyarakat Penerima Bantuan. Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan kualitatif.
Tahapan Penelitian adalah sebagai berikut : 1) Penyusunan rancangan penelitian 2) Penyusunan instrumen 3) Advance 4) Seminar rancangan penelitian 5) Perbaikan rancangan penelitian pasca seminar 6) Ujicoba instrumen 7) Perbaikan istrumen penelitian pasca uji coba 8) Pengumpulan data dilakukan di 7 provinsi yaitu : Sumut, Banten, Jabar, Jatim, Kalbar, Sulbar dan Gorontalo dengan menggunakan teknik: a. Studi literatur dan dokumentasi b. Wawancara mendalam. c. Observasi d. Fokus Group Discusion (FGD. 9) Pengolahan data 10) Penyusunan laporan 11) Seminar akhir 12) Perbaikan laporan akhir pasca seminar akhir 13) Pencetakan laporan Informan dalam penelitian ini adalah: 1) Pada tingkat nasional: Pejabat Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam, Kementerian Sosial RI 2) Pada tingkat provinsi: Pejabat Dinas Sosial Provinsi, Badan Daerah Penanggulangan Bencana Provinsi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Penanggulangan Bencana 3) Pada tingkat kabupaten: Pejabat Dinas Sosial Kabupaten/Kota, Badan Daerah Penanggulangan Bencana Kabupaten, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM Penanggulangan Bencana 4) Pada tingkat lokasi program: Tokoh masyarakat (formal atau informal), Ketua kelompok penerima bantuan, penerima bantuan
C.
Results/Impact
Input Program Bantuan Stimulan Pemulihan Sosial Penelitian evaluasi dilaksanakan di 7 provinsi dari 12 provinsi yang melaksanakan program BSPS pada tahun 2011. Lokasi program BSPS tersebut merupakan lokasi terjadinya bencana alam seperti gempa bumi, longsor, angin puting beliung, banjir dan abrasi pantai & gelombang pasang.
Tabel 2. Lokasi dan Jenis Bencana No
Provinsi
Kab
Bencana
Skema
1 2 3 4 5 6 7
Sumut Banten Jabar Jatim Kalbar Sulbar Gorontalo
Dairi Lebak Sumedang Situbondo Pontianak Mamuju Boalemo
Gempa Bumi Longsor Longsor Angin Puting Beliung Rawan Banjir Abrasi Pantai & Gelombang Pasang Banjir
Rehabilitasi Relokasi Relokasi Rehabilitasi Relokasi Rehabilitasi Rehabilitasi
Bencana alam berupa gempa bumi, angin puting beliung dan abrasi pantai dilakukan bantuan stimulan dengan skema rehabilitasi. Namun rehabilitasi rumah bagi korban bencana alam berupa
abrasi pantai dan gelombang pasang di Provinsi Sulawesi Barat kurang tepat karena lokasi rumah yang dibangun merupakan daerah rawan bencana sehingga sebaiknya dilakukan relokasi. Memang untuk melakukan relokasi relatif memerlukan proses yang lebih panjang dibandingkan dengan skema rehabilitasi terutama kesiapan pemerintah daerah dan masyarakat untuk menyediakan sharing sumber (dana, lahan dan tenaga) namun hasil dari skema tersebut relatif lebih terlihat dibandingkan dengan skema rehabilitasi. Tabel 3. Bentuk Sharing Program BSPS No
Provinsi
Bentuk Sharing
Skema
1
Sumut
Rehabilitasi
2
Banten
Relokasi
3
Jabar
Relokasi
4
Jatim
Rehabilitasi
5
Kalbar
Relokasi
6
Sulbar
Rehabilitasi
7
Gorontalo
Rehabilitasi
Pemda Dukungan teknis penyampaian program oleh Dinas Sosial Dukungan teknis penyampaian program oleh Dinas Sosial, Dukungan APBD Rp.100.000.000,- untuk pembelian lahan Dukungan teknis penyampaian program oleh Dinas Sosial, Lahan diberikan oleh pemerintah desa seluas 5.600 M2 Dukungan teknis penyampaian program oleh Dinas Sosial Dukungan teknis penyampaian program oleh Dinas Sosial, penyediaan lahan relokasi, PLN, Jalan Dukungan teknis penyampaian program oleh Dinas Sosial Dukungan teknis penyampaian program oleh Dinas Sosial
Masyarakat Tenaga untuk memperbaiki rumah Tenaga, dana untuk membangun rumah Tenaga untuk memperbaiki rumah Tenaga, dana untuk membangun rumah Tenaga, dana untuk membangun rumah Tenaga untuk memperbaiki rumah Tenaga, dana untuk membangun rumah, lahan untuk relokasi
Pada skema relokasi pemerintah daerah tidak hanya memberikan dukungan teknis penyampaian program yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kabupaten maupun penerbitan Surat Keputusan Bupati untuk Penetapan Penerima Manfaat Program. Akan tetapi juga menyediakan dana sharing yang sesuai dengan kebutuhan terutama untuk penyediaan lahan untuk relokasi rumah. Penyediaan lahan untuk pembangunan rumah tidak hanya ditanggung oleh pemerintah kabupaten akan tetapi juga ditanggung oleh pemerintah desa setempat seperti di Provinsi Jawa Barat.
Proses Program Bantuan stimulan Pemulihan Sosial Pendataan Calon Penerima Manfaat
No
Provinsi
Pendataan Calon Penerima Manfaat
1
Sumut
Pelaksana tim koordinasi penanggulangan bencana kabupaten bersama Kepala desa, hasil diketahui oleh Camat setempat dan ditetapkan oleh Bupati Dairi sebagai penerima bantuan. Masalah: terdapat keluarga mengalami kerusakan parah, namun tidak termasuk dalam daftar penerima bantuan.
