JUMLAH LEUKOSIT, DIFFERENSIASI LEUKOSIT, DAN INDEKS STRESS LUAK JAWA (Paradoxurus hermaphroditus)
Moh. Mursyid Fachrudin B04080135
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Jumlah Leukosit, Differensiasi Leukosit, dan Indeks Stress Luak Jawa (Paradoxurus hermaphroditus) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013
Moh. Mursyid Fachrudin B04080135
ABSTRAK MOH. MURSYID FACHRUDIN. Jumlah Leukosit, Differensiasi Leukosit, dan Indeks Stress Luak Jawa (Paradoxurus hermaphroditus) dibawah bimbingan ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS dan NASTITI KUSUMORINI
Luak Jawa (Paradoxurus hermaphroditus) berpotensi untuk dijadikan sebagai hewan pemilih kopi terbaik di Indonesia, sehingga status kesehatan luak perlu untuk diketahui. Darah adalah salah satu parameter yang dapat dijadikan sebagai indikator kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran leukosit, differensiasi leukosit, dan indeks stress 8 ekor luak Jawa yang terdiri dari 4 ekor jantan dan 4 ekor betina. Penelitian dilakukan di laboratorium Fisiologi, departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor selama 7 minggu, pengambilan darah dilakukan pada minggu ke 1, 5, 6, dan 7 untuk kemudian dilakukan penghitungan jumlah leukosit, differensiasi leukosit dan indeks stressnya. Rataan jumlah leukosit luak Jawa jantan dan betina yaitu (3.33±0.86)x103/mm3 dan (2.83±0.70)x103/mm3, neutrofil luak jantan dan betina adalah (1.01±0.47)x103/mm3 dan (0.68±0.30)x103/mm3, pemeriksaan differensiasi luak Jawa tidak ditemukan adanya basofil, didapatkan jumlah eosinofil luak jantan dan betina yaitu (0.16±0.18)x103/mm3 dan (0.04±0.05)x103/mm3, limfosit luak jantan dan betina adalah 3 3 3 3 (2.06±0.42)x10 /mm dan (2.05±0.59)x10 /mm , monosit luak jantan dan betina adalah (0.09±0.06)x103/mm3 dan (0.06±0.06)x103/mm3, dan indeks stress luak Jawa jantan dan betina adalah (0.49±0.18) dan (0,37±0,22). Secara umum leukosit luak Jawa jantan lebih banyak daripada luak Jawa betina. Rataan gambaran leukosit luak Jawa berada dibawah rataan gambaran leukosit luak Thailand. Kata kunci: Leukosit, Differensiasi hermaphroditus
leukosit,
Indeks
stress,
Paradoxurus
ABSTRACT MOH. MURSYID FACHRUDIN. Leukocyte Count, Leukocyte Differentiation, and Stress Index of Common Palm Civets (Paradoxurus hermaphroditus) under direction ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS and NASTITI KUSUMORINI
Common palm civets (Paradoxurus hermaphroditus) have the potential to be the best coffee producing animals in Indonesia. Therefore, their health status is very important. Health status of common palm civets can be observed through of their white blood value. This study was aimed to discribe the leukocyte count, it’s differentiation, and stress index of 8 Java common palm civets, 4 males and females. The experiment had done at laboratory of Physiology, department Anatomy, Physiology, and Pharmacology, Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agricultural University during 7 weeks, sampling was done at weeks 1st, 5th, 6th, and 7th, then sample were analyzed for their leukocytes, their differentiation, and their stress index. The average leukocyte count of male and females common palm civets was (3.33±0.86)x103/mm3 and (2.83±0.70)x103/mm3, neutrophil amount of male and female Java common palm civets was (1.01±0.47)x103/mm3 and (0.68±0.30)x103/mm3, basophil did not find at leukocyte differentiation of common palm civets, eosinophil amount of male and female Java common palm civets was (0.16±0.18)x103/mm3 and (0.04±0.05)x103/mm3, lymphocyte amount of male and female Java common palm civets was (2.06±0.42)x103/mm3 and (2.05±0.59)x103/mm3, monocyte amount of male and female Java common palm civets was (0.09±0.06)x103/mm3 and (0.06±0.06)x103/mm3, and stress index was (0.49±0.18) and (0.37±0.22). Generally leukocyte count of male Java common palm civet have higher value than it’s female. The mean of leukocyte count of Java common palm civets was under average leukocyte count of Thailand common palm civets. Keywords: Leukocyte, Differentiation of leukocyte, Stress index, Paradoxurus hermaphroditus
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
JUMLAH LEUKOSIT, DIFFERENSIASI LEUKOSIT, DAN INDEKS STRESS LUAK JAWA (Paradoxurus hermaphroditus)
Moh. Mursyid Fachrudin
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Penelitian Nama Mahasiswa NRP
: Jumlah Leukosit, Differensiasi Leukosit, dan Indeks Stress Luak Jawa (Paradoxurus hermaphroditus) : Moh. Mursyid Fachrudin : B04080135
Disetujui Oleh:
Dr. drh. Aryani Sismin S, M.Sc 19600914 198603 2 001
Dr. Nastiti Kusumorini 19621205 198703 2 001
Diketahui Oleh: Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
drh. Agus Setiyono M.S, Ph.D 19630810 198803 1 004
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji sukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2010 ini adalah Jumlah Leukosit, Differensiasi Leukosit, dan Indeks Stress Luak Jawa (Paradoxurus hermaphroditus). Dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dr. drh. Aryani Sismin Satyaningtijas M.Sc, AIF dan Dr. Nastiti Kusumorini, AIF selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, kesabaran, motivasi, dan masukan. 2. Keluarga tercinta, ayahanda Sri Wardoyo, ibunda Wahyuni, adik-adikku tersayang Moh. Zaenal Abidin Mursyid dan Ahmad Imam Mursyid, serta pamanku drh. Moh. Anwarul Fu’ad yang telah memberikan dorongan baik berupa do’a, motivasi, maupun materi. 3. Dr. drh. Yudi M.Si dan drh. Titiek Sunartatie MS, selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. drh. Adi winarto Ph.D dan drh. Andriyanto M.Si yang telah memberikan motivasi dan bantuan kepada penulis selama belajar di Fakultas Kedokteran Hewan IPB. 5. Ibu Sri dan ibu Ida dari Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi - Fakultas Kedokteran Hewan, IPB yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data. 6. Adinda Fonny Meta Fernanda yang selalu memberikan dukungan, semangat, maupun do’anya kepada penulis. 7. Sahabat-sahabat terbaik Purnomo, Marlina Indah, Ricco Syahputra, dan Zhaviera Fetriza yang telah banyak menghibur penulis, dan memberikan semangat serta teman-teman keluarga Avenzoar FKH 45 IPB yang telah menjadi bagian hidup dari penulis selama ini. 8. Anggota Himpunan Keluarga Rembang di Bogor (HKRB) yang selalu memberikan inspirasi dan telah menjadi keluarga pertama penulis saat mengawali studi di IPB. 9. Keluarga besar wisma Rizky: Mas Putut (Uut), Pakdhe (Ardhinta), Mas Rizki, Mas Dian, Sondung (Ferry), Dawing (Danang), Divo, dan Pandu, keluarga satu atap yang senantiasa memberikan bantuan selama ini.
