86
BAB III WANPRESTASI DAN PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
3.1 Pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa antara pemerintah dengan penyedia barang/jasa Pengadaan barang/jasa atau procurement dapat diartikan sebagai penjelasan dari tahap persiapan, penentuan dan pelaksanaan atau administrasi tender untuk pengadaan barang, lingkup pekerjaan atau jasa lainnya. Kegiatan pengadaan barang/jasa tidak hanya kegiatan pemilihan rekanan dengan bagian pembelian atau perjanjian resmi kedua belah pihak saja, tetapi mencakup seluruh proses sejak awal perencanaan, persiapan, perijinan, penentuan pemenang tender hingga pada tahap pelaksanaan dan proses administrasi dalam pengadaan barang, pekerjaan atau jasa seperti jasa konsultasi teknis, jasa konsultasi keuangan, jasa konsultasi hukum atau jasa lainnya. Pengadaan barang/jasa pemerintah mencakup pada tiga wilayah hukum yaitu : 1. Hukum Administrasi Negara atau Hukum Tata Usaha Negara mengatur hubungan hukum antara penyedia dengan pengguna barang/jasa dari proses persiapan sampai dengan penerbitan surat penetapan penyedia barang/jasa;
87
2. Hukum Perdata, mengatur hubungan hukum antara penyedia dengan pengguna barang/jasa sejak penandatanganan sampai dengan berakhirnya kontrak; 3. Hukum Pidana, mengatur hubungan hukum antara penyedia dengan pengguna barang/jasa sejak proses persiapan pengadaan sampai dengan selesainya kontrak pengadaan.
Dalam rangka kegiatan pengadaan barang/jasa, pemerintah memiliki pengaruh yang sangat besar karena pemerintah selain menjadi perancang anggaran, pemerintah juga merupakan pembeli barang/jasa dari penyedia barang/jasa yang akan dilakukan, tetapi pemerintah tidak mempunyai kewenangan yang mutlak.1 Pengadaan barang/jasa di pemerintah meliputi seluruh kontrak pengadaan antara pemerintah (departemen pemerintah, badan usaha milik negara, dan lembaga negara lainnya) dengan perusahan (baik milik negara atau swasta) bahkan perorangan. Dalam suatu kontrak yang terjalin antara pemerintah yang diwakili oleh PPK dengan penyedia barang/jasa
maka
kontrak
tersebut
harus
memenuhi
syarat-syarat
sebagaimana yang diatur dalam KUHPerdata Pasal 1320, yaitu sebagai berikut: a) Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri (de toestomming van degenen die zich verbinden)
1
Denny Sanjaya, 2013, Analisis Yuridis Pengadaan Barang/Jasa Yang Dilakukan Dinas Pendidikan Kota Tanjungbalai Ditinjau Dari Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Jurnal Hukum Ekonomi, Vol. I Nomor 2, Jakarta, h.6.
88
Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri terjadi secara bebas atau dengan kebebasan. Kebebasan bersepakat tersebut dapat terjadi secara tegas (mengucapkan kata/tertulis) atau secara diam (dengan suatu sikap/isyarat). Suatu perjanjian dikatakan tidak memenuhi unsur kebebasan apabila mengandung salah satu dari 3 (tiga), yaitu: (a) Unsur paksaan (dwang), (b) Unsur kekeliruan (dwaling), (c) Unsur penipuan (bedrog). kegiatan pengadaan
barang/jasa
Dalam
kesepakatan dilakukan
oleh
Pemerintah yang diwakili oleh PPK dengan pihak penyedia barang/jasa. Kesepakatan mengikat pada kontrak antara PPK dengan penyedia barang/jasa terjadi secara tertulis dengan penandatangan kontrak pengadaan barang/jasa. Kedua belah pihak membuat suatu kesepakatan yang didalamnya memuat hak dan kewajiban masingmasing pihak. b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (de bekwaanheid om eene verbintenis aan te gaan) Subjek hukum yang berwenang untuk melakukan perbuatan hukum (recht bevoegd) adalah pengemban hak dan kewajiban hukum, termasuk hukum kontrak. Pasal 1329 KUHPerdata memuat norma hukum umum bahwa sepenjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang, setiap orang (natuurlijk persoon) dianggap cakap untuk
melakukan
perbuatan
hukum.
Kecakapan
melakukan
perbuatan hukum, termasuk membuat kontrak, pada umumnya
89
diukur dari usia kedewasaan (merdeerjarig) untuk manusia kodrati (persoon) atau kewenangan (bevoegheid) untuk badan hukum (recht persoon).
Subjek hukum, yang terdiri dari orang atau manusia
(natuurlijik persoon) dan badan hukum (rechtspersoon). Selanjutnya, badan hukum ini kemudian dibagi lagi dalam dua bagian, yakni badan hukum privat dan publik. Menurut Chidir Ali sebagaimana dikutip oleh Aminuddin Ilmar bahwa, ada tiga kriteria untuk menentukan suatu status badan hukum publik, yaitu pertama, harus dilihat dari pendiriannya, di mana badan hukum itu apakah diadakan dengan konstruksi hukum publik yang didirikan oleh penguasa dengan undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya; kedua, lingkungan kerjanya yakni melaksanakan perbuatan publik dalam hal ini melaksanakan kepentingan pelayanan umum; dan ketiga, badan hukum itu diberi wewenang publik seperti membuat keputusan, ketetapan atau peraturan yang mengikat umum.2 Rudhi Prasetya sebagaimana dikuti oleh Aminuddin Ilmar bahwa sebenarnya negara sendiri merupakan badan hukum, sehingga kedudukan negara sebagai badan hukum publik dapat menjalankan perbuatan perdata misalnya, dengan memborongkan pembuatan gedung, membeli alat peralatan, memborong pembuatan jalan, dengan harta kekayaan negara menjadi beban dari segala tagihan yang timbul dari perbuatan perdata yang dilakukan. Nantinya segala
2
Aminuddin Ilmar,op.cit., h,84
90
hak dan kewajiban secara yuridis perdata menjadi semata-mata hak dan kewajiban dari badan hukum negara.3 Badan hukum khususnya badan hukum publik, maka dapat dikemukakan ada beberapa unsur dari badan hukum (rechtspersoon), yaitu: 1) Perkumpulan orang (organisasi yang teratur). 2) Dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan hukum. 3) Adanya harta kekayaan yang terpisah. 4) Mempunyai kepentingan sendiri. 5) Mempunyai pengurus. 6) Mempunyai tujuan tertentu. 7) Mempunyai hak dan kewajiban. 8) Dapat digugat atau menggugat di depan pengadilan.
Dalam kontrak pengadaan maka pihak yang menjadi subyek hukum adalah pemerintah selaku organ dari badan hukum publik dengan pihak penyedia barang/jasa. Dalam kajian tentang kontrak pengadaan yang melibatkan pemerintah, harus dapat menentukan lingkup yang termasuk sebagai pemerintah. Dalam aturan yang ada, tidak dapat ditemukan secara eksplisit batasan tentang pemerintah dalam peraturan perundang-undangan. Sejauh yang menyangkut kontrak pengadaan belum dapat ditemukan secara eksplisit yang
3
Ibid, h.86
91
dimaksud dengan pemerintah, namun secara implisit dapat dilihat dalam rumusan dalam Pasal 1 angka 1 Perpres No. 4 Tahun 2015 bahwa pengadaan barang/jasa pemerintah yang selanjutnya disebut pengadaan
barang/jasa
adalah
kegiatan
untuk
memperoleh
barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 2 Perpres No. 4 Tahun 2015 dirumuskan bahwa Kementerian/Lembaga Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi, yang selanjutnya disebut K/L/D/I adalah instansi/institusi yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dari definisi tersebut, dapat diartikan bahwa yang dimaksud dengan “pemerintah” dalam pengadaan barang/jasa adalah K/L/D/I. Sedangkan untuk penyedia barang/jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan barang/pekerjaan konstruksi/jasa konsultasi/jasa lainnya. c) Objek atau pokok persoalan tertentu atau dapat ditentukan (eene bepald onderwerp objekt) Ketentuan mengenai hal tertentu menyangkut objek hukum atau mengenai bendanya. Dalam membuat perjanjian antara para subjek hukum itu menyangkut mengenai objeknya, apakah
92
menyangkut benda berwujud, tidak berwujud, benda bergerak, atau benda tidak bergerak. Dalam kontrak pengadaan pemerintah yang menjadi obyek dalam kontrak tersebut adalah barang, pekerjaan konstruksi, jasa konsultasi dan jasa lainya. Dalam Pasal 1 angka 14 Perpres No. 4 Tahun 2015 dirumuskan bahwa barang adalah setiap benda baik yang berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangankan, dipakai dipergunakan atau dimanfaatkan oleh pengguna barang. Untuk pekerjaan konstruksi yang dirumuskan dalam aturan tersebut, bahwa pekerjaan konstruksi adalah
keseluruhan
pekerjaan
yang
berhubungan
dengan
pelaksanaan konstruksi banguanan atau pembuatan wujud fisik lainnya. Sedangkan untuk jasa konsultasi dirumuskan bahwa jasa konsultasi adalah jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian tertentu diberbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya oleh pikir (brainware). Untuk obyek yang terakhir dari kontrak ini adalah jasa lainnya yang dirumuskan sebagai jasa yang membutuhkan
kemampuan
tertentu
yang
mengutamakan
keterampilan (skillware) dalam suatu sistem tata kelola yang telah dikenal luas di dunia usaha untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau segala pekerjaan dan/atau penyediaan jasa selain jasa konsultasi, pelaksanaan pekerjaan konstuksi dan pengadaan barang.
93
d) Suatu sebab atau causa yang halal/tidak dilarang (eene geoorloofde oonaak) Sebab yang halal/causa yang halal mengandung pengertian bahwa pada benda (objek hukum) yang menjadi pokok perjanjian itu harus melekat hak yang pasti dan diperbolehkan menurut hukum (tidak melanggar peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan) sehingga perjanjian itu kuat. Pada syarat ini, kontrak yang sepakati oleh pemerintah dengan penyedia barang/jasa harus sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dengan tetap menjaga ketertiban umum dan tidak bertentangn dengan kesusilaan. Atas dasar asas keseimbangan, maka dalam kontrak pengadaan pemerintah tidak dapat memposisikan dirinya lebih tinggi dari penyedia barang atau jasa, meskipun pemerintah merupakan lembaga yang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat mengatur (regulator). Hal ini dikarenakan pada dasarnya dalam hukum perjanjian para pihak mempunyai kedudukan yang sama, sebagaimana diatur dalam pasal 1338 KUHPerdata. Dalam konteks demikian, maka baik pemerintah maupun penyedia barang/jasa samasama memiliki kedudukan yang sejajar dalam pemenuhan hak dan kewajiban yang tertuang di dalam kontrak yang disepakati. Keterlibatan
pemerintah
dalam
kontrak
pengadaan
barang/jasa
menunjukan tindakan pemerintah tersebut diklasifikasikan dalam tindakan pemerintahan yang bersifat keperdataan. Berkenaan dengan tindakan hukum
94
keperdataan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, menurut Philipus M. Hadjon sebagaimana dikutip oleh H. Purwosusilo bahwa sekalipun tindakan hukum keperdataan untuk urusan pemerintahan oleh badan atau pejabat tata usaha negara dimungkinkan, bukan tidak mungkin pelbagai ketentuan, hukum publik (hukum tata usaha negara) akan menyusup dan mempengaruhi peraturan hukum perdata.4 Pemerintah sebagai salah satu subjek hukum dalam tindakan perdata, maka pemerintah merupakan badan hukum, karena menurut Apeldoorn, sebagaimana dikutip oleh Philipus M. Hadjon, negara, propinsi, kotapraja dan lain sebaginya adalah badan hukum. Hanya saja pendiriannya tidak dilakukan secara khusus, melainkan tumbuh secara historis. Pemerintah dianggap sebagai badan hukum, karena pemerintah menjalankan kegiatan komersial (acfs jure gestionisi). Kedudukan pemerintah dalam pergaulan hukum keperdataan tidak berbeda dengan subjek hukum privat lainnya, yakni orang maupun badan hukum, sebagai subjek hukum perdata pemerintah dapat mengikatkan dirinya dengan penyedia barang/jasa. Hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, sampai kepada prosedur pelaksanaannya harus diatur secara jelas dan dituangkan dalam bentuk kontrak agar nantinya prosedur pengadaan tersebut mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan mengikat bagi para pihak yang terlibat di dalamnya.5
4
H. Purwosusilo, loc.cit.
5
Ibid, h.87.
95
Dalam bukunya
Surjan
menyatakan bahwa
kontrak pengadaan
mempunyai makna penting dalam pembangunan ekonomi nasional, bahwa “it’s not only by reason of its magnitude that government procurement is important to the economy, but a substantial part of the procurement is so oriented as to speed up the development of crucial sectors of industry which is a matter of national importance. It would not be wrong to say that government contracting is so planned as to be avant garde of technological development of the country.”
6
Yang berarti bahwa, tidak hanya dengan
alasan bahwa pengadaan pemerintah penting untuk perekonomian, namun sebagian besar dari pengadaan tersebut berorientasi untuk mempercepat pengembangan sektor industri yang merupakan kepentingan nasional. Hal ini tidaklah salah untuk mengatakan bahwa kontrak pemerintah direncanakan untuk menjadi pelopor perkembangan teknologi negara. Tabel : 2 Proses Kegiatan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah No
Tahap Persiapan
Tahap Pelaksanaan
Tahap Pasca
Kontrak
Kontrak
Kontrak
Pengumuman 1.
umum
rencana Penyusunan rancangan Penerimaan pengadaan kontrak
kontrak
barang/jasa 2.
3.
Penetapan harga perkiraan Penandatangan kontrak
Denda/ganti
sendiri
rugi
Pendaftaran penyedia dan Jaminan pelaksana
Keadaan kahar
pengambilan dokumen
6
M.A. Sudjan, 2003, Law Relating to Government Contract, Universal Law Publishing , Delhi, p.533.
96
Aonwijzing 4.
(pemberian Pelaksanaan kontrak
penjelasan)
Perpanjangan waktu pelaksanaan pekerjaan
5.
6.
7.
8.
Pengajuan penawaran
uang
muka Pembukaan
dokumen Perubahan
penawaran
pekerjaan
Penilaian/evaluasi
Laporan
kegiatan
hasil
pekerjaan Penetapan pemenang
Penilaian
progres
kegiatan Sanggah/sanggahan
9.
Pembayaran
banding
Penghentian/pemutusan kontrak
Berdasarkan tabel diatas, maka dapat diuraikan bahwa proses kegiatan pengadaan barang/jasa terdiri dari tiga tahap, yaitu : 1. Tahap Persiapan Kontrak yang terdiri dari : a. Pengumuman Dalam Pasal 25 Perpres No. 4 Tahun 2015 mengatur bahwa Pengguna Anggaran wajib mengumumkan Rencana Umum Pengadaan (RUP) barang/jasa secara terbuka kepada masyarakat luas pada website masing-masing K/L/D/I, papan pengumuman resmi dan pada portal pengadaan nasional melalui LPSE. b. Penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS)/Owner Estimate
97
Pada tahapan persiapan pengadaan, PPK mempunyai tugas menyusun dan menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) barang/jasa, kecuali untuk kontes/sayembara. c. Pendaftaran dan pengambilan dokumen Setelah adanya pengumuman rencana umum pengadaan, proses pengadaan dilanjutkan dengan penyerahan rencana umum pengadaan kepada PPK dan ULP/Pejabat Pengadaan. PPK dan ULP/Pejabat Pengadaan melakukan pengkajian terhadap rencana umum
pengadaan
tersebut,
kemudian
menyusun
rencana
pelaksanaan pengadaan yang meliputi spesifikasi teknis dan gambar, HPS dan rancangan kontrak. Rencana
pelaksanaan
pengadaan
diserahkan
kepada
ULP/Pejabat pengadaan untuk penyusunan dokumen pengadaan. Selanjutnya ULP/Pejabat pengadaan memilih metode pemilihan penyedia
barang/jasa.
Apabila
metode
pemilihan penyedia
barang/jasa melalui pelelangan, maka setelah menerima rencana pelaksanaan itu ULP/pejabat pengadaan wajib mengumumkan pelaksanaan pengadaan barang/jasa di website K/L/D/I masingmasing dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta menyampaikan ke
LPSE untuk diumumkan dalam portal
pengadaan nasional. Berdasarkan
pengumuman
tersebut,
maka
penyedia
barang/jasa yang berminat dapat mengikuti proses pengadaan
98
dengan mendaftarkan diri kepada ULP/pejabat pengadaan. Pada saat registrasi tersebut, penyedia barang/jasa dapat mengambil dokumen pengadaan. Pada pengadaan secara elektronik, proses pendaftaran dan pengambilan dokumen dapat dilakukan pada portal LPSE secara online. d. Aonwijzing (Penjelasan) Pemberian penjelasan (Aanwijzing) adalah salah satu proses yang harus dilalui dalam pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan oleh kelompok kerja ULP/ pejabat pengadaan yang pelaksanaannya paling cepat 3 hari sejak tanggal pengumuman dengan tujuan untuk memperjelas dokumen pengadaan barang/jasa. e. Pengajuan Penawaran Dalam proses pelelangan, baik umum, sederhana maupun terbatas, penyedia barang/jasa dapat mengajukan penawaran tanpa diskriminasi sebagai wujud nyata dari negosiasi teknis dan harga, oleh sebab itu dalam tahapan pelelangan tidak di butuhkan adanya tahapan negosiasi teknis dan harga secara tersendiri. Sedangkan untuk metode penunjukan langsung, pengadaan langsung atau pemilihan langsung (khusus pekerjaan konsultansi) dapat dilakukan negosiasi teknis dan harga. f. Pembukaan dokumen penawaran Dalam sistem manual, metode pembukaan dokumen penawaran dilaksanakan sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam
99
dokumen pemilihan penyedia barang/jasa. Panitia atau pejabat pengadaan mencatat waktu, tanggal dan tempat penerimaan dokumen penawaran yang diterima melalui pos pada sampul luar penawaran dan memasukkan ke dalam kotak atau tempat pelelangan. g. Penilaian/evaluasi Setelah adanya penawaran, maka langkah berikutnya adalah penilaian terhadap penawaran yang diajukan oleh masingmasing peserta. Penilaian atau evaluasi atas penawaran meliputi penilaian administrasi, teknis dan harga. h. Penetapan pemenang Terhadap penyedia barang/jasa yang akan diusulkan sebagai pemenang dan pemenang cadangan, dilakukan verifikasi terhadap semua data dan informasi yang ada dalam formulir isian kualifikasi dengan meminta rekaman atau asli dokumen yang sah dan apabila diperlukan dilakukan konfirmasi dengan instansi terkait. i. Sanggah/sanggah banding Setelah selesai proses lelang maka para peserta dari pejabat yang tidak ditetapkan sebagai pemenang dapat melakukan sanggahan apabila berkeberatan atas penetapan peme-nang lelang tersebut. Peserta lelang yang mengajukan penawaran dan bukan
100
pemenang diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara tertulis. 2.
Tahap Pelaksanaan Kontrak a. Penyusunan rancangan kontrak PPK menyusun rancangan kontrak pengadaan barang/jasa dengan berpedoman pada standar kontrak pengadaan barang/jasa yang diatur dalam peraturan kepala LKPP Nomor 14 Tahun 2012. b. Penandatanganan kontrak Penandatanganan kontrak merupakan representasi dari akseptasi kontrak secara riil bagi kedua belah pihak. Dengan adanya penandatanganan kontrak oleh kedua belah pihak yang berhak secara hukum untuk melakukan perikatan, maka kontrak telah menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi pihak-pihak yang membuat kontrak, PPK merupakan wakil dari pihak pemerintah dalam kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah sedangkan direksi yang disebutkan namanya dalam akta pendirian/ anggaran dasar, yang telah didaftarkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau Penyedia perorangan. c. Jaminan pelaksanaan Jaminan pelaksanaan merupakan kewajiban bagi penyedia barang/jasa yang bertujuan untuk memberikan keyakinan kepada pengguna
bahwa
penyedia
memiliki
kesungguhan
untuk
melaksanaan kontrak sesuai dengan perjanjian serta bertujuan
101
untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerugian pihak pemerintah selaku pengguna akibat kelalaian penyedia selama proses pelaksanaan pengadaan. d. Pelaksanaan kontrak Pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa dimulai dengan penerbitan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) oleh PPK. Kemudian PPK menerbitkan Surat Pemesanan (SP) selambatlambatnya 14 (empat belas) hari kalender sejak tanggal penandatanganan kontrak. e. Pembayaran uang muka Dalam tahapan pelaksanaan kontrak dibenarkan adanya pembayaran uang muka kerja yang nilai besarannya paling tinggi sesuai dengan yang ditetapkan dalam kontrak. f. Perubahan kegiatan pekerjaan Untuk
kepentingan
pemeriksaan,
PA/KPA
dapat
membentuk Panitia/Pejabat Peneliti Pelaksanaan Kontrak atas usul PPK. Apabila ternyata terdapat perbedaan yang signifikan antara kondisi lokasi pekerjaan pada saat pelaksanaan dengan gambar dan spesifikasi yang ditentukan dalam dokumen kontrak, maka PPK bersama penyedia dapat melakukan perubahan kontrak. g. Laporan hasil pekerjaan
102
Pemeriksaan
pekerjaan
dilakukan selama pelaksanaan
kontrak untuk menetapkan volume pekerjaan atas kegiatan yang telah dilaksanakan guna pembayaran hasil pekerjaan. h. Penilaian progres kegiatan Permasalahan sering dijumpai terkait progres pelaksanaan kegiatan adalah tentang tata cara pengukuran fisik kegiatan tersebut. i. Penghentian dan pemutusan kontrak Penghentian kontrak dapat dilakukan karena pekerjaan sudah selesai atau terjadi keadaan kahar. Dalam hal kontrak dihentikan, maka PPK wajib membayar kepada penyedia sesuai dengan prestasi pekerjaan yang telah dicapai. Pemutusan kontrak dilakukan apabila kebutuhan barang tidak dapat ditunda melebihi batas berakhirnya kontrak, sementara berdasarkan penelitian PPK, penyedia tidak akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan kesempatan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak
masa
menyelesaikan
berakhirnya pekerjaan.
pelaksanaan Setelah
pekerjaan
diberikan
untuk
kesempatan
menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan, penyedia barang/jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan.
103
Dalam hal pemutusan kontrak dilakukan karena kesalahan penyedia, maka: a) jaminan pelaksanaan dicairkan; b) sisa uang muka harus dilunasi oleh penyedia barang/jasa atau jaminan uang muka dicairkan (apabila diberikan); c) penyedia barang/ jasa membayar denda keterlambatan terhadap bagian kontrak yang terlambat diselesaikan, sebagaimana ketentuan dalam kontrak apabila pemutusan kontrak tidak dilakukan terhadap seluruh bagian kontrak; dan d) penyedia barang/ jasa dimasukkan dalam daftar hitam. 3. Tahap Pasca Kontrak a. Penerimaan kontrak Setelah pekerjaan 100% (seratus perseratus) usai maka penyedia mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK untuk penyerahan pekerjaan. Dalam rangka penilaian hasil pekerjaan, PPK menugaskan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan. b. Denda dan ganti rugi Denda merupakan sanksi finansial yang dikenakan kepada Penyedia barang/jasa sedangkan ganti rugi merupakan sanksi finansial yang dikenakan kepada PPK, karena terjadinya cidera janji/wanprestasiyang tercantum dalam kontrak. c. Keadaan Kahar Apabila
terjadi
keadaan
kahar,
maka
penyedia
memberitahukan kepada PPK paling lambat (empat belas) hari
104
kalender sejak terjadinya udaan kahar, dengan menyertakan pernyataan d. Perpanjangan waktu pelaksanaan pekerjaan Untuk perpanjangan waktu pelaksanaan pekerjaan maka penyedia mengajukan usulan tertulis. Terhadap usulan tersebut selanjutnya maka PPK dapat menugaskan panitia/ pejabat peneliti pelaksanaan kontrak untuk meneliti kelayakan usaha perpanjangan waktu pelaksanaan. Persetujuan perpanjangan waktu pelaksanaan I dituangkan dalam adendum kontrak. Jenis Pengadaan Barang/jasa Di ULP Kota Denpasar : Jenis Pengadaan
Tahun 2014
Konstruksi Barang Konsultansi Jasa Lainnya Jumlah Sumber dari : ULP Kota Denpasar
111 74 41 14 240
s.d Maret 2015 41 13 12 1 67
Dari data tersebut diatas maka proses pemilihan penyedia melalui pelelangan yang dilakukan oleh ULP Kota Denpasar paling banyak adalah pekerjaan konstruksi. Pada ULP Kota Denpasar hanya melakukan proses pemilihan penyedia melalui sistem lelang, sedangkan sistem lainnya dilakukan oleh pejabat pengadaan pada masing-masing instansi. Berdasarkan Wawancara dengan Bapak I Ketut Suastina, S.IP, M.Kes sebagai Kepala Unit Layanan Pengadaan Kota Denpasar, bahwa sepanjang tahun 2014 kegiatan pengadaan yang paling banyak dilakukan adalah lelang pekerjaan konstruksi bagunan yang diajukan oleh SKPD Dinas Pekerjaan umum. Dalam proses pelalangan
105
yang dilakukan tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kegagalam dalam pelelangan. Jumlah Pelelangan yang sempat gagal bisa dilanjutkan terdiri dari pekerjaan konstruksi sebanyak 34 paket, pengadaan barang sebanyak 10 paket, jasa konsultansi sebanyak 7 paket dan jasa lainnya sebesar 6 paket. Sedangkan jumlah pelelangan yang gagal dan dibatalkan yaitu pengadaan konstruksi sebanyak 1 dan pengadaan barang sebanyak 14 paket. Kendala dihadapi ULP Kota Denpasar dalam proses pelelangan yang dapat menyebabkan kegagalan adalah paket yang terlambat masuk ULP dan sedikitnya penyedia yang dapat memenuhi spesifikasi yang ditawarkan, sehingga terjadi gagal lelang. (Wawancara pada Selasa, 21 April 2015). Jenis Pengadaan Barang/jasa Di ULP Kabupaten Badung : Jenis Pengadaan
Tahun 2014
Konstruksi Barang Konsultansi Jasa Lainnya Jumlah Sumber dari : ULP Kabupaten Badung
300 113 88 27 518
s.d Maret 2015 215 72 67 18 372
Berdasarkan data tersebut maka jenis pengadaan yang paling banyak dilakukan di Kabupaten Badung adalah pekerjaan konstruksi. Perbedaan antara ULP kota Denpasar dengan Kabupaten badung, dalam struktur organisasi kedudukan ULP Kabupaten Badung menempel pada bagian Administrasi Pembangunan Sekretariat Kabupaten Badung, sedangkan ULP Kota Denpasar kedudukan ULP sudah berdiri sendiri dan terpisah dari bagian instansi lainnya. Berdasarkan wawancara dengan Bapak A.A Ngurah Bayu Kumara Putra, S.T., M.T. sebagai sekretaris Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Badung, bahwa
106
sepanjang tahun 2014 kegiatan pengadaan yang paling banyak dilakukan adalah lelang pekerjaan konstruksi yang diajukan oleh Dinas Bina Marga dan Pengairan. Metode pemilihan penyedia secara lelang saja yang dilakukan pada ULP Kabupaten Badung, untuk metode selain lelang diadakan di instansi masing-masing. Dalam kegiatan pengadaan tidak terlepas dari suatu permasalah baik dalam proses secara teknis, pra kontrak, kontrak sampai dengan selesainya pekerjaan. Permasalahan yang muncul dalam kegiatan pengadaan tetap melibatkan ULP dalam penyelesaiannya. (Wawancara pada Senin, 11 Mei 2015). Jenis Pengadaan Barang/jasa Di ULP RSUP Sanglah Denpasar : Jenis Pengadaan Konstruksi Barang Konsultansi Jasa Lainnya Jumlah
Tahun 2014
s.d Maret 2015
2 3082 3 28 3115
2 368 1 3 374
Sumber dari : ULP RSUP Sanglah Denpasar
Dari data tersebut diatas maka pengadaan yang paling banyak di lakukan oleh RSUP Sanglah Denpasar adalah pengadaan barang. Pada RSUP Sanglah Denpasar, untuk kegiatan pengadaan barang di bagi kedalam tiga kelompok yaitu : pengadaan barang medis, barang non medis dan barang farmasi. Hal ini dilakukan karena pengadaan barang yang dilakukan di rumah sakit memiliki lingkup yang banyak. Dari hasil wawancara dengan Bapak Nym. Oka Tri Suparsono, S.Sos.M.Si selaku kepala ULP RSUP Sanglah Denpasar bahwa bentuk pengadaan yang saat ini sedang dilakukan adalah
107
barang, jasa konsultasi dan jasa lainnya. Namun yang paling banyak dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar adalah pengadaan barang dan jasa lainnya. Pengadaan barang seperti pengadaan obat-obatan dan alat kesehatan sedangkan untuk jasa lainnya seperti pemerliharaan dan perbaikan AC. ULP pada RSUP Sanglah merupakan unit yang langsung bertanggung jawab dengan Direktur Utama. Untuk metode pemelihan penyedia, RSUP Sanglah berbeda dengan ULP pada instansi pemerintah lainnya. Jika instansi pemerintah lainnya hanya mengerjakan metode pemilihan secara lelang hal ini berbeda dengan RSUP Sanglah yang melaksanakan metode pemilihan seluruhnya sesuai dengan ketentuan Perpres yaitu pelelangan umum, pelelangan terbatas, pelelangan sederhana, penunjukan langsung, pengadaan langsung dan kontes. Saat ini di RSUP Sanglah paling banyak menggunakan metode pemilihan melalui pengadaan langsung dan lelang, namun tetap memperhatikan syaratsyarat sesuai yang ditentuan oleh Perpres yang salah satunya adalah tentang nilai pekerjaannya. Untuk jenis kontrak yang paling sering digunakan dalam kegiatan pengadaan barang/jasa di rumah sakit ini adalah lump sum dan juga harga satuan. Penyelenggaraan pengadaan barang/jasa mendapat kendala terutama berkaitan dengan kesulitan dalam penyusunan harga perkiraan sendiri (yang selanjutnya disebut dengan HPS). HPS tersusun apabila sudah ada spesifikasi. Penyusunan spesifikasi sangat sulit untuk disusun sesaui dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila ada kriteria yang harus diikuti berdasarkan peraturan yang ada maka akan menimbulkan kesulitan dalam penyusunan spesifikasi karena tidak boleh mengarah pada merek
108
tertentu, selain itu terjadi perbedaan pemahaman tentang spesifikasi yang tidak sama karena ada yang menyatakan spesifikasi yang dibutuhkan sebagai fungsi atau kebutuhan. Adanya kendala dalam penetapan HPS dan spesifikasi sehingga mempengaruhi waktu pelaksanaan. (Wawancara pada Sabtu, 23 Mei 2015). 3.2 Konsekuensi
Yuridis
Wanprestasi
Dalam
Kontrak
Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah Dalam kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan salah satu subyek dari hukum perdata. Sebagai subjek hukum perdata pemerintah dapat mengikatkan dirinya dengan penyedia barang/jasa. Dalam konteks pengadaan barang barang/jasa, pemerintah akan membingkai hubungan hukum dengan penyedia dalam sebuah kontrak pengadaan barang atau kontrak pengadaan jasa. Dengan kata lain pemerintah menjadi salah satu pihak dalam sebuah kontrak. Kedudukan pemerintah dalam pergaulan hukum keperdataan tidak berbeda dengan subjek hukum privat lainnya, yakni orang maupun badan hukum, sebagai subjek hukum perdata pemerintah dapat mengikatkan dirinya dengan penyedia barang/jasa. Hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, sampai kepada prosedur pelaksanaannya harus diatur secara jelas dan dituangkan dalam bentuk kontrak. Dalam suatu perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak, ada dikatakan melakukan wanprestasi. Pada dasarnya seseorang dianggap wanprestasi
apabila
tidak
melaksanakan
apa
yang
diperjanjikan;
109
melaksanakan yang diperjanjikan tapi tidak sebagaimana mestinya; melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi terlambat; atau melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Konsekuensi yuridis bagi pihak yang melakukan wanprestasi adalah adanya tuntutan dari pihak yang dirugikan terhadap pemenuhan perjanjian, pembatalan perjanjian atau pengenaan denda/meminta ganti kerugian pada pihak yang melakukan wanprestasi. Ganti kerugiannya bisa meliputi biaya yang nyata-nyata telah dikeluarkan, kerugian yang timbul sebagai akibat adanya wanprestasi tersebut, serta bunga atau denda sebagaimana disebutkan dalam klausul kontrak. Dalam kegiatan pengadaan barang/jasa dengan tidak dipenuhi kewajiban salah satunya karena wanprestasi maka konsekuensi yuridis berdasarkan Pasal 120 Perpres No. 4 Tahun 2015 adalah diberikan denda yang merupakan sanksi finansial yang dikenakan kepada Penyedia barang/jasa sedangkan ganti rugi merupakan sanksi finansial yang dikenakan kepada PPK, karena terjadinya cidera janji/wanprestasiyang tercantum dalam kontrak. Besarnya denda kepada penyedia atas keterlambatan penyelesaian pekerjaan adalah sebesar 1/1000 (satu perseribu) dari harga bagian kontrak yang tercantum dalam kontrak dan belum dikerjakan, apabila bagian pekerjaan dimaksud sudah dilaksanakan dan dapat berfungsi; atau sebesar 1/1000 (satu perseribu) dari harga kontrak, apabila bagian barang yang sudah dilaksanakan belum berfungsi.
110
Pemberian sanksi tersebut sesuai dengan asas-asas perjanjian umum yang menjadi dasar kontrak pengadaan yang para pihak sepakati. Asas Pacta sunt servanda menyatakan bahwa terhadap suatu kontrak yang dibuat secara sah dan sesuai hukum yang berlaku, serta sesuai pula dengan kebiasaan dan kelayakan, sehingga diasumsi sebagai kontrak yang dibuat dengan iktikad baik, maka klausula-klausula dalam kontrak seperti itu mengikat para pihak yang membuatnya, di mana kekuatan mengikatnya setara dengan kekuatan mengikatnya sebuah undang-undang, dan karenanya pula pelaksanaan kontrak seperti itu tidak boleh baik merugikan pihak lawan dalam kontrak maupun merugikan pihak ketiga di luar para pihak dalam kontrak tersebut.7 Dalam hal ini bahwa kontrak pengadaan yang telah disepakati akan menjadi undang-undang bagi kedua pihak yang isisnya tidak merugikan para pihak. Selain itu kontrak pengadaan juga harus dibuat dengan itikad baik. Kesepakatan dalam kontrak yang diwujudkan secara lisan maupun tertulis dengan penandatanganan kontrak oleh para pihak harus dilaksanakan dengan asas itikad baik. Dengan itikad baik maka apabila salah satu pihak melakukan perbuatan yang melanggar dari apa yang telah disepakati maka dengan itikad baiknya pihak tersebut harus bertanggung jawab dan menanggung segala konsekuensi sesuai dengan apa yang telah disepakati, seperti tentang ganti kerugian. Ganti kerugian merupakan salah satu asas yang dimuat dalam kontrak pengadaan, karena dalam kontrak yang telah disepakati tidak
7
Munir Fuady, op.cit, h.211.
111
menutup kemungkinan untuk terjadi perbuatan wanpretasi. Ganti kerugian memberikan hak kepada setiap pihak yang dirugikan untuk menuntut ganti rugi atas tidak dipenuhinya atau dilanggarnya atau diabaikannya suatu ketentuan dalam kontrak oleh pihak lain.8 Dalam hal terjadinya wanprestasi, apabila para pihak tidak menemukan kesepakatan dalam penjatuhan sanksi bagi pihak yang lalai, maka dapat menempuh upaya penyelesaian sengketa melalui mekanisme non litigasi maupun litigasi sesuai dengan kesepakatan para pihak. Terhadap konsekuensi yuridis dari wanpestasi dalam kontrak pengadaan, maka akan dikaji melalui theories of contractual obligation atau teori kontrak yang berkaitan dengan kewajiban para pihak. Theories of contractual obligation merupakan teori yang mengkaji dan menganalisis tentang pelaksanaan hak dan kewajiban kontraktual para pihak. Menurut Randy E. Barett sebagaimana dikutip oleh H. Salim, & Erlies Septiana Nurbani dinyatakan bahwa Theories of contractual obligatio, terutama padaa Party base theories merupakan teori yang didasarkan pada perlindungan hukum para pihak yang melaksanakan hak dan kewajiban. 9 Berdasarkan teori ini, kontrak pengadaan harus mencapai kesepakatan tentang hak dan kewajiban
yang
akan
dituangkan
dalam
kontrak,
sehingga
dalam
pelaksanaanya para pihak harus memberikan perlindungan hukum terhadap hak dan kewajiban sejak penandatangan kontrak. Dengan ditandatanginya
8
Ibid, h.106
9
Ibid,h.241
112
kontrak tersebut, maka kontrak akan mengikat dan menjadi undang-undang bagi para pihak yang akan memberikan akibat hukum bagi kedua belah pihak yang bilamana salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban ataupun tidak mendapatkan hak sesuai dengan yang diperjanjikan maka pihak tersbeut dapat mengajukan tututan atas kerugian yang dideritanya . Pada teori selanjutnya yaitu Process-based theories, teori ini fokus pada prosedur atau proses dalam penyusunan dan substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, serta menilai apakah hak dan kewajiban yang dibuat oleh para pihak telah sesuai dengan prosedur yang ada.10 Dalam kontrak pengadaan penyusunan dan susbtansi kontrak telah mempertimbangkan hak dan kewajiban para pihak, namun dalam pelaksanaan kontraknya sering salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan prosedur yang ada. Hal ini yang menjadi salah satu terjadinya sengketa dalam kontrak pengadaan. 3.3 Penyelesaian Sengketa Wanprestasi Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Antara Pemerintah Dengan Penyedia Barang/Jasa Dalam perjanjian wajib untuk mencantumkan klasula penyelesaian sengketa yang juga merupakan salah satu asas hukum kontrak yang mengarah pada substansi hukum kontrak . Sebagai suatu asas disebutkan bahwa menghendaki setiap kontrak tertulis mencantumkan secara tegas bentuk dan mekanisme hukum penyelesaian sengketa hukum kontrak di antara para pihak yang membuat kontrak tersebut. Ketentuan tersebut juga berlaku dalam
10
Ibid.
113
kontrak pengadaan yang dilakukan oleh pemerintah dengan penyedia barang/jasa. Dalam hal terjadinya wanprestasi oleh penyedia barang/jasa dalam kontrak pengadan seperti keterlambatan penyelesaian pekerjaan dari jangka waktu yang telah ditetapkan, apabila menimbulkan perselisihan diantara para pihak maka berdasarkan Pasal 94 ayat (1) Perpres No. 4 Tahun 2015 bahwa dalam hal terjadi perselisihan antara para pihak dengan penyedia barang/jasa pemerintah, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan perselisihan tersebut melalu musyawarah untuk mufakat. Selanjutnya dalam ayat (2) dinyatakan bahwa dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian perselisihan tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase, alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Merujuk pada ketentuan pasal tersebut maka para pihak yang bersengketa yang tidak mencapai kesepakatan melalui musyawarah dapat melalui penyelesaian non litigasi maupun litigasi. Alternative dispute resolution an umbrella term which refers generally to alternatives to court adjudication of disputes such as negotiation, mediation, arbitration, mini trial, and summary just trial.11Hal ini berarti bahwa alternatif penyelesaian sengketa merupakan istilah umum yang mengacu pada alternatif melalui pengadilan ajudikasi sengketa seperti negosiasi, mediasi, arbitrase, peradilan mini, dan peradilan yang singkat. 11
Jacoqueline M Nolan-Haley, 1992, Alternative Dispute Resolution, West Publishing Co, America, h.1.
114
Alternatif penyelesaian sengketa yang biasa disebut penyelesaian sengketa non litigasi dengan merupakan bentuk penyelesaian sengketa selain proses peradilan, baik yang berdasarkan pendekatan konsensus maupun yang tidak berdasarkan konsensus. Adapun yang merupakan pendekatan konsensus adalah penyelesaian melalui negosiasi, mediasi dan konsiliasi, sedangkan untuk pendekatan tidak berdasarkan konsensus adalah arbitrase. 12 Berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 mengatur tentang bentuk dan mekanisme hukum penyelesaian sengketa diluar pengadilan baik melalui konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli serta melalui arbitrase. Begitu pula dalam kontrak pengadaan barang/jasa maka penyelesaian ADR yang dapat ditempuh adalah :13 1. Negosiasi sebagai lembaga penyelesaian sengketa alternatif adalah suatu proses yang berlangsung secara sukrela antara pihak-pihak yang sedang bersengketa atau beda pendapat, dimana mereka saling bertatap muka untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri tanpa bantuan pihak lain; 2. Konsultasi adalah pertemuan dua pihak atau lebih untuk membahas atau meminta pertimbangan atas masalah atau sengketa atau beda pendapat yang sedang dihadapi, untuk dapat dicarikan penyelesaiannya secara bersama;
12
I Ketut Artadi & I Dewa Nyoman Rai Asmara, 2014, Implementasi Ketentuanketentuan Hukum Perjanjian Kedalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Denpasar, h. 3. 13
Artadi, h.11
115
3. Mediasi adalah bentuk penyelesaian alternatif dengan bantuan pihak ketiga yang netral dan tidak memihak, serta tidak sebagai pengambil keputusan; 4. Konsiliasi adalah penyelesaian sengketa dengan mempertemukan para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihannya; 5. Pendapat ahli hampir sama dengan konsultasi, namun pendapat ahli pihak konsultan memberikan pendapatnya secara rinci terhadap sengketa yang dimintakan konsultasi, yang dipakai untuk menyelesaikan sengketa. 6. Arbitrase merupakan peradilan yang dipilih dan ditentukan sendiri secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersengketa berdasarkan perjanjian arbitrase.
Jika dikaitkan dengan UU No. 30 Tahun 1999, salah satu ADR yang dapat ditempuh oleh para pihak dalam hal terjadi perselisihan pada kontrak pengadaan barang/jasa melalui mekanisme konsultasi. Konsultasi dipilih berdasarkan kesepakatan para pihak, dengan menunjuk pihak yang memiliki keahlian dalam permasalahan yang dihadapi. Dalam pengadaan barang/jasa pemerintah salah satu pihak yang dapat dimintai pendapat hukumnya dalam penyelesaian secara konsultasi adalah LKPP. Dalam hal proses penyelesaian sengketa secara ADR tidak mencapai suatu hasil yang memuaskan kedua belah pihak, maka dapat menempuh upaya penyelesaian sengketa melalui litigasi. Melalui jalur litigasi maka penyelesaian
116
sengketa melalui proses beracara melalui badan peradilan. Sistem peradilan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam Pasal 25 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman terdapat empat lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Apabila penyelesaian sengketa wanprestasi melalui ADR tidak mencapai kesepakatan akan menempuh upaya litigasi. Pada proses peradilan maka yang diberikan kewenangan untuk mengadili adalah Pengadilan Umum, karena pada dasarnya kontrak pengadaan merupakan ranah dalam hukum privat sehingga harus tunduk pada ketentuan hukum perdata sehingga peradilan umum memiliki kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara wanprestasi. Proses pengajuan gugatan diawali dengan pendaftaran gugatan oleh penggugat ke Pengadilan Negeri yang berwenang, gugatan yang didaftarkan kemudian akan dilimpahkan kepada Ketua Pengadilan negeri dan majelis hakim yang ditunjuk akan menentukan hari serta tanggal sidang
dan
memerintahkan pemanggilan para pihak. Pada sidang I, apabila kedua belah yang bersengketa hadir maka akan ditempuh proses mediasi terlebih dahulu yang difasilitasi oleh seorang mediator yang terdaftar di Pengadilan Negeri dalam jangka waktu tertentu. Apabila dalam jangka waktu yang ditentukan para pihak tidak mencapai kesepakatan dalam mediasi, maka para pihak akan kembali dalam proses persidangan dan akan dilanjutkan dengan proses jawab
117
menjawab. Jawab menjawab akan diawali dengan pembacaan gugatan oleh Penggugat, kemudia dilanjutkan dengan Jawaban Tergugat. Untuk jawaban tergugat akan disanggah dengan Replik dari Penggugat, yang kemudia dibantah dengan Duplik dari Tergugat. Tahap berikut yang akan dilakukan adalah pembuktian, yang pada tahap ini para pihak diberikan kesempatan untuk mengajukan alat bukti masing-masing untuk memperkuat dalil-dalil mereka baik dengan bukti tertulis maupun keterangan saksi. Setelah semua alat bukti diajukan dan diperiksa maka Hakim akan menutup proses pembuktian dan mempersilakan para pihak menyusun kesimpulan yang memperkuat dalil-dalil mereka
berdasarkan
pembuktian.
Setelah
para
pihak
menyampaikan
kesimpulannya, majelis Hakim akan menjatuhkan putusannya. Apabila terdapat pihak yang keberatan terhadap putusan tersebut dapat melakukan upaya hukum. Dan apabila para pihak menerima putusan yang dijatuhkan oleh hakim maka putusan tersebut memiliki kekuatan hukum yang tetap. Dalam kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah meliputi tiga ranah hukum yaitu hukum administrasi negara, hukum perdata dan hukum pidana. Kegiatan pengadaan barang/jasa yang berada dalam ranah hukum administrasi negara adalah pada proses pelelangan sampai dengan penetapan pemenang lelang/seleksi. Dalam proses pelelangan/seleksi ini apabila tidak ada kepuasan dari penyedia dapat disampaikan di penjelasan lelang, di sanggahan, sanggahan banding, pengaduan ke APIP (aparat pengawasan intern pemeritah) atau SPI
118
(satuan pengawasan internal) dan yang paling tinggi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).14 Untuk kegiatan pengadaan yang berada dalam ranah hukum perdata terkait dengan proses kontrak pengadaan sampai dengan pekerjaan selesai. Permasalahan dalam ranah perdata timbul apabila dalam masa kontrak ada kurang prestasi pekerjaan atau terlambat menyelesaikan prestasi maka mendapat sanksi hukumannya dapat berupa kewajiban memenuhi prestasi (kewajibannya), denda, ganti kerugian dan kompensasi.15 Untuk kegiatan pengadaan yang berada dalam ranah hukum pidana adalah dari awal proses pengadaan sampai dengan berakhirnya pengadaan yang pada akhirnya menimbulkan kerugian negara dengan dengan sengaja melakukan tindakan yang berupa tindakan pidana seperti pemalsuan barang/jasa, mark up, fiktif, menerima komisi, maupun pembayaran disengaja tidak sesuai dengan kenyataan prestasi. Tindakan yang terbukti mengandung unsur kerugian yang disengaja dan tindakan pidana maka akan diproses sesuai dengan ketentuan hukum pidana.16 Berdasarkan teori konflik dari cara-cara atau strategi untuk mengakhiri atau menyelesaikan konflik yang terjadi dalam masyarakat. Teori ini dikembangkan oleh Dean G. Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin, maka strategi penyelesaian sengketa/konflik yang tepat dalam penyelesaian perselisihan
14
Mudjisantosa, 2013, Memahami Spesifikasi, HPS dan Kerugian Negara, CV Primaprint, Jakarta, h.160. 15
Ibid, h.162
16
Ibid.
119
terkait wanprestasi dalam pengadaan barang/jasa adalah Problem solving (pemecahan masalah) yaitu mencari alternatif. Berdasarkan teori tersebut, secara problem solving para pihak yang bersengketa akan mencari alternatif penyelesaian untuk memuaskan keinginan kedua belah pihak.
17
Teori ini
mengarah pada penyelesaian sengketa secara non litigasi, yang menekankan bahwa kepentingan kedua belah pihak yang bersengketa yang diutama dengan kedua belah pihak memiliki kedudukan yang seimbang, yang tentu berbeda dari proses secara litigasi. Namun tidak dapat dihindari bahwa apabila kedua belah pihak tidak dapat mencapai keinginan mereka maka mereka akan menempuh jalur litigasi. Dikaji dari Autonomy of Contract Theory, teori yang difokuskan pada pendekatan keadilan para pihak dalam suatu sengketa yang berkaitan dengan kontrak. Menurut Andrew S. Gold sebagaimana dikutip oleh H. Salim, & Erlies Septiana Nurbani, teori ini salah satunya terdiri dari :18 a) promissory theories merupakan teori yang menjelaskan tentang mengikatnya kontrak karena adanya persetujuan para pihak. Persetujuan yang merupakan hal dasar dalam melaksanakan hak dan kewajiban para pihak. Dalam perjanjian pengadaan barang/jasa antara pemerintah dengan pihak penyedia bersedia mengikatkan dirinya dengan mengatur hak dan kewajiban masing-masing yang dituangkan dalam kontrak pengadaan.
17
H. Salim, Op.cit, h. 95.
18
Ibid, h.246.
120
Dengan kesediaan mengikatkan diri melalui penandatanganan kedua belah pihak, maka perjanjian tersebut memiliki konsekuensi secara yuridis bagi masing-masing pihak. Dalam hal para pihak lalai untuk melaksanakan kewajibannya, maka pihak tersebut harus memberikan ganti kerugian/pemenuhan denda sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan keadilan bagi pihak yang
merasa dirugikan. Dalam perselisihan yang terjadi,
menurut teori ini nilai keadilan harus tetap bagi para pihak dengan berpedoman pada kontrak yang telah disepakati, karena atas kontrak tersebut para pihak telah melakukan persetujuan dengan mengikatkan dirinya dalam hubungan kontrak. b) transfer theories merupakan teori yang menganalisis tentang pelaksanaan kontrak, karena promisse
telah memperoleh hak-hak dari penawar, yang
berarti bahwa promisse harus memindahkan atau melaksanaan kewajiban kontrakualnya. Dalam kontrak pengadaan, berdasarkan teori ini bahwa dalam pelaksanaanya si pemberi kerja telah memenuhi hak-hak pihak penyedia, tentunya penyedia wajib untuk melaksanakan kewejibannya yang telah disepakati sesuai dengan kontrak. Dalam pelaksanaan kontrak pengadaan yang telah disepakati sering tidak berjalan sesuai dengan yang disepakati. Terhadap hal tersebut bagi pihak yang dirugikan dapat menutut ganti kerugian dan pihak yang
121
diminta
wajib
untuk
mengganti
kerugian
untuk
mengakhiri
permasalahan yang terjadi dan memberikan rasa adil bagi para pihak. Berdasarkan wawancara dengan Ibu Luh Putu Ratnawati, S.H., M.Si, sebagai Kepala Seksi Rekreasi dan Hiburan Umum Bidang Obyek Daya Tarik Wisata Dinas Pariwisata Kabupaten Badung bahwa pada jenis pengadaan yang banyak dilakukan pada Dinas Pariwisata Kabupaten Badung adalah pengadaan barang. Dinas Pariwisata Badung berakaitan dengan obyek-obyek wisata yang ada di daerah Badung yang merupakan obyek wisata utama di Provinsi Bali, maka harus dijaga dan dilakukan perawatan terhadap obyek-obyek tersebut dengan menyediakan sarana dan prasarana yang memadai melalui kegiatan pengadaan. Dalam kegiatan pengadaanya dimungkinkan menggunakan model kontrak harga satuan karena dalam pemenuhan sarana dan prasarana kegiatan pariwisata dimungkinakan adanya pekerjaan tambahan ataupun pengurangan dalam pengerjaannya oleh pihak penyedia berdasarkan hasil pengukuran bersama atas pekerjaan yang diperlukan. Selama ini salah satu permasalahan yang timbul dalam penyelenggaraan pengadaan barang/jasa terutama berkaitan dengan pelaksanaan kontraknya adalah waktu pelaksanaan kontrak karena pelaksanaan kontrak terikat dengan tahun anggaran daerah yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan kegiatan pengadaan di Dinas Pariwisata Kabupaten Badung selama ini belum menghadapi kendala ataupun pelanggaran oleh pihak penyedia. Namun apabila penyedia melakukan pelanggaran terhadap kontrak yang telah disepakati dengan PPK, maka berdasarkan klausa kontrak pihak PPK dengan pihak penyedia menempuh jalur musyawarah, yang
122
apabila melalui musyawarah tidak mencapai kesepakatan dapat ditempuh melalui penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Melalui penyelesaian sengketa diluar pengadilan dapat berupa mediasi, konsultasi ataupun arbitrase. Dalam proses tidak juga mencapai kesepakatan maka dapat menempuh jalur pengadilan sebagai upaya terakhir. Namun pada kenyataannya pihak penyedia jarang memilih jalur tersebut karena proses pengadilan yang dianggap terlalu lama dan berbelit-belit membutuhkan waktu lama dan biaya yang cukup besar. Selain itu nama baik perusahaan penyedia tersebut juga dapat dipertaruhkan. (Wawancara pada Rabu, 13 Mei 2015). Menurut Bapak I Komang Sriawan, SE sebagai PPK pada Dinas Perhubungan Kota Denpasar, untuk jenis pengadaan yang sering dilakukan adalah pengadaan barang seperti pembelian tanda rambu-rambu jalan. Untuk pengadaan jasa konsultasi dilaksanakan dalam hal kegiatan pengerjaan konstruksi seperti dalam pengembangan fasilitas terminal barang. Untuk metode pemilihan penyedia yang biasanya digunakan tergantung dari nilai pekerjaan, namun apabila pekerjaan yang memiliki nilai yang besar dan kompleks menggunakan metode lelang. Proses lelang untuk Instansi Pemerintah yang berada di Kota Denpasar dilakukan oleh ULP Kota Denpasar dan setelah proses secara teknis usai sampai ditetapkan pemenang lelang maka pekerjaan dilanjutkan ke instansi masing-masing yang mengajukan yang diserahkan melalui PPK untuk ditetapkan kontrak yang dalam hal ini berbentuk Surat Perjanjian Kerja (SPK). Dalam pelaksanaanya, permasalahan yang sering timbul dalam penyelenggaraan pengadaan di Dinas Perhubungan Kota
123
Denpasar terutama berkaitan dengan pelaksanaan kontraknya adalah dalam hal waktu penyelesaian pekerjaan. Ada beberapa kendala yang dihadapi oleh pihak penyedia dalam pengerjaan pekerjaan yang diberikan oleh pemerintah sehingga mempengaruhi terhadap jangka waktu penyelesaian pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak yang telah disepakati. Sesuai dengan ketentuan dalam kontrak yang telah disepakati kedua belah pihak terhadap permasalahan tersebut maka antara pihak PPK bersama-sama dengan pihak penyedia melakukan musyawarah untuk penyelesaian permasalahan tersebut. Dalam musyawarah yang ditelah disepakati PPK memutuskan untuk melakukan pemutusan kontrak dengan pihak penyedia untuk menghindari kerugian negara dan juga pihak penyedia dianggap sudah tidak mampu lagi melaksanakan kewajibannya. Sehingga berdasarkan kontrak yang telah disepakati, pihak penyedia berkewajiban untuk membayar denda beserta mencaikan jaminan pelaksanaannya. Apabila tidak menemukan kesepakatan dalam proses musyawarah, maka upaya penyelesaian yang akan ditempuh melalui mediasi ataupun konsultasi dengan pihak ketiga yang akan menengahi antara penyedia dengan PKK sebagai wakil dari pemerintah. Namun apabila melalui mediasi atau konsultasi tidak juga memcapai kesepakatan maka akan melalui pengadilan. (Wawancara pada Rabu, 13 Mei 2015). Berdasarkan wawancara dengan Bapak I Nengah Sumerta, S.H.,M.H. sebagai PPK RSUP Sanglah Dnepasar bahwa jenis kontrak yang banyak digunakan oleh RSUP Sanglah Denpasar adalah lump sum dan harga satuan. Untuk kontrak lump sum biasa digunakan pada jenis pekerjaan yang sudah
124
tetap volumenya, sedangkan kontrak harga satuan digunakan pada barang yang belum dapat ditentukan volumenya tetapi harganya sudah pasti namun tidak boleh belanja melebihi 10 % dari nilai kontrak, contohnya adalah pengadaan makanan. Permasalahan yang sering timbul dalam penyelenggaraan pengadaan barang/jasa terutama berkaitan dengan pelaksanaan kontraknya, salah satunya tentang keterlambatan pemenuhan pekerjaan dan barang yang diadakan tidak memenuhi kualitas yang dimuat dalam dokumen kontrak. Pelanggaran oleh pihak penyedia pada pekerjaan yang diberikan oleh RSUP Sanglah pernah terjadi seperti keterlambatan penyelesaian pekerjaan dan juga keterlambatan sampainya barang. Untuk keterlambatan penyelesaian pekerjaan, pihak PPK dengan penyedia biasanya melakukan musyawarah dan diberikan tegang waktu lagi, sedangkan untuk keterlambatan sampainya barang dikenakan sanksi 1/1000 dari nilai keseluruhan kontrak (apabila kontrak lump sum), 1/1000 dari sisa nilai pekerjaan yang belum selesai bila merupakan kontrak harga satuan. Upaya penyelesaian terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pihak penyedia sesuai dengan kesepakatan pada kontrak antara PPK dengan penyedia barang/jasa bisa berupa penjatuhan denda sampai pada proses hukum lainnya. Selama ini jika terjadi permasalahan dilakukan penyelesaian secara musyawarah mufakat terlebih dahulu, namun apabila tidak menemukan kesepakatan para pihak menempuh jalur ADR dan yang terakhir ditempuh melalui Pengadilan Negeri Denpasar sesuai dengan yang ditetapkan dalam perjanjian. (Wawancara pada Rabu, 27 Mei 2015).