2
Banten
Pendataan dilakukan oleh Petugas Dinas Sosial Kab. Pandeglang, selama proses pendataan, masyarakat, RT dan RW cukup aktif. Masyarakat yang terdata sebagai korban dan calon penerima bantuan tidak dibedakan berdasar status ekonomi (kaya atau miskin). Satu syarat yang terpenting yakni mereka adalah korban.
3
Jabar
4
Jatim
Pendataan dilakukan oleh pihak Dinas Sosial Situbondo dengan mempertimbangkan usulan dari kepala desa
5
Kalbar
Pendataan dilakukan oleh masyarakat
6
Sulbar
Pendataan dilakukan oleh Tagana dan perangkat desa. Syarat penerima manfaat adalah korban bencana gelombang pasang dan abrasi pantai yang mengalami kerusakan rumah berat dan total
7
Gorontalo
Pendataan dilakukan oleh Kepala Dusun, hasil pendataan tersebut disampaikan ke Kepala Desa untuk dilaporkan ke Kantor Sosial & PM Boalemo.Syarat penerima manfaat adalah korban bencana banjir bandang yang mengalami kerusakan rumah berat, total dan hanyut
Sosialisasi Program No
Provinsi
1
Sumut
2
Banten
3
Jabar
4
Jatim
5
Kalbar
6
Sulbar
Sosialisasi Program Dilakukan sosialisasi program yang melibatkan calon warga yang akan mendapat bantuan stimulans, difasilitasi oleh Sekretaris Daerah dan aparatnya serta Dinas Sosial dan tenaga Kerja Kabupaten Dairi. Hal ini berkaitan dengan penyampaian informasi mengenai mekanisme program
Dilakukkan sosialisasi program melalalui pertemuan dengan warga masyarakat serta calon penerima manfaat. Pertempuan difasilitasi oleh Kepala desa Sukawening, untuk memastikan kesiapan warga untuk relokasi, serta bentuk bantuan yang diberikan sekaligus swadaya dari warga yang harus disiapkan. Sosialisasi program dilakukan oleh pihak Dinas Sosial Situbondo, Kepala desa dan tokoh masyarakat yang diikuti semua penerima manfaat, kegiatan ini tidak dilakukan secara khusus akan tetapi dilaksanakan bersamaan dengan seleksi calon penerima manfaat ......... Tidak dilakukan sosialisasi secara khusus hanya terbatas menjawab pertanyaan penerima manfaat, alasan tidak ada dukungan anggaran APBN/APBD
7
Gorontalo
Sosialisasi dilakukan oleh pihak Kantor Sosial & PM Boalemo kepada tokoh masyakat & penerima manfaat program namun tidak semua penerima manfaat hadir pada saat sosialisasi. Secara informal kepala desa melakukan sosialisasi ke penerima manfaat mengenai ketentuan-ketentuan program
Pembentukan Kelompok No
Pembentukan Kelompok
Provinsi
1
Sumut
2
Banten
3
Jabar
4
Jatim
5
Kalbar
6
Sulbar
7
Gorontalo
Pembentukan kelompok penerima bantuan relokasi berdasarkan lingkungan RT dilakukan sejak awal sebelum penentuan lokasi lahan (pendataan awal). Meskipun secara konsisten pengelompokan tersebut juga dipergunakan untuk penentuan kapling yang akan ditempati, namun masyarakat masih diberi kelonggaran untuk memilih, tidak menutup kemungkinan ada kompromi diantara warga khususnya mereka yang ingin tinggal dekat saudaranya. Dibentuk 3 kelompok yaitu Kelompok Jembar Rahayu, terdiri dari 12 orang, kelompok Wening Galih terdiri dari 11 orang dan kelompok Berkah Rahayu sebanyak 11 orang. Masing-masing kelompok terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara Dinas Sosial Kab Situbondo yang menentukan/mengusulkan kelompok penerima , serta menetapkan pembentukan kelompok penerima manfaat
Pembentukan kelompok dilakukan oleh perangkat desa berdasarkan letak rumah yang berdekatan dan keseimbangan kemampuan SDM untuk menjadi pengurus, hanya mengejar target admistrasi yang disyaratkan bukan untuk pemberdayaan
Penyaluran Bantuan Stimulan No
Provinsi
1
Sumut
2
Banten
3
Jabar
Penyaluran Bantuan Stimulan
Dalam pengelolaan dana stimulan, kewenangan sepenuhnya ada di tangan masyarakat (sasaran program). Dalam pengertian ini adalah stimulant dalam bentuk dana sebesar Rp.15.000.000.- disalurkan secara langsung kepada masyarakat melalui rekening kelompok. Sedangkan untuk pencairan dana di bank harus dilakukan oleh dua orang yakni ketua dan bencahara. Hal ini dimaksudkan unruk menghindari adanya ketidak terbukaan pengelolaan keuangan milik kelompok Dilakukan dengan cara transfer langsung kepada rekening masing-masing kelompok di BRI (Bank Rakyat Indonesia), dana ditransfer dalam dual kali tahapan. Penggunaan dana diserahkan kepada masing-masing kelompok. Untuk mempermudah pengelolaan, dilakukan pertemuan seluruh kelompok untuk menyepakati mekanisme penggunaan dana. Untuk pembelanjaan awal,
seluruh anggota disepakati untuk membeli batu bata dan pasir. Pembelian selanjutnya diserahkan kepada masing-masing kepala keluarga, dan jenis pembelanjaannya variatif sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Setiap anggota kelompok bisa langsung memesan keperluan material untuk pembangunan rumahnya ke toko material yang sudah ditunjuk oleh panita atau kelompok masing-masing. Untuk menghindari kelebihan pengambilan dana, pengurus kelompok sudah memberi catatan kepada masing-masing toko material yang ditunjuk sesuai dengan dana yang dimiliki oleh setiap anggota. Sehingga jika ada anggota yang mengambil material melebihi dana yang dimiliki, bukan menjadi tanggung jawab pengurus kelompok. Ditransfer melalui Bank BRI yang besarnya sebesar Rp.10.000.000,- setiap anggota yang dicairkan melalui rekening kelompok. Oleh pengurus kelompok disalurkan ke masing-masing keluarga penerima BSPS pada umumnya masih berupa uang yang selanjutnya dibelikan bahan dan peralatan yang disesuaikan dengan jenis kebutuhan dan permintaan anggota kelompok dana sebesar Rp.15.000.000.- disalurkan secara langsung kepada masyarakat melalui rekening kelompok. Sedangkan untuk pencairan dana dari bank harus dilakukan oleh dua orang yakni ketua dan bendahara. Hal ini dimaksudkan unruk menghindari adanya ketidak-terbukaan dalam pengelolaan keuangan milik kelompok.