xiv
10. Mas Wawan dan keluarga serta anggota kru Wawan Copy Center (WCC): Bian, Supri, Dani, Yasin, Eko, Ede, Nia (Poci) yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini 11. Semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penelitian ini Penulis menyadari penyusunan skripsi ini tidak luput dari kekurangan, namun penulis masih berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat serta ilmu pengetahuan, khususnya dibidang kedokteran hewan. Bogor, Juli 2013
Moh. Mursyid Fachrudin
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat TINJAUAN PUSTAKA Luak / Common Palm Civet Darah Leukosit Pembentukan Leukosit (Leukositopoiesis) Neutrofil Basofil Eosinofil Limfosit Monosit Gambaran Differensial Leukosit Luak Thailand METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Tahap Persiapan dan Adaptasi Alat dan Bahan Penelitian Metode Penelitian Protokol Penelitian Analisa Data HASIL dan PEMBAHASAN Leukosit Neutrofil Basofil Eosinofil Limfosit Monosit Indeks Stress SIMPULAN dan SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
xvi xvi xvi 1 1 1 1 2 2 3 3 3 4 5 5 6 6 7 8 8 8 8 8 9 9 10 10 11 12 12 13 14 15 16 16 16 17 19 25
xvi
DAFTAR TABEL 1. Jumlah Total dan Jenis Leukosit Luak Thailand 7 2. Persentase Differensial Leukosit Luak Thailand 7 3. Rata-rata Jumlah Total dan Jenis Leukosit Luak Jawa Jantan dan Betina 10 DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Luak Skema perkembangan myelosit dan perkembangan limfosit Neutrofil Basofil Eosinofil Limfosit Monosit Protokol Penelitian Profil leukosit luak Jawa jantan dan betina selama 7 minggu Neutrofil mamalia dan neutrofil pada preparat ulas darah luak Jawa dengan perbesaran mikroskop 1000x Profil neutrofil luak Jawa jantan dan betina selama 7 minggu Eosinofil mamalia dan eosinofil pada preparat ulas darah luak Jawa dengan perbesaran mikroskop 1000x Profil eosinofil luak Jawa jantan dan betina selama 7 minggu Limfosit kucing/ mamalia dan limfosit pada preparat ulas darah luak Jawa dengan perbesaran mikroskop 1000x Profil limfosit luak Jawa jantan dan betina selama 7 minggu Monosit mamalia dan monosit pada preparat ulas darah luak Jawa dengan pebesaran mikroskop 1000x Profil monosit luak Jawa jantan dan betina selama 7 minggu Indeks stres luak Jawa jantan dan betina selama 7 minggu
2 4 5 5 6 6 7 9 11 12 12 13 13 14 14 15 15 16
DAFTAR LAMPIRAN 1. Hasil analisa 4 ekor luak Jawa jantan (Paradoxurus hermaphroditus) pada pengambilan darah sebanyak 4 kali 19 2. Hasil analisa 4 ekor luak Jawa jantan (Paradoxurus hermaphroditus) pada pengambilan darah sebanyak 4 kali 22
PENDAHULUAN Latar Belakang Luak adalah salah satu jenis mamalia liar yang kerap ditemui di sekitar pemukiman warga. Luak bersifat nokturnal (beraktivitas dimalam hari), dan pemburu soliter (hidup menyendiri) (Patou et al 2008, Borah & Deka 2011). Pada malam hari tidak jarang luak terlihat berjalan di atas atap rumah warga, meniti kabel listrik untuk berpindah dari satu bangunan ke bangunan lain, atau bahkan juga turun ke tanah di dekat dapur rumah. Hewan ini bersifat arboreal amat pandai memanjat dan lebih kerap berkeliaran di atas pepohonan, meskipun sering pula turun ke tanah untuk mencari makanannya. Pada siang hari luak lebih banyak menghabiskan waktunya untuk beristirahat, kecuali jika dalam keadaan kelaparan maka luak tersebut akan pergi keluar sarang untuk mencari makanan (Patou et al 2010). Luak banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai hewan pemilih biji kopi terbaik di Indonesia, biji kopi yang dihasilkan luak mencapai harga jutaan rupiah per kilogramnya. Luak mampu memilih biji kopi terbaik dari pohonnya untuk dimakan dan mikroba pada saluran pencernaannya mampu melakukan proses fermentasi sehingga menambah citarasa yang enak pada kopi tersebut. Pemanfaatan luak untuk memperoleh biji kopi ini merupakan potensi untuk menjadikan luak sebagai hewan komoditas yang bernilai mahal. Namun demikian penelitian mengenai fisiologis luak masih belum banyak dilakukan, terutama untuk jenis luak yang hidup di Indonesia. Data fisiologis darah normal pada luak dapat dijadikan dasar tindakan pencegahan maupun pengobatan terhadap penyakit yang terjadi. Darah merupakan parameter yang dapat dipergunakan untuk melihat status kesehatan. Sel darah putih merupakan sel yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh dan terdiri dari 5 jenis, yaitu neutrofil, basofil, eosinofil, monosit, dan limfosit. Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran sel darah putih dan jenisnya pada luak Jawa yang didapatkan dari pengepul hewan di pasar hewan Jatinegara.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran fisiologis leukosit luak Jawa (paradoxurus hermaphroditus) beserta differensiasinya, yaitu basofil, eosinofil, neutrofil, limfosit, dan monosit, kemudian dihitung indeks stressnya dengan rumus rasio antara N/L.
Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran leukosit beserta differensiasi dari darah luak Jawa secara normal dan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian luak Jawa lebih lanjut lagi.
TINJAUAN PUSTAKA Luak/ Common Palm Civet Ada 11 spesies luak yang terdapat di Asia Tenggara dan 1 dari Afrika. Hewan ini memiliki tubuh panjang dan kaki yang pendek, dengan moncong lancip dan ekor sama panjang atau sedikit lebih panjang dari kepala dan tubuhnya. Common palm civet dikenal juga sebagai Toddy cat. Salah satu yang banyak dikenal adalah Paradoxurus hermaphroditus (Gambar 1). Luak memiliki warna bervariasi dari abu-abu sampai coklat dengan 3 garis gelap di punggungnya dan beberapa titik spot gelap di perut mereka yang kadang-kadang juga membentuk garis yang kurang jelas (Salakij et al 2007, Navephap & Navephap 1998). Hewan ini dapat ditemukan dari daratan India sampai Cina Selatan (Borah & Deka 2011). Menurut Patou et al (2010) Paradoxurus hermaphroditus memiliki taksonomi sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mammalia Ordo : Carnivora Subordo : Feliformia Famili : Viverridae Subfamili : Paradoxurinae Genus : Paradoxurus Gambar 1 Luak (Purnomo 2012) Spesies : Paradoxurus hermaphroditus Luak yang memiliki tingkah laku sebagai hewan liar, jika dilakukan domestikasi atau pengandangan akan merasa tercekam sehingga kondisi ini dapat meningkatkan tingkat stres pada luak. Menurut Borrel (2001), penangkapan hewan dari alam liar merupakan faktor penting yang dapat menyebabkan hewan mengalami stres. Stres adalah respon tubuh non spesifik terhadap setiap tuntutan beban. Dengan kata lain, perubahan yang terjadi di sekitar tubuh akan membuat tubuh mengadakan berbagai proses penyesuaian untuk mempertahankan bentuk dan fungsi alat-alat tubuh. Gejala stres muncul jika perubahan yang terjadi telah melewati ambang yang dapat ditolerir oleh tubuh (Davis et al 2008). Parameter yang dapat digunakan sebagai tolak ukur kondisi stres diantaranya adalah sikap atau tingkah laku luak yang berbeda dari keadaan biasanya, pada kondisi ini luak akan lebih agresif untuk menyerang benda atau apapun yang ada di sekitarnya, ataupun bahkan sebaliknya yaitu luak akan menjadi penakut dengan berdiam terus di pojok kandang. Pada saat terjadinya cekaman stres, tubuh akan merespon dengan mensekresikan katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) dari medula adrenal sebagai respon cepat terhadap kondisi stres. Katekolamin berperan sebagai respon aktif tubuh untuk mempersiapkan diri dalam mengatasi stres, contohnya dengan cara meningkatkan curah jantung dan meningkatkan tekanan darah (Borrel 2001). Otak memberikan respon terhadap stres dengan memberikan rangsangan terhadap saraf yang dapat mengaktifkan sekresi corticotropin-releasing hormon (CRH) yang terdapat pada inti paraventricular hipothalamus (Johnson et al 1992). CRH dapat merangsang hipofisa anterior untuk mensekresikan adenocorticotropin hormon (ACTH) yang kemudian dapat merangsang korteks adrenal untuk mensekresikan kortisol.
