UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT LUMUT HATI Mastigophora diclados SECARA IN VIVO
SKRIPSI
CHURMATUL WALIDAH NIM : 109102000047
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JANUARI 2014
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT LUMUT HATI Mastigophora diclados SECARA IN VIVO
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
CHURMATUL WALIDAH NIM : 109102000047
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JANUARI 2014
ii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
iii
iv
v
ABSTRAK
Nama
: Churmatul Walidah
Program Studi : Farmasi Judul Skripsi : Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados secara In Vivo
Peneletian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi dari ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados (Bird. ex Web) Nees secara in vivo. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode remaserasi yang dipekatkan menggunakan vaccum rotary evaporator. Ekstrak kental dengan berbagai variasi dosis 5 mg/KgBB, 10 mg/KgBB, 50 mg/KgBB, dan 100 mg/KgBB secara oral diberikan pada tikus putih jantan galur Sprague Dawley. Asetosal digunakan sebagai kontrol positif dengan dosis 125 mg/KgBB secara oral. Penelitian ini menggunakan metode udem buatan pada telapak kaki tikus dengan induksi karagenan 1% sebanyak 0,2 mL sebagai penginduksi udem. Pada uji ANOVA menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara setiap dosis dengan kontrol negatif pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05) dan semua dosis ekstrak terdapat perbedaan bermakna dengan kontrol positif pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). Dari semua kelompok uji pada penelitian ini, kelompok yang mempunyai daya inhibisi udem terbesar adalah kelompok kontrol pembanding yaitu asetosal dengan daya hambat udemnya sebesar 76,35% pada jam kesatu diikuti dengan dosis 5 mg/KgBB dengan daya hambat 71,44% pada jam keenam.
Kata Kunci : Lumut hati Mastigophora diclados (Bird. ex Web.) Nees, Antiinflamasi, Asetosal
vi
ABSTRACT
Name
: Churmatul Walidah
Program Study
: Pharmacy
Title
: The Antiinflammatory Effect of Ethyl Acetate Extract
Liverwort Mastigophora diclados In Vivo.
The research was conducted in order to determine the antiinflammatory activity of the ethyl acetate extract of the liverwort Mastigophora diclados (Bird. Ex Web.) Nees in vivo. Extraction was performed by using a remaceration method which was concentrated by using a vacuum rotary evaporator . Variety doses of extract was 5 mg/kg, 10 mg/kg, 50 mg/kg, and 100 mg/kg body weight are orally given to the male albino rat strain Sprague dawley . Aspirin was used as positive control at 125 mg/Kg body weight dose given orally. This study used hind paw edema method by the injection of carrageenan with 0,2 mL of 1 % as an edematogenic agent. ANOVA analysis showed that there were significant differences between each doses of the extract with the negative control (ρ ≤ 0,05) and all doses of the extract are significant differences with the positive control (ρ ≤ 0,05). From all experimental groups in this study, the highest dose that could inhibit edema was a dose of positive control, aspirin 125 mg/Kg body weight, on 76,35% at first hour followed by dose of 5 mg/Kg body weight that could inhibit edema at sixth hour on 71,44%.
Keywords
: Liverwort Mastigophora diclados (Bird. ex Web) Nees, anti-
inflammatory , Aspirin
vii
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi, Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat, karunia, hidayah, serta inayah-Nya, saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat
untuk
memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Saya sepenuhnya menyadari, bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah
sulit
untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D, Apt selaku pembimbing pertama dan Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk membimbing dan mengarahkan, memberikan ilmu, masukan, dan saran,
sejak
proposal
skripsi,
pelaksanaan penelitian sampai pada penyusunan skripsi. 2.
Bapak Prof. DR. dr. (hc), M.K Tadjudin Sp.And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Jurusan Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.
Segenap Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
5.
Para laboran laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan kemudahan dalam hal penggunaan alat dan bahan untuk keperluan penelitian.
viii
6.
Kedua Orang tua saya, ayahanda Ainul Huri dan ibunda Mushonnifah, dan semua keluarga besar yang selalu memberikan dorongan moril, materil, spiritual hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik, semoga segala amal dan jerih payah kalian semua mendapat balasan yang sebaikbaiknya disisi Allah SWT.
7.
Untuk sahabatku, Neneng Nurhalimah, yang tak pernah bosan memberikan masukan, dukungan, doa dan semangat bagi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
8.
Teman-teman
seperjuangan
Indah, Nida, Liza, Ota,
penelitian uji aktivitas, Ira, Migi, Widya,
yang telah membantu dalam segala hal yang
bersangkutan dengan hewan percobaan dari awal hingga akhir penelitian serta tak henti memberikan semangat dan dukungan bagi penulis selama proses penyelesaian skripsi. 9.
Teman-teman farmasi angkatan 2009 khususnya EDTA-C yang samasama berjuang bersama selama 4 tahun untuk menyelesaikan pendidikan ini.
10.
Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu,
kritik
dan
saran
yang
membangun
sangat
penulis harapkan guna
tercapainya kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan akademis dan dunia ilmu pengetahuan, khususnya bagi mahasiswa farmasi, serta masyarakat pada umumnya.
Jakarta, 28 November 2013 Penulis
ix
x
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................................. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ABSTRAK ................................................................................................................. ABSTRACT ............................................................................................................... KATA PENGANTAR .............................................................................................. DAFTAR ISI ............................................................................................................. DAFTAR TABEL ..................................................................................................... GAMBAR GAMBAR ................................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................
ii iii iv v vi viii x xi xii
BAB 1 PENDAHULUAN .........................................................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 1.3 Tujuan ................................................................................................... 1.4 Manfaat ..................................................................................................
1 2 3 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
4
2.1 Mastigophora diclados ......................................................................... 2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan .................................................................. 2.1.2 Kandungan Kimia ........................................................................ 2.1.3 Aktivitas Biologis ........................................................................ 2.2 Simplisia ................................................................................................ 2.3 Ekstrak ................................................................................................... 2.3.1 Ekstraksi ....................................................................................... 2.3.2 Ekstraksi dengan Pelarut .............................................................. 2.4 Inflamasi ............................................................................................... 2.4.1 Definisi ......................................................................................... 2.4.2 Mekanisme ................................................................................... 2.4.3 Jenis-jenis Inflamasi ..................................................................... 2.4.4 Obat-obat Antiinflamasi ............................................................... 2.4.5 Asam Asetil Salisilat .................................................................... 2.4.6 Metode Uji Antiinflamasi ............................................................ 2.4.7 Karagenan .................................................................................... 2.4.8 Natrium Karboksimetil Selulosa (Na CMC) ................................
4 4 5 5 5 6 6 7 9 9 10 11 11 12 13 17 17
BAB 3 METODE PENELITIAN ..........................................................................
19
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 3.2 Alat dan Bahan ...................................................................................... 3.2.1 Alat ............................................................................................... 3.2.2 Bahan Penelitian ........................................................................... 3.2.3 Bahan Kimia ................................................................................. 3.2.4 Hewan Percobaan .........................................................................
19 19 19 19 20 20
xi
3.3 Rancangan Prosedur Kerja .................................................................... 3.3.1 Preparasi Sampel .......................................................................... 3.3.2 Pembuatan Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados .................................................................................................. 21 3.3.3 Penapisan Fitokimia ..................................................................... 3.3.4 Uji Parameter Non-Spesifik Ekstrak ............................................ 3.3.5 Uji Efek Antiinflamasi ................................................................. 3.4 Analisis Data ......................................................................................... BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ..................................................................................... 4.1.1Hasil Ekstraksi dari Lumut Hati Mastigophora diclados ............. 4.1.2 Hasil Uji Kadar Air dan Kadar Abu ............................................ 4.1.3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados ................................................................. 4.1.4 Hasil Uji Antiinflamasi ................................................................ 4.1.5 Hasil Uji Statistik ......................................................................... 4.2 Pembahasan ..........................................................................................
20 20
21 23 23 28
29 29 29 29 30 33 34
BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 5.2 Saran .....................................................................................................
43 43 43
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................
44
xii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 3.1 Pembagian Kelompok Hewan Uji Antiinflamasi ................................... Tabel 4.1 Data Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados .......................................................................... Tabel 4.2 Rata-rata Volume Udem ........................................................................ Tabel 4.3 Rata-rata Persen Udem ........................................................................... Tabel 4.4 Rata-rata Persen Inhibisi Udem .............................................................
xiii
25 29 30 31 32
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Mekanisme Inflamasi ....................................................................... Gambar 2.2 Struktur Kimia Asam Asetil Salisilat ............................................... Gambar 4.1 Grafik Hubungan Rata-rata Volume Udem terhadap Waktu ........... Gambar 4.2 Grafik Hubungan Persen Rata-rata Udem terhadap Waktu ............. Gambar 4.3 Grafik Hubungan Rata-rata Volume Udem terhadap Waktu ...........
xiv
10 12 31 32 31
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Gambar Lumut Hati Mastigophora diclados (Bird.ex Web) Nees ......................................................................................................................... Lampiran 2 Perlakuan Hewan Uji pada Saat Penelitian ..................................... Lampiran 3 Hasil Uji Antiinflamasi ..................................................................... Lampiran 4 Determinasi Lumut Hati Mastigophora diclados (Bird.ex Web) Nees .................................................................................................... Lampiran 5 Proses Pembuatan Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados .............................................................................................. Lampiran 6 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados ..................................................................... Lampiran 7 Hasil Uji Kadar Air dan Kadar Abu Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados ................................................... Lampiran 8 Aklimatisasi Hewan Percobaan ........................................................ Lampiran 9 Skema Kerja Antiinflamasi .............................................................. Lampiran 10 Perhitungan Dosis Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados .............................................................................................. Lampiran 11 Konversi Dosis Hewan ..................................................................... Lampiran 12 Perhitungan Dosis Asam Asetil Salisilat .......................................... Lampiran 13 Hasil Pengukuran Volume Udem Telapak Kaki Tikus Setelah Diinduksi Karagenan pada Masing-masing Perlakuan ..................... Lampiran 14 Hasil Persentase Udem Telapak Kaki Tikus Setelah Diinduksi Karagenan pada Masing-masing Perlakuan ...................................... Lampiran 15 Hasil Persentase Inhibisi Udem Telapak Kaki Tikus Setelah Diinduksi Karagenan pada Masing-masing Perlakuan ..................... Lampiran 16 Perhitungan Persen Udem dan Persen Inhibisi Udem Telapak Kaki Tikus .................................................................................................. Lampiran 17 Hasil Statistik Uji Efek Antiinflamasi dengan Metode Udem Buatan pada Telapak Kaki Tikus .....................................................
xv
48 49 50 52 53 54 56 57 58
59 61 62 63 65 67
69 72
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang luar biasa, yaitu sekitar 40.000 jenis tumbuhan, dan dari jumlah tersebut sekitar 1.300 diantaranya digunakan sebagai obat tradisional (Rustam, et al.,
2007). Salah
satu tumbuhan yang berpotensi untuk dijadikan obat adalah tumbuhan tingkat rendah yaitu lumut hati. Lumut merupakan tumbuhan tingkat rendah yang termasuk ke dalam divisi
bryophyta. Informasi kajian flora tingkat rendah seperti bryophyta
masih belum banyak diinformasikan, berbeda dengan flora tingkat tinggi yang sudah banyak dipublikasikan (Immamuddin, 2006). Lumut hati dengan beragam filum yang kecil, merupakan rumputrumputan yang diperkirakan terdiri dari sekitar 5.000 spesies. Tanaman ini membentuk spora dan dapat tumbuh hampir di semua habitat yang tersedia, terutama di lokasi yang lembab. Lumut hati dibedakan dari kelaskelas tumbuhan lumut lainnya karena adanya minyak tubuh (oil bodies), yang mampu mensintesis senyawa yang larut lemak seperti asetogenin, terpenoid dan senyawa aromatik, sementara yang lainnya tidak (Ludwiczuk & Asakawa, 2010). Lumut hati memiliki badan minyak (oil bodies) sebagai penanda
yang sangat penting
untuk klasifikasi
lumut hati
tersebut.
Beberapa kandungan kimia dari lumut hati merupakan senyawa yang khas bagi kelas ini dan menunjukkan berbagai aktivitas biologis yang menarik, seperti
antimikroba, sitotoksik,
antioksidan
dan sejumlah enzim yang
bekerja sebagai inhibitor serta memiliki aktivitas yang merangsang apoptosis (Komala, 2010). Dalam penelitian sebelumnya, Komala, et al. (2010) telah melaporkan bahwa tumbuhan lumut
hati Mastigophora diclados
yang
tumbuh di Tahiti mengandung senyawa-senyawa fenolik seskuiterpenoid herbertan. Senyawa-senyawa golongan fenolik
1
seskuiterpenoid
herbertan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dilaporkan memiliki aktivitas sitotoksik, antioksidan, dan antimikrobial. Antioksidan bekerja dapat menghambat radikal bebas yang diketahui sebagai mediator dari berbagai penyakit antara lain karsinogenesis, jantung koroner, inflamasi, artitis, diabetes dan penuaan (Ali et al., 2011). Maka dapat diasumsikan bahwa tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados
yang
tumbuh di Indonesia memiliki kandungan kimia yang hampir sama dengan Mastigophora diclados yang tumbuh di Tahiti dan ada kemungkinan mempunyai aktivitas antiinflamasi. Rasa nyeri dan peradangan (inflamasi) merupakan gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering terjadi yang disebabkan karena suatu kerusakan jaringan atau gangguan metabolisme jaringan yang diikuti dengan pembebasan dan pembentukan bahan mediator, seperti prostagladin, histamin, serotonin dan bradikinin (Tjay, 2007). Pada penelitian sebelumnya, Purnamasari (2013) melaporkan bahwa terdapat aktivitas antiinflamasi pada ekstrak etanol lumut hati Mastigophora diclados dengan menggunakan metode pembentukan udem buatan pada telapak kaki kiri belakang tikus putih jantan dengan menggunakan karagenan sebagai penginduksi udem pada dosis ekstrak 0,1 mg/kgBB, 1mg/kgBB, 10 mg/kgBB, 100 mg/kgBB, 1000 mg/kgBB. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai efek antiinflamasi lumut hati Mastigophora diclados ekstrak etil asetat dengan cara maserasi bertingkat, diawali dengan pelarut non polar (n heksan) kemudian dilanjutkan dengan pelarut semi polar (etil asetat). Ekstrak yang diujikan adalah ekstrak etil asetat dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya aktivitas antiinflamasi
pada ekstrak semi
polarnya.
1.2 Rumusan Masalah Apakah ekstrak etil asetat dari lumut hati Mastigophora diclados mempunyai efek antiinflamasi secara in vivo?
2
1.3 Tujuan Untuk menguji aktivitas antiinflamasi ekstrak etil asetat dari lumut hati Mastigophora diclados secara in vivo pada tikus putih jantan galur Sprague Dawley dan metode induksi karagenan. 1.4 Manfaat 1) Secara Teoritis Hasil penelitian ini dapat memberikan data ilmiah mengenai efek antiinflamasi ekstrak etil asetat dari lumut hati Mastigophora diclados. 2) Secara Metodologi Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui pengujian aktivitas antiinflamasi dengan menggunakan metode induksi karagenan pada kaki tikus. 3) Secara Aplikatif Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bahwa tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados merupakan bahan obat dengan aktivitas antiinflamasi, sehingga dapat mendukung penggunaan dan pengembangan lumut hati ini sebagai altenatif pengobatan inflamasi.
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mastigophora diclados 2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan Klasifikasi tumbuhan lumut hati mastigophora menurut Crandall et al. (2008) adalah : Kingdom : Plantae Phylum
: Marchantiophyta
Class
: Jungermanniopsida
Order
: Jungermanniales
Suborder : Lophocoleineae Family
: Mastigophoraceae
Genus
: Mastigophora Nees.
Species
: M. diclados (Brid.) Nees
2.1.2 Kandungan Kimia Menurut Asakawa (2007), berdasarkan kandungan kimianya, mastigophoraceae dan herbertaceae memiliki kesamaan, karena samasama menghasilkan senyawa seskuiterpenoid herbertan sebagai komponen utamanya. Asakawa et al. (2004) mengemukakan bahwa dari pemeriksaan GC / MS ekstrak eter M. diclados (Brid. Ex F. Weber) Nees dari Borneo
menunjukkan
adanya senyawa herbertene, herbertenol,
herbertene-2,3-diol dan herbertene-1 ,2-diol. Dalam koleksi sebelumnya dari M.diclados Malaysia Timur, selain herbertanes, herbertane dimer, juga ditemukan senyawa pada mastigophorenes A-D. Spesies Malaysia Barat tidak menghasilkan herbertanes, melainkan
di jenis
trachylobane diterpenoid. Hashimoto et al. (2000) menyebutkan bahwa koleksi Jepang mempunyai herbertene dan α-herbertenol dengan 4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
siklik diklorinasi bis-bibenzyls, dimana tidak ada diterpenoids dan dimer herbertane yang telah terdeteksi. Menurut Asakawa (2004), data ini menunjukkan bahwa setidaknya ada tiga ras geografis M. diclados di Asia, tipe bis-bibenzyl di Jepang, jenis mastigophorene di borneo (Malaysia Timur), dan jenis pimarane serta turunan pimarane trachylobane diterpenoid di Taiwan dan Malaysia Barat. 2.1.3 Aktivitas Biologis M. diclados memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel HL-60 dan KB, antioksidan, dan
aktivitas antimikrobial terhadap Bacillus
subtilis (Komala, 2010 ; Komala, et al., 2010) 2.2 Simplisia Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai bahan obat dan belum mengalami pengolahan apapun, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni (Depkes RI, 2000). 2.3 Ekstrak Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. (Depkes RI, 2000).