4
Jatim
5
Kalbar
6
Sulbar
Penyaluran dilakukan transfer k rekening masing-masing kelompok di BRI Mamuju, kelompok langsung mencairkan bantuan stimulan tersebut dibagikan berupa uang kepada anggota penerima manfaat
7
Gorontalo
Penyaluran dilakukan transfer k rekening masing-masing kelompok di BRI Limboto Tilamuta, kelompok tidak langsung mencairkan bantuan stimulan tersebutakan tetapi disesuaikan dengan kebutuhan dan pembelanjaan bahan bangunan di koordinir oleh kelompok dan anggota kelompok tidak menerima uang tunai akan tetapi berupa bahan bangunan yang dibelikan oleh kelompok
Pelaksanaan Pembangunan dan Rehabilitasi No
Provinsi
Rehabilitasi/Pembangunan Rumah
1
Sumut
Sejumlah warga yang melaksanakan perbaikan rumah yang rusak oleh tukang yang dikelola oleh keluarga yang terkena bencana dimaksud. Namun sebagian yang berada di kecamatan Kentara yang mengerjakan perbaikan rumahnya secara gotong royong.
2
Banten
3
Jabar
Tanah seluas 10,548M2 sebagai Lokasi permukiman baru yang diusulkan masyarakat tersebut mendapat persetujuan dari Bupati pada tanggal tanggal 14 Desember 2010. Bupati memberikan dukungan dana Rp.100.000.000 Rp.160.000.000,-. Untuk memenuhi tuntutan pemilik tanah tersrbut, kekurangan dana sebesar Rp.60.000.000,- dibayar oleh masyarakat yang akan di relokasi (dana swadaya). Rata rata setiap warga mempunyai kewajiban untuk iuran sebesar Rp.526.325,- Ketika lahan relokasi permukiman sudah ditentukan dan mendapat kepastian, maka masyarakat mulai melakukan perataan tanah secara gotong-royong. Dalam kerangka gotong-royong, pembersihan dan pemerataan tanah tidak dilakukan secara serentak Ketika mendengar bahwa adanya persetujuan relokasi dan dukungan dari Bupati untuk pembebasan tanah dan BSPS dari Kementerian Sosial masyarakat sangat antusias untuk pindah. Kondisi ini ditunjukkan dengan semangat warga untuk mulai bergotong-royong (baik dalam penyediaan lahan sampai pada pembangunan hunian/rumah). tetapi dilakukan secara bergiliran Relokasi dari Dusun Gorowong ke Dusun Cileuweung.Tanah seluas 5600 M2 (disediakan Pemdes), Dibagi per kapling ( 98 M2). Pengukuran tanah dilakukan oleh aparat desa, dibagi dengan cara diundi. Penggalian dan pembuatan pondasi rumah dilakukan secara bergotong royong oleh warga, termasuk untuk pemasangan genting. Namun untuk hal-hal yang sifatnya
teknis, seperti pemasangan tembok, tiang kayu, pintu ataupun untuk lantai mereka tetap menggunakan bantuan ahli tukang bangunan dan kayu. Kegiatan gotong royong hanya kegiatan gali tanah untuk pondasi rumah, pembuatan pondasi, mendirikan kerangka bangunan dan pemasangan atap bangunan sedangkan pemasangan batu bata, pembuatan kusen pintu dan daun pintu dari kayu yang hanya bisa dikerjakan oleh tenaga ahli/tukang Pola yang dipergunakan untuk bangunan rumah adalah konstruksi bangunan yang pernah digunakan pada saat relokasi tahun 2011 (pengelolaannya dilakukan kerjasama dengan TNI). Penggunaan (Replikasi) pola tersebut meruakan hasil musyawarah antar warga. Pengerjan bangunan dilakukan dengan gotong royong dengan bimbingan orang yang telah mempunyai pengetahuan dan keterampilan di bidang pengerjaan rumah.
4
Jatim
5
Kalbar
6
Sulbar
Rehabilitasi rumah dilakukan oleh masing-masing penerima manfat dengan menggunakan jasa tukang bangunan, kegiatan gotong royong hanya dilakukan pada saat menggali pondasi
7
Gorontalo
Skema yang didapat oleh penerima manfaat BSPS di Kab. Boalemo adalah rehabilitasi namun mereka menggunakan bantuan stimulan tersebut untuk membangun rumah yang lebih baik dan sesuai dengan keinginan mereka.kegiatan menggali pondasi, mengambil batu dan pasir dilakukan gotong royong namun pengerjaan rumah dilakukan oleh tukang bangunan
Pendampingan No
Provinsi
Pendampingan
1
Sumut
2
Banten
3
Jabar
4
Jatim
5
Kalbar
Peran Tenaga Kerja Sosial Kecamatan (TKSK) dalam penyelenggaraan program BSPS di kecamatan Segedong sangat besar. TKSK berperan sebagai pendamping masyarakat setiap proses relokasi sangat besar. Peran TKSK dalam pendampingan masyarakat sejak pendataan, pengusulan bantuan sampai di tingkat Kementerian Sosial, dan pelaksanaan pembangunan perumahannya. Kondisi ini tercermin dari koordinasi TKSK dengan kepala desa, ketua kelompok, dan instansi social kabupaten.
6
Sulbar
Tidak dilakukan pendampingan dikarenakan tidak ada alokasi anggaran APBN/APBD
Belum dilakukan secara maksimal. Program yang digulirkan, berupa uang saja. Belum ada program pendampingan secara khusus baik untuk pemulihan sosial korban bencana alam, khususnya untuk mengatasi trauma akibat bencana alam, maupun yang bersifat informasi terkait kerentanan akan bahaya tanah longsor. Pembinaan dilaksanakan oleh petugas sosial mulai dari Dinas Sosial tingkat Propinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa secara benjenjang.
7
Gorontalo
Pendampingan tidak dilakukan secara intensif hanya atas inisiatif kepala desa dan pihak kantor sosial & PM Boalemo
Monitoring dan Evaluasi No
Provinsi
Monev Monitoring yang dilakukan di Dairi sifatnya berjenjang, yakni dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Dairi, Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara hingga Direktorat Perlindungan dan Jaminan Sosial Korban Bencana Alam, Kementerian Sosial.
1
Sumut
2
Banten
3
Jabar
4
Jatim
5
Kalbar
6
Sulbar
Belum dilakukan monitoring dan evaluasi program baik dilakukan oleh Pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten
7
Gorontalo
Monitoring dilakukan oleh Kepala desa dan Kantor Sosial & PM untuk mematau kemajuan program
Belum terlihat adanya monitoring dan evaluasi yang maksimal. Hal ini ditunjukkan dengan belum adanya instrumen yang mengacu pada program pemulihan sosial sesuai dengan indikator Perka BNPB Nomor 11 tahun 2008 Monitoring dilakukan oleh Kepala desa dan Dinas Sosial untuk memantau kemajuan program
Output Program No
Provinsi
Output
1
Sumut
Perbaikan rumah dimaksud antara lain pada atap, badan rumah, lantai hingga berbagai bagian rumah yang perlu diperbaiki agar dapat ditempati kembali secara normal
2
Banten
Seluruh warga yang tinggal di lokasi rawan bencana sudah pindah di tempat hunian baru
3
Jabar
4
Jatim
Secara umum tercapai dari 34 rumah sudah dibangun dan sudah ditempati sebanyak 16 rumah.Luas tanah 98 m2 dengan luas bangunan ru antara 6 meter x 8 meter atau ukuran bangunan 7 meter x 12 meter. Rumah terdiri dari 2-3 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga, dapur dan kamar mandi. Dana sudah bisa diterima semuanya dengan pencairan dalam dua tahap oleh kelompok sasaran, rumah yang sudah selesai meliliki luas lebih dari pada sebelumnya, bahan bangunan memiliki kualitas yang lebih baik, dengan bahan atap dari seng, dinding batu bata, lantai disemen namun sayangnya baru sekitar 50 persen yang dapat dikatakan selesai dan bisa ditempati, sisanya masih banyak yang baru sampai pembuatan pondasi dan kerangka
rumah yang terbuat dari kayu dan beratapkan seng bahkan baru taraf pondasi siap bangun. 5
Kalbar
6
Sulbar
7
Gorontalo
Pencapaian output berupa diterimanya bantuan stimulan oleh penerima manfaat tercapai akan tetapi output berupa rumah yang sudah diperbaiki dan layak dihuni kembali tidak tercapai disebabkan penerima manfaat membangun di lokasi yang lama yang memang rawan bencana akibatnya rumahnya rusak kembali, ada keinginan masyarakat untuk direloksi di daerah yang relatif aman Secara umum tercapai; bahkan dengan skema rehabilitasi penerima manfaat menggunakan stimulan tersebut untuk membangun rumah baru yang relatif lebih baik dibanding dengan kondisi sebelumnya, meskipun demikian ada sekitar 25% belum selesai dibangun disebabkan kurangnya tenaga tukang dan menunggu hari baik
Outcome Program No
Outcome
Provinsi
1
Sumut
2
Banten
3
Jabar
4
Jatim
5
Kalbar
6
Sulbar
Dapat meringakan korban bencana, senang bahagia dan bantuan tersebut tidak berarti apa-apa
7
Gorontalo
Dapat meringankan beban korban bencana, penerima manfaat merasa lebih nyaman dengan adanya rumah baru yang lebih baik dibanding dengan rumah mereka sebelumnya. Demikian juga mereka telah melakukan aktvitas kehidupan sehari-hari yaitu memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari maupun menjalankan aktivitas sosial lainnya. kegiatan gotong royong masih terlihat pada saat menggali pondasi, pengumpulan pasir maupun saling tukar bahan bangunan
Menstimuli masyarakat untuk segera beranjak dalam pemulihan social keluarganya, tetapi BSPS (relokasi) juga telah menstimuli lembaga pelayanan public (seperti PLN, PU, Pertanahan) untuk turut serta menunjang keberhasilan program. BSPS dapat berfungsi sebagai salah satu sumber dalam program relokasi bagi pemerintah daerah.Di tingkat masyarakat, realisasi BSPS untuk relokasi akan memberikan dampak positif menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah khususnya pemerintah daerah. Perasaan aman dan nyaman serta terjalinnya gotong royong antar penerima manfaat Dampak psikologis sudah normal seperti sedia kala, baik itu hubungan sosial, mengenai aktifikas kerja dan kondisi rumah tangga sudah normal kembali. Sebab sewaktu tim peneliti berada di lokasi kejadian bencana, banyak warga yang sulit ditemui karena berbagai aktifitas (kerja dan berbagai aktifitas lainnya) sesuai dengan kegiatan dan kondisi sebelumnya
Faktor Pendukung No
Provinsi
Faktor Pendukung
1
Sumut
2
Banten
3
Jabar
4
Jatim
5
Kalbar
6
Sulbar
7
Gorontalo
1). Dukungan Pemkab Dairi dengan pertimbangan bahwa bencana ini merupakan bencana nasional dan membentuk Tim Penanggulangan bencana 2) Turunnya bantuan relatif cepat 3). keterlibatan dari berbagai pihak seperti LSM, organisasi jemaat gereja, Serikat Tolong Menolong serta Parsadaan Marga setempat. a. Kearifan lokal: Eksistensi kearifan local yang nasih terjaga dengan baik dan dijunjung tinggi oleh masyarakat, b. Mekanisme dalam pengusulan program BSPS dari masyarakat sampai ke Kementerian Sosial cukup baik, c. Proses Pencairan dana: d. Perkembangan fasilitas komunikasi, relokasi telah didukung instansi sektoral yang mempunyai jangkauan pelayanan seampai di tingkat desa. Program tersebut antara lain: pengerasan Jalan (PNPM), penyediaan fasilitas penerangan (PLN).f. Fasilitas ANTAM: 1) Adanya kegotongroyongan antar warga masyarakat 2) Kerjasama antar warga relokasi 3) Hibah jalan dari masyarakat sekitar daerah relokasi 4).Bantuan dari Pemda ( tanah dan pemasangan listrik PLN) 5) Uji kelayakan daerah bencana oleh Dinas Pertambangan Energi dan Pertanahan Kabupaten Sumedang 6). Ketersediaan tanah untuk fasilitas umum (masjid) 1) Adanya perundang-undangan yang telah dijabarkan di daerah yang berupa perda, pergub dan perbub 2). Adanya ketersediaan dana dalam penanganan bencana baik anggaran dari pemerintah pusat maupun dari daerah a. Nilai gotong royong masyarakat (penerima bantuan) masih terjaga dengan baik b. Dana dukung warga untuk pengurusan surat dan pembersihan lahan. c. Kayu sebagai bahan bangunan rumah sudah tersedia di hutan didaerah lokasi permukiman baru. Warga bisa memanfaatkan nya tapi tidak boleh dijual hanya kayu ulin yang harus mendatangkan dari luar 1) Respon Cepat Pemerintah Daerah. 2) Dukungan Relawan Terhadap Penanganan Bencana 3) Masih Adanya Nilai-Nilai Kegotongroyongan Masyarakat Desa Tappalang 4) Ada Kepedulian Masyarakat Terhadap Bencana 5) Adnya peran media massa 1) Respon Cepat Pemerintah Daerah. 2) Dukungan Relawan Terhadap Penanganan Bencana 3) Masih Adanya Nilai-Nilai Kegotongroyongan Masyarakat Desa Dulupi 4) Ada Kepedulian Masyarakat Terhadap Bencana
Faktor Penghambat No
Provinsi
1
Sumut
2
Banten
Faktor Penghambat 1) Belum terbentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah 2) Tidak seluruh korban mendapatkan bantuan; dan selain itu besar bantuan kurang memperhitungkan tingkat kerusakan
a. Kondisi topografi desa Cibeurem dan Mekarsari adalah tanah yang berbukit. b. Masyarakat belum terlatih dalam pengelolaan administrasi pertanggung-jawaban dana yang diterima 3
Jabar
1) Sebagian warga kekurangan biaya sehingga rumah belum seluruhnya selesai. 2) Sebagian warga terpaksa harus berhutang karena kekurangan biaya. 3) Belum ditempatinya semua rumah karena belum ada fasilitas listrik dan MCK di rumah masing-masing. 4) Kucuran dana program BSPS
yang pencairannya pada musim hujan, sehingga penyiapan lokasi dan pembangunan rumah mengalami keterlambatan, 5 ) Jalan yang belum siap menuju daerah relokasi membutuhkan biaya tambahan untuk angkut material, 6) Daerah relokasi jauh dari lokasi mata pencaharian (kebun, ternak masih disimpan di lokasi lama) 7) Belum ada PAUD, SD lokasinya juga agak jauh 8) Fasilitas jalan masih tanah (rencana akan diaspal dalam tahun ini-2012 nelalui dana PNPM) Belum terkoordinasinya program penanggulangan bencana
4
Jatim
5
Kalbar
Dalam pengangkutan bahan bangunan rumah tersebut tidak sampai pada lokasi karena kondisi jalan, pengangkutan hanya sampai pada jalan besar selanjutnya warga bergotong royong mengangkut sampai pada lokasi
6
Sulbar
1) Tidak Ada Proses Pendampingan, 2) Proses Sosialisasi Kurang Intensif 3) Kurangnya Kesadaran Masyarakat Tinggal Di Daerah Rawan Bencana 4) Kurang Koordinasi Antar Lintas Pelaku Penanganan Bencana
7
Gorontalo
1) Hanya penghambat teknis berupa kurangnya tenaga tukang bangunan. 2) Menunggu hari baik juga menjadi penghambat pembangunan rumah
Penutup 1. Kesimpulan Program Bantuan Stimulan Pemulihan Sosial pada Bantuan Stimulan Bahan Bangunan Rumah Berupa Uang Melalui Kelompok Masyarakat Penerima Bantuan merupakan skema baru pada program Bantuan Bahan Bangunan Rumah (BBR). Jika dibanding dengan pelaksanaan Bantuan Bahan Bangunan Rumah (BBR) yang sebelumnya dilaksanakan melalui Bantuan Bahan Bangunan Rumah berupa pengadaan bahan bangunan, dikerjakan oleh pihak ketiga, atau pembangunan rehabilitasi/relokasi dilaksanakan oleh TNI maka dengan skema berupa uang melalui kelompok masyarakat penerima bantuan lebih baik dengan pelaksanaan program BBR sebelumnya karena bantuan stimulan berupa uang tersebut langsung ditransfer ke rekening kelompok dan penerima manfaat mempunyai kebebasan dalam menentukan bentuk dan luas bangunan rumah yang akan dibangun/rehabilitasi. Penggunaan skema relokasi dan rehabilitasi mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pada skema relokasi mempunyai kelebihan output program berupa fisik bangunan rumah terlihat lebih nyata dibanding dengan skema rehabilitasi dan penerima manfaat akan menempati rumah dan lokasi yang lebih aman dibanding dengan rumah dan lokasi sebelumnya. Namun pada skema relokasi memerlukan proses yang lebih panjang karena memerlukan dana sharing dan atau lahan relokasi yang status tanahnya tidak bermasalah serta aman dari ancaman bencana. Sementara pada sisi penerima manfaat harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Sementara pada skema rehabilitasi memang prosesnya relatif lebih singkat namun output bangunan fisik rumah yang direhabilitasi kurang nyata terlihat apalagi jika rumah yang direhabilitasi tersebut masih berlokasi di daerah rawan bencana sehingga rumah yang direhabilitasi tersebut rusak kembali, kasus di Provinsi Sulawesi Barat. Besaran bantuan stimulan yang diberikan bervariasi disesuaikan dengan skema relokasi atau rehabilitasi maupun dengan tingkat kerusakan rumah. Namun belum ada ketentuan-ketentuan teknis menyangkut tingkat kerusakan rumah. Pendataan calon penerima manfaat dilaksanakan oleh perangkat desa dan Dinas Sosial Kabupaten/Kota. Pelibatan perangkat desa mempunyai kelebihan perangkat desa lebih mengetahui persis kondisi kerusakan rumah dan calon penerima manfaat namun mempunyai kekurangan seringkali perangkat desa ini mempunyai kepentingan untuk memasukan keluarga atau kelompoknya menjadi calon penerima manfaat meskipun keluarga atau kelompoknya tersebut kurang tepat untuk menjadi penerima manfaat. Sosialisasi program kepada penerima manfaat dilaksanakan oleh Dinas Sosial Kabupaten/Kota dan perangkat desa kepada calon penerima manfaat mengenai informasi dan mekanisme program. Bentuk sosialisasi dilakukan secara lisan dan tidak dilakukan secara intensif hanya terbatas menjawab pertanyaan-pertanyaan dari calon penerima manfaat sedangkan sosialisasi kepada para pihak tidak dilaksanakan. Program Bantuan Stimulan Pemulihan Sosial pada Bantuan Stimulan Bahan Bangunan Rumah Berupa Uang Melalui Kelompok Masyarakat Penerima Bantuan mensyaratkan bahwa penerima manfaat harus tergabung dengan kelompok-kelompok untuk mendapatkan bantuan stimulan. Namun fungsi kelompok-kelompok penerima manfaat tersebut terkesan hanya pemenuhan syarat admistrasi program. Kelompok dibeberapa daerah belum menjadi pusat pemberdayaan penerima manfaat dan pelaksanaan gotong royong pelaksanaan rehabilitasi/relokasi rumah. Penyaluran bantuan stimulan melalui transfer rekening kelompok merupakan cara penyaluran bantuan stimulan yang cukup efektif untuk mengurangi jalur birokrasi sehingga diharapkan bantuan stimulan dapat diterima oleh penerima manfaat secara cepat dan tepat jumlahnya. Namun penyaluran bantuan stimulan dari kelompok ke anggota kelompok tiap daerah mempunyai cara yang berbeda-beda. Pemanfaatan bantuan stimulan dengan masih dikoordinasikan oleh kelompok relatif lebih baik dibanding dengan pemanfaatan tanpa dikoordinasikan oleh kelompok. Pendampingan terhadap penerima manfaat diharapkan penggunaan bantuan stimulan tersebut digunakan untuk membangun dan merehabilitasi rumah yang rusak sehingga terjadi pemulihan sosial korban bencana. Namun kegiatan pendampingan bagi penerima manfaat belum diwadahi dalam program sehingga beberapa daerah mengambil inisiatif melakukan tugas pendampingan.
Pencapaian output program berupa bantuan diterimakan ke masyarakat dan dimanfaatkan sebagai sumber daya pembangunan/rehabilitasi sudah tercapai. Namun untuk fisik bangunan rumah hasilnya bervariasi tergantung dengan skema bantuan stimulan dan kemampuan masyarakat untuk mengoptimalkan bantuan stimulan tersebut. Bantuan Stimulan Pemulihan Sosial pada Bantuan Stimulan Bahan Bangunan Rumah (BBR) Berupa Uang Melalui Kelompok Masyarakat Penerima Bantuan di beberapa daerah mampu menstimuli masyarakat dan pemerintah daerah untuk berperan aktif dalam pemulihan sosial korban bencana. Namun yang perlu diperhatikan kemampuan penerima manfaat dan pemerintah daerah yang relatif berbeda-beda.
2. Rekomendasi Program Bantuan Stimulan Pemulihan Sosial pada Bantuan Stimulan Bahan Bangunan Rumah Berupa Uang Melalui Kelompok Masyarakat Penerima Bantuan merupakan kewajiban negara dalam pemulihan sosial korban bencana. Aspek-aspek pelaksanaan program tersebut yang selama ini berlangsung memerlukan perbaikan dan atau penyesuaian dengan kondisi aktual khususnya korban bencana alam. Berbagai aspek tersebut yang memerlukan perbaikan dan/atau penyesuaian tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Penggunaan skema relokasi dan rehabilitasi mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Oleh karena itu untuk penggunaan skema tersebut harus disesuaikan dengan jenis bencana, kondisi calon penerima manfaat dan pemerintah setempat.
2.
Pada skema relokasi khususnya, memerlukan waktu yang agak lama padahal korban bencana memerlukan bantuan secepatnya oleh karena itu diperlukan perbaikan untuk kecepatan penyampaian program.
3.
Pada skema rehabilitasi besaran bantuan stimulan yang diberikan antara Rp. 6.000.000,- s/d Rp. 10.000.000,-/KK sedangkan pada skema relokasi besaran bantuan stimulan Rp. 15.000.000,/KK sudah relatif tepat. Oleh karena itu besaran bantuan stimulan harus disesuaikan dengan indeks harga pada masing-masing daerah.
4.
Pendataan calon penerima manfaat merupakan tahap awal penentuan penerima manfaat yang menentukan ketepatan sasaran penerima manfaat. Oleh karena itu pendataan untuk mengurangi ketidaktepatan sasaran penerima manfaat maka pendataan harus melibatkan perangkat desa dan Dinas Sosial Kabupaten/Kota serta dilakukan verifikasi lapangan oleh Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam.
5.
Keterbukaan informasi sangatlah penting dalam program BSPS baik bagi penerima manfaat, masyarakat umum maupun dengan pihak-pihak yang terkait. Dengan adanya sosialisasi program kepada para pihak tersebut diharapkan tidak menimbulkan saling curiga mengenai ketepatan penerima manfaat, besaran bantuan stimulan maupun pemanfaataan bantuan stimulan. Oleh karena itu diperlukan sosialisasi program ke berbagai pihak terkait sebagai wujud transpransi dan akuntabilitas program.
6.
Kelompok penerima manfaat program BSPS mempunyai peranan penting karena dengan adanya kelompok tersebut diharapkan sebagai pusat pemberdayaan penerima manfaat, gotong royong pembangunan/rehabilitasi rumah dapat dilakukan bersamasama anggota kelompok, demikian juga dengan pembelian bahan bangunan rumah dapat dikoordinasikan oleh kelompok. Oleh karena itu diperlukan penguatan
kelembagaan kelompok penerima manfaat program. Peranan kelompok tidak sebatas admistrasi program. 7.
Penyaluran bantuan stimulan melalui transfer rekening kelompok merupakan cara penyaluran bantuan stimulan yang cukup efektif untuk mengurangi jalur birokrasi sehingga diharapkan bantuan stimulan dapat diterima oleh penerima manfaat secara cepat dan tepat jumlahnya. Namun penyaluran bantuan stimulan dari kelompok ke anggota kelompok tiap daerah mempunyai cara yang berbeda-beda. Pemanfaatan bantuan stimulan dengan masih dikoordinasikan oleh kelompok relatif lebih baik dibanding dengan pemanfaatan tanpa dikoordinasikan oleh kelompok.
8.
Diperlukan dorongan untuk kegiatan gotong royong dengan berbagai jenis kegiatan terutama untuk pelaksanaan pembangunan/rehabilitasi rumah.
9.
Pendampingan terhadap penerima manfaat diharapkan penggunaan bantuan stimulan tersebut digunakan untuk membangun dan merehabilitasi rumah yang rusak sehingga terjadi pemulihan sosial korban bencana. Namun kegiatan pendampingan bagi penerima manfaat belum diwadahi dalam program sehingga beberapa daerah mengambil inisiatif melakukan tugas pendampingan. Semestinya pendampingan tersebut dilakukan secara intensif karena tanpa ada proses pendampingan terkesan bahwa program rehabilitasi/relokasi rumah korban bencana merupakan program pembangunan fisik semata tanpa mengutamakan pemulihan sosial bagi korban bencana.
10.
Pencapaian output program berupa bantuan diterimakan ke masyarakat dan dimanfaatkan sebagai sumber daya pembangunan/rehabilitasi sudah tercapai. Namun untuk fisik bangunan rumah hasilnya bervariasi tergantung dengan skema bantuan stimulan dan kemampuan masyarakat untuk mengoptimalkan bantuan stimulan tersebut. Hal ini relatif lebih baik bagi penerima manfaat program yang bisa membangun rumahnya kembali sesuai dengan selera masing-masing. Akan tetapi perlu dipikirkan bagi korban bencana alam yang hanya mengandalkan bantuan stimulan dan tidak mempunyai sumber daya lain.
11.
Bantuan Stimulan Pemulihan Sosial pada Bantuan Stimulan Bahan Bangunan Rumah (BBR) Berupa Uang Melalui Kelompok Masyarakat Penerima Bantuan di beberapa daerah mampu menstimuli masyarakat dan pemerintah daerah untuk berperan aktif dalam pemulihan sosial korban bencana. Namun yang perlu diperhatikan kemampuan penerima manfaat dan pemerintah daerah yang relatif berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA I. BUKU --------------(2012). The Sphere Project: Piagam Kemanusian dan Standar-Standar Minimum dalam Respons Kemanusian.Jakarta: Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia. Babbie,E dan Allen Rubin. (2008). Research methods for social work. California, USA: Thomson Brooks/Cole. Bloom, E David (2010). Social assistance and conditional cash transfers dalam Wening, Sri Handayani dan Clifford Burkley (Ed) Social assistance and conditional cash transfers proceedings of the regional workshop (h.13) Mandaluyong City: Asian Development Bank. Dunn, William. (2003). Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press Faisal, Sanafiah.(1990). Penelitian kualitatif: Dasar-dasar dan aplikasi. Malang: YAE Mkandawire, P. Thandika (2009). Social policy in development context. New York: Palgrave MacMilan. Neuman, W Laurence. 2006. Social research methods. qualitative and quantitative approaches. USA:Pearson. Patton, Michael Quinn. (2006) Metode Evaluasi Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Patton, Michael Quinn. (1997) Utilization Focused Evaluation: The New Century Text. USA: Sage Publications Rossi, Peter H and H. E Freeman (1982) Evaluation: A Systematic Approach. Berverly Hill, CA: Sage Scriven, Michael (1991). Beyond Formatif and Summatif Evaluation. Chicago: University of Chicago Press Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta . Suharto, Edi. (editor).(2004). Isu-isu tematik pembangunan sosial: Konsepsi dan strategi. Jakarta: Balatbangsos Departemen Sosial RI. Suharto, Edi. (2007). Kebijakan sosial sebagai kebijakan publik., Bandung:Alfabeta. Weber, Axel (2009) Social Assistance in Asia and the Pacific: An Overview dalam Wening, Sri Handayani dan Clifford Burkley (Ed) Social assistance and conditional cash transfers proceedings of the regional workshop. (h. 47). Mandaluyong City: Asian Development Bank. II. SERIAL Dokumen Lembaga Asian Development Bank (2008). Strategy 2020: the long-term strategic framework of the asian development Bank. Manila. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2011). Rekapitulasi Kejadian bencana di Indonesia tahun 2010 http://www.bnpb.go.id/website/asp/content.asp?id=3, diakses tanggal 25 November 2011 DFID (2005). Social transfers and chronic poverty: Emerging evidence and the challenge ahead. London. Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial, Kementerian Sosial RI. (2010). Rrencana Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial Program Perlindungan dan Jaminan Sosial tahun 2010-2014. Jakarta. Direktorat Bantuan Sosial Korban Bencana Alam, Departemen Sosial RI. (2007). Pedoman Bantuan Bahan Bangunan Rumah (BBR)/Rumah Tumbuh untuk Korban Bencana Alam. Jakarta. Direktorat Bantuan Sosial Korban Bencana Alam, Departemen Sosial RI. (2007). Pedoman Bantuan Bahan Bangunan Rumah (BBR)/Rumah Tumbuh untuk Korban Bencana Alam. Jakarta. Direktorat Bantuan Sosial Korban Bencana Alam, Kementerian Sosial RI. (2010). Pedoman Teknis Standarisasi Bantuan Sosial Korban Bencana Alam. Jakarta. Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam, Kementerian Sosial RI. (2011). Petunjuk Teknis Bantuan Stimulan Bahan Bangunan Rumah (BBR) Berupa Uang Melalui Kelompok Masyarakat Penerima Bantuan. Jakarta. International Labour Organization (2000). World labour report: income security and social protection in a changing world. Geneva.
Pusdatin Kesos (2010). Data PMKS dan PSKS 2010. Jakarta Kharismawan, Kuriake Panduan. Program Psikososial Paska Bencana. Center for Trauma Recovery Unika Soegijapranata Wijiyanti, Valentina Sri (2010), Meredam Resiko Bencana; Upaya Integrasi PRB dalam Perencanaan dan Penganggaran Daerah, Yogyakarta, Idea World Bank (2009). Social protection and labor at the world bank, 2000–2009. Washington, DC.
Zapata-Marti, R. (1997), Methodological Approaches: the ECLAC Methodology, In Center for the Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), Assessment of the Economic Impact of Natural and Man-made Disasters, Proceedings of the Expert Consultation on Methodologies, Brussels, 29-30 September, Universite Catholique de Louvain, Belgium, 10-12
Peraturan The Right to Adequate Housing (Article 11 (1) Covenat on Economic, Social dan Cultural Rights), CECSR General Comment 4, 12 December 1991, Committe on Economic, Social and Cultural Rights Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Pedoman Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Daerah Badan Pusat Statistik, 2010, Kabupaten Dairi Dalam Angka, Dairi Press, 30 November 2011 ............, 2006, Proyek Sphare : Piagam Kemanusiaan dan Standar Minimum dalam Respon Bencana, Jakarta, PT Grasindo Ife, Jim, 1995, Community Development: Creating Community Alternatives,Vision, Analysis and Practice, Longman, Australia Kumarasari, Ratna, 2012, artikel berjudul Membangun Kebijakan Hidup bersama Risiko Bencana, Interpretasi dan Respon Komunitas Desa sanggrahan terhadap Bencana Gempa Bumi 27 Mei 2006, dalam buku Respons Masyarakat Lokal Atas Bencana, Jogjakarta, Mizan dan Program Studi Agama dan Lintas Budaya UGM Mubekti dan Lahasanah, Fauziah, 2008, Mitigasi Daerah Rawan Tanah Longsor Menggunakan Teknik Permodelan Sistem Informasi Geografis, Studi Kasus di Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, Jurnal Teknik Lingkungan Volume 9 Nomor 2, hal 121-129, Jakarta, 2008 Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 11 tahun 2008 tentang Pedoman Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat. Sulawesi Barat Dalam Angka 2011. Mamuju. Badan Pusat Statistik Kabupaten Mamuju. Mamuju Dalam Angka 2011. Mamuju. Badan Pusat Statistik Kabupaten Mamuju. Kecamatan Tapalang Dalam Angka 2011. Mamuju. Peraturan Gubernur Sulawesi Barat Nomor 8 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Barat Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo.Gorontalot Dalam Angka 2011. Gorontalo Badan Pusat Statistik Kabupaten Boalemo. Boalemo Dalam Angka 2011. Boalemo Badan Pusat Statistik Kabupaten Boalemo. Kecamatan Dulupi Dalam Angka 2011. Boalemo Keputusan Gubernur Gorontalo Nomor 158/127/V/2010 tahun 2010 tentang Prosedur Tetap Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Gorontalo