3
Berlebihnya hormon kortisol dalam tubuh juga dapat digunakan sebagai tolok ukur terjadinya kondisi stres pada hewan. Selain tingkah laku dan hormon kortisol yang berlebih, parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat stres adalah dengan mengukur perbandingan rasio antara neutrofil dan limfosit yaitu dengan perbandingan (N/L). Menurut Kannan et al (2000) dilaporkan bahwa indeks stres dapat ditentukan dari perbandingan antara persentase neutrofil dan persentase limfosit (N:L ratio), pada hewan yang mengalami stres selalu mempunyai rasio N:L diatas 1,5. Penghitungan rasio ini akan dapat diketahui jika nilai neutrofil dan limfosit darah pada hewan telah didapatkan yaitu dengan cara dilakukan penghitungan differensiasi leukosit terlebih dahulu. Darah Komponen darah terdiri dari cairan dan padatan yang berupa sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Sel darah merah (eritrosit) berfungsi dalam transport O2 dan berperan penting dalam keseimbangan pH. Sel darah putih (leukosit) berfungsi dalam sistem kekebalan tubuh yang diperankan oleh masingmasing jenis, yaitu neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, dan limfosit. Platelet (trombosit) dibutuhkan dalam proses hemostasis. Plasma (cairan darah) berfungsi sebagai media transportasi elektrolit, nutrisi, metabolit, vitamin, hormon, gas, dan protein (Despopoulos & Silbernagl 2003). Beberapa kasus penyakit dapat dikenali dari pemeriksaan morfologi sel darah di bawah mikroskop sehingga dapat menjadi petunjuk tentang penyakit tertentu (Hiremath et al 2010) Leukosit Leukosit merupakan komponen penting untuk sistem pertahanan tubuh, yaitu mampu melawan agen infeksi yang berupa bakteri, cendawan, virus, dan parasit (Stock & Hoffman 2000). Ketika terjadi infeksi, leukosit akan segera bermigrasi dari dalam pembuluh darah menuju pada jaringan yang mengalami infeksi tersebut dan melakukan proses inflamasi (Yadav et al 2003). Kadar leukosit dalam tubuh hewan dapat menunjukkan kondisi fisiologis hewan (Hiremath et al 2010). Leukosit terdiri dari basofil, eosinofil, neutrofil, limfosit, dan monosit (Nussler et al 1999) Pembentukan Leukosit (Leukositopoiesis) Pada awalnya pembentukan darah diawali pada sumsum tulang (Kociba 2000). Pada Gambar 2 dijelaskan differensiasi stem sel menjadi mieloblast dan limfoblast kemudian myeloblast dan limfoblast ini akan berdifferensiasi melalui proses berbeda. Mieloblast akan berdifferensiasi menjadi neutrofil, eosinofil, basofil, dan monosit, sedangkan limfoblast akan berdifferensiasi menjadi limfosit. Proses yang terjadi pada mielosit diawali dengan pemecahan mielosit menjadi 2 bagian, yaitu promielosit dan monosit mielosit. Promielosit sebagian akan berdifferensiasi menjadi megakariosit dan sebagian lagi akan pecah menjadi 3 bagian yaitu neutrofil mielosit, eosinofil mielosit, dan basofil mielosit. Neutrofil mielosit akan terus berdifferensiasi menjadi neutrofil metamielosit muda, “band” neutrofil, dan kemudian menjadi neutrofil, begitu juga dengan eosinofil mielosit akan berdifferensiasi menjadi eosinofil metamielosit dan selanjutnya menjadi eosinofil, pada perkembangan basofil mielosit akan berkembang menjadi basofil, sedangkan monosit mielosit akan berdifferensiasi membentuk monosit.
4
Perkembangan limfoblast sendiri juga akan terus berdifferensiasi menjadi limfosit (Guyton & Hall 2006).
Gambar 2 Skema perkembangan myelosit (kiri) dan perkembangan prolimfosit (kanan).Keterangan: 1. Myeloblast; 2. Promyelosit; 3. Megakaryosit; 4. Neutrofil myelosit; 5. Neutrofil metamyelosit muda; 6. “band” neutrofil metamyelosit; 7. Neutrofi; 8. Eosinofil myelosit; 9. Eosinofil metamyelosit; 10. Eosinofil; 11. Basofil myelosit; 12. Basofil; 13-16. Pembentukan monosit (Guyton & Hall 2006)
Leukosit yang telah terbentuk dalam sumsum tulang terutama granulosit akan disimpan dalam sumsum tulang sampai saat dibutuhkan dalam sirkulasi. Kemudian jika dibutuhkan leukosit granulosit akan dilepaskan ke dalam sistem sirkulasi tubuh (Guyton & Hall 2006). Neutrofil Neutrofil (Gambar 3) adalah jenis leukosit yang banyak terdapat dalam sirkulasi, memiliki granul pada sitoplasmanya dan nukleus yang berlobus-lobus. Granulnya berwarna pink yang sulit dilihat melalui mikroskop cahaya, yang berakibat sitoplasma seperti terlihat bersih atau kosong. Nukleusnya memiliki beberapa lobus yang dihubungkan oleh garis kromatin. Neutrofil berjumlah sekitar 50-60% dari jumlah total leukosit (Davis et al 2008). Neutrofil memiliki fungsi dalam proses fagositosis infeksi kuman patogen seperti bakteri atau zat asing (seperti kristal asam urea yang dapat ditemukan pada sendi lutut) (Latifynia et al 2009). Setiap material asing yang difagosit akan didegradasi oleh granul neutrofil yang mengandung enzim lisozim dan mieloperoxidase (Lee et al 2003). Neutrofil dikenal sebagai sel darah putih dengan aktivitas amoeboid dan fagositosis yang tinggi karena daya tarik dan aktivasi bahan kemotaksis. Apabila
5
terjadi peradangan, maka neutrofil mampu keluar dari pembuluh darah menuju tempat infeksi untuk memfagosit mikroorganisme (Hiremath et al 2010)
Gambar 3 Neutrofil (Hiremath et al 2010)
Basofil Leukosit dengan persentase terkecil adalah basofil (Gambar 4), yaitu sekitar 0,5-3%, sehingga jarang ditemukan pada preparat ulas darah. Bentuk nukleus basofil berubah-ubah, berlobus-lobus, atau bersegmen-segmen. Basofil juga disebut leukosit polimorfonukleus karena nukleusnya yang memiliki bentuk yang bervariasi. Namun sebutan ini lebih sering digunakan untuk neutrofil (Bacha & Bacha 2000). Granul pada basofil tidak sebanyak granul pada eosinofil, tetapi memiliki ukuran yang lebih bervariasi, sedikit padat, dan berwarna biru gelap atau coklat (Eroschenko 2008). Basofil memiliki beberapa fungsi penting, namun beberapa diantaranya belum diketahui dengan pasti. Butir granul basofil mengandung heparin, histamin, khondroitin sulfat, serotonin, dan beberapa faktor kemotaktik. Bahan-bahan ini dapat menyebabkan reaksi jaringan dan pembuluh darah setempat yang menyebabkan timbulnya alergi (Guyton & Hall 2006). Pada permukaan sel basofil terdapat reseptor antibodi/imunoglobulin (Ig E). Pada reaksi imun, antigen akan berikatan dengan antibodi tersebut pada permukaan sel basofil. Hal ini akan mengakibatkan granul sel basofil pecah dan mensekresikan bahan aktifnya yang berfungsi meningkatkan permeabilitas dan vasodilatasi pembuluh darah dan reaksi hipersensitivitas kulit pada gigitan serangga.
Gambar 4 Basofil (Stock & Hoffman 2000)
Eosinofil Eosinofil (Gambar 5) adalah jenis leukosit yang bersifat eosinofilik, sehingga mudah dikenali dari sitoplasmanya yang berwarna eosinofilik (pink) dengan granul yang jelas, dan besar. Nukleusnya memiliki 2 lobus, tetapi
6
terkadang juga ditemukan lagi lobus ketiga yang berukuran kecil. Eosinofil berjumlah sekitar 2-4% dari jumlah total leukosit (Eroschenko 2008). Nukleus eosinofil hampir menyerupai nukleus neutrofil, tetapi mempunyai jumlah lobus yang lebih sedikit (Bacha & Bacha 2000). Eosinofil berperan dalam proses inflamasi dan sistem pertahanan dalam melawan parasit (Davis et al 2008).
Gambar 5 Eosinofil (Stock & Hoffman 2000)
Limfosit Limfosit (Gambar 6) diproduksi dalam tubuh oleh organ limfogen (Guyton & Hall 2006) dan lebih banyak terdapat pada pembuluh darah limfatik daripada dalam plasma darah (Hiremath et al 2010). Pada mamalia limfosit memiliki jumlah sebesar 20-30% dari jumlah total leukosit. Limfosit memiliki fungsi yang beragam dalam imunitas tubuh seperti memproduksi imunoglobulin dan modulator pertahanan imun. Limfosit dapat dibedakan dalam limfosit B dan limfosit T. Limfosit B berfungsi dalam kekebalan humoral yaitu akan berdifferensiasi menjadi sel plasma untuk membentuk antibodi, sedangkan limfosit T berperan dalam kekebalan seluler yaitu akan membentuk limfokin (Guyton & Hall 2006). Jumlah limfosit dalam tubuh juga dapat dipengaruhi oleh kadar kortisol dalam tubuh, seiring dengan kenaikan jumlah kortisol dalam tubuh maka jumlah limfosit akan mengalami penurunan (Davis et al 2008). Kadar kortisol yang berlebih dalam tubuh dapat menyebabkan immunosupresi, keadaan ini menyebabkan limfosit akan berkurang dalam sistem sirkulasi, kortisol akan menghambat sintesis DNA limfosit T dalam sumsum tulang (Kannan et al 2000).
Gambar 6 Limfosit (Prihirunkit et al 2007)
Monosit Monosit (Gambar 7) memiliki jumlah sekitar 6% dari total leukosit dan memiliki peran yang unik dalam sistem pertahanan, memilik inti berbentuk menyerupai ginjal dan tidak bergranul (Hiremath et al 2010). Monosit dapat mencapai tingkat dewasa pada saat monosit telah berubah menjadi makrofag, monosit akan berubah menjadi makrofag bila terjadi infeksi yang membuat monosit bermigrasi keluar dari pembuluh darah dan masuk ke dalam jaringan.
7
Makrofag banyak tersebar dalam organ-organ penting tubuh, seperti pada sinusoid hati (sel Kupffer), sumsum tulang, alveoli paru-paru, lapisan serosa usus, sinus limpa, limfonodus, kulit (sel Langerhans), sinovial (sel Synovial A), otak (Mikroglia), atau lapisan endothel (misalnya glomerulus ginjal) (Despopoulos & Sibernagl 2003). Monosit mempunyai enzim yang berguna untuk membantu proses fagosit runtuhan sel jaringan dari reaksi peradangan yang kronik. Monosit jaringan atau makrofag mempunyai kemampuan fagositosis yang lebih hebat dari neutrofil, yang bahkan mampu untuk memfagosit 100 sel bakteri (Davis et al 2008))
Gambar 7 Monosit (Hiremath et al 2010)
Gambaran Differrensial Leukosit Luak Thailand Penelitian yang pernah dilakukan terhadap jenis luak Paradoxurus hermaphroditus pernah dilakukan terhadap 4 ekor luak di kebun binatang Khawkeaw Thailand. Gambaran leukosit dan differensiasi luak dari Thailand tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2 dibawah. Tabel 1 Jumlah total dan jenis leukosit luak Thailand Parameter Leukosit (x 109/l) Neutrofil(x 109/l) Band neutrofil (x 109/l) Eosinofil(x 109/l) Basofil(x 109/l) Limfosit(x 109/l) Monosit(x 109/l)
4.000 0.800 0
7.70 5.621 0
Rata-rata luak Jantan 5.85±2.62 3.21±3.41 0
0.640 0 3.120 0.240
0.847 0 0.847 0.385
0.744±0.146 0 1.983±1.607 0.313±0.103
Jantan (N=2)
7.10 2.414 0.071
6.25 2.500 0.062
Rata-rata luak Betina 6.675±0.601 2.457±0.061 0.067±0.064
0.213 0.071 0.834 0.497
0.375 0.062 2.750 0.500
0.294±0.115 0.067±0.064 1.792±1.355 0.499±0.002
Betina (N=2)
Sumber: (Salakij et al 2007) Tabel 2 Persentase differensial leukosit luak Thailand Tipe Sel Neutrofil Band neutrofil Eosinofil Basofil Limfosit Monosit
Jantan (N=2) 20 73 0 0 16 11 0 0 78 11 6 5
Sumber: (Salakij et al 2007)
Betina (N=2) 34 40 1 1 3 6 1 1 54 44 7 8
Rata-rata 41.8±22.5 0.5±0.5 9±5.7 0.5±0.5 46.8±27.8 6.5±1.3
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Fisiologi Anatomi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, selama 7 minggu dari tanggal 2 September 2010 sampai dengan 15 Oktober 2010. Tahap Persiapan dan Adaptasi Penelitian ini menggunakan hewan coba luak Jawa Paradoxurus hermaphroditus berjumlah 8 ekor dimana 4 ekor berjenis kelamin jantan dan 4 ekor lagi berjenis kelamin betina. Luak yang digunakan masih remaja dengan kisaran umur di bawah 1 tahun dengan bobot badan rata-rata 2-2,5 kilogram. Luak dapat dikatakan dewasa kelamin setelah berumur 1 tahun atau lebih (Borah & Deka 2011). Selama penelitian dilakukan, luak dikandangkan di kandang penelitian SHIGETA. Masing-masing luak dikandangkan terpisah dalam kandang jepit berukuran 50cm x 75cm x 75cm. Kandang luak selalu dijaga kebersihannya dengan pembersihan kotoran setiap hari. Luak diberi makanan buah pisang yang menurut Wall (2006) pisang banyak mengandung asam askorbat, vitamin A, dan mineral sebanyak 5-7 buah perekor tiap hari, selain buah pisang, luak juga diberi makanan selingan daging ayam 3-4 potong/ekor tiap 2 hari dan juga diberi minum ad libitum. Alat dan Bahan Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu disposable syringes 3 ml, termos es, jarum suntik, gunting, tabung reaksi, pipet leukosit beserta aspiratornya, objek glass, cover glass, kamar hitung Neubauer, mangkok keramik, counter, parafilm, dan mikroskop. Bahan yang digunakan adalah darah luak, giemsa, larutan turk, EDTA (Ethyldiaminetetraceticacid) (Edward et al 2009), alkohol 70%, alkohol absolut, methanol, es, minyak emersi, dan larutan xylol. Metode Penelitian a. Pengambilan darah Pengambilan darah dilakukan sebanyak 4 kali dalam kurun waktu 7 minggu yaitu pada minggu ke-1, 5, 6, dan 7, untuk lebih jelas dapat dilihat protokol penelitian pada gambar 8. Sebelum dilakukan pengambilan darah, rambut luak yang menutupi bagian permukaan paha dicukur menggunakan gunting untuk memudahkan penentuan letak dari vena femoralis. Setelah diketahui letak vena femoralis, darah diambil sebanyak ± 1 ml menggunakan dysposable syringes dan kemudian darah dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah diberi antikoagulan EDTA sebelumnya. Setelah itu darah dimasukkan ke dalam termos es dan dibawa ke Laboratorium Fisiologi untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. b.
Penghitungan Jumlah Sel Darah Putih Darah diisap menggunakan pipet leukosit dan aspiratornya sampai batas garis 0,5 kemudian dilanjutkan dengan penambahan larutan pengencer turk
9
sampai batas garis 11. Campuran dalam pipet ini kemudian dihomogenkan dengan mengocok pipet membentuk angka 8. Campuran diujung pipet yang tidak ikut terkocok dibuang terlebih dahulu. Campuran yang sudah homogen tersebut diteteskan kedalam kamar hitung dengan cara menempelkan ujung pipet pada pertemuan antara dasar kamar hitung yang ditutup dengan cover glass. Penghitungan butir-butir darah putih dilakukan pada kelima kotak yang terletak diagonal pada 4 bujur sangkar besar disudut kamar hitung hasilnya x 50 butir/mm 3 darah (Eggen et al 2001). c.
Pembuatan Sediaan Apus Darah dan Differensiasi BDP Darah diteteskan pada ujung salah satu object glass yang telah disediakan, kemudian ulas dengan object glass yang lain kemudian keringkan dan difiksasi selama 5 menit dalam methanol. Setelah difiksasi, direndam dalam zat warna Giemsa selama 30 menit kemudian dicuci dengan air mengalir secara perlahanlahan untuk menghilangkan sisa zat warna yang tidak ikut mewarnai sediaan, sediaan apus darah kemudian dikeringkan. Sediaan apus darah yang telah diberi pewarnaan kemudian diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran objektif 100x dan okuler 10x untuk menghitung jumlah differensiasi sel darah putih hingga jumlah total yang teramati mencapai jumlah 100. Setelah dilakukan presentase differensiasi leukosit, nilai absolut dari masing-masing jenis leukosit ditentukan dengan cara mengalikan presentase tersebut dengan jumlah total leukosit (Eggen et al 2001).
d. Penghitungan Indeks Stress Setelah diketahui masing-masing jumlah differensiasi leukosit, kemudian jumlah ini dapat digunakan dalam penghitungan indeks stress luak Jawa dengan menggunakan perbandingan (N/L) (Kannan et al 2000). Protokol Penelitian
Gambar 8 Protokol Penelitian Analisa Data Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisa sidik ragam (Anova) kemudian dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) dengan menggunakan program software SPSS 16.0.
10
HASIL dan PEMBAHASAN Luak yang digunakan dalam penelitian ini adalah luak Jawa yang didapatkan dari pengepul hewan di pasar hewan Jatinegara. Selama minggu pertama sampai ketiga luak terus berada di pojok kandang dan merespon untuk menyerang saat diberi makan dan dibersihkan kandangnya dengan menabrak dan menggigit jeruji kandang, kondisi ini diduga luak sedang mengalami kondisi stres. Selama masa adaptasi dilakukan pengamatan visual dan didapatkan luak masih memiliki gigi yang berukuran kecil dan berbentuk runcing. Luak dewasa memiliki empat buah gigi premolar atas dan gigi molar atas, berdasarkan hal tersebut luak yang digunakan dalam penelitian masih berumur muda dibawah 12 bulan (Patou et al 2010, Borah & Deka 2011). Pada minggu keempat luak sudah tampak tidak stres dan sudah mengalami adaptasi ditunjukkan dengan pola tingkah laku luak tidak lagi berusaha menyerang saat diberi pakan dan nafsu makannya juga mulai membaik dengan sisa pakan yang sedikit. Sampel darah diambil saat minggu pertama dan dilanjutkan pada minggu kelima, enam, dan tujuh saat luak sudah mengalami adaptasi dengan lingkungan yang baru. Hasil analisa leukosit dan jenis leukosit darah luak Jawa jantan dan betina disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata jumlah total dan jenis leukosit luak Jawa jantan & betina Jantan Betina Parameter (N=4) (N=4) Leukosit (x103/mm3) 3.33±0.86 2.83±0.70 Neutrofil (x103/mm3) 1.01±0.47 0.68±0.30 Eosinofil (x103/mm3) 0.16±0.18 0.04±0.05 Basofil (x103/mm3) 0.00±0.00 0.00±0.00 3 3 Limfosit (x10 /mm ) 2.06±0.42 2.05±0.59 Monosit (x103/mm3) 0.09±0.06 0.06±0.06 Indeks Stres (N/L) 0.49±0.18 0.37±0.22 Leukosit Pola fluktuasi jumlah leukosit luak Jawa jantan dan betina yang diambil selama 7 minggu yaitu pada minggu 1, 5, 6, & 7 disajikan pada Gambar 9. Pada pengambilan darah pertama didapatkan gambaran jumlah leukosit yang cukup tinggi dibandingkan pengambilan darah kedua, hal ini diduga karena luak berada dalam tingkat stres yang cukup tinggi akibat proses penangkapan dari alam liar, stres dapat menaikkan salah satu jenis leukosit yang akibatnya juga akan menaikkan jumlah total leukosit dalam tubuh luak. Tetapi pada pengambilan darah kedua jumlah leukosit mulai menurun, penghitungan secara statistik juga menunjukkan adanya perbedaan nyata antara pengambilan darah pertama dan kedua ini. Pada pengambilan darah ketiga didapatkan gambaran darah luak yang mulai naik secara perlahan hingga pengambilan darah keempat, keadaan ini diduga dapat menunjukkan jumlah yang sama pada kondisi normal luak Jawa pada umumnya. Perbandingan keseluruhan rata-rata jumlah leukosit luak Jawa jantan dan betina berada dibawah rata-rata jumlah leukosit luak jantan dan betina Thailand,
11
yaitu sebanyak 3.33x103/mm3 pada luak Jawa jantan dan 2.83x103/mm3 pada luak Jawa betina, sedangkan pada luak Thailand jantan memiliki rata-rata 5.85x109/l dan 6.68x109/l pada luak betinanya. Hal ini dimungkinkan karena terdapat perbedaan umur pada luak yang diteliti, dimana luak Jawa yang digunakan masih berumur kurang dari 12 bulan.
Gambar 9 Profil Leukosit Luak Jawa jantan dan luak Jawa betina selama 7 minggu. Keterangan: superskrip dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% (p<0.05)
Neutrofil Neutrofil yang didapatkan pada pemeriksaan darah ulas luak tidak berbeda dengan neutrofil mamalia pada umumnya, gambar neutrofil luak dan mamalia disajikan pada Gambar 10. Pola fluktuasi differensiasi neutrofil pada luak Jawa juga didapatkan hasil yang tinggi pada pengambilan darah pertama, hal ini berkaitan dengan kondisi stres yang dialami luak karena penangkapan dari alam liar, kondisi stres dapat memicu sekresi kortisol yang akan menyebabkan kenaikan jumlah neutrofil dalam darah (Davis et al 2008). Pengambilan darah kedua jumlah neutrofil mengalami penurunan yang cukup signifikan dari pengambilan darah pertama, dikarenakan luak sudah mulai beradaptasi dengan keadaan kandang dan lingkungan yang baru. Gambar 11 menunjukkan jumlah neutrofil luak Jawa jantan dan betina. Rata-rata jumlah neutrofil luak Jawa jantan ditunjukkan pada Tabel 3 yaitu 1.01x103/mm3 dan betina yaitu 0.68x103/mm3 jumlah ini secara umum berada dibawah jumlah neutrofil luak jantan dan betina Thailand yaitu 3.21x109/l dan 2.46x109/l.
12
Gambar 10 Neutrofil mamalia (ditunjuk anak panah) (sebelah kiri) (Sumber: Hiremath et al 2010) dan neutrofil pada preparat ulas darah luak Jawa (sebelah kanan) dengan perbesaran mikroskop 1000x
Gambar 11 Profil neutrofil luak Jawa jantan dan luak Jawa betina selama 7 minggu. Keterangan: superskrip dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% (p<0.05) Basofil Dalam pemeriksaan differensiasi leukosit pada luak Jawa tidak ditemukan adanya basofil, sedangkan pada luak Thailand ditemukan basofil hanya pada luak betina dan dalam jumlah yang sedikit yaitu 0.07x109/l. Menurut Jones & Allison (2007) Basofil hanya berada pada peredaran darah tepi dalam jumlah yang sangat sedikit atau bahkan tidak ada. Dalam proses peradangan basofil merupakan faktor peradangan yang penting pada kejadian alergi, basofil masuk dari pembuluh darah menuju jaringan tempat peradangan tersebut terjadi (Ennis 2010; Ohnmacht & Voehringer 2009). Eosinofil Eosinofil pada darah luak Jawa memiliki morfologi yang sama dengan eosinofil mamalia pada umumnya, hal ini disajikan pada Gambar 12. pinghitungan differensiasi leukosit darah luak Jawa jantan dan betina didapatkan hasil yang tidak berbeda jauh, pada pengambilan darah pertama dan kedua terdapat penurunan jumlah eosinofil yang tidak signifikan, pada pengambilan darah ketiga kadar eosinofil mulai naik dan bahkan pada luak jantan pada
13
pengambilan darah keempat didapatkan jumlah eosinofil yang lebih banyak daripada pengambilan darah yang pertama. Hal ini disebabkan adanya infeksi parasit darah berupa Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp. pada luak jantan yang berkaitan dengan fungsi eosinofil sebagai agen pertahanan terhadap infeksi parasit (Putri 2012). Penghitungan statistik pada kadar eosinofil ini juga tidak menunjukkan perbedaan nyata pada setiap pengambilan darah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 13. Secara umum jumlah eosinofil pada luak Jawa jantan yaitu 0.16x103/mm3 dan luak betina yaitu 0.04x103/mm3 masih berada dibawah jumlah eosinofil pada luak Thailand jantan yaitu 0.74x109/l dan luak betina Thailand yaitu 0.29x109/l.
Gambar 12 Eosinofil mamalia (ditunjuk anak panah) (sebelah kiri) (Sumber: Stock & Hoffman 2000) dan eosinofil pada preparat ulas darah luak Jawa(sebelah kanan) dengan perbesaran mikroskop 1000x
Gambar 13 Profil eosinofil luak Jawa jantan dan luak Jawa betina selama 7 minggu. Keterangan: superskrip dengan huruf
yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% (p<0.05) Limfosit Gambaran limfosit luak Jawa memiliki bentuk yang sama dengan limfosit pada kucing (Gambar 14). Jumlah limfosit pada luak juga mengalami penurunan yang cukup signifikan pada pengambilan darah pertama dibandingkan pengambilan darah kedua, ini juga masih berkaitan dengan kondisi fisiologis luak yang mengalami stres karena proses penangkapan. Kondisi stres ini juga dapat dilihat dari penghitungan rasio perbandingan antara neutrofil dan limfosit (N/L) (Kannan et al 2000). Namun, pada pengambilan darah ketiga dan keempat jumlah limfosit luak mulai mengalami kenaikan hingga hampir menyamai jumlah limfosit
14
luak pada pengambilan darah pertama. Hal ini diduga karena luwak sudah tidak mengalami stres yang menyebabkan naiknya kadar kortisol dalam tubuh, menurut Davis et al (2008) kenaikan kadar kortisol dalam darah akan menekan mitosis sel limfosit. Dalam keadaan tidak stres kadar kortisol tubuh mengalami penurunan sehingga memungkinkan tidak ada hambatan dalam proses sintesa atau pematangan DNA dari sel-sel limfosit, maka jumlah sel limfosit akan mengalami kenaikan. Differensiasi limfosit disajikan pada Gambar 15. Jumlah limfosit luak Jawa jantan yaitu 2.06x103/mm3 dan betina yaitu 2.05x103/mm3 berada sedikit diatas kisaran limfosit luak Thailand jantan yaitu 1.98x109/l dan luak betina yaitu 1.79x109/l.
Gambar 14 Limfosit kucing/mamalia (ditunjuk anak panah) (sebelah kiri) (Sumber: Prihirunkit et al 2007) dan limfosit pada preparat ulas darah luak Jawa (sebelah kanan) dengan perbesaran mikroskop 1000x
Gambar 15 Profil limfosit luak Jawa jantan dan luak Jawa betina selama 7 minggu. Keterangan: superskrip dengan huruf
yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% (p<0.05) Monosit Bentuk monosit pada pemeriksaan darah luak Jawa tidak memiliki perbedaan dengan monosit mamalia pada umumnya, hal ini disajikan pada Gambar 16. Jumlah monosit pada luak Jawa mengalami penurunan sejak pengambilan darah pertama hingga pengambilan darah keempat, namun penurunan ini tidak terjadi secara signifikan. Pada pengambilan darah ketiga terjadi kenaikan jumlah monosit luak sebelum menurun lagi pada pengambilan darah keempat. Peningkatan monosit dapat dikaitkan dengan fungsi monosit
15
sebagai sel prekursor untuk makrofag yang ringan. Fungsi makrofag adalah sebagai pertahanan utama pada jaringan dengan mekanisme fagositosisnya. Bila terdapat aktifitas yang meningkat dari fagositosis ini maka monosit akan menuju jaringan untuk membentuk makrofag. Penurunan pada pengambilan darah yang pertama sampai pengambilan darah keempat tidak berbeda nyata menurut perhitungan secara statitik. Gambar 17 adalah gambaran jumlah monosit selama 7 minggu. Kisaran jumlah monosit dari luak Jawa jantan yaitu 0.09x103/mm3 dan betina yaitu 0.06x103/mm3 juga berada dibawah dari jumlah monosit luak Thailand jantan yaitu 0.31x109/l dan luak betina Thailand yaitu 0.5x109/l.
Gambar 16 Monosit mamalia (ditunjuk anak panah) (sebelah kiri) (Sumber: Hiremath et al 2010) dan monosit pada preparat ulas darah luak Jawa (sebelah kanan) dengan perbesaran mikroskop 1000x
Gambar 17 Profil monosit luak Jawa jantan dan luak Jawa betina selama 7 minggu. Keterangan: superskrip dengan huruf
yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% (p<0.05) Indeks Stress Perhitungan tingkat stres luak dilakukan dengan melihat rasio neutrofil dan limfositnya dengan perhitungan (N/L). Menurut Kannan et al (2000) hewan yang mengalami stres memiliki rasio N/L diatas 1.5. Luak mengalami tingkat stres yang cukup tinggi pada pengambilan darah pertama, namun nilai ini masih dibawah batas stres pada mamalia. Pada pengambilan darah yang kedua, ketiga, dan keempat didapatkan tingkat stres luak yang menurun yang diduga luak sudah
16
beradaptasi dengan kondisi kandang dan lingkungan yang baru. Indeks stres luak disajikan pada Gambar 18.
Gambar 18 Indeks stres luak Jawa jantan dan luak Jawa betina selama 7 minggu. Keterangan: superskrip dengan
huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% (p<0.05) Berdasarkan gambaran sel darah merah luak Jawa ini telah dilaporkan bahwa luak adalah hewan dengan gambaran morfologi sel darah merah yang lebih mendekati kucing (Purnomo 2012). Pada penelitian gambaran sel darah putih luak Jawa jantan dan betina yang berjumlah (3.33±0.86)x103/mm3 dan (2.83±0.70)x103/mm3 juga didapatkan nilai yang mendekati kisaran normal leukosit kucing (Felis domesticus) yaitu 5.55x103/mm3 (O’Brien et al 1998). SIMPULAN dan SARAN Simpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: Jumlah rata-rata leukosit luak Jawa jantan adalah (3.33±0.86)x103/mm3 dan luak betina (2.83±0.70)x103/mm3 Jumlah rata-rata eosinofil luak Jawa jantan adalah (0.16±0.18)x103/mm3 dan luak betina (0.04±0.05)x103/mm3 Jumlah rata-rata neutrofil luak Jawa jantan adalah (1.01±0.47)x103/mm3 dan luak betina (0.68±0.30)x103/mm3 Jumlah rata-rata limfosit luak Jawa jantan adalah (2.06±0.42)x103/mm3 dan luak betina (2.05±0.59)x103/mm3 Jumlah rata-rata monosit luak Jawa jantan adalah (0.09±0.06)x103/mm3 dan luak betina (0.06±0.06)x103/mm3 Jumlah rata-rata indeks stres luak Jawa jantan adalah (0.49±0.18) dan luak betina (0.37±0.22) Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang differensiasi darah luak Jawa (Paradoxurus hermaphroditus) pada umur hewan yang berbeda supaya didapatkan hasil yang merata sebagai perbandingan.
17
DAFTAR PUSTAKA Bacha WJ, Bacha LM. 2000. Color Atlas of Veterinary Histology 2nd Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Borah J, Deka K. 2011. An observation of common calm civet Paradoxurus hermaphroditus mating. Small Carniv. Conserv. 44: 32-33. Borrel EH. 2001. The biology of stress and its application to livestock housing and transportation assesment. J. Ani. Sci. 79: E260-E267. Davis AK, Maney DL, Maerz JC. 2008. The use of leukocyte profiles to measure stress in vertebrates: a review for ecologists. J. Funct. Eco. 22: 706-772 Despopoulos A, Silbernagl S. 2003. Color Atlas of Physiology 5th Edition. New York: Thieme. Edward CA, Arancon NQ, Bennett MV, Little B, Askar A. 2009. Crop protection. J. Crop Protect. 28: 289-294 Eggen JW, Schrijver JG, Bins M. 2001. WBC content of platelet concentrates prepared by the buffy coat method using different processing procedures and storage solutions. J. Tranfusion. 41: 1378-1383 Ennis M. 2010. Basophil models of homeopathy: a sceptical view. Homeopathy 99: 51-56 Eroschenko VP. 2008. Di Fiore’s Atlas of Histology with Functional Correlations 11th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology 11th Ed. Philadelphia: Elsevier Inc. Hiremath PS, Bannigidad P, Geeta S. 2010. Automated identification and classification of white blood cells (leukocytes) in digital microscopic images. Int. J. Comp. Appl. 2: 59-63 Johnson EO, Kamilaris TC, Chrousos GP, Gold PW. 1992. Mechanisms of stres: a dynamic overview of hormonal and behavioral homeostasis. Neurosci. Biobehav. 16: 115-130. Jones ML, Allison RW. 2007. Evaluation of the ruminant complete blood cell count. Vet. Clin. North Am. Food Anim. Pract. 23(3): 377-402 Kannan G, Terrill TH, Kouakou B, Gazal OS, Gelaye S,Amoah EA, Samake S. 2000. Transportation of goat: effects on physiological stress responses and live weight loss: J. Ani. Sci. 78:1450-1457. Kociba GJ. 2000. Leukocytosis and Leukopenia. J. Ohio State Univ. 20: 105-108 Latifynia A, Vojgani M, Gharagozlou MJ, Sharifian R. 2009. Neutrophil Function (Innate Immunity) during Ramadan. J. Ayub Med Coll Abbottabad. 21(4): 111-115 Lee WL, Harrison RE, Grinstein S. 2003. Phagocytosis by neutrophil. J. Microbes and Infection 5: 1299-1306 Navephap S, Navephap O. 1998. The ultrasturcture of common palm civet blood cells and platelets. Thammasat Int. J. Sci. Tech. 3(1): 24-33 Nussler AK, Wittel UA, Nussler NC, Beger HG. 1999. Leukocytes, the janus cells in inflamatory disease. Langenbeck’s Arch. Surg. 384: 222-232 Ohnmacht C, Voehringer D. 2009. Basophil effector function and homeostasis during helminth infection. J. Blood 113: 2816-2825 O’Brien M, Murphy MG, Lowe JA. 1998. Hematology and clinical chemistry parameters in the cat (Felis domesticus). J. Nutr. 128: 26785-26795
18
Patou ML, Debruyne R, Jennings AP, Zubaid A, Ryan JJR, Veron G. 2008. Phylogenetic relationships of the Asian palm civets (Hemigalinae & Paradoxurinae, Viverridae, Carnivora). Molecular Phylogenetics and Evolution. 47: 883-892 Patou ML, Wilting A, Gaubert P, Esselstyn JA, Cruaud C, Jennings AP, Fickel J, Veron G. 2010. Evolutionary history of the Paradoxurus palm civets - a new model for Asian biogeography. J. Biogeogr. 37: 2077-2097 Prihirunkit K, Salakij C, Apibal S, Narkkong NA. 2007. Hematology, cytochemistry and ultrastructure of blood cells in fishing cat (Felis viverrina). J. Vet. Sci. 8(2): 163-168 Purnomo. 2012. Jumlah Sel Darah Merah, Kadar Hemoglobin, dan Nilai Hematokrit luak Jawa (Paradoxurus Hermaphorditus). [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor Putri M. 2012. Parasit dalam Sel Darah Merah Musang Luak (Paradoxurus Hermaphroditus) di Jawa. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor Salakij C, Salakij J, Narkkong NA, Tongthainun D. 2007. Hematology, cytochemistry and ultrastructure of blood cells in Common palm civet (Paradoxurus hermaphroditus). Kasetsart J. Nat. Sci. 41: 705-716. Stock W, Hoffman R. 2000. White blood cells 1: non-malognant disorders. J. The Lancet 355: 1351-57 Wall MM. 2006. Ascorbic acid, vitamin A, and mineral composition of banana (Musa sp.) and papaya (carica papaya) cultivars grown in Hawaii. J. Food Composition and Analysis 19: 434-445. Yadav R, Larbi KY, Young RE, Nourshargh S. 2003. Migration of leukocytes through the vessel wall and beyond. J. Thromb. Haemost. 90: 598-606
19
LAMPIRAN Lampiran 1
Hasil analisa 4 ekor luak Jawa jantan (Paradoxurus hermaphroditus) pada pengambilan darah sebanyak 4 kali
ANOVA
BDP
basofil
eosinofil
neutrofil
limfosit
monosit
indeksstress
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
6226600.000
3
2075533.333
9.057
.006
Within Groups
1833266.667
8
229158.333
Total
8059866.667
11
Between Groups
.000
3
.000
.
.
Within Groups
.000
8
.000
Total
.000
11
Between Groups
176144.802
3
58714.934
2.349
.149
Within Groups
199983.007
8
24997.876
Total
376127.809
11
Between Groups
1487556.969
3
495852.323
4.262
.045
Within Groups
930757.540
8
116344.692
Total
2418314.509
11
Between Groups
1278065.689
3
426021.896
5.405
.025
Within Groups
630604.460
8
78825.558
Total
1908670.149
11
Between Groups
10312.522
3
3437.507
1.140
.390
Within Groups
24112.727
8
3014.091
Total
34425.249
11
Between Groups
.103
3
.034
1.044
.424
Within Groups
.262
8
.033
Total
.365
11
20
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets BDP Duncan Subset for alpha = 0.05
data
N
3
3
2.6333E3
2
3
2.7233E3
4
3
3.5333E3
1
3
1
2
3.5333E3 4.4167E3
Sig.
.058
.054
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
eosinofil Duncan data
N
3 2 1 4
3 3 3 3
Subset for alpha = 0.05 1 65.0000 91.3000 118.6667 368.0000
Sig.
.059
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
neutrofil Duncan data
N
Subset for alpha = 0.05 1
3
3
688.6667
2
3
779.5333
4
3
994.6667
1
3
Sig.
2
994.6667 1.5925E3
.323
.064
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
21
limfosit Duncan Subset for alpha = 0.05
data
N
2
3
1.7679E3
3
3
1.7882E3
4
3
2.1207E3
1
3
1
2
2.1207E3 2.5730E3
Sig.
.178
.084
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
monosit Duncan data
N
4 2 3 1
3 3 3 3
Subset for alpha = 0.05 1 50.0000 84.5667 91.5000 132.5000
Sig.
.122
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Indeks stress Duncan data
N
3 2 4 1
3 3 3 3
Sig.
Subset for alpha = 0.05 1 .3867 .4267 .4967 .6300 .160
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
22
Lampiran 2
Hasil analisa 4 ekor luak Jawa betina (Paradoxurus hermaphroditus) pada pengambilan darah sebanyak 4 kali
ANOVA
BDP
basofil
eosinofil
neutrofil
limfosit
monosit
indeksstress
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
3817500.000
3
1272500.000
6.226
.017
Within Groups
1635000.000
8
204375.000
Total
5452500.000
11
Between Groups
.000
3
.000
.
.
Within Groups
.000
8
.000
Total
.000
11
Between Groups
1495.729
3
498.576
.167
.916
Within Groups
23853.500
8
2981.688
Total
25349.229
11
Between Groups
154126.500
3
51375.500
.484
.703
Within Groups
849643.167
8
106205.396
Total
1003769.667
11
Between Groups
2370739.500
3
790246.500
4.416
.041
Within Groups
1431755.667
8
178969.458
Total
3802495.167
11
Between Groups
2963.000
3
987.667
.251
.858
Within Groups
31427.500
8
3928.438
Total
34390.500
11
Between Groups
.039
3
.013
.207
.889
Within Groups
.497
8
.062
Total
.536
11
23
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets
BDP Duncan Subset for alpha = 0.05
data
N
2
3
2.0333E3
3
3
2.5500E3
4
3
3.3333E3
1
3
3.3833E3
1
Sig.
2
2.5500E3
.199
.062
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
eosinofil Duncan data
N
1 4 3 2
3 3 3 3
Subset for alpha = 0.05 1 33.8333 34.0000 53.6667 58.3333
Sig.
.618
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
neutrofil Duncan data
N
2 3 1 4
3 3 3 3
Sig.
Subset for alpha = 0.05 1 535.3333 604.8333 769.8333 809.3333 .360
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
24
Limfosit Duncan Subset for alpha = 0.05
data
N
2
3
1.4432E3
3
3
1.8092E3
4
3
2.4447E3
1
3
2.5063E3
1
Sig.
2
1.8092E3
.320
.089
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
monosit Duncan data
N
4 2 1 3
3 3 3 3
Subset for alpha = 0.05 1 45.3333 49.0000 73.3333 82.3333
Sig.
.514
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Indeks stress Duncan data
N
1 4 3 2
3 3 3 3
Sig.
Subset for alpha = 0.05 1 .3100 .3367 .3767 .4600 .506
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
25
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Rembang tanggal 10 Mei 1990. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan bapak H. Sri Wardoyo dan ibu Hj. Wahyuni. Pendidikan formal dimulai dari TK Tuhfatussibyan pada tahun ajaran 1995-1996 dilanjutkan dengan pendidikan Sekolah Dasar SD Negeri Karas 1 pada tahun 1996-2002, kemudian melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 1 Sedan tahun 2002-2005, dan melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 1 Rembang pada tahun 2005-2008. Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan IPB maupun diluar IPB, diantaranya BEM FKH kabinet Katalis departemen sosial tahun 2009-2010, anggota UKM bola volli IPB tahun 2008-2013, anggota Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Himpunan Keluarga Rembang di Bogor (HKRB), asisten praktikum histologi I dan II, asisten praktikum fisiologi, dan Himpunan Minat dan Profesi Ruminansia.