5
Faktor-faktor yang berpengaruh pada mutu ekstrak adalah : 1. Faktor biologi Mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal (tumbuhan obat), dipandang secara khusus dari segi biologi yaitu identitas jenis, lokasi tumbuhan asal, periode pemanenan, penyimpanan bahan, umur tumbuhan dan bagian yang digunakan (Depkes RI, 2000). 2. Faktor kimia Mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal (tumbuhan obat), dipandang secara khusus dari kandungan kimia, yaitu : a. Faktor internal, seperti jenis senyawa aktif dalam bahan, komposisi kualitatif senyawa aktif, kadar total rata-rata senyawa aktif. b. Faktor eksternal, seperti metode ekstraksi perbandingan ukuran alat ekstraksi, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam berat, ukuran kekerasan, dan kekeringan bahan (Depkes RI, 2000). 2.3.1 Ekstraksi Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Depkes RI, 2000). Kelarutan dan stabilitas senyawa pada simplisia terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam berat dan derajat keasaman dipengaruhi oleh struktur kimia yang berbeda-beda (Depkes RI, 2000). Simplisia yang lunak seperti rimpang, akar dan daun mudah diserap oleh pelarut, sehingga pada proses ekstraksi tidak perlu diserbuk sampai halus. Sedangkan simplisia yang keras seperti biji, kulit kayu, dan kulit akar susah diserap oleh pelarut, karena itu perlu diserbuk sampai halus. Selain sifat fisik dan senyawa aktif dari simplisia, senyawa-senyawa yang terdapat dalam simplisia seperti protein, karbohidrat, lemak dan gula juga harus diperhatikan (Depkes RI, 2000).
6
2.3.2 Ekstraksi dengan Pelarut Dengan menggunakan metode penyarian atau pelarut dalam ekstraksi dapat dibedakan macam-macam cara ekstraksi diantaranya: a. Cara Dingin 1. Maserasi Maserasi ialah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan teknologi
pada
temperatur
ruangan
(kamar).
Secara
ekstraksi
dengan
prinsip
metode
termasuk
pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinyu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama,
dan
seterusnya. Cara ini dapat menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan (Depkes RI, 2000). 2. Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan. Ekstraksi ini membutuhkan pelarut yang lebih banyak (Depkes RI,2000).
7
b. Cara Panas 1. Refluks Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000). 2. Soxhletasi Soxhletasi ialah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendinginan balik (Depkes RI, 2000). 3. Digesti Digesti merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC (Depkes RI, 2000). 4. Infus Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air mendidih, temperatur terukur 96oC-98oC selama waktu tertentu (15-20 menit). Infus pada umumnya digunakan untuk menarik atau mengekstraksi zat aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Hasil dari ekstrak ini akan menghasilkan zat aktif yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang, sehingga ekstrak yang diperoleh
dengan infus tidak
boleh disimpan lebih dari 24 jam (Depkes RI, 2000).
8
5. Dekok Dekok adalah infus yang waktunya lebih lama (lebih dari 30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000). 2.4 Inflamasi 2.4.1 Definisi Inflamasi adalah vaskular
reaksi
terjadi karena
kompleks
rangsangan
dalam jaringan
eksogen dan
ikat
endogen.
Peradangan adalah respon normal, pelindung terhadap cedera jaringan disebabkan oleh trauma mikrobiologis
yang
fisik, bahan kimia berbahaya atau agen
berupaya
untuk
menonaktifkan
menghancurkan organisme
asing, menghilangkan
merupakan
perbaikan jaringan.
tahap pertama
iritasi
Proses
atau yang
inflamasi
Biasanya mereda pada proses penyelesaian atau penyembuhan tapi kadang-kadang berubah menjadi radang yang parah, yang mungkin jauh lebih buruk dari penyakit ini dan dalam kasus ekstrim, juga dapat berakibat fatal (Sen, et al., 2010). 2.4.2 Mekanisme Proses
inflamasi
dimulai
dari
stimulus
yang
akan
mengakibatkan kerusakan sel, sebagai reaksi terhadap kerusakan sel maka sel tersebut akan melepaskan beberapa fosfolipid yang diantaranya adalah asam arakidonat. Setelah asam arakidonat tersebut bebas
akan
diaktifkan
oleh
beberapa
enzim,
diantaranya
siklooksigenase dan lipooksigenase. Enzim tersebut merubah asam arakidonat ke dalam bentuk yang tidak stabil (hidroperoksid dan endoperoksid) yang selanjutnya dimetabolisme menjadi leukotrin, prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan. Bagian prostaglandin dan leukotrin bertanggung jawab terhadap gejala-gejala peradangan (Katzung, 2006).
9
Gambar 2.1 Mekanisme Inflamasi (Katzung, 2006)
Saat berlangsungnya feomena inflamasi ini banyak mediator kimiawi
yang
dilepaskan
secara
lokal
seperti
histamin,
5-
hidroksitriptamin (5HT) atau serotonin, faktor kemotaktik, bradikinin, leukotrien, dan prostaglandin (Utami, 2011). 2.4.3
Jenis-jenis Inflamasi Umumnya
peradangan
terbagi
menjadi dua jenis
yaitu
peradangan akut dan peradangan kronis (Sen et al., 2010). Reaksi inflamasi terurai oleh mekanisme yang berbeda dan terjadi pada fase seperti: a) fase akut : vasodilatasi lokal sementara dan peningkatan permeabilitas kapiler b) fase sub-akut : Infiltrasi leukosit dan fagositosis sel c) fase Kronis proliferatif : kerusakan jaringan dan fibrosis (Sen et al., 2010).
10
Peradangan akut adalah tanggapan awal dari tubuh mengambil faktor risiko seperti infeksi atau trauma dan lain-lain, ini adalah garis tidak spesifik dan pertahanan pertama tubuh terhadap bahaya. Fitur utama dari peradangan akut termasuk : a) akumulasi cairan dan plasma di lokasi yang terkena dampak b) aktivasi intravaskular datar atau memungkinkan c) polymorph-nuklir
neutrofil
sebagai sel inflamasi (Sen et al.,
2010). Ketika faktor-faktor risiko memperpanjang dan tidak dihapus, akan terjadi peradangan akut dan kemudian akan berubah menjadi peradangan kronis. Hal ini terjadi untuk durasi yang lebih lama dan terkait dengan adanya makrofagen, limfosit, sel darah proliferasi, fibrosis dan sejumlah
nekrosis
jaringan. Para makrofagen
macam produk
biologis
aktif
yang
menghasilkan menyebabkan
kerusakan jaringan dan karakteristik fibrosis peradangan kronis (Sen et al., 2010). 2.4.4
Obat-obat Antiinflamasi Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat antiinflamasi terbagi ke dalam golongan : a) Antiinflamasi Steroid Obat ini bekerja dengan cara menghambat fosfolipase, suatu enzim yang bertanggung jawab terhadap pelepasan asam arakidonat dari membran lipid. Termasuk golongan obat ini adalah: prednison,
hidrokortison,
deksametason,
dan
betametason
(Katzung, 2006). b) Antiinflamasi Non Steroid Obat ini bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin menjadi terganggu. Termasuk golongan obat ini adalah : aspirin, ibuprofen, indometasin, diklofenak, fenilbutazon, dan pirosikam (Katzung, 2006).
11
2.4.5
Asam Asetil Salisilat Asam asetil salisilat yang lebih dikenal dengan aspirin atau asetosal adalah analgesik antipiretik dan antiinflamasi yang luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas (Gunawan, 2009).
Gambar 2.2 Struktur Kimia Asam Asetil Salisilat (Gunawan, 2009)
Asam asetil salisilat bekerja menghambat enzim siklooksigenase secara irreversibel (prostagladin sintetase), yang mengkatalisis perubahan asam arakidonat menjadi senyawa endoperoksida. Pada dosis yang tepat obat ini akan menurunkan pembentukan prostagladin maupun tronboksan A2, tetapi tidak leukotrien (Gunawan, 2009). Efek samping dari asam asetil salisilat adalah terjadinya gangguan pada lambung (gastritis), pendarahan saluran cerna, muntah, tinusitus, penurunan pendengaran, vertigo, meningkatkan kadar asam urat serum dan hepatitis ringan (Gunawan, 2009). 2.4.6
Metode Uji Antiinflamasi 1. UV-Eritema pada Hewan Babi Level prostaglandin E (PGE) pada kulit babi telah menunjukkan adanya peningkatan selama 24 jam setelah terpapar radiasi UV 280-320 nm. Perkembangan dari peningkatan level PGE sejalan dengan perkembangan fase perlambatan terjadinya eritema.
Perlambatan
terjadinya
UV-eritema
pada
hewan
percobaan babi albino ini akibat diberikannya pretreatment
12
dengan fenilbutazon dan obat-obat NSAID lainnya. Eritema adalah tanda awal terjadinya inflamasi yang nantinya akan muncul tanda lainnya yakni eksudasi plasma dan terjadinya edema (Patel, et al., 2012). Metode ini berdasarkan pengamatan secara visual terhadap eritema pada kulit hewan yang telah dicukur bulunya. Hewan percobaan dihilangkan bulu menggunakan suspensi barium sulfat. Dua puluh menit kemudian dibersihkan menggunakan air panas. Hari berikutnya senyawa uji disuspensikan dan setengah dosisnya diberikan 30 menit sebelum pemaparan UV. Setengah dosisnya lagi diberikan setelah 2 menit berjalan pemaparan UV. Eritema dibentuk akibat iritasi sinar UV berjarak 20 cm di atas hewan. Eritema dinilai 2 dan 4 jam setelah pemaparan (Vogel, 2002).
2. Permeabilitas Vaskular Selama
terjadinya
inflamasi,
permeabilitas
vaskular
meningkat sehingga memungkinkan komponen-komponen plasma seperti antibodi dan komponen lain menyebabkan luka atau infeksi jaringan.
Uji
digunakan
untuk
mengevaluasi
aktivitas
penghambatan obat terhadap peningkatan permeabilitas vaskular dengan induksi radang. Mediator-mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin, dan leukotrin dilepaskan selama stimulasi terhadap sel mast. Hal ini digunakan untuk mendilatasi arteriola dan venula dan meningkatkan permeabilitas vaskular. Sebagai konsekuensinya, cairan dan protein plasma dikeluarkan dan ternetuklah edema. Peningkatan permeabilitas dapat dikenali dengan infiltrasi dari injeksi pada kulit hewan percobaan dengan vital dye Evan’s blue (Patel, et al., 2012).
13
3. Induksi Oxazolon pada Telinga Mencit Metode ini adalah model penurunan kontak hipersensitivitas yang memungkinkan adanya evaluasi secara kuantitatif dari aktivitas antiinflamasi sistemik dan topikal dari pemberian senyawa-senyawa secara topikal. Oxazolon meningkatkan level Th2 sitokin dan menurunkan level Th1 sitokin pada kulit yang mengalami luka. Th2 sitokin, terutama IL-4, berperan penting pada perkembangan dermatitis pada metode ini (Patel, et al., 2012). Pada percobaan ini tikus telinga tikus diinduksi 0,01 ml 2%
larutan oxazolon ke dalam telinga kanan. Inflamasi terjadi dalam24 jam. Kemudian hewan dikorbankan dengan anastesi lalu dibuat preparat dengan 8 mm dan perbedaan berat preparat menjadi indikator inflamasi udem (Vogel, 2002).
4. Edema Minyak Croton pada Tikus dan Mencit Minyak croton mengandung 12-o-tetracanoilphorbol-13asetat (TPA) dan ester probol yang lain sebagai agen iritasi utama. TPA mampu mengaktivasi protein kinase C (PKC), yang mampu mengaktivasi enzim lain seprti mitogen activated protein kinases (MPAK) dan phospholipase A2 (PLA2) yang menstimulasi pelepasan platelet activation factor (PAF) dan AA. Hal ini menstimulasi
permeabilitas
vaskular,
vasodilatasi,
polymorphonuclear leukocytes migration, pengeluaran histamin dan serotonin dan sintesis moderat dari inflammatory eicosanoids oleh enzim siklooksigenase (COX) dan 5-lipooksigenase (5-LOX). Inhibitor COX dan 5-LOX, antagonis leukotrin B4 (LTB4) dan kortikosteroid menunjukkan efek antiinflamasi secara topikal dengan metode ini (Patel, et al., 2012).
14
5. Induksi Radang Pada Tikus Kemampuan obat-obat antiinflamasi untuk menghambat radang pada telapak kaki tikus setelah diinjeksikan agen penginduksi radang. Beberapa senyawa penginduksi radang (iritan) telah digunkan, misalnya brewer’s yeast, formaldehid, dextran, egg albumin, kaolin, aerosil, sulfated polysaccharides like carrageenan atau naphthoylheparamine. Volume telapak kaki tikus diukur sebelum dan sesudah diinjeksikannya senyawa penginduksi radang dan tikus yang diberi perlakuan dibandingkan hasilnya dengan tikus yang tidak diberi perlakuan (kontrol) dengan menggunakan pletismograf. Induksi radang dengan karagenan berhubungan dengan 3 fase, yakni pada fase pertama terjadi degranulasi oleh sel mast sehingga terjadilah pelepasan histamin dan serotonin (1 jam), fase kedua (60-150 menit) dikarakterisasi oleh pelepasan bradikinin dan nyeri serta produksi eikosanoid pada fase terakhir (3-4 jam) (Patel, et al., 2012).
6. Uji Pleura Dapat digunakan beberapa iritan, seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, degranulator sel mast, dextran, enzim, antigen, mikroba, dan iritan non spesifik seperti turpentin dan karagenan. Induksi karagenan pada tes pleura ini merupakan metode yang paling baik untuk pengukuran inflamasi akut dimana metode ini mampu dengan mudah untuk mengukur fluid extravasation, migrasi leukosit, dan beberapa parameter biokimia yang termasuk dalam respon inflamasi (Patel, et al., 2012). Prosedur untuk pengujian ini adalah pleura tikus mula-mula diinduksi dengan injeksi intrapleural 0,1 mL karagenan 1%. Setelah 4 jam, hewan tersebut dibunuh dengan pemberian eter kemudian toraks dibuka dan pleural cavity dicuci dengna 1,0 mL steril PBS, yang mengandung heparin (20 IU per mL). Sampel dari
15
pleura
tersebut
diambil
dan
dideterminasi
exudasi,
myeloperoksidase, aktivitas adenosin deaminase, dan level nitrat oksida sebagaimana pada determinasi dari total perhitungan leukosit. Hitung leukosit total
dilakukan dengan Neubauer
chamber (Patel, et al., 2012). 7. Teknik Pembentukan Kantong Granuloma Teknik ini dilakukan dengan cara memberikan senyawa iritan secara subkutan pada hewan percobaan. Granulasi jaringan mulai membelah dan akan terus membelah sampai menutupi bagian dalam kantong granuloma. Jaringan ini terdiri dari fibroblas, sel-sel endotel, dan infiltrasi makrofag dan leukosit polimorfonuklear. Pada GPA, jaringan yang terus tumbuh ini dapat mengarah menjadi senyawa karsinogenik dan mutagenik. Salah satu keuntungan dari teknik ini adalah kemungkinan untuk membawa senyawa uji untuk kontak langsung dengan sel target dengan menginjeksikannya pada kantong granuloma. Senyawa dapat diberikan per oral atu injeksi parenteral (Patel, et al., 2012). Metode ini berdasarkan pengukuran volume eksudat yang terbentuk di dalam kantong granuloma. Mula-mula benda terbentuk pellet yang terbuat dari kapas yang ditanam di bawah
kulit
abdomen tikus menembus lapisan linia alba. Respon yang terjadi berupa gejala iritasi, migrasi leukosit dan makrofag ke tempat radang yang mengakibatkan kerusakan jaringan dan timbul granuloma (Vogel, 2002). 2.4.7
Karagenan Karagenan adalah polimer linear yang tersusun dari sekitar 25.000 turunan galaktosa yang strukturnya tergantung pada sumber dan kondisi ekstraksi. Karagenan dikelompokkan menjadi 3 kelompok utama yaitu kappa, iota, dan lambdakaragenin. Karagenan lambda (λ karagenin) adalah karagenan yang diisolasi dari ganggang Gigartina
16
pistillataatau atau Chondrus crispus, yang dapat larut dalam air dingin (Annis Hidayati, 2008). Sedangkan karagenan kappa dan iota larut dalam air pada suhu 800C (Rowe, et al., 2006). Karagenan sebagai suatu turunan polisakarida akan dikenali tubuh sebagai suatu substansi asing sehingga mampu menginduksi terjadinya edema melalui berbagai mekanisme. Karagenan akan merangsang fosfolipida membran sel mast yang terdapat di jaringan ikat di sekitar telapak kaki tikus untuk mengeluarkan asam arakidonat dengan bantuan enzim fosfolipase A2 sehingga menghasilkan berbagai macam produk mediator inflamasi dengan bantuan Radical Oxygen Spesies (Nuswantoro, 2011). Setelah pelepasan mediator inflamasi, terjadi edema yang mampu bertahan selama 6 jam dan berangsur-angsur berkurang dalam waktu 24 jam setelah injeksi (Hidayati, 2008). Uji aktivitas antiinflamasi dengan metode induksi karagenan merupakan salah satu metode pengujian aktivitas antiinflamasi yang sederhana, mudah dilakukan dan sering dipakai. Selain itu, pembentukan radang oleh karagenan tidak menyebabkan kerusakan jaringan (Fitriyani, 2011). Karagenan digunakan sebagai penginduksi inflamasi karena ada beberapa keuntungan yang didapat antara lain tidak menimbulkan kerusakan jaringan, tidak menimbulkan bekas, memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi (Vogel, 2002). 2.4.8
Natrium Karboksimetil Selulosa (Na CMC) CMC adalah polisakarida anionik linear yang larut dalam air dan merupakan gom alami yang dimodifikasi secara kimia. Bubuk CMC yang telah dimurnikan berwarna putih sampai krem, mengalir bebas, tidak berasa, dan tidak berbau. Fungsi dasar CMC adalah untuk mengikat air, menstabilkan komponen lain, dan mencegah pengerutan (Nussinovitch 1997).
17
Natrium CMC adalah garam dari asam karboksilat. Pada pH 3.0 atau lebih rendah, CMC akan kembali menjadi bentuk asam bebas tidak larut. Sifat yang paling berguna dari CMC adalah daya pengentalannya. Viskositas larutan hampir tidak terpengaruh pada pH 5−7, pada pH<3 viskositas mungkin meningkat dan pengendapan bentuk asam bebas dari CMC dapat terjadi, pada pH>10 terjadi sedikit penurunan viskositas. Viskositas larutan CMC menurun dengan meningkatnya suhu (Nussinovitch 1997) .
18
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi (Laboratorium Penelitian I) dan Animal House Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret – Agustus 2013. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : neraca analitik, erlenmeyer, gelas beker, gelas ukur, spatula, kertas saring, batang pengaduk, kaca arloji, cawan penguap, pipet tetes, lumpang dan stamper, blender, vaccum rotary evaporator, krus, desikator, oven, spuit, sonde, stopwatch, kandang tikus, timbangan hewan, pletsimometer, sarung tangan, masker, alumunium foil, label, kapas. 3.2.2 Bahan Penelitian Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lumut hati Mastigophora diclados (mastigophoraceae) yang diambil di pohon batang pinus dan batang agathis pada ketinggian 800 m blok 55, Gunung Slamet, Purwokerto, sebanyak 2,220 kg basah, serbuk kering (simplisia) 2,203 kg, simplisia yang digunakan dalam ekstraksi sebanyak 2,103 kg dengan warna hijau dan bau khas aromatis.
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
3.2.3
Bahan Kimia Bahan untuk uji efek antiinflamasi yang digunakan adalah karagenan jenis kappa untuk induksi radang yang diperoleh dari Balai Besar
Penelitian
dan
Pengembangan Pengolahan Produk dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, asam asetil salisilat sebagai zat pembanding diperoleh dari Laboratorium Penelitian Kimia Obat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, natrium karboksimetil selulosa (Na CMC), dan NaCl fisiologis 0,9%. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi adalah n-heksan, etil asetat. Sedangkan bahan untuk penapisan fitokimia adalah kloroform, amonia, pereaksi dragendorf, pereaksi meyer, HCl, H2SO4, FeCl3, NaOH, etil asetat dan aquadest. 3.2.4 Hewan Percobaan Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus jantan strain Sprague Dawley umur 2-3 bulan dengan bobot badan berkisar antara 200-250 g (Widiyantoro, 2012). Hewan tersebut diperoleh dari Gajah Mada Veterinary (Gamavet), Yogyakarta yang disimpan dalam kandang tikus pada suhu ruang, lampu dalam keaadaan hidup selama 12 jam dan lampu keadaan mati selama 12 jam, diberikan makanan standar dan diberikan minum air. 3.3 Rancangan Prosedur Kerja 3.3.1
Preparasi Sampel 1) Pengumpulan dan penyediaan lumut hati Mastigophora diclados. 2) Lumut hati Mastigophora diclados disortasi basah, dicuci dengan
air sampai bersih, dikeringanginkan dalam ruangan, disortasi kering, ditimbang kemudian dihaluskan dengan blender hingga menjadi serbuk.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
3.3.2
Pembuatan Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados Pembuatan Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados dilakukan dengan cara remaserasi bertingkat, diawali dengan perendaman menggunakan pelarut n-heksan, kemudian etil asetat, dan terakhir metanol. Campuran bubuk daun dan pelarut tersebut dimaserasi /direndam sampai diperoleh filtrat jernih (Asmaliyah, 2010). Pada penelitian ini yang diambil adalah ekstrak etil asetat. Oleh karena itu, setelah dimaserasi dengan etil asetat, maserat disaring dan dipekatkan dengan rotary evaporator. Dihitung hasil % rendemen ekstrak dengan rumus : % rendemen ekstrak =
3.3.3
Bobot ekstrak yang didapat Bobot serbuk simplisia yang diekstraksi
x100%
Penapisan Fitokimia (Ayoola, et al., 2008) 1. Uji Antraquinon Sejumlah ekstrak didihkan bersama asam sulfat (H2SO4) lalu disaring selagi hangat. Filtrat yang dihasilkan ditambah dengan 5 mL kloroform dan dikocok. Lapisan
kloroform dipipet dan
dimasukkan kedalam tabung reaksi yang lain dan ditambahkan 1 mL ammonia. Perubahan warna yang terjadi pada larutan mengindikasikan adanya antraquinon. 2.Uji Terpenoid Sejumlah ekstrak ditambahkan dengan 2 mL kloroform. Kemudian dengan hati-hati ditambahkan H2SO4 sampai membentuk
pekat (3 mL)
lapisan. Terbentuknya warna merah
kecoklatan menunjukkan adanya terpenoid.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
3. Uji Flavonoid Tiga metode yang digunakan untuk menguji flavonoid. 1) Amonia encer (5 mL) ditambahkan ke sebagian filtrat encer dari ekstrak. Kemudian asam sulfat pekat (1 mL) ditambahkan.
Sebuah warna
kuning yang
hilang
menunjukkan adanya flavonoid. 2) Beberapa tetes larutan aluminium 1% ditambahkan ke sebagian dari filtrat.
Terbentuknya warna
kuning
menunjukkan adanya flavonoid. 3) Sebagian dari ekstrak dipanaskan dengan 10 mL etil asetat yang telah diuapkan selama 3 menit. Campuran kemudian disaring dan 4 mL filtrat dikocok dengan penambahan 1 mL
larutan amonia
encer. Terbentuknya warna kuning
menunjukkan adanya flavonoid. 4. Uji Saponin Sejumlah ekstrak ditambahkan 5 mL aquades dalam tabung reaksi. Larutan dikocok kuat dan diamati. Terbentuknya busa stabil menunjukkan adanya saponin. 5. Uji Fenolik Sejumlah ekstrak dalam 10 mL air dididihkan dalam tabung reaksi kemudian disaring. beberapa tetes besi klorida 0,1%
ditambahkan dan diamati, terbentuknya warna hijau
kecoklatan atau biru-hitam menunjukkan adanya fenolik. 6. Uji Alkaloid Sejumlah ekstrak dilarutkan dalam asam klorida encer, dipanaskan kemudian disaring. 5 mL filtrat ditambahkan dengan 2 mL amonia dan 5 mL kloroform, dikocok. Lapisan kloroform ditambahkan etil asetat 10 mL. Filtrat kemudian dibagi dua.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
1. Uji Mayer
: Filtrat diberi reagen mayer, terbentuknya
endapan berwarna kuning menunjukkan adanya alkaloid. 2. Uji Dragendroff
: Filtrat diberikan reagen dragendroff,
terbentuknya endapan merah menunjukkan adanya alkaloid.
3.3.4
Uji Parameter Non-Spesifik Ekstrak (Depkes RI, 2000) 1. Uji Kadar Air Ditimbang seksama 1 g ekstrak dalam krus porselen bertutup yang sebelumnya telah ditara. Krus yang berisi ekstrak kemudian dikeringkan pada suhu 1050C selama 5 jam dan ditimbang. Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%.
2. Uji Kadar Abu Total Ditimbang 2 g ekstrak dengan seksama ke dalam krus yang telah ditara, dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan, ditimbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, disaring melalui kertas saring bebas abu. Dipijarkan dalam krus yang sama. Filtrat dimasukkan ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang. Dihitung kadar abu total terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.
3.3.4 Uji Efek Antiinflamasi Uji
aktivitas
antiinflamasi
atau
anti radang
berdasarkan kemampuan ekstrak/fraksi/senyawa aktif
dilakukan mengurangi
atau menekan derajat udema (pembengkakan karena radang) yang diinduksi zat penyebab radang pada hewan percobaan (Widiyantoro et al., 2011).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
Pada penelitian ini, induksi udema dilakukan pada kaki tikus dengan cara penyuntikan suspensi karagenan 1% 0,2 mL intraplantar. a. Percobaan Pendahuluan Percobaan pendahuluan dilakukan untuk mencari dosis yang mempunyai efek terhadap hewan percobaan. Dosis yang diberikan untuk percobaan pendahuluan adalah 10, 100, dan 1000 mg/kg BB. Dari hasil percobaan menunjukkan bahwa dosis 1000 mg/kg BB menyebabkan kematian semua hewan coba dalam satu kelompok dalam kurun waktu 24 jam. Sedangkan pada dosis 10 dan 100 mg/kg BB mampu menunjukkan efek positif dan setelah dianalisa secara statistik hasil hambat udem dari kedua dosis belum menunjukkan perbedaan yang bermakna pada
taraf
uji
statistik
0,05 (ρ ≥ 0,05),
maka
dilakukan
pengujian lagi dengan penurunan dosis di bawah dosis 100 mg/kg BB, yaitu dosis 50 mg/kg BB dan penurunan dosis di bawah dosis 10 mg/KgBB, yaitu dosis 5 mg/Kg BB.
b. Pengelompokan Hewan Percobaan Jumlah hewan percobaan yang digunakan menurut WHO adalah 5 ekor untuk tiap kelompok. Dalam
penelitian ini
digunakan 5 ekor tikus untuk masing-masing kelompok. Tikus dikelompokkan menjadi 6 kelompok, dimana masingmasing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus dengan rincian sebagai berikut :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
Tabel 3.1 Pembagian Kelompok Hewan Uji Antiinflamasi
Kelompok
Jumlah Tikus
Perlakuan
1
5
Kelompok kontrol negatif : diberi suspensi Na CMC 0,5 %
5
Kelompok kontrol positif : diberi suspensi asetosal dalam Na CMC 0,5%
5
Kelompok uji 1: diberi suspensi ekstrak etil asetat Mastigophora diclados dalam Na CMC 0,5 % dengan dosis 5 mg/kg BB
5
Kelompok uji 2: diberi suspensi ekstrak etil asetat Mastigophora diclados dalam Na CMC 0,5 %dengan dosis 10 mg/kg BB
5
Kelompok uji 3: diberi suspensi ekstrak etil asetat Mastigophora diclados dalam Na CMC 0,5 % dengan dosis 50 mg/kg BB
5
Kelompok uji 4: diberi suspensi ekstrak etil asetat Mastigophora diclados dalam Na CMC 0,5 % dengan dosis 100 mg/kg BB
2
3
4
5
6
c. Penyiapan Hewan Percobaan Tikus dipuasakan selama lebih kurang 18 jam sebelum perlakuan, namun air minum tetap diberikan. Pada awal penelitian, tiap tikus diberi tanda dengan spidol pada sendi belakang kiri, agar pemasukan kaki dalam air raksa setiap kali selalu sama, kemudian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
tiap tikus ditimbang. Volume kaki tikus diukur dan dicatat sebagai volume dasar untuk tiap tikus (Fitriyani, 2011). d. Perencanaan Dosis Asetosal Dosis lazim asetosal untuk manusia adalah 325-650 mg untuk sekali pakai. Untuk dosis analgetik adalah 500 mg sekali pakai. Dosis asetosal sebagai antiinflamasi 2-3 x dosis analgetik (Tjay, 2007). Maka dosis untuk antiinflamasi (1000-1500) mg. Dosis yang dapat diberikan pada tikus (200 g) dihitung menggunakan rumus tabel konversi dosis hewan (Reagan-Shaw, et al., 2007) (Lampiran 12) Pada penelitian ini digunakan asetosal dengan dosis 25 mg/200 g atau 125 mg/kgBB. e. Pembuatan Suspensi Asetosal Untuk dosis 25 mg/200 g atau 125 mg/kgBB, asetosal ditimbang sebanyak 625 mg, digerus perlahan dalam lumpang, kemudian ditambahkan sebagian NaCMC 0,5% diaduk sampai homogen dan ditambahkan Na CMC 0,5% sampai volume 25 mL. f. Pembuatan Suspensi Bahan Uji Ekstrak lumut hati Mastigophora diclados dibuat dalam sediaan suspense Na CMC 0,5%. Konsentrasi ekstrak pada dosis 5 mg/KgBB adalah 1 mg/mL, pada dosis 10 mg/KgBB adalah 2 mg/mL, pada dosis 10 mg/KgBB adalah 10 mg/mL, pada dosis 50 mg/KgBB adalah 20 mg/mL (Lampiran 10) Untuk dosis 5 mg/KgBB, ditimbang sebanyak 10 mg ekstrak, didispersikan dalam suspensi Na CMC 0,5% yang telah dibuat sebelumnya, dicampur sampai homogen dan dicukupkan sampai 10 mL dengan Na CMC 0,5% (Lampiran 10).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
g. Pembuatan Karagenan 1% (b/v) Karagenan 1% dibuat dengan melarutkan 100 mg karagenan dalam 10 mL larutan fisiologis (NaCl 0,9%) (Annis Hidayati, 2008). h. Prosedur Uji Efek Antiinflamasi (Patel, 2011) 1. Hewan percobaan (tikus putih) diaklimatisasi dalam ruang penelitian selama 4 minggu dan dipuasakan selama lebih kurang 18 jam sebelum perlakuan dan tetap diberi minum. 2. Tikus dikelompokkan menjadi 6 kelompok (kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif, kelompok uji 1, kelompok uji 2, kelompok uji 3, dan kelompok uji 4) secara acak, dimana masing masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. 3. Setiap tikus diberi tanda dengan spidol pada sendi belakang kiri, agar pemasukan kaki dalam air raksa setiap kali selalu sama. 4. Menimbang berat badan setiap tikus. 5. Mengukur volume kaki tikus (sebagai volume dasar untuk setiap tikus) dengan pletismometer. 6. Pada kelompok kontrol negatif diberikan Na CMC 0,5 %, pada kelompok kontrol positif diberikan suspensi asetosal dalam Na CMC 0,5%, dan pada kelompok uji diberikan zat uji ekstrak dalam Na CMC 0,5% sesuai dosis yang direncanakan secara oral. 7. 1 jam setelah pemberian suspensi zat uji atau suspensi kontrol, disuntikkan larutan karagenan 1% pada telapak kaki tikus sebanyak 0,2 mL setelah sebelumnya kaki tikus dibersihkan dengan alkohol 70%. 8. Volume kaki tikus yang telah disuntik karagenan 1% dalam larutan NaCl 0,9% diukur dengan alat pletismometer dengan cara mencelupkan telapak kaki tikus ke dalam alat tersebut sampai tanda spidol. Pengukuran dilakukan setiap 1 jam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
selama 6 jam yaitu pada jam ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, ke-5, dan ke-6 (Buadonpri, 2009). 9. Mengukur volume udem telapak kaki masing-masing tikus. 10. Menghitung
persentase
udem
dan
persentase
inhibisi
pembentukan udem dengan rumus :
Perhitungan persentase radang tiap waktu ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Hidayati, 2008) : % radang =
Vt − Vo Vo
x 100%
Dimana : Vt = volume telapak kaki tikus pada waktu t Vo= volume telapak kaki tikus sebelum injeksi karagenan
Persentase inhibisi radang dihitung dengan rumus sebagai berikut (Rustam, 2007): % inhibisi radang =
(𝑎−𝑏) 𝑎
x 100%
Dimana : a = volume udem pada kelompok hewan kontrol b = volume udem pada kelompok hewan uji
3.4 Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi data dan dianalisis dengan uji Levene untuk melihat homogenitas data. jika data terdistribusi
normal dan homogenitas maka
dilanjutkan dengan uji Analisis Varians (ANOVA) satu arah dengan taraf kepercayaan sehingga dapat diketahui apakah perbedaan yang diperoleh bermakna atau tidak. jika terdapat perbedaan bermakna, dilanjutkan dengan ujinyata terkecil / Least Significant Difference (LSD) (Santoso, 2007).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL PENELITIAN
4.1.1 Hasil Ekstraksi dari Lumut Hati Mastigophora diclados Dari 2,103 kg lumut hati Mastigophora diclados yang diekstraksi, diperoleh ekstrak kental 41,78 g. Jadi rendemen yang didapat adalah 1,98 %.
4.1.2 Hasil Uji Kadar Air dan Kadar Abu Ekstrak Dari hasil uji kadar air ekstrak didapatkan bahwa kadar air ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados sebesar 0,47% dan hasil uji kadar abu didapatkan bahwa kadar abu ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados sebesar 10%.
4.1.3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etil Asetat lumut hati Mastigophora diclados
Tabel 4.1 Data Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados
Pengujian
Ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados
Antraquinon
-
Terpenoid
+
Flavonoid
-
Saponin
-
Fenolik
-
Alkaloid
-
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
Untuk gambar hasil penapisan fitokimia ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados dapat dilihat pada lampiran 6.
4.1.4 Hasil Uji Antiinflamasi 1) Rata-rata volume udem telapak kaki tikus setelah diinduksi karagenan pada masing-masing perlakuan
Tabel 4.2 Rata-rata Volume Udem (mL) Kelompok
Rata-rata Volume Udem (mL) ± SD tiap 1 jam selama 6 jam 0
1
2
3
4
5
6
Kontrol
0,024 ±
0,03 ±
0,041 ±
0,043 ±
0,039 ±
0,037 ±
0,036 ±
Negatif
0,001
0,001
0,001
0,001
0,001
0,002
0,001
Kontrol
0,029 ±
0,033 ±
0,039 ±
0,040 ±
0,038 ±
0,037 ±
0,036 ±
Positif
0,001
0,001
0,001
0,000
0,002
0,001
0,000
Dosis
0,028 ±
0,033 ±
0,036 ±
0,036 ±
0,034 ±
0,033 ±
0,032 ±
5 mg/kg
0,002
0,002
0,002
0,004
0,002
0,002
0,002
Dosis
0,028 ±
0,034 ±
0,037 ±
0,038 ±
0,036 ±
0,035 ±
0,034 ±
10 mg/kg
0,002
0,003
0,003
0,002
0,002
0,001
0,002
Dosis
0,027 ±
0,035 ±
0,037 ±
0,040 ±
0,038 ±
0,037 ±
0,036 ±
50 mg/kg
0,002
0,003
0,003
0,002
0,002
0,002
0,002
Dosis
0,026 ±
0,036 ±
0,039 ±
0,042 ±
0,039 ±
0,037 ±
0,036 ±
100 mg/kg
0,003
0,002
0,001
0,000
0,001
0,002
0,001
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
Rata-rata Volume Udem 0.05 0.04
volume (mL)
kontrol negatif 0.03
kontrol positif
0.02
dosis 5 mg/kg
0.01
dosis 10 mg/kg dosis 50 mg/kg
0 0
1
2
3
4
5
dosis 100 mg/kg
6
waktu (jam) Gambar 4.1. Grafik hubungan rata-rata volume udem terhadap waktu
2) Rata-rata persen udem telapak kaki tikus setelah diinduksi karagenan pada masing-masing perlakuan
Tabel 4.3 Rata-rata Persen Udem Kelompok
Persen Rata-rata Udem (%) ± SD tiap 1 Jam Selama 6 Jam 0
1
2
3
4
5
6
Kontrol
0±
58,33 ±
70,83 ±
79,16 ±
62,50 ±
54,16 ±
50 ±
Negatif
0,000
4,65
9,89
6,47
5,69
4,17
1,72
Kontrol
0±
13,79 ±
34,48 ±
37,93 ±
31,03 ±
27,58 ±
24,13 ±
Positif
0,000
5,24
5,82
5,21
10,04
6,57
4,69
Dosis
0±
17,85 ±
28,57 ±
28,57 ±
21,42 ±
17,85 ±
14,28 ±
5 mg/kg
0,000
18,42
26,82
28,24
22,72
18,42
14,32
Dosis
0±
21,42 ±
32,14 ±
35,71 ±
28,57 ±
25 ±
21,42 ±
10 mg/kg
0,000
9,03
6,85
6,01
8,22
8,23
4,96
Dosis
0±
29,62 ±
37,03 ±
48,14 ±
40,74 ±
37,03 ±
33,33 ±
50 mg/kg
0,000
4,54
4,56
6,58
5,24
6,53
4,96
Dosis
0±
38,46 ±
50 ±
61,53 ±
50 ±
42,30 ±
38,46 ±
100 mg/kg
0,000
11,78
14,49
18,29
19,35
22,50
19,20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
Persen (%)
Persen Rata-rata Udem 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
kontrol negatif kontrol positif dosis 5 mg/kg dosis 10 mg/kg dosis 50 mg/kg 0
1
2
3
4
5
dosis 100 mg/kg
6
Waktu (jam) Gambar 4.2 Grafik hubungan persen rata-rata udem terhadap waktu
3) Rata-rata persen inhibisi udem telapak kaki tikus setelah diinduksi karagenan pada masing-masing perlakuan
Tabel 4.4 Rata-rata Persen Inhibisi Udem Kelompok
Persen Inhibisi Udem (%) ± SD tiap 1 Jam Selama 6 Jam 0
1
2
3
4
5
6
Kontrol
0±
0±
0±
0±
0±
0±
0±
Negatif
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
Kontrol
0±
76,35 ±
51,32 ±
52,08 ±
50,35 ±
49,07 ±
51,74 ±
Positif
0,000
8,71
9,46
7,44
17,68
13,31
8,88
Dosis
0±
69,39 ±
59,66 ±
63,90 ±
65,72 ±
67,04 ±
71,44 ±
5 mg/kg
0,000
5,87
7,33
6,49
12,22
7,49
15,16
Dosis
0±
63,27 ±
54,62
54,88 ±
54,28 ±
53,84 ±
57,16 ±
10 mg/kg
0,000
17,63
±13,71
11,55
18,68
16,64
10,36
Dosis
0±
49,21 ±
47,71 ±
39,18 ±
34,81 ±
31,62
33,34 ±
50 mg/kg
0,000
9,92
8,97
8,82
3,40
±15,50
8,89
Dosis
0±
34,06 ±
29,40 ±
22,27 ±
20 ±
21,89 ±
23,08 ±
100 mg/kg
0,000
20,74
19,83
44,96
16,19
19,65
18,01
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
Persen (%)
Persen Rata-rata Inhibisi Udem 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
kontrol negatif kontrol positif dosis 5 mg/kg dosis 10 mg/kg dosis 50 mg/kg 0
1
2
3
4
5
6
dosis 100 mg/kg
Waktu (jam) Gambar 4.3 Grafik hubungan persen rata-rata inhibisi udem terhadap waktu
4.1.5 Hasil Uji Statistik Ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados dengan dosis 5 mg/KgBB, 10 mg/KgBB, 50 mg/KgBB, dan 100 mg/KgBB dapat menghambat udem pada telapak kaki tikus yang telah diinduksi dengan penginduksi udem karagenan 1% sebanyak 0,2 mL secara bermakna (ρ ≤ 0,05) dengan kontrol negatif dan semua variasi dosis uji memiliki perbedaan secara bermakna terhadap kontrol positif (asetosal 125 mg/KgBB) pada taraf uji (ρ ≤ 0,05).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
4.2 PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan uji efek antiinflamasi ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados secara in vivo. Lumut tersebut diperoleh dari Gunung Slamet Purwokerto pada ketinggian 800 m blok 55 yang hidup di batang pinus dan batang aghatis. Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu lumut dideterminasi untuk menguji kebenaran tumbuhan. Hasil dari determinasi menunjukkan bahwa tumbuhan yang digunakan dalam penelitian adalah lumut hati jenis Mastigophora diclados (Brid ex. Web) Nees dari suku Mastigophoraceae (Lampiran 4). Bagian yang digunakan dalam pembuatan ekstrak adalah semua bagian tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados. Sebanyak 2,220 kg lumut terlebih dahulu dicuci bersih untuk menghilangkan tanah dan kotoran yang menempel pada bahan, kemudian disortasi basah yang fungsinya untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan, dikeringanginkan pada suhu kamar, disortasi kering dengan tujuan untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor lain yang masih tertinggal, kemudian bahan dihaluskan dengan blender dengan tujuan untuk memperkecil luas permukaan bahan sehingga memudahkan difusi pelarut pada simplisia yang diekstraksi. Hasil akhirnya diperoleh simplisia sebanyak 2,203 kg. Simplisia tersebut kemudian digunakan untuk membuat ekstrak kental etil asetat. Ekstrak kental etil asetat lumut hati Mastigophora diclados sebagai bahan uji dalam penelitian ini dibuat dengan metode ekstraksi maserasi. Pada proses pembuatan ekstrak ini dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya, yang dikenal dengan istilah remaserasi. Cara ini dapat menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan (Depkes RI, 2000). Metode maserasi dipilih karena metode ini sederhana, mudah dilakukan, dan merupakan metode yang umum digunakan dalam proses ekstraksi. Dalam hal ini pelarut yang digunakan adalah n-heksan dan etil asetat. Pada awalnya simplisia dimaserasi dengan n-heksan (non polar) dalam wadah yang gelap. Pelarut diganti setiap 2 hari sekali sampai diperoleh filtrat bening.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
Kemudian, simplisia tersebut dimaserasi kembali dengan menggunakan pelarut etil asetat (semi polar) dalam wadah yang gelap. Pelarut diganti setiap 2 hari sekali sampai diperoleh filtrat bening. Filtrat tersebut kemudian disaring dan pelarut diuapkan dengan menggunakan vaccum rotary evaporator sehingga didapatkanlah ekstrak kental etil asetat. Karena ekstrak yang dihasilkan belum terlalu kental dan masih terdapat kandungan air di dalamnya, maka dilakukan freeze drying dengan tujuan untuk menghilangkan pelarut air dari padatan terlarut dengan tetap mempertahankan senyawa yang ada. Ekstrak kental etil asetat lumut hati Mastigophora diclados yang diperoleh sebesar 41,78 g dengan rendemen 1,98 %. Hasil uji penapisan fitokimia ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados menunjukkan bahwa dalam ekstrak etil asetat positif mengandung metabolit sekunder terpenoid, sedangkan hasil uji metabolit sekunder saponin, fenolik, alkaloid, flavonoid, dan antrakuinon menunjukkan hasil negatif. Pengujian parameter non spesifik ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados yang dilakukan adalah uji kadar air dan kadar abu ekstrak. Kadar air ekstrak sebesar sebesar 0,47%. Penentuan kadar air ini menggunakan metode gravimetrik yang pada prinsipnya menguapkan air yang ada pada bahan dengan jalan pemanasan pada suhu 1050C, kemudian menimbang bahan sampai berat konstan. Kadar air ditetapkan untuk menjaga kualitas ekstrak. Menurut literatur, kadar air dalam ekstrak tidak boleh lebih dari 10%. Hal ini bertujuan untuk menghindari cepatnya pertumbuhan jamur dan mikroba dalam ekstrak (Soetarno dan Soediro, 1997). Untuk hasil uji kadar abu didapatkan bahwa kadar abu ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados sebesar 10%. Menurut literatur Materia Medika Indonesia (MMI), kadar abu dalam ekstrak tidak boleh lebih dari 15%. Penentuan kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral ekstrak (Dekes RI, 2000). Disini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan anorganik saja. Metode
yang digunakan dalam pengujian antiinflamasi adalah
pembentukan udem buatan pada telapak kaki kiri belakang tikus putih jantan dengan menggunakan karagenan sebagai induktor udem. Metode ini dipilih
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
karena merupakan salah satu metode pengujian aktivitas antiinflamasi yang sederhana, mudah dilakukan, dan sering dipakai (Fitriyani, 2011). Karagenan 1% digunakan sebagai penginduksi udem karena waktu pembengkakan yang disebabkan oleh karagenan relatif pendek yaitu sekitar 3-5 jam sehingga memudahkan pengamatan. Pembengkakan yang disebabkan oleh karagenan akan berkurang dalam waktu 1-5 hari tanpa meninggalakan bekas (Musfiroh, 2009). Selain itu, pembentukan radang oleh karagenan tidak menyebabkan kerusakan permanen pada jaringan sekitar inflamasi. Karagenan sebagai penginduksi udem merupakan turunan polisakarida yang akan dikenali tubuh sebagai substansi asing sehingga mampu menginduksi terjadinya udem melalui beberapa mekanisme. Karagenan akan merangsang fosfolipid membran sel mast yang terdapat di jaringan ikat di sekitar telapak kaki tikus untuk mengeluarkan asam arakidonat dengan bantuan enzim fosfolipase A2 sehingga menghasilkan berbagai macam produk mediator inflamasi dnegan bantuan Radical Oxygen Species (Kee dan Hayes, 1996). Akibatnya terjadi pembengkakan lokal pada telapak kaki tikus yang disertai warna kemerahan akibat akumulasi mediator inflamasi. Hal ini ditandai dengan gerakan kaki tikus yang tidak normal setelah diinjeksikan karagenan. Pada penelitian ini digunakan 0,2 mL suspensi karagenan 1% pada telapak kaki tikus karena lebih terlihat volume udem yang terbentuk pada telapak kaki tikus yang telah diinduksi (Rustam, et al., 2007). Karagenan yang dipakai pada penelitian ini adalah karagenan dengan jenis kappa sebesar 1% 0,2 mL. Hal ini mengacu pada penelitian sebelumnya (Purnamasari, 2013) yang juga menggunakan karagenan dengan jenis kappa dan konsentrasi 1% sebanyak 0,2 mL. Pada penelitian sebelumnya (Purnamasari, 2013) telah dilakukan uji pendahuluan mengenai konsentrasi karagenan jenis kappa, dimana hasilnya adalah karagenan jenis kappa dengan konsentrasi 1% sebanyak 0,2 mL mampu menghasilkan volume udem yang jelas pada telapak kaki tikus. Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan galur Sprague Dawley (Widiyantoro, 2012) dengan umur 2-3 bulan dan bobot badan 200-250 gram. Pemilihan jenis kelamin jantan didasarkan pada pertimbangan tikus jantan tidak memiliki hormon estrogen, kalaupun ada
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
hanya dalam jumlah yang relatif sedikit serta kondisi hormonal pada jantan relatif stabil jika dibandingkan dengan betina, karena pada tikus betina mengalami perubahan hormonal pada masa-masa tertentu seperti pada masa siklus estrus, masa kehamilan dan menyusui dimana kondisi tersebut dapat mempengaruhi kondisi psikologis hewan uji tersebut, selain itu tingkat stress tikus betina lebih tinggi dibandingkan dengan tikus jantan yang mungkin dapat mengganggu saat pengujian (Suhendi, et al., 2011). Perlakuan hewan dimulai dari aklimatisasi terlebih dahulu selama 4 minggu agar hewan bisa beradaptasi dengan lingkungan. Kemudian tikus dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Kelompok kontrol negatif diberi 1 mL/200 gBB Na CMC 0,5% per oral. Kelompok kontrol positif diberi suspensi asetosal per oral dengan dosis 125 mg/KgBB. Kemudian dilakukan uji pendahuluan ekstrak pada kelompok dosis rendah (10 mg/KgBB), dosis sedang (100 mg/KgBB), dan dosis tinggi
(1000 mg/KgBB). Hasilnya pada dosis tinggi, 1000
mg/KgBB, semua tikus dalam satu kelompok mengalami kematian dalam kurun waktu 24 jam. Oleh karena itu, dosis yang dipertahankan adalah dosis rendah dan sedang. Akan tetapi, karena hasil persen inhibisi dari kedua dosis tersebut tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05), maka dosis divariasikan lagi menjadi dosis 5 mg/KgBB dan dosis 10 mg/KgBB. Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam asetil salisilat atau yang lebih dikenal dengan asetosal. Obat ini dipilih sebagai pembanding karena merupakan obat yang paling banyak digunakan sebagai analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi, dan digolongkan ke dalam obat bebas, serta pada pemberian oral sebagian salisilat dapat diabsorbsi dengan cepat dalam bentuk utuh di lambung, tetapi sebagian besar di usus halus bagian atas. Kadar tertinggi dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian (Gunawan, 2008). Dalam penelitian ini asetosal digunakan dengan dosis 125 mg/KgBB. Pengukuran volume udem pada telapak kaki tikus dilakukan setiap 1 jam selama 6 jam setelah telapak kaki tikus diinduksi dengan karagenan 1% (Lampiran 13). Persentase udem dihitung sesuai dengan data volume udem
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
yang terbentuk setiap jamnya dan dosis uji yang digunakan (lampiran 14). Persentase inhibisi udem dihitung sesuai dengan persen radang yang terbentuk setiap jamnya dan dosis uji yang digunakan (Lampiran 15). Pada penelitian ini, volume udem maksimal telapak kaki tikus terjadi pada jam ke 3 dan berangsur menurun pada jam ke 4 sampai 6 setelah diinduksi karagenan 1% sebanyak 2 mL. Hal ini disebabkan karena karagenan cepat diabsorbsi dalam tubuh sehingga efek radang sudah mulai menurun. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat variasi dosis ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados yang digunakan mampu menghambat pembentukan udem. Pada dosis 5 mg/KgBB menunjukkan kemampuan menghambat udem terbesar pada jam ke 6 sebesar 71,44%. Pada dosis 10 mg/KgBB kemampuan menghambat udem terbesar pada jam ke 1 sebesar 63,27%. Kemampuan terbesar penghambatan udem dosis 50 mg/KgBB adalah 49,21% pada jam ke 1. Dosis 100 mg/KgBB menunjukkan hambatan udem terbesar pada jam ke 1 sebesar 34,06%. Setelah diuji secara statistik, dari keempat dosis uji tersebut terlihat adanya perbedaan yang bermakna untuk masing-masing dosis, kontrol positif, dan kontrol negatif pada persen inhibisi udem, maka dosis tidak divariasikan lagi. Secara umum dari hasil penelitian menunjukkan bahwa daya inhibisi udem terbesar adalah 76,35% pada kontrol positif, diikuti oleh dosis 5 mg/KgBB sebesar 71,44%. Kemudian 63,27% pada dosis 10 mg/KgBB, 49,21% pada dosis 50 mg/KgBB, dan 34,06% pada dosis 100 mg/KgBB. Dari semua dosis uji yang digunakan menunjukkan kemampuan inhibisi udem mulai dari dosis 5 mg/KgBB, 10 mg/KgBB, 50 mg/KgBB, dan 100 mg/KgBB. Dari keempat dosis uji ini yang memiliki daya inhibisi udem terbesar adalah dosis 5 mg/KgB, sedangkan pada dosis 10 mg/kgBB terjadi penurunan daya inhibisi udem secara berurutan sampai pada dosis 100 mg/KgBB. Seharusnya dengan meningkatnya dosis atau konsentrasi, maka aktivitas antiinflamasinya juga akan menunjukkan peningkatan. Akan tetapi pada ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados ini memilki aktivitas yang sebaliknya. Hal ini disebabkan memang terdapat beberapa jenis obat dalam dosis tinggi justru menyebabkan pelepasan histamin secara langsung
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
dari sel mast sehingga mengakibatkan pembuluh darah menjadi permeabel terhadap cairan plasma dan menimbulkan peradangan (Fitriyani, 2011). Maka diasumsikan pada ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados ini mengandung senyawa yang mampu mengakibatkan hal tersebut. Aktivitas antiinflamasi pada ekstrak lumut hati Mastigophora diclados pada dosis rendah menunjukkan hasil yang optimum juga dikarenakan oleh ikatan senyawa dalam ekstrak dengan reseptor inflamasi terjadi secara optimum, sedangkan pada dosis yang lebih tinggi, aktivitas antiinflamasi semakin menurun karena senyawa dalam ekstrak berikatan dengan banyak reseptor lain. Dengan demikian, aktivitas antiinflamasi pada ekstrak ini tidak menunjukkan peningkatan aktivitas seiring dengan meningkatnya dosis atau konsentrasi. Uji statistik ANOVA digunakan untuk melihat nyata atau tidaknya perbedaan dari masing-masing kelompok. Dalam uji ANOVA ini harus memenuhi persyaratan normalitas dan homogenitas data. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi data persen penghambatan udem telapak kaki tikus pada jam ke 1, 2, 3,4, 5, dan 6 (Lampiran 17), dimana hasilnya menunjukkan bahwa data semua kelompok perlakuan terdistribusi normal. Sedangkan untuk menguji homogenitas data digunakan metode Levene untuk melihat data persen penghambatan udem telapak kaki tikus homogen atau tidak. Hasilnya menunjukkan bahwa data persen inhibisi udem telapak kaki tikus bervariasi homogen (ρ ≥ 0,05) pada jam ke 1,2,dan 5, sedangkan pada jam ke 3,4 dan 6 tidak bervariasi homogen (ρ ≤ 0,05) (Lampiran 17). Dengan demikian maka syarat uji ANOVA tidak terpenuhi karena data tidak bervariasi homogen. Oleh karena itu, pengujian dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis dan dilanjutkan dengan BNT (Beda Nyata Terkecil) dengan metode LSD (Least Significant Difference) (Lampiran 17). Pada jam ke 1, kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5, 10, 50, dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). Kelompok kontrol positif berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol negatif dan klompok uji dosis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
10,50 dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). Kelompok dosis 5 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kontrol positif dan kelompok uji dosis 10 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 10 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok uji dosis 5 dan 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 50 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok uji dosis 10 dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 100 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok dosis 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Pada Jam ke 2, kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5, 10, 50, dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). Kelompok kontrol positif berbeda secara bermakna terhadap kontrol negatif dan dosis 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). Kelompok dosis 5 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif dan kelompok dosis 10 dan 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 10 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok control positif, kelompok dosis 5 dan 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 50 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif, kelompok dosis 5, 10 dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 100 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok dosis 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Pada jam ke 3, kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5, 10, 50, dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). Kelompok kontrol positif berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol negatif pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). Kelompok dosis 5 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok control positif, kelompok dosis 10,50 dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 10 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif, kelompok dosis 5, 50 dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 50 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif, kelompok dosis 5, 10 dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 100 mg/Kg tidak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif, kelompok dosis 5, 10 dan 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Pad ajam ke 4, kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5, 10, 50, dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). Kelompok kontrol positif berbeda secara bermakna terhadap kontrol negatif dan dosis 5 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). Kelompok dosis 5 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok dosis 10 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 10 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif, kelompok dosis 5 dan 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 50 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif, kelompok dosis 10 dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 100 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif, kelompok dosis 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Pada jam ke 5, kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5, 10, 50, dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). Kelompok kontrol positif berbeda secara bermakna terhadap kontrol negatif dan dosis 50 dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). Kelompok dosis 5 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif dan kelompok dosis 10 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 10 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif dan kelompok dosis 5 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 50 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok dosis 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 100 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok dosis 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Pada jam ke 6, kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5, 10, 50, dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). Kelompok kontrol positif berbeda secara bermakna dengan kelompok dosis 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). Kelompok dosis 5 mg/Kg berbeda secara bermakna dengan seluruh
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
kelompok dosis uji, kelompok kontrol positif dan negatif pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). Kelompok dosis 10 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok dosis 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 50 mg/Kg berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok dosis uji, kelompok kontrol positif dan negatif pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). Kelompok dosis 100 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok dosis 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Pada penelitian uji efek antiinflamasi ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados, sebagai agen antiinflamasi diasumsikan berhubungan dengan kandungan metabolit sekundernya, dalam hal ini diketahui terpenoid sebagai kandungan metabolit sekunder dalam ekstrak ini. Diketahui dari penelitian sebelumnya (Komala, et al., 2010), bahwa lumut hati Mastigophora diclados memiliki aktivitas antioksidan, dimana antioksidan bekerja dengan menghambat radikal bebas yang diketahui sebagai mediator dari berbagai penyakit antara lain karsinogenesis, jantung koroner, inflamasi, diabetes, dan penuaaan (Ali, et al., 2011). Golongan terpenoid diketahui mampu mengahambat inflamasi dengan beberapa mekanisme, diantaranya dengan menghambat aktivitas enzim lipooksigenase dan siklooksigenase (Singh, et al., 1992). Sedangkan antioksidan diketahui mampu menghambat oksidasi asam arakidonat menjadi endoperoksida dan menurunkan aktivitas enzim lipooksigenase. Apabila oksidasi asam arakidonat dapat dihambat, maka tidak terbentuk oksigen reaktif dan mediator-mediator kimia yang dapat menyebabkan nyeri dan radang. Selain itu, antioksidan dapat menurunkan aktivitas enzim lipooksigenase sehingga tidak menyebabkan terbentuknya leukotrien yang dapat mennaktivasi leukosit yang memacu terjadinya peradangan (Lieber dan Leo, 1999). Adanya hambatan pada aktivitas enzim lipooksigenase
menyebabkan
lumut
hati
Mastigophora
diclados
ini
mempunyai efek antiinflamasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesis dari penelitian ini terbukti, yakni lumut hati Mastigophora diclados memilki aktivitas antiinflamasi yang dibuktikan pada pengujian pada dosis 5 mg/KgBB, 10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
mg/KgBB, 50 mg/KgBB, dan 100 mg/KgBB dapat menghambat udem pada telapak kaki tikus setelah diinduksi dengan penginduksi udem karagenan 1% sebanyak 1 mL dengan pembanding asetosal 125 mg/KgBB sebagai kontrol positif dan suspensi Na CMC 0,5% sebagai kontrol negatif. Kemampuan menghambat udem terbesar secara berurutan adalah kelompok kontrol positif sebesar 76,35%, dosis 5 mg/KgBB sebesar 71,44%, dosis 10 mg/KgBB sebesar 63,27%, dosis 50 mg/KgBB sebesar 49,21%, dan dosis 100 mg/KgBB sebesar 34,06% Sedangkan hasil dari penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% dari lumut hati Mastigophora diclados dengan dosis 0,1 mg/Kg, 1 mg/Kg, 10 mg/Kg, 100 mg/Kg, dan 1000 mg/Kg dapat menghambat udem pada telapak kaki tikus yang telah diinduksi karagenan 1% 2 mL secara bermakna (ρ ≤ 0,05) terhadap kontrol negatif dan dosis dari semua dosis uji dan asetosal. Kemampuan menghambat udem terbesar secara berurutan adalah dosis 100 mg/KgBB sebesar 79,55%, dosis 1000 mg/KgBB sebesar 76,94%, dosis 10 mg/KgBB sebesar 76,60%, dosis 1 mg/KgBB sebesar 62,85%, kontrol positif asetosal sebesar 50,39%, dan dosis 1 mg/KgBB sebesar 45,09% (Purnamasari, 2013).
Hal-hal yang harus diperhatikan saat penelitian, terutama pada saat pengukuran volume udem telapak kaki tikus pada alat pletismometer adalah volume air raksa harus sama, tanda batas pada sendi kaki tikus harus jelas, sehingga pada saat pengukuran volume udem tiap jam selalu sama, serta ketelitian saat pengukuran pada alat pletismometer.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan : 1. Ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados dengan dosis 5 mg/KgBB, 10 mg/KgBB, 50 mg/KgBB, dan 100 mg/KgBB dapat menghambat udem pada telapak kaki tikus yang telah diinduksi dengan penginduksi udem karagenan 1% sebanyak 0,2 mL secara bermakna (ρ ≤ 0,05) dengan kontrol negatif dan semua variasi dosis uji memiliki perbedaan secara bermakna terhadap kontrol positif (asetosal 125 mg/KgBB) pada taraf uji (ρ ≤ 0,05). 2. Kelompok yang mempunyai daya inhibisi udem terbesar adalah kelompok kontrol
pembanding
yaitu
asetosal
dengan daya hambat udemnya
sebesar 76,35% pada jam kesatu diikuti dengan dosis dengan daya hambat 71,44% pada
5
mg/KgBB
jam keenam, kemudian dosis 10
mg/KgBB dengan daya hambat 63,27%, dosis 50 mg/KgBB dengan daya hambat 49,21%, dan dosis 100 mg/KgBB dengan daya hambat 34,06%.
5.2 SARAN Perlu dilakukan penelitian lanjutan dalam hal isolasi senyawa aktif dalam ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados yang tumbuh di Indonesia untuk mengetahui senyawa kimia yang mempunyai aktivitas antiinflamasi.
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohd N. I., Annegowda, S.M. Mansor, S. Ismail, S. Ramanathan dan M.N. Mordi. 2012 . Phytochemical Screening, Antioxidant and Analgesic Activities of Croton argyratus Ethanolic Extracts. Journal of Medicinal Plants Research, Vol. 6 (21), pp. 3724 -3731 Asakawa, Yoshinori., dan Liva Harinantenaina. 2004. Chemical Constituents of Malagasy Liverworts, Part II: MastigophoricAcid Methyl Ester of Biogenetic Interest from Mastigophora diclados (Lepicoleaceae Subf. Mastigophoroideae). Chem. Pharm. Bull. 52(11) 1382—1384 Asakawa, Yoshimori. 2007. Biologically Active Compounds from bryophytes. Pure Appl. Chem., Vol.79, no. 4, pp. 557-580 Asmaliyah, Sumardi, dan Musyafa. 2010. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Nicolaia atropurpurea Val. terhadapSerangan Hama Spodotera litura Fabricus (Lepidoptera : Noctuidae). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, Vol. 7, No. 5, 253263 Ayoola, GA., HAB Coker, SA Adesegun, AA Adepoju-Bello, K Obaweya, EC Ezennia, dan TO Atangbayila. 2008. Phytochemical Screening and Antioxidan Activities of ome Selected Medicinal Plants Used for Malaria Therapy in Shouthwestrn Nigeria. Tropical Journal of Pharmaceutical Research, 7 (3): 10191024 Buadonpri, Warawanna., Wisut Wichitnithad, Pornchai Rojsitthhisak, dan Pasarapa Towiwat. 2009. Synthetic Curcumin Inhibits Carrageenan-Induced Paw Edema in Rats. J Health Res, 23(1): 11-16 Crandall-Stotler B, Stotler RE, Long DG. 2008. Morphology and classification of the Marchantiophyta. In Bryophyte Biology, Goffinet B and Shaw AJ. (Eds). Cambridge University Press, Cambridge, 1-54. Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standard Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Fitriyani, Atik., Lina Winarti, Siti Muslichah, dan Nuri. 2011. Uji Antiinflamasi Ekstrak Metanol Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) pada Tikus Putih. Majalah Obat Tradisional, 16 (1), 34-42 Gunawan. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi 5 (Cetak Ulang 2009). Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI. 234 Hasanah, Aliya Nur., Fikri Nazaruddin, Ellin Febrina, dan Ade Zuhrotun. 2011. Analisis Kandungan Minyak Atsiri dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) Jurnal Matematika & Sains, Vol. 16, No. 3 Hashimoto, Toshihiro., Hiroshi Irita, Shigeru Takaoka, Masami Tanaka dan Yoshimori Asakawa. 2000. New Chlorinated Cyclic Bis(bibenzyls) from the Liverworts Herbertus sakuraii and mastigophora diclados. Tetrahedron 56 : 3153-3159 Hidayati, Nur Annis., Shanti Listyawati, dan Ahmad Dwi Setyawan. 2008. Kandungan Kimia dan Uji Antiinflamasi Ekstrak Etanol Lantana camaraL. pada Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) Jantan. Bioteknologi, 5 (1): 10-17, ISSN: 0216-6887 Immamudin, H., Jenie, U.A., Suryana, N., Dama yanti, L., Supriadi, H., dan Utomo, T. 2006. Koleksi Bryophyta Taman Lumut Krbun Raya Cibodas Vol II No. 4.LIPI UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas. Katzung, Bertram G. 2006. Basic and Clinical Pharmacology, 10th Edition. Mc Graw Hill Lange. Kee, Joyce L., dan Hayes, E. R., 1996, Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan, diterjemahkan oleh Anugrah, P., EGC, Jakarta. Komala, I., 2010. Phytochemical Studies on the Selected Indonesian, Japanase & Tahitian Liverworth 2. Desertasi. Fakultas pharmaceutical science, Tokushima Komala, I., Ito, T., Nagashima, F. 2010. Cytotoxic,Rradical Scavenging, and Antimicrobial Activities of Sesquiterpenoids from Tahitian Liverworth Mastigophora diclados (Brid). Nees (Mastigophoraceae). J .Nat. Med (2010)64:417-422 Lieber, C.S., and Leo, M.A. 1999. Alcohol, Vitamint A and β Carotene : Adverse Interactions, Icluding hepatotoxicity and carcinogenicity. The American Journal of Clinical Nutrition 69: 1071-1085 Ludwiczuk, Agnieszka & Yoshinori Asakawa. 2010. Chemosystematics of Selected Liverworts Collected in Borneo. Tropical biology, 31 : 33-42 Musfiroh, Ida, Wiwiek Indriyati, Emma Surahman, Sri Adi Sumiwi, Muchtaridi, Mutakin, dan Jutti Levita. 2009. Analisis dan Aktivitas Antiinflamasi Tulang Rawan Ikan Hiu. Farmaka, Volume 7 Nomor 2 Nussinovitch A. 1997. Hydrocolloid Applications. Israel: Chapman and Hall. Nuswantoro, Oky Ponda. 2011. Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Suji (Pleomele angustifolia) pada Tikus Putih.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
Patel, Mitul., Murugananthan, dan Shivalinge Gowda K, P. 2012. In VivoAnimal Models in Preclinical Evaluation of Anti-Inflammatory Activity- A Review. International Journal of Pharmaceutical Research & Allied Sciences, Vol. 1 : 0105, ISSN 2277-3657 Purnamasari, Endah. 2013. Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Lumut Hati Mastigophora diclados (Bird. Ex Web.) Nees secara In Vivo. Skripsi. Program Studi Farmasi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta Reagan-Shaw, Shannon., Minakshi Nihal, dan Nihal Ahmad. 2007. Dose Translation from Animal to Human Studies Revisited.The FASEB Journal, Vol. 22 Rowe, Raymond., Paul J Sheskey, dan Sian C Owen. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients,Fifth Edition. UK : Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association Rustam, Erlina., Indah Atmasari, dan Yanwirasti. 2007. Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Kunyit (Curcuma domestica Val.) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar.J. Sains dan Teknologi Farmasi, 12:2, 112-115 Santoso, S. 2007. Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 15. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia Sen, Saikat., Raja Chakraborty, Biplap De, T. Ganesh, H.G. Raghavendra Debnath. 2010. Analgesic and Antiinflammatory herbs: A Potential Source of Modern Medicine. International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research, IJPSR : Vol. 1 (11) : 32-44, ISSN: 0975-8232 Singh, G.B., Singh, S., Bani, S., Gupta, B.D., Banerjee, S.K., 1992. Antiinflammatory activity of oleanolic acid in rats and mice. Journal of Pharmacy and Pharmacology 44, 456–458 Soetarno, S, dan Soediro. 1997. Standardisasi Mutu Simplisia dan Ekstrak Bahan Obat Tradisional. Presidium Temu Ilmiah Nasional Bidang Farmasi. Suhendi, A., Nurcahyanti, Muhtadi, dan Sutrisna, EM. Aktivitas Antihiperurisemia Ekstrak Air Jinten Hitam (Coleus ambonicus Lour) pada Mencit Jantan Galur Balb-C dan Standardisasinya. Majalah Farmasi Indonesia, 22(2), 77-84, 2011 Sutrisna, EM., Domas Fitria Widyasari, dan Suprapto. 2010. Uji Efek Anti Inflamasi Ekstrak Etil Asetat Buah Semu Jambu Mete (Anacardium occidentale L.) terhadap Edema pada Telapak Kaki Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Wistar yang Diinduksi Karagenin.Biomedika, Vol. 2, No.1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
Tjay, Tan H., Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampignya, edisi keenam. PT Elexmedia Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta Utami, Evy Tri., Rebecca Azary Kuncoro, Islami Rahma Hutami, Finsa Tisna Sari, dan Juni Handajani. 2011. Efek Antiinflamasi Ekstrak Daun Sembukan (Paederia scandens)pada Tikus Wistar.Majalah Obat Tradisional, 16(2), 95-100 Vogel, H.G., W. H, Vogel. 2002. Drug Discovery and Evaluation, Pharmacological Assay. Heidelberg : Springer Verlag Berlin Widiyantoro, A., Kusharyant i , I., Desti arti , L., dan Wardoyo, E.R.P. 2011.Senyawa Antiinflamasi dari Kuli t Batang Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack). Eksakta, 12 (2), 49-52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
Lampiran 1. Gambar Lumut Hati Mastigophora diclados (Bird. ex Web.) Nees
(Purnamasari, 2013)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
Lampiran 2. Perlakuan Hewan Uji pada Saat Penelitian
Pelaksanaan sonde
Penyuntikan karagenan
Pengukuran telapak kaki tikus pada alat pletismometer
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
Lampiran 3. Hasil Uji Antiinflamasi
Telapak kaki tikus sebelum diinduksi karagenan
Udem telapak kaki tikus pada jam ke 4 dengan pemberian Na CMC 0.5% (kontrol negatif)
Udem telapak kaki tikus pada jam ke 4 dengan pemberian Asetosal 125 mg/Kg (kontrol positif)
Udem telapak kaki tikus pada jam ke 4 dengan pemberian ekstrak etil asetat lumut hati Mastighopora diclados dengan dosis 5 mg/Kg
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
Udem telapak kaki tikus pada jam ke 4 dengan pemberian ekstrak etil asetat lumut hati Mastighopora diclados dengan dosis 10 mg/Kg
Udem telapak kaki tikus pada jam ke 4 dengan pemberian ekstrak etil asetat lumut hati Mastighopora diclados dengan dosis 50 mg/Kg
Udem telapak kaki tikus pada jam ke 4 dengan pemberian ekstrak etil asetat lumut hati Mastighopora diclados dengan dosis 100 mg/Kg
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
Lampiran 4. Determinasi Lumut Hati Mastighopora diclados (Brid.ex Web) Nees
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
Lampiran 5. Proses Pembuatan Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados Lumut hatiMastigophora diclados sebanyak 2.220 gram
Determinasi tanaman
Sortasi basah
Dicuci dengan air bersih
Dikeringanginkan dalam ruangan
Sortasi kering
Lumut hatiMastigophora diclados diblender hingga menjadi serbuk (2.203 gram)
Serbuk kering lumut hatiMastigophora diclados sebanyak 2.103 gram dimaserasi bertingkat dengan n-heksan sampai diperoleh filtrat jernih kemudian dilanjutkan dengan maserasi menggunakan etil asetat sampai diperoleh filtrat jernih
Filtrat etil asetat diuapkan pelarutnya menggunakan vaccum rotary evaporator
Dilakukan uji penapisan fitokimia dan uji parameter non spesifik ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados
Ekstrak kental sebanyak 41,78 gram
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
Lampiran 6. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados
Alkaloid (-)
Alkaloid dengan reagen
Alkaloid dengan reagen Meyer(-)
dragendorf (-)
Antrakuinon (-)
Fenolik (-)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
Flavonoid (-)
Saponin (-)
Terpenoid (+)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
Lampiran 7. Hasil Uji Kadar Air dan Kadar Abu Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados 1. Hasil Uji Kadar Air Bobot cawan = 54,716 gram Bobot sampel = 1,130 gram Bobot cawan + sampel sebelum dioven (W0) = 55,846 gram Bobot cawan + sampel setelah dioven (Wa) = 55,581 gram % Kadar Air = =
Wo −Wa Wo
x 100%
55,846 gram – 55,581gram 55,581 gram
x 100%
= 0,47%
2. Hasil Uji Kadar Abu Bobot cawan
= 25,5 gram
Bobot sampel
= 2 gram
Bobot akhir
= 25,7 gram
% Kadar Abu =
=
Bobot akhir −bobot cawan bobot sampel 25,7gram −25,5 gram 2 gram
x 100%
x 100%
= 10%
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
Lampiran 8. Aklimatisasi Hewan Percobaan
Disiapkan 30 ekor tikus putih jantan
5 ekor Kontrol Negatif 5 ekor Kontrol Positif
Dikelompokkan secara acak menjadi 6 kelompok
5 ekor Dosis 5 mg/kg BB 5 ekor Dosis 10 mg/kg BB
Diaklimatisasi selama 4 minggu
5 ekor Dosis 50 mg/kg BB 5 ekor Dosis 100 mg/kg BB
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
Lampiran 9. Skema Kerja Antiinflamasi
30 ekor tikus dibagi menjadi 6 kelompok
Menimbang berat badan masing-masing tikus
Mengukur volume awal telapak kaki tikus dengan pletismometer
Perlakuan masing-masing kelompok
Kontrol positif : Asetosal dalam Na CMC 0,5% per oral
Kontrol negatif : Na CMC 0,5% per oral
Uji 1 : Ekstrak etil asetat m.diclados dosis5 mg/kg BB dalam Na CMC 0,5% per oral
Uji 2 : Ekstrak etil asetat m.diclados dosis10 mg/kg BB dalam Na CMC 0,5% per oral
Uji 3 : Ekstrak etil asetat m.diclados dosis 50 mg/kg BB dalam Na CMC 0,5% per oral
Uji 4 : Ekstrak etil asetat m.diclados dosis100 mg/kg BB dalam Na CMC 0,5% per oral
1 jam Masing-masing tikus diinjeksikan larutan karagenan 1% sebanyak 0,2 mL
Mengukur volume telapak kaki tikus tiap 1 jam selama 6 jam dengan pletismometer
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
Lampiran 10. Perhitungan Dosis Ekstrak Etil Asetat Lumut hati Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees Rendemen =
=
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 41,78 g 2.103 𝑔
x 100%
x 100%
= 1,98% a. Dosis yang digunakan dalam uji antiinflamasi ini ada 4 dosis, yakni dosis 5, 10, 50 dan 100 mg/Kg. b. Konsentrasi setiap pemberian untuk tikus : 1. VAO pada dosis 5 mg/Kg =
1 mL
=
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 0,2 kg x 5 mg /Kg 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
Konsentrasi = 1 mg/mL = 10 mg/10 mL Na CMC 0,5% 2. VAO pada dosis 10 mg/Kg =
1 mL
=
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 0,2 kg x 10 mg /Kg 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
Konsentrasi = 2 mg/mL = 20 mg/10 mL Na CMC 0,5%
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
3. VAO pada dosis 50 mg/Kg =
1 mL
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠
=
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟 𝑎𝑠𝑖 0,2 kg x 50 mg /Kg 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
Konsentrasi = 10 mg/mL = 100 mg/10 mL Na CMC 0,5%
4. VAO pada dosis 100 mg/Kg =
1 mL
=
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 0,2 kg x 100 mg /Kg 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
Konsentrasi = 20 mg/mL = 200 mg/10 mL Na CMC 0,5%
Keterangan : Pada pemberian sediaan uji secara oral telah disesuaikan dengan berat badan masing-masing tikus.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
Lampiran 11. Konversi Dosis Hewan (Reagan-Shaw, et al., 2007)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
Lampiran 12. Perhitungan Dosis Asam Asetil Salisilat Dosis lazim asam asetil salisilat untuk manusia adalah 325-650 mg untuk sekali pakai. Untuk dosis analgetik adalah 500 mg sekali pakai. Dosis asam asetil salisilat sebagai antiinflamasi 2-3 x dosis analgetik (Tjay, 2007). Maka dosis untuk antiinflamasi (1000-1500) mg, sehingga dosis yang dapat diberikan pada tikus (200 g) menggunakan rumus tabel konversi dosis hewan adalah : (ReaganShaw, et al., 2007) HED (mg/kg) = dosis hewan (mg/kg) x (1000-1500) mg = dosis hewan x
𝐊𝐦 𝐇𝐞𝐰𝐚𝐧 𝐊𝐦𝐌𝐚𝐧𝐮𝐬𝐢𝒂
6 37
(16,6-25) mg/kg = dosis hewan x 0,16 Dosis hewan =
(16,6−25) mg /kg 0,16
= (103,75-156,25) mg/kg = (0,103-0,156) mg/g = (20,75-31,2) mg/200 g Pada penelitian ini digunakan asetosal dengan dosis 25 mg/200 g atau 125 mg/kgBB, maka konsentrasi asetosal yang digunakan adalah : VAO (mL) =
𝐁𝐞𝐫𝐚𝐭 𝐛𝐚𝐝𝐚𝐧 𝐠 𝐱 𝐝𝐨𝐬𝐢𝐬 (𝐦𝐠/𝐠)
1 mL =
𝐤𝐨𝐧𝐬𝐞𝐧𝐭𝐫𝐚𝐬𝐢 (𝐦𝐠/𝐦𝐋) 200 g x 25 mg /200 g konsentrasi
Konsentrasi =
200 g x 25 mg /200 g 1 mL
=25 mg/mL = 625 mg/25 mL Na CMC 0,5 %
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
Lampiran 13. Hasil Pengukuran Volume Udem Telapak Kaki Tikus Setelah Diinduksi Karagenan pada Masing-masing Perlakuan
Kel
Perlakuan
Dosis
Kontrol
1
0
1
2
3
4
5
6
1
0.024
0.038
0.040
0.042
0.038
0.036
0.036
2
0.024
0.038
0.042
0.044
0.040
0.036
0.036
1 mL/
3
0.026
0.040
0.042
0.044
0.040
0.040
0.038
CMC 0,5%)
200 g
4
0.024
0.040
0.042
0.044
0.038
0.038
0.036
BB
5
0.024
0.038
0.040
0.044
0.040
0.038
0.036
Rata-rata
0.024
0.039
0.041
0.044
0.039
0.038
0.036
SD
0.001
0.001
0.001
0.001
0.001
0.002
0.001
1
0.028
0.034
0.040
0.040
0.040
0.038
0.036
2
0.030
0.034
0.040
0.040
0.038
0.038
0.036
Positif
125
3
0.030
0.032
0.040
0.040
0.036
0.036
0.036
(Asetosal)
mg/kg
4
0.028
0.032
0.038
0.040
0.040
0.038
0.036
BB
5
0.030
0.034
0.038
0.040
0.040
0.038
0.036
Rata-rata
0.029
0.033
0.039
0.040
0.039
0.038
0.036
SD
0.001
0.001
0.001
0.000
0.002
0.001
0.000
1
0.028
0.032
0.034
0.034
0.032
0.032
0.030
2
0.028
0.034
0.036
0.028
0.036
0.034
0.034
5
3
0.030
0.034
0.036
0.036
0.034
0.034
0.032
mg/kg
4
0.026
0.032
0.034
0.034
0.034
0.032
0.032
BB
5
0.030
0.036
0.040
0.040
0.038
0.036
0.034
Rata-rata
0.028
0.034
0.036
0.034
0.035
0.034
0.032
SD
0.002
0.002
0.002
0.004
0.002
0.002
0.002
Ekstrak Lumut Hati Mastigophora 3
Volume Udem (mL) selama 6 Jam Pengamatan
Negatif (Na
Kontrol
2
N
diclados
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
64
(Lanjutan)
Kel
Perlakuan
Dosis
1
2
3
4
5
6
1
0.026
0.032
0.034
0.034
0.034
0.034
0.032
2
0.030
0.036
0.040
0.040
0.038
0.036
0.038
10
3
0.026
0.036
0.038
0.038
0.038
0.036
0.032
mg/kg
4
0.030
0.038
0.040
0.040
0.038
0.036
0.034
BB
5
0.028
0.032
0.036
0.038
0.036
0.034
0.034
Rata-rata
0.028
0.035
0.038
0.038
0.037
0.035
0.034
SD
0.002
0.003
0.003
0.002
0.002
0.001
0.002
1
0.030
0.040
0.042
0.044
0.042
0.040
0.040
2
0.026
0.034
0.036
0.040
0.038
0.038
0.036
3
0.028
0.036
0.038
0.040
0.038
0.038
0.036
mL/200 4
0.028
0.034
0.036
0.038
0.038
0.036
0.036
0.026
0.034
0.036
0.038
0.038
0.036
0.036
Rata-rata
0.028
0.036
0.038
0.040
0.039
0.038
0.037
SD
0.002
0.003
0.003
0.002
0.002
0.002
0.002
1
0.022
0.034
0.038
0.042
0.040
0.040
0.038
2
0.028
0.034
0.040
0.042
0.040
0.036
0.036
100
3
0.028
0.038
0.040
0.042
0.038
0.038
0.036
mg/kg
4
0.028
0.038
0.038
0.042
0.038
0.036
0.036
BB
5
0.028
0.038
0.040
0.042
0.040
0.038
0.038
Rata-rata
0.027
0.036
0.039
0.042
0.039
0.038
0.037
SD
0.003
0.002
0.001
0.000
0.001
0.002
0.001
Lumut Hati Mastigophora diclados
Ekstrak Lumut Hati 5
Mastigophora diclados
50
g BB
Ekstrak Lumut Hati 6
Volume Udem (mL) selama 6 Jam Pengamatan 0
Ekstrak
4
N
Mastigophora diclados
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
65
Lampiran 14. Hasil Persentase Udem Telapak Kaki Tikus Setelah Diinduksi Karagenan pada Masing-masing Perlakuan
Kel
Perlakuan
Dosis
Kontrol
1
0
1
2
3
4
5
6
1
0.00
58.33
66.66
75.00
58.33
50.00
50.00
2
0.00
58.33
75.00
83.33
66.66
50.00
50.00
1
3
0.00
53.84
61.53
69.23
53.84
53.84
46.15
CMC 0,5%)
mL/200
4
0.00
66.66
75.00
83.33
58.33
58.33
50.00
g BB
5
0.00
58.33
66.66
83.33
66.66
58.33
50.00
Rata-rata
0.00
59.10
68.97
78.84
60.76
54.10
49.23
SD
0.00
4.65
5.89
6.47
5.69
4.17
1.72
1
0.00
21.42
42.85
42.85
42.85
35.71
28.57
2
0.00
13.33
33.33
33.33
26.66
26.66
20.00
Positif
125
3
0.00
6.66
33.33
33.33
20.00
20.00
20.00
(Asetosal)
mg/kg
4
0.00
14.28
35.71
42.85
42.85
35.71
28.57
BB
5
0.00
13.33
26.66
33.33
33.33
26.66
20.00
Rata-rata
0.00
13.80
34.38
37.14
33.14
28.95
23.43
SD
0.00
5.24
5.82
5.21
10.04
6.75
4.69
1
0.00
14.28
21.42
21.42
14.28
14.28
7.140
2
0.00
21.42
28.57 35.710
28.57
21.42
21.42
5
3
0.00
13.33
20.00
20.00
13.33
13.33
6.66
mg/kg
4
0.00
23.07
30.76
30.76
30.76
23.07
23.07
BB
5
0.00
20.00
33.33
33.33
26.66
20.00
13.33
Rata-rata
0.00
18.42
26.82
28.24
22.72
18.42
14.32
SD
0.00
4.36
5.84
7.11
8.27
4.36
7.72
Ekstrak Lumut Hati Mastigophora 3
Persen Udem (mL) selama 6 Jam Pengamatan
Negatif (Na
Kontrol
2
N
diclados
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
66
(Lanjutan)
Kel
Perlakuan
Dosis
Mastigophora 4
diclados
diclados
diclados
5
6
0.00 38.46 46.15 46.15 46.15 38.46 23.07
mg/kg
4
0.00 26.66 33.33 33.33 26.66 20.00 13.33
BB
5
0.00 14.28 28.57 35.71 28.57 21.42 21.42 0.00 24.49 34.43 35.86 31.76 26.13 21.51 0.00
9.03
6.85
6.01
8.22
8.23
4.96
1
0.00 33.33 40.00 46.66 40.00 33.33 33.33
2
0.00 30.76 38.46 53.84 46.15 46.15 38.46
50
3
0.00 28.57 35.71 42.85 35.71 35.71 28.57
mL/200
4
0.00 21.42 28.57 35.71 35.71 28.57 28.57
g BB
5
0.00 30.76 38.46 46.15 46.15 38.46 38.46 0.00 28.97 36.24 45.04 40.74 36.44 33.48 0.00
4.54
4.56
6.58
5.24
6.53
4.95
1
0.00 54.54 72.72 90.90 81.81 81.81 72.72
2
0.00 21.42 42.85 50.00 42.85 28.57 28.57
100
3
0.00 35.71 42.85 50.00 35.71 35.71 28.57
mg/kg
4
0.00 35.71 35.71 50.00 35.71 28.57 28.57
BB
5
0.00 35.71 42.85 50.00 42.85 35.71 35.71
Ekstrak
6
4
3
SD
Mastigophora
3
10
Rata-rata
Lumut Hati
2
0.00 20.00 33.33 33.33 26.66 20.00 26.66
Ekstrak
5
1
2
SD
Mastigophora
0
0.00 23.07 30.76 30.76 30.76 30.76 23.07
Rata-rata
Lumut Hati
Persen Udem (mL) selama 6 Jam Pengamatan
1 Ekstrak Lumut Hati
N
Rata-rata
0.00 36.62 47.40 58.18 47.79 42.07 38.83
SD
0.00 11.78 14.49 18.29 19.35 22.50 19.20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
67
Lampiran 15. Hasil Persentase Inhibisi Udem Telapak Kaki Tikus Setelah Diinduksi Karagenan pada Masing-masing Perlakuan
Persen Inhibisi Udem (mL) selama 6 Jam Kel
Perlakuan
Dosis
0
1
2
3
4
5
6
1
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
2
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Negatif (Na
1 mL/ 3
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
CMC 0,5%)
200 g
4
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
BB
5
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Rata-rata
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
SD
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
1
0.00
63.27
35.71
42.86
26.53
28.58
42.86
2
0.00
77.14
55.56
60.00
60.00
46.68
60.00
3
0.00
87.63
45.83
51.85
62.85
62.85
56.66
4
0.00
78.57
52.38
48.57
26.53
38.77
42.86
5
0.00
77.14
60.00
60.00
50.00
54.29
60.00
Rata-rata
0.00
76.75
49.90
52.66
45.18
46.23
52.48
SD
0.00
8.71
9.46
7.44
17.68
13.31
8.88
1
0.00
75.51
67.86
71.44
75.51
71.44
85.72
2
0.00
63.27
61.9
57.14
57.14
57.16
57.16
5 mg/
3
0.00
75.24
67.49
71.11
75.24
75.24
85.56
kg
4
0.00
65.39
58.98
63.08
47.26
60.44
53.86
BB
5
0.00
65.71
50.00
60.00
60.00
65.71
73.34
Rata-rata
0.00
69.02
61.25
64.55
63.03
66.00
71.13
SD
0.00
5.87
7.33
6.49
12.22
7.49
15.16
Kontrol
1
Kontrol Positif 2
(Asetosal)
125 mg/ kg BB
Ekstrak Lumut Hati 3
Pengamatan
N
Mastigophora diclados
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
68
(Lanjutan)
Persen Inhibisi Udem (mL) selama 6 Jam Kel
Perlakuan
Dosis
Pengamatan
N 0
Mastigophora 4
diclados
4
5
6
2
0.00 65.71 55.56 60.00 60.00 60.00 46.68
10
3
0.00 28.56 24.99 33.33 14.28 28.56 50.01
mg/kg
4
0.00 60.00 55.56 60.00 54.29 65.71 73.34
BB
5
0.00 75.51 57.14 57.14 57.19 63.27 57.16
Rata-rata
0.00 58.04 49.42 53.89 46.60 51.20 56.21
SD
0.00 17.63 13.71 11.55 18.68 16.64 10.36
Lumut Hati Mastigophora
1
0.00 42.85 39.99 37.78 31.42 33.34 33.34
2
0.00 47.26 48.72 35.38 30.76
50
3
0.00 46.93 41.96 38.10 33.67 33.67 38.09
diclados
mL/200
4
0.00 67.86 61.90 57.14 38.77 51.02 42.86
g BB
5
0.00 47.26 42.30 44.61 30.76 34.06 23.08
Rata-rata
Mastigophora diclados
23.08
0.00
9.92
8.97
8.82
3.40
15.50
8.89
1
0.00
6.49
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
2
0.00 63.27 42.86 93.99 35.71 42.86 42.86
100
3
0.00 33.67 30.35 27.77 33.67 33.67 38.09
mg/kg
4
0.00 46.42 52.38 93.99 38.77 51.02 42.86
BB
5
0.00 38.77 35.71 93.99 35.71 38.77 28.58
Ekstrak Lumut Hati
7.70
0.00 50.43 46.97 42.60 33.08 31.96 32.09
SD
6
3
0.00 60.44 53.85 58.98 47.26 38.48 53.86
Ekstrak
5
2
1 Ekstrak Lumut Hati
1
Rata-rata
0.00 37.72 32.26 61.95 28.77 33.26 30.48
SD
0.00 20.74 19.83 44.96 16.19 19.65 18.01
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
69
Lampiran 16. Perhitungan Persen Udem dan Persen Inhibisi Udem Telapak Kaki Tikus
I. Persen (%) Udem Ekstrak Lumut Hati Mastigophora diclados Dosis 5 mg/kgBB a. Tikus pertama jam ke 1 % udem
𝑉𝑡 −𝑉𝑜
= =
𝑉𝑜
x 100%
0,032−0,028 0,028
x 100%
= 14,28%
b. Tikus kedua jam ke 1 % udem
= =
𝑉𝑡 −𝑉𝑜 𝑉𝑜
x 100%
0,034−0,028 0,028
x 100%
= 21,42%
c. Tikus ketiga jam ke 1 % udem
= =
𝑉𝑡 −𝑉𝑜 𝑉𝑜
x 100%
0,034−0,030 0,030
x 100%
= 13,33 %
d. Tikus keempat jam ke 1 % udem
= =
𝑉𝑡 −𝑉𝑜 𝑉𝑜
x 100%
0,032−0,026 0,026
x 100%
= 23,07 %
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
70
e. Tikus kelima jam ke 1 % udem
= =
𝑉𝑡 −𝑉𝑜 𝑉𝑜
x 100%
0,036−0,030 0,030
x 100%
= 20 %
Keterangan : Vo = Volume telapak kaki tikus pada waktu nol Vt = Volume telapak kaki tikus pada waktu t
II. Persen (%) Inhibisi Udem Ekstrak Lumut Hati Mastigophora diclados Dosis 5 mg/kgBB a) Tikus pertama jam ke 1 % inhibisi udem =
=
𝑎−𝑏 𝑎
x 100%
58,33 %−14,28% 58,33%
x 100%
= 75,51%
b) Tikus kedua jam ke 1 % inhibisi udem = =
𝑎−𝑏 𝑎
x 100%
58,33%−21,42% 58,33%
x 100%
= 63,27%
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
71
c) Tikus ketiga jam ke 1 % inhibisi udem = =
𝑎−𝑏
x 100%
𝑎
53,84%−13,33% 53,84%
x 100%
= 75,24%
d) Tikus keempat jam ke 1 % inhibisi udem = =
𝑎−𝑏
x 100%
𝑎
66,66%−23,07% 66,66%
x 100%
= 65,39%
e) Tikus kelima jam ke 1 % inhibisi udem = =
𝑎−𝑏 𝑎
x 100%
58,33%−20% 58,33%
x 100%
= 65,71%
Keterangan : a = % udem pada kelompok hewan kontrol (-) b= % udem pada kelompok hewan uji
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
72
Lampiran 17. Hasil Statistik Uji Efek Antiinflamasi dengan Metode Udem Buatan pada Telapak Kaki Tikus 1. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov dan Uji Levene terhadap Persen Udem Kaki Tikus a. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Tujuan
: Untuk melihat distribusi data persen inhibisi udem telapak kaki tikus normal atau tidak.
Hipotesis
:
Ho : data persen inhibisi udem telapak kaki tikus terdistribusi normal Ha : data persen inhibisi udem telapak kaki tikus tidak terdistribusi normal Pengambilan Keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test jam1 N Normal Parametersa
jam5
jam6
30
30
30
25
48.6623
39.9660
45.9417
36.1107
39.1500
37.9812
27.98459
22.70679
28.45654
23.31107
24.54212
27.22161
Absolute
.191
.168
.153
.139
.145
.159
Positive
.134
.161
.147
.139
.145
.159
Negative
-.191
-.168
-.153
-.109
-.140
-.102
1.044
.922
.838
.763
.792
.793
.226
.363
.483
.605
.557
.556
Deviation
Asymp. Sig. (2-tailed)
jam4
30
Std.
Kolmogorov-Smirnov Z
jam3
30 Mean
Most Extreme Differences
jam2
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : Data persen inhibisi udem telapak kaki tikus pada jam ke 1,2,3,4,5,dan 6 terdistribusi normal (ρ ≥ 0,05)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
73
b. Uji Homogenitas Levene Tujuan
: Untuk melihat data persen inhibisi udem telapak kaki tikus homogen atau tidak.
Hipotesis
:
Ho : data persen inhibisi udem telapak kaki tikus bervariasi homogen Ha : data persen inhibisi udem telapak kaki tikus tidak bervariasi homogen Pengambilan Keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic
df1
df2
Sig.
Jam 1
1.940
5
24
.125
Jam 2
2.124
5
24
.097
Jam 3
21.844
5
24
.000
Jam 4
3.573
5
24
.015
Jam 5
2.462
5
24
.062
Jam 6
3.347
4
20
.030
Keputusan : Data persen inhibisi udem telapak kaki tikus bervariasi homogen (ρ ≥ 0,05) pada jam ke 1,2,dan 5, sedangkan pada jam ke 3,4 dan 6 tidak bervariasi homogen (ρ ≤ 0,05). Kesimpulan : Syarat normalitas pada semua kelompok hewan uji terpenuhi akan tetapi syarat homogenitas pada jam ke 3,4 dan 6 tidak terpenuhi. Oleh karena itu, data persen inhibisi udem telapak kaki tikus tidak dapat dilanjutkan menggunakan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
74
2. Uji Kruskal Wallis terhadap persen inhibisi udem telapak kaki tikus Tujuan
: Untuk melihat data persen inhibisi udem telapak kaki tikus homogen atau tidak.
Hipotesis Ho
:
: data persen inhibisi udem telapak kaki tikus tidak berbeda secara bermakna
Ha
: data persen inhibisi udem telapak kaki tikus berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak Test Statisticsa,b Jam1 Chi-Square
Jam 2
Jam 4
Jam 5
Jam 6
18.106
15.578
17.870
15.904
18.504
17.112
4
4
4
4
4
3
.001
.004
.001
.003
.001
.001
df Asymp. Sig.
Jam 3
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: kelompok
Keputusan : Data persen inhibisi udem telapak kaki tikus semua kelompok uji berbeda secara bermakna, maka dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) dengan metode LSD (Least Significance Different). Uji BNT merupakan uji lanjutan yang dilakukan apabila hasil pengujian menunjukkan adanya perbedaan nilai secara bermakna. Tujuannya adalah untuk menentukan kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan kelompok lainnya.
3. Uji BNT (LSD) Persen Inhibisi Udem Telapak Kaki Tikus pada Jam ke 1,2,3,4,5, dan 6 Tujuan : Untuk mengetahui perbedaan persen inhibisi udem telapak kaki tikus yang bermakna.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
75
Multiple Comparisons
LSD Dependent Variable
Mean Difference (I-J)
95% Confidence Interval Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
(I)kelompok
(J)kelompok
Jam 1 Kontrol Negatif
Kontrol Positif
-76.75000* 7.95752 .000 -93.1735 -60.3265
Dosis 5 mg/kg
-69.02400* 7.95752 .000 -85.4475 -52.6005
Dosis 10 mg/kg
-58.04400* 7.95752 .000 -74.4675 -41.6205
Dosis 50 mg/kg
-50.43200* 7.95752 .000 -66.8555 -34.0085
Sig.
Dosis 100 mg/kg -37.72400* 7.95752 .000 -54.1475 -21.3005 Kontrol Positif
Kontrol Negatif Dosis 5 mg/kg
Dosis 5 mg/kg
Dosis 10 mg/kg
7.72600 7.95752 .341
-8.6975 24.1495
Dosis 10 mg/kg
18.70600* 7.95752 .027
2.2825 35.1295
Dosis 50 mg/kg
26.31800* 7.95752 .003
9.8945 42.7415
Dosis 100 mg/kg
39.02600* 7.95752 .000 22.6025 55.4495
Kontrol Negatif
69.02400* 7.95752 .000 52.6005 85.4475
Kontrol Positif
-7.72600 7.95752 .341 -24.1495
Dosis 10 mg/kg
10.98000 7.95752 .180
-5.4435 27.4035
Dosis 50 mg/kg
18.59200* 7.95752 .028
2.1685 35.0155
Dosis 100 mg/kg
31.30000* 7.95752 .001 14.8765 47.7235
Kontrol Negatif
58.04400* 7.95752 .000 41.6205 74.4675
8.6975
Kontrol Positif
-18.70600* 7.95752 .027 -35.1295
-2.2825
Dosis 5 mg/kg
-10.98000 7.95752 .180 -27.4035
5.4435
Dosis 50 mg/kg Dosis 50 mg/kg
76.75000* 7.95752 .000 60.3265 93.1735
7.61200 7.95752 .348
-8.8115 24.0355
Dosis 100 mg/kg
20.32000* 7.95752 .017
3.8965 36.7435
Kontrol Negatif
50.43200* 7.95752 .000 34.0085 66.8555
Kontrol Positif
-26.31800* 7.95752 .003 -42.7415
-9.8945
Dosis 5 mg/kg
-18.59200* 7.95752 .028 -35.0155
-2.1685
Dosis 10 mg/kg
-7.61200 7.95752 .348 -24.0355
8.8115
Dosis 100 mg/kg
12.70800 7.95752 .123
-3.7155 29.1315
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
76
Dosis 100 mg/kg Kontrol Negatif
Jam 2 Kontrol Negatif
37.72400* 7.95752 .000 21.3005 54.1475
Kontrol Positif
-39.02600* 7.95752 .000 -55.4495 -22.6025
Dosis 5 mg/kg
-31.30000* 7.95752 .001 -47.7235 -14.8765
Dosis 10 mg/kg
-20.32000* 7.95752 .017 -36.7435
Dosis 50 mg/kg Kontrol Positif
-12.70800 7.95752 .123 -29.1315 3.7155 -49.89600* 7.32503 .000 -65.0141 -34.7779
Dosis 5 mg/kg
-61.24600* 7.32503 .000 -76.3641 -46.1279
Dosis 10 mg/kg
-49.42000* 7.32503 .000 -64.5381 -34.3019
Dosis 50 mg/kg
-46.97400* 7.32503 .000 -62.0921 -31.8559
-3.8965
Dosis 100 mg/kg -32.26000* 7.32503 .000 -47.3781 -17.1419 Kontrol Positif
Dosis 5 mg/kg
Dosis 10 mg/kg
Kontrol Negatif
49.89600* 7.32503 .000 34.7779 65.0141
Dosis 5 mg/kg
-11.35000 7.32503 .134 -26.4681
Dosis 10 mg/kg
.47600 7.32503 .949 -14.6421 15.5941
Dosis 50 mg/kg
2.92200 7.32503 .693 -12.1961 18.0401
Dosis 100 mg/kg
17.63600* 7.32503 .024
Kontrol Negatif
61.24600* 7.32503 .000 46.1279 76.3641
2.5179 32.7541
Kontrol Positif
11.35000 7.32503 .134
-3.7681 26.4681
Dosis 10 mg/kg
11.82600 7.32503 .119
-3.2921 26.9441
Dosis 50 mg/kg
14.27200 7.32503 .063
-.8461 29.3901
Dosis 100 mg/kg
28.98600* 7.32503 .001 13.8679 44.1041
Kontrol Negatif
49.42000* 7.32503 .000 34.3019 64.5381
Kontrol Positif Dosis 5 mg/kg Dosis 50 mg/kg
Dosis 50 mg/kg
3.7681
-.47600 7.32503 .949 -15.5941 14.6421 -11.82600 7.32503 .119 -26.9441
3.2921
2.44600 7.32503 .741 -12.6721 17.5641
Dosis 100 mg/kg
17.16000* 7.32503 .028
Kontrol Negatif
46.97400* 7.32503 .000 31.8559 62.0921
Kontrol Positif
-2.92200 7.32503 .693 -18.0401 12.1961
Dosis 5 mg/kg
2.0419 32.2781
-14.27200 7.32503 .063 -29.3901
.8461
Dosis 10 mg/kg
-2.44600 7.32503 .741 -17.5641 12.6721
Dosis 100 mg/kg
14.71400 7.32503 .056
-.4041 29.8321
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
77
Dosis 100 mg/kg Kontrol Negatif
Jam 3 Kontrol Negatif
32.26000* 7.32503 .000 17.1419 47.3781
Kontrol Positif
-17.63600* 7.32503 .024 -32.7541
Dosis 5 mg/kg
-28.98600* 7.32503 .001 -44.1041 -13.8679
Dosis 10 mg/kg
-17.16000* 7.32503 .028 -32.2781
-2.0419
Dosis 50 mg/kg
-14.71400 7.32503 .056 -29.8321
.4041
-2.5179
Kontrol Positif
-52.65600* 12.46336 .000 -78.3791 -26.9329
Dosis 5 mg/kg
-64.55400* 12.46336 .000 -90.2771 -38.8309
Dosis 10 mg/kg
-53.89000* 12.46336 .000 -79.6131 -28.1669
Dosis 50 mg/kg
-42.60200* 12.46336 .002 -68.3251 -16.8789
Dosis 100 mg/kg -61.94800* 12.46336 .000 -87.6711 -36.2249 Kontrol Positif
Dosis 5 mg/kg
Kontrol Negatif
52.65600* 12.46336 .000 26.9329 78.3791
Dosis 5 mg/kg
-11.89800 12.46336 .349 -37.6211 13.8251
Dosis 10 mg/kg
-1.23400 12.46336 .922 -26.9571 24.4891
Dosis 50 mg/kg
10.05400 12.46336 .428 -15.6691 35.7771
Dosis 100 mg/kg
-9.29200 12.46336 .463 -35.0151 16.4311
Kontrol Negatif
64.55400* 12.46336 .000 38.8309 90.2771
Kontrol Positif
11.89800 12.46336 .349 -13.8251 37.6211
Dosis 10 mg/kg
10.66400 12.46336 .401 -15.0591 36.3871
Dosis 50 mg/kg
21.95200 12.46336 .091
Dosis 100 mg/kg Dosis 10 mg/kg
Dosis 50 mg/kg
Kontrol Negatif
-3.7711 47.6751
2.60600 12.46336 .836 -23.1171 28.3291 53.89000* 12.46336 .000 28.1669 79.6131
Kontrol Positif
1.23400 12.46336 .922 -24.4891 26.9571
Dosis 5 mg/kg
-10.66400 12.46336 .401 -36.3871 15.0591
Dosis 50 mg/kg
11.28800 12.46336 .374 -14.4351 37.0111
Dosis 100 mg/kg
-8.05800 12.46336 .524 -33.7811 17.6651
Kontrol Negatif
42.60200* 12.46336 .002 16.8789 68.3251
Kontrol Positif
-10.05400 12.46336 .428 -35.7771 15.6691
Dosis 5 mg/kg
-21.95200 12.46336 .091 -47.6751
Dosis 10 mg/kg
-11.28800 12.46336 .374 -37.0111 14.4351
Dosis 100 mg/kg
-19.34600 12.46336 .134 -45.0691
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.7711
6.3771
78
Dosis 100 mg/kg Kontrol Negatif Kontrol Positif
9.29200 12.46336 .463 -16.4311 35.0151
Dosis 5 mg/kg
-2.60600 12.46336 .836 -28.3291 23.1171
Dosis 10 mg/kg Dosis 50 mg/kg Jam 4 Kontrol Negatif
61.94800* 12.46336 .000 36.2249 87.6711
8.05800 12.46336
.524 -17.6651 33.7811
19.34600 12.46336 .134
-6.3771 45.0691
Kontrol Positif
-45.18200* 8.50323 .000 -62.7318 -27.6322
Dosis 5 mg/kg
-63.03000* 8.50323 .000 -80.5798 -45.4802
Dosis 10 mg/kg
-46.60400* 8.50323 .000 -64.1538 -29.0542
Dosis 50 mg/kg
-33.07600* 8.50323 .001 -50.6258 -15.5262
Dosis 100 mg/kg -28.77200* 8.50323 .002 -46.3218 -11.2222 Kontrol Positif
Kontrol Negatif Dosis 5 mg/kg
Dosis 5 mg/kg
Dosis 10 mg/kg
-17.84800* 8.50323 .047 -35.3978
-.2982
Dosis 10 mg/kg
-1.42200 8.50323 .869 -18.9718 16.1278
Dosis 50 mg/kg
12.10600 8.50323 .167
-5.4438 29.6558
Dosis 100 mg/kg
16.41000 8.50323 .066
-1.1398 33.9598
Kontrol Negatif
63.03000* 8.50323 .000 45.4802 80.5798
Kontrol Positif
17.84800* 8.50323 .047
.2982 35.3978
Dosis 10 mg/kg
16.42600 8.50323 .065
-1.1238 33.9758
Dosis 50 mg/kg
29.95400* 8.50323 .002 12.4042 47.5038
Dosis 100 mg/kg
34.25800* 8.50323 .000 16.7082 51.8078
Kontrol Negatif
46.60400* 8.50323 .000 29.0542 64.1538
Kontrol Positif Dosis 5 mg/kg
Dosis 50 mg/kg
45.18200* 8.50323 .000 27.6322 62.7318
1.42200 8.50323 .869 -16.1278 18.9718 -16.42600 8.50323 .065 -33.9758
1.1238
Dosis 50 mg/kg
13.52800 8.50323 .125
-4.0218 31.0778
Dosis 100 mg/kg
17.83200* 8.50323 .047
.2822 35.3818
Kontrol Negatif
33.07600* 8.50323 .001 15.5262 50.6258
Kontrol Positif
-12.10600 8.50323 .167 -29.6558
Dosis 5 mg/kg Dosis 10 mg/kg Dosis 100 mg/kg
5.4438
-29.95400* 8.50323 .002 -47.5038 -12.4042 -13.52800 8.50323 .125 -31.0778
4.0218
4.30400 8.50323 .617 -13.2458 21.8538
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
79
Dosis 100 mg/kg Kontrol Negatif Kontrol Positif
-16.41000 8.50323 .066 -33.9598
1.1398
Dosis 5 mg/kg
-34.25800* 8.50323 .000 -51.8078 -16.7082
Dosis 10 mg/kg
-17.83200* 8.50323 .047 -35.3818
Dosis 50 mg/kg Jam 5 Kontrol Negatif
28.77200* 8.50323 .002 11.2222 46.3218
-.2822
-4.30400 8.50323 .617 -21.8538 13.2458
Kontrol Positif
-52.47600* 8.31987 .000 -69.6474 -35.3046
Dosis 5 mg/kg
-65.99800* 8.31987 .000 -83.1694 -48.8266
Dosis 10 mg/kg
-51.20400* 8.31987 .000 -68.3754 -34.0326
Dosis 50 mg/kg
-31.95800* 8.31987 .001 -49.1294 -14.7866
Dosis 100 mg/kg -33.26400* 8.31987 .001 -50.4354 -16.0926 Kontrol Positif
Kontrol Negatif
52.47600* 8.31987 .000 35.3046 69.6474
Dosis 5 mg/kg
-13.52200 8.31987 .117 -30.6934
Dosis 10 mg/kg
Dosis 5 mg/kg
Dosis 10 mg/kg
Dosis 50 mg/kg
3.6494
1.27200 8.31987 .880 -15.8994 18.4434
Dosis 50 mg/kg
20.51800* 8.31987 .021
3.3466 37.6894
Dosis 100 mg/kg
19.21200* 8.31987 .030
2.0406 36.3834
Kontrol Negatif
65.99800* 8.31987 .000 48.8266 83.1694
Kontrol Positif
13.52200 8.31987 .117
-3.6494 30.6934
Dosis 10 mg/kg
14.79400 8.31987 .088
-2.3774 31.9654
Dosis 50 mg/kg
34.04000* 8.31987 .000 16.8686 51.2114
Dosis 100 mg/kg
32.73400* 8.31987 .001 15.5626 49.9054
Kontrol Negatif
51.20400* 8.31987 .000 34.0326 68.3754
Kontrol Positif
-1.27200 8.31987 .880 -18.4434 15.8994
Dosis 5 mg/kg
-14.79400 8.31987 .088 -31.9654
Dosis 50 mg/kg
19.24600* 8.31987 .030
2.0746 36.4174
Dosis 100 mg/kg
17.94000* 8.31987 .041
.7686 35.1114
Kontrol Negatif
31.95800* 8.31987 .001 14.7866 49.1294
Kontrol Positif
-20.51800* 8.31987 .021 -37.6894 *
Dosis 5 mg/kg
-34.04000
Dosis 10 mg/kg
-19.24600* 8.31987 .030 -36.4174
Dosis 100 mg/kg
2.3774
-3.3466
8.31987 .000 -51.2114 -16.8686 -2.0746
-1.30600 8.31987 .877 -18.4774 15.8654
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
80
Dosis 100 mg/kg Kontrol Negatif Kontrol Positif
-19.21200* 8.31987 .030 -36.3834
Dosis 5 mg/kg
-32.73400* 8.31987 .001 -49.9054 -15.5626
Dosis 10 mg/kg
-17.94000* 8.31987 .041 -35.1114
Dosis 50 mg/kg Jam 6 Kontrol Negatif
Kontrol Positif
Dosis 5 mg/kg
33.26400* 8.31987 .001 16.0926 50.4354
Kontrol Positif
-71.12800* 7.69612 .000 -87.1818 -55.0742
Dosis 5 mg/kg
-56.21000* 7.69612 .000 -72.2638 -40.1562
Dosis 10 mg/kg
-32.09000* 7.69612 .000 -48.1438 -16.0362
Dosis 50 mg/kg
-30.47800* 7.69612 .001 -46.5318 -14.4242
Dosis 100 mg/kg
71.12800* 7.69612 .000 55.0742 87.1818
Kontrol Negatif
14.91800 7.69612 .067
-1.1358 30.9718
Dosis 5 mg/kg
39.03800* 7.69612 .000 22.9842 55.0918
Dosis 10 mg/kg
40.65000* 7.69612 .000 24.5962 56.7038
Dosis 50 mg/kg
56.21000* 7.69612 .000 40.1562 72.2638
Dosis 100 mg/kg
-14.91800 7.69612 .067 -30.9718
Kontrol Negatif
24.12000* 7.69612 .005
8.0662 40.1738
Kontrol Positif
25.73200* 7.69612 .003
9.6782 41.7858
Dosis 10 mg/kg
32.09000* 7.69612 .000 16.0362 48.1438
Dosis 50 mg/kg
-39.03800* 7.69612 .000 -55.0918 -22.9842
Kontrol Negatif
1.1358
-8.0662
1.61200 7.69612 .836 -14.4418 17.6658
Kontrol Positif
30.47800* 7.69612 .001 14.4242 46.5318
Dosis 5 mg/kg
-40.65000* 7.69612 .000 -56.7038 -24.5962
Dosis 50 mg/kg
-25.73200* 7.69612 .003 -41.7858
Dosis 100 mg/kg Dosis 50 mg/kg
-.7686
1.30600 8.31987 .877 -15.8654 18.4774
Dosis 100 mg/kg -24.12000* 7.69612 .005 -40.1738 Dosis 10 mg/kg
-2.0406
-9.6782
-1.61200 7.69612 .836 -17.6658 14.4418
Kontrol Negatif
-71.12800* 7.69612 .000 -87.1818 -55.0742
Kontrol Positif
-56.21000* 7.69612 .000 -72.2638 -40.1562
Dosis 5 mg/kg
-32.09000* 7.69612 .000 -48.1438 -16.0362
Dosis 10 mg/kg
-30.47800* 7.69612 .001 -46.5318 -14.4242
Dosis 100 mg/kg
71.12800* 7.69612 .000 55.0742 87.1818
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
81
Dosis 100 mg/kg Kontrol Negatif
14.91800 7.69612 .067
-1.1358 30.9718
Kontrol Positif
39.03800* 7.69612 .000 22.9842 55.0918
Dosis 5 mg/kg
40.65000* 7.69612 .000 24.5962 56.7038
Dosis 10 mg/kg
56.21000* 7.69612 .000 40.1562 72.2638
Dosis 50 mg/kg
-14.91800 7.69612 .067 -30.9718
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keterangan : tanda * menunjukkan data berbeda secara bermakna. Dilihat dari data di atas, maka : a. Jam ke 1 1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5, 10, 50, dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). 2. Kelompok kontrol positif berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol negatif dan klompok uji dosis 10,50 dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). 3. Kelompok dosis 5 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kontrol positif dan kelompok uji dosis 10 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). 4. Kelompok dosis 10 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok uji dosis 5 dan 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). 5. Kelompok dosis 50 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok uji dosis 10 dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). 6. Kelompok dosis 100 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok dosis 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.1358
82
b. Jam ke 2 1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5, 10, 50, dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). 2. Kelompok kontrol positif berbeda secara bermakna terhadap kontrol negatif dan dosis 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). 3. Kelompok dosis 5 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif dan kelompok dosis 10 dan 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). 4. Kelompok dosis 10 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok control positif, kelompok dosis 5 dan 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). 5. Kelompok dosis 50 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif, kelompok dosis 5, 10 dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). 6. Kelompok dosis 100 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok dosis 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). c. Jam ke 3 1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5, 10, 50, dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). 2. Kelompok kontrol positif berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol negatif pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). 3. Kelompok dosis 5 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok control positif, kelompok dosis 10,50 dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). 4. Kelompok dosis 10 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif, kelompok dosis 5, 50 dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
83
5. Kelompok dosis 50 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif, kelompok dosis 5, 10 dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). 6. Kelompok dosis 100 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif, kelompok dosis 5, 10 dan 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). d. Jam ke 4 1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5, 10, 50, dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). 2. Kelompok kontrol positif berbeda secara bermakna terhadap kontrol negatif dan dosis 5 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). 3. Kelompok dosis 5 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok dosis 10 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). 4. Kelompok dosis 10 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif, kelompok dosis 5 dan 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). 5. Kelompok dosis 50 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif, kelompok dosis 10 dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). 6. Kelompok dosis 100 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif, kelompok dosis 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). e. Jam ke 5 1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5, 10, 50, dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). 2. Kelompok kontrol positif berbeda secara bermakna terhadap kontrol negatif dan dosis 50 dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
84
3. Kelompok dosis 5 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif dan kelompok dosis 10 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). 4. Kelompok dosis 10 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif dan kelompok dosis 5 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). 5. Kelompok dosis 50 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok dosis 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). 6. Kelompok dosis 100 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok dosis 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). f. Jam ke 6 1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5, 10, 50, dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). 2. Kelompok kontrol positif berbeda secara bermakna dengan kelompok dosis 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). 3. Kelompok dosis 5 mg/Kg berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok dosis uji, kelompok kontrol positif dan negatif pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). 4. Kelompok dosis 10 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok dosis 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). 5. Kelompok dosis 50 mg/Kg berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok dosis uji, kelompok kontrol positif dan negatif pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). 6. Kelompok dosis 100 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok dosis 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta