UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Ekstrak n-Heksana Lumut Hati Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
MUHAMMAD MUWAFFAQ ZAKI NIM : 109102000054
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA 2013
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Ekstrak n-Heksana Lumut Hati Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
MUHAMMAD MUWAFFAQ ZAKI NIM : 109102000054
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA 2013 ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
: Muhammad Muwaffaq Zaki
NIM
: 109102000054
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 26 September 2013
iii
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
NAMA
: MUHAMMAD MUWAFFAQ ZAKI
NIM
: 109102000054
JUDUL SKRIPSI
: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI EKSTRAK N-HEKSANA LUMUT HATI Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees
Menyetujui:
Pembimbing I
Pembimbing II
Ismiarni Komala, M.Sc, Ph.D, Apt NIP. 197806302006042001
Supandi, M.Si, Apt NIP.
Mengetahui, Ketua Program Studi Farmasi
Drs. Umar Mansur, M.Sc, Apt
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Muhammad Muwaffaq Zaki NIM : 109102000054 Program Studi : Farmasi Judul Skripsi : Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Ekstrak N-Heksana Lumut Hati Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
DEWAN PENGUJI :
Pembimbing I
: Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt
(
)
Pembimbing II
: Supandi, M.Si., Apt
(
)
Penguji I
: Puteri Amelia, M.Farm., Apt
(
)
Penguji II
: Prof. Dr. Atiek Soemiati, M.Si., Apt
(
)
Ditetapkan di
: Ciputat,
Tanggal
: 26 September 2013
v
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul Skripsi
: Muhammad Muwaffaq Zaki : Farmasi : Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Ekstrak n-Heksana Lumut Hati Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees
Lumut hati dibedakan dari kelas-kelas tumbuhan lumut lainnya karena adanya minyak tubuh (oil bodies), yang mampu mensintesis senyawa larut lemak seperti asetogenin, terpenoid dan senyawa aromatik. Kandungan kimia dari lumut hati ini mempunyai aktivitas biologis seperti antimikroba, sitotoksik, antioksidan, sebagai inhibitor enzim serta dapat merangsang apoptosis. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan isolasi dan mengidentifikasi struktur senyawa kimia dari ekstrak n-heksana tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees. Isolasi senyawa metabolit sekunder dilakukan dengan teknik kromatografi kolom dan rekristalisasi. Senyawa hasil isolasi dilakukan identifikasi dengan spektrometri resonansi magnet inti proton (1H-NMR). Dari hasil kromatografi kolom didapatkan satu senyawa yang berhasil diisolasi yaitu senyawa 5-B, berdasarkan data 1H-NMR memiliki kemiripan dengan pola senyawa sesquiterpenoid herbertene.
Kata Kunci
: Lumut hati, terpenoid, isolasi, sesquiterpenoid herbertene.
vi
ABSTRACT
Name Program Study Title
: Muhammad Muwaffaq Zaki : Pharmacy : Isolation of Secondary Metabolites Compound from n-Hexane Extract Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees
Liverworts are distinguished from the other classes of the bryophytes by the characteristic cellular oil bodies, which are synthesize and sequester a vast array of ethereal lipophilic acetogenins, terpenoids and aromatic compounds. Several of chemical constituents of liverwort show interesting biological activities, such as antimicrobial, cytotoxic, antioxidant, some enzyme inhibitory and apoptosis inducing activities. This research was intended to isolate and identify the chemical structure of the n-hexane extracts of Mastigophora diclados (ex Brid. Web.) Nees. Isolation of secondary metabolites conducted through the column chromatography and recrystallization technique. The isolated compounds were identified by the proton nuclear magnetic resonance spectrometry (1H-NMR). The results of column chromatography were 5-B compound that can be isolated, based on data from 1HNMR has similarities with the pattern of sesquiterpenoid herbertene compounds.
Keywords
: Liverwort, terpenoid, isolation, sesquiterpenoid herbertene.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sejak masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi kami untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Bapak Prof. DR. (hc) dr. M.K Tadjudin Sp.And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2.
Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D, Apt selaku pembimbing I dan Bapak Supandi, M.Si., Apt selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan sejak penyusunan proposal skripsi hingga penyusunan skripsi.
4.
Bapak dan Ibu staf pengajar segenap civitas akademika di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
5.
Bu Shofa dan Pak Nandang Laboratorium Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong, Bu Endah Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri yang telah membantu dalam analisis menggunakan IR, 1H-NMR dan GCMS.
6.
Bapak Abdullah dan Ibu Munawaroh, Adikku Ahmad Sa’id Muthahhari, Ubaidilah Kamil dan Muhammad Fadlullah serta keluarga besar yang
viii
senantiasa memberikan dukungan baik moral, spiritual maupun materi hingga selesainya penyusunan skripsi ini. 7.
Pengasuh Darus Sunnah International Institute for Hadith Sciences, Prof. Dr. KH. Ali Musthafa Ya’qub beserta segenap mahasantri Darus Sunnah, khususnya Keluarga Besar AntaBena. Teman-teman Farmasi Angkatan 2009 khususnya EDTA-C, Keluarga Besar CSS MoRA (Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs) UIN Jakarta khususnya Angkatan 2009, serta Tim Isolasi yang selalu meluangkan waktunya untuk bekerja sama, berdiskusi, memberikan masukan, serta memberikan dukungan do’a dan semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
8.
Serta semua pihak yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna tercapainya kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan akademis, khususnya bagi mahasiswa farmasi, masyarakat pada umumnya dan bagi dunia ilmu pengetahuan.
Ciputat, September 2013 Penulis
ix
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Muhammad Muwaffaq Zaki
NIM
: 109102000054
Program Studi
: Farmasi
Fakultas
: Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya
: Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul:
Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Ekstrak n-Heksana Lumut Hati Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees
Untuk dipublikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Ciputat
Pada Tanggal : 26 September 2013
Yang menyatakan,
Muhammad Muwaffaq Zaki
x
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................... iii LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ........................................................ iv HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... v ABSTRAK ..................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ................................................................................... viii HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...................................... x DAFTAR ISI .................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv BAB 1
PENDAHULUAN ....................................................................... 1 1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1.2. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................. 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................
BAB 2
1 2 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 3 2.1. Mastigophora diclados ......................................................... 2.1.1. Klasifikasi Tanaman .................................................... 2.1.2. Kandungan Kimia ........................................................ 2.1.3. Aktivitas Biologis ........................................................ 2.2. Simplisia ................................................................................ 2.3. Ekstraksi dan Fraksinasi ........................................................ 2.3.1. Pengertian Ekstrak ....................................................... 2.3.2. Faktor yang Berpengaruh pada Mutu Ekstrak ............. 2.3.3. Metode Ekstraksi ......................................................... 2.4. Metode Pemisahan ................................................................ 2.4.1 Kromatografi Lapis Tipis ............................................ 2.4.2 Kromatografi Kolom .................................................... 2.4.3 Rekristalisasi ................................................................
xi
3 3 3 4 4 4 4 4 5 7 7 11 12
2.5. Identifikasi Senyawa .............................................................. 14 2.5.1 Nuclear Magnetic Resonance ....................................... 14 BAB 3
METODE PENELITIAN .......................................................... 16 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 3.2. Alat dan Bahan ...................................................................... 3.3.1. Alat .............................................................................. 3.3.2. Bahan Uji ..................................................................... 3.3.3. Bahan Kimia ................................................................ 3.3. Cara Kerja ............................................................................. 3.3.1. Penyiapan Bahan ......................................................... 3.3.2. Pembuatan Ekstrak ...................................................... 3.3.3. Penapisan Fitokimia ..................................................... 3.3.4. Isolasi dan Pemurnian Senyawa .................................. 3.3.5. Identifikasi Senyawa Murni .........................................
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 23 4.1. Penyiapan Bahan ................................................................... 4.2. Ekstraksi ................................................................................ 4.3. Penapisan Fitokimia .............................................................. 4.4. Isolasi dan Pemurnian Senyawa ............................................ 4.5. Identifikasi Senyawa Murni ..................................................
BAB 5
16 16 16 16 16 17 17 17 17 19 21
23 23 24 24 27
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 30 5.1. Kesimpulan ........................................................................... 30 5.2. Saran ...................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 31
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1 Bagan Alur Kerja ....................................................................... 22 Gambar 4.1 Struktur Herberten ....................................................................... 29
xiii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1. Hasil uji penapisan fitokimia dari ekstrak n-heksana tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees. ........................ 24 Tabel 4.2. Perbandingan pergeseran kimia (δ) proton senyawa fraksi 5-B dengan golongan herbertene ....................................................................... 28
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Hasil Determinasi Lumut Hati Mastigophora diclados (Bird. ex Web.) Nees ................................................................................. 33 Lampiran 2. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak n- Heksana Lumut Hati Mastigophora diclados (Bird. Ex Web.) Nees .......................... 34 Lampiran 3. Profil KLT Senyawa Fraksi 1-244............................................... 35 Lampiran 4. Profil KLT Senyawa Gabungan Fraksi ....................................... 37 Lampiran 5. Profil KLT Senyawa 5 (33-41), Fraksi 1-111 ............................. 38 Lampiran 6. Profil KLT Gabungan Fraksi Senyawa 5. ................................... 40 Lampiran 7. Skema Pemurnian Ekstrak n-Heksana Lumut Hati Mastigophora diclados (Bird. Ex Web.) Nees ................................................... 41 Lampiran 8. Profil KLT Senyawa Fraksi 5-B, 5-D, 5-F dan 5-J .................... 43 Lampiran 9. Profil KLT Senyawa Fraksi 5-B ................................................. 44 Lampiran 10. Spektrum 1H-NMR Senyawa Fraksi 5-B .................................. 45 Lampiran 11. Spektrum 1H-NMR Senyawa Fraksi 5-B δ = 0,64 ppm, 0,99 ppm dan 1,25 ppm .............................................................................. 46 Lampiran 12. Spektrum 1H-NMR Senyawa Fraksi 5-B δ = 4,93 – 5,73 ppm
xv
47
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil. Lebih dari 56.000 spesies flora yang tumbuh di Brazil, 3.100 spesies diantaranya berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar 30.000 spesies, jumlah ini sama dengan 10% flora dunia. Divisi Bryophyta dibagi menjadi tiga kelas, yaitu lumut hati (Hepatophyta) dengan 9000 spesies dan 240 genus; lumut tanduk (Anthocerotopyhta) hanya 500 spesies; dan lumut daun (Bryopsida) memiliki 12.000-14.500 spesies dan 670 genus (Semple, 1999). Lumut merupakan salah satu kelompok tumbuhan rendah dan bagian dari keanekaragaman hayati yang belum banyak mendapat perhatian (Windadri, 2007). Di Indonesia, tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados banyak ditemukan di dataran tinggi yang sejuk dan lembab seperti di hutan Gunung Slamet, Baturraden, Jawa Tengah. M. diclados hidup menempel pada batang pinus dan Agathis pada ketinggian 800 m blok 55, (Haerida & Gradstein, 2011), hutan pegunungan Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah M. diclados hidup di ketinggian (Gradstein & Culmsee, 2010), pada batang pohon Palm sepanjang jalan menuju kawah putih pada ketinggian 2050 m Gunung Patuha Bandung, Jawa Barat (Gradstein et al, 2011). Lumut hati dibedakan dari kelas-kelas tumbuhan lumut lainnya karena adanya minyak tubuh (oil bodies), yang mampu mensintesis senyawa yang larut lemak seperti asetogenin, terpenoid dan senyawa aromatik, sementara kelas lumut lainnya tidak. Lumut hati memiliki badan minyak (oil bodies) sebagai penanda yang sangat penting untuk klasifikasi lumut hati tersebut. Beberapa kandungan kimia dari lumut hati merupakan senyawa yang khas bagi kelas ini dan menunjukkan berbagai aktivitas biologis yang menarik, seperti antimikroba, sitotoksik, antioksidan, sebagai inhibitor enzim serta dapat merangsang apoptosis (Komala, 2010).
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
Dalam penelitian sebelumnya, Komala, et al., (2010) telah melaporkan bahwa tumbuhan lumut M. diclados yang tumbuh di Tahiti mengandung senyawa-senyawa fenolik seskuiterpenoid herberten. Senyawa-senyawa golongan fenolik seskuiterpenoid herberten dilaporkan memiliki aktivitas sitotoksik, antioksidan, dan antimikrobial. Dalam penelitian Purnamasari, (2013) telah dilaporkan bahwa ekstrak etanol tumbuhan lumut M. diclados memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi, dan penelitian Dewi (2013), juga menunjukkan aktivitas sitotoksik. Karena
memiliki potensi yang besar dalam mengobati
beberapa
penyakit, maka perlu dilakukan isolasi senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam tumbuhan lumut hati M. diclados yang tumbuh di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah Dari hasil penelusuran pustaka
diketahui bahwa telah dilakukan
penelitian terhadap aktivitas ekstrak Mastigophora diclados (Brid. ex Web.). Dengan demikian perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap tumbuhan ini untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak Mastigophora diclados (Brid. ex Web.).
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengisolasi kandungan metabolit sekunder, serta melakukan identifikasi senyawa dari ekstrak n-heksana Mastigophora diclados (Brid. ex Web.).
1.4 Manfaaat Penelitian Hasil dari penelitian ini akan didapat senyawa metabolit sekunder tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) yang dapat digunakan sebagai bahan obat.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mastigophora diclados 2.1.1
Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman mastigophora adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Phylum
: Marchantiophyta
Class
: Jungermanniopsida
Order
: Jungermanniales
Suborder
: Lophocoleineae
Family
: Mastigophoraceae
Genus
: Mastigophora Nees.
Species
: M. diclados (Brid.) Nees
(Komala, 2010).
2.1.2
Kandungan Kimia Berdasarkan
kandungan
kimianya,
Mastigophoraceae
dan
herbertaceae memiliki kesamaan, karena sama-sama menghasilkan senyawa seskuiterpenoid herberten sebagai komponen utamanya. Hasil pemeriksaan GC / MS ekstrak eter M. diclados (Brid. Ex F. Weber) Nees dari Borneo menunjukkan adanya senyawa herberten, herbertenol, herbertene-2,3-diol dan herbertene-1,2-diol. Dalam koleksi sebelumnya dari M.diclados Malaysia Timur, selain herberten, herberten dimer, juga ditemukan pada mastigophorenes A-D. Namun, spesies di Malaysia Barat tidak menghasilkan herberten, melainkan jenis trachyloban diterpenoid dari hasil isolasi. Koleksi Jepang menjabarkan herberten dan α-herbertenol dengan siklik diklorinasi bis-bibenzil, dimana tidak ada diterpenoid dan dimer herberten yang telah terdeteksi. (Komala, 2010).
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
2.1.3
Aktivitas Biologis M. diclados memiliki aktivitas sitotoksik terhadap HL-60 dan sel KB, antioksidan menggunakan pelarut DPPH dan aktivitas antimikrobial terhadap Bacillus subtilis (Komala, 2010).
2.2 Simplisia 2.2.1
Pengertian Simplisia Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai bahan obat dan belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni (Depkes RI, 2000).
2.3 Ekstraksi dan Fraksinasi 2.3.1
Pengertian Ekstrak Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. (Depkes RI, 2000).
2.3.2
Faktor yang berpengaruh pada mutu ekstrak adalah: a. Faktor Biologi Mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal (tumbuhan obat), dipandang secara khusus dari segi biologi yaitu identitas jenis, lokasi tumbuhan asal, periode pemanenan, penyimpanan bahan, umur tumbuhan dan bagian yang digunakan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5
b. Faktor Kimia Mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal (tumbuhan obat), dipandang secara khusus dari kandungan kimia, yaitu : 1. Faktor
internal, seperti jenis senyawa aktif dalam bahan,
komposisi kualitatif senyawa aktif, kadar total rata-rata senyawa aktif. 2. Faktor eksternal, seperti metode ekstraksi perbandingan ukuran alat ekstraksi, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam berat, ukuran kekerasan, dan kekeringan bahan (Depkes RI, 2000).
2.3.3
Metode Ekstraksi Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Depkes RI, 2000). Berikut adalah beberapa cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut: 1. Cara Dingin a. Maserasi Maserasi ialah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinyu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya. Cara ini dapat menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan (Depkes RI, 2000).
b. Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari tahapan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan. Ekstraksi ini membutuhkan pelarut yang lebih banyak (Depkes RI, 2000).
2. Cara Panas a. Refluks Refluks
merupakan
ekstraksi
dengan
pelarut
pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin
balik.
Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000). b. Sokletasi Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendinginan balik (Depkes RI, 2000). c. Digesti Digesti merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC (Depkes RI, 2000). d. Infus Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air mendidih, temperatur terukur 96oC-98oC selama waktu tertentu (15-20 menit). Infus
pada umumnya digunakan untuk
menarik atau mengekstraksi zat aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Hasil dari ekstrak ini akan menghasilkan zat aktif yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
sehingga ekstrak yang diperoleh dengan infus tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam (Depkes RI, 2000). e. Dekok Dekok adalah infus yang waktunya lebih lama (lebih dari 30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).
2.4 Metode Pemisahan 2.4.1
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Menurut Rohman (2007), Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1983. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik. Prinsip KLT yaitu perpindahan analit pada fase diam karena pengaruh fase gerak. Proses ini biasa disebut elusi. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya (Gritter, 1991). Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending) (Rohman,2007). Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaanya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga dengan peralatan yang digunakan, dalam kromatografi ini peralatan yang digunakan lebih sederhana. Keuntungan kromatografi planar adalah: 1.
Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.
2.
Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar ultra violet.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
3.
Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi
4.
Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.
Teknik Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan suatu adsorben yang disalutkan pada suatu lempeng kaca sebagai fase diamnya dan pengembangan kromatogram terjadi ketika fase gerak tertapis melewati adsorben itu. Seperti dikenal baik, kromatografi lapis tipis mempunyai kelebihan yang nyata dibandingkan kromatografi kertas karena mempunyai ketajaman pemisahan yang lebih besar dan kepekaannya tinggi (Pudjaatmaka, 1994). Prinsip kromatografi Menurut Stahl (1985) mengemukakan kaidah dasar kromatografi jerap yaitu Hidrokarbon jenuh terjerap sedikit atau tidak sama sekali, karena itu ia bergerak paling cepat.
a. Fase Diam KLT Lapisan dibuat dari salah satu penjerap yang khusus digunakan untuk KLT yang dihasilkan oleh berbagai perusahaan. Panjang lapisan 200 mm dengan lebar 200 atau 100 mm. Untuk analisis totalnya 0,1 - 0,3 mm, biasanya 0,2 mm. Sebelum digunakan, lapisan disimpan dalam lingkungan yang baik dan bebas dari uap laboratorium (Stahl, 1985). Penjerap yang umum ialah silika gel, aluminium oksida, kieselgur, selulosa dan turunannya, poliamida, dan lain-lain. Silika gel ini menghasilkan perbedaan dalam efek pemisahan yang tergantung kepada cara pembuatannya, sehingga silika gel G Merck menurut spesifikasi Stahl yang diperkenalkan tahun 1958, telah diterima sebagai bahan standar. Selain itu harus diingat bahwa penjerap seperti aluminium oksida dan silika gel mempunyai kadar air yang berpengaruh nyata terhadap daya pemisahnya (Stahl, 1985).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
b. Fase Gerak KLT Menurut Rohman (2007), Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana adalah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak: 1.
Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif, di mana kepolaran fase gerak dapat mempengaruhi pola kromatogram.
2.
Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2 - 0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
3.
Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi larutan yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzen akan meningkatkan nilai Rf secara signifikan.
4.
Larutan ionik dan larutan polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia masing-masing akan meningkatkan
larutan yang
bersifat basa dan asam.
c. Aplikasi (Penotolan Sampel) Larutan sampel yang akan diaplikasikan hendaknya berisi antara 0,1 - 10 mg kation per cm3 dan dapat bersifat netral dan asam encer sekitar 1 µl larutan ditotolkan dengan sebuah spuit mikro atau mikropipet didekat salah satu ujung lempeng kromatografi (sekitar 1,5-2,0 cm dari pinggir lempeng) dan kemudian dibiarkan kering diudara (Pudjaatmaka, 1994).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
d. Pengembangan Pengembangan ialah proses pemisahan campuran cuplikan akibat pelarut pengembang merambat naik dalam lapisan. Jarak pengembangan normal, yaitu jarak antara garis awal dan garis depan, ialah 100 mm disamping pengembangan sederhana, yaitu perambatan satu kali sepanjang 10 cm ke atas, pengembangan ganda dapat juga digunakan untuk memprbaiki efek pemisahan yaitu dua kali merambat 10 cm ke atas beturutturut pada pengembangan dua kali. Lapisan KLT harus dalam keadaan kering diantara kedua pengembangan tersebut, ini dilakukan dengan membiarkan pelat diudara selama 5-10 menit (Stahl, 1985).
e. Deteksi Bercak Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak berwarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia, fisika, maupun biologi. Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan pencacahan radioaktif dan fluoresensi sinar ultraviolet. Fluoresensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluoresensi, membuat bercak akan terlihat jelas. Jika senyawa tidak dapat berfluoresensi maka bahan penjerapnya akan diberi indikator yang berfluoresensi, dengan demikian bercak akan kelihatan hitam sedang latar belakangnya akan kelihatan berfluoresensi (Rohman, 2007).
f. Identifikasi dan Nilai Rf Identifikasi dari senyawa-senyawa yang telah dipisahkan pada lapisan tipis lebih baik dikerjakan dengan pereaksi kimia dan reaksi-reaksi warna. Namun Lazimnya untuk identifikasi menggunakan nilai Rf. Definisi nilai Rf adalah jarak yang digerakkan oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang digerakkan oleh pelarut dari titik asal. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai senyawa
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
standar. Senyawa standar biasanya memiliki sifat-sifat kimia yang mirip dengan senyawa yang dipisahkan pada kromatogram. Nilai Rf sangat ditentukan oleh kelancaran pergerakan bercak dalam KLT, adapun faktor yang mempengaruhi pergerakan bercak adalah: 1). Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan, 2). Sifat dari penjerap dan derajat aktivitasnya, 3). Tebal dan kerataan dari lapisan penjerap, 4). Pelarut dan derajat kemurniannya, 5). Derajat kejenuhan dari uap pelarut dalam bejana elusi, 6). Teknik percobaan, 7). Jumlah sampel yang digunakan, 8). Suhu, 9). Kesetimbangan (Sastrohamidjojo, 1985)
2.4.2
Kromatografi Kolom Salah satu metode pemisahan senyawa dalam jumlah besar adalah menggunakan kromatografi kolom. Pada kromatografi kolom fasa diam yang digunakan dapat berupa silika gel, selulose atau poliamida. Sedangkan fasa geraknya dapat dimulai dari pelarut non polar kemudian ditingkatkan kepolarannya secara bertahap, baik dengan pelarut tunggal ataupun kombinasi dua pelarut yang berbeda kepolarannya dengan perbandingan tertentu sesuai tingkat kepolaran yang dibutuhkan (Stahl, 1969). Metode ini digunakan untuk memisahkan dan memurnikan komponen pada suatu campuran. Fasa diam yang digunakan adalah adsorben bubuk yang ditempatkan pada kolom kaca vertikal. Campuran yang akan dianalisis ditempatkan pada lapisan atas kolom. Fasa gerak yang berupa pelarut murni ataupun campuran beberapa pelarut dituangkan di atas sampel. Pelarut akan mengalir ke bawah dan menyebabkan komponen campuran terdistribusi di antara adsorben bubuk dan pelarut yang digunakan, pemisahan terjadi saat pelarut membawa komponen melalui ujung bawah dari kolom, beberapa komponen akan keluar lebih dahulu dan ada beberapa komponen yang keluar akhir. Laju elusi yang terjadi dipengaruhi juga oleh gaya gravitasi, oleh karena itu kromatografi kolom biasa disebut juga kromatografi kolom gravitasi. Kromatografi kolom dapat disesuaikan dengan jumlah sampel, jika sampel banyak dan kompleks, pada sistem kromatografi kolom dapat digunakan kolom dengan diameter yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
besar yang disertai dengan pompa vakum, tujuannya adalah untuk mempercepat laju elusi, metode ini disebut kromatografi vakum cair. Sebelum menggunakan Kromatografi kolom, biasanya sebagian kecil sampel dipisahkan menggunakan KLT terlebih dahulu untuk mengetahui pelarut yang cocok digunakan. (Hajnos et.al, 2011) Fraksi yang diperoleh dari kolom kromatografi ditampung dan dimonitor dengan kromatografi lapis tipis. Fraksi-fraksi yang memiliki pola kromatogram yang sama digabung kemudian pelarutnya diuapkan sehingga akan diperoleh beberapa fraksi. Bercak pada plat KLT dideteksi dengan lampu ultraviolet λ 254/366 nm untuk senyawa-senyawa yang mempunyai gugus kromofor, dengan penampak noda seperti larutan Iod, FeCl3 dan H2SO4 dalam metanol 10% (Stahl, 1969).
2.4.3
Rekristalisasi Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk pemurnian komponen larutan organik. Ada tujuh metode dalam rekristalisasi yaitu: memilih pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan warna larutan, memindahkan zat padat, mengkristalkan larutan, mengumpul dan mencuci kristal, mengeringkan produknya (Williamson, 1999). Rekristalisasi adalah pemurnian suatu zat padat dari campuran atau pengotornya dengan cara
mengkristalkan kembali zat tersebut setelah
dilarutkan dalam pelarut yang cocok. Prinsip rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat pencampur atau pencemarnya. Larutan yang terjadi dipisahkan satu sama lain, kemudian larutan zat yang diinginkan dikristalkan dengan cara menjenuhkannya (Svehla, 1979). Proses kristalisasi adalah kebalikan dari proses pelarutan. Mulamula molekul zat terlarut membentuk agregat dengan molekul pelarut, lalu terjadi kisi-kisi diantara molekul zat terlarut yang terus tumbuh membentuk kristal yang lebih besar diantara molekul pelarutnya, sambil melepaskan sejumlah energi. Kristalisasi dari zat akan menghasilkan kristal yang identik dan teratur bentuknya sesuai dengan sifat kristal senyawanya. Dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
pembentukan kristal ini akan mencapai optimum bila berada dalam kesetimbangan. Untuk merekristalisasi suatu senyawa harus memilih pelarut yang cocok dengan senyawa tersebut. Setelah senyawa tersebut dilarutkan ke dalam pelarut yang sesuai, kemudian dipanaskan sampai semua senyawanya larut sempurna. Apabila pada temperatur kamar senyawa tersebut telah larut sempurna di dalam pelarut, maka tidak perlu lagi dilakukan pemanasan. Pemanasan hanya dilakukan apabila senyawa tersebut belum atau tidak larut sempurna pada keadaan suhu kamar. Salah satu faktor penentu keberhasilan proses kristalisasi dan rekristalisasi adalah pemilihan zat pelarut (Svehla, 1979). Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih pelarut yang sesuai adalah sebagai berikut: 1. Pelarut tidak hanya bereaksi dengan zat yang akan dilarutkan. 2. Pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dan tidak melarutkan zat pencemarnya. 3. Titik didih pelarut harus rendah, hal ini akan mempermudah pengeringan kristal yang terbentuk. 4. Titik didih harus lebih rendah dari titik leleh zat yang akan dimurnikan agar zat tersebut tidak terurai. Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk, tetapi tak satupun dari inti akan tumbuh menjadi terlalu besar, jadi terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristalkristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh (Svehla, 1979).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
2.5 Identifikasi Senyawa 2.5.1
Nuclear Magnetic Resonance Spektrometri Nuclear Magnetic Resonance (NMR) merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Spektroskopi resonansi magnet inti (1H-NMR) didasarkan pada pengukuran absorbsi radiasi elektromagnetik pada daerah frekuensi radio 4-600 MHz atau panjang gelombang 75 - 0,5 m, oleh partikel (inti atom) yang berputar di dalam medan magnet. Teknik ini memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul. Struktur NMR memberikan informasi mengenai lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidrogen (Harborne JB, 1987). Larutan cuplikan dalam pelarut lembam ditempatkan di antara kutub magnet yang kuat, dan proton mengalami pergeseran kimia yang berlainan sesuai dengan lingkungan molekulnya di dalam molekul. Kemudian diukur dalam radar NMR, biasanya tetrametilsilan (TMS), yaitu senyawa lembam yang ditambahkan ke dalam larutan cuplikan tanpa ada kemungkinan terjadinya reaksi kimia. Adapun pelarut yang biasanya digunakan yaitu karbontetraklorida, deuterokloroform, deuteriumoksida, deuteroaseton, atau dimetilsulfoksida terdeuterasi (Khopkar, 2003). Kegunaan yang besar dari resonansi magnet inti adalah karena tidak setiap proton dalam molekul beresonansi pada frekuensi yang identik sama. Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa berbagai proton dalam molekul dikelilingi elektron dan menunjukan sedikit perbedaan lingkungan elektronik dari satu proton ke proton lainnya. Proton-proton dilindungi oleh elektron-elektron disekelilingnya. Spektrum NMR tidak hanya dapat membedakan beberapa banyak proton yang berbeda dalam molekul, tetapi ia juga mengungkapkan berapa banyak setiap tipe proton berbeda yang terkandung dalam molekulnya, serta memberikan keterangan tentang sifat lingkungan dari setiap proton tersebut (Khopkar, 2003).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
Langkah-langkah menginterpretasikan spektrum NMR : 1. Jumlah sinyal, yang menerangkan tentang adanya beberapa macam perbedaan dari proton-proton yang terdapat dalam molekul 2. Kedudukan sinyal, yang menerangkan sesuatu tentang lingkungan elektronik dari setiap macam proton. 3. Intensitas sinyal, yang menerangkan tentang berapa banyak proton dari setiap macam proton yang ada. 4. Pemecahan (splinting) dari sebuah sinyal menjadi beberapa puncak, yang menerangkan tentang lingkungan dari sebuah proton dengan lainnya. Pada spektrum 1H-NMR dalam elusidasi struktur perlu diperhatikan: 1. Luas di bawah puncak yang biasanya dinyatakan dengan integrasi untuk melihat perbandingan jumlah proton pada masing-masing puncak. 2. Terjadinya spin-spin splinting yang mengikuti segitiga pascal. Interaksi antara ikatan elektron yang mempunyai kecenderungan berpasangan spin dari elektron dengan elektron lainnya pada proton yang berdekatan. 3. Geseran kimia (chemical shift), yaitu kedudukan proton dalam spektrum tersebut (Khopkar, 2003).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Farmasi (Pharmacy Drug Research dan Pharmacy Natural Analysis) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Mulai dari bulan Maret sampai Juni 2013.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1
Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik (Wiggen Hauser), blender, labu Erlenmeyer, beaker gelas, corong, kolom kromatografi, statif, botol vial, spatula, batang pengaduk, pipet tetes, pipet ukur, vacuum rotary evaporator (Eyela N-1001 Series) , water bath (Eyela SB-1000), Nuclear Magnetic Resonance (JEOL JNM ECA-500).
3.2.2
Bahan Uji Ekstrak n-heksana dari tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados (Brid. ex Web.), M. diclados yang diperoleh dari Gunung Slamet Purwokerto dan telah dideterminasi di Pusat Penelitian Biologi- LIPI, Cibinong Bogor.
3.2.3
Bahan Kimia Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah n-heksana (Brataco Chemica), etil asetat (Brataco Chemica), metanol (Brataco Chemica), silika gel 60 (Merck), plat KLT silika gel 60 GF254, aquadest dan reagen untuk skrinning fitokimia.
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
3.3 Cara Kerja 3.3.1
Penyiapan Bahan Lumut hati Mastigophora diclados disortasi basah untuk dipisahkan dari kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing, dicuci dengan air hingga bersih, ditiriskan agar bebas dari sisa air, dikeringanginkan dalam ruangan. Setelah kering, kemudian disortasi kering, ditimbang dan dihaluskan menggunakan blender hingga menjadi serbuk. Simplisia yang dihasilkan, disimpan dalam wadah bersih, kering dan terlindung dari cahaya.
3.3.2
Pembuatan Ekstrak Sejumlah serbuk kering Mastigophora diclados dimaserasi dengan pelarut n-heksana teknis yang telah didestilasi. Maserasi dilakukan hingga warna pelarut n-heksana bening. Hasil maserasi disaring dan filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator pada suhu lebih kurang 28oC, sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksana. Ekstrak kental yang diperoleh, ditimbang dan dihitung rendemennya terhadap berat simplisia awal. % rendemen ekstrak =
Bobot ekstrak yang didapat (g)
x 100 %
Bobot serbuk simplisia yang diekstraksi (g)
3.3.3
Penapisan Fitokimia Penapisan fitokimia dilakukan dengan menguji adanya golongan senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, terpenoid, tanin dan fenolik. Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut.
a. Identifikasi Alkaloid
Untuk mengidentifikasi alkaloid, ekstrak dilarutkan dengan etanol 96% kemudian ditambahkan asam klorida encer 2N. Filtrat yang diperoleh disaring kemudian diidentifikasi menggunakan pereaksi Mayer LP, Bouchardat LP, Dragendorff LP. Pada penambahan Mayer LP, hasil positif ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna putih
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
atau kuning. Hasil positif Dragendorff LP ditunjukkan dengan terbentuknya endapan berwarna merah bata. Penambahan Bouchardat LP memberikan hasil positif jika terbentuk endapan coklat sampai hitam (Depkes RI, 1995).
b. Identifikasi Saponin Ekstrak ditambahkan 5 ml aquadest panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 menit. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya buih yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm dan pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak hilang (Depkes RI, 1995).
c. Identifikasi Flavonoid Tiga metode yang digunakan untuk menguji flavonoid. Pertama, amonia encer (5 mL) ditambahkan ke sebagian filtrat encer dari ekstrak. Kemudian asam sulfat pekat (1 mL) ditambahkan. Hilangnya warna kuning menunjukkan adanya flavonoid. Kedua, beberapa tetes larutan aluminium 1% ditambahkan ke sebagian dari filtrat, terbentuknya warna kuning menunjukkan adanya flavonoid. Ketiga, sebagian dari ekstrak dipanaskan dengan 10 mL etil asetat yang telah diuapkan selama 3 menit. Campuran kemudian disaring dan 4 mL filtrat dikocok dengan penambahan 1 mL larutan amonia encer, terbentuknya warna kuning menunjukkan adanya flavonoid. (Ayoola et al, 2008).
d. Identifikasi Terpenoid Sejumlah 0,5 g ekstrak masing-masing ditambahkan dengan 2 mL kloroform. Kemudian dengan hati-hati ditambahkan (3 mL) H2SO4 pekat sampai membentuk lapisan. Terbentuknya warna merah kecoklatan pada permukaan menunjukkan adanya terpenoid (Ayoola et al, 2008).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
e. Identifikasi Tanin Sebanyak 0,5 g ekstrak dipanaskan dalam 10 ml air dalam tabung reaksi dan kemudian disaring. Ditambahkan beberapa tetes FeCl3 0,1% dan diamati perubahan warna menjadi hijau kecoklatan atau biru kehitaman. (Ayoola et al, 2008).
f. Identifikasi Fenolik Sejumlah ekstrak ditambahkan 3-4 tetes larutan besi klorida, terbentuknya warna biru-hitam menunjukkan adanya fenolik (Tiwari et al, 2011).
3.3.4
Isolasi dan Pemurnian Senyawa a. Pemisahan dengan Kromatografi Kolom Pemisahan kromatografi kolom dilakukan dengan menggunakan rangkaian alat kromatografi kolom yang ditegakkan dengan statif. Kemudian sejumlah kapas dimasukkan ke dalam bagian paling bawah dari kolom, tidak terlalu padat atau terlalu longgar. Silika gel (fase diam) ditimbang sebanyak 30 kali bobot ekstrak dan didispersikan dalam n-heksana. Silika gel yang telah basah dimasukkan ke dalam kolom, kemudian diketok pada dinding luar kolom agar diperoleh susunan yang rata di dalam kolom. Larutan eluen ditambahkan sampai tertampung pelarut sekitar 5 mL di bagian bawah dari kolom. Ekstrak kental dimasukkan ke dalam
kolom, kemudian
ditambahkan pelarut
pengembang ke dalam kolom sedikit demi sedikit sambil kran dibuka. Hasil pemisahan ditampung dalam botol vial, masing-masing 5 mL dan diberi nomor. Kemudian masing-masing fraksi pada vial diuji dengan KLT. Fraksi yang menampakkan bercak (dengan nilai Rf) yang sama dikumpulkan dan dikeringkan dengan vacuum rotary evaporator.
b. Pengujian dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) KLT dilakukan untuk melihat pola kromatogram komponen senyawa yang terkandung dalam ekstrak. Fase diam yang digunakan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
yaitu plat silika gel, sedangkan fase gerak yang digunakan yaitu pelarut atau campuran pelarut yang dapat memberikan pemisahan yang baik. Plat silika gel dibuat dengan ukuran lebar 2 cm dan panjang 5 cm dan diberi garis batas awal dan batas akhir elusi 0,5 cm. Ekstrak yang akan diuji dilarutkan dalam pelarut n-heksana sebanyak ± 1 mL, kemudian ditotolkan pada garis batas awal elusi lalu dikeringkan. Setelah totolan tersebut mengering, lempengan ditempatkan dalam sebuah chamber bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah garis dimana posisi bercak berada. Setelah eluen mencapai garis akhir elusi, lempeng dikeluarkan dan dikeringkan. Bercak yang dihasilkan diamati di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 nm. Untuk menampakkan bercak yang tidak berwarna dan tidak berfluorosensi dapat diamati dengan menggunakan pereaksi godyn (reagen A ; 1% vanilin dilarutkan dalam etanol : 3% HClO3 dalam aquadest, 1:1 dan reagen B ; 10% H2SO4) dan dilanjutkan dengan pemanasan. Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah dari lapisan tipis menggunakan nilai Rf. Nilai Rf (Retardation factor) didefinisikan sebagai berikut (Sastrohamidjojo, 1985) :
Rf = Jarak titik pusat bercak dari titik awal Jarak batas akhir eluen dari titik awal
Nilai Rf yang diperoleh dibandingkan dengan literatur, untuk mengetahui kemungkinan senyawa hasil pemisahan dengan KLT.
c. Rekristalisasi Untuk senyawa berbentuk kristal pemurniannya dapat dilakukan dengan rekristalisasi, yaitu melarutkan senyawa dengan pelarut atau campuran pelarut yang cocok. Pelarut yang digunakan dipilih berdasarkan kemampuan melarutkan zat yang akan dimurnikan. Adanya
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
perbedaan kelarutan akibat penambahan pelarut lain akan menyebabkan senyawa utama akan mengkristal lebih dahulu.
3.3.5
Identifikasi Senyawa Murni Isolat yang diperoleh dari hasil kromatografi kolom, dilakukan identifikasi struktur molekulnya dengan menggunakan instrumen Nuclear Magnetic Resonance proton (1H-NMR). Data hasil analisa tersebut kemudian dibandingkan dengan literatur.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
Mastigophora diclados (Brid.) Nees Disortasi, dicuci, dikeringkan, dihaluskan dengan blender
Serbuk kering M. diclados (Brid.) Nees Dimaserasi dengan n-heksana, disaring dan dievaporasi
Ekstrak n-heksana
Ampas
Uji KLT
Fase diam : Plat KLT Eluen : n-heksana, etil asetat dan metanol Tentukan nilai Rf
Kromatografi Kolom Fase diam : Silika Gel Eluen : n-heksana, etil asetat dan metanol
F1
F2
Uji KLT
F244
Fraksi dengan spot (nilai Rf) yang sama, digabung dan dievaporasi
Rekristalisasi
Uji titik leleh
Identifikasi Struktur dengan 1H-NMR Gambar 3.1 Bagan alur ekstraksi dan identifikasi senyawa metabolit sekunder dari ekstrak n-heksana tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados (Brid.) Nees
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Penyiapan Bahan Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah lumut hati Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees yang diperoleh dari Gunung Slamet Purwokerto sebanyak 2,3 kg sampel segar dan dideterminasi di Pusat Penelitian Biologi- LIPI, Cibinong Bogor (Lampiran 1). Setelah melalui proses sortasi, pengeringan, penghalusan dan penyaringan, diperoleh 2,103 kg serbuk kering. Simplisia disortasi basah untuk memisahkan dari kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing sehingga dapat mengurangi jumlah pengotor yang ikut terbawa dalam bahan uji, dicuci dengan air hingga bersih kemudian ditiriskan agar bebas dari sisa air. Proses pengeringan dilakukan dengan menjemur di udara terbuka dalam ruangan. Simplisia yang telah kering disortasi kembali dari kotoran-kotoran yang tertinggal . Simplisia yang telah disortir, kemudian dihaluskan dengan blender hingga menjadi serbuk. Untuk mencegah kerusakan atau mutu simplisia, serbuk simplisia disimpan dalam wadah bersih, kering dan terlindung dari cahaya.
4.2.
Ekstraksi Sejumlah 2,103 kg serbuk kering Mastigophora diclados dimaserasi dengan pelarut n-heksana teknis yang telah didestilasi. Maserasi dilakukan sebanyak 9 kali dalam 5 botol maserasi hingga warna pelarut n-heksana bening dan menghabiskan sebanyak 30 liter pelarut n-heksana. Penggunaan pelarut n-heksana ditujukan untuk menarik senyawa-senyawa yang bersifat non polar, dimana berdasarkan literatur tumbuhan ini mempunyai banyak mengandung senyawa non polar. Hasil maserasi disaring dan filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator pada suhu lebih
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
kurang 28oC, sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksana sebanyak 52 gram dan dihitung rendemennya terhadap berat simplisia awal yaitu 2,53%. 4.3.Penapisan Fitokimia Hasil uji penapisan fitokimia ekstrak n-heksana dari tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees dapat dilihat pada Tabel 4.1 (lampiran 2). Tabel 4.1. Hasil uji penapisan fitokimia dari ekstrak n-heksana tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees. No.
Golongan kimia
Pengamatan Sampel
1.
Alkaloid
-
2.
Saponin
-
3.
Flavonoid
-
4.
Terpenoid
+
5.
Tanin
-
6.
Fenolik
-
4.4. Isolasi dan Pemurnian Senyawa Isolasi dengan kromatografi kolom dilakukan dengan menggunakan rangkaian alat kromatografi kolom yang ditegakkan dengan statif. Kemudian sejumlah kapas dimasukkan ke dalam bagian paling bawah dari kolom, tidak terlalu padat atau terlalu longgar. Silika gel (fase diam) ditimbang sebanyak 150 g dan didispersikan dalam n-heksana secukupnya. Silika gel yang telah basah atau seperti bubur dimasukkan dengan hatihati ke dalam kolom, kemudian diketok agar diperoleh susunan yang rata di dalam kolom. Larutan eluen ditambahkan dan didiamkan selama 24 jam untuk menstabilkan silika gel.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
Sebanyak 15 g ekstrak n-heksana dari tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees digerus dengan silika gel 13,3 g kemudian dimasukkan ke dalam kolom dengan diameter 3 cm. Pelarut pengembang (n-heksana 250 mL) ditambahkan ke dalam kolom sedikit demi sedikit sambil kran dibuka. Hasil pemisahan ditampung dalam botol vial, masing-masing 5 mL dan diberi nomor. Elusi dilanjutkan dengan gradien pelarut n-heksana : etil asetat 9:1 hingga perbandingan pelarut nheksana : etil asetat 0:10, masing-masing 250 mL hingga warna pelarut menjadi bening, dan diperoleh sebanyak 244 fraksi. Masing-masing fraksi pada vial diuji dengan kromatografi lapis tipis (KLT). KLT dilakukan untuk melihat pola kromatogram komponen senyawa yang terkandung dalam ekstrak. Fase diam yang digunakan yaitu plat silika gel 60 GF254, sedangkan fase gerak yang digunakan yaitu campuran pelarut yang dapat memberikan pemisahan yang baik yaitu nheksana : etil asetat = 9:1. Plat silika gel dibuat dengan ukuran lebar 2 cm dan panjang 5 cm dan diberi garis batas awal dan batas akhir elusi 0,5 cm. Ekstrak yang akan diuji dilarutkan dalam pelarut, kemudian ditotolkan pada garis batas awal elusi lalu dikeringkan. Setelah totolan tersebut mengering, lempengan ditempatkan dalam sebuah chamber bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah garis dimana posisi bercak berada. Alasan untuk menutup chamber adalah untuk meyakinkan bahwa kondisi dalam chamber terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam chamber ditempatkan kertas saring hingga terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam chamber mencegah penguapan pelarut. Pelarut pada lempengan bergerak lambat, komponen-komponen yang berbeda akan bergerak pada kecepatan yang berbeda, sehingga akan tampak sebagai perbedaan bercak. Setelah eluen mencapai garis akhir elusi, lempeng dikeluarkan dan dikeringanginkan. Pengujian dengan KLT dilakukan pada masing-masing fraksi (lampiran 3). Fraksi yang menampakkan bercak yang sama digabungkan dan diuapkan pelarutnya
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
sehingga diperoleh 14 gabungan fraksi yaitu gabungan fraksi 1-2, 3-17, 1826, 27-32, 33-41, 42-56, 57-68, 69-77, 78-101, 102-110, 111-125, 126-152, 153-170 dan 171-244 (lampiran 4). Dari semua fraksi tersebut terlihat bercak yang masih banyak, yang menunjukkan bahwa masing-masing fraksi tersebut belum didapatkan senyawa murni. Untuk itu dilakukan pemisahan dengan kromatografi kolom. Fraksi yang menjadi fokus isolasi yaitu penggabungan fraksi 33-41 (5) dengan jumlah ekstrak sebanyak 1,925 g. Pada fraksi ini terdapat kristal pada dinding vial yang menunjukkan bahwa terdapat senyawa yang hampir murni. Senyawa 5 dilanjutkan pemisahannya dengan mengunakan kromatografi kolom dengan diameter kolom yang lebih kecil yaitu 2,5 cm dan jumlah silika gel 20 g karena jumlah ekstrak yang akan diisolasi sebanyak 1,925 gram. Setelah ekstrak dimasukkan, kemudian dielusi dengan n-heksana : etil asetat (H:EA) = 10:0 sebanyak 150 mL dan dilanjutkan dengan gradien H:EA = 9:1 (400 mL), H:EA = 8:2 hingga H:EA = 6:4 masing-masing 150 mL (hingga warna pelarut menjadi bening). Terakhir dibilas dengan etil asetat 100% sebanyak 100 mL dan diperoleh 111 fraksi. Masing-masing fraksi pada vial diuji dengan KLT (lampiran 5). Fraksi yang menampakkan bercak yang sama digabungkan dan diuapkan pelarutnya. Dari hasil kromatografi tersebut diperoleh 15 gabungan fraksi yaitu gabungan fraksi 1-4, 5-9, 10-16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23-37, 38-56, 57-75, 76-89, 90-104, 105-111 (lampiran 6) yang beberapa fraksi diantaranya terbentuk kristal. Berdasarkan pengujian KLT, fraksi yang terbentuk kristal tersebut menunjukkan bercak tunggal dengan sedikit pengotor. Senyawa hasil isolasi sulit
didapatkan berupa senyawa murni
karena terdiri dari banyak senyawa gabungan, sehingga perlu dilakukan pemurnian (lampiran 7). Untuk senyawa berbentuk kristal pemurniannya dapat dilakukan dengan rekristalisasi, yaitu berdasarkan perbedaan kelarutan antara zat utama yang dimurnikan dengan senyawa minor dalam suatu pelarut tunggal atau campuran pelarut yang cocok. Pelarut yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
digunakan dipilih berdasarkan kemampuan melarutkan zat yang akan dimurnikan. Adanya perbedaan kelarutan akibat penambahan pelarut lain akan menyebabkan senyawa utama akan mengkristal lebih dahulu. Pada fraksi yang terbentuk kristal, dibersihkan dari pengotornya dengan melarutkannya dengan pelarut yang cocok. Pelarut yang digunakan pada proses rekristalisasi ini yaitu metanol p.a. Proses rekristalisasi ini diulang beberapa kali sehingga didapatkan senyawa berbentuk kristal yang lebih murni dan ditandai dengan jarak leleh yang tajam. Hasil yang diperoleh pada proses rekristalisasi ini terdapat 4 fraksi yang memiliki bercak yang sama (lampiran 8), yaitu fraksi 5-9 (5-B) = 19 mg, fraksi 17 (5-D) = 10 mg, fraksi 18 (5-F) = 13 mg dan fraksi 23-37 (5-J) = 1 mg. Dari keempat fraksi tersebut diambil fraksi 5-B untuk dilakukan analisis instrumen dengan 1H-NMR untuk identifikasi struktur molekul senyawa tersebut, karena mempunyai jumlah kristal murni paling banyak yaitu 19 mg dengan nilai Rf = 0,45 dan titik leleh 152-1540C (lampiran 9).
4.5.Identifikasi Struktur Senyawa Murni Isolat yang diperoleh dari hasil kromatografi kolom, dilakukan identifikasi struktur molekul dengan menggunakan Nuclear Magnetic Resonance proton (1H-NMR). Spektroskopi NMR proton merupakan sarana untuk menentukan stuktur senyawa organik dengan mengukur momen magnet atom hidrogen. Pada kebanyakan senyawa, atom hidrogen terikat pada gugus yang berlainan ( seperti –CH2-, -CH3-, -CHO, -NH2, -CHOH) dan spektum NMR proton merupakan rekaman sejumlah atom hidrogen yang berada dalam lingkungan yang berlainan. Analisa dengan 1H-NMR dilakukan terhadap kristal isolat (senyawa fraksi 5-B) yang telah dilarutkan dengan CDCl3, maka diperoleh data spektrum NMR (lampiran 10). Berdasarkan hasil analisa pada senyawa fraksi 5-B, terdapat 3 proton yang terlihat pada pergeseran kimia (δH) = 0,64 ppm (s, 3H) yang menunjukkan adanya gugus metil (CH3), 3 proton juga terlihat pada pergeseran kimia (δH) = 0,99 ppm (s, 3H) yang menunjukkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
adanya gugus metil (CH3), serta terdapat 6 proton yang terlihat pada pergeseran kimia (δH) = 1,25 ppm (s, 6H) yang menunjukkan adanya 2 gugus metil (CH3) (lampiran 11). Selain itu, terlihat adanya gugus aromatis pada pergeseran kimia (δH) = 4,93 – 5,73 ppm (m), dimana terdapat 4H yang terlihat pada pergeseran kimia (δH) = 4,93 ppm (1H d, J=0,9 Hz), pada pergeseran kimia (δH) = 4,95 ppm (1H d, J=9,6 Hz), pada pergeseran kimia (δH) = 5,14 ppm (1H s) dan pada pergeseran kimia (δH) = 5,73 ppm (1H dd, J=10,4 Hz dan J=17,5 Hz) (lampiran 12). Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa senyawa 5-B memiliki pola struktur yang mempunyai gugus aromatik dengan 4H yang menunjukkan aromatik disubstitusi dan mempunyai 4 gugus metil. Pola spektrum ini memiliki kemiripan dengan pola senyawa sesquiterpenoid herbertene (gambar 4.1) yang sebelumnya juga pernah diisolasi dari tumbuhan lumut species ini. Tabel 4.2 Perbandingan pergeseran kimia (δH) proton senyawa fraksi 5-B dengan golongan herbertene (Matsuo, et al,1981).. δH Gugus Fungsi Herbertene
Senyawa Isolat
0,58 ppm (s)
0,64 ppm (s)
3H (CH3)
1,10 ppm (s)
0,99 ppm (s)
3H (CH3)
1,27 ppm (s)
1,25 ppm (s)
6H (2CH3)
6,70 - 7,15 ppm (m)
4,93 – 5,73 ppm (s)
4H
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
Gambar 4.1 Struktur Herberten
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan Hasil yang diperoleh dari isolasi senyawa metabolit sekunder ekstrak n-heksana Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees adalah senyawa 5-B sebanyak 19 mg dengan nilai Rf = 0,45 dan titik leleh 1521540C. Berdasarkan analisa dengan 1H-NMR, senyawa tersebut memiliki kemiripan pola struktur dengan senyawa golongan sesquiterpenoid herbertene, yaitu adanya 4 gugus metil pada pergeseran kimia (δH) = 0,64 ppm (s, 3H), 0,99 ppm (s, 3H) dan 1,25 ppm (s, 6H), serta adanya 4 proton pada pergeseran kimia (δH) = 4,93 ppm (1H d, J=0,9 Hz), pada pergeseran kimia (δH) = 4,95 ppm (1H d, J=9,6 Hz), pada pergeseran kimia (δH) = 5,14 ppm (1H s) dan pada pergeseran kimia (δH) = 5,73 ppm (1H dd, J=10,4 Hz dan J=17,5 Hz), yang menunjukkan adanya gugus aromatis disubstitusi.
5.2.Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dari tanaman ini untuk memperoleh senyawa-senyawa metabolit sekunder, karena dimungkinkan masih banyak senyawa lain yang belum teridentifikasi pada penelitian ini. Analisa dengan metode instrumentasi FTIR, LCMS,
13
C-NMR,
HMBC dan HMQC sangat diperlukan untuk memperoleh informasi lebih lengkap dan akurat dalam mengidentifikasi struktur molekul senyawa isolat.
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Ayoola, GA., et al., Phytochemical Screening and Antioxidan Activities of Some Selected Medicinal Plants Used for Malaria Therapy in Shouthwestrn Nigeria, Tropical Journal of Pharmaceutical Research, September 2008; 7 (3). Basset, J.et.al, A. Hadayana Pudjaatmaka dan L.Setiono (Alih bahasa). (1994). Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Edisi 4. jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Dachriyanus., 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi, Padang: Andalas University Press. Departemen Kesehatan RI., 1995. Materia medika Indonesia jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standard Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Dewi, F.R. 2013. Uji Sitotoksik Ekstrak Etanol Lumut Hati Mastigophora diclados terhadap Kultur Sel Kanker Payudara (MCF-7 Cell Line) secara In Vitro. Skripsi. Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Giulietti, A. M., R. M. Harley, L. P.De Queiroz, M. D. G. L Wanderley, and V. D. Berg, C. 2005.
Biodiversity and Conservation of Plants in Brazil,
Conservation Biology. vol :19 no. 3, Brazil. Gradstein & Culmsee. Bryophyte diversity on tree trunks in montane forests of Central Sulawesi, Indonesia. Tropical Bryology 31:, 2010 Gradstein et al. 2011. Bryophytes of Mount Patuha, West Java, Indonesia. Reinwardtia, A journal on Taxonomic Botany Plant sociology and ecology Vol 13, No 2. Gritter, R, J., Bobbits, J.M.,and A. E. Schwarting, 1991. Introduction to Chromatography (Pengantar Kromatografi), Edisi ke-2, diterjemahkan oleh K. Padmawinata, Bandung: Penerbit ITB. Hajnos, M.W., Sherma, J. 2011. High performance liquid chromatography in phytochemical analysis. Boca Raton : CRC Press
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
Harborne, J.B., 1987. Metode Fitokimia. Ed II., Diterjemahkan Oleh Kosasih Patmawinata dan Iwang Sudiro. Bandung: ITB. Ida, H., dan Gradstein, S.R . 2011. Liverworts and hornworts of Mt. Slamet, Central Java (Indonesia). Hikobia 16. Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta UI : Press. Komala, I., 2010. Phytochemical Studies on the Selected Indonesian, Japanase & Tahitian Liverworth 2.
Desertasi.
Fakultas pharmaceutical science,
Tokushima Bunri University. Purnamasari, Endah. 2013. Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Lumut Hati Mastigophora diclados (Bird. ex Web.) Nees secara In Vivo. Skripsi. Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sastrohamidjojo, Hardjono . 1985 . Kromatografi . Yogyakarta : Liberty Yogyakarta. Semple, J. C. 1999. An Introduction to Fungi, Algae, Plants, 2th edition, Pearson Custom Publising. Svehla, 1979, Buku Ajar Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan Semimikro, PT Kalman Media Pusaka, Jakarta. Stahl, E., 1969. Apparatus and general techniques in TLC. Dalam : Stahl, E. (ed). Thin layer chromatography a laboratory handbook. Terj. dari Dunnschicht chromatographie, oleh Ashworth, M.R.F. Berlin: Springer-Verlag. Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Penerjemah : Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB. Sudjadi, 1985. Penentuan Struktur Senyawa Organik, cetakan 1, Jakarta : Ghalia Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar: Yogyakarta Williamson. 1999. Macroscale and Microscale Organic Experiments. Houghton Mifflin Company, USA. Windadri, F. I. 2007. Lumut (Musci) di Kawasan Cagar Alam Kakenauwe dan Suaka Margasatwa Lambusango, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Jurnal Biodiversitas, vol : 8 no 3. Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
Lampiran 1. Hasil Determinasi Lumut Hati Mastigophora diclados (Bird. Ex Web.) Nees
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
Lampiran 2. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak n- Heksana Lumut Hati Mastigophora diclados (Bird. Ex Web.) Nees
Hasil Pengamatan Alkaloid (-)
Fenolik (-)
Dragendorf (-) Meyer (-) Flavonoid (-)
Saponin (-)
(sebelum) Terpenoid (+)
(sesudah dikocok)
Tanin (-)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
Lampiran 3. Profil KLT Senyawa Fraksi 1-244
A
B
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
C
Keterangan : A. Profil KLT senyawa fraksi 1 – 169, dengan eluen n-heksana : etil asetat (9:1). B. Profil KLT senyawa fraksi 172 - 226, dengan eluen n-heksana : etil asetat (8:2). C. Profil KLT senyawa fraksi 229 – 244, dengan eluen n-heksana : etil asetat (6:4).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
Lampiran 4. Profil KLT Senyawa Gabungan Fraksi
A
B
Keterangan : A. Profil KLT senyawa gabungan fraksi dengan eluen n-heksana : etil asetat (9:1). B. Profil KLT senyawa gabungan fraksi, dengan eluen n-heksana : etil asetat (9:1) dan diamati di bawah UV 254 nm.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
Lampiran 5. Profil KLT Senyawa 5 (33-41), Fraksi 1-111
A
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
B
Keterangan : A. Profil KLT senyawa 5 (33-41), fraksi 1 – 111, dengan eluen n-heksana : etil asetat (9:1). B. Profil KLT senyawa 5 (33-41), fraksi 1 – 111, dengan eluen n-heksana : etil asetat (9:1) dan ditambah dengan penampak bercak berupa Pereaksi Godin (reagen A ; 1% vanilin dilarutkan dalam etanol : 3% HClO3 dalam aquadest, 1:1 dan reagen B ; 10% H2SO4).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
Lampiran 6. Profil KLT Gabungan Fraksi Senyawa 5.
A
B A
B A
Keterangan : A. Profil KLT gabungan fraksi senyawa 5. B. Profil KLT gabungan fraksi senyawa 5, diamati di bawah UV 254 nm C. Profil KLT gabungan fraksi senyawa 5, ditambah pereaksi Godin.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
Lampiran 7. Skema Pemurnian Ekstrak n-Heksana Lumut Hati Mastigophora diclados (Bird. Ex Web.) Nees M. diclados (15 gram) Kromatografi Kolom Pelarut n-heksan : etil asetat Uji KLT (spot sama digabung)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Kromatografi Kolom Pelarut n-heksan : etil asetat Uji KLT (spot sama digabung)
A
B
C
D
14
244 fraksi
E
F
G
H
I
K
J
L
M
N
111 fraksi
O
Kromatografi Kolom Pelarut n-heksan : etil asetat Uji KLT (Rf sama digabung)
A
B
C
D
104 fraksi
Keterangan : 1
: (1-2)
: 0,003 gram
2
: (3-17)
: 0,548 gram
3
: (18-26)
: 0,026 gram
4
: (27-32)
: 2,011 gram
5
: (33-41)
: 1,925 gram
6
: (42-56)
: 0,928 gram
7
: (57-68)
: 0,84 gram
8
: (69-77)
: 0,268 gram
9
: (78-101)
: 1,59 gram
10
: (102-110) : 0,124 gram
11
5-A
: (1-4)
: 0,089 gram
5-B
: (5-9)
: 0,426 gram
5-C
: (10-16)
: 0,054 gram
5-D
: (17)
: 0,161 gram
5-E
: (18)
: 0,218 gram
5-F
: (19)
: 0,11 gram
5-G
: (20)
: 0,061 gram
5-H
: (21)
: 0,031 gram
5-I
: (22)
: 0,018 gram
5-J
: (23-37)
: 0,058 gram
: (111-125) : 0,155 gram
5-K
: (38-56)
: 0,019 gram
12
: (126-152) : 0,238 gram
5-L
: (57-75)
: 0,021 gram
13
: (153-170) : 0,023 gram
5-M
: (76-89)
: 0,003 gram
14
: (171-244) : 0,091 gram
5-N
: (90-104)
: 0,002 gram
5-C
: (105-111) : 0,003 gram
5-D
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : (18-23) : 0,0873 gram
5-E
: (24-37)
: 0,032 gram
5-F
: (38-75)
: 0,0347 gram
42
9-A
: (1-23)
: 0,686 gram
9-B
: (24-35)
: 0,188 gram
9-C
: (36-67)
: 0,257 gram
9-D
: (68-104)
: 0,897 gram
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
Lampiran 8. Profil KLT Senyawa Fraksi 5-B, 5-D, 5-F dan 5-J
A
B A
Keterangan : D. Profil KLT senyawa fraksi fraksi 5-9 (5-B), fraksi 17 (5-D), fraksi 18 (5-F) dan fraksi 23-37 (5-J) dilihat di atas Lampu UV 254 nm dengan eluen nheksana : etil asetat (9:1). E. Profil KLT senyawa fraksi 5-B, 5-D, 5-F dan 5-J, dengan eluen n-heksana : etil asetat (9:1) dan ditambah dengan penampak bercak berupa Pereaksi Godin; Rf = 0,45.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
Lampiran 9. Profil KLT Senyawa Fraksi 5-B
A
B A
Keterangan : A. Profil KLT senyawa fraksi fraksi 5-9 (5-B), dengan eluen n-heksana : etil asetat (9:1) dan diamati di bawah Lampu UV 254 nm. B. Profil KLT senyawa fraksi fraksi 5-9 (5-B), dengan eluen n-heksana : etil asetat (9:1) dan ditambah dengan penampak bercak berupa Pereaksi Godin; Rf = 0,45.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
Lampiran 10. Spektrum 1H-NMR Senyawa Fraksi 5-B
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
Lampiran 11. Spektrum 1H-NMR Senyawa Fraksi 5-B δH = 0,64 ppm, 0,99 ppm dan 1,25 ppm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
Lampiran 12. Spektrum 1H-NMR Senyawa Fraksi 5-B δH = 4,93 – 5,73 ppm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta